Pembuatan Merkuri
Proses pengolahan hasil penambangan Batu Cinnabar dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Bahan baku Batu Cinnabar dihaluskan/ditumbuk lalu dimasukkan ke dalam tabung.
Kemudian ke dalam tabung tersebut ditambahkan kapur (sebagai katalis) dan paku besi
(sebagai penghantar kalor).
Tabung yang telah berisi semua bahan dibakar dalam tungku dengan bahan bakar kayu.
Reaksi kimia yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut:
HgS (s) + O2 (g) ® Hg (g) + SO2 (g)
Proses tersebut menghasilkan uap merkuri yang akan mengembun saat melalui pipa besi.
Sementara itu uap Sulfur Dioksida lepas ke udara. Uap merkuri yang mengembun
ditampung dalam jerigen yang berisi air. Proses pembakaran ini menghasilkan residu yang
berbentuk padat.
Merkuri yang ada di dalam jerigen dipisahkan dari air, kemudian dikemas dalam
tabung/jerigen besi berukuran ± 25 kg. Pengemasan merkuri dilakukan secara manual
setelah dilakukan pemisahan merkuri dengan air.
Batuan Calaverite
Batu Calaverite adalah jenis jenis batu mengandung emas yang umumnya memiliki kandungan emas yang
tinggi dan juga memiliki kandungan perak rata-rata berkisar 3% saja. Batuan ini biasanya memiliki warna
seperti kilap logam sampai putih kristal keperakan. Batuan jenis ini biasanya sering ditemukan didaerah atau
zona-zona urat emas atau vein.
Batuan Sylvanite
Batu Sylvanite umumnya mengandung emas sebanyak 24% dan 13% perak serta beberapa mineral bawaan
lainnya. Batuan ini memiliki kekerasan antara 1,5 sampai 2 skala mosh. Umumnya wanra dari batu sylvanite
berwarna abu-abu keputihan dan sering terdapat didaerah jalur urat emas.
Batuan Petzite
Batu petzite juga terkadang mengandung perak dan emas. Untuk keterdapatannya, batu petzite sering
dijumpai pada zona urat emas.
Batuan Krennerite
Batu ini memiliki kandungan emas yang sangat sedikit, tapi bukan berarti tidak ada. Batuan ini memiliki
warna perak keputihan sampai kuning keabu-abuan. Untuk kekerasannya sendiri, batu krennerite memiliki
kekerasan 2,5 skala mosh dan sering dijumpai di zona urat emas atau vein.
Batuan Nagyagite
Batu nagyagite adalah jenis jenis batu mengandung emas yang biasanya memiliki kandungan logam
mencapai 12,75% dan hampir semua logam terkandung dalam batuan ini, dari telurium, timbal dan lain-lain.
Namun untuk kanduangna emasnya sendiri, batuan ini hanya mengandung emas sangat sedikit.
Mengidentifikasi Emas Pada Batuan – Emas yang ada dalam batuan biasanya lebih sulit untuk
diidentifikasi karena masih bercampur dengan mineral bawaan atau yang disebut sulfida. Jenis mineral yang
biasa terbawa dalam batuan emas ini seperti halnya pyrite, chalcopyrite, pyrhotite, pentlandit dan silika
dimana sifatnya hampir sama seperti pada kandungan bijih logam emas. Sering kali orang awam akan
terkecoh dengan mineral ini dan menyebutnya sebagai mineral emas.
Phyrite adalah mineral yang hampir sama seperti emas, namun mineral ini lebih mudah hancur ketika
ditekan atau ditempa. Mineral emas merupakan mineral yang mudah menggores dan meninggalkan bekas
warna kuning keemasan. Bagi orang awam tentu hal ini sangat sulit untuk dibedakan.
Akan tetapi mineral emas murni dalam batuan sangat sulit untuk diamati menggunakan mata telanjang dan
harus memerlukan pemeriksaan di bawah alat mikroskop atau kaca pembesar. Hal ini dilakukan untuk dapat
melihat ada atau tidaknya kandungan bijih emas.
Namun ada beberapa cara sederhana yang dapat Anda lakukan guna mengidentifikasi emas pada batuan
dengan melihatnya dari segi :
Mengidentifikasi Emas Pada Batuan
Dari Segi Warna : Mineral emas baik yang masih melekat pada batuan maupun yang telah terlepas memiliki
warna kekuningan seperti kuning pucat. Akan tetapi dilihat juga kandungan dari emas itu sendiri, juga dapat
memiliki warna kuning terang untuk emas yang mempunyai kadar tinggi dan logam emas tidak tampak
mengkilap.
Kekerasan : Emas merupakan logam yang termasuk logam lunak dengan nilai kekerasan 2,5 – 3 skala
mohs, Anda dapat mengukur tingkat kekerasan tersebut menggunakan hardness tester. Saat dipukul
dengan palu, emas tidak mudah hancur, akan tetapi sisanya rapuh. Ketika mineral ini di tuang ke dalam
panci atau bak kaleng air, maka emas akan lebih cepat untuk tenggelam. Hal ini karena sifat dari emas yang
lebih berat.
Kepadatan : Kepadatan mineral emas adalah sekitar 15,6 – 19,3 atau kandungan logam emas pada batuan
biasanya lebih terlihat seperti keropos. Akan tetapi disini juga harus melihat juga kandungan dari kemurnian
logam emas tersebut.
Fisik Emas : Bentuk emas yang masih melekat pada batuan memiliki bentuk yang tidak teratur.
Secara Diagnosa dan Identifikasi : Logam emas akan mudah melebur saat dibakar atau saat dilebur,
dengan suhu sekitar 1000 derajat celcius logam emas akan melebur menjadi cair.
Mengenai penggunaan alat sederhana tanpa biaya, Ask Jeff memberikan saran untuk
menggunakan bahan sekitar yang mudah didapatkan.
Peralatan sederhana untuk mendeteksi emas:
Cara kerjanya:
Ask Jeff menjelaskan bahwa gunakan Dowsing rod dengan mencari ranting yang dibentuk
huruf Y dan gunakan terbalik pada kedua tangan.
Ujung Y, harus menghadap Horisontal lurus ke depan dan kedua tangan kita memegang 2
cabang Y dan Anda harus berjalan ke depan dengan langkah santai.
Jika ujung Y menghadap kebawah maka, disitu lokasi keberadaan emas. Selanjutnya tandai
tanah dengan huruf X dan gali sampai batas atas batuan ampar.
Kemudian galian emas kasar harus di saring dengan alat penyaring dan tampung kedalam
plate piring bergerigi, kira - kira setengah piring.
Piring yang berisi material tanah halus harus diayak atau di panning dengan di goyang-
goyang kedalam air.
Jika tidak ada air bisa ditiup pelan-pelan sambil di goyang-goyang, sampai tersisa lapisan
tanah yang lebih halus dan berat, buang kerikil kecil atau serpihan batu sampai tersisa tanah
sedikit, lalu goyang-goyang lagi sampai terlihat pasir black sand berwarna hitam.
Nah, emas ada disekitar timbunan bawah pasir black sand karena emas kuantitas emas lebih
berat dari black sand.
Cek sampai di lapisan bawah black sand jika terdapat kerlipan emas mengkilau dalam
ukuran kecil maka tempat tersebut terdapat emasnya. Mudahkan mencarinya!
Teknik dowsing rod itu menurut petualangan emas di negara barat dianggap skeptis, namun
cara tersebut terkadang ampuh dan tidak memerlukan biaya.
Ciri Tanah Mengandung Emas
Beberapa jenis formasi tanah dan batuan yang lebih cenderung memiliki ciri ciri pasir mengandung
emas/bantalan-emas disebabkan proses dari lingkungan dan geologi. Berikut ini adalah cara untuk
mengetahui ciri tanah mengandung emas : Tanahnya memiliki kandungan mineral sulfida yang tinggi.
(mempunyai bau seperti belerang) dijumpai mata air panas di sekitar lokasi tersebut
Pada lokasi di sekitar terdapat gunung berapi dan memiliki usia yang sudah cukup lama/sudah
tua.Terdapat aliran sungai di dekatnya (diperkirakan dulu pernah menjadi aliran lahar gunung berapi).
Aliran sungai ini mempunyai lapisan tanah lempung yang tebal.
Ditempat ini bisa dijumpai batuan putih berurat emas (urat kuarsa atau batuan kuarsit) Menggunakan
Electronic Prospecting untuk mendeteksi keberadaan emas. Tanda-tanda di atas hanya sebagai
deteksi/tanda awal saja, untuk memastikan bahwa tanah tersebuat memiliki ciri ciri pasir mengandung
emas, perlu adanya tes merkuri dan tes-tes lainya.
Jamur merah jambu yang menghiasi diri sendiri dengan partikel nano emas telah ditemukan di Australia Barat.
Para peneliti yakin bahwa jamur ini adalah indikator adanya cadangan emas. Mereka berharap temuan ini akan
membantu para penambang untuk lebih mempersempit fokus upaya galiannya. Para ilmuwan di Australia telah
menemukan sebuah jamur yang dapat mengikatkan diri dengan partikel emas. Jamur itu melepaskan unsur kimia
yang disebut superoksida yang dapat melarutkan emas di dalam tanah. Jamur itu kemudian mampu untuk
mencampur logam yang telah dilarutkan dengan unsur kimia lain untuk mengubahnya kembali menjadi emas
padat, dalam bentuk partikel nano berukuran kecil.
Jadi mengapa jamur penyuka emas memiliki daya tarik pada logam berharga ini? Tim peneliti yakin dengan
berinteraksi dengan emas dengan cara ini mereka dapat tumbuh lebih cepat dan lebih besar relatif terhadap jamur
lain yang tidak berinteraksi dengan emas. Penelitian ini telah dilaksanakan oleh lembaga ilmu pengetahuan
nasional Australia. Organisasi Penelitian Industri dan Ilmu Pengetahuan Persemakmuran (CSIRO) yakin
penemuan ini akan menjadi cara baru untuk menambang emas. Jamur dapat menjadi penanda yang
mengindikasikan adanya emas, dan lebih mempersempit fokus pada daerah dimana pemboran eksplorasi akan
memberi manfaat paling besar. Penyusun studi ini adalah Dr. Tsing Bohu, seorang geo-mikrobiologis di CSIRO.
"Saya rasa kemungkinan ini sangat baru karena emas pada umumnya bersifat sangat pasif ditinjau secara umum
namun kamin menemukan sebenarnya jamur ini dapat berinteraksi dengan emas dengan melarutkan emas," ujar
Dr Bohu. "Jadi saya rasa gagasan ini sangat baru dan juga sangat penting bagi pertambangan dan proses industri
lainnya seperti pembilasan, jadi ada juga potensi aplikasi lainnya," sambungnya. Jamur ini ditemukan di tanah di
Boddington, 130 kilometer tenggara Perth di Australia Barat. Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal
Nature Communications. Australia adalah produsen emas kedua terbesar di dunia, namun outputnya diperkirakan
akan mengalami penurunan kecuali lebih banyak cadangan emas ditemukan. Dalam pekan-pekan belakangan ini,
dua warga Australia telah menemukan bijih emas berukuran besar yang bernilai puluhan ribu dollar di Australia
Barat dan negara bagian Victoria.
B ijih emas biasanya memang tidak menampakan butiran emas jika dilihat
secara sekilas. Namun dengan bantuan loop atau kaca pembesar biasanya
akan nampak kilauan kuning ciri khas warna emas, yang dapat berupa butiran
sangat kecil atau mengalur seperti sebuah urat. Banyak orang awam yang tidak
mengetahui ciri-ciri fisik dari bijih emas, karena material seperti batu ini
penampakannya memang tidak menarik dan nampak biasa-biasa saja.
Bagaimana Mengetahui Ciri-ciri Fisik dan Endapan Bijih Emas Secara Umum Untuk
Orang Awam?
Secara sederhananya bijih adalah sejenis batu yang mengandung mineral
penting dan bernilai ekonomis, baik itu berupa logam atau bukan logam.
Material seperti batu ini dapat dikatakan bijih atau ore apabila mengandung
mineral yang pada umumnya logam dengan kadar yang memadai dan bernilai
ekonomis. Walaupun mineral atau batuan tersebut memiliki ciri-ciri seperti yang
ada pada bijih tetapi memiliki kadar yang rendah dan tidak bernilai ekonomis,
maka material tersebut tidak dapat dikatakan bijih atau ore.
Ciri-ciri bijih emas biasanya tergantung dari proses terbentuknya yang dalam
isitlah geologi disebut dengan ore genesis. Proses terbentuknya bijih emas
sangatlah kompleks dan terbentuk oleh proses yang berbeda-beda, sehingga
akan menghasilkan endapan yang berbeda-beda pula.
Bijih emas digolongkan kedalam dua golongan utama, yaitu Bijih Primer
(hipogen), yakni bijih yang diendapkan pada saat terjadinya proses
pelogaman; Bijih Sekunder (supergen), yakni bijih yang diendapkan sebagai
akibat alterasi dari bijih primer, oleh proses pelapukan dari air permukaan yang
meresap ke dalam tanah, atau telah mengalami proses transportasi dan
terendapkan di dataran yang lebih rendah dari sumbernya.
Endapan bijih emas primer yang sering dijumpai biasanya akan memiliki ciri-ciri
fisik diantaranya adalah kekerasannya yang sangat tinggi dengan mineral utama
berupa kuarsa, yaitu mineral yang terlihat seperti kaca, tetapi banyak juga yang
berwarna putih seperti susu. Pada bijih emas primer ini biasanya mengandung
juga mineral besi atau oksidasi yang berwarna kecoklatan dan biasanya akan
disertai dengan mineral-mineral logam lainnya seperti pyrit dan chalcopyrite.
Pada beberapa contoh jenis endapan ini biasanya akan terlihat dengan jelas
butiran-butiran emas-nya, tetapi ada juga yang tidak terlihat butiran emasnya
karena memiliki ukuran yang sangat kecil atau mikro.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Menemukan Ciri-ciri Fisik Seperti Endapan Bijih
Emas?
Ada istilah bijak yaitu “serahkan semua pada ahlinya”, artinya jika Anda
menemukan ciri-ciri seperti bijih emas maka sebaiknya ajak seorang ahli geologi
di bidang ini untuk menelitinya. Jika Anda tidak memiliki kenalan seorang ahli
geologi maka Anda dapat mengambil beberapa conto material tersebut dan
dikirim ke laboratorium untuk mendapatkan hasil berupa analisa kadar atau
kandungan emas yang ada di dalamnya dan hasil analisa kadar Au pada bijih
emas ini biasanya dalam satuan ppm (part per millions).
Untuk mengetahui sebaran dan dimensi dari tubuh bijih emas akan melalui
proses eksplorasi yang sangat panjang dan memerlukan biaya yang sangat
besar, itupun belum tentu mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Jika
Anda yakin telah menemukan bijih emas maka sebaiknya mencari investor atau
perusahaan yang mau bekerjasama untuk melakukan eksplorasi dan
mengelolanya.
Sudah menjadi rahasia umum jika emas merupakan logam mulia yang memiliki
harga yang cukup tinggi dan sangat bernilai ekonomis. Dalam sejarah yang
pernah ada dimana telah ditemukannya bijih emas, maka akan ada banyak
masalah sosial hingga kekacauan di daerah itu, mungkin seperti texas di zaman
dulu. Biasanya hukum alam akan berlaku disini, siapa yang terkuat dialah
penguasanya.
Sindonew.com - Di saat situasi ekonomi yang masih sulit, penemuan lahan yang diduga
mengandung emas jelas mengundang kehebohan. Emas, logam mulia berwana kuning
ini memang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Tak heran, emas juga menjadi buruan sejak lama. Tak pelak, misteri harta karun emas
selaku menjadi misteri yang memikat perhatian. Terlebih di wilayah Nusantara ini
terbukti kaya dengan kandungan logam mulia seperti emas, perak, serta beragam batu
mulia. Buktinya, di Timika, Papua, beroperasi perusahaan tambang emas terbesar di
dunia, PT Freeport.
Nah, bagaimana jika tanah di sekitar tempat tinggal kita mengandung emas? Berburu
emas, sudah barang tentu itu yang dilakukan meski belum ada kepastiannya. Hal ini
seperti yang terjadi di Desa Katomporang, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang,
Sulawesi Selatan. Sudah sepekan ini warga dihebohkan dengan penemuan lahan yang
diduga menyimpan kandungan emas.
Memang, belum ada penelitian ilmiah yang memastikan lahan milik warga bernama Asri
itu benar-benar menyimpan kandungan emas. Meski demikian, warga tetap mengambil
bebatuan hingga ke dalaman 4 meter yang diyakini mengandung emas. Berita tentang
temuan emas itu sudah ada sejak dua pekan lalu. Sejak itu ratusan warga terus
mendatangi kawasan tersebut, baik untuk menambang atau sekadar menonton.
Mereka meyakini ada kandungan emas hanya berdasarkan penelitian sederhana oleh
seorang warga dengan menggunakan alat pendeteksi logam mulia. Hasilnya, bebatuan
yang ditemukan di lokasi itu memiliki ciri-ciri mengandung emas. Warga setempat
berharap dinas pertambangan bisa membantu meneliti agar tidak ada kesimpangsiuran
tentang ada kandungan emas yang ada di lahan sekira satu hektare tersebut.
Pemandangan tak jauh berbeda terjadi di Desa Kediri, Kecamatan Karang Lewas,
Banyumas Jawa Tengah. Warga beramai-ramai nyebur ke Sungai Logawa. Di sungai ini,
warga bisa dengan mudah mendapatkan butiran emas dari bongkahan batu cadas.
Dengan alat seadanya, warga baik tua maupun muda mencari butiran emas ini untuk
dikumpulkan. Butiran emas sebesar peluru senapan angin berada di pinggir Sungai
Logawa sepanjang 70 meter. Hampir semua warga yang mencari butiran emas itu bisa
memeroleh emas hingga lebih dari 10 gram.
Penemuan lokasi tambang emas ini tidak hanya menggegerkan warga Desa Kediri.
Warga luar desa yang mendengar kabar ini juga berbondong-bondong ikut menambang
emas. Uniknya sebagian besar emas yang berada di lokasi justru sudah berbentuk
butiran. Menurut warga sekitar, dirinya sudah menanyakan kepada penjual emas jika
yang didapatkan warga memang butiran emas namun masih mentah. “Kami sudah
menanyakan ke ahlinya, ini memang emas hanya masih mentah masih harus dipoles,”
ujar Slamet, salah seorang warga Desa Kediri.
Meski belum diketahui kepastian kandungan kadar emas di lokasi itu, namun warga
berharap agar diperbolehkan menambang. Sementara pihak Pemerintah Kabupaten
Banyumas sendiri belum berencana menutup penemuan lokasi tambang emas tersebut.
Keyakinan Indonesia kaya tambang emas memang bukan omong kosong. Melihat
kondisi geologinya, banyak ahli percaya bahwa bumi Indonesia mengandung emas yang
cukup kaya. Produksi emas Indonesia sekarang yang mencapai hampir 48 ton per tahun
telah menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 di Asia (sesudah Cina dan Papua
Niugini) atau urutan ke-7 di dunia.
Indonesia amat kaya dengan gunung api tua. Itulah sebabnya kondisi geologi Indonesia
sangat prospektif. Lebih disukai pula gunung api yang tadinya terbentuk di laut dangkal
atau membentuk pulau kecil. Air laut telah membantu pembentukan cebakan emas
karena sirkulasinya dalam perut bumi. Seperti masih terlihat sekarang, Indonesia kaya
dengan jalur-jalur gunung api yang membentuk pulau kecil. Itulah sebabnya daya
tariknya makin meningkat. Jalur emas Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi
Utara, Irian Jaya, dan Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari 8.000 kilometer.
Daerah yang sudah diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh, Muara Sipongi,
Salida, Gunung Arum, Bengkulu, Lampung, Banten, Bogor, Tasikmalaya, Pacitan,
Purwantoro, Sumbawa, Flores, Alor, Wetar, Sulawesi Tengah, Paleleh-Sumalata (Sulut),
Minahasa, Kepulauan Sangir-Talaud, Kaputusan (Maluku).
Kemudian Pegunungan Jayawijaya-Irian Jaya seperti Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg,
Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop, dan sekitar Jayapura. Jalur emas
Kalimantan mempunyai dua cabang yaitu Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dan
Pegunungan Meratus-Kalimantan Timur. Jalur emas ini melalui Kalimantan Tengah.
Para ahli menyebut jalur itu sebagai koridor emas Kalimantan. Tempat-tempat yang
sudah diketahui pada jalur ini adalah Singkawang, Melawi, Karihun-Long Nawan,
Schwaner, Masuparia, Kahayan, Mahakam, Kutai, Kendilo, dan lain-lain.
Emas diproduksi antara lain oleh PT Freeport Indonesia, PT Kelian Equatorial Mining,
PT Prima Lirang, PT Indomuro Kencana, PT Monterado Mas, PT Ampalit Mas Perdana,
PT Lusang Mining, dan PT Aneka Tambang/G. Pongkor.
PENYEDIAAN ALTERNATIF TEKNOLOGI PENGOLAHAN
EMAS NON MERKURI
Penulis : Aisyah Syafei, Kasi Penghapusan B3
Penggunaan merkuri pada berbagai sektor industri termasuk pertambangan emas skala
kecil (PESK) berpotensi menimbulkan dampak berupa pencemaran dan kerusakan
lingkungan dan mengancam kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung seperti tremor, gangguan motorik, gangguan syaraf, penyakit ginjal, paru-
paru, iritasi kulit. Pertambangan emas skala kecil teridentifikasi sebagai penyumbang
emisi merkuri terbesar dari penggunaaan merkuri yang sengaja ke
lingkungan. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tanggal
20 September 2017 melalui Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri. Konvensi ini mendorong Indonesia
cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan pengurangan
maupun pemusnahan (phase out) merkuri dan turunannya yang digunakan, emisi, dan
lepasannya ke lingkungan pada pertambangan emas skala kecil sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 Konvensi Minamata. Hal ini juga berkaitan erat
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 Tentang
Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penggunaan Merkuri yang bertujuan untuk
mengurangi dan menghapuskan merkuri di tingkat nasional yang terpadu dan
berkelanjutan.
Melihat permasalahan merkuri di sektor PESK tersebut, maka pemerintah Indonesia
telah berupaya mencari solusi dengan cara melakukan koordinasi lintas institusi dan
merangkul berbagai macam stakeholder seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM),
asosiasi penambang rakyat, perguruan tinggi dan industri baik di tingkat nasional
maupun internasional. Beraneka ragam pendekatan telah dilakukan meliputi
pendekatan sosial, kelembagaan, regulasi dan teknologi.
Aspek teknologi merupakan salah satu faktor kunci yang memiliki potensi untuk
mengatasi masalah-masalah lingkungan, terutama merkuri, yang sering ditemukan di
PESK. Hal ini dikarenakan banyaknya para penambang yang tidak mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan teknis dalam mengolah emas. Akibatnya
mereka tetap menggunakan teknik amalgamasi dan beranggapan bahwa amalgamasi
merupakan metode yang paling efisien dalam mengekstrak emas. Meskipun ada teknik-
teknik lain, yang lebih efektif dan memberikan hasil recovery emas yang jauh lebih
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan transfer teknologi pengolahan emas bebas merkuri
kepada para penambang.
Informasi teknologi ini diharapkan mampu menjadi jembatan dan katalis untuk transfer
pengetahuan dan teknologi pengolahan emas non merkuri di Indonesia sehingga dapat
menjadi titik tolak penghapusan merkuri dan perbaikan kondisi PESK di Indonesia.
Pembangunan sarana juga merupakan upaya pemerintah dalam penghapusan
penggunan merkuri dan untuk mengurangi dampak penggunaan merkuri di lingkungan
yang pada akhirnya meningkatkan kualitas lingkungan hidup sehat bagi masyarakat.
Kriteria pemilihan teknologi pengolahan emas bebas merkuri untuk PESK bersifat
kompleks karena uniknya sifat kegiatan PESK. Secara umum, PESK dioperasikan oleh
para penambang yang mempunyai kemampuan teknis yang relatif rendah dan
kemampuan finansialnya yang terbatas. Namun di suatu sisi, mereka menginginkan
tingkat perolehan emas yang tinggi. Oleh karena itu, agar alternatif teknologi
pengolahan emas bebas merkuri ini menarik bagi para penabang, maka perlu didisain
suatu teknologi yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
d.Prosesnya cepat.
Terdapat berbagai macam teknik pengolahan yang diterapkan untuk mengolah emas
tanpa merkuri :
1.2.Pelindian
Dari hasil proses kominusi berupa, kemudian dilanjutkan dengan mensirkulasi lumpur
(pulp) ke dalam reaktor dan penambahan air, kapur, garam sianida dan oksigen.
Penambahan oksigen dapat meningkatkan efektivitas sianida dalam mengekstraksi biji
emas sebesar 80%. Oksigen akan mengoksidasi logam emas dari unsur netral menjadi
bermuatan positif agar dapat berikatan dengan sianida membentuk kompleks sianida
Au(CN)2 (Sayifuddin dan Suprapto, 2010). Pada proses sianida, pastikan pH slurry pada
level 10,5 – 11 untuk mencegah terbentuknya gas HCN yang sangat berbahaya. Waktu
proses reaksi yang dibutuhkan adalah sekitar 48 jam. Tingkat pelarutan emas
dipengaruhi oleh kekuatan difusi sianida dan oksigen, dan perlakuan-perlakuan
sebelum sianidasi. Sebagian kecil emas akan larut sesuai dengan persamaan Elsner:
4Au + 8CN- + O2 + 2H2O → 4Au(CN)2 + 4OH- (2)
1.3.Adsorpsi
Setelah 48 jam, ditambahkan karbon aktif, dan dilanjutkan proses pengadukan dan
penambahan oksigen selama 12 – 24 jam. Proses adsorpsi ini merupakan proses awal
dari recovery. Ada beberapa jenis adsorban (bahan penyerap logam emas dan perak
yang telah larut) yang bisa digunakan yaitu karbon aktif, zeolit, ataupun resin.
Adsorban yang sering digunakan dalam industri pertambangan emas adalah karbon
aktif. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memilih karbon aktif adalah:
- Hardness/attrition resistant (kekerasan)
- Aktivitas
- Persentase Abu
Dari sifat-sifat karbon aktif di atas, yang paling penting adalah Hardness / attrition
resistant dan Aktivitas.
1.4.Pembakaran
Setelah 60 - 72 jam, karbon aktif disaringdan dipisahkan dari lumpur. Karbon aktif yang
yang tersaring kemudian dicuci dan dilanjutkan proses pembakaran. Pembakaran
dilakukan sampai semua karbon aktif berubah menjadi bubuk (debu) campuran emas.
1.5.Peleburan
1.6.Destruksi Sianida
Cyanide destruction unit atau cyanide detox merupakan salah satu unit pengolahan
limbahyang digunakan untuk menghancurkan kandungan sianida dalam limbah yang
dihasilkan dari pabrik ataupun dari tambang. Dengan dilakukannya penurunan bahkan
penghilangan kadar sianida dalam limbah maka secara langsung limbah tersebut sudah
memiliki nilai ambang batas lingkungan (NABL) dan bisa langsung dibuang
kelingkungan tanpa mengganggu kelestarian lingkungan.
Tailing dengan kandungan sianida yang tinggi kemudian di destruksi dengan
penambahan sodium meta bi suphate (SMBS) dan copper sulphate (CuSO 4). Prinsip
pengolahan limbah sianida adalah merubah ion CN - (20 ppm) menjadi Cyanate (OCN-),
dengan baku mutu<0,5 ppm. Tailing yang telah dihilangkan konsentrasi sianida,
dimasukkan ke dalam proses penampung untuk dilakukan proses sedimentasi
(pengendapan) secara gravitasi sehingga cairan dan padatan dapat terpisah.
2.Teknologi Pelindian (Leaching) Tiourea
Salah satu proses pengolahan emas non merkuri adalah proses leaching tiourea. Bijih
dipecah dengan menggunakan Jaw Cusher kemudian dihaluskan sampai 200 mesh
dengan Ball mill sampai homogen. Bijih akan dilakukan proses leaching dengan
menggunakan tiourea. Tiourea digunakan sebagai alternatif pengganti sianida,
terutama pada batuan berjenis primer, dan sulfida rendah. Tiourea secara relatif tidak
beracun dan aman bagi lingkungan. Tingkat pelarutan menggunakan tiourea sangat
cepat, jauh lebih cepat dibanding pelarutan sianida. Selain itu, level kelarutan tembaga
dalam larutan tiourea lebih rendah dibanding proses sianida.
Tingkat kelarutan mineral refraktori lebih buruk bagi tiourea dibandingkan sianida,
karena Arsenik dan antimon sulfida tidak larut pada pH 1 – 2. Oleh karena itu batuan
berkadar belerang tinggi memiliki masalah jika dilarutkan dalam tiourea, kecuali jika
menggunakan proses oksidasi sebelum proses leaching dilakukan.
Tiourea CSN(NH2)2 merupakan senyawa organik yang mudah larut didalam larutan asam
dalam bentuk molekul yang stabil. Emas larut dalam larutan tiourea asam untuk
membentuk kompleks stabil, Dalam reaksi tiourea, Fe digunakan sebagai agen
pengoksidasi, sedangkan proses sianida menggunakan oksigen dari udara, terlarut
dalam larutan leach. Sebagian Fe yang dibutuhkan saat ini ada didalam bijih. Dalam
kasus bijih yang sangat teroksidasi, pada ion Fe akan dibebaskan, dan kemudian
penambahan oksidan dapat dikurangi.
Sistem kerja reaktor tiourea adalah dengan mensirkulasi lumpur dengan larutan tiourea
dalam reaktor dengan penambahan larutan H 2SO4 dan FeSO4. Bila hanya menggunakan
tiourea sebagai pelarut tidak dapat melarutkan emas, sedangkan penggunaan
H2SO4 hanya bisa melarutkan emas dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, proses
pelarutan emas dapat berjalan dengan penambahan campuran tiourea dan
H2SO4 (Potgieter, dkk, 2004). Penambahan H 2SO4 bertujuan untuk membuat campuran
memiliki pH = 1, karena proses leaching dilakukan pada pH 1 – 2 (Ficeriova, 2007). Ion
H+ berperan dalam pembentukkan kompleks Au-tiourea. Penambahan larutan
FeSO4 bertujuan untuk mengoksidasi tiourea menjadi formamidin disulfida / FDS (H 2N-
CNH-S-S-CNH-NH2). FDS berfungsi sebagai fasilitator pembentukan kompleks emas
dengan reaksi sebagai berikut:
2CS(NH2)2 + 2Fe3+ ↔ C2S2(NH)2(NH2)2 + 2Fe2+ + 2H+ (3)
Reaksi pelarutan emas dengan tiourea sebagai berikut:
1.Ukuran Partikel
3.Gelembung udara
4.Permukaan partikel
6.Reagen flotasi
Daftar Pustaka
1.BPPT. 2017. DED Pilot Plant Pengolahan Emas Bebas Merkuri di Kabupaten Lebak.
Jakarta Pusat.
2.Sayifuddin dan Suprapto. 2010. Pengaruh Aerasi pada Sianidasi Emas dari Batuan
Mineral. ITS. Surabaya.
3.Ficeriova, J., Peter Balaz, Erika Dutkova and Eberhard Gock. 2007. Leaching of Gold
and Silver from Crushed Au-Ag Wastes. The Open Chemical Engineering Journal. 2(1).
Hlm 6-9.
4.Aylmore, M.G., and Muir, D.M. 2001. Thiosulfate leaching of gold – A Review. Minerals
Engineering. Vol. 14. Issue 2, pp. 135-174.
5.Marsden, J. and House, C.L. 2006 . Chemistry of Gold Extraction. 2nd ed. Society for
Mining, Metallurgy and Exploration.
6.Wahyudi dan Zaki. 2016. Perilaku Adsorpsi Emas dari Larutan Ammonium Thiosulfat
dengan Karbon Aktif dan Resin Penukar Ion. Metalurgi, V 31.2.2016, E-ISSN 2443-3926/
69-78.
Tangerang Selatan - Humas BRIN. Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2017 telah meratifikasi Konvensi Minamata, yaitu pakta internasional
untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia dari emisi dan pelepasan merkuri
antropogenik. Komitmen lanjut pemerintah tertuang pada Rencana Aksi Nasional
Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM) yang dilaksanakan lintas sektoral.
Salah satu tujuannya adalah penghapusan merkuri pada sektor PESK.
Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), didukung United Nation
Development Program (UNDP), terlibat dalam program Global Opportunities for Long-
Term Development Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and
Small Scale Gold Mining (GOLD-ISMIA). Program tersebut bertujuan menghapuskan
penggunaan merkuri pada pertambangan emas rakyat atau pertambangan emas skala
kecil (PESK). Salah satunya adalah dengan cara mengembangkan teknologi alternatif
pengolahan emas bebas merkuri.
Peran BRIN dalam kegiatan yang berakhir ini adalah untuk memberikan bantuan teknis
yang mendukung program nasional penghapusan merkuri di sektor PESK. Turut
berkoodinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah Kulonprogo, BRIN telah
membangun pilot project pengolahan emas bebas merkuri di Desa Kalirejo, Kulonprogo,
Yogyakarta.
“Hal ini diharapkan mampu menjadi jembatan dan katalis untuk transfer teknologi,
sehingga menjadi titik tolak penghapusan merkuri dan perbaikan kondisi PESK di
Indonesia,” ungkap Dadan Nurjaman, periset Pusat Riset Teknologi Pertambangan di
Gedung Geostech 620, Kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie Serpong, Senin
(09/01).
Pilot project tersebut mengadaptasi teknologi pelindian sianidasi. Proses pengolahan
hingga pengelolaan limbahnya didesain melalui serangkaian studi dan optimasi, sehingga
aman bagi kesehatan dan lingkungan.
“Konstruksi pilot plant didesain dan dibangun menggunakan sumber daya lokal atau dalam
negeri dengan material yang murah dan mudah untuk didapatkan, dengan bahan baku
bijih yang diproyeksikan berjenis bijih emas primer yang mengandung emas berukuran
sangat halus,” terangnya.
Proses pengolahan emas tanpa merkuri yang dilakukan proses sianidasi yang banyak
dilakukan oleh para penambang emas skala kecil. ”Biji emas dihancurkan dan
penggilingan dengan menggunakan ball mill yang berukuran hampir sama dengan yang
digunakan di tambang rakyat yaitu berukuran berdiameter 30 cm,” ungkapnya.
“Biasanya ball mill itu standarnya menggunakan bijih besi mulai ukuran kecil sampai
besar. Sementara untuk proses penghalusan, hingga menjadi tepung sebesar 200 mesh
atau sekitar 75 mikrometer supaya emasnya bisa diproses, karena emasnya sangat halus
dan ukuran butirnya itu 5-40 mikrometer,” ujar Dadan.
Menurutnya, proses penggilingan emas sebetulnya bisa menggunakan berbagai material
penggerus yang bagus, tetapi mahal dan butuh perawatan lebih, sedangkan lokasi
tambang itu jauh di pelosok, sehingga sulit untuk mendapatkan sparepart dari bola
bajanya.
“Alternatif yang pertama adalah menggunakan bola baja seperti ini dari ukuran kecil
sampai besar. Kedua juga bisa menggunakan sumber daya lokal atau kearifan lokal, yaitu
menggunakan batu dari endapan sungai yang modelnya sudah relatif subbrownded atau
berwarna kecoklatan,” urainya.
Mengenai efisiensi waktu penggilingan, Dadan menerangkan dengan menggunakan bola
baja dan batang baja, itu sekitar 3 jam. Sedangkan menggunakan material alternatif
memakan waktu 4 jam. “Memang ada selisih 1 jam, tetapi dari sisi kemudahan di dalam
operasional dan dari sisi biaya, ini jauh lebih murah. Sehingga tambang rakyat bisa
berkelanjutan, tidak bergantung harus beli,” ungkapnya.
Dari hasil proses bijih emas menjadi tepung (halus) sebesar 200 mesh, dilanjutkan
dengan mensirkulasi lumpur dalam sehari, dengan komposisinya 40% tepung bijih emas
dan 60% air. Kemudian dimasukkan ke tangki pelidian (leaching)/toren dan diolah,
dilakukan proses pencampuran, dan suplai oksigennya. Setelah itu dicampur dengan
beberapa bahan pelarut yang dalam hal ini menggunakan sianida.
Waktu proses reaksi yang dibutuhkan adalah sekitar 48 jam. Tingkat pelarutan emas
dipengaruhi oleh kekuatan difusi sianida dan oksigen, dan perlakuan-perlakuan sebelum
sianidasi. “Pada proses sianida, setelah 4-6 jam, ditambahkan karbon aktif. Dalam
prosesnya selama 48 jam, nanti emasnya akan terlarut oleh sianida. Pada saat terlarut,
diserap oleh karbon,” urainya.
Setelah 48 jam, karbon aktif disaringkan dan dipisahkan dari lumpur. Kemudian karbon
aktif yang tersaring dilanjutkan dengan proses pembakaran sampai karbon aktif menjadi
abu. Abu campuran emas selanjutnya dilakukan peleburan sehingga akan didapat berupa
bullion emas.
“Bullion emas itu masih mengandung mineral lainnya, misalkan ada peraknya, atau pun
tembaganya, tetapi kalau emas oksida biasanya hanya emas dan perak. Setelah itu baru
dilakukan pemurnian,” jelasnya.
Sisa lumpur yang masih mengandung sianida bebas sebesar 200 ppm itu, bisa dipompa
kembali untuk dilakukan destruksi racunnya. “Jadi hanya dalam 4 jam, dari 200 ppm bisa
sampai memenuhi baku mutu di bawah 0,5 ppm , dan itu memenuhi baku mutu untuk
dibuang ke lingkungan,” ulasnya.
“Kemudian limbah yang masih mengandung sianida biasanya 50-200 ppm dipompa
kembali ke dalam tengki untuk didestruksi racunnya. Kami telah berhasil mendestruksi
selama 4 jam bisa memenuhi baku mutu di bawah 0,5 ppm, dan itu memenuhi baku mutu
untuk dibuang ke lingkungan,” lanjutnya.
“Kami mengintervensi teknologi itu bukan hanya mengalihkan metoda dari merkuri ke non
merkuri, tetapi juga bagaimana menangani limbahnya supaya aman dibuang ke
lingkungan,” tegas Dadan. (hrd/ ed: adl)