009
ABSTRAK
Permasalahan yang timbul dalam penyediaan hunian vertikal khususnya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah bersifat kompleks yaitu pada aspek manusia hingga aspek-
aspek lain, seperti ekonomi, politik, social dan budaya. Hunian vertikal dengan konsep arsitektur
perilaku diharapkan dapat menghadirkan hunian yang mewadahi karakteristik pola perilaku,
kebiasaan, tradisi, budaya, maupun system kemasyarakatan lainnya, baik secara individu maupun
kelompok masyarakat. Pada Tulisan Ulinata (2019) membahas mengenai penerapan arsitektur
perilaku pada rumah susun bagi nelayan menggunakan metode behavior mapping, yang berfokus
pada perilaku khusus Nelayan. Penerapan konsep perilaku pada Hunian Vertikal dengan studi kasus
Rumah Susun yang fokus pada penghuni secara umum jarang ditemukan. Metode yang digunakan
dalam Penelitian ini merupakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa
data primer dan data sekunder yang dianalis dengan metode berupa pengelompokkan pengguna
dalam bangunan, behavioral mapping yang difokuskan pada unit hunian dan ruang komunal
bangunan, serta setting ruang yang berhubungan dengan perilaku pengguna. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal
dengan studi kasus Rumah Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada
unit hunian dan ruang komunal yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya.
Kata Kunci: Arsitektur perilaku; Hunian vertical; Peta perilaku; Rumah susun.
ABSTRACT
Problems that arise in the provision of vertical housing, especially for low and middle class people,
are complex from the human aspect to other aspects, such as economic, social and cultural. Vertical
housing with the architectural concept of behavior is expected to present housing that accommodates
the characteristics of behavior patterns, habits, culture, and other social systems, both individually
and in community groups. In this article, Ulinata (2019) discusses the application of behavioral
architecture in flats for fishermen using the behavior mapping method, which focuses on the specific
behavior of fishermen. The application of behavioral concepts in Vertical Residential with case
studies of Flats that focus on general occupants is rarely found. The method used in this study is a
qualitative descriptive method with data collection techniques in the form of primary data and
secondary data which are analyzed by methods in the form of grouping users in buildings, mapping
behavior in residential units and communal spaces of buildings, as well as spatial arrangements
related to user behavior. Based on the results of the study, it can be seen that the application of
architecture in Vertical Residential buildings with case studies of Pinus Elok Flats can be seen from
the spatial arrangement of residential units and communal spaces that can accommodate the
activities of the occupants in it.
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 257
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 258
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
pembentuk Arsitektur Perilaku, terdiri dari Misalnya, penggunaan pola horizontal akan
(Haryadi dan Setiawan, 2020): menyamarkan kesan pada ruang yang tinggi.
1) Warna Ruang 5) Cahaya, suara, dan Temperatur
Pengaruh warna sangat penting bagi Pencahayaan dapat mempengaruhi
psikologis manusia sebagai pengguna karena kondisi psikologis seseorang. Ruang yang
itu penggunaan warna pada ruangan harus cenderung minim pencahayaannya membuat
tepat dan sesuai karena penggunan warna orang menjadi malas dan jika terlalu terang
yang akan merubah atau mempengaruhi dapat menyebabkan silau dan menyakitkan
perilaku manusia (Haryadi dan Setiawan, mata. Suara yang keras dapat menggangu
2020). Contohnya pada warna merah yang ketenangan seseorang. Untuk itu maka ruang
akan menimbulkan suasana efek lebih panas dibuat kedap suara agar suara tidak
jika dibandingkan dengan warna hijau. menggangu ketenangan ruangan lain. Namun
2) Bentuk dan Ukuran Ruang penggunaan suara yang baik dalam ruangan,
Bentuk ruang yang dibatasi oleh misalnya pada restoran/café juga
dinding, lantai dan plafond memberikan berpengaruh baik dalam meredam suara-
kesan terlindung, setiap orang yang suara manusia yang terlibat pembicaraan
mendiami atau memandang sebuah ruang privat misalnya. Temperatur berpengaruh
akan memiliki kesan dan pendapatnya dengan kenyamanan pengguna dalam ruang.
tersendiri. Interpretasi yang muncul bisa
timbul kesan luas, tetapi juga bisa timbul
kesan sempit. Bentuk ruang akan Bangunan Hunian Vertikal
Mempengaruhi aspek psikologis pemakai Menurut Neufert (1984) dalam
ruangan, Misalnya penggunaan bentuk- Paryoko (2015) Hunian bertingkat
bentuk dinamis untuk memberi kesan merupakan sebuah bangunan yang tersusun
bersemangat, namun yang terpenting harus secara horizontal dan vertikal sehingga
sesuai dengan karakter kegiatan di
membentuk bangunan yang berdiri sendiri
dalamnya.
dan mencakup bangunan bertingkat rendah
3) Furniture dan Susunan Ruang
maupun bangunan bertingkat tinggi,
Penggunaan dan penyusunan perabot
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
ditentukan oleh kebutuhan dan kebiasaan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
hidup penghuninya. Perlu tersedianya ruang
Manusia secara individu maupun
sirkulasi dengan cara menata dan menyusun
secara komunitas membutuhkan ruang untuk
perabot yang digunakan, yaitu dengan
beraktivitas. Salah satunya terbentuk
mengelompokkan berdasarkan kesamaan
perilaku teritorialitas untuk memenuhi
tujuan. Sebagai contoh dalam dalam
kebutuhan privasinya (Nur’aini, 2019). Dalam
penyusunan perabot untuk ruang runggu bagi
memenuhi kebutuhan dari perilaku sesorang,
pengunjung, perabot kursi dan meja tamu
perlu diketahui fungsi dari hunian itu sendiri.
yang mempunyai fungsi sama dijadikan dalam
Hunian memiliki fungi yang beragam, meurut
satu kumpulan sehingga tidak mengganggu
teori tingkat kebutuhan (Hirarchy Level of
sirkulasi ruang yang terbentuk.
Needs) dari Abraham Maslow (1998) dalam
4) Tekstur & Material. Ulinata (2019) fungsi hunian sebagai berikut:
Tekstur akan memberikan kesan berbeda
1. Sebagai Tempat Berlindung
pada suatu ruang atau bangunan baik halus
Merupakan kebutuhan dasar sebagai
maupun kasar, misalnya pada bangunan yang
tempat bersistirahat.
menggunakan kayu akan terkesan natural
2. Sebagai Tempat yang memberikan
dan hangat. Selanjutnya contoh pola yang
kenyamanan.
dibuat pada penyusunan material penutup
3. Sebagai kegiatan sosial yang utama.
lantai (keramik, marmer, granit dll) akan
Tempat utama dalam berinteraksi
meningkatkan kualitas suatu ruang, menjadi
khususnya antar keluarga
ruang yang memiliki terkesan mewah dan
4. Sebagai mengapresiasi diri sendiri.
mahal. Peilihan pola juga dapat memperkuat
Sarana untuk memberikan apresiasi
atau menyamarkan kesan yang sudah ada.
terhadap pencapaian yang diraih oleh
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 259
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266
diri sendiri dan dapat pengakuan dari beraktifitas aktif baik di dalam maupun di luar
orang lain. unit hunian, dapat memberikan informasi
5. Sebagai cerminan diri. yang benar dan sesuai, terdiri dari berbagai
usia dan gender, serta dapat berkomunikasi
Kondisi sebuah rumah akan
dengan baik.
mencerminkan sifat perilaku penghuni.
6. Sebagai sarana untuk menikmati
keindahan.
Keindahan merupakan salah satu
behutuhan manusia yang hakiki dan
memberikan rasa damai.
METODOLOGI
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan Gambar 1. Lokasi penelitian
berupa deskriptif kualitatif. Data yang
diperoleh merupakan data primer dan data HASIL DAN PEMBAHASAN
sekunder. Data primer didapat dari hasil
wawancara, pengamatan dan pemetaan Analisis Setting Ruang
perilaku dan setting ruangan . Sedangkan 1) Unit Hunian
data sekunder didapat dari hasil kajian Kegiatan yang terjadi di unit rumah
literature yang bersumber dari internet, buku susun pinus elok tower c sesuai dengan
bacaan, dan jurnal penelitian. Hasil akhir pengamatan yang telah dilakukan terjadi di
penelitian akan dijabarkan dalam bentuk ruang dalam unit hunian yaitu kamar tidur,
deskripsi gambar dan narasi. ruang keluarga, dapur, toilet, dan balkon.
Metode Pengambilan data Kamar tidur unit hunian terdiri dari 2 kamar
Data diperoleh dengan mencari yang berukuran 7.5m2 dan 6m2 digunakan
kajian literature mengenai kajian konsep untuk mewadahi aktifitas istirahat berupa
arsitektur perilaku serta standar Hunian tidur. Pada kamar tidur ukuran Kamar
Vertikal. Tahap selanjutnya yaitu dengan dengan ukuran 6m2 dilengkapi dengan
mencari data dari study kasus. Proses tempat tidur yang hanya cukup untuk satu
pengambilan data terkendala akibat orang, dan lemari pakaian. Kamar dengan
pandemic virus Covid-19, sehingga data ukuran 7.5m2 furniture yang mendukung
primer yang digunakan berupa wawancara aktifitas dalam ruang kamar tidur berupa
secara daring. tempat tidur yang cukup untuk dua orang.
Cahaya dihasilkan dari bukaan jendela yang
Metode Pengolahan Data cukup untuk menerangi ruangan saat siang
Data primer dan sekunder yang telah hari tanpa adanya bantuan cahaya lampu.
di dapat kemudian diolah dalam bentuk Karna rumah susun terletak di Jakarta Timur
analisis untuk mengetahui tingkat yang memiliki udara yang cukup panas
pemenuhan kebutuhan hunian pengguna mengatasinya dengan
menggunakan teori tingkat kebutuhan penambahan peghawaan buatan berupa
(Hirarchy Level of Needs) dari Abraham kipas angin. Lemari digunakan untuk
Maslow (1998) Dengan metode berupa menyimpan kebutuhan pendukung saat
pengelompokkan pengguna dalam melakukan aktivitas istirahat yaitu
bangunan, behavioral mapping yang menyimpan pakaian, seprai, selimut, dan
difokuskan pada unit hunian dan ruang sebagainya.
komunal milik seluruh penghuni Hunian
Vertical, serta setting ruang yang
berhubungan dengan perilaku pengguna.
Lokasi Penelitian
Jl. Ulin Elok No.RT.21, RW.9, Pulo
Gebang, Kec. Cakung, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13950.
Kriteria sampel penelitian yang dipilih
merupakan penghuni tetap Rumah Susun,
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 260
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 261
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 262
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 263
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266
beberapa ruang di dalam unit rumah susun. biasa dilakukan saat kuliah online yaitu
Perilaku privat yang terjadi yaitu istirahat kamar tidur. Karena selain nyaman untuk
berupa tidur, menyimpan pakaian, tidur, kamar tidur juga tidak terlalu bising jika
mengenakan baju, dan aktifitas ibadah. dibandingkan dengan ruang-ruang lain
Perilaku yang bersifat semi privat yang terjadi didalam unit hunian. Kegiatan lain yang
berupa berinteraksi antar keluarga, serta bersifat semi privat biasa dilakukan di ruang
makan dan minum bersama. Kegiatan servis keluarga, berupa menonton tv, makan, dan
berupa memasak, menyiapkan makanan, berbincang dengan keluarga. Kegiatan lain
mencuci dan menjemur pakaian, menyimpan yang terjadi yaitu mencuci piring, mencuci
bahan makanan, beres-beres rumah, serta baju yang biasa dilakukan setiap 3 hari
kebutuhan metabolisme berupa mandi, sekali, serta kegiatan metabolisme seperti
buang air kecil dan besar. Dari beberapa mandi, buang air besar dan buang air kecil.
penjelasan tentang alur perilaku yang terjadi
maka ruang-ruang yang dibutuhkan oleh
penghuni 2 atau Ibu yaitu kamar tidur, ruang
keluarga, toilet, dapur, dan ruang cuci jemur.
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 264
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 265
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266
Saran
1) Penelitian dapat diperluas dengan
menambah jumlah sampel unit hunian
yang diteliti (dapat dipilih dengan luas
yang berbeda, atau dengan jumlah
penghuni yang berbeda).
2) Untuk penelitian selanjutnya pemetaan
pada ruang komunal secara
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 266
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science
Abstract. This paper presents the study of the applications of behavioral architecture that
related to physical quality of public library in Jakarta, Indonesia. The research is based on the
reason why there are still many people who rarely visit the library. The fact that there are many
people are interested in visiting the library is inversely proportional to its implementation,
where they say it is rare to visit the library. This is based on several factors related to the
design of the library. The question is what does the community want about a library that can
interest them? Then this research focuses on finding out what the criteria of the library that the
general public does not only attract but also encourage them to come by study using descriptive
qualitative with questionnaires and observation methods. The results of the study are the
placement and arrangement of the layout in the library room, especially in the main library
room include the reading area should be follows the behavior and preferences of publics and
library users. Respondents prioritize comfort in the library space with an emphasis on the
reading area as much as possible with more relaxed criteria, focused criteria, and general
criteria.
Keywords: behavioral architecture, criteria of reading areas, physical quality, public library.
1. Introduction
According to the World Bank, education in Indonesia is still considered low, although the expansion
of access to education for the community is considered to have risen quite significantly. World Bank
representative for Indonesia Rodrigo Chaves said the low quality of education is reflected in
Indonesia's ranking that is still in the highest position of neighbouring countries. This educational
quality rating indicator is reflected in the number of illiterate cases. "For example, 55 percent of
children aged 15 years in Indonesia are functionally illiterate, compared to less than 10 percent in
Vietnam," he said on the Indonesia Stock Exchange (IDX), Wednesday (6/6). (CNN Indonesia, 2018,
World Bank: Quality of education Indonesia still low) [1].
In the government's work plan in 2020, one of its priorities is the Mental revolution, cultural
development and national achievement with activities prioritized on improving the culture of literacy,
innovation, and creativity with a priority project of 1) improved cultural literacy; 2) improvements of
access and quality of library-based social inclusion services; 3) strengthening of the books and literacy
content; and 4) Strengthening the social institutions of literacy and innovation [2].
It can be concluded that reading will help to develop someone into more intelligent so that the state
can print superior human resources. Then, how to get it while we had realized that not all peoples
Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution
of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI.
Published under licence by IOP Publishing Ltd 1
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
could buy the books, the answer is a public library that can be accessed by all peoples. However, this
will be simple if the level of reading interest is high, but if the interest rate reading society is still low.
Then what solutions need to be applied to solve it? The first thing to do is to know how to encourage
people to not only be interested but also to have a curiosity that will strengthen the interest to come to
the library. From the frequents of the community visiting the libraries, it will create a familiar sense of
the library, so that gradually will trigger a sense of interest to see, open, and eventually read the book.
The public library is a public facility in which it stores various types of reading collections that are
useful as literacy activities for the general public. The library is present to provide facilities for the
community to improve the quality of the individual self and to help the welfare in the field of
education. According to Allan Konya in his book titled Libraries; A Briefing and Design Guide,
mentions that the public library should be easily accessible to the public to serve it. The library can
join, or as part of a shopping center, community center, cultural center or educational center, and can
provide additional facilities such as meeting room, lecture hall, theater or small cinema, restaurant, or
café, as well as bookstores therein [3].
The issue that needs to be raised is how to present a public library that is physically and spatially
attractive and acceptable to the community so that the purpose of holding the library achieved, which
is to accommodate all activities for its users and the library can be in accordance with people's
behavior in activities in the library. so that the function of the library becomes better and attracts the
public's interest in using the library facilities in their activities.
Behavioral architecture is an architectural approach which in its application includes behavioral
considerations in designing it. Between architecture and behavior has a close relationship, this can be
seen from the aspects that shape human behavior due to the environment or architectural form and vice
versa. In other words, human behavior can be directed towards a better direction if positive values
from the environment or architectural forms can shape personalities and behaviors that have positive
values [4].
2. The methodology
The research method used descriptive qualitative approach. The types of data collected in the research
process divide into two types, primary data and secondary data. Primary data obtained directly through
observation, field surveys, as well as the dissemination of questionnaires, and secondary data obtain
from documents or literature based on textbooks, journals, articles, newspapers, and government
websites [5]. The data collection technique was carried out through questionnaires to library visitors
and the public to find out the extent of their perceptions of existing libraries in Indonesia, especially
those in Jakarta. Data collection also carried out by observing the physical quality of the library
building and observing the activities of library visitors related to their behavior in carrying out
activities in the library. The research location held in a public library in Jakarta, namely The Public
Library of DKI Jakarta in Taman Ismail Marzuki, and the National Library of the Republic of
Indonesia in Gambir Merdeka Selatan.
2
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
able to strengthen their reason to visit the library, visitors who come to the library do likely have
strong reasons that require them to come to the library.
Very Interested
Very Often
Interested 66%
39% 4% 5% Often
2% 2%
Quite Interested Quite Often
11%
39% 16% Rarely
Not Interested 16% Only Once
Other
Very Uninterested
Respondents were given the freedom to choose more than one answer. As a result of the answer,
respondents stated that their purpose for visiting the library was more dominant for
information/reference (78.3%), and working on the task (43.5%). Where there is a connection between
doing the task by looking for a reference so that it can be concluded the average library visitors do
have a strong purpose that is to fulfil their educational needs. For the activities, most activity is done
by respondents if they are in the library are reading and doing tasks. Where to get the visitor's book
should go to the collection area then take the book that they want to read, then look for the seating area
as their place to read. There is a possibility that some respondents read the book while working Tasks
so they need to present a reading area and a reading area as well as work areas.
The level of comfort of 30 respondents to the library space is divided into 3 categories, namely the
category satisfied (Y), neutral (N) and unsatisfied (T). With details, satisfied 26%, neutral/moderately
satisfied 63.3%, and not satisfied =10%. From the survey results most respondents answered the
neutral category, which means it is quite convenient, so it can be concluded that most of the
respondents feel mediocre (not the 'comfortable/ too comfortable' category and not the
‘uncomfortable/ too uncomfortable’ category). And for satisfied of facilities on library respondents
answer 10% satisfied, 67% neutral/moderately satisfied, and 23% not satisfied. As with the level of
comfort, the most choice of respondents leads to neutral or moderately satisfied categories, which
means that the facilities in the public library are still relatively ordinary (not the 'full-complete'
category and not 'incomplete' category).
The result of the questionnaire that has been given to the respondent, managed to collect various
answers and different perceptions. If the conclusion is taken in an outline, of the total respondents with
age, and different backgrounds, most of the respondents have enough/and are interested in visiting the
library. However, the sense of attraction is not in line with its implementation, where respondents
replied that they are rare to visit the library if they do not have strong reason such as needs to finding
reference materials for their duties. Some replied the library was too rigid, formal, and quickly feels
boring even though they were interested in visiting the library but remained reluctant if they not in any
urgent condition. Some respondents prefer to go to the bookstore compared to the library.
According to the results of the survey, the quality of space in the public library can be categorized as
an 'ordinary', means that it is adequate but does not include the 'good/too good' or 'bad/too bad'
categories.
The criteria of space or supporting facilities expected to be present in the public library:
• Reading Room (48,1%), with criteria: more relaxing, more convenient, various furniture
that provide with a sleep posture, given partitions, private, have a good view.
• Think Pod/Inspiration Room/ Discussion Room (16,6%).
3
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
• Lounge Room/ Community Room/ Playroom/ Renting Games/ Photo Spot/ Computer Facilities/
Audio-Visual Room (35,1%).
The results of the questionnaire stated that most of the respondents would visit libraries if they had
enough purpose and reasons, such as their obligation to work on the task or to find a reference. But the
average respondents had a sense of interest to visit the libraries, the sense of interest could be seen that
39% of respondents answered interested and quite interested, meanwhile, 66% of respondents stated
infrequently go to libraries. It is interesting because it has inversely proportional to their sense of
interest, so there is a problem that must be sought to know further why this can happen. Then, in the
category of questions regarding the quality of the library space, the results stated that there was an
influence on the interest of respondents to visit the library. The mediocre library room facility tends to
make the respondents come to the library if there is any need. If the respondents do not have any
requirements, then they prefer to come to the bookstore or a more attractive place. To find out more
about the conformity of questionnaire results with facts on the field, then observations were carried
out.
3.2. Observation
From the observation, the differences between two libraries are quite significant. The National Library
has more equipped facilities so that many people would visit this National Library. The Public Library
of DKI Jakarta Province is still far from the prevailing standards, the availability of facilities is too old
and outdated. The infrastructures of this building do not support the function of libraries as well, plus
the technology is arguably far from progress, and it influencing the interest of visitors to come.
Consequently, the library visitors in Jakarta become not evenly distributed, and it causes the
accumulation of visitors in the National Library, because the community feels if the National Library
is more worthy of a visit than the public Libraries of the province Jakarta. After observations related to
the physical quality of the building, behavioral observations also carried out using behavior mapping
techniques for library users in carrying out activities in the library. The behavior that is studied is the
user's reading behavior in the main library room.
4
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
Figure 3. Behavior mapping at first floor and third floor, TIM Library.
Sources: personal analysis.
The flow of children's visitors starts from the entrance then goes straight to the 2nd floor to the
children's library by using the elevator. The flow of adult visitors starts from the entrance and fills in
the visitor list near the information desk, then goes to the locker area to leave the luggage, after that
goes straight to the main collection room on the 1st floor and the references collection room on the 3rd
floor. There is only one computer catalogue available that is rarely used by visitors. Usually, visitors
would go straight to the book collection shelf. Then after getting their desired book, visitors would sit
at tables that are scattered in the room and start using their laptop. Visitors who visit rarely borrow the
book because the access is only allowed for residents who had Jakarta ID card. The chairs and tables
in the TIM Library only had some variate, there are no crowds, and no chairs or tables that are being
favourite by visitors (see figure 3 and figure 4).
On 12 and 12A floors, which are closed systems collection room where users are required to
borrow and read on the place. The results of the mapping stated that after leaving elevator they would
go straight to the computer catalogue to find their intended collections to order the book. After books
had been ordered user will go to the information desk to notify the officer and wait for the queue
number to being called. While waiting for the queue number, visitors will usually sit on a seat that
does not far from the information table. After getting the book, users will sit at the table or reading
chairs, or go straight to the 12A floor using the stairs to borrow the collections on the 12A floor. Users
5
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
usually would open their laptops to do tasks on the spot. In this closed collection room, users tend to
have private seats that are reserved for one person and equipped with plugs and a table as a laptop. If
users have finished, the books should be returned to the officer (see figure 5, figure 6 and figure 7).
The results on the 20th and 21st floor showed that users who come from the elevator usually go
straight to the collection rack area and immediately looking for the collections on the 20th floor, then
go up to the 21st floor using the stairs that located on the middle of the room. Some users would go to
the catalogue first to search for references and then go to the collection shelf area to find the book they
want. The 20th and 21st floors are open collection systems. Users can search and retrieve the desired
collection of books without the permission of officers. In this main library, the average visitor
occupies the work desks located throughout the room. From the observations, reading areas that have
provided are not maximizing for the users because the shape and ergonomics are not too comfortable,
where the available chairs/sofas are made too upright and stiff (see figure 8, figure 9, and figure 10).
6
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
Figure 10. Open systems collection area (20th and 21st floor).
Sources: personal documentation.
4. Conclusion
Based on the results of analysis and discussion, there are continuity between the physical quality of the
library, including the facilities, atmosphere, and tools available to the public interest to visit the
library. The results obtained that facilities and convenience in the library are in the ordinary category,
this is not a problem for the library visitors who do come because it has an urgent need for the task.
But for the general public facilities in the library in Jakarta is still not able to encourage them to come
to visit the library, while the most complete library that exists only in the National Library and makes
many people come to the National Library at the same time and causes hassles and disruptive comfort
that should be maintained in the library area and this causes the peoples rarely or even feel
uninterested and lazy to come to the library if it has no urgent needs. Meanwhile from the other
libraries in Jakarta has too rigid, formal, boring, and not interactive design.
Then from the results of the behavior mapping that has been carried out in several libraries in
Jakarta, it can be seen that library users tend to choose a place for their activities according to their
goals and types of activities. Users who want to read as well as working (doing assignments) they tend
to choose a more territorial, private, and quiet place so that users will feel more focused on their
activities. In contrast to users who come to the library purely for recreation while reading, they tend to
choose a sitting area that is more relaxed and comfortable. From the selection of user seats, they also
tend to choose a seating area that closes to the display rack area of the collection they aiming for.
Respondents prioritize comfort in the library space with an emphasis on the reading area with several
categorized, a more relaxed reading room that has various kinds of lounge chairs so that users can read
in a relaxed position while discussing, focused reading room on users who come to work on tasks and
general reading areas that close to the bookshelves collections.
References
[1] Yuli Y Fe 2018 Bank Dunia: Kualitas Pendidikan Indonesia Masih Rendah (CNN Indonesia).
[2] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 2020 Peraturan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia No. 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi
Khusus Fisik Bidang Pendidikan Subbidang Perpustakaan Daerah Tahun 2020 (Jakarta:
7
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161
8
REVIEW LITERATUR
Judul Jurnal :
1. Kajian Konsep Arsitektur Perilaku Dan Tingkat Kenyamanan Penghuni Pada Hunian
Vertical Dengan Analisis Behavioral Mapping (Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok
Tower C, Jakarta Timur)
2. A study of the application of behavioral architecture in public libraries in Jakarta,
Indonesia
Disusun Oleh :
Arsitektur perilaku menurut Tsukamoto (1965) merupakan teori arsitektur yang berkaitan
erat dengan perilaku manusia dan alam. Sedangkan menurut Mangunwijaya (1992),
Arsitektur perilaku dalam pengertiannya adalah sebagai implementasi yang selalu
mengikut sertakan pertimbangan - pertimbangan perilaku di dalam perancangan, dan juga
sebagai Arsitektur yang manusiawi, yang juga dapat mewadahi dan memahami perilaku
-perilaku yang didapati dari segala macam perilaku.
• Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung
mungkin tidak dapat diamati
• Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereotip
• Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang
menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan Gerakan fisik dalam berperilaku
• Perilaku bisa disadari dan bisa tidak disadari
Arsitektur merupakan ruang fisik yang mewadahi aktivitas manusia, yang memungkinkan
terjadinya pergerakan manusia dari satu ruang ke ruang lainnya, yang mampu menciptakan
suatu hubungan antara ruang dalam dan ruang luar suatu bangunan (Cahyadi dan Kurniawan,
2022). Arsitektur perilaku merupakan arsitektur yang dalam penerapannya mempertimbangkan
perilaku penggunanya. Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang membahas tentang hubungan
antara tingkah laku manusia dengan linhkungannya (Marlina & Ariska, 2022).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam Arsitektur Perilaku menurut Hidayat, dkk (2018) antara
lain:
Tahapan arsitektur perilaku dibagi menjadi pemetaan perilaku (Behavioral Mapping) dan
Setting Perilaku (behavioral setting). Pemetaan perilaku dilakukan untuk mengidentifikasi,
memetakan, dan mengelompokkan jenis perilaku pengguna (Jessica, dkk , 2022)
Motede Behavioral Mapping menurut Haryadi B. Setiawan dalam (Iskandar, 2017) terdiri dari:
Tahun 2021
DOI dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
Link https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/virtuvian/article/view/10674
Pendahuluan
Penelitian ini merupakan kajian konsep arsitektur perilaku dan tingkat kenyamanan penghuni
pada hunian vertikal dengan menggunakan analisis behavior mapping. Dalam penelitian ini,
arsitek mempelajari perilaku pengguna hunian vertikal, termasuk kebutuhan pengguna,
aktivitas yang dilakukan, dan pergerakan yang terjadi di lingkungan tersebut. Tujuan utamanya
adalah merancang bangunan dan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi penghuninya.
Pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan hunian yang meningkat,
terutama di kota-kota besar. Namun, pembangunan hunian tidak selalu diiringi dengan sarana
dan prasarana yang memadai serta pengendalian yang sesuai dengan peraturan, sehingga dapat
menyebabkan pemukiman yang padat penduduk menjadi kumuh, tidak teratur, tidak sehat, dan
berisiko tinggi terhadap kebakaran.
Dalam konteks ini, pengembangan hunian vertikal menjadi solusi yang cocok untuk memenuhi
kebutuhan hunian masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan di lingkungan padat penduduk.
Namun, terdapat kompleksitas dalam penyediaan hunian vertikal, terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah, yang melibatkan aspek manusia serta aspek lainnya
seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
menganalisis perilaku penghuni hunian vertikal dan mempertimbangkan tingkat kenyamanan
dalam merancang hunian vertikal yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan yang
ada.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana konsep arsitektur perilaku dapat
diterapkan dalam desain hunian vertikal dan bagaimana hal tersebut memengaruhi tingkat
kenyamanan penghuni.
Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan wawasan tentang pentingnya
mempertimbangkan perilaku penghuni dalam merancang hunian vertikal yang nyaman. Hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan bagi arsitek dan perancang dalam mengembangkan desain
hunian vertikal yang memenuhi kebutuhan penghuni dan mendukung kenyamanan serta
kualitas hidup mereka.
Metode Peneltiain
Metode penelitian yang digunakan berupa deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh merupakan
data primer dan data sekunder Untuk pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung
terhadap perilaku dan kegiatan penghuni di Rusunawa Pinus Elok Tower C. Pengamatan ini
dilakukan dengan tujuan untuk memahami pola perilaku penghuni, kegiatan yang dilakukan di
berbagai ruang, serta interaksi antar penghuni, kemudian untuk data sekunder didapat dari hasil
kajian literatur dan penelitian sebelumnya yang bersumber dari internet.
data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode behavioral mapping. Metode ini
melibatkan pemetaan atau pencatatan visual terhadap aktivitas, pergerakan, dan interaksi
penghuni dalam ruang hunian. Data ini kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
mengidentifikasi pola perilaku penghuni, preferensi mereka terhadap ruang, serta faktor-faktor
yang memengaruhi tingkat kenyamanan mereka.
Melalui analisis behavioral mapping, penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang perilaku penghuni, interaksi sosial, dan penggunaan ruang di hunian
vertikal. Metode ini memungkinkan peneliti untuk melihat secara langsung bagaimana desain
ruang mempengaruhi perilaku dan tingkat kenyamanan penghuni.
Dengan menggunakan metode analisis behavioral mapping, penelitian ini dapat memberikan
wawasan yang berguna bagi pengembangan konsep arsitektur perilaku dan perancangan hunian
vertikal yang lebih memperhatikan kebutuhan dan preferensi penghuni, serta meningkatkan
tingkat kenyamanan mereka.
• Unit hunian
DI Rusunawa Pinus Elok Tower C, terdapat beberapa ruang yang menjadi tempat berbagai
kegiatan penghuni. Ruang-ruang tersebut meliputi kamar tidur, ruang keluarga, dapur, toilet,
dan balkon.
Kamar tidur dalam unit hunian terdiri dari dua kamar dengan ukuran 7.5m2 dan 6m2. Kamar
tidur berukuran 6m2 dilengkapi dengan tempat tidur yang cukup untuk satu orang dan lemari
pakaian. Sementara itu, kamar tidur berukuran 7.5m2 dilengkapi dengan tempat tidur yang
cukup untuk dua orang. Cahaya alami masuk ke ruangan melalui bukaan jendela yang cukup
besar, sehingga ruangan cukup terang pada siang hari tanpa memerlukan lampu tambahan.
Karena lokasi rumah susun berada di Jakarta Timur yang memiliki udara panas, penghuni
menggunakan kipas angin sebagai penghawaan buatan. Lemari digunakan untuk menyimpan
kebutuhan pendukung saat beristirahat, seperti pakaian, seprai, selimut, dan sebagainya.
Di ruang keluarga, terjadi berbagai perilaku seperti berkumpul bersama, menonton TV,
bersantai, dan makan bersama. Furniture yang digunakan, seperti sofa dan karpet, mendukung
aktivitas ini. Makan biasanya dilakukan secara lesehan di atas karpet, meskipun ada meja
makan yang lebih sering digunakan untuk meletakkan hidangan siap saji.
Kegiatan servis rutin dilakukan di beberapa ruangan dalam unit Rusun, termasuk kamar mandi,
dapur, dan balkon. Di balkon, terdapat kegiatan mencuci dan menjemur pakaian. Tralis besi di
setiap balkon membatasi jemuran agar tidak merusak tampilan bangunan. Dapur dilengkapi
dengan cor beton yang dilapisi keramik untuk memasak, menyimpan peralatan dapur, dan
mencuci piring. Toilet dilengkapi dengan kloset duduk, dinding keramik, dan pasokan air
bersih yang mencukupi.
• Ruang komunal
Rumah susun Pinus Elok memiliki selasar double loaded tanpa teras, yang kurang mendukung
interaksi antar penghuni. Namun, setiap lantai bangunan dilengkapi dengan ruang bersama
untuk tetap berinteraksi. Di lantai 2 terdapat kantin dengan kios-kios, dan di lantai dasar
terdapat taman, playground, lapangan olahraga, dan amphiteater. Playground dilengkapi
peralatan bermain dan lapangan olahraga berfungsi ganda. Amphiteater dibangun tinggi untuk
menghindari genangan air saat hujan dan dilengkapi rel pengaman
Behavioral Mapping
Behavioral mapping adalah teknik yang digunakan untuk memahami perilaku individu dan
kelompok manusia dalam konteks spasialnya. Tujuannya adalah untuk menggambarkan
perilaku dalam bentuk peta, mengidentifikasi jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan
hubungannya dengan desain yang spesifik. Dalam penelitian ini, menggunakan metode
pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping).
• Ruang komunal
Pada ruang komunal hunian vertikal, terdapat kelompok penghuni yang terdiri dari penghuni,
pengelola, dan pengunjung sebagai subjek observasi. Fokus pengamatan adalah ruang komunal
umum. Ketika memasuki hunian vertikal melalui pintu masuk utama yang besar dan dijaga
ketat, hanya terdapat satu jalur masuk dan keluar untuk menjaga keamanan dan mengontrol
pengunjung.
Perilaku penghuni dimulai dari pintu masuk utama. Pengguna kendaraan pribadi akan
memarkirkan kendaraannya di tempat parkir terdekat dengan blok hunian vertikal mereka.
Sementara itu, pengguna kendaraan umum hanya bisa mencapai pintu gerbang hunian vertikal.
Setelah memarkirkan kendaraan, penghuni bebas menggunakan fasilitas umum atau langsung
menuju unit masing-masing melalui selasar dan lobby hunian vertikal.
Pengelola memarkirkan motornya di area parkir khusus yang berada di sebelah barat hunian
vertikal. Setelah memarkirkan kendaraan, pengelola menuju kantor pengelola untuk absen rutin
dan melakukan aktivitas pekerjaan sesuai dengan bidangnya.
Pengunjung yang datang harus melapor kepada petugas keamanan sebelum memasuki
lingkungan hunian vertikal. Hal ini merupakan prosedur di Rusunawa Pinus Elok, terutama
selama wabah COVID-19 yang melarang kehadiran tamu kecuali dalam keadaan darurat atau
setelah mendapatkan izin resmi dengan melampirkan surat yang resmi. Setelah melapor kepada
petugas keamanan, pengunjung akan diarahkan ke ruang pengelola untuk meminta izin. Setelah
mendapat izin, pengunjung diperbolehkan untuk berkeliling di rusun, namun tetap dalam
pengawasan petugas keamanan.
Rusunawa Pinus Elok memiliki ruang komunal yang terletak di lantai dasar dan setiap lantai.
Beberapa kegiatan yang terjadi di ruang komunal tersebut antara lain:
1. Taman dan Playground: Terdapat taman dan playground yang ditata dengan baik,
memungkinkan pengawasan yang nyaman bagi orang tua. Penggunaan pasir pada area
bawah permainan membantu mengurangi risiko kecelakaan anak-anak karena perilaku
yang aktif.
2. Amphiteater: Digunakan untuk mengapresiasi sosial dan budaya penghuni. Tempat ini
dapat digunakan untuk berbagai acara seperti pertunjukan, seminar, atau pertemuan
komunitas.
3. Lapangan Olahraga: Lapangan ini multifungsi dan dapat digunakan untuk berbagai
aktivitas olahraga seperti basket, sepak bola, bulu tangkis, dan senam pagi. Selain itu,
lapangan ini juga digunakan untuk acara-acara spesial seperti apel pagi pengelola dan
peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.
• Unit Hunian
Data Behaviour Mapping menggunakan study kasus salah satu penghuni rusunawa Pinus
elok.Dalam studi kasus ini, terdapat satu keluarga(penghuni 1) yang menghuni unit Hunian
Vertikal di Rusunawa Pinus Elok. Keluarga ini terdiri dari ayah (54 tahun), ibu, dan seorang
anak. Ayah bekerja sebagai driver ojek online, dan pengamatan dilakukan saat hari kerja.
Secara singkat, penghuni 1 melakukan kegiatan tidur di kamar utama, kegiatan metabolisme di
toilet, kegiatan makan di ruang keluarga, dan kegiatan pendukung seperti minum, mencuci
tangan, mengambil, dan menyimpan alat makan.
Analisa pemenuhan kebutuhan hunian
Dalam analisa ini yaitu untuk mengetahui tingkat penerapan konsep arsitektur terhadap study
kasus yang telah dijabarkan melalui behavioral mapping dan setting ruang. Penulis
menjabarkan tingkat penerapan dalam tabel, dibuat sesuai dengan teori tingkat kebutuhan
(Hirarchy Level of Needs) dari Abraham Maslow (1998) yang disesuaikan dengan Study kasus.
Yaitu :
Berdasarkan tabel yang dijabarkan oleh penulis kebutuhan diatas semuanya terpenuhi, Setting
ruang yang sedemikian rupa akan mempengaruhi perilaku ataupun sebaliknya.
Kesimpulan
Kesimpulan Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal dengan studi kasus
Rumah Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada unit hunian dan
ruang komunal yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya, Berupa:
✓ Pemilihan material bangunan yang aman bagi pengguna, contoh: penggunaan alas pasir
pada Playgoud.
✓ Memiliki batasan yang jelas pada unit hunian sehingga area privat tetap terjaga.
✓ Kapasitas penghuni yang sesuai dan dapat mewadahi aktivitas peghuni didalamnya.
✓ Memiliki sarana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari pengguna.
✓ Memiliki ruang-ruang yang multifingsi.
JURNAL INTERNASIONAL
Judul A study of the application of behavioral architecture in public libraries in Jakarta, Indonesia
Tahun 2021
DOI 10.1088/1755-1315/794/1/012161
Link https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/794/1/012161
Pendahuluan
Latar belakang penelitian ini adalah masalah rendahnya minat masyarakat dalam mengunjungi
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia, meskipun terdapat upaya ekspansi akses pendidikan
dan peningkatan kualitas pendidikan di negara tersebut. Meskipun minat terhadap
perpustakaan masih tinggi secara proporsional, namun realisasinya tidak sejalan dengan
harapan. Hal ini tercermin dalam fakta bahwa masih banyak orang yang mengatakan jarang
mengunjungi perpustakaan.
Pada saat yang sama, Bank Dunia melaporkan bahwa pendidikan di Indonesia masih dianggap
rendah, dengan peringkat pendidikan yang masih tertinggi dibandingkan negara tetangga.
Salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan adalah tingginya angka buta huruf
fungsional di Indonesia, terutama dibandingkan dengan negara seperti Vietnam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan arsitektur perilaku dalam merancang
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia, serta dapat memberikan wawasan dan rekomendasi
praktis bagi perancang perpustakaan dan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan
desain dan pengaturan fisik perpustakaan yang dapat menarik minat masyarakat,
mempromosikan minat membaca, dan meningkatkan partisipasi dalam kegiatan perpustakaan.
Metode Peneltiain
Metode penelitian yang digunakan berupa deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh merupakan
data primer dan data sekunder Untuk pengumpulan data primer melalui observasi
dilapangandan juga melalui penyebaran kuisioner. kemudian untuk data sekunder didapat dari
hasil kajian literatur , buku teks, jurnal, artiket dan situs web. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui kuisioner pada pengunjung perpustakaan dan masyarakat umum. Dan juga
melalui pengamatan kualitas bangunan fisik perpustakaan serta mengamati kegiatan
pengunjung terkait perilaku mereka dalam melakuka kegiatan di perpustakaan. Lokasi
penelitian dilakukan di perpustakaan umum dijakarta, yaitu perpustakaan umum DKI Jakarta
di taman ismail marzuki, dan perpustakaan nasional RI di gambir merdeka selatan.
Analisa responden
Berdasarkan data yang diberikan, terdapat total 49 responden yang terdiri dari 29 pria (59%)
dan 20 wanita (41%). Rentang usia responden berkisar dari 9 tahun hingga 53 tahun. Dari
jumlah responden, 77% (38 orang) merupakan siswa dan 23% (11 orang) adalah masyarakat
umum.
Dalam Gambar 1, terlihat bahwa minat masyarakat terhadap perpustakaan memiliki persentase
sebagai berikut: 39% tertarik, 39% cukup tertarik, 16% sangat tertarik, 4% agak malas, dan 2%
malas. Dengan demikian, sebagian besar orang memiliki minat untuk mengunjungi
perpustakaan umum.
Hasil survei menunjukkan bahwa tujuan utama pengunjung perpustakaan adalah mencari
informasi/referensi (78,3%) dan mengerjakan tugas (43,5%). Kegiatan yang paling umum
dilakukan di perpustakaan adalah membaca dan mengerjakan tugas. Tingkat kenyamanan
responden terhadap ruang perpustakaan menunjukkan mayoritas merasa netral atau relatif puas
(63,3%), sementara kepuasan terhadap fasilitas di perpustakaan juga cenderung netral atau
relatif puas (67%).
Secara keseluruhan, survei ini menunjukkan bahwa meskipun responden memiliki minat dalam
mengunjungi perpustakaan, frekuensi kunjungan mereka cenderung tergantung pada
kebutuhan spesifik seperti mencari referensi atau mengerjakan tugas. Beberapa responden
merasa perpustakaan terlalu kaku dan formal, dan ada yang lebih memilih pergi ke toko buku.
Kualitas ruang dan fasilitas di perpustakaan umum dapat dikategorikan sebagai "biasa" atau
memadai, meskipun tidak mencapai tingkat kepuasan yang tinggi.
Responden mengharapkan adanya ruang baca yang nyaman dengan berbagai perabot, seperti
posisi tiduran, partisi, dan pemandangan yang baik (48,1%). Sebagian responden juga
menginginkan ruang berpikir/inspirasi/ruang diskusi (16,6%) serta ruang lounge/ruang
komunitas/ruang bermain/ruang sewa permainan/lokasi foto/fasilitas komputer/ruang audio-
visual (35,1%).
Hasil kuesioner menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden akan mengunjungi
perpustakaan jika memiliki tujuan atau alasan tertentu, minat mereka dalam mengunjungi
perpustakaan secara umum cenderung biasa-biasa saja. Sebanyak 39% responden menyatakan
tertarik atau cukup tertarik, sedangkan 66% menyatakan jarang pergi ke perpustakaan.
Fenomena ini menarik dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami alasannya.
Selain itu, hasil kuisioner menunjukkan bahwa kualitas ruang perpustakaan mempengaruhi
minat responden dalam mengunjunginya. Fasilitas ruang perpustakaan yang dianggap biasa-
biasa saja cenderung membuat responden hanya datang jika memiliki kebutuhan khusus.
Ketika tidak memiliki kebutuhan tersebut, mereka lebih memilih pergi ke toko buku atau
tempat lain yang lebih menarik. Untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang
kesesuaian hasil kuesioner dengan kondisi lapangan, diperlukan pengamatan lebih lanjut.
Observasi
Pengunjung anak-anak menggunakan lift untuk menuju lantai 2, tempat perpustakaan anak-
anak berada. Pengunjung dewasa mengisi daftar pengunjung, meletakkan barang bawaan di
area loker, lalu mengunjungi ruang koleksi utama di lantai 1 dan ruang koleksi referensi di
lantai 3. Pengunjung jarang menggunakan komputer katalog dan biasanya langsung menuju
rak buku yang mereka minati. Setelah mendapatkan buku, pengunjung duduk di meja yang
tersedia dan menggunakan laptop mereka. Pengunjung yang jarang berkunjung tidak
meminjam buku kecuali jika memiliki kartu identitas Jakarta. Tidak ada variasi yang signifikan
dalam kursi dan meja di perpustakaan, tidak ada kerumunan, dan tidak ada kursi atau meja
favorit pengunjung.
Gambar 4. Ruang anak2 dan ruang umum
Behavioral mapping dilakukan di ruangan koleksi tertutup di lantai 12-12A dan ruangan
koleksi terbuka di lantai 20-21 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Di lantai 12 dan 12A, area ruangan koleksi tertutup di mana pengunjung diwajibkan meminjam
dan membaca buku di tempat, ditemukan hasil pemetaan berikut:
1. Setelah keluar dari lift, pengunjung langsung pergi ke komputer katalog untuk mencari
koleksi yang mereka inginkan dan melakukan pemesanan buku.
2. Setelah memesan buku, pengunjung menuju meja informasi untuk memberitahukan
petugas dan menunggu dipanggil melalui nomor antrian.
3. Sementara menunggu nomor antrian dipanggil, pengunjung biasanya duduk di kursi
yang berdekatan dengan meja informasi.
4. Setelah mendapatkan buku, pengunjung akan duduk di meja atau kursi baca atau
menggunakan tangga untuk langsung menuju lantai 12A guna meminjam koleksi di
sana.
Pada lantai 20 dan 21, hasil pemetaan menunjukkan bahwa pengunjung yang keluar dari lift
biasanya langsung pergi ke area rak koleksi dan segera mencari buku di lantai 20. Mereka
kemudian naik ke lantai 21 menggunakan tangga yang terletak di tengah ruangan. Beberapa
pengunjung mungkin juga mengunjungi katalog terlebih dahulu untuk mencari referensi
sebelum mencari buku di area rak koleksi. Lantai 20 dan 21 merupakan sistem koleksi terbuka,
yang memungkinkan pengunjung untuk mencari dan mengambil buku tanpa perlu izin dari
petugas.
Gambar 8. Pemetaan perilaku di lantai 20 dan 21
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kuisioner dan analisa behavioral mapping (pemetaan perilaku), terdapat
hubungan antara kualitas fisik perpustakaan dan minat masyarakat untuk mengunjunginya.
Fasilitas dan kenyamanan di perpustakaan Jakarta umumnya tergolong biasa, yang tidak cukup
memotivasi masyarakat umum untuk aktif mengunjungi perpustakaan. Hanya Perpustakaan
Nasional yang menawarkan fasilitas lebih lengkap, namun kerumunan mengganggu
kenyamanan. Pengguna perpustakaan memilih tempat sesuai tujuan dan kegiatan. Pengunjung
yang ingin membaca dan bekerja memilih tempat yang lebih terpisah dan tenang, sementara
pengunjung untuk rekreasi memilih area duduk santai. Pemilihan tempat juga terkait dengan
area rak koleksi yang diminati. Masyarakat mengutamakan kenyamanan dengan ruang baca
yang beragam, termasuk ruang santai, ruang fokus, dan area dekat dengan rak buku. Secara
keseluruhan, kenyamanan dalam perpustakaan menjadi faktor penting bagi masyarakat, dengan
fokus pada area baca yang beragam dan dekat dengan koleksi buku.
Kesimpulan reviewer
1. Keduanya membahas konsep arsitektur perilaku dalam konteks spesifik, yaitu hunian
vertikal dan perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia.
2. Keduanya mengevaluasi tingkat kenyamanan pengguna sebagai faktor penting dalam
merancang bangunan dan lingkungan yang baik.
3. Keduanya menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam penelitiannya, dengan
metode observasi dan pengumpulan data melalui kuesioner, serta menggunakan analisis
behavioral mapping (pemetaan perilaku) pada analisa pembahasannya.
4. Keduanya menekankan pentingnya memahami perilaku pengguna untuk merancang
bangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi mereka.
1. Jurnal pertama fokus pada hunian vertikal, sedangkan jurnal kedua fokus pada
perpustakaan umum.
2. Jurnal kedua memiliki studi kasus yang spesifik tentang Rusunawa Pinus Elok Tower
C di Jakarta Timur, sedangkan jurnal kedua mempunyai 2 objek studi kasus serta
membandingkannya
Kesimpulan
Kedua jurnal ini memiliki fokus yang berbeda namun memiliki persamaan dalam penggunaan
pendekatan arsitektur perilaku dalam merancang bangunan yang mempertimbangkan
kebutuhan dan kenyamanan pengguna. Dalam konteks hunian vertikal, penelitian tersebut
menyoroti pentingnya mempelajari perilaku penghuni untuk merancang lingkungan yang
nyaman dan sehat. Sementara itu, dalam konteks perpustakaan umum, penelitian tersebut
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi
perpustakaan melalui desain yang sesuai. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa
penerapan arsitektur perilaku memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang
mengakomodasi kebutuhan dan preferensi pengguna, baik dalam konteks hunian vertikal
maupun perpustakaan umum.
METODOLOGI PENELITIAN ILMIAH
REVIEW
JURNAL
FARID SYAICHONI ATMANEGARA/ 04.2022.1.03537
JURNAL NASIONAL
01 “Kajian Konsep Arsitektur Perilaku Dan Tingkat Kenyamanan Penghuni
Pada Hunian Vertical Dengan Analisis Behavioral Mapping“
(Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok Tower C, Jakarta Timur)
Jl. Ulin Elok No.RT.21, RW.9, Pulo Gebang, Kec. Cakung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 13950.
Tahun 2021
DOI dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009
https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/virtuvian/article/view/10674
Tujuan Penelitian
1 2
untuk memahami bagaimana konsep arsitektur
untuk mengkaji konsep arsitektur perilaku dan
tingkat kenyamanan penghuni pada hunian perilaku yang dapat diterapkan dalam desain
vertikal di Rusunawa Pinus Elok Tower C, yang hunian vertikal dan bagaimana hal tersebut
merupakan hunian vertikal di Jakarta Timur. memengaruhi tingkat kenyamanan penghuni.
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan perancang dalam mengembangkan desain
hunian vertikal yang memenuhi kebutuhan penghuni dan mendukung kenyamanan serta
kualitas hidup mereka.
Metode Penelitian
Deskriptif Kualitatif
Kualitatif
mengidentifikasi pola perilaku penghuni,
preferensi mereka terhadap ruang,
serta faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat kenyamanan mereka.
Hasil & Pembahasan
1. Analisa setting
ruang Unit Hunian
Unit Hunian
Ruang Komunal
1 Sebagai Tempat Berlindung Merupakan kebutuhan dasar sebagai tempat bersistirahat. Terpenuhi
Terpenuhi
2 Sebagai Tempat yang memberikan kenyamanan.
Terpenuhi
Sebagai kegiatan sosial yang utama. Tempat utama dalam berinteraksi khususnya antar
3
keluarga
Terpenuhi
Sebagai mengapresiasi diri sendiri. Sarana untuk memberikan apresiasi terhadap
4
pencapaian yang diraih olehdiri sendiri dan dapat pengakuan dari orang lain.
Sebagai cerminan diri. Kondisi sebuah rumah akan mencerminkan sifat perilaku Terpenuhi
5
penghuni.
Amphiteater
Digunakan untuk mengapresiasi
sosial dan budaya penghuni. Tempat
ini dapat digunakan untuk berbagai
acara seperti pertunjukan, seminar,
atau pertemuan komunitas.
Kesimpulan
Kesimpulan Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal dengan studi kasus Rumah
Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada unit hunian dan ruang komunal
yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya, Berupa:
▪ Pemilihan material bangunan yang aman bagi pengguna, contoh: penggunaan alas pasir pada
Playgoud.
▪ Memiliki batasan yang jelas pada unit hunian sehingga area privat tetap terjaga.
▪ Kapasitas penghuni yang sesuai dan dapat mewadahi aktivitas peghuni didalamnya.
▪ Memiliki sarana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari pengguna. Memiliki ruang-ruang yang
multifingsi.
JURNAL INTERNASIONAL
02 A study of the application of behavioral architecture in public libraries in
Jakarta, Indonesia
Perpustakaan umum DKI Jakarta di taman ismail marzuki, dan perpustakaan nasional RI di gambir
merdeka selatan.
Tahun 2021
DOI 10.1088/1755-1315/794/1/012161
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/794/1/012161
Tujuan Penelitian
1
untuk mengetahui bagaimana penerapan
arsitektur perilaku pada perpustakaan
dijakarta yang berpengaruh pada minat
pengunjung.
1
lebih memilih pergi ke toko buku.
• Kualitas ruang dan fasilitas di perpustakaan umum dapat dikategorikan sebagai
"biasa" atau memadai, meskipun tidak mencapai tingkat kepuasan yang tinggi.
Selain itu, hasil kuisioner menunjukkan bahwa kualitas ruang perpustakaan mempengaruhi
minat responden dalam mengunjunginya. Fasilitas ruang perpustakaan yang dianggap
biasa-biasa saja cenderung membuat responden hanya datang jika memiliki
kebutuhan khusus. Ketika tidak memiliki kebutuhan tersebut, mereka lebih memilih
pergi ke toko buku atau tempat lain yang lebih menarik. Untuk mendapatkan
pemahaman lebih lanjut tentang kesesuaian hasil kuesioner dengan kondisi lapangan,
diperlukan pengamatan lebih lanjut dengan observasi di salah satu perpustakaan di
Jakarta.
2. Observasi
Di lantai 12 dan 12A, area ruangan koleksi tertutup, pengunjung diwajibkan meminjam dan membaca buku di
tempat, ditemukan hasil pemetaan berikut:
1. Setelah keluar dari lift, pengunjung langsung pergi ke komputer katalog untuk mencari koleksi yang mereka
inginkan dan melakukan pemesanan buku.
2. Setelah memesan buku, pengunjung menuju meja informasi untuk memberitahukan petugas dan menunggu
dipanggil melalui nomor antrian.
3. Sementara menunggu nomor antrian dipanggil, pengunjung biasanya duduk di kursi yang berdekatan dengan
meja informasi.
4. Setelah mendapatkan buku, pengunjung akan duduk di meja atau kursi baca atau menggunakan tangga untuk
langsung menuju lantai 12A guna meminjam koleksi di sana.
Pada lantai 20 dan 21, hasil pemetaan menunjukkan bahwa pengunjung yang keluar dari lift biasanya
langsung pergi ke area rak koleksi dan segera mencari buku di lantai 20. Mereka kemudian naik ke lantai
21 menggunakan tangga yang terletak di tengah ruangan. Beberapa pengunjung mungkin juga
mengunjungi katalog terlebih dahulu untuk mencari referensi sebelum mencari buku di area rak koleksi.
Lantai 20 dan 21 merupakan sistem koleksi terbuka, yang memungkinkan pengunjung untuk mencari dan
mengambil buku tanpa perlu izin dari petugas.
Di perpustakaan utama ini, pengunjung umumnya mengisi meja kerja yang tersebar di seluruh ruangan.
Namun, penggunaan area baca yang telah disediakan tidak optimal oleh pengunjung karena bentuk dan
ergonominya tidak terlalu nyaman. Kursi dan sofa yang tersedia terlalu tegak dan kaku, seperti yang
terlihat pada gambar 8, gambar 9, dan gambar 10.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan diskusi, terdapat hubungan antara kualitas fisik perpustakaan dan minat
masyarakat untuk mengunjunginya.
▪ Fasilitas dan kenyamanan di perpustakaan Jakarta umumnya tergolong biasa, yang tidak cukup
memotivasi masyarakat umum untuk aktif mengunjungi perpustakaan. Hanya Perpustakaan Nasional
yang menawarkan fasilitas lebih lengkap, namun kerumunan mengganggu kenyamanan.
▪ Pada hasil behavioral mapping, pengunjung perpustakaan memilih tempat sesuai tujuan dan kegiatan.
Pengunjung yang ingin membaca dan bekerja memilih tempat yang lebih terpisah dan tenang,
sementara pengunjung untuk rekreasi memilih area duduk santai. Pemilihan tempat juga terkait
dengan area rak koleksi yang diminati. Masyarakat mengutamakan kenyamanan dengan ruang baca
yang beragam, termasuk ruang santai, ruang fokus, dan area dekat dengan rak buku.
▪ Secara keseluruhan, kenyamanan dalam perpustakaan menjadi faktor penting bagi masyarakat,
dengan fokus pada area baca yang beragam dan dekat dengan koleksi buku.
Kesimpulan Viewer
Persamaan pembahasan antara kedua jurnal tersebut adalah:
• Keduanya membahas konsep arsitektur perilaku dalam konteks spesifik, yaitu hunian vertikal dan
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia.
• Keduanya mengevaluasi tingkat kenyamanan pengguna sebagai faktor penting dalam merancang
bangunan dan lingkungan yang baik.
• Keduanya menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam penelitiannya, dengan metode
observasi dan pengumpulan data melalui kuesioner, serta menggunakan analisis behavioral
mapping (pemetaan perilaku) pada analisa pembahasannya.
2. Jurnal keduamemiliki studi kasus yang spesifik tentang Rusunawa Pinus Elok Tower C di Jakarta
Timur, sedangkan jurnal kedua mempunyai 2 objek studi kasus serta membandingkannya
Kesimpulan
Kedua jurnal ini memiliki fokus yang berbeda namun memiliki persamaan dalam penggunaan
pendekatan arsitektur perilaku dalam merancang bangunan yang mempertimbangkan kebutuhan
dan kenyamanan pengguna. Dalam konteks hunian vertikal, penelitian tersebut menyoroti
pentingnya mempelajari perilaku penghuni untuk merancang lingkungan yang nyaman dan sehat.
Sementara itu, dalam konteks perpustakaan umum, penelitian tersebut mengidentifikasi faktor-
faktor yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan melalui
desain yang sesuai. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa penerapan arsitektur perilaku
memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mengakomodasi kebutuhan dan
preferensi pengguna, baik dalam konteks hunian vertikal maupun perpustakaan umum.
Thanks!