Anda di halaman 1dari 62

DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.

009

p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU DAN TINGKAT


KENYAMANAN PENGHUNI PADA HUNIAN VERTICAL DENGAN
ANALISIS BEHAVIORAL MAPPING
(Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok Tower C, Jakarta Timur)

Annisa Aulia Suwandi1, Ratna Dewi Nur’aini2


Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jakarta
1
annisaaulia9358@gmail.com; 2 ratnadewina@umj.ac.id

Vitruvian vol 10 no 3 Juni 2021


Diterima: 15 01 2021 | Direvisi: 27 06 2021 | Disetujui: 27 06 2021 | Diterbitkan: 30 06 2021

ABSTRAK

Permasalahan yang timbul dalam penyediaan hunian vertikal khususnya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah bersifat kompleks yaitu pada aspek manusia hingga aspek-
aspek lain, seperti ekonomi, politik, social dan budaya. Hunian vertikal dengan konsep arsitektur
perilaku diharapkan dapat menghadirkan hunian yang mewadahi karakteristik pola perilaku,
kebiasaan, tradisi, budaya, maupun system kemasyarakatan lainnya, baik secara individu maupun
kelompok masyarakat. Pada Tulisan Ulinata (2019) membahas mengenai penerapan arsitektur
perilaku pada rumah susun bagi nelayan menggunakan metode behavior mapping, yang berfokus
pada perilaku khusus Nelayan. Penerapan konsep perilaku pada Hunian Vertikal dengan studi kasus
Rumah Susun yang fokus pada penghuni secara umum jarang ditemukan. Metode yang digunakan
dalam Penelitian ini merupakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa
data primer dan data sekunder yang dianalis dengan metode berupa pengelompokkan pengguna
dalam bangunan, behavioral mapping yang difokuskan pada unit hunian dan ruang komunal
bangunan, serta setting ruang yang berhubungan dengan perilaku pengguna. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal
dengan studi kasus Rumah Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada
unit hunian dan ruang komunal yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya.
Kata Kunci: Arsitektur perilaku; Hunian vertical; Peta perilaku; Rumah susun.

ABSTRACT
Problems that arise in the provision of vertical housing, especially for low and middle class people,
are complex from the human aspect to other aspects, such as economic, social and cultural. Vertical
housing with the architectural concept of behavior is expected to present housing that accommodates
the characteristics of behavior patterns, habits, culture, and other social systems, both individually
and in community groups. In this article, Ulinata (2019) discusses the application of behavioral
architecture in flats for fishermen using the behavior mapping method, which focuses on the specific
behavior of fishermen. The application of behavioral concepts in Vertical Residential with case
studies of Flats that focus on general occupants is rarely found. The method used in this study is a
qualitative descriptive method with data collection techniques in the form of primary data and
secondary data which are analyzed by methods in the form of grouping users in buildings, mapping
behavior in residential units and communal spaces of buildings, as well as spatial arrangements
related to user behavior. Based on the results of the study, it can be seen that the application of
architecture in Vertical Residential buildings with case studies of Pinus Elok Flats can be seen from
the spatial arrangement of residential units and communal spaces that can accommodate the
activities of the occupants in it.

Keywords: Behavioral architecture; Residential verticals; map behavior; Flats.

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 257
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266

PENDAHULUAN lingkungan fisik yaitu bahwa desain arsitektur


Dalam mendisain atau merancang dapat menjadi fasilitator terjadinya perilaku
suatu bangunan, seorang arsitek dituntut atau sebaliknya sebagai penghalang
untuk mengahasilkan rancangan yang terjadinya perilaku (JB. Watson, 1878-1958
mempertimbangkan faktor keindahan dan dalam Laurence, 2005). Berdasarkan
kenyamanan bagi penggunanya. Hal penting pemaparan tersebut, Hunian Vertikal dengan
untuk dapat memberikan kenyamanan bagi Konsep Arsitektur Prilaku diharapkan dapat
pengguna bangunan, arsitek perlu
menghadirkan hunian yang mewadahi
mempelajari perilaku pengguna tersebut.
Yang dimaksud dengan perilaku pengguna karakteristik pola perilaku, kebiasaan, tradisi,
adalah kebutuhan pengguna, aktivitas yang budaya, maupun system kemasyarakatan
biasa dilakukan, dan pergerakan yang terjadi lainnya, baik secara individu maupun
dalam lingkungan, agar dapat dirancang kelompok masyarakat. Penelitian ini memilki
bangunan dan lingkungan yang nyaman dan tujuan untuk mengetahui penerapan Konsep
sehat bagi penghuninya (Laurens, 2005).
Arsitektur Perilaku pada Bangunan Hunian
Merujuk pada kalimat ini, maka saya dapat
menyimpulkan bahwa penelitian ini Vertikal serta hubungan antara perilaku
merupakan: “Kajian konsep perilaku dan dengan Setting Ruang pada bangunan
tingkat kenyamanan penghuni pada hunian Hunian Vertikal.
vertical mrnggunakan analisis behavior
mapping Arsitektur Perilaku
Laju pertumbuhan yang kian meningkat Arsitektur merupakan ruang fisik
setiap tahunnya, mempengaruhi kebutuhan sebagai wadah aktivitas manusia, yang
hunian yang akan meningkat pula, ini memungkinkan terjadinya pergerakan
mengakibatkan banyaknya pemukiman manusia dari satu ruang ke ruang lainnya,
padat penduduk khususnya di kota-kota yang menciptakan suatu hubungan antara
besar. Namun, pertumbuhan kota – kota di ruang dalam dan ruang luar suatu bangunan
Indonesia tidak diiringi dengan sarana dan (Cahyadi dan Kurniawan, 2019). Manusia
prasarana yang menunjang pembangunan tidak pernah terlepas dari lingkungan yang
tersebut, serta tidak mengikuti pengendalian membentuk diri mereka ini mencerminkan
yang sesuai dengan peraturan yang ada, manusia sebagai makhluk sosial. Pola
sehingga berpotensi menjadikan pemukiman perilaku manusia dipengaruhi oleh bangunan
tersebut menjadi kumuh, tidak teratur, tidak yang mereka tempati didalam dan lingkungan
sehat, serta memiliki resiko kebakaran yang tersebut. Arsitektur ada dan berkembang
tinggi. untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berdasarkan fenomena tersebut maka beberapa prinsip -prinsip yang harus
upaya dalam memenuhi kebutuhan rumah diperhatikan dalam Arsitektur Perilaku,
untuk masyarakat dan menjaga kualitas antara lain (Wicaksono, 2018 dalam Hidayat,
lingkungan, maka model pengembangan dkk. 2018):
hunian vertikal cocok untuk diterapkan di
• Mampu berkomunikasi dengan manusia
lingkungan padat penduduk. Permasalahan
dan lingkungan
yang timbul dalam penyediaan Hunian
Vertikal khususnya bagi masyarakat • Mewadahi aktivitas penghuninya
berpenghasilan rendah dan menengah dengan nyaman dan menyenangkan
bersifat kompleks yaitu pada aspek manusia • Memenuhi nilai estetika, komposisi, dan
hingga aspek-aspek lain, seperti ekonomi, estetika bentuk
politik, social dan budaya (Khudori, 2002 Masing-masing komponen fisik
dalam Taaluru, dkk. 2015). ruang tersebut mempunyai variabel tersendiri
Arsitektur Perilaku merupakan sebuah yang berpengaruh terhadap perilaku
konsep desain yang berfokus pada tindakan penggunanya. Variabel tersebut adalah
atau aktivitas pengguna. Konsep arsitektur ukuran dan bentuk, perabot dan
yang menerapkan pertimbangan perilaku penataannya, warna serta unsur lingkungan
manusia sebagai pengguna dalam sebuah ruang (suara, temperatur, dan
perancangan desain arsitektur sebagai pencahayaan). Ruang – ruang pembentuk

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 258
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

pembentuk Arsitektur Perilaku, terdiri dari Misalnya, penggunaan pola horizontal akan
(Haryadi dan Setiawan, 2020): menyamarkan kesan pada ruang yang tinggi.
1) Warna Ruang 5) Cahaya, suara, dan Temperatur
Pengaruh warna sangat penting bagi Pencahayaan dapat mempengaruhi
psikologis manusia sebagai pengguna karena kondisi psikologis seseorang. Ruang yang
itu penggunaan warna pada ruangan harus cenderung minim pencahayaannya membuat
tepat dan sesuai karena penggunan warna orang menjadi malas dan jika terlalu terang
yang akan merubah atau mempengaruhi dapat menyebabkan silau dan menyakitkan
perilaku manusia (Haryadi dan Setiawan, mata. Suara yang keras dapat menggangu
2020). Contohnya pada warna merah yang ketenangan seseorang. Untuk itu maka ruang
akan menimbulkan suasana efek lebih panas dibuat kedap suara agar suara tidak
jika dibandingkan dengan warna hijau. menggangu ketenangan ruangan lain. Namun
2) Bentuk dan Ukuran Ruang penggunaan suara yang baik dalam ruangan,
Bentuk ruang yang dibatasi oleh misalnya pada restoran/café juga
dinding, lantai dan plafond memberikan berpengaruh baik dalam meredam suara-
kesan terlindung, setiap orang yang suara manusia yang terlibat pembicaraan
mendiami atau memandang sebuah ruang privat misalnya. Temperatur berpengaruh
akan memiliki kesan dan pendapatnya dengan kenyamanan pengguna dalam ruang.
tersendiri. Interpretasi yang muncul bisa
timbul kesan luas, tetapi juga bisa timbul
kesan sempit. Bentuk ruang akan Bangunan Hunian Vertikal
Mempengaruhi aspek psikologis pemakai Menurut Neufert (1984) dalam
ruangan, Misalnya penggunaan bentuk- Paryoko (2015) Hunian bertingkat
bentuk dinamis untuk memberi kesan merupakan sebuah bangunan yang tersusun
bersemangat, namun yang terpenting harus secara horizontal dan vertikal sehingga
sesuai dengan karakter kegiatan di
membentuk bangunan yang berdiri sendiri
dalamnya.
dan mencakup bangunan bertingkat rendah
3) Furniture dan Susunan Ruang
maupun bangunan bertingkat tinggi,
Penggunaan dan penyusunan perabot
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
ditentukan oleh kebutuhan dan kebiasaan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
hidup penghuninya. Perlu tersedianya ruang
Manusia secara individu maupun
sirkulasi dengan cara menata dan menyusun
secara komunitas membutuhkan ruang untuk
perabot yang digunakan, yaitu dengan
beraktivitas. Salah satunya terbentuk
mengelompokkan berdasarkan kesamaan
perilaku teritorialitas untuk memenuhi
tujuan. Sebagai contoh dalam dalam
kebutuhan privasinya (Nur’aini, 2019). Dalam
penyusunan perabot untuk ruang runggu bagi
memenuhi kebutuhan dari perilaku sesorang,
pengunjung, perabot kursi dan meja tamu
perlu diketahui fungsi dari hunian itu sendiri.
yang mempunyai fungsi sama dijadikan dalam
Hunian memiliki fungi yang beragam, meurut
satu kumpulan sehingga tidak mengganggu
teori tingkat kebutuhan (Hirarchy Level of
sirkulasi ruang yang terbentuk.
Needs) dari Abraham Maslow (1998) dalam
4) Tekstur & Material. Ulinata (2019) fungsi hunian sebagai berikut:
Tekstur akan memberikan kesan berbeda
1. Sebagai Tempat Berlindung
pada suatu ruang atau bangunan baik halus
Merupakan kebutuhan dasar sebagai
maupun kasar, misalnya pada bangunan yang
tempat bersistirahat.
menggunakan kayu akan terkesan natural
2. Sebagai Tempat yang memberikan
dan hangat. Selanjutnya contoh pola yang
kenyamanan.
dibuat pada penyusunan material penutup
3. Sebagai kegiatan sosial yang utama.
lantai (keramik, marmer, granit dll) akan
Tempat utama dalam berinteraksi
meningkatkan kualitas suatu ruang, menjadi
khususnya antar keluarga
ruang yang memiliki terkesan mewah dan
4. Sebagai mengapresiasi diri sendiri.
mahal. Peilihan pola juga dapat memperkuat
Sarana untuk memberikan apresiasi
atau menyamarkan kesan yang sudah ada.
terhadap pencapaian yang diraih oleh

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 259
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266

diri sendiri dan dapat pengakuan dari beraktifitas aktif baik di dalam maupun di luar
orang lain. unit hunian, dapat memberikan informasi
5. Sebagai cerminan diri. yang benar dan sesuai, terdiri dari berbagai
usia dan gender, serta dapat berkomunikasi
Kondisi sebuah rumah akan
dengan baik.
mencerminkan sifat perilaku penghuni.
6. Sebagai sarana untuk menikmati
keindahan.
Keindahan merupakan salah satu
behutuhan manusia yang hakiki dan
memberikan rasa damai.

METODOLOGI
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan Gambar 1. Lokasi penelitian
berupa deskriptif kualitatif. Data yang
diperoleh merupakan data primer dan data HASIL DAN PEMBAHASAN
sekunder. Data primer didapat dari hasil
wawancara, pengamatan dan pemetaan Analisis Setting Ruang
perilaku dan setting ruangan . Sedangkan 1) Unit Hunian
data sekunder didapat dari hasil kajian Kegiatan yang terjadi di unit rumah
literature yang bersumber dari internet, buku susun pinus elok tower c sesuai dengan
bacaan, dan jurnal penelitian. Hasil akhir pengamatan yang telah dilakukan terjadi di
penelitian akan dijabarkan dalam bentuk ruang dalam unit hunian yaitu kamar tidur,
deskripsi gambar dan narasi. ruang keluarga, dapur, toilet, dan balkon.
Metode Pengambilan data Kamar tidur unit hunian terdiri dari 2 kamar
Data diperoleh dengan mencari yang berukuran 7.5m2 dan 6m2 digunakan
kajian literature mengenai kajian konsep untuk mewadahi aktifitas istirahat berupa
arsitektur perilaku serta standar Hunian tidur. Pada kamar tidur ukuran Kamar
Vertikal. Tahap selanjutnya yaitu dengan dengan ukuran 6m2 dilengkapi dengan
mencari data dari study kasus. Proses tempat tidur yang hanya cukup untuk satu
pengambilan data terkendala akibat orang, dan lemari pakaian. Kamar dengan
pandemic virus Covid-19, sehingga data ukuran 7.5m2 furniture yang mendukung
primer yang digunakan berupa wawancara aktifitas dalam ruang kamar tidur berupa
secara daring. tempat tidur yang cukup untuk dua orang.
Cahaya dihasilkan dari bukaan jendela yang
Metode Pengolahan Data cukup untuk menerangi ruangan saat siang
Data primer dan sekunder yang telah hari tanpa adanya bantuan cahaya lampu.
di dapat kemudian diolah dalam bentuk Karna rumah susun terletak di Jakarta Timur
analisis untuk mengetahui tingkat yang memiliki udara yang cukup panas
pemenuhan kebutuhan hunian pengguna mengatasinya dengan
menggunakan teori tingkat kebutuhan penambahan peghawaan buatan berupa
(Hirarchy Level of Needs) dari Abraham kipas angin. Lemari digunakan untuk
Maslow (1998) Dengan metode berupa menyimpan kebutuhan pendukung saat
pengelompokkan pengguna dalam melakukan aktivitas istirahat yaitu
bangunan, behavioral mapping yang menyimpan pakaian, seprai, selimut, dan
difokuskan pada unit hunian dan ruang sebagainya.
komunal milik seluruh penghuni Hunian
Vertical, serta setting ruang yang
berhubungan dengan perilaku pengguna.
Lokasi Penelitian
Jl. Ulin Elok No.RT.21, RW.9, Pulo
Gebang, Kec. Cakung, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13950.
Kriteria sampel penelitian yang dipilih
merupakan penghuni tetap Rumah Susun,

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 260
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

Kegiatan servis yang rutin dilakukan di


dalan Unit Rusun terjadi di beberapa ruang
seperti kamar mandi, dapur, dan balkon.
Kegiatan yang terjadi di balkon adalah
mencuci pakaian, pemilik unit memiliki mesin
cuci sehingga memudahkan pemilik saat
berkegiatan mencuci baju serta tidak perlu
sering keluar unit hunian untuk melaundry
pakaian. Menjemur pakaian merupakan
kegiatan lain yang dilakukan di balkon Unit
Rusun, untuk mewadahi kebiasaan ini maka
di setiap balkon unit hunian terdapat tralis
besi yang membatasi balkon, sehingga
Gambar 2. Setting Kamar Tidur 7.5m2 jemuran pakaian dapat terlihat samar dan
Sumber: Pribadi, 2020 tidak merusak estetika tampak bangunan
Rusun. Kegiatan yang terjadi di dapur berupa
memasak, minum, mencuci piring, dan
menyimpan bahan makanan. Ruang Dapur di
dalam Rusun sudah menyediakan cor beton
yang dilapisi dengan keramik berfungsi untuk
meletakkan kompor, rak piring, dan
sebagainya. Kegiatan yang terjadi di toilet
berhubungan dengan kebutuhan metabolise
tubuh, dimana toilet rusun sudah terdapat
kloset duduk, dinding yang dilapisi keramik,
tersedianya air bersih yang cukup untuk
Gambar 2. Setting Kamar Tidur 6m2
semua Penghuni Unit.
Sumber: Pribadi, 2020

Perilaku yang terjadi di ruang keluarga


berupa berkumpul keluarga, menonton tv,
bersantai, dan makan bersama. Elemen
arsitektur yang mendukung perilaku-perilaku
tersebut berupa furniture-furniture yang
digunakan. Kegiatan berkumpul keluarga
biasa dilakukan di atas sofa atau karpet,
kegiatan tersebut dilakukan sambil menonton
tv. Aktifitas makan biasa dilakukan diatas
karpet walaupun terdapat meja makan,
namun pemilik hunian lebih nyaman makan
lesehan diatas karpet dibandingkan dengan Gambar 4. Setting Ruang Servis
makan di meja makan. Meja makan biasanya Sumber: Pribadi, 2020
hanya digunakan untuk menaruh hasil
masakan yang siap dimakan 2) Ruang Komunal
Selasar yang tersedia di rumah susun
pinus elok termasuk kedalam jenis double
louded, dengan ukuran + 2,5 m. Bentuk
double louded juga berpengaruh terhadap
tingkat interaksi antar penghuni yang kurang
karena tidak adanya teras untuk interaksi
sehingga selasar hanya digunakan untuk
sekedar jalur sirkulasi pengguna unit, jarang
terlihat adanya interaksi yang intens antar
penghuni rusun pada selasar. Untuk
Gambar 3. Setting Ruang Keluarga mengatasi permasalahan tersebut disetiap
Sumber: Pribadi, 2020 lantai bangunan terdapat ruang bersama
yang dapat digunakan pengguna rusun untuk
tetap dapat berinteraksi.

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 261
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266

Di lantai 2 bangunan terdapat Kantin tujuan untuk menggambarkan perilaku dalam


yang masing-masing kios dilengkapi dengan peta, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi
rolling door, ketersediaan kios memperkecil perilaku, serta menunjukan kaitannya antara
kemungkinan terhadap adanya perubahan perilaku tersebut dengan wujud perancangan
fungsi Unit hunian menjadi tempat berjualan yang spesifik. Pada penelitian dengan teknik
dimana hal ini yang sering kali terjadi di Behavioral Mapping ini menggunakan cara
Rumah susun lainnya. Lantai Dasar yang bisa digunakan menurut Haryadi dan
bangunan ruang komunal yang tersedia Setiawan (2020) yaitu Pemetaan
berupa Taman, Playground, Lapangan Berdasarkan Pelaku (Person-centered
Olahraga, dan Amphiteater. Taman dan Mapping).
Playground menyatu dalam satu blok
1) Ruang Komunal
lingkungan yang terlihat atraktif dengan
Behavioral Mapping dibuat berdasarkan
penataan yang menarik. Playground yang
dengan kelompok penghuni yaitu penghuni,
tersedia dilengkapi dengan alat-alat bermain
pengelola, dan pengunjung. Pengamatan
yang cukup lengkap serta pada bagian dasar
akan difokuskan pada ruang komunal umum
dilapisi oleh pasir sehingga anak-anak dapat
hunian vertical. Memasuki Hunian Vertikal
bermain dengan bebas dan mengurangi
melalui main entrance yang cukup besar
cidera jika terjadi kecelakaan saat bermain di
dilengkapi dengan penjagaan yang cukup
Playground ini. Lapangan olahraga dibuat
ketat, hanya terdapat satu jalur untuk keluar
multifungsi dimana dapat digunakan sebagai
masuk Hunian Vertikal, hal ini untuk menjaga
lapangan basket, badminton, dan futsal. Hal
Hunian Vertikal lebih aman dan dapat
ini merupakan respon terhadap kebutuhan
mengontrol setiap pengunjung yang datang.
perilaku penghuni dengan keterbatasan
Alur perilaku penghuni dimulai dari ME (main
lahan yang ada. Amphiteater dibuat naik
entrance) lalu bagi pengguna kendaraan
untuk mengurangi genangan air saat hujan,
biasa memarkirkan kendaraan di tempat
serta faktor lokasi yang berada di Jakarta
parkir terdekat dengan blok Hunian Vertikal
untuk mengurangi resiko banjir. Amphitetaer
masing-masing. Untuk mengguna kendaraan
terbuat dari beton, pada setiap sisi teratas
umum hanya bisa sampai pintu gerbang
terdapat relling untuk mengurangi resiko
Hunian Vertikal. Setelah memarkirkan motor
kecelakaan.
penghuni dapat bebas menggunakan
fasilitas public yang tersedia ataupun memilih
untuk langsung menuju unit masing-masing
dengan melewati selasar dan lobby Hunian
Vertikal terleih dahulu.
Pengelola akan masuk akan
memarkirkan motonya di parkir khusus
pengelola yang letaknya berada di sebelah
barat Hunian Vertikal. Setelah memarkirkan
motor pengelola akan menuju kantor
pengelola untuk absen rutin dan melalukan
aktivitas pekerjaan sesuai dengan bidang
pekerjaannya masing-masing. Pengunjung
yang datang wajib lapor security terlebih
dahulu sebelum memasuki lingkungan
Hunian Vertikal, hal ini merupakan prosedur
yang ada di Rusunawa Pinus Elok, terutama
saat adanya wabah covid-19 yang melarang
Gambar 5. Setting Ruang Komunal Lantai adanya tamu atau pengunjung yang datang
Dasar kecuali adanya hal-hal yang mendesak
Sumber: Pribadi, 2020 ataupun sudah mendapat ijin survei dengan
melampirkan surat yang resmi. Setelah lapor
Behavioral Mapping Security pengunjung akan di arahkan ke
Menurut Summer (1986) dalam Haryadi ruang pengelola untuk meminta ijin, setelah
dan Setiawan (2020) bahwa behavioral diijinkan pengunjung diperbolehkan untuk
mapping merupakan teknik yang dapat berkeliling rusun, namun tetap dalam
sekaligus mengetahui bentuk informasi pantauan Security.
mengenai fenomena (terutama perilaku
individu dan kelompok manusia) yang
berkaitan dengan system spasialnya, dengan

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 262
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

yang bekerja sebagai driver ojek online.


Pengamatan ini dilakukan saat hari kerja.
Karena penghuni berprofesi sebagai driver
ojek online, hari kerja dan libur disesuaikan
dengan keinginan penghuni. Kegiatan rutin
yang dilakukan di dalam unit hunian berupa
istirahat dalam kamar utama, istirahat yang
dimaksud berupa tidur. kebutuhan
metabolisme yang dilakukan di Toilet,
seperti mandi, buang air besar, serta buang
air kecil. Kegiatan lain yang rutin dilakukan
adalah makan, pada hari kerja biasanya
hanya makan pagi dan malam hari. Kegiatan
makan ini biasa dilakukan di ruang keluarga,
walaupun terdapat meja makan, namun
pengguna lebih nyaman makan di ruang
Keterangan: keluarga. Kegiatan pendukung lain yang
dilakukan biasanya yaitu sepeti minum,
Alur Penghuni
mencuci tangan, mengambil alat makan,
Alur Pengelola menyimpan alat makan, dan sebagainya.
Dari beberapa kegiatan tersebut ruang-
Alur Tamu/Pengunjung
ruang yang dibutuhkan oleh penghuni 1
Gambar 6. Alur perilaku Lantai Dasar yaitu, kamar utama, ruang keluarga, toilet,
Sumber: Pribadi, 2020 dan dapur.

Kegiatan yang ada di ruang komunal


Rusunawa pinus elok terjadi di ruang
bersama yang berada di Lantai dasar, dan
ruang bersama disetiap lantai. Lahan parkir
yang tersedia cukup luas, belum terlihat
adanya penumpukan kendaraan akibat
kekurangan lahan parkir, tersedia pula lahan
parkir khusus untuk pengelola Hunian
Vertikal. Taman dan playground berada di
satu lingkup yang sama, terlihat rapih dan
ditata dengan baik sehingga orang tua dapat
mengawasi anak-anak yang bermain dapat
merasa lebih nyaman, serta penggunaan
pasir pada area bawah alat bermain akan Gambar 7. Alur perilaku Penghuni 1
mengurangi tingkat kecelakaan anak karena Sumber: Pribadi, 2020
perilakunya yang aktif. Amphiteater
digunakan untuk mengapresiasikan sosial
Alur Perilaku yang terjadi:
dan budaya penghuni. Lapangan Olahraga
1. Istirahat, Tidur, Beribadah
yang multifungsi dapat digunakan untuk
2. Mencuci dan menjemur pakaian
bermain basket, sepakbola, batminton,
3. Kebutuhan metabolisme
senam pagi, dan acara-acara lain seperti
4. Memasak dan menyimpan bahan
apel pagi pengelola, kegiatan pada hari-hari
makanan
besar seperti memperingati hari
5. Menyiapkan makanan
kemerdekaan indonesia setiap tanggal 17
6. Makan
Agustus.
7. Minum
8. Mencuci piring
2) Unit Hunian
9. Beres-beres rumah
Data Behaviour Mapping menggunakan
Penghuni 2 merupakan ibu berumur 46
study kasus salah satu penghuni rusunawa
tahun yang memiliki kegiatan sehari-hari
Pinus elok. Dalam unit Hunian Vertikal
sebagai ibu rumah tangga, ini yang
tersebut diisi dengan satu keluarga dengan
menyebabkan Penghuni 2 memiliki kegiatan
jumlah anggota keluarga 3 orang yang terdiri
di dalam unit rumah susun yang lebih banyak
dari ayah, ibu, dan seorang anak. pada
dibandingkan dengan penghuni lain.
penghuni 1, yaitu ayah berusia 54 tahun
Kegiatan yang rutin dilakukan terjadi di

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 263
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266

beberapa ruang di dalam unit rumah susun. biasa dilakukan saat kuliah online yaitu
Perilaku privat yang terjadi yaitu istirahat kamar tidur. Karena selain nyaman untuk
berupa tidur, menyimpan pakaian, tidur, kamar tidur juga tidak terlalu bising jika
mengenakan baju, dan aktifitas ibadah. dibandingkan dengan ruang-ruang lain
Perilaku yang bersifat semi privat yang terjadi didalam unit hunian. Kegiatan lain yang
berupa berinteraksi antar keluarga, serta bersifat semi privat biasa dilakukan di ruang
makan dan minum bersama. Kegiatan servis keluarga, berupa menonton tv, makan, dan
berupa memasak, menyiapkan makanan, berbincang dengan keluarga. Kegiatan lain
mencuci dan menjemur pakaian, menyimpan yang terjadi yaitu mencuci piring, mencuci
bahan makanan, beres-beres rumah, serta baju yang biasa dilakukan setiap 3 hari
kebutuhan metabolisme berupa mandi, sekali, serta kegiatan metabolisme seperti
buang air kecil dan besar. Dari beberapa mandi, buang air besar dan buang air kecil.
penjelasan tentang alur perilaku yang terjadi
maka ruang-ruang yang dibutuhkan oleh
penghuni 2 atau Ibu yaitu kamar tidur, ruang
keluarga, toilet, dapur, dan ruang cuci jemur.

Gambar 9. Alur perilaku Penghuni 3


Sumber: Pribadi, 2020

Gambar 8. Alur perilaku Penghuni 2 Alur Perilaku yang terjadi:


Sumber: Pribadi, 2020 1. Keluar atau masuk hunian
2. Istirahat, Kuliah Online
Alur Perilaku yang terjadi: 3. Kebutuhan metabolisme
4. Menonton tv, bercengkrama dengan
1. Istirahat, Tidur, Beribadah
keluarga, makan
2. Mencuci dan menjemur pakaian
5. Mengambil makanan
3. Kebutuhan metabolisme
4. Memasak dan menyimpan bahan 6. Meletakkan dan mencuci piring
makanan 7. Minum
5. Menyiapkan makanan
6. Makan Analisis Pemenuhan Kebutuhan Hunian
7. Minum Untuk mengetahui tingkat penerapan
8. Mencuci piring konsep arsitektur terhadap study kasus yang
9. Beres-beres rumah telah dijabarkan melalui behavioral mapping
10. Keluar atau masuk Hunian dan setting ruang. Penulis menjabarkan
tingkat penerapan dalam tabel, dibuat sesuai
Penghuni 3 merupakan anak dengan teori tingkat kebutuhan (Hirarchy
perempuan yang berusia 21 tahun yang Level of Needs) dari Abraham Maslow (1998)
merupakan seorang mahasiswi. Penelitian yang disesuaikan dengan Study kasus.
dilakukan saat pandemic covid 19 sehingga
penghuni 3 lebih banyak menghabiskan Tabel. 1 Analisa Pemenuhan Kebutuhan Hunian
Hubungan
kegiatan di dalam unit hunian. Kegiatan yang N
Teori Setting dengan Hasil
rutin dilakukan sehari-hari yaitu kuliah harus o
Perilaku
dilakukan secara online, untuk mewadahi 1 Rumah Sebagai Unit hunian Setting Ruang
aktivitas ini maka diperlukan ruangan yang Tempat memiliki sarana mempengaruhi
nyaman dan hening sehingga pengguna Berlindung pemenuhan Perilaku
akan merasa lebih nyaman dan focus saat kebutuhan hidup Pengguna
melakukan kuliah online. Ruangan yang sehari-hari
pengguna, √

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 264
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

dengan adanya 4 Sebagai Penataan dan Setting Ruang


area istirahat, mengapresiasi penggunaan mempengaruhi
area penyediaan diri sendiri. furniture yang Perilaku
makanan, area disesuaikan Pengguna
pemenuhan dengan
metabolism, kemampuan √
serta area penghuni, serta
bersosialisasi terdapat sarana
antar anggota dalam
keluarga menunjang
Unit hunian Perilaku ekonomi
dapat Pengguna penghuni
menampung mempengaruhi Hunian Vertikal
seluruh jumlah Setting Ruang berupa kios
anggota √ yang terdapat di
keluarga sampel lantai 2
penelitian bangunan yang
Unit hunian Perilaku dapat disewakan
memiliki Pengguna kepada
ketertutupan mempengar penghuni.
yang sangat uhi Setting 5 Sebagai Terdapat 3 Perilaku
memadai untuk Ruang sarana untuk penghuni yang Pengguna
melindungi menikmati menempati unit mempengaruhi
penghuni dari √ keindahan.
Hunian Vertikal, Setting Ruang
cuaca, maupun masing-masing
secara privasi. penghuni √
2 Sebagai Material utama Perilaku memiliki
Tempat yang beton bertulang, Pengguna kebutuhan dan
memberikan Terdapat mempengaruhi aktivitas yang
pembatas besi Setting Ruang berbeda-beda
kenyamanan. sehingga
pada balkon
setiap unit, √ menghasilkan
terdapat railing beberapa
pembatas pada komponen
amphitheater, setting ruang
penggunaan yang berbeda
pasir sebagai pula,
alas playground mencerminkan
untuk perilaku masing-
mengurangi masing
cidera pada penghuni.
anak, keamanan Seperti meja
saat memasuki makan yang
Hunian Vertikal akan selalu
cukup aman. terlihat rapi
3 Sebagai Sarana dan Setting Ruang karena jarang
kegiatan prasarana untuk mempengaruhi digunakan
kebutuhan sosial Perilaku penghuni.
sosial yang
yang tersedia Pengguna 6 Rumah Terdapat Setting Ruang
utama. fasilitas publik mempengaruhi
cukup lengkap, sebagai
berupa Lahan √ sarana untuk taman yang Perilaku
parkir yang ditata cukup Pengguna
menikmati
cukup luas, baik, sehingga
keindahan penghuni dapat √
ruang bersama
setiap lantai, menikmati
Amphiteater, keindahan.
Taman, Play Keterangan : √ = Memenuhi; x = Tidak Memenuhi
Ground, Sumber: Pribadi, 2020
lapangan
olahraga
multifungsi dan
Musholla.

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 265
DOI : dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan | Vol.10 No.3 Juni 2021 : 257-266

KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bangunan Pusat Rehabilitasi Down


Syndromedi Jakarta. Purwarupa, 2(2).
Kesimpulan
Laurens, J. M., 2005. Arsitektur Dan Perilaku
Penerapan arsitektur perilaku pada
Manusia. 2 Ed. Jakarta: PT Grasindo.
bangunan Hunian Vertikal dengan studi
Nur'aini, R.D. 2019. Teritorialitas dalam
kasus Rumah Susun Sewa Pinus Elok dapat
Tinjauan Ilmu Arsitektur. Jurnal INERSIA,
terlihat dari penataan setting ruang pada unit
Vol. XV No. 1, Mei 2019
hunian dan ruang komunal yang dapat
Taaluru, S. Y., Waani, J. O. & Warouw, F.,
mewadahi aktifitas penghuni didalamnya,
2015. Kampung Vertikal Di Sindulang
Berupa:
'Humanisme Dalam Arsitektur'. DASENG
- Pemilihan material bangunan yang
UNSRAT, 4(1).
aman bagi pengguna, contoh:
UU RI Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
penggunaan alas pasir pada Playgoud.
Susun
- Memiliki batasan yang jelas pada unit
Paryoko. (2015) .Perancangan Rumah
hunian sehingga area privat tetap
Susun Dengan Pendekatan Simbiosis
terjaga.
Ruang Pada Tempat Tinggal Dulu Dan
- Kapasitas penghuni yang sesuai dan
Kini (Studi Kasus: Kediri), Tesis S2.
dapat mewadahi aktivitas peghuni
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil
didalamnya.
Dan Perencanaan Institut Teknologi
- Memiliki sarana pemenuhan kebutuhan
Sepuluh November
hidup sehari-hari pengguna.
Ulinata, 2019.” Penerapan Arsitektur Perilaku
- Memiliki ruang-ruang yang multifingsi.
Pada Perancangan Rumah Susun Bagi
keterkaitan antara kebutuhan akan
Nelayan (Studi Kasus : Lorong Proyek
perilaku pengguna rumah susun dengan
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
setting bentuk dan kondisi unit serta sarana
Belawan Sumatera Utara). Jurnal SCALE,
dan prasarana yang ada. Setting ruang yang
sedemikian rupa akan mempengaruhi Volume 6 No. 2.
perilaku ataupun sebaliknya. Maka dari itu
dalam merancang sebuah Hunian Vertikal
perlu diketahui sasaran pengguna,
kebiasaan, serta aktivitas sosial budaya di
lingkungan sekitar bangunan. Hal ini dapat
digunakan sebagai cara untuk menghindari
adanya perubahan fungsi ruang.

Saran
1) Penelitian dapat diperluas dengan
menambah jumlah sampel unit hunian
yang diteliti (dapat dipilih dengan luas
yang berbeda, atau dengan jumlah
penghuni yang berbeda).
2) Untuk penelitian selanjutnya pemetaan
pada ruang komunal secara
menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, A. & Kurniawan, M. A., 2019.


Penerapah Arsitektur Perilaku Pada
Perancangan Panti Rehabilitasi Untuk
Orang Dengan HIV/AIDS Di Seleman.
Vitruvian, 08(3), p. 103.
Haryadi & Setiawan, B., 2020. Arsitektur,
Lingkungan, Dan Perilaku. 3 Ed.
Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Hidayat, Y. N., Mauliani, L. & S, A. F., 2018.
Penerapan Konsep Arsitektur Perilaku

Annisa Aulia Suwandi dan Ratna Dewi Nur’aini, Kajian Konsep Arsitektur Perilaku dan Tingkat
Kenyamanan Penghuni pada Hunian Vertical dengan Analisis Behavioral Mapping 266
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science

PAPER • OPEN ACCESS

A study of the application of behavioral architecture in public libraries in


Jakarta, Indonesia
To cite this article: S Mawardah et al 2021 IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 794 012161

View the article online for updates and enhancements.

This content was downloaded from IP address 36.74.120.121 on 28/06/2023 at 14:38


4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

A study of the application of behavioral architecture in public


libraries in Jakarta, Indonesia

S Mawardah, N Nurdiani, W Katarina

Architecture Department, Faculty of Engineering, Bina Nusantara University,


Jakarta, Indonesia, 11480
E-mail: nnurdiani@binus.edu

Abstract. This paper presents the study of the applications of behavioral architecture that
related to physical quality of public library in Jakarta, Indonesia. The research is based on the
reason why there are still many people who rarely visit the library. The fact that there are many
people are interested in visiting the library is inversely proportional to its implementation,
where they say it is rare to visit the library. This is based on several factors related to the
design of the library. The question is what does the community want about a library that can
interest them? Then this research focuses on finding out what the criteria of the library that the
general public does not only attract but also encourage them to come by study using descriptive
qualitative with questionnaires and observation methods. The results of the study are the
placement and arrangement of the layout in the library room, especially in the main library
room include the reading area should be follows the behavior and preferences of publics and
library users. Respondents prioritize comfort in the library space with an emphasis on the
reading area as much as possible with more relaxed criteria, focused criteria, and general
criteria.

Keywords: behavioral architecture, criteria of reading areas, physical quality, public library.

1. Introduction
According to the World Bank, education in Indonesia is still considered low, although the expansion
of access to education for the community is considered to have risen quite significantly. World Bank
representative for Indonesia Rodrigo Chaves said the low quality of education is reflected in
Indonesia's ranking that is still in the highest position of neighbouring countries. This educational
quality rating indicator is reflected in the number of illiterate cases. "For example, 55 percent of
children aged 15 years in Indonesia are functionally illiterate, compared to less than 10 percent in
Vietnam," he said on the Indonesia Stock Exchange (IDX), Wednesday (6/6). (CNN Indonesia, 2018,
World Bank: Quality of education Indonesia still low) [1].
In the government's work plan in 2020, one of its priorities is the Mental revolution, cultural
development and national achievement with activities prioritized on improving the culture of literacy,
innovation, and creativity with a priority project of 1) improved cultural literacy; 2) improvements of
access and quality of library-based social inclusion services; 3) strengthening of the books and literacy
content; and 4) Strengthening the social institutions of literacy and innovation [2].
It can be concluded that reading will help to develop someone into more intelligent so that the state
can print superior human resources. Then, how to get it while we had realized that not all peoples
Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution
of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI.
Published under licence by IOP Publishing Ltd 1
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

could buy the books, the answer is a public library that can be accessed by all peoples. However, this
will be simple if the level of reading interest is high, but if the interest rate reading society is still low.
Then what solutions need to be applied to solve it? The first thing to do is to know how to encourage
people to not only be interested but also to have a curiosity that will strengthen the interest to come to
the library. From the frequents of the community visiting the libraries, it will create a familiar sense of
the library, so that gradually will trigger a sense of interest to see, open, and eventually read the book.
The public library is a public facility in which it stores various types of reading collections that are
useful as literacy activities for the general public. The library is present to provide facilities for the
community to improve the quality of the individual self and to help the welfare in the field of
education. According to Allan Konya in his book titled Libraries; A Briefing and Design Guide,
mentions that the public library should be easily accessible to the public to serve it. The library can
join, or as part of a shopping center, community center, cultural center or educational center, and can
provide additional facilities such as meeting room, lecture hall, theater or small cinema, restaurant, or
café, as well as bookstores therein [3].
The issue that needs to be raised is how to present a public library that is physically and spatially
attractive and acceptable to the community so that the purpose of holding the library achieved, which
is to accommodate all activities for its users and the library can be in accordance with people's
behavior in activities in the library. so that the function of the library becomes better and attracts the
public's interest in using the library facilities in their activities.
Behavioral architecture is an architectural approach which in its application includes behavioral
considerations in designing it. Between architecture and behavior has a close relationship, this can be
seen from the aspects that shape human behavior due to the environment or architectural form and vice
versa. In other words, human behavior can be directed towards a better direction if positive values
from the environment or architectural forms can shape personalities and behaviors that have positive
values [4].

2. The methodology
The research method used descriptive qualitative approach. The types of data collected in the research
process divide into two types, primary data and secondary data. Primary data obtained directly through
observation, field surveys, as well as the dissemination of questionnaires, and secondary data obtain
from documents or literature based on textbooks, journals, articles, newspapers, and government
websites [5]. The data collection technique was carried out through questionnaires to library visitors
and the public to find out the extent of their perceptions of existing libraries in Indonesia, especially
those in Jakarta. Data collection also carried out by observing the physical quality of the library
building and observing the activities of library visitors related to their behavior in carrying out
activities in the library. The research location held in a public library in Jakarta, namely The Public
Library of DKI Jakarta in Taman Ismail Marzuki, and the National Library of the Republic of
Indonesia in Gambir Merdeka Selatan.

3. Result and Discussion


3.1. The respondents and their interest
Data Respondents out of the 49 number of respondents were dominated by male with a total of 59%
(29 persons), and women 41% (20 persons). The respondent's age range consists of the age of children
(9 years old) until the age of maturity (53 years old), with students among 77% (38 persons) and
general 23% (11 persons).
From the chart below (see figure 1), the interest of the community has a percentage of 39%
interested to visit the library, 39% quite interested, 16% very interested, 4% somewhat lazy, and 2%
lazy. This means that most people have a sense of interest in coming to the public library. The
intensity of respondents visiting the library, inversely proportional to the interest to visit the library,
can be seen that the largest number of 66% of respondents answered rarely, followed by 16%
answered quite often, 11% often, 5% only once. This means the public view of the library is still not

2
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

able to strengthen their reason to visit the library, visitors who come to the library do likely have
strong reasons that require them to come to the library.

Interest of respondents visiting How often the respondent visits


the library the library

Very Interested
Very Often
Interested 66%
39% 4% 5% Often
2% 2%
Quite Interested Quite Often
11%
39% 16% Rarely
Not Interested 16% Only Once
Other
Very Uninterested

Figure 1. Community interest diagram and community visits intensity diagram.


Source: personal questionnaire.

Respondents were given the freedom to choose more than one answer. As a result of the answer,
respondents stated that their purpose for visiting the library was more dominant for
information/reference (78.3%), and working on the task (43.5%). Where there is a connection between
doing the task by looking for a reference so that it can be concluded the average library visitors do
have a strong purpose that is to fulfil their educational needs. For the activities, most activity is done
by respondents if they are in the library are reading and doing tasks. Where to get the visitor's book
should go to the collection area then take the book that they want to read, then look for the seating area
as their place to read. There is a possibility that some respondents read the book while working Tasks
so they need to present a reading area and a reading area as well as work areas.
The level of comfort of 30 respondents to the library space is divided into 3 categories, namely the
category satisfied (Y), neutral (N) and unsatisfied (T). With details, satisfied 26%, neutral/moderately
satisfied 63.3%, and not satisfied =10%. From the survey results most respondents answered the
neutral category, which means it is quite convenient, so it can be concluded that most of the
respondents feel mediocre (not the 'comfortable/ too comfortable' category and not the
‘uncomfortable/ too uncomfortable’ category). And for satisfied of facilities on library respondents
answer 10% satisfied, 67% neutral/moderately satisfied, and 23% not satisfied. As with the level of
comfort, the most choice of respondents leads to neutral or moderately satisfied categories, which
means that the facilities in the public library are still relatively ordinary (not the 'full-complete'
category and not 'incomplete' category).
The result of the questionnaire that has been given to the respondent, managed to collect various
answers and different perceptions. If the conclusion is taken in an outline, of the total respondents with
age, and different backgrounds, most of the respondents have enough/and are interested in visiting the
library. However, the sense of attraction is not in line with its implementation, where respondents
replied that they are rare to visit the library if they do not have strong reason such as needs to finding
reference materials for their duties. Some replied the library was too rigid, formal, and quickly feels
boring even though they were interested in visiting the library but remained reluctant if they not in any
urgent condition. Some respondents prefer to go to the bookstore compared to the library.
According to the results of the survey, the quality of space in the public library can be categorized as
an 'ordinary', means that it is adequate but does not include the 'good/too good' or 'bad/too bad'
categories.
The criteria of space or supporting facilities expected to be present in the public library:
• Reading Room (48,1%), with criteria: more relaxing, more convenient, various furniture
that provide with a sleep posture, given partitions, private, have a good view.
• Think Pod/Inspiration Room/ Discussion Room (16,6%).

3
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

• Lounge Room/ Community Room/ Playroom/ Renting Games/ Photo Spot/ Computer Facilities/
Audio-Visual Room (35,1%).

The results of the questionnaire stated that most of the respondents would visit libraries if they had
enough purpose and reasons, such as their obligation to work on the task or to find a reference. But the
average respondents had a sense of interest to visit the libraries, the sense of interest could be seen that
39% of respondents answered interested and quite interested, meanwhile, 66% of respondents stated
infrequently go to libraries. It is interesting because it has inversely proportional to their sense of
interest, so there is a problem that must be sought to know further why this can happen. Then, in the
category of questions regarding the quality of the library space, the results stated that there was an
influence on the interest of respondents to visit the library. The mediocre library room facility tends to
make the respondents come to the library if there is any need. If the respondents do not have any
requirements, then they prefer to come to the bookstore or a more attractive place. To find out more
about the conformity of questionnaire results with facts on the field, then observations were carried
out.

3.2. Observation
From the observation, the differences between two libraries are quite significant. The National Library
has more equipped facilities so that many people would visit this National Library. The Public Library
of DKI Jakarta Province is still far from the prevailing standards, the availability of facilities is too old
and outdated. The infrastructures of this building do not support the function of libraries as well, plus
the technology is arguably far from progress, and it influencing the interest of visitors to come.
Consequently, the library visitors in Jakarta become not evenly distributed, and it causes the
accumulation of visitors in the National Library, because the community feels if the National Library
is more worthy of a visit than the public Libraries of the province Jakarta. After observations related to
the physical quality of the building, behavioral observations also carried out using behavior mapping
techniques for library users in carrying out activities in the library. The behavior that is studied is the
user's reading behavior in the main library room.

3.2.1. Behavior Mapping in Library of DKI Jakarta Provincial, TIM, Cikini


The results of behavior mapping at the Regional Library of DKI Jakarta Province, visitors are divided
into two categories. Children's visitors and adult visitors (see figure 2).

Figure 2. TIM Library visitor flowchart.


Sources: personal analysis.

4
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

Figure 3. Behavior mapping at first floor and third floor, TIM Library.
Sources: personal analysis.

The flow of children's visitors starts from the entrance then goes straight to the 2nd floor to the
children's library by using the elevator. The flow of adult visitors starts from the entrance and fills in
the visitor list near the information desk, then goes to the locker area to leave the luggage, after that
goes straight to the main collection room on the 1st floor and the references collection room on the 3rd
floor. There is only one computer catalogue available that is rarely used by visitors. Usually, visitors
would go straight to the book collection shelf. Then after getting their desired book, visitors would sit
at tables that are scattered in the room and start using their laptop. Visitors who visit rarely borrow the
book because the access is only allowed for residents who had Jakarta ID card. The chairs and tables
in the TIM Library only had some variate, there are no crowds, and no chairs or tables that are being
favourite by visitors (see figure 3 and figure 4).

Figure 4. Children’s and general collections room, TIM Library.


Sources: personal documentation.

3.2.2. Behavior Mapping in National Library of the Republic of Indonesia


Behavioral mapping was done in the most common rooms and the most visited by visitors, namely the
Closed Collection Room on floors 12-12A and the Open Collection Room on floors 20-21.

Figure 5. Behavior mapping on 12 and 12 A floor.


Sources: personal analysis.

On 12 and 12A floors, which are closed systems collection room where users are required to
borrow and read on the place. The results of the mapping stated that after leaving elevator they would
go straight to the computer catalogue to find their intended collections to order the book. After books
had been ordered user will go to the information desk to notify the officer and wait for the queue
number to being called. While waiting for the queue number, visitors will usually sit on a seat that
does not far from the information table. After getting the book, users will sit at the table or reading
chairs, or go straight to the 12A floor using the stairs to borrow the collections on the 12A floor. Users

5
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

usually would open their laptops to do tasks on the spot. In this closed collection room, users tend to
have private seats that are reserved for one person and equipped with plugs and a table as a laptop. If
users have finished, the books should be returned to the officer (see figure 5, figure 6 and figure 7).

Figure 6. Users flow on 12 and 12A floor.


Sources: personal analysis.

Figure 7. Catalogue area.


Sources: personal documentation.

Figure 8. Behavior mapping on 20th and 21st floors.


Sources: personal analysis.

The results on the 20th and 21st floor showed that users who come from the elevator usually go
straight to the collection rack area and immediately looking for the collections on the 20th floor, then
go up to the 21st floor using the stairs that located on the middle of the room. Some users would go to
the catalogue first to search for references and then go to the collection shelf area to find the book they
want. The 20th and 21st floors are open collection systems. Users can search and retrieve the desired
collection of books without the permission of officers. In this main library, the average visitor
occupies the work desks located throughout the room. From the observations, reading areas that have
provided are not maximizing for the users because the shape and ergonomics are not too comfortable,
where the available chairs/sofas are made too upright and stiff (see figure 8, figure 9, and figure 10).

6
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

Figure 9. Users flow on 20th and 21st floor.


Sources: personal analysis.

Figure 10. Open systems collection area (20th and 21st floor).
Sources: personal documentation.

4. Conclusion
Based on the results of analysis and discussion, there are continuity between the physical quality of the
library, including the facilities, atmosphere, and tools available to the public interest to visit the
library. The results obtained that facilities and convenience in the library are in the ordinary category,
this is not a problem for the library visitors who do come because it has an urgent need for the task.
But for the general public facilities in the library in Jakarta is still not able to encourage them to come
to visit the library, while the most complete library that exists only in the National Library and makes
many people come to the National Library at the same time and causes hassles and disruptive comfort
that should be maintained in the library area and this causes the peoples rarely or even feel
uninterested and lazy to come to the library if it has no urgent needs. Meanwhile from the other
libraries in Jakarta has too rigid, formal, boring, and not interactive design.
Then from the results of the behavior mapping that has been carried out in several libraries in
Jakarta, it can be seen that library users tend to choose a place for their activities according to their
goals and types of activities. Users who want to read as well as working (doing assignments) they tend
to choose a more territorial, private, and quiet place so that users will feel more focused on their
activities. In contrast to users who come to the library purely for recreation while reading, they tend to
choose a sitting area that is more relaxed and comfortable. From the selection of user seats, they also
tend to choose a seating area that closes to the display rack area of the collection they aiming for.
Respondents prioritize comfort in the library space with an emphasis on the reading area with several
categorized, a more relaxed reading room that has various kinds of lounge chairs so that users can read
in a relaxed position while discussing, focused reading room on users who come to work on tasks and
general reading areas that close to the bookshelves collections.

References
[1] Yuli Y Fe 2018 Bank Dunia: Kualitas Pendidikan Indonesia Masih Rendah (CNN Indonesia).
[2] Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 2020 Peraturan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia No. 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi
Khusus Fisik Bidang Pendidikan Subbidang Perpustakaan Daerah Tahun 2020 (Jakarta:

7
4th International Conference on Eco Engineering Development 2020 IOP Publishing
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 794 (2021) 012161 doi:10.1088/1755-1315/794/1/012161

Perpustakaan Nasional RI)


[3] Allan K 1986 Libraries: A Briefing and Design Guide (London: Architectural Press Ltd)
[4] Laurens J M 2011 Arsitektur dan Perilaku Manusia (Jakarta: Grasindo)
[5] Badan Standar Nasional 2009 Standar Nasional Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota (Jakarta:
BSN)

8
REVIEW LITERATUR

Judul Jurnal :

1. Kajian Konsep Arsitektur Perilaku Dan Tingkat Kenyamanan Penghuni Pada Hunian
Vertical Dengan Analisis Behavioral Mapping (Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok
Tower C, Jakarta Timur)
2. A study of the application of behavioral architecture in public libraries in Jakarta,
Indonesia

Disusun Oleh :

Farid Syaichoni Atmanegara (04.2022.1.03537)

Matakuliah : Metodologi penelitian ilmiah


Dosen Pengampu : Ir. Esty Poedjioetami MT.
Arsitektur perilaku
Sebelum saya mereview jurnal yang saya pilih yaitu jurnal dengan tema arsitektur perilaku,
berikut saya jabarkan teori mengenai pengertian, prinsip, dan ciri – ciri arsitekur perilaku
menurut para ahli.
Arsitektur Perilaku merupakan sebuah konsep desain yang berfokus pada tindakan atau
aktivitas pengguna. Konsep arsitektur yang menerapkan pertimbangan perilaku manusia
sebagai pengguna dalam sebuah perancangan desain arsitektur sebagai lingkungan fisik yaitu
bahwa desain arsitektur dapat menjadi fasilitator terjadinya perilaku atau sebaliknya sebagai
penghalang terjadinya perilaku (JB. Watson, 1878-1958 dalam Laurence, 2005).

Arsitektur perilaku menurut Tsukamoto (1965) merupakan teori arsitektur yang berkaitan
erat dengan perilaku manusia dan alam. Sedangkan menurut Mangunwijaya (1992),
Arsitektur perilaku dalam pengertiannya adalah sebagai implementasi yang selalu
mengikut sertakan pertimbangan - pertimbangan perilaku di dalam perancangan, dan juga
sebagai Arsitektur yang manusiawi, yang juga dapat mewadahi dan memahami perilaku
-perilaku yang didapati dari segala macam perilaku.

Arsitektur perilaku adalah arsitektur dalam penerapannya menyertakan pertimbangan -


pertimbangan perilaku dalam perancangan. Perencanaan dan perancangan arsitektur tidak bisa
terlepas dari perilaku manusia hal itu dikarenakan tujuan perencanaan dan perancangan
arsitektur adalah untuk mewadahi aktivitas manusia sebagai penggunanya (Yoyok Agustina et
al., 2018).

Ciri – ciri perilaku menurut Laurens (2004):

• Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung
mungkin tidak dapat diamati
• Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan stereotip
• Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang
menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan Gerakan fisik dalam berperilaku
• Perilaku bisa disadari dan bisa tidak disadari

Arsitektur merupakan ruang fisik yang mewadahi aktivitas manusia, yang memungkinkan
terjadinya pergerakan manusia dari satu ruang ke ruang lainnya, yang mampu menciptakan
suatu hubungan antara ruang dalam dan ruang luar suatu bangunan (Cahyadi dan Kurniawan,
2022). Arsitektur perilaku merupakan arsitektur yang dalam penerapannya mempertimbangkan
perilaku penggunanya. Arsitektur perilaku adalah arsitektur yang membahas tentang hubungan
antara tingkah laku manusia dengan linhkungannya (Marlina & Ariska, 2022).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam Arsitektur Perilaku menurut Hidayat, dkk (2018) antara
lain:

1. Mampu berkomunikasi dengan manusia dan lingkungan


2. Mewadahi aktivitas penghuninya dengan nyaman dan menyenangkan
3. Memenuhi nilai estetika, komposisi, dan estetika bentuk
Dalam Arsitektur Perilaku menurut Haryadi dan Setiawan (2020), terdapat ruang – ruang
pembentuk perilaku diantaranya :

1. Warna Ruang, Warna mampu mempengaruhi psikologis manusia atau pengguna,


sehingga penggunaan warna pada ruangan harus tepat dan sesuai karena penggunaan
warna akan merubah atau mempengaruhi perilaku manusia.
2. Bentuk dan Ukuran Ruang, Bentuk ruang akan mempengaruhi aspek psikologis
pemakai ruangan. Misalnya penggunaan bentuk dinamis untuk memberi kesan
bersemangat, namun yang terpenting harus sesuai dengan karakter kegiatan
penggunanya.
3. Furniture dan Susunan Ruang, Penggunaan dan penyusunan perabot ditentukan oleh
kebutuhan dan kebiasaan hidup penghuninya.
4. Tekstur dan Material, Tekstur akan memberikan kesan yang tidak sama pada suatu
ruang atau bangunan baik kesan halus maupun kasar.
5. Cahaya, Suara, dan Temperatur. Pencahayaan dapat mempengaruhi kondisi psikologis
pengguna. Suara yang keras menggangu ketenangan pengguna. Dan Temperatur
berpengaruh dengan kenyamanan pengguna dalam ruang.

Tahapan arsitektur perilaku dibagi menjadi pemetaan perilaku (Behavioral Mapping) dan
Setting Perilaku (behavioral setting). Pemetaan perilaku dilakukan untuk mengidentifikasi,
memetakan, dan mengelompokkan jenis perilaku pengguna (Jessica, dkk , 2022)

Motede Behavioral Mapping menurut Haryadi B. Setiawan dalam (Iskandar, 2017) terdiri dari:

1. Place-Centered Mapping Tekni ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia


atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan atau mengakomodasi
perilakunya dalam situasi waktu dan tempat tertentu.
2. Person-Centered Mapping Teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada suatu
periode waktu tertentu.
Jurnal Nasional
Judul KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU DAN TINGKAT KENYAMANAN
PENGHUNI PADA HUNIAN VERTICAL DENGAN ANALISIS BEHAVIORAL
MAPPING (Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok Tower C, Jakarta Timur)

Nama jurnal Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan

Tahun 2021

DOI dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Vol. jurnal vol 10 no 3 Juni 2021

Nomor jurnal p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

Penulis Annisa Aulia Suwandi , Ratna Dewi (annisaaulia9358@gmail.com)

Link https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/virtuvian/article/view/10674

Reviewer Farid Syaichoni atmanegara (04.2022.1.03537)

Tanggal 18 Mei 2023

Pendahuluan

Penelitian ini merupakan kajian konsep arsitektur perilaku dan tingkat kenyamanan penghuni
pada hunian vertikal dengan menggunakan analisis behavior mapping. Dalam penelitian ini,
arsitek mempelajari perilaku pengguna hunian vertikal, termasuk kebutuhan pengguna,
aktivitas yang dilakukan, dan pergerakan yang terjadi di lingkungan tersebut. Tujuan utamanya
adalah merancang bangunan dan lingkungan yang nyaman dan sehat bagi penghuninya.

Pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan hunian yang meningkat,
terutama di kota-kota besar. Namun, pembangunan hunian tidak selalu diiringi dengan sarana
dan prasarana yang memadai serta pengendalian yang sesuai dengan peraturan, sehingga dapat
menyebabkan pemukiman yang padat penduduk menjadi kumuh, tidak teratur, tidak sehat, dan
berisiko tinggi terhadap kebakaran.

Dalam konteks ini, pengembangan hunian vertikal menjadi solusi yang cocok untuk memenuhi
kebutuhan hunian masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan di lingkungan padat penduduk.
Namun, terdapat kompleksitas dalam penyediaan hunian vertikal, terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah, yang melibatkan aspek manusia serta aspek lainnya
seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
menganalisis perilaku penghuni hunian vertikal dan mempertimbangkan tingkat kenyamanan
dalam merancang hunian vertikal yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan yang
ada.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana konsep arsitektur perilaku dapat
diterapkan dalam desain hunian vertikal dan bagaimana hal tersebut memengaruhi tingkat
kenyamanan penghuni.

Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan wawasan tentang pentingnya
mempertimbangkan perilaku penghuni dalam merancang hunian vertikal yang nyaman. Hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan bagi arsitek dan perancang dalam mengembangkan desain
hunian vertikal yang memenuhi kebutuhan penghuni dan mendukung kenyamanan serta
kualitas hidup mereka.

Metode Peneltiain

Metode penelitian yang digunakan berupa deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh merupakan
data primer dan data sekunder Untuk pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung
terhadap perilaku dan kegiatan penghuni di Rusunawa Pinus Elok Tower C. Pengamatan ini
dilakukan dengan tujuan untuk memahami pola perilaku penghuni, kegiatan yang dilakukan di
berbagai ruang, serta interaksi antar penghuni, kemudian untuk data sekunder didapat dari hasil
kajian literatur dan penelitian sebelumnya yang bersumber dari internet.

data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode behavioral mapping. Metode ini
melibatkan pemetaan atau pencatatan visual terhadap aktivitas, pergerakan, dan interaksi
penghuni dalam ruang hunian. Data ini kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
mengidentifikasi pola perilaku penghuni, preferensi mereka terhadap ruang, serta faktor-faktor
yang memengaruhi tingkat kenyamanan mereka.

Melalui analisis behavioral mapping, penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang perilaku penghuni, interaksi sosial, dan penggunaan ruang di hunian
vertikal. Metode ini memungkinkan peneliti untuk melihat secara langsung bagaimana desain
ruang mempengaruhi perilaku dan tingkat kenyamanan penghuni.

Dengan menggunakan metode analisis behavioral mapping, penelitian ini dapat memberikan
wawasan yang berguna bagi pengembangan konsep arsitektur perilaku dan perancangan hunian
vertikal yang lebih memperhatikan kebutuhan dan preferensi penghuni, serta meningkatkan
tingkat kenyamanan mereka.

Hasil dan pembahasan

Analisis setting ruang

• Unit hunian

DI Rusunawa Pinus Elok Tower C, terdapat beberapa ruang yang menjadi tempat berbagai
kegiatan penghuni. Ruang-ruang tersebut meliputi kamar tidur, ruang keluarga, dapur, toilet,
dan balkon.
Kamar tidur dalam unit hunian terdiri dari dua kamar dengan ukuran 7.5m2 dan 6m2. Kamar
tidur berukuran 6m2 dilengkapi dengan tempat tidur yang cukup untuk satu orang dan lemari
pakaian. Sementara itu, kamar tidur berukuran 7.5m2 dilengkapi dengan tempat tidur yang
cukup untuk dua orang. Cahaya alami masuk ke ruangan melalui bukaan jendela yang cukup
besar, sehingga ruangan cukup terang pada siang hari tanpa memerlukan lampu tambahan.
Karena lokasi rumah susun berada di Jakarta Timur yang memiliki udara panas, penghuni
menggunakan kipas angin sebagai penghawaan buatan. Lemari digunakan untuk menyimpan
kebutuhan pendukung saat beristirahat, seperti pakaian, seprai, selimut, dan sebagainya.

Di ruang keluarga, terjadi berbagai perilaku seperti berkumpul bersama, menonton TV,
bersantai, dan makan bersama. Furniture yang digunakan, seperti sofa dan karpet, mendukung
aktivitas ini. Makan biasanya dilakukan secara lesehan di atas karpet, meskipun ada meja
makan yang lebih sering digunakan untuk meletakkan hidangan siap saji.

Kegiatan servis rutin dilakukan di beberapa ruangan dalam unit Rusun, termasuk kamar mandi,
dapur, dan balkon. Di balkon, terdapat kegiatan mencuci dan menjemur pakaian. Tralis besi di
setiap balkon membatasi jemuran agar tidak merusak tampilan bangunan. Dapur dilengkapi
dengan cor beton yang dilapisi keramik untuk memasak, menyimpan peralatan dapur, dan
mencuci piring. Toilet dilengkapi dengan kloset duduk, dinding keramik, dan pasokan air
bersih yang mencukupi.

• Ruang komunal

Rumah susun Pinus Elok memiliki selasar double loaded tanpa teras, yang kurang mendukung
interaksi antar penghuni. Namun, setiap lantai bangunan dilengkapi dengan ruang bersama
untuk tetap berinteraksi. Di lantai 2 terdapat kantin dengan kios-kios, dan di lantai dasar
terdapat taman, playground, lapangan olahraga, dan amphiteater. Playground dilengkapi
peralatan bermain dan lapangan olahraga berfungsi ganda. Amphiteater dibangun tinggi untuk
menghindari genangan air saat hujan dan dilengkapi rel pengaman

Behavioral Mapping

Behavioral mapping adalah teknik yang digunakan untuk memahami perilaku individu dan
kelompok manusia dalam konteks spasialnya. Tujuannya adalah untuk menggambarkan
perilaku dalam bentuk peta, mengidentifikasi jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan
hubungannya dengan desain yang spesifik. Dalam penelitian ini, menggunakan metode
pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping).

• Ruang komunal

Pada ruang komunal hunian vertikal, terdapat kelompok penghuni yang terdiri dari penghuni,
pengelola, dan pengunjung sebagai subjek observasi. Fokus pengamatan adalah ruang komunal
umum. Ketika memasuki hunian vertikal melalui pintu masuk utama yang besar dan dijaga
ketat, hanya terdapat satu jalur masuk dan keluar untuk menjaga keamanan dan mengontrol
pengunjung.
Perilaku penghuni dimulai dari pintu masuk utama. Pengguna kendaraan pribadi akan
memarkirkan kendaraannya di tempat parkir terdekat dengan blok hunian vertikal mereka.
Sementara itu, pengguna kendaraan umum hanya bisa mencapai pintu gerbang hunian vertikal.
Setelah memarkirkan kendaraan, penghuni bebas menggunakan fasilitas umum atau langsung
menuju unit masing-masing melalui selasar dan lobby hunian vertikal.

Pengelola memarkirkan motornya di area parkir khusus yang berada di sebelah barat hunian
vertikal. Setelah memarkirkan kendaraan, pengelola menuju kantor pengelola untuk absen rutin
dan melakukan aktivitas pekerjaan sesuai dengan bidangnya.

Pengunjung yang datang harus melapor kepada petugas keamanan sebelum memasuki
lingkungan hunian vertikal. Hal ini merupakan prosedur di Rusunawa Pinus Elok, terutama
selama wabah COVID-19 yang melarang kehadiran tamu kecuali dalam keadaan darurat atau
setelah mendapatkan izin resmi dengan melampirkan surat yang resmi. Setelah melapor kepada
petugas keamanan, pengunjung akan diarahkan ke ruang pengelola untuk meminta izin. Setelah
mendapat izin, pengunjung diperbolehkan untuk berkeliling di rusun, namun tetap dalam
pengawasan petugas keamanan.

Rusunawa Pinus Elok memiliki ruang komunal yang terletak di lantai dasar dan setiap lantai.
Beberapa kegiatan yang terjadi di ruang komunal tersebut antara lain:

1. Taman dan Playground: Terdapat taman dan playground yang ditata dengan baik,
memungkinkan pengawasan yang nyaman bagi orang tua. Penggunaan pasir pada area
bawah permainan membantu mengurangi risiko kecelakaan anak-anak karena perilaku
yang aktif.
2. Amphiteater: Digunakan untuk mengapresiasi sosial dan budaya penghuni. Tempat ini
dapat digunakan untuk berbagai acara seperti pertunjukan, seminar, atau pertemuan
komunitas.
3. Lapangan Olahraga: Lapangan ini multifungsi dan dapat digunakan untuk berbagai
aktivitas olahraga seperti basket, sepak bola, bulu tangkis, dan senam pagi. Selain itu,
lapangan ini juga digunakan untuk acara-acara spesial seperti apel pagi pengelola dan
peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.

• Unit Hunian

Data Behaviour Mapping menggunakan study kasus salah satu penghuni rusunawa Pinus
elok.Dalam studi kasus ini, terdapat satu keluarga(penghuni 1) yang menghuni unit Hunian
Vertikal di Rusunawa Pinus Elok. Keluarga ini terdiri dari ayah (54 tahun), ibu, dan seorang
anak. Ayah bekerja sebagai driver ojek online, dan pengamatan dilakukan saat hari kerja.
Secara singkat, penghuni 1 melakukan kegiatan tidur di kamar utama, kegiatan metabolisme di
toilet, kegiatan makan di ruang keluarga, dan kegiatan pendukung seperti minum, mencuci
tangan, mengambil, dan menyimpan alat makan.
Analisa pemenuhan kebutuhan hunian

Dalam analisa ini yaitu untuk mengetahui tingkat penerapan konsep arsitektur terhadap study
kasus yang telah dijabarkan melalui behavioral mapping dan setting ruang. Penulis
menjabarkan tingkat penerapan dalam tabel, dibuat sesuai dengan teori tingkat kebutuhan
(Hirarchy Level of Needs) dari Abraham Maslow (1998) yang disesuaikan dengan Study kasus.
Yaitu :

1. Sebagai Tempat Berlindung Merupakan kebutuhan dasar sebagai tempat bersistirahat.


2. Sebagai Tempat yang memberikan kenyamanan.
3. Sebagai kegiatan sosial yang utama. Tempat utama dalam berinteraksi khususnya antar
keluarga
4. Sebagai mengapresiasi diri sendiri. Sarana untuk memberikan apresiasi terhadap
pencapaian yang diraih olehdiri sendiri dan dapat pengakuan dari orang lain.
5. Sebagai cerminan diri. Kondisi sebuah rumah akan mencerminkan sifat perilaku
penghuni.
6. Sebagai sarana untuk menikmati keindahan. Keindahan merupakan salah satu
behutuhan manusia yang hakiki dan memberikan rasa damai.

Berdasarkan tabel yang dijabarkan oleh penulis kebutuhan diatas semuanya terpenuhi, Setting
ruang yang sedemikian rupa akan mempengaruhi perilaku ataupun sebaliknya.

Kesimpulan

Kesimpulan Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal dengan studi kasus
Rumah Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada unit hunian dan
ruang komunal yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya, Berupa:

✓ Pemilihan material bangunan yang aman bagi pengguna, contoh: penggunaan alas pasir
pada Playgoud.
✓ Memiliki batasan yang jelas pada unit hunian sehingga area privat tetap terjaga.
✓ Kapasitas penghuni yang sesuai dan dapat mewadahi aktivitas peghuni didalamnya.
✓ Memiliki sarana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari pengguna.
✓ Memiliki ruang-ruang yang multifingsi.
JURNAL INTERNASIONAL
Judul A study of the application of behavioral architecture in public libraries in Jakarta, Indonesia

Nama jurnal IOP Conference Series: Earth and Environmental Science

Tahun 2021

DOI 10.1088/1755-1315/794/1/012161

Vol. jurnal Vol. 794, No. 1

Nomor jurnal Sci. 794 012161

Penulis S Mawardah, N Nurdiani, W Katarina (nnurdiani@binus.edu)

Link https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/794/1/012161

Reviewer Farid Syaichoni atmanegara (04.2022.1.03537)

Tanggal 21 Mei 2023

Pendahuluan

Latar belakang penelitian ini adalah masalah rendahnya minat masyarakat dalam mengunjungi
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia, meskipun terdapat upaya ekspansi akses pendidikan
dan peningkatan kualitas pendidikan di negara tersebut. Meskipun minat terhadap
perpustakaan masih tinggi secara proporsional, namun realisasinya tidak sejalan dengan
harapan. Hal ini tercermin dalam fakta bahwa masih banyak orang yang mengatakan jarang
mengunjungi perpustakaan.

Pada saat yang sama, Bank Dunia melaporkan bahwa pendidikan di Indonesia masih dianggap
rendah, dengan peringkat pendidikan yang masih tertinggi dibandingkan negara tetangga.
Salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan adalah tingginya angka buta huruf
fungsional di Indonesia, terutama dibandingkan dengan negara seperti Vietnam.

Dalam rangka meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat dalam menggunakan


perpustakaan, pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan program Revolusi Mental
dan pengembangan budaya sebagai bagian dari rencana kerjanya. Salah satu prioritas dalam
rencana tersebut adalah peningkatan budaya literasi, termasuk peningkatan akses dan kualitas
layanan inklusi sosial berbasis perpustakaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan arsitektur perilaku dalam merancang
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia, serta dapat memberikan wawasan dan rekomendasi
praktis bagi perancang perpustakaan dan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan
desain dan pengaturan fisik perpustakaan yang dapat menarik minat masyarakat,
mempromosikan minat membaca, dan meningkatkan partisipasi dalam kegiatan perpustakaan.
Metode Peneltiain

Metode penelitian yang digunakan berupa deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh merupakan
data primer dan data sekunder Untuk pengumpulan data primer melalui observasi
dilapangandan juga melalui penyebaran kuisioner. kemudian untuk data sekunder didapat dari
hasil kajian literatur , buku teks, jurnal, artiket dan situs web. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui kuisioner pada pengunjung perpustakaan dan masyarakat umum. Dan juga
melalui pengamatan kualitas bangunan fisik perpustakaan serta mengamati kegiatan
pengunjung terkait perilaku mereka dalam melakuka kegiatan di perpustakaan. Lokasi
penelitian dilakukan di perpustakaan umum dijakarta, yaitu perpustakaan umum DKI Jakarta
di taman ismail marzuki, dan perpustakaan nasional RI di gambir merdeka selatan.

Hasil dan pembahasan

Analisa responden

Berdasarkan data yang diberikan, terdapat total 49 responden yang terdiri dari 29 pria (59%)
dan 20 wanita (41%). Rentang usia responden berkisar dari 9 tahun hingga 53 tahun. Dari
jumlah responden, 77% (38 orang) merupakan siswa dan 23% (11 orang) adalah masyarakat
umum.

Gambar 1. Diagram ketertarikan masyarakat dan diagram intensitas pengunjung perpustakaan

Dalam Gambar 1, terlihat bahwa minat masyarakat terhadap perpustakaan memiliki persentase
sebagai berikut: 39% tertarik, 39% cukup tertarik, 16% sangat tertarik, 4% agak malas, dan 2%
malas. Dengan demikian, sebagian besar orang memiliki minat untuk mengunjungi
perpustakaan umum.

Namun, ketika melihat intensitas kunjungan responden ke perpustakaan, polanya berbeda.


Mayoritas responden, yaitu 66%, menyatakan bahwa mereka jarang mengunjungi
perpustakaan. Sementara itu, 16% responden mengatakan bahwa mereka cukup sering
mengunjungi perpustakaan, 11% sering, dan 5% hanya datang sekali. Hal ini menunjukkan
bahwa pandangan masyarakat terhadap perpustakaan masih belum mampu memperkuat alasan
mereka untuk mengunjungi perpustakaan. Kemungkinan besar, pengunjung yang datang ke
perpustakaan memiliki alasan yang kuat yang mendorong mereka untuk datang.
Dalam survei ini, mayoritas responden adalah pria (59%) dan wanita (41%), dengan rentang
usia dari anak-anak hingga dewasa. Mayoritas responden adalah siswa (77%) dan sisanya
adalah masyarakat umum (23%).

Hasil survei menunjukkan bahwa tujuan utama pengunjung perpustakaan adalah mencari
informasi/referensi (78,3%) dan mengerjakan tugas (43,5%). Kegiatan yang paling umum
dilakukan di perpustakaan adalah membaca dan mengerjakan tugas. Tingkat kenyamanan
responden terhadap ruang perpustakaan menunjukkan mayoritas merasa netral atau relatif puas
(63,3%), sementara kepuasan terhadap fasilitas di perpustakaan juga cenderung netral atau
relatif puas (67%).

Secara keseluruhan, survei ini menunjukkan bahwa meskipun responden memiliki minat dalam
mengunjungi perpustakaan, frekuensi kunjungan mereka cenderung tergantung pada
kebutuhan spesifik seperti mencari referensi atau mengerjakan tugas. Beberapa responden
merasa perpustakaan terlalu kaku dan formal, dan ada yang lebih memilih pergi ke toko buku.
Kualitas ruang dan fasilitas di perpustakaan umum dapat dikategorikan sebagai "biasa" atau
memadai, meskipun tidak mencapai tingkat kepuasan yang tinggi.

Responden mengharapkan adanya ruang baca yang nyaman dengan berbagai perabot, seperti
posisi tiduran, partisi, dan pemandangan yang baik (48,1%). Sebagian responden juga
menginginkan ruang berpikir/inspirasi/ruang diskusi (16,6%) serta ruang lounge/ruang
komunitas/ruang bermain/ruang sewa permainan/lokasi foto/fasilitas komputer/ruang audio-
visual (35,1%).

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden akan mengunjungi
perpustakaan jika memiliki tujuan atau alasan tertentu, minat mereka dalam mengunjungi
perpustakaan secara umum cenderung biasa-biasa saja. Sebanyak 39% responden menyatakan
tertarik atau cukup tertarik, sedangkan 66% menyatakan jarang pergi ke perpustakaan.
Fenomena ini menarik dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami alasannya.

Selain itu, hasil kuisioner menunjukkan bahwa kualitas ruang perpustakaan mempengaruhi
minat responden dalam mengunjunginya. Fasilitas ruang perpustakaan yang dianggap biasa-
biasa saja cenderung membuat responden hanya datang jika memiliki kebutuhan khusus.
Ketika tidak memiliki kebutuhan tersebut, mereka lebih memilih pergi ke toko buku atau
tempat lain yang lebih menarik. Untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang
kesesuaian hasil kuesioner dengan kondisi lapangan, diperlukan pengamatan lebih lanjut.
Observasi

Pengamatan menunjukkan perbedaan signifikan antara Perpustakaan Nasional dan


Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta. Perpustakaan Nasional memiliki fasilitas yang
lebih lengkap dan menarik, sementara Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta terlihat sudah
tua dan ketinggalan zaman. Infrastruktur bangunan dan perkembangan teknologi di
Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta tidak mendukung fungsi perpustakaan dengan baik.
Akibatnya, minat pengunjung untuk datang ke perpustakaan tersebut tidak sebanding, dengan
terjadinya penumpukan pengunjung di Perpustakaan Nasional. Masyarakat memiliki persepsi
bahwa Perpustakaan Nasional lebih layak dan menarik untuk dikunjungi. Pengamatan perilaku
pengunjung juga dilakukan, dengan fokus pada perilaku membaca di ruang perpustakaan
utama.

Analisa Behavioral mapping (pemetaan perilaku)

Gambar 2. Arus pengunjung perpustakaan


Sumber : personal analysis

Gambar 3. Pemetaan perilaku pada lantai 1 dan lantai 3, Perpustakaan TIM


Sumber : personal analysis

Pengunjung anak-anak menggunakan lift untuk menuju lantai 2, tempat perpustakaan anak-
anak berada. Pengunjung dewasa mengisi daftar pengunjung, meletakkan barang bawaan di
area loker, lalu mengunjungi ruang koleksi utama di lantai 1 dan ruang koleksi referensi di
lantai 3. Pengunjung jarang menggunakan komputer katalog dan biasanya langsung menuju
rak buku yang mereka minati. Setelah mendapatkan buku, pengunjung duduk di meja yang
tersedia dan menggunakan laptop mereka. Pengunjung yang jarang berkunjung tidak
meminjam buku kecuali jika memiliki kartu identitas Jakarta. Tidak ada variasi yang signifikan
dalam kursi dan meja di perpustakaan, tidak ada kerumunan, dan tidak ada kursi atau meja
favorit pengunjung.
Gambar 4. Ruang anak2 dan ruang umum

Behavioral mapping dilakukan di ruangan koleksi tertutup di lantai 12-12A dan ruangan
koleksi terbuka di lantai 20-21 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Gambar 6. Arus pengunjung lantai 12 dan 12a Gambar 5. Pemetaan


perilaku di lantai 12 dan 12 a

Di lantai 12 dan 12A, area ruangan koleksi tertutup di mana pengunjung diwajibkan meminjam
dan membaca buku di tempat, ditemukan hasil pemetaan berikut:

1. Setelah keluar dari lift, pengunjung langsung pergi ke komputer katalog untuk mencari
koleksi yang mereka inginkan dan melakukan pemesanan buku.
2. Setelah memesan buku, pengunjung menuju meja informasi untuk memberitahukan
petugas dan menunggu dipanggil melalui nomor antrian.
3. Sementara menunggu nomor antrian dipanggil, pengunjung biasanya duduk di kursi
yang berdekatan dengan meja informasi.
4. Setelah mendapatkan buku, pengunjung akan duduk di meja atau kursi baca atau
menggunakan tangga untuk langsung menuju lantai 12A guna meminjam koleksi di
sana.

Pada lantai 20 dan 21, hasil pemetaan menunjukkan bahwa pengunjung yang keluar dari lift
biasanya langsung pergi ke area rak koleksi dan segera mencari buku di lantai 20. Mereka
kemudian naik ke lantai 21 menggunakan tangga yang terletak di tengah ruangan. Beberapa
pengunjung mungkin juga mengunjungi katalog terlebih dahulu untuk mencari referensi
sebelum mencari buku di area rak koleksi. Lantai 20 dan 21 merupakan sistem koleksi terbuka,
yang memungkinkan pengunjung untuk mencari dan mengambil buku tanpa perlu izin dari
petugas.
Gambar 8. Pemetaan perilaku di lantai 20 dan 21

Gmbar 9. Arus pengunjung lantai 20 dan 21

Gambar 10. area baca


Di perpustakaan utama ini, pengunjung umumnya mengisi meja kerja yang tersebar di seluruh
ruangan. Namun, penggunaan area baca yang telah disediakan tidak optimal oleh pengunjung
karena bentuk dan ergonominya tidak terlalu nyaman. Kursi dan sofa yang tersedia terlalu
tegak dan kaku, seperti yang terlihat pada gambar 8, gambar 9, dan gambar 10.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kuisioner dan analisa behavioral mapping (pemetaan perilaku), terdapat
hubungan antara kualitas fisik perpustakaan dan minat masyarakat untuk mengunjunginya.
Fasilitas dan kenyamanan di perpustakaan Jakarta umumnya tergolong biasa, yang tidak cukup
memotivasi masyarakat umum untuk aktif mengunjungi perpustakaan. Hanya Perpustakaan
Nasional yang menawarkan fasilitas lebih lengkap, namun kerumunan mengganggu
kenyamanan. Pengguna perpustakaan memilih tempat sesuai tujuan dan kegiatan. Pengunjung
yang ingin membaca dan bekerja memilih tempat yang lebih terpisah dan tenang, sementara
pengunjung untuk rekreasi memilih area duduk santai. Pemilihan tempat juga terkait dengan
area rak koleksi yang diminati. Masyarakat mengutamakan kenyamanan dengan ruang baca
yang beragam, termasuk ruang santai, ruang fokus, dan area dekat dengan rak buku. Secara
keseluruhan, kenyamanan dalam perpustakaan menjadi faktor penting bagi masyarakat, dengan
fokus pada area baca yang beragam dan dekat dengan koleksi buku.
Kesimpulan reviewer

Persamaan pembahasan antara kedua jurnal tersebut adalah:

1. Keduanya membahas konsep arsitektur perilaku dalam konteks spesifik, yaitu hunian
vertikal dan perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia.
2. Keduanya mengevaluasi tingkat kenyamanan pengguna sebagai faktor penting dalam
merancang bangunan dan lingkungan yang baik.
3. Keduanya menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam penelitiannya, dengan
metode observasi dan pengumpulan data melalui kuesioner, serta menggunakan analisis
behavioral mapping (pemetaan perilaku) pada analisa pembahasannya.
4. Keduanya menekankan pentingnya memahami perilaku pengguna untuk merancang
bangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi mereka.

Perbedaan pembahasan antara kedua jurnal tersebut adalah:

1. Jurnal pertama fokus pada hunian vertikal, sedangkan jurnal kedua fokus pada
perpustakaan umum.
2. Jurnal kedua memiliki studi kasus yang spesifik tentang Rusunawa Pinus Elok Tower
C di Jakarta Timur, sedangkan jurnal kedua mempunyai 2 objek studi kasus serta
membandingkannya

Kesimpulan

Kedua jurnal ini memiliki fokus yang berbeda namun memiliki persamaan dalam penggunaan
pendekatan arsitektur perilaku dalam merancang bangunan yang mempertimbangkan
kebutuhan dan kenyamanan pengguna. Dalam konteks hunian vertikal, penelitian tersebut
menyoroti pentingnya mempelajari perilaku penghuni untuk merancang lingkungan yang
nyaman dan sehat. Sementara itu, dalam konteks perpustakaan umum, penelitian tersebut
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi
perpustakaan melalui desain yang sesuai. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa
penerapan arsitektur perilaku memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang
mengakomodasi kebutuhan dan preferensi pengguna, baik dalam konteks hunian vertikal
maupun perpustakaan umum.
METODOLOGI PENELITIAN ILMIAH

REVIEW
JURNAL
FARID SYAICHONI ATMANEGARA/ 04.2022.1.03537
JURNAL NASIONAL
01 “Kajian Konsep Arsitektur Perilaku Dan Tingkat Kenyamanan Penghuni
Pada Hunian Vertical Dengan Analisis Behavioral Mapping“
(Studi Kasus: Rusunawa Pinus Elok Tower C, Jakarta Timur)
Jl. Ulin Elok No.RT.21, RW.9, Pulo Gebang, Kec. Cakung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 13950.

Nama jurnal Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan

Tahun 2021

DOI dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2021.v10i3.009

Vol. Jurnal vol 10 no 3 Juni 2021

Nomor Jurnal p-ISSN : 2088-8201 e-ISSN : 2598-2982

Penulis Annisa Aulia Suwandi , Ratna Dewi (annisaaulia9358@gmail.com)

https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/virtuvian/article/view/10674
Tujuan Penelitian
1 2
untuk memahami bagaimana konsep arsitektur
untuk mengkaji konsep arsitektur perilaku dan
tingkat kenyamanan penghuni pada hunian perilaku yang dapat diterapkan dalam desain
vertikal di Rusunawa Pinus Elok Tower C, yang hunian vertikal dan bagaimana hal tersebut
merupakan hunian vertikal di Jakarta Timur. memengaruhi tingkat kenyamanan penghuni.

Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan wawasan tentang


pentingnya mempertimbangkan perilaku penghuni dalam merancang hunian vertikal
yang nyaman.

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan perancang dalam mengembangkan desain
hunian vertikal yang memenuhi kebutuhan penghuni dan mendukung kenyamanan serta
kualitas hidup mereka.
Metode Penelitian
Deskriptif Kualitatif

Data yang diperoleh


Data primer & sekunder

Data Primer Data Skunder


Dari pengamatan langsung Dari hasil kajian literatur dan
terhadap perilaku dan kegiatan penelitian sebelumnya yang
penghuni di Rusunawa Pinus Elok Metode Behavioral Mapping bersumber dari internet.
Tower C
Pemetaan/pencatatan visual terhadap
aktivitas, pergerakan & interaksi
penghuni dalam ruang hunian.

Kualitatif
mengidentifikasi pola perilaku penghuni,
preferensi mereka terhadap ruang,
serta faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat kenyamanan mereka.
Hasil & Pembahasan
1. Analisa setting
ruang Unit Hunian

1 • Kamar tidur ukuran 6m2 : single bed &


lemari pakaian.
Setting Kamar • Kamar tidur ukuran 7.5m2 : double bed.
tidur • Cahaya alami masuk ke ruangan
melalui bukaan jendela yang cukup
besar, sehinggasiang hari ruangan
cukup terang Penghawaan buatan
kipas angin. Lemari digunakan untuk
menyimpan kebutuhan (pakaian,
seprai, selimut,dsb)
Analisa setting ruang

Unit Hunian

2 • Perilaku yang terjadi : berkumpul


bersama, menonton TV, bersantai, dan
Setting ruang makan bersama.
keluarga • Furniture yang digunakan: sofa &
karpet, mendukung aktivitas ini. Makan
biasanya dilakukan lesehan di atas
karpet, meskipun ada meja makan
yang lebih sering digunakan untuk
meletakkan hidangan siap saji.

3 • Balkon, terdapat kegiatan mencuci dan


menjemur pakaian. Tralis besi di setiap
Setting ruang balkon membatasi jemuran agar tidak
service merusak tampilan bangunan.
• Dapur dilengkapi dengan cor beton
(balkon, dapur & toilet)
yang dilapisi keramik untuk memasak,
menyimpan peralatan dapur, &
mencuci piring.
• Toilet dilengkapi dengan kloset duduk,
dinding keramik, dan pasokan air bersih
yang mencukupi.
Analisa setting ruang

Ruang Komunal

Rumah susun Pinus Elok memiliki


• Selasar double loaded tanpa teras,
Setting ruang yang kurang mendukung interaksi antar
Komunal penghuni, namaun setiap lantai
bangunan dilengkapi dengan ruang
bersama untuk tetap berinteraksi.
• Di lantai 2 terdapat kantin dengan
kios-kios,
• Di lantai dasar terdapat taman,
playground (dilengkapi peralatan
bermain dan lapangan olahraga
berfungsi ganda), lapangan olahraga,
dan amphiteater (dibangun tinggi
untuk menghindari genangan air saat
hujan dan dilengkapi rel pengaman)
Behavioral Mapping
Ruang Komunal

Observasi ruang komunal umum (penghuni, pengelola, dan pengunjung). Ketika


memasuki hunian vertikal melalui pintu masuk utama yang besar dan dijaga
ketat, hanya terdapat satu jalur masuk dan keluar untuk menjaga keamanan dan
mengontrol pengunjung.
Perilaku penghuni dimulai dari pintu masuk utama:
1. Memarkirkan kendaraan:
• Pengguna kendaraan pribadi akan memarkirkan kendaraannya di tempat
parkir terdekat dengan blok hunian vertikal mereka.
• Pengguna kendaraan umum hanya bisa mencapai pintu gerbang hunian
vertikal.
2. Menggunakan fasilitas
• Penghuni bebas menggunakan fasilitas umum atau langsung menuju unit
masing-masing melalui selasar dan lobby hunian vertikal.
• Pengelola
- memarkirkan kendaraan di area parkir (di sebelah barat hunian vertikal).
- pengelola menuju kantor pengelola untuk absen rutin dan melakukan aktivitas
pekerjaan sesuai dengan bidangnya.
• Pengunjung
- Harus melapor petugas keamanan sebelum memasuki lingkungan hunian.
- Pengunjung akan diarahkan ke ruang pengelola untuk meminta izin.
- Pengunjung diperbolehkan untuk berkeliling di rusun, namun tetap dalam
pengawasan petugas keamanan.
2. Behavioral Mapping
Unit Hunian

• Data Behaviour Mapping menggunakan study kasus salah


satu penghuni rusunawa unit Hunian Vertikal Pinus elok.
(penghuni 1)
Keluarga ini terdiri dari ayah (54 tahun), ibu, dan seorang
anak. Ayah bekerja sebagai driver ojek online, dan
pengamatan dilakukan saat hari kerja. penghuni 1 melakukan
kegiatan tidur di kamar utama, kegiatan metabolisme di
toilet, kegiatan makan di ruang keluarga, dan kegiatan
pendukung seperti minum, mencuci tangan, mengambil, dan
menyimpan alat makan.
Analisa pemenuhan kebutuhan hunian
Analisa ini untuk mengetahui tingkat penerapan konsep arsitektur terhadap study kasus yang telah dijabarkan
penulis melalui behavioral mapping dan setting ruang. Dibuat sesuai dengan teori tingkat kebutuhan (Hirarchy
Level of Needs) dari Abraham Maslow (1998) yang disesuaikan dengan Study kasus. Yaitu :

1 Sebagai Tempat Berlindung Merupakan kebutuhan dasar sebagai tempat bersistirahat. Terpenuhi
Terpenuhi
2 Sebagai Tempat yang memberikan kenyamanan.
Terpenuhi
Sebagai kegiatan sosial yang utama. Tempat utama dalam berinteraksi khususnya antar
3
keluarga

Terpenuhi
Sebagai mengapresiasi diri sendiri. Sarana untuk memberikan apresiasi terhadap
4
pencapaian yang diraih olehdiri sendiri dan dapat pengakuan dari orang lain.

Sebagai cerminan diri. Kondisi sebuah rumah akan mencerminkan sifat perilaku Terpenuhi
5
penghuni.

Sebagai sarana untuk menikmati keindahan. Keindahan merupakan salah satu


6 Terpenuhi
behutuhan manusia yang hakiki dan memberikan rasa damai.
Taman & 1 3 Lapangan Olahraga
Playground Digunakan untuk berbagai aktivitas
Terdapat taman dan playground Kegiatan yang terjadi di olahraga seperti basket, sepak bola, bulu
yang ditata dengan baik, tangkis, dan senam pagi.
memungkinkan pengawasan yang ruang komunal Rusunawa
nyaman bagi orang tua. Pinus Elok yang terletak di lapangan ini juga digunakan untuk acara-
Penggunaan pasir pada area lantai dasar dan setiap acara spesial seperti apel pagi pengelola
bawah permainan membantu lantai dan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia
mengurangi risiko kecelakaan setiap tanggal 17 Agustus.
anak-anak karena perilaku yang
aktif.
2

Amphiteater
Digunakan untuk mengapresiasi
sosial dan budaya penghuni. Tempat
ini dapat digunakan untuk berbagai
acara seperti pertunjukan, seminar,
atau pertemuan komunitas.
Kesimpulan
Kesimpulan Penerapan arsitektur perilaku pada bangunan Hunian Vertikal dengan studi kasus Rumah
Susun Sewa Pinus Elok dapat terlihat dari penataan setting ruang pada unit hunian dan ruang komunal
yang dapat mewadahi aktifitas penghuni didalamnya, Berupa:

▪ Pemilihan material bangunan yang aman bagi pengguna, contoh: penggunaan alas pasir pada
Playgoud.
▪ Memiliki batasan yang jelas pada unit hunian sehingga area privat tetap terjaga.
▪ Kapasitas penghuni yang sesuai dan dapat mewadahi aktivitas peghuni didalamnya.
▪ Memiliki sarana pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari pengguna. Memiliki ruang-ruang yang
multifingsi.
JURNAL INTERNASIONAL
02 A study of the application of behavioral architecture in public libraries in
Jakarta, Indonesia
Perpustakaan umum DKI Jakarta di taman ismail marzuki, dan perpustakaan nasional RI di gambir
merdeka selatan.

Nama jurnal IOP Conference Series: Earth and Environmental Science

Tahun 2021

DOI 10.1088/1755-1315/794/1/012161

Vol. Jurnal Vol. 794, No. 1

Nomor Jurnal Sci. 794 012161

Penulis S Mawardah, N Nurdiani, W Katarina (nnurdiani@binus.edu)

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/794/1/012161
Tujuan Penelitian
1
untuk mengetahui bagaimana penerapan
arsitektur perilaku pada perpustakaan
dijakarta yang berpengaruh pada minat
pengunjung.

Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan


wawasan tentang pentingnya mempertimbangkan perilaku
penghuni dalam merancang perpustakaan yang dapat menarik
minat pengunjungs dan juga mendorong pengunjung untuk datang.
Metode Penelitian
Deskriptif Kualitatif

Data yang diperoleh


Data primer & sekunder

Data Primer Data Skunder


Dari hasil kajian literatur , buku
Dari observasi dilapangan dan
teks, jurnal, artiket dan situs
juga melalui penyebaran
Teknik pengumpulan web
kuisioner

• Dilakukan melalui kuisioner pada pengunjung


perpustakaan dan masyarakat umum,
• Melalui pengamatan kualitas bangunan fisik
perpustakaan serta mengamati kegiatan
pengunjung terkait perilaku mereka dalam
melakuka kegiatan di perpustakaan
Hasil & Pembahasan 1. Analisa Responden & Minat
Berdasarkan data kuisioner:
• pria (59%) dan wanita (41%), total responden 49 orang
• usia dari anak-anak hingga dewasa.
• Mayoritas responden adalah siswa (77%) dan sisanya adalah masyarakat umum (23%).

Hasil kuisioner menunjukkan bahwa :

• Tujuan utama pengunjung Kegiatan yang paling


(78,3%) (43,5%)
perpustakaan: umum dilakukan di
Mencari Mengerjakan tugas
informasi/referensi perpustakaan adalah
membaca dan
mengerjakan tugas.

• Tingkat kenyamanan (26%) (63,3%) (10%)


responden terhadap ruang Puas Netral Tidak puas
perpustakaan:

• Tingkat kepuasan terhadap (10%) (67%) (23%)


fasilitas di perpustakaan Puas NetrL, Relatif puas Tidak puas
Minat masyarakat mengunjungi
perpustakaan:

39% 39% 16% 4% 2%


Tertarik Cukup Tertarik Sangat Tertarik Agak malas Malas
Intensitas kunjungan responden ke perpustakaan, polanya
berbeda, sebagai berikut:

66% Responden 11% Responden

menyatakan bahwa mereka sering


jarang mengunjungi
perpustakaan

16% Responden 5% Responden

hanya datang sekali


mengatakan bahwa mereka
cukup sering mengunjungi
perpustakaan
Secara keseluruhan kuisioner ini menunjukkan :

0 • Frekuensi kunjungan mereka cenderung tergantung pada kebutuhan spesifik (mencari


referensi atau mengerjakan tugas).
• Beberapa responden merasa perpustakaan terlalu kaku dan formal, dan ada yang

1
lebih memilih pergi ke toko buku.
• Kualitas ruang dan fasilitas di perpustakaan umum dapat dikategorikan sebagai
"biasa" atau memadai, meskipun tidak mencapai tingkat kepuasan yang tinggi.

0 Responden mengharapkan adanya ruang baca yang nyaman dengan berbagai


perabot, seperti posisi tiduran, partisi, dan pemandangan yang baik.

2 Sebagian responden juga menginginkan ruang berpikir/inspirasi/ruang diskusi

responden juga menginginkan ruang lounge/ruang komunitas/ruang bermain/ruang


sewa permainan/lokasi foto/fasilitas komputer/ruang audio-visual
Kesimpulan kuisoner :

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden akan


mengunjungi perpustakaan jika memiliki tujuan atau alasan tertentu, minat mereka
dalam mengunjungi perpustakaan secara umum cenderung biasa-biasa saja.
Sebanyak 39% responden menyatakan tertarik atau cukup tertarik, sedangkan 66%
menyatakan jarang pergi ke perpustakaan.

Selain itu, hasil kuisioner menunjukkan bahwa kualitas ruang perpustakaan mempengaruhi
minat responden dalam mengunjunginya. Fasilitas ruang perpustakaan yang dianggap
biasa-biasa saja cenderung membuat responden hanya datang jika memiliki
kebutuhan khusus. Ketika tidak memiliki kebutuhan tersebut, mereka lebih memilih
pergi ke toko buku atau tempat lain yang lebih menarik. Untuk mendapatkan
pemahaman lebih lanjut tentang kesesuaian hasil kuesioner dengan kondisi lapangan,
diperlukan pengamatan lebih lanjut dengan observasi di salah satu perpustakaan di
Jakarta.
2. Observasi

Pengamatan menunjukkan perbedaan signifikan antara Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan


Umum Provinsi DKI Jakarta:

• Perpustakaan Nasional memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan menarik


Masyarakat memiliki persepsi bahwa Perpustakaan Nasional lebih layak dan menarik untuk dikunjungi.
• Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta terlihat sudah tua dan ketinggalan zaman. Infrastruktur
bangunan dan perkembangan teknologi di Perpustakaan Umum Provinsi DKI Jakarta tidak
mendukung fungsi perpustakaan dengan baik.
Behavioral mapping di Perpustakaan Daerah Provinsi DKI Jakarta, TIM, Cikini
menghasilkan pengunjung Pengunjung anak-anak
anak-anak dan pengunjung Menggunakan lift untuk menuju lantai (perpustakaan anak-anak).
dewasa : Pengunjung dewasa
• Mengisi daftar pengunjung,
• Meletakkan barang bawaan di area loker,
• Mengunjungi ruang koleksi utama di lantai 1 dan ruang koleksi referensi di
lantai 3.
• Pengunjung jarang menggunakan komputer katalog dan biasanya
langsung menuju rak buku yang mereka minati.
• Pengunjung duduk di meja yang tersedia dan menggunakan laptop
mereka. Pengunjung yang jarang berkunjung tidak meminjam buku kecuali
jika memiliki kartu identitas jakarta.
• Tidak ada variasi yang signifikan dalam kursi dan meja di perpustakaan,
tidak ada kerumunan, dan tidak ada kursi atau meja favorit pengunjung.
Behavioral mapping dilakukan di ruangan koleksi tertutup di lantai 12-12A dan ruangan
koleksi terbuka di lantai 20-21 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Di lantai 12 dan 12A, area ruangan koleksi tertutup, pengunjung diwajibkan meminjam dan membaca buku di
tempat, ditemukan hasil pemetaan berikut:

1. Setelah keluar dari lift, pengunjung langsung pergi ke komputer katalog untuk mencari koleksi yang mereka
inginkan dan melakukan pemesanan buku.
2. Setelah memesan buku, pengunjung menuju meja informasi untuk memberitahukan petugas dan menunggu
dipanggil melalui nomor antrian.
3. Sementara menunggu nomor antrian dipanggil, pengunjung biasanya duduk di kursi yang berdekatan dengan
meja informasi.
4. Setelah mendapatkan buku, pengunjung akan duduk di meja atau kursi baca atau menggunakan tangga untuk
langsung menuju lantai 12A guna meminjam koleksi di sana.
Pada lantai 20 dan 21, hasil pemetaan menunjukkan bahwa pengunjung yang keluar dari lift biasanya
langsung pergi ke area rak koleksi dan segera mencari buku di lantai 20. Mereka kemudian naik ke lantai
21 menggunakan tangga yang terletak di tengah ruangan. Beberapa pengunjung mungkin juga
mengunjungi katalog terlebih dahulu untuk mencari referensi sebelum mencari buku di area rak koleksi.
Lantai 20 dan 21 merupakan sistem koleksi terbuka, yang memungkinkan pengunjung untuk mencari dan
mengambil buku tanpa perlu izin dari petugas.

Di perpustakaan utama ini, pengunjung umumnya mengisi meja kerja yang tersebar di seluruh ruangan.
Namun, penggunaan area baca yang telah disediakan tidak optimal oleh pengunjung karena bentuk dan
ergonominya tidak terlalu nyaman. Kursi dan sofa yang tersedia terlalu tegak dan kaku, seperti yang
terlihat pada gambar 8, gambar 9, dan gambar 10.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan diskusi, terdapat hubungan antara kualitas fisik perpustakaan dan minat
masyarakat untuk mengunjunginya.

▪ Fasilitas dan kenyamanan di perpustakaan Jakarta umumnya tergolong biasa, yang tidak cukup
memotivasi masyarakat umum untuk aktif mengunjungi perpustakaan. Hanya Perpustakaan Nasional
yang menawarkan fasilitas lebih lengkap, namun kerumunan mengganggu kenyamanan.

▪ Pada hasil behavioral mapping, pengunjung perpustakaan memilih tempat sesuai tujuan dan kegiatan.
Pengunjung yang ingin membaca dan bekerja memilih tempat yang lebih terpisah dan tenang,
sementara pengunjung untuk rekreasi memilih area duduk santai. Pemilihan tempat juga terkait
dengan area rak koleksi yang diminati. Masyarakat mengutamakan kenyamanan dengan ruang baca
yang beragam, termasuk ruang santai, ruang fokus, dan area dekat dengan rak buku.

▪ Secara keseluruhan, kenyamanan dalam perpustakaan menjadi faktor penting bagi masyarakat,
dengan fokus pada area baca yang beragam dan dekat dengan koleksi buku.
Kesimpulan Viewer
Persamaan pembahasan antara kedua jurnal tersebut adalah:
• Keduanya membahas konsep arsitektur perilaku dalam konteks spesifik, yaitu hunian vertikal dan
perpustakaan umum di Jakarta, Indonesia.
• Keduanya mengevaluasi tingkat kenyamanan pengguna sebagai faktor penting dalam merancang
bangunan dan lingkungan yang baik.
• Keduanya menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam penelitiannya, dengan metode
observasi dan pengumpulan data melalui kuesioner, serta menggunakan analisis behavioral
mapping (pemetaan perilaku) pada analisa pembahasannya.

• Keduanya menekankan pentingnya memahami perilaku pengguna untuk merancang bangunan


yang dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi mereka.
Perbedaan pembahasan antara kedua jurnal tersebut adalah:
1. Jurnal pertama fokus pada hunian vertikal, sedangkan jurnal kedua fokus pada perpustakaan
umum.

2. Jurnal keduamemiliki studi kasus yang spesifik tentang Rusunawa Pinus Elok Tower C di Jakarta
Timur, sedangkan jurnal kedua mempunyai 2 objek studi kasus serta membandingkannya
Kesimpulan
Kedua jurnal ini memiliki fokus yang berbeda namun memiliki persamaan dalam penggunaan
pendekatan arsitektur perilaku dalam merancang bangunan yang mempertimbangkan kebutuhan
dan kenyamanan pengguna. Dalam konteks hunian vertikal, penelitian tersebut menyoroti
pentingnya mempelajari perilaku penghuni untuk merancang lingkungan yang nyaman dan sehat.
Sementara itu, dalam konteks perpustakaan umum, penelitian tersebut mengidentifikasi faktor-
faktor yang dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan melalui
desain yang sesuai. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa penerapan arsitektur perilaku
memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mengakomodasi kebutuhan dan
preferensi pengguna, baik dalam konteks hunian vertikal maupun perpustakaan umum.
Thanks!

Anda mungkin juga menyukai