Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

“SISTEM DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT”

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


(PKPA)
RUMAH SAKIT

KELOMPOK 5 :

TWULYENNA MALLISA (N014221104)


PUTRA IRIANTO SANJAYA (N014221106)
SAMAAL MALLISA (N014221110)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
SISTEM DISTRIBUSI

Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo
farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.

Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua
sistem, yaitu:

1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)


2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Berdasarkan distribusi obat bagi pasien rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu:

1. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap


2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
4. Sistem distribusi obat dosis unit
A. Berdasarkan Ada Atau Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu
tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi
setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar
ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh
perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara
dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”

Keuntungan sistem ini adalah:

a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi
kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.

Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu
sebagai berikut:

a. Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke
pasien yang cukup tinggi,
b. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c. Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan
komunikasi.

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena
memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.

2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)


Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang
di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit
farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan
tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini
bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di
depo farmasi.

Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat di satelit farmasi :

a. Dispensing dosis awal padapermintaan baru dan larutan intravena tanpa tambahan
(intravenous solution without additives).
b. Mendistribusikan i. v. admikstur yang disiapkan oleh farmasi sentral.
c. Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication dministration record (MAR).
d. Menuliskan nama generik dari obat pada MAR
e. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan distribusi.

Kelebihan distribusi desentralisasi Menurut Josef Riwu Kaho [6] :


1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
2. Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat,
daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat segera
dilaksanakan.
4. Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
5. Dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.

Kelemahan distribusi desentralisasi Menurut Josef Riwu Kaho [6] :


1. Dengan besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintahan bertambah
kompleks yang mempersulit koordinasi
2. Dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah
3. Wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan
untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi
4. Sulit dikontrol oleh pemerintah pusat
5. Terjadinya korupsi pemindahan ladang korupsi dari pusat kedaerah

Distribusi desentralisasi berdasarkan level atau tingkat kewenangan yang diberikan


kepada pemerintah daerah secara luas dibagi menjadi empat jenis, yaitu [7] :
a) Deconcentration : penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi
kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementrian badan pemerintah.
b) Delegation : perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi
diluar struktur birokrasi regular dan hanya di kontrol oleh pemerintah pusat secara tidak
langsung.
c) Devolution : pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintah secara subnasional
dengan aktivitas yang substansial berada dikantor pemerintah pusat.
d) Privatization : memberikan semua tanggung jawab atau fungsi-fungsi kepada
organisasi non-pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah.
B. Sistem Distribusi Obat Bagi Pasien Rawat Inap
Terdapat juga metode distribusi obat untuk pasien rawat inap, yaitu sebagai berikut :
1. Sistem Distribusi Obat Resep Individual
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita, sedangkan
sentralisasi adalah semua order/ resep tersebut yang disiapkan dan didistribusikan dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sentral.

Sistem distribusi obat resep individual adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan obat oleh
IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama penderita rawat tinggal
tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini obat diberikan kepada
pasien berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.

Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS.
Resep orisinal oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian diproses sesuai dengan kaidah cara
dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Sistem ini mirip dengan dispensing untuk pasien rawat jalan /outpatient. Interval dispensing
pada sistem ini dapat dibatasi misalnya, pengobatan pasien untuk seorang pasien untuk 3 hari
telah dikirim jika terapi berlanjut sampai lebih dari 3 hari, tempat obat yang kosong kembali
ke IFRS untuk di-refill. Biasanya obat yang disediakan oleh IFRS dalam bentuk persediaan
misalnya untuk 2-5 hari.
Keuntungan sistem obat resep individual:
a. Semua resep / order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
d. Mempermudah penagihan biaya obat penderita
Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual
1) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita
2) Jumlah kebutuhan personal IFRS meningkat
3) Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di
ruang pada waktu konsumsi obat
4) Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu konsumsi obat.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B
karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan
pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau
swasta karena memberikan metode yang sesuai dalam penerapan keseluruhan biaya
pengobatan dan memberikan layanan kepada pasien secara individual..

Gambar 1. Alur distribusi obat dan alkes dengan sistem individual


2. Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang (Total Floor Stock)
Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan
obat di ruang tersebut. Persediaan obat diruang dipasok oleh IFRS. Obat yang didispensing
dalam sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya dibebankan pada biaya
paket perawatan menyeluruh dan resep obat yang harus dibayar sebagai biaya obat.

Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan
PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan
antiseptic dan obat tidur.

Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran
sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada resep obat, yang disiapkan dari
persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/ unit obat dari wadah
persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.
Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS
Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh
apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat
terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai
di setiap daerah unit perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian
diberikan kepada perawat untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat
yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan
kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan intravena. Persediaan obat di ruangan
dikendalikan oleh instalasi farmasi.
Gambar 3. Alur sistem distribusi Total floor stock
3. Sistem Kombinasi Sistem Resep Individu dan Floor Stock Lengkap
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem distribusi resep/order
individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas.
Sistem ini merupakan perpaduan sistem distribusi obat resep individual berdasarkan
permintaan dokter yang disiapkan dan distribusikan oleh instalasi farmasi sentral dan
sebagian lagi siapkan dari persediaan obat yang terdapat di ruangan perawatan pasien. Obat
yang disediakan di ruangan perawatan pasien merupakan obat yang sering diperlukan oleh
banyak pasien, setiap hari diperlukan dan harga obat relatif murah, mencakup obat resep atau
obat bebas. Jenis dan jumlah obat yang masuk dalam persediaan obat di ruangan, ditetapkan
oleh PFT dengan pertimbangan dan masukan dari IFRS dan Bagian Pelayanan Keperawatan.
Sistem kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja IFRS.
Keuntungan
a. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
d. Beban IFRS dapat berkurang
e. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat
Keterbatasan
a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep
individual)
b. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
c. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat
Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter
menulis resep untuk pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat.
Pengendalian oleh apoteker dilakukan untuk resep yang persediaan obatnya disiapkan di
instalasi farmasi. Obat kemudian diserahkan ke ruang perawatan pasien sewaktu pasien
minum obat. Pengendalian obat yang tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan
apoteker. Obat disiapkan kepada pasien oleh perawat.
4. Sistem Distribusi UDD (Unit Daily Dose)
Sistem ini mulai diperkenalkan sejak 20 tahun yang lalu, namun penerapannya masih lambat
karena memerlukan biaya awal yang besar dan juga memerlukan peningkatan jumlah
apoteker yang besar. Padahal ada dua kegunaan utama dari sistem ini, yaitu mengurangi
kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.

Istilah “dosis unit “ berkaitan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan
kemasan itu. Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri
dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal
dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Penderita hanya membayar
obat yang dikonsumsi saja.

Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
dengan kerjasama dengan staf medic, perawat, pimpinan rumah sakit dan staf administrative.
Maka diperlukan suatu panitia perencana untuk mengembangkan sistem ini yang sebaliknya
dipimpin oleh apoteker yang menjelaskan tentang konsep sistem ini.

Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk,
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Dasar dari semua sistem dosis unit adalah
obat dikandung dalam kemasan unit tunggal di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan
untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan kea tau tersedia
pada ruang perawatan pada setiap waktu.
Gambar 4. Alur sistem distribusi UDD (Unit Daily Dose)

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa sistem distribusi yang ada di rumah sakit dibedakan menjadi
dua metode yaitu metode sentralisasi dan desentralisasi, pada distribusi rawat inap dibedakan
menjadi empat metode yaitu metode distribusi obat resep individual, total floor stock,
Kombinasi resep individu maupun floor stock dan UDD (Unit Daily Dose).
DAFTAR PUSTAKA

1. Burhanuddin, K. R., Tjitrosantoso, H., & Yamlean, P. V. Y. (2016). Evaluasi Pelayanan


Kefarmasian Dalam Pendistribusian Sediaan Farmasi Di Instalasi Farmasi RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(2), 313–321.
2. Ibrahim, A., Lolo, W. A., & Citraningtyas, G. (2016). Evaluasi Penyimpanan dan
Pendistribusian Obat di Gudang Farmasi PSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal
IImiah Farmasi, 5(2), 1–8.
3. Rusdiana, N., Saputra, B., & Noviyanto, F. (2015). Alur Distribusi Obat dan Alat
Kesehatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Malingping. Farmagazine, 2(1),
25.
4. Satibi. (2016). Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
5. Mudhofar, K. and Tahar, A., 2016. Pengaruh desentralisasi fiskal dan kinerja terhadap
akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia: Efek moderasi dari
kinerja. Journal of Accounting and Investment, 17(2), pp.176-185.
6. Josef Riwu Kaho. 2007. Metode Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jakarta
: PT Grafindo Persada.
7. Rondinelli, Dennis A.etc, (1983). Decentralization in Development countries : a Review
of recent Experience, World Bank Staff Working Papers. Washington DC.
8. Wijayanti, T., Danu, S.S. and Inayati, I., 2011. Analysis Of Inpatien Drug Distribution in
The Pharmacy Installation Jogja International Hospital. Jurnal Farmasi Indonesia, 8(1),
pp.20-27.
9. Permenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2016.
10. Ratnaningtyas, A. D. Efisiensi Biaya Floor Stock Dengan Paket Tindakan di Poliklinik
Bedah RSUP Dr. Sardjito. Majalah Farmaseutik, 18(1), 81-84.

Anda mungkin juga menyukai