ASTRINA
NIM: 90400118006
Astrina8497@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hudi, (2017) mengatakan bahwa terdapat enam karakter utama pada diri
manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilaku
dalam hal-hal khusus. Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pilar-pilar
karakter manusia, di antaranya: (1) Respect (Penghormatan); (2) Responsibility
(Tanggung jawab); (3) Citizenship-civic duty (Kesadaran berwarga Negara); (4)
Fairness (Keadilan dan kejujuran); (5) Caring (Kepedulian dan kemauan
berbagi); (6) Trustworthiness (Kepercayaan). Sikap moral yang sebenarnya
disebut sebagai moralitas. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang
baik karena ia sadar akan kewajiban dan tangggung jawabnya dan bukan karena
ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan yang betul-
betul tanpa pamrih (M, E. Purnomo, 2016). Sejalan dengan penelitan yang
dilakukan oleh (M..Anggara, N.sulindawati, 2020) bahwa moralitas individu
berhasi memoderasi komptensi aparatur dan sistem pengendalian internal terhadap
pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa.
B. Rumusan Masalah
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap pembangunan desa belakangan
ini semakin marak, sejak ditetapkannya undang-undang Nomor 6 tahun 2014
tentang desa. Dimana desa diberi kewenangan untuk mengelolah dana desa yang
bersumber dari APBN dengan harapan agar terciptanya pembangunan di seluruh
Indonesia (Mahdi & Darwis, 2020). Namun dana desa masih tidak dipergunakan
sebagaimna mestinya, melaikan dilakukan ke hal-hal bersifat negatif yang
menimbulkan kecurangan (Fraud) seperti korupsi yang dilakukan oleh aparatur
bahkan kepala desanya sendiri (diantasari,2015). Maka dibutuhkan moralitas yang
baik agar aparatur dan kepala desa bisa menanamkan perilaku jujur, bertanggung
jawab, dapat dipercaya agar dapat mencegah terjadinya kecurangan dalam
pengelolaan dana desa. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah kompetensi aparatur berpengaruh terhadap pencegahan fraud
dalam pengelolaan dana desa ?
2. Apakah sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap pencegahan
fraud dalam pengelolaan dana desa ?
3. Apakah moralitas individu memoderasi kompetensi aparatur terhadap
pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa ?
4. Apakah moralitas individu memoderasi sistem pengendalian internal
terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah diatas adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi aparatur terhadap pencegahan
fraud dalam pengelolaan dana desa
2. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal terhadap
pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa
3. Untuk mengetahui kemampuan moralitas individu dalam memoderasi
pengaruh kompetensi aparatur terhadap pencegahan fraud dalam
pengelolaan dana desa
4. Untuk mengetahui kemampuan moralitas individu dalam memoderasi
pengaruh sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud dalam
pengelolaan dana desa
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritas
Penelitian diharapkan dapat membuktikan apa yang dijelaskan
dalam teori fraud triangle yang dikemukakan oleh cressy (1953) yang
mengungkapkan bahwa pemicu kecurangan yakni adanya dorongan
(pressure), rasionalisasi (rationslization), dan kesempatan (opportunity).
Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang umumnnya hadir pada saat fraud
terjadi yaitu (1) pressure adalah motivasi dari individu aparatur untuk
bertindak melakukan fraud dikarenakan adanya tekanan baik keuangan dan
non keuangan dari pribadi maupun tekanan dari organisasi. (2) opportunity
peluang terjadinya fraud akibat lemah atau tidaknya efektivitas kontrol
sehingga membuka peluang terjadinya fraud. Faktor penyebab fraud yang
disebabkan adanya kelemahan didalam sistem dimana seorang karyawan
mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan sehingga perbuatan
curang dapat dilakukan. (3) rationalization adalah fraud terjadi karena
kondisi nilai-nilai etika lokal yang mendukung (membolehkan terjadinya
fraud). Penelitian ini juga menggunakan teory perkembangan moral oleh
Kohlberg (1971). Teori perkembangan moral digunakan untuk
mengobservasi dasar individu melakukan suatu tindakan. Teori ini dapat
membantu aparatur untuk memiliki moralitas yang baik karena jika aparatur
dan kepala desa memiliki moralitas yang baik maka tidak akan melakukan
perbuatan yang melanggar aturan contohnya melakukan kecurangan
sehingga tindak kecurangan ini dapat dicegah dengan menanamkan moralitas
yang baik.
2. Manfaat Praktisi
Penelitan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak pengelola
dan desa untuk lebih memperhatikan kompetensi aparatur dari pihak
pengelola dana desa serta dapat meningkatkan sistem pengendalian internal
dalam mencegah terjadinya fraud. Terbatasnya Kompetensi kepala desa dan
perangkat desa disebabkan karena masih rendahnya latar belakang
pendidikan dari kepala desa dan aparat desa sehingga dapat menimbulkan
kecurangan dalam pengelolaan dana desa maka dari itu penelitian ini
diharapkan lebih memperhatikan kompetensi yang dimiliki setiap aparatur
untuk mencegah terjadinya fraud semakin baik kompetensi yang dimiliki
aparatur maka semakin baik tingkat pencegahannya fraud. Pemerintah dapat
meningkatkan pengawasan terhadap dana desa agar tidak terjadi kecurangan
yang dilakukan oleh aparatur desa dan masyarakat diharapkan berperan aktif
dalam pengawasan dana desa, agar tidak terjadi penyelewengan yang
dilakukan oleh aparatur desa karena bagaimanapun dana desa tersebut
adalah milik masyarakat desa.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Theory fraud triangle
Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang
penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh
Donald R. Cressy (1953) yang dinamakan fraud triangle atau segitiga
kecurangan (Iqbal dan Murtanto, 2016). Marliani dan Jogi (2015)
mengungkapkan tentang teori D.R Cressy yang menyatakan bahwa orang
yang semula dapat dipercaya menjadi penghianat ketika mereka menghadapi
masalah keuangan yang serius yang mana masalah itu tidak dapat dibagikan
kepada orang lain. Mereka menyadari bahwa masalah keuangan yang mereka
alami dipecahkan dengan melakukan pelanggaran. Salah satunya adalah
melakukan kecurangan dalam pengelolaan dana desa. Wahyuni dan
Budiwitjaksono, (2017) teori segitiga ini yang dikemukakan oleh Cressy
yang mengkategorikan tiga kondisi kecurangan yaitu tekanan (pressure),
rasionalisasi (rationslization), dan kesempatan (opportunity).
Faktor pertama yaitu Tekanan (Pressure) memiliki berbagai arti yaitu
keadaan dimana seseorang merasa ditekan/ tertekan dalam kondisi yang berat
saat seseorang menghadapi kesulitan kedua arti ini menunjukkan bahwa
tekanan dapat menjadi motivasi baik seseorang melakukan tindakan
(Wahyuni & Budiwitjaksono 2018). Di samping itu, tekanna seperti misalnya
tekanan ekonomi juga menjadi alasan terjadinya fraud. Menurut SAS No. 99
Terdapat beberapa kondisi terkait dengan tekanan yang mengakibatkan
seseorang untuk melakukan kecurangan yaitu Financial stability, external
pressure, personal financial need, dan financial target (Nugraheni dan
Triatmoka, 2017). Faktor kedua yaitu peluang (Opportunity) biasanya
disebabkan karena pengendalian internal suatu organisasi yang lemah,
kurangnya pengawasan dan wewenang. Faktor ketiga adalah rasionalisasi
dapat diartikan sebagai suatu tindakan pembenaran saat pelaku berada di
dalam suatu keadaan yang tidak di inginkan pada umumnnya pelaku
menyiapkan pembenaran sebelum melakukan fraud, bukan sesudahnya.
Marliani dan Jogi, (2015) Association of certified fraud examiners membagi
kecurangan menjadi tiga jenis, yaitu: Kecurangan atas aset (asset
misappropriation), pernyaan palsu ( fraudulent statement) dan korupsi
(corupption).
B. Theory Perkembangan Moral Kholberg
Suparno, (2020) Salah satu teori perkembangan moral yang banyak
digunakan penelitian etika adalah model Kohlberg (1969). Menurut Kohlberg
tahapan perkembangan moral merupkan ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Hal penting lain
dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan
dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan yang nyata. Semakin tinggi
tahap perkembangan moral seseorang, semakin terlihat moralitas yang lebih
baik dan bertanggungjawab dari perbuatan-perbuatannya (Romadaniati, et al.
2020). Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkat
diantaranya pertama penalaran Pra-konvensional, kedua penalaran
Konvensional dan ketiga penalaran Pasca-konvensional. (Kuswandi Iwan
2020).
Dalam tahapan Pre-conventional merupakan tahapan yang paling
rendah. Pada tahapan ini individu akan melakukan suatu tindakan karena
takut terhadap hukum/peraturan yang ada. Pada tahap kedua yaitu
conventional, dalam tahapan ini individu akan mendasarkan tindakan
persetujuan teman-teman dan keluarganya dan juga normanorma yang ada
pada masyarakat. Pada tahap ketiga yaitu post-conventional, merupakan tahap
tertinggi dimana individu mendasari tindakannya dengan memperhatikan
kepentingan orang lain dan berdasarkan tindakannya pada hukum-hukum
universial (Mulia, et al. 2017). Rasulullah SAW sebagai pembawa misi
pendidikan karakter bagi seluruh umat mengatakan bahwa pendidkan karakter
hendaknya dilakukan sedini mungkin (Laili dan Nida 2013. Pendidkan
karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (Moral
Knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku
ang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan
sikap (Chastanti, et al. 2019)
C. Pencegahan Fraud
Fraud adalah kejahatan yang dapat ditangani dengan dua cara yaitu
mencegah dan mendeteksi, bahan fraud yang terungkap merupakan bagian
kecil dari seluruh fraud yang sebenarnya terjadi (Saputra, et al. 2019).
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik
mencegah daripada mengobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru
ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh
pihak tertentu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian
belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut dan bila fraud sudah terjadi
maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada
melakukan pencegahan seja dini (Romadaniati, et al. 2020). Pencegahan
fraud menurut BPKP (2008:37) merupakan upaya terintegrasi yang dapat
menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu:
memperkecil peluang terjadinya kesempatan unutk berbuat kecurangan,
menurunkan tekanan pada pegawai agar ia mampu memenuhi kebutuhannya,
mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas
tindakan fraud yang dilakukan (Suriana dan Darwis 2020).
Dalam pandangan islam, islam sangat menolak adanya semua
tindakan kecurangan karena pada prinsipnya terjadi kemudharatan yang akan
merugikan semua pihak. Karena dalam islam, kecurangan merupakan salah
satu sikap tercela. Ayat yang mnejadi dasar larangan melakukan kecurangan
Al Qur’an Surah Al- Muthaffiifin ayat 1-6 yang artinya kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, maka mengurangi. Tidaklah
orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada
suatu hari yang besar (febrianto dan Fitriana 2020). Dari beberapa kali proses
penyempurnaan konsep fraud sebagaimana dijelaskan sebelumnnya, kami
merasa masih ada satu unsur yang diabaikan, yakni unsur keimanan, inti dari
nilai-nilai spritualitas (Akhirin, 2013). Dalam konteks fraud, benteng iman
yang kokoh akan dapat menjamin kkita terhindar dari melakukannya. Sebesar
apapun tekanan, motivasi dan peluang atau kesempatan yang dimiliki untuk
melakukan fraud, sehebat apapun kemampuan kita dalam memanipulasi
peluang fraud, namun jika ditopang dengan benteng iman yang tebal dan
kokoh, maka dijamin dan dimastikan fraud in syaa-allah tidak akan terjadi
(Mujib, A 2017)
D. Kompetensi Aparatur
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan manusia,
lembaga dan masyarakat untuk melakukan keberhasilan, untuk
mengidentifikasi dan mencapai tujuan mereka, dan untuk mengubah bila
diperlukan untuk tujuan keberlanjutan, pengembangan dan kemajuan (Wonar,
Et al. (2018). Aparatur dapat menjadi kekuatan yang baik untuk pertumbuhan
sebagai hasil pelaksana kegiatan yang efisien aparatur desa harus mengetahui
tugas dan fungsinya dalam organisasi agar dapat tercapai tujuan dalam
pelaksanaan pemerintahan menuju masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera (Wesara, et al. 2019). Atmadja, (2017) mengatakan bahwa
kompetensi aparatur memiliki peran penting dalam pengelolaan keuangan
desa untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan kesejhateraan
masyarakat melalui perbaikan ekonomi desa, sosial, budaya dan bidang
lainnya terlebih aparatur nantinya akan diawasi dan bersentuhan lagsung
dengan badan pengawas keuangan yang independen yang ditunjuk
pemerintahan pusat untuk mengawasi penggunaan dana desa serta
mempertanggungjawabkannya.
Menurut Spencer (1993) penetapan standar kompetensi meliputi enam
kelompok kompetensi, yaitu: (1) kemampuan merencanakan dan
mengimplementasikan (motivasi untuk berpresntasi, perhatian terhadap
kejelasan tugas, ketelitian, kualitas kerja, proaktif), (2) kemampuan melayani
(empati, berorientasi pelanggan), (3) kemampuan memimpin (kemampuan
mempengaruhi, kesadaran berorganisasi), (4) kemampuan mengelola
(kemampuan mengembangkan orang lain), (5) kemampuan berfikir (berfikir
analitis, konseptual, keahlian), (6) kemampuan bersikap dewasa (kemampuan
mnegendalikan dri, fleksibilitas). (Masruhin dan Kaukab 2019). Nugraheni
dan Triatmoka, (2017). Mengatakan ada lima karakteristik dari kompetensi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Wibowo (2013:225) dimana, terdapat
lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut: (1) Motif, (2) Sifat,
(3) konsep diri, (4) Pengetahuan, (5) keterampilan. Woner et al. (2018)
mengatakan ada tiga tingkat kompetensi yang harus dimiliki aparat desa
yaitu: (1) kemampuan dasar meliputi pengetahuan tentang regulasi serta tugas
pokok dan fungsi desa (2) kemampuan manajemen meliputi manajemen
SDM, pelayanan publik, dan manajemen keuangan (3) kemampuan teknis
meliputi penysunan adminitrasi, penyusunan perencanaan pembangunan.
E. Sistem pengendalian internal
Suhendro, (2020) Pengendalian internal adalah sejumlah prosedur
untuk melindungi aset atau kekayaan sebuah organisasi dari segala bentuk
tindakan penayalgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi
organisasi yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan hukum
serta kebijakan manajemen telah dipenuhi dan dijalankan sebagaimana
menstinya. Sistem pengendalian internal merupakan suatu aturan yang dibuat
oleh suatu organisasi dalam menjalani roda kegiatan yang terdapat di
organisasi tersebut yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Silitonga, et
al. (2020). Elemen sistem pengendalian pemerintah dalam buku mahmudi
(2011:253) sesuai dengan peraturan pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang
sistem pengendalian internal pemerintahan terdiri dari: lingkungan
pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan
komunikasi dan pemantauan pengendalian intern (Lintang dan Mintalangi
2018).
Eldayanti, et al. (2020) sistem pengendalian internal adalah suatu cara
mengatasi, mengarahkan serta mengukur sumber daya suatu lembaga dan
memiliki peran yang penting di dalam pencegahan dan pendeteksian adanya
tindakan kecurangan. Adapun Komponen didalam sistem pengendalian
internal yaitu terdapat 5 komponen menurut COSA (Commitee of sponsoring
organization) komponen tersebut anatara lain: (1) Control Invironment
(lingkungan pengendalian merupakan suasana tempat yang akan
mempengaruhi pengendalian dan kesadaran pada setiap individu, (2) Risk
assement (penilaian/pemakaian resiko) merupakan suatu proses untuk menilai
dan menganalisa resiko yang akan terjadi dan mempengaruhi tujuan dari
organisasi/perushaan, (3) Control activities (aktivitas pengendalian)
merupakan suatu prosedur yang mengarahkan individu di dalam manajemen
untuk mencapai tujuan, (4) information and communication (informasi dan
komunikasi) merupakan sistem yang dapat mengidentifikasi operasi
pengendalian dan mengganti bagi kode etik profesi, (5) monitoring
(Pemantauan) merupakan sistem yang memantau serta menilai kinerja
internal control pada setiap waktu (Anggara, et al. 2020). Mulia et al. (2017)
mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses yang dirancang untuk
menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran
manajemen dalam kategori sebagai berikut; (10 keamanan dalam laporan
keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi dari oprasional dan (3) pemenuhan
dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan.
F. Moralitas individu
Romadaniati, et al. (2020) moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan baik dan buruk. Moral adalah
nilai-nilai dan norma-norma yang mejadi pegangan bagi seseorang suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Anggara, et al. 2020). Orang
yang memiliki level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan
orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi
dilema etika. Faktor moralitas individu dianggap sebagai unsur yang sangat
penting dalam mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Hudi, (2017)
mengatakan bahwa terdapat enam karakter utama pada diri manusia yang
dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilaku dalam hal-
hal khusus. Keenam karakter ini dapat dikatakan sebagai pilar-pilar karakter
manusia, di antaranya: (1) Respect (Penghormatan); (2) Responsibility
(Tanggung jawab); (3) Citizenship-civic duty (Kesadaran berwarga Negara);
(4) Fairness (Keadilan dan kejujuran); (5) Caring (Kepedulian dan kemauan
berbagi); (6) Trustworthiness (Kepercayaan). Sikap moral yang sebenarnya
disebut sebagai moralitas.
Peneltian yang dilakukan oleh (Merawati & Mahaputra, 2017)
bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etnis
mereka. Syaparuddin, (2020) mengatakan kita dapat memahami moral
dengan tiga cara yaitu, (1) moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang
mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk
mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya, (2) moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku
hidup, dengan warna dasar tertentu, yang dipegang oleh sekelompok manusia
di dalam lingkungan tertentu, (3) moral adalah ajaran tentang tingkah laku
hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. Proses
pembentukan perilaku moral menurut Kurtines dan Gerwitz (1992) dalam
Azizah (2006) proses pembentukan perilaku moral melibatkan empat tahapan
penting yaitu: (1) Menginterpretasikan situasi dalam rangka memahami dan
menemukan tindakan apa yang mungkin untuk dilakukan dan bagaimana
efeknya terhadap keseluruhan masalah yang ada, (2) Menggambarkan apa
yang harus dilakukan dengan menerapkan suatu nilai moral pada situasi
tertentu dengan tujuan untuk menetapkan suatu perilaku moral, (3) Memilih
diantara nilai-nilai moral untuk memustukan apa yang secara aktual akan
dilakukan, dan (4) Melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
(Bestari, 2019).
G. Pengelolaan dana desa
Pengelolaan keuangan desa dilaksanakan untuk menciptakan desa
sebagai suau pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat agar tercipta
desa yang maju, mandiri dan demokratis, sehingga mampu
menyelenggarakan pemerintahan yang adil, makmur, dan sejahtera
(Eldayanti et al., 2020). Berdasarkan undang-undang republik Indonesia
Nomor 06 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desa merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan
dihormati dalam system pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia
(Kristina Korniti Kila, 2017). Dana desa adalah dana yang bersumber dari
APBN yang diperuntukkan bagi desa dan di transfer melalui APBD
Kabupaten/Kota setap tahun, untuk membiayai penyelenggaraan kewenangan
desa berdasarkan hak usul dan kewenangan lokal skala desa (Ashar &
Agustang, 2020).
Pemberian alokasi dana desa yang besar memiliki konsekuensi untuk
terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, khususnya
pihak-pihak yang telah dipercaya oleh masyarakat (Laksmi dan Sujana,
2019). Pemerintah desa dalam hal melakukan Pengelolaan keuangan desa
dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas secara akuntabel dan trasparan yaitu
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penataushaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa, serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin (Alfika dian, 2020). Trasparan berarti keterbukaan pemerintah dalam
memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya
publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Akuntabilitas
secara harfiah dalam bahasa inggrs disebut dengan accountability yang
diartikan sebagai yang dapat dipertanggunjawbakan (Kumalasari dan Riharjo,
2016). Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses
penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektif.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan
perbandingan dan acuan. Maka dalam tinjauan teoretis ini adapun hasil-hasil
dari penelitan terdahulu sebagai berikut.
1. Hasil penelitian Anggara, et al. (2020)
Penelitian Anggara, et al. (2020) berjudul pengaruh komitmen
organisasi, sistem pengendalian internal, moralitas individu, dan
integritas terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) pada
pengelolaan keuangan desa (studi empiris pada desa se- kabupaten
buleleng). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
komitmen organisasi, sistem pengendalian internal, moralitas
individu, dan integritas terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
pada pengelolaan keuangan desa kabupaten buleleng. Jenis penelitian
ini adalah penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampling
dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan hasil
analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan, sistem pengendalian internal berpengaruh
negatif terhadap kecenderungan kecurangan, moralitas individu
berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan dan
integritas berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan.
2. Hasil penelitian Dewi, N. dan Rasmini, N. (2019)
Penelitian Dewi, N. dan Rasmini, N. (2019) berjudul
pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan locus of control pada
pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
kompetensi sumber daya manusia dan locus of control pada
pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa. Metode yang
digunakan adalah metode non probability sampling yaitu dengan
menggunakan metode sensus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa, kompetensi sumber daya manusia
berpengaruh posistif pada pencegahan fraud dalam pengelolaan dana
desa. Hal ini berarti, kompetensi sumber daya manusia dalam
pengetahuan, keahlian dan berperilaku dapat mencegah terjadinya
tindakan fraud dalam pengeloaan dana desa. Locus of control internal
berpengaruh positif pada pencegahan fraud dalam pengelolaan dana
desa. Apabila seseorang cenderung memiliki locus of control internal
maka mereka akan lebih percaya diri dengan kemampuan yang
dimiliki dirinya sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain
atau faktor lingkungan sekitar untuk untuk melakukan tindak
kecurangan serta melakukan tindakan suap. Bagi aparatur desa
diharapkan dapat menigkatkan locus of control internal dalam
pengeloaan dana desa karena dengan adanya locus of control internal
yang dimiliki aparatur desa sudah baik maka mengurangi niat aparatur
desa untuk melakukan tindakan kecurangan (fraud)
3. Hasil penelitian Mahdil, S. AR. dan Darwis, H. (2020)
Penelitian Mahdil, S. AR. dan Darwis, H. (2020) pengaruh
kompetensi aparatur desa dan wistleblowing sistem terhadap
pencegahan fraud, dengan kecerdasan spritual sebagai variabel
moderasi (studi pada aparat pemerintah desa kecematan jailolo
kabupaten halmahera barat). Penelitian ini bertujuan untuk menguji
dan menganalisis kompetensi aparatur desa dan wistleblowing Sistem
terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan anggaran dana desa.
Interaksi kecerdasan spiritual terhadap kompetensi apartur desa dan
wistleblowing sistem terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan
anggaran dana desa. Metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan
yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
kompetensi aparatur tidak berpengaruh terhadap pecegahan fraud,
whistleblowing system berpengaruh terhadap pencegahan fraud,
kecerdasan spritual memoderasi hubungan antara kompetensi aparatur
terhadap pencegahan fraud dan kecerdasaran spritual tidak
memoderasi hubungan whistleblowing system terhadap pencegahan
fraud.
4. Hasil penelitian Laksmi, dan Sujana (2019)
Penelitian Laksmi, dan Sujana (2019) berjudul pengaruh
kompetensi SDM, moralitas dan sistem pengendalian internal terhadap
pencegahan fraud pengelolaan keuangan desa. Penelitian ini bertujuan
untuk Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis
kompetensi SDM, moralitas dan sistem pengendalian internal terhadap
pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, kompetensi berpengaruh positif
terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa,
moralitas berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud dalam
pengelolaan keuangan desa, dan sistem pengendalian internal
berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan
keuangan desa. Hal ini berarti, dengan adanya kompetensi sumber
daya manusia, moralitas yang baik, dan sistem pengendalian internal
yang kuat, maka dapat mencegah terjadinya tindakan kecurangan
dalam pengelolaan dana desa.
5. Hasil penelitian Rahman karlina, G. (2020)
Penelitian Rahman karlina, G. (2020) berjudul sistem
pengendalian internal dan peran audit internal terhadap pencegahan
kecurangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
sistem pengenalian internal yang meliputi lingkungan pengendalian,
penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi, komunikasi dan
pemantauan pengendalian internal dan peran audit internal terhadap
kinerja pencegahan kecurangan pada pemerintah kota makassar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif
deskriptif . Data penelitian yang diperoleh dari hasil observasi dan
kuesioner yang dibagikan kepada responden. Berdasarkan hasil
analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, sistem pengendalian internal dan peran audit
internal berpengaruh secara positif terhadap pencegahan fraud pada
pemerintahan kota makassar. Penelitian ini dilaksanakan di 31 OPD
(organisasi pemerintah daerah) di kota makassar).
6. Hasil penelitian Romadaniati, et al (2020)
Penelitian Romadaniati, et al (2020) berjudul pengaruh
kompetensi aparatur desa, sistem pengendalian internal dan
whistleblowing system terhadap pencegahan fraud dalam pemerintah
desa dengan moralitas individu sebagai variabel moderasi (studi pada
desa-desa di kabupaten bengkalis. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji dan menganalisis pengaruh kompetensi aparatur desa, sistem
pengendalian internal, dan whistleblowing system, terhadap
pencegahan fraud pada pemerintah desa dengan moralitas individu
sebagai variabel moderasi. Metode yang di gunakan adalah metode
kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari
kuisioner dan diukur dengan menggunakan skla likert. Berdasarkan
hasil penelitan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, kompetensi
sumber daya manusia, whistleblowing system, dan sistem
pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pencegahan fraud.
7. Hasil penelitian Widyawati, et al (2019)
Penelitian Widyawati, et al (2019) berjudul pengaruh
kompetensi sumber daya manusia, whistleblowing system, dan sistem
pengendalian internal terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan
dana BUMdes (studi empiris pada badan usaha milik desa di
kabupaten buleleng). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti
empiris pengaruh kompetensi sumber daya manusia, whistleblowing
system, dan sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud
dalam pengelolaan dana pada BUMdes di kabupaten buleleng. Metode
dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan
data primer yang diperoleh dari kuisioner dan diukur dengan
menggunakan skla likert. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
ditarik simpulan sebagai berikut. Pertama, kompetensi sumber daya
manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan
fraud pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten
Buleleng. Kedua, whistleblowing system berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pencegahan fraud pada Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) di Kabupaten Buleleng. Ketiga, sistem pengendalian
internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan fraud
pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Buleleng.
I. Kerangka berpikir
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas maka adapun kerangka pikiran
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kompetensi Aparatur
(X1)
Pencegahan Fraud
Sistem pengendalian
internal
(X2)
Moralitas individu
(M)
J. Hipotesis Penelitian
1. Pengaruh kompetensi aparatur terhadap pencegahan fraud
Kompetensi merupakan suatu keahlian, pengetahuan serta perilaku
yang baik dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Dewi
dan Damayanthi, (2019) Dengan adanya kompetensi aparatur yang
memadai dalam pengelolaan keuangan desa, maka sangat diharapkan
tujuan ekonomi dan sosial pemerintahan desa dapat tercapai.
Romadaniati, et al. (2020) menyatakan bahwa komptensi aparatur (SDM)
dikatakan memadai apabila dari segi kuantitas dan kualitas akan
meningkatkan akuntabilitas laporan realisasi anggaran pada tingkat
keuangan desa, sehingga segala pertanggungjawaban dapat dilakukan
dengan baik dan terhindar dari segala tindak kecurangan (fraud).
Hubungan antara kompetensi aparatur terhadap pencegahan fraud
pengelolaan dana desa adalah semakin tinggi kemampuan aparatur desa
maka semakin tinggi pula tingkat pencegahan fraud pada pengelolaan
dana desa. Hal ini didukung oleh theory fraud triangle yaitu memperkecil
peluang terjadinya kesempatan aparatur untuk berbuat kecurangan,
menurunkan tekanan pada pegawai agar ia mampu memenuhi
kebutuhannya, mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau
rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan. Dengan memperhatikan
tingkat kompetensi yang dimiliki oleh aparatur akan mampu
melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan SOP yang berlaku dan
bisa berdampak positif pada kantor desa tersebut jika kompetensi yang
dimiliki aparatur itu baik. Adapun hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut:
H1 : Kompetensi aparatur berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud
2. Pengaruh sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud
Mulyadi (2016) mendefiniskan sistem pengendalian internal
meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordonasikan untuk menjaga aset organisasi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Romadaniati, et al. (2020)
menyatakan bahwa pengendalian internal merupakan langkah awal dalam
pencegahan fraud, sistem dan prosedur yang membantu bahwa tindakan
yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen dan
personil lain dalam perusahaan/ organisasi untuk dapat memberikan
keyakinan memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu: efektivitas
dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Hal ini didukung oleh
Theory fraud triangle lemahanya sistem pengendalian internal akan
memberikan peluang untuk melakukan tindakan kecurangan, maka
dibutuhkan sistem pengendalian internal yang baik karena semakin baik
sistem pengendalian internal maka semakin baik tingat pencegahan fraud.
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, adapun hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut:
H2: Sistem pengendalian internal berpengaruh positif terhadap
pencegahan fraud
3. Motivasi individu memoderasi pengaruh kompetensi aparatur terhadap
pencegahan fraud
Kompetensi aparatur dengan pemahaman akuntansi yang kurang
menyebabkan pengelolaan keuangan tidak profesional sehingga
berpotensi terjadi kecurangan dan kompetensi aparatur harus bersinergi
supaya dapat melakukan pencegahan terjadinya fraud. Dengan adanya
kompetensi aparatur yang memadai dalam pengelolaan keuangan desa,
maka sangat diharapkan tujuan ekonomi dan sosial pemerintahan desa
dapat tercapai. (Widiyarta, et al. 2017). Kompetensi atau kemampuan
seseorang dalam mengelola keuangan sering disalahgunakan untuk
melakukan kecurangan tanpa didampingi moralitas yang baik. Teori
perkembangan moral kholbarg sangat penting karena Semakin tinggi
tahap perkembangan moral seseorang, semakin terlihat moralitas yang
lebih baik dan bertanggungjawab dari perbuatan-perbuatannya. Karena
moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan baik dan buruk, jadi aparatur yang memiliki kompetensi yang
baik kemudian moralitas yang baik pula maka dapat mencegah terjadinya
fraud dalam pengelolaan dana desa.
H3: moralitas individu menguatkan pengaruh positif kompetensi aparatur
terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa
4. Motivasi individu memoderasi pengaruh sistem pengendalian internal
terhadap pencegahan fraud
Eldayanti, et al. (2020) sistem pengendalian internal adalah suatu
cara mengatasi, mengarahkan serta mengukur sumber daya suatu lembaga
dan memiliki peran yang penting di dalam pencegahan dan pendeteksian
adanya tindakan kecurangan. Dengan mengoptimalkan sistem
pengendalian internal yang baik tindak kecurangan dapat dicegah. Sistem
pengendalian internal akan berjalan dengan baik jika didikung oleh sikap
dan budaya personal yang baik atau sering disebut sebagai moralitas.
Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan, membina, memelihara, dan
menjaga mental/ moral pegawai agar senantiasa berperilaku jujur,
disiplin, setia, beretika, dan berdedikasi. Romadaniati, et al. (2020) Sebaik
apapun sistem pengendalian internal yang berada di suatu pemerintahan,
apabila aparat desa menyalagunakan wewenangnnya tidak memiliki moral
maka berdampak pada kecurangan dalam pengelolaan dana desa. Dengan
Teori perkembangan moral kohllberg dapat dipahami tingkah laku yang
dimiliki sehingga kita mengetahui aura-aturan yang telah ditetapkan.
Semakin baik sistem pengendalian internal dalam suatu instansi dan
memiliki moralitas yang baik maka tingkat pencegahan fraud semakin
baik.
H4: moralitas individu menguatkan pengaruh positif sistem pengendalian
internal terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa.
DAFTAR PUSTAKA
Ashar, A., & Agustang, A. (2020). Dampak Sosial Dana Desa Dalam
Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Kalola, Kecamatan Maniangpajo,
Kabupaten Wajo. Jurnal Sosialisasi, 7(2), 19–25.
Islamiyah, F., Made, A., & Sari, A. R. (2020). Pengaruh Kompetensi Aparatur
Desa, Moralitas, Sistem Pengendalian Internal, Dan Whistleblowing
Terhadap Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana Desa Di Kecamatan
Wajak. Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi, 8(1), 1–13.
Mahdi, S. A., & Darwis, H. (2020). Pengaruh Kompetensi Aparatur Desan Dan
Wistleblowing Sustem Terhadap Pencegahan Fraud, Dengan Kecerdasan
Spritual Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada Aparat Pemerintah Desa
Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat). Jurnal Ilmiah Akuntansi
Peradaban, Vi(2), 184–198.
Mulia, M. H. K., Rahmat, F., & Rayna, K. (2017). Pengaruh Moralitas Individu
Dan Pengendalian Internal Terhadap Kecurangan: Sebuah Studi
Eksperimental. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 18(2), 198-208.
Mujib, Abd. (2017). Syari'ah Fraud Model: Sebuah Konsep Dasar. Jurnal Ekonmi
Dan Bisnis Islam, 122-127.
Rahman, Karlina. 2020. Sistem Penegndalian Internal Dan Peran Audit Internal
Terhadap Pencegahan Kecurangan. Bogaya Journl For Research In
Accounting, 3(1), 20-27).
Sari, M. E., Arza, F. I., & Taqwa, S. (2019). Pengaruh Akuntabilitas, Kesesuaian
Kompensasi Dan Pengendalian Intern Terhadap Potensi Kecurangan Dana
Desa. Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(3), 1443–1457.
Saputra, K. A. K., Putu, D. P., & Made, I. P. I. (2019). Praktek Akuntabilitas Dan
Kompetensi Sumber Daya Manusia Untuk Pencegahan Fraud Dalam
Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Krisna (Kumpulan Riset Akuntansi), 10(2),
168-176.
Wesara, R., Femmy, M. G. T., & Alden, A. (2019). Kompetensi Aparatur Desa
Pada Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Efi- Kecematan
Tobela Selatan Kabupaten Mahera Utara. Jurnal Administrasi Publik, 8(084),
1-7.
Widyatama, A., Novita, L., & Diarespati, D. (2017). Pengaruh Kompetensi Dan
Sistem Pengendalian Internal Terhadap Akuntabilitas Pemerintah Desa
Dalam Mengelola Alokasi Dana Desa (Add). Berkala Akuntansi Dan
Keuangan Indonesia, 2(2), 1–20.
Widyawati, N. P. A., Edy, S., & Gede, A. Y. (2019). Pengaruh Kompetensi Sumber
Daya Manusia, Whitleblowing System, Dan Sistem Pengendalian Internal
Terhadap Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Dana Desa Bumdes (Studi
Empiris Pada Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Buleleng). Jurnal
Mahasiswa Akuntansi, 10(3), 368-379.
Wonar, K., Falah, S., & Pangayow, B. J. . (2018). Pengaruh Kompetensi Aparatur
Desa, Ketaatan Pelaporan Keuangan Dan Sistem Pengendalian Intern
Terhadap Pencegahan Fraud Dengan Moral Sensitivity Sebagai Variabel
Moderasi. Jurnal Akuntansi, Audit & Aset, 1(2), 63–89.