Anda di halaman 1dari 21

STRATEGI ANTI FRAUD PENGELOLAAN DANA DESA :

DESA BANYUANYAR GREEN SMART VILLAGE

PENDAHULUAN

Desa merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang diakui oleh hukum di
Indonesia. Desa secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam struktur kehidupan
bangsa Indonesia. Pemerintah kemudian menyadari bahwa desa merupakan bagian yang juga
ikut berperan dalam peningkatan kemajuan Negara Indonesia. Pada tahun 2014, pemerintah
resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Pemerintah
Republik Indonesia 2014). Melalui kebijakan tersebut, pemerintah mengubah desa menjadi
salah satu penggerak kemajuan bangsa dan bukan lagi sebagai objek yang harus digerakkan.
Desa dipandang sebagai entitas yang menjadi ujung tombak pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan. Desa mendapat kewenangan untuk memaksimalkan potensi desa yang
bertujuan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dalam rangka membantu memaksimalkan potensi
desa di Indonesia, pemerintah memberikan bantuan berupa dana desa sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang dana desa yang bersumber dari APBN
(Peraturan Pemerintah 2016). Total dana desa yang digelontorkan oleh pemerintah dari tahun
2015 sampai tahun 2018 mencapai Rp187,65 triliun (Laucereno 2018). Commented [WU1]: Tambahkan grafik di bawah paragaraf ini

Tujuan utama pemberian dana desa yaitu untuk mengurangi pengangguran dan
kemiskinan melalui program padat karya. Dana desa juga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur
desa, sehingga sudah seharusnya dana desa dikelola dengan baik. Pada kenyataannya masih
banyak terjadi kecurangan pengelolaan dana desa. Menurut Indonesia Corruption Watch
(ICW), sudah sejak awal pengelolaan dana desa rawan dikorupsi diantaranya dengan
keterlibatan pemerintahan kabupaten karena penggunaannya perlu mendapat persetujuan
Dinas (Dariyanto 2017). Dugaan terhadap celah kecurangan pengelolaan dana desa terbukti
dengan adanya 900 kepala desa yang terjerat kasus hukum akibat penyelewengan dana desa
hingga tahun 2017 (Berdesa.com 2018). Selain itu, terdapat kasus korupsi pembangunan
infrastruktur desa yang menimbulkan kerugian mencapai Rp7,9 miliar dengan total 23 kasus
pada tahun 2017 (Tribunnews.com 2018) menambah daftar kecurangan terkait pengelolaan
dana desa.

1
Penelitian terdahulu terkait kecurangan dalam pengelolaan dana desa telah banyak
dilakukan, antara lain penelitian yang menyatakan bahwa faktor kecurangan terdiri dari
penipuan, kepercayaan, tipudaya, serta strategi penyembunyian (Suprajadi 2009). Selain itu
penelitian Rahimah et al. (2018) yang menyatakan bahwa kecurangan dalam pengelolaan
dana desa dipengaruhi oleh lingkungan pengendalian dan moralitas individu. Potensi
kecurangan pengelolaan dana desa dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, dana desa
digunakan untuk membiayai hal lain, dana desa dialihkan untuk program yang berbeda,
muncul program baru yang tidak dianggarkan atau direncanakan sebelumnya, laporan dana
desa yang dimanipulasi, setoran PBB dibiayai dengan dana desa, pembelian yang
mengatasnamakan desa untuk keperluan individu, alokasi dana desa tidak tepat, tidak
melakukan program untuk masyarakat yang bersumber dari dana desa (Yulianah 2015).

Berbagai strategi diyakini dapat mengurangi adanya risiko-risiko kecurangan, seperti


adanya pengawasan, pelaporan tindak kecurangan dan masih banyak strategi lainnya.
Pengawasan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecurangan. Joy Elly Tulung,
Kepala Laboratorium Jurusan Manajemen Unsrat, mengatakan bahwa pengawasan pada
pengelolaan sangat penting dilakukan oleh masyarakat maupun pemimpin desa (Manewus
2019). Masyarakat desa meliputi perwakilan masyarakat, perwakilan organisasi
pemberdayaan masyarakat, tokoh agama, tokoh desa, dan masyarakat setempat lainnya diluar
pemerintahan desa maupun kabupaten. Masyarakat desa dapat menyampaikan aspirasinya Commented [WU2]: Masyarakat ini menjelaskan kelimat
sebelumnya?
melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD). KPK menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi kecurangan dana desa adalah pengawasan (Hidayat 2017). Penelitian Commented [WU3]: Maksudnya mempengaruhi?

terkait pengawasan pengelolaan dana desa dilakukan oleh Rahman (2011) yang menyatakan
bahwa kurangnya pengawasan adalah salah satu penyebab munculnya korupsi.

Cara lain untuk mengurangi kecurangan pengelolaan dana desa yaitu dengan
penerapan whistleblowing. Pemerintah mendukung adanya penerapan whistleblowing dengan
mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan
peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi (Sulistiyono 2018). PT. KAI (Kereta Api Indonesia) mulai
menggunakan menggunakan whistleblowing system dalam upaya memberantas dan
mencegah korupsi (Aditiasari 2016). Ojek Online Grab juga menggunakan whistleblowing
system untuk memantau kinerja driver dan memberikan kemudahan untuk pelanggan untuk
melaporkan kecurangan (Damar 2018). Pengaduan masyarakat melalui mekanisme
whistleblowing telah membantu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkap kasus

2
suap yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor (Sindonews.com
2012). Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Bina Pemerintah
Desa) memberikan wadah bagi masyarakat untuk menampung aspirasi dan keresahan
masyarakat desa atas pengelolaan dana desa oleh aparat desa, atau lebih dikenal dengan
Whistleblowing, yang dapat diakses melalui website LAPOR (Layanan Aspirasi dan
Pengaduan Online Rakyat). Jalannya Whistleblowing System diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban atau “pengungkap fakta”,
sehingga masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan tindak kecurangan.

Penelitian mengenai whistleblowing dilakukan oleh Taufik (2008) menyatakan bahwa


masyarakat harus ikut serta dalam mengolah keuangan agar dapat mencegah timbulnya
kebijakan yang menyimpang. Potensi kecurangan dalam instansi pemerintahan dapat
diminimalisir dengan adanya whistleblowing (Noviani & Sambharakreshna 2014). Sejalan
dengan penelitian Alam (2013) mengenai instansi pemerintah yang menyatakan bahwa tindak
kecurangan dapat dikurangi dengan adanya whistleblowing. Widiyarta et al. (2017) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa pencegahan kecurangan dalam pengelolaan desa di
Kabupaten Buleleng dipengaruhi oleh whistleblowing dan signifikan.

Selain pengawasan dan whistleblowing, kearifan lokal masyarakat desa juga dapat
berperan untuk mengurangi kecurangan di pengelolaan keuangan desa. Busyro Muqoddas,
mantan wakil ketua KPK periode 2005-2010, mengatakan bahwa para pemimpin dan
masyarakat Indonesia seringkali mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga korupsi
sangat sulit untuk dihentikan (D. I. Saputra 2014). Menurut Irjen Pol. Ike Edwin, hilangnya Commented [WU4]: Kutipan hanya nama belakang saja

rasa malu dan rendahnya tingkat keteladanan menyebabkan banyaknya kasus korupsi
merebak di Indonesia (reportasenews.com 2019). Penelitian terkait kearifan lokal dilakukan
oleh Tanjung dan Tanjung (2013) menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya
secara struktural saja, namun juga memperhatikan lingkungan birokrasinya dari sudut
pandang budaya serta kearifan lokal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan K. A.
K. Saputra et al. (2019) yang menyatakan bahwa penerapan konsep tri hita karana sebagai
kearifan lokal masyarakat, mampu mencegah timbulnya celah kecurangan karena adanya
faktor integritas, etos kerja, dan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi dan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah


dilakukan, maka penelitian ini akan melihat strategi anti fraud di Desa Banyuanyar,
Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Desa Banyuanyar merupakan desa yang sudah maju,

3
terbuka pelaporan keuangannya, dan menjadi desa percontohan untuk desa lain, yaitu. Alasan
pemilihan objek ini karena Desa Banyuanyar merupakan desa yang berbasis IT dan
keterbukaan informasi-informasi terkait keuangan sudah tercantum di website Desa
Banyuanyar.

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi strategi anti fraud dalam
pengelolaan dana desa di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Bagi
seluruh masyarakat Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan dana desa. Bagi pemerintah,
penelitian ini membantu memberikan informasi mengenai strategi anti fraud terkait
pengelolaan dana desa. Bagi akademisi, penelitian dapat dijadikan salah satu kajian terkait
pengelolaan dana desa terutama di bidang audit.

TELAAH PUSTAKA

Desa dan Tata Kelola Desa

Desa merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang diakui oleh hukum di
Indonesia yang memiliki batas-batas wilayah tertentu. Desa memiliki hak untuk melakukan
rumah tangganya sendiri atau yang biasa disebut dengan hak otonomi, yang menyangkut
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Menurut Nurcholis (2011), desa
mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan,
melakukan pembinaan serta pemberdayaan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang desa, pembentukan dan pengelolaan desa didasari oleh prakarsa
masyarakat, hak asal-usul, dan hak tradisional yang biasanya disesuaikan dengan kondisi
lingkungan serta sosial budaya di daerah setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan di
Indonesia (Pemerintah Republik Indonesia 2014). Dalam sistem pemerintahan di Indonesia,
desa memiliki kedudukan di wilayah Kabupaten atau Kota yang terdiri dari Desa dan Desa
Adat. Penataan dalam desa dilakukan dengan melihat evaluasi kerja Pemerintah Desa
diantaranya pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan
suatu Desa. Syarat pembentukan desa diantaranya desa induk memiliki usia minimal lima
tahun, tersedia akses transportasi ke wilayah kerja, sosial budaya yang mendukung kerukunan
masyarakat, serta memiliki potensi sumberdaya alam, manusia, ekonomi yang mendukung.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa perlu diatur dalam
rangka memperkuat posisinya dalam NKRI serta mempertegas tugas, peran, dan fungsi desa

4
(Pemerintah Republik Indonesia 2014). Tujuan dari peraturan desa adalah memperjelas status
hukum atas desa, melestarikan adat istiadat, tradisi, serta budaya, mendorong prakarsa dan
keterlibatan masyarakat desa, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik,
memajukan perekonomian desa, dan memperkuat masyarakat desa sebagai objek
pembangunan. Pengaturan desa dilakukan berdasarkan 13 asas, antara lain rekognisi,
kebersamaan, subsidiaritas, keberagaman, kegotong-royongan, kekeluargan, musyawarah,
demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan yang terakhir adalah
keberlanjutan.

Pengaturan desa diselenggarakan dengan bantuan pemerintah desa sebagai pengelola


desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan pemerintah
desa merupakan penyelenggaraan pemerintahan desa dan kepentingan masyarakat sesuai
sistem pemerintahan yang berlaku di NKRI (Pemerintah Republik Indonesia 2014). Menurut
Tamtama (2014) yang termasuk dalam pemerintahan desa yaitu penyelenggara urusan
pemerintahan desa dalam rangka mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa struktur organisasi
pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa yang terdiri dari sekretariat
desa, pelaksanaan wilayah, dan pelaksana teknis (Pemerintah Republik Indonesia 2015).
Penyelenggaraan pemerintahan desa harus dilakukan dengan baik dan menganut prinsip
akuntabel, transparan, aktif, efisien, serta terhindar dari kecurangan (Seputro et al., 2017).
Dalam rangka membantu mewujudkan pemerintahan desa yang baik, pemerintah pusat
memberikan dukungan finansial untuk tiap desa yaitu dana desa. Desa tidak lagi dipandang
sebagai objek pembangunan, namun menjadi penggerak perekonomian Indonesia.

Dana Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa

Bentuk dukungan pemerintah dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan


pemerintahan desa yang baik di berbagai aspek dan sesuai dengan kewenangan desa yaitu
dengan memberikan bantuan berupa dana desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Pemerintah Republik Indonesia 2014), menjelaskan bahwa sumber pendapatan
desa berasal dari Pendapatan Asli Desa (PAD), alokasi dari APBN, bagian dari hasil pajak
dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, alokasi dana desa dari dana perimbangan
Kabupaten/Kota, bantuan keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota, hibah dan

5
sumbangan pihak ketiga, dan pendapatan lain-lain desa yang sah. Dana desa merupakan salah
satu sumber pendapatan desa yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dianggarkan oleh pemerintah pusat setiap tahun dan ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota. Dana desa dianggarkan
sebesar 10 persen dari dan di luar dana Transfer Daerah secara bertahap dan dialokasikan
berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan
geografis wilayah desa. Dana desa akan disalurkan dalam dua tahap, tahap pertama sebesar
60 persen antara bulan Maret sampai Juli dan tahap kedua sebesar 40 persen pada bulan
Agustus dari jumlah total dana desa. Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk
pemberdayaan masyarakat serta pembangunan yang berdasarkan pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKPDes), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Dana desa harus dikelola
dengan baik. Menurut penelitian yang dilakukan Nurcholis (2011) setiap keuangan desa
wajib dilakukan pembukuan yang baik dan benar sesuai dengan aturan akuntansi keuangan
pemerintah. Pengelolaan dana desa yang baik diharapkan mampu memaksimalkan
pembangunan dan potensi sumber daya serta masyarakat sekitar.

Keuangan desa adalah keseluruhan hak serta kewajiban desa yang dinilai dengan uang
serta segala hal menyangkut uang dan barang terkait pelaksanaan desa. Terdapat beberapa
regulasi yang mengatur tentang pengelolaan dana desa antara lain : Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP 47/2015 tentang perubahan atas
PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014, dan PP 8/2016 tentang perubahan
Kedua atas PP 60/2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN. Pengelolaan dana desa
dijalankan berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta tertib dan disiplin
anggaran. Regulasi tentang dana desa dan pengelolaannya dibuat pemerintah untuk
mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagian
regulasi merupakan revisi dari aturan yang sebelumnya sudah dibuat dan sisanya merupakan
aturan yang baru dibuat.
Dasar hukum pengelolaan keuangan desa yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Pemerintah Republik Indonesia
2018). Pengelolaan keuangan desa berjalan berdasarkan asas transparan, akuntabel,
partisipatif, tertib dan disiplin anggaran. Pencatatan transaksi dilakukan dengan basis kas.
Satu periode atau satu tahun anggaran pengelolaan keuangan desa yaitu mulai 1 Januari

6
sampai 31 Desember tahun berjalan. Tahapan pengelolaan keuangan desa dilihat pada
Gambar 1.

PERENCANAAN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN

PELAPORAN PENATAUSAHAAN

Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018


Gambar 1
Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa
Tahap pertama dalam pengelolaan keuangan desa adalah perencanaan dan
penganggaran. Tahap ini merupakan perencanaan untuk penerimaan dan pengeluaran
pemerintah desa sesuai yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes). APBDes disusun oleh sekretaris desa sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah
Desa (RKP Desa) dan pedoman penyusunan APBDes dalam Peraturan Bupati/Wali Kota.
Rancangan APBDes menjadi dasar rancangan peraturan desa terkait APBDes. Rancangan
peraturan desa tentang APBDes akan diserahkan sekretaris desa ke kepala desa yang
selanjutnya akan dimusyawarahkan dengan BPD dan disepakati paling lambat bulan Oktober
tahun berjalan. Jika BPD tidak menyetujui rancangan peraturan desa tentang APBDes, maka
akan digunakan rancangan peraturan tahun sebelumnya. Jika rancangan peraturan desa
disetujui, kepala desa akan menyampaikan ke bupati/wali kota paling lambat tiga hari sejak
disepakati untuk dievaluasi. Hasil evaluasi akan disampaikan ke kepala desa dalam keputusan
bupati/wali kota paling lambat duapuluh hari setelah rancangan diterima melalui camat.
Kepala desa akan menetapkan Peraturan Desa tentang APBDes dan Peraturan kepala desa
tentang penjabaran APBDes. Peraturan Desa tentang APBDes akan disampaikan ke
masyarakat dan dapat dilakukan perubahan selama satu periode berjalan.

7
Tahap kedua dalam pengelolaan keuangan desa adalah pelaksanaan. Pada tahap ini
dilakukan penerimaan dan pengeluaran desa melalui rekening kas desa di Bank yang
ditetapkan bupati/wali kota. Rekening kas desa dibuat oleh pemerintah desaa dan ditanda
tangani kepala desa dan kaur keuangan. Nomor rekening kas desa disampaikan kepala desa
ke bupati/wali kota yang kemudian akan disalurkan melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa ke gubernur dengan tembusan menteri. Tujuan dari pelaporan nomor
rekening kas ini adalah sebagai pengendalian penyaluran dana transfer. Kaur keuangan
diperbolehkan menyimpan uang tunai untuk mencukupi kebutuhan operasional pemerintah
desa sesuai Peraturan bupati/wali kota tentang pengelolaan keuangan desa. Kaur dan kasi
pelaksana kegiatan anggaran menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) selambat-
lambatnya tiga hari setelah Peraturan Desa tentang APBDes dan Peraturan kepala desa
tentang penjabaran APBDes ditetapkan yang kemudian diberikan ke Sekretaris desa untuk
diverifikasi dan akan disetujui kepala desa. DPA terdiri dari Rencana Kegiatan dan Anggaran
Desa, Rencana Kerja Kegiatan Desa, dan Rencana Anggaran Biaya. Jika pada tahap
sebelumnya terdapat perubahan peraturan desa tentang APBDes dan/atau peraturan kepala
desa tentang penjabaran APBDes yang berdampak pada perubahan anggaran dan/atau
kegiatan desa, maka kepala desa akan menugaskan kaur dan kasi pelaksana kegiatan untuk
menyusun Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA). Kaur keuangan selanjutnya
akan menyusun Rancangan Anggaran Kas Desa (RAK) berdasarkan DPA. RAK memuat arus
kas masuk dan keluar dari rekening kas. Kaur dan kasi pelaksana kegiatan wajib membuat
laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran paling lambat tujuh hari setelah
seluruh kegiatan selesai ke kepala desa.

Tahap ketiga dalam pengelolaan keuangan desa adalah penatausahaan. Penatausahaan


keuangan desa dilakukan oleh kaur keuangan yang memiliki fungsi perbendaharaan. Kaur
keuangan mencatat semua penerimaan dan pengeluaran pada buku kas umum yang ditutup
setiap akhir bulan. Selain buku kas umum, Kaur keuangan juga membuat buku pembantu kas
umum. Buku kas umum terdiri dari buku pembantu bank yang berisi catatan penerimaan dan
pengeluaran di rekening kas desa, buku pembantu pajak yang berisi penerimaan dan
pengeluaran pajak, dan buku pembantu panjar yang berisi catatan pemberian dan
pertanggungjawaban uang panjar. Buku kas umum dilaporkan ke sekretaris desa untuk
dievaluasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hasil evaluasi akan disampaikan oleh
sekretaris desa ke kepala desa untuk disetujui.

8
Tahap keempat dalam pengelolaan keuangan desa adalah pelaporan. Pada tahap ini,
kepala desa akan memberikan laporan pelaksanaan APBDes di semester pertama ke
bupati/wali kota, yang terdiri dari Laporan pelaksanaan APBDes dan Laporan Realisasi
Kegiatan dan diberikan paling lambat minggu kedua Bulan Juli. Bupati/wali kota akan
memberikan laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes pada Menteri melalui Direktur
Jenderal Bina Pemerintahan Desa sebelum minggu kedua Bulan Agustus.

Tahap kelima dalam pengelolaan keuangan desa adalah pertanggungjawaban.


Laporan pertanggungjawaban realisasi APBDes akan diberikan oleh kepala desa ke
bupati/wali kota pada akhir tahun anggaran paling lambat bulan ketiga setelah tahun anggaran
berakhir. Laporan tersebut akan diberikan ke menteri melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa sebagai bagian dari laporan penyelenggaraan pemerintahan desa dan
kemudian akan disampaikan ke masyarakat melalui suatu media informasi.

Kecurangan

Kecurangan memiliki arti yang luas dan banyak teori yang bermunculan terkait
dengan kecurangan. Definisi kecurangan menurut Arora et al. (2015) adalah perilaku yang
tidak jujur dan merugikan orang lain, yang ditujukan untuk pribadi maupun publik. Statement
on Auditing Standars No. 99 menyatakan bahwa kecurangan adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan
yang merupakan subjek audit. Menurut Karyono (2013) kesalahan yang sengaja dilakukan
adalah bentuk kecurangan. Berdasarkan Ikatan Akuntansi Indonesia, ada dua tipe kecurangan
yaitu salah saji akibat kecurangan di laporan keuangan dan salah saji akibat perlakuan
disengaja terhadap aktiva (IAI 2014).
Kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examiners atau ACFE (2016)
dibagi menjadi tiga topologi atau jenis berdasarkan perbuatan, yaitu asset misappropriation,
fraudulent financial statements, dan corruption. Asset misappropriation meliputi
penyalahgunaan aset perusahaan yang dapat diukur atau tangible sehingga mudah dideteksi.
Fraudulent financial statements adalah kecurangan yang biasanya dilakukan oleh petinggi-
petinggi dalam perusahaan (pihak eksekutif) atau instansi pemerintahan dengan
memanipulasi laporan keuangan dan memalsukan kondisi keuangan yang sebenarnya untuk
mencapai keuntungan. Corruption atau korupsi adalah jenis kecurangan yang sering ditemui
dan susah dideteksi karena pihak-pihak pelakunya saling bekerjasama menutupi kecurangan
untuk keuntungan tertentu. Corruption meliputi kegiatan suap (bribery), peneriman ilegal

9
(illegal gratuitties), konflik kepentingan (conflict of interest), dan pemerasan ekonomi
(economic exortion). Gambar 2 menunjukkan prosentase kecurangan yang paling banyak di
Indonesia.

Sumber : ACFE Indonesia 2016


Gambar 2
Kecurangan yang Paling Banyak di Indonesia
Salah satu framework kecurangan yang banyak digunakan adalah Fraud Triangle.
Menurut Fraud Triangle, kecurangan dapat didorong oleh 3 faktor yaitu pressure/tekanan,
opportunity/kesempatan, dan rationalization/rasionalisasi (Arens et al., 2015).

Sumber : Arens et al., (2015)


Gambar 3
Fraud Triangle
Pressure adalah dorongan untuk melakukan kecurangan yang dapat berasal dari dalam
individu itu sendiri ataupun sekitarnya. Opportunity merupakan keadaan potensi untuk
melakukan kecurangan muncul. Potensi kecurangan yang muncul disebabkan kaena
lemahnya pengendalian internal dalam suatu instansi atau organisasi. Rationalization
merupakan kondisi dimana pelaku kecurangan mencari pembenaran atas kecurangan yang
dilakukannya. Gambar 3 menyajikan framework fraud triangle.

10
Whistleblowing
Definisi whistleblowing menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2008)
adalah pengungkapan atau pelaporan suatu tindak pelanggaran, perbuatan yang melanggar
hukum, perbuatan tidak bermoral, atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi yang
dilakukan pemimpin atau bawahan dan pada umumnya diungkapkan secara rahasia
(confidential). Individu yang melakukan whistleblowing atau pelapor disebut dengan
whistleblower.

Whistleblowing dibedakan menjadi whistleblowing internal dan whistleblowing


eksternal (Brandon 2013; Srividhya and Stalin Shelly 2012). Whistleblowing internal terjadi
saat seseorang melakukan pengungkapan atas kecurangan yang dilakukan rekannya yang
terjadi dalam suatu organisasi kepada pimpinan yang berkedudukan lebih tinggi dan
berwenang. Whistleblowing eksternal terjadi saat seseorang mengetahui kecurangan yang
dilakukan di suatu organisasi kemudian disebarkan ke masyarakat luas agar tidak dirugikan.
Jenis whistleblowing lainnya adalah formal, informal, anonim, dan non-anonim (Park et al.,
2008). Whistleblowing formal adalah pengungkapan atau pelaporan kecurangan dengan
mengikuti standar operasional organisasi, sedangkan whistleblowing informal adalah
pengungkapan kecurangan tanpa mengikuti prosedur organisasi yang sudah ditetapkan.
Whistleblowing non-anonim adalah pengungkapan kecurangan oleh seseorang dengan
memberikan identitas pribadi yang dicantumkan pada formulir atau website whistleblowing.
Whistleblowing anonim adalah pengungkapan kecurangan oleh seseorang tanpa
mencantumkan identitas pribadinya.

11
Sumber : Park et al., (2008)
Gambar 4
Jenis Whistleblower
Peran whistleblowing sangat penting dalam mengungkap perilaku menyimpang dalam
pemerintahan, selain itu whistleblowing juga mendorong pengelolaan pemerintahan menjadi
lebih akuntabel dan transparan kepada publik (Jeon 2017). Penelitian yang dilakukan
Sweeney (2008) menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan penerapan pengendalian
internal dan jasa internal maupun eksternal auditor, penggunaan whistleblowing system
terbukti lebih efektif untuk mencegah dan mengurangi tindak kecurangan. Whistleblowing
system merupakan sebuah aplikasi yang disediakan oleh organisasi swasta ataupun
pemerintah sebagai wadah pelaporan dan pengungkapan kecurangan. Whistleblowing system
telah diterapkan pada organisasi-organisasi sektor publik di Indonesia salah satunya adalah
Kementrian Keuangan melalui website WiSe dan LAPOR. Whistleblowing system diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010 dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 (Pemerintah Republik Indonesia 2010; (Pemerintah
Republik Indonesia 2011). Melalui kedua website tesebut, masyarakat dapat melaporkan
ketidakpuasan terhadap pelayanan pemerintah dan tindak kecurangan yang dilakukan
pemerintahan baik pusat, daerah, maupun desa.
Whistleblowing terkadang gagal mendeteksi dan mencegah tindak kecurangan, salah
satunya disebabkan karena kurangnya anonimitas yang membuat seseorang menjadi enggan
untuk menjadi whistleblower (Albrecht et al., 2018). Seorang pegawai mungkin tidak akan
memberikan informasi tentang tindak kecurangan jika tidak menjamin anonimitasnya.
Anonimitas sangat diperlukan untuk menjamin kerahasiaan seorang whistleblower. Penelitian
Albrecht et al., (2018) juga menyebutkan bahwa karyawan yang ingin melaporkan
kecurangan pada organisasi tempatnya bekerja tidak akan mengorbankan dirinya secara
sukarela. Karyawan takut akan adanya pembalasan atau ancaman dari pelaku jika
identitasnya diketahui. Hal ini yang sering disebut dengan personal cost of reporting.
Personal cost of reporting akan mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan
whistleblowing (Aliyah 2015). Menurut Bagustianto dan Kholis (2014) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa, personal cost of reporting akan membuat seorang whistleblower merasa
dilema dan mendistorsi niat melakukan whistleblowing.

Dalam rangka meningkatkan niat seseorang melakukan whistleblowing, organisasi


publik baik pemerintah maupun swasta perlu memastikan adanya perlindungan terhadap

12
whistleblower. Perlindungan terhadap whistleblower menjadi penting karena menurut
penelitian yang dilakukan Taiwo (2015) menyatakan bahwa organisasi dengan proteksi yang
tinggi terhadap whistleblower cenderung memiliki kinerja yang baik. Di Indonesia,
perlindungan terhadap whistleblower diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang diikuti Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
4 Tahun 2011 tentang perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi
Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaboration) (Pemerintah Republik Indonesia 2006).

METODA PENELITIAN

Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.


Penelitian ini menggunakan model penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Banyak terjadi kasus kecurangan dalam pengelolan dana desa yang
melibatkan aparat desa selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah telah melakukan berbagai
cara untuk menindaklanjuti hal tersebut, misalnya dengan mengeluarkan undang-undang,
pedoman, dan memberikan dukungan terhadap whistleblowing. Desa Banyuanyar merupakan
desa yang sudah berbasis IT yang seharusnya memperkecil potensi kecurangan pada
pengelolaan dana desanya. Penggunaan pendekatan fenomenologi pada penelitian ini
bertujuan untuk melihat dan mengamati potensi kecurangan yang terjadi di lapangan. Selain
potensi kecurangan, penelitian ini juga ingin melihat apakah masyarakat Desa Banyuanyar
memiliki potensi untuk melakukan whistleblowing. Fenomena-fenomena tersebut akan
dideskripsikan melalui kata-kata dan kalimat penjelas yang didukung dengan gambar, foto,
dokumen, dan bukti-bukti terkait lainnya. Hasil dari pengamatan tersebut, peneliti akan
mendapatkan sejumlah data dan sumber informasi yang akan dianalisis dan ditarik
kesimpulan. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu wawancara secara
mendalam (In-Depth Interview) dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan sumber
kunci yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini yaitu melibatkan aparat desa dan
masyarakat Desa Banyuanyar. Dokumentasi merupakan tambahan catatan, surat-surat, foto,
gambar, maupun bukti lain yang akan memperkuat dan melengkapi data yang sudah
dikumpulkan peneliti.

Teknik Analisis Data

13
Teknik analisis pada penelitian kualitatif menekankan pada kata-kata yang
menjelaskan dan bukan merupakan perhitungan matematis. Data yang sudah diperoleh
melalui wawancara, pengumpulan dokumen, dan telaah literatur kemudian akan dianalisis
dengan beberapa tahapan, yaitu reduksi data, triangulasi, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Reduksi data merupakan tahap peneliti mengerucutkan, melakukan pemusatan,
penyederhanaan kata dari data dan informasi yang telah didapatkan, sehingga akan terjadi
filter data dalam suatu pola dan memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Data yang tidak
sesuai dengan fokus penelitian, yaitu potensi fraud dan whistleblowing di Desa Banyuanyar,
akan dihilangkan. Setelah melakukan reduksi data, tahap selanjutnya adalah triangulasi.
Triangulasi merupakan tahap untuk melihat keabsahan data. Triangulasi akan menunjukkan
apakah data yang didapatkan berasal dari sumber data atau narasumber yang tepat. Informasi
dari narasumber dapat didukung dengan dokumen, gambar, foto, atau data lain yang dapat
mendukung informasi tersebut. Tahap selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data
berupa gabungan data dari dua tahap sebelumnya yang dapat berupa teks naratif, grafik,
maupun tabel yang mendeskripsikan data. Data yang disajikan merupakan data yang sudah
sesuai dengan topik penelitian, yaitu potensi fraud dan whistleblowing di Desa Banyuanyar,
dan merupakan data yang sah dengan dukungan bukti terkait. Tahap terakhir adalah
penarikan kesimpulan yang berupa pokok, inti, dan merupakan catatan yang bersifat final dan
dapat merangkum keseluruhan hasil dalam penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang ingin
dicapai peneliti adalah tercapainya tujuan penelitian yaitu terkait potensi kecurangan dalam
pengelolaan dana desa di Desa Banyuanyar dan potensi whistleblowing oleh masyarakat
sekitar. Jika ditemukan potensi kecurangan, kecurangan tersebut terjadi di tahapan
pengelolaan dana desa yang mana, termasuk kategori kecurangan yang mana dan mengapa
kecurangan tersebut dapat terjadi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
terdapat pada Gambar 4.

1. Reduksi Data 3. Penyajian Data

2. Triangulasi 4. Penarikan
Kesimpulan

Gambar 4

14
Teknik Analisis Data
BAB 4

Desa Banyuanyar merupakan desa yang mengusung slogan Green Smart Village atau Desa
Pintar Hijau sebagai Visi desa. Sedangkan Misi Desa Banyuanyar adalah meningkatkan
sarana prasana bidang infrastruktur pedesaan, meningkatkan sarana air bersih, meningkatkan
akses masyarakat terhadaap informasi lokal maupun global, serta meningkatkan pendapatan
masyarakat. Pada tahun 2017, Desa Banyuanyar mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD)
dari pemerintah sebesar Rp 786,272 juta yang merupakan 57% dari total pendapatan desa
(Berita Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, 2017). Desa Banyuanyar juga mulai
membangun desa yang berbasis teknologi (IT) dan menjadi desa pertama di Kabupaten
Boyolali yang memberikan akses kepada msyarakat dengan menyediakan wifi hotspot secara
gratis. Berita kesuksesan Desa Banyuanyar dalam membangun Green Smart Village berbasis
IT diangkat dalam website KPPN Klaten dan menjadi percontohan untuk desa-desa lain.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban aparat desa kepada pemerintah pusat terutama pada
masyarakat terhadap pengelolaan dana desa, Desa Banyuanyar melakukan publikasi atas
laporan pengelolaan dana desa berupa spanduk, baliho, serta melalui media sosial.

DAFTAR PUSTAKA

ACFE. 2016. “Survai Fraud Indonesia – ACFE Indonesia.” 2016. https://acfe-


indonesia.or.id/survei-fraud-indonesia/.

Aditiasari, Dana. 2016. “Langkah Nyata KAI Melawan Korupsi.” 2016.


https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3367081/langkah-nyata-kai-melawan-
korupsi.

Alam, Muhammad Dimar. 2013. “Persepsi Aparatur Pemerintah Dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang Terhadap Fraud Dan Peran Whistleblowing
Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pendeteksian Fraud.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB 2
(2). http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1280.

Albrecht, Chad O., Daniel V. Holland, Bradley R. Skousen, and Christopher J. Skousen.
2018. “Journal of Forensic & Investigative Accounting Volume 10 : Issue 1 , January –

15
June 2018 Journal of Forensic & Investigative Accounting” 10 (1): 225–49.

Aliyah, Siti. 2015. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Melakukan
Tindakan Whistleblowing.” Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis 12 (2): 173–89.
https://ejournal.unisnu.ac.id/JDEB/article/view/370/704.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. 2015. Auditing Dan Jasa Assurance
Pendekatan Terintegrasi. Lima Belas. Jakarta: Erlangga.

Arora, Rajiv, Daya Gupta, and Payal Pahwa. 2015. “Fraud Detection Life Cycle Model: A
Systematic Fuzzy Approach to Fraud Management.” International Journal of
Computational Intelligence and Applications 14 (02): 1550010.
https://doi.org/10.1142/S1469026815500108.

Bagustianto, Rizki, and Nur kholis. 2014. “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


MINAT PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN
WHISTLE-BLOWING (STUDI PADA PNS BPK RI).” Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB
3 (1). http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1436.

Berdesa.com. 2018. “Ini Dia 12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICW - Berdesa.” 2018.
http://www.berdesa.com/12-modus-korupsi-dana-desa-versi-icw/.

Brandon. 2013. “Whistle Blower.” 2013.


http://www.scribd.com/doc/123318539/WhistleBlower.

Damar, Agustinus Mario. 2018. “Grab Klaim Berhasil Tumpas 80 Persen Order Fiktif -
Tekno Liputan6.Com.” 2018. https://www.liputan6.com/tekno/read/3553447/grab-
klaim-berhasil-tumpas-80-persen-order-fiktif.

Dariyanto, Erwin. 2017. “Ini Celah Rawan Korupsi Dana Desa.” 2017.
https://news.detik.com/berita/d-3591962/ini-celah-rawan-korupsi-dana-desa.

Hidayat, Faeiq. 2017. “KPK Soroti 4 Kelemahan Dana Desa Yang Buka Peluang Korupsi.”
2017. https://news.detik.com/berita/d-3584184/kpk-soroti-4-kelemahan-dana-desa-yang-
buka-peluang-korupsi.

IAI. 2014. “Pemeriksaan Atas Pengelolaan Dan Tanggungjawab Keuangan Daerah.” Materi
Dialog Keuangan 13 Juni 2014. http://www.iaiglobal.or.id/v03/materi-publikasi/materi-
26.

16
Jeon, So Hee. 2017. “Where to Report Wrongdoings? Exploring the Determinants of Internal
versus External Whistleblowing.” International Review of Public Administration 22 (2):
153–71. https://doi.org/10.1080/12294659.2017.1315235.

Karyono. 2013. Forensic Fraud. Edited by Andi. X. Yogyakarta.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2008. “Pedoman 2008.” http://www.knkg-


indonesia.org/dokumen/Pedoman-Pelaporan-Pelanggaran-Whistleblowing-System-
WBS.pdf.

LAPOR. n.d. “LAPOR! - Layanan Aspirasi Dan Pengaduan Online Rakyat.” Accessed
October 31, 2018. https://www.lapor.go.id/.

Laucereno, Sylke Febrina. 2018. “Jokowi: Total Alokasi Dana Desa Capai Rp 187 Triliun.”
2018. 2018. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4169015/jokowi-total-
alokasi-dana-desa-capai-rp-187-triliun.

Manewus, David. 2019. “Ini Cara Mengatasi Penyalahgunaan Dana Desa Menurut Kepala
Lab Jurusan Manajemen Unsrat - Tribun Manado.” 2019.
http://manado.tribunnews.com/2019/02/19/ini-cara-mengatasi-penyalahgunaan-dana-
desa-menurut-kepala-lab-jurusan-manajemen-unsrat.

Noviani, Dita Putri, and Yudhanta Sambharakreshna. 2014. “Pencegahan Kecurangan Dalam
Organisasi Pemerintahan.” Jaffa 02 (2): 61–70.

Nurcholis, H. 2011. Pertumbuhan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Erlangga.


https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=Nurcholis%2C+Hanif%2
C+2011.+“Pertumbuhan+%26+Penyelenggaraan+Pemerintahan+Desa”%2C.+Penerbit+
Erlangga.+&btnG=.

Park, Heungsik, John Blenkinsopp, M. Kemal Oktem, and Ugur Omurgonulsen. 2008.
“Cultural Orientation and Attitudes Toward Different Forms of Whistleblowing: A
Comparison of South Korea, Turkey, and the U.K.” Journal of Business Ethics 82 (4):
929–39. https://doi.org/10.1007/s10551-007-9603-1.

Pemerintah Republik Indonesia. 2006. “Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentnag


Perlindungan Saksi Dan Korban.”

———. 2010. “PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 103/PMK.09/2010

17
TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN
PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN.”

———. 2011. “KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 149/KMK.09/2011


TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN
PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) SERTA TATA CARA PELAPORAN DAN
PUBLIKASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN PELAPORAN PELANGGARAN
(WHISTLEBLOWING) DI LINGKUN.”
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2011/149~KMK.09~2011Kep.HTM.

———. 2014. “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.”


http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_6.pdf.

———. 2015. “PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 84 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA
KERJA PEMERINTAH DESA.”

———. 2018. “PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.”

Peraturan Pemerintah. 2016. “PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG
BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA.”

———. 2018. “PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NoMoR 43


TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA
MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.”

Prasetyo, Antonius Galih, and Abdul Muis. 2015. “Village Financial Management After
Implementation of Law No. 6/2014: Potential Problems and Solutions.” Jurnal
Desentralisasi 13.

Rahimah, Laila Nur, Yetty Murni, and Shanti Lysandra. 2018. “PENGARUH PENYAJIAN
LAPORAN KEUANGAN DESA, LINGKUNGAN PENGENDALIAN Dan
MORALITAS INDIVIDU TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD YANG TERJADI

18
DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA” 2 (June): 42–55.
http://eprints.ummi.ac.id/226/2/PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
DESA%2C LINGKUNGAN PENGENDALIAN dan MORALITAS INDIVIDU
TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD YANG TERJADI.pdf.

Rahman, Fathur. 2011. “Korupsi Di Tingkat Desa.” Jurnal Governance 2: 13–14.

reportasenews.com. 2019. “Ike Edwin Sebut Korupsi Marak Akibat Hilangnya Rasa Malu -
Reportase News.” 2019. http://reportasenews.com/ike-edwin-sebut-korupsi-marak-
akibat-hilangnya-rasa-malu/.

Saputra, Dheny Irwan. 2014. “Kearifan Lokal Melawan Korupsi - Banjarmasin Post.” 2014.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/05/08/kearifan-lokal-melawan-korupsi.

Saputra, Komang Adi Kurniawan, Edy Sujana, and Gede Mandirta Tama. 2019. “Perspektif
Budaya Lokal Tri Hita Karana Dalam Pencegahan Kecurangan Pada Pengelolaan Dana
Desa.” Jurnal Akuntansi Publik 1 (1): 28–41. https://doi.org/10.32554/jap.v1.i1.p28-41.

Seputro, Hanif Yusuf, Sulistya Dewi Wahyuningsih, and Siti Sunrowiyati. 2017. “Potensi
Fraud Dan Strategi Anti Fraud Pengelolaan Keuangan Desa.” Jurnal Penelitian Teori
Dan Terapan Akuntansi 2 (1): 79–93.
http://journal.stieken.ac.id/index.php/peta/article/view/284/317.

Sindonews.com. 2012. “Korupsi, Kepala Kantor Pajak Bogor Dipecat.” 2012.


https://nasional.sindonews.com/read/658930/13/korupsi-kepala-kantor-pajak-bogor-
dipecat-1342408885.

Srividhya, S., and C. Stalin Shelly. 2012. “Whistle Blowing Porotection – a Watch Dog for
the Organisation.” International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research
1 (10): 204–11. https://doi.org/10.1186/s12885-018-4736-4 LK -
http://link.kib.ki.se/?sid=EMBASE&issn=14712407&id=doi:10.1186%2Fs12885-018-
4736-4&atitle=Simultaneous+detection+of+lung+fusions+using+a+multiplex+RT-
PCR+next+generation+sequencing-based+approach%3A+A+multi-
institutional+research+study&stitle=BMC+Cancer&title=BMC+Cancer&volume=18&i
ssue=1&spage=&epage=&aulast=Vaughn&aufirst=Cecily+P.&auinit=C.P.&aufull=Vau
ghn+C.P.&coden=BCMAC&isbn=&pages=-&date=2018&auinit1=C&auinitm=P.

Sulistiyono, Seno Tri. 2018. “Ini Tujuan Jokowi Keluarkan PP Hadiah Rp 200 Juta Bagi

19
Masyarakat Yang Laporkan Pelaku Korupsi - Tribunnews.Com.” 2018.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/10/10/ini-tujuan-jokowi-keluarkan-pp-
hadiah-rp-200-juta-bagi-masyarakat-yang-laporkan-pelaku-korupsi.

Suprajadi, Lusy. 2009. “TEORI KECURANGAN, FRAUD AWARENESS DAN


METODOLOGI UNTUK MENDETEKSI KECURANGAN PELAPORAN
KEUANGAN.” Bina Ekonomi 13 (2).
http://journal.unpar.ac.id/index.php/BinaEkonomi/article/view/722.

Sweeney, Paul. 2008. “Hotlines Helpful for Blowing the Whistle: Required for Public
Companies under the Sarbanes-Oxley Act, Corporate Hotlines for Whistleblowers Have
Become a Big Weapon against Fraud--More Effective than Internal Audits. Yet,
Research Shows That Companies May.” Financial Executive 24 (4): 28–32.
http://go.galegroup.com/ps/anonymous?id=GALE%7CA179081197&sid=googleSchola
r&v=2.1&it=r&linkaccess=abs&issn=08954186&p=AONE&sw=w.

Taiwo, Sunday Felix. 2015. “Effects of Whistle Blowing Practices on Organizational


Performance in the Nigerian Public Sector: Empirical Facts from Selected Local
Government in Lagos & Ogun State.” Journal of Marketing and Management 6 (1): 41.
https://www.questia.com/read/1P3-3687239291/effects-of-whistle-blowing-practices-
on-organizational.

Tamtama, Derro Madya. 2014. “Akuntabilitas Pengelolaan ADD (Alokasi Dana Desa) Di
Kabupaten Madiun Tahun 2013 (Studi Kasus Pada Kecamatan Kare).” Artikel Ilmiah
Mahasiswa Universitas Jember 2013.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/63794/Derro Madya
Tamtama.pdf?sequence=1.

Tanjung, Irawati, and Irawati Tanjung. 2013. “Kearifan Lokal Dan Pemberantasan Korupsi
Dalam Birokrasi.” MIMBAR, Jurnal Sosial Dan Pembangunan 29 (1): 101.
https://doi.org/10.29313/mimbar.v29i1.375.

Taufik, Taufeni. 2008. “PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM SISTEM


KEUANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.”
https://media.neliti.com/media/publications/8754-ID-pengelolaan-keuangan-desa-dalam-
sistem-keuangan-negara-republik-indonesia.pdf.

20
Tribunnews.com. 2018. “ICW Ingatkan Potensi Dugaan Korupsi Di Proyek-Proyek
Infrastruktur - Tribunnews.Com.” 2018.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/07/18/icw-ingatkan-potensi-dugaan-korupsi-
di-proyek-proyek-infrastruktur.

Widiyarta, Kadek, Nyoman Trisna Herawati, Anantawikrama Tungga, Atmadja Jurusan, and
Akuntansi Program. 2017. “PENGARUH KOMPETENSI APARATUR, BUDAYA
ORGANISASI, WHISTLEBLOWING DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD DALAM PENGELOLAAN DANA DESA
(STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN BULELENG).”
Vol. 8. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/S1ak/article/viewFile/13930/8655.

Yulianah, Yuyun. 2015. “Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.” Jurnal Mimbar Justitia 1 (2): 608–27.

21

Anda mungkin juga menyukai