PENDAHULUAN
Desa merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang diakui oleh hukum di
Indonesia. Desa secara tidak langsung memberikan kontribusi dalam struktur kehidupan
bangsa Indonesia. Pemerintah kemudian menyadari bahwa desa merupakan bagian yang juga
ikut berperan dalam peningkatan kemajuan Negara Indonesia. Pada tahun 2014, pemerintah
resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Pemerintah
Republik Indonesia 2014). Melalui kebijakan tersebut, pemerintah mengubah desa menjadi
salah satu penggerak kemajuan bangsa dan bukan lagi sebagai objek yang harus digerakkan.
Desa dipandang sebagai entitas yang menjadi ujung tombak pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan. Desa mendapat kewenangan untuk memaksimalkan potensi desa yang
bertujuan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dalam rangka membantu memaksimalkan potensi
desa di Indonesia, pemerintah memberikan bantuan berupa dana desa sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang dana desa yang bersumber dari APBN
(Peraturan Pemerintah 2016). Total dana desa yang digelontorkan oleh pemerintah dari tahun
2015 sampai tahun 2018 mencapai Rp187,65 triliun (Laucereno 2018). Commented [WU1]: Tambahkan grafik di bawah paragaraf ini
Tujuan utama pemberian dana desa yaitu untuk mengurangi pengangguran dan
kemiskinan melalui program padat karya. Dana desa juga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, serta pembangunan infrastruktur
desa, sehingga sudah seharusnya dana desa dikelola dengan baik. Pada kenyataannya masih
banyak terjadi kecurangan pengelolaan dana desa. Menurut Indonesia Corruption Watch
(ICW), sudah sejak awal pengelolaan dana desa rawan dikorupsi diantaranya dengan
keterlibatan pemerintahan kabupaten karena penggunaannya perlu mendapat persetujuan
Dinas (Dariyanto 2017). Dugaan terhadap celah kecurangan pengelolaan dana desa terbukti
dengan adanya 900 kepala desa yang terjerat kasus hukum akibat penyelewengan dana desa
hingga tahun 2017 (Berdesa.com 2018). Selain itu, terdapat kasus korupsi pembangunan
infrastruktur desa yang menimbulkan kerugian mencapai Rp7,9 miliar dengan total 23 kasus
pada tahun 2017 (Tribunnews.com 2018) menambah daftar kecurangan terkait pengelolaan
dana desa.
1
Penelitian terdahulu terkait kecurangan dalam pengelolaan dana desa telah banyak
dilakukan, antara lain penelitian yang menyatakan bahwa faktor kecurangan terdiri dari
penipuan, kepercayaan, tipudaya, serta strategi penyembunyian (Suprajadi 2009). Selain itu
penelitian Rahimah et al. (2018) yang menyatakan bahwa kecurangan dalam pengelolaan
dana desa dipengaruhi oleh lingkungan pengendalian dan moralitas individu. Potensi
kecurangan pengelolaan dana desa dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, dana desa
digunakan untuk membiayai hal lain, dana desa dialihkan untuk program yang berbeda,
muncul program baru yang tidak dianggarkan atau direncanakan sebelumnya, laporan dana
desa yang dimanipulasi, setoran PBB dibiayai dengan dana desa, pembelian yang
mengatasnamakan desa untuk keperluan individu, alokasi dana desa tidak tepat, tidak
melakukan program untuk masyarakat yang bersumber dari dana desa (Yulianah 2015).
terkait pengawasan pengelolaan dana desa dilakukan oleh Rahman (2011) yang menyatakan
bahwa kurangnya pengawasan adalah salah satu penyebab munculnya korupsi.
Cara lain untuk mengurangi kecurangan pengelolaan dana desa yaitu dengan
penerapan whistleblowing. Pemerintah mendukung adanya penerapan whistleblowing dengan
mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan
peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi (Sulistiyono 2018). PT. KAI (Kereta Api Indonesia) mulai
menggunakan menggunakan whistleblowing system dalam upaya memberantas dan
mencegah korupsi (Aditiasari 2016). Ojek Online Grab juga menggunakan whistleblowing
system untuk memantau kinerja driver dan memberikan kemudahan untuk pelanggan untuk
melaporkan kecurangan (Damar 2018). Pengaduan masyarakat melalui mekanisme
whistleblowing telah membantu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkap kasus
2
suap yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor (Sindonews.com
2012). Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Bina Pemerintah
Desa) memberikan wadah bagi masyarakat untuk menampung aspirasi dan keresahan
masyarakat desa atas pengelolaan dana desa oleh aparat desa, atau lebih dikenal dengan
Whistleblowing, yang dapat diakses melalui website LAPOR (Layanan Aspirasi dan
Pengaduan Online Rakyat). Jalannya Whistleblowing System diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban atau “pengungkap fakta”,
sehingga masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan tindak kecurangan.
Selain pengawasan dan whistleblowing, kearifan lokal masyarakat desa juga dapat
berperan untuk mengurangi kecurangan di pengelolaan keuangan desa. Busyro Muqoddas,
mantan wakil ketua KPK periode 2005-2010, mengatakan bahwa para pemimpin dan
masyarakat Indonesia seringkali mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga korupsi
sangat sulit untuk dihentikan (D. I. Saputra 2014). Menurut Irjen Pol. Ike Edwin, hilangnya Commented [WU4]: Kutipan hanya nama belakang saja
rasa malu dan rendahnya tingkat keteladanan menyebabkan banyaknya kasus korupsi
merebak di Indonesia (reportasenews.com 2019). Penelitian terkait kearifan lokal dilakukan
oleh Tanjung dan Tanjung (2013) menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya
secara struktural saja, namun juga memperhatikan lingkungan birokrasinya dari sudut
pandang budaya serta kearifan lokal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan K. A.
K. Saputra et al. (2019) yang menyatakan bahwa penerapan konsep tri hita karana sebagai
kearifan lokal masyarakat, mampu mencegah timbulnya celah kecurangan karena adanya
faktor integritas, etos kerja, dan kelestarian lingkungan.
3
terbuka pelaporan keuangannya, dan menjadi desa percontohan untuk desa lain, yaitu. Alasan
pemilihan objek ini karena Desa Banyuanyar merupakan desa yang berbasis IT dan
keterbukaan informasi-informasi terkait keuangan sudah tercantum di website Desa
Banyuanyar.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi strategi anti fraud dalam
pengelolaan dana desa di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Bagi
seluruh masyarakat Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan dana desa. Bagi pemerintah,
penelitian ini membantu memberikan informasi mengenai strategi anti fraud terkait
pengelolaan dana desa. Bagi akademisi, penelitian dapat dijadikan salah satu kajian terkait
pengelolaan dana desa terutama di bidang audit.
TELAAH PUSTAKA
Desa merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang diakui oleh hukum di
Indonesia yang memiliki batas-batas wilayah tertentu. Desa memiliki hak untuk melakukan
rumah tangganya sendiri atau yang biasa disebut dengan hak otonomi, yang menyangkut
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Menurut Nurcholis (2011), desa
mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan,
melakukan pembinaan serta pemberdayaan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang desa, pembentukan dan pengelolaan desa didasari oleh prakarsa
masyarakat, hak asal-usul, dan hak tradisional yang biasanya disesuaikan dengan kondisi
lingkungan serta sosial budaya di daerah setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan di
Indonesia (Pemerintah Republik Indonesia 2014). Dalam sistem pemerintahan di Indonesia,
desa memiliki kedudukan di wilayah Kabupaten atau Kota yang terdiri dari Desa dan Desa
Adat. Penataan dalam desa dilakukan dengan melihat evaluasi kerja Pemerintah Desa
diantaranya pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan
suatu Desa. Syarat pembentukan desa diantaranya desa induk memiliki usia minimal lima
tahun, tersedia akses transportasi ke wilayah kerja, sosial budaya yang mendukung kerukunan
masyarakat, serta memiliki potensi sumberdaya alam, manusia, ekonomi yang mendukung.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa perlu diatur dalam
rangka memperkuat posisinya dalam NKRI serta mempertegas tugas, peran, dan fungsi desa
4
(Pemerintah Republik Indonesia 2014). Tujuan dari peraturan desa adalah memperjelas status
hukum atas desa, melestarikan adat istiadat, tradisi, serta budaya, mendorong prakarsa dan
keterlibatan masyarakat desa, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik,
memajukan perekonomian desa, dan memperkuat masyarakat desa sebagai objek
pembangunan. Pengaturan desa dilakukan berdasarkan 13 asas, antara lain rekognisi,
kebersamaan, subsidiaritas, keberagaman, kegotong-royongan, kekeluargan, musyawarah,
demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan yang terakhir adalah
keberlanjutan.
Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa struktur organisasi
pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa yang terdiri dari sekretariat
desa, pelaksanaan wilayah, dan pelaksana teknis (Pemerintah Republik Indonesia 2015).
Penyelenggaraan pemerintahan desa harus dilakukan dengan baik dan menganut prinsip
akuntabel, transparan, aktif, efisien, serta terhindar dari kecurangan (Seputro et al., 2017).
Dalam rangka membantu mewujudkan pemerintahan desa yang baik, pemerintah pusat
memberikan dukungan finansial untuk tiap desa yaitu dana desa. Desa tidak lagi dipandang
sebagai objek pembangunan, namun menjadi penggerak perekonomian Indonesia.
5
sumbangan pihak ketiga, dan pendapatan lain-lain desa yang sah. Dana desa merupakan salah
satu sumber pendapatan desa yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dianggarkan oleh pemerintah pusat setiap tahun dan ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota. Dana desa dianggarkan
sebesar 10 persen dari dan di luar dana Transfer Daerah secara bertahap dan dialokasikan
berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta tingkat kesulitan
geografis wilayah desa. Dana desa akan disalurkan dalam dua tahap, tahap pertama sebesar
60 persen antara bulan Maret sampai Juli dan tahap kedua sebesar 40 persen pada bulan
Agustus dari jumlah total dana desa. Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk
pemberdayaan masyarakat serta pembangunan yang berdasarkan pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKPDes), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Dana desa harus dikelola
dengan baik. Menurut penelitian yang dilakukan Nurcholis (2011) setiap keuangan desa
wajib dilakukan pembukuan yang baik dan benar sesuai dengan aturan akuntansi keuangan
pemerintah. Pengelolaan dana desa yang baik diharapkan mampu memaksimalkan
pembangunan dan potensi sumber daya serta masyarakat sekitar.
Keuangan desa adalah keseluruhan hak serta kewajiban desa yang dinilai dengan uang
serta segala hal menyangkut uang dan barang terkait pelaksanaan desa. Terdapat beberapa
regulasi yang mengatur tentang pengelolaan dana desa antara lain : Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP 47/2015 tentang perubahan atas
PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014, dan PP 8/2016 tentang perubahan
Kedua atas PP 60/2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN. Pengelolaan dana desa
dijalankan berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif, serta tertib dan disiplin
anggaran. Regulasi tentang dana desa dan pengelolaannya dibuat pemerintah untuk
mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagian
regulasi merupakan revisi dari aturan yang sebelumnya sudah dibuat dan sisanya merupakan
aturan yang baru dibuat.
Dasar hukum pengelolaan keuangan desa yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Pemerintah Republik Indonesia
2018). Pengelolaan keuangan desa berjalan berdasarkan asas transparan, akuntabel,
partisipatif, tertib dan disiplin anggaran. Pencatatan transaksi dilakukan dengan basis kas.
Satu periode atau satu tahun anggaran pengelolaan keuangan desa yaitu mulai 1 Januari
6
sampai 31 Desember tahun berjalan. Tahapan pengelolaan keuangan desa dilihat pada
Gambar 1.
PERENCANAAN
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
PELAPORAN PENATAUSAHAAN
7
Tahap kedua dalam pengelolaan keuangan desa adalah pelaksanaan. Pada tahap ini
dilakukan penerimaan dan pengeluaran desa melalui rekening kas desa di Bank yang
ditetapkan bupati/wali kota. Rekening kas desa dibuat oleh pemerintah desaa dan ditanda
tangani kepala desa dan kaur keuangan. Nomor rekening kas desa disampaikan kepala desa
ke bupati/wali kota yang kemudian akan disalurkan melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa ke gubernur dengan tembusan menteri. Tujuan dari pelaporan nomor
rekening kas ini adalah sebagai pengendalian penyaluran dana transfer. Kaur keuangan
diperbolehkan menyimpan uang tunai untuk mencukupi kebutuhan operasional pemerintah
desa sesuai Peraturan bupati/wali kota tentang pengelolaan keuangan desa. Kaur dan kasi
pelaksana kegiatan anggaran menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) selambat-
lambatnya tiga hari setelah Peraturan Desa tentang APBDes dan Peraturan kepala desa
tentang penjabaran APBDes ditetapkan yang kemudian diberikan ke Sekretaris desa untuk
diverifikasi dan akan disetujui kepala desa. DPA terdiri dari Rencana Kegiatan dan Anggaran
Desa, Rencana Kerja Kegiatan Desa, dan Rencana Anggaran Biaya. Jika pada tahap
sebelumnya terdapat perubahan peraturan desa tentang APBDes dan/atau peraturan kepala
desa tentang penjabaran APBDes yang berdampak pada perubahan anggaran dan/atau
kegiatan desa, maka kepala desa akan menugaskan kaur dan kasi pelaksana kegiatan untuk
menyusun Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA). Kaur keuangan selanjutnya
akan menyusun Rancangan Anggaran Kas Desa (RAK) berdasarkan DPA. RAK memuat arus
kas masuk dan keluar dari rekening kas. Kaur dan kasi pelaksana kegiatan wajib membuat
laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran paling lambat tujuh hari setelah
seluruh kegiatan selesai ke kepala desa.
8
Tahap keempat dalam pengelolaan keuangan desa adalah pelaporan. Pada tahap ini,
kepala desa akan memberikan laporan pelaksanaan APBDes di semester pertama ke
bupati/wali kota, yang terdiri dari Laporan pelaksanaan APBDes dan Laporan Realisasi
Kegiatan dan diberikan paling lambat minggu kedua Bulan Juli. Bupati/wali kota akan
memberikan laporan konsolidasi pelaksanaan APBDes pada Menteri melalui Direktur
Jenderal Bina Pemerintahan Desa sebelum minggu kedua Bulan Agustus.
Kecurangan
Kecurangan memiliki arti yang luas dan banyak teori yang bermunculan terkait
dengan kecurangan. Definisi kecurangan menurut Arora et al. (2015) adalah perilaku yang
tidak jujur dan merugikan orang lain, yang ditujukan untuk pribadi maupun publik. Statement
on Auditing Standars No. 99 menyatakan bahwa kecurangan adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan
yang merupakan subjek audit. Menurut Karyono (2013) kesalahan yang sengaja dilakukan
adalah bentuk kecurangan. Berdasarkan Ikatan Akuntansi Indonesia, ada dua tipe kecurangan
yaitu salah saji akibat kecurangan di laporan keuangan dan salah saji akibat perlakuan
disengaja terhadap aktiva (IAI 2014).
Kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examiners atau ACFE (2016)
dibagi menjadi tiga topologi atau jenis berdasarkan perbuatan, yaitu asset misappropriation,
fraudulent financial statements, dan corruption. Asset misappropriation meliputi
penyalahgunaan aset perusahaan yang dapat diukur atau tangible sehingga mudah dideteksi.
Fraudulent financial statements adalah kecurangan yang biasanya dilakukan oleh petinggi-
petinggi dalam perusahaan (pihak eksekutif) atau instansi pemerintahan dengan
memanipulasi laporan keuangan dan memalsukan kondisi keuangan yang sebenarnya untuk
mencapai keuntungan. Corruption atau korupsi adalah jenis kecurangan yang sering ditemui
dan susah dideteksi karena pihak-pihak pelakunya saling bekerjasama menutupi kecurangan
untuk keuntungan tertentu. Corruption meliputi kegiatan suap (bribery), peneriman ilegal
9
(illegal gratuitties), konflik kepentingan (conflict of interest), dan pemerasan ekonomi
(economic exortion). Gambar 2 menunjukkan prosentase kecurangan yang paling banyak di
Indonesia.
10
Whistleblowing
Definisi whistleblowing menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2008)
adalah pengungkapan atau pelaporan suatu tindak pelanggaran, perbuatan yang melanggar
hukum, perbuatan tidak bermoral, atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi yang
dilakukan pemimpin atau bawahan dan pada umumnya diungkapkan secara rahasia
(confidential). Individu yang melakukan whistleblowing atau pelapor disebut dengan
whistleblower.
11
Sumber : Park et al., (2008)
Gambar 4
Jenis Whistleblower
Peran whistleblowing sangat penting dalam mengungkap perilaku menyimpang dalam
pemerintahan, selain itu whistleblowing juga mendorong pengelolaan pemerintahan menjadi
lebih akuntabel dan transparan kepada publik (Jeon 2017). Penelitian yang dilakukan
Sweeney (2008) menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan penerapan pengendalian
internal dan jasa internal maupun eksternal auditor, penggunaan whistleblowing system
terbukti lebih efektif untuk mencegah dan mengurangi tindak kecurangan. Whistleblowing
system merupakan sebuah aplikasi yang disediakan oleh organisasi swasta ataupun
pemerintah sebagai wadah pelaporan dan pengungkapan kecurangan. Whistleblowing system
telah diterapkan pada organisasi-organisasi sektor publik di Indonesia salah satunya adalah
Kementrian Keuangan melalui website WiSe dan LAPOR. Whistleblowing system diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010 dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 (Pemerintah Republik Indonesia 2010; (Pemerintah
Republik Indonesia 2011). Melalui kedua website tesebut, masyarakat dapat melaporkan
ketidakpuasan terhadap pelayanan pemerintah dan tindak kecurangan yang dilakukan
pemerintahan baik pusat, daerah, maupun desa.
Whistleblowing terkadang gagal mendeteksi dan mencegah tindak kecurangan, salah
satunya disebabkan karena kurangnya anonimitas yang membuat seseorang menjadi enggan
untuk menjadi whistleblower (Albrecht et al., 2018). Seorang pegawai mungkin tidak akan
memberikan informasi tentang tindak kecurangan jika tidak menjamin anonimitasnya.
Anonimitas sangat diperlukan untuk menjamin kerahasiaan seorang whistleblower. Penelitian
Albrecht et al., (2018) juga menyebutkan bahwa karyawan yang ingin melaporkan
kecurangan pada organisasi tempatnya bekerja tidak akan mengorbankan dirinya secara
sukarela. Karyawan takut akan adanya pembalasan atau ancaman dari pelaku jika
identitasnya diketahui. Hal ini yang sering disebut dengan personal cost of reporting.
Personal cost of reporting akan mempengaruhi niat seseorang untuk melakukan
whistleblowing (Aliyah 2015). Menurut Bagustianto dan Kholis (2014) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa, personal cost of reporting akan membuat seorang whistleblower merasa
dilema dan mendistorsi niat melakukan whistleblowing.
12
whistleblower. Perlindungan terhadap whistleblower menjadi penting karena menurut
penelitian yang dilakukan Taiwo (2015) menyatakan bahwa organisasi dengan proteksi yang
tinggi terhadap whistleblower cenderung memiliki kinerja yang baik. Di Indonesia,
perlindungan terhadap whistleblower diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang diikuti Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
4 Tahun 2011 tentang perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi
Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaboration) (Pemerintah Republik Indonesia 2006).
METODA PENELITIAN
13
Teknik analisis pada penelitian kualitatif menekankan pada kata-kata yang
menjelaskan dan bukan merupakan perhitungan matematis. Data yang sudah diperoleh
melalui wawancara, pengumpulan dokumen, dan telaah literatur kemudian akan dianalisis
dengan beberapa tahapan, yaitu reduksi data, triangulasi, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Reduksi data merupakan tahap peneliti mengerucutkan, melakukan pemusatan,
penyederhanaan kata dari data dan informasi yang telah didapatkan, sehingga akan terjadi
filter data dalam suatu pola dan memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Data yang tidak
sesuai dengan fokus penelitian, yaitu potensi fraud dan whistleblowing di Desa Banyuanyar,
akan dihilangkan. Setelah melakukan reduksi data, tahap selanjutnya adalah triangulasi.
Triangulasi merupakan tahap untuk melihat keabsahan data. Triangulasi akan menunjukkan
apakah data yang didapatkan berasal dari sumber data atau narasumber yang tepat. Informasi
dari narasumber dapat didukung dengan dokumen, gambar, foto, atau data lain yang dapat
mendukung informasi tersebut. Tahap selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data
berupa gabungan data dari dua tahap sebelumnya yang dapat berupa teks naratif, grafik,
maupun tabel yang mendeskripsikan data. Data yang disajikan merupakan data yang sudah
sesuai dengan topik penelitian, yaitu potensi fraud dan whistleblowing di Desa Banyuanyar,
dan merupakan data yang sah dengan dukungan bukti terkait. Tahap terakhir adalah
penarikan kesimpulan yang berupa pokok, inti, dan merupakan catatan yang bersifat final dan
dapat merangkum keseluruhan hasil dalam penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang ingin
dicapai peneliti adalah tercapainya tujuan penelitian yaitu terkait potensi kecurangan dalam
pengelolaan dana desa di Desa Banyuanyar dan potensi whistleblowing oleh masyarakat
sekitar. Jika ditemukan potensi kecurangan, kecurangan tersebut terjadi di tahapan
pengelolaan dana desa yang mana, termasuk kategori kecurangan yang mana dan mengapa
kecurangan tersebut dapat terjadi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
terdapat pada Gambar 4.
2. Triangulasi 4. Penarikan
Kesimpulan
Gambar 4
14
Teknik Analisis Data
BAB 4
Desa Banyuanyar merupakan desa yang mengusung slogan Green Smart Village atau Desa
Pintar Hijau sebagai Visi desa. Sedangkan Misi Desa Banyuanyar adalah meningkatkan
sarana prasana bidang infrastruktur pedesaan, meningkatkan sarana air bersih, meningkatkan
akses masyarakat terhadaap informasi lokal maupun global, serta meningkatkan pendapatan
masyarakat. Pada tahun 2017, Desa Banyuanyar mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD)
dari pemerintah sebesar Rp 786,272 juta yang merupakan 57% dari total pendapatan desa
(Berita Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, 2017). Desa Banyuanyar juga mulai
membangun desa yang berbasis teknologi (IT) dan menjadi desa pertama di Kabupaten
Boyolali yang memberikan akses kepada msyarakat dengan menyediakan wifi hotspot secara
gratis. Berita kesuksesan Desa Banyuanyar dalam membangun Green Smart Village berbasis
IT diangkat dalam website KPPN Klaten dan menjadi percontohan untuk desa-desa lain.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban aparat desa kepada pemerintah pusat terutama pada
masyarakat terhadap pengelolaan dana desa, Desa Banyuanyar melakukan publikasi atas
laporan pengelolaan dana desa berupa spanduk, baliho, serta melalui media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Muhammad Dimar. 2013. “Persepsi Aparatur Pemerintah Dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang Terhadap Fraud Dan Peran Whistleblowing
Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pendeteksian Fraud.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB 2
(2). http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1280.
Albrecht, Chad O., Daniel V. Holland, Bradley R. Skousen, and Christopher J. Skousen.
2018. “Journal of Forensic & Investigative Accounting Volume 10 : Issue 1 , January –
15
June 2018 Journal of Forensic & Investigative Accounting” 10 (1): 225–49.
Aliyah, Siti. 2015. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Melakukan
Tindakan Whistleblowing.” Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis 12 (2): 173–89.
https://ejournal.unisnu.ac.id/JDEB/article/view/370/704.
Arens, Alvin A., Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. 2015. Auditing Dan Jasa Assurance
Pendekatan Terintegrasi. Lima Belas. Jakarta: Erlangga.
Arora, Rajiv, Daya Gupta, and Payal Pahwa. 2015. “Fraud Detection Life Cycle Model: A
Systematic Fuzzy Approach to Fraud Management.” International Journal of
Computational Intelligence and Applications 14 (02): 1550010.
https://doi.org/10.1142/S1469026815500108.
Berdesa.com. 2018. “Ini Dia 12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICW - Berdesa.” 2018.
http://www.berdesa.com/12-modus-korupsi-dana-desa-versi-icw/.
Damar, Agustinus Mario. 2018. “Grab Klaim Berhasil Tumpas 80 Persen Order Fiktif -
Tekno Liputan6.Com.” 2018. https://www.liputan6.com/tekno/read/3553447/grab-
klaim-berhasil-tumpas-80-persen-order-fiktif.
Dariyanto, Erwin. 2017. “Ini Celah Rawan Korupsi Dana Desa.” 2017.
https://news.detik.com/berita/d-3591962/ini-celah-rawan-korupsi-dana-desa.
Hidayat, Faeiq. 2017. “KPK Soroti 4 Kelemahan Dana Desa Yang Buka Peluang Korupsi.”
2017. https://news.detik.com/berita/d-3584184/kpk-soroti-4-kelemahan-dana-desa-yang-
buka-peluang-korupsi.
IAI. 2014. “Pemeriksaan Atas Pengelolaan Dan Tanggungjawab Keuangan Daerah.” Materi
Dialog Keuangan 13 Juni 2014. http://www.iaiglobal.or.id/v03/materi-publikasi/materi-
26.
16
Jeon, So Hee. 2017. “Where to Report Wrongdoings? Exploring the Determinants of Internal
versus External Whistleblowing.” International Review of Public Administration 22 (2):
153–71. https://doi.org/10.1080/12294659.2017.1315235.
LAPOR. n.d. “LAPOR! - Layanan Aspirasi Dan Pengaduan Online Rakyat.” Accessed
October 31, 2018. https://www.lapor.go.id/.
Laucereno, Sylke Febrina. 2018. “Jokowi: Total Alokasi Dana Desa Capai Rp 187 Triliun.”
2018. 2018. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4169015/jokowi-total-
alokasi-dana-desa-capai-rp-187-triliun.
Manewus, David. 2019. “Ini Cara Mengatasi Penyalahgunaan Dana Desa Menurut Kepala
Lab Jurusan Manajemen Unsrat - Tribun Manado.” 2019.
http://manado.tribunnews.com/2019/02/19/ini-cara-mengatasi-penyalahgunaan-dana-
desa-menurut-kepala-lab-jurusan-manajemen-unsrat.
Noviani, Dita Putri, and Yudhanta Sambharakreshna. 2014. “Pencegahan Kecurangan Dalam
Organisasi Pemerintahan.” Jaffa 02 (2): 61–70.
Park, Heungsik, John Blenkinsopp, M. Kemal Oktem, and Ugur Omurgonulsen. 2008.
“Cultural Orientation and Attitudes Toward Different Forms of Whistleblowing: A
Comparison of South Korea, Turkey, and the U.K.” Journal of Business Ethics 82 (4):
929–39. https://doi.org/10.1007/s10551-007-9603-1.
17
TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN
PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN.”
Prasetyo, Antonius Galih, and Abdul Muis. 2015. “Village Financial Management After
Implementation of Law No. 6/2014: Potential Problems and Solutions.” Jurnal
Desentralisasi 13.
Rahimah, Laila Nur, Yetty Murni, and Shanti Lysandra. 2018. “PENGARUH PENYAJIAN
LAPORAN KEUANGAN DESA, LINGKUNGAN PENGENDALIAN Dan
MORALITAS INDIVIDU TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD YANG TERJADI
18
DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA” 2 (June): 42–55.
http://eprints.ummi.ac.id/226/2/PENGARUH PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
DESA%2C LINGKUNGAN PENGENDALIAN dan MORALITAS INDIVIDU
TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD YANG TERJADI.pdf.
reportasenews.com. 2019. “Ike Edwin Sebut Korupsi Marak Akibat Hilangnya Rasa Malu -
Reportase News.” 2019. http://reportasenews.com/ike-edwin-sebut-korupsi-marak-
akibat-hilangnya-rasa-malu/.
Saputra, Dheny Irwan. 2014. “Kearifan Lokal Melawan Korupsi - Banjarmasin Post.” 2014.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/05/08/kearifan-lokal-melawan-korupsi.
Saputra, Komang Adi Kurniawan, Edy Sujana, and Gede Mandirta Tama. 2019. “Perspektif
Budaya Lokal Tri Hita Karana Dalam Pencegahan Kecurangan Pada Pengelolaan Dana
Desa.” Jurnal Akuntansi Publik 1 (1): 28–41. https://doi.org/10.32554/jap.v1.i1.p28-41.
Seputro, Hanif Yusuf, Sulistya Dewi Wahyuningsih, and Siti Sunrowiyati. 2017. “Potensi
Fraud Dan Strategi Anti Fraud Pengelolaan Keuangan Desa.” Jurnal Penelitian Teori
Dan Terapan Akuntansi 2 (1): 79–93.
http://journal.stieken.ac.id/index.php/peta/article/view/284/317.
Srividhya, S., and C. Stalin Shelly. 2012. “Whistle Blowing Porotection – a Watch Dog for
the Organisation.” International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research
1 (10): 204–11. https://doi.org/10.1186/s12885-018-4736-4 LK -
http://link.kib.ki.se/?sid=EMBASE&issn=14712407&id=doi:10.1186%2Fs12885-018-
4736-4&atitle=Simultaneous+detection+of+lung+fusions+using+a+multiplex+RT-
PCR+next+generation+sequencing-based+approach%3A+A+multi-
institutional+research+study&stitle=BMC+Cancer&title=BMC+Cancer&volume=18&i
ssue=1&spage=&epage=&aulast=Vaughn&aufirst=Cecily+P.&auinit=C.P.&aufull=Vau
ghn+C.P.&coden=BCMAC&isbn=&pages=-&date=2018&auinit1=C&auinitm=P.
Sulistiyono, Seno Tri. 2018. “Ini Tujuan Jokowi Keluarkan PP Hadiah Rp 200 Juta Bagi
19
Masyarakat Yang Laporkan Pelaku Korupsi - Tribunnews.Com.” 2018.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/10/10/ini-tujuan-jokowi-keluarkan-pp-
hadiah-rp-200-juta-bagi-masyarakat-yang-laporkan-pelaku-korupsi.
Sweeney, Paul. 2008. “Hotlines Helpful for Blowing the Whistle: Required for Public
Companies under the Sarbanes-Oxley Act, Corporate Hotlines for Whistleblowers Have
Become a Big Weapon against Fraud--More Effective than Internal Audits. Yet,
Research Shows That Companies May.” Financial Executive 24 (4): 28–32.
http://go.galegroup.com/ps/anonymous?id=GALE%7CA179081197&sid=googleSchola
r&v=2.1&it=r&linkaccess=abs&issn=08954186&p=AONE&sw=w.
Tamtama, Derro Madya. 2014. “Akuntabilitas Pengelolaan ADD (Alokasi Dana Desa) Di
Kabupaten Madiun Tahun 2013 (Studi Kasus Pada Kecamatan Kare).” Artikel Ilmiah
Mahasiswa Universitas Jember 2013.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/63794/Derro Madya
Tamtama.pdf?sequence=1.
Tanjung, Irawati, and Irawati Tanjung. 2013. “Kearifan Lokal Dan Pemberantasan Korupsi
Dalam Birokrasi.” MIMBAR, Jurnal Sosial Dan Pembangunan 29 (1): 101.
https://doi.org/10.29313/mimbar.v29i1.375.
20
Tribunnews.com. 2018. “ICW Ingatkan Potensi Dugaan Korupsi Di Proyek-Proyek
Infrastruktur - Tribunnews.Com.” 2018.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/07/18/icw-ingatkan-potensi-dugaan-korupsi-
di-proyek-proyek-infrastruktur.
Widiyarta, Kadek, Nyoman Trisna Herawati, Anantawikrama Tungga, Atmadja Jurusan, and
Akuntansi Program. 2017. “PENGARUH KOMPETENSI APARATUR, BUDAYA
ORGANISASI, WHISTLEBLOWING DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
TERHADAP PENCEGAHAN FRAUD DALAM PENGELOLAAN DANA DESA
(STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN BULELENG).”
Vol. 8. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/S1ak/article/viewFile/13930/8655.
Yulianah, Yuyun. 2015. “Potensi Penyelewengan Alokasi Dana Desa Di Kaji Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.” Jurnal Mimbar Justitia 1 (2): 608–27.
21