Anda di halaman 1dari 14

Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .

2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X


https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

SISTEM TAKSIR PADA JUAL BELI


RONGSOKAN MENURUT HUKUM ISLAM
(ANALISIS KASUS DI DESA LEMAHTAMBA,
PANGURAGAN, CIREBON)

Hendra Karunia Agustine


Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah (STISHK) Kuningan
hendra@stishusnulkhotimah.ac.id

Denanti
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah (STISHK) Kuningan
denantidede@gmail.com

Abstrak
Jual beli rongsokan banyak di praktekan oleh masyarakat Desa Lemahtamba.
Kebanyakan para pelaku jual beli rongsokan menggunakan sistem taksiran
dalam penentuan harganya. Namun belum di ketahui secara pasti bagaimana
pelaksanaan sistem taksiran tersebut dan kesesuainnya dengan hukum Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek jual beli barang
rongsokan dengan sistem taksir di Desa Lemahtamba Kecamatan Panguragan
Kabupaten Cirebon serta untuk menganalisa bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap praktek jual beli rongsokan dengan sistem taksir di Desa
Lemahtamba Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon. Penelitian ini
menggunakan penelitian metode kualitatif. Adapun jenis penelitian ini adalah
filed research dan teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dan
wawancara kepada pembeli barang bekas (pengepul) dan penjual barang bekas
untuk memperkuat dan menjawab permasalahan dalam penelitian. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli barang rongsokan dengan sistem
taksiran ini telah memenuhi rukun akan tetapi belum terpenuhinya syarat jual
beli yaitu dimana syarat barangnya harus jelas zat dan ukuran beratnya. Begitu
pula dengan kaidah fikih Al ‘adah muhakamah ternyata tradisi ini melanggar
hukum sehingga tidak bisa menjadi pegangan. Dengan begitu jual beli barang
rongsokan dengan sistem taksiran ini terindikasi adanya unsur ketidakjelasan
(gharar).

Kata kunci: Hukum Islam, Jual Beli, Barang Rongsokan

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 157


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

Abstract
The people of Lemahtamba Village are used to practice buying and selling of junk. Them use
an estimation system in determining the price. However, it has not yet known exactly how the
appraisal system is implemented and its compatibility with Islamic law. This study aims to
find out how the practice of buying and selling junk with an appraisal system in Lemahtamba
Village, Panguragan District, Cirebon Regency and to analyze how Islamic law views on the
practice of buying and selling junk with an appraisal system in Lemahtamba Village,
Panguragan District, Cirebon Regency. This study uses qualitative research methods. The type
of this research is filed research and data collection techniques using documentation and
interviews to buyers of used goods (collectors) and sellers of used goods to strengthen and answer
the problems in research. The results of this study indicate that the sale and purchase of junk
with this estimation system has fulfilled the pillars but the requirement buying and selling have
not been fulfilled which is the requirement for the goods must be clear both the substance and
size of the weight. Likewise with the fiqh rules of Al 'adah muhakamah , it turns out that
this tradition violates the law so that it cannot be used as a guideline. In this way, the buying
and selling of junk using this appraisal system indicates an element of ambiguity (gharar).

Keywords: Islamic Law, Buying and Selling, Junk

PENDAHULUAN
Barang rongsokan menurut Kamus bahasa Indonesia (KBBI)
merupakan barang yang sudah rusak sama sekali (KBBI, 2022a). Barang
rongsokan banyak dijumpai di lingkungan masyarakat, barang rongsokan
juga identik dengan barang yang kotor dan kumuh. Barang rongsokan
yang memang terlihat remeh itu membuat barang tersebut seolah patut
untuk dimusnahkan. Padahal, jika dilihat dari sisi positifnya, barang
rongsokan tersebut bisa menjadi bisnis yang menguntungkan dan
menjanjikan, banyak juga industri yang membutuhkannya untuk didaur
ulang (Nurkhafidzoh, 2021). Dalam madzhab Hanafi berpendapat bahwa
dibolehkan memperjualbelikan barang yang sudah rusak/ barang
rongsokan hanya saja ketika memperjualbelikan barang rongsokan,
meskipun secara nilai tidak dikenai harga tapi karena dijadikan
komunitass jual beli dan selagi ada manfaatnya maka perlu dimunculkan
harganya (Syaifullah, 2014).
Dalam transaksi barang rongsokan pihak pembeli disebut pengepul
atau tukang rongsok, sementara pihak penjual ialah masyarakat yang
berprofesi sebagai perongsok atau memang sengaja mengumpulkan
barang-barang rongsokan dan kemudian dijual kembali setelah jumlahnya
memadai untuk ditransaksikan. Jual beli barang rongsokan dianggap
lumrah di kalangan masyarakat bahkan ada yang menjadikannya sebagai

158 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

pekerjaan tetap karena mendatangkan nilai ekonomi dan profit yang


dapat dijadikan sebagai income dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Sedangkan penetapan harga ditentukan oleh pihak pemasok yang
berposisi sebagai pembeli dan terdapat perbedaan antara satu pemasok
dengan pemasok yang lain di dalam menetapkan harga beli dikarenakan
tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang harga di dalam transaksi
jual beli barang rongsokan ini (Fadly, 2021). Jual beli barang rongsokan
juga dilakukan oleh para pengepul di Desa Lemahtamba Kecamatan
Panguragan Kabupaten Cirebon ini yang memiliki sistem pembayaran
dengan minyak goreng curah. Adapun transaksi yang dilakukan
menggunakan sistem taksiran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) borongan ialah penjualan (pembelian, lelang, dan sebagainya)
secara keseluruhan (KBBI, 2022b).
Masyarakat yang menjual barang rongsokan kemudian dijadikan
satu dalam karung tanpa dipilah-pilih dulu kemudian didalam karung
tersebut terdapat seperti botol-botol plastik, kaleng, kadus, kertas,
tembaga, besi, dan lain-lain. Secara sepintas dari barang yang diperjual
belikan tersebut mengandung unsur ketidakjelasan tentang barang yang
dijadikan obyek jual beli karena semua barang dijadikan satu dalam
karung tanpa diketahui jenis atau bahan dari barang tersebut. Untuk
mengetahui kejelasan barang oleh penjual dan pembeli, maka seharusnya
masyarakat yang menjual barang rongsokan tersebut mengumpulkan
barang sesuai dengan jenisnya sehingga tidak menimbulkan kerugian baik
penjual ataupun pembeli (Rosida, 2016).
Dalam wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap
Sahimto, salah satu pemasok di Desa Lemahtamba Kecamatan
Panguragan Kabupaten Cirebon dijelaskan bahwa sistem transaksi
rongsokan di Desa Lemahtamba memakai sistem taksiran dengan cara
borongan. Maksudnya, mula-mula penjual mengumpulkan berbagai jenis
barang yang akan dijual dalam sebuah karung. Kemudian pembeli akan
mentaksir barang dalam karung tersebut. Jadi, dalam proses taksiran ini
pemasok menggunakan perkiraan dalam menetapkan berat barang serta
harganya (Sahimto, Agustus 2022).
Praktik jual beli barang rongsokan dengan sistem taksiran seperti
yang di praktikan masyarakat Desa Lemahtamba Kecamatan Panguragan
Kabupaten Cirebon diatas memungkinkan terjadinya unsur gharar,
karena dengan menggunakan penentuan harga atau sistem taksiran ini
sifatnya hanya perkiraan dan tidak bisa menentukan secara pasti berapa

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 159


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

jumlah yang akan diperjualbelikan. Selain itu tidak ada standar yang jelas
sehingga mungkin terjadi dzolim. Oleh karena itu, penting untuk diteliti
bagaimana tinjauan Islam terhadap sistem taksiran dalam penjualan
barang rongsokan yang dilakukan oleh masyarakat desa Lemahtamba
tersebut. Berdasarkan penjabaran yang sudah dijelaskan, peneliti tertarik
untuk meneliti dan menganalisis lebih dalam permasalahan praktik jual
beli rongsokan dengan sistem taksiran, dalam bentuk skripsi yang
berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Taksir Pada Jual Beli
Rongsokan Studi Kasus di Desa Lemahtamba Kecamatan Panguragan
Kabupaten Cirebon.”

TINJAUAN LITERATUR
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penelitian
skripsi ini antara lain sebagai berikut: Skripsi yang ditulis oleh Hanan
Umi Faijah yakni "Praktik Jual Beli Barang Rongsokan Dalam Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus Di UD. Wijaya Mandiri Desa Kaliori
Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas)" Fakultas syariah IAIN
Purwokerto (2016). Jual beli barang rongsokan yang dilakukan oleh UD
Wijaya Mandiri Desa Kaliori terdapat dua jenis yakni dengan sistem
borongan dan sistem jual beli barang rongsokan secara umum (kiloan).
Hasil penelitian ini menunjukan sistem jual beli secara umum dalam
praktik jual beli barang rongsokan adalah sah karena telah memenuhi
rukun dan syarat sah jual beli, sedangkan sistem jual beli borongan dapat
mengandung unsur Gharar dan menimbulkan kerugian diantara kedua
belah pihak, namun selama ini tidak pernah ada pertentangan antara
penjual dan pembeli barang rongsokan (Faijah, 2016).
Jurnal Tanti Gusmawati yang berjudul Tinjauan Fikih Muamalah
terhadap Jual Beli Jagung dengan Sistem Taksiran di Desa Lamajang
Metode yang digunakan adalah kualitatif deskritif. Sumber data berupa
primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara, dokumentsi, observasi,. Metode anilisi data yang digunakan
ialah deksritif anilisis kualitatif. hasil penelitian ini menunjukan bahwa
jual beli jagung dengan taksiran di Desa Lamajang Pangalengan tidak sah
karena adanya syarat yang tidak terpenuhi sesuai ketetntuan Islam, serta
adanya unsur keterpaksaan dalam penetapan harga yang kurang adil serta
tidak diberikannya hak khiyar, apabila terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan dalam transaksi jual beli taksiran (Gusmawati et al., 2022).

160 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

Skripsi Samsul Arifin, meneliti tentang Analisis Maslahah Mursalah


Terhadap Praktik Jual Beli Onderdil Truk Bekas Secara Borongan di
Pasar Loak Surabaya. Masalah yang diangakat adalah bagaimana praktik
jual beli onderdil truk bekas secara borongan dan bagaimana anilisis
maslahah mursalahnya. Hasil penelitian Samsul Arifin menunjukan jual
beli barang onderdil truk bekas seperti mesin, prosneleng, kardan, dan
sebagainya dengan menggunakan sistem borongan yang tidak melalui
spesifikasi alat secara terperinci. Jual beli alat atau mesin tersebut
mengandung ketidakjelasan tentang barang yang dijadikan obyek jual.
Landasan hukum skripsi ini lebih menitik beratkan pada maslahah
mursalah jual beli tersebut (Arifin, 2019).
Skripsi Sahrul Ghofar yang berjudul Tinjauan Hukum Islam
terhadap Pelaksanaan Transaksi Jual Beli Barang Rongsok di “CV. Mardi
Plastik” Brantiharjo, Bangak, Banyudono, Boyolali. Jual beli barang
rongsokan yang dilakukan oleh CV. Mardi Plastik, secara umum sudah
menerapkan jual beli dengan sistem timbangan. Rongsok ditimbang per
tiga karung, penimbangan dilakukan sesuai dengan jenis plastik yaitu pph,
p3, ppb, blw, blp, padahal barang rongsokan tersebut terkadang ada yang
basah dan kotor, hal tersebut menjadikan ketidak pastian dalam
penentuan nilai timbangan sehingga dari pihak CV. Mardi Plastik
melakukan pemotongan harga (Ghofar, 2018).

METODOLOGI PENELITIAN
JENIS PENELITIAN
Adapun metode penelitian yang akan penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. penelitian ini akan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang akan diamati. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran yang baik, jelas, dan dapat memberikan analisa
data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti.

SUMBER DATA PENELITIAN


penelitian ini akan menggunakan sumber data yang sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Penelitian ini akan menggunakan sumber data
primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara
dan dengan masyarakat dan tokoh agama di Desa Lemahtamba
Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon. Dan data sekunder

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 161


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

diperoleh dari buku-buku ilmiah, skripsi, jurnal dan pustaka lainnya yang
mendukung penelitian ini.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang diperlukan
adalah menggunakan metode observasi, wawancara (interview) dan
dokumentasi.

TEKNIK ANALISIS DATA


Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif deskriptif
bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian
berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan
tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif yaitu data yang dikumpulkan umumnya berbentuk
kata-kata, gambar dan kebanyakan bukan angka-angka. Jika ada angka-
angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang dimaksud meliputi
wawancara, catatan data lapangan, foto-foto dokumen pribadi, note dan
catatan lainnya. Termasuk didalam deskriptif mengenai tata situasi (Fadly,
2021).

HASIL DAN PEMBAHASAN


ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI
BARANG RONGSOKAN DENGAN SISTEM TAKSIR DI DESA
LEMAHTAMBA KECAMATAN PANGURAGAN KABUPATEN
CIREBON
Berdasarkan ayat Al quran Q.S An-Nisa, 4:29 dan hadist Nabi
SAW., dapat diketahui bahwa Islam sangat memberikan perhatian
terhadap praktik jual beli. Selain dibuktikan dari ayat Al quran dan hadist
di atas, Islam juga memberikan perhatian terhadap praktik jual beli, yakni
dibuktikan dengan adanya syarat dan rukun jual beli itu sendiri. Dengan
demikian, tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli yang diangkat
dalam penelitian ini yakni berdasarkan rukun dan syaratnya berikut
adalah pemaparannya.
1. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli yang sesuai dengan Syariat Islam harus memenuhi rukun
dan syarat. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa rukun dan syarat

162 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

merupakan sesuatu yang harus dipenuhi. Hal ini dikarenakan agar jual
beli itu dipandang sah. Namun sebelum memaparkan tentang syarat jual
beli, dalam hal ini akan dipaparkan rukun jual beli dalam Islam, yakni
menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut (Syaifullah, 2014).

a. Ada shigat (lafal ijab dan qabul)


Akad artinya persetujuan dari penjual dan pembeli. Jual beli
belum dikatakan sah sebelum ijab qabul dilakukan. Hal ini karena
ijab dan qabul menunjukan kerelaan kedua belah pihak pada
dasarnya ijab qabul itu harus dilakukan dengan lisan. Akan tetapi
kalau bisu, boleh menggunakan surat atau lewat prantara lisan
orang lain. Praktik jual beli barang rongsokan dengan sistem
taksiran tersebut sudah dilakukan dengan syarat sahnya ijab dan
qabul dimana dalam transaksi jual beli ini terjadi saling tawar
menawar antara penjual dan pembeli setelah terjadinya kesepakatan
anatara kedua belah pihak. Persetujuan pembeli atas tawarannya
mengharuskannya untuk membeli keseluruhan barang dengan
harga yang disepakati, jadi jual beli barang rongsokan dengan
sistem taksiran tersebut dibolehkan asalkan ada kesepakatan di
antara kedua belah pihak.
b. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan
pembeli)
Mengenai orang-orang yang yang melakukan akad yaitu harus
memenuhi syarat jual beli yaitu berakal, tidak paksa, keadaanya
tidak mubazir dan baligh. Praktik jual beli barang rongsokan
dengan sistem taksiran di Desa Lemahtamba baik penjual maupun
pembelinya merupakan orang yang sudah baligh berakal, bisa di
buktikan dari dua narasumber atau pelaku dalam jual beli tersebut,
ada pembeli Bapak sahimto yang sudah berusia 42 tahun dan sudah
melakukan bisnis jual beli barang rongsokan dengan sistem taksiran
ini selama lima tahun. Adapun dari penjual yaitu ibu Sucia yang
sudah berusia 40 tahun dan sudah melakukan jual beli barang
rongsokan tersebut selama sepuluh tahun. Bisa dilihat baik dari
pihak penjual dan pembeli orang-orangnya sudah cukup umur dan
cakap hukum, seperti kalangan bapak-bapak dan kalangan ibu-ibu.
Jual belinya dilakukan bukan karena paksaan dan kehendak sendiri
tanpa ada paksaan dari orang lain. Karena dalam jual beli
rongsokan dengan sistem taksiran dalam transaksinya dilakukan
tawar menawar dalam menetukan pembayarannya. Jadi sudah jelas

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 163


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

mengenai syarat yang berkaitan dengan orang-orang yang berakad


tidak ada masalah atau syaratnya sudah terpenuhi.
c. Ma’kud ‘Alaih (objek jual beli)
Selanjutnya rukun yang harus terpenhui adalah ma’qud ‘alaih
(barang yang dijadikan objek jual beli). Barang yang dijadikan objek
jual beli ialah Barang rongsokan yang diperjualbelikan terdiri dari
botol, gelas plastik, kardus, buku, besi, alat-alat rumah tangga,
benda elektronik dan masih banyak lagi.

2. Syarat Objek Jual Beli


Menurut (Hendi, 2011) yang Berkaitan dengan obyek jual beli
syarat yang harus terpenuhi obyek jual beli adalah sebagai berikut:
a. Objek jual beli harus suci, manfaat, Jual beli dilarang apabila
yang menjadi obyek jual belinya tidak suci. Hal ini dilarang
karena barang yang tidak suci tersebut dapat menjadi
kemadhorotan bagi pelakunya.
Dalam kaitannya dengan jual beli barang rongsokan dengan
sistem taksiran tidak ada masalah karena barang yang diperjual
belikan adalah barang rongsokan, seperti dijelaskan oleh pengepul
yaitu pak Sumari setiap kali dia membeli barang yang di dapatkan
adalah berbagai macam barang rongsokan seperti besi, plastik,
aluminium, botol, dan kardus, dan lainnya. Sehingga dapat dilihat
bahwa jual beli barang rongsokan dengan sistem taksiran tidak
tergolong benda-benda yang najis ataupun benda-benda yang
diharamkan seperti, Khamar, bangkai, dan lain-lain. Sedangkan
kaitannya dengan syarat barang yang diperjualbelikan haruslah
bermanfaat. Barang bekas atau rongsokan dapat didaur ulang
kembali menjadi barang-barang baru, seperti contohnya botol
plastik yang didaur ulang dengan cara di masukan ke area giling
dicacah dan hasilnya menjadi potongan kecil yang akan di buat
menjadi botol baru lagi, adapun dibuat menjadi biji plastik, serta
ada yang dibuat menjadi benang. Maka dapat disimpulkan barang
rongsokan sangat bermanfaat karena memilki nilai ekonomi yang
tinggi setalah didaur ulang kembali. Jadi mengenai syarat bahwa
barang yang diperjualbelikan haruslah suci dan bermanfaat tidak
ada masalah.
b. Mengetahui barang yang diserahterimakan
Syarat barang yang diserahterimakan dalam praktik jual beli
barang rongsokan dengan sistem taksiran barang yang sudah

164 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

dipastikan ada ditempat akad kemudian diserahkan langsung


kepada pembeli setelah pembeli mengira-ngira dan menentukan
berat barang kemudian terjadi tawar menawar antara pembeli dan
penjual. Setelah adanya kesepakatan harga antara kedua belah pihak
yang berakad dan terjadi kesepakatan maka pembeli membayar dan
penjual menyerahkan barang rongsokan secara langsung kepada
pembeli tanpa melalui perantara, tanpa ada batasan waktu dan
jarak. Dapat dikatakan dari penjelasan tersebut menurut praktiknya
syarat barang yang diserah-terimakan memenuhi syarat dan tanpa
masalah.
c. Hendaknya barang atau objek yang diperjualbelikan itu
merupakan milik penjual atau setidaknya ia memiliki hak kuasa
atas barang tersebut.
Syarat selanjutnya yang terpenuhi dalam jual beli yaitu barang
yang dijadikan objek jual beli haruslah milik orang yang berakad.
Dalam hal ini tidak masalah karena barang rongsokan merupakan
milik dari pihak penjual. Hal ini karena penjual mengumpulkan
barang-barang bekas dari miliknya pribadi.
d. Harus jelas bentuk, zat, dan kadar ukurannya.
Mengenai syarat jual beli bentuk, zat, dan ukurannya dalam
jual beli barang rongsokan dengan sistem taksiran. Dalam
praktiknya, penjual mengumpulkan barang kemudian dijadikan satu
dalam karung. Hal ini mengakibatkan pembeli tidak mengetahui
barang apa saja yang terdapat dalam satu karung tersebut,
kemudian para pembeli dan penjual tidak mengetahui ukuran dan
beratnya barang rongsokan tersebut. Karena dalam proses jual
belinya tidak melalui timbangan terlebih dahulu. Dengan demikian,
dalam hal ini jual beli barang rongsokan dengan sistem taksiran
mengandung unsur ketidakjelasan, karena tidak diketahui jenis
bentuk barangnya, ukurannya, serta berat dari barang tersebut.

Kemudian, jual beli rongsokan sistem taksiran ini terindikasi adanya


unsur Gharar karena pada realitanya jual beli barang rongsokan ini dalam
prakteknya tidak ada kejelasan dari barang yang diperjual belikan karena
barang tersebut dijadikan satu dalam karung tanpa dipilih-pilah dahulu
sesuai dengan harga dari setiap jenis barang tersebut. Unsur gharar juga
bisa terindikasi dalam jual beli barang rongsokan karena dalam setiap
transaksi pembayaran hanya menggunakan angan-angan si pembeli. Ada
beberapa hal yang mendasari jual beli dengan cara borongan antara lain

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 165


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

yaitu karena setiap barang yang dibeli bermacam-macam jenisnya dan


belum tentu jenis dari barang tersebut memiliki nilai yang banyak
sehingga sulit untuk diprediksi dengan cara ditimbang.
Dapat disimpulkan bahwa jual beli rongsokan dengan sistem
taksiran ini terindikasi tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi salah
satu syarat objek jual beli yang disyariatkan dalam Islam. Dalam fikih
Islam, jual beli beli rongsokan dengan sistem taksiran sering disebut
dengan Al-Jizafu, yaitu jual beli sesuatu yang jenisnya dari berbagai
macam barang barang dan tanpa harus ditimbang, ditakar ataupun
dihitung. Jual beli seperti ini dilakukan dengan cara menaksir jumlah
objek transaksi setelah melihat dan menyaksikan objek jual beli secara
jelas. Jika dihitung takaran barang yang diperjual belikan, jual beli seperti
ini mengandung spekulasi. Karena dalam islam sangat menekankan pada
konsep keadilan dengan menjauhi kedzoliman dan menekankan adanya
kejujuran. Islam telah memberikan batasan-batasan kepada pelaku bisnis
agar tidak ada yang dirugikan baik penjual atau pembeli dalam melakukan
penentuan harga tau berat dari barang rongsokan tersebut. Para ulama
madzhab telah bersepakat bahwa jual beli yang mengandung spekulasi ini
dilarang, sebab tidak memenuhi salah satu persyaratan jual beli, yaitu
harus diketahui objeknya (ukuran dan kriterianya) (Rosida, 2016).
Disamping itu, dalam al-Quran juga dibahas mengenai persoalan ini
sebagai salah satu persoalan muamalah bahwa barang jual beli harus
disempurnakan takarannya dan ditimbang dengan timbangan yang benar,
seperti dalam firman Allah dalam surah Al-Isra’ ayat: 35.

ۚ
ً‫َح َس ُن َْ ِويْﻼ‬ َ ِ‫اس الْ ُم ْستَ ِقي ِم ٰذل‬
ْ ‫ك َخ ْﲑٌ َوأ‬ ِ َ‫َوأ َْوفُوا الْ َكْيل إِ َذا كِلْتُ ْم َوِزنُوا بِلْ ِق ْسط‬
َ
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.
Dengan demikian jual beli barang rongsokan apabila ditinjau
dengan hukum Islam telah memenuhi rukun namun ada syarat yang
belum terpenuhi yaitu dari syarat barangnya harus jelas zatnya, ukuran
dan sifatnya dalam praktek jual beli rongsokan dengan sistem taksiran
dimana semua barang dijadikan satu dalam satu karung tanpa dipilah-
pilih terlebih dahulu satuan jenisnya dan untuk menentukan ukuran atau
berat dari barang tersebut menggunakan perkiraan pembeli sehingga

166 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

dalam jual beli rongsokan dengan sistem taksiran ini terindikasi unsur
gharar.
Selain ditinjau dari teori rukun dan syarat jual beli, peneliti juga
melihat dari kaidah fiqih yaitu Al-‘adah Muhakamah. Menurut para
ulama, ‘adah bisa dijadikan dasar untuk menetapkan hukum Islam apabila
tradisi tersebut telah berlaku secara umum dimasyarakat tertentu.
Sebaliknya, jika sebuah tradisi tidak berlaku secara umum, maka ia tidak
dapat dijadikan pedoman dalam menentukan boleh atau tidaknya tradisi
tersebut dilakukan (Susanti, 2021). Diantara kaidah cabang dari kaidah al-
‘adah muhakamah dalam buku kaidah-kaidah fikih yaitu apa yang biasa
diperbuat orang banyak adalah hujjah (alasan/ argumen/ dalil) yang
wajib diamalkan (Dzajuli, 2019).

‫الع َم ُل َِا‬
َ ‫ب‬
ِ ُ ‫اِ ْستِ ْع َم‬
ِ ‫ال الن‬
ُ ‫ﱠاس ُح ﱠجةٌ َﳚ‬
Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan
dimasyarakat ialah menjadi pegangan. Dalam arti setiap anggota
masyarakat mentaatinya. Hal ini dapat dikaitkan dengan praktik jual beli
rongsokan dengan sistem taksiran. Praktik jual beli rongsokan dengan
sistem taksir ini sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat Desa
Lemahtamba dibuktikan dengan praktek jual beli barang rongsokan
dengan sistem taksiran yang berdiri sejak tahun 1974 dan bertahan
sampai saat ini. Masyarakat pun masih melakukan transaksi jual beli
barang rongsokan sistem taksiran ini dalam kesehariannya dengan
melakukan jual beli rongsokan keliling (Arif, 2022). Namun, adat ini bisa
digunakan jika tidak melanggar hukum yang sudah jelas nashnya.
Contohnya dalam jual beli beras, yang menjadi jual beli ialah berasnya
akan tetapi ketika kita membeli beras maka akan dikasih kantong atau
plastik yang juga memiliki nilai ekonomis yang juga meiliki harga. Akan
tetapi dalam praktik jual beli beras itu tidak lagi dihitung sebagai harga
jual. Seolah-olah gratis dan tanpa adanya akad. Sebagaimana tradisi ini
bisa di terima yang memang sudah sama-sama dipahami. Namun, tradisi
jual beli rongsokan dengan sistem rongsokan ini bukan tradisi yang
diterima karena jual beli rongsokan dengan sistem rongsokan melanggar
hukum yang sesuai dengan nash sehingga menjadikan jual beli rongsokan
dengan sistem taksiran ini terndikasi unsur gharar. Meskipun jual beli
rongsokan sudah menjadi tradisi tidak dapat dibenarkan karena
melanggar hukum jual beli yaitu gharar.

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 167


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa jual beli barang rongsokan


apabila ditinjau dengan hukum Islam jual beli ini adalah bentuk jual beli
dengan sistem taksiran dimana semua barang dijadikan satu dalam satu
karung tanpa dipilih-pilah terlebih dahulu satuan jenisnya. Objek yang
digunakan dalam jual beli ini adalah barang rongsokan. Jual beli barang
rongsokan dengan sistem taksiran sudah menjadi adat kebiasaan dalam
masyarakat akan tetapi adat ini bisa digunakan jika tidak melanggar
hukum yang sudah jelas nashnya. Dapat disimpulkan bahwa jual beli
barang rongsokan dengan sistem taksiran ini sudah memenuhi rukun dan
syarat sudah hampir semua terpenuhi. Tetapi ada salah satu syarat yang
tidak terpenuhi dimana syarat barangnya harus jelas zat, ukuran berat.
Begitu pula dengan kaidah fikih Al ‘adah muhakamah ternyata tradisi ini
melanggar hukum sehingga tidak bisa menjadi pegangan.

KESIMPULAN
Dari penjelasan yang telah dibahas pada masing-masing bab.
Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1) Praktek jual beli barang
rongsokan dengan sistem taksiran di Desa Lemahtamba kecamatan
Panguragan Kabupaten Cirebon didalam praktiknya dilakukan dengan
cara masyarakat mengumpulkan barang rongsoknya dijadikan satu dalam
karung tanpa dipilih-pilah terlebih dahulu masing-masing jenis dari
barang rongsokan tersebut. Adapun dalam prakteknya tanpa melalui
proses timbangan terlebih dahulu, maka dapat disimpulkan dari cara
prakteknya tersebut menjadi inti permasalahan dalam praktek jual beli
barang rongsokan dengan sistem taksiran tersebut. 2) Dalam tinjauan
hukum Islam terhadap sistem taksir pada jual beli barang rongsokan
tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat sudah hampir semua
terpenuhi tetapi ada salah satu syarat yang tidak terpenuhi dimana syarat
barangnya harus jelas zat, ukuran berat. Begitu pula dengan kaidah fikih
Al ‘adah muhakamah ternyata tradisi ini melanggar hukum sehingga tidak
bisa menjadi pegangan. Adapun sudah dijelaskan di atas, jual beli barang
rongsokan dengan sistem taksiran ini dari awal terindikasi unsur
ketidakjelasan (gharar).

168 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…
Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, Desember 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

DAFTAR PUSTAKA
Arif. (2022). Hasil Wawancara Pribadi.
Arifin, S. (2019). Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Praktik Jual Beli
Onderdil Truk Bekas Secara Borongan Dipasar Loak Surabaya.
Universitas Negeri Sunan Ampel.
Dzajuli, P. H. A. (2019). Kaidah-Kaidah Fikih - Prof. Prenadamedia
Group.
Fadly, R. (2021). Praktik Jual Beli Barang Rongsokan Sistem Borongan
Dalam Perspektif Kompilasi Hukum ekonomi Syariah ( Studi
Kasus di Desa Panguragan Wetan Kecamatan Panguragan
Kabupaten Cirebon ). Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Syekh
Nurjati Cirebon 1442 H / 2021 M.
Faijah, H. U. (2016). Praktik Jual Beli Barang Rongsokan Dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di UD. Wijaya Mandiri Desa
Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas). Institut
agama Islam Negeri Purwokwerto.
Ghofar, S. (2018). Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan
Transaksi Jual Beli Barang (Rosok) di CV Mardi Plastik.
Gusmawati, T., Sandy Rizki Febriadi, & Fahmi Fatwa Rosyadi Satria
Hamdani. (2022). Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Praktik Jual
Beli Jagung dengan Sistem Taksiran di Desa Lamajang. Bandung
Conference Series: Sharia Economic Law, 2(1), 296–299.
https://doi.org/10.29313/bcssel.v2i1.564
Hendi, S. (2011). Fiqh Mualmalah. Raja Grafindo Persada.
KBBI. (2022b). Arti Kata Rongsokan. https://kbbi.web.id/rongsok
Nurkhafidzoh, L. (2021). Analisis Fatwa DSN MUI No. 110/DSN-
MUI/IX/2017 Terhadap Praktik Jual Beli Rongsokan Keliling di
Desa Tinggarbuntut Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto”
(Issue 110). UIN Sunan Ampel.
Rosida, M. (2016). Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Jual Beli
Barang Rongsokan Secara Borongan didesa Rarang Kecamatan
Terara Kabupaten Lombok Timur (Issue 2). Universitas Islam
Negeri Mataram.
Sahimto. (2022). Hasil Wawancara Pribadi.
Susanti, S. (2021). Implementasi Kaidah Al-’Adatu Muhakkamah pada
Tradisi Marosok dalam Akad Jual Beli di PasarTernak Nagari
Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupten Sijunjung Provinsi
Sumatera Barat. In Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952.

Al Mashalih – Journal of Islamic Law | Volume 3, No. 2 169


Al Mashalih: Journal of Islamic Law Vol. 3 No .2, December 2022 p-ISSN: 2621-055X
https://journal.stishusnulkhotimah.ac.id/index.php/mashalih/index e-ISSN: 2620-9187

Syaifullah, S. (2014). Etika Jual Beli Dalam Islam. Hunafa: Jurnal Studia
Islamika, 11(2), 371. https://doi.org/10.24239/jsi.v11i2.361.371-
387

170 Hendra Karunia Agustine, et.al. Sistem Taksir pada Jual Beli Rongsokan menurut
Hukum Islam (Analisis Kasus Di Desa…

Anda mungkin juga menyukai