Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM JUAL BELI PERDATA PPKN

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Alisya Dwi Kirani


Fatih Muhammad Faris
Izzah Zahra Answar
Putri Riza Chairani
Muhammad Zaidan Adyatma

MADRASAH ALIYAH NEGERI 12 (MAN 12) JAKARTA


Jl. Raya Duri Kosambi No. 3 Cengkareng Jakarta Barat
Telp/faks: 021-5448566
Email: man12jakartabarat@gmail.com
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. Kajian Teori ......................................................................................................................................... 5
B. Tinjauan pustaka ................................................................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 7
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli .......................................................................................................... 7
B. Asas-asas dan syarat Perjanjian Jual Beli ........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat hukum perdata Indonesia, khususnya dalam konteks Pendidikan


Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), transaksi jual beli memiliki relevansi yang
signifikan. Jual beli perdata adalah kegiatan hukum yang melibatkan perpindahan hak milik
atas suatu barang atau jasa antara dua pihak yang disertai dengan pertukaran nilai ekonomi.
Namun, dalam konteks PPKn, transaksi jual beli tidak hanya dipahami dari perspektif
hukum perdata semata, melainkan juga harus dilihat dalam kerangka nilai-nilai Pancasila
dan kewarganegaraan.

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memberikan fondasi filosofis bagi segala
aspek kehidupan, termasuk dalam hukum jual beli perdata. Prinsip-prinsip Pancasila seperti
keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan merupakan landasan bagi penafsiran dan
pelaksanaan hukum jual beli. Oleh karena itu, penting untuk mendalami bagaimana nilai-
nilai ini tercermin dalam peraturan perundang-undangan terkait jual beli, dan bagaimana
implementasinya dapat mencerminkan semangat Pancasila.

Dari segi kewarganegaraan, PPKn menekankan pada pembentukan karakter dan


identitas warga negara yang baik. Bagaimana transaksi jual beli dapat mendukung
pembentukan karakter warga negara yang patuh pada hukum, bertanggung jawab, dan
menjunjung tinggi keadilan sosial, menjadi pertanyaan penting dalam analisis hukum jual
beli perdata PPKn.

Tidak hanya itu, melalui makalah ini, juga akan diperinci peran lembaga-lembaga yang
terlibat dalam regulasi jual beli, seperti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dalam menjaga agar
transaksi jual beli tidak hanya mematuhi hukum perdata umum tetapi juga mengakomodasi
nilai-nilai Pancasila dan kewarganegaraan.

Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk merinci bagaimana hukum jual beli
perdata PPKn memberikan kontribusi dalam membentuk masyarakat yang adil, demokratis,
dan bertanggung jawab, sesuai dengan semangat negara Indonesia yang termanifestasikan
dalam Pancasila dan kewarganegaraan.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep jual beli perdata dipahami dalam ranah hukum Indonesia, khususnya
dalam konteks Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)?
2. Apa saja nilai-nilai Pancasila yang menjadi landasan bagi regulasi hukum jual beli perdata,
dan bagaimana nilai-nilai tersebut tercermin dalam praktik transaksi jual beli?
3. Bagaimana implementasi hukum jual beli perdata dalam PPKn dapat memberikan kontribusi
terhadap pembentukan karakter warga negara yang baik, sesuai dengan tujuan PPKn dalam
membentuk kewarganegaraan yang berkualitas?
C. Tujuan Penelitian
Makalah ini dibuat untuk menjelaskan konsep dasar jual beli perdata dalam kerangka
hukum PPKn, untuk memahami prinsip-prinsipnya dan bagaimana transaksi tersebut diatur
dalam konteks nilai-nilai Pancasila serta mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai
Pancasila yang menjadi landasan regulasi hukum jual beli perdata PPKn, serta cara nilai-nilai
tersebut tercermin dalam pelaksanaan transaksi jual beli.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Pemahaman Mendalam tentang Hukum Jual Beli Perdata PPKn: Memberikan kontribusi
pada pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep, prinsip, dan aspek hukum jual beli
perdata dalam konteks PPKn, yang dapat menjadi rujukan bagi akademisi, praktisi hukum,
dan mahasiswa.
2. Optimasi Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Transaksi Jual Beli: Menunjukkan
bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat dioptimalkan dalam regulasi hukum jual beli perdata
PPKn, sehingga dapat memberikan arahan bagi pembuat kebijakan dalam meningkatkan
implementasi nilai-nilai tersebut dalam praktik transaksi ekonomi.
3. Pembentukan Karakter Warga Negara yang Berkualitas: Menyoroti kontribusi hukum jual
beli perdata PPKn terhadap pembentukan karakter warga negara yang baik, sesuai dengan
tujuan PPKn, dan memberikan dasar bagi pengembangan pendekatan pembelajaran PPKn
yang lebih relevan di tingkat pendidikan.

4
BAB II
KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Teori hukum jual beli adalah cabang penting dalam ilmu hukum perdata yang
mengatur transaksi perdagangan antara pihak-pihak yang terlibat. Beberapa teori dan prinsip
dasar yang relevan dalam konteks jual beli melibatkan kontrak dan tanggung jawab hukum.
Berikut adalah beberapa aspek penting yang sering dibahas dalam kajian teori hukum jual
beli:
1. Consensus Ad Idem:
Teori ini menekankan pentingnya tercapainya kesepakatan yang jelas dan setara
antara penjual dan pembeli mengenai barang atau jasa yang diperdagangkan. Tanpa
adanya kesepakatan yang jelas, suatu kontrak jual beli mungkin dianggap tidak sah.
2. Pemenuhan Syarat-Syarat Sahnya Kontrak:
Dalam hukum jual beli, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar kontrak
dianggap sah. Termasuk di dalamnya adalah kesanggupan pihak-pihak yang terlibat,
objek jual beli yang sah, serta adanya pertimbangan yang wajar.
3. Prinsip 'Caveat Emptor' (Pembeli Hati-hati):
Prinsip ini menempatkan tanggung jawab utama pada pembeli untuk melakukan
pemeriksaan yang cermat terhadap barang yang akan dibeli sebelum transaksi dilakukan.
Ini mengindikasikan bahwa penjual tidak bertanggung jawab atas cacat atau masalah
tersembunyi yang seharusnya diketahui oleh pembeli.
4. Tanggung Jawab Mutlak Penjual:
Sebaliknya, ada teori yang menegaskan bahwa penjual memiliki tanggung jawab
untuk menyediakan barang atau jasa yang sesuai dengan deskripsi dan standar yang
dijanjikan. Jika terdapat cacat atau ketidaksesuaian, penjual dapat dikenai tanggung
jawab hukum.
5. Pemahaman Mengenai Risiko dan Manfaat:
Teori ini berkaitan dengan kapan risiko atas kerusakan atau kehilangan barang
beralih dari penjual ke pembeli. Prinsip "risiko mengikuti manfaat" sering digunakan
untuk menentukan saat peralihan ini terjadi.
6. Pengaruh Undang-Undang Konsumen:
Dalam banyak yurisdiksi, hukum jual beli turut dipengaruhi oleh undang-undang
perlindungan konsumen yang bertujuan melindungi pembeli dari praktik bisnis yang
tidak adil atau merugikan.
7. Konsep Good Faith (Itikad Baik):
Prinsip ini menekankan pentingnya itikad baik dari kedua belah pihak selama
proses jual beli. Tindakan yang curang atau kelalaian yang disengaja dapat dianggap
melanggar kontrak. Melalui kajian teori hukum jual beli, dapat dipahami bahwa prinsip-
prinsip ini membentuk dasar bagi penyelesaian sengketa, penentuan tanggung jawab, dan
perlindungan hak-hak pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Adanya landasan
hukum ini menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan kepentingan antara penjual dan
pembeli dalam lingkungan perdagangan.

5
B. Tinjauan pustaka

1. "Hukum Perikatan" oleh Subekti:


Dalam bukunya yang terkenal, Subekti membahas secara komprehensif mengenai
hukum perikatan, termasuk konsep-konsep dasar dalam jual beli. Ia menyajikan
pandangannya terhadap prinsip-prinsip fundamental dalam membentuk kesepakatan hukum
antara penjual dan pembeli.
2. "Hukum Jual Beli Barang" oleh Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro:
Karya dari Wirjono Prodjodikoro menyoroti aspek-aspek hukum yang terkait dengan
jual beli barang. Dalam bukunya, ia mengulas secara rinci mengenai tanggung jawab penjual
dan pembeli, serta perbedaan perlakuan hukum antara barang bergerak dan barang tidak
bergerak.
3. "Hukum Perdagangan Internasional" oleh Mochtar Kusumaatmadja:
Dalam konteks perdagangan internasional, Mochtar Kusumaatmadja menyajikan
analisis hukum yang mendalam mengenai aspek-aspek jual beli dalam transaksi lintas batas.
Karyanya memberikan pemahaman mendalam mengenai peran hukum dalam mengatur
transaksi perdagangan global.
4. "Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak Indonesia" oleh Sigit Riyanto:
Buku ini menyoroti prinsip-prinsip hukum kontrak yang relevan dengan jual beli di
Indonesia. Sigit Riyanto membahas secara rinci konsep-konsep hukum kontrak yang
berkaitan dengan pembentukan, pelaksanaan, dan penyelesaian kontrak jual beli.
5. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi Jual Beli" oleh Prof.
Huala Adolf:
Dalam konteks perlindungan konsumen, Huala Adolf menyajikan perspektif hukum
mengenai hak-hak konsumen dalam transaksi jual beli. Karya ini memberikan wawasan
mengenai perkembangan perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia.
6. "Legal Aspects of International Trade" oleh Gary F. Bell:
Dalam bukunya, Gary F. Bell membahas aspek-aspek hukum yang terkait dengan
perdagangan internasional, termasuk konsep-konsep dalam jual beli. Karya ini memberikan
perspektif global mengenai bagaimana hukum membentuk transaksi lintas batas.
Tinjauan pustaka atas karya-karya tersebut membentuk landasan pemahaman yang kokoh
mengenai hukum jual beli. Para penulis tersebut memberikan wawasan mendalam mengenai
aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan transaksi jual beli, baik dalam konteks nasional
maupun internasional.

6
BAB III
Pembahasan
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli
Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah
memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian
ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang.Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-
1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji
menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat
diri berjanji untuk membayar harga. Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas,
persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :
1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.
1. Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang
dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual
berkewajiban untuk menyerah kan objek jual beli kepada pembeli dan berhak
menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak
menerima objek tersebut.
2. Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut adalah :
a) Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli
b) Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga
c) Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli 3 Unsur
pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan
pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual
beli.Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju
tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut
ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara
kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan
harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”
Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang
tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak
terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah
menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak
mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian
tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata atau biasa disebut unsur naturalia.
Persesuaian antara kehendak dan pernyataan dalam Jual beli barang harus diikuti
proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu :
1.Benda Bergerak
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas
benda tersebut.
2.Piutang atas nama dan benda tak bertubuh
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan
dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.
3.Benda tidak bergerak
Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan
akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

7
B. Asas-asas dan syarat Perjanjian Jual Beli
Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual
beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima
yaitu :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

6 Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena
di dalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu
perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.

2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu
perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Asas konsensualisme
mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal
melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.

3. Asas mengikatnya suatu perjanjian


Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
pembuatnya.Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak
tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji
tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

4. Asas iktikad baik (Goede Trouw)


Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata).
5. Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya
sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang janji untuk pihak ketiga.Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam
pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian jual
beli dimana perjanjian jual beli merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :

8
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau
konsensus pada para pihak.Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian
kehendak antara para pihak dalam perjanjian.Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur
pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya.Sepakat juga dinamakan
suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak sama-sama setuju mengenai hal-hal
yang pokok dari suatu perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak
menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Ada lima cara terjadinya persesuaian kehendak, yaitu dengan :


a) Bahasa yang sempurna dan tertulis
b) Bahasa yang sempurna secara lisan
c) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
(Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang
tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya.)
d) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya
e) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan 7 Berdasarkan hal
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kesepakatan dapat
terjadi secara tertulis dan tidak tertulis .Seseorang yang melakukan kesepakatan secara
tertulis biasanya dilakukan dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan. Akta di
bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang
berwenang membuat akta.Sedangkan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat yang berwenang. Menurut pasal 1321 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, kata sepakat tidak di dasarkan atas kemauan bebas atau tidak
sempurna apabila didasarkan kekhilafan, Paksaan dan Penipuan.Dengan adanya
kesepakatan, maka perjanjian tersebut telah ada dan mengikat bagi kedua belah pihak
serta dapat dilaksanakan.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian


Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam
hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang
dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum
adalah orang yang sudah dewasa atau dalam Hukum perdata telah berumur 21 tahun sesuai
dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan
bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
a. Orang yang belum dewasa
b. Orang yang dibawah pengampuan
c. Seorang istri. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran
Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak
lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan
hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.

9
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian.Objek perjanjian harus jelas dan
ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat
berupa tidak berbuat sesuatu.Objek Perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi
terdiri atas:
a. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.
b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah,
melukis suatu lukisan yang dipesan.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan,
perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu.

4. Suatu sebab yang halal


Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan
pengertian sebab yang halal.Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi
perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan
dan ketertiban umum.Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena
berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat
objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat
kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya.Pihak yang dapat
meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan
ijinnya secara tidak bebas. Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi,
maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut
dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat menuntut apapun
apabila terjadi masalah di kemudian hari.

10
Daftar Pustaka
1. https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1054&context=jils
2. https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/4642/Yosafat%20Harianja.pdf?seq
uence=1&isAllowed=y
3. https://jptam.org/index.php/jptam/article/download/9021/7361/16917

11

Anda mungkin juga menyukai