Anda di halaman 1dari 20

IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI NOMOR 06/DSN/MUI/VI/2000

DALAM JUAL BELI PESANAN (AL-ISTISHNA’)


(Studi Kasus di Baskoro Cloth Corporation, Kecamatan Palimanan,
Kabupaten Cirebon)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Mengikuti Ujian Seminar Proposal
Pada Jurusan Perbankan Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

ABDUL IMAN JAUHARI


1608203043

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
1443 H/2021 M
IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI NOMOR 06/DSN/MUI/VI/2000
DALAM JUAL BELI PESANAN (AL-ISTISHNA’)
(Studi Kasus di Baskoro Cloth Corporation, Kecamatan Palimanan,
Kabupaten Cirebon)

A. Latar Belakang Masalah


Allah swt telah menjadikan harta sebagai salah satu sebab tegaknya
kemaslahatan manusia di dunia. Untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut,
Allah swt telah mensyariatkan cara perdagangan tertentu. Sebab, apa saja
yang dibutuhkan oleh setiap orang tidak bisa dengan mudah diwujudkan
setiap saat, dan karena mendapatkannya dengan menggunakan kekerasan dan
penindasan itu merupakan tindakan yang merusak, maka harus ada sistem
yang memungkinkan tiap orang untuk dapat memperoleh apa saja yang
dibutuhkan, tanpa harus menggunakan kekerasan dan penindasan. Itulah
perdagangan dan hukum-hukum dalam jual-beli (An-Nabhani, 1996). Maka
dari pada itu, Allah swt telah mensyariatkan cara-cara jual beli, sebagaimana
Islam membentangkan nilai-nilai harta, cara-cara memperoleh harta dan
memeliharanya serta mendorong melakukan perdagangan (antara lain jual
beli pesanan/al-ishtishna) sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan dan
keperluan hidup yang berbagai macam coraknya.
Perdagangan dalam semua bentuknya, harus bersih dan jujur. Apabila
seseorang melaksanakan perdagangan sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan
sunnah maka orang itu akan melihat karunia Allah, sungguhpun dia tidak bisa
mengumpulkan kekayaan yang sangat besar. Sepanjang tidak ada kedzaliman,
penipuan, kompetisi tidak sehat, transaksi yang melibatkan riba, tiap orang
Islam dianjurkan untuk melakukan perdagangan dan bisnis.
Orang yang terjun dalam dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal
yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak (fasid). Ini
dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya
jauh dari segala sikap yang tidak dibenarkan (Sabiq, 1996). Tidak sedikit
kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalah, mereka
melalaikan aspek ini sehingga mereka tidak peduli kalau mereka memakan

1
barang yang haram sekalipun setiap hari usahanya kian meningkat dan
keuntungannya semakin banyak.
Perdagangan adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari keuntungan,
penjualan merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan
secara umum adalah bagian yang terpenting dalam aktivitas usaha. Kalau asal
dari jual beli disyariatkan. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban sebagai
seorang usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya
jual beli tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari
kegiatan itu (Abdullah Al-Mushlih, Ash-Shawi, 2004).
Hubungan antara sesama manusia itu dikenal dengan muamalah yang
merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antar
sesama manusia dengan Tuhan. Pada dasarnya muamalah berisikan pada
akhlak semata dan hukum, misalnya jual beli pesanan (al-istishna’) yang
merupakan jual beli as-salam dimana keduanya tergolong jual beli al-
ma’dum (yakni jual beli barang yang belum wujud) namun keduanya terdapat
perbedaan. Dalam prakteknya sekarang ini, telah menjadi suatu aktivitas
dikalangan masyarakat yang kian hari kian semakin ramai dilakukan orang
baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hal tersebut ada yang dilakukan
antara dua badan usaha tertentu dengan masyarakat dan ada pula dilakukan
antara perorangan dalam masyarakat, diantaranya praktek jual beli pesanan
(al-istishna’) yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Cirebon.
Akad istisna’ adalah suatu akad antara dua pihak dimana pihak pertama
(orang pemesan/konsumen) meminta kepada pihak kedua (orang yang
membuat/produsen) untuk dibuatkan suatu barang, seperti kemeja yang
bahanya dari pihak kedua (orang pembuat/produsen). Pihak pertama yaitu
pembeli di sebut mustashni’, sedangkan pihak kedua, yaitu penjual disebut
shani’, dan suatu objek akad disebut mashnu’ atau barang yang di pesan.
Apabila bahan yang di buat itu dari pihak mustashni’ bukan dari shani’ maka
akadnya bukan istisna’, melainkan ijarah (Muslich, 2015). Lalu dalam jual
beli tersebut terdapat rukun dan syarat yang harus di penuhi, sehingga jual
beli dapat dikatakan sah. Salah satu syarat sah dalam jual beli yaitu barang

2
yang dijualbelikan tidak mengandung unsur gharar (tipuan) maupun paksaan
(Suhendi, 2008).
Baskoro Cloth Corporation adalah salah satu perusahaan konveksi di
bidang industri usaha pembuatan busana, dimana usaha ini yang sudah
memiliki konsumen dari daerahnya bahkan sampai luar daerah, sistem praktik
jual-beli diantaranya pihak kedua (pembuat) dan pihak pertama (pemesan),
sebelum terjadinya pembuatan busana terjadilah perjanjian untuk memenuhi
kebutuhan pemesan sesuai barang yang diinginkan, pemesan akan
bernegosiasi terkait spesifikasi bahan yang ingin dibuat dengan menggunakan
bahan apa, pembuatan produk dengan model seperti apa, harga, jangka waktu
produksi, dan pengambilan akhir sekaligus pelunasan tanggal berapa. Setelah
menghasilkan kesepakatan, maka kewajiban pihak kedua (pembuat) yaitu
memproduksi barang yang sesuai dengan kesepakatan yang di sepakati
dengan pihak pertama (pemesan).
Akan tetapi yang terjadi pada praktik jual beli pesanan sebagaimana
pemesan yang memesan barang kepada pembuat dengan kategori bahan dan
desain yang sesuai kesepakatan di awal, kini adanya pihak kedua yang
disebut juga dengan pembuat barang untuk pihak pertama dengan
kesepakatan awal sedikit mengganti spesifikasi atau bahan yang hampir mirip
namun berbeda kualitas dari barang atau pesanan yang diinginkan oleh
pemesan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dengan ini penulis tertarik
untuk mengangkat permasalahan dan melakukan penelitian dalam bentuk
skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI NOMOR
06/DSN/MUI/VI/2000 DALAM JUAL BELI PESANAN (AL-ISTISHNA’)
(Studi Kasus di Baskoro Cloth Corporation, Kecamatan Palimanan,
Kabupaten Cirebon)”.

B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Wilayah Kajian

3
Wilayah kajian pada penelitian ini adalah business and
entrepreneurship (Bisnis dan kewirausahaan).
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan studi kasus (Case Study).
2. Pembatasan Masalah
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar belakang
masalah di atas, maka dalam hal penelitian ini merumuskan sekaligus
membatasi objek penelitian pada instrumen akad jual beli pesanan (al-
istishna’), yakni pemesanan barang, pematokan harga, dan waktu
pembayaran dalam praktik jual beli pesanan (al-istishna’).
3. Pertanyaan
Penulis akan menyajikan pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana praktik jual beli pesanan (al-istishna’) di Baskoro Cloth
Corporation ?
b. Bagaimana cara-cara penyelesaian ketika terjadi ketidaksesuaian
barang pesanan yang sudah jadi dalam praktek jual beli pesanan (al-
istisna’) di Baskoro Cloth Corporation ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui praktik jual beli pesanan (al-istishna’) di Baskoro
Cloth Corporation.
b. Untuk mengetahui cara-cara penyelesaian ketika terjadi
ketidaksesuaian barang pesanan yang sudah jadi dalam praktek jual
beli pesanan (al-istishna) di Baskoro Cloth Corporation.
2. Manfaat Penelitian
a. Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi dan pengetahuan yang dapat dijadikan sumbangan
pemikiran bagi Program Studi Perbankan Syariah terutama tentang
praktik jual beli pesanan (al-istishna’).

4
b. Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
dijadikan sebagai bahan rujukan pembelajaran bagi umat muslim dan
mahasiswa IAIN Syekh Nurjati khususnya dalam praktik jual beli
pesanan (al-istishna’).

D. Literatur Review
Dalam penelitian yang berkaitan dengan jual beli akad istishna’ memang
bukan untuk pertama kalinya, sebelumnya juga pernah ada penelitian yang
berkaitan dengan hal tersebut. Dalam penelitian ini penulis mengetahui hal-
hal yang telah diteliti dan yang belum diteliti guna menghindari terjadinya
duplikasi penelitian. Dari penelusuran penulis, penelitian yang sudah ada
diantaranya sebagai berikut.
Pertama, jurnal yang ditulis oleh Muhammad Rizki Hidayah, Kholil
Nawawi dan Suyud Arif, dengan judul “ANALISIS IMPLEMENTASI
AKAD ISTISHNA PEMBIAYAAN RUMAH (STUDI KASUS
DEVELOPER PROPERTY SYARIAH BOGOR)”. Dengan kesimpulan
bahwa dalam prakteknya Abbi Garden adalah suatu unit usaha yang bergerak
di bidang penjualan rumah (developer) yang sesuai dengan prinsip syariah
yaitu menggunakan akad istishna’. Dalam mengimplementasikan pembiayaan
rumah, Abbi Garden tidak menerapkan suku bunga atau riba, tidak ada denda,
tidak ada sita dan tidak menjamin barang yang bukan milik membeli. Adapun
agunan (jaminan) berupa barang berharga atau surat berharga seperti surat
tanah (bukan surat tanah dan rumah yang sedang diangsur pada Abbi Garden)
yang di tukar dengan surat berharga lain, jika tidak ada agunan maka surat
tanah dan bangunan tersebut yang sedang diangsur dititipkan ke notaris
sebagai antisipasi ketika nasabah melakukan pembayaran bermasalah atau
gagal membayar.
Kedua, jurnal yang ditulis oleh Sundari dan Mujtaba Mitra Zuana,
dengan judul “ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD ISTISHNA
PEMBIAYAAN RUMAH (STUDI KASUS PERUMAHAN ALAM DESA
KETIDUR MOJOKERTO)”. Dengan kesimpulan bahwa perumahan Alam

5
adalah developer yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu menggunakan akad
istishna’. Perumahan alam tidak menerapkan suku bunga atau riba, tidak ada
denda, tidak ada sita dan tidak menjamin barang yang bukan milik membeli.
Adapun agunan (jaminan) berupa barang berharga atau surat berharga seperti
surat tanah (bukan surat tanah dan rumah yang sedang diangsur pada
Perumahan Alam) yang di tukar dengan surat berharga lain, jika tidak ada
agunan maka surat tanah dan bangunan tersebut yang sedang diangsur
dititipkan ke notaris sebagai antisipasi ketika nasabah melakukan pembayaran
bermasalah atau gagal membayar.
Ketiga, jurnal yang ditulis oleh Moh. Mukhsinin Syu’aibi dan Ifdlolul
Maghfur, dengan judul “IMPLEMENTASI JUAL BELI AKAD ISTISHNA’
DIKONVEKSI DUTA COLLECTION’S YAYASAN DARUT TAQWA
SENGONAGUNG”. Dengan kesimpulan bahwa akad Istishna’ yang
diterapkan Duta Collection’s sudah memenuhi syariat islam. Tahapan atau
proses yang diterapkan Duta Collection’s mulai pemesanan sampai barang
jadi yakni Akad/pemesanan, pembayaran, pembuatan Mal/contoh
potongan, pemotongan kain, mesin jahit, mesin obras, pengontrolan, mesin
Itik dan terakhir proses finishing (setrika dan packing). Dan ketika ada
complain dari konsumen pihak konveksi selalu memberikan solusi.
Keempat, jurnal yang ditulis oleh Anggreany Hustia dan Mister
Candera, dengan judul “PENGARUH PEMBIAYAAN QARDH, IJARAH
DAN ISTISHNA TERHADAP PROFITABILITAS BANK PEMBIAYAAN
RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA”. Dengan kesimpulan bahwa
secara simultan, ketiga variabel pembiayaan BPRS qardh, ijarah dan istishna
mempengaruhi profitabillitas Bank pembiayaan rakyat Syariah di Indonesia.
Dan secara parsial dari hasil analisis data pada periode 2013 sampai 2017
menyatakan bahwa variabel pembiayaan qardh berpengaruh signifikan dan
positif terhadap bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia apabila diukur
dengan menggunakan Return on Equity (ROE). Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa setiap kenaikan satu persen berpengaruh terhadap
profitabilitas bank pembiayaan rakyat syariah.

6
Kelima, jurnal yang ditulis oleh Cut Faradilla, Muhammad Arfan dan
M. Shabri, dengan judul “PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH,
ISTISHNA, IJARAH, MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH
TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI
INDONESIA”. Dengan kesimpulan bahwa Istishna’ tidak berpengaruh
signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini bisa terjadi karena porsi pembiayaan
istishna sangat kecil, hanya sebesar 0,13% dari pembiayaan lainnya.
Keenam, jurnal yang ditulis oleh Deasy Rahmi Puteri, Inten Meutia dan
Emylia Yuniartie, dengan judul “PENGARUH PEMBIAYAAN
MUDHARABAH,MUSYARAKAH, MURABAHAH, ISTISHNA DAN
IJARAH TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK UMUM
SYARIAH DI INDONESIA”. Dengan kesimpulan bahwa hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah,
murabahah, istishna, dan ijarah secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas. Variabel pembiayaan mudharabah (Mdh) dan
musyarakah (Msh) terhadap profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan variabel lainnya yaitu
murabahah (Mrh) dan istishna (Ist) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profitabilitas (ROA). Serta ijarah (Ijh) berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap profitabilitas. Pembiayaan yang memiliki kontribusi
paling besar yaitu murabahah. Nilai adjusted R2 yang diperoleh terhadap 3
bank umum syariah sampel sebesar 0,264 yang memiliki arti bahwa pengaruh
variabel pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, istishna, dan
ijarah terhadap profitabilitas adalah sebesar 26,4% dan sisanya 73,6%
dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini.
Ketujuh, jurnal yang ditulis oleh Noorwahidah Haisy, dengan judul
“ANALISIS TERHADAP DALIL HUKUM DALAM FATWA DEWAN
SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 6
TAHUN 2000 TENTANG ISTISHNA”. Dengan kesimpulan bahwa Kedua
hadis dan kaidah fikih yang dicantumkan DSN-MUI dalam fatwa tentang
istishna’ bersifat sangat umum, yang memberikan legalitas terhadap seluruh
bentuk transaksi muamalah selama tidak ada dalil lain yang mengharamkan,

7
sehingga dapat dianggap cukup akurat terhadap ketentuan-ketentuan istishna’
yang terdapat dalam fatwa tersebut. Hanya saja masih ada dua ayat al-Qur’an
dan dua hadis yang seharusnya lebih tepat dibandingkan dasar hukum yang
dicantumkan DSN-MUI, yaitu surah al-Kahfi ayat 94-95 yang mengisahkan
tentang pembangunan dinding oleh Dzu al-Qarnain, surah al-Baqarah ayat
275 tentang kehalalan jual-beli, serta dua hadis riwayat Imam Bukhari tentang
pembuatan cincin dari emas dan perak. Penelitian ini hanya terbatas kepada
penelusuran dalil-dalil yang memberikan legalitas praktek jual-beli istishna’
semata, tanpa menelusuri dalil-dalil yang dapat menjadi dasar terhadap 13
ketentuan istishna’ yang dirumuskan DSN-MUI. Maka riset berikutnya yang
melakukan penelusuran terhadap hal tersebut perlu dilakukan. Selain itu,
dasar hukum yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI nomor 22 tahun 2002
tentang Istishna’ Paralel juga menarik untuk dikaji, apalagi akad istishna
paralel ini merupakan turunan dari akad istishna’ tersebut.
Kedelapan, jurnal yang ditulis oleh Supriadi Muslimin, Hasriani,
Zainab, Ruslang, Karno, dengan judul “IMPLEMENTASI AKAD
ISTISHNA DALAM SISTEM PENJUALAN INDUSTRI MEBEL”. Dengan
kesimpulan bahwa sistem penjualan industri mebel pada tempat studi kasus di
CV. Bina Karya Kota Makassar berawal dari penerimaan pesanan dari
konsumen melalui media telepon, SMS atau WhatsApp dengan spesifikasi
yang ditentukan oleh pembeli terkait ukuran, model dan kesepakatan harga
dengan sistem pembayaran Down Payment (DP) oleh pembuat sebesar 50
persen dan sisanya dilunasi ketika barang telah selesai dalam pekerjaan,
kemudian Barang/produk yang telah selesai dalam pekerjaan akan dilakukan
pengecekan terlebih dahulu sebelum diantarkan kepada konsumen yang
disertai dengan faktur penjualan (invoice). Implementasi Akad Istisna’ dalam
Sistem penjualannya dilakukan dengan sistem pesanan dengan mekanisme
pembayaran dibayarkan di awal, di tengah, maupun di akhir kontrak sesuai
dengan perjanjian antara pemesan dengan pembuat kemudian setelah barang
selesai dalam pekerjaan dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
maka dilakukanlah pelunasan.

8
Kesembilan, jurnal yang ditulis oleh Moh. Mukhsinin Syu’aibi, Ifdlolul
Maghfur, dengan judul “IMPLEMENTASI JUAL BELI AKAD ISTISHNA’
DIKONVEKSI DUTA COLLECTION’S YAYASAN DARUT TAQWA
SENGONAGUNG”. Dengan kesimpulan bahwa Akad Istishna’yang
diterapkan Duta Collection’s sudah memenuhi syariat islam. Tahapan atau
proses yang diterapkan Duta Collection’s mulai pemesanan sampai barang
jadi yakni Akad/pemesanan, pembayaran, pembuatan Mal/contoh potongan,
pemotongan kain, mesin jahit, mesin obras, pengontrolan, mesin Itik dan
terakhir proses finishing (setrika dan packing). Ketika ada komplain dari
konsumen pihak konveksi meminta maaf karena ada kelalaian pada staff
bagian QC (quality control) atas dasar itu kedua belah pihak sepakat agar
pihak konveksi mengganti dengan bahan yang sesuai dan sama dengan
produk lainnya.
Kesepuluh, jurnal yang ditulis oleh Retno Dyah Pekerti, Eva Faridah,
Missi Hikmatyar, Irfan Faris Rudiana, dengan judul “IMPLEMENTASI
AKAD ISTISHNA (PSAK SYARIAH 104) DALAM TRANSAKSI JUAL
BELI ONLINE”. Dengan kesimpulan bahwa hasil dari penelitian yang
dilakukan dengan wawancara kepada responden atau informan secara
mendalam baik dari pelaku usaha bisnis, konsumen, ustadz maupun dosen
program studi akuntansi syariah, serta sumber data sekunder seperti buku,
artikel, dan yang lainnya menggambarkan bahwa prinsip jual beli online pada
dasarnya sudah memenuhi rukun dan syarat dari jual beli secara syariah.
Walaupun pelaku bisnis dan konsumen tidak semua mengetahui secara istilah
dari rukun dan syarat jual beli. Secara prinsip, akad istishna sudah seringkali
dilakukan oleh para pelaku bisnis dengan istilah yang digunakannya yaitu pre
order, skema pre order dan akad istishna pada dasarnya sama sehingga pelaku
bisnis bisa saja melakukan transaksi jual beli online dengan akad istishna
dengan memperhatikan rukun dan syarat yang ada. Namun, akad istishna
tidak dapat dikatakan seabagai akuntansi istishna dalam PSAK Syariah 104,
karena dalam pencatatan pengakuan dan pengukuran yang dilakukan oleh
penjual dan pembeli tidak sesuai dengan pedoman yang ada pada PSAK
Syariah 104.

9
E. Kerangka Pemikiran
1. Pengertian Istishna
Dalam kitab al-Mishbaah al-Muniir disebutkan bahwa secara bahasa
Istishna’ berarti thalamus shun’ah (meminta dibuatkan barang).
Maksud pembuatan barang di sini adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam membuat barang atau dalam pekerjaannya. Dalam istilah
para fuqaha, Istishna’ didefinisikan sebagai akad meminta seseorang untuk
membuat sebuah barang tertentu dalam bentuk tertentu. Atau sebagai
akad yang dilakukan dengan seseorang untuk membuat barang tertentu
dalam tanggungan (Al-Zuhaili Wabah, 2011).
Tujuan Istishna’ umumnya diterapkan pada pembiayaan untuk
pembangunan proyek seperti pembangunan proyek perumahan, komunikasi,
listrik, gedung sekolah, pertambangan, dan sarana jalan. Pembiayaan yang
sesuai adalah pembiyaan investasi (Ismail, 2011).
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa akad Istishna’ ialah transaksi bai’ al-isthisna’ yaitu
kontrak penjualan antara pembeli akhir (mustashni’) dan supplier (shani’).
Dalam kontrak ini, shani’ menerima pesanan dari mustashni‟. Shani’ lalu
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli pokok kontrak
(mashnu’) menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada mustashni’. Kedua belah pihak sepakat atas harga dan sistem
pembayaran. Apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai suatu waktu di masa yang akan datang.
2. Landasan Hukum
a. Al-Qur’an
" L‫ن‬Lْ ‫ِل ِإ اَّل َأ‬L ‫ط‬ ِL L‫َ ا‬L‫ ب‬L‫ ْل‬L‫ِ ا‬L‫ ب‬L‫ ْم‬L‫َ ُك‬L‫ ن‬L‫َ ْي‬L‫ ب‬L‫ ْم‬L‫َ ُك‬L‫ل‬L‫ ا‬L‫ َو‬L‫ َأ ْم‬L‫ا‬L‫ و‬Lُ‫ ل‬L‫َ ْأ ُك‬L‫ اَل ت‬L‫ا‬L‫و‬Lُ‫ ن‬L‫ َم‬L‫ آ‬L‫ َن‬L‫ ي‬L‫َّ ِذ‬L‫ل‬L‫ ا‬L‫َ ا‬L‫ ه‬LُّL‫ َأ ي‬L‫َ ا‬L‫ي‬
َ Lُ‫ ف‬L‫ َأ ْن‬L‫ا‬L‫ و‬Lُ‫ ل‬Lُ‫ ت‬L‫َ ْق‬L‫َو اَل ت‬L Lۚ L‫ ْم‬L‫ ُك‬L‫ ْن‬L‫ ِم‬L‫ض‬
L‫ َن‬L‫ ا‬L‫َّن هَّللا َ َك‬L ‫ ِإ‬Lۚ L‫ ْم‬L‫ ُك‬L‫س‬ ٍ L‫ ا‬L‫َ َر‬L‫ ت‬L‫ن‬Lْ L‫ع‬ َ Lً‫َر ة‬L L‫ ا‬L‫ِ َج‬L‫َن ت‬L L‫ و‬L‫َ ُك‬L‫ت‬
L‫ ا‬L‫ ًم‬L‫ِح ي‬L ‫َر‬L L‫ ْم‬L‫ ُك‬Lِ‫"ب‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah

10
adalah Maha Penyayang kepadamu’ (An-Nisa, 29).
Ayat ini memerintahkan untuk tidak memakan harta sesama
dengan cara yang batil, sedangkan hubungan dengan Istishna’ adalah
dalam pengaplikasiannya kita dilarang untuk bertransaksi dengan
cara merugikan orang lain atau tidak saling meridhoi antara kedua
pihak, akan tetapi kita harus an-taroodin (saling meridhoi) dalam
Istishna’.
b. As-Sunnah
Hadits Nabi:
“(‫” ضرار وال ضرار ال )الدري سعيد ابي عن ىما وغير والدارقطني ماجو ابن رواه‬
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR.
Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al- Khudri)
(Syafaatmuhari).
Dalam istishna‟, kami mengutip hadits ini karena menurut
hadits ini kita dilarang memadharatkan diri sendiri maupun orang
lain, kaitannya dengan istishna‟ adalah bahwa dalam Istishna’ pun
unsur ini dihindari agar tidak ada pihak yang dimudharatkan. Oleh
karena itu, Istishna’ ini tidak bertentangan dengan hadits ini,
maka hukum Istishna’ ini boleh.
3. Syarat-syarat Istishna’
Agar bai’ al-istishna’ menjadi sah, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu sebagai berikut: (Ismail Nawawi, 2012)
a. Barang (mashnu’).
Diantaranya adalah agar mashnu’ tahu barang yang menjadi
objek kontrak harus diperinci sedemikian rupa untuk menghilangkan
ketidakjelasan mengenai barang. Perincian itu meliputi:
1) Jenis, misalnya mashnu’ itu berupa mobil, pesawat, atau yang
lain.
2) Tipe, apakah mashnu’ berupa mobil kijang, pesawat Boeing,
rumah tipe RSS, atau lainnya;
3) Kualitas, bagaimana spesifikasi teknisnya dan hal lainnya.
4) Kuantitas, berapa jumlah unit atau berat mashnu’ tersebut.

11
b. Harga.
Harga harus ditentukan berdasarkan aturan yaitu:
1) Harus diketahui semua pihak
2) Bisa dibayarkan pada waktu akad secara cicilan, atau
ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang.
Harga tidak bisa dinaikan atau diturunkan karena
perubahan harga bahan baku atau perubahan biaya tenaga kerja.
Perubahan harga dimungkinkan atas kesepakatan bersama bila
terjadi perubahan biaya tenaga kerja. Perubahan harga
dimungkinkan atas kesepakatan bersama bila terjadi perubahan
material mashnu’ atau karena kemungkinan-kemungkinan yang
tidak bisa diramalkan.
4. Hukum Istishna’
Yang dimaksud dengan hukum istishna’ disini adalah akibat yang
ditimbulkan oleh akad istishna’. Akad istishna’ memiliki beberapa
hukum (Al-Zuhaili Wabah, 2011).
a. Hukum istishna’ dilihat dari akibat utamanya adalah ditetapkannya
hak kepemilikan barang yang akan dibuat (dalam tanggungan) bagi
pemesan, dan ditetapkanya hak kepemilikan harga yang disepakati
bagi pembuat barang.
b. Bentuk akad istishna’. Akad istishna’ adalah akad yang tak lazim
(tidak mengikat) sebelum proses pembuatan barang dan setelahnya,
baik bagi pemesan maupun pembuat barang.
c. Jika pembuat barang membawa barang pesanan kepada pemesan,
maka hak khiyaar pembujat barang menjadi hilang, karena dengan
kedatangannya kepada pemesan dengan membawa barang itu berarti
ia telah rela bahwa barang tersebut milik pemesan.
d. Hak pemesanan tidak terkait dengan barang yang dipesan kecuali jika
pembuat menunjukkannya kepada pemesan.
Sejalan dengan manfaat dari tujuan dan kajian-kajian teori yang sudah
dibahas di atas, maka dapat diuraikan kerangka berfikir mengenai hubungan

12
akad Istishna’.

Kerangka berfikir yang dapat disusun secara teoritis adalah sebagai


berikut:

Akad Jual Beli


Istishna’

Penjual Pembeli
(Shani’) Pembayaran (Mustashni’)

Produksi Sesuai Produk


Pesanan (Mashnu’)

Tabel di atas adalah skema akad Istishna’ dimana pembeli (Mustashni’)


melakukan transaksi akad jual beli Istishna’ dengan penjual (Shani’) sesuai
kriteria barang yang diinginkan dan disepakati. Setelah sepakat, pembeli
melakukan pembayaran dengan penjual yang bisa dilakukan saat diawal,
diangsur atau diakhir. Terakhir penjual membuat produk sesuai dengan
pesanan lalu jika sudah selesai pembuatan, produk akan diberikan kepada si
pembeli.

F. Metodologi Penelitian
Metode Penelitian adalah serangkaian cara yang sistematis yang
digunakan penulis dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam proses
identifikasi dan penjelasan dari pihak yang terkait dengan dengan berbagai
fenomena yang sedang diteliti dan dianalisis (Boedi Abdullah, Beni Ahmad
Saebani, 2014).
Metode penelitian ini terdiri dari:

13
1. Ruang Lingkup
a. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah konveksi Baskoro Cloth
Corporation.
b. Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah praktik jual beli pesanan (al-
istishna’).
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, jenis
penelitiannya termasuk dalam penelitian lapangan (field research) yang
bersifat deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan,
hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan,
disusun penulis di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan
angka-angka. Penulis segera melakukan analisis data dengan
memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan,
menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam
bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi
yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif (Anselm, Strauss,
Juliet Corbin, 1997). Terhadap bagaimana cara penyelesaian apabila ada
perubahan spesifikasi atau bahan yang sudah dipesan di Konveksi
Baskoro Cloth Corporation.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini masuk kedalam penelitian hukum normatif empiris
atau sosiologi hukum. Penelitian hukum normatif empiris ini pada
dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif
dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian
normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif
(undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu
yang terjadi dalam suatu masyarakat. Pendekatan ini berfungsi sebagai
penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non
hukum bagi keperluan penelitian (Maman, 2002).
4. Sumber Data

14
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan
informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan
menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder
(Sukandarrumidi, 2012).
a. Data Primer
Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Team Corp, 2010). Data ini berupa teks
hasil wawancara. Dengan ini penulis langsung melakukan
wawancara kepada pembuat busana (penjual) dan pemesan (pembeli)
busana di konveksi Baskoro Cloth Corporation.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam
penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur,
artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan
penelitian yang dilakukan. Data sekunder berupa data-data yang
sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh penulis dengan cara
membaca, melihat/ mendengarkan. Data ini biasanya berasal dari
data primer yang sudah diolah oleh penulis sebelumnya (Sugiono,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, 2009).
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis
terhadap fenomena yang diteliti. Observasi penulis lakukan di
konveksi Baskoro Cloth Corporation.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan
tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dan
yang diwawancarai (interviewed) tentang masalah yang diteliti,
dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap,
dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan

15
masalah yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh
pewawancara maka hasilnya pun dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi pewawancara. Wawancara dalam penelitian kualitatif
sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara
holistik dan jelas dari informan (Afifudin, Beni Ahmad Saebani,
2012).
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental
dari seseorang (Team Corp, 2010). Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.
Hasil penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh
dokumen. Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan
data dari sumber non insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan
foto-foto. Penulis menggunakan cara dokumentasi untuk mencari
dan mengumpulkan data-data sekunder yang berhubungan dengan
materi-materi dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis Data
Setelah data yang diperoleh dan sudah terkumpul maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis data merupakan
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, observasi, dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan dan membuat
kesimpulan yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri maupun orang lain
(Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, 2012).
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
deskriptif kualitatif, yaitu bertujuan untuk membuat deskriptif atau
gambaran fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang di
selidiki kemudian dianalisis (Anwar, 1998).
Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran

16
kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau
informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan
verifikasi (conclusion drawing/ verification) (Harianti, 2021).
7. Uji Keabsahan Data
Pada penelitian ini, penulis menggunakan uji keabsahan data
dengan menggunakan metode triangulasi data. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian
(Moleong, 2014). Dari hasil sumber data yang diperoleh, penulis
memilih, mengelompokan dan menghubungkan dari hasil wawancara,
observasi, dokumen, serta studi kepustakaan yang sesuai dengan rumusan
masalah.

G. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian dalam penyusunan dari skripsi ini, penulis
uraikan secara umum pada setiap bab yang meliputi sub bab, yaitu sebagai
berikut:
BAB I: Merupakan bab yang berisi Pendahuluan yang merupakan
pedoman dalam mengantarkan pembahasan skripsi secara keseluruhan. Bab
ini terdiri dari enam sub bab, yaitu memuat latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, literatur review, kerangka pemikiran,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : Merupakan landasan teori tentang akad, jual beli dan akad
istisna’yang meliputi: pengertian akad, rukun akad dan syarat-syaratnya,
Pembagian macam-macam syarat akad, Pembagian macam-macam akad,
Khiyar, Berakhirnya akad, pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun
dan syarat jual beli, macam-macam jual beli. Pengertian istisna’, landasan
Hukum istisna’, rukun dan syarat istisna’.
BAB III: Dalam bab tiga ini penulis menguraikan tentang gambaran
umum mengenai obyek penelitian, berisi tentang Profil Konveksi Baskoro

17
Cloth, mekanisme pembuatan busana, dan praktik jual beli pesanan busana di
Konveksi Baskoro Cloth Corporation.
BAB IV: Dalam bab ini berisi tentang hasil analisis penelitian yang
dilakukan penulis yang mengacu pada rumusan masalah. Pertama, Bagaimana
praktik jual beli pesanan (al-istishna’) di Baskoro Cloth Corporation. Kedua,
Bagaimana cara-cara penyelesaian masalah ketika terjadi ketidaksesuaian
barang pesanan ketika barang itu sudah jadi dalam praktek akad istisna’ di
Konveksi Baskoro Cloth Corporation.
BAB V: Penutup dalam bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu
kesimpulan penelitian, saran mengnai hasil penelitian serta penutup. Bab ini
merupakan bagian penutup dari rangkaian penelitian skripsi.

18
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Abdullah Al-Mushlih, Ash-Shawi. (2004). Shalah Malaya Saut Tajiru Jahluhu.


Jakarta: Darul Had.
Afifudin, Beni Ahmad Saebani. (2012). Meodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Pustaka Setia.
Al-Zuhaili Wabah. (2011). Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.
An-Nabhani, T. (1996). Membangun Sistem Ekonomi: Perspektif Islam. Surabaya:
Risalah Gusti.
An-Nisa. (29). Al-Qur'an.
Anselm, Strauss, Juliet Corbin. (1997). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Anwar, S. (1998). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Boedi Abdullah, Beni Ahmad Saebani. (2014). Metode Penelitian Ekonomi Islam
(Muamalah). Bandung: Pustaka Setia.
Harianti, M. (2021, 11 09). Analisis Data Kualitatif Miles dan Hubermen.
Retrieved from www.kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/meykurniawan/556c450057937332048b456
c/analisis-data-kualitatif-miles-dan-hubermen
Ismail. (2011). Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.
Ismail Nawawi. (2012). Fikih Muamalah Klasik Kontemporer. Bogor: Galia
Indonesia.
Maman. (2002). Dasar-dasar Metode Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Moleong, L. J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Roosdakarya.
Muslich, A. W. (2015). Fikih Muamalat. Jakarta: Amzah.
Sabiq, S. (1996). Fikih Sunnah. Bandung: Al-Ma'arifa.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suhendi, H. (2008). Fiqh Mualamat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sukandarrumidi. (2012). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Syafaatmuhari. (n.d.). Retrieved from www.wordpress.com:
https://Syafaatmuhari.wordpress.com
Team Corp. (2010). Pedoman Penulisan Skripsi. Semarang: Fakultas Syari'ah
IAIN Walisongo.

19

Anda mungkin juga menyukai