BAB II PEMBAHASAN MERANCANG SISTEM PENYAMPAIAN JASA 2.1
PENDAHULUAN Selain Product, Place, Price, dan Promotion, komponen-komponen penting bauran pemasaran jasa yang tak kalah penting adalah People, Process, dan Phycisal evidence. Ketika elemen kerapkali mencerminkan jasa yang ditawarkan dan berperan signifkan dalam rangka melakukan tangibilize the intangible (lihat Gambar 5.1). Gambar 5.1 Elemen People, Process, dan Phycisal Evidence Dalam Bauran Pemasaran Jasa ( Karyawan kontak ( Pelanggan bersangkutan ( Pelanggan lain PEOPLE ( Aliran operasional aktivitas- ( Komunikasi tangible Aktivitas jasa ( Servicescape ( Langkah-langkah proses PHYSICAL ( Garansi ( Fleksibilitas versus standarisasi PROCESS EVIDENCE ( Teknologi ( Teknologi versus SDM ( Website Bagi kebanyakan jasa, sumberdaya manusia (SDM) merupakan elemen vital bauran pemasaran. Dalam industri jasa, terutama jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, semua staf atau karyawan adalah part-time marketer", karena tindakan dan perilaku mereka berpengaruh langsung terhadap keluaran yang diterima pelanggan. Manajemen SDM (rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan, pemotivasian, penilaian kinerja, kompensasi, dan seterusnya) berdampak signifikan terhadap penawaran jasa perusahaan dalam empat aspek pokok. Pertama, kebanyakan proses produksi jasa menuntut staf organisasi jasa untuk memberikan masukan signifikan pada proses produksi jasa, baik pada proses front-line maupun back-line. Dalam tipe one-to-one personal services, karyawan jasa justru merupakan unsur paling penting dalam penawaran jasa total. Kedua, banyak proses jasa yang menuntut keterlibatan aktif para konsumen jasa. Konsekuensinya, konsumen menjadi co-producer jasa. Dalam bentuk yang paling sederhana, keterlibatan pelanggan semata-mata berupa konsumen hadir atau menghadirkan (atau menyerahkan) obyek yang dimilikinya kepada penyedia jasa agar jasa bisa direalisasikan. Dalam hal jasa dilakukan atau ditujukan pada tubuh atau pikiran seseorang (seperti pendidikan, operasi medis, dan konsultasi), konsumen menjadi bagian penting dalam desain proses produksi jasa. Ketiga, orang lain yang pada saat bersamaan mengkonsumsi sebuah jasa yang diproduksi secara massal dapat mempengaruhi manfaat yang diterima individu tertentu dari jasa bersangkutan. Karakteristik pengguna lain jasa yang sama bisa mempengaruhi citra jasa bersangkutan, misalnya citra kafe tertentu bisa dipengaruhi tipe para pengunjung kafe tersebut (misalnya kelas sosial, gaya hidup, profesi, dan seterusnya). Kehadiran konsumen lain dalam proses produksi dan penyampaian jasa berimplikasi bahwa kualitas akhir jasa yang diterima setiap pelanggan tergantung pada kinerja pelanggan lain. Dengan demikian, mereka menjadi co-producer penawaran jasa. Tak jarang pula pelanggan lain berperan besar dalam meningkatkan kualitas penawaran jasa, contohnya stadion sepakbola yang terisi penuh membuat suasana lebih meriah dan atraktif. Dalam Situasi lainnya, pelanggan lain bisa berkontribusi secara negatif terhadap proses produksi jasa, contohnya perilaku suporter yang tidak tertib dan rusuh jelas akan mengganggu kenyamanan penonton lain. Keempat, setiap perusahaan bisa menciptakan keunggulan bersaing melalui penciptaan dan penyampaian personnel differentiation, sebagaimana halnya reputasi positif Singapore Airlines yang terkenal dengan pramugari dan cabin crew yang ramah, cantik/tampan, sopan, bersahabat, dan kompeten. Sementara itu, proses meliputi prosedur aktual, tugas, dan tahap-tahap aktivitas yang dilakukan dalam rangka menghasilkan dan menyampaikan jasa/layanan. Pelanggan jasa lebih menyukai dan mengharapkan proses penyampaian jasa yang sederhana, sehingga mereka bisa menerima layanan/jasa tanpa kesulitan berarti. Secara garis besar, proses jasa bisa dikelompokkan berdasarkan dua karakteristik utama: kompleksitas dan divergensi (Shostack, l987). Kompleksitas menyangkut jumlah dan keruwetan (seluk-beluk) langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan suatu layanan atau jasa, sedangkan divergensi adalah tingkat variabilitas, kebebasan, judgment, keleluasaan, atau adaptasi situasional yang diperkenankan dalam sebuah langkah proses. Sebagai contoh, salon Yovita" hanya menawarkan tiga macam jasa: haircuts. colour dan Styling, sedangkan salon Yeyen" menawarkan tiga macam jasa tersebut ditambah tiga jasa tambahan lainnya: waxing, nail theraphy, san tanning. Dalam contoh ini, salon Yovita" memiliki kompleksitas rendah, karena hanya memiliki penawaran jasa yang terbatas, sedangkan salon Yeyen" memliki kompleksitas tinggi karena menawarkan lebih banyak alternatif jasa. Di satu sisi, bertambahnya kompleksitas dapat menaikkan penghasilan yang didapatkan dari setiap pelanggan, karena mereka menggunakan berbagai macam jasa yang ditawarkan. Di sisi lain, peningkatan kompleksitas menghadirkan tantangan dalam mengelolanya dan ada kemungkinan persepsi konsumen terhadap kualitas jasa keseluruhan menurun sebagai akibat kurangnya pengalaman penyedia jasa dalam salah satu tipe jasa yang ditawarkan. Sebagai contoh, walaupun Anda menyukai penata rambut Anda, namun bila staf nail therapy kurang sigap dan terampil dalam melayani Anda, bisa jadi penilaian Anda terhadap kualitas keseluruhan salon bersangkutan akan negatif. Di samping itu. pelanggan tidak selalu menyukai bertambahnya kompleksitas proses jasa. Jasa-jasa yang sangat birokratis, sebagaimana biasa dijumpai dalam sektor publik, seringkali memiliki proses-proses yang kompleks dan membuat frustrasi klien/pelanggan. Pada jasa dengan tingkat divergensi tinggi, hampir setiap pelaksanaan prosesnya bersifat unik. Dengan kata lain, pekerja jasa dalam tipe semacam ini diberikan keleluasaan cukup besar, karena jasanya di-customized sesuai dengan preferensi masing-masing pelanggan. Sebaliknya, jasa dengan tingkat divergensi rendah memiliki langkah-langkah yang dibakukan dan tidak banyak peluang untuk mengakomodasi kebutuhan pelanggan individual. Divergensi rendah memberikan sejumlah manfaat bagi penyedia jasa, seperti reliabilitas tinggi, konsistensi tinggi, meningkatnya produktivitas, dan berkurangnya biaya. Sediaan bisa dipesan dalam kuantitas besar yang lebih ekonomis dan para pekerja jasa tidak harus berpengalaman dan/atau memiliki keterampilan tinggi. Manfaat- manfaat semacam ini biasanya diteruskan kepada para pelanggan dalam wujud harga lebih murah dan ketersediaan jasa yang lebih besar. Kendati demikian, sebagian pelanggan tidak menyukai layanan baku sekalipun harganya murah, karena terbatasnya fleksibilitas dan pilihan. Tingkat customization dan fleksibilitas yang lebih besar biasanya dibarengi dengan harga yang lebih mahal ini dikarenakan jasa yang divergen lebih sukar dikelola dan dikendalikan, sebagai akibat kebutuhan sediaan yang sifatnya variabel dan sulit diprediksi. Selain itu, kualitas jasa sangat tergantung pada keakurasian interpretasi para pekerja jasa dan kemampuannya memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan. Pekerja jasa yang berkecimpung dalam jasa yang sangat divergen biasanya dituntut memiliki keterampilan tinggi. Mereka akan diberdayakan dalam hal pengambilan keputusan berkaitan dengan upaya memenuhi kebutuhan individual para pelanggan. Konsekuensinya, gaji atau honornya cenderung lebih tinggi dibandingkan para pekerja jasa di tipe jasa yang rendah tingkat divergensinya. Sebagai gambaran, coba saja bandingkan gaji juru masak di Hyatt dengan juru masak di McDonald's. Karakteristik intangibilitas jasa berimplikasi pada sulitnya pelanggan potensial mengevaluasi sebuah jasa sebelum jasa tersebut dikonsumsi dan pada gilirannya menyebabkan persepsi terhadap risiko pembelian meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, salah satu unsur penting dalam perencanaan pemasaran adalah mengurangi tingkat risiko tersebut dengan jalan menawarkan bukti fisik (physical evidences) untuk penyampaian jasa yang dijanjikan. Bukti fisik ini bisa beraneka macam, di antaranya brosur, penampilan karyawan, gedung dan fasilitas fisik, garansi, dan seterusnya. Dalam bab ini akan dibahas isu-isu menarik berkaitan dengan sistem penyampaian jasa, di antaranya desain sistem penyampaian jasa, service blueprinting, service encounter, servicescapes, lokasi fasilitas jasa, tata letak fasilitas jasa, manajemen permintaan dan penawaran jasa, dan peran krusial karyawan dan pelangan dalam sistem penyampaian jasa. Ringkas kata, uraian bab ini menyangkut dimensi Process, People, Place, dan Physical Evidence dalam pemasaran jasa. 2.2 DESAIN SISTEM PENYAMPAIAN JASA Proses perancangan sistem penyampaian jasa merupakan proses kreatif yang diawali dengan menetapkan tujuan jasa. Tujuan ini bakal menjadi pemandu utama dalam mengidentifikasi dan menganalisis semua alternatif yang bisa digunakan untuk mewujudkannya. Setelah itu, baru dilakukan penyeleksian dan pemilihan alternatif yang dinilai paling sesuai. Pada umumnya, desain sistem penyampaian jasa meliputi aspek lokasi fasiltas, tata letak fasilitas, desain pekerjaan, keterlibatan pelanggan, pemilihan peralatan, dan manajemen kapasitas jasa. Pada prinsipnya, proses desain jasa merupakan sebuah proses yang berlangsung terus-menerus. Apabila sudah mulai diimplementasikan, segala macam modifikasi dapat saja dilakukan dalam rangka menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan dan perubahan yang terjadi. 2.2.1 UNSUR-UNSUR DESAIN JASA Merancang sebuah jasa bisa diibaratkan membangun sebuah rumah, yang langkah pertamanya adalah membuat spesifikasi dan rancangan bentuk rumah yang dikehendaki. Hal sama berlaku pula pada desain sistem penyampaian jasa, di mana dibutuhkan adanya cetak biru jasa (service blueprint). Cetak biru jasa merupakan suatu gambar atau peta yang secara akurat menggambarkan sistem jasa sedemikian rupa sehingga setiap orang yang terlibat dalam penyediaan jasa bersangkutan dapat memahami dan melaksanakannya secara obyektif terlepas dari apapun peranan maupun sudut pandang individualnya (Zeithaml & Bitner, 2003). Jadi, di dalam cetak biru jasa terdapat segala unsur aktivitas, langkah-langkah dan interaksi secara visual yang menyangkut Siapa melakukan apa, untuk/dengan siapa, seberapa sering, dan dalam kondisi seperti apa (Kingmann-Brundage, dikutip dalam Mudie & Pirrie, 2006; uraian lebih rinci bisa dibaca pada sub-bahasan Services Blueprinting). Keputusan desain jasa perlu mempertimbangkan sejumlah faktor utama, di antaranya (Mudie & Pirrie, 2006): Kontak Pelanggan Seberapa sering pelanggan akan melakukan kontak dengan perusahaan (penyedia jasa)? Bagaimana karakteristik kontak tersebut? Bauran Jasa (Service Mix) Jenis jasa apa saja yang disediakan dalam hal Width dan length? Width mengacu pada seberapa banyak lini jasa yang ditawarkan, contohnya jasa fasilitas olahraga bisa terdiri atas olahraga dalam ruangan, olahraga luar ruangan, dan olahraga petualangan. Sedangkan length adalah jumlah item yang terdapat dalam setiap lini jasa yang ditawarkan, misalnya lini jasa olahraga dalam ruangan (indoor sports) terdiri atas lapangan bulutangkis, senam, kolam renan, karate, bola volley, tenis, dan sebagainya. Lokasi Konsumsi Jasa Apakah pelanggan datang ke lokasi fasilitas jasa (seperti salon, dokter gigi, hotel, sekolah) atau penyedia jasa yang mendatangi pelanggan (contohnya, katering, jasa pertamanan, cleaning services, jasa reparasi instalasi listrik)? Desain Fasilitas dan Aksesori Jasa Bagaimana keadaan aspek-aspek fasilitas jasa, seperti tata letak, warna, perabotan, dan sebagainya? Apa saja yang harus dilakukan berkaitan dengan karyawan (seragamnya), kendaraan (warna dan logo), dan komunikasi non-personal (kop surat, brosur, dan sebagainya)? Teknologi Bagaimana mewujudkan keseimbangan antara komposisi teknologi dan sumber daya manusia dalam pelaksanaan pekerjaan karyawan dan pemanfaatan jasa oleh pelanggan? Karyawan Berapa jumlah karyawan yang dibutuhkan? Berapa rasio antara karyawan tetap dan karyawan paruh- waktu? Berapa rasio antara karyawan back-office dan karyawan front-office? Karyawan back-office adalah karyawan yang tidak berhubungan atau berinteraksi langsung dengan pelanggan jasa, misalnya karyawan bagian dapur sebuah hotel, petugas kebersihan, staf departemen akuntansi dan keuangan, dan lain-lain. Sedangkan karyawan front-office adalah mereka yang secara langsung berhadapan dan berinteraksi dengan para pelanggan jasa, misalnya resepsionis, kasir, bagian registrasi, dan wiraniaga. Berapa jumlah penyelia (supervisor) yang dibutuhkan untuk mengawasi para karyawan front-office? Keterampilan apa saja yang dibutuhkan dan bagaimana cara memperolehnya? Seberapa besar tingkat fleksibilitas yang diberikan kepada para karyawan? Struktur Organisasi Berapa lapis/jenjang manajemen yang dibutuhkan? Bagaimana mengorganisasikan fungsi-fungsi keuangan, operasi, sumberdaya manusia, dan pemasaran? Infomasi Informasi apa saja yang diperlukan demi pelaksanaan kerja perusahaan dan bagaimana cara memperolehnya? Bagaimana perusahaan menyimpan informasi yang diperoleh? Seberapa besar aksesibilitas informasi yang ada dan siapa saja yang akan mengaksesnya? Manajemen Permintaan dan Penawaran Sejauh mana perusahaan memahami pola dan tingkat permintaan pelanggan? Strategi apa saja yang bisa diterapkan untuk mempengaruhi permintaan? Seberapa fleksibel kapasitas perusahaan untuk memenuhi fluktuasi permintaan, misalnya menyangka jadwal kerja dan sistem reservasi? Prosedur Apakah sebagian besar jasa akan dibakukan atau justru di- customized? Seberapa kompleks jasa yang dihasilkan? Pengendalian Sistem dan teknik apa yang akan digunakan untuk menjamin kelancaran operasi dan kualitas jasa? 2.2.2 TIPE OPERASI JASA Secara garis besar, terdapat empat tipe operasi yang sering dijumpai dalam sistem penyampaian iasa. yaitu: Proyek Dalam tipe ini, ada sejumlah aktivitas yang saling terkait dan dirumuskan dengan jelas, serta diselesaikan dalam tahap-tahap tertentu. Umumnya aktivitas-aktivitas tersebut dikerjakan dalam jangka waktu relatif lama dan volumenya kecil/sedikit. Apabila semua aktivitas tersebut telah selesai, maka dengan sendirinya proyek bersangkutan juga rampung. Beberapa jasa profesional yang menangani banyak proyek, di antaranya arsitek, konsultan, pengacara, akuntan, dan dokter, Batch (Job Shop) Dalam operasi job shop, jasa disesuaikan dengan spesifikasi dan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, faktor terpenting dalam tipe ini adalah kemampuan untuk melaksanakan berbagai kombinasi dan tahapan rangkaian aktivitas yang berbeda bagi setiap konsumen. Dengan kata lain, fleksibilitas merupakan faktor yang dominan. Contohnya jasa katering, jasa medis (kesehatan), dan bengkel. Lini (Flow Shop) Tipe ini berhubungan dengan penyampaian jasa yang telah dibakukan, sehingga rangkaian operasi yang dilakukan relatif sama (seperti aliran lini perakitan atau assembling). Aliran proses yang dilakukan mirip dengan sebuah garis lurus, karena itu sering pula disebut tipe lini/garis. Contoh jasa yang termasuk dalam kategori ini antara lain jasa pencucian sepeda motor dan mobil, registrasi atau pendaftaran ulang di berbagai perguruan tinggi, pemeriksaan kesehatan (tes laboratorium), dan perpanjangan SIM dan STNK. Proses Berkesinambungan (On-Going Process) Kepolisian, Barisan Pemadam Kebakaran, dan Unit Gawat Darurat (UGD) merupakan contoh jasa yang tergolong dalam tipe proses berkesinambungan (beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu). Selain menyediakan jasa seperti mencegah, menangani dan mengatasi tingkat kriminalitas, bahaya kebakaran, dan situasi gawat darurat (seperti akibat kecelakaan), ketiga contoh ini juga memberikan jasa melalui keberadaannya (availability). Kebanyakan orang akan merasa lebih 'aman' apabila mereka yakin bahwa polisi, petugas pemadam kebakaran, dokter dan juru rawat segera akan bertindak sigap kapanpun bantuannya dibutuhkan. 2.3 ANCANGAN DESAIN SlSTEM JASA Ada lima macam ancangan yang dapat diterapkan untuk merancang sebuah sistem jasa (Fitzsimmons & Sullivan, 1982: Fitzsimmons & Fitzsimmon, l994). Masing-masing ancangan yang ada tidak harus bersifat mutually exclusive. Jadi, sebuah perusahaan jasa bisa saja menggunakan kombinasi dari beberapa ancangan. Adapun kelima macam ancangan tersebut meliputi: Jasa Personal (Personalized Service) Ancangan ini didasari keyakinan bahwa jasa merupakan sesuatu yang sifatnya personal, artinya dilakukan oleh individu tertentu dan ditujukan kepada individu lainnya. Oleh sebab itu, setiap pelanggan harus dilayani secara personal sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya masing- masing. Setiap karyawan diberi wewenang dan keleluasaan dalam bertindak guna melayani setiap pelanggan. Jasa konseling dan wedding planner merupakan contoh jasa personal. Ancangan Lini Produksi Melalui ancangan ini, jasa rutin disediakan dalam lingkungan yang terkendali untuk menjamin konsistensi kualitas dan efisiensi operasi. Pada dasarnya ancangan ini berusaha mengadaptasi konsep manufaktur ke dalam sektor jasa. Ada beberapa karakteristik yang menunjang keberhasilan ancangan ini, di antaranya: Adanya keterbatasan karyawan dalam hal kebebasan bertindak Pembatasan keleluasaan bertindak ini dimaksudkan untuk mencapai keseragaman (standarisasi) dan konsistensi dalam kualitas. Sebagai contoh, jasa penyemprotan DDT untuk mencegah mewabahnya penyakit demam berdarah. Jasa ini perlu memiliki konsistensi dalam kualitas, karena setiap pelanggan mengharapkan jasa yang identik di manapun ia berada dan siapapun penyedia jasanya. Adanya pembagian kerja (division of labor) yang jelas Ancangan lini produksi menyarankan agar keseluruhan pekerjaan dipecah atau dipilah menjadi berbagai kelompok tugas. Masing-masing kelompok tugas membutuhkan spesialisasi keterampilan karyawan. Dengan demikian, setiap karyawan hanya perlu memenuhi syarat keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tertentu. Menggantikan sumberdaya manusia dengan teknologi tertentu Adanya kemajuan teknologi informasi dan komputer memungkinkan dilakukannya substitusi secara sistematis, di mana mesin atau peralatan tertentu akan menggantikan sumberdaya manusia. Hal ini sudah banyak diterapkan dalam sejumlah industri, contohnya ATM (Anjungan Tunai Mandiri) digunakan dalam sektor perbankan; call centers digunakan oleh bank, jasa telekomunikasi, dan jasa layanan publik; vending machines digunakan dalam sektor ritel; Internet marketing diterapkan oleh berbagai perusahaan perangkat lunak komputer dan jasa ritel; dan sebagainya. Standarisasi jasa Menu yang terbatas pada sebuah restoran memungkinkan layanan dan ketersediaan hidangan secara cepat dan efisien. Adanya pembatasan pilihan jasa memungkinkan usaha perencanaan dan prediksi lebih awal atas layanan dan permintaan pelanggan. Jasa akan menjadi proses rutin yang dilengkapi dengan tugas yang jelas dan aliran pelanggan yang teratur. Selain itu. standarisasi juga bermanfaat dalam menciptakan keseragaman kualitas jasa, karena itu proses jasa menjadi lebih mudah dikendalikan. Memisahkan Operasi Kontak Tinggi dan Operasi Tanpa Kontak Langsung Dengan Pelanggan Pada produk berwujud barang fisik, proses pemanufakturan berlangsung dalam suatu lingkungan yang terkendali. Proses desain barang tersebut dipusatkan pada upaya menciptakan proses konversi yang berkesinambungan dan efisien, mulai dari input hingga menjadi produk akhir. Proses ini bisa dilakukan tanpa adanya keterlibatan pelanggan sama sekali. Lalu bagaimana dengan jasa? Bukankah pelanggan ikut terlibat dalam proses jasa? Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah memisahkan atau mengelompokkan sistem penyampaian jasa ke dalam dua kategori, yaitu operasi kontak tinggi dengan pelanggan dan operasi tanpa kontak langsung. Operasi tanpa kontak langsung (back-office operation) dilaksanakan sebagaimana halnya pabrik manufaktur. Segala konsep manajemen produksi dan teknologi otomatisasi dapat diterapkan dalam operasi ini. Adanya pemisahan sistem ini berpotensi memberikan dua manfaat pokok. Pertama, perusahaan dapat menciptakan persepsi personalized service di mata pelanggan. Kedua, perusahaan dapat mencapai skala ekonomis melalui pemrosesan volume kerja. Keberhasilan metode ini sangat tergantung pada dua faktor, yaitu: Tingkat kontak dengan pelanggan Kontak dengan pelanggan berhubungan dengan kehadiran pelanggan secara fiSik dalam sistem jasa. Faktor ini dapat diukur berdasarkan persentase atau perbandingan antara waktu kehadiran pelanggan dalam sistem jasa dengan waktu total penyampaian suatu jasa. Pada sistem jasa yang memiliki tingkat kontak tinggi, kehadiran dan partisipasi pelanggan sangat menentukan timing permintaan, sifat jasa, dan kualitas jasa. Hal ini berbeda dengan sistem jasa yang memiliki tingkat kontak rendah, di mana pelanggan tidak hadir sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap proses penyampaian jasa. Pengelompokan tingkat kontak menjadi dua jenis ini didasarkan pada tipologi Chase (lihat Tabel 5.1). Sedangkan menurut Dilworth (I992), tingkat kontak dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yakni kontak rendah, moderat, dan tinggi (lihat Tabel 5.2). Tabel 5.1 Klasifikasi Sistem Jasa Berdasrkan Tingkat Kontak Dengan Pelanggan (Chase, 1978) KONTAK TINGGI KONTAK RENDAH Jasa Murni: Pusat Pelayanan Kesehatan Hotel Jasa Angkutan Umum Restoran Sekolah Jasa Personal (Personal Services) Jasa Campuran (Mixed Service): Kantor Cabang Suatu: Bank Perusahaan Komputer Real Estate Rumah Pemakaman Pemanufakturan Kuasi/Semu: Kantor Pusat Suatu: Bank Perusahaan Komputer Instansi Pemerintahan Pusat Penjualan Grosir Kantor Pemanufakturan: Pabrik Penghasil Barang Tahan Lama Perusahaan Pertambangan Pabrik Kimia Tabel 5.2 tingkat kontak pelanggan dalam berbagai operasi (Dilworth,1992) KONTAK RENDAH KONTAK MODERAT KONTAK TINGGI Jasa pos Jasa angkutan truk Toko mail-order Restoran Motel Pompa bensin swalayan Jasa konseling Dokter gigi Transportasi personal Toko ritel layanan penuh Pemisahan operasi kontak tinggi dan operasi tanpa kontak langsung Pemisahan ini mempengaruhi desain sistem jasa yang dibutuhkan, menyangkut lokasi fasilitas, tata letak fasilitas, desain produk, desain proses, penjadwalan, perencanaan produksi/operasi, keterampilan karyawan, pengendalian kualitas, standar waktu, kompensasi, perencanaan kapasitas, dan peramalan (lihat Tabel 5.3). Operasi kontak tinggi membutuhkan karyawan yang terampil dalam menjalankan public relations. Misalnya, karyawan reservasi dan ticketing perusahaan penerbangan harus murah senyum. ramah, sopan. dan komunikatif terhadap setiap calon penumpang. Sedangkan operasi tanpa kontak langsung tidak harus secara fisik berhubungan langsung dengan pelanggan. Oleh karena itu, operasi jenis ini dapat dijadwalkan secara cermat agar dapat mencapai kapasitas optimum. Sebagai contoh, bagian penanganan bagasi dan petugas kebersihan perusahaan penerbangan dapat beroperasi seperti halnya pabrik manufaktur. Tabel 5.3 Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Desain Operasi Kontak Tinggi dan Kontak Rendah PERTIMBANGAN DESAIN OPERASI KONTAK TINGGI OPERASI KONTAK RENDAH Lokasi fasilitas Operasi harus berada di dekat pelanggan Operasi harus berlokasi dekat dengan penawaran, transportasi, atau sumber tenaga kerja Tata letak fasilitas Fasilitas harus memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, baik yang bersifat fisik maupun psikologis Fasilitas harus dapat meningkatkan produksi Desain produk Lingkungan dan produksi memiliki pengaruh langsung dan segera terhadap pelanggan Pelanggan tidak terlibat dalam sebagian besar tahap proses produksi Desain proses Tahap- tahap proses produksi memiliki pengaruh langsung dan segera terhadap pelanggan Pelanggan tidak terlibat dalam sebagian besar tahap proses produksi Penjadwalan Pelanggan masuk dalam skedul produksi dan harus terakomodasi Pelanggan menggunakan waktu rampungnya jasa Perencanaan operasi Pesanan tidak dapat disimpan, sehingga meratakan arus produksi dapat menyebabkan perusahaan kehilangan bisnisnya Penyimpanan perataan produksi mungkin dilakukan Keterampilan karyawan Tenaga kerja langsung merupakan komponen produk dalam produk jasa yang dihasilkan, karena itu mereka harus dapat berinteraksi dengan publik Tenaga kerja langsung hanya membutuhkan keterampilan teknis Pengendalian kualitas Standar kualitas seringkali subyektif (tergantung pada pelanggannya), sehingga sangat beragam/variabel Standar kualitas umumnya dapat diukur dan bersifat tetap Standar waktu Waktu yang dibutuhkan bagi setiap jasa tergantung pada kebutuhan spesifik pelanggan, karenanya standar waktunya longgar (tidak ketat) Standar waktu tetap Kompensasi Output variabel membutuhkan sistem kompensasi berdasarkan waktu Output tetap (fixed output) memungkinkan sistem kompensasi berdasarkan output Perencanaan kapasitas Kapasitas harus diatur agar sesuai dengan permintaan puncak Output yang dapat disimpan menyebabkan kapasitas dapat diatur pada tingkat permintaan rata-rata Peramalan Ramalan dilakukan untuk jangka pendek dan berorientasi pada waktu Ramalan bersifat jangka panjang dan berorientasi pada output Partisipasi Pelanggan Dalam sebagian besar sistem jasa, pelanggan hadir pada saat jasa bersangkutan disampaikan. Bahkan tidak jarang pelanggan juga memainkan peranan penting dalam meningkatkan produktivitas jasa. Terlebih lagi apabila ada sebagian aktivitas jasa yang dapat dialihkan kepada pelanggan. Selain itu, partisipasi pelaaggan juga dapat meningkatkan customization. Berdasarkan tingkat keterlibatan pelanggan, sistem penyampaian jasa dapat dipandang dari dua sudut ekstrim, yaitu swalayan (self-service) dan ketergantungan penuh pada penyedia jasa. Secara umum ada dua macam kontribusi yang dapat diberikan pelanggan dalam sistem penyampaian jasa, yaitu: Menggantikan provider labor dengan customer labor Hal ini tidak dapat terlepas dari kemajuan teknologi dan tuntutan efisiensi. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan sendiri oleh pelanggan, seperti penumpang pesawat dan kapal laut yang membawa barang bawaannya sendiri (carry-on luggage); pelanggan toserba yang membawa barang belanjaan sendiri dan membayar di self-dieckout-counter, nasabah bank memanfaatkan fasilitas internet banking atau phone banking; pelanggan IKEA mengangkut sendiri barang belanjaannya dan menyusun sendiri mebel yang dibelinya; dan sebagainya. Dengan demikian, pelanggan dapat bertindak atau berperan sebagai co-producer, sehingga jasa yang dibelinya menjadi relatif lebih murah. Memperhalus atau mengurangi variasi permintaan jasa Salah satu karakteristik utama jasa adalah tidak tahan lama atau tidak dapat disimpan (perishabiity). Karakteristik ini berimplikasi pada sulitnya mengelola permintaan pelanggan, khususnya apabila permintaan bersifat fluktuatif. Beberapa jenis jasa yang permintaannya fluktuatif adalah restoran (variasinya menurut jam per hari dan hari per minggu), bioskop (menurut jam dan hari), bis kota (menurut jam), jasa pemakaian telepon (berdasarkan jam dan hari), obyek wisata (menurut hari), hotel (berdasarkan hari), dan seterusnya. Apabila masalah variasi permintaan ini dapat teratasi (dengan kata lain dapat dikurangi), maka kapasitas jasa yang dibutuhkan dapat ditekan, sehingga pemanfaatan kapasitasnya dapat lebih optimal dan pada gilirannya berdampak pada peningkatan produktivitas jasa. Dalam rangka menerapkan strategi memperhalus variasi permintaan jasa, partisipasi pelanggan sangat dibutuhkan. Mereka perlu menyesuaikan saat permintaannya agar dapat selaras dengan ketersediaan jasa. Metode yang sering dipergunakan meliputi: Sistem reservasi dan appointment Dengan melakukan reservasi atau pemesanan terlebih dahulu, pelanggan akan terhindar dari antrean panjang. Selain itu, ada kepastian mengenai waktu dilayani. Metode ini banyak diterapkan oleh para dokter. hotel, jasa pertunjukan masuk dan event olahraga, dan perusahaan penerbangan. Metode penetapan harga diferensial Cara ini dilakukan untuk mendorong agar para pelanggan memanfaatkan jasa pada waktu-waktu di luar jam sibuk. Dengan kata lain, penyedia jasa berusaha memindahkan sebagian permintaan dari periode permintaan puncak (sibuk) ke periode tidak sibuk. Sebagai contoh, tarif interlokal dan sambungan internasionai di malam hari dan pada hari libur lebih murah daripada jam-jam sibuk. Demikian pula halnya tiket pesawat dan tarif hotel selama musim liburan cenderung lebih mahal daripada hari-hari biasa. Mengelola atau memperkuat permintaan pada periode tidak sibuk Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan permintaan pada periode permintaan tidak sibuk, sehingga nantinya perbedaan permintaannya dengan periode puncak tidak terlalu menyolok. Contoh penyedia jasa yang menerapkan strategi ini adalah McDonald's yang menawarkan beraneka menu khusus untuk sarapan; sejumlah hotel menawarkan minivacation weekends; universitas menawarkan semester pendek dan kursus-kursus singkat pada musim liburan antara semester genap dan semester gasal; dan lain-lain. Mengembangkan jasa komplementer selama jam sibuk Penyedia jasa mencoba menawarkan alternatif tertentu kepada para pelanggan yang sedang menunggu untuk dilayani, misalnya bank menawarkan fasilitas ATM. Internet banking, dan phone banking agar tidak semua nasabah mengantri di teller. Sejumlah pasar swalayan dan toserba mulai menawarkan fasilitas self-checkout-counters bagi para pelanggan. khususnya bagi pelanggan yang hanya membeli barang dalam jumlah item terbatas (misalnya di bawah l2 item). Swalayan (Self-Service) Dalam ancangan ini, tingkat keterlibatan pelanggan sangat tinggi. Pelanggan berperan aktif dalam proses penyampaian jasa. Misalnya, di pasar swalayan mereka membawa sendiri keranjang belanjaan atau kereta dorong, yang kemudian diisi sendiri dengan barang belanjaan yang dipilih dari rak-rak pajangan. Kemudian pelanggan membawanya ke kasir untuk membayar transaksi yang dilakukan. Contoh lainnya adalah pasien-pasien tertentu yang mengisi sendiri catatan medisnya di rumah sakit; pelanggan yang mengisi sendiri bensin yang dibeli di pom bensin swalayan; dan di sejumlah kafe pelanggan membuat sendiri sandwich sesuai dengan yang dikehendakinya. kemudian membayarnya di kasir. 2.4 SERVICE BLUEPRINTING Istilah lain untuk service blueprinting adalah service mapping atau service flowcharting. Pada prinsipnya, service blueprinting merupakan ancangan grafis visual yang bisa membantu para manajer jasa untuk mendapatkan gambaran holistik tentang jasa dan layanannya serta memperoleh wawasan manajerial mengenai karakteristik pengalaman pelanggan. Dalam merancang sebuah service blueprinting, organisasi jasa harus menggunakan perspektif pelanggan, sehingga urutan-urutan proses yang didokumentasikan mencerminkan tahap-tahap yang didalam pelanggan dalam mendapatkan layanan atau jasa yang dikehendaki. Setiap tahap mencakup aspek visible dan invisible penyampaian jasa kepada pelanggan. Secara ringkas terdapat empat langkah dalam menyusun sebuah service blueprint : Mengidentifikasi secara berurutan semua fungsi-fungsi pokok yang dibutuhkan untuk menghasilkan dan menyampaikan jasa. Tingkat divergensi yang ditawarkan pada setiap tahap juga diuraikan pada langkah ini. Merumuskan zone visibilitas (zone of Visibility atau frontstage) dan zone of invisibility (backstage). Zone visibilitas adalah proses- proses yang tampak (visible) bagi pelanggan dan mereka berkemungkinan untuk berpartisipasi di dalamnya, sedangkan zone of invisibility adalah proses-proses yang tidak dilihat langsung oleh pelanggan. Menentukan rata-rata waktu untuk pelaksanaan setiap fungsi pokok dan mengidentifikasi departemen atau staf relevan yang bertanggung jawab atas fungsi tersebut. Selain itu, langkah ini juga menentukan apakah pelanggan diharapkan untuk melaksanakan fungsi pokok tersebut. Menetapkan toleransi yang bisa diterima dalam hal timing untuk setiap fungsi dalam rangka memastikan bahwa persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa tidak akan terpengaruh secara negatif. Langkah 3 dan 4 bisa diabaikan apabila tujuan utama cetak biru jasa (service blueprint) lebih difokuskan pada upaya mengkomunikasikan karakteristik umum jasa dan bukan untuk mendiagnosis dan menyempurnakan proses penyampaian jasa. Cetak biru jasa tidak hanya bermanfaat untuk mengevaluasi proses jasa yang sudah ada, namun juga untuk merancang dan mengembangkan jasa baru atau proses penyampaian jasa baru. lnovasi jasa atau layanan kerapkali dihasilkan dari perubahan proses penyampaian jasa yang difasilitasi perkembangan dan pemanfaatan teknologi. Gambar 5.2 merupakan contoh cetak biru jasa untuk sebuah kafe. Cetak biru jasa memberikan informasi berharga kepada manajer jasa, di antaranya menyangkut bagaimana jasa diinisiasi oleh pelanggan dan tindakan apa saja yang harus dilakukan pelanggan dalam rangka mendapatkan jasa. Selain itu, cetak biru jasa juga mengidentifikasi siapa saja staf layanan yang berinteraksi dengan pelanggan, berapa lama dan seberapa sering. Yang lebih penting, cetak biru jasa memudahkan manajer jasa dalam memperbaiki atau menyempurnakan kualitas jasa. Sebagai contoh, cetak biru jasa bisa mengidentifikasi bottlenecks (proses di mana pelanggan harus menunggu terlalu lama) atau titik-titik kegagalan (proses di mana pelanggan tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan) dalam penyampaian jasa. Identifikasi sumber masalah seperti ini sangat bermanfaat untuk menentukan langkah-langkah perbaikan secara efektif yang pada gilirannya bisa memperbaiki kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Perhatikan Gambar 5.2. Bisakah Anda mengidentifikasi bottienecks pada cetak biru jasa kafe tersebut? Apa yang harus dilakukan manajer kafe tersebut? 2.5 SERVICE ENCOUNTER Berdasarkan perspektif pelanggan, kesan paling gamblang terhadap sebuah jasa terjaci pada service encounter (disebut pula moment of truth), di mana pelanggan berinteraksi dengan perusahaan jasa. Sebagai contoh, beberapa service encounter yang dialami seorang tamu hotel meliputi: check- in di meja resepsi, diantar ke kamar oleh bellperson, makan di restoran hotel, dan check-out. Dalam service encounter tersebut, tamu hotel mendapatkan gambaran sekilas mengenai kualitas jasa organisasi. Setiap service encounter berkontribusi pada kepuasan keseluruhan pelanggan dan kesediaannya untuk melakukan bisnis lagi dengan perusahaan yang sama. Ditilik dari sudut pandang organisasi, setiap service encounter memberikan peluang untuk membuktikan potensi perusahaan sebagai penyedia iasa berkualitas dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Jumlah serviice encounter berbeda-beda antar jenis jasa dan organisasi jasa spesifik. Pihak manajemen Disney Corporation, misalnya, mengestimasi bahwa setiap amuzement park yang mereka miliki mengalami sekitar 74 service encounter dan pengalaman negatif pada salah satu saja di antaranya bakal berdampak buruk pada evaluasi keseluruhan konsumen. Apabila pelanggan berinteraksi dengan penyedia jasa untuk pertama kali, service encounter pertama berpengaruh besar pada pembentukan kesan awal atas organisasi jasa secara keseluruhan. Dalam Situasi seperti ini, seringkali pelanggan tidak memiliki basis utama untuk menilai organisasi Konsekuensinya, kontak lewat telepon atau pengalaman tatap muka dengan staf perusahaan (penjaga toko, satpam, operator, sekretaris, dan lain-lain) bisa sangat penting dalam membentuk persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Sebagai contoh, calon pelanggan yang menelepon sebuah toko reparasi peralatan elektronik bisa jadi langsung mencari perusahaan lain apabila ia diperlakukan dengan kasar oleh staf layanan pelanggan, diminta menunggu terlalu lama sebelum disambungkan dengan staf yang berkompeten untuk menjawab pertanyaannya, atau diberitahu bahwa dibutuhkan waktu beberapa hari sebelum ada staf yang bisa datang ke rumahnya untuk melakukan reparasi yang dibutuhkan. Bahkan sekalipun kualitas teknis jasa reparasinya superior, perusahaan tersebut mungkin tidak punya kesempatan untuk mendemonstrasikannya apabila service encounter pertama lewat telepon menyebabkan pelanggan lari ke perusahaan lain. Hal semacam ini yang belum banyak disadari oleh para penyedia jasa di Indonesia. Secara garis besar, service enconter bisa dikelompokkan menjadi tiga macam: remote encounters, phone encounters, dan face-to-face encounters. Setiap pelanggan bisa mengalami salah satu atau kombinasi dari ketiga tipe ini sewaktu berinteraksi dengan penyedia jasa tertentu. Dalam remote encounters, service encounter berlangsung tanpa kontak langsung dengan karyawan, contohnya pelanggan berinteraksi dengan bank melalui ATM, dengan pengecer tertentu lewat situs Internet, atau dengan jasa mail-order melalui automated dial-in Ordering. Dalam phone encounters, mayoritas interaksi dilakukan melalui telepon, contohnya perusahaan asuransi, telekomunikasi, dan layanan publik. Selain itu, tidak sedikit perusahaan yang mengandalkan phone encounters untuk keperluan layanan pelanggan, general inquiry atau pemesanan produk. Dalam face-to-face encounters, karyawan dan pelanggan berinterakci langsung. Sebagai contoh, di Disney theme park, pelanggan berinteraksi dengan penjual tiket, staf pemeliharaan, aktor berkostum karakter Disney (seperti Mickey Mouse, Donald Duck, Guffy, dan lain-lain), petugas kebersihan, petugas keamanan, dan lain-lain. Menentukan dan memahami isu-isu kualitas iasa dalam face-to-face encounters merupakan yang paling kompleks dari ketiga tipe service encounter. Perilaku verbal dan non-verbal sama pentingnya dalam mempengaruhi kualitas, demikian pula halnya tangible cues (misalnya, seragam karyawan dan simbol-simbol jasa lainnya seperti peralatan, brosur informasi, dan physical setting). Dalam face to-face encounter, pelanggan juga memainkan peranan penting dalam menciptakan jasa berkualitas melalui perilakunya selama interaksi dengan penyedia iasa. 2.6 SERVICESCAPES jasa bersifat intangible, karenanya pelanggan kerapkali mengandalkan tangible cues atau physical evidence dalam mengevaluasi sebuah jasa sebelum membelinya dan menilai kepuasannya selama dan setelah konsumsi. Secara garis besar, physical evidence meliputi fasilitas fisik organisasi (servicescope) dan bentuk-bentuk komunikasi fisik lainnya (lihat Tabel 5.4). Dalam beberapa jenis jasa (seperti universitas, rumah sakit, hotel, perusahaan penerbangan, dan child care center), penyedia jasa banyak memanfaatkan komunikasi via physical evidence yang dimiliki, sementara pada berbagai tipe jasa lainnya (seperti asuransi dan jasa titipan kilat), komunikasi physical evidence relatif lebih terbatas. Sebagai contoh, servicescape untuk rumah sakit meliputi eksterior gedung, tempat parkir, ruang tunggu, kantor admis, ruang perawatan pasien, peralatan medis, dan seterusnya, sedangkan komunikasi fisik lainnya terdiri atas seragam, website, laporan/alat tulis, faktur, dan lain-lain. Tabel 5.4 Elemen-elemen Physical Evidence SERVICESCAPES KOMUNIKASI FISIK LAINNYA Eksterior fasilitas jasa Desain eksterior Signage Tempat parkir Landscape Lingkungan sekitar Interior fasilitas jasa Desain interior peralatan Signage Layout Kualitas udara/temperatur Kartu bisnis (kartu nama) Alat tulis Rekening Laporan Busana karyawan Seragam brosur situs internet virtual servicescape Sejumlah riset menunjukkan bahwa desain servicescape bisa mempengaruhi pilihan pelanggan, ekspektasi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan perilaku lainnya. Misalnya saja, beberapa studi mengindikasikan bahwa mood berbelanja pelanggan ritel dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional seperti musik, dekor, aroma, dan layout toko. Selain itu, desain lingkungan kerja juga berpengaruh signifikan terhadap produktivitas, motivasi, dan kepuasan karyawan. Bitner ( l992) mengemukakan tipologi servicescape berdasarkan dua dimensi utama, yaitu pemakaian servicescope dan kompleksitas fisik servicescape (lihat Tabel 5.5). Pemakaian servicescope mengacu pada siapa yang melakukan tindakan dalam servicescape: pelanggan, karyawan atau keduanya. Implikasinya, terdapat tiga tipe organisasi jasa: (1) jasa swalayan (pelanggan melakukan sebagian besar aktivitas dan hanya sedikit keterlibatan karyawan); (2) jasa interpersonal (pelanggan dan karyawan harus hadir di servicescape); dan (3) remote services (keterlibatan pelanggan dalam servicescape minim atau bahkan tidak ada sama sekali). Sementara itu, berdasarkan kompleksitas servicescape, lingkungan jasa bisa dikelompokkan menjadi dua kategori: (1) lean environments (lingkungan jasa yang sangat sederhana, dengan sedikit elemen, sedikit ruang, dan hanya segelintir peralatan); dan (2) eloborate environments (lingkungan jasa yang sangat kompleks, dengan banyak elemen dan banyak bentuk, contohnya sebuah rumah sakit yang memiliki beberapa tingkat dan beratus kamar, peralatan canggih dan berbagai fungsi spesifik yang dilakukan di fasilitas fisiknya). Tabel 5.5 Tipologi Servicescape PEMAKAIAN SERVICESCAPE KOMPLEKSITAS SERVISCAPE ELABORATE LEAN Swalayan (hanya pelanggan) Golf Land Surf n Splash ATM Information kiosk di mal Post office kiosk Bioskop Jasa internet Ekspress mail drop- off Jasa interpersonal (pelanggan dan karyawan) Hotel Restoran Klinik kesehatan Rumah sakit Bank Perusahaan asuransi sekolah Dry cleaner Salon kecantikan Hot dog stand Remote Services (hanya karyawan) Perusahaan telepon Perusahaan asuransi Utilitas Jasa profesional Telephone mail-order desk Automated voice massaging services Pemahaman mengenai servicescape sangat penting bagi pemasar jasa, karena servicescape bisa memainkan beberapa peranan sekaligus, yaitu sebagai package, facilitator, socializer, dan differentiator. Fasilitas fisik perusahaan pada hakikatnya membungkus" atau mengemas" jasa yang ditawarkan dan mengkomunikasikan citra eksternal tentang apa yang ada di dalamnya kepada para pelanggan. Servicescape juga berperan besar dalam memfasilitasi aliran aktivitas yang memproduksi jasa. Fasilitas fisik bisa menyediakan informasi kepada pelanggan mengenai cara kerja proses produksi jasa. Salah satu contohnya adalah menu dan brosur yang menjelaskan penawaran perusahaan dan memudahkan proses pemesanan oleh pelanggan. Desain servicescape berperan besar dalam proses sosialisasi melalui pengkomunikasian nilai- nilai, norma, perilaku, peran dan pola hubungan antar karyawan, serta antara pelanggan dan karyawan. Fasilitas fisik bisa digunakan penyedia jasa untuk mendiferensiasikan perusahaannya dari para pesaing dan mengkomunikasikan tipe segmen pasar yang ingin dilayani. Perubahan lingkungan fisik juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan repositioning dan/atau menarik segmen pasar baru. 2.7 LOKASI FASILITAS JASA Jasa tidak dipasarkan melalui saluran distribusi tradisional seperti halnya barang fisik, misalnya dari pabrik ke pedagang grosir, kemudian ke pengecer untuk selanjutnya diteruskan kepada konsumen akhir. Gambar 5.3 menampilkan variasi saluran distribusi jasa, baik saluran distribusi langsung maupun tidak langsung (menggunakan jasa agen penjual, agen pembeli, agen/broker, dan penyampai jasa waralaba). Saluran distribusi langsung dipergunakan misalnya untuk jasa konsultasi manajemen, akuntansi, sistem informasi, dan perpajakan. Agen/broker dipakai dalam jasa broker asuransi, agen real estate dan agen travel. Agen penjualan dan pembeli yang banyak dijumpai antara lain broker saham dan kelompok afinitas (affinity groups). Penyampai jasa kontrak/waralaba dipergunakan misalnya untuk jasa restoran siap saji (fast food) dan dry cleaning. Gambar 5.3 Saluran Distribusi Jasa Dalam beberapa tahun terakhir, waralaba (franchising) mengalami perkembangan pesat. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (dikutip dalam Djatmiko, 2009), hingga Juni 2009 tercatat ada sekitar l.0l0 usaha waralaba di Indonesia, dengan jumlah gerai mencapai 42.900 buah dan menyerap 8l9.200 tenaga kerja. Jumlah ini melonjak drastis dibandingkan dua tahun sebelumnya, yakni 35l usaha waralaba dan 39l.47l tenaga kerja di tahun 2007, serta 855 usaha waralaba dan 523.l62 tenaga kerja di tahun 2008 (Suryadi, 2008). Menarik diamati bahwa sejak 2006 pasar waralaba di Indonesia mulai dikuasai pengusaha lokal (lihat Tabel 5.6). Tabel 5.6 Perkembangan Bisnis Waralaba di Indonesia, 2005-2008 WARALABA 2005 2006 2007 2008 Asing 237 220 131 255 Lokal 129 230 220 600 Total 366 450 351 825 Secara sederhana, waralaba bisa diartikan sebagai sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil atau menengah, hak-hak istimewa untuk melakukan sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu dan di tempat tertentu pula Franchisor biasanya menyediakan peralatan, produk atau jasa yang dijual, dan/atau pelayanan manajerial. Sebagai imbalannya, franchisee harus membayar uang pangkal (initial franchise fee) dan royalti atas penjualan kotor, membayar management fee, membayar biaya sewa peralatan franchisor (bila ada), serta memasarkan produk dan jasa dengan cara-cara yang ditentukan oleh franchisor. Secara garis besar terdapat tiga bentuk sistem waralaba. Pertama, product franchise atau product distribution franchising, di mana franchisor memberikan kekeluasaan bagi para franchisee untuk memproduksi dan mendistribusikan lini produk tertentu dengan menggunakan nama merek dan sistem pemasaran yang dikembangkan oleh franchisor. Sebagai contoh, keagenan sepatu, mobil (Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola). Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini adalah business format franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk ini, franchisor mengembangkan usahanya dengan membuka outlet yang dikelola oleh franchisee yang berminat membuka usaha dengannya. Franchising bentuk ini banyak berkembang di industri restoran siap santap (misalnya, Kentucky Fried Chicken dan McDonald's). Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor merancang sistem jalur distribusi tertentu, lalu franchisee mendistribusikan barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang dihasilkan oleh franchisor, contohnya adalah distribusi komponen dan suku cadang kendaraan bermotor. Sementara itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (di antaranya telepon genggam, TV interaktif, dan Internet) berkontribusi pada berkembangnya saluran elektronik (electronic channel) sebagai saluran distribusi alternatif untuk jasa Saluran elektronik merupakan satu-satunya distributor jasa yang tidak membutuhkan interaksi manusia secara langsung. Hal utama yang dibutuhkan dalam tipe distribusi ini adalah jasa yang telah terlebih dahulu dirancang (biasanya dalam bentuk informasi, pendidikan atau hiburan) dan sarana elektronik untuk menyampaikannya. Beberapa contoh tipe jasa yang ditawarkan melalui saluran elektronik meliputi blockbuster movies on demand (lewat saluran TV berlangganan), berita dan musik inteiaktif, jasa perbankan, jasa finansial, database dan perpustakaan multimedia, distance learning, desktop Videoconferencing, remote health services, dan interactive network-based games. Distribusi jasa secara elektronik memberikan sejumlah manfaat seperti penyampaian jasa standar secara konsisten, biaya rendah, kenyamanan bagi pelanggan, distribusi luas, potensi besar untuk customization sesuai dengan preferensi dan pilihan pelanggan dan umpan balik pelanggan cepat Meskipun demikian, penggunaan saluran elektronik juga memiliki sejumlah kelemahan, di antaranya kurangnya kendali atas lingkungan elektronik, pelanggan online adalah mereka yang aktif dan tidak pasif dalam mencari informasi dan hiburan (konsekuensinya, mereka harus diedukasi, dihibur dan dirayu secara halus). kompetisi harga semakin ketat, keterlibatan dan variabilitas pelanggan berdampak pada berkurangnya konsistensi jasa, isu-isu keamanan transaksi dan penyampaian infomasi secara online, dan berbagai tantangan lainnya. Akan tetapi, lokasi fasilitas jasa acapkali tetap merupakan faktor krusial yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu jasa, karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial penyedia jasa Secara garis besa, ada dua kemungkinan penimbangan dalam hal lokasi fasilitas jasa. Pertama, pelanggan mendatangi lokasi fasilitas jasa, misalnya pasien datang ke tempat praktik dokter, Puskesmas, atau rumah sakit. Kemungkinan kedua adalah penyedia jasa yang mendatangi pelanggan, misalnya mobil pemadam kebakaran mendatangi lokasi kebakaran untuk menangani dan memadamkan api. Selain itu, dimungkinkan pula penyedia jasa meng kombinasikan keduanya. Sebagai contoh, dokter yang selain berpraktik di lokasi khusus, namun bersedia pula mendatangi pasien di rumah mereka pada jam-jam tertentu, misalnya sewaktu istirahat makan siang atau setelah jam praktik. Lokasi berpengaruh terhadap dimensi-dimensi pemasaran strategik, seperti fleksibilitas, competitive positioning. manajemen permintaan, dan fokus strategik (Fitzsimmons & Fitzsimmons. l994). Fleksibilitas suatu lokasi merupakan ukuran sejauh mana sebuah jasa mampu bereaksi terhadap situasi perekonomian yang berubah. Keputusan pemilihan lokasi berkaitan dengan komitmen jangka panjang terhadap aspek-aspek yang stafnya kapital intensif, karena itu penyedia jasa harus benar-benar mempertimbangkan, menyeleksi dan memilih lokasi yang responsif terhadap kemungkinan perubahan ekonomi, demografis, budaya, persaingan, dan peraturan di masa mendatang. Competitive positioning adalah metode-metode yang digunakan agar perusahaan dapat mengembangkan posisi relatifnya dibandingkan para pesaing. Misalnya, jika perusahaan berhasil memperoleh dan mempertahankan lokasi yang banyak dan strategis (lokasi sentral dan utama), maka itu dapat menjadi rintangan efektif bagi para pesaing untuk mendapatkan akses ke pasar. Manajemen permintaan merupakan kemampuan penyedia jasa untuk mengendalikan kuantitas, kualitas, dan timing permintaan. Sementara itu, fokus strategik bisa dikembangkan melalui penawaran jasa yang hampir sama di banyak lokasi. Sebagai contoh, banyak perusahaan jasa yang memiliki lokasi di sejumlah tempat dengan fasilitas standar atau seragam. Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap beberapa faktor berikut: Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal. Lalu- lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama: Banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar terhadap terjadinya impulse buying. yaitu keputusan pembelian yang seringkali terjadi spontan, tanpa perencanaan, dan/atau tanpa melalui usaha-usaha khusus. Sebagai contoh, lan yang sedang berjalan-jalan di Malioboro Mal tertarik mencoba menu baru McDonald's setelah melihat poster di depan outletnya, walau sesungguhnya lan belum lapar. Kepadatan dan kemacetan lalu-lintas bisa pula menjadi hambatan, misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran atau ambulans. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. Sebagai contoh, warung makan berdekatan dengan daerah kost, asrama mahasiswa, kampus, atau perkantoran. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing. Sebagai contoh, dalam menentukan lokasi wartel (warung telekomunikasi), perlu dipertimbangkan apakah di jalan atau daerah yang sama terdapat banyak wartel lainnya. Menariknya, dalam sejumlah industri, justru ada kecenderungan perusahaan sejenis menempati lokasi berdekatan, contohnya bengkel, showroom mobil, pengecer sepatu dan pakaian, toko mebel, dan seterusnya. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang bengkel kendaraan bermotor terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk. 2.8 DESAIN TATA LETAK FASILITAS JASA Desain dan tata letak fasilitas jasa erat kaitannya dengan pembentukan persepsi pelanggan. Pada sejumlah tipe jasa, persepsi yang terbentuk dari interaksi antara pelanggan dengan fasilitas jasa berpengaruh terhadap kualitas jasa tersebut di mata pelanggan. Pelanggan yang ingin mencari kenyamanan suasana dalam menikmati hidangan menu restoran akan lebih menyukai restoran yang desainnya artistik dan atraktif. Misalnya, pencahayaan yang tertata apik, dinding yang dihiasi lukisan-lukisan menarik, mebel yang nyaman dan empuk, alunan musik lembut, dan lain-lain. 2.8.1 DESAIN FASILITAS JASA Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan desain fasilitas jasa meliputi: Sifat dan tujuan organisasi iasa Sifat suatu jasa seringkali menentukan berbagai persyaratan desainnya. Sebagai contoh, desain rumah sakit perlu mempertimbangkan ventilasi yang memadai, ruang peralatan medis yang representatif, ruang tunggu pasien yang nyaman (dilengkapi TV, tersedia cukup tempat untuk 'selonjor' atau untuk berbaring), kamar pasien yang bersih dan nyaman, ruang dokter dan kamar praktik yang bisa menjamin privasi (misalnya kedap suara dan tidak tembus pandang), dan seterusnya. Desain fasilitas yang baik dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya perusahaan mudah dikenali dan desain eksterior bisa menjadi ciri khas atau petunjuk mengenai sifat jasa di dalamnya. Banyak organisasi jasa yang memperoleh manfaat langsung dari desain khusus yang disesuaikan dengan sifat dan tujuannya. Contohnya, restoran masakan Jepang yang mendesain ruang makannya dengan arsitektur Jepang, akan menciptakan suasana restoran seolah-olah seperti di Jepang. Ketersediaan tanah dan kebutuhan akan ruang/tempat Setiap perusahaan jasa yang membutuhkan lokasi fisik untuk mendirikan fasilitas jasanya perlu mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kemampuan finansial, ketersediaan tanah, peraturan pemerintah berkenaan dengan kepemilikan tanah dan pembebasan tanah, dan lain-lain. Dewasa ini ketersediaan tanah sangat terbatas (apalagi di lokasi-lokasi strategik) dan kalaupun ada, harganya sangat mahal. Oleh sebab itu, setiap perusahaan perlu memanfaatkan tanah dan ruang yang tersedia seefisien dan seefektif mungkin. Kecenderungan yang ada adalah perusahaan membuat bangunan bertingkat (ekspansi vertikal). Fleksibilitas Fleksibilitas desain sangat dibutuhkan apabila volume permintaan seling berfluktuasi dan jika spesifikasi jasa cepat berkembang, sehingga risiko keusangan relatif besar. Kedua kondisi ini menyebabkan fasilitas jasa harus dapat disesuaikan secara mudah dan memperhitungkan pula kemungkinan perkembangan masa datang. Memasukkan unsur fleksibilitas ke dalam desain memang dapat meningkatkan biaya inisiasi (initial costs) dan biaya operasi suatu fasilitas. Akan tetapi, usaha untuk menyesuaikan suatu desain yang tidak fleksibel dengan perubahan yang terjadi saat desain bersangkutan telah diwujudkan, malah justru akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar. Bahkan mungkin pula dalam beberapa situasi, penyesuaian tidak mungkin dilakukan. Faktor estetis Fasilitas jasa yang tertata secara rapi, menarik, dan estetis akan dapat meningkatkan sikap positif pelanggan terhadap suatu jasa. Selain itu. sikap karyawan terhadap pekerjaan dan motivasi kerjanya juga dapat meningkat. Aspek-aspek yang perlu ditata meliputi berbagai aspek. misalnya tinggi langit-langit bangunan, lokasi jendela dan pintu, bentuk pintu yang beraneka ragam, dan dekor interior. Masyarakat dan lingkungan sekitar Masyarakat (terutama pemerhati masalah sosial dan lingkungan hidup) dan lingkungan di sekitar fasilitas jasa memainkan peranan penting dan berpengaruh besar terhadap perusahaan. Apabila perusahaan tidak mempertimbangkan faktor ini, maka kelangsungan hidup perusahaan bisa terancam. Sebagai contoh gelanggang olahraga (untuk pertandingan olahraga dan pertunjukan musik) wajib mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti ketersediaan tempat parkir; jumlah pintu masuk dan pintu keluar, ventilasi dan tata suara; lokasi yang tidak terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk, rumah sakit, tempat ibadah, dan tempat umum lainnya; ketersediaan jumlah karyawan bagian kebersihan (cleaning services) untuk membersihkan sampah-sampah yang biasanya menumpuk setiap selesai event pertandingan atau pertunjukan musik; dan sebagainya. Biaya konstruksi dan operasi Kedua jenis biaya ini dipengaruhi desain fasilitas. Biaya konstruksi dipengaruhi oleh jumlah dan jenis bahan bangunan yang digunakan. Biaya operasi dipengaruhi oleh kebutuhan energi ruangan. yang berkaitan dengan perubahan suhu. 2.8.2 TATA LETAK FASILITAS JASA Lingkungan dan setting tempat penyampaian jasa merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya dan tidak boleh diabaikan dalam desain jasa. Persepsi pelanggan terhadap suatu jasa dapat dipengaruhi oleh atmosfir (suasana) yang dibentuk oleh eksterior dan interior fasilitas jasa bersangkutan. Atmosfir elegan, misalnya, seringkali menimbulkan persepsi status sosial tertentu. atmosfir yang hangat membangkitkan persepsi nyaman. dan atmosfir profesional menciptakan persepsi berupa rasa aman dan percaya di kalangan pelanggan. Bila kita memasuki salah satu hotel atau bank. seringkali secara sadar atau tidak sadar kita memikirkan beberapa hal berikut: Apa yang dapat digambarkan aspek eksterior hotel atau bank tersebut tentang penawaran yang ada di dalamnya? Apakah itu semua dapat mengkomunikasikan secara jelas mengenai sifat jasanya? Bagaimana interiornya mencerminkan suasana yang ada? Perasaan apa yang muncul? Bagaimana kita harus bersikap? Masih banyak penyedia jasa yang tidak menyadari bahwa tata letak fasilitas jasa berpengaruh signifikan terhadap mood dan respon pelanggan. Sayangnya, belum ada aturan baku dan universal mengenai cara merancang tata letak fasilitas jasa. Kendati demikian, perusahaan jasa perlu memahami respon pelanggan terhadap berbagai aspek tata letak fasilitas jasa. Menurut Mudie & Pirrie (2006), setidaknya terdapat enam faktor yang harus dipertimbangkan secara cermat menyangkut tata letak fasilitas jasa: Perencanaan spasial Aspek-aspek seperti proporsi, simetri tekstur, dan warna perlu diintegrasikan dan dirancang secara cermat untuk menstimulasi respon intelektual maupun respon emosional dari para pemakai atau orang yang melihatnya. Respon semacam inilah yang dipersepsikan sebagai kualitas visual. Kualitas ini dapat dimanipulasi atau dikendalikan perancang untuk menciptakan lingkungan tertentu yang mampu mendorong terbentuknya respon pelanggan sebagaimana dikehendaki penyedia jasa. Perencanaan ruangan Faktor ini mencakup perancangan interior dan arsitektur, seperti penempatan perabotan dan perlengkapannya dalam ruangan, desain aliran sirkulasi, dan lain-lain. Perlengkapan/perabotan Perlengkapan/perabotan memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai sarana pelindung barang-barang berharga berukuran kecil, sebagai barang pajangan, sebagai tanda penyambutan bagi para pelanggan, dan sebagai sesuatu yang menunjukkan status pemilik atau penggunanya. Tata cahaya Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain tata cahaya adalah cahaya di Siang hari, warna, jenis dan sifat aktivitas yang dilakukan dl dalam ruangan, persepsi penyedia jasa akan tugasnya, tingkat ketajaman penglihatan, dan suasana yang diinginkan (tenang, damai, segar, riang, gembira, dan lain- lain). Warna Banyak orang yang menyatakan bahwa warna memiliki bahasanya sendiri. di mana warna dapat menstimulasi perasaan dan emosi spesifik. Sebagai contoh, warna bendera setiap negara memiliki makna histiris dan patriotis sendiri-sendiri. Warna kesayangan masing-masing kesebelasan favorit juga memberikan makna khusus bagi para pendukung setianya. Sebagai contoh, klub Liverpool berjulukan The Reds, Manchester United (The Red Devils), Chelsea (The Blues), dan seterusnya. Menurut Mudie & Pirrie (2006), di dalam sebuah warna terkandung tiga unsur pokok sebagai berikut: Hue (corak warna). yaitu nama dari warna, seperti merah, biru, hijau, kuning. Value (nilai warna), yaitu terang atau gelapnya suatu warna. Chroma, yakni intensitas kekuatan atau kemurnian warna. Warna mempengaruhi perasaan dan tindakan setiap orang (Craig-Lees. etal., 1995). Tidak semua warna berdampak sama pada semua orang. Sebagian besar warna justru menghasilkan respon berbeda-beda. Warna-warna pada spektrum yang lebih terang (warm), seperti merah menyala (bright red, menyebabkan kelenjar di bawah otak memproduksi adrenalin. Karenanya, eksposur pada warna merah bisa menyebabkan orang menjadi lebih aktif secara fisik dan itulah sebabnya mengapa kita disarankan untuk tidak melambai-lambaikan bendera atau kain merah pada seekor banteng. Eksposur pada spektrum warna yang lebih cool, seperti biru dan hijau, menghasilkan dampak sebaliknya, yaitu berkurangnya aliran adrenalin. Oleh sebab itu, warna dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, misalnya untuk meningkatkan efisiensf dalam ruangan kerja. menimbulkan kesan rileks, dan meningkatkan nafsu makan saat makanan dihidangkan. lmplikasinya, warna yang dipergunakan untuk interior fasilitas jasa perlu diselaraskan dengan efek cahaya, perbedaan dengan warna-warna relatif (warna yang coraknya hampir sama), efek ruangan bersangkutan, dan efek emosional dari warna yang dipilih. Berdasarkan riset selama beberapa tahun yang hasilnya dibukukan dalam The Colour Eye. Cumming dan Porter (dikutip dalam Mudie & Pirrie, 2006) mengungkap sejumlah wawasan penting mengenai psikologi warna, di antaranya: Merah merupakan warna api dan gairah. Warna merah menggambarkan aktivitas, energi, dan kegembiraan. Oleh sebab itu, warna ini banyak digunakan para perancang interior untuk menambah tingkat kenyamanan unheated rooms dan merancang desain restoran (khususnya restoran siap saji). Oranye merupakan warna yang bisa menambah semarak perilaku sosial, membangkitkan semangat, dan mengurangi rasa permusuhan dan kemarahan. Kuning dipandang sebagai warna yang bisa menimbulkan dua dampak kontradiktif. Di satu sisi, warna kuning dinilai bisa memberikan dampak stimulatif saat orang membutuhkan konsentrasi. Namun sebaliknya, jika warna ini digunakan terlampau banyak, ada kemungkinan orang malah menjadi stres. Hijau melambangkan kealamiahan atau keasrian dan diyakini membawa kesan tenang. Warna ini sangat sesuai untuk tempat-tempat yang membutuhkan situasi santai untuk beristirahat Bersama warna biru, warna kuning bisa membangkitkan nafsu makan, sehingga cocok dipergunakan untuk warna desain ruang makan. Biru melambangkan wibawa dan secara tidak langsung menyiratkan kearifan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Warna ini sangat ideal untuk dunia perbankan. Riset lainnya yang dilakukan Miner (dikutip dalam Craig-Lees, et al., 1995) menghasilkan beberapa pedoman umum berkaitan dengan penggunaan warna untuk merancang display dan menciptakan mood spesifik. Warna merah, oranye dan kuning dinilai sebagai warna yang paling berdaya tarik impulsif untuk keperluan perancangan display. Sementara dalam hal penciptaan mood spesifik, setiap warna memiliki persepsinya masing-masing, contohnya warna hijau mencerminkan stabilitas, kesegaran, dan excitement, sedangkan warna merah mendorong semangat, gairah, dan kehangatan. Rangkuman hasil riset Miner disajikan dalam Apendiks 2. Kendati demikian, persepsi terhadap makna sebuah warna bisa berbeda-beda antar budaya. Dalam studinya terhadap sejumlah responden di RRC, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. ]acobs, et al., (I99I) mengidentifikasi sejumlah persepsi terhadap makna warna (lihat Tabel 5.7). Warna abu-abu, misalnya, dipersepsikan para konsumen Amerika sebagai warna yang menunjukkan citra kualitas tinggi, andal, dan mahal. Bagi konsumen RRC dan jepang, warna abu-abu justru diasosiasikan dengan harga murah. Kondisi sebaliknya justru terjadi pada warna ungu. Warna ungu dipersepsikan sebagai mahal di Jepang, Korea Selatan dan China, namun malah diasosiasikan dengan sesuatu yang murah di Amerika. Riset jacobs, et al. (|99l) juga mengidentinkasi warna-warna tertentu yang dipersepsikan konsumen berasosiasi dengan institusi tertentu, seperti restoran, instansi pemerintah, museum, sekolah, dan bioskop. Tabel 5.8 merangkum warna-warna yang diasosiasikan dengan tipe-tipe institusi. Menariknya, ada kesamaan antar budaya dalam hal persepsi tersebut, misalnya warna coklat diasosiasikan dengan restoran, sementara sekolah dipersepsikan dengan warna hijau, Rumah sakit, instansi pemerintah, pabrik, dan museum diasosiasikan dengan warna abu-abu. Pesan-pesan yang disampaikan secara grafis Aspek penting yang saling terkait dalam faktor ini adalah penampilan visual, penempatan, pemilihan bentuk fisik, pemilihan warna, pencahayaan, dan pemilihan bentuk perwajahan lambang atau tanda yang dipergunakan untuk maksud tertentu (misalnya, penunjuk arah/tempat, keterangan/informasi, dan sebagain) Tabel 5.7 Persepsi Terhadap Makna Warna WARNA RRC KOREA SELATAN JEPANG AMERIKA Abu-abu Murah Murah Mahal Kualitas tinggi Bisa diandalkan Biru Kualitas tinggi Sangat kuat Kualitas tinggi Adventurous Tulus terpecahkan Tulus Terpecaya Kualitas tinggi Bisa diandalkan Bisa diandalkan Kualitas tinggi Tulus Terpecaya Mahal Sangat kuat Hijau Murni Terpercaya Bisa diandalkan Tulus Murah Adventurous Tulus Terpercaya Murni Enak Adventurous Enak adventurous Merah Bahagia Cinta Adventurous Cinta Enak Adventurous Cinta Enak Bahagia Adventurous Cinta adventurous Bahagia Enak murah Kuning Bahagia Murni Progresif Bahagia Murni Enak Bisa diandalkan Bahagia Murni Enak Bahagia Murni Enak Ungu Mahal Cinta Mahal Cinta Bisa diandalkan Mahal Adventurous Progresif Murah cinta Coklat Enak Murah Murah Murah Hitam Sangat kuat Mahal kualitas tinggi bisa diandalkan Sangat kuat mahal Sangat kuat Mahal bisa diandalkan Sangat kuat Mahal Tabel 5.8 Persepsi Warna Institusi INSTITUSI RRC KOREA SELATAN JEPANG AMERIKA Instansi Pemerintah Abu-Abu Abu-Abu Biru Abu-Abu Abu-Abu Pabrik Biru Abu-Abu Abu-Abu Hitam Abu-Abu Abu-Abu Hitam Museum Coklat Abu-Abu Abu-Abu Coklat Abu-Abu Biru Abu-Abu Coklat Rumah Sakit Abu-Abu Hijau Kuning Hijau Abu-Abu Abu-Abu Kuning Abu-Abu Sekolah Hijau Hijau Biru Abu-Abu Hijau Biru Abu-Abu Hijau Abu-Abu Kuning Restoran Coklat Kuning Ungu Coklat Coklat Coklat Bioskop Coklat Ungu Coklat Biru 2.9 SERVICE REDESIGN Dalam rangka menghadapi perubahan selera konsumen, teknologi, lingkungan bisnis, dan kompetisi, perancangan desain jasa baru bukanlah satu-satunya pilihan. Perancangan ulang jasa yang sudah ada (service redesign) bisa dijadikan alternatif strategi bersaing. Dukungan teknoiogi, seperti smart cards, mampu mentransformasi dan merevitalisasi sejumlah jasa, seperti telekomunikasi, perbankan, perhotelan, kesehatan, hiburan, transportasi, dan pendidikan. Contohnya, maskapai penerbangan Lufthansa telah lebih dari satu dekade memanfaatkan smart cards bagi para penumpangnya untuk check in, menerima point frequent-flyer, memilih tempat duduk, mendapatkan boarding pass, dan merencanakan skedul penerbangan masing- masing. Service redesign diartikan sebagai rekonstitusi, pengaturan ulang, atau penggantian proses-proses yang membentuk sebuah jasa. Agar bisa efektif. perancangan ulang jasa membutuhkan dua elemen ( l ) menilai desain jasa saat ini, terutama menyangkut cara penyampaian dan penerimaan jasa atau layanan; serta (2) menciptakan cara-cara alternatif yang lebih efektif untuk melayani pelanggan. Berry & Lampo (2000) mengidentifikasi lima ancangan service redesign, yaitu self-service, direct service, pre-service, bund/ed servrce, dan physical service (Berry & Lampo. 2000; lihat Tabel 5.9). Kelima ancangan ini bisa digabungkan dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi pelanggan dan meningkatkan profitabilitas penyedia jasa. Self-service, yaitu mengalihkan pelanggan dari yang semula hanya berperan sebagai penerima layanan menjadi produsen jasa. Dalam hal ini, pelanggan berperan sebagai partial employees yang berperan aktif dalam interaksi dan penyediaan layanan. Contohnya, pembelian saham online, reservasi tiket pesawat online, atau pompa bensin swalayan. Karakteristik jasa yang sesuai dengan alternatif redesain ini adalah: Pelanggan membutuhkan akses layanan dengan frekuensi dan fleksibilitas tinggi, seperti pengiriman dan pelacakan paket kiriman semalam. Kecepatan penyampaian layanan merupakan faktor terpenting bagi pelanggan, misalnya pengisian bensin di pom bensin. Penyampaian layanan tidak membutuhkan keterampilan khusus dan cenderung mudah ditransfer ke pelanggan, contohnya dispenser swalayan minuman ringan di restoran cepat saji. Tersedia teknologi yang memudahkan pelanggan untuk melaksanakan jasa atau layanan yang dibutuhkan, seperti mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Pelanggan mungkin khawatir dan enggan mengungkapkan informasi pribadinya kepada personil atau staf layanan, misalnya dalam hal transaksi keuangan secara online. Margin laba relatif kecil, sehingga alternatif penghematan biaya patut dipertimbangkan, contohnya menjual bensin. Direct service, yakni membawa jasa/layanan ke tempat pelanggan (rumah atau kantor). Melalui cara ini, pelanggan bisa menghemat biaya dan waktu, serta tidak perlu repot-repot mendatangi lokasi penyedia jasa. Pelanggan tidak perlu mengkhawatirkan kemacetan lalu lintas, cuaca, maupun kesulitan mendapatkan parkir. Pada alternatif self-service, peran pelanggan bertambah, sedangkan di direct service, justru peran pelanggan dikurangi. Situasi yang cocok untuk menerapkan direct service antara lain: Pelanggan harus mengorbankan rutinitas kerjanya agar dapat menerima layanan atau jasa, misalnya membawa mobil atau sepeda motornya ke bengkel reparasi. Ketidaknyamanan pelanggan dalam mengunjungi fasilitas jasa lebih besar daripada manfaat jasa, contohnya mendatangi tempat rental DVD untuk menyewa DVD dan kemudian mengembalikannya. Pelanggan tidak suka berinteraksi secara pribadi dengan penyedia jasa, misalnya mendatangi dealer mobil dan 'bernegosiasi' harga. Teknologi memungkinkan penyediaan jasa jarak jauh. contohnya pembelajaran jarak jauh (distance learning). Pre-service, yaitu merampingkan proses aktivasi jasa. Fokus pre-service adalah proses-proses front-end yang bisa disederhanakan agar pelanggan bisa segera mendapatkan layanan inti (core services). Bukankah pelanggan yang bermaksud menyewa mobil tidak membeli peluang untuk mengisi berbagai formulir? Yang ia beli adalah jasa transportasi. Berbagai kemungkinan cara bisa dilakukan untuk merancang ulang pre-service. Ada supermarket di Amerika yang menyediakan in-store display berupa Food Idea Centers. Pajangan tersebut menampilkan resep menu tertentu, sampel masakan, dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuatnya. Pelanggan yang bermaksud menyiapkan hidangan bersangkutan tidak perlu berkeliling supermarket untuk mencari setiap bahan, karena semua tersaji di Food Idea Centers. Banyak maskapai penerbangan yang menyediakan fasilitas online bagi para calon penumpangnya untuk melakukan berbagai front-end tasks, seperti reservasi, pembayaran, penyampaian preferensi menu dan tempat duduk, dan seterusnya. Marriott Hotel memanfaatkan desain preservice dalam sistem check-in para tamunya untuk merancang paket layanan individualized. Para tamu hotel tidak perlu menunjukkan lagi kartu kreditnya atau mengisi formulir registrasi ketika mereka tiba di Marriott Hotel. Informasi menyangkut nomor kartu kredit, preferensi kamar, dan estimasi waktu kedatangan telah dikumpulkan sewaktu reservasi dilakukan. Tamu yang datang akan menerima informasi hotel, prosedur checkout, dan kunci kamar, sehinga mereka bisa langsung menuju kamar yang dipesan. Sistem seperti ini mengurangi jumlah karyawan yang dibutuhkan di front desk. Karyawan yang bertugas di front door bisa menyambut para tamu secara personal (bahkan menyapa sesuai nama setiap tamu) dan menyerahkan customized pocket ke masing-masing tamu. Jasa yang cocok untuk aplikasi desain seperti ini adalah jasa yang bercirikan: Pelanggan harus menyampaikan informasi rinci dalam rangka menerima jasa atau layanan, misalnya pengecer online. Pelanggan biasanya terburu-buru sewaktu menerima jasa atau layanan, contohnya menyewa mobil di bandara. Pelanggan merencanakan konsumsi jasa jauh-jauh hari, contohnya penerbangan udara dan paket wisata. Pelanggan sering menggunakan jasa bersangkutan, misalnya belanja barang kebutuhan sehari-hari. Bundled service, yaitu menggabungkan berbagai jasa (core services dan complimentary services) ke dalam satu paket produk. Biasanya bundled service ditawarkan dalam format yang sifatnya fixed, artinya pelanggan tidak bisa menambah atau mengurangi layanan tertentu. Pilihannya adalah membeli semua layanan dalam paket tersebut atau tidak satupun layanan individual dalam paket itu. Hotel seringkali menawarkan paket jasa yang terdiri atas jasa kamar, fasilitas kolam renang, gym, sarapan, koran, antar-jemput ke bandara, dan seterusnya. Jasa yang memiliki karakteristik berikut ini cocok menerapkan bundled service redesign: Pelanggan bisa disegmentasi berdasarkan penggunaan jasa atau kebutuhan spesifik, misalnya kartu kredit platinum atau gold. Konsumsi jasa secara efisien membutuhkan pengetahuan teknis, contohnya jasa pemeliharaan kendaraan bermotor. Pelanggan mengasosiasikan core service dengan layanan terkait lainnya, misalnya pusat kebugaran dengan sauna dan private lockers. Pelanggan mengutamakan kenyamanan layanan, contohnya pembeli bensin yang ingin mencuci mobilnya, membeli kudapan, atau menggunakan fasilitas ATM di tempat yang sama. Physical service, yakni mengubah pengalaman pelanggan dengan cara merancang ulang elemen tangible pengalaman jasa, seperti fasilitas jasa, peralatan, penampilan karyawan, materi komunikasi pemasaran, dan lain-lain. Sebagai contoh, ruang praktik dokter anak bisa didesain ulang dengan menampilkan suasana dan karakter favorit anak-anak supaya mereka merasa nyaman dan tidak takut. Physical service redesign patut dipilih apabila jasa yang ditawarkan bercirikan: Konsumsi jasa membutuhkan kehadiran pelanggan di fasilitas jasa, contohnya bandara. Pelanggan sulit mengevaluasi jasa sebelum membelinya, contohnya jasa restoran dan dokter gigi. Kenyamanan fisik merupakan faktor penentu kepuasan pelanggan dan/atau karyawan. contohnya jasa penerbangan, kereta api, dan bis antar kota. Kinerja operasional berbagai penyedia jasa mirip satu sama lain, misalnya jasa warnet dan online game centers. Tabel 5.9 Lima Ancangan Service Redesign SERVICE REDESIGN KONSEP MANFAAT POTENSIAL BAGI KONSUMEN MANFAAT POTENSIAL BAGI PERUSAHAAN TANTANGAN (KETERBATASAN) Self-service Pelanggan menjalankan peran sebagai produsen Meningkatkan persepsi kendali Meningkatkan kecepatan layanan Meningkatkan akses terhadap jasa Menghemat biaya Menekan biaya Meningkatkan produktivitas Meningkatkan reputasi teknologi Mendiferensiasikan perusahaan Perlu mempersiapkan pelanggan untuk peran tersebut Membatasi interaksi tatap muka antara pelanggan dan perusahaan Sulit mengumpulkan umpan balik dari pelanggan Sulit menjalin relasi atau loyalitas pelanggan Direct service Jasa disampaikan di lokasi pelanggan Meningkatkan kenyamanan Meningkatkan akses terhadap jasa Mengeliminasi keterbatasan lokasi toko Memperluas basis pelanggan Mendiferensiasikan perusahaan Menambah beban logistik Mungkin membutuhkan investasi mahal Membutuhkan kredibilitas dan trust. Pre- service Merampingkan aktivasi jasa Meningkatkan kecepatan layanan Meningkatkan efisiensi Mengalihkan sebagian tugas dari pelanggan ke penyedia jasa Memisahkan aktivasi jasa dan penyampaian jasa Menciptakan service customization Meningkatkan kemampuan untuk menciptakan service customization Meningkatkan efisiensi Meningkatkan produktivitas Mendiferensiasikan perusahaan Membutuhkan tambahan edukasi pelanggan dan pelatihan karyawanagar bisa diimplementasikan dengan efektif dan lancar Bundled service Menggabungkan beberapa jasa dalam satu paket Meningkatkan kenyamanan Meningkatkan service customization Menciptakan peluang untuk membebankan harga lebih mahal Mendiferensiasikan perusahaan Memudahkan retensi pelanggan Meningkatkan penggunaan jasa perkapita Membutuhkan pemahaman ekstensif mengenai pelanggan sasaran Bisa dipersepsikan sebagai pemborosan Physical service Mengelola faktor fisik (tangibles) yang berkaitan dengan jasa Meningkatkan kenyamanan Meningkatkan fungsi jasa Menumbuhkan minat konsumen terhadap jasa Mendiferensiasikan perusahaan Meningkatkan kepuasan karyawan Meningkatkan produktivitas Bisa ditiru dengan gampang Membutuhkan biaya implementasi dan pemeliharaan Menaikkan ekspetasi pelanggan terhadap industri bersangkutan 2.10 MANAJEMEN PERMINTAAN DAN PENAWARAN JASA Salah satu tantangan besar dalam pemasaran jasa adalah menyelaraskan kapasitas (penawaran) dan permintaan terhadap jasa perusahaan. Sejumlah faktor berkontribusi pada haI ini, di antaranya karakteristik jasa yang tidak tahan lama (perishable), variabilitas dalam kapasitas jasa, dan partisipasi pelanggan dalam sistem penyampaian jasa. Sebagian besar operasi jasa memiliki batas maksumum kapasitas produktif. Apabila permintaan melampaui penawaran, maka ada kemungkinan perusahaan akan terpaksa kehilangan sebagian pelanggannya atau mungkin juga pelanggan terpaksa menunggu cukup lama. Kondisi ini kontras dengan keadaan jika penawaran melebihi permintaan, di mana akan ada kapasitas produktif yang menganggur dan hilang begitu saja karena tdak bisa disimpan. Selain itu, karyawan juga bisa menjadi bosan karena hanya duduk bengong dalam periode permintaan sepi. Utilisasi atau pemakaian kapasitas bisa diukur berdasarkan dua ukuran utama. Pertama, jumlah jam (atau persentase dari total waktu yang tersedia) di mana fasilitas, tenaga kerja dan peralatan digunakan secara produktif dalam operasi yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Kedua, persentase dari tempat yang tersedia (misalnya, kapasitas tempat duduk) yang dimanfaatkan secara aktual dalam operasi yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Dengan demikian, setiap perusahaan jasa harus memahami faktor-faktor yang membawa kapasitasnya dan pola permintaan yang dilayani. Dalam setiap momen tertentu, jasa berkapasitas tetap (fixed capacity) akan menghadapi salah satu dari empat kondisi berikut (lihat Gambar 5 4): Permintaan berlebihan (excess demand) Dalam kondisi ini, tingkat permintaan jauh melampaui kapasitas maksimum yang tersedia. Sebagai akibatnya, ada sebagian pelanggan yang tidak dapat dilayani dan perusahaan kehilangan mereka, baik untuk sementara waktu maupun secara permanen (karena beralih ke perusahaan lain). Permintaan melampaui kapasitas optimum Dalam kondisi ini, tidak ada satupun pelanggan yang ditolak atau tidak dilayani. Akan tetapi, kondisinya sangat ramai atau penuh sesak, sehingga hampir semua pelanggan kemungkinan besar mempersepsikan adanya penurunan kualitas jasa yang diberikan perusahaan. Permintaan dan penawaran seimbang pada tingkat kapasitas optimum Personil dan fasilitas perusahaan sibuk tanpa harus memiliki beban kerja berlebihan, dan para pelanggan menerima jasa berkualitas tanpa ada penundaan. Kapasitas berlebihan Permintaan berada di bawah tingkat kapasitas optimum, sehingga ada sebagian sumberdaya yang terbuang percuma (ada kapasitas menganggur). Dalam berbagai Situasi, kondisi semacam ini bisa jadi membuat sebagian konsumen merasa kecewa dengan pengalamannya atau meragukan kelangsungan hidup jasa bersangkutan. Bayangkan saja kalau Anda nonton di bioskop yang penontonnya hanya segelintir atau datang ke gerai busana yang selalu sepi pengunjung. Pada keempat kondisi di atas, kapasitas maksimum yang tersedia dibedakan dengan kapasitas optimum. Apabila permintaan melampaui kapasitas maksimum, sebagian pelanggan potensial tidak terlayani dan perusahaan kemungkinan akan kehilangan mereka selamanya. Sedangkan jika permintaan berada di antara kapasitas optimum dan kapasitas maksimum, ada risiko bahwa semua pelanggan yang dilayani pada saat itu akan menerima layanan yang kurang sempurna. sehingga mereka tidak bakal puas. Kendati demikian, kadangkala kapasitas optimum dan kapasitas maksimum bisa sama saja. Sebagai contoh, semakin banyak yang menonton (bahkan sekalipun kapasitas terisi penuh), semakin excited para penonton pertunjukan (musik, drama, teater, film) dan olahraga (sepakbola, balap motor, basket, dan lain-lain). Sebaliknya, ada pula situasi di mana pelanggan lebih menyukai dan menikmati layanan apabila peiusahaan tidak beroperasi pada kapasitas penuhnya. Dalam hal ini, persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan juga bakal terpengaruh. Contohnya, kualitas jasa salon kecantikan bisa dipersepsikan menurun apabila semua kapasitas terpakai penuh, karena pelanggan menganggap faktor kelelahan bisa mempengaruhi kualitas kerja sang penata rambut. Ada dua macam ancangan utama untuk menangani masalah fluktuasi permintaan, yaitu menyesuaikan tingkat kapasitas untuk memenuhi variasi permintaan. Gambar 5.4 Implikasi Variasi Permintaan Terhadap Kapasitas Jasa Volume Yang Diminta a Kapasitas Tersedia Maksimum pemakaian kapasitas optimum (permintaan dan penawaran seimbang) utilitas rendah (bisa mengindikasikan hal jelek) Siklus waktu siklus waktu keterangan: a = permintaan melebihi kapasitas (peluang bisnis hilang) b = permintaan melampaui kapasitas optimum c = kapasitas berlebihan (pemborosan sumberdaya) 2.10.1 STRATEGI MENGELOLA PERMINTAAN Identifikasi faktor-faktor determinan permintaan merupakan langkah krusial dalam rangka mengendalikan variasi permintaan. Sumber informasi yang bisa dimanfaatkan meliputi data penjualan historis, publikasi (koran, majalah, jurnal, buletin, dan sejenisnya), database, dan survei pelanggan. Sejumlah aspek berikut bermanfaat dalam membantu perusahaan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan: Apakah tingkat permintaan mengikuti siklus tertentu yang dapat diprediksi? jika iya, apakah lamanya siklus tersebut berdasarkan: ( Satu hari (bervariasi menurut jam)? ( Satu minggu (bervariasi menurut hari)? ( Satu bulan (bervariasi menurut hari atau minggu)? ( Satu tahun (berfluktuasi menurut bulan atau musim)? ( Periode waktu lainnya? Seringkali berbagai macam siklus bisa berlaku untuk satu macam permintaan tertentu. Misalnya, permintaan akan jasa angkutan penumpang bisa berfluktuasi menurut jam dalam satu hari, hari dalam setiap minggu, dan musim dalam setiap tahun. Apa penyebab utama dari variasi siklikal tersebut? ( jadwal kerja? ( Siklus penagihan dan pembayaran? ( Tanggal pembayaran upah dan gaji? ( Hari sekolah dan liburan? ( Perubahan musim? ( Hari libur umum? ( Faktor lainnya? Apakah tingkat permintaan berubah secara acak? Jika iya, apakah penyebab utamanya adalah: ( Perubahan cuaca dari hari ke hari. Contohnya, hujan berpengaruh terhadap permintaan akan jasa penunjukan atau hiburan luar ruangan (outdoor) dan dalam ruangan (indoor). ( Health events yang tidak dapat diperkirakan dengan pasti. Misalnya, serangan jantung dan kelahiran mempengaruhi permintaan akan jasa rumah sakit ( Kecelakaan, bencana alam, dan aktivitas kriminal tertentu Jasa-jasa yang terkait dengan Situasi semacam ini adalah kepolisian, rumah sakit, pemadam kebakaran, regu penyelamat, asuransi, dan lainl-ain. Bila dikaitkan dengan Situasi kapasitas terhadap permintaan, terdapat beberapa macam ancangan yang bisa diterapkan untuk mengelola permintaan (memperhalus fluktuasi permintaan). Tabel 5. 10 merangkum sejumlah strategi manajemen permintaan berdasarkan tiga situasi kapasitas: kapasitas tidak memadai, kapasitas memadai. dan kapaSitas berlebihan. Tidak melakukan apa pun Dalam ancangan ini, perusahaan jasa membiarkan tingkat permintaan seperti apa adanya. tanpa melakukan pengurangan ataupun penambahan. Jika dikaitkan dengan situasi kapasitas terhadap permintaan, ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi: Situasi kapasitas tidak memadai (permintaan berlebih) Pada keadaan ini akan terjadi antrean yang tidak teratur, sehingga bisa mengecewakan sebagian pelanggan dan membuat mereka tidak akan memanfaatkan jasa perusahaan lagi di masa datang. Kapasitas memadai (permintaan memuaskan), yaitu kapasitas dimanfaatkan secara penuh. Kapasitas berlebih (permintaan kurang), sehingga sebagian kapasitas terbuang percuma. Mengurangi permintaan Ancangan ini dilakukan dengan cara mengurangi permintaan pada periode permintaan puncak. Dalam kondisi permintaan jauh melampaui kapasitas, penetapan harga yang lebih mahal dapat meningkatkan laba Kendati demikian, perusahaan jasa harus mempertimbangkan secara cermat elastisitas harga terhadap jasa perusahaan, yaitu seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap perubahan volume permintaan pelanggan atas jasa perusahaan. Setiap tipe pelanggan memiliki tingkat sensitivitas harga yang berbeda. Misalnya, eksekutif bisnis cenderung lebih mampu dan bersedia membayar lebih mahal untuk layanan ekstra pada jasa penerbangan atau kereta api dibandingkan para wisatawan lokal biasa atau segmen mahasiswa. Oleh sebab itu, dalam industri penerbangan dan kereta api sering dijumpai kelas layanan yang berbeda, yakni kelas eksekutif dan kelas bisnis/ekonomi. Tarif untuk kelas eksekutif secara signifikan lebih mahal, namun dikompensasi dengan fasilitas layanan yang lebih bagus, misalnya kursi yang lebih nyaman dan luas, menu hidangan yang lebih bervariasi, fasilitas hiburan yang lebih atraktif, dan seterusnya. Di samping itu, harga tiket pesawat dan angkutan umum lainnya biasanya lebih mahal pada periode puncak seperti seputar hari Lebaran, Natal dan Tahun Baru, dan liburan sekolah. Perusahaan jasa juga perlu mendorong pemanfaatan jasa pada waktu atau kesempatan lain di luar permintaan puncak. Cara yang bisa ditempuh antara lain adalah menerapkan differential pricing atau menggunakan insentif harga, misalnya memberikan diskon khusus untuk jasa interlokal di malam hari dan hari libur; tarif kamar lebih murah untuk hari-hari biasa (bukan akhir pekan atau hari libur); dan sebagainya. Cara lainnya adalah menerapkan strategi demarketing, baik general demarketing maupun selective demarketing. Tujuan utama strategi demarketing adalah mempertahankan customer goodwill selama periode di mana permintaan tidak dapat terpenuhi semuanya. General demarketing berusaha mengurangi permintaan keseluruhan (overall demand) secara temporer maupun permanen, misalnya dengan jalan menaikkan harga atau mengurangi promosi dan layanan. Sebagian kontraktor dan konsultan menerapkan strategi ini manakala mereka memiliki banyak komitmen proyek yang sedang ditangani. Selective demarketing berupa upaya mengurangi permintaan dari kelompok atau segmen pelanggan yang kurang menguntungkan untuk dilayani atau mereka yang sebetulnya tidak begitu membutuhkan layanan perusahaan pada periode permintaan puncak. Secara umum, demarketing tidak bertujuan untuk meniadakan permintaan, namun hanya mengurangi tingkat permintaan, baik secara temporer maupun permanen. Meningkatkan permintaan Ancangan ini bertujuan meningkatkan permintaan pada saat terjadi kapasitas berlebihan. Harga dapat diturunkan secara selektif agar semua biaya relevan (relevant costs) tertutupi. Di samping itu, perusahaan juga perlu memanfaatkan komunikasi pemasaran dan distribusi (lokasi dan timing penyampaian jasa), serta menciptakan variasi jasa (yang memberikan nilai tambah) agar dapat menaikkan tingkat penggunaan jasa oleh pelanggan. Sebagai contoh, untuk menaikkan tingkat hunian resort hotel selama periode sepi, para manajer hotel bersangkutan kerapkali menawarkan pula fasilitas khusus untuk memanfaatkan hotel tersebut sebagai tempat retret seminar, simposium, pelatihan, atau sejenisnya. Contoh lainnya adalah jejaring restoran siap saji seperti McDonald's dan Dunkins Donuts yang menawarkan menu khusus untuk sarapan dalam rangka meningkatkan permintaan pada periode waktu tersebut. Kapasitas berlebihan seringkali menjadi masalah utama pada fasilitas jasa yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh faktor musiman. Contohnya meliputi jasa telepon, taman hiburan, jasa angkutan umum dalam kota dan antar kota; bioskop, mal, dan lain-lain. Permintaan pada masa-masa sepi, di mana kapasitasnya menjadi berlebihan, dapat pula ditingkatkan dengan cara penetapan harga diferensial. Menyimpan pemintaan dengan sistem reservasi dan appointment Ancangan ini bertujuan untuk menyimpan" permintaan sampai tersedia kapasitas yang memadai. Cara yang bisa ditempuh adalah menerapkan sistem reservasi, booking, atau appointment, di mana pelanggan dijanjikan akan dilayani pada waktu tertentu yang disepakati. Dengan demikian, pelanggan tidak perlu mengantri lama dan penyedia jasa bisa mengoptimalkan kapasitas jasanya. Sistem semacam ini banyak diterapkan dalam industri penerbangan, restoran, hotel dan motel, persewaan mobil, dokter, psikolog, konsultan, dan lain-lain. Dalam praktik, untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerugian akibat pembatalan reservasi, tidak jarang penyedia jasa menetapkan penalti tertentu untuk pembatalan yang dilakukan klien atau pelanggan. Selain itu, banyak pula penyedia jasa yang menerima reservasi lebih besar dibandingkan tempat atau kapasitas yang tersedia, misalnya sistem 'cadangan' dalam reservasi tiket pesawat. Namun, cara seperti ini terkadang mengandung risiko, yaitu apabila semua reservasi akan digunakan pada saat bersamaan. Akibatnya, sebagian pelanggan atau calon pelanggan bisa kecewa. Menyimpan permintaan dengan antrean formal Ancangan ini bertujuan menyimpan" permintaan dengan cara mengembangkan sistem antrean formal. Perusahaan jasa perlu menjaga kenyamanan selama pelanggan menanti gilirannya dilayani. Di samping itu, dibutuhkan pula upaya memprediksi secara akurat periode dan lamanya menunggu. Untuk menjamin kenyamanan nasabah, sebagian besar bank membedakan antrean untuk nasabah bisnis dan nasabah biasa. Pasar swalayan juga membedakan antrean untuk pembelian maksimum I2 item (layanan ekspres) dan pembelian lebih dari l2 item produk. Selain itu, terkadang ada pula pasar swalayan yang menyediakan kounter khusus untuk pelanggan yang membayar cash dan self-checkout-counters. Mengembangkan iasa atau layanan komplementer selama waktu sibuk Jasa komplementer disediakan untuk memberikan alternatif kepada para pelanggan yang sedang menunggu, misanya penggunaan ATM, telephone banking dan internet banking di bank-bank, penambahan bar pada sebuah restoran, dan bioskop menyediakan pula videogame di lobbynya. Jasa komplementer bisa memberikan beberapa manfaat. Pertama, kegelisahan pelanggan yang sedang menunggu dapat ditekan karena waktu menunggunya dapat diisi dengan aktivitas lain. Kedua, perusahaan bisa memperoleh penghasilan tambahan. Ketiga, permintaan agregat terhadap jasa perusahaan bisa menjadi lebih seragam atau merata. Tabel 5.I0 Alternatif Strategi Manajemen Permintaan Berdasarkan Situasi Kapasitas STRATEGI MANAJEMEN PERMINTAAN SITUASI KAPASITAS DIBANDINGKAN PERMINTAAN KAPASITAS TIDAK MEMADAI (PERMINTAAN BERLEBIHAN) KAPASITAS MEMADAI (PERMINTAAN MEMUASKAN) KAPASITAS BERLEBIHAN (PERMINTAAN TIDAK MEMADAI) Tidak berbuat apa-apa Antrean semrawut (dapat mengecewakan pelanggan dan menurunkan minat beli ulang) Kapasitas dimanfaatkan secara penuh (namun, apakah ini bauran bisnis yang paling menguntungkan?) Kapasitas terbuang percuma (pelanggan mungkin mendapatkan pengalaman yang mengecewakan pada jasa-jasa seperti bioskop dan teater) Mengurangi permintaan Harga mahal bisa meningkatkan profit. Komunikasi pemasaran bisa dimanfaatkan untuk mendorong pemakaian pada periode waktu lain (dapatkah upaya semacam ini difokuskan pada segmen yang kurang menguntungkan?) Tidak melakukan apa- apa Tidak melakukan apa-apa Meningkatkan permintaan Tidak melakukan apapun, kecuali bila ada peluang untuk menstimulasi (dan memberikan prioritas pada) segmen yang lebih menguntungkan Tidak melakukan apapun, kecuali bila ada peluang untuk menstimulasi (dan memberikan prioritas pada) segmen yang lebih menguntungkan Menurunkan harga secara selektif (berusaha menghindari kanibalisasi terhadap bisnis yang sudah ada; memastikan bahwa biaya-biaya relevan tertutupi) Menyimpan permintaan dengan sistem reservasi Mempertimbangkan sistem prioritas bagi segmen yang paling diharapkan. Mendorong segmen lainnya untuk mengalihkan konsumsinya ke: (1) waktu di luar periode puncak, atau (2) periode puncak berikutnya Berusaha memastikan bauran bisnis yang paling menguntungkan Mengklarifikasikan bahwa ada tempat yang tersedia dan tidak perlu reservasi Menyimpan permintaan dengan sistem antrean formal Mencegah jangan sampai segmen yang paling diharapkan terabaikan. Berusaha menjaga agar pelanggan yang sedang antri tetap merasa nyaman. Berusaha memprediksi waktu tunggu secara akurat Berusaha menghindari keterlambatan bottle- neck Tidak relevan 2.10.2 STRATEGI MENGELOLA PENAWARAN Strategi-strategi yang dapat diterapkan perusahaan jasa untuk menyesuaikan kapasitasnya dengan tingkat permintaan yang berfluktuasi adalah: Menggunakan karyawan paruh waktu Karyawan paruh waktu banyak dimanfaatkan selama periode sibuk. Strategi ini lazim diterapkan pada jasa yang terstandarisasi dan untuk tugas yang tidak terlalu banyak membutuhkan keterampilan khusus. Contohnya, toko-toko busana dan kantor pos mempekerjakan tenaga tambahan paruh waktu (misalnya para pelajar dan mahasiswa yang ingin mencari pengalaman kerja atau menambah uang saku) pada masa masa Lebaran, Natal, Tahun Baru, dan periode puncak lainnya, jejaring restoran siap saji, seperti McDonald's dan KFC, juga sering mempekerjakan pelajar dan mahasiswa sebagai karyawan paruh waktu, terutama di luar jam sekolah dan akhir pekan. Menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan Guna menghindari investasi tambahan yang cukup mahal dan kemungkinan tidak bakal dimanfaatkan secara optimal, perusahaan jasa bisa saja menyewa fasilitas atau peralatan tambahan yang dipergunakan selama periode puncak/sibuk. Alternatif lainnya adalah mengembangkan shared services, misalnya beberapa rumah sakit secara bersama- sama membeli peralatan medis tertentu untuk dipergunakan bersama. Beberapa perusahaan penerbangan juga bisa memanfaatkan peralatan penanganan bagasi, pintu masuk, dan berbagai fasilitas lainnya secara bersama-sama. Menjadwalkan aktivitas downtime selama periode permintaan rendah Dalam rangka memastikan bahwa seluruh kapasitas produktif perusahaan jasa dapat tersedia selama periode puncak, aktivitas-aktivitas seperti renovasi bangunan, reparasi, pemeliharaan, liburan karyawan, dan pelatihan harus dijadwalkan selama periode permintaan diramalkan rendah. Dengan kata lain, perusahaan menerapkan peak-time efficiency routines, di mana karyawan hanya melakukan tugas-tugas pokok selama periode permintaan puncak. Di samping itu, perusahaan menjadwalkan beberapa shift kerja dalam satu hari. Penjadwalan ini sangat penting terutama bagi perusahaan jasa yang menghadapi permintaan siklikal, seperti bank, rumah sakit, restoran, warnet, dan wartel. Melakukan pelatihan silang (cross-training) terhadap para karyawan Para karyawan dilatih untuk melakukan berbagal macam tugas, supaya mereka dapat saling membantu dan menunjang satu sama lain. Hal ini sangat bermanfaat apabila terjadi bottleneck. di mana sebagian karyawan menghadapi periode sibuk sementara karyawan lainnya relatif santai. Misalnya, di saat sebagian karyawan bagian sediaan relatif santai (pekerjaannya relatif tidak banyak), mereka akan diperbantukan pada bagian kasir apabila antrean di kasir pasar swalayan mulai membludak. Sebaliknya, selama periode sepi, para kasir bisa diminta untuk membantu staf bagian sediaan dalam menata produk dan rak pajangan. Meningkatkan partisipasi para pelanggan Perusahaan jasa dapat mengupayakan keterlibatan pelanggan sebagai co-producer dalam tugas-tugas tertentu (terutama komponen jasa yang bersifat customer self servrce), misalnya pasien mengisi sendiri catatan medisnya, mahasiswa memfotokopi sendiri bahan- bahan yang dibutuhkannya di perpustakaan kampus, pelanggan mengisi bensin sendiri di pompa bensin swalayan, dan pelanggan mengambil sendiri makanan dan minuman yang dibeli di restoran siap saji. 2.10.3 MANAJEMEN ANTREAN Menunggu memang bukanlah pekerjaan yang menyenangkan bagi kebanyakan orang. Kendati demikian, menunggu giliran untuk dilayani merupakan fenomena yang sulit dihindari dalam pemasaran jasa. Antrean akan terjadi apabila jumlah pelanggan yang datang ke fasilitas jasa lebih besar dibandingkan kapasitas sistem perusahaan untuk memproses atau melayani mereka secara bersamaan. Dalam praktik, antrean merupakan salah satu masalah manajemen kapasitas yang sulit terpecahkan secara tuntas. Meskipun penyedia jasa telah melakukan berbagai upaya untuk menekan waktu tunggu dan antrean melalui teknik-teknik manajemen operasi, tetap saja antrean tidak terelakkan. Secara garis besar, ada dua data utama yang perlu diketahui dalam manajemen antrean, yaitu jumlah pelanggan yang datang selama periode waktu tertentu dan waktu yang dibutuhkan untuk melayani setiap pelanggan. Dalam teori antrean telah dikembangkan berbagai metoda yang bermanfaat untuk menentukan: (1) jumlah rata-rata pelanggan yang menunggu dalam antrean; (2) probabilitas waktu tunggu akan melampaui jangka waktu tertentu; (3) rata-rata lamanya antrean; dan (4) probabilitas lamanya antrean akan melampaui waktu tertentu. Hal ini dengan catatan tersedia data mengenai tingkat kedatangan rata-rata para pelanggan untuk mendapatkan layanan, waktu yang dibutuhkan untuk melayani setiap pelanggan dalam antrean, dan jumlah fasulitas layanan. Umumnya sistem antrean menganut prinsip "yang datang duluan akan dilayani terlebih dahulu" (First Come, First Served). Akan tetapi, tidak semua sistem antrean dilaksanakan berdasarkan prinsip tersebut. Kadangkala segmentasi pasar digunakan untuk merancang strategi antrean yang memberikan prioritas berbeda kepada tipe pelanggan yang berlainan. Perbedaan prioritas tersebut dilaksanakan atas dasar: ( Tingkat kepentingan pelanggan, misalnya pelanggan yang sering memanfaatkan jasa sebuah perusahaan penerbangan akan diutamakan dalam reservasi. ( Tingkat urgensi pekerjaan/layanan, misalnya pasien Unit Gawat Darurat akan mendapatkan prioritas utama untuk dilayani di rumah sakit. ( Durasi transaksi jasa, misalnya menyediakan jalur antrean khusus bagi pelanggan yang membutuhkan layanan singkat, seperti halnya layanan ekspres di pasar swalayan, layanan cuci cetak foto kilat, dan sejenisnya. ( Pembayaran harga premium, misalnya tempat check-in pesawat yang berbeda bagi penumpang kelas eksekutif dan kelas ekonomi, ruang kuliah berbeda bagi mahasiswa kelas reguler dan kelas internasional Di masa lampau banyak ancangan yang dipergunakan perusahaan untuk menangani masalah antrean yang mengabaikan atau melupakan aspek psikologis antrean. Sebagai contoh, situasi seperti nasabah atau calon nasabah bank yang tidak jadi melakukan transaksi hanya semata-mata karena melihat antrean panjang d depan loket. Tidak jarang pula orang yang sudah antri lama di loket pembelian tiket kereta api, begitu tiba gilirannya ternyata tiket telah habis terjual. Untuk itu, David Maister (dalam Lovelock, l994) memberikan wawasan bermanfaat untuk membantu pemahaman mengenai sisi psikologis manajemen antrean. Maister merumuskan delapan prinsip mengenai waktu menunggu sebagai berikut: Waktu yang tak diisi (unoccupied time) akan terasa lebih lama dibandingkan waktu yang terisi. Menunggu di saat sebelum proses terasa lebih lama dibandingkan menunggu pada saat proses layanan dilakukan. Kegelisahan menyebabkan menunggu terasa lebih lama Menunggu yang tak pasti terasa lebih lama daripada menunggu yang telah pasti. Menunggu tanpa kejelasan lebih lama dibandingkan menunggu dengan kejelasan. Menunggu yang tidak adil lebih lama dibandingkan menunggu yang wajar/adil. Semakin bernilai sebuah jasa,semakin lama orang akan bersedia menunggu. Menunggu sendirian terasa lebih lama dibandingkan menunggu bersama kelompok. Implikasi dari prinsip-prinsip di atas adalah bahwa perusahaan jasa harus kreatif dan berusaha mencari berbagai terobosan agar pelanggan yang menunggu dilayani tetap merasa nyaman. Sebagai contoh, sejumlah bank dan instansi pemerintah mulai menerapkan sistem antrean elektronik, di mana setiap orang harus mengambil karcis berisi nomor urut antrean sesuai dengan keperluan atau tujuan transaksi yang ingin dilakukan. Berbagai restoran juga memberikan waktu estimasi untuk lamanya menunggu supaya pelanggan mendapatkan kepastian mengenai kapan persisnya ia akan dilayani. Perusahaan penerbangan dan kereta api mengumumkan lamanya setiap keterlambatan yang terjadi. Ruang tunggu di berbagai fasilitas jasa (seperti tempat praktik dokter, salon kecantikan, hotel, jasa pencucian mobil, dan sebagainya) seringkali dilengkapi dengan sofa yang nyaman, majalah, permen dan air minum gratis, TV, kipas angin atau AC, vending machines, dan sebagainya. Pada prinsipnya, de Chernatony & McDonald (2003) menyatakan bahwa kalaupun antrean tak terhindarkan, toleransi konsumen terhadap antrean bisa dinaikkan dengan cara membuat waktu menunggu lebih menyenangkan atau setidaknya lebih bisa ditolerir, melalui tindakan-tindakan berikut: ( Menghibur pelanggan (entertaining consumers), misalnya dengan menyediakan televisi, koran, tabloid, majalah, atau akses internet di ruang tunggu. Sewaktu telepon masuk dan menanti giliran untuk disambungkan, biasanya ada selingan musik instrumental. Taman bermain (theme parks) menayangkan video untuk mengalihkan perhatian para pengunjung yang sedang mengantri untuk mendapatkan giliran bermain d iwahana atraksi tertentu. ( Memulai proses (starting the process). Bagi sebagian besar pelanggan, membaca menu di restoran atau mengisi formulir medis di ruang praktik dokter dipersepsikan sebagai aktivitas yang merupakan bagiandari jasa atau layanan dan bukan waktu menunggu. Demikian pula halnya penimbangan badan balita di ruang praktik dokter anak. ( Menenteramkan hati pelanggan (reassuring consumers). Penyedia jasa harus menenteramkan hati para pelanggannya bahwa mereka menantikan jasa yang tepat. Sebagai contoh, di bandara diberikan tanda atau petunjuk yang menginforrnaSikan tempat antrean untuk check-in setiap penerbangan. Tentu saja tidak ada penumpang yang ingin berlama-lama antre untuk kemudian diberitahu bahwa ia mengantre di tempat yang salah. ( Menginformasikan pelanggan (informing consumers). Pelanggan ingin mendapat kepastian tentang kapan ia akan dilayani atau setidaknya, ia tidak dilupakan oleh penyedia jasa. Oleh sebab itu, manakala seseorang sedang dalam status on hold dalam antrean telepon, di antara selingan musik kerapkali ada pesan berisi permintaan maaf atas penundaan layanan dan penjelasan bahwa para staf sedang Sibuk melayani pelang gan lain, serta informasi tentang jumlah pelanggan yang masih harus dilayani sebelum giliran yang bersangkutan tiba ( Memberikan penjelasan (explaining). Alasan keterlambatan dapat disampaikan secara otomatis lewat layar monitor kedatangan dan keberangkatan di bandara dan stasiun kereta api. ( Menerapkan prinsip 'first-come first-served'. Pemberian nomor antrean bisa menghindari desak-desakan antar pengantre. Kendati demikian, pelanggan umumnya bisa menerima pengecualian prinsip ini, terutama dalam kasus khusus, seperti pasien gawat darurat di rumah sakit. Istilah "menunggu" (wait) bisa mengacu pada berbagai tipe situasi menunggu yang berbeda-beda. Menunggu bisa terjadi sebelum proses jasa dimulai (pre-process wait) maupun selama pengalaman jasa berlangsung (inprocess wait). Taylor (l994) mengidentifikasi tiga tipe pre- process waft: pre-chedule (tiba lebih awal untuk waktu mulai yang terjadwal), post-schedule atau delay (waktu mulai ditunda), dan queue wait (biasanya berdasarkan prinsip first come, first served). Schwartz (I978) mengelompokkan dua macam tipe menunggu: active wait (menunggu untuk durasi singkat) dan passive wait (menunggu selama durasi lama). Menunggu juga bisa diklasifikasikan menjadi on-site wait dan off-Site wait (Taylor. I994). Selain itu, menunggu juga dapat dikategorikan menjadi procedural wait (situasi di mana pelanggan mengekspektasikan dirampungkannya jasa) dan correctional wait (situasi di mana ada kemungkinan bahwa jasa mungkin tidak dirampungkan). Pemahaman mengenai berbagai tpe menunggu ini sangat penting dikarenakan reaksi pelanggan berbeda-beda untuk tipe menunggu yang berlainan. Di samping itu, tipe-tipe menunggu tertentu, seperti queue wait, cenderung lebih kondusif untuk intervensi manajemen operasi dibandingkan tipe-tipe lainnya, seperti delay. Sulitnya menghindari antrean menyebabkan para penyedia jasa mulai mengalihkan fokusnya pada manajemen persepsi pelanggan dalam rangka mengendalikan dampak negatif antrean. Apabila penyedia jasa tidak dapat mengendalikan waktu tunggu aktual, setidaknya ia harus mampu mengendalikan persepsi pelanggan terhadap waktu tunggu. Oleh karenanya, dua variabel kunci yang menentukan pengalaman menunggu perlu dikelola secara efektif, yakni persepsi terhadap durasi menunggu (perceived duration of the wait) dan reaksi afektif terhadap menunggu (effective reaction to the wait) (Taylor & Fullerton, 2000). Perceived duration menyangkut persepsi konsumen terhadap lamanya waktu ia harus menunggu. Reaksi afektif merupakan serangkaian perasaan dan emosi seseorang berkaitan dengan aktivitas menunggu yang harus ia lakukan, di antaranya meliputi marah, was-was, kesal, puas, kecewa, dan seterusnya. Kedua variabel ini mempengaruhi evaluasi pelanggan terhadap kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Sejumlah riset menunjukkan bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi kedua variabel ini, di antaranya tipe menunggu, waktu menunggu obyektif (lamanya waktu riil yang digunakan untuk menunggu), diskonfirmasi ekspektasi (persepsi terhadap lamanya menunggu dibandingkan ekspektasi terhadap waktu tunggu), ketidakpastian waktu tunggu, panjangnya antrean, keadilan (equity), waktu yang terisi (filled time), nilai jasa, tindakan penyedia jasa, atribusi, dan lingkungan jasa (menyangkut temperatur, suara, dan cahaya) (Taylor & Fullerton. 2000). Studi yang dilakukan Hui & Tse (I996) berusaha mengintegrasikan berbagai macam faktor tersebut ke dalam sebuah model konseptual yang telah diuji secara empiris dalam konteks para mahasiswa yang menunggu dilayani pada sistem registrasi terkomputerisasi (lihat Gambar 5.5). Gambar 5.5 Model lntegratif Waktu Menunggu Jasa 2.11 PERANAN KARYAWAN DAN PELANGGAN DALAM SISTEM PENYAMPAIAN JASA Istilah boundary spanners digunakan untuk mengacu pada para angota organisasi yang berinteraksi langsung dengan pelanggan di organization boundary. Sedangkan organization boundary adalahzona dimana pelanggan eksternal dan lingkungan bertemu atau berhubungan langsung dengan operasi internal organisasi. Dalam industri-Industri seperti perbankan, restoran dan jasa ritel boundary spanners terdiri atas tallers atau staf call centers, waiters, dan asisten penjualan (penunggu toko). Peran-peran semacam ini biasanya adalah posisi yang paling rendah tingkat keterampilan dan gajinya dalam organisasi. Dalam industri lainnya, boundary spanners organisasi adalah staf profesional bergaji tinggi dan berkualifikasi pendidikan tinggi, contohnya akuntan, dokter, pengacara, konsultan, dan dosen. Pada prinsipnya, ada dua fungsi utama yang dijalankan boundary spanners, yakni pemrosesan informasi dan representasi eksternal. Pertama, boundary spanners mendapatkan infomasi dari dan tentang lingkungan, menyaringnya, dan meneruskannya kepada arggota-anggota organisasi lainnya. Kedua, boundary spanners mewakili organisasi karena mereka mendapatkan masukan dan mendistribusikan keluaran. Karyawan boundary spanners menyampaikan janji-janji perusahaan, menciptakan citra tertentu bagi perusahaan dan mempromosikan jasa-jasa perusahaan. Bagi sebagian pelanggan dan tipe jasa tertentu, merekalah yang dipersepsikan sebagai jasa oleh pelanggan. Contohnya, jasa sebuah bank dinilai oleh sebagian nasabah atas dasar kualitas interaksnnya dengan para tellers. karena merekalah yang berhubungan langsung dengan nasabah, bukan para manajer bank yang biasanya duduk di belakang meja di ruangan tertutup. Oleh sebab itu, boundary spanners berperan penting dalam menghubungkan perusahaan dengan para pelanggannya dan berkontribusi terhadap kepuasan pelanggan, persepsi terhadap kualitas jasa, dan loyalitas pelanggan. Banyak pekerjaan boundary spanners yang sangat rutin dan secara intrinsik tidak memotivasi. Apabila boundary spanners dikelola sebagai partial customers", mereka bakal mendapatkan perlakuan yang sama sebagaimana pihak manajemen ingin memperlakukan para pelanggan. Pada gilirannya motivasi boundary spanners untuk memperlakukan pelanggan dengan cara yang sama akan meningkat. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah memberikan perceived control yang lebih besar kepada boundary spanners, karena ini bisa mengurangi tingkat stres kerja. Salah satu caranya adalah memastikan bahwa pihak manajemen dan pelanggan sama-sama mengikuti skenario (scripts) yang diharapkan atas peran masing-masing. Agar sebuah service encounter bisa sukses, para partisipan harus mampu memprediksi aksi dan perilaku masing-mating pihak. Bahkan sekalipun pelanggan memilih untuk tidak mengikuti scrips, organisasi harus mampu merekrut dan melatih karyawan jasa agar bisa memiliki tingkat "self monitoring" tinggi, artinya sensitif terhadap interpersonal cues, adaptif terhadap situasi dan mampu melakukan berbagai respon yang tepat. Manajemen perlu mengidentifikasi perilaku-perilaku yang diyakini boundary spanners diharapkan pelanggan untuk mereka lakukan, dan perlu pula menerapkan sistem yang menghargai para karyawan yang mampu menunjukkan perilaku semacam itu. Kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan juga merupakan faktor krusial yang mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas boundary spanners. Dibarengi dengan program pelatihan kompetensi kerja, pelatihan manajemen stres dan rotasi pekerjaan, hal ini bisa meningkatkan kualitas jasa organisasi di mata pelanggan. Dalam model Service-Profit Chain, Heskett, et al. (|997) mengemukakan keterkaitan erat antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan (lihat Gambar 5.6). Kepuasan karyawan didapatkan dari desain pekerjaan dan tempat kerja yang memfasilitasi kualitas jasa internal. Rekrutmen, pelatihan dan kompensasi karyawan juga merupakan kontributor utama bagi terciptanya kualitas jasa internal. Karyawan yang puas berpeluang untuk loyal pada perusahaan dan meningkatkan produktivitas individualnya. Implikasinya, kepuasan karyawan akan berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas keseluruhan perusahaan dan penurunan biaya rekrutmen dan pelatihan. Selain itu, peningkatan produktivitas yang dbarengi dengan ketulusan dalam hal membantu pelanggan akan menghasilkan nilai jasa eksternal (external service value). Sikap dan keyakinan karyawan tentang organisasi kerapkali tercermin dalam perilaku mereka. Karena pelanggan terlibat dalam proses produksi sebagian jasa, perilaku karyawan akan tampak jelas bagi para pelanggan dan pada alirannya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan berhubungan langsung dengan loyalitas pelanggan, yang tercermin pada pembelian ulang dan komunikasi gethok tular positif kepada pelanggan lain. Dampak selanjutnya dari retensi pelanggan adalah peningkatan pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Gambar 5.6 Service- Profit Chain STRATEGI OPERASI DAN SISTEM PENYAMPAIAN JASA konsep jasa: hasil Desain tempat kerja bagi pelanggan ( retensi Desain pekerjaan ( bisnis ulangan Seleksi dan pengembangan karyawan ( jasa dirancang dan ( refferal Sistem imbalan karyawan disampaikan untuk Alat-alat untuk melayani pelanggan mematuhi kebutuhan pelanggan Pada saat bersamaan, karyawan iuga mendapatkan manfaat langsung dari usaha-usaha yang dilakukannya. Hasil-hasil yang berkaitan dengan kepuasan karyawan (seperti nilai jasa eksternal, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan produktivitas) memperkuat komitmen perusahaan untuk secara berkesinambungan memperbaiki kualitas iasa internal. Sebagai penerima hasil perbaikan kualitas internal dan respon positif pelanggan. karyawan secara langsung merasakan hasil dari upaya-upaya yang mereka lakukan. Dengan demikian, kepuasan karyawan akan diperkokoh dan integritas service-profit chain dipertahankan. Pelajaran penting dari ini semua adalah bahwa perusahaan harus memuaskan para karyawannya dalam rangka mewujudkan kepuasan pelanggan. Dalam pada itu, perbedaan pokok antara perusahaan jasa dan manufaktur adalah bahwa pelanggan kerapkali secara fisik hadir manakala iasa disampaikan, sedangkan pelanggan manufaktur iarang sekali hadir selama proses produksi. Pelanggan jasa bukan sekadar hadir, tetapi seringkali mereka berpartisipasi dalam jasa. Oleh sebab itu, pelanggan dan karyawan merupakan sumberdaya manusia sebagian perusahaan. Walaupun pelanggan tidak menganggap dirinya sebagai anggota organisasi jasa, apabila mereka diperlakukan sebagai "partial employees" dan difasilitasi dengan arahan, kemampuan dan motivasi berkontribusi pada proses produksi, mereka akan merasa lebih bebas berpartisipasi secara penuh dalam proses menghasilkan jasa berkualitas. Semakin besar perilaku pelanggan sebagai 'co-produrers", semakin besar pula pengaruh mereka terhadap kualitas kerja yang dihasilkan dan semakin besar juga kontribusi mereka bagi upaya peningkatan produktivitas perusahaan jasa (ini jarang sekali dijumpai pada perusahaan manufaktur) Partisipasi pelanggan (customer participation) mengacu pada tingkat usaha dan keterlibatan pelanggan, baik mental maupun fisik,yang dibutuhkan dalam rangka memproduksi dan menyampaikan suatu jasa. Konsep ini berbeda dengan kontak pelanggan (customer contact) yang mencerminkan kehadiran pelanggan secara fisik dalam sistem penyampaian jasa, seperti halnya dalam jasa potong rambut, dokter gigi, dan pemeriksaan kesehatan Kontak pelanggan merupakan konsep situasionai yang menekankan pengaruh kondisi kontak tinggi dan kontak rendah terhadap operasi jasa. Sebaliknya, partisipasi pelanggan merupakan konsep situasional yang menekankan peran aktif yang dimainkan pelanggan dalam service encounter. Perbedaan lainnya adalah bahwa kontak pelanggan dan partisipasi pelanggan tidak selalu berlangsung berbarengan dalam service encounter. Mengurangi kontak pelanggan seringkali berkonsekuensi pada meningkatnya partisipasi Manggis. Contohnya, Internet banking (partisipasi tinggi, kontak rendah) versus transaksi di loket teller sebuah kantor cabang bank (partisipasi rendah, kontak tinggi). Pelanggan berpartisipasi dalam produksi dan penyampaian jasa dengan cara menyediakan tenaga dan/atau pengetahuan pada proses penciptaan jasa. Kualitas jasa yang dihasilkan dipengaruhi oleh tenaga (usaha) dari pengetahuan (informasi) tersebut. Tingkat partisipasi pelanggan bervariasi (McCall-Kennedy. 2003), di antaranya: Sekedar menyediakan informasi kepada penyedia jasa. Contohnya, nasabah mengisi informasi finansial rinci sewaktu mengajukan kredit ke bank: pasien menjelaskan secara rinci gejala-gejala penyakit yang dideritanya sehingga dokter bisa membuat diagnosis secara akurat; dan klien salon kecantikan memberitahu dengan jelas preferensi model rambut yang diinginkannya kepada penata rambutnya. Produksi bersama (joint production) dengan bantuan dari pekerja jasa. Situasi ini berlangsung mandala staf layanan dan pelanggan berpartisipasi dalam produksi jasa. Efektivitas penyampaian jasa sangat tergantung pada spesifikasi kebutuhan pelanggan, informasi yang disediakan pelanggan, dan kerja sama pelanggan dengan penyedia jasa. Contoh situasi semacam ini bisa dijumpai dalam perkuliahan interaktif (seperti kelas seminar) yang menuntut semua mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas dan bukan sekedar menjadi pendengar setia atau juru tulis yang sibuk mencatat apapun yang diucapkan sang dosen. Pelanggan merupakan produsen tunggal (swalayan) yang mengerjakan semua aspek service encounter spesifik Contohnya, ATM, internet banking. online ticketing, dan pompa bensin swalayan. Sementara itu, menurut Hubbert (dikutip dalam Zeithaml & Bitnet-, 2003). tingkat partisipasi pelanggan bisa dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu rendah, sedang/moderat, dan tinggi. Tabel 5.11 menampilkan deskripsi dan contoh untuk masing-masing tipe partisipasi pelanggan tersebut. Partisipasi pelanggan memberikan sejumlah manfaat bagi perusahaan dan pelanggan. Bagi perusahaan, partisipasi pelanggan bisa meningkatkan produktivitas dan menekan biaya produksi dan penyampaian jasa. Selain itu, tingkat partisipasi pelanggan juga berkaitan erat dengan peningkatan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa dan kepuasan pelanggan. Dengan terlibat langsung dalam proses pencipta jasa, pelanggan menerima sebagian tanggung jawab atas kualitas hasil jasa yang tercipta. Tabel 5.11 Tingkat Partisipasi Pelanggan dalam sistem penyampaian Jasa TINGKAT PARTISIPASI PELANGGAN DESKRIPSI CONTOH RENDAH: Kehadiran konsumen dibutuhkan selama penyampaian jasa ( produk distandarisasi ( jasa disediakan meskipun tidak ada pembelianoleh pelanggan ( pembayaran mungkin satu-satunya input pelanggan yang dibutuhkan Contoh konsumen akhir: ( jasa penerbangan ( motel (restoran siap saji Contoh konsumen bisnis: ( jasa kebersihan ( pemberantasan hama ( jasa pemeliharaan tanaman interior SEDANG: Masukkan dari pelanggan dibutuhkan untuk penciptaan jasa ( input pelanggan meng-customize jasa standar (Penyedia jasa membutuhkan pembelian oleh pelanggan ( input pelanggan (informasi, material) sangat penting bagi hasil jasa yang memadai, tetapi perusahaan jasa yang menyediakan jasa Contoh konsumen akhir: ( salon potong rambut ( tes kesehatan tahunan ( full-service restaurant Contoh konsumen bisnis: ( kampanye iklan yang disusun biro iklan ( jasa penggajian ( transportasi barang TINGGI: Pelanggan ikut menciptakan produk jasa ( partisipasi klien secara aktif memandu jasa ter-customized ( jasa tidak bisa dihasilkan tanpa adanya pembelian dan partisipasi aktif pelanggan (input pelangan merupakan keharusan dan ikut menciptakan hasil jasa Contoh konsumen akhir: ( konseling perkawinan ( pelatihan pribadi ( program pengurangan berat badan ( operasi besar atau sakit parah Contoh konsumen bisnis: ( konsultasi manajemen ( seminar manajemen eksekutif ( instalasi jaringan komputer Bagi pelanggan, keterlibatannya dalam penciptaan jasa memberikan beberapa manfaat. Pertama, pelukan akan merasakan perceived control yang lebih besar atas service encounter dan kepuasan yang didapat dari proses produksi jasa bersangkutan. Kedua, pemanfaatan teknologi swalayan bisa meningkatkan ketersediaan aksesibilitas dan kenyamanan jasa, sehingga pelanggan bisa mengakses jasa kapanpun dan dimanapun mereka inginkan. Ketiga, sebagian pelanggan berpartisipasi lebih besar dalam produksi jasa agar dapat mengurangi perceived waiting time. Contohnya, mahasiswa UNSW bisa memanfaatkan jasa self-scanning perpustakaan untuk menghindari antrean panjang sewaktu ingin meminjamdan/atau mengembalikan buku. Kempat, penyedia jasa acapkali memberikan imbalan khusus bagi partisipasi pelanggan, misalnya berupa diskon harga, biaya yang lebih murah atau bonus loyalty points. Sebagai contoh,Alaska Airlines memberikan bonus 500 frequent-flyer miles kepada para penumpang yang menggunkan fasilitascheck-in elektronik. Kelima, penggunaan teknologi swalayan memudahkan pelanggan dalam mendefinisikan jasanya secara lebih jelas dan menyampaikannya dengan cara-cara yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Situs www.amazon.com, misalnya, memberikan keleluasaan bagi para pelanggannya untuk mencari buku(dan produk lainnya) dengan cara yang dikehendaki masing-masing pelanggan, mendapatkan tipe informan yang mereka butuhkan (seperti kajian buku, kutipan buku) dan memilih cara pembayaran (online atau via telepon) Kendati demikian, ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi pelanggan. Faktor-faktor tersebut bisa diklasifikasikan sebagai berikut: Pelanggan Kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi (customer's disposition to pamcrpote) mencerminkan seberapa aktif peranan yang dimainkan pelanggan dalam memasok tenaga atau informasi pada proses produksi jasa. Semakin besar kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi, semakin banyak pula pekerjaan yang bisa dialihkan kepada pelanggan. Sejumlah aspek spesifik pada faktor pelanggan yang berkontribusi pada tingkat partisipasi pelanggan, di antaranya tingkat keterlibatan pelanggan dalam proses jasa (termasuk di dalamnya tingkat kepentingan subyektif dan relevansi personal), kemampuan untuk melaksanakan peran produksi, motivasi pelanggan,ekspektasi ekonomik, dan sifat atau karakter pelanggan. Proses Untuk mendorong partisipasi pelanggan dalam penyampaian jasa, proses jasa harus dibuat sesederhana mungkin. Harus ada bantuan dan bimbingan dalam hal staf layanan yang mudah diakses, petunjuk atau tanda arah atau ilustrasi yang jelas, instruksi tertulis yang jelas, dan teknologi swalayan yang mudah digunakan. Apabila pelanggan tahu persis apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya, mereka akan semakin mungkin melakukan apa yang diperlukan. Contohnya, jejaring restoran siap saji seperti McDonald's dan KFC menggunakan simbol, tanda, dan petunjuk yang kelihatan jelas dan menonjol, sehingga pelanggan bisa memahami ekspektasi atas peran mereka, mulai dari mengantri, memesan makanan, dan membayar, sampai membersihkan meja dan membuang sisa-sisa makanan ke tempat sampah. Sementara itu, perkembangan jasa berbasis teknologi (technology-based services) memfasilitasi peningkatan partisipasi pelanggan dalam Sistem penyampaian jasa. Salah satu bentuknya adalah teknologi swalayan (Self-Service Technology atau SST), yaitu technological interfaces yang memudahkan pelanggan untuk menghasilkan jasa atau layanan yang terlepas dari keterlibatan karyawan jasa langsung Berdasarkan tujuan pemakaiannya, teknologi swalayan bisa dikelompokkan menjadi tiga macam (lihat Gambar 5.7), yaitu: Layanan pelanggan (customer service), bertujuan memudahkan pelanggan untuk menanyakan akun, membayar tagihan, mengakses Frequently Asked Questions (FAQ) dan melacak pengiriman. Transaksi langsung (direct transaction), bertujuan memudahkan pelanggan untuk mencari, menelaah dan menempatkan pesanan, serta membeli dan menukar sumberdaya dengan perusahaan tanpa berinteraksi secara langsung dengan para karyawan. Bantuan mandiri (self help), bertujuan memudahkan pelanggan untuk belajar, menerima informasi, melatih dirinya sendiri, dan menyediakan layanannya sendiri sesuai dengan kebutuhan, Contohnya meliputi situs-situs informasi kesehatan, CD dan perangkat lunak. Gambar 5.7 Tipe-Tipe Teknologi Swalayan INTERFACE Telepon/Interative Voice Response Online/Internet Interactive Kioks Video/CD ( telephone banking ( informasi penerbangan ( status pesanan ( pelacakan paket ( informasi rekening ( ATM ( automated hotel check-out (self-service kiosks direstoran siap saji ( telephone bankin ( prescription refills ( pembelian eceran ( transaksi finansial (penjualan saham online ( hotel checkout ( persewaan mobil ( u-check atau u-scan self- checkout di pasar swalayan ( pay at the pump ( saluran teleponinformasi ( pencarian informasi internet (distance learning ( mesin pengukur tekanan darah ( informasi turis ( perangkat lunak pelaporan pajak ( pelatihan berbasis TV atau CD Layanan pelanggan transaksi langsung Bantuan mandiri Jasa Karakteristik dan konteks situasional jasa mempengaruhi kebutuhan dan hasrat pelanggan untuk berpartisipasi dalam penyampaian jasa. Apabila hasil jasa tergantung pada kualitas masukan pelanggan, maka pelanggan cenderung lebih bersedia untuk berpartisipasi. Akan tetapi, jika jasa bersangkutan bersifat kompleks dan membutuhkan tingkat keahlian tinggi, pelanggan akan lebih suka menyerahkannya kepada staf profesional. Contohnya, mereka yang secara finansial tergolong menengah ke atas lebih suka menggunakan jasa profesional dalam mempersiapkan laporan pajaknya daripada melakukannya sendiri. Selain itu, apabila situasi pembelian jasa sangat penting, pelanggan juga cenderung lebih suka memanfaatkan jasa profesional, misalnya orang tua pengantin yang sedang merayakan resepsi pernikahan cenderung lahir suka mempercayakan jasa pemotretan pada fotografer profesional daripada melakukannya sendiri. Demikian pula halnya pada jasa-jasa yang relatif baru dan unfamiliar. kebanyakan pelanggan mempersepsikan banyak manfaat dari melakukan sendiri jasa bersangkutan. Berdasarkan tingkat diversitas permintaan pelanggan dan kecenderungan pelanggar untuk berpartisipasi dalam proses produksi jasa. Larsson & Bowen (l989) mengemukakan tipologi penyampaian jasa yang bermanfaat bagi strategi segmentasi pasar dan perancangan jasa (lihat Gambar 5.8). Tipologi menghasilkan empat macam desain spesifik: Sequential standardized service design Situasi diversitas permintaan rendah (dan karenanya kebutuhan akan customization jasa relatif rendah) di kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi tinggi memungkinkan penyedia jasa untuk mengelihkan sebagian besar beban kerja kepada pelanggan, implikasinya, customer scripts harus dirancang secara spesifik rinci dan jelas. Manfaat bagi pelanggan adalah harga yang dibayarkan menjadi lebih murah. Bagi penyedia jasa, layanan yang murah bisa diproduksi secara massal. Desain jasa semacam ini disebut sequential standardized" karena pelanggan melayani dirinya sendiri setelah karyawan jasa menyediakan barang dan fasilitas yang dibutuhkan untuk swalayan. Contoh tipikal untuk tipe desain jasa semacam ini adalah laundrettes dari jasa cuci mobil otomatis Reciplocal service design Tipe ini mencerminkan situasi kecenderungan konsumen untuk berpartisipasi tinggi, tetapi diversitas permintaan juga tinggi, karena pelanggan memiliki masalah yang kompleks dan unik (dan konsekuensinya, kebutuhan akan customization jasa tinggi). Dalam skenario ini, pelanggan bukan termotivasi oleh imbalan ekonomik untuk berpartisipasi dalam produksi jasa, namun oleh imbalan intrinsik atau dalam rangka memantau kualitas jasa. Hai ini berdampak pada produksi jasa interaktif antara pelanggan dan karyawan jasa, sebagaimana banyak dijumpai dalam jasa konsultasi, konseling, kesehatan, bantuan hukum, dan pendidikan tinggi. Tipe jasa ini disebut "reciprocal service" karena keluaran dari pelanggan menjadi masukan bagi pekerja jasa profestonal dan sebaliknya Customer scripts dalam tipe desain ini cenderung fleksibel dikarenakan adanya transmisi informasi baru atau umpan balik secara berkesinambungan. Kendati demikian, script tersebut menekankan peran bantuan pelanggan dalam menyediakan informasi yang memadai menyangkut masalah yang dihadapi dan menerima instruksi mengenai cara berpartisipasi secara efektif dalam pemecahan masalah. Sequential customized service design Tipe ini merefleksikan situasi diversitas permintaan tinggi namun kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi rendah. Namun, berbeda dengan reciprocal service design yang bercirikan rendahnya tingkat keahlian pelanggan untuk melakukan sendiri jasa yang dibutuhkannya, dalam sequential stomized servce design pelanggan lebih menyukai jasa unik dilakukan orang lain dikarenakan sejumlah faktor pertimbangan, seperti meningkatnya kenyamanan, kurangnya waktu, atau rendahnya motivasi intrinsik untuk berpartisipasi dalam jasa-jasa "kasar". Desain jasanya disebut sequential customized" karena spesifikan pelanggan atas jasa-jasa yang diinginkan mendahului kinerja karyawan atas jasa yang dibeli. Karena kecenderungan berpartisipasi rendah, pelanggan memainkan peran terbatas dalam kinerja jasa dan sebagian besar beban kerja dilakukan karyawan jasa, contohnya meliputi gardening, housekeeping dan perawatan rumah, Pooled service design Tipe ini mencerminkan situasi diversitas permintaan rendah dan kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi dalam produksi jasa juga rendah. Pelanggan tidak termotivasi untuk berpartisipasi dikarenakan meraka tidak membutuhkan pemantauan kualitas jasa-jasa baku/standar atau karena mereka tidak mampu melakukan jasa berskala besar, istilah pooled service design digunakan dengan pertimbangan bahwa sekalipun masing-masing pelanggan tidak terlalu membutuhkan interaksi dengan karyawan jasa (atau pelanggan lain yang dilayani secara bersamaan), namun mereka berbagi sumberdaya yang memungkinkan lusa massal disampaikan. Customer script dijabarkan sedan ketat dan rinci, karena desain jasa semacam ini mendapat manfaat besar dari perilaku peran pelanggan imitatif dalam rangka membakukan perilaku pelanggan selama penyediaan jasa. Contoh-contoh tipe jasa yang menerapkan desain seperti ini antara lain bank, asuransi, transportasi penumpang, restoran siap saji, jasa penyiaran, jasa pertunjukkan dan jasa hiburan lainnya. Gambar 5.8 tipologi penyampaian jasa berdasarkan diversitas permintaan dan kecendrungan berpartisipasi SEL 3 Sequential customized Service Design Contoh: Gardening, jasa pembersihan rumah, perawatan rumah, salon SEL 2 Reciprocal service design Contoh: Konsultasi, konseling, kesehatan, bantuan hukum, pendidikan tinggi SEL 4 Pooled Service Design Contoh: Perbankan, asuransi, transportasi penumpang, restoran siap saji, bioskop, event hiburan, siaran TV dan radio SEL 1 Sequential standardized service design Contoh: Laundrettes, jasa cuci mobil swalayan Tinggi rendah Rendah Tinggi KECENDERUNGAN PELANGGAN UNTUK BERPARTISIPASI Penyedia jasa bisa menggunakan beberapa desain jasa berbeda secara simultan untuk menangani perbedaan- perbedaan dalam hal diversitas kebutuhan dan kecenderungan pelanggan untuk berpartisipasi. Sebagai contoh, sebuah bank yang lazimnya memiliki pooled service design bisa pula menerapkan sequential standardized service design melalui fasilitas ATM yang cocok bagi segmen nasabah yang termotivasi untuk berpartisipasi dan memiliki diversitas permintaan rendah. Selain itu, bank tersebut bisa juga menggunakan reciprocal service design dengan cara menawarkan jasa finansial profesional untuk memenuhi kebutuhan segmen nata. bah yang memiliki permintaan bervariasi dan berkecenderungan besar untuk berpartisipasi. Partisipasi pelanggan tidak bebas dari masalah, Setidaknya ada empat masalah potensial berkenaan dengan implementasi partisipasi pelanggan. Pertama, partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa secara berkesinambungan menyebabkan meningkatnya ketidakpastian dalam aktivitas produksi. Organisasi jasa harus mampu merancang mekanisme efektif untuk mengelola para pelanggan semacam itu dalam rangka memastikan bahwa mereka berperilaku positif dalam memfasilitasi service encounter. Sayangnya, hal ini tidak mudah dilakukan karena organisasi jasa tidak memiliki tingkat kendali terhadap para pelanggan (co-producers) sebesar yang mereka miliki atas para karyawan. Kedua, minimnya atau bahkan tiadanya interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dalam pemanfaatan teknologi swalayan (Self-Service Technology) menyebabkan penyedia jasa sulit menciptakan loyalitas sejati yang *bercirikan sikap positif dan perilaku pembelian ulang tinggi. Penggunaan teknologi swalayan bisa memuaskan peianggan pada pemakaian pertama kali, namun pada pemakaian berikutnya pelanggan akan hanya sekedar puas manakala semua fasilitas berfungsi baik. Apabila terjadi masalah teknis yang menghambat kelancaran proses penyampaian jasa, pelanggan berkemungkinan besar akan sangat tidak puas. Ketiga, semakin besarnya partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa yang difasilitasi dengan pemanfaatan teknologi berpotensi mengubah karakteristik peran karyawan jasa. Sebagian karyawan jasa akan dialihkan ke fungsi-fungsi yang mengubah desain pekerjaan dan lingkungan sosial kerianya. Padahal, tidak sedikit orang yang tertarik untuk menekuni profesi disektor jasa dikarenakan peluang melakukan interaksi sosial dengan pelanggan. Bagi mereka relasi dengan pelanggan bisa bermanfaat untuk meningkatkan makna pekerjaan dan menciptakan identitas kerja yang lebih positif. lnteraksi sosial informal dengan berperan panting dalam memberikan variasi bagi pekerjaan-pekerjaan yang secara inheren membosankan. Keempat, apabila teknologi memainkan peran besar dalam memfasilitasi peningkatan partisipasi pelanggan, ada risiko bahwa teknlogi gagal berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Misalnya saja, server sedang down, PIN atau password ditolak, mesin ATM rusak, dan seterusnya. Kegagalan teknologi semacam ini bisa membuat frustasi para pelanggan yang pada gilirannya berdampak pada beralihnya pelanggan ke penyedia jasa lain. at April 23, 2019 Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest Labels: Manajemen pemasaran