Anda di halaman 1dari 15

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS JATIROKEH
Jl. Raya Jatirokeh-Songgom No 135 Jatirokeh Kec.Songgom Brebes 52266
No Telp. (0283) 3321108
Email : puskesmas.jatirokeh@yahoo.co.id

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS JATIROKEH


NOMOR 099/ SK/ I / TAHUN 2023

TENTANG
PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS JATIROKEH
KEPALA PUSKESMAS JATIROKEH,
Menimbang : a. bahwa Puskesmas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perlu menerapkan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI);
b. bahwa agar program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dapat
dilaksanakan dengan baik perlu adanya kebijakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Puskesmas Jatirokeh;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a
dan b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Puskesmas Jatirokeh
tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Puskesmas Jatirokeh;
Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2022 tentang
Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Pusat Kesehatan
Masyarakat, Rumah Sakit, Laboratorium Kesehatan, dan Unit
Transfusi Darah;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2022 tentang
Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter,
Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS JATIROKEH TENTANG


KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI PUSKESMAS JATIROKEH.
KESATU : Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas
Jatirokeh sebagaimana tercantum dalam Lampiran keputusan ini yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat keputusan ini.
KEDUA : Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dimaksud dalam
Diktum KESATU memuat Ruang Lingkup Program PPI dan
Indikator Kinerja PPI.
KETIGA : Penerapan PPI di Puskesmas Jatirokeh dipandu dengan Pedoman dan
prosedur PPI yang akan diterbitkan kemudian.
KEEMPAT : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jatirokeh
pada tanggal 2 Januari 2023
KEPALA PUSKESMAS JATIROKEH,

Ammah Mustofiyah, S. Ikom,M. Kes


LAMPIRAN
KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
KECIPIR
NOMOR 099 / SK / I / 2023
TENTANG PELAKSANAAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI DI PUSKESMAS JATIROKEH

PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI PUSKESMAS JATIROKEH

A. PROGRAM KERJA PPI


Fasilitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam
dunia kesehatan, dimana infeksi dapat berasal dari pasien, petugas maupun pengunjung
melalui objek yang terkontaminasi berupa darah, seliva, sputum, cairan nasal, cairan
dari luka, urine dan eksresi lainnya.
PPI di Puskesmas harus dapat mencakup pencegahan dan pengendalian infeksi
yang terjadi berkaitan dengan pelayanan yang diberikan di dalam Puskesmas maupun
infeksi yang bersumber dari masyarakat melalui pelayanan yang diberikan di luar
Puskesmas. Infeksi terkait pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan (HAIs) relatif lebih
mudah diidentifkasi sumber penularannya dibandingkan dengan ifeksi bersumber dari
masyarakat.
Upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit infeksi seharusnya
dilakukan secara paralel. Penyesuaian mungkin diperlukan karena pelayanan
terkendala oleh ketersediaan sarana, prasarana, alat kesehatan, SDM, obat dan sumber
daya lainnya yang terbatas, namun harus tetap memenuhi prinsip dan prosedur PPI.
Dalam kebijakan ini membahas ruang lingkup program kerja PPI di Puskesmas
Jatirokeh sebagai berikut:
1. Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Isolasi dibagi 2 (dua) lapis yaitu Kewaspadaan Standar dan
Kewaspadaan Transmisi.

1.1 Kewaspadaan Standar


Kewaspadaan Standar meliputi:
a. Kebersihan Tangan
1) Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir (Hand Wash/HW)
2) Kebersihan tangan dengan menggunakan cairan berbahan dasar alkohol
70% (Hand Rub/HR)
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Jenis-jenis APD yaitu;
1) Pelindung kepala (Topi)
2) Kacamata dan pelindung wajah
3) Masker
4) Gaun
5) Sarung tangan
6) Sepatu
c. Pengendalian Lingkungan
Lingkup pengendalian lingkungan meliputi:
1) Air
2) Ventilasi ruangan
3) Konstruksi Bangunan
d. Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan
Lingkup pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan meliputi:
1) Pengelolaan limbah infeksius
2) Pengelolaan limbah noninfeksius
3) Pengelolaan limbah benda tajam
4) Pengelolaan limbah cair
e. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis lainnya
Jenis peralatan kesehatan berdasarkan penggunaan dan risiko infeksinya
sebagai berikut:
1) Peralatan kritikal
2) Peralatan semi-kritikal
3) Peralatan non kritikal
f. Pengelolaan Linen
Lingkup pengelolaan linen meliputi:
1) Pengelolaan linen infeksius
2) Pengelolaan linen non infeksius
g. Penyuntikan Yang Aman
1) Penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prinsip satu spuit, satu
jenis obat dan satu prosedur penyuntikan.
2) Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan
teknik aseptik
h. Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk
1) Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan
kebersihan pernapasan/etika batuk, apabila mengalami gangguan
pernapasan, batuk,flu atau bersin
2) Lakukan prosedur kebersihan pernapasan/etika batuk
3) Tidak menggantungkan masker bekas atau dipakai pada leher
i. Penempatan Pasien
Prinsip penempatan pasien adalah sebagai berikut:
1) Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadinya kontaminasi luas terhadap
lingkungan
2) Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang diwaspadai
terjadi transmisi melalui udara dan kontak
3) Kamar terpisah/kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust pan ke area tidak ada orang lalu lalang
4) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne meluas
5) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
6) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan
sistem kohorting (penggabungan pasien dengan jenis penyakit yang
sama). Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien,
petugas dan pengunjung harus menjaga kewaspadaan standar dan
transmisi.
7) Penempatan pasien di ruang triase harus diberi jarak minimal 1 meter
antara satu pasien dengan yang lainnya
j. Perlindungan Kesehatan Petugas
1) Petugas kesehatan menggunakan APD sesuai indikasi saat memberikan
pelayanan yang berisiko terjadi paparan
2) Petugas kesehatan saat melaksanakan tugas segera melakukan
kebersihan tangan saat tiba di tempat kerja dan tidak menggunakan
asesoris
3) Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan
terutama pada area risiko tinggi.
4) Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda tajam
bekas pakai pasien.
1.2 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi adalah sebagai berikut:
a. Kewaspadaan Transmisi Kontak
b. Kewaspasdaan Transmisi Droplet
c. Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan Penerapan BUNDLES HAIs
dan PPI pada Penggunaan Peralatan lainnya
2.1 Penerapan Bundles HAIs
Penerapan Bundles HAIs meliputi:
a. Bundles ISK/CAUTI
b. Bundles Peripheral Line Associated Blood Stream Infection (PLABSI)
c. Bundles Infeksi Daerah Operasi (IDO)
2.2 PPI pada Penggunaan Peralatan Kesehatana lainnya
PPI pada Penggunaan Peralatan Kesehatana lainnya, meliput:
a. PPI pada pemberian alat bantu pernapasan (Oksigen Nasal)
b. PPI pada pemberian terapi inhalasi (Nebulizer)
c. PPI pada perawatan luka
3. Penggunaan Antimikroba Yang Bijak
3.1 Klasifikasi Antibiotik berdasarkan WHO
a. Kelompok Acces
b. Kelompok Watch
c. Kelompok Reserve
3.2 Penggunaan Antimikroba berdasarkan infeksi
a. Antibiotik Terapi
1) Antibiotik Terapi Empiris
2) Antibiotik Terapi Definitif
b. Antibiotik Profilaksis

4. Pendidikan dan Pelatihan


Pendidikan dan pelatihan PPI untuk meningkatkan kompetensi bagi semua
petugas di Puskesmas. Peningkatan kompetensi dapat diperoleh melalui
pendidikan dan pelatihan, in house training, workshop, sosialisasi yang sesuai
dengan peran, fungsi dan tanggung jawab masing-masing.
5. Surveilans
Sasaran Surveilans dalam kebijakan ini difokuskan pada kejadian HAIs yang
berhubungan erat dengan proses pelayanan medis dan keperawatan di Puskesmas
Kecipir yang meliputi: Infeksi Saluran Kemih (ISK), Plebitis, Infeksi Daerah
Operasi (IDO), Abses gigi dan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Penjelasan lengkap dari kebijakan program PPI ini akan dituangkan dalam
Pedoman/Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Jatirokeh.
B. INDIKATOR PROGRAM PPI
NO INDIKATOR TARGET
1 Infeksi Saluran Kemih (ISK) < 7,5 0/00
2 Plebitis < 5 0/00
3 IDO (Infeksi Daerah Operasi) <2%
4 Abses Gigi <2%
5 KIPI <2%

C. KAMUS INDIKATOR
Profil indikator dari masing-masing indikator PPI di Puskesmas Jatirokeh adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Judul Indikator INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
3. Pedoman Teknis dari Kemenkes tentang
Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di FKTP
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efesien
Tujuan 1. Untuk mengukur adanya kejadian ISK di Puskesmas
2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat
kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definis Operasional 1. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi
akibat penggunaan urine kateter menetap
(indwelling catheter) > 2 hari kalender
2. Ditemukan setidaknya satu dari tanda atau gejala
klinis sebagai berikut:
 Demam (>38,00C)
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri atau nyeri pada sudut kosto-vertebralis
 Urgensi kemih
 Frekuensi kencing
 Disuria
3. Terdapat hasil test diagnostik
 Test carik celup (dipstick) positif untuk lekosit
esterase dan atau nitrit
 Piuria (terdapat lebih dari 10 lekosit per ml atau
terdapat 3 lekosit per lapangan pandangan besar
(mikroskop kekuatan tinggi/1000 kali dari urine
tanpa dilakukan sentrifugasi)
 Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari
urine yang tidak disentrifugasi
 Dokter mendiagnosis sebagai ISK dan
memberikan terapi yang sesuai untuk ISK.
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Per Mill (0/00)
Numerator Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)
(Pembilang)
Denumerator Jumlah lama hari pemakaian kateter urine menetap
(Penyebut)
Target Pencapaian < 7,5 0/00
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dipasang kateter di
Puskesmas Kecipir lebih dari 2 hari kalender
Kriteria Eksklusi:
 Pasien yang dipasang kateter urine di FKTP lain
 Pasien yang dipasang urin menetap di
Puskesmas Kecipir kurang dari 2 hari kalender
Formula Jumlah pasien ISK
X 1000
Jumlah lama hari pemakaian kateter
urine menetap
Desain Pengumpulan Prospectif dan Retrospectif
Data
Sumber data Data primer dan skunder
Instrument Observasi langsung atau data
pengambilan data
Besar sampel Semua pasien yang terpasang kateter urine menetap selama
2 hari kalender
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Analisa Data Bulanan, Triwulanan
Penyajian Data  Tabel
 Grafik
Penanggung jawab Koordinator PPI

2. Plebitis
Judul Indikator PLEBITIS
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
3. Pedoman Teknis dari Kemenkes tentang Pedoman
Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
FKTP
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efesien
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian
Plebitis akibat penggunaan kateter perifer line
(infus)
2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat
infus untuk mengurangi risiko infeksi.
Definis Operasional Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan adanya
infeksi pada daerah lokal tusukan infus ditemukan tanda-
tanda merah seperti terbakar, bengkak, sakit bila ditekan.
Ulkus sampai eksudat purulen atau mengeluarkan cairan
disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang
sering disebabkan oleh komplikasi terapi intravena.
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Per Mill (0/00)
Numerator Jumlah kasus pasien Plebitis
(Pembilang)
Denumerator Jumlah hari terpasang kateter intravena perifer menetap
(Penyebut)
Target Pencapaian < 5 0/00
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang terpasang intravena perifer
menetap
Kriteria Eksklusi:
 Tidak ada
Formula Jumlah kasus pasien Plebitis
X 1000
Jumlah hari terpasang kateter
intravena perifer menetap
Desain Pengumpulan Prospectif
Data
Sumber data Data primer
Instrument Lembar Observasi
pengambilan data
Besar sampel Seluruh pasien yang terpasang kateter intravena perifer
menetap
Frekuensi Bulanan, Triwulanan
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Analisa Data Bulanan, Triwulanan
Penyajian Data  Tabel
 Grafik
Penanggung jawab Koordinator PPI

3. Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Judul Indikator INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
3. Pedoman Teknis dari Kemenkes tentang Pedoman
Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
FKTP
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efesien
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian
Infeksi Daerah Operasi (IDO) superficial-superficial
incision.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien yang terpasang
alat kesehatan untuk mengurangi risiko IDO.
Definis Operasional Infeksi Daerah Operasi (IDO) / Surgical Site Infection
(SSI) adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun
waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit
dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya
ditemukan salah satu tanda sebagai berikut:
 Gejala Infeksi: kemerahan, panas, bengkak,
nyeri, fungsi faesa terganggu
 Cairan purulen
 Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari
jaringan superfisial
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Persen(%)
Numerator Jumlah kasus IDO
(Pembilang)
Denumerator Jumlah pasien yang dilakukan operasi Superficial Incision
(Penyebut)
Target Pencapaian <2%
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dilakukan operasi
Superficial Incision
 Pasien teridentifikasi IDO pasca operasi
Superficial Incision di Puskesmas Jatirokeh
Kriteria Eksklusi:
 Pasien dilakukan tindakan operasi Superficial
Incision di fasilitas kesehatan lain.
Formula Jumlah kasus IDO
X 100
Jumlah pasien dilakukan operasi
Superficial Incision
Desain Pengumpulan Prospectif dan Retrospectif
Data
Sumber data Data primer dan skunder
Instrument Lembar Observasi
pengambilan data
Besar sampel Total Populasi
Frekuensi Bulanan, Triwulanan
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Analisa Data Bulanan, Triwulanan
Penyajian Data  Tabel
 Grafik
Penanggung jawab Koordinator PPI

4. Abses Gigi
Judul Indikator ABSES GIGI
Dasar Pemikiran 1. Hasil Riskesdas menyatakan proporsi terbesar
masalah gigi adalah gigi rusak/ berlubang/ sakit
(45,3%), masalah kesehatan mulut yang mayoritas
dialami penduduk Indonesia adalah gusi bengkak
(abses) 14%
2. KMK 62 tahun 2015
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efesien
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAis pada angka kejadian
infeksi pasca tindakan pelayanan gigi yang terjadi
abses.
2. Menjamin keselamatan pasien yang dilakukan
pelayanan gigi.
Definis Operasional Terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada
gigi, disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa
muncul di sekitar akar gigi maupun di gusi ditandai dengan
demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan
mengigit, sakit gigi menyebar ke telinga, rahang, dan
leher, bau mulut, kemerahan dan pembengkakan pada
wajah. Abses gigi menjadi indikator surveilans pada
kasus sesuai kriteria HAis (tindakan pelayanan gigi
sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda abses).
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Persen(%)
Numerator Jumlah kasus Abses gigi
(Pembilang)
Denumerator Jumlah pasien yang dilakukan operasi Superficial Incision
(Penyebut) pada area gigi dan jaringan periodontal.
Target Pencapaian <2%
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Semua pasien yang dilakukan tindakan pada
area gigi dan jaringan periodontal akibat
tindakan Superficial Incision
 Semua pasien teridentifikasi abses gigi
Kriteria Eksklusi:
 Pasien sudah terjadi abes gigi sebelum
tindakan gigi dilakukan
 Pasien yang dilakukan tindakan pada area
gigi dan
iarinqan periodontal di FKTP lain
Formula Jumlah kasus abses gigi
X 100
Jumlah pasien dilakukan tindakan
Superficial Incision pada area gigi dan
jaringan periodontal
Desain Pengumpulan Prospectif dan Retrospectif
Data
Sumber data Data primer dan skunder
Instrument Lembar Observasi langsung
pengambilan data
Besar sampel Total Populasi
Frekuensi Bulanan, Triwulanan
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Analisa Data Bulanan, Triwulanan
Penyajian Data  Tabel
 Grafik
Penanggung jawab Koordinator PPI
3. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Judul Indikator Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Dasar Pemikiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan
Pasien
2. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
3. Pedoman Teknis dari Kemenkes tentang Pedoman
Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
FKTP
Dimensi Mutu Keselamatan, efektif dan efesien
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian
infeksi pasca tindakan pelayanan imunisasi.
2. Menjamin keselamatan pasien untuk mengurangi
terjadinya KIPI.
Definis Operasional lnfeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang
diberikan secara penyuntikan, dimana ditemukan tanda
tanda infeksi antara lain:
Gejala KIPI Ringan
• Nyeri
• Kemerahan dan bengkak di daerah tubuh yang
mengalami injeksi pasca imunisasi
• Gatal
• Demam
• Sakit kepala
• Lemas
Gejala KIPI Berat
• Alergi berat
• Jumlah trombosit menurun
• Kejang
Hipotonia atau sindrom bayi lemas. Bayi yang mengalami
akan terlihat lemas dan tak berdaya
Jenis Indikator Output
Satuan Pengukuran Persen(%)
Numerator Jumlah kasus KIPI
(Pembilang)
Denumerator Jumlah pasien yang dilakukan imunisasi
(Penyebut)
Target Pencapaian <2%
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Semua pasien teridentifikasi KIPI yang telah
mendapat imunisasi di Puskesmas Kecipir tersebut
Kriteria Eksklusi:
 Pasien vanq diberikan imunisasi di FKTP lain
Formula Jumlah kasus KIPI
X 100
Jumlah pasien dilakukan tindakan
imunisasi
Desain Pengumpulan Prospectif
Data
Sumber data Data primer dan skunder
Instrument Formulir Pelaporan KIPI
pengambilan data
Besar sampel Semua pasien yang dilakukan tindakan imunisasi
Frekuensi Bulanan, Triwulanan
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan, Triwulanan
Data
Periode Analisa Data Bulanan, Triwulanan
Penyajian Data  Tabel
 Grafik
Penanggung jawab Koordinator PPI

Ditetapkan di Jatirokeh
pada tanggal 2 Januari 2023
KEPALA PUSKESMAS JATIROKEH,

Ammah Mustofiyah, S. Ikom,M. Kes

Anda mungkin juga menyukai