Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH PERENDAMAN AIR KELAPA, EKSTRAK BAWANG

MERAH, DAN EKSTRAK KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP


KEBERHASILAN STEK ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)

(Skripsi)

Oleh

LEWI JUPITER
1714151054

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
ABSTRAK

PENGARUH PERENDAMAN AIR KELAPA, EKSTRAK BAWANG


MERAH, DAN EKSTRAK KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP
KEBERHASILAN STEK ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)

Oleh

LEWI JUPITER

Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd.) telah dikenal sejak lama baik
sebagai tanaman pelindung di sepanjang jalan maupun sebagai hiasan. Selain itu
kayu angsana biasa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kerangka bangunan,
tiang, jembatan, dinding bangunan, dan bantalan kereta api karena kualitas
kayunya, keindahan motifnya, maupun karena ukurannya yang besar. Nilai
ekonomi kayu angsana sebagai bahan bangunan menyebabkan eksploitasi yang
berlebihan di dalam kawasan hutan. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan
terjadinya kelangkaan pohon angsana di alam. Teknik perbanyakan pohon
angsana yang tepat sampai saat ini belum diketahui.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan yang mengandung
zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berpengaruh paling baik terhadap keberhasilan
stek angsana. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
perlakuan bahan yang mengandung zat pengatur tumbuh: air kelapa 100 ppm
(Z1), ekstrak bawang merah 100 ppm (Z2), ekstrak kecambah kacang hijau 100
ppm (Z3), dan kontrol/tanpa ZPT (Z4). Parameter yang diamati meliputi
persentase stek bertunas, jumlah tunas per stek, persentase stek berakar, panjang
akar, dan kecepatan bertunas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat stek berumur 4 bulan setelah
disemai, terbukti bahwa perendaman dengan air kelapa, ekstrak bawang merah
dan ekstrak kecambah kacang hijau berpengaruh nyata pada kecepatan munculnya
tunas stek angsana. Adapun pada parameter panjang akar hanya air kelapa saja
yang berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan ekstrak bawang merah dan
ekstrak kecambah kacang hijau, namun tidak berbeda nyata pada kontrol, dan
perendaman dengan air kelapa adalah zat pengatur tumbuh alami terbaik
dibandingkan ekstrak bawang merah dan ekstrak kecambah kacang hijau pada 2
parameter yang diamati yakni kecepatan munculnya tunas dan panjang akar.

Kata kunci: stek cabang; Pterocarpus indicus Willd.; zat pengatur tumbuh
ABSTRACT

THE EFFECT IMMERSION OF COCONUT WATER, RED ONION


EXTRACT, AND GREEN BEAN SPROUTS EXTRACT ON THE SUCCESS
OF ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.) BRANCH CUTTINGS

By

LEWI JUPITER

The angsana tree (Pterocarpus indicus Willd.) has been known for a long
time as both a cover crop along roads and as a decoration. In addition, angsana
wood is commonly used as a material for making building frames, poles, bridges,
building walls, and train bearings because of the quality of the wood, the beauty
of its motifs, and because of its large size. The economic value of angsana wood
as a building material causes excessive exploitation in forest areas. It is feared that
this could lead to the scarcity of angsana trees in nature. The technique for
propagating the angsana tree is currently unknown.
The purpose of this study was to determine which substances contain
growth regulators (ZPT) which have the best effect on the success of branch
cuttings of angsana. The study used a completely randomized design (CRD) with
treatment of materials containing growth regulators: 100 ppm coconut water (Z1),
100 ppm red onion extract (Z2), 100 ppm green bean sprouts extract (Z3), and
control/without ZPT (Z4). The parameters observed included the percentage of
sprouting cuttings, number of shoots per cuttings, percentage of rooted cuttings,
root length, and sprouting rate.
The results showed that when the cuttings were 4 months old after sowing,
it was proven that soaking with coconut water, shallot extract and mung bean
sprouts had a significant effect on the rate at which branch cuttings of angsana
appeared. As for the root length parameter, only coconut water has a better effect
than onion extract and green bean sprout extract, but not significantly different in
the control, and soaking with coconut water is the best natural growth regulator
compared to onion extract and green bean sprouts extract on 2 parameters
observed, namely the speed of shoot emergence and root length.

Keywords: branch cutting; Pterocarpus indicus Willd.; plant growth regulator


PENGARUH PERENDAMAN AIR KELAPA, EKSTRAK BAWANG
MERAH, DAN EKSTRAK KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP
KEBERHASILAN STEK ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)

Oleh

LEWI JUPITER

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 29 November


1998, merupakan anak ke dua dari lima bersaudara
pasangan Bapak Untung Sirait dan Ibu Marlina
Simbolon. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) di SDN 04 Parung Panjang Kabupaten Bogor
pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menyelesaikan
pendidikan SMPN 1 Parung Panjang pada tahun 2014,
dan SMAN 28 Kabupaten Tangerang pada tahun 2017.
Tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama kuliah, penulis menjadi Anggota aktif Himpunan Mahasiswa
Kehutanan (Himasylva) dan menjadi salah satu anggota penggurus pada bidang
Kewirausahaan selama 2 periode dari Tahun 2018-2020, menjadi anggota
pengurus Paduan Suara Mahasiswa Universitas Lampung pada bidang Dana dan
Usaha (DANUS) pada Tahun 2018-2019, menjadi Sekertaris/bendahara dan
anggota dalam organisasi eksternal, Tim Pembimbing Siswa (TPS), Persekutuan
Kristen Antar Universitas (PERKANTAS) Bandar Lampung, selama 2 periode
pada Tahun 2019-2021, menjadi bendahara pada Ikatan Mahasiswa Kristen
Kehutanan (IMKK) Universitas Lampung pada Tahun 2020. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Sumber Alam,
Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari hingga
Februari 2020 selama 40 hari. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Umum
(PU) di PT. Natarang Mining yang merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang pertambangan emas dan mineral pengikutnya yang berlokasi di
Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menulis artikel dengan judul “Pengaruh Bahan yang Mengandung Zat
Pengatur Pertumbuhan Alami terhadap Keberhasilan Stek Cabang Angsana
(Pterocarpus indicus Willd.)” yang terbit di Prosiding Seminar Nasional Fakultas
Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo (FHIL UHO) dan
Komunitas Manajemen Hutan Indonesia (KOMHINDO) VI.
MOTTO

“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,

tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”

(Amsal 1 : 7)

“Lakukanlah Segala pekerjaanmu dalam kasih!”

(1 Korintus 16 : 14)

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam

kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”

(Roma 12 : 12)
“Cobalah untuk tidak menjadi seorang yang SUKSES,

tapi jadilah seorang yang BERNILAI”

(Albert Einstein)

Sebagai wujud rasa kasihku

kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Allah Tritunggal,

Bapak dan Mamah,

Kakak, serta
Ketiga Adikku Tersayang.

yang telah menyertai setiap langkahku

dengan penuh kasih.


SANWACANA

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
anugerah dari-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Perendaman Air Kelapa, Ekstrak Bawang Merah, dan Ekstrak Kecambah Kacang
Hijau terhadap Keberhasilan Stek Angsana (Pterocarpus indicus Willd.)” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Terselesaikannya penulisan skripsi tidak
terlepas dari bantuan, dorongan, dan kemurahan hati dari berbagai pihak. Maka
dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Indra Gumay Febryano, S.Hut., M.Si., selaku Ketua Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Bapak Ir. Indriyanto, M.P., selaku dosen pembimbing pertama yang
senantiasa membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada penulis
selama proses perkuliahan serta penyelesaian skripsi
4. Bapak Dr. Ceng Asmarahman, S.Hut., M.Si., selaku dosen pembimbing ke
dua yang telah membantu, memberikan arahan, dan bimbingan kepada
penulis selama proses perkuliahan serta penyelesaian skripsi.
5. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., selaku pembahas atau penguji yang senantiasa
memberikan semua saran, kritik, dan masukan yang sangat bermanfaat untuk
kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Wahyu Hidayat, S.Hut., M.Sc., selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membantu penulis dalam menuntut ilmu di Jurusan
Kehutanan Universitas Lampung.
7. Segenap Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Kehutanan yang telah membantu
dan memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan
Kehutanan Universitas Lampung.
8. Kedua orang tua penulis, Untung Sirait dan Marlina Simbolon yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materiil hingga penulis dapat
melangkah sejauh ini.
9. Saudara kandung penulis Nova Cristina Sirait, Stevanus Sirait, Abednego
Sirait dan Yehezkiel Yehuda Sirait yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
10. Teman seperjuangan Kehutanan 2017 “Raptors” khususnya Elmo Rialdy
Arwanda, Irlan Rahmat Maulana, M. Novendra Raffly, dan Ramadhani serta
M. Arul Hidayat (Ilmu Tanah 2017) atas segala bantuan, dukungan, dan
kebersamaan yang kalian berikan.
11. Serta semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi mulai dari awal hingga akhir, yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.

Bandar Lampung, 03 Agustus 2021

Lewi Jupiter

ii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
E. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 4
F. Hipotesis ........................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
A. Pohon Angsana ................................................................................. 7
B. Perbanyakan Pohon Angsana ............................................................ 8
C. Zat Pengatur Tumbuh ....................................................................... 9
D. Zat Pengatur Tumbuh Alami ............................................................ 10
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 14
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 14
B. Alat dan Bahan.................................................................................. 14
C. Metode Pengambilan Data ................................................................ 14
D. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 15
E. Variabel Pengamatan......................................................................... 17
F. Analisis Data ..................................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 20
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 20
1. Analisis Ragam ............................................................................. 20
2. Uji Duncan..................................................................................... 21
B. Pembahasan....................................................................................... 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 26
A. Kesimpulan ....................................................................................... 26
B. Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27

iii
Halaman
LAMPIRAN................................................................................................. 33
Foto-Foto Penelitian...................................................................................... 34
Tabel-Tabel Pengolahaan Data..................................................................... 38

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil uji analisis ragam pertumbuhan stek angsana................................ 22
2. Hasil uji Duncan parameter panjang akar............................................... 23
3. Hasil uji Duncan parameter kecepatan(waktu) muncul tunas................. 23
4. Hasil pengamatan stek bertunas angsana................................................ 38
5. Analisis ragam parameter stek bertunas.................................................. 38
6. Hasil pengamatan jumlah tunas angsana................................................ 38
7. Analisis ragam parameter jumlah tunas.................................................. 39
8. Hasil pengamatan panjang tunas angsana............................................... 39
9. Analisis ragam panjang tunas.................................................................. 39
10. Hasil pengamatan stek berakar angsana.................................................. 40
11. Analisis ragamstek berakar..................................................................... 40
12. Hasil pengamatan panjang akar angsana................................................ 40
13. Analisis ragam parameter panjang akar ................................................. 41
14. Hasil uji Duncan parameter panjang akar............................................... 41
15. Hasil pengamatan kecepatan(waktu) muncul tunas angsana.................. 41
16. Analisis ragam parameter kecepatan(waktu) muncul tunas.................... 42
17. Hasil uji Duncan parameter kecepatan(waktu) muncul tunas................. 42

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Diagram alir penelitian.......................................................................... 6
2. Tata letak perlakuan percobaan............................................................. 15
3. Penyiapan sungkup untuk tempat stek cabang angsana......................... 34
4. Media tumbuh stek yang sudah dimasukkan ke dalam polybag............ 34
5. Proses pengambilan bahan stek cabang angsana................................... 35
6. Proses perendaman stek cabang angsana ke dalam air kelapa,
ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau................. 35
7. Stek yang sudah diberi perlakuan perendaman ke dalam air
kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang
hijau, lalu dimasukkan ke dalam polybag.............................................. 36
8. Pengukuran panjang tunas stek cabang angsana..................................... 36
9. Pengukuran panjang akar stek cabang angsana...................................... 37
10. Stek cabang angsana yang mati akibat busuk........................................ 37

vi
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan jenis pohon penghasil
kayu berkualitas tinggi dari famili Papilionaceae (Joker, 2002). Kayu pohon
angsana tergolong keras dan berat, tinggi mencapai 30–40 m. Pohon angsana yang
dewasa, batangnya bisa berdiameter 2 m, biasanya bentuk pohon pendek,
terpuntir, beralur dalam, dan berbanir. Kayu pohon angsana mengeluarkan
eksudat merah gelap yang disebut „kino‟ atau darah naga. Daun majemuk dengan
5–11 anak daun, berbulu, duduk tersebar. Bunga mencapai panjang 6–13 cm di
ujung atau ketiak daun. Bunga berkelamin ganda, berwarna kuning cerah dan
beraroma harum (Juanda, 2002).
Jenis pohon ini tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk
Indonesia bagian timur seperti Papua dan Sulawesi. Tanaman angsana telah
dikenal sejak lama di berbagai negara terutama di kawasan Asia Tenggara, seperti
Filipina, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, baik sebagai tumbuhan pelindung di
sepanjang jalan maupun sebagai hiasan (Anggriani et al. 2013). Selain itu kayu
angsana juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kerangka bangunan,
tiang, jembatan, penutup dinding pilar, dan bantalan kereta api karena kayunya
yang awet, kuat dan tahan cuaca.
Pada zaman dahulu, kayu angsana merupakan salah satu kayu yang
digemari penduduk Indonesia, baik karena kualitas kayunya, keindahan motifnya,
maupun karena ukurannya yang besar. Namun sekarang karena telah hampir
punah di alam, kini Indonesia praktis tidak lagi menghasilkan kayu ini dalam
tingkat yang berarti secara ekonomi (Heyne, 1987). Oleh karena itu budidaya
pohon angsana perlu dilakukan untuk mempertahankan kelestariannya di alam
(Nurhayani dan Wulandari, 2019). Dapat dilakukan melalui perbanyakan secara
vegetatif, salah satunya dengan stek batang dari tanaman induk yang berkualitas,
2

yang selanjutnya ditambahkan zat tumbuh yang efektif (ZPT) sehingga dapat
hidup dan tumbuh dengan cepat, yang akhirnya dapat tersedia bibit untuk berbagai
kegiatan penanaman. Bibit yang baik dan berkualitas akan menghasilkan tanaman
yang baik sehingga akan mendukung keberhasilan pembangunan hutan
(Rumahorbo dkk., 2020).
Menurut Lakitan (1995), keuntungan yang diperoleh dalam perbanyakan
melalui stek yaitu teknik pelaksanaannya yang mudah dan cepat, tidak masalah
ketidakcocokkan, banyak bibit yang dihasilkan dari satu tanaman induk, dan bibit
yang dihasilkan memiliki sifat genetis yang sama dengan induknya. Menurut
Kristanto (2009), batang atau cabang yang digunakan untuk stek harus dalam
keadaan sehat, memiliki umur yang cukup sebagai bibit, pernah berbuah dan
bewarna hijau, serta ukuran stek yang ideal antara 20–30 cm. Untuk memenuhi
kebutuhan bibit pohon angsana yang besar dalam waktu yang singkat maka perlu
dilakukan usaha yakni mempercepat pertumbuhan bibit pohon angsana, salah
satunya dengan mempercepat pertumbuhan akar dan tunas.
Upaya peningkatan perkembangan stek dapat dilakukan dengan penggunaan
zat pengatur tumbuh (ZPT). Pemberian ZPT pada stek dapat mendorong dan
mempercepat pembentukan akar, merangsang pembentukan tunas baru, serta
meningkatkan jumlah dan kualitas tunas maupun akar (Hartman et al., 1997).
Keuntungan memakai ZPT atau perangsang pertumbuhan, antara lain
memperbaiki sistem perakaran dan mempercepat keluarnya akar bagi tanaman
muda (bibit), mencegah gugur daun, bunga dan buah (Maryadi, 2008).
ZPT terbagi menjadi 2 jenis yakni ZPT sintetis dan ZPT alami. ZPT sintetis
merupakan ZPT yang paling sering digunakan oleh para petani atau pengusaha
tanaman karena telah terbukti khasiatnya dan menguntungkan. Namun
penggunaan ZPT alami juga tidak kalah menguntungkan dibandingkan ZPT
sintetis, karena harganya yang lebih murah, mudah diperoleh, aman digunakan
dan lebih ramah lingkungan, serta pelaksanaannya lebih sederhana dan juga
pengaruhnya tidak jauh berbeda dengan ZPT sintetis (Kamillia et al. 2019).
ZPT alami yang akan digunakan pada penelitian ini adalah air kelapa,
ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau. Air kelapa
merupakan salah satu bahan alami yang mengandung hormon sitokinin 5,8 mg/l,
3

auksin 0,07 mg/l, dan giberelin serta senyawa lain (Bey et al., 2006). Lalu,
menurut Bambang (1998), zat kimia yang terkandung dalam bawang merah
adalah minyak astiri, sikloallin, dihidroallin, kaemferol, kuersetin dan floroglusin.
Beberapa gugus seperti dihidroallin termasuk zeatin yang merupakan senyawa-
senyawa sitokinin seperti yang terdapat pada air kelapa muda sebagai hormon
tumbuh alami yang berfungsi dalam pembelahan sel (Achmad, 2016). Serta
ekstrak kecambah kacang hijau mengandung fitohormon seperti auksin, giberelin,
dan sitokinin (Marliah et al., 2010). Dalam proses inisiasi akar, tanaman
memerlukan energi berupa glukosa, nitrogen, dan senyawa lain misalnya hormon
auksin sebagai ZPT dalam jumlah yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan
akar (Hartmann et al., 1997).
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai ZPT
terhadap keberhasilan hidup stek cabang angsana, sehingga perbanyakan pohon
angsana dengan cara stek cabang bisa menjadi alternatif dalam pengadaan bibit
pohon angsana.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau
berpengaruh terhadap keberhasilan stek angsana?
2. Apakah dari ketiga bahan ZPT alami (air kelapa, ekstrak bawang merah, dan
ekstrak kecambah kacang hijau) ada yang berpengaruh paling baik terhadap
keberhasilan stek angsana?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh perendaman dengan air kelapa, ekstrak bawang merah,
dan ekstrak kecambah kacang hijau terhadap keberhasilan pertumbuhan stek
angsana.
2. Mengetahui bahan ZPT alami (air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak
kecambah kacang hijau) yang berpengaruh paling baik terhadap keberhasilan
stek angsana.
4

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh atau mendapatkan zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang terbaik dalam mempercepat keberhasilan stek
angsana, memenuhi kebutuhan bibit untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi,
pengembangan ipteks pembibitan pohon hutan, dan menunjang pembangunan
hutan serta pengembangan ipteks dalam bidang kehutanan.

E. Kerangka Pemikiran
Menurut IUCN Red List (2020), pohon angsana tergolong dalam kategori
Endangered atau terancam punah yang artinya mempunyai resiko kepunahan di
alam liar. Maka dalam rangka regenerasi dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri
untuk berbagai kegiatan penanaman, maka perlu dilakukan peningkatan produksi
dan produktivitas tanaman angsana melalui penumbuhan sentra-sentra produksi
pembibitan angsana, karena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai cara
meregenerasinya dan menghasilkan bibit angsana dalam jumlah banyak dan
dalam waktu yang singkat. Permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan bibit
angsana pada umumnya pohon berbunga dan berbuah setiap tahun, namun ada
beberapa pohon dalam suatu populasi yang tidak berbunga atau berbunga sangat
sedikit, biasanya hanya 1–3 bunga dari setiap malai yang dapat menjadi buah dan
perkembangan untuk menjadi buah memerlukan waktu 3–4 bulan, dan dalam
buah angsana yang menonjol itulah yang terdapat bijinya, tidak seperti
kebanyakan famili Papilionaceae, buah angsana tidak terbelah dan dapat
diterbangkan oleh angin bahkan bisa mengembang dan dapat disebarkan melalui
air (Danarto, 2013). Maka dari itu ketersedian biji sangat terbatas dan sangat sulit
untuk regenerasi sehingga cara generatif dirasa kurang efisien karena memerlukan
waktu yang relatif lama.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan bibit pohon angsana yang
banyak dalam waktu yang singkat maka perlu dilakukan usaha, salah satunya
yakni dengan cara vegetatif yakni dengan stek. Adapun perbanyakan secara
vegetatif dapat dilakukan antara lain dengan stek cabang, stek batang, dan stek akar
(Simangungsong dkk., 2014). Stek adalah cara perbanyakan tanaman menggunakan
potongan tubuh tanaman (akar, daun, dan batang). Bagian pohon angsana yang
dapat digunakan untuk bahan stek di antaranya adalah stek cabang. Perbanyakan
5

secara stek merupakan cara yang paling cepat dan mudah untuk memperbanyak
tanaman sesuai genetiknya dibandingkan dengan biji. Salah satu keberhasilan stek
dalam membentuk akar dan tunas bergantung pada kandungan hormon di dalam
tanaman itu sendiri. Jika hormon endogen dalam tanaman tidak ada, maka perlu
diberi zat pengatur tumbuh (ZPT) atau hormon eksogen.
ZPT adalah senyawa yang dalam jumlah sedikit dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adanya ZPT golongan auksin stek
sangat mempengaruhi pembentukan akar pada stek sedangkan ZPT golongan
sitokinin sangat mempengaruhi pertumbuhan tunas baru. ZPT berdasarkan
sumbernya berasal dari sintetik dan alami. ZPT alami dapat diperoleh diantaranya
yaitu dari air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau.
Berdasarkan hasil penelitian Nasikhin (2015), pemberian macam dan
konsentrasi ZPT alami yaitu air kelapa, ekstrak kecambah kacang hijau, ekstrak
bawang merah dan urin sapi pada tanaman kakao berpengaruh sangat nyata
terhadap variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun,
panjang akar, jumlah akar, bobot basah tanaman, dan bobot kering tanaman
kecuali pada variabel kecepatan berkecambah, persentase berkecambah, dan
diameter batang. Oleh sebab itu maksud dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh perendaman air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak
kecambah kacang hijau, bahan mana yang berpengaruh paling baik terhadap
keberhasilan pertumbuhan stek angsana. Sehingga nantinya pertumbuhan akar ini
dapat dipacu menjadi lebih cepat, maka upaya penumbuhan sentra produksi dapat
dilakukan. Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat diagram alir pada
Gambar 1.
6

ZPT (Auksin dan Sitokinin)


- Membantu pertumbuhan akar
- Membantu pertumbuhan tunas

Sintetis Alami

Air kelapa Bawang Kecambah


merah kacang hijau

Langsung Ekstrak

Stek angsana

Disiram Disemprot Direndam

Peningkatan keberhasilan pada stek angsana 100 ppm

Gambar 1. Diagram alir penelitian.

F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun maka dapat dirangkum
hipotesis sebagai berikut:
1. Perendaman bahan stek dengan air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak
kecambah kacang hijau berpengaruh terhadap keberhasilan stek angsana.
2. Perendaman bahan stek dengan air kelapa berpengaruh paling baik terhadap
keberhasilan stek angsana dibandingkan dengan perendaman bahan stek
dengan ekstrak bawang merah dan ekstrak kecambah kacang hijau.
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pohon Angsana
Pohon angsana atau yang dikenal dengan Pterocarpus indicus Willd. adalah
suatu spesies pohon yang secara alami terdapat di wilayah Negara Asia Tenggara,
misalnya di Kamboja, Cina bagian utara, Timor Timur, Indonesia, Malaysia,
Papua Nugini, Filipina, Thailand hingga Vietnam. Penyebaran alami di Asia
Tenggara–Pasifik, mulai Birma Selatan menuju Asia Tenggara sampai Filipina
dan kepulauan Pasifik. Saat ini, pohon angsana juga telah dibudidayalkan oleh
masyarakat di daerah–daerah tropis lainnya, sehingga keberadaannya semakin
meluas (Joker, 2002).
Pohon angsana merupakan jenis pionir yang tumbuh baik di daerah terbuka
yang sedikit terlindung dari sinar matahari, baik di dataran tinggi maupun dataran
rendah. Tumbuh pada berbagai macam tipe tanah, dari yang subur ke tanah
berbatau. Biasanya ditemukan sampai ketinggian 600 meter dari permukaan laut,
namun masih bertahan hidup sampai 1.300 meter dari permukaan laut. Sering
menjadi tanaman hias di taman dan sepanjang jalan sebagai tanaman peneduh
(Joker, 2002).
Tanaman ini merupakan jenis pohon deciduous (gugur daun), yang tumbuh
dengan ketinggian 30–40 meter dengan diameter batang hingga lebih dari 2 meter.
Daun berukuran 12–22 cm, berbentuk pinnatus, dengan 5–11 lembar anak daun.
Bunga dihasilkan di dalam panikula dengan panjang 6–13 cm yang terdiri dari
sejumlah tertentu bunga, musim bunga sekitar Februari hingga Mei. Warna petal
kuning–oranye dan wangi (Joker, 2002).
Klasifikasi taksonomis pohon angsana adalah sebagai berikut (Willdenow,
1802).
Rhegnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
8

Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Fabales
Suku : Papilionaceae
Marga : Pterocarpus
Jenis : Pterocarpus indicus Willd.
Tanaman angsana (bahasa Indonesia “sono” atau “sana kembang”)
merupakan tanaman habitus pohon dengan tinggi 10–40 meter. Ujung ranting
berambut. Kelopak berbentuk lonceng sampai berbentuk tabung, bergigi 5, tinggi
7 mm. Mahkota berwarna kuning oranye. Daun mahkota berkuku, berbentuk
lingkaran, berlipat, melengkung. Polongan bertangkai di atas sisa kelopak, hampir
bulat lingkaran, dengan paruh di samping, pipih sekali, sekitarnya bersayap, tidak
membuka, dengan diameter 5 cm, pada sisi lebar dengan ibu tangkai daun yang
tebal. Biji kebanyakan satu. Pohon ini kerap kali ditanam (Steenis, 2006).

B. Perbanyakan Pohon Angsana


Di dalam suatu persemaian perbanyakan pohon dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu perbanyakan generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif adalah
perbanyakan menggunakan biji buah angsana. Keuntungan menggunakan teknik
perbanyakan generatif yaitu dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak
dengan biaya yang murah karena dalam satu pohon terdapat banyak buah angsana,
jadi dapat tersedia jumlah biji yang melimpah. Namun, cara ini kurang efektif
karena dalam mendapatkan biji yang sehat, berisi penuh, dan berkualitas sangat
sulit, dibutuhkan buah yang benar-benar masak dan sehat. Terlebih lagi dalam
pertumbuhannya untuk menjadi bibit yang siap tanam membutuhkan waktu yang
relatif lama dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetatif.
Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara pencangkokan,
stek batang, okulasi, sambung pucuk, penyusuan dan kultur jaringan. Dari
beberapa cara tersebut menurut Juanda dan Bambang (2000), stek batang,
sambung pucuk, penyusuan, dan kultur jaringan memberikan hasil yang lebih
baik. Salah satu perbanyakan vegetatif yang dapat digunakan pada tanaman
angsana adalah stek cabangnya. Perbanyakan dengan stek memiliki kelebihan
diantaranya yakni tingkat keberhasilan bibit untuk bertahan hidup lebih tinggi,
pertumbuhannya lebih cepat dan bibit yang dihasilkan berkualitas tinggi karena
9

memiliki sifat genetis yang sama dengan induknya, murah, dan mudah dilakukan.
Serta bahan stek mudah diperoleh dan waktu pengambilannya lebih cepat
(Irvantia dkk., 2014).
Beberapa kriteria untuk dapat memperoleh keberhasilan dalam stek batang
yaitu antara lain: batang yang digunakan untuk stek harus dalam keadaan sehat,
memiliki umur yang cukup sebagai bibit, pernah berbuah, dan berwarna hijau,
serta ukuran stek yang ideal antara 20–30 cm (Kristanto, 2009). Juga cabang
untuk bahan tanam harus memiliki kandungan hormon pertumbuhan (auksin),
nitrogen, dan karbohidrat tinggi sehingga akan cepat menumbuhkan akar (Redaksi
AgroMedia, 2009). Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan untuk
mendapatkan bibit stek tanaman angsana yang berkualitas baik adalah
pemeliharaan bibit serta pemberian zat pengatur tumbuh untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman tersebut.

C. Zat Pengatur Tumbuh


ZPT (zat pengatur tumbuh) merupakan zat senyawa organik selain zat hara
yang dalam jumlah sedikit dapat mempengaruhi proses fisiologis bagi tanaman
(Marezta, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan oleh
substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah, yang disebut substansi
pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan, fitohormon atau pengatur
pertumbuhan tanaman (plant growth regulators) (Gardner et al., 1991).
Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok yaitu, Auksin,
Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Asam Absisat dengan ciri khas serta pengaruh
yang berlainan terhadap proses fisiologis tanaman (Salisbury dan Ross, 1995).
Tiga kelompok pertama bersifat positif bagi pertumbuhan pada konsentrasi
fisiologis, etilena dapat mendukung maupun menghambat, dan asam absisat
merupakan penghambat (inhibitor) pertumbuhan (Harjadi, 2009). Hormon yang
paling sering digunakan pada perbanyakan tanaman yaitu auksin dan sitokinin.
Auksin dan sitokinin merupakan dua jenis zat pengatur tumbuh tanaman yang
seringkali digunakan untuk menginduksi morfogenetik tanaman. Hormon auksin
ditemukan dalam jaringan muda yaitu pada pucuk dan endosperma yang sel-
selnya masih aktif membelah (Santoso dan Nursandi, 2003). Fungsi hormon
auksin dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai pengatur pembesaran sel dan
10

memicu pemanjangan sel di daerah ujung meristem. Auksin berperan penting


dalam pertumbuhan, sehingga digunakan untuk memacu kecepatan pertumbuhan
tanaman dalam menginduksi akar. Sitokinin mempunyai peranan dalam proses
pembelahan sel. Bentuk dasar dari sitokinin adalah adanya gugus adenin (6-amino
purine) yang menentukan kerja sitokinin yakni meningkatkan aktivitas dalam
proses fisiologis tanaman. Dalam penelitian kultur jaringan, apabila konsentrasi
sitokinin lebih besar dari auksin, maka akan terjadi stimulasi pertumbuhan tunas
dan daun, sebaliknya bila sitokinin lebih rendah daripada auksin, maka terjadi
stimulasi pertumbuhan akar. Sebaliknya, bila perbandingan sitokinin dan auksin
berimbang, maka pertumbuhan tunas, akar dan daun akan berimbang pula
(Abidin, 1994).

D. Zat Pengatur Tumbuh Alami


Zat pengatur tumbuh berdasarkan sumbernya, ada secara alami maupun
sintetik. Umumnya ZPT alami langsung tersedia di alam dan berasal dari bahan
organik, contohnya air kelapa, urin sapi, ekstrak buah-buahan (tomat, pisang
ambon, alpukat) dan dari bagian tanaman lainnya seperti ekstrak bawang merah
dan ekstrak kecambah kacang hijau (Nurlaeni dan Surya, 2015). ZPT yang
bersumber dari bahan organik lebih bersifat ramah lingkungan, mudah didapat,
aman digunakan, dan lebih murah. Penelitian ini menggunakan air kelapa, ekstrak
bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau karena dari ketiga bahan
tersebut mengandung hormon pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hartmann et al. (1997), yang menyatakan bahwa dalam proses inisiasi akar,
tanaman memerlukan energi berupa glukosa, nitrogen, dan senyawa lain misalnya
hormon auksin sebagai ZPT dalam jumlah yang cukup untuk mempercepat
pertumbuhan akar.

1. Air Kelapa
Kristina dan Syahid (2012), mengatakan bahwa air kelapa merupakan ZPT
alami yang dapat digunakan untuk memacu pembelahan sel dan merangsang
pertumbuhan tanaman. Air kelapa mengandung sitokinin dan auksin yang baik
bagi pertumbuhan tanaman. Air kelapa juga mengandung vitamin, mineral, dan
sukrosa yang cukup beragam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari
11

National Institute of Molecular Biology and Biotechnology (BIOTECH) di UP Los


Baños (2006) dalam Fatimah (2008), menujukkan bahwa air kelapa kaya akan
potasium (kalium) hingga 17 %. Mineral lainnya antara lain Natrium (Na),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), Fosfor (P) dan Sulfur
(S). Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 sampai 2,6
%, protein 0,07 hingga 0,55 % dan mengandung berbagai macam vitamin seperti
asam sitrat, asam nikotina, asam pantotenal, asam folat, niacin, riboflavin dan
thiamin. Terdapat pula 2 hormon alami yaitu auksin dan sitokinin sebagai
pendukung pembelahan sel embrio kelapa.
Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005),
ternyata dalam air kelapa muda terdapat Giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255 ppm
GA5, 0,053 ppm GA7), Sitokinin (0,441 ppm Kinetin, 0,247 ppm Zeatin) dan
Auksin (0,237 ppm IAA). Serta menurut Karimah et al. (2013), air kelapa adalah
salah satu bahan alami, didalamnya terkandung hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l,
auksin 0,07 mg/l dan giberelin sedikit sekali serta senyawa lain yang dapat
menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan.
Hasil penelitian Aguzaen (2009), penggunaan air kelapa dengan konsentrasi
25% secara nyata meningkatkan panjang batang, jumlah daun, luas daun, panjang
akar terpanjang, jumlah akar dan berat kering bibit stek lada. Kemudian,
berdasarkan hasil penelitian Aysa et al. (2013), perlakuan perendaman dengan
konsentrasi air kelapa 60 % memberikan pengaruh yang nyata pada persentase
tumbuh sebesar 100% pada stek buah naga. Selanjutnya berdasarkan hasil
penelitian Wardoyo (1996), menunjukkan stek yang direndam selama 18 jam
dalam air kelapa muda dengan konsentrasi 75%, memberikan pengaruh terbaik
terhadap pertumbuhan stek cabang angsana atau sonokembang. Serta hasil
penelitian Renvillia (2015), perendaman stek batang jati selama 5 jam dengan
konsentrasi air kelapa 100% berpengaruh nyata pada panjang tunas, jumlah akar,
dan persentase tumbuh stek batang jati.

2. Ekstrak Bawang Merah


Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perakaran adalah auksin,
namun relatif mahal dan sulit diperoleh. Maka dari itu untuk mengganti auksin
sintetis dapat digunakan ekstrak bawang merah. Ekstrak bawang merah
12

mengandung sitokinin dan auksin, selain itu juga mengandung minyak atsiri,
sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptida,
fitohormon, vitamin, dan zat pati dimana semua itu berperan dalam proses
metabolisme tanaman (Muswita, 2011). Marfirani et al. (2014), juga pernah
menyatakan bahwa pada bawang merah terdapat senyawa yang disebut allin yang
kemudian akan berubah menjadi senyawa thiosulfinat seperti allicin. Allicin
dengan thiamin (vitamin B) membentuk allithiamin yang memperlancar
metabolisme pada jaringan tumbuhan.
Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudaryono dan Soleh
(1994), menyatakan bahwa bawang merah dapat digunakan untuk mempercepat
pertumbuhan akar dan proses pencangkokan anakan tanaman salak. Juga dalam
penelitian Kasijadi et al. (1999), berpendapat bahwa penggunaan limbah bawang
merah 75 g/cangkok untuk induksi akar dapat meningkatkan keberhasilan
cangkok sebesar 10% pada cangkokan anakan salak.
Juga berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Muswita (2011),
menyebutkan konsentrasi bawang merah 1 % merupakan konsentrasi yang
optimal untuk persentase stek hidup dan konsentrasi 0,5 % untuk jumlah akar stek
gaharu. Setyowati (2004), menyatakan pemberian bawang merah dengan
konsentrasi 75% memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan panjang akar,
panjang tunas dan jumlah tunas pada stek mawar. Selanjutnya, hasil penelitian
Fajrian (2000), menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak bawang merah dengan
konsentrasi 150 g/1 liter air dengan merendam stek cabang sungkai selama 5 jam
memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan stek cabang sungkai atau kayu
lurus (Peronema canescens).

3. Ekstrak Kecambah Kacang Hijau


Peran fisiologis dari hormon auksin antara lain mendorong perpanjangan
sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, pembentukan akar,
dominan apikal, respon tropisme serta menghambat pengguguran daun. Hormon
ini juga terkandung dalam ekstrak kecambah kacang hijau (taoge). Ekstrak
kecambah kacang hijau sendiri mengandung vitamin, asam amino, karbohidrat,
protein, dan hormon auksin (Warohmah, 2017). Berdasarkan hasil penelitian
Soeprapto (1992), Asam amino esensial yang terkandung dalam protein kecambah
13

kacang hijau antara lain adalah triptofan 1,35 %, treonin 4,50 %, fenilalanin 7,07
%, metionin 0,84 %, lisin 7,94 %, leusin 12,90 %, isoleusin 6,59 %, valin 6,25 %.
Rismunandar (1992), juga pernah mengatakan bahwa triptofan merupakan bahan
baku sintesis IAA (Indole Acetic Acid). Indole Acetic Acid (IAA) merupakan salah
satu jenis auksin yang berpengaruh terhadap perkembangan sel, meningkatkan
sintesis protein, meningkatkan permeabilitas sel, dan melunakkan dinding sel
(Warohmah, 2017).
Berdasarkan penelitian Nurmiati dan Gazali (2019), menunjukkan bahwa
perlakuan ekstrak kecambah kacang hijau yaitu pada konsentrasi 20% dan lama
perendaman selama 12 jam paling berpengaruh signifikan terhadap panjang akar
tanaman terung. Selanjutnya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amilah
dan Astuti (2006), ekstrak kecambah kacang hijau sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan anggrek bulan secara in-vitro dengan konsentrasi tertinggi yaitu 150
g/l pada variabel tinggi tanaman, panjang dan jumlah daun, serta panjang dan
jumlah akar. Serta berdasarkan penelitian Huda dkk. (2019), perlakuan pada stek
pucuk jabon putih dengan perendaman ekstrak kecambah kacang hijau dengan
konsentrasi 75% dengan lama perendaman selama 15 menit mendapatkan hasil
terbaik pada jumlah akar, jumlah daun, tinggi tanaman, berat basah dan berat
kering, yang ditunjukkan dengan pertambahan tinggi tanaman, jumlah akar, dan
jumlah daun. Hal ini disebabkan pemberian ekstrak kecambah kacang hijau
mampu merangsang perakaran sehingga akar dapat menyerap air dan hara.
14

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2020–Februari 2021.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, pisau, gunting
stek, golok, cangkul, gergaji, palu, gelas ukur, tempat perendaman (ember), kertas
label, terpal bening, penggaris dan sungkup.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek cabang pohon
angsana dengan panjang 20 cm, media semai berupa campuran top soil (tanah
lapisan atas), pasir, kompos dengan perbandingan 1:1:1, air kelapa muda, ekstrak
bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau.

C. Metode Pengambilan Data


Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan bahan yang mengandung zat pengatur tumbuh, yaitu
air kelapa 100 ppm (Z1), ekstrak bawang merah 100 ppm (Z2) ekstrak kecambah
kacang hijau100 ppm (Z3), dan kontrol (tanpa ZPT) (Z4). Setiap satuan percobaan
terdiri atas 5 stek, dan diulang sebanyak 5 kali, sehingga total sebanyak 100 stek.
Model linear yang digunakan sebagai berikut (Ott dan Longnecker, 2015):
Y ij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = rata-rata pengamatan pada zat pengatur tumbuh ke-i,ulangan ke-j;
μ = rata-rata umum;
τi = pengaruh zat pengatur tumbuh ke-i;
ε ij = galat zat pengatur tumbuh ke-i-, ulangan ke-j.
15

Z22 Z13 Z31 Z23 Z25


Z34 Z32 Z14 Z11 Z43
Z41 Z33 Z21 Z35 Z12
Z45 Z44 Z24 Z42 Z15

Gambar 2. Tata letak unit percobaan dalam RAL.

Keterangan:
Z11=Perlakuan Z1(air kelapa 100 ppm) pada ulangan ke - 1
Z12=Perlakuan Z1 (air kelapa 100 ppm) pada ulangan ke - 2
Z13=Perlakuan Z1 (air kelapa 100 ppm) pada ulangan ke - 3
Z14=Perlakuan Z1 (air kelapa 100 ppm) pada ulangan ke - 4
Z15=Perlakuan Z1 (air kelapa 100 ppm) pada ulangan ke - 5
Z21=Perlakuan Z2 (ekstrak bawang merah 100 ppm) pada ulangan ke - 1
Z22=Perlakuan Z2 (ekstrak bawang merah 100 ppm) pada ulangan ke - 2
Z23=Perlakuan Z2 (ekstrak bawang merah 100 ppm) pada ulangan ke - 3
Z24=Perlakuan Z2 (ekstrak bawang merah 100 ppm) pada ulangan ke - 4
Z25=Perlakuan Z2 (ekstrak bawang merah 100 ppm) pada ulangan ke - 5
Z31=Perlakuan Z3 (ekstrak kecambah kacang hijau100 ppm) pada ulangan ke - 1
Z32=Perlakuan Z3 (ekstrak kecambah kacang hijau100 ppm) pada ulangan ke -2
Z33=Perlakuan Z3 (ekstrak kecambah kacang hijau 100 ppm) pada ulangan ke - 3
Z34=Perlakuan Z3 ekstrak kecambah kacang hijau100 ppm) pada ulangan ke - 4
Z35=Perlakuan Z3 (ekstrak kecambah kacang hijau100 ppm) pada ulangan ke - 5
Z41=Perlakuan Z4 (tanpa ZPT) pada ulangan ke - 1
Z42=Perlakuan Z4 (tanpa ZPT) pada ulangan ke - 2
Z43=Perlakuan Z4 (tanpa ZPT) pada ulangan ke - 3
Z44=Perlakuan Z4 (tanpa ZPT) pada ulangan ke - 4
Z45=Perlakuan Z4 (tanpa ZPT) pada ulangan ke - 5

D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Media Penyemaian
Media tanam yang digunakan berupa campuran top soil (tanah lapisan atas),
pasir, dan kompos dengan perbandingan 1:1:1. Media dimasukkan ke dalam
polybag berukuran 15x20 cm dengan kapasitas 3/4 volume polybag. Polybag
16

kemudian disusun pada petak lahan sesuai dengan tata letak percobaan yakni di
dalam sungkup yang telah dibuat.

2. Persiapan Bibit
Bahan stek angsana diambil dari tanaman milik koleksi Universitas
Lampung yang berada di depan Gedung Graha Kemahasiswaan. Panjang stek
angsana yang digunakan 20 cm.

3. Persiapan Air Kelapa, Ekstrak Bawang Merah dan Ekstrak Kecambah Kacang
Hijau
Volume total (pada campuran air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak
kecambah kacang hijau dengan air) pada masing-masing konsentrasi adalah 100
ml. Sebelum dilakukan aplikasi perendaman, air kelapa, ekstrak bawang merah,
dan ekstrak kecambah kacang hijau disterilisasi terlebih dahulu dengan cara
dimasak sampai suhu 100oC. Setelah dimasak, didiamkan hingga uap airnya
menghilang lalu dicampurkan dengan air sesuai konsentrasi yang digunakan.
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh bakteri yang tidak diinginkan sehingga
air kelapa, ekstrak bawang merah, dan ekstrak kecambah kacang hijau lebih tahan
lama dan juga dapat untuk meningkatkan ZPT alami seperti sitokinin dan auksin
(Kristina dan Syahid, 2012).

4. Aplikasi Perlakuan dan Penyemaian Stek Angsana


Aplikasi perlakuan dilakukan dengan merendam batang angsana pada
bagian bawah/ bagian akar dengan panjang bagian yang direndam 10 cm selama 3
Jam. Setelah itu, stek cabang disemai pada media penyemaian stek sepanjang 10
cm dari pangkal cabang dan diletakkan di sungkup plastik yang telah dibuat di
bedeng persemaian.

5. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan stek angsana antara lain sebagai berikut.
1. Menjaga kelembapan media
Menjaga kelembapan dilakukan dengan cara penyiraman sampai kondisi
kapasitas lapang dan ditutup dalam sungkup plastik.
17

2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila di dalam polybag terdapat gulma, dengan cara
mencabut gulma-gulma yang tumbuh sampai ke akarnya.

E. Variabel Pengamatan
Parameter yang diamati meliputi persentase jumlah stek bertunas, jumlah
tunas, panjang tunas, persentase jumlah stek berakar, panjang akar, dan
kecepatan(waktu) muncul tunas. Variabel yang akan diamati meliputi beberapa
hal sebagai berikut.
1. Persentase jumlah stek bertunas (ST)
Persentase stek bertunas diukur dengan menghitung persentase stek bertunas
pada akhir pengamatan.
Rumus yang digunakan adalah:

2. Jumlah tunas (JT)


Jumlah tunas diukur dengan menghitung tunas yang terbentuk pada akhir
pengamatan.
3. Panjang tunas (PT)
Panjang tunas diukur dari pangkal tunas sampai ujung tunas (buku-buku
teratas), pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan.
4. Persentase jumlah stek berakar (SA)
Persentase stek berakar dihitung dengan menghitung persentase stek yang
berakar pada akhir pengamatan.
Rumus yang digunakan adalah:

5. Panjang akar (PA)


Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar, pengukuran
dilakukan pada akhir pengamatan.
18

6. Kecepatan(waktu) muncul tunas (KT)


Jumlah kemunculan tunas setiap stek diamati setiap harinya hingga akhir
penilitian semua bibit bertunas. Munculnya tunas ditandai dengan pecahnya
mata tunas.

F. Analisis Data
1. Analisis homogenitas ragam diuji menggunakan uji Bartlett untuk menentukan
ada tidaknya kehomogenan data, dan hasil dari perhitungannya disajikan ke
dalam bentuk tabel (Gaspersz, 1994).
Rumus yang digunakan adalah:

{ }
Jika X2hitung > X2tabel, maka data yang diperoleh tidak homogen, sehingga perlu
dilakukan transformasi data menggunakan transformasi akar √Y+1. Sedangkan
jika X2 hitung < X2 tabel, maka homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan
analisis ragam.
2. Analisis keragaman (sidik ragam) dengan uji F. Analisis ragam dilakukan untuk
menguji hipotesis tentang faktor perlakuan terhadap keragaman data hasil
percobaan atau untuk menyelidiki ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap
keragaman data hasil penelitian.
Rumus yang digunakan adalah:
19

Jika Fhitung > Ftabel, maka terdapat pengaruh nyata dari perlakuan yang
diberikan. Kemudian dilanjutkan dengan pembandingan nilai rata-rata
perlakuan dengan uji Duncan pada taraf 5 %. Namun jika Fhitung < Ftabel, maka
tidak ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut.
3. Analisis pembandingan nilai rata-rata perlakuan dengan uji Duncan. Untuk
mengetahui ZPT yang paling baik terhadap keberhasilan stek angsana, maka
dilakukan uji perbandingan nilai rata-rata antarperlakuan dilakukan
menggunakan uji Duncan. Semua perhitungan dilakukan pada taraf nyata 5%.
Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan :
p = jarak peringkat 2 perlakuan,
v = derajat bebas galat,
 = taraf nyata,
KTG = kuadrat tengah galat,
r = ulangan.
26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Perendaman dengan air kelapa, ekstrak bawang merah dan ekstrak kecambah
kacang hijau terbukti berpengaruh nyata pada kecepatan(waktu) munculnya
tunas stek cabang angsana sedangkan pada parameter panjang akar hanya air
kelapa saja yang berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan ekstrak bawang
merah dan ekstrak kecambah kacang hijau, namun tidak berbeda nyata pada
kontrol.
2. Air kelapa merupakan bahan alami terbaik yang berpengaruh terhadap
kecepatan(waktu) munculnya tunas dan panjang akar stek cabang angsana
dibandingkan ekstrak bawang merah dan ektrak kecambah kacang hijau.

B. Saran
Penelitian berbagai dosis dan lama waktu perendaman menggunakan air
kelapa dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan stek cabang angsana.
27

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1994. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Penerbit Angkasa. Bandung. 85 hlm.

Abimanyu, B., Safe‟i, R., Hidayat, W. 2019. Aplikasi metode forest health
monitoring dalam penilaian kerusakan pohon di Hutan Kota Metro. J. Sylva
Lestari. 7(3): 289–298.

Achmad, B. 2016. Efektivitas Rootone-F, air kelapa muda dan ekstrak bawang
merah dalam merangsang pertumbuhan stek batang pasak bumi. J. Hutan
Tropis. 4(3): 224–231.

Adman, B., Noorcahyati. 2011. Uji coba perbanyakan gemor melalui stek batang.
Prosiding Workshop: Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2010. 433–
436.

Aguzaen, H. 2009. Respon pertumbuhan bibit stek lada (Piper nisrum L.)
terhadap pemberian air kelapa dan berbagai jenis CMA. J. Agronobis. 1(1):
36–47.

Amilah, Astuti, Y. 2006. Pengaruh konsentrasi ekstrak touge dan kacang hijau
pada media vacin and went (VW) terhadap pertumbuhan kecambah anggrek
bulan (Phalaeonopsis amabilis L.). Bulletin Penelitian (9): 78–96.

Anggriani, D., Sumarmin, R., Widiana, R. 2013. Pengaruh Antifeedant ekstrak


kulit batang angsana (Pterocarpus indicus Willd.) terhadap feeding strategy
wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Pendidikan Biologi STKIP PGRI
Sumatra Barat. 2(1): 1–5.

Ariandi, E. A., Duryat, Santoso, T. 2018. Analisis rendemen atsiri biji pala
(Myristica fragrans) pada berbagai kelas intensitas cahaya matahari di Desa
Batu Keramat Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus. J. Sylva
Lestari. 6(1): 24–31.

Aysa, N., Rosneti, H., Rover. 2013. Pengaruh perendaman dengan air kelapa
muda dan pupuk growmore terhadap pertumbuhan stek buah naga
(Hylocereus polyhizus). J. Green Swarnadwipa. 3 (1): 11–19.
28

Bambang, N. 1998. Menyetek Dengan Bumbu Dapur. Trubus 344-Th XXIX-Juli


1998. Jakarta.

Bey, Y., Syafii, W., Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin dan air kelapa
terhadap pertumbuhan anggrek bulan. J. Biogenesis. 2(2): 41–46.

Danarto, S. A. 2013. Sebaran anakan angsana (Pterocarpus indicus Wild.) di


Kebun Raya Purwodadi – LIPI. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi
FKIP UNS. 4 hlm.

Fajrian, N. 2000. Efektivitas hormon tumbuh alami bawang merah (Allium


ascolomicum L.) terhadap pertumbuhan stek mata tunas cabang sungkai
dalam sungkup plastik. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.

Fatimah, S. N. 2008. Efektivitas air kelapa dan leri terhadap pertumbuhan


tanaman hias bromelia (Neoregelia carolinae) pada media yang berbeda.
Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Gardner, F. P., Pearce, R. B., Mitchell R. L. 1991. Physiology of Crop Plants.


Universitas Indonesia Press. Jakarta. 428 hlm.

Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung.


472 hlm.

Harjadi, S. S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hlm.

Hartmann, H. T., Kester, D. E., Davies, F. T., R. L. Geneve. 1997. Plant


Propagation (6th Edition) by Cutting. Upper Saddle River. New Jersey.
276–327.

Hasanah, N. F., Setiari, N. 2007. Pembentukan akar pada stek batang nilam
(Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA (Indol Butyric Acid)
pada konsentrasi berbeda. J. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 15(2): 1–6.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Buku. CV Rajawali. Jakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 2. Yayasan Sarana Wana


Jaya. Jakarta. 998–1003.

Huda, N., Mukarlina, Wardoyo, E. R. P. 2019. Pertumbuhan stek pucuk jabon


putih (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) dengan perendaman
menggunakan ekstrak kecambah kacang hijau (Vigna radiata). J.
Protobiont. 8(3): 28–33.
29

Joker, D. 2002. Informasi singkat benih (Pterocarpus indicus Willd.). Indonesia


Forest Seed Procejt. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.

Juanda, D., Cahyono, B. 2000. Manggis Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta. 79 hlm.

Juanda. 2002. Informasi Singkat Benih Angsana (Pterocarpus indicus Willd.).


Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung.

Irvantia, W., Indriyanto., Riniarti, M. 2014. Pengaruh jumlah ruas cabang


terhadap pertumbuhan setek bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea). J.
Sylva Lestari. 2(1): 59–66.

IUCN. 2020. IUCN Red List Threatened Species Version 2020.1.


www.iucnredlist.org. Diakes pada tanggal 23 Mei 2020.

Kamillia, G., Sulichantini, E. D., Pujowati, P. 2019. Pengaruh pemberian berbagai


bahan zat pengatur tumbuh alami pada pertumbuhan bibit cempedak
(Artocarpus champeden Lour.). J. Agroekoteknologi Tropika Lembab. 2(1):
20–23.

Karimah, A., Purwanti, S., Rogomulyo, R. 2013. Kajian perendaman rimpang


temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam urin sapi dan air kelapa
untuk mempercepat pertunasan. J. Vegetalika. 2(2): 1–6.

Kasijadi, F., Purbiati, T., Mahfudi, M. C., Sudaryono, T., Soemarsono, S. R. 1999.
Teknologi pembibitan salak secara cangkok. J. Hort. 9(1): 1–7.

Kristanto, D. 2009. Buah Naga : Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar


Swadaya. Jakarta. 92 hlm.

Kristina, N. N., Syahid, S. F. 2012. Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi


tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan xanthorrhizol temulawak
di lapangan. J. Penelitian Tanaman Industri. 18(3): 125–134.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Buku. Jasaguna. Bogor. 97


hlm.

Lakitan, B. 1995. Hortilkultura : Teori, Budaya, dan Pasca Panen. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 219 hlm.

Leovici, H., Kastono, D., Tarwaca, E. 2014. Pengaruh macam dan konsentrasi
bahan organik sumber ZPT alami terhadap nawal tebu (Saccharum
officinarum L.). J. Vegetika. 3(1): 1–13.
30

Marezta, D. T. 2009. Pengaruh dosis ekstrak rebung bambu betung


(Dendrocalamus asper Backer ex Heyne) terhadap pertumbuhan semai
sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). Skripsi. Departemen
Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Marfirani, M., Yuni, S. R., Evie, R. 2014. Pengaruh berbagai konsentrasi filtrat
umbi bawang merah dan Rootone-F terhadap pertumbuhan stek melati. J.
Agro. 4(1): 73–76

Marliah, A., Nurhayati, Herita, M. 2010. Pengaruh pupuk organik cair nasa dan
zat pengatur tumbuh atonik terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah
(Arachis hypogaea L). J. Agrista. 3(1): 1–13.

Maryadi. 2008. Aplikasi komposisi medium dan zat pengatur tumbuh pada anakan
salak pondoh (Salacca edulis Reinw). Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Pekanbaru.

Muswita. 2011. Konsentrasi bawang merah (Alium cepa L.) terhadap


pertumbuhan stek gaharu (Aquilaria malaccencis Oken). J. Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains. 13(1): 15–20.

Nasikhin. 2015. Pengaruh macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT)
alami terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih kakao (Theobroma
cacao L.). Skripsi. Universitas Pekalongan. Pekalongan.

Noggle, G. R., Fritz, G. R. 1983. Introductory Plant Physiology. Buku.


Englewood Cliffs. New Jersey. 627 hlm.

Nurhayani, F. O., Wulandari, A. S. 2019. Pengaruh periode dan media simpan


terhadap viabilitas benih kenanga (Cananga odorata (Lam.) Hook.f. &
Thomson forma genuina): J. Sylva Lestari. 7(3): 277–288.

Nurlaeni, Y., Surya, M. I. 2015. Respon stek pucuk Camelia japonica terhadap
pemberian zat pengatur tumbuh organik. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversifikasi Indonesia.1(5): 1211–1215.

Nurmiati, Gazali, Z. 2019. Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak


tauge (Vigna radiata L.) terhadap perkecambahan terung (Solanum
melongena L.). J. Pendidikan Biologi dan Sains (PENBIOS). 4(1): 41–46.

Ott, R. L., Longnecker, M. 2015. An introduction to statistical methods and data


analysis. (Seventh Edition). Cengage Learning. USA.

Panjaitan, M. 2000. Pengaruh konsentrasi IBA dan lama perendaman terhadap


persentase keberhasilan pertumbuhan stek pucuk jeruk nipis. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara.
Medan.
31

Putra, F., Indriyanto, Riniarti, M. 2014. Keberhasilan hidup stek pucuk jabon
(Anthocephalus cadamba) dengan pemberian beberapa konsentrasi
Rootone-F. J. Sylva Lestari. 2(2): 33–40.

Redaksi AgroMedia. 2009. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. AgroMedia


Pustaka, Jakarta. 50 hlm.

Renvillia, R., Bintoro, A., Riniarti, M. 2015. Penggunaan air kelapa untuk stek
batang jati (Tectona grandis). J. Sylva Lestari. 4(1): 61–68.

Rismunandar. 1992. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. 58


hlm.

Romdyah, N. L., Indriyanto, Duryat. 2017. Skarifikasi dengan perendaman air


panas dan air kelapa muda terhadap perkecambahan benih saga
(Adenanthera pavonina L.). J. Sylva Lestari. 5(3): 58–65.

Rumahorbo, A. S. R., Duryat, Bintoro A. 2020. Pengaruh pematahan masa


dormansi melalui perendaman air dengan stratifikasi suhu terhadap
perkecambahan benih aren (Arenga pinnata). J. Sylva Lestari. 8(1): 77–84.

Salisbury, F. B., Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Edisi keempat.


ITB. Bandung. 343 hlm.

Santoso, U., Nursandi, F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas


Muhammadiyah Malang Press. Malang. 156 hlm.

Sari, E., Indriyanto, Bintoro, A. 2016. Respon stek cabang bambu betung
(Dendrocalamus asper) akibat pemberian asam indol butirat (AIB). J. Sylva
Lestari. 4(2): 61–68.

Savitri, S. V. H. 2005. Induksi akar stek batang sambung nyawa (Gynura


drocumbens (Lour.) Merr.) menggunakan air kelapa. Skripsi: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setyowati, T. 2004. Pengaruh ekstrak bawang merah (Alium cepa L.) dan ekstrak
bawang putih (Allium sativum L.) tehadap pertumbuhan stek bunga mawar
(Rosa sinensis L.). Skripsi. Program Studi Biologi, Jurusan MIPA, FKIP,
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Simangungsong, Y, K., Indriyanto, Bintoro, A. 2014. Respon stek cabang bambu


kuning (Bambusa vulgaris) terhadap pemberian AIA. J. Sylva Lestari. 2(1):
95–100.

Soeprapto, H. S. 1992. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta. 33


hlm.

Steenis, V. 2006. Flora. Cetakan Kelima. PT. Pradya Paramita. Jakarta. 495 hlm.
32

Sudaryono, T., Soleh, M. 1994. Induksi akar pada perbanyakan salak secara
vegetatif. J. Penelitian Hortikultura. 6(2): 1–12.

Sudomo, A., Rohandi, A., Mindawati, N. 2013. Penggunaan zat pengatur tumbuh
Rootone-F pada stek pucuk manglid (Manglietia glauca Bl.). J. Penelitian
Hutan Tanaman. 10(2): 57–63.

Sumisari, N., Priadi, D. 2003. Pertumbuhan stek cabang sungkai (Peronema


canescens Jack.) pada berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh (GA3)
dalam media cair. J. Natur Indonesia. 6(1): 1–2.

Tarigan, K. 2004. Profil Pengusahaan (Budidaya) Gaharu. Buku. Departemen


Kehutanan. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. 43 hlm.

Ulfa. 2014. Peran senyawa bioaktif tanaman sebagai zat pengatur tumbuh dalam
memacu produksi umbi mini kentang (Solanum tuberosum L.) pada sistem
budidaya aeroponik. Disertasi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 38 hlm.

Wardoyo. 1996. Respon pertumbuhan stek cabang angsana (Peronema canescens


Jack.) terhadap posisi penanaman dan hormon tumbuh air kelapa muda.
Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Warohmah, W. 2017 Pengaruh pemberian dua jenis zat pengatur tumbuh alami
terhadap pertumbuhan seedling manggis (Garcinia mangostana L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian,Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Willdenow, C. L. 1802. Species plantarum. Sp. Pi ed 4, 3(2): 904.

Anda mungkin juga menyukai