Anda di halaman 1dari 113

PENGARUH DAUN LAMTORO SEBAGAI BAHAN

PEMERAMAN TERHADAP PERUBAHAN SIFAT


FISIKOKIMIA BUAH PISANG RAJA (Musa paradisiaca L)
DAN PISANG AMBON (Musa paradisiaca var. sapientum
(L) Kunt).

SKRIPSI

Oleh:
ARIS IRFANDI
NIM 115100201111002

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAWA
MALANG
2017
i
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul TA :Pengaruh Daun Lamtoro Sebagai Bahan


Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa
paradisiaca L) dan Pisang Ambon (Musa
paradisiaca var. sapientum (L) Kunt).

Nama : Aris Irfandi


Mahasiswa
NIM : 115100201111002
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian

Dosen Pembimbing Pertama Dosen Pembimbing Kedua

Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP Ir. Darwin Kadarisman, MS


NIP. 19631231 199303 1 021 NIP : 19470917 197403 1 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Judul TA : Pengaruh Daun Lamtoro Sebagai Bahan


Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa
paradisiaca L) dan Pisang Ambon (Musa
paradisiaca var. sapientum (L) Kunt).

NamaMahasiswa : Aris Irfandi


NIM : 115100201111002
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP Ir. Darwin Kadarisman, MS


NIP. 19631231 199303 1 021 NIP. 19470917 197403 1 001

Dosen Penguji III, Ketua Jurusan,

Dr. Ir. Ary Mustofa Ahmad, MP La Choviya Hawa, STP. MP. Ph.D
NIP. 19600306 198601 1 001 NIP. 19780307 200012 2 001

iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di
Probolinggo, pada hari Rabu
tanggal 15 Desember 1993 dari
pasangan Bapak Drs. Soedjiwisoko
dan Ibu Juwariyah. Penulis adalah
putra kedua dari dua bersaudara
Penulis memulai pendidikan
formal pada tahun 1996-1999 di TK
Panti Indria Dungun Kabupaten
Probolinggo, tahun 1999-2002
SDN Bayeman 1 Kabupaten
Probolinggo, tahun 2002-2005
SDN Sukabumi 4 Probolinggo,
tahun 2005-2008 MTs Assalaam
Surakarta, tahun 2008- 2011 SMA Assalaam Surakarta, dan
pada tahun 2011, penulis diterima di Universitas Brawijaya
(UB) Malang melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam
organisasi himpunan mahasiswa keteknikan pertanian
sebagai anggota pada periode 2012-2013. Selain itu penulis
juga aktif dalam kepanitiaan acara kegiatan Orientasi
Pengenalan Jurusan (OPJ) Keteknikan Pertanian UB
sebagai divisi kesehatan periode 2012-2013 dan Pengenalan
Kehidupan Kampus (PK2) FTP UB sebagai divisi kesehatan
periode 2013-2014.

iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Aris Irfandi.
NIM : 115100201111002
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi :Pengaruh Daun Lamtoro Sebagai Bahan
Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca
L) dan Pisang Ambon (Musa paradisiaca var.
sapientum (L) Kunt).

Menyatakan bahwa,
Tugas Akhir (TA) dengan judul diatas merupakan karya asli
penulis tersebut diatas. Apabila dikemudian hari terbukti
pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum
yang berlaku
Malang, 19 Desember 2016
Pembuat Pernyataan,

Aris Irfandi
NIM. 115100201111002

v
Aris Irfandi. 115100201111002. Pengaruh Daun Lamtoro
Sebagai Bahan Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L) dan
Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L)
Kunt).DosenPembimbing :Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP
dan Ir. Darwin Kadarisman, MS

ABSTRAK

Buah klimaterik, yaitu buah yang setelah di panen dapat


menjadi matang hingga terjadi pembusukan karena etilen dari
buah. Sehingga perlu dilakukan proses pematangan buah
secara cepat salah satunya dengan cara pemeraman. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemeraman
daun lamtoro terhadap sifat fisikokimia buah pisang Raja dan
pisang Ambon dan mengetahui hasil pemeraman terbaik
dengan daun lamtoro terhadap kualitas buah pisang Raja dan
pisang Ambon. Rancangan penelitian menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktorial yaitu lama
pemeraman dan jenis pemeraman (dengan daun dan tanpa
daun lamtoro) pada setiap pisang. Dari berbagai kombinasi
tersebut akan dilakukan pengulangan masing-masing sebanyak
3 kali pengulangan, sehingga akan diperoleh 24 unit percobaan
pada masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan daun lamtoro berpengaruh sangat nyata pada nilai
kekerasan pisang Raja, total gula pisang Ambon, kadar vitamin
C pisang Raja, kadar O2 pisang Raja, kadar O2 pisang Ambon,
kadar CO2 pisang Raja dan kadar CO2 pisang Ambon. Nilai total
padatan terlarut pisang Raja dan kadar vitamin C pisang Ambon
tidak dipengaruhi oleh interaksi perlakuan daun lamtoro dan
waktu penyimpanan. Sedangkan nilai kekerasan pisang
Ambon, total gula pisang Raja, total padatan terlarut pisang
Ambon, kadar air pisang Raja, kadar air pisang Ambon tidak
dipengaruhi oleh perlakuan daun lamtoro dan waktu
penyimpanan.

Kata Kunci :Pisang, Pemeraman, Daun Lamtoro.


vi
Aris Irfandi. 115100201111002. Effect of Leaves
Leucaena For Maturation on Changes in
Physicochemical Raja Bananas (Musa paradisiaca L) and
Ambon Bananas (Musa paradisiaca var. Sapientum (L)
Kunt). Minor Thesis : Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP and
Ir. Darwin Kadarisman, MS

SUMMARY

Klimaterik fruit, ie fruit after harvest can be mature until


decomposition occurs because ethylene from fruit. So we
need a process of fruit fast maturation one way with ripening
fruit The purpose this skripsi was to determine effect of
leaves leucaena for maturation on changes in
physicochemical in fruit ripening raja bananas and ambon
bananas and knowing the best results with leucaena leaves
on the fruit quality of raja bananas and ambon
bananas.Research design using a randomized block design
(RAK) with 2 factorial That is a long ripening and ripening
type (with leaves and without leaves leucaena) inany
bananas.Of various combinations of these will be repeated
each 3 times repetition, so that would be obtained 24
experimental units on each banana. The results showed that
leaf lamtoro treatment had a very significant effect on the
hardness of banana king, total of Ambon banana sugar,
Banana King vitamin C content, King banana O2 content,
Ambon banana O2 content, Banana king CO2 content and
Ambon banana CO2 content. The total dissolved solids value
of Raja banana and vitamin C levels of Ambon bananas were
not affected by lamtoro leaf treatment interaction and storage
time. While Ambon banana hardness value, total sugals King
bananas, total dissolved solids banana Ambon, water content
of banana King, water content of banana Ambon not affected
by leaf lamtoro treatment and time of storage.

Keywords :Banana, Ripening, Leaves Leucaena.

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan


Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
hingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir
ini. Tugas Akhir ini berjudul “Pengaruh Daun Lamtoro
Sebagai Bahan Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L) dan
Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L)
Kunt).Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP, selaku dosen


pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan,
arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penyusun.
2. Bapak Ir. Darwin Kadarisman, MS,selaku dosen
pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan,
arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penyusun.
3. Bapak Dr. Ir. Ary Mustofa Ahmad, MP, selaku dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu
dan pengetahuan kepada penyusun.

Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan


pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan
demi lebih baiknya Tugas Akhir ini. Akhirnya harapan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pihak
yang membutuhkan.

Malang, 19 Desember 2016

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TA .......................... v
ABSTRAK ............................................................................. vi
SUMMARY ............................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 4
1.3 Tujuan .............................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................ 5
1.5 Batasan Masalah ............................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 7
2.1 Pisang Raja ..................................................................... 7
2.2 Pisang Ambon.................................................................. 8
2.3 Kandungan Gizi Buah Pisang .......................................... 9
2.4 Fisiologi Buah Pisang....................................................... 10

ix
2.5 Lamtoro (Leucaena leucocephala) ................................... 12
2.6 Pemeraman Buah ............................................................ 14
2.7 Perubahan Fisik dan Kimia Selama Pematangan ............ 19
2.8 Respirasi .......................................................................... 22
2.9 Uji Organoleptik ............................................................... 30
2.10 Penelitian Terdahulu ...................................................... 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................. 39
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan ....................................... 39
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................ 39
3.3 Metode Penelitian ............................................................ 40
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................... 41
3.5 Analisa Data .................................................................... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................. 51
4.1 Pengamatan Sifat Fisik .................................................... 51
4.1.1 Kekerasan .............................................................. 51
4.1.2 Tingkat Kematangan (berdasarkan perubahan warna
kulit) ................................................................................ 55
4.2 Pengamatan Sifat Kimia ................................................... 60
4.2.1 Kadar Air ................................................................ 60
4.2.2 Total Gula .............................................................. 63
4.2.3 Total Padatan Terlarut............................................ 67
4.2.4 Laju Respirasi ........................................................ 71
4.2.5 Kadar Vitamin C ..................................................... 77
4.3 Organoleptik .................................................................... 81
4.3.1 Warna .................................................................... 81

x
4.3.2 Rasa ...................................................................... 83
4.3.3 Aroma .................................................................... 85
4.3.4 Tekstur ................................................................... 88
BAB V. KESIMPULAN .......................................................... 89
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 91
LAMPIRAN ............................................................................ 97

xi
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1 Kandungan gizi buah pisang 10
2 Komposisi Kimia Hijauan dan Tepung 13
Daun Lamtoro.
3 Klasifiaksi komoditi hortikultura 29
berdasarkan laju respirasinya
4 Rancangan percobaan 41
5 Tabel tingkat kematangan buah pisang 44
berdasarkan kriteria perubahan warna
6 Tabel tingkat kematangan buah pisang 56
Raja berdasarkan perubahan warna kulit
7 Tabel tingkat kematangan buah pisang 57
Ambon berdasarkan perubahan warna
kulit
8 Tabel hasil tingkat kematangan buah 58
pisang berdasarkan indeks warna kulit
(Prabawati dkk, 2008).

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1 Buah Pisang Raja 8
2 Buah Pisang Ambon 9
3 Gambar Tingkat Kematangan Buah 20
Pisang Berdasarkan Warna Kulit

4 Grafik pola pertumbuhan dan 25


lajurespirasibuah klimakterik dan non
klimakterik

6 Rata-Rata Pengaruh Cara dan Lama 37


Pemeraman Terhadap Kandungan Vitamin
C Buah Pisang Raja.

7 Diagram Alir Proses Pemeraman Buah 43


Pisang

8 Kekerasan Pisang Raja 53


55
9 Kekerasan Pisang Ambon

Kadar Air Pisang Raja 61


10
Kadar Air Pisang Ambon 63
11
12 Total Gula Pisang Raja 65

Total Gula Pisang Ambon 67


13
14 Total Padatan Terlarut Pisang Raja 69

15 Total PadatanTerlarut Pisang Ambon 70


16 Kadar O2 Pisang Raja 72
xiii
17 Kadar O2 Pisang Ambon 73

Kadar CO2 Pisang Raja 75


18
Kadar CO2 Pisang Ambon 77
19
20 Vitamin C Pisang Raja 79
21 Vitamin C Pisang Ambon 81
Grafik respon panelis terhadap warna 82
22
pisang Raja

Grafik respon panelis terhadap warna 82


23
pisang Ambon

Grafik respon panelis terhadap rasa 84


24 pisang Raja

25 Grafik respon panelis terhadap rasa 84


pisang Ambon

Grafik respon panelis terhadap aroma 86


26 pisang raja

27 Grafik respon panelis terhadap aroma 87


pisang ambon

28 Grafik respon panelis terhadap tekstur 88


pisang raja

29 Grafik respon panelis terhadap tekstur


pisang ambon 89

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1 Kekerasan 97
2 Total Gula 101
3 Total Padatan Terlarut 105
4 Kadar Air 109
6 Laju Respirasi 114
7 Vitamin C 122
8 Uji Organoleptik 129
9 Hasil Uji Laboratorium 147
10 Dokumentasi 153

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buah-buahan merupakan salah satu kelompok
komoditas pertanian yang penting di Indonesia. Buah-
buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.
Permintaan domestik terhadap komoditas buah-buahan
cukup tinggi, ditandai dengan banyaknya buah-buahan
impor yang banyak di pasar modern maupun tradisional
Indonesia. Pisang merupakan salah satu komoditas
tanaman buah dengan tingkat permintaan yang tinggi
karena memiliki banyak manfaat. Buah pisang berperan
penting dalam pemenuhan gizi manusia sebagai sumber
energi, serat pangan, dan vitamin. Konsumsi buah pisang
penduduk Indonesia pada tahun 2012 berdasarkan data
Departemen Pertanian (2012) mencapai 1,825 kg
perkapita setahun, sementara jumlah impor buah pisang
ke Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1.240.869 ton
dan ekspor mencapai 46,475 ton (BPS, 2012)
Tingkat produksi buah pisang di Indonesia berada di
atas komoditas buah-buahan lainnya. Produksi pisang
pada tahun 2012 mencapai 6.189.052 ton. Dibandingkan
1
dengan produksi buah-buahan lain di Indonesia pada
tahun 2012, pisang menempati urutan pertama diikuti
buah mangga (2.376.339 ton), nanas (1.781.899 ton), dan
jeruk (1.611.784 ton) (BPS, 2012). Tingkat produksi yang
tinggi ini terdiri dari berbagai macam jenis pisang yang
ada di Indonesia. Disisi lain, kebutuhan masyarakat untuk
pasar lokal dalam negeri dan luar negeri akan buah
pisang juga diiringi dengan tuntutan terhadap kualitas
pisang yang terjamin.
Kebutuhan akan buah pisang dengan
ketersediaanya masih belum bisa sejalan, karena
masalah waktu masak buah pisang. Buah pisang adalah
buah yang tergolong klimaterik, artinya buah yang kurang
tua saat panen akan menjadi matang selama
penyimpanan. Jika saat panen buah pisang telah cukup
tingkat ketuaannya maka hanya perlu waktu 4-5 hari
untuk mematangkan, namun jika pisang yang dipanen
masih muda bisa membutuhkan waktu yang lebih lama.
Sehingga perlu dilakukan proses pematangan buah
secara cepat salah satunya dengan cara pemeraman.
Mayoritas masyarakat di seluruh wilayah Indonesia
senang menggunakan karbit untuk proses pemeraman
buah pisang. Menurut mereka proses pematangan pisang
dengan karbit lebih mudah dan cepat. Namun buah yang
2
dihasilkan dari proses pemeraman karbit memiliki tekstur
yang lembek dan lebih cepat busuk. Selain itu perlu
diketahui bahwa karbit merupakan bahan yang bisa
menimbulkan pencemaran lingkungan. Dampak yang
cukup signifikan adalah pencemaran udara, hal ini
dikarenakan bau/aroma karbit yang menyengat.
Pencemaran lingkungan tersebut akan terus meningkat
jika belum ditemukan zat/ bahan yang mampu
mempercepat proses pematangan buah yang alami dan
ramah lingkungan.
Proses pematangan buah pisang secara tradisional
dan ramah lingkungan dapat dilakukan menggunakan
daun lamtoro, sengon, gamal atau leresede, kaliandri,
mindi, picung atau kluwak dll. Lebih lanjut beberapa daun
tanaman memang bisa menghasilkan etilen sehingga
sering digunakan sebagai pemacu pematangan. Metode
yang digunakan dalam pemeran pisang ini cukup mudah
untuk dilakukan, hanya dengan meletakkan buah pisang
bersamaan dengan daun yang kita gunakan dalam wadah
kedap udara. Banyaknya daun yang digunakan umumnya
20% dari berat pisang yang akan digunakan. (Utami dkk,
2012)
Pemeraman dengan daun lamtoro lebih lama busuk
dibandingkan dengan menggunakan karbid maupun
3
ethrel. Oleh karena itu dalam penelitian ini dicoba
menggunakan daun lamtoro sebagai bahan pemeraman
dan untuk mendapatkan tingkat kemasakan yang
seragam dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
buah yang diperam. (Garcia, et al, 1996)
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dicari
pemeraman buah pisah dengan menggunakan daun
lamtoro yang menghasilkan buah pisang matang dengan
karakteristik yang bagus. Oleh karena itu penelitian ini
berjudul “Pengaruh Daun Lamtoro Sebagai Bahan
Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat Fisikokimia
Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L) dan Pisang
Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L) Kunt).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan
masalah yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimana pengaruh pemeraman daun lamtoro
terhadap sifat fisikokimia buah pisang Raja dan pisang
Ambon?
2. Bagaimana menentukan hasil pemeraman terbaik
dengan daun lamtoro terhadap kualitas buah pisang
Raja dan pisang Ambon?

4
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemeraman daun lamtoro
terhadap sifat fisikokimia buah pisang Raja dan pisang
Ambon.
2. Mengetahui hasil pemeraman terbaik dengan daun
lamtoro terhadap kualitas buah pisang Raja dan pisang
Ambon.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan informasi tentang proses pematangan
dengan metode pemeraman menggunakan daun lamtoro
terhadap pada buah pisang Raja dan pisang Ambon
dengan kualitas terbaik.

1.5 Batasan Masalah


Dalam penelitian ini terdapat batasan masalah,
antara lain :
1. Varietas buah pisang yang dipakai adalah pisang Raja
dan pisang Ambon.
2. Membahas hasil pemeraman terbaik, perubahan sifat
fisikokimia dan sifat organoleptik buah pisang.

5
3. Bahan pemeram pada buah pisang menggunakan
daun lamtoro.
4. Tidak membahas nilai ekonomi proses pemeraman
buah pisang.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Raja


Buah Pisang Raja (Musa paradiciasa L) memiliki
rasa yang manis dan aroma yang kuat. Keunggulan
pisang raja adalah pisang ini dapat digunakan sebagai
buah meja, dimana pisang dapat dimakan langsung
setelah masak, maupun menjadi bahan baku produk
olahan, serta buah segar, pisang raja memiliki niali
ekonomis yang tinggi terutama di pulau Jawa. Pisang raja
juga cocok diolah menjadi sari buah, dodol dan sale.
(Prabawati, Suyanti dan Setyabudi. 2008)
Adapun klasifikasi tanaman pisang raja menurut
Tjitrosoepomo (2001) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L.
Pisang merupakan tanaman yang mudah tumbuh,
karena bisa tumbuh disembarang tempat, namun agar

7
produktivitasnya optimal, sebaiknya ditanam pada kondisi
yang ideal (Suyanti, & Supriadi 2008)

Gambar 2.1 Buah Pisang Raja (Prabawati, Suyanti, &


Setiabudi 2008)

2.2. Pisang Ambon


Pisang ambon merupakan buah yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandug senyawa
yang disebut asam lemak rantai pendek, yang
memelihara lapisan sel jaringan dari usus kecil dan
meningkatkan kemampuan tubuh untuk meyerab nutrisi.
Menurut penelitian yang telah dilakukan buah pisang
ambon matang sangat efektif dalam mengurangi
keparahan klinis dari penyakit diare dan banyak
mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat yang baik
untuk dikonsumsi untuk tubuh (Elly dan Sarinah Amrullah,
1995).

8
Klasifikasi tanaman pisang ambon yang diterima
secara luas saat ini adalah sebagai berikut (Satuhu dan
Supriyadi, 2008):
Division : Magnoliophyta
Sub division : Spermatophyta
Klas : Liliopsida
Sub klas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Species :Musa paradisiaca var. sapientum (L.)
Kunt.

Gambar 2.2 Buah Pisang Ambon(Winarno dan


Aman,1981)

2.3. Kandungan Gizi Buah Pisang


Di dalam buah pisang terdapat kandungan yang
bermanfaat bagi tubuh. Senyawa utama yang menjadi
andalan adalah vitamin C, vitamin A, karbohidrat, kalsium,

9
fosfor, dan besi. Menurut Departemen Kesehatan RI
(1979), kandungan gizi pisang per 100 gram adalah
sebagai berikut pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi buah pisang
Vit. Vit Vit
Kalo Fosf
Protei Karbohidr Kalsiu A B1 C Air
Jenis ri or
n (g) at (g) m (mg) (SI (mg (mg (g)
(kal) (mg)
) ) )
Pisang 14 0,0
99 1,2 25,8 8 28 3 72
Ambon 6 8
Pisang 0,0 80,
68 1,3 17,2 10 26 76 6
Angleng 8 3
Pisang
61 72,
Lampun 99 1,3 25,6 10 19 - 4
8 1
g
Pisang 0,0 64,
127 1,4 33,6 7 25 79 2
Mas 9 2
Pisang 95 0,0 65,
120 1,2 31,8 10 22 10
Raja 0 6 8
Pisang 11 67,
118 1,2 31,1 7 29 - 4
Susu 2 0

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1979)

2.4. Fisiologi Buah Pisang


Pematangan merupakan suatu proses perubahan
yang terjadi pada buah meliputi perubahan rasa, kualitas,
warna dan tekstur. Pematangan berhubungan dengan
perubahan pati menjadi gula. Sifat pematangan buah
ditentukan dengan melihat pola respirasi pada buah
tersebut. Hal tersebut dibedakan menjadi buah klimakterik
10
dan buah non klimakterik. Buah klimakterik merupakan
buah yang apabila seudah dipanen akan memasuki fase
klimakterik yaitu peningkatan dan penurunan laju respirasi
secara tiba-tiba. Selama pematangan memancarkan
etilen untuk meningkatkan laju respirasi (Satuhu, 2004).
Proses pematangan pada buah sangat
berhubungan dengan perubahan warna, permeabilitas
membrane, kandungan hormon, produksi uap, respirasi
dan pelembutan dinding sel. Etilen merupakan hormon
yang berperan sangat penting dalam pematangan buah.
Auksin dapat menginduksi produksi etilen (Peter, 2008).
Agen pematangan yang paling efektif adalah
dengan penggunaan etilen. Agen tersebut dapat
mematangkan pisang dalam waktu yang singkat. Zat
etilen tersedia secara komersial dalam bentuk gas atau
cair. Alternatif lain yang digunakan untuk mempercepat
kematangan buah adalah penggunaan bioetilena atau
etilena dari sumber alami. Penggunaan daun segar
kakawate, daun saman, dan buah belimbing dapat
digunakan sebagai agen untuk pematangan buah.
Bioetilen juga bisa didapatkan dari buah-buahan dan
sayuran yang kulit mengeluarkan jumlah yang relatif tinggi
etilena (Absulio, 2012).

11
2.5. Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan
serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola
pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering
ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, diantara
larikan-larikan tanaman pokok. Pohonnya memiliki
ketinggian hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar
10 m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan
kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan
berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung
yang berambut rapat (Siregar,1982).
Adapun komposisi kimia hijauan dan tepung daun
lamtoro disajikan pada Tabel 2.2

12
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Hijauan dan Tepung Daun
Lamtoro.

Sumber : Garcia et.al., (1996) dalam Widiyastuti (2001)

13
2.6. Pemeraman Buah
Pemeraman buah dilakukan untuk
mempercepat atau mempersingkat dan menyeragamkan
kematangan buah. Pemeraman buah dilakukan selama 5-
12 hari tergantung kondisi tempat dan derajat
kematangan buah. Selama pemeraman buah hindari buah
yang hampir busuk, terlampau masak, rusak atau
diserang jamur, yakni dengan cara sebagai berikut :
1. Mengatur tempat pemeraman agar cukup bersih
dan terbuka.
2. Disimpan menggunakan wadah pemeraman
seperti keranjang atau karung goni.
3. Member alas pada permukaan tanah dan
penutup permukaan tumpukan buah dengan
daun-daun kering apabila dilakukan
pemeraman di kebun.
Jenis Pemeraman menurut Ovira, 2012 :
Banyak cara yang dilakukan untuk pemeraman pisang,
diantaranya adalah :
1. Pemeraman Tradisional
Secara tradisional, buah pisang diperam di
dalam tempayan yang terbuat dari tanah liat.Setelah buah
dipotong, bentuk sisir dan getahnya sudah kering,
kemudian disusun dalam tempayan dan ditutup dengan
kuali. Penutupan dimaksudkan agar tidak ada udara yang

14
keluar. Agar tujuan tersebut tercapai, antara tempayan
dan kuali diberi tanah liat dan dibakar agar suhu di dalam
tempayan menjadi panas. Panas inilah yang
menyebabkan buah menjadi cepat matang. Lama
pemeraman dengan cara ini biasanya 2 atau 3 hari.
2. Pemeraman dengan Cara Diasap (Pengemposan)
Pemeraman dengan pengemposan banyak
dilakukan oleh pedagang pengumpul sentra produksi
pisang. Buah pisang yang akan diempos, biasanya dalam
bentuk tandanan. Pengemposan dilakukan di dalam
tanah. Mula-mula digali lubang yang besarnya tergantung
dari jumlah tandan pisang yang akan diempos. Untuk
seratus tandan pisang, lubang yang diperlukan sebesar (2
x 3 x 3) m. Lubang diberi tutup dari papan dan timbun
dengan tanah. Penutupan disisakan untuk
tempatmasuknya pisang. Pada ujung lubang diberi
bumbung bambu untuk tempat masuknya asap, kemudian
daun kelapa dibakar dan asapnya dimasukkan ke dalam
bumbung bambu dengan cara dikipasi. Pengasapan
dilakukan di dalam lubang selama 24 jam. Selanjutnya,
buah diangkat darilubang, diangin-anginkan, dan
dibungkus dengan daun pisang kering agar mudah untuk
proses pengangkutan.

15
3. Pemeraman dengan Karbit
Pemeraman dengan karbit sering dilakukan
oleh pedagang pengumpul yang berada didaerah
pemasaran. Karbit (CaCl) adalah bahan penghasil gas
karbit atau asetilen yang dapat memacu kematangan
buah. Pemeraman dengan karbit dapat dilakukan dipohon
atau sesudah dipanen. Bila buah masih dipohon,
segumpal karbit (kurang lebih 10 gram) diletakkan
diantara sisir pisang dibagian tengah. Tandan pisang
kemudian dibungkus dengan plastik atau karung yang
diikat dibagian atasnya. Beberapa hari kemudian, buah
pisang akan matang dengan warna kulit buah kuning.
Cara memeram buah dengan karbit setelah
dipanen adalah sebagai berikut :
a) Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir
disusun dengan rapi.
b) Pada tiap pojok buah diberi karbit yang
dibungkus kertas. Untuk 1 ton buah pisang
dibutuhkan karbit sebanyak 1 kg.
c) Buah pisang kemudian ditutup dengan plastik
dan dibiarkan selama 2 hari.
d) Setelah dua hari, tutup dibuka dan buah
diangin-anginkan. Dalam 2-3 hari, buah akan
menjadi matang secara serempak.

16
4. Pemeraman dengan Gas Etilen/Asetilen
Etilen ialah gas yang tidak berwarna, agak
berbau, manis dan mudah terdeteksi pada konsentrasi
rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan selama
kepekatannya di bawah 1.000 ppm (0,1%). Campuran
udara dan etilen yang melebihi 27.000 ppm (2,7%) dapat
menyebabkan ledakan. Oleh karena itu harus
diperhatikan benar petunjuk penggunaannya. Dalam
penanganan pasca panen, gas etilen dapat digunakan
dalam proses pemeraman. Penggunaan gas dalam
pemeraman lebih baik dibandingkan karbit. Pemeraman
dengan gas ini paling efektif bila buah yang diperam
mengandung enzim oksidase karena gas berfungsi untuk
merubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan
mempercepat kemasakan buah. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menyusun tandan/sisir pisang
dalam suatu rak yang diberi tutup plastik atau dalam
ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar. Gas
etilen/asetilen kemudian dialirkan ke dalam ruangan
tersebut. Banyaknya gas tergantung kapasitas ruang
pemeraman. Untuk ruang yang penuh, penggunaan etilen
dianjurkan sebesar 1/10 cuft untuk setiap 1.000 isi
ruangan. Ruangan yang konstruksinya baik diberi gas
sebanyak sekali sehari selama dua hari berturut-turut.
Gas itu dialirkan perlahan-lahan melewati pipa lubang

17
kecil bagian belakang. Untuk ruang pemeraman yang
kurang baik (bocor dan konstruksinya tidak baik),
penambahan gas hendaknya 2-3 kali selama dua hari.
Agar hasil yang diperoleh bermutu tinggi, hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pemeraman
buahpisang menggunakan gas etilen/asetilen adalah
sebagai berikut :
a) Suhu pemeraman tidak boleh terlalu tinggi. Bila
suhu daging buah 730 F (sekitar 230 C), warna
pisang yang dihasilkan akan kusam, cepat
rusak dan aromanya kurang baik. Sebelum
buah berwarna kuning penuh, akan timbul
bercak berwarna hitam. Pemeraman yang baik
dilakukan pada suhu 620-680 F (17,80-200 C).
b) Suhu pemeraman terlalu rendah. Hal ini
menyebabkan daging buah rusak ketika
menjadi matang penuh. Meskipun
penampilannya baik, tetapi warna pisang akan
kusam.
c) Kelembapan yang terlalu tinggi. Keadaan ini
menyebabkan aroma buah pisang kurang baik
dan tekstur buahnya menjadi lembek sebelum
tingkat kematangan buah tercapai.
d) Kelembapan terlalu rendah. Bisa
mengakibatkan buah pisang kusam.

18
Kelembapan dan suhu diatur agar mendekati
titik jenuh. Kelembapan ini mempertahankan
sampai terjadi perubahan warna. Kelembaban
yang ideal untuk pemeraman sekitar 75-85%.
5. Pemeraman dengan Daun-daunan
Buah pisang yang akan diperam dimasukkan ke
dalam suatu wadah yang telah diberi alas daun.
Selanjutnya ditutup dengan daun kurang lebih sebanyak
seperlima dari berat pisang yang hendak diperam.
Dengan cara ini, buah pisang akan matang dalam 3-4
hari. Daun-daun yang bisa digunakan antara lain adalah
daun gamal, daun mindi, daun lamtoro dan daun pisang.
Pada dasarnya semua bagian dari tumbuhan berbiji
termasuk daun dapat menghasilkan etilen.

2.7 Perubahan Fisik dan Kimia Selama Pematangan


Perilaku buah pisang setelah panen sangat
terlihat mengalami perubahan-perubahan seperti
perubahan warna, kekerasan, kandungan pati, perubahan
kadar air, dan penyusutuan bobot. Hal ini terjadi karena
hilangnya pasokan air dari akar setelah buah dipanen
sehinggga kehilangan subtrat dan air tidak dapat
digantikan lagi sehingga terjadi perubahan atau
kemunduran yang sering disebut deteriorasi.

19
a. Perubahan kulit
Perubahan warna merupakan indikator
yang sangat baik untuk menentukan tingkat kematangan
buah pisang. Perubahan warna kulit pisang yang mulanya
berwarna hijau menjadi warna kuning disebabkan oleh
adanya proses degradasi oleh pigmen klorofil dan ini tetap
berlangsung meskipun buah sudah di panen (Caussiol,
2001).
Gambar 2.3 Gambar Tingkat Kematangan Buah Pisang
Berdasarkan Warna Kulit

20
Sumber : (Prabawati dkk, 2008)
b. Tingkat kekerasan
Perubahan tingkat kekerasan pada buah
sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan lemak, kadar
air, karbohidrat seperti selulosa dan pektin serta dan
protein pada saat pematangan, dari perubahan
kandungan tersebut sehingga merubah tingkat kekerasan
dari keras menjadi cenderung lunak (Fellows, 2000).
c. Perubahan Kandugan Gula dan Kandungan
Pati
Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi
gula dalam buah sangat rendah, hal ini akan berbanding
terbalik ketika pada saat pematangan. Kadar gula pada
buah akan meningkat tajam dalam bentuk glukosa dan
fruktosa. Perubahan kandungan pati pada buah akan
meningkat pada saat pertumbuhan sampai 70 hari masa
pertumbuhannya dan kemudian akan menurun.
Kandungan pati pada buah pada saat pertumbuhan
sekitar 20-25% dari total berat buahnya dan hanya 2-5 %
yang bias diubah menjadi gula dan sisanya akan menjadi
CO2 melalui proses respirasi (Sumadi dkk, 2004).
21
d. Perubahan kandungan kadar air
Perubahan kandungan kadar air pada buah
sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Perubahan
kandungan kadar air akan mempengaruhi perubahan
susut bobot pada buah. Salah satu cara penurunan laju
kadar air dengan menyimpan pada suhu rendah. Dengan
transpirasi rendah maka susut bobot produk menjadi
rendah (Paramita, 2010).
e. Perubahan susut bobot
Proses penguapan air pada produk
holtikultura akan terus menerus berlangsung pada semua
jenis buah dan sayur. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya proses penurunan susut bobot pada buah serta
dengan jumlah gas CO2 dan air yang dikeluarkan
(Houtman, 2009).

2.8. Respirasi
Respirasi adalah suatu proses metabolisme
biologis dengan menggunakan oksigen dalam
perombakan senyawa kompleks menjadi sederhana
(seperti karbohidrat, protein dan lemak) untuk
menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron. Pada
umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih
mengalami proses metabolisme dan respirasi hingga

22
produk tersebut cenderung mengalami kerusakan baik
secara fisik maupun kimia.
Proses pematangan buah disertai dengan
perubuhan fisiologis dan kimia yang merupakan ciri khas
dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan
merupakan proses transformasi pectic yang
menyebabkan pelunakan, perubahan warna,
hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya
pigmen sekunder baru, dan senyawa-senyawa lain pada
buah (Millerd et al, 1952).
Reaksi kimia pada proses respirasi dapat
dinyatakan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal
Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi
dapat dijadikan petunjuk sebagai parameter daya simpan
pasca panen. Laju respirasi dianggap sebagai ukuran dari
laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan
sebagai petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan
respirasi yang tinggi akan menurunkan umur simpan
buah.
Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi
dibedakan menjadi dua jenis yaitu respiras aerob dan
anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi
yang membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi
anaerob merupakan proses respirasi yang tidak

23
menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa
tertentu seperti etanol dan asam laktat. Pada respirasi
aerob berlangsung dalam tiga tahap yaitu : Glikolisis,
Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir
CO2, air, dan energi. Sedangkan pada respirasi anaerob
hanya berlangsung dalam satu tahap yaitu glikolisis yang
akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas,
2011).
Pisang merupakan buah klimakterik dan juga
masuk kedalam kategori buah dengan laju respirasi
sedang. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan
produksi gas CO2 dan gas etilen pada saat proses
pematangan di dalam ruang penyimpanan sangat perlu
untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan
pertumbuhan padabuah klimakterik dan nonklimakterik
dapat dilihat pada Gambar 2.5

24
Gambar 2.4 Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah
klimakterik dan non klimakterik (Santoso, 2012).
Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada
buah klimakterik mulai dari fase maturation (penuaan)
sampai fase ripening (pematangan) cenderung meningkat
sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju
respirasi mengalami penurunan, sedangkan perbedaan
laju respirasi pada buah non klimakterik terlihat pada saat
fase maturation, ripening, dan senescence laju respirasi
cenderung turun secara linear dan tidak mengalami
peningkatan.
Pada penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar
oksigen sangat diperhatikan. Semakin rendah kandungan
oksigen di dalam udara penyimpanan maka laju respirasi
akan semakin menurun. Hal ini karena proses respirasi

25
memerlukan oksigen. Apabila kandungan oksigen di
dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah
2% maka buah tersebut akan mengalami proses respirasi
anaerob yang akan mengakibatkan timbulnya aroma yang
tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).
Pengukuran laju respirasi sangat penting untuk
dilakukan agar dapat mengetahui akifitas metabolisme
pada produk yang sedang kita tangani. Selama proses
respirasi aerob penyimpanan produk akan menghasilkan
CO2, air, dan energi yang mempengaruhi pertumbuhan
sel dan kualitas dari komoditi tersebut. Menurut Saltveit
(2003), ada beberapa parameter untuk mengukur tingkat
laju respirasi produk selama penyimpanan, diantaranya
mengukur kehilangan substrat, konsumsi oksigen,
produksi karbondioksida, dan produksi energi.
Dalam perkembangannya banyak sekali faktor-
faktor yang mempengaruhi laju respirasi komodit
pertanian. Menurut Hotman (2009), proses respirasi
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan
organ, maka semakin tinggi jumlah CO2 yang
dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan
mempengaruhi laju respirasi, dimana pada buah-
buahan yang banyak mengandung karbohidrat,
maka laju respirasinya akan semakin meningkat.
26
Laju respirasi rendah terjadi pada produk yang
memiliki lapisan kulit yang tebal.
b. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang umum dalam
mempengaruhi laju respirasi antara lain :
1. Suhu
Kenaikan suhu 100 C pada umumnya
akan meningkatkan laju respirasi 2 –
2.5 kalinya.
2. Konsenterasi O2
Konsenterasi gas oksigen diudara
sangat perlu diperhatikan karena
semakin tinggi kadar oksigen di udara
maka akan meningkatkan laju respirasi
buah.
3. Konsentrasi CO2
Kandungan CO2 di udara yang sesuai
akan memperpanjang umur simpan
buah-buahan dan sayur-sayuran, hal
ini karena CO2 tersebut dapat
menggangu proses respirasi pada
buah tersebut.

27
4. Etilen
Penambahan gas etilen pada tingkatan
pra-klimakterik dapat meningkatkan
laju respirasi pada buah klimakterik.
5. Kerusakan/Memar
Kerusakan/memar pada permukaan
produk dapat meningkatnya laju
respirasi produk akibat kerusakan fisik
buah tersebut sehingga umur simpan
produk pasca panen akan relatif
menurun.
Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh pada
laju respirasi komoditi pertanian, sehingga dalam proses
perkembangan atau penyimpanan faktor-faktor tersebut
sangat perlu diperhatikan sehingga umur simpan komoditi
pertanian pasca panen dapat didapatkan secara
maksimal.
Komoditi pertanian berdasarkan laju respirasinya
memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan jenis komoditi
tersebut. Laju respirasi berdasarkan kecepatan respirasi
komoditi tersebut digolongkan dalam beberapa klasifikasi.
Klasifikasi dari beberapa komoditi hortikultura menurut laju
respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2.3

28
Tabel 2.3 Klasifiaksi komoditi hortikultura berdasarkan laju
respirasinya
Produksi CO2 pada
0
Kelas suhu 5 C Komoditi
(Mg CO2/kg jam)
Sangat rendah <5 Kurma, kacang-
kacangan, buah
kering.
Rendah 5-10 Apel, jeruk, anggur,
kentang, bawang, ubi
jalar.
Sedang 10-20 Apricot, pisang, kubis,
tomat, lobak.
Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat.
Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga
potong.
Sangat-sangat tinggi >60 Brokoli, asparagus,
bayam, jagung manis.
Menurut Hotman (2009), proses respirasi erat
hubunganya dengan produksi etilen pada saat buah
disimpan. Oleh karena itu apabila produksi etilen
meningkat maka laju respirasi akan meningkat.
Peningkatan penggunaan oksigen oleh tanaman
merupakan tanda aktivitas respirasi mulai meningkat.
Pada tanaman klimakterik dan non klimakterik pemacuan
respirasi dengan menggunakan gas etilen memiliki sifat
yang berbeda. Penyerepan oksigen pada proses
29
respirasinya buah klimakterik tidak terlalu banyak,
sedangkan pada buah non klimakterik makin tinggi
produksi gas etilen, aktivitas respirasi akan semakin
meningkat.

2.9 Uji Organoleptik


Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai
atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan alat
indra manusia, yaitu mata, hidung, mulut dan uji jari
tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subjektif
karena didasarkan pada respon subjektif manusia sebagai
alat ukur (Soekarto 1990).
Dalam penilaian bahan pangan, faktor yang
menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu
pertama menerima bahan, mengenali bahan,
mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat
kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan
kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang
digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk
adalah :
a. Penglihatan yang berhubungan dengan
warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk,
volume kerapatan dan berat jenis, panjang
lebar dan diameter serta bentuk bahan.

30
b. Indra peraba yang berkaitan dengan
struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun,
tekstur merupakan sensasi tekanan yang
dapat diamati dengan mulut dan perabaan
dengan jari, dan konsistensi merupakan
tebal, tipis dan halus.
c. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa,
maka rasa manis dapat dengan mudah
dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada
ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada
pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian
belakang lidah (Rahayu,1998)

A. Panelis
Rahayu (1998) menjelaskan bahwa untuk
melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel.
Dalam penilaian suatu mutu atau analis sifat-sifat
sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai
instrument atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau
kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi
berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota panel disebut panelis.

31
Menurut Soekarto (1990), ada 6 macam panel
yang bisa digunakan dalam penilaian organoleptik yaitu
sebagai berikut :
a. Panel pencicip perseorangan
Pencicip perseorangan juga disebut pencicip
tradisional. Keistimewaan pencicip ini adalah
dalam waktu singkat dapat menilai suatu hasil
dengan tepat, bahkan mampu menilai pengaruh
macam-macam perlakuan, misalnya bahan baku
dan cara pengolahan. Tetapi kemampuan pencicip
perseorangan hanya terbatas pada komoditas
tertentu, sehingga masing-masing komoditas
memerlukan panelis yang berbeda sesuai dengan
keahlian masing-masing.
b. Panel pencicip terbatas
Panel pencicip terbatas terdiri dari 3 sampai 5
orang penilai yang memiliki kepekaan tinggi.
Syarat untuk bisa menjadi panelis terbatas adalah
sebagai berikut :
1. Mempunyai kepekaan tinggi terhadap kondisi
tertentu
2. Mengetahui cara pengolahan, peranan bahan
dan teknik pengolahan, serta mengetahui
pengaruhnya terhadap sifat-sifat komoditas.

32
3. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tentang cara-cara penilaian organoleptik.
c. Panel terlatih
Anggota panel terlatih adalah 15 sampai 25
orang. Tingkat kepekaan yang diharapkan tidak
setinggi panel pencicip terbatas. Panel terlatih
berfungsi sebagai alat analitis dan pengujian yang
dilakukan terbatas pada kemampuan
membedakan. Untuk menjadi seorang panelis
terlatih, maka prosedur yang harus diiikuti adalah :
1. Uji segitiga (triangle test)
2. Uji pembanding pasangan (paired comparison)
3. Uji penjenjangan (ranking)
4. Uji pasangan tunggal (single stimulus test)
d. Panel agak terlatih
Jumlah anggota panel agak terlatih adalah 15
sampai 25 orang. Panel ini tidak dipilih menurut
prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak
diambil dari orang awam yang tidak mengenal sifat
sensorik dan penilaian organoleptik. Termasuk di
dalam panel agak terlatih adalah sekelompok
mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis
secara musiman.

33
e. Panel tak terlatih
Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Pemilihan
anggotanya lebih mengutamakan segi sosial,
misalnya latar belakang pendidikan, asal
daerah dan kelas ekonomi dalam masyarakat.
Panel tak terlatih digunakan untuk menguji
kesukaan (preference test).
f. Panel konsumen
Anggota panel konsumen antara 30 sampai
100 orang. Pengujiannya mengenai uji
kesukaan (preference test) dan dilakukan
sebelum pengujian pasar. Dengan pengujian ini
dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen
(Soekarto, 1990)

B. Jenis Pengujian Organoleptik


Rahayu (1998) menerangkan bahwa
pengujian organoleptik memiliki berbagai macam
cara yang digolongkoan dalam beberapa
kelompok. Berikut adalah jenis pengelompokan
untuk menguji sifat organoleptik :
Uji pembedaan
Pengujian organoleptik yang
termasuk di dalam uji pembedaan
antara lain sebagai berikut :

34
a. Uji pembedaan pasangan
(paired comparation)
Pengujian ini berfungsi
untuk menilai ada atau
tidaknya perbedaan antara
dua macam produk.
Digunakan untuk menguji
produk baru yang
dibandingkan dengan produk
terdahulu yang sudah
diterima oleh konsumen.
b. Uji perbedaan segitiga
(triangle test)
Uji perbedaan segitiga
digunakan untuk mengetahui
perbedaan yang kecil
2. Uji hedonik atau uji kesukaan
Dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau ketidaksukaan
sekaligus tingkatannya. Tingkat
kesukaan itu disebut skala hedonik,
misalnya amat sangat suka, sangat
suka, suka, agak suka, netral, agak

35
tidak suka, tidak suka, sangat tidak
suka dan amat tidak suka.
3. Uji mutu hedonik
Uji mutu hedonik adalah uji hedonik
yang lebih spesifik untuk suatu jenis
mutu tertentu. Contoh penggunaan uji
mutu hedonik adalah untuk mengetahui
rasa buah dalam permen, sifat pera
atau pulen pada nasi, sifat gurih pada
kerupuk dan kelezatan pada daging
panggang (Rahayu, 1998).

C. Syarat Pengujian Organoleptik


Untuk mendukung pelaksanaan uji
organoleptik, maka perlu memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Lokasi laboratorium harus tenang dan
bersih
b. Ruang pengujian terbagi 2 : bilik
pencicip dan dapur
c. Dinding dicat warna netral
d. Wastafel dilengkapi lap dan sabun
e. Tisu polos non parfum
f. Panelis tidak sedang lapar (Rahayu,
1998)

36
2.10 Penelitian Terdahulu
Menurut Utami, Widiyanto dan Kristianita
(2012), pemeraman dengan menggunakan daun lamtoro
pada buah pisang raja menghasilkan kandungan vitamin
C sebesar 11,41mg/100mg larutan dan pemeraman pada
hari keempat yang memiliki kandungan vitamin C
tertinggi.

Gambar 2.5 Pengaruh Cara dan Lama Pemeraman Terhadap


Kandungan Vitamin C Buah Pisang Raja.

37
(halaman ini sengaja dikosongkan)

38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November -
Desember 2016 di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Keteknikan
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang dan Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Timbangan sebagai alat penimbang berat buah pisang.
2. Kardus sebagai wadah tempat pemeraman buah
pisang.
3. Kertas sebagai alas dan penutup atas buah pisang
pada saat pemeraman.
4. Texture analyzer sebagai alat ukur tingkat kekerasan
buah pisang.
5. CO2 Analyzer sebagai alat uji laju respirasi buah
pisang.
6. Plastik sebagai tempat pisang pada uji laju respirasi

39
7. Blender sebagai alat penghalus pisang.
8. Gelas ukur sebagai alat pengukur volume larutan.
9. Pipet tetes sebagai penetes larutan
10. Erlenmeyer sebagai wadah campuran larutan.
11. Kertas saring sebagai alat penyaring larutan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Buah pisang raja dan pisang ambon mentah dengan
tingkat ketuaan 75%.
2. Daun lamtoro sebagai bahan pemeram buah pisang.
3. Aquades sebagai bahan pelarut.
4. Larutan Iodium sebagai bahan titrasi uji kadar vitamin c
5. Amilum sebagai bahan indikator uji kadar vitamin c

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2
faktor perlakuan, yakni:
Lama Pemeraman (4 level) :
1. 2 hari
2. 3 hari
3. 4 hari
4. 5 hari

40
Penggunaan daun lamtoro (2 level) :
1. Tanpa menggunakan daun lamtoro
2. Menggunakan daun lamtoro
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan
Pisang Raja
Pemeraman L0 (Tanpa Daun L1 (Dengan Daun
Lama Pemeraman Lamtoro) Lamtoro)
R1 (2 Hari) R1L0 R1L1
R2 (3 Hari) R2L0 R2L1
R3 (4 Hari) R3L0 R3L1
R4 (5 Hari) R4L0 R4L1

Pisang Ambon
Pemeraman L0 (Tanpa Daun L1 (Dengan Daun
Lama Pemeraman Lamtoro) Lamtoro)
A1 (2 Hari) A1L0 A1L1
A2 (3 Hari) A2L0 A2L1
A3 (4 Hari) A3L0 A3L1
A4 (5 Hari) A4L0 A4L1

3.4. Pelaksanaan Penelitian


3.4.1. Pemeraman Buah Pisang
Pemeraman buah pisang dengan daun lamtoro
a. Siapkan alat, bahan dan di kelompokkan masing-
masing sesuai lama pemeraman.

41
b. Disiapkan masing-masing 20 buah pisang Raja
dan pisang Ambon mentah dengan tingkat
ketuaan 75%.
c. Buah pisang ditimbang masing-masing.
d. Timbang daun lamtoro 20% dari berat buah
pisang
e. Buah pisang dan daun lamtoro masing-masing
dimasukkan dalam kardus yang telah diberi
kertas pada alas dan permukaan kardus.
f. Tutup dan simpan kardus (2,3,4 dan 5 hari).

42
Mulai

Buah pisang
ditimbang

Pisang dimasukkan kardus Daun lamtoro ditimbang


(tanpa daun lamtoro) seberat 20 % dari berat
buah pisang

Pisang dan daun


lamtoro dimasukkan
kardus

Pengamatan
Pemeraman -sifat fisik
pisang (2,3, 4 dan -sifat kimia
5 hari) -sifat organoleptik

Buah pisang
ditimbang

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pemeraman Buah Pisang


3.4.2. Pengamatan
Pengamatan penilitian dilakukan dengan
melihat perubahan karakteristik buah pisang, yaitu
sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik buah pisang
meliputi: tingkat kekerasan dan perubahan warna.
Sifat kimia buah pisang meliputi: kadar air, kadar
vitamin c, laju respirasi, total gula dan total padat

43
terlarut. Sedangkan pada sifat organoleptik pada
buah pisang yaitu tekstur, warna, aroma dan rasa
secara umum.
3.4.3. Sifat Fisik
1. Tingkat Kekerasan
Kekerasan buah diukur dengan menggunakan alat
texture analyzer. Buah pisang ditaruh di meja
kemudian diberi penekanan atau beban dari luar
dilakukan satu kali. Setelah itu didapatkan hasil
pengukuran dengan membaca grafik yang
dihasilkan. Nilai kekerasan dinyatakan dalam satuan
gram/cm2.
2. Tingkat kematangan pisang
Tingkat kematangan pisang ditentukan berdasarkan
warna kulit pisang dengan indeks warna 1-8
(Prabawati.dkk 2008).

Tabel 3.2 Tingkat kematangan buah pisang


berdasarkan kriteria perubahan warna
Indeks Keadaan Buah Keterangan
Warna
1 Seluruh permukaan
buah berwarna hijau,
buah masih keras.

44
2 Permukaan buah
berwarna hijau
dengan semburat
atau sedikit warna
kuning.
3 Kulit buah dengan
warna kuning lebih
banyak daripada
warna hijau.
4 Kulit buah dengan
warna kuning lebih
banyak daripada
warna hijau.
5 Seluruh permukaan
kulit buah berwarna
kuning, bagian ujung
masih hijau.
6 Seluruh jari buah
pisang berwarna
kuning.
7 Buah pisang
berwarna kuning
dengan sedikit bintik
kecoklatan.

45
8 Buah pisang
berwarna kuning
dengan banyak
bercak coklat.
3.4.4. Sifat Kimia
1. Kadar Air
Kadar air buah pisang ditentukan dengan
pengambilan sampel sebanyak 3 kali pada
setiap perlakuan. Selanjutnya buah pisang
diukur massanya yang dicatat sebagai berat
basah. Buah pisang selanjutnya dikeringkan di
dalam oven suhu 1050 C selama 24 jam. Buah
pisang yang telah kering kemudian diukur
massanya kembali yang dicatat sebagai berat
kering. Presentase kadar air yang dikandung
buah pisang diperoleh dengan rumus berikut.
𝐵𝐵−𝐵𝐾
Kadar air (%) = 𝐵𝐵
X 100%

Dimana :
BB = berat basah pisang (g)
BK = berat kering pisang (g)
2. Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C buah pisang dilakukan
menggunakan analisis titrasi iodometri yaitu
dilakuakan dengan pisang ditimbang sebanyak
10 g kemudian air ditambahkan hingga

46
volumenya 100 ml lalu diblender, setelah itu
diambil sarinya sebanyak 10 ml. Sari buah
dimasukkan kedalam erlenmeyer. Pada setiap
erlenmeyer ditambahkan indikator amilum,
kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan
standar I2 0,1 N hingga warnanya berubah
menjadi violet.

3. Laju Respirasi
Pada pengukuran laju respirasi, buah pisang
dimasukkan dalam wadah plastik dan diikat,
kemudian setelah waktu pemeraman buah
diukur dengan alat CO2 analyzer dengan cara
disuntikkan pada sampel yang nantinya akan
diketahui besar laju respirasI (kadar O2 dan
CO2) buah pisang pada setiap perlakuan.

47
4. Total Gula
Pengukuran total gula buah menggunakan
metode Anthrone. Pereaksi anthrone bereaksi
dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna iru kehijauan. Intensitas
absorbansnya diuur pada 630 nm pereaksi
anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) 0,1 %
dalam asam sulfat pekat.
5. Total Padat Terlarut
Sampel sari buah dipersiapkan sebagai berikut.
Sebanyak 50 g daging buah diblender dengan
100 ml air destilata, lalu disentrifius pada 2500
rpm selama 20 menit. Cairannya dimasukkan
ke labu ukur 250 ml, lalu ditambahkan air
destilata ke dalamnya hingga rata. Sekitar 100
ml sampel sari buah tersebut kemudian
dibekukan sambil menunggu analisis
selanjutnya. Kandungan padatan terlarut (ºBrix)
diukur dengan refractometer tangan ‘Atago’
pada suhu ruang. Kandungan padatan terlarut
(ºBrix) buah pisang diukur dengan pengenceran
1 : 1.

48
3.4.5. Sifat Organoleptik
Sifat organoleptik buah pisang diuji terhadap
rasa, warna, aroma dan tekstur.
Pada pengujian ini ada 20 orang panelis yang
memberikan penilaiannya berdasarkan tingkat
kesukaannya terhadap tingkat kesukaan dengan
skala penilaian 1-5 yaitu :
1. sangat tidak suka.
2. tidak suka.
3. agak suka.
4. suka.
5. sangat suka.

3.5 Analisa Data


Data hasil penelitian akan dianalisis menggunakan
analisa sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh perlakuan terhadap berbagai
parameter penelitian. Apabila terdapat pengaruh yang
nyata terhadap hasil akan dilakukan uji lanjut Beda Nyata
Terkecil (BNT) 5% untuk mengetahui perlakuan-perlakuan
yang berbeda.

49
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

50
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Sifat Fisik


4.1.1 Kekerasan
Hasil pengamatan pisang Raja dapat dilihat
pada gambar 4.1, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin rendah
pula nilai kekerasannya. Pemeraman dengan daun
lamtoro nilai kekerasannya jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pemeraman tanpa daun lamtoro.
Pada pemeraman tanpa daun lamtoro terjadi
penurunan nilai kekerasan yang signifikan sedangkan
pada pemeraman dengan daun lamtoro tidak. Hal ini
semakin matang buah maka terjadi perubahan
proktopektin menjadi pectin yang lembek. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Salvador (2007) bahwa
penurunan kekerasan atau terjadinya kelunakan
selama pemeraman berhubungan dengan tiga proses,
yaitu (1) pemecahan karbohidrat menjadi gula
sederhana dimana granula-granula pada pati
mempunyai fungsi struktural di dalam sel; (2)

51
pemecahan dinding sel pada lamela tengah karena
kelarutan substansi pektin sehingga ikatan kimia pada
dinding sel mengalami perubahan (Palmer, 1971;
Smith, et al. 1989 dalam Salvador et al. 2007); (3)
perpindahan atau migrasi air dari kulit kedalam daging
buah karena osmosis.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 1. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan buah
pisang Raja, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kekerasan buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 1 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Raja dengan daun lamtoro pada hari ke 4,
pemeraman pisang Raja dengan daun lamtoro pada
hari ke 3, pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro
pada hari ke 4, pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 1 tidak berbeda
nyata. Sedangkan perlakuan pemeraman pisang Raja
tanpa daun lamtoro pada hari ke 3 dan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 2 untuk
dua perlakuan ini juga tidak berbeda nyata.

52
500
Kekerasan
(g/cm2) 400

300

200

100

0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.1. Kekerasan Pisang Raja


Sedangkan hasil pengamatan pada pisang
Ambon dapat dilihat pada gambar 4.2, bahwa semakin
lama waktu pemeraman buah pisang cenderung
semakin rendah pula nilai kekerasannya. Pemeraman
dengan daun lamtoro nilai kekerasannya lebih rendah
dibandingkan dengan pemeraman tanpa daun lamtoro.
Pada pemeraman tanpa daun lamtoro maupun dengan
daun lamtoromempunyai nilai kekerasan yang tidak jauh
berbeda dantidak terjadi penurunan nilai kekerasan
yang signifikan. Hal ini dikarenakan pisang Ambon
memiliki kandungan etilen yang rendah sehingga
membutuhkan lebih banyak daun lamtoro untuk
pemeraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Dradjat (1990) bahwa proses pematangan buah banyak

53
melibatkan perubahan kimia dan fisiologi yang
kompleks, yang menyangkut rasa, ukuran, warna,
tekstur dan aroma. Pada proses pematangan buah
dapat terjadi konversi asam dan pati menjadi gula
bebas, peningkatan pektinase akan melunakkan dan
merusak dinding sel. Etilen diperkirakan mempengaruhi
proses pematangan buah, pengaruh etilen terhadap
permeabilitas membran mengakibatkan permeabilitas
sel meningkat besar sekali selama proses pematangan.
Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah dan
bercampur baurnya metabolit dengan enzim (Dradjat,
1990).
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 1. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang
Ambon, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan
buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 1
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Ambon
pada hari ke 4, pemeraman pisang Ambon pada hari
ke 3, pemeraman pisang Ambon pada hari ke 2 dan
pemeraman pisang Ambon pada hari ke 1 berbeda
nyata.

54
400
350
Kekerasan

300
(g/cm2)

250
200
150
100
50
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.2.Kekerasan Pisang Ambon

4.1.2 Tingkat Kematangan (berdasarkan perubahan


warna kulit)
Tingkat kematangan buah pisang Raja dan
pisang Ambon selama pemeraman tanpa menggunakan
daun lamtoro maupun menggunakan daun lamtoro
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

55
Tabel 4.1.Tabel tingkat kematangan buah pisang
Raja berdasarkan perubahan warna kulit
Pisang Raja Pisang Raja
Pemeram Pemeraman Tanpa Pemeraman Dengan
an Daun Lamtoro Daun Lamtoro
0 hari

2 hari

3 hari

4 hari

5 hari

56
Tabel 4.2.Tabel tingkat kematangan buah pisang
Ambon berdasarkan perubahan warna kulit
Pisang Ambon Pisang Ambon
Pemeram Pemeraman Tanpa Pemeraman Dengan
an Daun Lamtoro Daun Lamtoro
0 hari

2 hari

3 hari

4 hari

5 hari

57
Tabel 4.3.Tabel hasil tingkat kematangan buah
pisang berdasarkan indeks warna kulit (Prabawati
dkk, 2008).
Pemeraman Pisang Pisang Pisang Pisang
Raja Raja Ambon Ambon
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Lama Daun Daun Daun Daun
pemeraman Lamtoro Lamtoro Lamtoro Lamtoro
0 hari 1 1 1 1
2 hari 2 5 1 2
3 hari 5 6 2 3
4 hari 6 7 4 5
5 hari 7 8 6 7
Berdasarkan hasil penelitian, buah pisang Raja
dan pisang Ambon yang digunakan berbeda-beda
tetapi dilakukan dengan perlakuan pemeraman dan
waktu yang sama. Tingkat kematangan buah
berdasarkan perubahan warna kulit pada pisang Raja
terjadi perbedaan sangat signifikan pada hari ke 2.
Pemeraman dengan daun lamtoro memiliki tingkat
kematangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemeraman tanpa daun lamtoro. Sedangkan pada
pisang Ambon pemeraman dengan daun lamtoro
maupun tanpa daun lamtoro tidak terjadi perbedaan
perubahan warna yang terlalu signifikan. Pemeraman
dengan daun lamtoro pada pisang Ambon juga
memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemeraman tanpa daun lamtoro.

58
Hal ini dikarenakan pisang Ambon memiliki kandungan
etilen yang rendah sehingga membutuhkan lebih
banyak lagi daun lamtoro untuk mempercepat proses
pematangan. Pemeraman tanpa daun lamtoro pada
pisang Ambon pada hari ke 2 memiliki warna yang
lebih hijau daripada hari ke 0, hal ini dikarenakan
pisang yang digunakan berbeda-beda. Pada
pemeraman pisang Raja dan pisang Ambon tanpa
menggunakan daun lamtoro memiliki tingkat
kematangan yang tidak jauh berbeda dengan
pemeraman dengan daun lamtoro, hal ini dikarenakan
pada pemeraman tanpa daun lamtoro pisang juga
dimasukkan kedalam kardus sehingga etilen yang
keluar dari buah pisang terkumpul dalam kardus dan
menyebabkan pisang cepat matang dari biasanya. Hal
ini terbukti bahwa daun lamtoro dapat mempercepat
kematangan pada buah pisang Raja dan pisang
Ambon. Perubahan warna kulit buah pisang dari hijau
segar menjadi kuning dikarenakan adanya
perombakan klorofil untuk mencapai puncak klimaterik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Winarno dan
Wirakartakusumah (1984) bahwa perubahan warna
kulit pisang dari hijau menjadi kuning disebabkan
karena terjadinya degradasi (perombakan) klorofil

59
(pigmen pembentuk warna hijau) sehingga pigmen
karotenoid (pembentuk warna kuning) yang sudah ada
menjadi nyata.Perombakan klorofil ini terjadi segera
setelah tercapainya puncak klimakterik. Sedangkan
Seymour et al. (1987) menambahkan bahwa
konsentrasi klorofil pada buah pisang yang belum
matang sebesar 50-90 mg/g berat kulit dan akan
terdegradasi selama pemeraman yang ditunjukkan
dengan adanya karotenoid (9-14 mg/g berat kulit) dan
xantofil.

4.2 Pengamatan Sifat Kimia


4.2.1 Kadar Air
Hasil pengamatan pisang Raja dapat dilihat
pada gambar 4.3, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakintinggi
pula nilai kadar airnya. Hal ini dikarenakan terjadinya
perubahan pati menjadi glukosa sehingga buah
menjadi lunak dan meningkatnya kadar air. Hal ini
sesuai dari pernyataan Rismunandar (1987) bahwa
pada lama pemeraman tersebut kadar pati belum
dirubah menjadi gula dan air atau sudah terbentuk
tetapi dalam jumlah yang sedikit. Pada keadaan
tersebut selain kadar pati yang tinggi kadar air buah

60
juga sangat tinggi sehingga buah terasa keras sebagai
akibat tekanan turgor yang tinggi dalam sel-sel yang
masih muda.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 4. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air buah
pisang Raja, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 4
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.

90,00
80,00
70,00
Kadar Air

60,00
(%)

50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.3. Kadar Air Pisang Raja


Sedangkan hasil pengamatan pisang Ambon
dapat dilihat pada gambar 4.4, bahwa semakin lama
waktu pemeraman buah pisang cenderung semakin

61
tinggi pula nilai kadar airnya. Hal ini disebabkan karena
pada pemeraman 2 hari kondisi buah pisang dengan
kadar pati yang masih tinggi. Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan dari Winarno (1989) bahwa kadar
air dan gula pada buah pisang merupakan hasil
hidrolisis dari pati/karbohidrat.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 4. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air buah
pisang Ambon, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 4
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.

62
78
76
74
72
Kadar Air

70
68
(%)

66
64
62
60
58
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.4. Kadar Air Pisang Ambon

4.2.2 Total Gula


Hasil pengamatan pisang Raja dapat dilihat
pada gambar 4.5, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin tinggi
pula nilai total gulanya.Hal ini disebabkan karena pada
saat pemasakan, pati terhidrolisis secara sempurna
menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Buah buahan
matang mempunyai kadar gula yang lebih tinggi
daripada kandungan gula yang dikandung oleh buah
yang masih muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Pantastico (1989) bahwa pada cara pemeraman
lamtoro, karbohidrat yang terdapat pada buah pisang
dirubah secara bertahap oleh enzim amilase menjadi

63
gula. Gula yang terbentuk tersebut berasal dari
perubahan zat pati menjadi glukosa yang
menyebabkan buah pisang terasa manis. Pemasakan
merupakan awal dari proses penuaan yang disertai
pembusukan pada buah. Proses pemasakan yang
cepat menunjukkan bahwa penuaan pada buah
tersebut juga akan cepat.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 2. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap total gula buah
pisang Raja, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 2
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.

64
35,00
30,00
Total Gula

25,00
(%)

20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.5. Total Gula Pisang Raja


Hasil pengamatan pisang Ambon dapat dilihat
pada gambar 4.6, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin tinggi
pula nilai total gulanya. Terjadi peningkatan nilai total
gula yang drastis pada hari ke 5.Hal ini dikarenakan
terjadinya peningkatan etilen pada buah, sehingga
pada hari ke 5 etilen banyak terkumpul pada saat
proses pemeraman, buah mengalami proses
pematangan dimana kadar gula meningkat disebabkan
adanya degradasi polisakarida pada dinding sel yang
merupakan sumber gula. Hal ini sesuai dengan apa
yang dinyatakan oleh Pantastico (1989) bahwa lama
pemeraman akan meningkatkan total gula pada buah
pisang yang dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas

65
respirasi yang akan merangsang etilena sehingga buah
menjadi matang dan mempengaruhi aktivitas enzim
amilase yang menghidrolisis amilum (zat pati) menjadi
sukrosa dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa).
Peningkatan aktivitas enzim amilase ini akan
meningkatkan kadar gula pada buah pisang tersebut.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 2. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap total gula buah
pisang Ambon, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kekerasan buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 2 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon dengan daun lamtoro pada
hari ke 1 dan pemeraman pisang Ambon tanpa daun
lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda nyata.

66
25

20
Total Gula
(%)

15

10

0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.6. Total Gula Pisang Ambon

4.2.Total Padatan Terlarut (TPT)


Hasil pengamatan Total Padatan Terlarut
pisang Raja dapat dilihat pada gambar 4.7, bahwa
semakin lama waktu pemeraman buah pisang
cenderung semakin tinggi pula nilai total padatan
terlarutnya.Hal ini disebabkan karena perombakan
patimenjadi gula-gula sederhana (sukrosa, glukosa dan
fruktosa) yang larut dalam air. Hal ini sesuai dari yang
dinyatakan oleh Mitra (1997) bahwa peningkatan total
padatan terlarut disebabkan karena perombakan pati
menjadi gula-gula sederhana (sukrosa, glukosa dan
fruktosa) yang larut dalam air. Selain itu peningkatan
total padatan terlarut juga disebabkan oleh

67
terdegradasinya komponen dinding sel seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadi komponen
yang lebih sederhana yang larut dalam air (Mitra,
1997).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 3 bahwa lama pemeraman di
daun lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap total
padatan terlarut buah pisang Raja, dan tidak ada
interaksi, jadi waktu pemeraman memberi pengaruh
terhadap kematangan buah pisang Raja. Pada uji BNT
5% pada lampiran 3 terlihat bahwa perlakuan
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari
ke 1, pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro
pada hari ke 2 tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
perlakuan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 3, pemeraman pisang Raja tanpa
daun lamtoro pada hari ke 3, pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 4 dan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 4 untuk
empat perlakuan ini juga tidak berbeda.

68
30,00

25,00
Total Padatan Terlarut

20,00
(% brix)

15,00

10,00

5,00

0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.7. Total Padatan Terlarut Pisang Raja


Hasil pengamatan pisang Ambon dapat dilihat
pada gambar 4.8, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin tinggi pula
nilai total padatan terlarutnya.Total padatan yang
terlarut semakin banyak karena karbon mengalir dari
karbohidrat menuju gula yang dapat larut. Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan dari Siriboon dan Propapan
(2000) bahwa pergerakan air pada daging buah dan
degradasi karbohidrat menjadi gula yang larut dalam air
didalam sel dapat meningkatkan total padatan terlarut.
Sedangkan menurut (Sumadi dkk, 2004), perubahan
persentase total padatan terlarut setelah pemeraman
dikarenakan perombakan karbohidrat (cadangan energi
untuk proses metabolisme selama proses pematangan)

69
menjadi gula sederhana sehingga terjadi akumulasi gula
(glukosa, fruktosa) dan dapat digunakan sebagai
petunjuk secara kimiawi telah terjadi kemasakan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 3 bahwa lama pemeraman di
daun lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap total
padatan terlarut buah pisang Ambon, dan tidak ada
interaksi, jadi waktu pemeraman memberi pengaruh
terhadap kematangan buah pisang Ambon. Pada uji
BNT 5% pada lampiran 3 terlihat bahwa semua
perlakuan lama pemeraman berbeda.

25
Total Padatan Terlarut

20
(% brix)

15

10

0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.8. Total Padatan Terlarut Pisang Ambon

70
4.2.4 Laju Respirasi
Hasil pengamatan pisang Raja dapat dilihat
pada gambar 4.9, bahwa terjadi penurunan kadar O2
dari hari ke 2 hingga hari ke 5, semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin rendah
kadar O2 nya. Hal ini disebabkan karena pada daun
lamtoro juga terjadi penyerapan kadar O2 sehingga
kadar oksigennya lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Santoso dan Purwoko (1993) bahwa
respirasi merupakan pemecahan oksidatif terhadap
bahan kompleks yang terdapat dalam sel seperti
tepung, gula dan asam amino menjadimolekul
sederhana seperti CO2, air serta energi dan molekul
lainnya yang dapatdigunakan oleh sel untuk reaksi
sintesis selanjutnya.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 5 terlihat bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar O2 buah pisang Raja, dan interaksi
lama pemeraman di daun lamtoro juga berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar O2 buah pisang Raja.
Pada uji BNT 5% pada lampiran 5 terlihat bahwa
perlakuan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja

71
dengan daun lamtoro pada hari ke 1 tidak berbeda
nyata.

14
12
10
Kadar O2

8
(%)

6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.9.Kadar O2Pisang Raja


Sedangkan hasil pengamatan pisang Ambon
dapat dilihat pada gambar 4.10, bahwa semakin lama
waktu pemeraman buah pisang cenderung semakin
rendah pulakadar O2 nya. Hal ini juga disebabkan
karena pada daun lamtoro juga terjadi penyerapan
kadar O2 sehingga kadar oksigennya lebih sedikit. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Kays (1991) bahwa
pisang merupakan buah klimakterik dimana pada
proses pematangan ditandai dengan peningkatan
respirasi, pada proses respirasi terjadi penggunaan
substrat-substrat yang terdapat dalam produk,

72
konsumsi O2 dari lingkungan, dan produksi CO2, air
dan panas.
Pisang Ambon berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (ANOVA) pada Lampiran 5 bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar O2 buah pisang Ambon, dan interaksi
lama pemeraman di daun lamtoro juga berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar O2 buah pisang Ambon.
Pada uji BNT 5% pada lampiran 5 terlihat bahwa
perlakuan pemeraman pisang Ambon dengan daun
lamtoro pada hari ke 3 dan pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda
nyata.

12

10
Kadar O2

8
(%)

0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.10.Kadar O2 Pisang Ambon

73
Hasil pengamatan kadar CO2 pisang Raja dapat
dilihat pada gambar 4.11, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin
tinggikadar CO2 nya. Hal ini disebabkan karena pada
saat pengemasan buah pada plastik kurang rapat dan
terjadi kebocoran, sehingga ada pengaruh gas dari luar
yang masuk mempengaruhi proses respirasi buah.
Pada pemeraman daun lamtoro terjadi pelepasan
kadar CO2 sehingga kadar CO2 nya tinggi.Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Pantastico (1986) bahwa
klimakterik merupakan suatu kenaikan produksi CO2
secara mendadak, sedangkan Biale dan Young (1981)
dalam Eskin (1990) menyatakan bahwa klimakterik
diartikan sebagai perubahan fisik, kimia, fisiologis dan
metabolisme yang terjadi seiring dengan peningkatan
laju respirasi.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 5 terlihat bahwa lama pemeraman di daun
lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap kadar CO2
buah pisang Raja, dan interaksi lama pemeraman di
daun lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar CO2 buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 5 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Raja dengan daun lamtoro pada hari ke 1,

74
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari
ke 2 dan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda nyata.

14
12
10
Kadar CO2

8
(%)

6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro

Gambar 4.11.Kadar CO2 Pisang Raja


Sedangkan hasil pengamatan pisang Ambon
dapat dilihat pada gambar 4.12, bahwa semakin lama
waktu pemeraman buah pisang cenderung semakin
tinggikadar CO2 nya. Hal ini disebabkan karena pada
pemeraman daun lamtoro juga terjadi pelepasan kadar
CO2 sehingga kadar CO2 nya tinggi.Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Pantastico (1993) bahwa
peningkatan respirasi hingga mencapai puncak respirasi
mengakibatkan tersedianya energi yang cukup untuk
merombak senyawa-senyawa yang terdapat pada buah,

75
pada saat proses pematangan berjalan, terjadi
pemecahan senyawa klorofil, pati, pektin dan tanin yang
diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen,
flavor, energi serta polipeptida.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 5 terlihat bahwa lama pemeraman di daun
lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap kadar CO2
buah pisang Ambon, dan interaksi lama pemeraman di
daun lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar CO2 buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 5 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja tanpa daun
lamtoro pada hari ke 3 tidak berbeda nyata.

76
12
10
Kadar CO2

8
(%)

6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro

Gambar 4.12.Kadar CO2 Pisang Ambon

4.2.5 Kadar Vitamin C


Hasil pengamatan kadar vitamin C pisang Raja
dapat dilihat pada gambar 4.13. Nilai tertinggi terjadi
pada saat pemeraman hari ke 4.Setiap perlakuan
memiliki pola peningkatan yang berbeda terhadap
kandungan vitamin C. Pada hari ke 5 terjadi
penurunan, hal ini dikarenakan buah pisang memiliki
kadar air yang tinggi sehingga kadar vitamin C mudah
rusak dan teroksidasi Hal ini sesuai dengan penelitian
dari Utami, Widiyanto dan Kristianita (2012) bahwa
kadar vitamin C pisang Raja pada pemeraman tanpa
daun lebih tinggi dibandingkan dengan pemeraman
menggunakan daun lamtoro dan nilai kadar vitamin C

77
tertinggi terjadi pada lama pemeraman hari ke 4 Pda
pemeraman dengan menggunakan daun lamtoro
mengalami fase klimaterik yang lebih lama
dibandingkan dengan menggunakan karbit dan ethrel
sehingga pemeraman dengan daun lamtoro buah
pisang akan lebih lama busuk. Sedangkan pernyataan
dari Miller et al. (1945) dalam Pantastico (1989) bahwa
selama pertumbuhan dan perkembangan buah,
kandungan vitamin C mengalami perubahan dengan
pola yang tidak teratur. Sedangkan menurut Winarno
(1997) bahwa kandungan vitamin C merupakan
parameter penting dalam kualitas buah pisang, vitamin
C merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah
teroksidasi.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 6 terlihat bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar vitamin C buah pisang Raja, dan
interaksi lama pemeraman di daun lamtoro juga
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 6
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Raja
tanpa daun lamtoro pada hari ke 1 dan pemeraman

78
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 4 tidak
berbeda nyata.

14
12
10
(mg/100g)
Vitamin C

8
6
4
2
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro

Gambar 4.13. Kadar Vitamin C Pisang Raja


Hasil pengamatan kadar vitamin C pisang
Ambon dapat dilihat pada gambar 4.14. Pada pisang
Ambon nilai tertinggi terjadi pada saat pemeraman hari
ke 4 dengan nilai 5,55 mg/100g. Setiap perlakuan
memiliki pola peningkatan yang berbeda terhadap
kandungan vitamin C. Pada pisang Ambon hari ke 5
juga mengalami penurunan, hal ini dikarenakan kadar
air pada buah sudah banyak sehingga vitamin c mudah
larut dan rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Sobir (2009) bahwa nilai kandungan vitamin C pada
buah pisang mencapai 10.74 mg/100 g bahan dengan
pemenuhan kecukupan per hari per orang sebesar

79
17.9%. Selanjutnya Prabawati et.al. (2008)
menambahkan bahwa kandungan vitamin C pada buah
pisang merupakan neutransmitter dalam kelancaran
fungsi otak bersama dengan mineral, kalium, fosfor
dan kalsium, magnesium, besi, vitamin B, B6 dan
seretonin.
Pisang Ambon berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (ANOVA) pada Lampiran 6 terlihatbahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar vitamin C buah pisang Ambon, dan
interaksi lama pemeraman di daun lamtoro tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C buah
pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 5
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Ambon
tanpa daun lamtoro pada hari ke 2, pemeraman pisang
Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1, pemeraman
pisang Ambon dengan daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon dengan daun lamtoro pada
hari ke 2 dan pemeraman pisang Ambon tanpa daun
lamtoro pada hari ke 4 tidak berbeda nyata.
Sedangkan perlakuan pemeraman pisang Ambon
dengan daun lamtoro pada hari ke 4, pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 3 dan
perlakuan pemeraman pisang Ambon dengan daun

80
lamtoro pada hari ke 3 untuk tiga perlakuan ini juga
tidak berbeda.

6,00
5,00
4,00
(mg/100g)
Vitamin C

3,00
2,00
1,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro

Gambar 4.14. Kadar Vitamin C Pisang Ambon

4.3 Organoleptik
4.3.1 Warna
Warna merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap bahan yang
akan diujikan atau suatu parameter yang bertujuan
untuk mengetahui kelayakan bahan yang akan diujikan
untuk dikonsumsi. Pada penelitian pemeraman buah
pisang Raja dan pisang Ambon perubahan warna
meliputi yaitu berwarna hijau hingga kuning bercak
coklat. Format dari uji organoleptik dapat dilihat pada
Lampiran 7.

81
Uji Organoleptik Warna Pisang Raja 4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.15.Grafik respon panelis terhadap warna


pisang Raja

4
Uji Organoleptik Warna Pisang Ambon

3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.16.Grafik respon panelis terhadap warna


pisang Ambon

82
Hasil dari grafik pada Gambar 4.15 dan 4.16.
Dapat kita ketahui respon panelis terhadap pisang Raja
yang diujikan memperoleh hasil tertinggi pada
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro hari ke 3
dengan hasil 3,8 (agak suka). Sedangkan nilai yang
paling rendah diperoleh pada perlakuan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro hari ke 2 memperoleh
hasil 1,4 (sangat tidak suka). Sedangkan pada pisang
Ambon nilai tertinggi pada pemeraman dengan daun
lamtoro hari ke 5 dengan hasil 3,8(agak suka) dan nilai
terendah pada pemeraman tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dengan nilai 1,3 (sangat tidak suka).
Dari hasil penilaian respon panelis dapat kita
ketahui bahwaperubahan warna menjadi kuning secara
keseluruhan yang disukai oleh panelis, sedangkan
pada hari ke 2 buah pisang masih berwarna dominan
hijau daripada kuningnya. Hasil dari uji panelis pada
organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.3.2 Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat penting
untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap suatu produk, sebab rasa sangat menentukan

83
selera konsumen sebelum memakan suatu produk
dalam jumlah banyak (Winarno,2004).

5
Uji Organoleptik Rasa Pisang Raja

4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.17.Grafik respon panelis terhadap rasa


pisang Raja

5
Uji Organoleptik Rasa Pisang Ambon

0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.18.Grafik respon panelis terhadap rasa


pisang Ambon

84
Hasil dari grafik pada Gambar 4.17 dan
4.18.Dapat kita ketahui respon panelis terhadap pisang
raja yang diujikan memperoleh hasil tertinggi pada
pemeraman pisang Raja dengan daun lamtoro hari ke
4 dengan hasil 4,5 (suka). Sedangkan nilai yang paling
rendah diperoleh pada perlakuan pemeraman pisang
Raja tanpa daun lamtoro hari ke 2 memperoleh hasil
1,4 (sangat tidak suka). Sedangkan pada pisang
Ambon nilai tertinggi pada pemeraman dengan daun
lamtoro hari ke 5 dengan hasil 3,2 (agak suka) dan nilai
terendah pada pemeraman tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dengan nilai 1,2 (sangat tidak suka).
Dari penilaian panelis pada Gambar 17. Bisa
kita ketahui bahwa rasa pisang Raja pada hari ke 4
yang disukai oleh panelis, karena penilaian
menujukkan hasil yang suka dari kriteria penilaian uji
organoleptik. Sedangkan pada rasa pisang Ambon
pada hari ke 5 pemeraman dengan daun lamtoro yang
disukai dengan panelis. Hasil dari uji panelis pada
organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.3.3 Aroma
Dalam industri pangan, ujiterhadap aroma
dianggap penting karena dapat memberikan penilaian

85
terhadap hasil produksinya, apakah produksinya
disukai atau tidak disukai oleh konsumen. Produk yang
memiliki aroma yang kurang menarik, bisa mengurangi
penilaian danjuga minat konsumen untuk
mengkonsumsinya. Tujuan dari uji organoleptik aroma
ini untuk mengetahui apakah pemeraman pada buah
pisang Raja dan pisang Ambon ini dapat diterima oleh
masyarakat khususnya panelis.
Uji Organoleptik Aroma Pisang Raja

5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.19.Grafik respon panelis terhadap aroma


pisang Raja

86
Uji Organoleptik Aroma Pisang Ambon 4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.20.Grafik respon panelis terhadap aroma


pisang Ambon
Dari penilaian panelis pada Gambar 19. Bisa
kita ketahui bahwa aroma pisang Raja pada hari ke 4
dapat diterima masyarakat, karena penilaian panelis
menujukkan hasil yang suka dari kriteria penilaian uji
organoleptik. Pisang Raja pada hari ke 4 memiliki
aroma yang sangat tajam dari buah pisang sedangkan
pada hari ke 5 buah pisang Raja aromanya sudah
memiliki aroma agak busuk. Sedangkan pada aroma
pisang Ambon menunjukkan hasil penilaian ditengah
dari hasil kriteria uji organoleptik yaitu agak suka. Hal
ini dikarenakan pisang Ambon memiliki aroma yang
kurang pada hari ke 4. Hasil dari uji panelis pada
organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 7.

87
4.3.4 Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter
penilaian tingkat kesukaan terhadap bahan yang akan
diuji bertujuan agar bahan tersebut dapat diterima oleh
masyarakat. Tekstur sangatlah penting untuk
penerimaan masyarakat terhadap buah pisang yang
akan dikonsumsi, apabila tekstur keras maka
konsumen juga akan berfikir ulang untuk membeli
pisang tersebut. Sehingga penilaian respon panelis ini
bertujuan apakah pemeraman buah pisang raja dan
pisang ambon ini bisa diterima oleh masyarakat.

5
Uji Organoleptik Tekstur Pisang Raja

4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.21.Grafik respon panelis terhadap tekstur


pisang Raja

88
4
Uji Organoleptik Tekstur Pisang Ambon
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)

Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro

Gambar 4.22.Grafik respon panelis terhadap tekstur


pisang Ambon
Hasil dari grafik pada Gambar 4.21.dan 4.22.
Dapat kita ketahui respon panelis terhadap pisang Raja
yang diujikan memperoleh hasil tertinggi pada
pemeraman pisang Raja dengan daun lamtoro hari ke
4 dengan hasil 4,6 (suka). Sedangkan nilai yang paling
rendah diperoleh pada perlakuan pemeraman pisang
Raja tanpa daun lamtoro hari ke 2 memperoleh hasil
1,3 (sangat tidak suka). Sedangkan pada pisang
Ambon nilai tertinggi pada pemeraman dengan daun
lamtoro hari ke 5 dengan hasil 3,8 (agak suka) dan nilai
terendah pada pemeraman tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dengan nilai 1,1 (sangat tidak suka).

89
Dari penilaian panelis pada Gambar 21. bisa
kita ketahui bahwa tekstur pisang Raja pada hari ke 4
dapat diterima masyarakat, karena penilaian panelis
menujukkan hasil yang suka dari kriteria penilaian uji
organoleptik. Sedangkan pada tekstur pisang Ambon
menunjukkan hasil penilaian ditengah dari hasil kriteria
uji organoleptik. Hasil dari uji panelis pada organoleptik
rasa dapat dilihat pada Lampiran 7.

90
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Pemeraman dengan daun lamtoro berpengaruh
terhadap perubahan sifat fisikokimia yaitu
kekerasan, kadar air, total gula, total padatan
terlarut, laju respirasi dan kadar vitamin C pada
pisang Raja dan pisang Ambon.
2. Pemeraman menggunakan daun lamtoro terbukti
dapat mempercepat kematangan buah pisang
Raja dan pisang Ambon. Pemeraman
menggunakan daun lamtoro lebih berpengaruh
pada pisang Raja dibandingkan dengan pisang
Ambon. Pemeraman terbaik terdapat pada hari
ke 4 pada pisang Raja dan hari ke 5 pada pisang
Ambon, yaitu sesuai dengan kualitas RSNI :
2009 buah pisang layak dikonsumsi, tidak busuk
atau rusak dan bebas dari aroma asing selain
aroma dan rasa khas buah pisang.

89
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

90
DAFTAR PUSTAKA

Absulio. 2012. Kajian Pola Penyerapan Etilen dan


Oksigen untuk Penyimpanan Buah
Segar. IPB. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Buah-Buahan


Menurut Provinsi (Ton)2012.
http://www.bps.go.id/tabsub/view.php?kat=3
&tabel=1&1dsubyek=55&notab=1. Diakses
pada tanggal 24 September 2016.

Ben-Arie, R., Sonego, L. dan Frenkel, C. 1979.


Changes in pectic substances in ripening
pears. J. Am. Soc. Hortic. Sci. 104:500.

Biale, J, B. dan Young, R.E. 1981 dalam Eskin, N.A.M.


1990. Biochemistry of Foods. Academic Press.
London.

Caussiol, L. 2001. Postharvest Quality Conventional


and Organically GrownBanana Fruit. Master
Science by Research in Postharvest
Technology. Institute of Agricultural of
Agritechnology. Cranfield University. Silsoe, pp:
160.

Dimas, R. 2011. Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi


Pangan UniversitasSebelas Maret. Surakarta. 22
pp.

91
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1979.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara
Karya Aksara. Jakarta.

Fellows, J. P. 2000. Food Processing Technology :


Principles and Practise. 2ndEd.Woodhead
Publ, Lim. England, Cambridge.

Garcia GW, TU Ferguson, FA Neckles and KAE


Archibald. 1996. The nutritive value and forage
productivity of Leucaena leucocephala. Anim
Feed Sci Technol. 60,29-41.

Houtman, F. S. 2009. Pengguna bahan penjerap


etilen pada penyimpanan Pisang Barangan
Dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi
Aktif. Skripsi Universitas Sumatra Utara. Medan.
87 pp.

Ishak dan Amrullah. 1995. Ilmu dan Teknologi


Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Negeri Bagian Timur. Ujung Pandang.

Kays, S.Y. 1991. Postharvest Physiology of


Perishable Plant Products. Avi Pub., Inc. New
york.

Martiningsih, E. 2007. Pemanfaatan kulit buah pisang


(Musa paradisiaca L, var sapientum) sebagai
substrat fermentasi etanol menggunakan
Saccharomyces cerevisiae. Skripsi Fakultas
Farmasi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Malang.

92
Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952. The
Climacteric Rise In Fruit Respiration As
Controlled by Phosphorylative Coupling.
University ofCalifornia, Los angeles, California.

Mitra, S.K. 1997. Postharvest Physiology and


Storage of Tropical and Subtropical Fruits.
CAB International. London. United Kingdom.

Nascimento, J.R.O., A.V. Junior., P.Z. Bassinelo., B.R.


Cordenunsi dan F.M. Lajolo.2005. Beta-amylase
expression and starch degradaton during
banana ripening. Postharvest Biology and
Technology. 40(2006) 41-47.

Ovira. 2012. Pemeraman Buah Pisang. Teknologi


Pertanian UGM. Yogyakarta.

Palmer, J.K. 1971 dalam Salvador, A., T. Sanz., dan


S.M. Fiszman. 2007. Changes in colour and
texture and their relationship with eating
quality during storage of two different
dessert bananas. Postharvest Biology and
Technology. 43: 319-325.

Pantastico, Er. .B. 1989. Fisiologi Pasca Panen,


Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan
Tropika dan Subtropika. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Peter. 2008.Fisiologi Pasca Panen. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

93
Prabawati dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi
Pascapanen dan Teknik Pengolahan Pisang.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.Departemen Pertanian.

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum


Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rismunandar. 1981. Bertanam Pisang. CV Sinar Baru.


Bandung.

Saltveit, M.E. 2003. Measuringrespiration. University


of California. California, CA,USA. Pp 5.

Santoso. 2012. Penanganan Pasca Panen Buah.


UNRAM. Mataram

Santoso, B.B dan B.S. Purwoko. 1993. Fisiologi dan


Teknologi Pasca Panen Tanaman
Hortikultura. Indonesia Australia Eastern
Universities Project.

Satuhu, S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah.


Erlangga. Jakarta.

Seymour, G.B., Thompson, A.K dan John, P. 1987.


Inhibition of degreening in the peel of
bananas ripened at tropical temperatures. 1.
effect of high temperature on changes in the
pulp and peel during ripening. Annals of
Apllied Biology 110:145-151.

94
Siregar, A.P. 1982. The prospect of "Lamtoro"
(Leucaena) as feed for livestock and poultry
production in Indonesia . Ind. Agric. Res. Dept.
J. Vol. 4 (4), 98-104 .

Siriboon, N., Propapan, B. 2000. A study on the


ripening of ‘Namwa’ banana. Faculty of
Biotecnology. Assumption University. Bangkok.
Thailand.

Soekarto, S.T., 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan


Standarisasi Mutu Pangan. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Departemen
Pendidikan danKebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. Pusat AntarUniversitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumadi, B., Sugiharto. 2004. Metabolisme Sukrosa


Pada Proses Pemasukan Buah Pisang yang
Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jurnal Ilmu
Dasar. Vol 5(1) :21 – 26.

Suyanti, dan Supriyadi. 2008. Pisang Budi Daya


Pengolahan dan Prospek Pasar.Jakarta:
Penebar Swadaya.

Tjitrosoepomo. 2011. Taksonomi Tumbuhan. UGM.


Yogyakarta.

Utami, Widiyanto dan Kristianita. 2012. Pengaruh Cara


dan Lama Pemeraman Terhadap Kandungan
Vitamin C Pada Buah Pisang Raja (Musa
paradisiaca L). Program Studi Pendidikan
Biolog.i IKIP PGRI Madiun.

95
Widyastuti T. 2001. Detoksifikasi daun lamtoro
(Leucaena leucephala) secara fisik dan kimia
serta pemanfaatannya sebagai sumber
pigmentasi dalam ransum ayam broiler
[tesis]. Institut PertanianBogor. Bogor.

Winarno, F.G dan Wirakartakusumah, M.A. 1984.


Fisiologi Lepas Panen. Gramedia. Jakarta.

96

Anda mungkin juga menyukai