SKRIPSI
Oleh:
ARIS IRFANDI
NIM 115100201111002
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Dr. Ir. Ary Mustofa Ahmad, MP La Choviya Hawa, STP. MP. Ph.D
NIP. 19600306 198601 1 001 NIP. 19780307 200012 2 001
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di
Probolinggo, pada hari Rabu
tanggal 15 Desember 1993 dari
pasangan Bapak Drs. Soedjiwisoko
dan Ibu Juwariyah. Penulis adalah
putra kedua dari dua bersaudara
Penulis memulai pendidikan
formal pada tahun 1996-1999 di TK
Panti Indria Dungun Kabupaten
Probolinggo, tahun 1999-2002
SDN Bayeman 1 Kabupaten
Probolinggo, tahun 2002-2005
SDN Sukabumi 4 Probolinggo,
tahun 2005-2008 MTs Assalaam
Surakarta, tahun 2008- 2011 SMA Assalaam Surakarta, dan
pada tahun 2011, penulis diterima di Universitas Brawijaya
(UB) Malang melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam
organisasi himpunan mahasiswa keteknikan pertanian
sebagai anggota pada periode 2012-2013. Selain itu penulis
juga aktif dalam kepanitiaan acara kegiatan Orientasi
Pengenalan Jurusan (OPJ) Keteknikan Pertanian UB
sebagai divisi kesehatan periode 2012-2013 dan Pengenalan
Kehidupan Kampus (PK2) FTP UB sebagai divisi kesehatan
periode 2013-2014.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Menyatakan bahwa,
Tugas Akhir (TA) dengan judul diatas merupakan karya asli
penulis tersebut diatas. Apabila dikemudian hari terbukti
pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum
yang berlaku
Malang, 19 Desember 2016
Pembuat Pernyataan,
Aris Irfandi
NIM. 115100201111002
v
Aris Irfandi. 115100201111002. Pengaruh Daun Lamtoro
Sebagai Bahan Pemeraman Terhadap Perubahan Sifat
Fisikokimia Buah Pisang Raja (Musa paradisiaca L) dan
Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum (L)
Kunt).DosenPembimbing :Dr. Ir. Sandra Malin Sutan, MP
dan Ir. Darwin Kadarisman, MS
ABSTRAK
SUMMARY
vii
KATA PENGANTAR
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TA .......................... v
ABSTRAK ............................................................................. vi
SUMMARY ............................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................. viii
DAFTAR ISI........................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xv
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 4
1.3 Tujuan .............................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................ 5
1.5 Batasan Masalah ............................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 7
2.1 Pisang Raja ..................................................................... 7
2.2 Pisang Ambon.................................................................. 8
2.3 Kandungan Gizi Buah Pisang .......................................... 9
2.4 Fisiologi Buah Pisang....................................................... 10
ix
2.5 Lamtoro (Leucaena leucocephala) ................................... 12
2.6 Pemeraman Buah ............................................................ 14
2.7 Perubahan Fisik dan Kimia Selama Pematangan ............ 19
2.8 Respirasi .......................................................................... 22
2.9 Uji Organoleptik ............................................................... 30
2.10 Penelitian Terdahulu ...................................................... 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................. 39
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan ....................................... 39
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................ 39
3.3 Metode Penelitian ............................................................ 40
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................... 41
3.5 Analisa Data .................................................................... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................. 51
4.1 Pengamatan Sifat Fisik .................................................... 51
4.1.1 Kekerasan .............................................................. 51
4.1.2 Tingkat Kematangan (berdasarkan perubahan warna
kulit) ................................................................................ 55
4.2 Pengamatan Sifat Kimia ................................................... 60
4.2.1 Kadar Air ................................................................ 60
4.2.2 Total Gula .............................................................. 63
4.2.3 Total Padatan Terlarut............................................ 67
4.2.4 Laju Respirasi ........................................................ 71
4.2.5 Kadar Vitamin C ..................................................... 77
4.3 Organoleptik .................................................................... 81
4.3.1 Warna .................................................................... 81
x
4.3.2 Rasa ...................................................................... 83
4.3.3 Aroma .................................................................... 85
4.3.4 Tekstur ................................................................... 88
BAB V. KESIMPULAN .......................................................... 89
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 91
LAMPIRAN ............................................................................ 97
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemeraman daun lamtoro
terhadap sifat fisikokimia buah pisang Raja dan pisang
Ambon.
2. Mengetahui hasil pemeraman terbaik dengan daun
lamtoro terhadap kualitas buah pisang Raja dan pisang
Ambon.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan informasi tentang proses pematangan
dengan metode pemeraman menggunakan daun lamtoro
terhadap pada buah pisang Raja dan pisang Ambon
dengan kualitas terbaik.
5
3. Bahan pemeram pada buah pisang menggunakan
daun lamtoro.
4. Tidak membahas nilai ekonomi proses pemeraman
buah pisang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
produktivitasnya optimal, sebaiknya ditanam pada kondisi
yang ideal (Suyanti, & Supriadi 2008)
8
Klasifikasi tanaman pisang ambon yang diterima
secara luas saat ini adalah sebagai berikut (Satuhu dan
Supriyadi, 2008):
Division : Magnoliophyta
Sub division : Spermatophyta
Klas : Liliopsida
Sub klas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Species :Musa paradisiaca var. sapientum (L.)
Kunt.
9
fosfor, dan besi. Menurut Departemen Kesehatan RI
(1979), kandungan gizi pisang per 100 gram adalah
sebagai berikut pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi buah pisang
Vit. Vit Vit
Kalo Fosf
Protei Karbohidr Kalsiu A B1 C Air
Jenis ri or
n (g) at (g) m (mg) (SI (mg (mg (g)
(kal) (mg)
) ) )
Pisang 14 0,0
99 1,2 25,8 8 28 3 72
Ambon 6 8
Pisang 0,0 80,
68 1,3 17,2 10 26 76 6
Angleng 8 3
Pisang
61 72,
Lampun 99 1,3 25,6 10 19 - 4
8 1
g
Pisang 0,0 64,
127 1,4 33,6 7 25 79 2
Mas 9 2
Pisang 95 0,0 65,
120 1,2 31,8 10 22 10
Raja 0 6 8
Pisang 11 67,
118 1,2 31,1 7 29 - 4
Susu 2 0
11
2.5. Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan
serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola
pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering
ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, diantara
larikan-larikan tanaman pokok. Pohonnya memiliki
ketinggian hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar
10 m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan
kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan
berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung
yang berambut rapat (Siregar,1982).
Adapun komposisi kimia hijauan dan tepung daun
lamtoro disajikan pada Tabel 2.2
12
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Hijauan dan Tepung Daun
Lamtoro.
13
2.6. Pemeraman Buah
Pemeraman buah dilakukan untuk
mempercepat atau mempersingkat dan menyeragamkan
kematangan buah. Pemeraman buah dilakukan selama 5-
12 hari tergantung kondisi tempat dan derajat
kematangan buah. Selama pemeraman buah hindari buah
yang hampir busuk, terlampau masak, rusak atau
diserang jamur, yakni dengan cara sebagai berikut :
1. Mengatur tempat pemeraman agar cukup bersih
dan terbuka.
2. Disimpan menggunakan wadah pemeraman
seperti keranjang atau karung goni.
3. Member alas pada permukaan tanah dan
penutup permukaan tumpukan buah dengan
daun-daun kering apabila dilakukan
pemeraman di kebun.
Jenis Pemeraman menurut Ovira, 2012 :
Banyak cara yang dilakukan untuk pemeraman pisang,
diantaranya adalah :
1. Pemeraman Tradisional
Secara tradisional, buah pisang diperam di
dalam tempayan yang terbuat dari tanah liat.Setelah buah
dipotong, bentuk sisir dan getahnya sudah kering,
kemudian disusun dalam tempayan dan ditutup dengan
kuali. Penutupan dimaksudkan agar tidak ada udara yang
14
keluar. Agar tujuan tersebut tercapai, antara tempayan
dan kuali diberi tanah liat dan dibakar agar suhu di dalam
tempayan menjadi panas. Panas inilah yang
menyebabkan buah menjadi cepat matang. Lama
pemeraman dengan cara ini biasanya 2 atau 3 hari.
2. Pemeraman dengan Cara Diasap (Pengemposan)
Pemeraman dengan pengemposan banyak
dilakukan oleh pedagang pengumpul sentra produksi
pisang. Buah pisang yang akan diempos, biasanya dalam
bentuk tandanan. Pengemposan dilakukan di dalam
tanah. Mula-mula digali lubang yang besarnya tergantung
dari jumlah tandan pisang yang akan diempos. Untuk
seratus tandan pisang, lubang yang diperlukan sebesar (2
x 3 x 3) m. Lubang diberi tutup dari papan dan timbun
dengan tanah. Penutupan disisakan untuk
tempatmasuknya pisang. Pada ujung lubang diberi
bumbung bambu untuk tempat masuknya asap, kemudian
daun kelapa dibakar dan asapnya dimasukkan ke dalam
bumbung bambu dengan cara dikipasi. Pengasapan
dilakukan di dalam lubang selama 24 jam. Selanjutnya,
buah diangkat darilubang, diangin-anginkan, dan
dibungkus dengan daun pisang kering agar mudah untuk
proses pengangkutan.
15
3. Pemeraman dengan Karbit
Pemeraman dengan karbit sering dilakukan
oleh pedagang pengumpul yang berada didaerah
pemasaran. Karbit (CaCl) adalah bahan penghasil gas
karbit atau asetilen yang dapat memacu kematangan
buah. Pemeraman dengan karbit dapat dilakukan dipohon
atau sesudah dipanen. Bila buah masih dipohon,
segumpal karbit (kurang lebih 10 gram) diletakkan
diantara sisir pisang dibagian tengah. Tandan pisang
kemudian dibungkus dengan plastik atau karung yang
diikat dibagian atasnya. Beberapa hari kemudian, buah
pisang akan matang dengan warna kulit buah kuning.
Cara memeram buah dengan karbit setelah
dipanen adalah sebagai berikut :
a) Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir
disusun dengan rapi.
b) Pada tiap pojok buah diberi karbit yang
dibungkus kertas. Untuk 1 ton buah pisang
dibutuhkan karbit sebanyak 1 kg.
c) Buah pisang kemudian ditutup dengan plastik
dan dibiarkan selama 2 hari.
d) Setelah dua hari, tutup dibuka dan buah
diangin-anginkan. Dalam 2-3 hari, buah akan
menjadi matang secara serempak.
16
4. Pemeraman dengan Gas Etilen/Asetilen
Etilen ialah gas yang tidak berwarna, agak
berbau, manis dan mudah terdeteksi pada konsentrasi
rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan selama
kepekatannya di bawah 1.000 ppm (0,1%). Campuran
udara dan etilen yang melebihi 27.000 ppm (2,7%) dapat
menyebabkan ledakan. Oleh karena itu harus
diperhatikan benar petunjuk penggunaannya. Dalam
penanganan pasca panen, gas etilen dapat digunakan
dalam proses pemeraman. Penggunaan gas dalam
pemeraman lebih baik dibandingkan karbit. Pemeraman
dengan gas ini paling efektif bila buah yang diperam
mengandung enzim oksidase karena gas berfungsi untuk
merubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan
mempercepat kemasakan buah. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menyusun tandan/sisir pisang
dalam suatu rak yang diberi tutup plastik atau dalam
ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar. Gas
etilen/asetilen kemudian dialirkan ke dalam ruangan
tersebut. Banyaknya gas tergantung kapasitas ruang
pemeraman. Untuk ruang yang penuh, penggunaan etilen
dianjurkan sebesar 1/10 cuft untuk setiap 1.000 isi
ruangan. Ruangan yang konstruksinya baik diberi gas
sebanyak sekali sehari selama dua hari berturut-turut.
Gas itu dialirkan perlahan-lahan melewati pipa lubang
17
kecil bagian belakang. Untuk ruang pemeraman yang
kurang baik (bocor dan konstruksinya tidak baik),
penambahan gas hendaknya 2-3 kali selama dua hari.
Agar hasil yang diperoleh bermutu tinggi, hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam pemeraman
buahpisang menggunakan gas etilen/asetilen adalah
sebagai berikut :
a) Suhu pemeraman tidak boleh terlalu tinggi. Bila
suhu daging buah 730 F (sekitar 230 C), warna
pisang yang dihasilkan akan kusam, cepat
rusak dan aromanya kurang baik. Sebelum
buah berwarna kuning penuh, akan timbul
bercak berwarna hitam. Pemeraman yang baik
dilakukan pada suhu 620-680 F (17,80-200 C).
b) Suhu pemeraman terlalu rendah. Hal ini
menyebabkan daging buah rusak ketika
menjadi matang penuh. Meskipun
penampilannya baik, tetapi warna pisang akan
kusam.
c) Kelembapan yang terlalu tinggi. Keadaan ini
menyebabkan aroma buah pisang kurang baik
dan tekstur buahnya menjadi lembek sebelum
tingkat kematangan buah tercapai.
d) Kelembapan terlalu rendah. Bisa
mengakibatkan buah pisang kusam.
18
Kelembapan dan suhu diatur agar mendekati
titik jenuh. Kelembapan ini mempertahankan
sampai terjadi perubahan warna. Kelembaban
yang ideal untuk pemeraman sekitar 75-85%.
5. Pemeraman dengan Daun-daunan
Buah pisang yang akan diperam dimasukkan ke
dalam suatu wadah yang telah diberi alas daun.
Selanjutnya ditutup dengan daun kurang lebih sebanyak
seperlima dari berat pisang yang hendak diperam.
Dengan cara ini, buah pisang akan matang dalam 3-4
hari. Daun-daun yang bisa digunakan antara lain adalah
daun gamal, daun mindi, daun lamtoro dan daun pisang.
Pada dasarnya semua bagian dari tumbuhan berbiji
termasuk daun dapat menghasilkan etilen.
19
a. Perubahan kulit
Perubahan warna merupakan indikator
yang sangat baik untuk menentukan tingkat kematangan
buah pisang. Perubahan warna kulit pisang yang mulanya
berwarna hijau menjadi warna kuning disebabkan oleh
adanya proses degradasi oleh pigmen klorofil dan ini tetap
berlangsung meskipun buah sudah di panen (Caussiol,
2001).
Gambar 2.3 Gambar Tingkat Kematangan Buah Pisang
Berdasarkan Warna Kulit
20
Sumber : (Prabawati dkk, 2008)
b. Tingkat kekerasan
Perubahan tingkat kekerasan pada buah
sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan lemak, kadar
air, karbohidrat seperti selulosa dan pektin serta dan
protein pada saat pematangan, dari perubahan
kandungan tersebut sehingga merubah tingkat kekerasan
dari keras menjadi cenderung lunak (Fellows, 2000).
c. Perubahan Kandugan Gula dan Kandungan
Pati
Pada awal pertumbuhan buah konsentrasi
gula dalam buah sangat rendah, hal ini akan berbanding
terbalik ketika pada saat pematangan. Kadar gula pada
buah akan meningkat tajam dalam bentuk glukosa dan
fruktosa. Perubahan kandungan pati pada buah akan
meningkat pada saat pertumbuhan sampai 70 hari masa
pertumbuhannya dan kemudian akan menurun.
Kandungan pati pada buah pada saat pertumbuhan
sekitar 20-25% dari total berat buahnya dan hanya 2-5 %
yang bias diubah menjadi gula dan sisanya akan menjadi
CO2 melalui proses respirasi (Sumadi dkk, 2004).
21
d. Perubahan kandungan kadar air
Perubahan kandungan kadar air pada buah
sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Perubahan
kandungan kadar air akan mempengaruhi perubahan
susut bobot pada buah. Salah satu cara penurunan laju
kadar air dengan menyimpan pada suhu rendah. Dengan
transpirasi rendah maka susut bobot produk menjadi
rendah (Paramita, 2010).
e. Perubahan susut bobot
Proses penguapan air pada produk
holtikultura akan terus menerus berlangsung pada semua
jenis buah dan sayur. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya proses penurunan susut bobot pada buah serta
dengan jumlah gas CO2 dan air yang dikeluarkan
(Houtman, 2009).
2.8. Respirasi
Respirasi adalah suatu proses metabolisme
biologis dengan menggunakan oksigen dalam
perombakan senyawa kompleks menjadi sederhana
(seperti karbohidrat, protein dan lemak) untuk
menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron. Pada
umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih
mengalami proses metabolisme dan respirasi hingga
22
produk tersebut cenderung mengalami kerusakan baik
secara fisik maupun kimia.
Proses pematangan buah disertai dengan
perubuhan fisiologis dan kimia yang merupakan ciri khas
dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan
merupakan proses transformasi pectic yang
menyebabkan pelunakan, perubahan warna,
hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya
pigmen sekunder baru, dan senyawa-senyawa lain pada
buah (Millerd et al, 1952).
Reaksi kimia pada proses respirasi dapat
dinyatakan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal
Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi
dapat dijadikan petunjuk sebagai parameter daya simpan
pasca panen. Laju respirasi dianggap sebagai ukuran dari
laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan
sebagai petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan
respirasi yang tinggi akan menurunkan umur simpan
buah.
Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi
dibedakan menjadi dua jenis yaitu respiras aerob dan
anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi
yang membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi
anaerob merupakan proses respirasi yang tidak
23
menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa
tertentu seperti etanol dan asam laktat. Pada respirasi
aerob berlangsung dalam tiga tahap yaitu : Glikolisis,
Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir
CO2, air, dan energi. Sedangkan pada respirasi anaerob
hanya berlangsung dalam satu tahap yaitu glikolisis yang
akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas,
2011).
Pisang merupakan buah klimakterik dan juga
masuk kedalam kategori buah dengan laju respirasi
sedang. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan
produksi gas CO2 dan gas etilen pada saat proses
pematangan di dalam ruang penyimpanan sangat perlu
untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan
pertumbuhan padabuah klimakterik dan nonklimakterik
dapat dilihat pada Gambar 2.5
24
Gambar 2.4 Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah
klimakterik dan non klimakterik (Santoso, 2012).
Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada
buah klimakterik mulai dari fase maturation (penuaan)
sampai fase ripening (pematangan) cenderung meningkat
sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju
respirasi mengalami penurunan, sedangkan perbedaan
laju respirasi pada buah non klimakterik terlihat pada saat
fase maturation, ripening, dan senescence laju respirasi
cenderung turun secara linear dan tidak mengalami
peningkatan.
Pada penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar
oksigen sangat diperhatikan. Semakin rendah kandungan
oksigen di dalam udara penyimpanan maka laju respirasi
akan semakin menurun. Hal ini karena proses respirasi
25
memerlukan oksigen. Apabila kandungan oksigen di
dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah
2% maka buah tersebut akan mengalami proses respirasi
anaerob yang akan mengakibatkan timbulnya aroma yang
tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).
Pengukuran laju respirasi sangat penting untuk
dilakukan agar dapat mengetahui akifitas metabolisme
pada produk yang sedang kita tangani. Selama proses
respirasi aerob penyimpanan produk akan menghasilkan
CO2, air, dan energi yang mempengaruhi pertumbuhan
sel dan kualitas dari komoditi tersebut. Menurut Saltveit
(2003), ada beberapa parameter untuk mengukur tingkat
laju respirasi produk selama penyimpanan, diantaranya
mengukur kehilangan substrat, konsumsi oksigen,
produksi karbondioksida, dan produksi energi.
Dalam perkembangannya banyak sekali faktor-
faktor yang mempengaruhi laju respirasi komodit
pertanian. Menurut Hotman (2009), proses respirasi
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan
organ, maka semakin tinggi jumlah CO2 yang
dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan
mempengaruhi laju respirasi, dimana pada buah-
buahan yang banyak mengandung karbohidrat,
maka laju respirasinya akan semakin meningkat.
26
Laju respirasi rendah terjadi pada produk yang
memiliki lapisan kulit yang tebal.
b. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang umum dalam
mempengaruhi laju respirasi antara lain :
1. Suhu
Kenaikan suhu 100 C pada umumnya
akan meningkatkan laju respirasi 2 –
2.5 kalinya.
2. Konsenterasi O2
Konsenterasi gas oksigen diudara
sangat perlu diperhatikan karena
semakin tinggi kadar oksigen di udara
maka akan meningkatkan laju respirasi
buah.
3. Konsentrasi CO2
Kandungan CO2 di udara yang sesuai
akan memperpanjang umur simpan
buah-buahan dan sayur-sayuran, hal
ini karena CO2 tersebut dapat
menggangu proses respirasi pada
buah tersebut.
27
4. Etilen
Penambahan gas etilen pada tingkatan
pra-klimakterik dapat meningkatkan
laju respirasi pada buah klimakterik.
5. Kerusakan/Memar
Kerusakan/memar pada permukaan
produk dapat meningkatnya laju
respirasi produk akibat kerusakan fisik
buah tersebut sehingga umur simpan
produk pasca panen akan relatif
menurun.
Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh pada
laju respirasi komoditi pertanian, sehingga dalam proses
perkembangan atau penyimpanan faktor-faktor tersebut
sangat perlu diperhatikan sehingga umur simpan komoditi
pertanian pasca panen dapat didapatkan secara
maksimal.
Komoditi pertanian berdasarkan laju respirasinya
memiliki beberapa klasifikasi berdasarkan jenis komoditi
tersebut. Laju respirasi berdasarkan kecepatan respirasi
komoditi tersebut digolongkan dalam beberapa klasifikasi.
Klasifikasi dari beberapa komoditi hortikultura menurut laju
respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2.3
28
Tabel 2.3 Klasifiaksi komoditi hortikultura berdasarkan laju
respirasinya
Produksi CO2 pada
0
Kelas suhu 5 C Komoditi
(Mg CO2/kg jam)
Sangat rendah <5 Kurma, kacang-
kacangan, buah
kering.
Rendah 5-10 Apel, jeruk, anggur,
kentang, bawang, ubi
jalar.
Sedang 10-20 Apricot, pisang, kubis,
tomat, lobak.
Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat.
Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga
potong.
Sangat-sangat tinggi >60 Brokoli, asparagus,
bayam, jagung manis.
Menurut Hotman (2009), proses respirasi erat
hubunganya dengan produksi etilen pada saat buah
disimpan. Oleh karena itu apabila produksi etilen
meningkat maka laju respirasi akan meningkat.
Peningkatan penggunaan oksigen oleh tanaman
merupakan tanda aktivitas respirasi mulai meningkat.
Pada tanaman klimakterik dan non klimakterik pemacuan
respirasi dengan menggunakan gas etilen memiliki sifat
yang berbeda. Penyerepan oksigen pada proses
29
respirasinya buah klimakterik tidak terlalu banyak,
sedangkan pada buah non klimakterik makin tinggi
produksi gas etilen, aktivitas respirasi akan semakin
meningkat.
30
b. Indra peraba yang berkaitan dengan
struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun,
tekstur merupakan sensasi tekanan yang
dapat diamati dengan mulut dan perabaan
dengan jari, dan konsistensi merupakan
tebal, tipis dan halus.
c. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa,
maka rasa manis dapat dengan mudah
dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada
ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada
pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian
belakang lidah (Rahayu,1998)
A. Panelis
Rahayu (1998) menjelaskan bahwa untuk
melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel.
Dalam penilaian suatu mutu atau analis sifat-sifat
sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai
instrument atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau
kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi
berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota panel disebut panelis.
31
Menurut Soekarto (1990), ada 6 macam panel
yang bisa digunakan dalam penilaian organoleptik yaitu
sebagai berikut :
a. Panel pencicip perseorangan
Pencicip perseorangan juga disebut pencicip
tradisional. Keistimewaan pencicip ini adalah
dalam waktu singkat dapat menilai suatu hasil
dengan tepat, bahkan mampu menilai pengaruh
macam-macam perlakuan, misalnya bahan baku
dan cara pengolahan. Tetapi kemampuan pencicip
perseorangan hanya terbatas pada komoditas
tertentu, sehingga masing-masing komoditas
memerlukan panelis yang berbeda sesuai dengan
keahlian masing-masing.
b. Panel pencicip terbatas
Panel pencicip terbatas terdiri dari 3 sampai 5
orang penilai yang memiliki kepekaan tinggi.
Syarat untuk bisa menjadi panelis terbatas adalah
sebagai berikut :
1. Mempunyai kepekaan tinggi terhadap kondisi
tertentu
2. Mengetahui cara pengolahan, peranan bahan
dan teknik pengolahan, serta mengetahui
pengaruhnya terhadap sifat-sifat komoditas.
32
3. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tentang cara-cara penilaian organoleptik.
c. Panel terlatih
Anggota panel terlatih adalah 15 sampai 25
orang. Tingkat kepekaan yang diharapkan tidak
setinggi panel pencicip terbatas. Panel terlatih
berfungsi sebagai alat analitis dan pengujian yang
dilakukan terbatas pada kemampuan
membedakan. Untuk menjadi seorang panelis
terlatih, maka prosedur yang harus diiikuti adalah :
1. Uji segitiga (triangle test)
2. Uji pembanding pasangan (paired comparison)
3. Uji penjenjangan (ranking)
4. Uji pasangan tunggal (single stimulus test)
d. Panel agak terlatih
Jumlah anggota panel agak terlatih adalah 15
sampai 25 orang. Panel ini tidak dipilih menurut
prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak
diambil dari orang awam yang tidak mengenal sifat
sensorik dan penilaian organoleptik. Termasuk di
dalam panel agak terlatih adalah sekelompok
mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis
secara musiman.
33
e. Panel tak terlatih
Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Pemilihan
anggotanya lebih mengutamakan segi sosial,
misalnya latar belakang pendidikan, asal
daerah dan kelas ekonomi dalam masyarakat.
Panel tak terlatih digunakan untuk menguji
kesukaan (preference test).
f. Panel konsumen
Anggota panel konsumen antara 30 sampai
100 orang. Pengujiannya mengenai uji
kesukaan (preference test) dan dilakukan
sebelum pengujian pasar. Dengan pengujian ini
dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen
(Soekarto, 1990)
34
a. Uji pembedaan pasangan
(paired comparation)
Pengujian ini berfungsi
untuk menilai ada atau
tidaknya perbedaan antara
dua macam produk.
Digunakan untuk menguji
produk baru yang
dibandingkan dengan produk
terdahulu yang sudah
diterima oleh konsumen.
b. Uji perbedaan segitiga
(triangle test)
Uji perbedaan segitiga
digunakan untuk mengetahui
perbedaan yang kecil
2. Uji hedonik atau uji kesukaan
Dalam uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau ketidaksukaan
sekaligus tingkatannya. Tingkat
kesukaan itu disebut skala hedonik,
misalnya amat sangat suka, sangat
suka, suka, agak suka, netral, agak
35
tidak suka, tidak suka, sangat tidak
suka dan amat tidak suka.
3. Uji mutu hedonik
Uji mutu hedonik adalah uji hedonik
yang lebih spesifik untuk suatu jenis
mutu tertentu. Contoh penggunaan uji
mutu hedonik adalah untuk mengetahui
rasa buah dalam permen, sifat pera
atau pulen pada nasi, sifat gurih pada
kerupuk dan kelezatan pada daging
panggang (Rahayu, 1998).
36
2.10 Penelitian Terdahulu
Menurut Utami, Widiyanto dan Kristianita
(2012), pemeraman dengan menggunakan daun lamtoro
pada buah pisang raja menghasilkan kandungan vitamin
C sebesar 11,41mg/100mg larutan dan pemeraman pada
hari keempat yang memiliki kandungan vitamin C
tertinggi.
37
(halaman ini sengaja dikosongkan)
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
39
7. Blender sebagai alat penghalus pisang.
8. Gelas ukur sebagai alat pengukur volume larutan.
9. Pipet tetes sebagai penetes larutan
10. Erlenmeyer sebagai wadah campuran larutan.
11. Kertas saring sebagai alat penyaring larutan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Buah pisang raja dan pisang ambon mentah dengan
tingkat ketuaan 75%.
2. Daun lamtoro sebagai bahan pemeram buah pisang.
3. Aquades sebagai bahan pelarut.
4. Larutan Iodium sebagai bahan titrasi uji kadar vitamin c
5. Amilum sebagai bahan indikator uji kadar vitamin c
40
Penggunaan daun lamtoro (2 level) :
1. Tanpa menggunakan daun lamtoro
2. Menggunakan daun lamtoro
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan
Pisang Raja
Pemeraman L0 (Tanpa Daun L1 (Dengan Daun
Lama Pemeraman Lamtoro) Lamtoro)
R1 (2 Hari) R1L0 R1L1
R2 (3 Hari) R2L0 R2L1
R3 (4 Hari) R3L0 R3L1
R4 (5 Hari) R4L0 R4L1
Pisang Ambon
Pemeraman L0 (Tanpa Daun L1 (Dengan Daun
Lama Pemeraman Lamtoro) Lamtoro)
A1 (2 Hari) A1L0 A1L1
A2 (3 Hari) A2L0 A2L1
A3 (4 Hari) A3L0 A3L1
A4 (5 Hari) A4L0 A4L1
41
b. Disiapkan masing-masing 20 buah pisang Raja
dan pisang Ambon mentah dengan tingkat
ketuaan 75%.
c. Buah pisang ditimbang masing-masing.
d. Timbang daun lamtoro 20% dari berat buah
pisang
e. Buah pisang dan daun lamtoro masing-masing
dimasukkan dalam kardus yang telah diberi
kertas pada alas dan permukaan kardus.
f. Tutup dan simpan kardus (2,3,4 dan 5 hari).
42
Mulai
Buah pisang
ditimbang
Pengamatan
Pemeraman -sifat fisik
pisang (2,3, 4 dan -sifat kimia
5 hari) -sifat organoleptik
Buah pisang
ditimbang
Selesai
43
terlarut. Sedangkan pada sifat organoleptik pada
buah pisang yaitu tekstur, warna, aroma dan rasa
secara umum.
3.4.3. Sifat Fisik
1. Tingkat Kekerasan
Kekerasan buah diukur dengan menggunakan alat
texture analyzer. Buah pisang ditaruh di meja
kemudian diberi penekanan atau beban dari luar
dilakukan satu kali. Setelah itu didapatkan hasil
pengukuran dengan membaca grafik yang
dihasilkan. Nilai kekerasan dinyatakan dalam satuan
gram/cm2.
2. Tingkat kematangan pisang
Tingkat kematangan pisang ditentukan berdasarkan
warna kulit pisang dengan indeks warna 1-8
(Prabawati.dkk 2008).
44
2 Permukaan buah
berwarna hijau
dengan semburat
atau sedikit warna
kuning.
3 Kulit buah dengan
warna kuning lebih
banyak daripada
warna hijau.
4 Kulit buah dengan
warna kuning lebih
banyak daripada
warna hijau.
5 Seluruh permukaan
kulit buah berwarna
kuning, bagian ujung
masih hijau.
6 Seluruh jari buah
pisang berwarna
kuning.
7 Buah pisang
berwarna kuning
dengan sedikit bintik
kecoklatan.
45
8 Buah pisang
berwarna kuning
dengan banyak
bercak coklat.
3.4.4. Sifat Kimia
1. Kadar Air
Kadar air buah pisang ditentukan dengan
pengambilan sampel sebanyak 3 kali pada
setiap perlakuan. Selanjutnya buah pisang
diukur massanya yang dicatat sebagai berat
basah. Buah pisang selanjutnya dikeringkan di
dalam oven suhu 1050 C selama 24 jam. Buah
pisang yang telah kering kemudian diukur
massanya kembali yang dicatat sebagai berat
kering. Presentase kadar air yang dikandung
buah pisang diperoleh dengan rumus berikut.
𝐵𝐵−𝐵𝐾
Kadar air (%) = 𝐵𝐵
X 100%
Dimana :
BB = berat basah pisang (g)
BK = berat kering pisang (g)
2. Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C buah pisang dilakukan
menggunakan analisis titrasi iodometri yaitu
dilakuakan dengan pisang ditimbang sebanyak
10 g kemudian air ditambahkan hingga
46
volumenya 100 ml lalu diblender, setelah itu
diambil sarinya sebanyak 10 ml. Sari buah
dimasukkan kedalam erlenmeyer. Pada setiap
erlenmeyer ditambahkan indikator amilum,
kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan
standar I2 0,1 N hingga warnanya berubah
menjadi violet.
3. Laju Respirasi
Pada pengukuran laju respirasi, buah pisang
dimasukkan dalam wadah plastik dan diikat,
kemudian setelah waktu pemeraman buah
diukur dengan alat CO2 analyzer dengan cara
disuntikkan pada sampel yang nantinya akan
diketahui besar laju respirasI (kadar O2 dan
CO2) buah pisang pada setiap perlakuan.
47
4. Total Gula
Pengukuran total gula buah menggunakan
metode Anthrone. Pereaksi anthrone bereaksi
dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna iru kehijauan. Intensitas
absorbansnya diuur pada 630 nm pereaksi
anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) 0,1 %
dalam asam sulfat pekat.
5. Total Padat Terlarut
Sampel sari buah dipersiapkan sebagai berikut.
Sebanyak 50 g daging buah diblender dengan
100 ml air destilata, lalu disentrifius pada 2500
rpm selama 20 menit. Cairannya dimasukkan
ke labu ukur 250 ml, lalu ditambahkan air
destilata ke dalamnya hingga rata. Sekitar 100
ml sampel sari buah tersebut kemudian
dibekukan sambil menunggu analisis
selanjutnya. Kandungan padatan terlarut (ºBrix)
diukur dengan refractometer tangan ‘Atago’
pada suhu ruang. Kandungan padatan terlarut
(ºBrix) buah pisang diukur dengan pengenceran
1 : 1.
48
3.4.5. Sifat Organoleptik
Sifat organoleptik buah pisang diuji terhadap
rasa, warna, aroma dan tekstur.
Pada pengujian ini ada 20 orang panelis yang
memberikan penilaiannya berdasarkan tingkat
kesukaannya terhadap tingkat kesukaan dengan
skala penilaian 1-5 yaitu :
1. sangat tidak suka.
2. tidak suka.
3. agak suka.
4. suka.
5. sangat suka.
49
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
50
BAB IV
51
pemecahan dinding sel pada lamela tengah karena
kelarutan substansi pektin sehingga ikatan kimia pada
dinding sel mengalami perubahan (Palmer, 1971;
Smith, et al. 1989 dalam Salvador et al. 2007); (3)
perpindahan atau migrasi air dari kulit kedalam daging
buah karena osmosis.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 1. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kekerasan buah
pisang Raja, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kekerasan buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 1 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Raja dengan daun lamtoro pada hari ke 4,
pemeraman pisang Raja dengan daun lamtoro pada
hari ke 3, pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro
pada hari ke 4, pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 1 tidak berbeda
nyata. Sedangkan perlakuan pemeraman pisang Raja
tanpa daun lamtoro pada hari ke 3 dan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 2 untuk
dua perlakuan ini juga tidak berbeda nyata.
52
500
Kekerasan
(g/cm2) 400
300
200
100
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
53
melibatkan perubahan kimia dan fisiologi yang
kompleks, yang menyangkut rasa, ukuran, warna,
tekstur dan aroma. Pada proses pematangan buah
dapat terjadi konversi asam dan pati menjadi gula
bebas, peningkatan pektinase akan melunakkan dan
merusak dinding sel. Etilen diperkirakan mempengaruhi
proses pematangan buah, pengaruh etilen terhadap
permeabilitas membran mengakibatkan permeabilitas
sel meningkat besar sekali selama proses pematangan.
Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah dan
bercampur baurnya metabolit dengan enzim (Dradjat,
1990).
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 1. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang
Ambon, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan
buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 1
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Ambon
pada hari ke 4, pemeraman pisang Ambon pada hari
ke 3, pemeraman pisang Ambon pada hari ke 2 dan
pemeraman pisang Ambon pada hari ke 1 berbeda
nyata.
54
400
350
Kekerasan
300
(g/cm2)
250
200
150
100
50
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
55
Tabel 4.1.Tabel tingkat kematangan buah pisang
Raja berdasarkan perubahan warna kulit
Pisang Raja Pisang Raja
Pemeram Pemeraman Tanpa Pemeraman Dengan
an Daun Lamtoro Daun Lamtoro
0 hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
56
Tabel 4.2.Tabel tingkat kematangan buah pisang
Ambon berdasarkan perubahan warna kulit
Pisang Ambon Pisang Ambon
Pemeram Pemeraman Tanpa Pemeraman Dengan
an Daun Lamtoro Daun Lamtoro
0 hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
57
Tabel 4.3.Tabel hasil tingkat kematangan buah
pisang berdasarkan indeks warna kulit (Prabawati
dkk, 2008).
Pemeraman Pisang Pisang Pisang Pisang
Raja Raja Ambon Ambon
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Lama Daun Daun Daun Daun
pemeraman Lamtoro Lamtoro Lamtoro Lamtoro
0 hari 1 1 1 1
2 hari 2 5 1 2
3 hari 5 6 2 3
4 hari 6 7 4 5
5 hari 7 8 6 7
Berdasarkan hasil penelitian, buah pisang Raja
dan pisang Ambon yang digunakan berbeda-beda
tetapi dilakukan dengan perlakuan pemeraman dan
waktu yang sama. Tingkat kematangan buah
berdasarkan perubahan warna kulit pada pisang Raja
terjadi perbedaan sangat signifikan pada hari ke 2.
Pemeraman dengan daun lamtoro memiliki tingkat
kematangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemeraman tanpa daun lamtoro. Sedangkan pada
pisang Ambon pemeraman dengan daun lamtoro
maupun tanpa daun lamtoro tidak terjadi perbedaan
perubahan warna yang terlalu signifikan. Pemeraman
dengan daun lamtoro pada pisang Ambon juga
memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemeraman tanpa daun lamtoro.
58
Hal ini dikarenakan pisang Ambon memiliki kandungan
etilen yang rendah sehingga membutuhkan lebih
banyak lagi daun lamtoro untuk mempercepat proses
pematangan. Pemeraman tanpa daun lamtoro pada
pisang Ambon pada hari ke 2 memiliki warna yang
lebih hijau daripada hari ke 0, hal ini dikarenakan
pisang yang digunakan berbeda-beda. Pada
pemeraman pisang Raja dan pisang Ambon tanpa
menggunakan daun lamtoro memiliki tingkat
kematangan yang tidak jauh berbeda dengan
pemeraman dengan daun lamtoro, hal ini dikarenakan
pada pemeraman tanpa daun lamtoro pisang juga
dimasukkan kedalam kardus sehingga etilen yang
keluar dari buah pisang terkumpul dalam kardus dan
menyebabkan pisang cepat matang dari biasanya. Hal
ini terbukti bahwa daun lamtoro dapat mempercepat
kematangan pada buah pisang Raja dan pisang
Ambon. Perubahan warna kulit buah pisang dari hijau
segar menjadi kuning dikarenakan adanya
perombakan klorofil untuk mencapai puncak klimaterik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Winarno dan
Wirakartakusumah (1984) bahwa perubahan warna
kulit pisang dari hijau menjadi kuning disebabkan
karena terjadinya degradasi (perombakan) klorofil
59
(pigmen pembentuk warna hijau) sehingga pigmen
karotenoid (pembentuk warna kuning) yang sudah ada
menjadi nyata.Perombakan klorofil ini terjadi segera
setelah tercapainya puncak klimakterik. Sedangkan
Seymour et al. (1987) menambahkan bahwa
konsentrasi klorofil pada buah pisang yang belum
matang sebesar 50-90 mg/g berat kulit dan akan
terdegradasi selama pemeraman yang ditunjukkan
dengan adanya karotenoid (9-14 mg/g berat kulit) dan
xantofil.
60
juga sangat tinggi sehingga buah terasa keras sebagai
akibat tekanan turgor yang tinggi dalam sel-sel yang
masih muda.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 4. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air buah
pisang Raja, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 4
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.
90,00
80,00
70,00
Kadar Air
60,00
(%)
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
61
tinggi pula nilai kadar airnya. Hal ini disebabkan karena
pada pemeraman 2 hari kondisi buah pisang dengan
kadar pati yang masih tinggi. Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan dari Winarno (1989) bahwa kadar
air dan gula pada buah pisang merupakan hasil
hidrolisis dari pati/karbohidrat.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 4. Bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air buah
pisang Ambon, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 4
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.
62
78
76
74
72
Kadar Air
70
68
(%)
66
64
62
60
58
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
63
gula. Gula yang terbentuk tersebut berasal dari
perubahan zat pati menjadi glukosa yang
menyebabkan buah pisang terasa manis. Pemasakan
merupakan awal dari proses penuaan yang disertai
pembusukan pada buah. Proses pemasakan yang
cepat menunjukkan bahwa penuaan pada buah
tersebut juga akan cepat.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 2. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap total gula buah
pisang Raja, dan tidak ada interaksi, jadi waktu
pemeraman memberi pengaruh terhadap kematangan
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 2
terlihat bahwa semua perlakuan lama pemeraman
berbeda.
64
35,00
30,00
Total Gula
25,00
(%)
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
65
respirasi yang akan merangsang etilena sehingga buah
menjadi matang dan mempengaruhi aktivitas enzim
amilase yang menghidrolisis amilum (zat pati) menjadi
sukrosa dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa).
Peningkatan aktivitas enzim amilase ini akan
meningkatkan kadar gula pada buah pisang tersebut.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) pada
lampiran 2. bahwa lama pemeraman di daun lamtoro
berpengaruh sangat nyata terhadap total gula buah
pisang Ambon, dan interaksi lama pemeraman di daun
lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kekerasan buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 2 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon dengan daun lamtoro pada
hari ke 1 dan pemeraman pisang Ambon tanpa daun
lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda nyata.
66
25
20
Total Gula
(%)
15
10
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
67
terdegradasinya komponen dinding sel seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadi komponen
yang lebih sederhana yang larut dalam air (Mitra,
1997).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 3 bahwa lama pemeraman di
daun lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap total
padatan terlarut buah pisang Raja, dan tidak ada
interaksi, jadi waktu pemeraman memberi pengaruh
terhadap kematangan buah pisang Raja. Pada uji BNT
5% pada lampiran 3 terlihat bahwa perlakuan
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari
ke 1, pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro
pada hari ke 2 tidak berbeda nyata. Sedangkan pada
perlakuan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 3, pemeraman pisang Raja tanpa
daun lamtoro pada hari ke 3, pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 4 dan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 4 untuk
empat perlakuan ini juga tidak berbeda.
68
30,00
25,00
Total Padatan Terlarut
20,00
(% brix)
15,00
10,00
5,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
69
menjadi gula sederhana sehingga terjadi akumulasi gula
(glukosa, fruktosa) dan dapat digunakan sebagai
petunjuk secara kimiawi telah terjadi kemasakan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 3 bahwa lama pemeraman di
daun lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap total
padatan terlarut buah pisang Ambon, dan tidak ada
interaksi, jadi waktu pemeraman memberi pengaruh
terhadap kematangan buah pisang Ambon. Pada uji
BNT 5% pada lampiran 3 terlihat bahwa semua
perlakuan lama pemeraman berbeda.
25
Total Padatan Terlarut
20
(% brix)
15
10
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
70
4.2.4 Laju Respirasi
Hasil pengamatan pisang Raja dapat dilihat
pada gambar 4.9, bahwa terjadi penurunan kadar O2
dari hari ke 2 hingga hari ke 5, semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin rendah
kadar O2 nya. Hal ini disebabkan karena pada daun
lamtoro juga terjadi penyerapan kadar O2 sehingga
kadar oksigennya lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Santoso dan Purwoko (1993) bahwa
respirasi merupakan pemecahan oksidatif terhadap
bahan kompleks yang terdapat dalam sel seperti
tepung, gula dan asam amino menjadimolekul
sederhana seperti CO2, air serta energi dan molekul
lainnya yang dapatdigunakan oleh sel untuk reaksi
sintesis selanjutnya.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 5 terlihat bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar O2 buah pisang Raja, dan interaksi
lama pemeraman di daun lamtoro juga berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar O2 buah pisang Raja.
Pada uji BNT 5% pada lampiran 5 terlihat bahwa
perlakuan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja
71
dengan daun lamtoro pada hari ke 1 tidak berbeda
nyata.
14
12
10
Kadar O2
8
(%)
6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
72
konsumsi O2 dari lingkungan, dan produksi CO2, air
dan panas.
Pisang Ambon berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (ANOVA) pada Lampiran 5 bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar O2 buah pisang Ambon, dan interaksi
lama pemeraman di daun lamtoro juga berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar O2 buah pisang Ambon.
Pada uji BNT 5% pada lampiran 5 terlihat bahwa
perlakuan pemeraman pisang Ambon dengan daun
lamtoro pada hari ke 3 dan pemeraman pisang Raja
dengan daun lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda
nyata.
12
10
Kadar O2
8
(%)
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
73
Hasil pengamatan kadar CO2 pisang Raja dapat
dilihat pada gambar 4.11, bahwa semakin lama waktu
pemeraman buah pisang cenderung semakin
tinggikadar CO2 nya. Hal ini disebabkan karena pada
saat pengemasan buah pada plastik kurang rapat dan
terjadi kebocoran, sehingga ada pengaruh gas dari luar
yang masuk mempengaruhi proses respirasi buah.
Pada pemeraman daun lamtoro terjadi pelepasan
kadar CO2 sehingga kadar CO2 nya tinggi.Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Pantastico (1986) bahwa
klimakterik merupakan suatu kenaikan produksi CO2
secara mendadak, sedangkan Biale dan Young (1981)
dalam Eskin (1990) menyatakan bahwa klimakterik
diartikan sebagai perubahan fisik, kimia, fisiologis dan
metabolisme yang terjadi seiring dengan peningkatan
laju respirasi.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 5 terlihat bahwa lama pemeraman di daun
lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap kadar CO2
buah pisang Raja, dan interaksi lama pemeraman di
daun lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar CO2 buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 5 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Raja dengan daun lamtoro pada hari ke 1,
74
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari
ke 2 dan pemeraman pisang Raja dengan daun
lamtoro pada hari ke 2 tidak berbeda nyata.
14
12
10
Kadar CO2
8
(%)
6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro
75
pada saat proses pematangan berjalan, terjadi
pemecahan senyawa klorofil, pati, pektin dan tanin yang
diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen,
flavor, energi serta polipeptida.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada
Lampiran 5 terlihat bahwa lama pemeraman di daun
lamtoro berpengaruh sangat nyata terhadap kadar CO2
buah pisang Ambon, dan interaksi lama pemeraman di
daun lamtoro juga berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar CO2 buah pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada
lampiran 5 terlihat bahwa perlakuan pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dan pemeraman pisang Raja tanpa daun
lamtoro pada hari ke 3 tidak berbeda nyata.
76
12
10
Kadar CO2
8
(%)
6
4
2
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro
77
tertinggi terjadi pada lama pemeraman hari ke 4 Pda
pemeraman dengan menggunakan daun lamtoro
mengalami fase klimaterik yang lebih lama
dibandingkan dengan menggunakan karbit dan ethrel
sehingga pemeraman dengan daun lamtoro buah
pisang akan lebih lama busuk. Sedangkan pernyataan
dari Miller et al. (1945) dalam Pantastico (1989) bahwa
selama pertumbuhan dan perkembangan buah,
kandungan vitamin C mengalami perubahan dengan
pola yang tidak teratur. Sedangkan menurut Winarno
(1997) bahwa kandungan vitamin C merupakan
parameter penting dalam kualitas buah pisang, vitamin
C merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah
teroksidasi.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(ANOVA) pada Lampiran 6 terlihat bahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar vitamin C buah pisang Raja, dan
interaksi lama pemeraman di daun lamtoro juga
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar vitamin C
buah pisang Raja. Pada uji BNT 5% pada lampiran 6
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Raja
tanpa daun lamtoro pada hari ke 1 dan pemeraman
78
pisang Raja tanpa daun lamtoro pada hari ke 4 tidak
berbeda nyata.
14
12
10
(mg/100g)
Vitamin C
8
6
4
2
0
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Lamtoro Pemeraman Dengan Lamtoro
79
17.9%. Selanjutnya Prabawati et.al. (2008)
menambahkan bahwa kandungan vitamin C pada buah
pisang merupakan neutransmitter dalam kelancaran
fungsi otak bersama dengan mineral, kalium, fosfor
dan kalsium, magnesium, besi, vitamin B, B6 dan
seretonin.
Pisang Ambon berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (ANOVA) pada Lampiran 6 terlihatbahwa lama
pemeraman di daun lamtoro berpengaruh sangat nyata
terhadap kadar vitamin C buah pisang Ambon, dan
interaksi lama pemeraman di daun lamtoro tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C buah
pisang Ambon. Pada uji BNT 5% pada lampiran 5
terlihat bahwa perlakuan pemeraman pisang Ambon
tanpa daun lamtoro pada hari ke 2, pemeraman pisang
Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 1, pemeraman
pisang Ambon dengan daun lamtoro pada hari ke 1,
pemeraman pisang Ambon dengan daun lamtoro pada
hari ke 2 dan pemeraman pisang Ambon tanpa daun
lamtoro pada hari ke 4 tidak berbeda nyata.
Sedangkan perlakuan pemeraman pisang Ambon
dengan daun lamtoro pada hari ke 4, pemeraman
pisang Ambon tanpa daun lamtoro pada hari ke 3 dan
perlakuan pemeraman pisang Ambon dengan daun
80
lamtoro pada hari ke 3 untuk tiga perlakuan ini juga
tidak berbeda.
6,00
5,00
4,00
(mg/100g)
Vitamin C
3,00
2,00
1,00
0,00
0 2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
4.3 Organoleptik
4.3.1 Warna
Warna merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap bahan yang
akan diujikan atau suatu parameter yang bertujuan
untuk mengetahui kelayakan bahan yang akan diujikan
untuk dikonsumsi. Pada penelitian pemeraman buah
pisang Raja dan pisang Ambon perubahan warna
meliputi yaitu berwarna hijau hingga kuning bercak
coklat. Format dari uji organoleptik dapat dilihat pada
Lampiran 7.
81
Uji Organoleptik Warna Pisang Raja 4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
4
Uji Organoleptik Warna Pisang Ambon
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
82
Hasil dari grafik pada Gambar 4.15 dan 4.16.
Dapat kita ketahui respon panelis terhadap pisang Raja
yang diujikan memperoleh hasil tertinggi pada
pemeraman pisang Raja tanpa daun lamtoro hari ke 3
dengan hasil 3,8 (agak suka). Sedangkan nilai yang
paling rendah diperoleh pada perlakuan pemeraman
pisang Raja tanpa daun lamtoro hari ke 2 memperoleh
hasil 1,4 (sangat tidak suka). Sedangkan pada pisang
Ambon nilai tertinggi pada pemeraman dengan daun
lamtoro hari ke 5 dengan hasil 3,8(agak suka) dan nilai
terendah pada pemeraman tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dengan nilai 1,3 (sangat tidak suka).
Dari hasil penilaian respon panelis dapat kita
ketahui bahwaperubahan warna menjadi kuning secara
keseluruhan yang disukai oleh panelis, sedangkan
pada hari ke 2 buah pisang masih berwarna dominan
hijau daripada kuningnya. Hasil dari uji panelis pada
organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.3.2 Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat penting
untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap suatu produk, sebab rasa sangat menentukan
83
selera konsumen sebelum memakan suatu produk
dalam jumlah banyak (Winarno,2004).
5
Uji Organoleptik Rasa Pisang Raja
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
5
Uji Organoleptik Rasa Pisang Ambon
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
84
Hasil dari grafik pada Gambar 4.17 dan
4.18.Dapat kita ketahui respon panelis terhadap pisang
raja yang diujikan memperoleh hasil tertinggi pada
pemeraman pisang Raja dengan daun lamtoro hari ke
4 dengan hasil 4,5 (suka). Sedangkan nilai yang paling
rendah diperoleh pada perlakuan pemeraman pisang
Raja tanpa daun lamtoro hari ke 2 memperoleh hasil
1,4 (sangat tidak suka). Sedangkan pada pisang
Ambon nilai tertinggi pada pemeraman dengan daun
lamtoro hari ke 5 dengan hasil 3,2 (agak suka) dan nilai
terendah pada pemeraman tanpa daun lamtoro pada
hari ke 2 dengan nilai 1,2 (sangat tidak suka).
Dari penilaian panelis pada Gambar 17. Bisa
kita ketahui bahwa rasa pisang Raja pada hari ke 4
yang disukai oleh panelis, karena penilaian
menujukkan hasil yang suka dari kriteria penilaian uji
organoleptik. Sedangkan pada rasa pisang Ambon
pada hari ke 5 pemeraman dengan daun lamtoro yang
disukai dengan panelis. Hasil dari uji panelis pada
organoleptik rasa dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.3.3 Aroma
Dalam industri pangan, ujiterhadap aroma
dianggap penting karena dapat memberikan penilaian
85
terhadap hasil produksinya, apakah produksinya
disukai atau tidak disukai oleh konsumen. Produk yang
memiliki aroma yang kurang menarik, bisa mengurangi
penilaian danjuga minat konsumen untuk
mengkonsumsinya. Tujuan dari uji organoleptik aroma
ini untuk mengetahui apakah pemeraman pada buah
pisang Raja dan pisang Ambon ini dapat diterima oleh
masyarakat khususnya panelis.
Uji Organoleptik Aroma Pisang Raja
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
86
Uji Organoleptik Aroma Pisang Ambon 4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
87
4.3.4 Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter
penilaian tingkat kesukaan terhadap bahan yang akan
diuji bertujuan agar bahan tersebut dapat diterima oleh
masyarakat. Tekstur sangatlah penting untuk
penerimaan masyarakat terhadap buah pisang yang
akan dikonsumsi, apabila tekstur keras maka
konsumen juga akan berfikir ulang untuk membeli
pisang tersebut. Sehingga penilaian respon panelis ini
bertujuan apakah pemeraman buah pisang raja dan
pisang ambon ini bisa diterima oleh masyarakat.
5
Uji Organoleptik Tekstur Pisang Raja
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
Pemeraman Tanpa Daun Lamtoro Pemeraman Dengan Daun Lamtoro
88
4
Uji Organoleptik Tekstur Pisang Ambon
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2 3 4 5
Lama Pemeraman (Hari)
89
Dari penilaian panelis pada Gambar 21. bisa
kita ketahui bahwa tekstur pisang Raja pada hari ke 4
dapat diterima masyarakat, karena penilaian panelis
menujukkan hasil yang suka dari kriteria penilaian uji
organoleptik. Sedangkan pada tekstur pisang Ambon
menunjukkan hasil penilaian ditengah dari hasil kriteria
uji organoleptik. Hasil dari uji panelis pada organoleptik
rasa dapat dilihat pada Lampiran 7.
90
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Pemeraman dengan daun lamtoro berpengaruh
terhadap perubahan sifat fisikokimia yaitu
kekerasan, kadar air, total gula, total padatan
terlarut, laju respirasi dan kadar vitamin C pada
pisang Raja dan pisang Ambon.
2. Pemeraman menggunakan daun lamtoro terbukti
dapat mempercepat kematangan buah pisang
Raja dan pisang Ambon. Pemeraman
menggunakan daun lamtoro lebih berpengaruh
pada pisang Raja dibandingkan dengan pisang
Ambon. Pemeraman terbaik terdapat pada hari
ke 4 pada pisang Raja dan hari ke 5 pada pisang
Ambon, yaitu sesuai dengan kualitas RSNI :
2009 buah pisang layak dikonsumsi, tidak busuk
atau rusak dan bebas dari aroma asing selain
aroma dan rasa khas buah pisang.
89
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
90
DAFTAR PUSTAKA
91
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1979.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara
Karya Aksara. Jakarta.
92
Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952. The
Climacteric Rise In Fruit Respiration As
Controlled by Phosphorylative Coupling.
University ofCalifornia, Los angeles, California.
93
Prabawati dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi
Pascapanen dan Teknik Pengolahan Pisang.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.Departemen Pertanian.
94
Siregar, A.P. 1982. The prospect of "Lamtoro"
(Leucaena) as feed for livestock and poultry
production in Indonesia . Ind. Agric. Res. Dept.
J. Vol. 4 (4), 98-104 .
95
Widyastuti T. 2001. Detoksifikasi daun lamtoro
(Leucaena leucephala) secara fisik dan kimia
serta pemanfaatannya sebagai sumber
pigmentasi dalam ransum ayam broiler
[tesis]. Institut PertanianBogor. Bogor.
96