Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

(OBSERVASI)

BIOEKOLOGI DAN POTENSI AGEN REMEDIASI LAHAN


BAGI TANAMAN MANGROVE
(Studi Kasus Di Desa Wonorejo Surabaya)

DISUSUN OLEH:
1. ILHAM TRI SAPUTRA ()
2. FAIZAL ABIDIN ()
3. IKA KHOIRUN NISA’ ()
4. M.FINSA RAMADHANI ()

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum

Bioekologi dan Potensi Agen Remediasi Lahan Bagi Berbagai


Tanaman Mangrove di Desa Wonorejo Surabaya

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

DISUSUN OLEH:

1. ILHAM TRI SAPUTRA ()


2. FAIZAL ABIDIN ()
3. IKA KHOIRUN NISA’ ()
4. M.FINSA RAMADHANI ()

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Asisten Praktikum

Dr. Ir. Sutarman, Mp M. Koko Ardyansyah, SP


NIK. 207331 NIK. 214478

Laboran

M. Koko Ardyansyah, SP
NIK. 214478
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW atas
segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktikum Teknologi Fitoremediasi dengan judul “Bioekologi dan Potensi
Agen Remediasi Lahan Bagi Berbagai Tanaman Mangrove di Desa Wonorejo
Kecamatan Surabaya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Sutarman, Mp. selaku dosen pembimbing yang telah
bersabar memberikan masukan dan bimbingan.
2. Bapak M. Abror, SP, MM selaku Prodi Agroteknologi.
3. Bapak dan Ibu dosen. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo atas
dukungan, bantuan dan kerjasamanya.
4. Ayah dan Ibu yang terus memberikan do'a dan kasih sayang yang tak
tergantikan.
5. Semua pihak yang telah membantu hingga penyusunan laporan ini selesai.
Kritik dan saran yang membangun tetap kami harapkan demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Sidoarjo, 04 November 2021

Kelompok Satu (02)


BAB 1
Pendahuluan

Hutan mangrove merupakan salah penyeimbang dan penyumbang ekosistem


laut maupun darat. Mangrove berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding
ground) bagi berbagai jenis ikan dan kerang serta biota laut lainnya, tidak hanya
itu magrove juga sebagai tempat pemijahan (spawning ground) dan juga sebagai
daerah asuhan(nursey ground) (Mahmudi et al, 2008).
Menurut (Soenardjo, 1999) mangrove menghasilkan serasah sebagai potensi
hara yang akan mendukung produktivitas primer tinggi. Serasah mangrove yang
jatuh dan tertimbun di dasar hutan akan didekomposisi oleh jasad renik yang
akan menghasilkan mineral dan detritus bagi kesuburan tanah serta sebagai
sumber kehidupan bagi fitoplankton sebagai produsen primer. Dimana
zooplankton, krustasea dan ikan memanfaatkan detritus dan fitoplankton sebagai
sumber energi sebagai konsumen primer pada siklus makanan, sebelum manusia
sebagai konsumen puncak memanfaatkannya.
Semakin banyaknya serasah yang dihasilkan oleh mangrove akan
menghasilkan banyak pula dekomposisi yang berupa bahan organik dan tentunya
hal ini didukung oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan diantaranya
lamanya genangan, salinitas dan temperatur air. Kerapatan mangrove yang tinggi
akan menghalangi intensitas cahaya matahari masuk ke dasar hutan karena
terhalang oleh rimbunnya tajuk daun mangrove, hal ini menyebabkan kelembaban
di permukaan tanah tinggi, sehingga meningkatkan laju dekomposisi oleh bakteri
dan jamur. Mangrove yang akan menghasilkan serasah lebih banyak berasal dari
komunitas yang terdiri dari banyaknya jenis mangrove. Begitu juga sebalikanya
mangrove yang menghasilkan serasah lebih sedikit berasal dari komunitas yang
terdiri dari jenis mangrove yang sedikit. Hal ini disebabkan oleh tegakan
mangrove yang memiliki kerapatan tinggi yang akan mengakibatkan produksi
serasah yang tinggi pula (Yulma, 2012).
Mangrove mempunyai peranan yang sangat penting dalam menopang
kehidupan masyarakat pesisir. Setidaknya terdapat tiga fungsi mangrove yaitu
fungsi ekologis, fungsi fisik, dan fungsi ekonomis. Dalam menanggulangi
pencemaran logam berat, mangrove akan menggunakan fungsi fisiknya. Dalam
hal ini hutan mangrove merupakan agen bioremidiasi alami karena secara alami
mangrove dapat menyerap kandungan logam berat di alam seperti Fe, Mn, Cr, Cu,
Co, Ni, Pb, Zn dan Cd dan fungsi ini disebut sebagai biosorbsi (Hastuti , E. D.,
Sutrisno Anggoro., dan Rudhi Pribadi, 2013). Mangrove juga memiliki
kemampuan yang di sebut biofilter yaitu kemampuan untuk menyaring, mengikat
dan memerangkap polusi dialam bebas berupa kelebian sedimen, sampah dan
limbah buangan rumah tangga lainnya. Fungsi ini berperan dalam meningkatkan
kualitas air (Gunarto. 2004; Walters, Bradley B., et al. 2008).
a. Judul Praktikum
Bioekologi dan Potensi Agen Remediasi Lahan Bagi Berbagai Tanaman
Mangrove di Desa Kali Alo Kecamatan Jabon-Sidoarjo

b. Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana peranan mangrove dalam penyerapan logam diperairan wilayah
desa Wonorejo Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Mangrove

Definisi mangrove
Asal kata “Mangrove” tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai
pendapat mengenai asal-usulnya. Kata mangrove merupakan perpaduan antara
bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (Rusila et.al., 2006). Beberapa
ahli mendefinisikan istilah “Mangrove” secara berbeda-beda, namun pada
dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut (Anonimus dalam Purnobasuki,
2005) hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan
muara sungai yang selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut serta
dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan mangrove dicirikan oleh jenis-jenis
tumbuhan Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicennia sp.), Prepat (Sonneratia
sp.), dan Tanjang (Bruguiera sp.).

Tomlinson (1986) mengklasifikasikan jenis mangrove menjadi tiga


kelompok, sebagai berikut.
1. Kelompok mayor
Mangrove dalam kelompok mayor memperlihatkan karakteristik morfologi
seperti perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus agar dapat menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkungannya yang memiliki kadar garam yang tinggi.
Komponennya adalah jenis yang secara taksonomi terpisah dari tumbuhan daratan
dan hanya tumbuh di hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi
tidak meluas sampai ke daratan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah famili
Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Avicenniaceae.
2. Kelompok minor
Mangrove dalam kelompok minor bukan merupakan bagian utama komunitas
mangrove dan menempati di bagian pinggir yang jarang membentuk tegakan
murni. Jenis yang termasuk dalam kelompok ini adalah Excoecaria agallocha.
3. Kelompok asosiasi mangrove
Kelompok asosiasi mangrove ini tumbuh di daerah yang jauh dari pantai,
ditemukan dalam kelompok tumbuhan darat, seperti : Acanthus sp., Hibiscus
tillaceus, dan Pandanus sp.
2.2 Karakteristik Mangrove

Mangrove terdiri dari beberapa bagian seperti akar, batang, dan daun. Pada
daerah dekat akar terdapat daerah disebut mintakat perakaran yaitu daerah tanah
dimana kondisi lingkungan untuk jasad mikro dipengaruhi oleh akar tanaman.
yaitu pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh persenyawaan yang dibebaskan dari
akar (Islami and Utomo, 1995).

Adanya peningkatan aktivitas jasad mikro di dalam mintakat perakaran


akan mempengaruhi sifat tanah terutama struktur tanah, kelarutan unsur hara, dan
aktivitas akar dalam mengabsorbsi unsur hara. Adanya peningkatan jasad mikro
dalam mintakat perakaran dapat meningkatkan absorbsi fosfat (Islami and Utomo,
1995).

Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah


berlumpur terutama di daerah dimana lumpur terakumulasi. Di indonesia, substrat
berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizopora mucronata yang memiliki
nama lokal bakau dengan tinggi yang mencapai 25 m dan Avicennia marina.
Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap
kisaran salinitas yang luas dibandingkan jenis lainnya. Menurut MacNae
(1966;1968) dalam Rusila et.al., (2006) menyatakan bahwa Avicennia mampu
tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 ‰
(Rusila et.al., 2006). Contoh spesies dari genus Avicennia diantaranya Avicennia
officinalis, Avicennia alba, Avicennia lanata, Avicenia marina. Selain itu
beberapa jenis mangrove asosiasi seperti Hibiscus tiliaceus, Excoecaria agallocha
juga banyak ditemukan di Indonesia (Kitamura et al., 1997).

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai


jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara berbeda-beda. Beberapa
diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media
tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar khusus dari daunnya (Rusila et.al., 2006).

Berdasarkan jenis-jenis penyusun hutan mangrove, hutan mangrove di


Indonesia dari arah laut ke darat dapat dibedakan menjadi empat zonasi sebagai
berikut (Anonimus, 1995 dalam Purnobasuki, 2005).

1. Zona Api-api - Prepat (Avicennia-Sonneratia)


Terletak paling luar atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak
lembek, sedikit bahan organik dengan salinitas tinggi. Didominasi oleh jenis-jenis
Api-api (Avicennia), dan Prepat (Sonneratia), dan biasanya berasosiasi dengan
jenis Bakau (Rhizophora).
2. Zona Bakau (Rhizophora)
Terletak di belakang Api-api dan Prepat, keadaan tanah berlumpur, dan
lembek. Didominasi oleh jenis-jenis Bakau (Rhizophora) dan berasosiasi dengan
jenis Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus), dan Dungun (Heritiera).
3. Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan,
keadaan tanah berlumpur agak keras. Pada umumnya ditumbuhi oleh jenis tanjang
dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti Tingi (Ceriops), dan
Dungu (Lumnitzera). Jenis pohon Lumnitzera gymnorrhiza
2.3 Manfaat dan Peranan Mangrove

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi


dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,
kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi
lingkungan seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme
yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara
yang lainnya mengembangkan sistem akar nafas untuk membantu memperoleh
oksigen bagi sistem perakarannya. Dalam hal lain, beberapa jenis mangrove
berkembang dengan biji yang sudah berkecambah sewaktu masih di pohon
induknya (vivipar), seperti Kandelia, Bruguiera, Ceriops dan Rhizophora (Rusila
et.al., 2006).
Tumbuhan mangrove yang tumbuh di sekitar perkotaan atau pusat
pemukiman dan jalan perhubungan dapat berfungsi sebagai penyerap bahan
pencemaran, gas buang kendaraan, industri, dan sebagainya. Bahan buangan
industri yang dibuang melalui sungai akan terbawa ke muara dan tersaring oleh
perakaran mangrove. Selain itu potensi biota mikroorganisme yang berfungsi
mendegradasi bahan-bahan pencemar pada hutan mangrove masih banyak belum
diungkap. (Purnobasuki, 2005).

Keberadaan mangrove berkaitan erat dengan tingkat produksi perikanan.


Di Indonesia hal ini dapat dilihat bahwa daerah-daerah perikanan potensial seperti
di perairan sebelah timur Sumatra, pantai selatan dan timur Kalimantan (Rusila
et.al., 2006).

Mangrove juga memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari


gelombang, angin, dan badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman,
bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Kemampuan
mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu
peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu
mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, pohonnya mengurangi energi
gelombang dan memperlambat arus, sementara vegetasi secara keseluruhan dapat
memerangkap sedimen (Rusila et.al., 2006).

Peranan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat


disarikan dalam dua hal. Pertama, mangrove berperan penting dalam siklus hidup
berbagai jenis ikan, udang, dan moluska (Rusila et.al., 2006), karena lingkungan
mangrove menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan-bahan organik
yang masuk dalam rantai makanan. Kedua, mangrove merupakan pemasok bahan
organik, sehingga dapat menyediakan makanan untuk organisme yang hidup pada
perairan sekitarnya (Rusila et.al., 2006).
2.4 Penyerapan Logam Berat Oleh Mangrove

penyerapan Logam Berat Oleh Mangrove Mangrove berperan sebagai


penampungan terakhir bagi limbah dari aktivitas perkotaan yang terbawa oleh aliran
sungai ke muara sungai (Mulyadi, 2009). Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air
sungai terbawa arus menuju muara sungai dan laut lepas. Kawasan hutan mangrove
akan menjadi daerah penumpukan limbah, terutama jika polutan yang masuk ke dalam
lingkungan estuari melampaui kemampuan pemurnian alami oleh air. Mangrove
merupakan tumbuhan tingkat tinggi di kawasan pantai yang dapat berfungsi untuk
menyerap bahan-bahan organik dan non-organik sehingga dapat dijadikan bioindikator
logam berat (MacFarlane, et al.,2000). Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap
dan menyimpan logam berat dalam jaringan tubuh sepeti daun, batang dan akar yang
terbawa di dalam sedimen, sebagian sumber hara tersebut dibutuhkan untuk melakukan
proses-proses metabolisme.

aman dan produksi biomassa (Tam et al., 1997). Penyerapan hara tanaman
dipengaruhi olee konsentrasi larutan, valensi umur, temperatur dan tingkat
metabolismenya. Selain itu kecepatan penyerapan unsur juga dipengaruhi oleh tebal
lapisan kutikula dan status hara dalam tanaman (Rosmarkam, 2002). Kecepatan
penyerapan unsur umumnya menurun dengan bertambahnya umur tanaman dan pada
saat suhu rendah maka kemampuan penyerapan unsure hara oleh tumbuhan juga akan
menurun karena metabolisme tumbuhan berjalan lebih lambat.

Mangrove jenis Avicennia marina, Rhizophora mucronata, dan Bruguiera


gymnorrhiza dapat menyerap logam berat dengan efektif. Namun spesies Avicennia
diperkirakan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap beberapa kandungan logam
dibanding spesies mangrove yang lain. Avicennia marina ditemukan mengakumulasi Cu,
Pb dan Zn dalam jaringan akar dengan level yang sama ataupun lebih tinggi dari
konsentrasi sedimen di sekitarnya. Cu dan Zn menunjukkan pergerakan di seluruh
bagian tanaman, terakumulasi di jaringan daun dengan level kurang lebih 10% dari akar.
Dapat dikatakan bahwa akar dari Avicennia marina inilah yang berfungsi sebagai
indikator biologi terhadap paparan Cu, Pb dan Zn di lingkungan (MacFarlane, 2003).
BAB 3
METODOLOGI

Metodologi pada praktikum kali dengan cara observasi lalu menganalisis


menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Pengamatan disertai dengan
dokumentasi berupa gambar dengan menggunakan kamera handphone, lalu
deskripsi ditulis menggunakan bulpoin di buku catatan.

3.1 Langkah Kerja

Pengamatan Tanaman Mangrove

Dokumentasi Tanaman Mangrove

Deskripsi Tanaman Mangrove


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Observasi


Hutan Mangrove Wonorejo ini memiliki luas 200 hektar yang berada
di koordinat -7.308594986397819, 112.82166219720126 adalah rumah bagi
30 spesies satwa, salah satunya adalah rumah bagi kera ekor panjang dan juga
tempat persinggahan burung burung pantai. Selain itu, Hutan Mangrove
Wonorejo juga menjadi kawasan wisata murah bagi masyarakat Surabaya.
Luas hutan mangrove wonorejo dapat dilihat dari garis pantai muara
sungai Jagir Wonokromo sampai dengan muara sungai Wonorejo, ketebalan
kawasan mangrove ± 5-10 meter dan didominasi jenis Avicennia. marina, A.
alba, Sonneratia ovata, S. caseolaris dan Rhizophora mucronata. Kondisi
hutan relatif baik, pada luasan tertentu hutan mangrove yang didominasi jenis
Avicennia sp tampak rusak, daun meranggas, kanopi tidak rimbun, batang
gundul dan miring. Mendekati muara sungai Wonorejo, tampak kelompok-
kelompok pohon mangrove yang didominasi oleh jenis Sonneratia ovata dan
S. alba di perairan laut, terpisah dari hutan mangrove di garis pantai.

4.2 Hasil dan Pembahasan

Kerusakan pada mangrove jenis Avicennia sp, hal ini bisa dilihat
dari daun meranggas, kanopi yang tidak rimbun serta batang yang gundul.
Namun disekitar kerusakan tersebut tumbuh tunas baru yang siap
manggantikan, hal ini tidak lepas dari keberadaan serapah yang sudah
membusuk sehingga membantu proses pertumbuhan tunas baru.
Sebagai agen remediasi serasah berupa daun, ranting, bunga, buah
dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber nutrien bagi biota
perairan yang sangat penting menentukan produktivitas perikanan laut
(Zamroni dan Rohyani., 2008). Salah satu faktor kesuburan pada
ekosistem mangrove ialah serasah daun yang jatuh akan mengalami
proses dekomposisi. Laju dekomposisi memberikan sumbangan bahan
organik yang berperan dalam pembentukan pertumbuhan dan
perkembanagan tumbuh-tumbuhan, ikan, udang, kepiting, dan
mikroorganisme lainnya di hutan mangrove (Ulqodry, 2008). Serasah
mangrove yang terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menghasilkan
bahan organik yang diserap oleh tanaman dan sebagian lagi akan terlarut
dan terbawa air surut keperairan sekitarnya (Dewi, 2010). Salah satu
mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi adalah bakteri.
Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam
proses penguraian serasah di ekosistem mangrove. Bakteri yang
ditemukan pada serasah mangrove merupakan bakteri yang berasal dari
tanah dan perairan laut.
Bakteri di perairan merupakan agen utama dalam proses
dekomposisi. Yulma et al., (2017) menemukan bakteri yang berperan
dalam proses dekomposisi serasah daun mangrove di KKMB antara lain 7
jenis bakteri dari Bruguiera parviflora, 6 jenis bakteri dari Rhizophora
apiculata, dan 5 jenis bakteri dari Sonneratia alba serta 8 jenis bakteri
dari Avicennia alba. Bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi
tidak hanya berasal dari serasah dan sedimen, tetapi juga berasal dari
perairan.
BAB 5
KESIMPULAN
.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmudi M, Soewardi K, Kusmana C, Hardjomidjojo H,Damar A. 2008. Laju


dekomposisi serasah mangrove dan kontribusinya terhadap nutrien di
hutan mangrove reboisasi. J Penelitian Perikanan. II (1):19-25.
Soenardjo N. 1999. Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove dan
hubungannya dengan struktur komunitas mangrove di Kaliuntu Kabupaten
Rembang Jawa Tengah. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Yulma. 2012. Kontribusi Bahan Organik Dari Mangrove Api-Api (Avicennia
Marina) Sebagai Bahan Evaluasi Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Tesis.
Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Rusila Noor Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Wetlands International – Indonesian Programme.
PHK/II. Bogor
H Purnobasuki - 2005 – Tinjauan perspektif hutan mangrove- Airlangga
University Press
Tomlinson, P.B. (1986). The botany of mangroves. Cambridge University Press,
NY.
Islami, T. dan Utomo, W. H., 1995, Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman, IKIP
Semarang Press
W MacNae - Advances in marine biology, 1969 -A general account of the fauna
and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific region
–Elsevier
Rusila Noor Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Wetlands International – Indonesian Programme.
PHK/II. Bogor
Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A., and Baba, S. (1997) Handbook of
Mangroves in Indonesia. Saritaksu, Denpasar.

Purnobasuki H, Suzuki M (2005) Aerenchyma tissue development and gas-


pathway structure in root of Avicennia marina (Forsk.) Vierh. J Plant Res
118:285–294.

Anda mungkin juga menyukai