Anda di halaman 1dari 51

RESPIRASI TANAH PADA RIZOSFIR

TEGAKAN MANGROVE DI DESA LUBUK


KERTANG, KECAMATAN BRANDAN BARAT,
KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh:
ARON ROBBY FERDINAND SIAHAAN
161201146

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
RESPIRASI TANAH PADA RIZOSFIR TEGAKAN
MANGROVE DI DESA LUBUK KERTANG, KECAMATAN
BRANDAN BARAT, KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh:
ARON ROBBY FERDINAND SIAHAAN
161201146

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Respirasi Tanah Pada Rizosfir Tegakan Mangrove


di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat,
Kabupaten Langkat
Nama : Aron Robby Ferdinand Siahaan
NIM 161201146

i
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aron Robby Ferdinand Siahaan


NIM 161201146
Judul Skripsi : Respirasi Tanah Pada Rizosfir Tegakan Mangrove di Desa
Lubuk Kertang, Kecamtan Brandan Barat, Kabupaten
Langkat.

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan


yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain
dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas
sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Medan, April 2022


20

Aron Robby Fedinand Siahaan


NIM 161201146

ii
ABSTRA

ARON ROBBY FERDINAND SIAHAAN: Respirasi Tanah Pada Rizosfir


Tegakan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat,
Kabupaten Langkat, dibimbing oleh DENI ELFIATI dan ARIDA SUSILOWATI.

Hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, karena
terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil
dan juga merupakan ekosistem hutan yang potensial. Ekosistem mangrove
memiliki fungsi ekologi yaitu sebagai penahan abrasi, tempat pembesaran ikan
(pembibitan dan pengembangbiakkan, dan juga fungsi ekonomi sebagai mata
pencaharian masyarakat pesisir, produksi berbagai hasil hutan (kayu, arang,
makanan), kerajinan, obyek wisata, penelitian dan sumber bahan bangunan.
Respirasi tanah merupakan indikator penting pada suatu ekosistem. Respirasi
tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan
mikroorganisme yang melakukan aktivitas hidup dan berkembang biak dalam
tanah. Keberadaan mikroba di dalam tanah secara alami mempunyai peranan
untuk menjaga fungsi tanah dan mengendalikan produktifitasnya. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menghitung total bakteri dan aktivitas mikroorganisme
pada tegakan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang. Sampel tanah diambil
secara acak pada kedalaman 0-20 cm di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan
Barat Kabupaten Langkat. Sampel tanah diambil di bawah 7 jenis tegakan
mangrove yaitu Sonneratia alba, Avicennnia alba, Avicennia marina,
Avicennia officinalis, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,
Rhizophora stylosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total bakteri tertinggi
terdapat di bawah tegakan Rhizophora apiculata yaitu sebanyak 276,71 x104
SPK/ml sedangkan terendah di bawah tegakan Avicennia alba yaitu sebanyak
75,62 x104 SPK/ml. Hasil perhitungan terhadap aktivitas mikroorganisme
tertinggi terdapat di bawah tegakan Rhizophora apiculata yaitu 8,17 mg CO2/hari
dan terendah terdapat di bawah tegakan Avicennia officinalis sebesar 1,43 mg
CO2/hari.

Kata Kunci: Mikroorganisme, Respirasi Tanah, Bakteri, Mangrove

iii
ABSTRAC
ARON ROBBY FERDINAND SIAHAAN: Soil Respiration in the Rhizosphere of
Mangrove Stands in Lubuk Kertang, Brandan Barat, Langkat, guided by
DENI ELFIATI and ARIDA SUSILOWATI.

Mangrove forest is a distinctive and potential form of the forest ecosystem


which are found in intertidal on the coastal area, seashore, and small islands.
Mangrove ecosystem functioned both ecological as abrasion resistant and ideal
breeding ground for fish and economically functioned to provide livelihood for
coastal communities, forest product manufacturing (wood, charcoal, food),
handicrafts, tourist attractions, research fields, and source of building materials.
Soil respiration is a significant indicator of ecosystem process that occurs due to
the life and reproduction of microbial life in soil. Soil microbes are responsible
for respiration and retaining soil productivity. The objective of this study was to
calculate the total number of bacteria and microorganism activity of mangrove
stands in Lubuk Kertang. Soil sample were collected randomly
at 0-20 centimeters deep in Lubuk Kertang, Brandan Barat, Langkat. These
sample were collected under 7 types of mangroves stands; Sonneratia alba,
Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis, Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa. The result of the study showed that
the highest total number of bacteria was found under Rhizophora apiculata stands
which was 276.71 x104 CFU/ml, while the lowest was under
Avicennnia alba stands which was 75.62 x104 CFU/ml. The study showed that the
highest activity of microorganism was found under Rhizophora apiculata stands
(8.17 mg CO2/day) and the lowest was Avicennia officinalis stands
(1.43 mg CO2/day).

Keywords: Microorganisms, Soil Respiration, Bacteria, Mangrove.

iv
RIWAYAT

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 23


Februari 1997. Penulis merupakan anak Kedua dari 4
bersaudara oleh pasangan bapak Martahan Mangoloi
Siahaan dan Ibu Sondang Romauli Sibarani.
Penulis memulai Pendidikan di TK Kuntum Mekar
Bukittinggi pada tahun 2001-2003, Sekolah Dasar di SD
Budi Murni 6 Medan pada tahun 2003-2009, Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di SMP Budi Murni 1 Medan
pada tahun 2009-2012, Pendidikan Sekolah Menengah
Atas di SMA Swasta Methodist 2 Medan pada tahun
2012-2015. Pada tahun 2016, penulis lulus di Fakultas
Kehutanan USU melalui Jalur Mandiri. Penulis memilih
minat Departemen Budidaya Hutan.
Semasa kuliah penulis merupakan anggota Pemerintahan Mahasiswa pada
tahun 2019-2020. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan
(P2EH) di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat
pada tahun 2018. Pada tahun 2019 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat. Pada akhir tahun 2020
penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Respirasi Tanah Pada Rizosfir
Tegakan Mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat,
Kabupaten Langkat” dibawah bimbingan Ibu Dr.Deni Elfiati, SP., MP dan Ibu
Dr. Arida Susilowati, S.Hut. M.Si.

v
KATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul
“Respirasi Tanah Pada Rizosfir Tegakan Mangrove di Desa Lubuk Kertang,
Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr. Deni Elfiati, SP, MP dan Ibu Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si selaku komisi
pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan
berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, motivasi
serta bimbingan dari berbagai pihak terutama dari kedua orangtua penulis yaitu
ayahanda Martahan Mangoloi Siahaan dan ibunda Sondang Romauli Sibarani
yang selalu memberi nasihat, dukungan serta doa. Selain itu pada kesempatan ini
penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Tito Sucipto, S.Hut., M.Si., IPU dan Dr. Ir. Samsuri, S.Hut., M.Si.,
IPM. selaku dosen penguji pada ujian skripsi saya yang memberikan saran
dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
2. Tiffany Chatrine Siahaan, S.Pd., Sarah Cindy Lavenia Siahaan, Natalya
Omny Letare Siahaan selaku kakak dan adik kandung yang tak henti-
hentinya memberi semangat, serta dukungan materi dan moral untuk
menyelesaikan penelitian ini.
3. Nyak Winda Yantika Rizki dan Andri Fadly Harahap selaku teman
sepembimbingan yang telah memberi dukungan dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Kak Nelly yang telah mengarahkan dan memberi masukan selama
penelitian di laboratorium.
5. Kepala Desa Lubuk Kertang dan Kepala Laboran Biologi, Fakultas MIPA,
Universitas Negri Medan yang telah memberikan izin tempat penulis
untuk penelitian.
6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Kehutanan Universitas
Sumatera Utara.
7. Seluruh teman teman khususnya Departemen Budidaya Hutan stambuk
2016 yang juga memberikan semangat dan dukungan selama penelitian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi
penyempurnaan skripsi ini, terimakasih.

Medan, 20 April 2022

Aron Robby Ferdinand Siahaan

vi
DAFTAR
Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. i


PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xi

PENDAHULUAN............................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan Penelitian...................................................................... 3
Manfaat Penelitian.................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4


Deskripsi Hutan Mangrove ...................................................... 4
Sifat Kimia Tanah .................................................................... 7
Sifat Biologi tanah.................................................................... 9
Respirasi .................................................................................. 9
Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi Tanah ......................... 11

METODE PENELITIAN .................................................................. 12


Waktu dan Tempat ................................................................... 12
Alat dan Bahan ......................................................................... 12
Prosedur Penelitian................................................................... 13
Pengambilan sampel tanah ........................................... 13
Analisis Sifat Kimia Tanah .......................................... 14
Pengukuran Total Bakteri............................................. 14
Pengukuran Respirasi Tanah ........................................ 15
Pengolahan Data ........................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 18


Analisis Sifat Kimia Tanah ...................................................... 18
Pengukuran Total Bakteri......................................................... 21
Aktivitas Mikroorganisme........................................................ 23

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 25


Kesimpulan............................................................................... 25
Saran......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 26

vii
LAMPIRAN........................................................................................ 31

viii
DAFTAR

No. Halaman
1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah................................................. 19
2. Data Perhitungan Total Bakteri Tanah ........................................ 22
3. Data Perhitungan Aktivitas Mikroorganisme Tanah.................... 24

ix
DAFTAR

No. Halaman
1. Desain Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah ....... 12
2. Desain Plot Pengambilan Sampel Secara Acak........... 14

x
DAFTAR

No. Halaman
1. Proses Analisis Kimia Tanah.......................................... 31
2. Kriteria Analisis Kimia................................................... 34
3. Kriteria Penilaian Salinitas ............................................. 34
4. Hasil Uji DMRT Pengenceran....................................... 35
5. Hasil Uji DMRT Respirasi ............................................. 35
6. Dokumentasi.................................................................... 36

xi
1

PENDAHULUA

Latar Belakang
Indonesia adalah negara maritim yang memiliki panjang garis pantai
+81.000 Km. Pada kawasan pantai tersebut tumbuh berbagai vegetasi, di
antaranya mangrove atau hutan bakau. Luas hutan mangrove di Indonesia
diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia.
Mangrove merupakan ekosistem yang khas yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut. Ekosistem mangrove memiliki peranan yang penting dalam kelangsungan
hidup makhluk hidup baik sebagai pemberi jasa lingkungan maupun untuk
kebutuhan hidup manusia. Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologi yaitu
sebagai penahan abrasi, tempat pembesaran ikan (pembibitan dan penangkaran
ikan) dan juga fungsi ekonomi sebagai mata pencaharian masyarakat pesisir,
produksi berbagai hasil hutan (kayu, arang, makanan), kerajinan, obyek wisata,
penelitian dan sumber bahan bangunan (Sukardjo, 1984).
Hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas,
karena terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan pulau-pulau
kecil dan juga merupakan ekosistem hutan yang potensial. Fungsi ekonomi hutan
mangrove yaitu sebagai penyedia kayu, daun-daunan dapat dijadikan sebagai baku
obat-obatan dan lain-lain. Sedangkan fungsi ekologis hutan mangrove yaitu
sebagai penyedia nutrient bagi biota perairan, penahan abrasi, amukan angin topan
dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya.
Mangrove di bagi menjadi 3 elemen, yaitu elemen mangrove mayor, mangrove
minor dan mangrove asosiasi. Elemen mayor adalah mangrove yang hanya hidup
pada daerah mangrove, secara alami dan tidak ditemukan di komunitas teresterial
/darat. Elemen minor biasanya hanya di jumpai di tepian habitat dan jarang
membentuk tegakan murni dan elemen asosiasi jarang ditemukan tumbuh di
dalam komunitas mangrove yang sebenarnya (Halidah, 2014).
Tanah yang ditumbuhi pada tanaman mangrove adalah tanah yang
memiliki sifat bertekstur halus, mempunyai tingkat kematangan rendah,
mempunyai kadar garam yang rendah, alkalinitas tinggi, dan sering mengandung
lapisan sulfat masam atau bahan sulfidik (cat clay). Kandungan liat atau debu
2

umumnya tinggi, kecuali tanah-tanah atau pecahan batu karang. Lapisan tanah
dengan kandungan garam yang tinggi kadang-kadang dapat ditemukan pada tanah
mangrove baik di daerah batu karang maupun di daerah endapan liat. Jenis
Rhizophora spp dapat tumbuh dengan keadaan tekstur tanah lempung berpasir
sedangkan pada tumbuhan Avicennia spp dan Sonneratia spp pH tanah dengan
kisaran nilai antara 6-7 merupakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove
(Dewi dan Herawatiningsih, 2017).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya
kehidupan mikroorganisme yang melakukan aktivitas hidup dan berkembang biak
dalam suatu masa tanah. Mikroorganisme dalam setiap aktivitasnya membutuhkan
O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi
tanah. Pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktivitas metabolik
mikroorganisme daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikroorganisme
tanah. Respirasi tanah yang mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme
tanah dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari kesuburan
tanah (Cahyono et al., 2013).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan jumlah CO 2 yang
dihasilkan oleh mikroba tanah, jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Respirasi mikroba tanah sangat kompleks, banyak metode yang telah diusulkan
untuk menangkap gas yang dihasilkan dan menganalisisnya sesuai dengan tujuan
dan lingkungan peneliti, bisa dikatakan tidak ada metode yang sepenuhnya
memuaskan. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan pemakaian O2 atau
jumlah CO2 yang dihasilkan dari sejumlah contoh tanah yang diinkubasi dalam
keadaan yang diatur di laboratorium (Sandrawati, 2007).
Respirasi tanah merupakan indikator penting pada suatu ekosistem,
meliputi seluruh aktivitas yang berkenaan dengan proses metabolisme di dalam
tanah, dekomposisi sisa tanaman dalam tanah, dan konversi bahan organik tanah
menjadi CO2. Respirasi tanah menggambarkan aktivitas mikroorganisme tanah.
Respirasi tanah adalah proses hilangnya CO2 dari tanah ke atmosfer, terutama
yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Hal ini
dipengaruhi tidak hanya oleh faktor biologis seperti vegetasi dan faktor
3

lingkungan, antara lain suhu, kelembaban, pH, tetapi juga lebih kuat oleh faktor
buatan manusia (Fahmi, 2016).
Di dalam tanah, keberadaan mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik,
kimia, dan biologi tanah. Besarnya peran faktor lingkungan dalam seleksi mikroba
lingkunganlah yang memilih jenis mikroba mana yang dapat hidup dan
berkembang biak dalam suatu ekosistem tanah tertentu. Perbedaan berbagai
atribut mikroba pada berbagai kondisi tanah disebabkan oleh perbedaan jenis dan
kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan tanah dan cara
pengelolaannya. Teknik pengambilan contoh tanah yang tepat perlu dipahami agar
waktu, tenaga, dan biaya yang dicurahkan untuk pengambilan contoh tanah
menjadi lebih efisien. Jumlah contoh tanah yang terlalu banyak adalah
pemborosan, namun jika jumlah contoh tanah yang terlalu sedikit, data
bisa keliru sehingga informasi yang diperoleh bisa menjadi kurang bermanfaat
(Mawardiana et al., 2007).
Respirasi tanah adalah indikator dari aktivitas biologi tanah seperti
mikroba ataupun kehidupan lain dalam tanah, dan aktivitas mikroba tersebut
berperan dalam proses dekomposisi senyawa organik yang menjadi sumber energi
bagi tumbuhan. Proses dekomposisi berlangsung dengan adanya aktivitas
mikroorganisme, sehingga mikroorganisme menjadi tenaga penggerak dalam
respirasi tanah (Putri et al., 2017). Oleh sebab itu karena pentingnya aktivitas
mikroorganisme untuk kesuburan dan pertumbuhan mangrove maka dilakukan
penelitian untuk mengetahui aktivitas mikrorganisme di bawah tegakan
mangrove.

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis jumlah total bakteri dari tanah mangrove
2. Menganalisis aktivitas mikroorganisme dari tanah mangrove

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang total


bakteri dan aktivitas mikroorganisme tanah pada setiap tegakan mangrove di
Desa Lubuk Kertang.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Hutan Mangrove


Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah
pasang surut ataupun di tepi laut. Tumbuhan mangrove memiliki sifat yang unik
karena mangrove adalah gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan
di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang
disebut akar nafas. Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai
atau muara sungai. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang
terdapat di antara daratan dan lautan, dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan
membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena tumbuhan ini di dekat
pantai, mangrove sering juga dinamakan sebagai hutan pantai, hutan pasang surut,
hutan payau, atau hutan bakau. Ekosistem mangrove merupakan suatu
ekosistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang saling
berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove
tersebut (Majid et al., 2016).
Mangrove memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh topografi pantai
maupun muara sungai. Daerah tropis dan sub tropis mangrove merupakan
ekosistem yang terdapat diantara daratan dan lautan. Pada kondisi yang sesuai
mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Secara
karakteristik hutan mangrove mempunyai habitat dekat dengan pantai. Hutan
mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman
struktur tegakan yang memiliki peran sebagai perangkap endapan dan
perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai
kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara
laut dan daratan. Di samping itu, kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang
dan menghambat air laut ke daratan (FAO, 1982).
Hutan mangrove adalah ekosistem utama pendukung kehidupan yang
sangat penting di wilayah pesisir dan lautan. Hutan mangrove memiliki fungsi
ekonomis penting seperti, penyedia kayu sebagai bahan baku pembuatan rumah,
daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, batang kayunya dapat digunakan
5

untuk bahan bakar, produksi arang dan lain-lain. Selain fungsi ekonomis
mangrove juga memiliki fungsi ekologis, daun mangrove merupakan penghasil
bahan organik, akarnya dapat menjadi tempat berlindung invertebrata yang
menempel, sebagai peredam gelombang air laut dan badai, abrasi, penahan lumpur
dan sebagai perangkap sedimen. (Saprudin dan Halidah, 2012).

Bakau (Rhizophora spp)


Bakau adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku
Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang mencolok berupa akar
tunjang yang besar, berkayu, pucuk yang tertutup, daun penumpu yang
meruncing, buah yang berkecambah, dan berakar ketika masih di pohon. Menurut
Noor et al. (2006) klasifikasi tumbuhan Bakau (Rhizophora spp) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora spp
Rhizophora spp merupakan salah satu genus dari family Rhizophoraceae.
Genus ini terdiri dari beberapa spesies. Ada 3 jenis yang tergolong dalam marga
ini, yaitu Rhizopora mucronata, Rhizopora apiculata, dan Rhizopora stylosa.
Jenis-jenis ini dikenal dengan nama bakau, dan merupakan jenis yang umum di
hutan mangrove. Pohon-pohon jenis ini mudah dikenal karena bentuk
perakarannya yang menyerupai jangkar, tinggi pohon dewasa dapat mencapai 30-
40 m, batangnya besar dan daunnya selalu hijau mengkilap permukaannya.
Seluruh bagian tumbuhan ini dapat dijadikan sebagai obat dan pangan. Daun,
buah dan akar yang masih muda jika direbus dapat dimanfaatkan sebagai obat
pencuci luka-luka serta dapat mengusir nyamuk. Air rebusan kulit yang masih
muda dan bagian ujung dari akar dapat dipakai untuk mengobati diare, dan sakit
perut. Buahnya dapat dipakai sebagai campuran minuman penyegar. Nektar dari
6

bunganya mengandung madu, apabila nektar ini dicampur dengan buah dan kulit
batang muda berkhasiat untuk obat batuk (Kuswardani, 2015).

Api-api (Avicennia spp)


Avicennia spp. masuk ke dalam suku Acanthaceae merupakan salah satu
jenis tumbuhan yang menyusun ekosistem mangrove. Tumbuhan api-api adalah
salah satu jenis tumbuhan mangrove yang umum dijumpai di Indonesia.
Tumbuhan ini dapat digunakan untuk keperluan pengobatan dan farmasi. Peranan
api-api adalah sebagai tumbuhan pelopor atau perintis yang menempati zonasi
terluar dari hutan mengrove. Menurut Wibowo et al. (2009) klasifikasi tumbuhan
api-api (Avicennia spp) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia spp.
Avicennia spp. berbentuk pohon yang tumbuh tegak atau menyebar,
dengan ketinggian pohon bisa mencapai 30 meter. Ciri khas dari api-api adalah
bentuk akar napas yang muncul dari bawah ke permukaan tanah. Akar napasnya
menyerupai paku-paku yang rapat di lantai ekosistem mangrove. Api-api
tergolong tanaman yang toleran pada kadar garam yang tinggi, karena dia mampu
membuang kristal garam melalui daunnya. Mangrove ini memiliki sistem
perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil (berbentuk asparagus), akar
nafas tegak. Kulit kayu memiliki tekstur halus dengan burik hijau-abu dalam
bagian kecil. Tumbuhan api-api memiliki kemampuan untuk menempati dan
tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis
ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat
pasang-surut (Paramudhita, 2012).
7

Pedada (Sonneratia spp)


Sonneratia spp. masuk ke dalam suku Sonneratiaceae merupakan salah
satu jenis tumbuhan yang menyusun ekosistem mangrove. Pohonnya selalu hijau,
kulit kayunya berwarna putih tua hingga coklat, tangkai bunga pohon ini tumpul,
daun mahkota 18 warnanya putih, mudah rontok. Buahnya seperti bola, ujung
bertangkai dan terbungkus kelopak bunga. Akarnya berbentuk kabel di bawah
tanah dan muncul di atas permukaan tanah sebagai akar nafas yang berbentuk
kerucut tumpul. Daunnya berkulit, bentuknya bulat telur terbalik ujungnya
membundar. Menurut Puspayanti et al. (2013) klasifikasi tumbuhan Pedada
(Sonneratia spp) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Magnoliales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia spp

Sifat Kimia Tanah


Sifat kimia tanah adalah suatu indikator untuk menentukan tingkat
kemampuan lahan. Sifat kimia tanah dapat menunjukkan aktivitas-aktivitas ion
yang tidak dapat dilihat secara kasat mata namun dapat diuji dengan
menggunakan bahan-bahan kimia. Sifat kimia tanah juga dapat digunakan sebagai
rekomendasi dalam pemupukan untuk unsur hara tanaman. Sifat kimia tanah
menunjukkan aktivitas ion yang tidak dapat dilihat secara langsung namun dapat
diuji dengan menggunakan bahan- bahan kimia. Sifat kimia tanah juga sebagai
keseluruhan reaksi kimia yang berlangsung antar penyusun tanah serta antar
penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan dalam bentuk pupuk ataupun
pembenah tanah lainnya (Wilson et al., 2015).
Sifat kimia tanah juga sebagai keseluruhan reaksi kimia yang berlangsung
antar penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan dalam bentuk pupuk ataupun
pembenah tanah lainnya. Faktor kecepatan semua bentuk reaksi kimia yang
8

berlangsung dalam tanah mempunyai kisaran agak lebar, yakni sangat singkat dan
luar biasa lamanya. Pada umumnya, reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tanah
diimbas oleh tindakan dan faktor lingkungan tertentu (Bakri et al., 2016).
Komponen kimia tanah dapat dipengaruhi seperti pH tanah, N, P, K, C-
organik, dan KTK (Kapasitas Tukar Kation). Tanah adalah lapisan atas bumi yang
merupakan campuran dari pelapukan batuan dan jasad makhluk hidup yang telah
mati dan membusuk, akibat pengaruh cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi
lapuk, mineral-mineralnya terurai (terlepas), dan kemudian membentuk tanah
yang subur. Sifat tanah yang berbeda mengakibatkan setiap tanah mempunyai
respon yang berbeda terhadap sifat tanah tersebut. Peranan tanah terhadap sifat
tanah yang berkaitan yaitu sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah antara
lain tekstur dan struktur tanah. Sifat kimia tanah antara lain pH tanah dan
kandungan unsur hara. Kandungan hara terdiri dari kandungan nitrogen, fosfor,
kalium dan bahan organik (Rahmah et al., 2014).
Nitrogen (N) merupakan unsur esensial bagi tumbuhan. N dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak dan diserap dalam bentuk ion NH4+ dan ion NO3-.
sedikitnya kandungan nitrogen yang terdapat di dalam tanah berpengaruh bagi
pertumbuhan tanaman secara nyata. Nitrogen dapat masuk ke dalam tanah melalui
kegiatan jasad renik yang mengikat nitrogen dari udara baik secara bebas maupun
secara bersimbiosis. Kehilangan N juga dapat mempengaruhi sifat kimia tanah.
Kehilangan N dapat melalui dinitrifikasi, volatilitas, pengangkutan hasil panen
atau pencucian dan erosi permukaan tanah. Hilangnya N melalui pencucian umum
terjadi pada tanah-tanah yang bertekstur kasar, kandungan bahan organik sedikit
dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah yang memiliki tingkat kemasaman
tinggi (pH 5.5) (Nariratih et al., 2013).

Sifat Biologi Tanah


Faktor penting dalam ekosistem tanah adalah mikroorganisme tanah
karena sangat berpengaruh dalam siklus dan ketersediaan hara bagi tanaman juga
stabilitas struktur tanah. Mikroorganisme tanah merupakan agen pengubah dari
bahan organik yang masuk ke dalam tanah kemudian mengubahnya menjadi
senyawa anorganik sederhana sehingga tanaman dapat menggunakan senyawa itu
9

kembali. Dalam perhitungan langsung dapat diperkirakan jumlah


bakteri pada suatu tanah berkisar antara ratusan ribu sampai ratusan juta bakteri
dalam beberapa gram tanah kering. Jumlah dan variasi organisme dapat terjadi
akibat berbagai kedalaman dan tipe tanah. Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah bakteri pada tanah yaitu struktur, tekstur, kelembaban,
lingkungan tanah (Saraswati dan Sumarno, 2008).
Bahan organik memiliki pengaruh terhadap sifat biologi tanah yang
ditentukan oleh jumlah, jenis, dan keadaan bahan organik. Bahan organik
berperan dalam memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air,
pori aerasi, dan laju infiltrasi. Banyaknya mikroorganisme pada tanah dipengaruhi
oleh bahan organik, kelembaban, aerasi, dan sumber energi. Mikroorganisme
tersebut akan mendekomposisi senyawa organik tersebut yang kemudian terjadi
proses mineralisasi yang menghasilkan ion hara untuk diserap oleh akar tanaman.
Bakteri merupakan mikroorganisme tanah yang dominan pada tanah. Pada tanah
yang subur bakteri dapat berjumlah 10-100 juta setiap gram tanahnya. Bakteri
terdapat dalam segala jenis tanah namun populasinya akan menurun dengan
bertambahnya kedalaman tanah (Sumarni, 2010).

Respirasi
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui banyak sedikitnya
aktivitas mikroorganisme dalam tanah yaitu dengan melakukan respirasi. Proses
respirasi ini menghasilkan karbon dioksida dan air. Respirasi merupakan suatu
pencerminan dari aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Respirasi tanah
dilakukan oleh mikroorganisme tanah baik berupa bakteri maupun
cendawan. Interaksi antara mikroba dengan lingkungan fisik di sekitarnya
mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan membelah. Salah
satu faktor lingkungan fisik tersebut adalah kelembapan tanah yang berkaitan erat
dengan respirasi tanah. Tingkat respirasi tanah menurun secara eksponensial
dengan peningkatan lintang dan dengan meningkatnya suhu. Respirasi tanah
merupakan salah satu indikator dari aktivitas biologi tanah seperti mikroba, akar
tanaman atau kehidupan lain di dalam tanah, dan aktivitas ini sangat penting
untuk ekosistem di dalam tanah (Setyawan dan Hanum, 2014).
1

Setelah fotosintesis, respirasi tanah merupakan aliran karbon terbesar


kedua di sebagian besar ekosistem. Respirasi tanah yang meliputi akar dan
respirasi mikroba diperkirakan kontribusinya 60-90% dari total respirasi
ekosistem di hutan beriklim sedang (temperate). Pengukuran respirasi secara in-
situ sering diterjemahkan sebagai flux CO2. Respirasi dapat dikaitkan dengan
status kesehatan tanah. Laju respirasi tanah dapat diukur dalam sistem dinamis
maupun statis (Goulden et al., 1996).
Bahan organik tanah berasal dari tanaman yang tumbuh di atasnya,
sehingga kadar bahan organik tanah sangat tinggi pada lapisan atas tanah dan
menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Tanah yang bervegetasi akan
mempunyai kadar bahan organik yang tinggi, sebaliknya pada tanah yang gundul
tanpa vegetasi maka kadar bahan organiknya rendah. Bahan organik memiliki
peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman.
Oleh karena itu, jika bahan organik tanah (BOT) menurun, kemampuan tanah
dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar
bahan organik tanah merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum
terjadi. Tinggi rendahnya bahan organik juga mempengaruhi jumlah dan aktivitas
metabolik organisme tanah (Nurmegawati et al., 2014).
Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya
kehidupan mikroba yang melakukan aktivitas hidup dan berkembang biak dalam
suatu masa tanah. Mikroba dalam setiap aktivitasnya membutuhkan O2 atau
mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju
respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi
maksimum mikroba dalam tanah, karena banyaknya populasi mikroba
mempengaruhi keluaran CO2 atau jumlah O2 yang dibutuhkan mikroba. Respirasi
tanah dapat dipengaruhi oleh faktor biologis (vegetasi dan mikroorganisme) dan
faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan pH) (Putri et al., 2017).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respirasi Tanah


Selama proses pengukuran respirasi tanah terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi laju respirasi. Salah satu di antaranya yaitu aktivitas organisme,
tanah vegetasi yang digunakan juga akan mempengaruhi hasil tersebut. Menurut
1

Wang et al. (2014), beberapa mikroorganisme yang terdapat dalam tanah juga
akan mengalami adaptasi dengan keadaan lingkungan. Hal tersebut dilakukan
mikroba agar tetap bisa bertahan dalam tanah. Mikroorganisme dalam proses
penguraian bahan organik dalam tanah juga mampu melepaskan karbon dioksida
ke udara selain itu suhu juga mempengaruhi hasil laju respirasi sehingga memiliki
keterkaitan dengan umpan baliknya CO2 di atmosfer udara yang dihasilkan oleh
proses respirasi itu sendiri.
Respirasi tanah merupakan tipikal parameter aktivitas metabolik dari
populasi mikroba tanah yang berkorelasi positif dengan material organik tanah.
Salah satu indikator kesehatan tanah adalah respirasi tanah yang menunjukkan
aktivitas biologi tanah. Teknik pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan cara
menentukan aktivitas mikroorganisme tanah. Salah satu cara untuk mempelajari
suatu aktivitas mikroorganisme tanah adalah dengan menghitung jumlah
organisme tanah dan karbon dioksida yang dilepaskan oleh organisme tanah
tersebut dengan waktu tertentu. Respirasi tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan yang juga mempengaruhi kualitas dan indikator kesuburan tanah
seperti suhu, kelembaban, C-organik, dan pH tanah (Agustin et al., 2020).
Kadar air tanah berperan bagi proses yang berlangsung didalam tanah,
yaitu berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme. Dimana mikroorganisme
merupakan tenaga penggerak untuk proses dekomposisi yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat mempengaruhi laju respirasi. Pengaruh kadar air
terhadap aktivtias mikroorganisme dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Kadar air semakin tinggi maka ketersediaan oksigen menjadi rendah
yang menghambat proses dekomposisi aerob secara tidak langsung yang dapat
mempengaruhi proses laju respirasi. Pada tanah yang tidak berkontak langsung
dengan udara akan menyebabkan masalah kekurangan oksigen. Kurangnya
oksigen dapat mengakibatkan aktivitas mikroorganisme pada tanah menjadi
menurun (Azizah, 2007).
12

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Pengambilan sampel tanah dilakukan di Dusun II Palutabuhan, Dusun III
Tepi Gandu dan Dusun V Kepala Enam, Desa Lubuk Kertang, Kecamatan
Brandan Barat, Kabupaten angkat. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di
Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara.
Penghitungan total bakteri dan pengukuran respirasi tanah dilakukan di
Laboratorium Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Medan, Sumatera
Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Desember 2020.
Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan
Brandan Barat, Kabupaten Langkat

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah di bawah
tegakan 7 jenis mangrove yaitu Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata,
Rhizophora apiculata, Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis
dan Sonneratia alba, kapas, aquades, aluminium foil, cling wrap, alkohol 70 %,
1

air, media nutrien agar (NA), (K2Cr2O7 5 ml; H2SO4 10 ml; H3PO4 85% 5 ml;
NaF 4% 2,5 ml; diphenylamine 5 tetes; FeSO4 0,5 N; NH4OAc 20 ml; alkohol
80% 20 ml; NaOH 50% 20 ml; H2O 15 ml; H3BO3 4% 25 ml; NaOH 40% 25 ml),
fisiologis steril (8,5 g NaCl per liter akuades), KOH 0,2 N, phenophtalein, HCl
0,1 N, dan metil oranye.
Alat yang digunakan adalah Sendok tanah, kantong plastik, alat tulis,
kertas label, erlenmeyer, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, labu ukur,
tabung sentrifuse, cawan petri, beaker glass, laminar air flow, toples plastik, botol
kaca kecil, botol kocok, shaker, rotamixer, gunting/cutter, selotip, bunsen dan
autoclaf.

Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel Tanah
Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di areal hutan mangrove di
Dusun II Palutabuhan, Dusun III Tepi Gandu dan Dusun V Kepala Enam, Desa
Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat. Sampel tanah
diambil dari 3 jenis yaitu bakau (Rhizophora spp), api-api (Avicennia spp) dan
pedada (Sonneratia spp). Pengambilan sampel tanah dibuat 10 plot pada 3 jalur,
dengan masing-masing ukuran plot 20x20 m2 pada masing-masing tegakan.
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak, dengan kedalaman 0-20 cm
pada setiap lubang pengambilan sampel tanah. Pengambilan sampel tanah diambil
dari lima titik yang kemudian dikompositkan tanah menjadi satu yang
ditempatkan pada plastik klep yang sudah diberi label. Pengambilan contoh tanah
komposit yang digunakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang
keberadaan mikroba di suatu areal. Pengambilan contoh tanah dilakukan untuk
dapat menganalisis sifat kimia dan biologi tanah yang diperoleh dengan cara
mengambil sampel contoh tanah secara acak.
1

Gambar 2. Desain plot pengambilan sampel tanah secara acak

2. Analisis Sifat kimia tanah


Sebelum melakukan penelitian dilakukan analisis awal terhadap sifat
kimia tanah. Analisis kimia bertujuan untuk mengetahui jumlah unsur-unsur kimia
tanah yang berperan dalam kehidupan mikroba tanah, antara lain pH, C-organik,
N- Total, P-Tersedia, KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan Salinitas tanah pada
lokasi penelitian. Prosedur analisis kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Pengukuran total bakteri


Total bakteri tanah dihitung dengan menggunakan metode cawan agar.
Prosedur penetapan jumlah total bakteri yaitu membuat pengenceran secara seri
dengan memasukkan 10 g tanah ke dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 90
ml larutan fisiologis steril (8,5 g NaCl per liter akuades) kemudian dikocok
menggunakan shaker selama 30 menit sehingga campuran ini sebagai
pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis
steril. Setelah itu di pipet 1 ml dari larutan 10 -1 dan dimasukkan ke dalam larutan
fisiologis steril pada tabung reaksi, campuran ini sebagai pengenceran 10 -2 dan
larutan 10-2 di pipet kembali 1 ml untuk membuat larutan 10-3 dan seterusnya
sampai pengenceran 10-5. Setelah suspensi tercampur dengan larutan fisiologis
steril, pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan menggunakan rotamixer
agar tercampur sempurna.
Setelah seri pengenceran dibuat, di pipet 1 ml dari suspensi dengan
mengambil pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 dipindahkan ke cawan petri steril.
Media nutrient agar yang telah disiapkan kemudian didinginkan. Jumlah media
nutrient agar yang dituangkan ke cawan petri kira-kira 10 ml. Sebelum media
1

dituangkan, mulut wadah media nutrient agar disterilkan terlebih dahulu dengan
melewatkannya pada api bunsen yang dilakukan di dalam laminar air flow. Media
nutrient agar dituangkan secara perlahan-lahan ke dalam cawan petri dan diputar
ke arah kanan tiga kali dan kearah kiri tiga kali supaya suspensi mikroorganisme
tersebar secara merata pada cawan petri. Setelah media benar-benar padat, cawan
petri diinkubasikan pada suhu kamar dengan diletakkan secara terbalik. Setelah
tiga hari inkubasi dilakukan perhitungan jumlah mikroorganisme dengan rumus:
Jumlah total mikroorganisme = rata-rata jumlah koloni per cawan petri x faktor
pengenceran.

4. Pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah


Pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah dilakukan untuk menentukan
seberapa banyaknya mikroorganisme tanah melakukan respirasi yaitu
menghasilkan CO2. Metode yang digunakan adalah metode jar dan diukur dengan
metode titrimetri (Anas, 1989).
Prosedur pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah yaitu ditimbang
tanah sebanyak 100 g, lalu dimasukkan ke dalam toples plastik ukuran 1 liter dan
kemudian dimasukkan juga dua botol kecil yang berisi 5 ml KOH 0,2 N dan 10 ml
akuades. Tutup toples sampai kedap udara dan diinkubasikan pada suhu sekitar 28
– 30oC di tempat yang gelap selama 7 hari.
Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dengan
metode titrasi yaitu menambahkan 2 tetes phenolphthalein ke dalam botol yang
berisi KOH. Lalu, di titrasi dengan HCl sampai warna merah menjadi hilang.
Catat volume HCl yang digunakan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator metil
orange dan di titrasi dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
Perubahan warna pink ini tidak boleh terlalu terlihat dan oleh karena itu
diharapkan dalam menentukan titik akhir titrasi dilakukan dengan hati-hati. Catat
volume HCl yang digunakan. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap kedua
titrasi ini berhubungan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Menurut Nasution et al. (2015), reaksi yang akan terjadi dalam pengukuran
respirasi tanah adalah:
1

Keterangan:
r = jumlah C-CO2 yang dihasilkan tiap gram tanah lembab per hari
a = ml HCl untuk sampel tanah
b = ml HCl untuk kontrol
t = normalitas HCl
n = jumlah Hari inkubasi

5. Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non
Faktorial dengan kedalaman tanah 0-20 cm dari sumber tanah mangrove pada
tegakan bakau (Rhizophora spp), api-api (Avicennia spp) dan pedada
(Sonneratia spp).
Faktor perlakuan terdiri dari:
T1 : Sumber tanah Rhizophora stylosa
T2 : Sumber tanah Rhizophora mucronata
T3 : Sumber tanah Rhizophora apiculata
T4 : Sumber tanah Avicennia alba
T5 : Sumber tanah Avicennia marina
T6 : Sumber tanah Avicennia officinalis
T7 : Sumber tanah Sonneratia alba
1

Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 21 jumlah


unit percobaan. Metode linier Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial
yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

Yij = µ + τi + €ij

Dimana:
Yij : Respon atau nilai pengamatan keberadaan aktivitas mikroba tanah pada
tegakan mangrove taraf ke-i pada ulangan ke-j
µ : Rataan umum keberadaan aktifitas mikroba tanah
τi : Pengaruh sumber tanah ke-i
€ij : Pengaruh galat pada keberadaan aktivitas mikroba dari sumber tanah ke-i
pada kedalaman tanah ulangan ke-j

Jika terdapat data yang berpengaruh nyata, dilakukan pengujian lanjutan


dengan uji DMRT pada taraf 5%.
18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Kimia Tanah


Analisis sifat kimia tanah penting untuk mengetahui hubungan yang
bersifat kimia yang terjadi di dalam tanah ataupun di permukaan tanah. Sifat
kimia tanah merupakan indikator untuk menentukan tingkat kemampuan suatu
lahan. Sifat kimia tanah juga menunjukkan aktivitas suatu ion yang tidak dapat
dilihat secara langsung tetapi dapat diuji dengan menggunakan bahan-bahan kimia
(Wilson et al., 2015). Keberadaan mikroba di dalam tanah dipengaruhi oleh sifat
kimia tanah. Hasil analisis sifat kimia tanah pada tegakan mangrove dapat di lihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah
Sumber Tanah Jalur C- N- P- EC pH KTK
(Spesies) (Ulangan) organik total Tersedia (mmho/ (H2O) (me/100
(%) (%) (ppm) cm) g)
Avicennia alba I 3,79 t 0,23 s 5,15 sr 1,95 r 5,57 am 2574 t
II 4,01 t 0,17 r 6,61 sr 3,91 r 4,77 m 28.28 t
III 3,72 t 0,26 s 2,40 sr 6,63 s 6,13 am 35.54 t
Avicennia marina I 4,05 t 0,19 r 3,51 sr 4,05 s 5,98 am 32.56 t
II 4,02 t 0,30 s 5,96 sr 3,76 r 5,77 am 36.44 t
III 5,14 st 0,35 s 1,73 sr 1,38 r 4,94 m 36.63 t
Avicennia officinalis I 4,95 t 0,20 r 3,01 sr 3,12 r 4,03 sm 29.21 t
II 3,89 t 0,16 r 5,24 sr 3,35 r 5,64 am 23.97 s
III 5,22 st 0,25 s 13,94 r 6,74 s 4,94 m 30.74 t
Rhizophora apiculata I 5,31 st 0,28 s 2,18 sr 6,00 s 5,95 am 35.20 t
II 3,98 t 0,23 s 7,32 sr 2,52 r 6,12 am 32.52 t
III 5,24 st 0,29 s 2,18 sr 4,53 s 5,53 am 36.71 t
Rhizophora mucronata I 4,56 t 0,23 s 6,79 sr 4,74 s 5,03 m 31.61 t
II 5,00 t 0,24 s 6,14 sr 8,16 t 5,54 am 32.97 t
III 4,47 t 0,21 s 18,35 r 3,78 r 4,70 m 32.71 t
Rhizophora Stylosa I 3,48 t 0,14 r 1,89 sr 2,15 r 5,06 m 22.30 s
II 4,21 t 0,20 r 4,78 sr 6,38 s 5,01 m 19.96 s
III 4,27 t 0,25 s 3,70 sr 7,06 s 5,76 am 33.03 t
Sonneratia alba I 4,71 t 0,20 r 1,72 sr 4,16 s 4,26 sm 31.70 t
II 2,78 s 0,15 r 3,48 sr 2,02 r 6,00 am 31.11 t
III 4,66 t 0,22 s 3,98 sr 2,81 r 4,03 sm 21.45 s
Kriteria: * Margolang et al., (2015)
Keterangan:
m = masam s = sedang sr = sangat rendah
am = agak masam t = tinggi sm = sangat masam
r = rendah st = sangat tinggi

Hasil analisis pH tanah pada tanah di bawah tegakan mangrove diperoleh


kriteria tanah sangat masam sampai agak masam. Tingkat kemasaman tertinggi
terdapat pada tegakan Sonneratia alba yaitu dengan pH 4,03 pada ulangan ke 3
sedangkan pH terendah pada tegakan mangrove Avicennia alba yaitu 6,13 pada
1

ulangan ke 3. Menurut Nursin et al. (2014) tingginya pH tanah dengan nilai antara
6 - 7 disebabkan karena adanya sumbangan serasah daun, akar, batang yang jatuh
ke tengah dan terkomposisi sehingga membentuk bahan organik. Kandungan pH
tanah yang masam disebabkan karena adanya perombakan serasa vegetasi
mangrove oleh mikroorganisme tanah yang menghasilkan asam-asam organik
yang menyebabkan penurunan pH pada tanah (Arsad et al., 2017). Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pH tanah yang sangat masam yaitu sistem tanah yang
dipenuhi oleh ion-ion H+ yang bersifat asam. Prabowo dan Subantoro (2018)
menyatakan, bahan organik mempengaruhi besar atau kecilnya daya serap tanah
akan air. Semakin banyak air pada tanah akan menyebabkan reaksi pelepasan ion
H+ sehingga tanah menjadi masam.
Kandungan C-organik adalah indikator tinggi rendahnya suatu jumlah
bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah. C-organik pada tanah tegakan
mangrove berada pada kriteria sedang sampai sangat tinggi (2,78% - 5,31%).
Tinggi rendahnya nilai C-organik pada suatu tanah dikarenakan terdapat serasah
tanaman yang melapuk, sehingga pelapukan serasah tersebut dapat mempengaruhi
tingginya kandungan bahan organik pada tanah tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan Afandi et al. (2015), bahwa meningkatnya bahan organik dapat
mempengaruhi sifat tanah baik secara fisik, kimia, dan biologi. Karbon adalah
sumber makanan mikroorganisme tanah, sehingga C-organik pada tanah akan
memacu kegiatan mikroorganisme dan meningkatkan proses dekomposisi.
Rendahnya kadar C-organik pada suatu tanah dapat terjadi karena proses
dekomposisi yang cukup lama.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah sifat kimia tanah yang memiliki
hubungan dengan kesuburan tanah. Hasil analisis KTK (Kapasitas Tukar Kation)
pada rizofir tegakan mangrove diperoleh 2 kriteria yaitu kriteria tinggi dan kriteria
sedang. Kriteria tinggi berada pada nilai 25,74 – 36,71 me/100 g, sedangkan
kriteria sedang berada pada nilai 19,96 – 23,97 m/100 g. Menurut Soewandita
(2008), tingginya nilai KTK dapat disebabkan karena adanya dekomposisi bahan
organik yang dapat menghasilkan humus yang dapat membuat KTK menjadi
meningkat. Tingginya nilai KTK pada lokasi penelitian karena kandungan bahan
organik pada tanah di lapangan tinggi. Nursin et al. (2014) menyatakan,
2

rendahnya nilai KTK tanah dapat disebabkan karena rendahnya kandungan bahan
organik tanah sebagian akibat dari kegiatan fisik di badan tanah dan kondisi tanah
yang sangat masam. Keadaan tanah yang sangat masam menyebabkan tanah
kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam
bentuk dapat tukar karena perkembangan muatan positif.
Fosfat adalah salah satu unsur makro esensial, bukan hanya bagi
kehidupan tumbuhan tetapi juga untuk biota tanah. Kadar P-tersedia pada tanah
mangrove memiliki kriteria rendah dan sangat rendah yaitu 1,72 ppm-18,3 ppm.
Rendahnya ketersediaan unsur P tersebut diduga selain karena rata-rata pH di
daerah penelitian tergolong masam atau dikarenakan rendahnya P-tersedia
kemungkinan disebabkan oleh pencucian lapisan tanah. Menurut Rahmi (2014),
rendahnya P-tersedia pada tanah dapat disebabkan karena pH tanah yang rendah
yang membuat kelarutan Al menjadi tinggi yang menyebabkan P menjadi tidak
tersedia. Kadar hara P-tersedia yang tinggi akan menguntungkan bagi tanaman
sehingga tanah-tanah demikian cenderung subur. Jumlah P tersedia dalam tanah
ditentukan oleh besarnya P dalam serapan yang mekanisme ketersediaannya
diatur oleh pH dan jumlah bahan organik tanah (Susanto, 2005).
Nitrogen merupakan unsur hara makro utama yang sangat diperlukan bagi
tanaman. Unsur ini sangat penting dalam siklus hidup tanaman. Berdasarkan
analisis kimia tanah, kandungan N-total pada rizosfir tegakan mangrove
didapatkan 2 kriteria yaitu, kriteria rendah (0,14-0.20%) dan kriteria tinggi
(0,21%-0,35%). Menurut Patti et al. (2018), rendahnya kandungan N-total dalam
substrat, karena dimanfaatkan kembali oleh mangrove untuk pertumbuhannya. N-
total rendah disebabkan karena intensitas dan genangan pasang surut yang cukup
tinggi sehingga memungkinkan terangkutnya serasah yang ada menuju perairan
pantai (Wibowo, 2009). Hanafiah (2005) dalam Wasis (2012) menyatakan,
hilangnya N dari tanah juga dikarenakan penggunaan untuk metabolisme tanaman
dan mikroba, selain itu N dalam bentuk nitrat dapat mudah tercuci oleh air hujan.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air.
Salinitas dapat mengacu pada kandungan garam di dalam tanah, dimana
keberadaan garam dapat mempengaruhi sifat untuk proses pertumbuhan. Jika
konsentrasi sisa kadar garam tinggi maka tanaman akan layu dan mati terlepas
2

dari jumlah air yang diberikan. Nilai salinitas tanah pada mangrove di
kedalaman 0-20 cm memiliki kriteria rendah sampai tinggi (1,38-
8,16 mmho/cm). Rendahnya salinitas pada mangrove dikarenakan volume
pasokan air sungai yang lebih besar dibandingkan dengan volume pasokan air laut
di saat pasang terjadi. Sungai yang menjadi tempat tumbuh vegetasi mangrove
menjadi tempat bermuaranya sungai lain, sehingga mempengaruhi tinggi
rendahnya salinitas (Samsumarlin et al., 2015).

Pengukuran total bakteri


Tanah memiliki berbagai macam mikroorganisme. Jumlah tiap
mikroorganisme pada suatu tanah bervariasi, ada yang beberapa individu dan ada
juga yang jumlahnya dapat mencapai jutaan per gram tanah. Hasil analisis total
bakteri pada rizosfir 7 jenis mangrove dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Hasil Perhitungan Populasi Bakteri (…x104 SPK/ml)

Jalur
Sumber Tanah (Ulangan) Rataan
I II III
Sonneratia alba 129,43 186,17 153,74 156,45a
Avicennia alba 96,03 43,83 87,00 75,62a
Avicennia marina 187,07 181,03 203,90 190,67ab
Avicennia officinalis 275,80 122,30 44,67 147,59a
Rhizophora apiculata 225,40 302,23 302,50 276,71b
Rhizophora mucronata 231,80 145,53 204,57 193,97ab
Rhizophora stylosa 89,53 242,13 84,97 138,88a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolum yang sama menunjukkan
yang tidak signifikan berdasarkan uji DMRT (Duncan Mutical Range Test).

Berdasarkan Tabel 2 didapatkan total bakteri tanah tertinggi terdapat pada


tegakan Rhizophora apiculata (276,71 X 104 SPK/ml) sedangkan total bakteri
terendah pada tegakan Avicennia alba (75,62 X 104). Bakteri turut serta dalam
perubahan bahan organik dan memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu
nitrifikasi dan pelarut fosfat. Menurut Hanafiah (2007) jumlah total mikroba
dalam tanah merupakan indeks kesuburan tanah karena populasi bakteri yang
tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup. Selain itu,
adanya temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup dan kondisi ekologi
lain yang mendukung.
2

Berdasarkan analisis sidik ragam total bakteri tanah (Lampiran 4)


diketahui bahwa perlakuan sumber tanah pada tegakan mangrove berpengaruh
nyata terhadap total populasi bakteri tanah. Hasil uji lanjutan duncan
memperlihatkan total bakteri tertinggi terdapat pada rizosfir tegakan
Rhizophora apiculata dan tidak berbeda nyata dengan Avicennia marina dan
Rhizophora mucronata akan tetapi berbeda nyata dengan Sonneratia alba,
Avicennia alba, Avicennia officinalis, Rhizophora stylosa. Menurut
Hanafiah (2007) jumlah total mikroba dalam tanah merupakan indeks kesuburan
tanah karena populasi bakteri yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan
atau energi yang cukup. Selain itu, adanya temperatur yang sesuai, ketersediaan
air yang cukup dan kondisi ekologi lain yang mendukung.
Pada penelitian ini, populasi bakteri tanah paling tinggi terdapat di bawah
tegakan Rhizophora apiculata. Hal ini dapat disebabkan oleh vegetasi pada lokasi
penelitian yang didominasi oleh tumbuhan tersebut, dimana mangrove tersebut
dapat menghasilkan bahan organik secara berkelanjutan seperti serasah daun yang
jatuh ke permukaan tanah. Menurut Utami dan Handayani (2003) bahwa bahan
organik bersifat dinamik dan dapat meningkatkan kandungan C-organik
tanah yang dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia ataupun biologi tanah menjadi
lebih baik.

Mikroorganisme (bakteri) menguntungkan yang ada pada tanah sangan


penting dalam pertumbuhan tanaman sebagai percepatan penyediaan hara serta
sebagai sumber bahan organik tanah dari hasil dekomposisi sisa tumbuhan yang
dirombak menjadi unsur yang digunakan tanakan untuk tumbuh dan kembang.
Tanah dibawah tegakan Rhizophora apiculata lebih banyak dihuni oleh bakteri,
hal ini sesuai dengan pernyataan Firmansyah et al. (2015) bahwa bakteri adalah
mikroorganisme dalam tanah yang dominan. Bakteri terdapat dalam segala jenis
tipe tanah, namun populasinya akan menurun dengan bertambahnya kedalaman
tanah. Jumlah bakteri dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti
temperature, kelembaban, aerasi, dan sumber energi.
2

Aktivitas mikroorganisme tanah


Berikut ini adalah hasil rataan pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah
pada tegakan mangrove (Tabel 3).
Tabel 3. Rataan Hasil Pengukuran Aktivitas Mikroorganisme tanah (mg CO2/hari)
Ulangan
Sumber Tanah I II III Rataan
Sonneratia alba 6,86 7,71 6,51 7,03b
Avicennia alba 7,71 8,57 4,29 6,86b
Avicennia marina 2,57 1,2 3,09 2,29a
Avicennia officinalis 1,37 1,2 1,71 1,43a
Rhizophora apiculata 6,86 11,14 6,51 8,17b
Rhizophora mucronata 1,71 2,4 3,09 2,40a
Rhizophora stylosa 3,77 1,71 3,94 3,14a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolum yang sama menunjukkan
yang tidak signifikan berdasarkan uji DMRT (Duncan Mutical Range Test)
Dari hasil analisis terhadap ketujuh tegakan mangrove dapat dilihat
bahwa tanah di bawah tegakan Rhizophora apiculata memiliki hasil respirasi
yang lebih tinggi yaitu 8,17 mg CO 2/hari, sedangkan hasil respirasi tanah yang
rendah terdapat pada tegakan Avicennia officinalis yaitu 1,43 mg CO2/hari.
Aktivitas mikroorganisme tinggi dikarenakan total bakteri pada tanah tegakan
tersebut tinggi yang akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah.
Menurut Susilawati et al. (2013), dengan tersedianya unsur hara yang cukup, pH
tanah yang sesuai, aerasi dan drainase yang baik, dan sumber energi (bahan
organik) yang tinggi akan meningkatkan biomassa mikroorganisme tanah
sehingga aktivitasnya semakin tinggi pula. Dengan produksi CO2 yang tinggi
maka aktivitas mikroorganisme tanah juga tinggi dan membantu tanah untuk tetap
subur.
Berdasarkan analisis sidik ragam aktivitas mikroorganisme tanah
(Lampiran 5) diketahui bahwa perlakuan sumber tanah pada tegakan mangrove
berpengaruh nyata terhadap akivitas mikroorganisme tanah. Setelah dilakukan uji
lanjutan Duncan diperoleh tegakan Rhizophora apiculata merupakan aktivitas
mikroorganisme tertinggi dan Rhizophora apiculata tidak berbeda nyata dengan
Sonneratia alba dan Avicennia alba, akan tetapi Rhizophora apiculata berbeda
nyata dengan Avicennia marina, Avicennia officinalis, Rhizophora stylosa dan
Rhizophora mucronata. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme adalah kandungan bahan organik pada tanah diamana bahan
organik pada tanah tegakan tersebut tinggi. Sebagai mana yang dikemukakan oleh
2

Saibi dan Tolangara (2017) bahwa jika bahan organik yang terdapat pada suatu
tanah tinggi, maka aktivitas mikroorganisme akan tinggi, dimana bahan organik
berfungsi sebagai sumber energi yang berasal dari hasil dekomposisi. Apabila
dekomposisi bahan organik tinggi, maka akan meningkatkan aktivitas
mikroorganisme.
Kesuburan tanah di bawah tegakan Rhizophora apiculata di Desa Lubuk
Kertang tidak terlepas dari faktor utama yaitu bahan organik. Bahan organik
memiliki peran penting yaitu untuk sebagai agen menaikkan kapasitas unsur hara,
agen yang menunjang terbentuknya srtuktur dan agregat tanah, serta media untuk
berkembangnya populasi mikroorganisme tanah. Ekosistem mangrove memiliki
berbagai jenis mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim ekstraseluler yang
diperlukan untuk perombakan bahan organik (Sinatryani et al., 2014).
Bahan organik dapat mempengaruhi sifat kimia dan total bakteri tanah
sehingga berpengaruh nyata terhadap aktivitas mikroorganisme tanah dimana
semakin banyak bahan organik yang tersedia dapat menjadi sumber energi untuk
mikroorganisme dalam tanah menjadikan total bakteri semakin banyak. Menurut
Hanafiah et al. (2009) bahwa jika adanya populasi yang tinggi menunjukkan
adanya suplai makanan dan energi yang cukup untuk populasi tersebut. Bahan
organik juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi nilai respirasi
mikroorganisme. Bahan organik memiliki manfaat sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme, dimana mikroorganisme tanah tersebut akan mendekomposisi
untuk mendapatkan bahan makanan.
25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Total bakteri tanah tertinggi terdapat pada tegakan Rhizophora apiculata yaitu
sebesar 276,71 x104 SPK/ml.
2. Hasil analisis aktivitas mikroorganisme tanah tertinggi terdapat pada tegakan
Rhizophora apiculata yaitu sebesar 8,17 mg/hari.

Saran
Penelitian ini akan lebih baik apabila dilanjutkan dengan mengidentifikasi
jenis bakteri dan menghitung mikroorganisme lain pada masing-masing jenis
tanah.
26

DAFTAR PUSTAKA

[FAO] (Food and Agriculture Organization) of The United States. 1982.


Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO
Environmental Paper 3, FAO, ROME.

Afandi FN, Siswanto B, dan Nuraini, Y. 2017. Pengaruh Pemberian Berbagai


Jenis Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah Pada Pertumbuhan
Dan Produksi Tanaman Ubi Jalar di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri.
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2(2): 237-244.

Agustin A, Arif MAS, Setiawan K, dan Niswati A. 2020. Pengaruh Aplikasi


Pupuk Mikro Terhadap Respirasi Tanah, Pertumbuhan, Dan Produksi
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Tanah Tanjung Bintang,
Lampung Selatan. Jurnal Balitbangda Lampung.

Anas I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Arsad WM, Toknok B dan Korja IN. Sifat Kimia Tanah Di Bawah Vegetasi
Mangrove Di Desa Lebiti Kecamatan Togean Kabupaten Tojo Una-
Una. Jurnal Forest Sains, 15(1): 22-27.

Azizah R, Subagiyo S, dan Rosanti E. 2007. Pengaruh Kadar Air Terhadap Laju
Respirasi Tanah Tambak pada Penggunaan Katul Padi Sebagai Priming
Agent. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences,
12 (2): 67-72.

Bakri I, Thaha AR dan Isrun. 2016. Status Beberapa Sifat Kimia Tanah Pada
Berbagai Penggunaan Lahan Di Das Poboya Kecamatan Palu Selatan.
Jurnal Agrotekbi, 4 (5): 512-520.

Cahyono B, Yusnaini S, Niswati A dan Utomo M. 2013. Pengaruh Sistem Olah


Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Respirasi Tanah Pada
Lahan Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) PT Gunung
Madu Plantations. Jurnal Agrotek Tropika, 1(2): 208-212.

Dewi SK, dan Herawatiningsih R. 2017. Kondisi Tanah Dalam Kawasan


Mangrove di Desa Nusapati, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Jurnal Hutan Lestari, 5(2):177-182.

Fahmi KM. 2016. Pengaruh Dua Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Herbisida
Terhadap Respirasi Tanah Pada Pertanaman Ubi (Manihot esculenta
Crantz.). Universitas Lampung.
2

Firmansyah I, Lukman L, Khaririyatun N, dan Yufdy MP. 2015. Pertumbuhan dan


Hasil Bawang Merah Dengan Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati Pada Tanah Alluvial. Jurnal Hortikultura, 25(2), 133-141.

Goulden ML, Munger JW, Fan SM, Daube BC, and Wofsy SC. 1996. Exchange
Of Carbon Dioxide By a Deciduous Forest: Response to Interannual
Climate Variability. Science, 271(1): 1576-1578.

Halidah H. 2014. Avicennia marina (Forssk.) Vierh Jenis Mangrove yang Kaya
Manfaat. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Buletin Eboni,
11(1): 37-44.

Hanafiah KA. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Hanafiah AS, Sabrina T dan Guchi H. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah.
Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

Kuswardani RA dan Nasution J. 2015. Keanekaragaman Jenis Mangrove di Pantai


Mutiara Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang
Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Biolink (Jurnal Biologi Lingkungan
Industri Kesehatan), 2(1): 81-95.

Majid I, Muhdar MHIA, Rohman F dan Syamsuri I. 2016. Konservasi Hutan


Mangrove Di Pesisir Pantai Kota Ternate Terintegrasi Dengan
Kurikulum Sekolah. Universitas Negeri Malang. Jurnal Bioedukasi,
4(2): 488-497.

Margolang RD, Jamilah, dan Sembiring M. 2014. Karakteristik Beberapa Sifat


Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Sistem Pertanian Organik. Jurnal
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 3(2): 717-723.

Mawardiana M, Sufardi S, dan Husen E. 2013. Pengaruh Residu Biochar dan


Pemupukan NPK Terhadap Dinamika Nitrogen, Sifat Kimia Tanah dan
Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Musim Tanam Ketiga.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 2(3): 255-260.

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.

Nariratih I, Damanik MMB, dan Sitanggang GSG. 2013. Ketersediaan Nitrogen


Pada Tiga Jenis Tanah Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik dan
Serapannya Pada Tanaman Jagung. Jurnal Agroekoteknologi,
1(3): 479-488

Nasution NAP, Yusnaini S, dan Niswati A. 2015. Respirasi Tanah pada Sebagian
Lokasi di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Jurnal Agrotek Tropika, 3(3): 427-433.
2

Noor YR, Khazali M, dan Syadipura INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. Bogor: Wetlands Internatinal Indonesia Programme.
Bogor.

Nurmegawati, Afrizon, dan Sugandi D. 2014. Kajian Kesuburan Tanah


Perkebunan Karet Rakyat di Provinsi Bengkulu. Jurnal Littri Puslitbang
Perkebunan. 20(1) : 17-26.

Nursin A, Wardah W, dan Yusran Y. 2014. Sifat Kimia Tanah pada Berbagai
Zonasi Hutan Mangrove di Desa Tumpapa Kecamatan Balinggi
Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Warta Rimba, 2(1), 17-23.

Paramudhita PS. 2012. Analisis Proksimat, Ekstraksi, dan Uji Fitokimia Pada
Tumbuhan Api-Api (Avicennia spp.). [Skripsi]: FPIK IPB.

Patti PS, Kaya E, dan Silaho C. 2018. Analisis Status Nitrogen Tanah Dalam
Kaitannya Dengan Serapan N Oleh Tanaman Padi Sawah Di Desa
Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Agrologia. 2(1):51-58.

Prabowo R dan Subantoro R. 2018. Analisis Tanah Sebagai Indikator Tingkat


Kesuburan Lahan Budidaya Pertanian di Kota Semarang. Cendekia
Eksakta, 2 (2): 59-64.

Puspayanti NM, Tellu HAT, dan Suleman SM. 2013. Jenis-jenis Tumbuhan
Mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong
dan Pengembangannya Sebagai Media Pembelajaran. e-JIP BIOL,
1(1): 1-9.

Putri NAR, Niswati A, Yusnaini S dan Buchari H, 2017. Pengaruh Sistem Olah
Tanah Dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Respirasi Tanah Pada
Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum L) Ratoon Ke-1 Periode 2
Di PT Gunung Madu Plantations. Jurnal Agrotek Tropika,
5(2): 109-112

Rahmah S, Yusran dan Umar H. 2014. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan Di Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi.
Warta Rimba. 2(1): 88-95.

Rahmi A dan Biantary MP. 2014. Karakteristik Sifat Kimia Tanah dan Status
Kesuburan Tanah Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha Tani Beberapa
Kampung di Kabupaten Kutai Barat. Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Pertanian, 39(1): 30-36.

Saibi N dan Tolangara AR. 2017. Dekomposisi Serasah Avecennia lanata Pada
Berbagai Tingkat Kedalaman Tanah. Techno: Jurnal Penelitian,
6(01): 56-63.
2

Samsumarlin, Rachman I, dan Toknok B. 2015. Studi Zonasi Vegetasi Mangrove


Muara di Desa Umbele Kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali,
Sulawesi Tengah. Jurnal Warta Rimba, 3(2): 148-154.

Sandrawati A. 2007. Pengaruh Kompos Sampah Kota dan Pupuk Kandang Ayam
Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah dan Hasil Tanaman Jagung
Manis (Zea Mays Saccharata) Pada Fluventic Eutrudeps Asal
Jatinangor Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu Tanah. 14: 13-14.

Saprudin dan Halidah. 2012. Potensi Dan Nilai Manfaat Jasa Lingkungan Hutan
Mangrove Di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Balai Penelitian
Kehutanan Manado. 9 (3): 213-219.

Saraswati R, dan Sumarno S. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai


komponen teknologi pertanian. Jurnal Iptek Tanaman Pangan.
3(1): 41-58.

Setyawan D, dan Hanum H. 2014. Respirasi Tanah sebagai Indikator Kepulihan


Lahan Pasca tambang Batubara di Sumatera Selatan.
Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 3(1): 71-75.

Sinatryani D, Alamsjah MA, Sudarno S, dan Pursetyo KT. 2014. Kelimpahan


Bakteri Selulolitik di Muara Sungai Gunung Anyar Surabaya dan
Bancaran Bangkalan [The Total of Cellulolytic Bacteria in Gunung
Anyar Surabaya and Bancaran Bangkalan Estuaries]. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 6(2):143-148.

Soewandita H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan


Untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten
Bengkalis. Jurnal sains dan teknologi Indonesia, 10(2): 128-133.

Sukardjo S. 1984. Ekosistem Mangrove. Jurnal Oseana, 9(4): 102-115

Sumarni N, Rosliani R, dan Duriat AS. 2010. Pengelolaan Fisik, Kimia, dan
Biologi Tanah Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan dan Hasil Cabai
Merah. 20(2): 130-137.

Susanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius. Jakarta.

Susilawati, Budhisurya E, Anggono RCW, dan Simanjuntak BH. 2013. Analisis


Kesuburan Tanah Dengan Indikator Mikroorganisme Tanah Pada
Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Plateau Dieng. Agric,
25(1): 64-72.

Utami SNH, dan Handayani S. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian
Organik. Ilmu Pertanian, 10(2): 63-69.
3

Wang XL, Liu S, Piao IA, Janssens J, Tang W, Liu Y, Chi and Wang J. 2014. Soil
Respiration Under Climate Warming: Differential Response of
Heterotrophic and Autotrophic Respiration. Global Change Biology,
20: 3229-3237.

Wasis B, Setiadi Y, dan Purwanto ME. 2012. Perbandingan Sifat Kimia dan
Biologi Tanah Akibat Keterbukaan Lahan Pada Hutan Reboisasi Pinus
di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera
Utara. Jurnal Silvikultur Tropika, 3(1): 33-36

Wibowo C, Kusmana C, Suryani A, Hartati Y dan Oktadiyani P. 2009.


Pemanfaatan Pohon Mangrove Api-Api (Avicennia spp.) sebagai bahan
Pangan dan Obat. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Wilson, Supriadi, dan Guchi H. 2015. Evaluasi Sifat Kimia Tanah Pada Lahan
Kopi Di Kabupaten Mandailing Natal. Jurnal Online
Agroekoteaknologi. 3(2): 642- 648.
31

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia Tanah


a. pH Tanah
Metode yang digunakan untuk mengukur pH tanah adalah metode pH meter.
Tanah sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan
aquades sebanyak 25 ml. Botol yang berisi tanah dan aquades tersebut dikocok
menggunakan shaker selama 30 menit, kemudian diukur pH suspensi tanah
menggunakan alat pH meter (Mukhlis, 2014).

b. C-Organik
Metode yang digunakan untuk menetapkan C-organik tanah adalah metode
Walkley dan Black (Mukhlis, 2014). Timbang 0,1 atau 0,5 gr tanah kering udara,
masukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc. Tambahkan 5 ml K 2Cr2O7 1 N (gunakan
pipet) goncang dengan tangan. Tambahkan 10 ml H2SO4 pekat, kemudian
goncang 3-4 dan diamkan selama 30 menit. Tambahkan 100 ml air suling dan 5
ml H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian tambahkan 5 tetes diphenilamine,
goncang larutan berwarna biru tua kehijauan kotor. Titrasikan dengan Fe (NH 4)2
(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang. Lakukan cara
yang sama untuk mendapatkan volume titrasi Fe (NH4)2 (SO4)2 0,5 N untuk
blangko. Kemudian dihitung:
C-org = 5 x (1-(T/S)) x 0,003 x 1/0,77 x 100/BCT

c. Nitrogen Total Tanah


Metode yang digunakan untuk menetapkan N Total tanah adalah metode
Kjehdal. Prosedur penetapan N-Total (Mukhlis, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Destruksi
a. Ditimbang 2 gr tanah, tempatkan pada tabung digester
b. Ditambahkan 2 gr katalis campuran dan H2O 10 ml, kemudian ditambahkan
lagi 10 ml campuran H2SO4-asam salisilat dan dibiarkan semalaman
3

c. Didestruksi pada alat digester dengan suhu rendah dan dinaikkan secara
bertahap hingga larutan jernih (temperatur < 200OC). Setelah larutan jernih
suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.
d. Didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O

2. Tahapan Destilasi
a. Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi
b. Pipet 25 ml H3BO3 4 %, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan tambahkan 3
tetes indikator campuran; dan tempatkan sebagai penampung hasil destilasi
c. Ditambahkan NaOH 40% ± 25 ml ke tabung destilasi dan langsung didestilasi
d. Ditampung hasil destilasi di erlenmeyer yang berisi H3BO3. Destilasi
dihentikan bila larutan di erlenmeyer berwarna hijau dan volumenya ± 75 ml 3.

3. Tahapan Titrasi
a. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai oleh
perubahan warna dari hijau menjadi merah.
b. Perhitungan:
N (%) = ml HCL x N HCL x 14X 100
Berat Tanah x 1000

d. Fosfat Tersedia (P Tersedia)


Metode yang digunakan untuk menetapkan P tersedia adalah metode BrayI.
Prosedur penetapan P tersedia (Mukhlis, 2014) adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang 2 gr contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmeyer 250 cc.
2. Ditambahkan larutan Bray I sebanyak 20 ml dan digoncang pada shaker selama
30 menit, kemudian disaring dengan kertas saring
3. Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan masukkan pada tabung reaksi 4. Ditambahkan
pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit
5. Diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm
6. Pada saat yang bersamaan pipet filtrat juga masing-masing 5 ml larutan standar
P 0 - 0,5- 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian
tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B. Diukur juga transmitan standar pada
spectronic dengan panjang gelombang yang sama yaitu 660 nm
3

7. Dihitung:
P Tersedia (ppm): ppm pelarut x 20 x faktor pengencer (bila ada)
2
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Metode yang digunakan untuk menetapkan KTK tanah adalah metode
Ekstraksi NH4OAc pH 7. Prosedur penetapan KTK menurut Mukhlis (2014)
adalah sebagai berikut:
1. Dimasukkan sedikit serat fiber ke dasar tabung perkolasi dan sedikit pasir
kuarsa yang kering.
2. Ditimbang 2,5 gr contoh tanah dan tempatkan pada tabung perkolasi.
3. Ditambahkan 50 ml larutan CH3COONH4 1 N pH 7.
4. Dicuci tanah pada tabung perkolasi dengan alkohol 80% hingga larutan tanah
bebas dari NH4 +
5. Ditambahkan dengan memperkolasikan larutan 50 ml NaCl 10 % asam;
perkolat ditampung pada labu ukur 50 cc dan penuhkan dengan H 2O sampai
volume 50 ml.
6. Pipet 20 ml perkolat dari labu ukur dan tempatkan ke tabung destilasi dan
tambahkan 50 ml H2O. Kemudian tempatkan pada alat destilasi.
7. Ditambahkan perkolat 15 ml NaOH 40 % pada alat destilasi
8. Ditampung hasil destilasi pada erlenmeyer 250 cc yang berisi 25 ml H3BO3 4%
dan 2 tetes indikator metil merah atau indikator campuran
9. Destilasi selesai apabila terjadi perubahan warna pada larutan destilat dan
volumenya telah mencapai ± 75 ml
10.Titrasi hasil destilat dengan HCl 0,1 N; hingga warna larutan kembali ke warna
semula (sebelum didestilasi).
11. Dihitung:
KTK (me/100 gr) = ml HCl x N HCl x 100/2,5 x 50/20
3

Lampiran 2. Kriteria Analisis Kimia Tanah

Parameter Tanah Nilai


Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
Rendah Tinggi
C <1.00 1.00-2.00 2.00-3.00 3.00-5.00 >5.00
N (Nitrogen) (%) <0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 >0.75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 Total (%) <0.03 0.03-0.06 0.06-0.79 0.08-0.10 >0.10
P2O5 HCL 25% (mg/100g) <10 21-20 21-40 41-60 >60
P2O5 Bray (ppm P) <10 10-15 16-25 26-35 >35
P2O5 Olsen (ppm P) <10 5-10 11-15 16-20 >20
K2O HCL 25% (mg/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60
KTK/CEC(me/100 g tanah) <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan kation
Ca (me/100 g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg (me/100 g tanah) <0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 >8
K (me/100 g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.3-0.5 0.6-1.0 >1
Na (me/100 g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1
Kejenuhan Basa (%) <20 20-35 36-50 51-70 >70
Kejenuhan Alumunium (%) <5 10-20 21-30 36-50 >60
Cadangan Mineral <5 5-10 11-20 20-40 >40
Salinitas/DHL (Ds/M) <1 1-2 2-3 3-4 >4
Persentase natrium dapat <2 2-3 5-10 10-15 >15
Tukar/ESP
Sangat masam Masam Agak masam Netral Agak alkalis Alkalis
pH H2O <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
Keterangan : *Staf Pusat Penelitian Tanah, (1983)

Lampiran 3. Kriteria Penilaian Salinitas


No Salinitas(0/00 Tingkat Salinitas
)
1 <0,5 Air Tawar
2 0,5-30 Sedang/payau
3 30-50 Asin
4 >50 Sangat asin
Keterangan: *Mukhlis, (2014)

Lampiran 4. Hasil Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Pengenceran


ANOVA
Pengenceran
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 68807,666 6 11467,944 2,921 ,046
Within Groups 54970,367 14 3926,455
Total 123778,033 20
3

Uji Lanjutan Duncan


Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
T2 3 75,6220
T7 3 138,8773
T4 3 147,5887
T1 3 156,4460
T3 3 190,6663 190,6663
T6 3 193,9663 193,9663
T5 3 276.7110
Sig. ,056 ,132

Lampiran 5. Hasil Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Aktivitas


Mikroorganisme
ANOVA
Aktivitas Mikroorganisme
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 138,041 6 23,007 10,595 ,000
Within Groups 30,401 14 2,171
Total 1168,441 20

Uji Lanjutan Duncan


Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
T4 3 1,4283
T3 3 2,2850
T6 3 2,3997
T7 3 3,1423
T2 3 6,8567
T1 3 7,02833
T5 3 8,1710
Sig. ,209 ,317
3

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

a. Pengambilan sampel tanah di lapangan

b. Proses Pengenceran dan perhitungan respirasi


3

c. Sumber Sampel Tanah Peneltian

Sonnerati alba Avicennia marina

Avicennia officinalis Avicennia alba

Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa


3

Rhizophora mucronata

Anda mungkin juga menyukai