Anda di halaman 1dari 70

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK LAMBAT URAI

(SLOW RELEASE) TERHADAP PERTUMBUHAN JENIS


MANGROVE BAKAU (Rhizophora mucronata) PADA
KEGIATAN RESTORASI HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN MARGOMULYO
BALIKPAPAN BARAT

OLEH :
RIFYAL FATHUR RAMADHAN
NIM. 1604015169

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK LAMBAT URAI
(SLOW RELEASE) TERHADAP PERTUMBUHAN JENIS
MANGROVE BAKAU (Rhizophora mucronata) PADA
KEGIATAN RESTORASI HUTAN MANGROVE
DI KELURAHAN MARGOMULYO
BALIKPAPAN BARAT

OLEH
RIFYAL FATHUR RAMADHAN
NIM: 1604015169

Skrispi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana PadaFakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA

i
ii
2023

iii
iv
v
ABSTRAK
Rifyal Fathur Ramadhan. Pengaruh Penggunaan Pupuk Lambat Urai (Slow
Release) Terhadap Pertumbuhan Jenis Mangrove Bakau (Rhizophor mucronata)
Pada kegiatan Restorasi Hutan Mangrove di Kelurahan Margomulyo Balikpapan
Barat( Dibawah bimbingan Dr. Ir. Ibrahim, M.P. dan Ir. Darul Aksa, M.P.).
Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di sepanjang pesisir pantai dan
muara sungai, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kerusakan mangrove
yang ada di Indonesia terjadi cukup masif dan cepat, terbukti bahwa ± 3 dekade
hampir 50% telah mengalami kerusakan. Untuk itu perlu dilakukan revegetasi
mangrove secara aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan pupuk slow release terhadap pertumbuhan tanaman mangrove
(Rhizhopora mucronata) dan mengetahui perubahan sifat kimia tanah sebagai
akibat proses penambahan pupuk slow release. Pengamatan pertumbuhan tanaman
dilakukan selama 3 bulan efektif, dan pengambilan sampel tanah dilakukan pada
sebelum dan sesudah penanaman hal ini untuk mengetahui perubahan sifat kimia
tanah sebagai akibat proses penambahan pupuk slow release. Pengaruh
penggunaan pupuk slow release pada lahan basah yang juga mengalami pasang
surut air laut masih belum terlihat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
tinggi maupun diameter mangrove (Rhizopora mucronata), Perlakuan
menggunakan slow release cukup berpengaruh terhadap penurunan kadar
keasaman pH H₂O dimana terjadi penurunan kadar keasaman di setiap perlakuan,
sementara pada kadar C-Organik terjadi penurun namun masih dalam status
tinggi, pada kadar K-Tersedia juga terjadi kenaikan kadar K-Tersedia walaupun
nilai awalnya sudah termasuk sangat tinggi, beda halnya dengan KTK terjadi
penurunan nilai KTK pada setiap perlakuan.

Kata Kunci : Mangrove, Pupuk Slow Realese, Pertumbuhan, Sifat Kimia Tanah

vi
ABSTRACT

Rifyal Fathur Ramadhan. Effect of Slow Release Fertilizer Use on the Growth
of Mangrove Mangrove (Rhizophor mucronata) Species in Mangrove Forest
Restoration Activities in Margomulyo Village, West Balikpapan (Under the
guidance of Dr. Ir. Ibrahim, M.P. and Ir. Darul Aksa, M.P.).
Mangroves are plants that live along the coast and river estuaries, which are
influenced by tides. Mangrove damage in Indonesia occurs quite massive and fast,
proven that ± 3 decades almost 50% has been damaged. For this reason, it is
necessary to actively revegetate mangroves. This study aims to determine the
effect of the use of slow release fertilizer on the growth of mangrove plants
(Rhizhopora mucronata) and to determine changes in soil chemical properties as a
result of the addition of slow release fertilizer. Observations of plant growth were
carried out for 3 effective months, and soil sampling was carried out before and
after planting this to determine changes in soil chemical properties as a result of
the process of adding slow release fertilizer. The effect of using slow release
fertilizer on wetlands that also experience tides is still not visible to increase plant
growth in height and diameter of mangroves (Rhizopora mucronata), the
treatment using slow release is quite influential in reducing the acidity of pH H₂O
where there is a decrease in acidity levels in each treatment, while at C-Organic
levels there is a decrease but still in high status, at K-Available levels there is also
an increase in K-Available levels even though the initial value is already very
high, unlike the CEC there is a decrease in CEC values in each treatment.
Keywords: Mangrove, Slow Realese Fertilizer, Growth, Soil Chemical Properties

vii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat hingga akhir zaman.
Selama proses penyelesaian penyusunan skripsi, penulis banyak
mendapatkan arahan dan bimbingan dari bapak dan ibu dosen serta dari berbagai
pihak lainnya. Untuk itu dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir Ibrahim, M.P selaku dosen pembimbing I dan bapak Ir. Darul
Aksa, M.P, M.Sc. selaku dosen pembimbing II dan dosen penasehat akademik
yang telah memberikan waktu, tenaga dan fikirannya dalam memberikan
bimbingan kepada penulis sejak awal hingga pada penulisan serta
penyelesaian skripsi.
2. Bapak Kiswanto, S.Hut., M.P., Ph.D selaku dosen penguji I dan Bapak Prof.
Dr. Ir. Marlon Ivanhoe Aipassa, M.Agr selaku dosen penguji II yang telah
memberikan kritik dan saran, serta koreksi dan saran yang sangat membantu
dalam penyelesaian skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. Rudianto Amirta, S.Hut.,M.P. selaku Dekan Fakultas
Kehutanan Universitas Mulawarman.
4. Bapak Dr. Yuliansyah S.Hut, M.P. selaku Ketua Program Studi Fakultas
Kehutanan Universitas Mulawarman.
5. Kedua orang tua saya Bapak H.Mansyah.A dan Ibu Marsitah yang dengan
sabar memotivasi dan membantu saya dalam menyelesaikan studi saya dan
adik saya Alif sebagai penyemangat saya.
6. Mbak Fenny Putri Mariani Sofyan S.Hut, Bang Ferdi S.Hut yang telah banyak
membantu dan memotivasi dalam mengerjakan penelitin ini.

viii
7. Teman Laboratorium Tanah saya Oky Septiaji S.Hut ,Dian S.Hut, Kak Nia
Nurjanah S.Hut yang banyak membantu penulis dalam mengerjakan dan
menyelesaikan penelitian.
8. Anak-anak Laboratorium Tanah Ayunda, Siti, Sarah, Fira,Anisa dan
semuanya yang tidak bias saya sebutkan satu-persatu.
9. Seluruh teman-teman dari angkatan 2016 yang telah melalui perjuangan
bersama dalam memberikan motivasi dan sumbangan pikiran kepada penulis.
10. Sahabat-sahabat NBR (Next Baru Rencana) Nasir, Risal, Nana, Fradi,
Rico,Rido, Rahmania, Sri, Gea, Inoy, Pras, Dan Dio yang telah membantu dan
selalu hadir dalam senang dan susah untuk penulis dalam menyelesaikan
tulisan ini.
11. Bapak Gesang dan Ibu Rina selaku pengelola tempat penelitian saya yang
sangat banyak membantu dan mendukung saya.
12. Bapak Heri selaku pendamping saya melakukan penelitian.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah
SWT, Amin.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bias bermanfaat untuk
pihak-pihak yang memerlukan.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

H A L A M A N J U D U L ........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN................Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK.............................................................................................iv
ABSTRACT..........................................................................................vi
KATA PENGANTAR.........................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................ix
DAFTAR TABEL.................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................xii

I. PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................3
1.3 Hasil yang Diharapkan.................................................................3

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................4


2.1 Ekosistem Mangrove...................................................................4
2.2 Zonasi Hutan Manggrove............................................................4
2.3 Sifat Kimia Tanah Lahan Mangrove...........................................5
2.4 Kandungan pH Pada Lahan Mangrove........................................6
2.5 Kandungan C-Organik Pada Lahan Mangrove............................6
2.6 Kandungan K-Tersedia Pada Lahan Mangrove...........................7
2.7 Kandungan KTK Pada Lahan Mangrove....................................7
2.8 Bakau (Rhizophora Sp)................................................................8
2.9 Rhizopora mucronata..................................................................9
2.10 Fungsi Mangrove dan Manfaatnya..............................................9
2.11 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
...................................................................................................10
2.12 Faktor Penyebab Kerusakan Mangrove.....................................11
2.13 Restorasi Hutan Mangrove........................................................11
2.14 Pupuk Lambat Urai (Slow Release)...........................................12

x
2.15 Sejarah Mangrove Margomulyo................................................12

III. METODE PENELITIAN.............................................................15


3.1 Tempat.......................................................................................15
3.2 Waktu Penelitian........................................................................16
3.3 Alat dan Bahan Penelitian..........................................................16
3.4 Prosedur Penelitian....................................................................17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................23


4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian..............................................23
4.2 Pertumbuhan Vegetasi Mangrove..............................................23
4.3 Analisis Hara Tanah...................................................................26

V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................33


5.1 . Kesimpulan..............................................................................33
5.2 . Saran........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................35
LAMPIRAN.........................................................................................38
RIWAYAT HIDUP..............................................................................53

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1. Rincian Kegiatan Pelaksanaan Penelitian................................16

Tabel 2. Kombinasi Macam Perlakuan dan Jumlah Ulangan (R) Pada

Pelaksanaan Penelitian............................................................19

Tabel 3. Data Hasil (Simbolik) Pengamatan dan Pengukuran untuk Masing-

masing Tingkat Perlakuan.......................................................22

Tabel 4. Rataan Data Tinggi Bulan Awal dan Akhir.............................24

Tabel 5. Rataan Data Diameter Bulan Awal dan Akhir........................25

Tabel 6. Hasil Analisis pH H₂O Sebelum dan Sesudah Penanaman.....27

Tabel 7. Hasil Analisis C-Organik Sebelum dan Sesudah Penanaman. 29

Tabel 8. Hasil Analisis K-Tersedia Sebelum dan Sesudah Penanaman 30

Tabel 9. Hasil Analisis KTK Sebelum dan Sesudah Penanaman..........32

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian..........................................................15

Gambar 2. Letak Unit Percobaan...........................................................20

Gambar 3. Diagram Persentase Hidup...................................................23

Gambar 4. Diagram Pertambahan Tinggi..............................................25

Gambar 5. Diagram Pertambahan Diameter..........................................26

Gambar 6. Diagram penurunan kadar keasaman setelah perlakuan......28

Gambar 7. Diagram penurunan C-Organik sesudah perlakuan.............30

Gambar 8. Diagram kenaiakan dan penurunan K-Tersedia sesudah

perlakuan.............................................................................31

Gambar 9. Diagram KTK penurunan sesudah perlakuan......................32

xiii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mangrove merupakan tumbuhan yang terdapat di sepanjang pesisir pantai


atau muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Tumbuhan
mangrove memiliki zona lingkungan yang khusus dan juga memiliki peranan
ekologi yang khas. Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir. Hutan
mangrove memiliki beberapa fungsi penting yaitu fungsi fisik (melindungi pantai
dari abrasi, menahan sedimen dan lainnya), fungsi kimia (penyerap CO 2, pengolah
bahan-bahan limbah) dan fungsi biologi seperti: kawasan asuhan, nursery
ground/tempat pemijahan, sumber plasma nufah dan lainnya) (Indah et al., 2008).

Hutan mangrove merupakan daerah pesisir pantai bersamaan dengan hutan


pantai, hutan mangrove selain daripada memiliki nilai fungsi ekologis juga
memiliki nilai fungsi sosial ekonomi. Hal ini berupa sumber hutan bukan kayu
bagi masyarakat setempat (Alwidakdo et al., 2014).

Karakteristik lahan mangrove yang ada di Indonesia pada umumnya adalah


tanah-tanah yang bertekstur halus, mempunyai tingkat kematangan rendah,
mempunyai kadar garam rendah, alkalinitas tinggi, dan sering mengandung
lapisan sulfat masam atau bahan sulfidik (cat clay) (Mardina, 2005). Menurut
Fajar et al., (2013), tingkat kemasaman tanah yang dapat di terima oleh tumbuhan
mangrove berada pada kisaran nilai pH antara 6-7 yang sesuai untuk pertumbuhan
mangrove.

Pada umumnya penentu arah tumbuh tanaman mangrove ialah adanya


zonasi yang terbentuk o1eh arus dan genangan pasang surut. Zonasi yang
terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana dan zonasi yang kompleks,
tergantung pada kondisi lingkungan mangrove setempat (Poedjirahajoe, 2007).
2

Bakau (Rhizophora sp) merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove


yang yang cukup banyak tersebar di pesisir pantai, Spesies ini dapat tumbuh
mencapai tinggi 30 meter dengan diameter pohon mencapai 50 cm . Selain itu,
spesies ini dapat tumbuh pada tanah yang berlumpur, berpasir, dan tergenang.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Onrizal, (2010) yang menyatakan
bahwa mangrove jenis ini merupakan komponen mayor dari bakau dan
dapat tumbuh pada daerah dengan lumpur agak keras dan dangkal, tergenang air
pasang harian serta dapat membentuk tegakan murni.

Kerusakan hutan mangrove yang ada di Indonesia terjadi cukup masif dan
cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eddy et al., (2015) bahwa pada 2
sampai 3 dekade ini hampir 50% dari total mangrove di Indonesia telah hilang,
dari sekitar 6,7 juta ha tinggal menjadi sekitar 3,2 juta ha. Pulau Jawa dan Bali
merupakan pulau dengan kerusakan paling besar yaitu sekitar 88%.
Sebelumnya kedua pulau ini memiliki sekitar 171.500 ha, namun saat ini
tinggal sekitar 19.577 ha.

Restorasi hutan mangrove dirasa perlu dilakukan melihat tingginya nilai


keragaman dari ekosistem yang ada pada hutan mangrove. Tindakan ini melalui
kegiatan revegetasi hutan mangrove secara aktif. Hal ini bertujuan untuk
mengembalikan ekosistem hutan mangarove demi untuk menjaga
keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Metode lainnya adalah dengan cara
memberikan penyuluhan, pelatihan dan atau menunjukkan contoh-contoh
aktivitas yang berwawasan pelestarian lingkungan. Agar langkah kongkrit di atas
dapat dilakukan serasi dan selaras serta sejalan berdasarkan kaidah-kaidah
konservasi, akuntabilitas kinerja petugas juga perlu dibekali dengan
pengetahuan yang dinilai memadai (Asnaenie et al., 2019).
3

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk lambat urai (slow release)
terhadap pertumbuhan bakau (Rhizhopora mucronata).
2. Untuk mengetahui perubahan sifat kimia tanah sebagai akibat proses
penambahan pupuk lambat urai (slow release).

1.3 Hasil yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Diketahui pengaruh penggunaan pupuk lambat urai (slow release)
terhadap pertumbuhan bakau (Rhizhophora mucronata).
2. Diketahui perubahan perubahan sifat kimia tanah sebagai akibat proses
penambahan pupuk lambat urai(slow release).
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Mangrove


Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang berada di pesisir pantai
dan juga daerah muara sungai yang juga dipengaruhi pasang surut air laut yang
membuat lantai hutannya selalu tergenang oleh air, ekosistem mangrove berada di
antara level pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas permukaan
laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindungi (Senoaji dan Hidayat, 2017).

Tegakan pada hutan mangrove pada umumnya mampu untuk menyerap


karbon dioksida yang ada di atmosfer yang lalu diubah menjadi biomassa
tegakannya (Sutaryo, 2009). Pelestarian hutan mangrove sangat penting dilakukan
dalam mitigasi perubahan iklim global (Kordi, 2012). Hal ini karena tumbuhan
mangrove menyerap karbon dioksida dan mengubahnya menjadi karbon organik
yang disimpan dalam biomassa tubuhnya, seperti akar, batang, daun, dan bagian
lainnya (Hairiah dan Rahayu, 2007).

2.2 Zonasi Hutan Manggrove


Zonasi hutan maggrove dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
penting berupa pasang surut dan kemiringan pantai, tipe tanah, salinitas, cahaya
dan aliran air sungai yang mampu membawa lumpur. Hal ini berarti bahwa zonasi
dihutan mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh spesifik yang berbeda
dengan tempat lain (Poedjirahajoe, 2007).

Zonasi juga menggambarkan tahapan suksesi yang terjadi sejalan dengan


perubahan tempat tumbuh. Tempat tumbuh mangrove memang selalu berubah
karena adanya laju pengendapan (sedimentasi) danpengikisan (abrasi). Daya
adaptasi dari tiap jenis penyusun mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan
menentukan komposisi jenis yang menyusun mangrove. Setiap zonasi
diidentifikasi berdasarkan individu jenis mangrove atau populasi, dan dinamakan
sesuai dengan jenis yang dominan atau melimpah (Poedjirahajoe, 2007).
5

Menurut Hafizh et al., (2013), zonasi mangrove juga terbagi menjadi 3 tipe
zonasi:
a. Zona I atau zona dekat dengan laut ditumbuhi oleh Rhizopora
apiculata dengan kisaran salinitas 25 – 30%.
b. Zona II atau zona tengah ditumbuhi olehjenis Scyphiphora
hydropillaceae dengan kisaran salinitas 23 – 27%.
c. Zona III belakang atau zona lebih dekat ke arah daratan ditumbuhi
oleh jenis Lumnitzera litorea dengan kisaran salinitas 21 – 27%.

2.3 Sifat Kimia Tanah Lahan Mangrove


Menuru Nursin et al., (2014) sifat kimia tanah berupa pH, C-Oganik, N-
total, P-tersedia, dan KTK pada lahan mangrove berbeda pada setiap zona pasang
surut air laut seperti:

a. zona daerah transisi RB 1 memiliki pH dengan nilai yang cenderung


netral (7,2), C-organik (0,75%) sangat rendah, N-total (0,13%)
sangat rendah, P-tersedia (8,68%ppm) sedang dan KTK (22,17)
me/100g sedang.
b. Zona tergenang pada saat pasang tinggi RB 2 memiliki pH dengan
nilai (6,4) masam, C- organik (2,46%) sedang, N-total (0,27%)
sangat rendah, P-tersedia (9,14%ppm) sedang dan KTK (24,19)
me/100g sedang.
c. Zona tergenang pada saat pasang sedang RB 3 dengan kandungan
pH memiliki nilai (6,1%) masam, C-organik (2,55%) sedang, N-total
(0,26%) sangat rendah, P-tersedia (9,32%ppm) sedang dan KTK
(24,54) me/100g sedang.
d. Zona yang selalu tergenang air dengan kandungan pH (6,7) masam,
C-organik (1,74%) rendah, N-total (0,15%) sangat rendah, P-tersedia
(10,41%ppm) sedang dan KTK (23,11) me/100g sedang.
6

2.4 Kandungan pH Pada Lahan Mangrove


pH tanah pada ekositem hutan mangrove biasanya bersifat asam. Hal
ini dikarenakan adanya penumpukan dari bahan organik akibat penambahan
residu berupa ranting, cabang, daun dan akar yang jatuh kepermukaan sedimen,
serta daur ulang mikroba. Nilai pH pada suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain aktivitas biologi, fotosintesis, suhu, kandungan
bahan organik dan adanya kation dan anion. Kandungan pH perairan adalah
parameter lingkungan yang berkaitan dengan komposisi jenis vegetasi
mangrove. Perairan dengan nilai pH kurang dari 4 merupakan perairan yang
asam dan dapat menyebabkan organisme akuatik mati, sedangkan perairan dengan
pH lebih besar dari 9,5 yang bersifat basa merupakan perairan yang tidak
produktif(Zakia & Lestari, 2022).

2.5 Kandungan C-Organik Pada Lahan Mangrove


Bahan organik tanah merupakan material penyusun tanah yang berasal dari
sisa tumbuhan dan binatang, baik yang berupa jaringan asli maupun yang telah
mengalami pelapukan. Sumber utama bahan organik tanah berasal dari daun,
ranting, cabang, batang, dan akar tumbuhan(Nursin et al., 2014).

Potensi kandungan C organik akan semakin meningkat seiring dengan


penambahan biomassa Avicennia Marina. Hal ini diduga semakin rapat jarak
tanam, maka semakin banyak dihasilkan sumber bahan organik berupa serasah
maupun sisa tumbuhan yang masuk kedalam substrat (Fitriana, 2006). Dengan
semakin melimpahnya bahan organik akan menunjukkan bahwa perairan tersebut
termasuk perairan yang sehat karena bahan organik akan terdekomposisi dan
selanjutnya menjadi makanan bagi mikroorganisme. Secara umum bahan organik
dapat memelihara agregasi dan kelembaban tanah, penyedia energi bagi
organisme tanah serta penyedia unsur hara bagi tanaman (Nursin et al., 2014).

Bahan organik yang terdapat dalam ekosistem mangrove dapat berupa


bahan organic yang terlarut dalam air (tersuspensi) dan bahan organik yang
tertinggal dalam sedimen. Sebagian bahan organik lainnya akan digunakan
7

langsung oleh tingkatan tropik yang lebih tinggi dan akhirnya dilepaskan ke
dalam kolom air melalui autolisis dari sel-sel mati (Kushartono, 2009).

2.6 Kandungan K-Tersedia Pada Lahan Mangrove


Kandungan unsur K sangat tinggi pada tanah-tanah dibawah semua tegakan
karena adanya peranan akar mangrove dalam mengendapkan lumpur yang dibawa
oleh sungai. Menurut Poerwowidodo(1992) bahwa sumber alami kalium yaitu
muskovit,biotit,ortoklas,feldsfar,kaolinit dan zeolit.
Vegetasi menggunakan unsur K hanya sesuai dengan yang dibutuhkan dan
jumlahnya pun sedikit. Unsur ini diperlukan oleh tumbuhan pada proses
pembukaan stomata daun yang mana pada proses ini terjadi interkasi antara
ATP,ATPase dan kalium didalam sel sehingga menyebabkan terjadinya gradient
osmosis serta pembukaan stomata. Seperti yang dikemukakan oleh
Agustina(2004) bahwa dalam pertumbuhannya mangrove selalu berinteraksi
dengan air laut untuk hidupnya, sehingga unsur K dibutuhkan dalam mekanisme
pengaturan osmosis dalam sel dan berpengaruh langsung terhadap tingkat semi
permeabilitas membran dan fosforilasi didalam kloroplas.

2.7 Kandungan KTK Pada Lahan Mangrove

Sifat kimia tanah Hemic Haplosaprist bergantung pada KTK dan KB yang
menjadi penentu kemasaman tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman sehingga
menjadi indikator kesuburan tanah. KTK merupakan banyaknya ion positif yang
dapat dipertukarkan oleh tanah terhadap akar tanaman sehngga unsur hara
menjadi tersedia untuk tanaman. Satuan hasil pengukuran KTK adalah
milliequivalen kation dalam 100 g tanah atau me kation 100 g-1 tanah. Makin
tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat ditariknya. Tinggi rendahnya KTK
tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik dalam tanah (Nursanti et
al., 2023).

Besarnya KTK tanah tergantung pada tekstur tanah, tipe mineral liat tanah,
dan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin
halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian pula pada kandungan
8

bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik tanah maka KTK tanah akan
semakin tinggi(Angga A.D, 2023).

2.8 Bakau (Rhizophora Sp)


Jenis ini sangat dicirikan dengan bentuk perakaran yang menghunjam ke
tanah atau dikenal dengan akar tunjang (still root). Akar tunjang merupakan akar
yang tumbuh di atas permukaan tanah. Akar ini mencuat dari batang pohon dan
dahan paling bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah.
Menurut Noor, (1999) sering dijumpai 3 (tiga) jenis dari Rhizophora sp di
ekosistem mangrove di Indonesia, yaitu:

a. Rhizophora apiculata
Spesies ini umumnya tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan
tergenang pada saat pasang normal. Rhizophora apiculata tidak menyukai substrat
yang keras (dengan komposisi pasir yang tinggi). Tingkat dominasi jenis ini dapat
mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Spesies ini tumbuh
dengan baik pada perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air
tawar yang kuat secara permanen.
b. Rhizophora mucronata
Rhizophora mucronata tumbuh pada areal yang sama dengan Rhizophora
apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada
umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang
surut dan di muara sungai. Jenis ini jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh
dari air pasang surut.

c. Rhizophora stylosa
Rhizophora stylosa tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang
surut dengan substrat lumpur, pasir dan batu. Tumbuh baik pada pematang sungai
pasang surut, spesies ini merupakan jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada
bagian daratan dari suatu ekosistem mangrove. Satu jenis relung khas yang bisa
ditempatinya adalah tepian mangrove pada pulau dengan tipe substrat karang.
9

2.9 Rhizopora mucronata


R. mucronata merupakan tanaman bakau dan sering disebut sebagai bakau
bandul, bakau genjah, dan bangko. Tanaman tersebut termasuk ke dalam Famili
Rhizophoraceae dan banyak ditemukan pada daerah pasang surut air laut.
Tumbuhan tersebut tumbuh pada substrat yang keras dan berpasir. Pada umumnya
tumbuh dalam kelompok, dekat pada pematang sungai pasang surut dan dimuara
sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut.
Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah
yang kaya akan humus. Tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat
pasang normal. Tidak menyukai subsrat yang lebih keras dan bercampur dengan
pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh disuatu
lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air
tawar kuat secara permanen (Sosia et al., 2014).

Rhizophora mucronatabanyak dipilihuntuk rehabilitasi hutan


mangrove karenabuahnya yang mudah diperoleh, mudahdisemai serta
dapat tumbuh pada daerahgenangan pasang yang tinggi maupungenangan
rendah (Supiharyono, 2009).

2.10 Fungsi Mangrove dan Manfaatnya


Mangrove merupakan salah satu ekositem yang memiliki manfaat ekonomis
berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu seperti budidaya perikanan,
ekowisata dan lainnya. Dari segi ekologis ekosistem mangrove berfungsi sebagai
penahan abrasi pantai yang dapat melindungi ekosistem daratan dan lautan
(Rahim dan Wahyuni, 2017).
Potensi hasil hutan kayu pada ekosistem mangrove memiliki potensi yang
sama dengan formasi hutan lainnya. Hal ini karna pertumbuhan dari kayu
penyusun hutan mangrove perlu waktu cukup lama untuk dapat dimanfaatkan
Kayu yang ditebang biasanya di gunakan untuk keperluan pembuatan alat-alat
pertanian, kerangka perahu, konstruksi berat (kuda-kuda atap, balok, dan
sambungan), konstruksi dermaga dan jembatan (bagian yang terendam air laut),
tiang pagar, dan lainnya (Kustanti, 2011).
10

Selain dari pada hasil kayu, ekosistem mangrove juga memiliki sumber hasil
hutan bukan kayu seperti: buah mangrove yang memiliki potensi untuk menjadi
sumber pangan baru terkhusus bagi masyarat pesisir (Rahim dan Wahyuni, 2017).

Manfaat lainya dari ekosistem mangrove ialah bisa dijadikan sebagai tempat
ekowisata dengan menikmati formasi dan susunan hutan mangrove, keberadaan
satwa liar, dan juga pembangunan track trailI di dalam kawasan hutan mangrove
(Kustanti, 2011).

Manfaat ekosistem mangrove yang berhubungan dengan fungsi fisik adalah


sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang dan angin badai bagi daerah
yang ada di belakangnya, pelindung pantai dari abrasi, gelombang air pasang
(rob), tsunami, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran
air permukaan, pencegah intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi
penetralisir pencemaran perairan pada batas tertentu ( Lasibani dan Eni, 2010).

2.11 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove


Poedjirahajoe, (2007) menunjukkan adanya peran arah tumbuh mangrove
terhadap pertumbuhan tanaman me1a1ui penelitiannya yang dilakukan di kawasan
rehabilitasi mangrove. Dasar penentuan arah tumbuh adalah adanya zonasi yang
terbentuk oleh arus dan genangan pasang surut.
Tanaman memerlukan nutrisi yang di sebut sebagai hara tanaman, untuk
memenuhi kebetuhan hara tanaman maka diperlukan nutrisi, aliran sungai yang
bermuara ke laut merupakan salah satu sumber nutrisi yang dapat membantu
pertumbuhan mangrove. Lumpur yang terbawa oleh aliran air sungai dapat
menyediakan hara bagi mangrove (Poedjirahajoe, 2007).

Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan mangrove adalah 10-40‰


dan nilai optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan
kemampuan mangrove untuk melakukan fotosintesis. Toleransi mangrove
terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Mangrove yang tua
dapat mentolerir fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh
11

terhadap biomasa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan


pulih(Hafizh et al., 2013)

2.12 Faktor Penyebab Kerusakan Mangrove


Mangrove merupakan vegetasi pantai yang terlindungi, kerusakan
mangrove dapat terjadi secara alami ataupun adanya tekanan masyarakat pantai
sekitar. Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil dari pada
kerusakan akibat ulah manusia (Ario et al., 2016)

Kerusakan alami terjadi karena peristiwa alam seperti adanya angin topan
atau badai dan iklim kering berkepanjangan yang menyebabkan akumulasi kadar
garam dalam tanaman. Sedangkan kerusakan yang terjadi akibat tekanan
masyarakat atau ulah manusia disebabkan karena banyaknya aktifitas manusia
disekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat pada perubahan karakteristik
fisik dan kimiawi disekitar habitat mangrove. Sehingga tempat tersebut tidak lagi
sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna hutan mangrove (Ario
et al., 2016).
Selain itu kerusakan karena ulah manusia adalah pemanfaatan kayu
mangrove untuk berbagai keperluan, pembuatan tambak, pemukiman, industri,
dan sebagainya (Ario et al., 2016).

2.13 Restorasi Hutan Mangrove


Tujuan utama restorasi mangrove ada dua, yaitu : (1) merestorasi fungsi
ekologi hutan mangrove yang rusak (degraded), (2) mendapatkan produk hutan
yang mempunyai nilai komersial. Dalam konteks ini nilai komersial berarti
produk hutan yang dibutuhkan oleh penduduk sekitar sebagai sumber energi dan
perumahan selain untuk industri. Dua tujuan ini menentukan spesies mangrove
yang akan ditanam (Soemardjani dan Mulia, 1994).

Restorasi hutan mangrove merupakan upaya pengembalian ekosistem


mangrove kembali ke fungsinya, Soemodihardjo dan Soemardjani (1994)
menyatakan bahwa untuk tujuan restorasi ekologi semua spesies mangrove dapat
dimanfaatkan/ditanam. Saat ini di Indonesia hanya tiga genus mangrove yang
12

digunakan untuk tujuan ini, yaitu: Avicennia spp, Sonneratia spp, dan Rhizophora
mucronata. Dua jenis pertama dipilih karena kemampuannya yang sangat baik
untuk stabilisasi sedimen lumpur melalui sistem perkarannya yang ekstensif. R.
mucronata juga memiliki akar yang rapat meskipun jenis perakarannya berbeda.

2.14 Pupuk Lambat Urai (Slow Release)

Pencucian hara dalam tanah dengan kapasitas daya simpan yang rendah
menyebabkan rendahnya produksi tanaman dan terkontaminasinya air tanah. Oleh
karena itu dibutuhkan teknologi pupuk yang memiliki kelarutan yang rendah
namun dapat menyediakan hara pada tanaman. Pupuk lambat urai (slow release)
merupakan pupuk dengan kelarutan hara yang rendah dan dapat menyediakan
hara secara gradual (terus-menerus) untuk waktu yang panjang. Dengan low
release, efisiensi penyerapan hara akan tinggi dan kehilangan hara akibat
pencucian akan rendah (Sagala D, 2018).

Pupuk dalam bentuk lambat urai (slow release) dapat mengoptimalkan


penyerapan nitrogen oleh tanaman karena SRF dapat mengendalikan pelepasan
unsur nitrogen sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman, serta
mempertahankan keberadaan nitrogen dalam tanah dan jumlah pupuk yang
diberikan lebih kecil dibandingkan metode konvensional. Cara ini dapat
menghemat pemupukkan tanaman yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam
satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan
pupuk dan tenaga kerja (Suwardi, 1991).

2.15 Sejarah Mangrove Margomulyo


Balikpapan adalah salah satu kota yang terletak di pesisir pantai Provinsi
Kalimantan Timur. Di balik kemegahan yang dimilikinya, Balikpapan menyimpan
daya tarik lain di sektor pariwisata, yakni Wisata Alam Hutan Mangrove
Margomulyo.

Hutan Mangrove Margomulyo terletak di Jalan AMD Gunung Empat, RT


42, Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Balikpapan Barat. Kawasan hutan
13

mangrove ini merupakan hasil pembebasan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Balikpapan untuk dijadikan kawasan konservasi tanaman bakau.

Selain itu, hutan ini juga dapat dijadikan sarana edukasi dan pembelajaran,
terbukti saat dibangun sekolah berwawasan mangrove persis di depan lokasi
tersebut, yakni SMA Negeri 8 Balikpapan. Sekolah ini menjadikan mangrove
tersebut sebagai simbol pada lambang sekolahnya. Ada beragam kegiatan yang
diselenggarakan, seperti mengembangkan produk batik yang terinspirasi dari
hutan mangrove dan membentuk relawan mangrove yang terdiri dari sekitar 100
siswa-siswi untuk membersihkan lingkungan mangrove dari sampah.

Hutan mangrove tersebut juga dibentuk sebagai tempat konservasi,


penelitian, dan pengembangan serta menambah habitat bagi flora dan fauna.
Ragam satwa unik lazim ditemukan di hutan mangrove ini. Ada kepiting yang
memiliki warna pada capitnya, seperti warna biru, ungu, dan merah. Kepiting
tersebut dikenal sebagai kepiting bakau yang memiliki nama ilmiah Scylla. Selain
itu ada juga ikan-ikan yang pandai memanjat pohon yang dikenal dengan nama
ikan tempakul. Ikan tersebut memiliki sirip kuat yang berfungsi sebagai lengan
dan ekor untuk membantunya merangkak di atas lumpur dan merayap memanjat
akar pohon bakau. Terdapat juga hewan bekantan yang kerap kali bersembunyi di
balik dahan-dahan pohon bakau. Ragam burung yang umumnya ditemukan di
hutan ini adalah Blue-collared Kingfisher dan Common Iora. Beragam vegetasi
juga tumbuh subur di hutan ini. Terdapat pohon-pohon, seperti pohon nipah
(Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris), bintaro (Cerbera spp.) yang
tumbuh begitu subur dan rapat.

Hutan Mangrove Margomulyo menyimpan pesona yang begitu indah di


balik megahnya pembangunan pesat yang dialami oleh Kota Balikpapan. Selain
sebagai tempat pelestarian alam, hutan mangrove juga menjadi sarana edukasi dan
pembelajaran yang menyenangkan hingga menanamkan nilai-nilai kepedulian
terhadap lingkungan sekitar. Tak sampai disitu, tanaman bakau juga berfungsi
sebagai pelindung perumahan warga dari bahaya angin laut serta abrasi pantai.
14

Sementara untuk wisatawan, Hutan Mangrove Margomulyo dapat menjadi objek


fotografi (Dinur.M,2019).
15

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat

Penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Margomulyo, Kecamatan

Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, dan Laboratorium Budidaya Hutan Fakultas

Kehutanan Universitas Mulawarman.


16

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah


selama 5 bulan sebagaimana yang tercantum pada tabel berikut:

Tabel 1. Rincian Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5

1 Studi Pustaka

2 Persiapan Alat dan Bahan

Penelitian

3 Pembuatan Plot

4 Penanaman

5 Pengamatan

6 Pengolahan Data dan Penulisan

Skripsi

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat Penelitian
Adapun peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) GPS (Global Positioning System) untuk penentuan titik koordinat lokasi
penelitian;
2) Alat tulis dan kalkulator;
3) Laptop, digunakan untuk mengolah dan mengitung data serta menyusun
skripsi;
17

4) Kamera sebagai alat dokumentasi penelitian;


5) Berbagai alat analisis tanah seperti: gelas ukur, alat giling tanah, ayakan
(2mm), oven, kertas saring, pipet, corong, timbangan analitik dan lainnya;
6) Kayu/papan, untuk pembatas atau penanda masing-masing plot;
7) pH meter untuk mengukur pH;
8) Spectetrophotometer (Perkin Elmer) untuk mengukur C-Organik;
9) Atomic Absorption Spectrometer (AAS) type 2100 untuk mengukur kation-
kation basa.
2. Bahan Penelitian
Beberapa bahan penelitian yang digunakan, yaitu:
1. Pupuk lambat urai (slow realese);
2. Pupuk NPK majemuk 16-16-16
3. Tanaman bakau (Rhizophora mucronata);

3.4 Prosedur Penelitian


1. Pembuatan Pupuk Slow release

Peralatan utama yang digunakan untuk granulasi pupuk NPK(Hamzah et al.,


2019) antara lain:

1. Sprayer yang digunakan untuk menyemprotkan campuran lateks- kitosan


cair.
2. Rotary pan granulator berfungsi sebagai alat granulasi formulasi pupuk SRF
NPK 16-16-16 yang berputar agar proses granulasi yang dilakukan
berlangsung secara homogen.
3. Dryer/blower berfungsi sebagai alat pengeringan dengan menghembuskan
udara panas pada pupuk NPK yang sudah tergranularkan.
4. Crusher berfungsi untuk membuat pupuk NPK powder.
5. Oven, untuk mengering pupuk granul.
18

2. Parameter Pengamatan
Data yang dikumpulkan terdiri dari 2 sumber utama:
a. Data yang berhubungan dengan sifat kimia lahan tanam. Data-data tersebut
ialah: pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-Organik dan K-tersedia.
b. Data yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi yang ditanam,
meliputi riap tinggi dan riap diameter tanaman.

3. Rancangan yang Digunakan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Acak


Lengkap (RAL) pada lahan Mangrove yang dikombinasikan dengan perlakuan
pemberian pupuk lambat urai (slow release) seperti berikut ini:
Kombinasi perlakuan dengan masing-masing perlakuan mengalami 3 kali
pengulangan dilakukan pada 3 demplot berbeda dimana setiap demplot akan
ditanamai 45 bibit bakau dan di bagi 3 untuk setiap ulangan, sehingga
menghasilkan sebanyak 9 unit percobaan.
a) Jumlah ulangan : 3 kali pengulangan
b) Jumlah perlakuan : 3 perlakuan
19

Tabel 2. Kombinasi Macam Perlakuan dan Jumlah Ulangan (R) Pada


Pelaksanaan Penelitian

No Perlakuan Keterangan

1 A0R1 Sebagai lahan control ulangan 1


2 A0R2 Sebagai lahan control ulangan 2
3 A0R3 Sebagai lahan control ulangan 3
4 A1R1 Lahan dengan pemberian 200 gr pupuk lambat urai perbibit
bakau ulangan 1
5 A1R2 Lahan dengan pemberian 200 gr pupuk lambat urai perbibit
bakau ulangan 2
6 A1R3 Lahan dengan pemberian 200 gr pupuk lambat urai perbibit
bakau ulangan 3
7 A2R1 Lahan dengan pemberian pupuk NPK 200 gr perbibit bakau
ulangan 1
8 A2R2 Lahan dengan pemberian pupuk NPK 200 gr perbibit bakau
ulangan 2
9 A2R3 Lahan dengan pemberian pupuk NPK 200 gr perbibit bakau
ulangan 3
Keterangan :

A = Lahan tanpa pemberian pupuk


0
A = Lahan dengan pemberian 200 gr pupuk lambat
1 urai perbibit
A = Lahan dengan pemberian pupuk NPK 200 gr
2
R = Ulangan percobaan

4. Langkah Kerja

a. Studi Pustaka

Studi pustaka dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan pustaka yang


berhubungan untuk menunjang penelitian, bahan-bahan tersebut dapat berupa data
dan informasi tentang penelitian terdahulu, buku-buku acuan maupun masukkan
dari berbagai narasumber yang berkaitan dengan penelitian.
20

b. Orientasi Lapangan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengamati dan mempelajari keadaan lokasi
penelitian sekaligus mengumpulkan informasi-informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Penentuan Lokasi dan Pembuatan Plot


Setelah orientasi lapangan dilakukan dan penentuan lokasi penelitian telah
ditentukan sebagai langkah pertama dimulainya penelitian ini, lalu dilakukan
dengan pembuatan demplot penelitian, dan penanaman mangrove.
Demplot penelitian berbentuk persegi panjang dengan ukuran 15 meter x 3
meter dengan jarak tanam berukuran 1 meter x 1 meter dimana dalam 1 demplot
tanam terdapat 45 titik tanam dan dibagi menjadi 3 ulangan dengan 15 titik
memanjang.
Berikut merupakan gambaran dari plot yang digunakan dalam percobaan
penelitian penanaman mangrove (Rhizhopora mucronata):

Gambar 2. Letak Unit Percobaan


21

d. Proses Penelitian, Pengukuran dan Pengumpulan Data


1) Memilih lokasi penelitian;
2) Bedasarkan tujuan penelitian dan kondisi lokasi penelitian maka di buat 3
demplot, dengan masing-masing demplot bersisikan 45 bibit bakau
penelitian;
3) Selanjutnya dilakukan penanaman 135 bibit mangrove pada demplot yang
tersedia;
4) Setelah penanaman dilakukan pemberian pupuk slow release sebanyak 200
gr dengan cara memasukan disetiap sisi tanaman,
5) Dilakukan pengamatan dan pengukuran riap diameter serta pengukuran riap
tinggi yang berada dalam setiap perlakukan;
6) Setelah penelitian berjalan selama empat bulan diambil sampel tanah
komposit untuk tahap akhir penelitian;
7) Pemeliharaan dan monitoring tanaman mangrove akan dilaksanakan
sepanjang proses penanaman hingga penelitian ini selesai.
e. Pelaksanaan Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada variabel manggrove, hal ini dijelaskan secara
rinci sebagai berikut ini:
1) Pengukuran riap tinggi dan riap diameter: Cara pengukuran, diukur setiap
satu bulan sekali selama 3 bulan efektif;
2) Pengamatan juga dilakukan pada sifat kimia tanah meliputi pH, Kapasitas
Tukar Kation (KTK), C-Organik, dan K-tersedia.
f. Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik guna
mempermudah dalam melakukan kajian.
22

Berikut gambaran mengenai bagan penyusun data hasil perhitungan dan


pengukuran untuk masing-masing tingkat perlakuan, seperti yang tercantum pada
tabel berikut:

Tabel 3. Data Hasil (Simbolik) Pengamatan dan Pengukuran untuk Masing-


masing Tingkat Perlakuan

Perlakuan Ulangan Total Rataan


1 2 3
Tanpa A0R1 A0R2 A0R3 T A 0 R1 PR 1
Pupuk
Pupuk A1R1 A1R2 A1R3 T B 1 R2 PR2
Slow
Release
200 gr
Pupuk A2R1 A2R2 A2R3 T A 2 R3 PR3
NPK
200 gr
Total T1 T2 T3 T ij I jk
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian


1. Letak Lokasi Penelitian dan Kondisi Geografis
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Margomulyo, Kecamatan
Balikpapan Barat, Kota Balikpapan. Lokasi penelitian terletak pada koordinat
1°13’18.6”S 116°49’25.2”E. Areal penelitian merupakan area yang masih banyak
di tumbuhi oleh vegatasi mangrove.
2. Kondisi Iklim Lokasi Penelitian
Berdasarkan Sistem Klasifikasi Iklim (SKI) Schidt dan Ferguson (1951)
dapat diketahui bahwa areal penelitian termasuk kedalam tipe iklim A dengan
rataan bulan kering sebesar 1 mm dan rataan bulan basah sebesar 9 mm.

4.2 Pertumbuhan Vegetasi Mangrove


1. Persentase Hidup Tanaman
Persentase hidup dari penanaman mangrove (Rhizhopora mucronata)
setelah 3 bulan pengamatan dengan menggunakan 3 perlakuan, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:

PERSENTASE HIDUP
70%
60%
50%
Series1
40%
30%
20%
10%
0%
A0 A1 A2

Gambar 3. Diagram Persentase Hidup. Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan


menggunakan Slow Release, A2: Perlakuan Menggunakan NPK

Berdasarkan data hasil pangamatan pertumbuhan mangrove (Rhizhopora


mucronata) dari 3 perlakuan yang berbeda dapat dilihat bahwa perlakuan A1
memiliki persentase hidup yang lebih tinggi dengan persentase hidup sebesar 58%
24

berbanding terbalik dengan 2 perlakuan lainya yaitu A0 dan A2 yang terlihat


memiliki persentase hidup yang lebih rendah yaitu sama-sama memiliki
persentase hidup hanya sebesar 47%. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh
perlakuan A1 yaitu perlakuan menggunakan pupuk slow release memiliki
persentase hidup yang lebih tinggi dibandingkan 2 perlakuan lainya yaitu A0
sebagai kontrol dan juga A2 perlakuan dengan pemberian pupuk NPK.
Menurut Sutiono dan Sugama (1999), penentuan keberhasilan penanaman
dapat dilihat berdasarkan persen hidup yang didasarkan pada jumlah individu
tanaman yang terdiri atas:
1) Sangat baik (>75%)
2) Baik (50%-75%)
3) Sedang (36%-49%)
4) Gagal (<35%)

2. Hasil Pengukuran Tinggi

Hasil pengukuran pertambahan tinggi penanaman mangrove (Rhizhopora


mucronata) setelah 3 bulan pengamatan dapat di lihat pada gambar berikut:

Tabel 4. Tabel Rataan Data Tinggi Bulan Awal dan Akhir

No Perlakuan Awal Akhir


1 A0 84,13 39,47
2 A1 83,67 49,09
3 A2 80,53 38,36
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK

Data diambil dari rataan pertumbuhan bulan terakhir, penurunan angka


pertumbuhan disebabkan oleh persen hidup setiap perlakuan yang mengalami
penurunan sehingga berpengaruh pada penurunana angka bulan terakhir.
25

PERTAMBAHAN TINGGI (cm)


60.000
50.000
40.000 Series1
30.000
20.000
10.000
0.000
A0 A1 A2

Gambar 4. Diagram Pertambahan Tinggi. Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan


menggunakan Slow Release, A2: Perlakuan Menggunakan NPK

Rataan pertumbuhan tinggi dari penanaman mangrove (Rhizhopora


mucronata) diatas diambil dari data bulan terahir pengamatan, dimana
pertumbuhan pada perlakuan A1 lebih tinggi dibandingkan dengan 2 perlakuan
lainya yaitu perlakuan A0 dan juga perlakuan A2. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian pupuk Slow Release memberikan sedikit pengaruh pada pertambahan
tinggi mangrove.

3. Hasil Pengukuran Diameter

Hasil pengukuran pertambahan diameter penanaman mangrove (Rhizhopora


mucronata) setelah 3 bulan pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut:

Tabel 5. Tabel Rataan Data Diameter Bulan Awal dan Akhir

No Perlakuan Awal Akhir


1 A0 1,82 0,87
2 A1 1,83 1,06
3 A2 1,80 0,84
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK

Data diambil dari rataan pertumbuhan bulan terakhir, penurunan angka


pertumbuhan disebabkan oleh persen hidup setiap perlakuan yang mengalami
penurunan sehingga berpengaruh pada penurunana angka bulan terakhir.
26

PERTAMBAHAN DIAMETER (cm)


1.200
1.000
0.800
Series1
0.600
0.400
0.200
0.000
A0 A1 A2

Gambar 5. Diagram Pertambahan Diameter. Keterangan : A0: Kontrol, A1:


Perlakuan menggunakan Slow Release, A2: Perlakuan Menggunakan
NPK

Sama halnya dengan pengukuran tinggi sebelumnya rataan pada


pertumbuhan diameter pada perlakuan A1 lebih tinggi dibandingkan dengan
rataan pertumbuhan diameter perlakuan A0 dan juga perlakuan A2. Hal ini patut
diduga, bahwa pemberian pupuk Slow Release memberikan sedikit pengaruh
pada pertambahan diamter mangrove.

4.3 Analisis Hara Tanah

1. pH H₂O

Cepat dan lambatnya suatu pertumbuhan pada berbagai jenis tanaman


sangat ditentukan oleh pH tanah itu sendiri. Dalam ilmu pertanian pengaruh
terhadap pH tanah sangat memiliki peranan yang sangat penting gunanya untuk
menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada
umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH
tersebut sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air. Derajat pH dalam
tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tanaman (Karamina et al., 2018). Adapun hasil analisis pH dapat dilihat pada
tabel berikut:
27

Tabel 6. Hasil Analisis pH H₂O Sebelum dan Sesudah Penanaman

Paramete
No Perlakuan r
pH H₂O
Awal Status Akhir Status
1 A0 4,10 SM 4,12 SM
2 A1 4,35 SM 4,55 AM
3 A2 4,25 SM 4,43 AM
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK, SM: Sangat Masam, M: Masam,
AM: Agak Masam. Sumber: (LPT, 1983)

Dari Tabel 4 diatas menunjukan perubahan kadar keasaman dari 3 perlakuan


yang ada setelah 3 bulan pengamatan, perlakuan A0 sebelum penanaman
memiliki pH awal 4,10 naik menjadi 4,12, sedangkan pada perlakuan A1 juga
naik dari pH awal 4,35 naik menjadi 4,55, sama halnya dengan perlakuan A2
terjadi penurunan kadar keasaman dari pH awal 4,25 naik menjadi 4,43. Pengaruh
pemberian pupuk serta kadar C-Organik yang cukup tinggi merupakan salah satu
penyebab kenaikan kadar pH.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Farasati, (2020) perubahan status C-
organik tanah melalui proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik tanah
dilaporkan memiliki keterkaitan dengan sifat-sifat tanah seperti tekstur, pH, kation
logam dalam tanah, KTK, dan kandungan nitrogen.
Berikut merupakan persentase penurunan kadar keasaman sesudah di beri
pelakuan:
28

Persentase Kenaikan pH H₂O


0.05

0.04

0.03 Series1

0.02

0.01

0.00
A0 A1 A2

Gambar 6. Diagram penurunan kadar keasaman setelah perlakuan. Keterangan: 1:


Perlakuan A0, 2: Perlakuan A1, 3: Perlakuan A2

2. C-Organik

Karbon (C) organik tanah merupakan komponen fundamental dalam siklus


karbon global untuk mendukung keberlanjutan ekosistem terrestrial (Siringoringo
et al., 2014).
C-organik tanah terbentuk melalui beberapa tahapan dekomposisi bahan
organik. Status Corganik tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti
jenis tanah, curah hujan, suhu, masukan bahan organik dari biomasa di atas tanah,
proses antropogenik, kegiatan pengelolaan tanah dan kandungan CO 2 di atmosfer
(Hairah, 2010).
C-Organik berperan penting sebagai indikator kesuburan tanah menjaga
ketersediaan hara, perbaikan sifat fisik tanah, serta menjaga kelangsungan hidup
mikroorganisme tanah (Farasati, 2020). Adapun hasil analisis pH dapat dilihat
pada table berikut:
29

Tabel 7. Hasil Analisis C-Organik Sebelum dan Sesudah Penanaman

No Perlakuan Parameter
C-Organik %
Awal status Akhir Status
1 A0 4,02 T 3,58 T
2 A1 4,02 T 3,90 T
3 A2 4,18 T 3,97 T
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK, T : Tinggi. Sumber:(LPT, 1983)

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat terjadi penurunan kadar C-Organik disetiap
perlakuan dimana perlakuan A0 turun dari 4,02% menjadi 3,58%, sedangkan
perlakuan A1 turun dari 4,02% menjadi 3,90%, dan pada perlakuan A2 turun dari
4,18% menjadi 3,97%. Penurunan kadar C-Organik terbesar terjadi pada
perlakuan A0. Penurunan pada kadar C-Organik tidak terlalu signifikan pada
setiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas dimana semua statusnya
berada pada kelas Tinggi. Hal ini dikarnakan plot penelitian yang berada pada
lahan yang memiliki vegetasi mangrove yang masih cukup banyak.
C-organik tanah terbentuk melalui beberapa tahapan dekomposisi bahan
organik. Status C- organik tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal
seperti jenis tanah, curah hujan, suhu, masukan bahan organik dari biomasa di atas
tanah, proses antropogenik, kegiatan pengelolaan tanah, dan kandungan CO2 di
atmosfer (Hairiah et al., 2003)
Berikut merupakan persentase perubahan kadar C-Organik sesudah di beri
pelakuan:
30

Persentase Penurunan Kadar


C-Organik (%)
0.00
1 2 3
-0.02
%
-0.04 -0.03
-0.06 -0.05
-0.08
-0.10
-0.12 -0.11
Gambar 7. Diagram penurunan C-Organik sesudah perlakuan. Keterangan : 1:
Perlakuan A0, 2: Perlakuan A1, 3: Perlakuan A2

3. K-Tersedia

Kalium merupakan unsur hara ketiga yang penting setelah N dan P.


Tanaman menyerap K dari tanah dalam bentuk ion K +. Unsur K berfungsi
sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar
termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh
jaringan tanaman. Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses
transportasi dalam tanaman (Silahooy, 2008).

Tabel 8. Hasil Analisis K-Tersedia Sebelum dan Sesudah Penanaman

No Perlakuan Parameter
K-Tersedia (ppm)
Awal status Akhir Status
1 A0 104,08 ST 109,67 ST
2 A1 121,71 ST 223,44 ST
3 A2 166,49 ST 178,18 ST
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK, ST : Sangat Tinggi. Sumber: (LPT,
1983)

Dari table 6 diatas dapat dilihat terjadi peningkatan kadar K-Tersedia pada
setiap perlakuan, pada perlakuan A0 terjadi peningkatan dimana nilai awal dari
104,08 ppm menjadi 109,67 ppm, peningkatan cukup signifikan juga terlihat pada
perlakuan A1 dimana nilai awal dari 121,71 ppm meningkat menjadi 223,44
31

ppm, sedangkan pada perlakuan A2 terjadi sedikit peningkatan dari nilai awal
yang semula 166,49 ppm naik menjadi 178,18 ppm. Kenaikan yang terjadi pada
kadar K-Tersedia tidak terlalu berpengaruh pada status dapat dilihat pada tabel
diatas dimana status awal kadar K-Tersedia sudah sangat tinggi. Kenaikan kadar
yang cukup tinggi pada perlakuan A1 merupakan salah satu parameter pengaruh
dari pemberian pupuk slow releaseter yang lambat larut.
Untuk meningkatkan ketersediaan kalium di dalam tanah dan efisiensi
penyerapan kalium oleh tanaman, maka tindakan pemupukan sangat diperlukan.
Pemupukan yang dilakukan sangat efektif apabila dilakukan dengan cara
pengelolaan hara terpadu yaitu dengan menerapkan pemupukan anorganik yang
dipadukan dengan pemberian pupuk organik (kaya et al., 2014).
Berikut merupakan persentase kenaikan dan penurunan K-Tersedia pada
setiap perlakuan sesudah di beri pelakuan:

Persentase Kenaikan K-Tersedia


(ppm)
1.00 0.84
0.80 %
0.60
0.40
0.20 0.05 0.07
0.00
A0 A1 A2

Gambar 8. Diagram kenaiakan dan penurunan K-Tersedia sesudah perlakuan.


Keterangan : 1: Perlakuan A0, 2: Perlakuan A1, 3: Perlakuan A2

4. Kapasitas Tukar Kation

KTK merupakan banyaknya ion positif yang dapat dipertukarkan oleh tanah
terhadap akar tanaman sehngga unsur hara menjadi tersedia untuk tanaman.
Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 g tanah
atau me kation 100 g-1 tanah. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang
dapat ditariknya( Sahfitra, 2023).
32

Tabel 9. Hasil Analisis KTK Sebelum dan Sesudah Penanaman

No Perlakuan Parameter
KTK
Cmol/kg
Awal Status Akhir Status
1 A0 16,12 R 10,01 R
2 A1 14,38 R 12,10 R
3 A2 15,88 R 14,60 R
Keterangan : A0: Kontrol, A1: Perlakuan menggunakan Slow Release, A2:
Perlakuan Menggunakan NPK, R : Rendah. Sumber: (LPT, 1983)
Dari table 7. diatas dapat dilihat terjadi penurunan nilai KTK pada setiap
perlakuan dimana pada perlakuan A0 terjadi penurunan nilai dari 16,12 Cmol/kg
mengalami penurunan menjadi 10,01 Cmol/kg, sementara pada perlakuan A1
mengalami penurunan nilai KTK dari 14,38 Cmol/kg mengalami penurunan nilai
menjadi 12.10 Cmol/kg, penurunan pada perlakuan A2 juga terjadi dimana nilai
awal KTK sebelum penanaman 15,88 Cmol/kg turun menjadi 14,60 Cmol/kg.
Bohn et al. (2005) menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi nilai
KTK tanah adalah kandungan humus tanah dan jenis mineral liat. Tanah yang
didominasi oleh fraksi oksida-hidrat Al dan Fe biasanya memiliki muatan negatif
yang rendah pada permukaan koloid (Sposito, 2010), sehingga nilai KTK tanah
biasanya rendah.
Berikut merupakan perbandingan hasil analisis kadar K-Tersedia sebelum
dan sesudah di beri pelakuan:

Persentase Penurunan KTK (Cmol/kg)


0.00
-0.05 1 2 3
-0.10 -0.08
-0.15 %
-0.20 -0.16
-0.25
-0.30
-0.35
-0.40 -0.38

Gambar 9. Diagram KTK penurunan sesudah perlakuan. Keterangan : 1: Perlakuan


A0, 2: Perlakuan A1, 3: Perlakuan A2
33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 . Kesimpulan

1. Pengaruh penggunaan pupuk slow release pada pertumbuhan mangrove


(Rhizopora mucronata), secara kuantitatif menyebabkan pertambahan tinggi
dan diameter mangrove (Rhizopora mucronata). Namun, tidak memberikan
pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan dan pemberian
pupuk NPK. Demikian juga halnya dengan persentase hidup tanaman. Pada
perlakuan A1 yang menggunakan slow release memiliki persen hidup
paling tinggi yaitu sebesar 58% dibandingkan perlakuan A0 dan juga A2
sama-sama memiliki persen hidup sebesar 47% .
2. Perlakuan menggunakan slow release cukup berpengaruh terhadap
penurunan kadar keasaman pH H₂O dimana terjadi penurunan kadar
keasaman di setiap perlakuan, sementara pada kadar C-Organik terjadi
penurun namun masih dalam status tinggi, pada kadar K-Tersedia juga
terjadi kenaikan kadar K-Tersedia walaupun nilai awalnya sudah termasuk
sangat tinggi. Hal yang berbeda terjadi pada nilai KTK, terjadi penurunan
nilai pada setiap perlakuan.
3. Dalam penelitian ini dikarernakan tidak semua parameter yang diuji.
Sehingga patut diduga ada beberapa faktor yang menyebabkan pemberian
pupuk slow release tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan tinggi dan
juga diameter tumbuhan. Tetapi pada nilai analisis tanah pemberian pupuk
slow release menyebabkan terjadi perubahan pada beberapa parameter.
34

5.2 . Saran

Saran dalam penelitian selanjutnya agar mendapatkan hasil yang diharapkan


maka perlu:
1. Mempersiapkan lahan tanam dan juga bibit dengan lebih baik.
2. Mengoptimalkan pemberian pupuk slow release pada penelitian selanjutnya.
3. Durasi pengamatan penelitian lebih dari 4 bulan efektif.
4. Perlu diperbanyak replikasi perlakuan agar mendapatkan hasil yang lebih baik
5. Menambahkan parameter pengamatan baik fisik maupun kimia tanah dalam
penelitian selanjutnya.
6. Melibatkan peran serta masyarakat sekitar untuk mengedukasi dan juga
menghindarai kesalahpahaman
35

DAFTAR PUSTAKA

Agustina,L.(2004).DasarNutrisiTanaman.RinekaCipta.Jakarta.80hln.

Alwidakdo, A., Azham, Z., & Kamarubayana, L. (2014). Jurnal AGRIFOR


Volume XIII Nomor 1, Maret 2014 ISSN : 1412 – 6885 STUDI
PERTUMBUHAN MANGROVE PADA KEGIATAN REHABILITASI
HUTAN MANGROVE DI DESA TANJUNG LIMAU KECAMATAN
MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA. Agrifor,
13(1), 11–18.

Ario, R., Subardjo, P., & Handoyo, G. (2016). Analisis Kerusakan Mangrove Di
Pusat Restorasi Dan Pembelajaran Mangrove (PRPM), Kota Pekalongan.
Jurnal Kelautan Tropis, 18(2), 64–69. https://doi.org/10.14710/jkt.v18i2.516

Asnaenie, A., Lahjie, A. M., Simarangkir, B. D. A. S., & Ruslim, Y. (2019).


Kajian Pertumbuhan Restorasi Mangrove Pada Kawasan Taman Nasional
Kutai Kalimantan Timur. Agrifor, 18(2), 207.
https://doi.org/10.31293/af.v18i2.4341

Eddy, S., Mulyana, A., Ridho, M. R., & Iskandar, I. (2015). Degradasi Hutan
Mangrove Di Indonesia. Jurnal Lingkungan Dan Pembangunan, 1(3), 240–
254.

Fajar, A., Oetama, D., & Afu, A. (2013). Studi Kesesuaian Jenis untuk
Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mangrovedi Desa Wawatu Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia,
03(12), 164–176.

Hafizh, I., Koenawan, C. J., Pi, S., Si, M., Yandri, F., Pi, S., Si, M., Kelautan, P.
I., Ilmu, F., Hafizh, I., Koenawan, C. J., Pi, S., Si, M., Yandri, F., Pi, S., &
Si, M. (2013). Provinsi Kepulauan Riau Study of Mangrove Zone At Gisi
Village Tembeling Village Subdistrict of Bintan Regency of Riau Island
Province.

Hairiah, K., Utami, S. R., Lusiana, B., & Noordwijk, M. van. (2003). Neraca Hara
Dan Karbon Dalam Sistem Agroforestri. Neraca Hara Dan Karbon Dalam
Sistem Agroforestri, 109–127.

Hamzah, M., Kalembang, E., Fitriani, D. A., Astuti, D., & Fertilizer, S. R. (2019).
Pembuatan Granul Slow Release Fertilizer Menggunakan Lateks-Kitosan
Sebagai Bahan Binder. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry), 7(1), 12–19.

Indah, R., Jabarsyah, A., & Laga, A. (2003). Perbedaan substrat dan distribusi
jenis mangrove (studi kasus : hutan mangrove di kota tarakan). Jurnal
36

Mangrove, 1(1), 66–84.

Karamina, H., Fikrinda, W., & Murti, A. T. (2018). Kompleksitas pengaruh


temperatur dan kelembaban tanah terhadap nilai pH tanah di perkebunan
jambu biji varietas kristal (Psidium guajava l.) Bumiaji, Kota Batu. Kultivasi,
16(3), 430–434. https://doi.org/10.24198/kultivasi.v16i3.13225

kaya, eizabeth, Budidaya, J., & Fakultas, P. (2014). Pengaruh Pupuk Organik
Dan Pupuk Npk Terhadap Ph Dan K-Tersedia Tanah Serta Serapan-K,
Pertumbuhan, Dan Hasil Padi Sawah (Oryza SATIVA L). Buana Sains,
14(2), 113–122.

Kehutanan, D., & Pertanian, F. (2010). Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di


Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006 Onrizal. Jurnal Biologi
Indonesia, 6(2), 163–172.

Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. (2000). 2000.

Mahmud Lasibani dan Eni Kamal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, S., &
Studi Pesisir dan Kelautan, P. (2010). Pola Penyebaran Pertumbuhan
“Propagul” Mangrove Rhizophoraceae Di Kawasan Pesisir Sumatera Barat.
Jurnal Mangrove Dan Pesisir X, 1, 33–38.

Nursin, A., Wardah, & Yusran. (2014). Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Zonasi
Hutan Mangrove di Desa Tumpapa Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi
Moutong. Warta Rimba, 2(1), 17–23.

Poedjirahajoe, E. (2007). Dendrogram Zonasi Pertumbuhan Mangrove


Berdasarkan Habitatnya di Kawasan Rehabilitasi Pantai Utara Jawa Tengah
Bagian Barat. Jurnal Ilmu Kehutanan, 1(2), 10–21.

Sagala D, (2018). TEKNOLOGI PUPUK SLOW RELEASE SEBAGAI


ALTERNATIF PEMUPUKAN RAMAH LINGKUNGAN: Penggunaan
Arang Kayu

Senoaji, G., & Hidayat, M. F. (2017). PERANAN EKOSISTEM MANGROVE


DI KOTA PESISIR BENGKULU DALAM MITIGASI PEMANASAN
GLOBAL MELALUI PENYIMPANAN KARBON (The Role of Mangrove
Ecosystem in the Coastal City of Bengkulu in Mitigating Global Warming
through Carbon sequestration). Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 23(3), 327.
https://doi.org/10.22146/jml.18806

Sifat, B., & Tanah, K. (2020). C-organik Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
Sumatera Utara : Status dan C-organik Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit
Sumatera Utara : Status dan Hubungan dengan Beberapa Sifat Kimia Tanah
Soil Organic Carbon in North Sumatra Oil Palm Plantation : Status and .
June. https://doi.org/10.21082/jti.v43n2.2019.157-165
37

Silahooy, C. (2008). Efek Pupuk KCl dan SP-36 Terhadap Kalium Tersedia ,
Serapan Kalium dan Hasil Kacang Tanah ( Arachis hypogaea L .) pada
Tanah Brunizem. Buletin Agronomi, 36(2), 126–132.

Siringoringo, H. H., Penelitian, P., Batu, J. G., & Box, P. (2014). Peranan penting
pengelolaan penyerapan karbon dalam tanah (. C, 175–192.

Sutaryo, D. (2009). Penghitungan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi


karbon dan perdagangan karbon. C, 1–38.

Variation, T., Capacity, E., & Saturation, B. (2023). Variasi Kapasitas Tukar
Kation ( KTK ) Dan Kejenuhan Basa ( Kb ) Pada Tanah Hemic Haplosaprist
Yang Dipengaruhi Oleh Pasang Surut Di Pelalawan Riau.

Zakia, R., & Lestari, F. (2022). Karakteristik Ekologi Ekosistem Mangrove di


Perairan Estuari Sei Carang Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Jurnal
Akuatiklestari, 6(1), 62–68. https://doi.org/10.31629/akuatiklestari.v6i1.5534
38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi
39
40
41
42
43
44

Lampiran 2. Dokumentasi Vegetasi Mangrove Margomulyo Dari Tahun 2009-2021

Tahun 2009

(Sumber gambar: Eva Wardhani)

Tahun 2012

(Sumber gambar: Eva Wardhani)


45

Tahun 2014

(Sumber gambar: Eva Wardhani)

Tahun 2015

(Sumber gambar: Eva Wardhani)


46

Tahun 2016

(Sumber gambar: Eva Wardhani)

Tahun 2017

(Sumber gambar: Eva Wardhani)


47

Tahun 2018

(Sumber gambar: Eva Wardhani)

Tahun 2020

(Sumber gambar: Eva Wardhani)


48

Tahun 2021

(Sumber gambar: Eva Wardhani)


47

Lampiran 3. Data Curah Hujan

TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
1990 254 264 115,4 74 437,6 156,4 149,3 121,7 221 214,2 145 167
1991 151 161 239 130 379 113 17 48 29 82 278 194
1992 42 43 22 130 217 172 152 84 221 166 149 133
1993 88 188 165 125 229 194 88 117 102 125 132 221
1994 319 - 243 380 230 249 75 45 42 144 96 318
1995 194,8 - 89,9 296 178 330 335,5 201 217,5 - 406,8 -
1996 264,6 335 250 152,8 254 228 79 269 159 254 - -
1997 283,2 413,4 157,4 147,4 105,4 82,6 46,6 8 4 56,5 127,7 187
1998 15,3 2,5 - 110,8 176,2 363,3 147,9 187,9 121,3 241,2 220,8 339
1999 184,6 286,8 217,4 180,4 170,5 121,3 129,8 203,7 226,5 281,6 - 264,2
2000 163,1 267,2 275,8 147,5 249,4 279,4 116,2 101 - - - 168,7
2001 158,4 - 288,3 157,5 220,1 109,7 86,7 26,4 167,7 134,1 - 112,1
2002 169,4 63,6 284,4 - 130 165,3 77,4 32,7 73,5 138,1 101,7 181,9
2003 250,1 157,9 417,3 135,7 - - - 95,6 - - - -
2004 339,7 224,3 401,6 384,8 367,6 55,4 100,1 - 171,7 2,1 280,9 245,6
2005 200,7 83,9 215,4 345,3 199,4 98,6 271 145,4 94,1 345,6 284,4 347,9
2006 212,8 207,4 234 148,1 220,7 180,8 13,1 97,5 109 69,6 138,5 110
2007 306,8 220,4 260,3 339,7 112,3 213,4 278,5 133,5 208,3 181,4 188,7 141,2
2008 207,6 194,4 206,7 259,4 50,9 205,2 268,6 147,7 153,4 215,4 501,2 349,7
2009 166,1 58,9 283,9 314,8 186,5 42,9 157,8 123,5 98,5 232,3 201,6 205
2010 176,7 157,2 150,9 222 210,3 340,4 258,3 164 230,6 235,9 206,8 224
2011 261,9 173,2 233,9 331,6 287,4 95,2 238,1 124,2 131,9 218,4 196,7 244,3
48

2012 326,9 213,6 258,1 370,5 152 171,1 138,6 140 109,9 116,6 293,4 220,3
2014 257,2 197,2 315,2 126,1 277,2 169,1 83,5 81,3 53 97 307,1 467,5
2015 346,3 146,6 198,8 380,3 229,2 258,3 154,5 57,6 - 76,5 70,4 198,4
2016 157,8 102,8 117,5 382,7 243,7 157,8 170,8 101,1 266,8 184,9 292,4 355,6
2017 162,5 140,8 88,1 341,6 310,8 315,3 164 237,4 106,5 151,6 219,8 222,3
2018 217,7 97,8 155,5 182,1 508,4 198,4 125,2 50,7 127,4 152,9 126,9 58,6
2019 107,1 20,1 198,6 142,7 198,7 264,6 52,7 63,4 47,5 197,4 131,5 401,7
2020 212,8 207,4 234 148,1 112,3 213,4 278,5 133,5 283,9 314,8 186,5 42,9
2021 186,5 42,9 157,8 123,5 98,5 166,1 58,9 283,9 314,8 140 109,9 116,6
2022 200,7 83,9 215,4 345,3 50,9 205,2 268,6 147,7 153,4 152 171,1 138,6
2023 163,1 267,2 275,8 147,5 124,2 131,9 - - - - - -
RATA-
170.8 198.2 198.1 193.9 221.1 214.3 120.9 117.7 104.4 145.0 178.5 209.8
RATA
49

Lampiran 4. Data Analisis Kimia. Sumber (Laboratorium Tanah LSHK/Pusrehut)

Hasil Analisa
No Parameter Methode Satuan A (Awal) A (Akhir)
0 1 2 0 1 2
1 pH H2O (1 : 2.5) Electrode - 4.10 4.35 4.25 4.12 4.55 4.43
2 pH. KCl 1N (1 : 2.5) - 3.85 4.20 4.50 4.85 5.25 5.55
3 Kation Basa (NH4-OAc) pH 7
Ca++ AAS meq/100gr 3.51 5.92 3.90 1.95 2.86 3.51
Mg++ AAS meq/100gr 2.33 2.32 2.36 2.25 2.30 2.32
Na+ AAS meq/100gr 3.86 3.81 3.87 3.71 3.77 3.86
K+ AAS meq/100gr 4.61 1.47 5.00 1.81 2.89 4.72
4 KTK Hitung meq/100gr 16.12 14.38 15.88 10.01 12.10 14.60
5 Al+++ Titrasi meq/100gr 0.88 0.36 0.36 0.00 0.00 0.00
6 H+ Titrasi meq/100gr 0.93 0.50 0.40 0.29 0.29 0.19
Walkley and
7 C. Organik % 4.02 4.02 4.18 3.58 3.90 3.97
Black
8 K2O Tersedia (Bray 1) AAS Ppm 104.08 121.71 166.49 109.67 223.44 178.18
50

Lampiran 5. Kriteria Sifat Kimia Tanah. Sumber (LPT 1983)


51

Lampiran 6. Bentuk Unit Percobaan


52

Lampiran 7. Peta Lokasi Penelitian.


53

RIWAYAT HIDUP

Rifyal Fathur Ramadhan, lahir pada tanggal 26 Januari 1998

di Loa Duri, Kec. Loa Janan, Kab. Kutai Karatanegara,

Kalimantan Timur, merupakan Anak Pertama dari 2 bersaudara,

dari Ayahanda Mansyah. A dan Ibunda Marsitah.

Pendidikan formal dimulai pada tahun 2003 di Taman

Kanak – kanak Belibis Loa Janan, dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang

sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri 12 Loa Janan dan lulus

pada tahun 2010. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah

Pertama Negeri 1 Loa Janan dan lulus pada tahun 2013. Setelah itu melanjutkan

ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Loa Kulu dan lulus pada tahun 2016. Pada

tahun yang sama memulai pendidikan program S1 di Fakultas Kehutanan

Universitas Mulawarman Samarinda melalui Program Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Kegiatan yang pernah di ikuti selama menempuh Pendidikan Tinggi di

Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, antara lain :

1. Peserta Percepatan Adaptasi Mahasiswa Baru (PAMB) pada tahun 2016;

2. Peserta Kegiatan Latihan Kepemimpinan Lembaga Dakwah Kampus Al-

Fath Fakultas Kehutanan 2017;

3. Anggota Dewan Perwakilan Sylva Mulawarman Fakultas Kehutanan

Universitas Mulawarman 2017 – 2018;


54

4. Panitia Percepatan Adaptasi Mahasiswa Baru (PAMB) Universitas

Mulawarman pada tahun 2018;

5. Panitia Liga Fahutan dan Malam Keakraban Fahutan (MKF) pada tahun

2018;

6. Peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Angkatan 45 pada tahun 2019 di Desa

Api-Api, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan

Timur;

7. Peserta Program Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tahun 2020 di Hutan

Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman;

8. Anggota Magang Laboratorium Budidaya Hutan Kelompok Riset Ilmu

Tanah dan Nutrisi Hutan di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

pada tahun 2018.

Asisten Praktikum mata kuliah Laboratorium Budidaya Hutan Kelompok

Riset Ilmu Tanah dan Nutrisi Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

Periode 2019 – 2023.

Anda mungkin juga menyukai