Anda di halaman 1dari 12

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia , Bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula merupakan alat
untuk menunjukkan identitas diri. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun
sebagai diri sendiri. Di Indonesia sendiri memiliki bahasa yag sangat beragam tergantung dari daerah
masing-masing.
Bahasa daerah pada saat ini lebih banyak dipergunakan oleh penduduk suku bersangkutan yang
kebanyakan bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, ataupun kota-kota kecil, serta daerah
urban. Kelestarian, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa daerah sangat tergantung dari komitmen
para penutur atau pengguna bahasa tersebut untuk senantiasa secara sukarela mempergunakan
bahasanya dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Bahasa daerah adalah unsur pembentuk budaya
daerah dan sekaligus budaya nasional.
Di daerah ternate sendiri memiliki bahasa daerah yang dituturkan oleh masyarakat setempat.
Berdasarkan tinjauan geogafis, pemakai bahasa Ternate yang terbanyak terdapat di pulau Ternate,
pulau Hiri dan sebagian sebagian pesisir pulau Halmahera yang desanya berhadapan langsung dengan
pulau Ternate.
Bahasa daerah adalah unsur pembentuk budaya daerah dan sekaligus budaya nasional. Apabila
satu per satu bahasa pendukung budaya nasional musnah, maka lambat laun pilar penyangga budaya
nasionalpun akan roboh dan hal ini berarti kebudayaan nasional juga mengalami ancaman yang sangat
serius. Oleh karena itu kita harus mengetahui dan melestarikan bahasa daerah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah bahasa ternate ?
2. Apa saja kosakata dalam bahasa ternate ?
3. Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa ternate ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah bahasa ternate
2. Mengetahui kosakata bahasa ternate
3. Megetahui kedudukan dan fungsi bahasa Ternate

1
Bab II

Pembahasan

1. Sejarah penggunaan bahasa Ternate

Ternate merupakan salah satu daerah historis di kawasan timur Nusantara yang sejak dahulu
telah banyak didatangi berbagai suku bangsa di dunia untuk berdagang rempah-rempah. Komunikasi
yang dilakukan penduduk Ternate dalam interaksi kontak dagang dengan suku/bangsa lain di tempat
ini menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar (Lingua Franca). Bahasa Melayu adalah
satu-satunya bahasa pergaulan antara berbagai daerah di kepulauan Nusantara pada waktu itu. (C.
Apituley Cs, Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1983)

Akibat adanya interaksi dengan bahasa-bahasa lain dari luar Maluku Utara, maka dengan
sendirinya bahasa-bahasa tersebut mempengaruhi perkembangan bahasa Ternate, terutama dari
bahasa Melayu. Banyak sekali kata-kata dari bahasa Melayu yang masuk dalam perbendaharaan
bahasa Ternate, kemudian dianggap sebagai bahasa Ternate. Di daerah ini bahasa Melayu pada masa
lampau hanya digunakan oleh kaum urban dan kalangan tertentu selain bahasa asli.

Pada masa pra–Islam, bahasa Ternate masih merupakan bahasa lisan, karena bahasa Ternate itu
sendiri tidak mempunyai aksara (huruf). Seiring dengan perkembangan agama Islam di wilayah ini,
maka istilah-istilah Bahasa Arab mulai masuk dalam perbendaharaan bahasa Ternate. Aksara Arab–
Melayulah mulai dipakai untuk menuliskan bahasa Ternate (Arab Gundul). Bahkan sampai sekarang
masih ada sejumlah kecil masyarakat Ternate (orang tua-tua) masih menggunakannya.

Dahulu setiap penulisan dokumen kerajaan selalu menggunakan tulisan Arab berbahasa Ternate
(Semua dokumen kesultanan dalam sejarah Ternate yang ditemukan menggunakan aksara Arab). Saat
ini aksara Arab sudah jarang digunakan dalam tiap penulisan dokumen. Aksara Latin kemudian
dipakai, bahkan lebih dominan penggunaannya seperti sekarang ini. Demikian pula adanya pengaruh
beberapa bahasa lokal, seperti Bahasa Jawa juga terlihat dalam perbendaharaan bahasa Ternate, hal ini
sebagai akibat dari adanya hubungan persahabatan dan perdagangan yang selama berabad-abad
terjalin.

Salah satu contoh pengaruh bahasa Jawa, misalnya kata “Jara” (kuda), dahulu hewan jenis ini
tidak ditemukan di Ternate, kuda waktu itu didatangkan oleh pemerintah VOC/Hindia Belanda dari
pulau Jawa, sehingga penamaannya mengikuti asal-usul hewan ini didatangkan.

Pengaruh dari Bahasa Bugis (Sulawesi selatan) dan Bahasa Bare’e (Sulawesi tengah) juga
terlihat dalam bahasa Ternate. Hal itu erat hubungannya dengan persahabatan yang dijalin antar
Ternate dengan wilayah Sulawesi yang dahulu pernah menjadi bagian dari wilayah kesultanan
Ternate. Kehadiran Bahasa Portugis dan Bahasa Spanyol di Ternate bersamaan dengan kedatangan
kedua bangsa Eropa ini di Ternate sejak awal abad ke-16 yang rupanya turut memperkaya khasanah
perbendaharaan bahasa Ternate. Kata-kata dari bahasa Portugis yang masih dipakai hingga saat ini,
misalnya; kadera (kursi), bandera (bendera), leper (sendok), alfiris (pembawa panji), stampa
(mahkota), nama desa Kastela dll.

Bahasa Belanda merupakan bahasa asing yang paling lama dikenal di Ternate, namun hanya
kata atau istilah yang bersangkut paut dengan urusan pemerintahan saja yang masuk dalam
perbendaharaan bahasa Ternate, hal ini disebabkan karena sikap politik VOC/Hindia-Belanda yang
dalam pergaulannya hanya membatasi diri pada kalangan tertentu. Sikap ini menyebabkan bahasa
Belanda hanya dipakai dalam lingkungan yang sangat terbatas, yaitu lingkungan para pegawai

2
VOC/Hindia Belanda baik orang belanda asli maupun pegawai dari pribumi (Walanda kotu). Di
Ternate, bahasa Belanda tidak dijadikan sebagai bahasa pergaulan dalam masyarakat sehari-hari pada
saat itu. Bahasa Belanda juga digunakan di lingkungan kalangan elite dan bangsawan serta sering
dipakai juga di lingkungan istana.

Demikian pula dengan kehadiran bangsa Inggris di Ternate. Meskipun kekuasaannya hanya
singkat, namun Bahasa Inggris juga ikut memberi sumbangan kata-katanya ke dalam bahasa Ternate.
Bahasa Cina yang selama berabad-abad menjadi bahasa ekslusif di kalangan masyarakat
pedagang Cina di Ternate tidak berpengaruh langsung dalam bahasa sehari-hari karena hanya dipakai
di kalangan sendiri. Namun masih ada kata-kata dan beberapa istilah dari bahasa Cina yang masih
dipakai oleh orang Ternate hingga saat ini adalah; sebutan “Ko” (Om), “Ci” (Tante), “sentiong” untuk
lokasi pekuburan serta bebera istilah lainnya.

Pada masa pedudukan Jepang (Dai Nippon) selama tiga setengah tahun berkuasa, Bahasa
Jepang secara insentif disebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat oleh tentara Jepang, namun
bahasa ini di kalangan masyarakat Ternate tidak populer dan akhirnya lenyap bersamaan dengan
berakhirnya masa pendudukan Jepang di tanah air.
Walaupun bahasa Ternate banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Jawa, Bugis, Bare’e dan
bahasa-bahasa Eropa selama masa pendudukan mereka di Ternate, baik itu Portugis, Spanyol,
Belanda, Inggris serta bahasa Asia lainnya, seperti bahasa Cina dan Jepang, namun sebagai suatu
bahasa tutur yang independen, bahasa Ternate masih tetap memiliki aspek-aspek ke-bahasa-annya
tersendiri.

Penutur Bahasa Ternate

Berdasarkan tinjauan geogafis, pemakai bahasa Ternate yang terbanyak terdapat di pulau Ternate,
pulau Hiri dan sebagian sebagian pesisir pulau Halmahera yang desanya berhadapan langsung dengan
pulau Ternate.
1. Penutur aktif di Pulau Ternate
Mereka adalah seluruh penduduk asli di pulau Ternate, yaitu :

• Kp. Makassar dan sekitarnya (sebagian) • Loto


• Soa Sio dan sekitarnya (sebagian) • Togafo
• Salero (sebagian) • Bandinga
• Kasturian (sebagian) • Afe
• Toboleu (sebagian) • Taduma
• Ake Bo’oca (sebagian) • Doropedu
• Sabia (sebagian) • Ruwa
• Sangaji • Monge
• Gam Cim • Lemo
• Toloko • Amo
• Dufa-Dufa • Sasa
• Tubo • Jambula
• Facei • Fitu
• Akehuda • Gambesi
• Tafure • Kastela
• Tabam • Foramadiahi dan sekitarnya
• Sango • Ubo-ubo (sebagian)
• Tarau • Skep (sebagian)
• Kulaba • Marikurubu (sebagian)
• Akeruru • Torano (sebagian)
• Tabanga • Moya dan sekitarnya (sebagian)
• Tobololo • Buku Bandera (sebagian)
• Sulamadaha • dsb
• Takome

3
2. Penutur aktif di luar Pulau Ternate

Mereka adalah penduduk di kecamatan pulau Hiri dan di daerah pesisir kabupaten Halmahera
baratyang posisi desanya berhadapan langsung dengan pulau Ternate (dari selatan di perbatasan
Dodinga ke utara hingga di Peot yang berbatasan dengan Loloda). Desa-desa tersebut adalah :

• Faudu
• Mado • Bobaneigo (sebagian bahasa Gorap)
• Togolobe • Pasirputih
• Durari Isa • Dodinga
• Tomajiko • Akesone
• Mayau (sebagian bahasa Sangir) • Akelamo Kao
• Tifure (sebagian bahasa Sangir) • Tetewang
• Saria • Biamaahi
• Bobo • Ake Sahu
• Payo • Susupu
• Idam • Jarakore
• Bobanehena • Balu
• Galala • Lako
• Guwemaadu • Sangaji
• Gufasa (sebagian bahasa Melayu Pasar) • Tacim
• Jalan Baru • Peot
• Gamlamo Jailolo • Taruba
• Hatebicara • Sasur
• Marimbati • Tongute Ternate
• Tuada • Gamici
• Mutui (sebagian di pesisir) • Gamlamo Ibu
• Tataleka • Gamkonora (sebagian bahasa Ibu)
• Tauro • Talaga (sebagian bahasa Ibu)
• Duwongrotu • Gamsungi
• Sidangoli Gam • Tahafo, dan
• Sidangoli Dehe • Bataka
• Bukubualawa

4
2. Kosakata

1. Aba : baba, Aba


2. Abad : taong ratu, Satu abad : taong ratu moi
3. Abai : master ua
4. Abdi : co’ou
5. Abnormal : tiyahi ua
6. Absen : wosa ua
7. Abu : fika
8. Abu-abu : fika-fika
9. Acak : ruwahe, acak-acakan : maruwahe
10. Acuh : faduli, tidak acuh : faduli ua
11. Acung : tede gia, Siapa yang tau jawab angkat tangan : nage yang waro
sango
tede gia
12. Adakala : wolosiyoko, kadang-kadang ada, kadang-kadang tiada : wolosiyoko
Sema, wolosiyoko malo
13. Ada : sema sema; ada rumah : sema fala; ada uang : sema pipi
14. Adab : adaab, sopang ; tidak beradab : kama adaab ua
15. Adem : alo-alo
16. Adinda, Adik : nongoru; adik kandung : nongoru madihutu
17. Adu domba : simaku dutu; jangan adu domba : afa simaku dutu
18. Aduk : capu; mengaduk : sicapu, siruwahe
19. Agas : gono
20. Agung : lamo
21. Air : ake; air minum : ake oke; air liur : gidi; air sumur : ake cum; air
mata :
ongo
22. Ajak : sigaro
23. Ajal : ajali
24. Ajar : doto; belajar : madoto; mengajar : sidoto
25. Ajaran : dodoto
26. Akan : sari
27. Akar : wutu ; akar pohon : hate mawutu
28. Akar kuning : guraci
29. Akbar : lamo

30. Akur : nyiha


31. Akrab : laha; teman akrab : dagimoi laha
32. Aku : ngori; saya laki-laki :
33. Alang-alang : kusu-kusu
34. Alas : hang-hang; alas cangkir : mahang :
35. Alun-alun : sunyie; alun-alun kecil : sunyie ici; alun-alun besar : sunyie lamo
36. Ambang : dufure
37. Ambeien : tupou ; anak itu punya ambeien : ngofa unage sema tupou
38. Ambil : oro
39. Ambruk : waho ; rumah itu sudah ambruk : fala enage iwaho ma
40. Amis : hami : nasi hamis : bira mahami
41. Ampas : igo ; ampas kelapa : igo mango
42. Ampuh : tomere
43. Ampun : ampong ; minta ampun : rahi ampong
44. Anak : ngofa; anak kandung : ngofa nadihutu
45. Ancam : sidehe ;
46. Anggrek : tabi sasu ;

5
47. Angguk : tagacama
48. Angin : kore
49. Angkat : tede
50. Angsa : gangsa
51. Angus : hoku
52. Angkuh : tingkai
53. Antah : konga
54. Anugerah : cucatu
55. Anting-anting : nganti-nganti
56. Apa : koa
57. Apabila : kalo
58. Arang : hong
59. Ari-ari : dodomi
60. Arif : bijaksana
61. Aroma : marasa
62. Arwah : arwah
63. Arti : mangare
64. Asa : harapang
65. Asah : ese
66. Asam : loloji
67. Asap : ngofi
68. Asas : jojoho
69. Asin : tuteo
70. Aspal : ter
71. Asuh : piara
72. Asik : asek
73. Atur : ator
74. Awan : kamo-kamo
75. Ayah : baba
76. Ayam : namo
77. Ayun : wigo
78. Azan : bang
79. Babu : jongos
80. Badai : rato
81. Bagi : sibula
82. Bagaimana : dokasa
83. Baginda : jou

84. Bahu : kefe


85. Balai, rumah : fala
86. Balok : balak
87. Bambu : tabadiku
88. Banci : pucia
89. Bandel : pahe
90. Bangkrut : kalit
91. Bangun : mom
92. Bangsawan : turunan jou
93. Banjir : guhi
94. Bantah : teheng
95. Bantal : hora
96. Banyak : dofu
97. Bapak : yaya
98. Bara : madetu
99. Baru : sungi
100. Basi : amis

6
101. Batu : mari
102. Batuk : kukehe
103. Bawa : gasa
104. Bawah : toma adu
105. Bayar : fang
106. Bayi : ngofa kiyau
107. Basmi : simoi moi
108. Bata : tela
109. Batas : mabati
110. Bangkrut : falit
111. Batok : cafi
112. Baskom : safo
113. Bara : madetu
114. Beban : gina
115. Bebek : bebe
116. Becek : pece
117. Beda : matero ua
118. Begitu : dokage
119. Bejat : tingkai
120. Bekas : bakas
121. Beku : fuletu
122. Bela : rio
123. Belanga : bosoo
124. Belalalang : boto-boto
125. Belas, iba : kasiang
126. Bekal : dofoma
127. Beli : fodi
128. Belok : perok
129. Belut : sugili
130. Benah : madiahi
131. Buang : boi
132. Cabai : rica
133. Cabang : jaga; cabang pohon : hate majaga
134. Cabut : rofu
135. Cacat : sedu ; cacat kaki : hohu sedu
136. Cacar : sarampa
137. Caci : joa; caci maki : joa wahe

138. Cacing : kultidi


139. Cair : ake-ake; cair sekali : ake-ake folio
140. Cakalang : ido; ikan cakalang : nyao ido
141. Cekik : koto
142. Cemburu : siham
143. Cebur, mencebur : sidum
144. Celah : masoa
145. Celaka : calaka, bodito
146. Celana : calana
147. Celup : colo; teh celup : the colo
148. Cemas : was-was
149. Cempaka : campaka
150. Cempedak : tuada
151. Cengkeh : bualawa
152. Cepat : murari
153. Cerai : talaki
154. Cerai berai : fiaro

7
155. Cerek : cere
156. Cerna : kunya, cam, taja
157. Cerita : carita
158. Ceroboh : sabarapang, gagawang
159. Cewe : jaru
160. Cuci : fiki
161. Dada : ata
162. Dalam : daha
163. Dapur : hito
164. Darah : ahu
165. Daun : rau
166. Datang : hado
167. Demam : gaga
168. Dingin : alo
169. Di mana : kasa
170. Di situ : kage
171. Dagangan : dulbutu
172. Ekor : biki
173. Gatal : hako
174. Gigit : logi
175. Gosok : ese
176. Guling : hale
177. Gunung : kie
178. Hangus : hoku
179. Hilang : hira
180. Hujan : besa
181. Hati : gate
182. Hidup : ahu
183. Hitung : hohi
184. Hutan : banga
185. Injak : joko
186. Kabar : habar
187. Jahit : din
188. Jatuh : doro
189. Kakek : ete
190. Kambing : kabi
191. Kampung : gam

192. Karung : kadu


193. Kawin : kai
194. Kemarin : konyigo
195. Kembali : koreho
196. Keringat : during
197. Kerja : munara
198. Kotor : faja
199. Kuat : future
200. Lari : laba
201. Lihat : hida
202. Lusa : mudiri
203. Mabuk : keto
204. Mandi : mahodo
205. Malam : gumam
206. Masak : curum
207. Milik : due
208. Minta : lahi

8
209. Mungkin : labu
210. Nenek : ere
211. Ombak : moku-moku
212. Pala : gosora
213. Panggil : karo
214. Panjang : gila
215. Pasir : dowong
216. Pantai : bane
217. Pantangan : boboso
218. Papan : ifa
219. Pegang : gugu
220. Pendek : podo
221. Pergi : tagi
222. Pisau : dari
223. Pukul : cako
224. Pulang : kodiho
225. Rakus : danata
226. Ringan : kaahe
227. Robek : aci
228. Rumah : fala
229. Rumput : gofu
230. Rumput/sampah : gurahe
231. Saja : bato
232. Sebentar : cai-cai
233. Sedikit : cabu
234. Setan : caka
235. Simpan : hiku
236. Suara : idi
237. Sudah : raim
238. Tambah : dogo
239. Takut : golfino
240. Tali : gumi
241. Tanah : kaha
242. Tangan : gia
243. Tangkap : coho
244. Tanya : ginado
245. Terguling : dike

246. Telur : boro


247. Tembok : beno
248. Tinggi : gaku
249. Tua : himo
250. Tunjuk : jum

9
3. Pengucapan angka dalam bahasa ternate

1 : romoi
2 : romdidi
3 : raange
4 : raha
5 : romtoha
6 : rara
7 : tomdi
8 : tufkange
9 : sio
10 : nyagi moi
11 : nyagi moi se romoi
12 : nyagi moi se romdidi
13 : nyagi moi se raange
20 : nyangi romdidi
21 : nyagi romdidi se romoi
30 : nyagi raange
40 : nyagi raha
50 : nyagi romtoha
60 : nyagi rara
70 : nyagi tomdi
80 : nyagi tufkange
90 : nyagi sio
100 : ratu moi
101 : ratu moi se romoi
200 : ratu romdidi
1000 : cala moi

4. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Ternate

1. Kedudukan

Dalam hubungan dengan kedudukan Bahasa Indonesia, maka Bahasa Ternate sebagai bahasa
tutur lisan yang terdapat di wilayah hukum Negara Republik Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
daerah. Kedudukan ini berdasarkan kenyataan bahwa bahasa daerah adalah salah satu unsur
kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara, sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 36, Bab XV,
Undang-Undang Dasar 1945.

2. Fungsi

Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, maka Bahasa Ternate berfungsi sebagai :
1) Lambang kebanggaan daerah
2) Lambang identitas daerah
3) Salah satu unsur budaya
4) Alat perhubungan antar individu dalam keluarga & di masyarakat. (komunikasi lisan)
5) Media pesan moral dalam bentuk Sastra Lisan, Pantun Nasihat dan

10
Bab III

Penutup

Kesimpulan

Bahasa daerah adalah unsur pembentuk budaya daerah dan sekaligus budaya nasional. Apabila
satu per satu bahasa pendukung budaya nasional musnah, maka lambat laun pilar penyangga budaya
nasionalpun akan roboh dan hal ini berarti kebudayaan nasional juga mengalami ancaman yang sangat
serius. Oleh karena itu kita harus mengetahui dan melestarikan bahasa daerah.
Kelestarian, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa daerah sangat tergantung dari komitmen
para penutur atau pengguna bahasa tersebut untuk senantiasa secara sukarela mempergunakan
bahasanya dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Jika penutur suatu bahasa daerah masih berjumlah
banyak, dan merekapun menurunkan bahasa daerah yang dikuasainya kepada anak-anak dan generasi
remaja, maka kelestarian bahasa yang bersangkutan akan lebih terjamin dalam jangka panjang.
Sebaliknya, jikalau penutur suatu bahasa daerah semakin berkurang dan tidak ada upaya regenerasi
kepada generai muda, maka sangat besar kemungkinan secara perlahan-lahan akan terjadi gejala
degradasi bahasa yang mengarah kepada musnahnya suatu bahasa daerah.

Saran

Apakah jadinya sebuah bangsa yang tidak lagi memiliki kebudayaannya? Bangsa kita akan
terjebak menjadi bangsa tanpa kepribadian. Hal ini jelas akan memperlemah tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Negara ini akan menjadi negara yang gagal (the fail state). Dengan
demikian bahasa daerah maupun bahasa nasional memiliki peran yang sangat penting bagi tegak
berdirinya negara kita. Oleh karena itu, di samping penguasaan bahasa nasional maupun internasional
dalam rangka menghadapi globalisasi percaturan global, maka setiap anak bangsa harus sadar untuk
turut melestarikan bahasa lokal alias bahasa daerah. Caranya tidaklah terlalu sulit, mari kita kembali
bangga menggunakan bahasa daerah.

11
Daftar Pustaka

https://ternate.wordpress.com/2008/01/18/mengenal-bahasa-ternate/amp/

https://free.facebook.com/BahasaTernate/posts/564222437046929?_rdc=1&_rdr

https://free.facebook.com/story.php?
story_fbid=1190619657740534&id=520289921440181&refid=17&_ft_=mf_story_key.11906196577
40534%3Atop_level_post_id.1190619657740534%3Atl_objid.1190619657740534%3Acontent_own
er_id_new.520289921440181%3Athrowback_story_fbid.1190619657740534%3Apage_id.52028992
1440181%3Astory_location.4%3Apage_insights.%7B"520289921440181"%3A
%7B"role"%3A1%2C"page_id"%3A520289921440181%2C"post_context"%3A
%7B"story_fbid"%3A1190619657740534%2C"publish_time"%3A1522094410%2C"story_name"%3
A"EntStatusCreationStory"%2C"object_fbtype"%3A266%7D
%2C"actor_id"%3A520289921440181%2C"psn"%3A"EntStatusCreationStory"%2C"sl"%3A4%2C"
dm"%3A%7B"isShare"%3A0%2C"originalPostOwnerID"%3A0%7D%2C"targets"%3A%5B
%7B"page_id"%3A520289921440181%2C"actor_id"%3A520289921440181%2C"role"%3A1%2C"p
ost_id"%3A1190619657740534%2C"share_id"%3A0%7D%5D%7D%7D
%3Athid.520289921440181%3A306061129499414%3A2%3A0%3A1556693999%3A35400689532
40333307&__tn__=%2As-R
https://www.google.com/amp/s/deviden749.wordpress.com/2011/09/28/bahasa-sebagai-alat-
komunikasi/amp/?espv=1

https://www.kompasiana.com/sangnanang/5517debc81331128699de350/bahasa-indonesia-dan-
bahasadaerah

12

Anda mungkin juga menyukai