Anda di halaman 1dari 5

Bekal Seorang Pemimpin

Oleh Athiful Khoiri

‫شر ُْو ِر َأ ْنفُسِ َنا‬ ُ ْ‫هلل ِمن‬ ُ ‫ِإنَّ ْال َح ْم َد هَّلِل ِ َنحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغ ِف ُر ْه َو َنع‬
ِ ‫ُوذ ِبا‬
َ‫ُض!!لِ ْل َفال‬ ْ ‫ُض!! َّل َل!! ُه َو َمنْ ي‬ ِ ‫ َمنْ َيهْ!! ِد ِه هللاُ َفالَ م‬،‫ت َأعْ َمالِ َن!!ا‬ ِ ‫َو ِمنْ َس!! ِّيَئ ا‬
‫ك َل ُه َوَأ ْش!! َه ُد َأنَّ م َُح َّم ًدا‬ َ ‫ ََأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإ َل َه ِإالَّ هللاُ َوحْ دَ هُ الَ َش ِر ْي‬.‫ِي َل ُه‬ َ ‫َهاد‬
‫ص !حْ ِب ِه َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم‬َ ‫ص ِّل َع َلى م َُح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬
‫ َيا‬, ‫از ْال ُم َّتقُ ْو َن‬
َ ‫هللا َف َق ْد َف‬ َ ‫ ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َوِإي‬.‫ْن‬
ِ ‫َّاي ِب َت ْق َوى‬ ِ ‫ان ِإ َلى َي ْو ِم ال ِّدي‬ ٍ ‫بِِإحْ َس‬
‫هللا َح َّق ُت َقا ِت ِه َوالَ َتم ُْو ُتنَّ ِإالَّ َوَأن ُت ْم مُّسْ لِم ُْو َن‬
َ ‫َأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َم ُنوا ا َّتقُوا‬

Saudaraku, kaum muslimin yang berbahagia

Maha suci Allah, yang telah menawarkan kepada makhluk-Nya untuk


bisa menjadi pemimpin bagi lainnya. Dari semua makhluk yang
ditawarkan oleh Allah, manusialah yang bersedia menerima amanah
kepemimpinan itu. Allah berfirman QS. Al-Ahzab ayat 72 yang
artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi, dan gunung-gunung, semuanya enggan memikul
amanat itu karena khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah
amanat itu oleh manusia…”

Shalawat dan salam semoga tersanjung kepada Rasul teladan, yang


menegaskan bahwa, “Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh
naungan-Nya pada Hari ketika tiada naungan kecuali Naungan-Nya;
salah diantaranya adalah pemimpin yang adil.”

Saudaraku, kaum muslimin yang berbahagia


Untuk menjadi pemimpin, seseorang haruslah memiliki bekal yang
cukup. Bekal itu berupa kekuatan yang akan digunakan untuk
menggerakkan semua orang yang dipimpin. Kekuatan itu merupakan
buah pikiran atau ide, pendapat, wawasan, kemampuan melihat
masa depan untuk menentukan arah kemana lembaga yang
dipimpinnya akan dikembangkan, potensi yang ada, cara-cara yang
akan ditempuh untuk memajukan lembaga yang dipimpin, bahkan
bagaimana mengatasi rintangan yang mungkin timbul dalam
berbagai bentuknya.

Pemimpin yang tidak memiliki kelebihan, maka lembaga yang


dipimpinnya tetap berjalan, tetapi tidak memiliki jiwa atau ruh.
Institusi itu hanya sebatas menjalankan kegiatan formal saja.
Suasananya akan menjadi kaku, penuh seremonial, simbol-simbol,
dan tidak menghasilkan apa-apa. Bayangkan saja, raga tanpa jiwa
atau ruh, maka hanya bergerak manakala digerakkan dan tidak lama
akan mati.

Saudaraku, kaum muslimin yang berbahagia

Ibnu Umar pernah menyatakan, “Aku mendengar Rasulullah saw.


bersabda, ‘Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.’” (Riwayat Bukhari &
Muslim). Riwayat ini menegaskan bahwa kepemimpinan memiliki
tanggung jawab yang berat. Tidak hanya kepada sesama orang yang
dipimpinnya, melainkan juga kepada Allah Yang Mahakuasa. Begitu
besar pahala jika mampu menjadi seorang pemimpin yang adil dan
diridhai Allah. Hanya saja, dalam praktiknya, tidak semua orang
mampu menjalankan peran kepemimpinan dengan baik.

Kaum muslimin yang berbahagia


Setidaknya, terdapat lima sikap yang harus ditanamkan dalam diri
seorang pemimpin. Pertama, ikhlas menjalankan amanah
kepemimpinan dan semata mengharap keridhaan Allah swt.
Perhatikan petikan Al-Qur’an berikut, “Dan siapakah yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada
Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (QS. An-Nisa: 125).

Sikap kedua adalah sabar dan ikhlas. Kesabaran terdiri dari


pengetahuan, keadaan, dan amal. Pengetahuan seperti pohon,
keadaan seperti ranting-ranting dan amal seperti buah. Imam Al-
Ghazali mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam
kesabaran, sehingga dalam diri manusia harus timbul dorongan
untuk melakukan kesabaran. Firman-Nya sebagai berikut :

َ ‫ص َبرُو ۖ ْا َو َكا ُنو ْا ِ‍بَٔا ٰ َي ِت َنا يُو ِق ُن‬


‫ون‬ َ ‫َو َج َع ۡل َنا م ِۡنهُمۡ َأِئم َّٗة َي ۡه ُد‬
َ ‫ون ِبَأ ۡم ِر َنا َلمَّا‬

Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin


yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar,
dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajadah: 24).

Kaum muslimin yang berbahagia

Sikap ketiga ialah istikamah berkaitan dengan segala perkataan,


perbuatan, keadaan, dan juga niat. Umar bin Khaththab pernah
berkata, “Istikamah artinya engkau teguh hati pada semua perintah
dan larangan serta tidak menyimpang seperti jalannya rubah.”
Sementara, Utsman bin Affan berkata, “Istikamah artinya amal yang
ikhlas karena Allah.”

Keempat adalah ikhtiar yang maksimal. Berusaha sekuat tenaga


dalam memberikan pelayanan dan pengabdian terbaik dengan cara-
cara yang diridhai Allah swt. Yakinilah, bahwa sekecil apa pun ikhtiar
kita, jika dimaksudkan untuk kemaslahatan, Allah akan hadirkan
pertolongan-Nya, bahkan dengan cara yang mungkin tidak pernah
kita sangka.

Kaum muslimin yang berbahagia

Sikap kelima adalah tawakal secara total. Bertawakal kepada Allah


swt. adalah cara terbaik menghadirkan ketenangan dan kasih sayang-
Nya. Tawakal menjadi salah satu penilaian tingkat keimanan seorang
muslim. Tak bisa dipungkiri di berbagai situasi, bertawakal mungkin
menjadi hal yang terasa berat dilakukan. Tawakal harus datang dari
dalam hati. Tawakal tidak hanya keluar dari ucapan atau lisan. Allah
berfirman sebagai berikut :

َ ‫ت َف َت َو َّك ۡل َع َلى ٱهَّلل ِۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ ُيحِبُّ ۡٱل ُم َت َو ِّكل‬


‫ِين‬ َ ‫َفِإ َذا َع َز ۡم‬

Artinya: “Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad maka


bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159).

Demikianlah, lima modal penting bagi seorang pemimpin. Semua


upaya itu adalah ikhtiar terbaik bahwa tiada daya dan upaya
melainkan berasal dari Allah. Karenanya, sudah sepatutnya seorang
pemimpin memiliki lima bekal diatas dalam menjalankan
amanahnya.

‫ َو َن َف َع ِنيْ َوِإيَّا ُك ْم ِب َما ِفيْ!!! ِه م َِن‬،‫آن ْال َعظِ ي ِْم‬


ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َو َل ُك ْم فِي ْالقُ!!!ر‬َ ‫!!!ار‬
َ ‫َب‬
َ ‫ َأقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َوَأسْ َت ْغ ِف ُر‬.‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
‫هللا ْال َعظِ ْي َم لِيْ َو َل ُك ْم‬ ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫ ْاآل َيا‬.

Khutbah Kedua
‫شر ُْو ِر َأ ْنفُسِ َنا‬
‫هلل ِمنْ ُ‬ ‫ُوذ ِبا ِ‬‫ِإنَّ ْال َح ْم َد هَّلِل ِ َنحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغ ِف ُر ْه َو َنع ُ‬
‫ُض!!لِ ْل َفالَ‬ ‫ُض!! َّل َل!! ُه َو َمنْ ي ْ‬ ‫ت َأعْ َمالِ َن!!ا‪َ ،‬منْ َيهْ!! ِد ِه هللاُ َفالَ م ِ‬ ‫َو ِمنْ َس!! ْيَئ ا ِ‬
‫ك َل ُه َوَأ ْش!! َه ُد َأنَّ م َُح َّم ًدا‬
‫ِي َل ُه‪ََ .‬أ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإ َل َه ِإالَّ هللاُ َوحْ دَ هُ الَ َش ِر ْي َ‬ ‫َهاد َ‬
‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َتسْ لِ ْيمًا‪َ .‬أمَّا َبعْ ُد؛‬ ‫َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه َ‬

‫صلُّ ْوا َع َل ْي ِه‬ ‫صلُّ ْو َن َع َلى ال َّن ِبيِّ ‪َ ،‬يا َأيُّها َ الَّ ِذي َْن َءا َم ُن ْوا َ‬ ‫هللا َو َمالَِئ َك َت ُه ُي َ‬
‫ِإنَّ َ‬
‫ْت‬ ‫ص!لَّي َ‬ ‫آل م َُح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫ص! ِّل َع َلى م َُح َّم ٍد َو َع َلى ِ‬ ‫َو َس!لِّم ُْوا َت ْس!لِ ْيمًا‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫!اركْ َع َلى م َُح َّم ٍد‬ ‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬و َب! ِ‬ ‫آل ِإب َْرا ِه ْي َم‪ِ ،‬إ َّن َ‬‫َع َلى ِإب َْرا ِه ْي َم َو َع َلى ِ‬
‫ك‬ ‫ْ!!!را ِه ْي َم‪ِ ،‬إ َّن َ‬
‫آل ِإب َ‬ ‫ْ!!!را ِه ْي َم َو َع َلى ِ‬ ‫ت َع َلى ِإب َ‬ ‫!!!ار ْك َ‬
‫آل م َُح َّم ٍد َك َما َب َ‬ ‫َو َع َلى ِ‬
‫اغفِرْ ل ِْلم ُْس!!!لِ ِمي َْن َو ْالم ُْس!!!لِ َماتِ‪ْ ،‬اَألحْ َي!!!ا ِء ِم ْن ُه ْم‬ ‫َح ِميْ!!! ٌد َم ِجيْ!!! ٌد‪ .‬اَللَّ ُه َّم ْ‬
‫ان َوالَ َتجْ َع!! ْل‬ ‫اغ ِفرْ َل َنا َوِإل ْخ َوا ِن َنا الَّ ِذي َْن َس َبقُ ْو َنا ِباِْإل ْي َم ِ‬ ‫ت‪َ .‬ر َّب َنا ْ‬ ‫مْوا ِ‬ ‫َو ْاَأل َ‬
‫ك َرء ُْوفٌ رَّ ِح ْي ٌم‪ .‬اَللَّ ُه َّم ا ْف َتحْ َب ْي َن َنا‬ ‫ِفيْ قُلُ ْو ِب َنا غِ الًّ لِّلَّ ِذي َْن َءا َم ُن ْ‬
‫!!!!وا َر َّب َنا ِإ َّن َ‬
‫ك عِ ْلمًا َنا ِفعًا‬ ‫ت َخ ْي! ُر ْال َف!!ا ِت ِحي َْن‪ .‬اَللَّ ُه َّم ِإ َّنا َن ْس !َألُ َ‬ ‫َو َبي َْن َق ْو ِم َّنا ْ‬
‫بِال َح ِّق َواَ ْن َ‬
‫اآلخِر ِة‬
‫َ‬ ‫َو ِر ْز ًقا َط ِّيبًا َو َع َمالً ُم َت َق َّبالً‪َ .‬ر َّب َنا آ ِت َنا فِي ال!!! ُّد ْن َيا َح َس!!! َن ًة َوفِي‬
‫ص!!!لَّى هللاُ َع َلى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه‬ ‫ار‪َ .‬و َ‬ ‫اب ال َّن ِ‬‫!!!ذ َ‬‫َح َس!!! َن ًة َو ِق َنا َع َ‬
‫ْن‬‫ان ِإ َلى ِي ْو ِم ال ِّدي ِ‬ ‫صحْ ِب ِه َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم بِِإحْ َس ٍ‬ ‫َو َ‬

‫‪Athiful Khoiri, Alumni Pascasarjana Psikologi Universitas Ahmad‬‬


‫‪Dahlan (UAD) Yogyakarta‬‬

Anda mungkin juga menyukai