Anda di halaman 1dari 20

DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari program –

program di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu dan

berlangsung terus menerus dalam rangka menuju kehidupan masyarakan

yang lebih baik. Untuk menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik, pada

hakekatnya masyarakat memiliki tiga kebutuhan yang paling mendasar,

adalah pangan, sandang dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat harus mengikuti beberapa peraturan yang berlaku untuk izin

mendirikan bangunan. Izin tersebut diperlakukan untuk memberikan

kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan

fungsinya. Izin mendirikan bangunan diperlukan tidak hanya untuk

bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan pada saat akan membongkar,

merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah

struktur bangunan.1Seiring dengan berkembangnya zaman pada sekarang

ini kemunculan bangunan serta gedung berkembang dengan pesat. Hal

tersebutdi karenakan bangunan gedung memiliki peran penting sebagai

wadah atautempat di mana masyarakat dapat melakukan aktivitasnya dalam

berkegiatan sehari - hari. Bangunan dan gedung tersebut menyesuaikan

dengan kondisi kebutuhan masyarakat yang mana gedung salah satuny

1
Anni Puji Astutik, “Akibat Hukum Bangunan Yang Tidak Sesuai Dengan Izin Mendirikan Bangunan Di
Kabupaten Pamekasan” Jurnal Yustitia Volume 18 Nomor 1, Mei 2017, hlm 1

1
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

dapat mengefisienkan suatu lahan yang terbatas namun kebutuhanmayoritas

masyarakat dapat terpenuhi. Bangunan gedung merupakan wujudfisik hasil

pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian

atau seluruhnya di atas atau di dalam tanah atau airyang berfungsi sebagai

tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat

tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya,

maupun kegiatan khusus sebagaimana termuat dalam Pasal 1 pada Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Pada dasarnya banyaknya bangunan dan gedung yang dimanfaatkan

oleh masyarakat merupakan suatu wujud peran pemerintah untuk

memajukan kesejahteraan bagi masyarakat sebagaimana dimuat di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(UUD NRI

1945).2

Dalam proses pembangunannya sampai dengan suatu bangunan

tersebut jadi dan dapat dipergunakan baik oleh pemerintah ataupun dengan

masyarakat harus didasari dengan pengetahuan mengenai Undang - undang

Bangunan Gedung. Hal ini menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur

dalam Undang - Undang Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi

pemilik bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna gedung serta

masyarakat. Pemilik bangunan dan gedung dalam hal ini adalah orang,

2
Fransisca Languju.dkk, “Penegakkan Hukum Terhadap Bangunan Yang Tidak Memiliki Izin
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung”, Lex Et Societatis
Vol. IX, No. 1, Jan-Mar, 2021, hlm 5

2
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

badan hukum, kelompok atau perkumpulan yang di mana dianggap sah

menurut hukum yang berlaku. Pada proses penyelenggaraannya Bangunan

Gedung ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung dan klasifikasi

bangunan gedung yang mana fungsi bangunan gedung sendiri merupakan

ketetapan pemenuhan standar teknis yang ditinjau dari segi tata bangunan

dan lingkungannya maupun keandalan bangunan gedung..3

Bahwasanya Bangunan Gedung merupakan salah satu wujud fisik

pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, pengaturan Bangunan Gedung tetap

mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Berdasarkan pasal 1 angka 11 Undang – Undang

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bahwa persetujuan Bangunan

Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung

untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan atau

merawat Bangunan gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan

Bangunan Gedung, setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan

administratif dan persyaratan teknis Bangunan Gedung. Berdasarkan Pasal

24 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

yang mengubah Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung mengatur setiap bangunan gedung harus

memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi.

3
Sertifikat Laik Fungsi, “Bangunan dan Gedung”, https://jls-konsultan.com/bangunan-gedung/
,diakses padahari jumat, tanggal 16 Juni 2022 pada pukul 20.00 WIB.
3
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2002 Tentang Bangunan Gedung tidak hanya sebatas digunakan sebagai

tempat hunian, tetapi bangunan juga sekarang didirikan untuk menjawab

fungsi sebagai fungsi keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta khusus.

Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan

fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah

terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk

perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan

kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus

memiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang

sebelum yang bersangkutan dapat melaksanakan suatu kegiatan atau

tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang

memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan

adanya pengawasan.4Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung :

“ Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh


Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangunbaru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan gedung sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.”
Dalam proses mendirikan bangunan Perizinan adalah hal perrtama

yang seharusnya disiapkan, akan tetapi hingga saat ini, tidak semua

masyarakat mengetahui informasi mengenai peraturan mendirikan

4
Adrian Sutedi, 2015, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, Sinar Grafika,
hlm 168.

4
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

bangunan. Bahkan pembangunan gedung banyak yang tidak memiliki

Sertifikat Laik Fungsi sedangkan pembangunan tersebut sudah didirkan.

Tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian daripada

aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuannya berisi

pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan

ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan dapat

dilihat dari dua sisi adalah : 5

a. Dari Sisi Pemerintah

Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin adalah untuk melaksanakan

peraturan dan sebagai sumber pendapatan daerah.

b. Dari Sisi Masyarakat

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin adalah untuk adanya

kepastian hukum, adanya kepastian hak dan untuk memudahkan

mendapatkan fasilitas.

Oleh karena itu, setiap bangunan gedung harus memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi

bangunan gedung. Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi

persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedungdan

PBG. Persyaratan teknis bangunan gedung. Penggunaan ruang di atas dan

atau di bawah tanah dan atau air untuk bangunan gedung harusmemiliki

izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.

5
Adriana Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, Sinar Grafik, 2011,
hlm 200

5
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

Sebelumnya, dalam Pasal 7 ayat (2) UU Bangunan Gedung sebelum

diubah dalam Pasal 24 angka 4 Undang – Undang Cipta Kerja jo. Pasal14

ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2005 :

“Persyaratan administratif bangunan gedung


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan
status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan
izin mendirikan bangunan.”

Bahwa pemerintah menghapus istilah Izin Mendirikan bangunan

(IMB) sebagai salah satu syarat untuk mendirikan bangunan gedung.Istilah

IMB digantikan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). PBG

merupakan perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung

untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau

merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan

gedung.6Menggunakan istilah IMB atau Izin Mendirikan Bangunan,

namun peraturan tersebut telah dicabut sehingga kini istilah IMB tidak lagi

digunakan dan diganti dengan PBG atau PersetujuanBangunan Gedung.

Selain untuk membangun bangunan baru, PBG ini jugadiwajibkan untuk

suatu bangunan yang nantinya mengalami perubahan fungsi, atau disebut

PBG perubahan. Untuk bangunan Gedung yang telah berdiri dan belum

memiliki surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), maka terlebih

dahulu pemilik Gedung harus mengurus Sertifikat LaikFungsi (SLF) baru

bisa memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung

6
Aries Syafrizal L. Syaidiman Marto STIA Bala Putra Dewa Palembang, “Implementasi
Kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Di Kota Palembang”, Jurnal Ilmu Administrasi
dan Informasi, Volume 1 Nomor 1 Tahun 2021 hlm, 71
6
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

(PBG). Maka seharusnya siapapun yangingin mendirikan bangunan harus

mencantumkan fungsibangunan dalam PBG. Fungsi bangunan itu meliputi

fungsi hunian, fungsikeagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya

dan fungsi khusus.7 Pada dasarnya “Laik fungsi” mengarah pada

berrfungsinya seluruh atau Sebagian rumah susun yang dapat menjamin

dipenuhinya persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan rumah

susun sesuai dengan fungsi yang ditetapkan yang mana “Laik fungsi”

tersebut sesuai dengan penjelasan pasal 39 ayat 1 angka 10 Undang -

Undang Nomor 11Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Pada Sertifikat Laik

Fungsi (SLF) adalah sertifikat yang diberikan oleh pemerintah daerah atau

pemerintah pusat untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung

sebelum bangunan gedung tersebut dimanfaatkan.8 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti beberapa

ketentuan pasal pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung, serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor

36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-UndangNomor 28

Tahun 2002 tentangBangunan Gedung; serta Permen PUPR RINomor

27/PRT/M/2018 Tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedungyang

memiliki tujuanmewujudkan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

7
https://aa-lawoffice.com/dasar-hukum-imb/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2022 pukul 13.06
WIB
8
https://perizinan.pu.go.id/portal/SIMBG.html diakses pada tanggal 21 oktober 2022 pukul 10.08
WIB
7
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

yang tertib, baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud

Bangunan Gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan,

kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras

dengan lingkungannya.9

Pada kenyataanya penyelenggaran pembangunan gedung tanpa

adanyaSertifikat Laik Fungsi SLF masih sering terjadi. Peraturan hukum

tentang bangunan gedung diatur dalam Peraturan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,

Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai

pengganti beberapa ketentuan pasal pada Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta Peraturan Pemerintah Nomor

16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang UndangNomor 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagai pengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang BangunanGedung; serta Permen

PUPR RI Nomor 27/PRT/M/2018 Tentang Sertifikat Laik Fungsi

Bangunan Gedungmengatur mengenai fungsi bangunan gedung,

persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,

termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada

setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung,ketentuan tentang peran

masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah dan sanksinya. Keseluruhan

9
Budiono Joko Nugroho, dkk, Kajian Aspek Struktur Pada SLF Gedung Transmart Majapahit
Semarang, Rang Teknik Journal, Volume 5 Nomor 2, Juni 2022, hlm 274

8
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan,

keselamatan, keseimbangan, dan kseserasian bangunan gedung dengan

lingkungannya, bagi kepentinganmasyarakat yang berprikemanusiaan dan

berkeadilan.

Sebagai contoh, Salah satu gerai mi pedas di Kota Bandung, Mie

Gacoan, disegel pemerintah setempat. Penyegelan dilakukan karena gerai

tersebut tak mengantongi izin untuk beroperasi. Seperti dilansir detikJabar,

Selasa (23/8/2022), penyegelan gerai Mie Gacoan dilakukandi kawasan

Gatot Subroto, Kota Bandung. Padahal gerai ini baru dibukapada akhir Juli

2022. Di lokasi, gerai mi pedas yang biasanya dipadati pengunjung ini

sudah tidak ada aktivitas. Garis kuning terpasang yang menandakan gerai

Mie Gacoan disegel. Terdapat spanduk putih bertuliskan penyegelan Mie

Gacoan oleh Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi dan Tata Ruang

(Disciptabintar) Kota Bandung. Adapun isi tulisannya 'Bangunan Ini

Disegel/Dihentikan Sementara Kegiatan Karena Belum Memiliki:

1. PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)

2. SLF (Sertifikat Laik Fungsi)

Saat dikonfirmasi, Kadisciptabintar Bambang Suhari membenarkan

mengenai penyegelan itu. Menurut Bambang, penyegelan dilakukan hari

ini oleh petugas. "Iyah, betul. Disegel," katanya saat ditemui detikJabar

9
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

saat hendak mengikuti rapat koordinasi di Balai Kota Bandung.10

Berdasarkan hal di atas, jelas terdapat permasalahan bahwabanyak

bangunan gedung yang sudah digunakan atau beroperasi tanpa dilengkapi

Peserujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

yang dimana dalam hal ini menggambarkan bahwa pemerintah sebagai

Regulator tidak mengimplementasikan ketentuan sebagaimana termuat

dalam peraturan perundang - undanganmengenai Persetujuan Bangunan

Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Pada dasarnya, suatu

bangunan harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan peraturan yang

ada sehingga tidakberdampak pada timbulnya kerugian bagi pengguna

gedung tersebut baik pemilik gedung itu sendiri ataupun masyarakat maka

dalam hal ini peran pemerintah dalam pemenuhan syarat pendirian

bangunan gedungsangat penting adanya dikarenakan memiliki dampak

yang sangat luas. Maka dengan itu sejauh penelusuran penulis belum

menemukan tulisan mengenai pembahasan bangunan gedung tanpa

dilengkapi Pesetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi

(SLF). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menuangkannya dalam

penelitian yang berjudul “TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK YANG

TERKAIT DALAM PEMBANGUNAN GEDUNG DIHUBUNGKAN

DENGAN SYARAT DAN PROSEDUR PENERBITAN

10
Rifat Alhamidi “Tak Kantongi Izin, Gerai Mie Gacoan di Bandung Disegel”
https://www.detik.com/jabar/berita/d-6249643/tak-kantongi-izin-gerai-mie-gacoan-di-
bandungdisegel diakses pada tanggal 22 November 2022 pukul 16.31 WIB

10
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG (PBG) DAN SERTIFIKAT

LAIK FUNGSI(SLF) BERDASARKAN PERUNDANG –

UNDANGAN DI INDONESIA”

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana tanggung jawab para pihak (Pemerintah dan Pemilik

Bangunan Gedung) dalam hal terdapat bangunan gedung yang tidak

dilengkapi PBG dan SLF?

2. Bagaimana pengaturan penerbitan SLF dan PBG pasca terbitnya

Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang

Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo. Undang – Undang No 11

Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Identifikasi Masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan

dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji dan memahami kepastian akan pertanggungjawaban

pemerintah terhadap Bangunan Gedung yang tidak memiliki PBG dan SLF

2. Untuk mengetahui apa saja yang dialami oleh pemilik Bangunan Gedung

dalam mengajukan permohonan PBG dan SLF.

11
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

D. Manfaat Penelitian

Selain tujuan – tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat

bermanfaat untuk berbagai hal, diantaranya :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan

penulis adalah untuk membantu memberikan pemikiran dan

pengetahuan dalam hal pertanggungjawaban dan upaya

pemerintah dalam penanganan Bangunan Gedung yang tidak

memiliki PBG dan SLF.

2. Manfaat Praktis Dengan melakukan penelitian mengenai

pertanggungjawaban dan upaya pemerintah terkait Bangunan

Gedung yang tidak memiliki Surat Laik Fungsi (SLF) dan

Persetujuan BangunanGedung (PBG) dapat memberikan masukkan

kepada pemerintah bahwapenerbitan perizinan bangunan gedung

merupakan hal yang sangatpenting

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis

a. Teori Kesejahteraan

Kesejahteran adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri sehingga melaksanakan fungsi sosialnya”.

Kesejahteraan dapat dilihat dari pemerataan pendapatan, pendidikan

yang mudah dijangkau dan kualitas kesehatan yang semakin


12
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

meningkat dan merata. Pemerataanpendapatan berhubungan dengan

adanya lapangan pekerjaan, peluang dan kondisi usaha dan faktor

ekonomi lainya. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha

diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian

yang akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang

diterima. 11

b. Teori Pertanggungjawaban

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab

hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara

hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul

tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung

jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.

Teori tanggung jawab lebih menekankan pada makna tanggung

jawab yang lahir dari ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

sehingga teori tanggung jawab dimaknai dalam arti liabilty, sebagai

suatu konsep yang terkait dengan kewajiban hukum seseorang yang

bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia

dapat dikenakan suatusanksi dalam kasus perbuatannya

bertentangan dengan hukum.12

2. Kerangka Konseptual

11
Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memperdayakan Rakyat,(Bandung:PT Refika
Pertama,2015),hlm.86
12
Busyra Azheri, 2011, Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary, Raja
Grafindo Perss, Jakarta, hlm. 54.
13
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

a. Tanggung Jawab

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah

keadaan di mana wajib menanggung segala sesuatu sehingga

kewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala

sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan

bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan

kepadanya13

b. Pemerintah

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk

membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di

wilayah tertentu. Sehingga dalam hal ini pemerintah tidak bisa

dipertanggungjawabkan, pemerintah hanya mempunyai

kewajiban untuk mengawasi bangunan Gedung. Pada hal ini

berkaitan dengan hukum yang berlaku serta kewenangan -

kewenangan pemerintah yang terkait dalam hal tersebut.14

c. Tanggung Jawab Pemilik Gedung

Menurut Pasal 1369 BW Undang – Undang KUHPerdata

Pemilik sebuah gedung bertanggung jawab atas kerugian yang

disebabkan oleh ambruknya gedung itu seluruhnya atau

sebagian, jika itu terjadi karena kelalaian dalam pemeliharaan

13
https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses pada tanggal 22 November 2022 pukul
13.00WIB
14
https://jatim.bps.go.id/subject/101/pemerintahan.html diakses pada tanggal 22 November 2022
pukul 17.28 WIB
14
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

atau karena kekurangan dalam pembangunan ataupun dalam

penataannya.

d. Pembangunan Gedung

Menurut Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah ,

pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan

melalui upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan gedung

adalah bangunan tembok dan sebagainya yang berukuran besar

sebagai tempat kegiatan, seperti perkantoran, pertemuan,

perniagaan, pertunjukan, olahraga, dan sebagainya dengan

demikian pembangunan gedung adalah proses perubahan pada

suatu banguna yang dilakukan secara terencana15

e. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

PP Nomor 16 Tahun 2021 Pasal 1 Poin 17, PBG artinya

perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk

membangun baru, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat

bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan

gedung.

f. Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) adalah sertifikat yang diberikan

oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat untukmenyatakan

kelaikan fungsi bangunan gedung sebelum bangunan gedung

15
Dr. Sahya Anggara, dan Ii Sumantri, . Administrasi Pembangunan, cetakan pertama,Bandung: CV
PUSTAKA SETIA

15
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

tersebut dimanfaatkan.16

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penulisan hukum ini,

maka penulis menggunakan metode pendekatan penelitian yang

termasuk dalam kategori penelitian yuridis normatif. Menurut Soerjono

Soekanto pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

sebagai dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran

terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti.17

2. Sifat Penelitian

Dalam sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis,

deskriptif analisis adalah dengan menggambarkan peraturan

perundang– undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori – teori

hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan

permasalahan18

16
https://perizinan.pu.go.id/portal/SIMBG.html diakses pada tanggal 22 November 2022 pada pukul
18.15 WIB
17
Soerjono Soekanto & Sri Mamudja, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat),Rajawali Pers, Jakarta, Hal 13-14
18
Ronny Haniatio Soemitro, Metode Penelitian dan Jurumetri, Jakarta PT Ghalia Indonesia,
1990,hlm 97-98

16
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

3. Jenis Data

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yang digunakan dalam penulisan hukum ini

antara lain bersumber dari peraturan perundang – undangan yang

berlaku dan berkaitan dengan topik penulisan hukum ini, adalah :

(a) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

(b) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung.

(c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor

28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

(d) Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

(e) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung

(f) Permen PUPR RI Nomor 27/PRT/M/2018 Tentang Sertifikat

Laik Fungsi Bangunan Gedung

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder dalam penulisan hukum ini bersumber dari

bahan – bahan kepustakaan berupa buku – buku hukum, artikel –

17
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

artikel hukum, jurnal – jurnal penelitian hukum, karya tulis ilmiah

serta bahan lainnya yang dianggap relevan.

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini menggunakan

pendekatan perundang – undangan (statue approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan konseptual (conceptual approach).

Dilakukannya ketiga pendekatan tersebut untuk mempelajari kesesuaian

dengan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan

Bangunan Gedung.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan Teknik pengumpulan data menggunakan studi

Pustaka melalui pengumpulan data berupa bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder berupa jurnal hukum, peraturan perundang –

undangan, buku hukum dan Teknik pengumpulan data studi Pustaka

menjadi bagian penting dalam penulisan hukum ini karena dapat

memberikan informasi mengenai kasus dalam penulisan hukum ini.

6. Teknis Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu proses mengolah data menjadi

informasi baru. Proses ini dilakukan bertujuan agar karakteristik data

18
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna sebagai solusi bagi suatu

permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan penelitian.19

G. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam penulisan bab I ini, penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang,

Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Manfaat

Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konseptual, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II ASPEK PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF)

DAN PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG (PBG)

BERDASARKAN PERATURAN UNDANG – UNDANG YANG

BERLAKU Dalam penulisan Bab II ini penulis akan mengkaji tentang

tanggung jawab para pihak terkait Pembangunan Gedung.

BAB III TINJAUAN MENGENAI PENERBITAN PERSETUJUAN

BANGUNAN GEDUNG (PBG) SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF)

19
Salsabila MR,

19
Universitas Kristen Maranatha
DocuSign Envelope ID: 9944B1CA-48D2-4EA8-8830-E11F9DE92917

BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN

YANG BERLAKU.

Dalam penulisan Bab III ini penulis akan mengkaji persyaratan Bangunan

Gedung dalam penerbitab Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) menurut Undang – Undang yang berlaku.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

PEMBANGUNAN GEDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN

PENERBITAN PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG (PBG)

SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) TERHADAP PERUNDANG –

UNDANGAN DI INDONESIA

Dalam penulisan Bab IV ini penulis akan menganalisis mengenai Tanggung

Jawab para pihak dalam pembangunan Gedung di hubungkan dengan

penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi

(SLF) menurut peraturan Perundang – Undangan yang berlaku.

BAB V PENUTUP

Dalam penulisan Bab V ini penulis akan menulis pokok – pokok yang dikaji

dan dibahas oleh penulis dan memberikan saran terhadap permasalahan

yang di tuangkan.

20
Universitas Kristen Maranatha

Anda mungkin juga menyukai