Anda di halaman 1dari 114

T

AF
R
D

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| i


MATERI DASAR
PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA

T
AF
R
D

KEDEPUTIAN BIDANG PENGKAJIAN DAN MATERI


BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA
REPUBLIK INDONESIA
2020

ii | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


DAFTAR ISI

Hal.
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 6
C. Dasar Hukum 6
D. Hasil yang Diharapkan 11
E. Sistematika 11

BAB II T
SEJARAH KELAHIRAN DAN PERUMUSAN 15
AF
PANCASILA
A. Sidang BPUPK 15
B. Kelahiran Pancasila 18
R

C. Perumusan Pancasila 21
D. Pancasila Menjadi Dasar Negara 23
D

BAB III POKOK-POKOK PEMIKIRAN PANCASILA 31


OLEH PENDIRI BANGSA

A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 31


B. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab 38
C. Sila Persatuan Indonesia 42
D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat 45
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
E. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat 48
Indonesia

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| iii


BAB IV KEDUDUKAN PANCASILA DALAM 51
KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pancasila Sebagai Dasar Negara 51
B. Pancasila Sebagai Filsafat Dasar 52
C. Pancasila Sebagai Ideologi 61
D Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa 67
E. Pancasila Sumber Segala Sumber Hukum Negara 70
F. Pancasila Dijabarkan Dalam UUD NRI 1945 72

BAB V DEMOKRASI PANCASILA T 79


AF
A. Sejarah Demokrasi 79
B. Demokrasi Pancasila 81
1. Demokrasi Politik 82
R

2. Penghormatan Hak Asasi Manusia 84


3. Demokrasi Ekonomi 87
D

BAB VI PEMBANGUNAN NASIONAL BERDASARKAN 95


PANCASILA
A. Pengertian 95
B. Ruang Lingkup 96
C. Prinsip Pelaksanaan 98
D. Modal Utama 98
E. Sasaran 99
1. Bidang Pendidikan-Kebudayaan, Riset dan 100
Teknologi

iv | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


2. Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap 102
Tuhan Yang Maha Esa
3. Bidang Pertahanan dan Keamanan 103
4. Bidang Ekonomi 105
5. Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan 106
6. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia 109
7. Bidang Lingkungan Hidup, SDA dan 111
Pertanahan
8. Bidang Transportasi dan Distribusi 113
9. Bidang Kemaritiman 114
10. Bidang Komunikasi dan Informasi 115

BAB VII PENUTUP


T 117
AF
R
D

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| v


D
R
AF
T
BAB I
PENDAHULUAN

A. L a t a r B e l a k a n g

Pembinaan ideologi Pancasila adalah segala kegiatan dan upaya yang


dimaksud untuk melaksanakan, menanamkan, dan menjaga nilai-nilai
Pancasila agar dapat ditegakkan dan dapat diterapkan oleh seluruh elemen
bangsa di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila disusun untuk
memahami, menjabarkan dan dasar untuk melaksanakan pembinaan
ideologi Pancasila sebagai pandangan hidup, ideologi dan dasar negara,
untuk seluruh bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan

T
bernegara. Terdapat setidaknya 5 (lima) alasan yang menjadi latar belakang
urgensi penyusunan Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila :
AF
Pertama, berdasarkan alasan filosofis Pancasila sudah disepakati bersama
sebagai pandangan hidup (Weltanschauung) falsafah dasar (philosopische
grondslag), ideologi, dasar negara,pemersatu bangsa dan sumber segala
R

sumber hukum negara. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung) selalu


berbasis nilai-nilai yang bersumber dari pengalaman hidup dan pengalaman
D

akal budi suatu bangsa dalam menjaga keberlanjutannya. Dengan demikian


Weltanschauung memuat tentang hal yang seharusnya diyakini untuk
mencapai kebaikan bersama dalam masyarakat bersangkutan. Pancasila
bukanlah agama, tetapi pandangan hidup bangsa Indonesia, yang setelah
digali sedalam-dalamnya dari jiwa dan kehidupan bangsa dirumuskan
sebagai suatu kesatuan bulat. Pancasila mempertemukan keberagaman
yang ada dalam kesamaan pandangan untuk kehidupan bersama di ranah
realitas. Dengan demikian Pancasila tidak dapat dibandingkan dengan
agama, karena ranahnya berbeda. Atas dasar Pancasila, dilaksanakan
persatuan Indonesia dan didirikan Negara Republik Indonesia.

Pancasila mencerminkan nilai-nilai etis dalam penyelenggaraan negara dan


berkehidupan bersama, yang memandu pada penyelenggara negara
agar bertindak secara tepat. Nilai-nilai etis tersebut adalah nilai-nilai
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial yang diterangi
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 1
oleh nilai ketuhanan. Nilai-nilai ini mencerminkan dimensi etis dari
penyelenggaraan negara, dimana negara didirikan demi memuliakan
martabat manusia melalui upaya penyejahteraan rakyat. Pada titik ini
rakyat menjadi sumber kedaulatan yang membuat negara kita menjadi
negara demokrasi. Bukan monarki atau bahkan fasisme. Melalui
penempatan rakyat sebagai sumber kedaulatan, maka negara kita terhindar
dari praktik fasisme atau otoritarianisme, karena rakyat akan selalu
mengawal penyelenggaraan negara agar selalu sesuai dengan prinsip
kehidupan demokratik.

Kedua, berdasarkan alasan historis Pancasila sebagai dasar negara


diperkenalkan oleh Ir.Sukarno pada Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) di Jakarta, pada tanggal 1 Juni 1945.
Pidato Ir.Sukarno tersebut menunjukkan bahwa pandangan hidup bangsa

T
Indonesia mempunyai sejarahnya sendiri yang terbentuk secara dialektikal
berbasis nilai-nilai yang telah dianut bangsa ini. Dalam perjalanan hidup
AF
bangsa Indonesia, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai
nilai-nilai khas yang tumbuh di Indonesia. Belajar dari pengalaman bangsa
lain, tidak ada bangsa yang besar jika tidak bertumpu pada pandangan
hidup dan ideologi yang mengakar pada hati nurani bangsanya. Perumusan
R

Pancasila kemudian dilakukan melalui sidang-sidang Panitia Kecil pada


masa persidangan 18 sampai dengan 22 Juni 1945, hingga mencapai
puncaknya pada perubahan Piagam Jakarta melalui Sidang Panitia
D

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945,


dan kemudian sampai pada perumusannya sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.

Ketiga, alasan antropologis yang menunjukkan bahwa Pancasila


merefleksikan nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman faktual dan
pengalaman akal serta pengalaman religius bangsa Indonesia, yang secara
tertulis dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika, keragaman bangsa tersebut disatukan demi tercapainya kehidupan
bangsa yang harmonis, rukun dan damai. Semboyan yang ditulis oleh
pujangga Majapahit abad ke-14, yakni Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma
ini, dijadikan prinsip persatuan kita. Di dalam pemikirannya, Mpu Tantular
menegaskan kesatuan kebenaran tentang Tuhan di tengah perbedaan

2 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


keragaman agama. “Bhinneka Tunggal Ika tan hana Dharma Mangwra”,
demikian tulis Mpu Tantular. Artinya, perbedaan itu pada hakikatnya
mencerminkan kesatuan, karena tidak ada Dharma yang mendua. Dharma
yang dimaksud ialah kebenaran ketuhanan yang meskipun berbeda secara
teologis, namun tidak mendua pada ranah spiritualitas.

Keempat alasan yuridis, bahwa Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan
bersumber dari Pidato Ir.Sukarno telah dinyatakan dalam Keputusan
Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tersebut pada pokoknya
berisikan penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara dirumuskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945) dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya. Sebagai dasar negara,
Pancasila tidak hanya mendasari konstitusi dan peraturan perundang-
T
undangan, tetapi juga seluruh bangunan kenegaraan dan kebangsaan,
AF
beserta praktik kehidupan masyarakat Indonesia.

Inilah makna Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara,


R

sebagaimana ditegaskan oleh Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang (UU)


Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang telah diubah oleh Undang Undang No. 15 Tahun 2019
D

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam penjelasan


tersebut ditegaskan bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan ideologi
negara. Hal ini menandaskan posisi Pancasila sebagai dasar negara yang
harus dipraktikkan oleh seluruh masyarakat Indonesia karena yang
dimaksud dengan ideologi adalah praktik dari ide. Sebuah ide tidak
menjadi ideologi, ketika ia tidak diwujudkan dalam kehidupan.
Demikian pula Pancasila, akan terhenti menjadi “dasar yang stagnan”
ketika tidak diamalkan oleh masyarakatnya. Mengamalkan Pancasila, baik
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, penyusunan kebijakan
publik, pelaksanaan kebijakan publik tersebut, hingga perilaku keseharian
aparatur negara, merupakan praktik ideologis dari Pancasila.

Kelima, alasan sosiologis Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi


bangsa kita ia merupakan “meja statis” yang menyatukan berbagai

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 3


keragaman yang ada di bangsa Indonesia. Sekaligus “bintang pemandu”
(Leitstar) dinamis yang memandu kehidupan bangsa agar sesuai dengan
cita-cita pendirian negara.

Tidak ada bangsa yang besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang
mengakar pada hati nurani bangsanya. Jepang, Jerman, Amerika Serikat,
Inggris maupun Tiongkok sebagai negara Asia yang sangat diperhitungkan
saat ini, menemukan kekokohannya pada fondasi ideologi yang mengakar
kuat dalam budaya masyarakatnya. Sebaliknya, bukan hal baru bila sebuah
negeri mudah terkoyak- koyak oleh perang saudara karena alasan
kedaerahan, kesukuan atau agama, atau karena campur tangan pihak asing.
Menjelang masuk tahun 2000, karena pengaruh –pengaruh seperti itu,
Yugoslavia pecah dan bubar, menjadi sebuah tragedi besar, karena disertai
kekejaman antar warga negaranya. Demikian pula, memasuki abad

T
milenium, konflik yang sengit dan berdarah telah terjadi di Afrika, di Timur
Tengah dan sampai kini, terjadi karena perbedaan suku, daerah dan agama.
AF
Bahkan, apabila kita masih mengingat, di tanah air kita sendiri
pertumpahan darah juga pernah terjadi antar kelompok yang berbeda suku
dan agama. Peristiwa itu sungguh merupakan bencana kemanusiaan yang
harus tidak boleh terulang kembali antar sesama anak bangsa. Berdasarkan
R

hal itu sudah saatnya kita harus kembali menyusun agenda kebangsaan
yang lebih kuat di masa depan dengan meneguhkan pembelaan terhadap
Pancasila sebagai solusi merajut persatuan bangsa Indonesia dan
D

memajukan kesejahteraan umum sebagai cita- cita para Pendiri Bangsa.


Menyadari hal tersebut, sangat diperlukan pemahaman yang utuh dan
mendasar terhadap kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2018 tentang Badan


Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), BPIP bertugas dan berfungsi
membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan
ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan
berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan
pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan
rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang
bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara,

4 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik dan
komponen masyarakat lainnya. Selanjutnya di dalam Pasal 4 huruf g dari
Perpres Nomor 7 Tahun 2018 tersebut dinyatakan bahwa salah satu fungsi
BPIP ialah pelaksanaan sosialisasi dan kerja sama serta hubungan dengan
lembaga tinggi negara, kementerian/ lembaga, pemerintahan daerah,
organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya dalam
pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila. Berdasarkan tugas dan fungsi
tersebut, dan latar belakang tersebut di atas, maka BPIP menyusun Materi
Dasar Pembinaan Pancasila yang memuat materi dasar yang harus
disampaikan untuk semua jenjang pendidikan dan pembinaan ideologi
Pancasila dengan metode yang disesuaikan dengan subjek sasaran
pembinaan.

B. T u j u a n
T
Tujuan Pembinaan Ideologi Pancasila adalah untuk membentuk karakter
AF
bangsa yang menjadi landasan teraktualisasinya Pancasila dalam
kehidupan berbangsa. Tujuan itu dicapai melalui pembinaan dalam rangka
penguatan Pancasila sebagai Dasar Negara, Ideologi dan Pandangan Hidup
Bangsa. Berdasarkan hal itu, penyusunan Materi Dasar Pembinaan Ideologi
R

Pancasila bertujuan untuk menyediakan materi dasar yang harus


disampaikan untuk semua jenjang pendidikan dan pembinaan ideologi
Pancasila bagi seluruh bangsa Indonesia.
D

C. D a s a r H u k u m
Penyusunan Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila didasarkan pada
Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Di dalam Alinea Keempat Pembukaan terdapat rumusan Pancasila
sebagai berikut :

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 5


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Rumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD NRI


Tahun 1945 tersebut merupakan norma dasar fundamental yang harus
dijabarkan dalam kebijakan dan peraturan perundang-undangan lebih
lanjut dalam rangka mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia.

2. TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan


Berbangsa
T
AF
Di dalam TAP MPR_RI tersebut dinyatakan bahwa (a) Sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa
R

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk


memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
D

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,


perdamaian abadi dan keadilan sosial; (b) Bahwa untuk mewujudkan
cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut, diperlukan pencerahan sekaligus pengamalan
etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia; (c) Bahwa
etika kehidupan berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang
turut menyebabkan terjadinya krisis multidimensi;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan Sebagaimana Diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
6 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara. Di dalam Penjelasan
atas Undang-Undang tersebut dinyatakan Undang-Undang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada
pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai
negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan
atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum
nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua
elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka
mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
T
AF
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional
Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi ;
Di dalam Pasal 5 dinyatakan: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
berperan: (a) menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan
R

nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada haluan


ideologi Pancasila;
D

5. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir


Pancasila;
Di dalam Bagian Menimbang dinyatakan bahwa (a) Pancasila
sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui
asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari
generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila
senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara; (b) Bahwa Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat telah menyelenggarakan sidang yang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dengan agenda sidang
membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka; (c) Bahwa untuk
pertama kalinya Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 7


Ir.Sukarno, Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 1 Juni 1945; d.
bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila
mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta
pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati
menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia; (e) Bahwa rumusan Pancasila sejak
tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir.Sukarno, rumusan Piagam
Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus
1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar
Negara; (f) Bahwa tanggal 18 Agustus telah ditetapkan sebagai Hari
Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008,
sehingga untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia perlu
ditetapkan hari lahir Pancasila;
T
AF
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila.

Dasar hukum sebagai tersebut di bawah ini :


R

Pasal 1 (1):
D

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, yang selanjutnya disingkat


BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden ;

Pasal 3 :
BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah
kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi,
sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara
menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan
standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian
terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila
kepada lembaga tinggi negara, kementerian/ lembaga, pemerintahan
daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya;

8 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Pasal 4 :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
BPIP menyelenggarakan fungsi: a. perumusan arah kebijakan
pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan
ideologi Pancasila dan peta jalan pembinaan ideologi Pancasila;

Pasal 30 :
Deputi Bidang Pengkajian dan Materi mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan arah kebijakan pembinaan ideologi
Pancasila, pengkajian dan perumusan standardisasi materi pembinaan
ideologi Pancasila;

Pasal 31 :
T
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
AF
Deputi Bidang Pengkajian dan Materi menyelenggarakan fungsi: a.
perumusan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; b.
penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan peta jalan
pembinaan ideologi Pancasila; c. pengkajian pelaksanaan pembinaan
R

ideologi Pancasila; d. perumusan standardisasi materi dan bahan ajar


metode pembinaan ideologi Pancasila.
D

D. Hasil yang Diharapkan


Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila diharapkan dapat menjadi
pedoman materi dasar dalam pendidikan dan pembinaan ideologi Pancasila
untuk tercapainya sasaran strategis berikut: (1) Teraktualisasinya
Pancasila dalam penyelenggaraan negara; (2) Terpenuhinya syarat
penyusunan peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan
dengan Pancasila, UUD NRI 1945, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (3) Terwujudnya tata
ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila; (4) Meningkatnya budaya
berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila; dan (5) Terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial melalui
demokrasi politik dan ekonomi berdasarkan Pancasila.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 9


E. Sistematika
Berdasarkan hal itu, disusunlah Materi Dasar Pembinaan Ideologi
Pancasila dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, memuat
latar belakang, tujuan, dasar hukum serta tujuan, sistematika yang
digunakan dalam penyusunan dokumen ini.

Bab II, yang berjudul Sejarah Kelahiran dan Perumusan Pancasila


mendeskripsikan secara historis proses-proses penyusunan Dasar Negara
Pancasila, suatu episode penting yang menentukan perjalanan bangsa
Indonesia selanjutnya. Dengan menelusuri proses kesejarahan Pancasila
hingga lahirnya Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan
UUD NRI 1945, kita dapat menjernihkan pemahaman kita tentang tahapan-
tahapan penting selanjutnya yang mengikuti, sehingga pada akhirnya
Pancasila kita sepakati sebagai pedoman dasar kehidupan bangsa.

T
Bab III, berjudul Pokok-Pokok Pemikiran Pancasila Oleh Para Pendiri
AF
Bangsa. Uraian di dalam bab ini mendeskripsikan latar belakang pemikiran
para pendiri bangsa cita-cita pendiri bangsa berkenaan dengan
dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini dibutuhkan agar
proses memahami Pancasila bersifat tepat secara metodologis, karena untuk
R

mengetahui sebuah gagasan, tentu perlu memahami pemikiran para


penggagas gagasan tersebut. Tanpa memahami gagasan pengusul dan
D

perumus Pancasila, maka pemahaman terhadap Pancasila akan bersifat


ahistoris.

Bab IV yang berjudul Kedudukan Pancasila Dalam Penyelenggaraan


Negara menguraikan tentang kedudukan Pancasila sebagai filsafat dasar
(Philosofische grondslag), ideologi, dasar negara, pemersatu bangsa dan
sumber segala sumber hukum. Di dalamnya diuraikan pula penjabaran
nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila dalam Pancasila yang
sebagaimana dijabarkan oleh MPR-RI ketika merumuskan Empat
Konsensus Berbangsa Dan Bernegara.

Bab V yang berjudul Demokrasi Pancasila disajikan dengan maksud agar


pembaca memahami pengertian dan makna Demokrasi Pancasila. Untuk
sampai pada penjelasan itu sebelumnya diuraikan sejarah kelahiran paham

10 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


demokrasi di dunia, dengan maksud nantinya akan diperoleh pemahaman
bahwa Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang dibangun berbasis
asumsi-asumsi dasar yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila. Demokrasi
Pancasila mewujud dalam bidang politik dan ekonomi. Dengan demikian
akan diperoleh pemahaman bahwa Demokrasi Pancasila bukanlah
demokrasi liberal sebagaimana yang tumbuh dalam sejarah Revolusi
Perancis 1789.

Bab VI berjudul Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila. Tema


utamanya adalah menjelaskan hubungan nilai-nilai Pancasila dengan
pembangunan bangsa. Pembahasannya diawali dengan: Pengertian
Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila. Selanjutnya, deskripsi
tentang sifat Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila yang

T
dilanjutkan uraian tentang tujuan Pembangunan Nasional Berdasarkan
Pancasila. Diuraikan pula modal utama yang dibutuhkan dalam
AF
Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila. Selanjutnya, yang cukup
penting dalam membumikan nilai-nilai Pancasila, diuraikan delapan 10
(sepuluh) bidang prioritas Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila
meliputi: (1) bidang pendidikan-kebudayaan, riset dan teknologi ; (2) bidang
R

agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ; (3) bidang
pertahanan dan keamanan ; (4) bidang ekonomi ; (5) bidang kesehatan dan
kesejahteraan ; (6) bidang hukum dan hak asasi manusia; (7) bidang
D

lingkungan hidup, SDA dan pertanahan ; (8) bidang transportasi dan


distribusi ; (9) bidang kemaritiman; dan (10) bidang komunikasi dan
informasi.

Bab VII merupakan Penutup yang memuat harapan Materi Dasar


Pembinaan Ideologi Pancasila ini dapat digunakan sebagai bahan untuk
meningkatkan mutu keadaban bangsa dan negara berdasarkan Pancasila,
melalui pembinaan dan pewujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup, yang melibatkan dimensi keyakinan,
pengetahuan, dan tindakan.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 11


T
AF
R
D

12 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BAB II
SEJARAH KELAHIRAN DAN PERUMUSAN PANCASILA1

Satu episode penting dalam sejarah Indonesia yang menjadi momentum dari
kelahiran Pancasila adalah Sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan) pertama yang diadakan antara tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni
1945. BPUK dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) adalah dua
badan yang dirancang untuk mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan.
Kedua badan ini dibentuk atas anjuran Jepang, tetapi dalam perjalanannya
lebih banyak bekerja berdasarkan inisiatif dari para pemimpin Indonesia,
terutama Ir.Sukarno dan Drs.Mohammad Hatta. Di dalam BPUPK Ir.Sukarno
dan juga Hatta tidak menduduki posisi sebagai pimpinan. BPUPK diketuai
oleh tokoh senior dari masa Pergerakan Nasional, yaitu Dr. Radjiman
T
Wediodiningrat dengan wakil ketua R.P. Soeroso dan Itjibangase Yosio
(Jepang). Susunan pimpinan BPUPK yang seperti ini adalah atas usulan
AF
Ir.Sukarno, karena Ia menginginkan untuk dapat menyampaikan pokok
gagasannya tentang dasar negara sebagai anggota BPUPK.

A. Sidang BPUPK
R

Keanggotaan BPUPK ditunjuk oleh Jepang atas saran dari Ir.Sukarno.


Kesediaan Jepang untuk mendengar saran dari Ir.Sukarno dapat
D

dipahami karena selama masa Pendudukan Jepang (1942-1945) Ia adalah

1
Sejarah Kelahiran Dan Perumusan Pancasila dalam bab ini dihimpun dari Diskusi
Terpumpun untuk keperluan penyusunan Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila oleh
BPIP dengan Nara Sumber : A.B Kusuma (Sejarawan) Dr. Bondan Kanumoyoso
(Sejarawan) ; Dr Daniel Dhakidae, pada tahun 2019 dan 2020 dan rangkuman dari sumber-
sumber tertulis : Lahirnja Pantja Sila : Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara, (Kata
Pengantar Oleh : Dr.K.R.T Radjiman Wedyodiningrat) Jogjakarta,Penerbit Oesaha
Penerbitan Goentoer, 1947; Drijarkara SJ, “ Pantjasila dan Religi” Prasaran dalam Seminar
Pantjasila Ke : I 16 Pebruari Sampai Dengan 20 Pebruari 1959 di Jogjakarta, Diterbitkan Oleh :
Panitia Seminar Pantjasila, Jogjakarta,1959, hlm 47-79 ; Notonagoro,”Berita Pikiran Ilmiah
Tentang Kemungkinan Djalan Keluar dari Kesulitan Mengenai Pantjasila Sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia”, Prasaran dalam Seminar Pantjasila Ke : I 16 Pebruari Sampai
Dengan 20 Pebruari 1959 di Jogjakarta, Diterbitkan Oleh : Panitia Seminar Pantjasila,
Jogjakarta, 1959, hlm 88-128; Drs.Mohammad Hatta,Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, A.A
Maramis, Sunarjo, A.G. Pringgodigdo,Uraian Pancasila, Jakarta, Penerbit Mutiara,1984; RM.
A.B.Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Edisi Revisi), Jakarta, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2016

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 13


pemimpin Indonesia yang diberi kepercayaan besar oleh pemerintahan
pendudukan. Pada awalnya anggota BPUPK terdiri dari 63 orang. Dalam
perkembangannya jumlah ini kemudian bertambah menjadi 69 orang.
Secara garis besar, Jepang membagi anggota BPUPK menjadi lima
kelompok, yaitu: kaum pergerakan nasional, kelompok Islam, golongan
birokrat, wakil kerajaan, pangreh praja, dan peranakan. Di dalam
kelompok peranakan terdapat 4(empat) orang peranakan Tionghoa, 1
(satu) orang peranakan Arab, 1(satu) orang peranakan Eropa. Perlu
ditambahkan bahwa anggota BPUPK juga ada yang perempuan, yaitu:
Maria Ulfa Santoso dan Nyonya RSS Soenarjo Mangoenpospito. Anggota
istimewa di dalam BPUPK ada 8 (delapan) orang Jepang termasuk
Itjibangase Yosio. Meskipun menjadi anggota, mereka tidak aktif di dalam
sidang-sidang yang diadakan, dan lebih berperan sebagai pengamat2.

Persidangan BPUPK dilaksanakan dua kali yaitu pertama pada 29 Mei –


T
1 Juni 1945 dan kedua 10 – 17 Juli 1945. Persidangan pertama adalah
AF
untuk menentukan dasar negara, sedangkan persidangan kedua ialah untuk
menyusun Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia yang merdeka.
Pembentukan BPUPK dan PPKI merupakan perwujudan janji
kemerdekaan yang dikemukakan Jepang sejak bulan September 1944. Janji
R

kemerdekaan diberikan, karena sejak awal tahun 1944 posisi Jepang dalam
Perang Asia Timur Raya telah semakin terdesak. Jika sebelumnya Jepang
adalah pihak yang mengambil inisiatif dalam jalannya perang, maka sejak
D

awal tahun 1944, Jepang adalah pihak yang bertahan dari gempuran
pasukan Sekutu, terutama kekuatan Amerika Serikat yang secara bertahap
memukul hancur posisi Jepang di berbagai wilayah di Pasifik. Sidang
BPUK perlu dilihat dalam konteks kekalahan Jepang dalam Perang Asia
Timur Raya. Dengan demikian dapat dipahami mengapa Jepang banyak
memberi konsesi kepada para pemimpin Indonesia, sehingga sidang
BPUPK berlangsung relatif terbebas dari gangguan dan tekanan dari
penguasa militer Jepang.

Satu pertanyaan sangat penting yang menentukan jalannya sidang


dilontarkan oleh ketua BPUPK,Dr. KRT. Radjiman Wedyodinongrat,
pada hari pembukaan sidang pertama BPUPK pada tanggal 29 Mei 1945.

2
RM. A.B. Kusuma, op.cit.no.1,hlm 19-20

14 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Pertanyaan yang dilontarkan ketua sidang itu ialah “Apakah yang akan
menjadi dasar negara Indonesia? Perlu dicatat bahwa satu pembicaraan
serius yang melibatkan para pemimpin Indonesia untuk memutuskan dasar
negara bagi Indonesia merdeka hingga saat itu belum pernah dilakukan.
Pada periode Pergerakan Nasional telah ada para tokoh Indonesia yang
menyampaikan gagasan tentang bentuk negara, cara menjalankan
pemerintahan, dan tujuan pembentukan negara. Pembahasan itu
dituangkan dalam bentuk berbagai pidato maupun tulisan. Diantara para
tokoh yang pernah menyinggung berbagai tema di atas diantaranya
adalah H.O.S. Tjokroaminoto, Tan Malaka, Drs.Mohammad Hatta, Sutan
Sjahrir, dan Ir.Sukarno. Tetapi seluruh gagasan yang pernah dikemukakan
oleh para tokoh tersebut tidak satu pun yang bisa menjawab secara utuh
tentang dasar negara Indonesia merdeka. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa pertanyaan ketua sidang BPUPK menjadi sangat penting.

T
Oleh karena posisi Jepang yang semakin tertekan dalam Perang Asia
AF
Timur Raya, pemerintah pendudukan mencoba menarik simpati dan
dukungan dari rakyat Indonesia. Salah satu bentuk upaya menarik simpati
itu adalah dengan memberi kebebasan kepada anggota BPUPK untuk
mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan.
R

Suasana kebebasan sangat terasa dalam sidang-sidang BPUPK. Para


perwakilan bangsa Indonesia untuk pertama kali dapat dengan leluasa
menyampaikan aspirasi mereka. Sehingga berbagai pandangan yang
D

muncul di dalam sidang adalah murni berdasarkan aspirasi dari para


anggota lembaga ini. Meskipun di Eropa dan Pasifik sedang berkecamuk
Perang Dunia II, tetapi suasana perang sama sekali tidak mempengaruhi
jalannya sidang. Jika pun ada pembicara yang menyinggung tentang
suasana perang, tetapi apa yang mereka sampaikan tidak mempengaruhi
kelancaran dan kekhidmatan jalannya sidang-sidang BPUPK.

Berbagai pemikiran disampaikan oleh anggota BPUPK untuk menjawab


pertanyaan ketua lembaga ini tentang apa yang akan menjadi dasar negara
Indonesia merdeka, tetapi sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 tidak
satu pun yang dapat menjawab secara utuh dan lengkap pertanyaan itu.
Berbagai pemikiran yang dilontarkan itu mempunyai penekanan yang
berbeda-beda, ada yang menekankan kepada aspek ketuhanan,
kemanusiaan, demokrasi, musyawarah, dan keadilan serta kesejahteraan

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 15


sosial. Berbagai penekanan yang berbeda-beda itu menyebabkan tidak ada
satu pandangan yang dapat diterima oleh seluruh anggota sidang. Dalam
hal ini, D r s . M o h a m m a d H a t t a di kemudian hari memberikan
penjelasan bahwa para anggota BPUPK memang tidak ingin menjawab
pertanyaan tentang dasar negara. Mereka khawatir jawaban mereka tidak
secara keseluruhan dapat diterima oleh seluruh anggota sidang dan akan
menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan.

B. Kelahiran Pancasila
Berdasarkan historiografi (penulisan sejarah) tentang kelahiran Pancasila,
dalam sidang-sidang BPUPK yang pertama ada tiga orang, yang lebih
daripada anggota yang lain, yang berusaha menjawab pertanyaan tentang
dasar negara. Ketiga orang itu ialah Mr.Muhammad Mr.Muhammad
Yamin, Prof.Dr.Mr.R.Soepomo, dan Ir.Sukarno. Penyebutan nama

T
Mr.Muhammad Yamin dalam penyebutan tiga pengusul tentang dasar
negara memerlukan klarifikasi. Sumber asli pidato Mr.Muhammad Yamin
AF
dalam sidang BPUPK seperti yang tercantum di dalam buku yang disusun
oleh Mr.Muhammad Yamin sendiri berjudul Naskah Persiapan Undang-
Undang dasar 1945, Jilid I, terbit pada tahun 1959, hingga tulisan ini disusun
belum ditemukan. Apa yang ada adalah naskah tulisan tangan catatan
R

pidato Mr.Muhammad Yamin yang hanya terdiri dari dua halaman.3


D

Sementara itu Sesi pertama sidang BPUPK di mana Mr.Muhammad Yamin


berbicara berlangsung antara pukul 11.00 – 13.00 dengan menghadirkan
6 (enam) orang pembicara. Jika kita membagi waktu dua jam untuk enam
orang, maka rata-rata satu orang akan mendapatkan waktu berbicara 20
menit. Dengan demikian sangat mungkin bahwa catatan sepanjang dua
halaman itulah apa yang sesungguhnya disampaikan Mr.Muhammad
Yamin di dalam sidang dan bukan naskah sepanjang 13 halaman yang ada
di buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945.

Berdasarkan catatan tulisan tangan dua halaman yang ada, Mr.Muhammad


Yamin lebih banyak membahas bahan-bahan pembentukan negara,
penyusunan undang-undang dasar, dan bagaimana menjalankan isi hukum
dasar negara. Sementara itu Prof.Dr.Mr.Soepomo sebagai ahli hukum

3
RM. A.B. Kusuma, op.cit.,no.1,hlm vii-ix

16 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


tatanegara banyak membicarakan teori-teori tentang negara berdasarkan
perkembangan pemikiran politik Dunia Barat. Pada pemikiran yang
disampaikannya, Prof.Dr.Mr.Soepomo menekankan bahwa bentuk negara
yang paling sesuai untuk rakyat Indonesia adalah yang mewujudkan
persatuan antara negara dan seluruh rakyatnya, atau apa yang disebut
sebagai negara integralistik. Gagasan dan semangat untuk membentuk
negara integralistik mendominasi keseluruhan isi pidato Prof.Dr.Mr.
Soepomo.

Satu-satunya orang yang menjawab secara utuh, lengkap dan komprehensif


pertanyaan ketua sidang BPUPK tentang dasar negara Indonesia merdeka
adalah Ir.Sukarno. Berpidato tanpa teks pada tanggal 1 Juni 1945 selama
satu jam, yaitu pukul 09.00-10.00, Ir.Sukarno dengan jernih dan runtut
mengupas satu persatu dasar negara Indonesia yang jumlahnya ada lima
dan diberi nama Pancasila. Sebagai orang yang menyusun keanggotaan
T
BPUPK dan ingin mendengarkan pandangan berbagai pandangan dari
AF
anggota lembaga ini, Ir.Sukarno memang ditempatkan secara khusus untuk
menyampaikan gagasannya di hari terakhir sidang. Dengan itu maka
Ir.Sukarno dapat mendengarkan terlebih dahulu pandangan seluruh peserta
sidang tentang apa yang akan menjadi dasar negara Indonesia, sebelum Ia
R

sendiri menyampaikan gagasannya.

Menurut Ir.Sukarno, apa yang diminta oleh ketua sidang hingga Ia


D

berpidato tetap belum terjawab. Menurutnya apa yang dikehendaki ketua


sidang adalah Philosofische grondslag (dasar filosofi) dan Weltanschauung
(pandangan dunia : pandangan bangsa Indonesia tentang diri dan
kedudukannya dalam lingkungan masyarakat) dari negara Indonesia.
Dasar filosofi dan pandangan dunia itu akan menjadi dasar filsafat,
pemikiran, jiwa dan hasrat yang sedalam-dalamnya, serta yang terutama
fondasi di mana negara Indonesia akan didirikan4.

Dalam pidatonya, Ir.Sukarno menekankan bahwa kemerdekaan Indonesia


adalah suatu jembatan emas di mana setelah kemerdekaan itu terwujud
masyarakat Indonesia akan disempurnakan sehingga dapat menikmati
kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya. Setelah menekankan gagasan
4
Lihat Pidato Lahirnya Pancasila, dalam buku, Lahirnya Pantjasila Boeng Karno Menggembleng
Dasar-Dasar Negara, op.cit.no.1 hlm.12-15

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 17


tentang arti penting Indonesia untuk merdeka secepatnya, Ir.Sukarno mulai
mengupas secara satu persatu dasar negara Indonesia merdeka. Dasar
pertama yang dikemukakan oleh Ir.Sukarno adalah Kebangsaan. Bangsa
Indonesia menurut Ir.Sukarno adalah seluruh orang yang bertempat tinggal
di seluruh Kepulauan Indonesia. Dasar kedua ialah Internasionalisme, yaitu
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dengan menuju kepada
persaudaraan dan kekeluargaan bangsa- bangsa di dunia. Dasar ketiga yaitu
Mufakat dan Demokrasi. Negara Indonesia adalah untuk semua rakyat
Indonesia, dan karena itu mufakat serta prinsip demokrasi perlu dijunjung
tinggi agar setiap aspirasi dapat dimusyawarahkan dan mendapatkan
tempat. Dasar keempat adalah Kesejahteraan Sosial. Dengan dasar ini ingin
diwujudkan kesejahteraan yang tidak hanya mencakup kelompok tertentu,
tetapi kesejahteraan yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dengan itu, perwujudan kesejahteraan sangat lekat dengan prinsip

T
keadilan. Dasar kelima yaitu Ketuhanan. Bukan hanya negara Indonesia
yang bertuhan, tetapi seluruh rakyat Indonesia harus bertuhan. Dengan
AF
adanya dasar ketuhanan, maka prinsip saling menghargai dan menghormati
perbedaan harus dikembangkan.

Gagasan Ir.Sukarno tentang lima dasar untuk negara Indonesia Merdeka


R

diberinya nama Pancasila. Sebelum menutup pidatonya, Ir.Sukarno


menyampaikan bahwa jangan mengira dengan tercapainya kemerdekaan
maka perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai tujuannya.
D

Kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan. Di dalam kemerdekaan


bangsa Indonesia harus mewujudkan cita-citanya seperti apa yang
dinyatakan di dalam Pancasila. Perjuangan mewujudkan hasrat dan
cita-cita seluruh rakyat Indonesia hanya akan tercapai jika rakyat tidak
takut untuk menghadapi tantangan dan risiko. Sebagai penutup
pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, Ir.Sukarno mengatakan,
“Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya
berkobar-kobar dengan tekad „Merdeka, merdeka atau mati‟!”.

C. Perumusan Pancasila
Pidato Pancasila 1 Juni 1945 oleh Ir.Sukarno secara aklamasi diterima oleh
sidang BPUPK. Untuk merumuskan lebih lanjut pokok-pokok pikiran
tentang Pancasila yang sudah dituangkan Ir.Sukarno dalam pidatonya,

18 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BPUPK membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 (delapan) orang dan
diketuai oleh Ir.Sukarno. Panitia Delapan yang terdiri atas 6 (enam) orang dari
golongan kebangsaan, yaitu Soekarno, Drs.Mohammad Hatta, M.Mr.Muhammad
Yamin, Mr. A.A.Maramis, M.Soetardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto
Iskandardinata, dan 2 (dua) orang dari golongan Islam, yaitu Ki Bagoes
Hadikoesoemo dan K.H Wachid Hasjim. Tugas dari Panitia Kecil adalah:
1. Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan
pidato yang disampaikan oleh Ir.Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945.
2. Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk Proklamasi
Kemerdekaan.

Sebagai ketua Panitia Kecil, Ir.Sukarno mengambil inisiatif ekstra


kelembagaan. Dalam sidang Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat)
yang dadakan pada tanggal 18-21 Juni 1945 Ia mengumpulkan anggota
Chuo Sangi In yang kebetulan juga anggota BPUPK. Pertemuan ekstra
T
kelembagaan ini berhasil mengumpulkan 38 anggota BPUPK. Di akhir
pertemuan Ir.Sukarno berhasil membentuk panitia kecil (yang tidak resmi
AF
karena bukan hasil sidang BPUPK) yang beranggotaan 9 orang. Di dalam
Panitia Sembilan itu, Ir.Sukarno selaku ketua mengubah komposisi
keanggotaan Panitia menjadi 5 (lima) orang dari golongan kebangsaan,
yaitu: Ir.Sukarno, Drs.Mohammad Hatta, Mr.Muhammad Yamin,A.A
R

Maramis,Mr. Achmad Soebardjo, dan 4 (empat) dari golongan Islam, yaitu:


K.H Wachid Hasjim, K.H.Kahar Moezakir, H.Agoes Salim, dan
D

Abikoesno Tjokrosoejoso.

Panitia sembilan berhasil menyepakati rumusan yang akan menjadi


Pembukaan Undang-Undang Dasar. Piagam Jakarta disebut oleh
Ir.Sukarno sebagai “Mukadimah”, Mr.Muhammad Yamin menyebutnya
sebagai “Piagam Jakarta”, sedangkan Sukiman Wirjosandjojo
menamakannya Gentlement Agreement. Rancangan Pembukaan
ditandatangani oleh panitia sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 dan karena
itulah kemudian rancangan ini terkenal dengan nama Piagam Jakarta
22 Juni 1945. Sifat ekstra kelembagaan terlihat dimana penandatanganan
dilakukan di rumah Ir.Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56,
Jakarta.

Naskah yang disepakati pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 19


sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar dibagi dalam tiga bagian.
Bagian pertama merupakan pernyataan landasan dari politik negara dan apa
yang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia. Pernyataan ini didasari oleh
pengalaman bangsa Indonesia yang mengalami kolonialisme selama
ratusan tahun. Penderitaan sebagai akibat kolonialisme mematangkan
keinginan untuk mewujudkan Indonesia Merdeka. Kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia adalah hak dari seluruh bangsa-bangsa yang ada di dunia.
Karena penjajahan tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan keadilan.
Bagian kedua menjelaskan hasil dari tuntutan kemerdekaan Bangsa
Indonesia. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa Indonesia
mencapai pintu gerbang kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita seluruh
bangsa, yaitu masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Bagian ketiga merupakan pernyataan tentang pembentukan negara
dan tugasnya-tugasnya, yang berupa tugas ke dalam (melindungi bangsa dan
tanah air Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum) dan keluar

T
(melaksanakan ketertiban dunia). Semua tugas itu harus dilaksanakan
dengan berdasarkan kepada Pancasila. Di dalam bagian ke tiga dari
AF
Pembukaan Undang-Undang Dasar terdapat rumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara. Rumusan dasar negara yang termuat dalam Piagam Jakarta
adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi


R

pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
D

3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari apa yang dihasilkan oleh BPUPK, pada
tanggal 12 Agustus 1945 dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Tugas utama PPKI adalah mempercepat persiapan
pembentukan negara dan pemerintahan Indonesia yang merdeka. Apabila
latar belakang anggota BPUPK dipilih berdasarkan latar belakang
kelompok dan golongan, maka anggota PPKI dipilih berdasarkan asal- usul
daerah. PPKI diketuai oleh Ir.Sukarno dengan wakil ketua
Drs.Mohammad Hatta. Anggotanya terdiri dari 21 orang. PPPKI
bersidang untuk pertama kali pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari

20 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Perubahan politik yang
mendasar yang terjadi di Indonesia seteah Proklamasi Kemerdekaan
menyebabkan anggota PPKI ditambah 6 orang, sehingga secara
keseluruhan anggota PPKI yang bersidang untuk pertama kali terdiri dari
27 orang.

D. Pancasila Menjadi Dasar Negara


Hal paling mendesak yang harus dikerjakan oleh para pemimpin Indonesia
setelah proklamasi dinyatakan adalah dengan segera membentuk
pemerintahan dan menetapkan konstitusi. Pemerintahan perlu segera
dibentuk untuk mewujudkan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang
dicita-citakan sejak masa Pergerakan Nasional, dan sebagai wahana untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia adil, makmur dan sejahtera berdasarkan
Pancasila. Pembentukan pemerintahan menemukan momentum yang tepat

T
karena sejak tanggal 15 Agustus 1945 Jepang sudah menyatakan menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu. Sementara itu, Sekutu sebagai pemenang
AF
perang Asia Timur Raya belum masuk ke Indonesia. Dengan demikian
Indonesia pada saat itu mengalami kekosongan kekuasaan atau Vacuum of
Power. Dengan Demikian pembentukan Negara Republik Indonesia
mendapatkan momentum yang tepat dalam kerangka pengisian kekosongan
R

kekuasaan yang terjadi pada saat itu.


D

Pada pagi hari tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan rapat pertama
yang dilakukan setelah Indonesia merdeka. Rapat diadakan di Pejambon di
tempat yang sekarang menjadi bagian dari Departemen Luar Negeri.
Dalam rapat di pagi hari itu diadakan penyesuaian terhadap
perkembangan situasi yang baru. Beberapa orang yang bukan anggota PPKI
diminta untuk hadir seperti komandan PETA Jakarta Kasman Singodimejo,
penasihat Departemen Urusan Dalam Negeri R.A.A. Wiranatakusumah, Ki
Hadjar Dewantara, Sayuti Melik dan Mr.Iwa Kusuma Sumantri.

Dari kelompok pemuda diundang tiga orang wakil yang paling terkemuka
yaitu: Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana. Setelah membicarakan
undangan PPKI tersebut dengan para pemimpin pemuda lainnya ketiga
wakil pemuda tersebut setuju untuk hadir. Pagi itu ketika mereka sampai di
Pejambon, Chaerul Saleh segera melakukan kritikan keras terhadap PPKI

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 21


yang dianggapnya sebagai lembaga sangat dipengaruhi Jepang. Karena
Indonesia sudah merdeka, ia menuntut agar semua yang berkaitan dengan
Jepang harus dihilangkan. Ia juga mendesak agar rapat dipindahkan ke
tempat yang lebih terbuka sehingga rakyat dapat mengikuti apa yang
sedang terjadi. Chaerul Saleh mengajukan tuntutan agar PPKI diubah
menjadi Komite Nasional Indonesia atau KNI.
Drs.Mohammad Hatta menjawab tuntutan para pemuda yang disuarakan
Chaerul Saleh dengan mengatakan bahwa ia dan Ir.Sukarno kesulitan untuk
memberi batas pemisah yang jelas antara komitmen mereka terhadap
Jepang dan tanggung jawab mereka kepada bangsa dan negara. Hatta
kemudian melanjutkan: ”Kepada Jepang kami katakan bahwa rapat ini
adalah rapat panitia, dan terhadap rakyat kami tanggungjawabkan bahwa
rapat ini adalah rapat Komite Nasional Indonesia pertama”. Ir.Sukarno
mendukung sepenuhnya pernyataan Drs.Mohammad Hatta tersebut.

T
Permasalahan berikutnya yang muncul sebelum rapat dimulai adalah
AF
adanya suara keberatan dari para pemeluk agama selain Islam terhadap
kalimat di dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
berbunyi: ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Adanya suara keberatan diketahui oleh Hatta pada
R

sore hari tanggal 17 Agustus setelah ia berbicara dengan seorang perwira


Angkatan Laut Jepang. Perwira tersebut mengatakan para penganut agama
D

non-Islam di Indonesia Timur merasa didiskriminasi dengan adanya


kalimat di atas dan jika kalimat itu tidak diganti mereka lebih memilih
untuk berdiri di luar RI. Menanggapi itu, Ir.Sukarno dan Hatta sebagai
ketua dan wakil ketua PPKI meminta K.H. Wahid Hasjim, Ki Bagus
Hadikusumo, Mr. Teuku Mohammad Hassan dan Mr. Kasman
Singodimejo membicarakan rancangan Pembukaan UUD, khususnya
kalimat ”...kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”.

Ir.Sukarno dan Drs.Mohammad Hatta melakukan pendekatan terhadap


Teuku Mohammad Hassan agar membujuk Ki Bagus Hadikusumo,
pemimpin Muhammadiyah dari Yogyakarta, yang paling keras mendukung
dipertahankannya ke tujuh kata di atas di dalam pembukaan UUD.
Meskipun Hassan berasal dari keluarga Uleebalang namun reputasi orang
Aceh sebagi penganut Islam yang teguh berhasil melunakkan sikap Ki
22 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila
Bagus Hadikusumo. Dalam argumentasinya Hassan menekankan
pentingnya persatuan nasional di atas kepentingan golongan. Adalah
sangat penting untuk tidak memaksa orang Batak, Manado, dan Ambon
yang beragama Kristen untuk tidak masuk ke dalam pengaruh Belanda
yang sedang berusaha untuk berkuasa kembali di Indonesia. Rapat para
tokoh Islam yang dipimpin oleh Drs.Mohammad Hatta pagi hanya
berlangsung selama lima belas menit dengan kesepakatan penting ke tujuh
yang mengikuti kalimat yang berbunyi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”
dihilangkan.

Rapat pleno pagi itu akhirnya dapat terlaksana dengan cepat karena tokoh-
tokoh Islam lebih mengutamakan persatuan bangsa di atas kepentingan
lainnya. Rapat pleno PPKI dibuka pada pukul 11.30 dengan dihadiri
oleh 27 orang anggota. Dalam pidato pembukaannya Ir.Sukarno
mengingatkan anggota PPKI bahwa mereka sedang berada dalam jaman
T
peralihan yang berubah secara cepat. Oleh karena itu harus dapat
AF
menyesuaikan diri dengan bertindak cepat pula. Di bagian lain dari
pidatonya Ir.Sukarno mengatakan: ”Janganlah kita terlalu tertarik oleh
kehendak yang kecil-kecil saja, tetapi marilah kita menurut garis besar saja
yang mengandung sejarah”.
R

Oleh karena sudah melakukan pembicaraan panjang lebar dalam rapat-


rapat sebelumnya, pembahasan masalah rancangan pembukaan dan
D

Undang-Undang Dasar yang sudah disiapkan oleh Badan Penyelidik Usaha


Persiapan Kemerdekaan atau BPUPK dapat berjalan dengan lancar dengan
memakan waktu yang tidak seberapa lama. Rapat sempat terhenti pada
pukul 12.50 untuk istirahat sebelum dimulai lagi pada pukul 13.15. Sebelum
rapat berlanjut Ir.Sukarno mengumumkan adanya penambahan enam
orang anggota PPKI, yaitu: Ki Hadjar Dewantara, Mr.Ahmad Subardjo,
Wiranatakusumah, Sayuti Melik, Mr.Kasman Singodimejo dan Mr.Iwa
Kusumasumantri.

Setelah itu sidang beralih membahas penambahan beberapa aturan


peralihan ke dalam Undang-Undang Dasar yang memungkinkan pemilihan
presiden dan wakil presiden oleh PPKI dan menegaskan wewenang
sementara PPKI sampai Komite Nasional Indonesia yang resmi dapat
dibentuk. Oleh sebuah aturan tambahan presiden yang dipilih oleh PPKI

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 23


diberi kekuasaan yang hampir tidak terbatas selama enam bulan setelah
diangkat. Sebagai pimpinan sidang Ir.Sukarno menutup acara pembahasan
penambahan aturan peralihan dengan menyatakan bahwa Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia beserta aturan peralihannya secara resmi
telah ditetapkan. Sidang dilanjutkan dengan agenda pemilihan presiden dan
wakil presiden. Oto Iskandar Dinata mengajukan usul agar kedua
pimpinan pemerintahan itu dipilih secara aklamasi. Sebagai calon untuk
mengisi kedua jabatan itu ia mengajukan Ir.Sukarno sebagai Presiden dan
Drs.Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Tanpa perdebatan panjang
lebar, peserta rapat secara aklamasi mendukung usulan tersebut yang
dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya”.

Demikianlah sidang hari pertama yang telah berhasil membahas penetapan


konstitusi dan memilih presiden beserta wakil presiden. Sejak itu Republik
Indonesia memiliki landasan negara yang dikenal dengan sebutan Undang-
T
Undang Dasar Tahun 1945. Dalam pembukaan UUD tersebut tercantum
lima dasar negara yang dikenal dengan sebutan Pancasila. Dengan
AF
demikian, rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan PPKI setelah
Proklamasi Kemerdekaan dan dituangkan dalam Alinea Keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumusannya adalah sebagai
berikut:
R

1. Ketuhanan yang Maha Esa;


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
D

3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebelum rapat PPKI pada tanggal 18 Agustus ditutup Presiden Ir.Sukarno


membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang yang ditugasi
membicarakan hal-hal yang perlu perhatian secara mendesak oleh
pemerintah seperti: pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara
kebangsaan dan masalah ekonomi. Sembilan orang tersebut adalah:
Mr.Iwa Kusuma Sumantri, Wiranatakusumah, Mr.Ahmad Subardjo,
R.Otto Iskandar Dinata, Sam Ratulangi, Ketut Pudja, Sayuti Melik, dr.
Amir dan A.A. Hamidhan. Bertindak sebagai Ketua Panitia Kecil adalah

24 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Oto Iskandar Dinata5.

Dengan disahkannya Undang-Undang dasar 1945 di mana terdapat


pembukaan yang memuat rumusan dari Pancasila dan rumusan dari setiap
silanya, maka dengan itu Pancasila telah syah menjadi Dasar Negara
Republik Indonesia. Dengan melihat proses Pancasila menjadi dasar
negara, terlihat ada tiga fase penting yang masing-masing merupakan
tonggak-tonggak perwujudan Pancasila untuk berproses menjadi landasan
kehidupan bangsa Indonesia. Proses itu terbagi dalam tiga peristiwa
penting, yaitu:

1. Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, yaitu ketika untuk


pertama kali disampaikan dalam pidato Ir.Sukarno di hadapan sidang
BPUPK.

T
2. Perumusan sila-sila Pancasila dengan formulasi seperti kita kenal
AF
sekarang di dalam naskah Piagam Jakarta yang ditandatangani oleh
Panitia 9 pada tanggal 22 Juni 1945.

3. Peresmian Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dengan


R

disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 di mana di dalam Pembukaan


UUD tersebut pada alinea empat terdapat rumusan tentang Pancasila.
D

Dengan menelusuri proses kesejarahan Pancasila yang diawali dengan


lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 kita dapat menjernihkan
pemahaman kita tentang tahapan-tahapan penting selanjutnya yang
mengikuti, sehingga pada akhirnya Pancasila kita sepakati sebagai
pedoman dasar kehidupan bangsa. Dengan penelusuran ini menjadi jelas
bahwa pidato Ir.Sukarno pada tanggal 1 Juni di hadapan sidang BPUPK
merupakan peristiwa maha penting yang kemudian menjadi awal dari
diterimanya Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Secara historis dengan demikian, ada tiga rumusan Pancasila, yaitu


rumusan yang bersumber dari Soekarno yang disampaikan pada tanggal 1
Juni 1945 dalam Sidang BPUPK; Rumusan oleh Panitia Sembilan dalam
Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan rumusan pada Pembukaan
5
RM. A.B.Kusuma, Op.cit.No.1,hlm 499.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 25


Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945 telah kembali dikukuhkan dalam Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1968 tentang tata urutan dan rumusan dalam
penulisan/pembacaan dan pengucapan sila-sila Pancasila. Peneguhan
Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana terdapat pada Pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga dimuat dalam Ketetapan MPR
Nomor XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
Dasar Negara. Paparan ini penting untuk meneguhkan kedudukan
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945
walaupun status ketetapan MPR tersebut merupakan ketetapan yang tidak
perlu dilakukan tindakan lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (sekali

T
dan mengikat), telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan.
AF
Pengakuan yuridis oleh negara bahwa Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni
1945 dan bersumber dari Pidato Soekarno telah dinyatakan dalam
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tersebut pada pokoknya
berisikan penetapan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Di
R

dalam Konsideran Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 dinyatakan


bahwa rumusan Pancasila sejak kelahirannya tanggal 1 Juni 1945 yang
D

disampaikan Ir.Sukarno, kemudian rumusannya dalam Piagam Jakarta


tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945
adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.

26 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BAB III
POKOK-POKOK PEMIKIRAN PANCASILA
OLEH PARA PENDIRI BANGSA

Dalam rangka memahami akar pemikiran dan pengetahuan tentang


Pancasila, maka dibutuhkan pemahaman pemikiran para pendiri bangsa
tentang Pancasila. Para pendiri bangsa yang dimaksud ialah anggota
BPUPK dan mereka yang ikut memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945. Hanya saja karena keterbatasan sumber
sejarah, maka hanya beberapa perumus Pancasila yang bisa kita miliki
warisan pemikirannya. Keterbatasan sumber sejarah yang dimaksud ialah
ketiadaan notulasi Rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, yang
merumuskan Pancasila sebagai tindak lanjut setelah pidato Ir.Sukarno pada
1 Juni 1945. Padahal rapat tersebut merupakan momen inti perumusan
T
Pancasila sebagai konsensus bersama pendiri bangsa, setelah pada 1 Juni
AF
1945, Pancasila dikenalkan oleh Ir.Sukarno. Untuk itu, yang dimaksud
pendiri bangsa atau pemikiran perumus Pancasila di sini diwakili oleh dua
tokoh, yakni Ir.Sukarno dan Drs.Mohammad Hatta. Jika Ir.Sukarno
memang mewakili pemikiran penggali Pancasila, maka Drs.Mohammad
R

Hatta adalah pemikir Pancasila yang secara tekun melakukan


konseptualisasi Pancasila dalam kerangka rumusan sejak 22 Juni 1945.
D

A. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Pada 1 Juni 1945, Ir.Sukarno mengusulkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai salah satu sila dari Pancasila. Meskipun pada saat itu, ia
menempatkan ketuhanan sebagai sila kelima. Penempatan ketuhanan
sebagai sila kelima ini dimaksudkan Ir.Sukarno sebagai penempatan
ketuhanan sebagai akar bagi sila-sila di atasnya. Sebagaimana diketahui,
rumusan ide awal Pancasila yang disampaikan Ir.Sukarno pada 1 Juni
1945 ialah; (1) Kebangsaan, (2) Internasionalisme atau peri-
kemanusiaan, (3) Mufakat atau demokrasi, (4) Kesejahteraan sosial
dan (5) Ketuhanan Yang Maha Esa.

Seperti penjelasan Drs.Mohammad Hatta, bahwa Ir.Sukarno


menempatkan ketuhanan sebagai dimensi moral bagi dimensi politik

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 27


dari Pancasila. Dimensi politik Pancasila ialah sifat dasar Pancasila
sebagai dasar negara nasional yang berisi kebangsaan, kemanusiaan,
demokrasi dan kesejahteraan sosial. Artinya, negara nasional didirikan
untuk menegakkan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan dimensi
politik tersebut. Dalam kaitan ini, dimensi politik dibangun berdasarkan
dimensi moral ketuhanan. Ketika ketuhanan dinaikkan oleh Panitia
Sembilan menjadi sila pertama. Maka dimensi moralitas ketuhanan
tidak lagi menjadi akar, akan tetapi menjadi sumber bagi sila-sila di
bawahnya.6 Panitia Sembilan yang diketuai Ir.Sukarno ini memang
menyempurnakan ide awal Pancasila pada 1 Juni 1945, dalam hal urut-
urutan atau hirarki nilai dari Pancasila. Dalam soal nilai ketuhanan di
dalam Pancasila, Ir.Sukarno menyatakan:
“…hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia
bertuhan, tetapi masing- masing orang Indonesia hendaknya bertuhan,

T
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa
al-Masih, yang Islam bertuhan menurut pentunjuk Nabi Muhammad SAW,
AF
orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab- kitab yang ada padanya.
Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat
hendaknya bertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme
agama‟. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan!”.7
R

Secara spesifik, nilai ketuhanan yang menjadi prinsip dari Pancasila


D

ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kaitan ini, Ir.Sukarno


menyematkan kata sifat “secara kebudayaan”, sehingga menjadi
“bertuhan secara kebudayaan”. Yang dimaksud dengan bertuhan secara
kebudayaan ialah bertuhan tanpa “egoisme agama”. Dalam paparan
selanjutnya, Ir.Sukarno menjelaskan maksud dari tanpa egoisme agama
ini:

“Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan
cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-
menghormati satu sama lain. … Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka
yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima
daripada negara kita ialah ketuhanan yang berkebudayaan, ketuhanan yang
berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat- menghormati satu sama

6
Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, Jakarta: CV Haji Masagung, 1989, hlm. 31
7
Buku Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara,op.cit No,1, hlm. 30

28 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa
Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!”8

Di dalam penjelasan ini, terdapat beberapa istilah yang ia kemukakan,


yakni; secara kebudayaan, cara yang berkeadaban yang berarti hormat
menghormati antar- sesama umat beragama, ketuhanan yang
berkebudayaan, dan ketuhanan yang berbudi luhur. Ini berarti,
ketuhanan yang berkebudayaan adalah ketuhanan yang berkeadaban
dan berbudi luhur. Indikatornya, berketuhanan dengan hormat
menghormati antar-umat tanpa egoisme agama. Oleh karena itu, istilah
bertuhan secara kebudayaan, atau ketuhanan yang berkebudayaan
merujuk pada cara bertuhan atau cara beragama yang inklusif dan
toleran. Eksklusivisme agama sinonim dengan istilah Ir.Sukarno,
egoisme agama.

T
Satu hal yang perlu dicatat ialah bahwa ketuhanan yang berkebudayaan
itu merupakan praktik dari iman kepada Tuhan Yang Maha Esa,
AF
dimana ketuhanan YME telah Ir.Sukarno tegaskan pula. Di dalam
Kursus Pancasila yang diadakan di Istana Negara pada 26 Mei 1958,
Ir.Sukarno menjelaskan pemikirannya tentang Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa. Menurutnya:
R

“Saya menyelami masyarakat Indonesia, dan pada garis besarnya, grootste


D

gemene deler, kleinste gemene veelvould. Saya melihat bahwa bangsa Indonesia
percaya pada adanya satu zat yang baik, yaitu Tuhan. Ada juga orang yang
tidak percaya kepada Tuhan, tetapi sebagai grootste gemene deler, klienste
gemene veelvould, bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan..” 9

Dalam penjelasan lain, Ir.Sukarno menyatakan:

“Mengingat ini semua, het kan niet anders of kita ini harus satu rakyat yang
mempunyai kepercayaan. Dus, kalau aku memakai ketuhanan sebagai satu
pengikat keseluruhan, tentu bisa diterima. Sebaliknya kalau saya tidak
memakai ketuhanan ini sebagai satu alat pengikat salah satu elemen, daripada
meja statis dan leitstar dinamis itu, maka saya akan menghilangkan atau
membuang satu elemen yang binded.” 10

8
Buku Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara,op.cit No,1, hlm. 30-31
9
Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta: Media Pressindo, 2017, hlm. 151
10
Sukarno, loc.cit.,hlm. 152

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 29


“Pada garis besarnya rakyat Indonesia ini percaya kepada Tuhan. Bahkan
Tuhan yang sebagai yang kita kenal di dalam agama, agama kita. Dan
formulering Tuhan Yang Maha Esa bisa diterima oleh semua golongan agama
di Indonesia ini. Kalau kita mengecualikan elemen agama ini, kita
membuang salah satu elemen yang bisa mempersatukan batin bangsa
Indonesia dengan cara yang semesra-mesranya. Kalau kita tidak memasukkan
sila ini, kita kehilangan salah satu leitstar yang utama. Sebab kepercayaan kita
kepada Tuhan ini, bahkan itulah yang menjadi leitstar kita yang utama. Untuk
menjadi satu bangsa yang mengejar kebajikan, satu bangsa yang mengejar
kebaikan..”11

Dari penjelasan ini terlihat bahwa Ir.Sukarno menempatkan ketuhanan


sebagai bintang penuntun (leitstar) yang utama, yang mempersatukan
batin bangsa. Ini berarti, ketika Pancasila sendiri merupakan leitstar bagi
bangsa, maka ketuhanan menjadi leitstar bagi Pancasila. Posisi penting

T
ketuhanan bagi leitstar Pancasila ini menjadi prasyarat utama jika
Indonesia ingin menjadi bangsa yang mengejar kebaikan. Selain
AF
sebagai leitstar, ketuhanan juga menjadi elemen baku atau “meja statis”
yang menjadi ciri utama masyarakat Indonesia. Ir.Sukarno menemukan
hal ini sebagaimana ia temukan sila-sila Pancasila yang lain. Dalam
kaitan ini, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan titik temu di antara
R

berbagai konsep ketuhanan. Artinya, Ketuhanan YME diterima oleh


semua agama menjadi nilai utama bagi masyarakat Indonesia yang
D

bertuhan. Dalam konteks tradisi ketuhanan ini, Ir.Sukarno menegaskan


diri sebagai seorang Muslim yang sungguh-sungguh beriman kepada
Allah SWT. Dikatakannya:

“Kalau Saudara tanya kepada saya persoonlijk, apakah Ir.Sukarno percaya


pada Tuhan? Ya, saya ini percaya dan tadi saya sudah berkata saya ini orang
Islam. Bahkan saya betul- betul percaya kepada agama Islam. Saya percaya
dengan adanya Tuhan. Lho la kok manusia itu dulu menyembah patung, sapi,
dewa atau dewi, kemudian gaib. Apa Tuhannya yang berubah-ubah? Tidak!
Bukan Tuhannya yang berubah- ubah, tetapi yang berubah-ubah ialah begrip
manusia. Begrip manusia yang berubah-ubah, tergantung kepada fase
hidupnya, cara hidupnya…” 12

11
Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno,op.cit.,No 10 ,hlm. 155
12
Loc.cit.

30 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Hanya saja meskipun Muslim, dalam menggali nilai-nilai ketuhanan di
dalam Pancasila, Ir.Sukarno melakukan penggalian jauh sebelum agama
Islam, bahkan sejak era pra-Hindu-Buddha. Hal ini ia tegaskan dalam
rangka penempatan Pancasila sebagai bagian mendasar dari akar budaya
bangsa. Menurutnya:

“Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka pada waktu kita
memikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa, tidak boleh mencari
hal-hal di luar jiwa rakyat itu sendiri. Kalau kita mencari hal-hal di luar jiwa
rakyat itu sendiri, kandas. Ya bisa menghikmati satu dua, seratus dua ratus
orang, tetapi tidak bisa menghikmati sebagai jiwa tersendiri. Kita harus
tinggal di dalam lingkungan dan lingkaran jiwa kita sendiri. Itulah
kepribadian… Dicari-cari, berkristalisasi di dalam lima hal ini: Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat,
Keadilan Sosial. Dari zaman dahulu sampai zaman sekarang, ini yang nyata
selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa Indonesia. Satu waktu ini lebih timbul,

T
lain waktu itu yang lebih kuat. Tetapi selalu Schake ng itu lima ini”.13
AF
Penjelasan Ir.Sukarno ini ia letakkan dalam konteks pendasaran nilai-
nilai Pancasila di dalam apa yang ia sebut sebagai jiwa bangsa. Sebab
jika ingin menetapkan dasar negara sebagai dasar statis yang mengikat
semua orang, serta leitstar (bintang pemandu) dimanis yang
R

mengarahkan perjalanan bangsa; maka nilai- nilai itu tidak bisa digali di
luar kultur bangsa. Proses penggalian nilai-nilai itu tidak dangkal,
D

karena Ir.Sukarno menggalinya hingga ke dalam keluasan pengetahuan


paling awal di Nusantara. Paparnya:

“Dan saya menolak tuduhan bahwa saya menggali ini kurang dalam.
Sebaliknya saya berkata, penggalian saya itu sampai zaman sebelum ada
agama Islam. Saya gali sampai zaman Hindu dan pra- Hindu. Masyarakat
Indonesia ini boleh saya gambarkan dengan saf-safan. Saf ini di atas saf itu, di
atas saf itu saf lagi. Saya melihat macam- macam saf. Saf pra-Hindu, yang
pada waktu itu kita telah menjadi bangsa yang berkultur dan bercita-cita.
Berkultur sudah, beragama sudah, hanya agamanya lain dengan agama
sekarang”. 14

Dari penjelasan tersebut maka nilai-nilai Pancasila memang digali dari


lapisan pengetahuan terdalam melampaui lapisan pengetahuan, budaya
13
Sukarno,op.cit.,no 10, hlm. 130
14
Sukarno, op.cit, no.10, hlm. 131

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 31


dan agama- agama yang sudah mapan saat ini. Pancasila tidak berhenti
di lapisan Islam, tidak berhenti di lapisan Hindu, hingga menghunjam
pada lapisan pengetahuan pra-Hindu. Dengan melandaskan penggalian
Pancasila hingga ke lapisan pengetahuan pra- Hindu, Ir.Sukarno ingin
menegaskan bahwa Pancasila memuat berbagai ragam pengetahuan,
nilai, agama dan budaya. Ini berarti, Pancasila memang berakar dari
originalitas budaya Nusantara. Hal ini menarik mengingat beberapa sila,
semisal kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial
merupakan ide baru yang datang dari dunia modern. Meskipun nilai
ketuhanan, kemanusiaan, keadilan sosial dan musyawarah juga
memiliki akarnya di dalam kebudayaan Nusantara.

Dalam konteks ketuhanan, pendasaran atas lapisan terdalam dari kultur


Nusantara inilah yang disebut sebagai ketuhanan yang berkebudayaan.
Artinya, bertuhan secara budayawi, secara kultural. Agama dan budaya
T
lalu menjadi kesatuan, dimana agama menjadi “isi teologis dan
AF
spiritual”, sedangkan budaya menjadi kulit dan cara pengamalan nilai-
nilai spiritual tersebut. Di dalam masyarakat Nusantara, penyembahan
kepada Tuhan selalu dilakukan secara kultural melalui ritual yang
artistik. Pentingnya nilai ketuhanan di dalam Pancasila ini tidak hanya
R

ditekankan oleh Ir.Sukarno, tetapi juga oleh Drs.Mohammad Hatta.


Dalam kaitan ini, Drs.Mohammad Hatta menempatkan ketuhanan
sebagai sila yang memimpin Pancasila serta penyelenggaraan negara.
D

Menurutnya:

“Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa jadi dasar yang memimpin cita- cita
kenegaraan kita untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi rakyat dan
masyarakat, sedangkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
kelanjutan dengan perbuatan dalam praktik hidup daripada dasar yang
memimpin tadi. Dasar persatuan Indonesia menegaskan sifat negara
Indonesia sebagai negara nasional, berdasarkan ideologi sendiri dengan
bersendi kepada Bhinneka Tunggal Ika, sedangkan dasar kerakyatan
menciptakan pemerintahan yang adil, yang dilakukan dengan rasa
tanggung jawab, agar terlaksana keadilan sosial yang tercantum sebagai
sila kelima. Dasar keadilan sosial ini adalah pedoman dan tujuan kedua-
duanya”.15

15
Mohammad Hatta,op.cit.,No.6, hlm. 30

32 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Berdasarkan uraian ini maka Drs.Mohammad Hatta menekankan posisi
sila ketuhanan sebagai sila yang memimpin Pancasila, serta
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini,
Drs.Mohammad Hatta menyebut sila ketuhanan sebagai dasar moralitas
dari Pancasila, yang dilaksanakan melalui dasar-dasar politik di dalam
sila kemanusiaan, kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial.
Menurutnya, pengakuan kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
mengajak manusia melaksanakan harmoni di dalam alam, dilakukan
dengan jalan memupuk persahabatan antara manusia dan bangsa.
Pengakuan itu mewajibkan manusia untuk membela kebenaran, dengan
menentang segala yang dusta. Pengakuan itu mewajibkan manusia
untuk membela keadilan dan menentang kezaliman. Artinya,
pengakuan kepada Tuhan Yang Maha Esa menempatkan manusia
sebagai penjaga moralitas ketuhanan yang senantiasa berhadapan
dengan nilai-nilai yang menentang moralitas tersebut. Apakah moralitas
T
ketuhanan yang dimaksud Bung Hatta? Yakni moralitas yang termuat di
AF
dalam nilai-nilai Pancasila.

B. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


R

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan sila kedua Pancasila


yang menegaskan komitmen negara dalam memuliakan martabat
D

manusia melalui perlindungan atas hak-hak asasi nya. Nilai


kemanusiaan ini juga merupakan prinsip pergaulan kebangsaan, yang
oleh Ir.Sukarno disebut dengan istilah internasionalisme. Dalam kaitan
ini, internasionalisme bermakna peri-kemanusiaan, karena pola
hubungan antar-bangsa yang tidak chauvinistik, kolonialistik dan
imperialistik, secara otomatis akan melahirkan hubungan antar-bangsa
yang berperikemanusiaan. Dalam kaitan ini, nasionalisme bangsa
Indonesia ialah nasionalisme yang internasional, berperikemanusiaan.
Sebuah nasionalisme yang ditanam di taman sari internasionalisme.
Kata Ir.Sukarno:

“Kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka, tetapi kita
harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip
saya yang kedua. Inilah filosofische principe yang nomor dua, yang saya
usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan internasionalisme. …

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 33


Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam
buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak
hidup dalam taman-taman internasionalisme. … prinsip 1 dan prinsip 2,
…adalah bergandengan erat satu sama lain”. 16

Peletakan nasionalisme Indonesia di taman sari bangsa-bangsa lain


memang memiliki akar historis. Sebab perjuangan Indonesia melawan
penjajah merupakan bagian dari perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika
dalam menentang kolonialisme. Meminjam istilah Ir.Sukarno, Pan-
Indonesianisme merupakan bagian dari Pan-Asiatisme. Maka ide-ide
yang ia terima dan ia kembangkanpun, merupakan bagian dari ide-ide
internasional dalam konteks anti-kolonialisme dan imperialisme. Pada
saat bersamaan, internasionalisme ini juga diletakkan dalam konteks
kemanusiaan universal. Dalam hal ini Ir.Sukarno menjadi pengikut
Mahatma Ghandi yang memahami nasionalisme sebagai humanisme.

T
“My nationalism is humanity”, demikian ungkapan Ghandi yang disitir
Ir.Sukarno.
AF
Dalam Kursus Pancasila, 5 Juli 1958, Ir.Sukarno memaparkan
pandangannya mengenai sila kemanusiaan yang merupakan substansi
dari ide internasionalisme. Menurutnya:
R

“Kemanusiaan adalah alam manusia ini, de mensheid. Perikemanusiaan


adalah jiwa yang merasakan bahwa antara manusia dengan lain manusia
D

adalah hubungannya, jiwa yang hendak mengangkat membedakan jiwa


manusia itu lebih tinggi dari jiwa binatang. Kalau saya memakai perkataan
asing, kemanusiaan adalah mensheid, perikemanusiaan adalah
menselijkheid. Kemanusiaan adalah alama manusia, sehingga kita boleh
berkata dunia ini berkemanusiaan 2.700 juta jiwa. Perikemanusiaan adalah
lain. Jikalau kita berbuat sesuatu yang rendah yang membikin celaka kepada
manusia lain, kita berkata kita melanggar perikemanusiaan, kita melanggar
hukum menselijkheid”.17

Dalam kesempatan yang sama, Ir.Sukarno menyatakan:

“Historis paradox dari abad yang kita alami ialah, politik: kita melihat
terjadinya bangsa- bangsa, terjadinya negara-negara nasional, terjadinya

16
Buku Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara, op.cit,No.1, hlm. 24-25
17
Sukarno, op.cit., No.10, hlm. 205

34 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


batas-batas yang melingkari bangsa-bangsa dan negara-negara nasional. Tetapi
sebagai paradoks dari pertumbuhan, sebagai akibat dari perkembangan teknik
terutama sekali, justru menghapuskan setapak demi setapak adanya batas-
batas bangsa itu. Di satu pihak terjadinya negara-negara nasional dan bangsa-
bangsa, di lain pihak perhubungan yang makin rapat antara manusia dan
manusia dan antara bangsa dan bangsa...”
“Saudara-saudara, sehingga jikalau kita mau berdiri sendiri sebagai bangsa
tak mungkinlah. Dunia telah menjadi demikian. Maka oleh karena itu
kitapun di dalam Republik Indonesia ini yakin di dalam tekad kita bahwa kita
ini tidak hanya ingin mengadakan satu bangsa Indonesia yang hidup dalam
masyarakat yang adil dan makmur: Tidak. Tapi kita disamping itu bekerja
keras pula untuk kebahagiaan seluruh umat manusia...” 18

Dari sini terlihat kesinambungan pemikiran Ir.Sukarno tentang


internasionalisme dan peri-kemanusiaan, baik pada Pidato 1 Juni 1945
maupun pada Kursus Pancasila 1958. Kesinambungan tersebut merujuk

T
pada cakupan kebangsaan yang melampaui keindonesiaan, dan meluas
pada kesejahteraan dunia serta kemanusiaan. Dalam rangka prinsip
AF
kemanusiaan yang adil dan beradab ini, menurut Bung Hatta, perlu
diberi tempat yang layak dalam peraturan perundang-undangan,
berbagai hak-hak dan kewajiban asasi warga negara. Terutama hak
hidup (keselamatan jiwa), hak atas keselamatan badan dan hak atas
R

kebebasan, karena ketiga hak tersebut merupakan karunia dari Tuhan


Yang Maha Esa.
D

Menurut Bung Hatta, dasar kemanusiaan di dalam Pancasila ini berakar


pada kehendak Tuhan Yang Maha Esa, serta tercermin dalam sila
kerakyatan dan sila keadilan sosial. Bung Hatta lalu menyebutkan
berbagai perlindungan terhadap hak asasi warga negara di dalam UUD
Tahun 1945 (yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945) sebagai
berikut:

1) Pasal 27: Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,


serta hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan;
2) Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan mengeluarkan
pikiran dan tulisan;

18
Sukarno, op.cit., No.10, hlm. 206

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 35


3) Pasal 29: Kemerdekaan (tiap-tiap penduduk) untuk memeluk
agamanya masing-masing;
4) Pasal 30: Hak dan kewajiban ikut serta dalam usaha pembelaan
negara;
5) Pasal 31: Hak mendapat pengajaran; dan
6) Pasal 34: hak fakir miskin dan anak-anak yang terlantar untuk
dipelihara oleh negara.19

Pada saat bersamaan, sila kemanusiaan di dalam Pancasila tidak hanya


memuat perlindungan terhadap hak asasi manusia, tetapi juga terkait
dengan tujuan kehidupan berbangsa. Sebagaimana Ir.Sukarno yang
menekankan hubungan erat kemanusiaan dan kebangsaan, Hatta juga
menekankan hubungan serupa. Menurutnya:

T
“Membangunkan semangat kebangsaan pada angsa yang tidak merdeka,
artinya membangunkan semangat kemanusiaannya Cinta bangsa dan tanah
AF
air sudah menjadi nyanyian merdu di telinga banyak orang, terutama bagi
bangsa yang tidak merdeka, karena bangsa itu menjadi ukuran manusia
dalam pergaulan internasional. Kalau satu bangsa mulia dan tinggi
derajatnya, orangnya pun dihargai pula. Kalau seseorang tidak mempunyai
R

kebangsaan, seperti anak jajahan, ia tidak dipandang orang dalam pergaulan


internasional”. 20
D

Dari pemikiran kedua pendiri bangsa ini, maka bisa disimpulkan bahwa
pendirian negara memang ditujukan pada pemuliaan martabat
manusia. Hal ini dilatari oleh pengamalan penjajahan yang membuat
masyarakat Indonesia tidak mendapatkan kemuliaan kemanusiaan
tersebut. Dengan demikian, ketika Negara Indonesia didirikan
berdasarkan Pancasila, maka pemuliaan martabat manusia menjadi
tujuan utama dari pendirian negara tersebut. Itulah mengapa ujung
dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

19
Hatta, op.cit.,No.6, hlm. 32-34.
20
Mohammad Hatta, Kebangsaan dan Kerakyatan dalam Demokrasi Kita, Pikiran-pikiran tentang
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, Bandung: Sega Arsy, 2014, hlm. 12-13

36 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


3. Sila Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia yang merupakan prinsip kebangsaan, menjadi


prinsip pokok dari Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan
berbagai keragaman masyarakat. Sila kebangsaan ini yang membuat
Pancasila diterima sebagai dasar negara pada Sidang BPUPK, karena ia
berdiri di atas semua golongan, dan mendasari pendirian negara
nasional yang melindungi semua keragaman yang ada. Menurut
Ir.Sukarno:

“Baik Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini,


maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah
mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak
mendirikan suatu negara „ semua buat semua‟. Bukan buat satu orang, bukan
buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya,

T
tetapi „semua buat semua‟. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan
saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa,
bukan saja di dalam beberapa hari di Sidang Dokurutzu Zyunbi Tyoosakai
AF
ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun yang lebih, ialah: dasar pertama,
yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan”.21

Mengapa dalam pidato tanggal 1 Juni 1945, Ir.Sukarno menempatkan


R

kebangsaan sebagai sila pertama? Bukan sila ketuhanan? Karena


menurutnya, kita (ketika itu pada 1945) sedang mendirikan “negara
D

semua buat semua”, bukan negara untuk satu orang dan satu golongan.

Negara semua buat semua inilah yang disebut sebagai negara nasional,
dimana tali pemersatunya ialah paham kebangsaan, bukan paham
keagamaan. Mengapa? Karena agama tentu beragam. Agama tidak bisa
dijadikan tali pemersatu kemajemukan masyarakat yang memiliki
agama berbeda-beda. Umat Kristen tentu tidak mau diatur oleh hukum
Islam, demikian sebaliknya. Dengan demikian, tidak menempatkan
agama sebagai sila pertama dasar negara, tidak berarti menolak agama
di dalam kehidupan bernegara. Demikian pula tidak menempatkan
ketuhanan sebagai sila pertama tidak berarti menolak Tuhan di dalam
kehidupan bernegara. Hal ini lebih terkait dengan kebutuhan
kontekstual untuk mendirikan negara bersama yang membutuhkan

21
Buku Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara, Op.cit.,No.1, hlm. 18

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 37


persatuan. Pertanyaannya, apa yang Ir.Sukarno maksud dengan
kebangsaan? Dalam Kursus Pancasila di Istana Negara pada 16 Juni
1958, Ir.Sukarno menyatakan:

“Apa, menurut pendapat saya, yang dinamakan bangsa itu? Saya lantas
menjawab: baik saya menerima, Renan saya menerima, Otto Bauer saya
terima. Tetapi saya tambah dengan satu syarat! Bangsa adalah segerombolan
manusia yang –kalau mengambil Renan- keras ia punya le deir d‟etre
ensemble- kalau mengambil Otto Bauer –keras ia punya
charaktergemeinschaft, tetapi yang berdiam di atas satu wilayah geopolitik
yang nyata satu persatuan, satu kesatuan..”22

Artinya, menurut Ir.Sukarno, bangsa ialah kehendak sebuah masyarakat


yang beragam untuk hidup bersama. Kehendak untuk hidup bersama ini
membuat masyarakat tersebut bersatu dalam satu jiwa. Definisi seperti
ini ia ambil dari pemikir Prancis, Ernest Renan. Mengapa sebuah

T
masyarakat ingin hidup bersama? Karena mereka mengalami nasib
yang sama yang kemudian membentuk karakter yang sama. Keinginan
AF
untuk hidup bersama sebagai kelanjutan dari kesamaan nasib,
pengalaman dan karakter ini lalu diletakkan dalam konteks kehidupan
geo-politik yang menyatu. Dengan demikian, sebuah bangsa ialah
sebuah masyarakat yang hidup bersama di sebuah wilayah kesatuan
R

yang telah lama menjadi medan pengalaman yang membentuk kesatuan


nasib dan karakter. Oleh karena itu, sila kebangsaan ini sebenarnya
D

merupakan ide dan ideologi yang telah lama Ir.Sukarno perjuangkan,


sebagai bagian dari pergerakan nasional melawan penjajahan.
Ketika ide Pancasila disetujui oleh Sidang BPUPK pada 1 Juni 1945, hal
ini tidak terlepas dari kekuatan paham kebangsaan yang menyatukan
keragaman ideologi di sidang tersebut. Itulah mengapa Ir.Sukarno lalu
menempatkan kebangsaan sebagai sila pertama Pancasila. Alasannya,
karena dasar negara yang hendak dirumuskan haruslah dasar yang bisa
menyatukan semua ide, ideologi, agama, ras dan suku yang ada di
bangsa ini. Dalam kerangka sila kebangsaan ini, Drs.Mohammad Hatta
juga memiliki pemikiran senada. Menurutnya:

“Persatuan Indonesia mengandung di dalamnya cita-cita persahabatan dan


persaudaraan segala bangsa, diliputi oleh suasana kebenaran, keadilan dan

22
Sukarno, op.cit.,No.9, hlm. 176

38 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan yang senantiasa dipupuk oleh
alamnya. Rasa persatuan Indonesia dipupuk pula kemudian oleh keinsafan
yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan itu
bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama
diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan
bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada Riwayat bersama yang
tertanam dalam hati dan otak”.23

Pentingnya persatuan Indonesia yang merupakan modal bagi


tumbuhnya semangat kebangsaan ini menjadi prasyarat utama bagi
kemerdekaan bangsa. Dalam merefleksikan pentingnya kemerdekaan,
Drs.Mohammad Hatta menegaskan bahwa cita-cita persaudaraan
manusia dan bangsa-bangsa di dunia ini akan tercapai jika rakyat
Indonesia berhasil menyelamatkan terlebih dahulu bangsanya sendiri
dari penjajahan.24

4.
T
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
AF
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan merupakan sila demokrasi di dalam
Pancasila. Dalam hal ini Ir.Sukarno menyatakan :
R

“Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan.


D

Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara
untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan
negara„ semua buat semua‟, „satu buat semua, semua buat satu‟. Saya yakin
syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan
perwakilan”. 25

Di dalam sila permusyawaratan ini, kita menemukan ide tentang sistem


dan prosedur politik yang menjamin keberlangsungan negara
kebangsaan tersebut. Sebuah negara yang didirikan untuk semua warga
negara. Sistem itu ialah demokrasi yang di dalamnya terdapat
mekanisme musyawarah melalui perwakilan politik. Ini berarti,
demokrasi yang dimaksud Ir.Sukarno ialah demokrasi perwakilan yang

23
Mohammad Hatta, op.cit., No.6, hlm. 35
24
Mohammad Hatta, op.cit., No.20, hlm. 17
25
Buku, Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-dasar Negara, op. cit., No.1,hlm. 25

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 39


kedepankan musyawarah dalam merumuskan keputusan politik.
Musyawarah dan perwakilan politik ini menjadi kata kunci untuk
mengakomodasi semua kelompok masyarakat, terutama dualisme
kelompok Islam dan nasionalis. Ir.Sukarno menegaskan:
“Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat- hebatnya,
agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan
rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang
rakyat Indonesia yang sebagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang
Islam di sini agama yang hidup berkobar- kobar di dalam kalangan rakyat,
marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar
supaya menggerakkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam
badan perwakilan ini”.26

Dari sini Ir.Sukarno telah memberikan saluran aspirasi, terutama bagi


kelompok Islam, untuk memperjuangkan ideologinya. Sehingga
meskipun Islam tidak menjadi dasar negara, namun aspirasi aktivis
Islam tetap bisa
T
tersalurkan melalui mekanisme parlemen.
Pertanyaannya, cukupkah sistem demokrasi perwakilan ini dalam
AF
konteks pemikiran Pancasila Ir.Sukarno? Inilah yang menjadi latar
belakang pentingnya sila keempat, yakni kesejahteraan sosial. Kata
Ir.Sukarno selanjutnya:
R

“… Tidakkah di seluruh benua Barat kaum Kapitalis merajalela? Padahal


ada Badan Perwakilan Rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh
karena Badan-badan Perwakilan Rakyat yang diadakan di sana itu, sekedar
D

menurut resepnya Fransche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang
dinamakan democratie di sana itu hanyalah politieke democratie saja; semata-
mata tidak ada ekonomische democratie sama sekali… Kalau kita mencari
demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang
memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang mampu
mendatangkan kesejahteraan sosial!.. Maka oleh karena itu jikalau kita
memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia,
marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja
persamaan politik,… pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan
persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya”.27

Prinsip kerakyatan yang khas bangsa sendiri juga dirumuskan oleh


Drs.Mohammad Hatta dalam memaknai sila kerakyatan dari Pancasila.

26
Buku, Lahirnya Pancasila Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara, Op.cit., No.1, hlm. 25
27
Loc.cit., hlm. 28

40 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Jika Ir.Sukarno merumuskan model demokrasi khas Indonesia dalam
artian ekonomi-politik, dimana demokrasi tidak hanya memenuhi hak-
hak politik sebagaimana demokrasi Barat,maka Drs.Mohammad Hatta
menyusun model demokrasi tersebut dalam kerangka sila- sila Pancasila
lainnya, berdasarkan sumber sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurutnya:

“Kerakyatan yang dianut oleh bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang


mencari suara terbanyak saja, tetapi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Di bawah pengaruh dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa serta dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
kerakyatan yang akan dilaksanakan itu hendaklah berjalan di atas
kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan. Dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa yang diamalkan seperti disebut tadi akan
memelihara kerakyatan kita dari bujukan korupsi dan gangguan anarki.
Korupsi dan anarki, kedua-duanya bahaya yang senantiasa mengancam

T
demokrasi, yang kalau tidak diberantas akan merubuhkan demokrasi,
seperti ternyata dalam sejarah segala masa”.28
AF
Prinsip kerakyatan yang merupakan turunan nilai dari ketuhanan ini,
selain menjaga demokrasi dari korupsi dan anarki, juga akan menjamin
penyelenggaraan negara dari praktik kekuasaan totaliter. Sebab menurut
Hatta, demokrasi di dalam Pancasila ditopang oleh sila-sila lainnya,
R

terutama sila kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Senapas


dengan sila kemanusiaan, prinsip demokrasi Pancasila juga menjamin
D

hak-hak warga negara, yakni hak berserikat, berkumpul, serta


mengeluarkan pikiran dan tulisan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28
UUD NRI Tahun 1945 (Perubahan Keempat). Jaminan terhadap hak
asasi manusia ini tidak terhenti pada hak-hak sipil dan politik, tetapi
juga hak- hak sosial-ekonomi, yang mengarahkan praktik demokrasi kita
kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi sila terakhir
dan merupakan tujuan etis dari Pancasila. Sebab pendirian negara
nasional yang bersatu, dengan sistem permusyawaratan yang
memayungi semua aspirasi warga ialah proses bagi terwujudnya

28
Mohammad Hatta, Op.cit., No.6, hlm. 35-36

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 41


kesejahteraan sosial. Tujuan kesejahteraan sosial (sociale rechtvaardigheid)
ini kemudian menjadi sifat dasar dari demokrasi Pancasila, yang oleh
Ir.Sukarno disebut sebagai politiek economische democratie, demokrasi
politik ekonomi. Artinya, demokrasi bukan hanya sistem politik yang
bertujuan memenuhi hak politik. Hak politik tersebut ialah
tersalurkannya aspirasi masyarakat melalui perwakilan politik.
Demokrasi menurut Ir.Sukarno juga merupakan sistem yang harus
mampu memenuhi hak- hak ekonomi. Dengan demikian, duduknya
wakil rakyat di parlemen, bukan hanya demi memenuhi hak politik
mereka sebagai warga negara. Wakil rakyat di parlemen itu mengemban
tugas besar untuk mensejahterakan rakyat yang diwakilinya.

Dalam Kursus Pancasila 22 Juli 1958 di Istana Negara, Presiden


Ir.Sukarno menjelaskan prinsip demokrasi sosial tersebut. Menurutnya:

T
“Kita berpikir dan berasa bukan sekadar hanya secara teknis, tetapi secara
kejiwaan, secara psikologis nasional, secara kekeluargaan. Di dalam alam
AF
pikiran dan perasaan yang demikian itu, maka demokrasi dus bagi kita bukan
sekadar alat teknis saja, tetapi satu geloof, satu kepercayaan, dalam usaha
mencapai bentuk masyarakat sebagai yang kita cita-citakan. Kita
mempunyai kepercayaan, bahwa hidup kekeluargaan tidak mungkin bisa
R

dijalankan dengan sempurna, bilamana tidak dengan menjalankan dasar


kedaulatan rakyat atau demokrasi atau musyawarah.
D

Maka oleh karena itulah bagi kita bangsa Indonesia, demokrasi atau
kedaulatan rakyat mempunyai corak nasional, satu corak kepribadian kita,
satu corak yang dus tidak perlu sama dengan corak demokrasi yang
dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai alat teknis. Artinya
demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia; demokrasi yang disebutkan
kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Tidak perlu identik, artinya sama
dengan, demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain…

…saya katakan, „Perlementaire democratie adalah ideologi politik dari


kapitalisme yang sedang naik‟, dari „Kapitalismus im aufstieg‟... Lantas saya
tarik konklusi: dus, kita tidak menghendaki Kapitalismus, tetapi kita
menghendaki sesuai dengan sila ke-5 dari Pancasila, satu masyarakat keadilan
sosial...”29

Paparan sifat demokrasi Indonesia yang tidak harus berkiblat pada

29
Sukarno, Op.cit.,No.9., hlm. 246-251

42 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


demokrasi Barat ini menjadi penegasan bagi ide sila kerakyatan di
pidato 1 Juni. Dengan demikian, Ir.Sukarno konsisten menawarkan
model demokrasi yang tidak hanya memenuhi hak politik, yang ia sebut
merupakan kepanjangan dari kapitalisme. Menuju demokrasi sosial
yang memperjuangkan keadilan sosial.

Dalam kaitan ini, pada Kursus Pancasila 3 September 1958,


Ir.Sukarno lebih maksimal dalam memberikan penjelasan tentang
prinsip kesejahteraan atau keadilan sosial. Jika pada 1 Juni 1945, ia
menjelaskan prinsip ini dalam kerangka sistem demokrasi, yakni sistem
demokrasi sosial yang menjadi kondisi politik bagi terwujudnya
kesejahteraan sosial. Di dalam Kursus Pancasila 1958, Ir.Sukarno
menjelaskan panjang lebar tentang jalan menuju keadilan sosial melalui
Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB). Dalam rangka
sila keadilan sosial ini, Bung Hatta juga memiliki pandangan senada
dengan Ir.Sukarno. Menurutnya: T
AF
“Keadilan sosial tidak saja menjadi dasar negara Republik Indonesia, tetapi
sekaligus menjadi tujuan yang harus dilaksanakan, supaya tercapai apa yang
disebut dalam Pembukaan UUD Republik Indonesia. Keadilan sosial adalah
langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan
makmur. Langkah pertama untuk menuju ke situ ialah melaksanakan
R

penetapan UUD 1945, pasal 27 ayat 2, “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. 30
D

Lebih lanjut ia menambahkan:


“Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations), pemerintah
kita hendaklah berusaha secepat-cepatnya dengan berangsur-angsur
melaksanakan Pasal 55 daripada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
terutama yang tersebut pada huruf (a): Menuju penghidupan yang lebih
tinggi, bekerja penuh, dan syarat-syarat kemajuan ekonomi dan sosial, dan
perkembangan”. 31

Dalam konteks perwujudan keadilan sosial ini, maka disusunlah prinsip-


prinsip perekonomian kita di dalam UUD Tahun 1945 pasal 33, yang
dalam perumusan awalnya, berbunyi:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan,
30
Mohammad Hatta, Op.cit., No.6, hlm. 37
31
Loc.cit., hlm. 38

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 43


b. Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hidup orang banyak dikuasai oleh negara,
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

Pasal 33 UUD Tahun 1945 tersebut menurut Drs.Mohammad Hatta,


adalah sendi utama bagi politik perekonomian dan politik sosial di
Indonesia. Oleh karena itu dasar perekonomian rakyat mestilah
merupakan usaha bersama secara kekeluargaan, yang dimaksud dengan
usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ialah kooperasi (koperasi).32

T
AF
R
D

32
Mohammad Hatta, Op.cit.,No.6., hlm. 38

44 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BAB IV
KEDUDUKAN PANCASILA
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar negara, berarti Pancasila menjadi dasar untuk
mengatur penyelenggaraan negara dan seluruh warganegara Indonesia.
Jelas pula di dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dimuat tujuan negara
dan dasar negara Pancasila. Rumusan Pancasila sebagaimana tertuang
dalam Pembukaan UUD NRI 1945 telah kembali dikukuhkan dalam
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1968 tentang
tata urutan dan rumusan dalam penulisan/pembacaan dan pengucapan

T
sila-sila Pancasila. Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara
sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
AF
juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan
Penetapan tentang Penegasan Pancasila Dasar Negara. Paparan ini
R

penting untuk meneguhkan kedudukan Pancasila sebagaimana


tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 walaupun status
ketetapan MPR tersebut merupakan ketetapan yang tidak perlu
D

dilakukan tindakan lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (sekali dan
tidak berubah), telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan. Dalam
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun
1945. Bahwa Pancasila benar-benar menjadi dasar negara, tercermin
dari Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang
menyatakan Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk :

“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,


memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian
abadi dan keadilan sosial…..maka kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,kemanusiaan yang

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 45


adil dan beradab,persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Undang-Undang Dasar 1945 menjadi sumber hukum tertinggi bagi


peraturan perundang-undangan di bawahnya. Dengan demikian tidak
boleh ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
Pancasila dan UUD NRI 1945. Secara garis besar UUD NRI 1945
mengatur 4 (empat) hal penting: (1) Prinsip kedaulatan rakyat dan
negara hukum ; (2) Pembatasan kekuasaan lembaga- lembaga negara ;
(3) Pengaturan hubungan antar lembaga-lembaga negara dan (4)
Pengaturan hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara
dengan warga negara.

T
B. Pancasila Sebagai Filsafat Dasar (Philosofische grondslag)
AF
Pancasila adalah dasar negara, ideologi bangsa, pandangan hidup dan
pemersatu bangsa. Ketika pertama kali diusulkan oleh Ir.Sukarno
pada 1 Juni 1945, dasar negara ini ia sebut dengan tiga istilah. Pertama,
filsafat dasar negara (Philosofische grondslag) sebanyak 4 kali. Kedua,
R

prinsip filosofis (Philosofische principe) sebanyak 1 kali. Ketiga, pandangan


dunia (Weltanschauung) sebanyak 31 kali. Filsafat dasar negara dan
D

prinsip filosofis memiliki makna sebangun,yakni nilai-nilai filosofis yang


menjadi dasar bagi pendirian negara. Adapun yang dimaksud sebagai
nilai- nilai filosofis ialah nilai-nilai yang paling mendasar, hakiki, dan
paling mewakili hal-hal yang paling penting bagi pendasaran
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai filosofis itu ada lima,
yakni ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan
sosial. Mengapa kelima nilai itu yang paling mendasar? Karena ia
mewakili hal-hal yang paling penting bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Ia merupakan dasar, bangunan, sekaligus
tujuan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sedangkan pandangan dunia ialah penggunaan nilai-nilai filosofis


tersebut untuk memaknai diri dan kedudukan dalam lingkungan
masyarakat. Kita sebagai manusia memaknai dunia dengan

46 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


menggunakan lima nilai-nilai filosofis tersebut. Proses memaknai dunia
sama dengan memaknai kehidupan,sehingga pandangan dunia bisa juga
disebut dengan pandangan hidup. Kita memandang atau memaknai
kehidupan melalui nilai-nilai filosofis Pancasila. Dalam konteks inilah,
Pancasila lalu disebut sebagai pandangan hidup bangsa. Hal ini karena
sejak awal, kelima nilai-nilai filosofis ini merupakan nilai yang
digunakan masyarakat Indonesia atau Nusantara dalam memaknai
kehidupannya.

Pada titik ini, hal yang perlu dipahami ialah bahwa nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai filosofis. Artinya, nilai-nilai tersebut mengandung
pokok- pokok pemikiran yang bersifat ilmiah dan akademik sehingga
membentuk sebuah sistem pengetahuan. Dengan demikian nilai-nilai
Pancasila bukan nilai- nilai yang normatif, karena sejak awal diusulkan
dan dirumuskan sebagai nilai- nilai filosofis. Hal ini bisa kita pahami di
T
dalam kandungan konseptual dari lima nilai tersebut.
AF
Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung konsep Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang diamalkan secara toleran, inklusif dan saling
hormat menghormati. Nilai ketuhanan ini juga harus dipahami dalam
R

hubungannya dengan nilai-nilai lainnya, yakni kemanusiaan,


kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Ini berarti, ketuhanan di
dalam kerangka Pancasila ialah ketuhanan yang memuliakan
D

kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Artinya,


dalam bertuhan, kita menjadikan pemuliaan martabat manusia,
perawatan persatuan bangsa, pemenuhan hak-hak rakyat, serta keadilan
sosial, sebagai bakti ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung konsep


martabat manusia dan hak-hak asasi manusia. Nilai kemanusiaan di sini
merujuk pada kemuliaan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan
yang mulia tanpa memandang ras, suku, agama, golongan dan kelas
sosialnya. Di dalam kemuliaan martabat itu, manusia memiliki hak
asasi manusia (HAM) sejak hak-hak sipil dan politik, hak-hak sosial-
ekonomi dan hak- hak budaya. Untuk itu, sila kemanusiaan Pancasila
ini merupakan payung bagi perlindungan, pemenuhan dan pelaksanaan
HAM. Nilai kemanusiaan ini juga harus dibaca sebagai kesatuan

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 47


dengan nilai ketuhanan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.
Dengan demikian, sila kemanusiaan di dalam Pancasila merupakan cara
pengamalan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dilakukan demi
memperkuat persatuan bangsa, menguatkan nilai-nilai demokrasi, demi
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketiga, Persatuan Indonesia yang mengandung konsep persatuan bangsa


di tengah kemajemukan ras, suku, agama, golongan dan ideologi
politik. Karena sejak awal masyarakat majemuk, maka untuk menjadi
sebuah bangsa, ia harus menyatukan berbagai perbedaan dan
keragaman. Persatuan di tengah kemajemukan inilah yang menjadi
saripati dari nilai kebangsaan atau nasionalisme Indonesia. Nilai
kebangsaan ini juga harus dibaca sebagai kesatuan dengan sila
ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Dengan
demikian, kebangsaan Indonesia merupakan cara pengamalan iman
T
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam bentuk menjaga persatuan
AF
yang diamanatkan oleh semua ajaran agama. Kebangsaan Indonesia ini
diamalkan pula demi pemuliaan martabat manusia yang mendiami
bangsa tersebut, serta dipraktikkan demi terselenggaranya kehidupan
berbangsa yang demokratis, dengan tujuan terwujudnya keadilan sosial
R

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


D

Permusyawaratan Perwakilan, mengandung konsep kedaulatan rakyat


yang diwujudkan berbasis hikmah kebijaksanaan melalui perwakilan
dan permusyawaratan. Di dalam nilai ini, terkandung konsep tentang
demokrasi yang memuat kebijaksanaan nilai-nilai Pancasila. Artinya,
demokrasi Pancasila ialah demokrasi yang merupakan cerminan nilai-
nilai ketuhanan, yang dilaksanakan demi pemenuhan dan perlindungan
hak asasi manusia. Demokrasi Pancasila memuat dua tujuan mendasar,
yakni persatuan bangsa dan keadilan sosial. Oleh karenanya, praktik
demokrasi tidak boleh menciptakan perpecahan bangsa, dan juga harus
mengarahkan diri demi tercapainya keadilan sosial. Nilai kerakyatan
atau demokrasi ini diselenggarakan melalui sistem demokrasi
perwakilan yang mengutamakan musyawarah sebagai mekanisme
perumusan kebijakan publik. Nilai kerakyatan ini juga harus dibaca
sebagai kesatuan dengan nilai-nilai lainnya. Dengan demikian,

48 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


kerakyatan atau demokrasi di dalam Pancasila adalah cara pengamalan
iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dilakukan demi perawatan
persatuan bangsa, pemuliaan martabat manusia serta terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang


mengandung konsep keadilan sosial sebagai tujuan utama dari
pendirian negara dan bangsa. Keadilan sosial yang dimaksud ialah
kesejahteraan sosial-ekonomi, melalui pembangunan ekonomi yang
tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan
kesejahteraan. Di dalam keadilan sosial ini, kesejahteraan rakyat kecil
menjadi prioritas bagi pembangunan. Nilai keadilan sosial ini juga
harus dibaca sebagai kesatuan dengan nilai-nilai lainnya. Dengan
demikian, keadilan sosial merupakan pengamalan iman kepada Tuhan
Yang Maha Esa, demi pemuliaan martabat manusia di dalam bangsa
T
yang bersatu dan demokratis. Keadilan sosial juga menjadi ciri utama
AF
bagi semua sila Pancasila. Oleh karenanya, ketuhanan di dalam
Pancasila ialah ketuhanan yang memuliakan keadilan sosial. Demikian
pula nilai kemanusiaan, kebangsaan dan kerakyatan.
R

Proses diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara pada 1 Juni 1945


disebut sebagai fase kelahiran (ide) Pancasila. Proses perumusan
D

Pancasila lebih lanjut pada 22 Juni hingga Sidang Kedua BPUPK


disebut fase perumusan Pancasila. Sedangkan proses pengesahan
rumusan final Pancasila pada Sidang PPKI 18 Agustus, disebut fase
pengesahan. Dalam hal ini, pengesahan rumusan final Pancasila
dilakukan dalam kerangka pengesahan UUD Tahun 1945, dimana
redaksi sila-sila Pancasila ditulis dalam alinea keempat Pembukaan
UUD Tahun 1945. Hanya saja yang perlu dipahami ialah, yang
termuat di dalam alinea Pembukaan tersebut hanyalah redaksi dari
sila-sila Pancasila.

Demikianlah maka, dalam rangka memahami kembali Pancasila,


diperlukan pemahaman terhadap kandungan pengetahuan pengusul dan
perumus Pancasila yang merupakan para pendiri bangsa. Hal ini

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 49


dibutuhkan agar proses memahami Pancasila bersifat tepat secara
metodologis, karena untuk mengetahui sebuah gagasan, tentu perlu
memahami pemikiran para penggagas gagasan tersebut. Tanpa
memahami gagasan pengusul dan perumus Pancasila, maka
pemahaman terhadap Pancasila akan bersifat ahistoris.
Untuk kebutuhan ini, kita perlu menengok kembali apa yang terjadi
pada Sidang Pertama BPUPK yang terjadi pada tanggal 28 Mei-1 Juni
1945. Dalam pidato pembukaan di sidang pertama, Ketua BPUPK,
Radjiman Wedyodiningrat mengajukan pertanyaan kepada anggota
sidang, “Apa dasar bagi negara yang akan kita bentuk ini?” Menurut
Drs.Mohammad Hatta 33 meskipun beberapa anggota pada awalnya
berpendapat bahwa pertanyaan itu akan membawa persoalan
filosofis, akan memperlambat waktu saja sehingga mereka ingin
menyegerakan membahas Undang-Undang Dasar, akan tetapi

T
pertanyaan tersebut tetap menjadi isu utama yang menjadi dasar
pembicaraan pada sidang pertama.
AF
Persidangan yang menghadirkan banyak pembicara tersebut belum
menjawab pertanyaan Ketua BPUPK tentang dasar negara. Terdapat 39
pembicara yang mengemukakan ide sejak 29 Mei-1 Juni 1945.34
R

Meskipun demikian, ide para pembicara tersebut tidak semuanya dapat


dimasukkan dalam kategori dasar negara, karena misalnya masih
D

dicampuradukkan antara dasar negara dengan bentuk negara. Bahkan


dasar negara juga dimaknai sebagai pembelaan negara, budi pekerti
negara, daerah negara, penduduk dan putera negara, susunan
pemerintahan, bahkan termasuk hak atas tanah.

Pertanyaan Ketua BPUPK baru mendapatkan jawaban dari Ir.Sukarno


yang berpidato pada 1 Juni 1945. Dalam menjawab pertanyaan
tersebut Ir.Sukarno menempatkan persoalan dasar negara ini dalam
konteks sebagai filsafat dasar (Philosofische grondslag) dan pandangan

33
Mohammad Hatta, Uraian Pancasila,op.cit.,no.1, hlm 30
34
RM AB Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Memuat Salinan Dokumen Otentik
Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan, (Edisi Revisi), Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016, hlm. 96-167

50 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


dunia (Weltanschauung).35 Dalam konteks ini, meskipun Pancasila pada
akhirnya merupakan konsensus nasional para pendiri bangsa, namun
sebagai ide, Ir.Sukarnolah pencetus ide tersebut. Pada titik ini, peran
Ir.Sukarno di dalam proses kelahiran Pancasila ialah sebagai berikut;

Pertama, sebagai pencetus istilah Pancasila yang ia sampaikan di Sidang


Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan pada 1 Juni 1945.
Pancasila ia usulkan sebagai nama dari lima nilai yang ia ajukan sebagai
dasar negara. Nama Pancasila ini ia dapatkan dari temannya sang ahli
bahasa.
Kedua, sebagai perumus ide-ide di dalam Pancasila tersebut. Ide-ide itu
meliputi; kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan sosial
dan ketuhanan. Kelima ide ini ia tawarkan tidak sebagai lima nilai yang
saling terpisah, melainkan sebagai kesatuan konseptual yang

T
membentuk tiga konsep utama, yakni sosio-nasionalisme, sosio-
demokrasi dan ketuhanan. Dengan demikian, Ir.Sukarno tidak hanya
AF
mencetuskan nama Pancasila. Sebab ia juga merumuskan konsep-
konsep di dalam Pancasila tersebut.
Ketiga, sebagai penggali Pancasila yang ia letakkan dalam rangka dasar
filsafat (Philosofische grondslag). Dasar filsafat atau dasar filosofis inilah
R

yang dimaksud sebagai “dasar negara” yang sedang dicari oleh Sidang
BPUPK.
D

Dalam Pidato 1 Juni 1945 itu, Ir.Sukarno menyebut Pancasila dengan


tiga sebutan; filsafat dasar (Philosofische grondslag) sebanyak 4 kali,
prinsip filosofis (Philosofische principe) sebanyak 1 kali, dan pandangan
dunia (Weltanschauung) sebanyak 31 kali. Istilah Philosofische grondslag ia
definisikan sebagai “Fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-
dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam- dalamnya untuk di atasnya
didirikan Gedung Indonesia Merdeka”. Frasa “untuk di atasnya
didirikan Gedung Indonesia Merdeka” menjelaskan bahwa Pancasila
sebagai Philosofische grondslag merupakan padanan dari istilah “Dasar
Negara”. Alhasil, pengertian Pancasila sebagai dasar negara tak lain
adalah Pancasila sebagai “dasar falsafah/falsafah negara”.

35
Achmad Basarah, Ir.Sukarno, Islam dan Pancasila, Jakarta, Penerbit Konstitusi Press, 2017,
hlm.23-28

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 51


Tentang istilah Weltanschauung, Ir.Sukarno tidak memberikan
definisinya secara eksplisit. Namun tersirat dari contoh-contoh yang ia
berikan, antara lain, sebagai berikut:
1. Hitler mendirikan Jermania di atas “National-sozialistische
Weltanschauung”,
2. Lenin mendirikan Negara Soviet di atas “Marxistische Historisch
Weltanschauung”,
3. Nippon mendirikan Negara Jepang di atas “Tenno Koodo Seisin”,
4. Ibnu Saud mendirikan Negara Arab Saudi di atas satu
Weltanschauung, bahkan di atas dasar agama, yaitu Islam,
5. Sun Yat Sen mendirikan Negara Tiongkok merdeka di atas
Weltanschauung San Min Chu I, yaitu Mintsu, Mincuan, Minshen:
Nasionalisme, Demokrasi dan Sosialisme.

T
Dengan demikian, pengertian Ir.Sukarno tentang Weltanschauung itu
AF
dekat dengan ideologi. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan
hidup atau pandangan dunia bangsa Indonesia hendak dijadikan
sebagai ideologi negara. Tawaran dasar negara sebagai dasar filosofis
dan pandangan dunia ini, Ir.Sukarno disampaikan sebagai berikut36:
R

“Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan
D

hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia,
yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya yang
diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda
“Philosofische grondslag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag
itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang
sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka
yang kekal dan abadi”.

Ungkapan ini disampaikan Ir.Sukarno untuk menegaskan


pandangannya tentang dasar negara yang menurutnya ialah dasar
filsafat. Satu hal yang berbeda dengan para pembicara lain, sejak
Muhammad Mr.Muhammad Yamin, Soepomo, Ki Bagus Hadikusumo,
Drs.Mohammad Hatta dan lain-lain yang tidak menawarkan ide tentang
36
Sukarno, Lahirnya Pancasila, dalam Bung Karno dan Pancasila, Menuju Revolusi Nasional,
Yogyakarta: Galang Press, 2002, hlm. 7; Yudi Latif, Revolusi Pancasila, Kembali ke Rel
Perjuangan Bangsa, Bandung: Mizan, 2016, hlm. 31-34;

52 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


dasar negara sebagai filsafat. Dalam kaitan ini, Ir.Sukarno melanjutkan
pandangannya:

“Saya mengerti apakah yang Paduka Tuan Ketua kehendaki! Paduka Tuan
Ketua minta dasar, minta Filosofische Grondslag, atau jikalau kita oleh
memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka Tuan Ketua yang mulia
meminta suatu Weltanschauung di atas mana kita mendirikan negara
Indonesia itu”.37

Lebih lanjut Ir.Sukarno menyatakan mengenai banyaknya anggota


BPUPK yang selama tiga hari telah mengemukakan pikiran-pikiran
untuk mencari persetujuan paham:

“Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak


pikiran telah dikemukakan, macam-macam, tetapi alangkah benarnya
perkataan dari Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita

T
harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama
mencari persatuan Filosofische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang
AF
kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju. Yang saudara Mr.Muhammad
Yamin setuju, yang Ki Bagoes setuju, yang Ki Hajar setuju, yang Saudara
Sanoesi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Lim
Koen Hian setujui. Pendeknya kita semua mencari satu modus”. 38
R

Dari pernyataan ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa tujuan utama
Ir.Sukarno dalam Pidato 1 Juni ialah; pertama, merumuskan dasar
D

negara dalam kerangka filsafat dasar negara secara sistematis dan


koheren; kedua, menawarkan pandangan dunia atau pandangan hidup
yang merangkum semua pandangan peserta Sidang BPUPK. Artinya,
pandangan Ir.Sukarno merupakan penyatuan berbagai ragam
pandangan dari peserta sidang.

C. Pancasila Sebagai Ideologi


Praktik dari nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat dasar negara, prinsip
filosofis dan pandangan dunia inilah yang dimaksud dengan ideologi.
Dalam kaitan ini, istilah ideologi merujuk pada pelaksanaan ide, yang
awalnya hanya menjadi dasar atau prinsip filosofis, lalu digunakan
37
Buku, Lahirnya Pancasila, Op.cit. No.1, hlm. 15.
38
Loc.cit., hlm. 17

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 53


untuk memaknai dunia kehidupan. Melaksanakan ide menjadi
kenyataan perilaku serta praktik kehidupan di masyarakat bangsa dan
negara inilah yang disebut dengan ideologi. Dengan demikian,
Pancasila juga merupakan ideologi bangsa dan negara Indonesia.

Di dalam dokumen Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


yang diterbitkan MPR pada penerbitan tahun 2012 dinyatakan, apabila
dasar negara Pancasila dihubungkan dengan tujuan negara tersebut,
jadilah Pancasila sebagai ideologi negara.

Dalam konteks ideologi negara, Pancasila dapat dimaknai sebagai


sistem kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial-
budaya dan pertahanan-keamanan dalam rangka pencapaian tujuan
negara yang didasarkan pada dasar negara. Dengan demikian dalam
rangka mencapai tujuan negara, maka penyelenggaraan politik
T
ketatanegaraan, ekonomi, penyelenggaraan hukum, sosial budaya
AF
maupun penyelenggaraan pertahanan- keamanan negara termasuk pula
politik luar negeri, Pancasila harus dijadikan sebagai bintang penuntun.
Inilah makna Pancasila sebagai ideologi. Jadi pengejawantahan
Pancasila sebagai ideologi tercermin dalam pembuatan regulasi di
R

bidang-bidang tersebut dan dalam kebijakannya.

Secara akademik ideologi dapat disejajarkan dengan apa yang disebut


D

sebagai paradigma. Mengikuti pemaknaan paradigma, maka ideologi


dapat dimaknai sebagai seperangkat pemikiran-pemikiran yang
bersumber dari pengalaman di dalam kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial yang diyakini kebenarannya karena mampu menjaga
keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari ideologi dapat
diidentifikasi nilai-nilai suatu bangsa yang mampu menjadi penuntun
arah menuju kehidupan yang baik bagi masyarakat bangsa tersebut.

Nilai merupakan ide atau konsep yang akan menjadi penuntun


seseorang dalam mengkonsepsikan kedudukan dirinya di dalam alam
semesta. Dari tuntunan itu kemudian manusia dapat menentukan apa
yang disebut kebaikan dan apa yang disebut keburukan dalam suatu
lingkungan sosial tertentu. Dengan perkataan lain, nilai merupakan
sebuah ide yang selalu bersifat subjektif, berisi tentang apa yang baik

54 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


dan apa yang harus dijauhi, tentang apa yang benar dan apa yang salah.
Sebuah nilai tumbuh berdasar pengalaman hidup, dan tumbuhnya
kesadaran rasional, serta dipengaruhi pula oleh lingkungan tatanan
sosialnya. Sebuah nilai akan menjadi mengikat sebuah komunitas
apabila memang ada objektifikasi dari nilai yang sesungguhnya subjektif
itu, melalui proses-proses penerimaan yang benar.

Nilai-nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ada dalam pikiran manusia.


Nilai-nilai memuat tuntunan tentang bagaimana suatu kehidupan harus
dijalankan supaya menjadi baik. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
Pancasila sebagai ideologi dapat dimaknai sebagai seperangkat
pemikiran-pemikiran yang bersumber dari pengalaman di dalam
kehidupan bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya karena
mampu menjaga keberlanjutan kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
memuat nilai-nilai yang menuntun bagaimana tata masyarakat adil dan
T
makmur harus dijalankan guna mewujudkan tata masyarakat adil dan
AF
makmur.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan jati diri


bangsa Indonesia, yang melandaskan pada keyakinan bahwa manusia
R

sejatinya diciptakan dalam kebersamaan dengan sesamanya.


Berdasarkan keyakinan itu, maka nilai- nilai: religiusitas, keadilan,
gotong royong, musyawarah, dan mengakui keberagaman sebagai
D

kodrat, menjadi utama bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut


merupakan kristalisasi dari pengalaman hidup yang menyejarah dan
bersumber dari: (1) religiusitas bangsa Indonesia; (2) adat istiadat;
(3) kearifan lokal; (4) pandangan atau filsafat pemikiran dan ideologi
yang berkembang ketika Pancasila dilahirkan; (5) budaya yang tumbuh
dalam kehidupan bangsa; (6) konsepsi hubungan individu dengan
masyarakat yang sudah membudaya dalam masyarakat Indonesia.
Dalam cara berpikir Indonesia, realitas tidak dimaknai dengan dominasi
logika empiris (faktual), tetapi selalu diseimbangkan dengan melibatkan
aspek-aspek keilahian (religiusitas). Humanisme dalam perspektif cara
berpikir Indonesia dikonsepsikan sebagai semangat yang
mengutamakan kemanusiaan serta dilandasi semangat gotong royong.
Keyakinan humanisme bangsa Indonesia berangkat dari cara berpikir
bahwa seorang individu adalah bagian dari masyarakat secara

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 55


keseluruhan sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, manusia
sesungguhnya diciptakan dalam kebersamaan. Dengan demikian,
Pancasila adalah komposisi dari nilai-nilai bukan nilai-nilai yang
saling terpisah. Mengacu pada Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR-RI
yang diterbitkan pada tahun 2017, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila disarikan sebagai berikut:39

Ketuhanan Yang Maha Esa


1. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan dan menolak
paham anti Tuhan (atheisme);
2. Bangsa Indonesia mengamalkan ajaran agamanya secara
berkeadaban, saling menghormati satu sama lain;
3. Bangsa Indonesia wajib untuk menyembah Tuhannya dan

T
beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing
secara leluasa, berkeadaban dan berkeadilan;
AF
4. Bangsa Indonesia melaksanakan perintah agama dan
kepercayaannya masing-masing dengan tetap mengedepakan
harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Bangsa Indonesia tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
R

terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.


D

Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


1. Indonesia adalah negara bangsa (nation state) yang merdeka, bersatu
dan berdaulat tetapi bukan chauvinistik. Indonesia tetap bagian dari,
dan bekerjasama dengan masyarakat bangsa-bangsa di dunia;
2. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menghendaki pergaulan
bangsa- bangsa di dunia dengan prinsip saling menghormati nilai-
nilai nasionalisme, bahkan kearifan lokal setiap bangsa yang
tumbuh subur dalam taman sarinya bangsa-bangsa di dunia;
3. Indonesia merupakan bagian dari kemanusiaan universal yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mengembangkan

39
Sekretariat Jenderal MPR-RI, Bahan Tayang Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR-RI
(Jakarta: Sekretariat Jendreal MPR-RI, 2017). h. 19-24

56 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


persaudaraan berdasarkan nilai-nilai keadilan dan keadaban;
4. Bangsa Indonesia mengakui dan memperlakukan kesederajatan
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa;
5. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa tepa selira dan
memahami bahwa perbedaan suku, ras, agama dan kepercayaan
adalah keniscayaan yang tidak boleh menimbulkan pertentangan.

Persatuan Indonesia
1. Negara Kebangsaan Indonesia bukan sekedar timbul karena
persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib, tetapi lebih
dari itu karena juga adanya persatuan antara orang dengan tanah air
yang didiaminya;

T
2. Persatuan Indonesia bernafaskan semangat kebangsaan yang
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
AF
yang senasib dan sepenanggungan dalam bingkai NKRI. Persatuan
Indonesia adalah sikap kebangsaan yang saling menghormati
perbedaan dan keberagaman masyarakat dan bangsa Indonesia;
3. Bangsa Indonesia mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta
R

kepentingan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan


bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan ;
D

4. Segenap warga negara Indonesia mengembangkan rasa cinta


tanah air dan bangsa serta bersedia berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa apabila diperlukan;
5. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.

Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijakaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
1. Negara Indonesia bukan sebuah negara yang didirikan untuk
satu golongan tetapi untuk semua yang bertanah air Indonesia. Oleh
karena itu penyelenggaraan negara didasarkan pada
permusyawaratan perwakilan;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 57


2. Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengakui dan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dengan mengutamakan prinsip
permusyawaratan dalam lembaga perwakilan rakyat;
3. Demokrasi yang dibangun di Indonesia bukanlah demokrasi Barat,
tetapi demokrasi berlandaskan permusyawaratan yang mampu
mewujudkan kesejahteraan sosial;
4. Bangsa Indonesia wajib menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah dan dengan
i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
5. Bahwa bangsa Indonesia tidak mengenal sistem diktator mayoritas
dan tirani minoritas.

Indonesia didirikan
T
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Negara untuk bersungguh-sungguh
AF
memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia baik lahir
maupun batin;
2. Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengakui dan
R

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dengan mengutamakan prinsip


permusyawaratan dalam lembaga perwakilan rakyat;
D

3. Negara Indonesia wajib menjamin setiap warga negara untuk


mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak,
bermartabat dan berkeadilan;
4. Bangsa Indonesia dalam mengambil keputusan senantiasa dipimpin
oleh nilai- nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dalam semangat
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan untuk mewujudkan
keadilan;
5. Tiap warga bangsa Indonesia tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

58 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


D . P a n ca s i la S e ba g a i P em er s a t u Ba n g s a
Cita-cita untuk menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia telah
dikumandangkan melalui Sumpah Pemuda, pada saat Konggres
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda ini
menjadi komitmen seluruh pemuda dan seluruh golongan masyarakat
untuk diwujudkan. Keinginan untuk bersatu melebur menjadi satu
bangsa yaitu bangsa Indonesia, pada saat itu dilandasi niat untuk
bersatu karena adanya persamaan nasib akibat penjajahan, serta
pengalaman kegagalan ketika melawan Belanda. Kegagalan mengusir
penjajah itu terjadi karena perlawanannya bersifat sporadis dan
kedaerahan. Pengalaman kegagalan perjuangan itu, mendorong
tumbuhnya kehendak untuk bersatu sebagai bangsa.

Paham kebangsaan adalah konsep baru yang pertama kali

T
diperkenalkan oleh Augustin Barruel (1741-1820) pada tahun 178940.
Paham kebangsaan lebih menunjuk pada pengertian subjektif yang
AF
bersumber dari cara berpikir dari keseluruhan masyarakat di wilayah
bersangkutan yang dilandasi oleh kesadaran tentang persamaan nasib,
budaya, pandangan hidup dan kebutuhan bersama untuk melanjutkan
kehidupan di wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian,
R

paham kebangsaan bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah, karena ia


mensyaratkan adanya kehendak bersama yang sadar harus berbuat
D

apa demi keberlanjutan hidup yang lebih baik dalam kebersamaan.


Kebangsaan merupakan subjektifitas secara bersama dari warga yang
timbul terhadap kondisi sosial politik, ekonomi maupun ketidak-
adilan yang menimpa warga bersangkutan. Sekalipun dikatakan
paham kebangsaan tumbuh melalui kesadaran subjektif dan bukan
sesuatu yang alamiah, tetapi tumbuhnya semangat untuk bersatu
sebagai bangsa tidak bisa dilepaskan dari keterkaitan dengan nilai-

40
Dikutip dari M.Rusli Karim, “Arti Dan Keberadaan Nasionalisme”, dalam Analisis
CSIS,Tahun XXV.No.2,Maret-April 1996, hlm 95-108; Augustin Barruel ( 2, October
1741–5, October,1820) adalah seorang rohaniwan. Pernyataannya tentang istilah
kebangsaan (nasionalisme) terkait dengan tulisan-tulisannya tentang terjadinya Revolusi
Perancis 1789. Menurut pernyataannya, Revolusi Perancis 1789 direncanakan dan
dilaksanakan oleh sebuah konspirasi (Barruel wrote that the French Revolution was planned and
executed by the secret societies);

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 59


nilai budaya, kepercayaan, sejarah, keyakinan dan etnisitas beragam41.

Paham kebangsaan yang tumbuh dari subjektifitas memiliki dua


dimensi yang saling terkait yaitu : dimensi internal dan dimensi
eksternal42. Dimensi internal merujuk pada kemampuan warga untuk
menciptakan iklim kondusif bagi pembangunan nasional terutama
konsensus untuk meniadakan konflik dan ketegangan sosial yang
bersumber dari perbedaan suku, ras dan agama. Dimensi eksternal
menunjuk pada kemampuan nasional suatu negara dalam
menjalankan hubungan luar negeri dengan berbagai negara dan aktor
non-negara dalam skala internasional. Di negara-negara terjajah,
terutama yang secara etnis berasal dari Afrika, Asia, Amerika Latin,
hampir semua kebangkitan paham kebangsaan merupakan bentuk
perlawanan terhadap imperialisme Barat43.

T
Mengikuti uraian di atas maka kebangsaanlah yang sebenarnya
AF
mempersatukan warga masyarakat yang berbeda agama, suku
maupun ras dalam suatu komunitas yang secara hukum disebut
negara. Berdasarkan hal tersebut kita bisa memahami makna negara
kebangsaan Indonesia mengindikasikan bersatunya bangsa Indonesia
R

di dalam suatu wadah yang disebut negara.


Dalam pengertian negara kebangsaan, ada 2 variabel yang
D

dipertemukan : Pertama, kebangsaan yang timbul sebagai kesadaran


subjektif karena ada kesamaan dan kesadaran bersama tentang
berbagai hal. Kedua,negara sebagai wadah yang secara hukum harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1
Konvensi Montevideo 1933 : (a) ada rakyat yang secara sadar

41
M.Rusli Karim loc.cit; Mingshengli. “Nationalism And Imperialism”, In R. Fortner & M.
Fackler (Eds.), International Handbook of Media and Mass Communication Theory Malden, MA:
Wiley-Blackwell, 2014, pp.667-689; Stanley Hoffman, “The Nation, Nationalism, and
After: The Case of France”, The Tanner Lectures on Human Values, Delivered at Princeton
University March 3 and 4, 1993, p 217-220;
42
Anak Agung Banyu Perwita, “Konflik Antar Etnis Dalam Masyarakat Global Dan
Relevansinya Bagi Indonesia”, dalam, Analisis CSIS, Tahun XXV.No.2,Maret-April
1996,hlm,153-154;
43
Vinsensio M.A. Dugis,”Defining Nationalism in the Era of Globalization,” Dalam Jurnal
Masyarakat Kebudayaan Dan Politik, Th XII, No. 2, hlm 51-57;

60 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


mengikatkan diri pada kekuasaan negara bersangkutan ; (b) ada
pemerintah yang berkuasa secara sah atas negara bersangkutan ; (c)
mempunyai wilayah teritori yang tertentu batas- batasnya ; (d)
memiliki kemampuan sebagai kesatuan entitas, untuk melakukan
hubungan internasional. Demikianlah maka dikatakan kebangsaan
telah menjadi alat perekat kohesi sosial, faktor integratif, titik yang
mempertemukan kita sebagai warganegara untuk mencapai tujuan
nasional.

E. Pancasila Sumber Segala Sumber Hukum Negara


Di dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945 Sebelum
Perubahan, terkait dengan sistem pemerintahan negara, dinyatakan:
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat)…Negara
Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
T
belaka (Machtsstaat). Di dalam sejarah ketatanegaraan dunia,
munculnya paham negara hukum (Rechtsstaat) merupakan reaksi
AF
terhadap paham negara kekuasaan (Machtstaat), yang ditandai oleh
terjadinya Revolusi Perancis pada tahun 1789.

Paham negara kekuasaan (Machtstaat) merupakan paham dalam


R

ketatanegaraan yang menyandarkan pada kekuasaan seorang yang


memerintah secara absolut. Titahnya mengikat dan berlaku laksana
D

undang-undang. Pengertian absolut disini bahwa seseorang tersebut


memegang sekaligus tiga kekuasaan (legislatif, eksekutif dan judikatif).
Absolutisme semacam ini muncul dalam penyelenggaraan kekuasaan,
karena sang pemegang kekuasaan dikonsepsikan sebagai wakil Tuhan
di dunia. Dalam kedudukan seperti itu, karenanya, pemegang
kekuasaan dianggap tidak pernah salah sehingga dipandang berhak
memegang tiga cabang kekuasaan secara bersamaan. Hal itu tercermin
dalam kekuasaan Raja Louis XVI. Akan tetapi perkembangan pesat
peradaban dunia, karena pengaruh Era Empirisme yang berkembang
pesat sejak pertengahan Abad ke delapan belas, akhirnya kekuasaan
itu ditumbangkan oleh bangsa Perancis melalui Revolusi pada tahun
1789. Era Empirisme memberikan kesadaran tentang pentingnya hasil
verifikasi (pembuktian) secara kasat mata tentang segala sesuatunya.
Bahkan segala filsafat ataupun pengetahuan pada masa lalu dianggap

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 61


salah, sebelum ada pembuktian sebaliknya berdasarkan verifikasi
empirik. Selain itu, Era Empirisme juga membawa kesadaran bahwa
sesungguhnya kedudukan manusia itu sederajat.

Dengan demikian, mulai muncul pendapat bahwa tidak ada seseorang


yang dapat memerintah negara, kalau tidak atas persetujuan bersama.
Inilah sesungguhnya bibit-bibit paham demokrasi mulai tumbuh
terutama di daratan Eropa.

Demikianlah maka paham yang diajarkan oleh filsof-filsof


ketatanegaraan Montesquieu, Voltaire juga berangkat dari
ketidakpercayaan bahwa Raja adalah wakil Tuhan, dan karenanya
abosulutisme tidak bisa dibenarkan, terlebih-lebih di dalam praktiknya
absolutisme telah menyengsarakan rakyat dan penimbunan

T
kemewahan sekeliling penguasa. Demikianlah maka Revolusi
Perancis 1789 merupakan peristiwa ketatanegaraan yang penting
AF
dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di dunia, yaitu
mendekonstruksi paham Negara Kekuasaan yang menempatkan Raja
sebagai penguasa sekaligus tiga cabang kekuasaan (Machtsstaat), dan
melahirkan sistem ketatanegaraan baru yaitu demokrasi, dan Negara
R

Hukum (Rechtsstaat). Pemerintahan dijalankan berdasarkan peraturan


hukum yang telah disusun dan disepakati bersama melalui proses
yang demokratis.
D

Dengan demikian, terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara


demokrasi dan hukum: Negara Hukum sebagai antinomi terhadap
Negara Kekuasaan (Machtstaat), bukan menundukkan diri pada
kekuasaan, tetapi pada hukum dan peraturan perundang-undangan
yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama antar warganegara
melalui Lembaga Perwakilan yang sah. Kesepakatan dalam
pembuatan hukum dan peraturan merupakan wujud pengakuan
kesejajaran dan persamaan hak warga negara Indonesia yang sangat
beragam, berbagai suku, dan agama mencakup penduduk di pulau-
pulau terpencil, yang sangat besar jumlahnya.

Dalam konteks Indonesia, kesepakatan untuk menetapkan hukum dan


peraturan perundang-undangan adalah proses politik, melalui

62 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Lembaga Perwakilan, yang dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan
negara berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Landasan
meta-yuridisnya mengacu pada Sila Keempat Pancasila yang
mengandung nilai : “Negara Indonesia didirikan bukan untuk satu
golongan,tetapi untuk semua yang bertanah air Indonesia. Penyelenggaraan
negara didasarkan pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan /
perwakilan”.

Kini, di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945(Perubahan Keempat) dinyatakan:
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian semua
kementerian dan lembaga serta semuanya berada dalam wilayah
kedaulatan Indonesia harus tunduk pada supremasi hukum. Dalam
hubungan ini, UUD NRI 1945 merupakan hukum dasar dalam

T
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara.
AF
Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
mengamanatkan bahwa tujuan negara Republik Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Alinea Keempat adalah (1) melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2)
R

memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan


bangsa, dan (4) melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
D

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya,


Negara Republik Indonesia dibentuk dalam suatu susunan Undang-
Undang Dasar yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan, Kerakyatan dan
Hikmat Kebijaksanan, serta Keadilan Sosial. Dari uraian dalam
Alinea Keempat ini kemudian secara formil, disebut Pancasila
menjadi dasar negara, dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan / Perwakilan;
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 63


F. Pancasila Dijabarkan Dalam UUD NRI Tahun 1945
Dalam perspektif yuridis-normatif, Pembukaan UUD 1945 merupakan
Staatfundamentalnorm karena ia memuat norma-norma fundamental
negara yang didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Staatfundamentalnorm berkedudukan lebih tinggi daripada
staatvervassung yang terumuskan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Dengan demikian, ratio–lege nya, keseluruhan pasal-pasal dalam UUD
1945 merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka
ratio-lege demikian jelas nilai-nilai Pancasila berdiri di atas kedudukan
sebagai Staatfundamentalnorm. Kedudukan Pancasila secara yuridis
berada di atas hukum positif. Ia bersifat meta-yuridis. Oleh karena
itulah kini, di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana

T
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
AF
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditentukan bahwa:
Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang


R

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang
D

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditentukan bahwa:,:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 merupakan hukum
dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Sebagai hukum dasar
tertinggi negara, UUD 1945, harus menjadi pedoman dalam
penyusunan setiap peraturan perundang-undangan, sehingga secara
logis, penjabaranya yang sinkron merupakan bentuk upaya menjaga
keberlanjutan negara bangsa Republik Indonesia. Pasal 1 Ayat (3)
UUD NRI Tahun 1945 tegas menyebutkan, “Negara Indonesia
adalah negara hukum”.

Untuk mewujudkan tujuan hukum selanjutnya dilakukan proses


penegakan hukum melalui peran organ negara yang secara sah
berdasarkan undang-undang diberi kewenangan melaksanakan

64 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


penegakan hukum. Dalam hubungan ini penegakan hukum antara
lain diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk menjadikan
hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti
materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan
hukum, baik oleh para subyek hukum maupun oleh aparatur
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh
undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari
pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum
dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya: apakah keseluruhan aspek
dan dimensi penegakan hukum, baik dari segi subyeknya maupun
obyek; atau dibatasi pada hal-hal tertentu saja. Apabila disarikan,
penegakan hukum merupakan tindakan untuk mewujudkan tujuan
hukum yaitu menciptakan ketertiban sosial, mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan sosial. Dengan demikian terdapat hubungan yang
T
sangat kuat antara penegakan hukum dengan upaya mewujudkan
AF
keadilan.

Untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan


keadilan disusunlah kekuasaan kehakiman. Pengaturan kekuasaan
R

kehakiman dituangkan dalam UUD NRI T a h u n 1945 pada Bab


IX tentang Kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Pasal 24, Pasal
24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25. Pasal 24 Ayat (1)
D

menyebutkan bahwa, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang


merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan”. Selanjutnya Pasal 24 Ayat (2) menyebutkan, “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Pasal-pasal selanjutnya menjelaskan tentang Mahkamah Agung (Pasal
24A), Komisi Yudisial (Pasal 24B), dan Mahkamah Konstitusi (Pasal
24C). Pasal-pasal tersebut menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam konstitusi meliputi ketiga
lembaga tersebut. Pasal 24 Ayat (3) lantas menyebutkan adanya,
“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 65


diatur dalam undang-undang”. Dalam kaitan ini perlu diberikan catatan
bahwa Komisi Yudisial bukanlah bagian langsung dari kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Ayat (2), akan
tetapi merupakan bagian dari badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana disebut Pasal 24
Ayat (3) di atas.
Penegakan hukum itu sendiri, tidak bisa diartikan sempit hanya
meliputi peran kepolisian, kejaksaan dan peradilan karena penegakan
hukum juga mencakup peran pejabat administrasi pemerintah
(eksekutif). Terkait dengan itu, pola penegakan hukum dikonsepsikan
sebagai keseluruhan tindakan, perilaku yang menetap terus-menerus
dan menimbulkan keharusan bagi pelakunya untuk melakukan
tindakan atau laku tersebut dalam rangka melaksanakan hukum dan
peraturan perundang-undangan di ranah fakta.

T
Inti Pancasila adalah gotong royong. Hal ini seharusnya
AF
diaktualisasikan pula dalam pelaksanaan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Gotong royong adalah bentuk sikap dinamis
yang merefleksikan kepedulian bersama. Dengan menjadikan
semangat gotong royong sebagai jiwa dan roh di dalam pelaksanaan
R

peraturan perundang-undangan maka seharusnya pelaksanaan


peraturan perundang-undangan tidak sekedar berhenti mengeja bunyi
D

peraturan, atau menjalankan hukum dengan menerapkan apa yang


tertulis dalam teks saja. Berhukum dengan semangat gotong royong
akan menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang
membahagiakan rakyatnya. Berhukum dengan teks baru merupakan
awal perjalanan panjang untuk mewujudkan hukum yang
membahagiakan rakyat. Negara hukum yang membahagiakan
rakyatnya, tidak bertumpu pada bunyi pasal-pasal undang-undang,
melainkan pada perilaku penegak hukum yang dapat bertindak
berdasarkan gotong royong yang menjadi inti dari Pancasila sebagai
dasar negara,pandangan hidup dan ideologi negara.

Dengan telah dituangkannya norma-norma tersebut kedalam hukum


yang berlaku (hukum positif) maka, sesungguhnya pembicaraan
moral, nilai-nilai berbasis Pancasila telah selesai dan final. Akan tetapi
apakah hanya berhenti sampai disitu, tentu tidak. Hukum yang berisi
66 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila
keharusan-keharusan sebagai penjabaran nilai-nilai Pancasila tersebut
tentu harus dijabarkan di dalam kenyataan. Untuk dapat
merealisasikan di dalam kenyataan maka harus dibangun budaya
hukum Pancasila. Dengan mendasarkan pada ajaran Gustav
Radbruch, maka diantara aturan hukum (yang berisi keharusan-
keharusan atau ideos dengan kenyataan (feit) harus digabungkan.
Sarana penggabungan itu adalah budaya hukum. Dengan demikian
yang harus dibangun adalah budaya hukum Pancasila. Pengembangan
budaya hukum Pancasila dengan demikian menjadi sangat penting,
karena budaya hukum Pancasila merupakan perwujudan nilai-nilai
Pancasila (yang memuat bidang seharusnya) di dalam alam fakta,
yang tercermin dalam tingkah laku manusia maupun peraturan
perundang-undangan.

T
AF
R
D

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 67


T
AF
R
D

68 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BAB V
DEMOKRASI PANCASILA

A. Sejarah Demokrasi
Surutnya pengaruh ajaran Ketuhanan dalam hukum alam telah
mendorong makin mengedepannya proses-proses rasionalisasi bidang-
bidang kehidupan. Inilah yang melandasi Eropa Barat masuk pada era
Rasionalisme. Era ini disebut juga sebagai Abad Pencerahan yang terjadi
dari tahun 1650 hingga awal 1800-an. Terminologi “Era Pencerahan”
digunakan sebagai lawan dari terminologi “Era Kegelapan” yang
menunjukkan keadaan dimana manusia telah dicerahkan, dibebaskan
pikirannya dari belenggu dominasi ajaran Ketuhanan kemudian dicerahkan
sehingga mampu mendayagunakan akal budi dan rasionya untuk
membentuk kehidupan sosial bersama.
T
AF
Akan tetapi masyarakat dalam lingkup negara bangsa masih didominasi
oleh kekuasaan Raja yang berkuasa mutlak. Monarkhi - monarkhi absolut
di Eropa memandang bahwa kedaulatan adalah atribut kekuasaan Raja
yang berkuasa mutlak. L‟etat c‟est moi (negara adalah saya) merupakan
R

implikasi dari gagasan absolutisme yang dipegang oleh Raja-raja yang


berkuasa di negara-negara Eropa waktu itu seperti Raja Louis XIV dari
D

Perancis (1638-1715). Kekuasaan Raja-raja tersebut diyakini, atau


diyakinkan berasal dari pendelegasian Tuhan. Oleh karena kekuasaan
Tuhan itu mutlak, maka kekuasaan yang diturunkan kepada Raja juga
bersifat mutlak. Setiap upaya menganggu gugat kekuasaan Raja adalah
bertentangan dengan Hukum Ketuhanan. Pandangan ini merupakan sisa-
sisa refleksi pemikiran Abad Pertengahan yang dimulai pada abad XV dan
berlangsung sampai sekitar tahun 1650-an.

Memasuki Abad XVII pemikiran-pemikiran yang bersifat teosentris tersebut


mulai memudar, digantikan oleh aliran-aliran pemikiran yang menganggap
akal budi manusia sebagai satu-satunya sumber peradaban dan kemajuan
umat manusia. Pemikiran inilah yang menandai semangat jaman
Rasionalisme. Dalam jaman itu muncullah tema-tema baru yakni mengenai

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 69


kedaulatan rakyat dan nilai pribadi manusia sebagai subyek hukum.
Pemikir- pemikir utama jaman itu antara lain, John Locke dari Inggris
(1632 - 1704), Montesquieu (1689 - 1755), Voltaire serta Jean Jacques
Rousseau (1712 - 1778) ketiganya dari Perancis. Mereka tidak mengakui
kedaulatan Tuhan sebagai dasar tiap-tiap pemerintahan. Menurut mereka,
kedaulatan rakyat lah satu-satunya dasar yang benar. Paham kedaulatan
rakyat diilhami oleh pandangan bahwa setiap orang dilahirkan sama
derajatnya. Tidak ada orang atau golongan tertentu yang karena
derajatnya, mempunyai hak-hak khusus untuk memerintah. Berdasarkan
kesamaan anggota masyarakat sebagai manusia dan sebagai warga
negara, berdasarkan keyakinan bahwa tidak ada orang atau kelompok
orang yang begitu saja berhak untuk memerintah orang lain, maka harus
dikatakan bahwa wewenang untuk memerintah masyarakat harus
berdasarkan penugasan atau mandat dan persetujuan warga masyarakat
sendiri. Keyakinan inilah yang kemudian terungkap dalam istilah
kedaulatan rakyat.44 T
AF
Implikasi dari ditetapkannya paham kedaulatan rakyat adalah
dicanangkannya konsep demokrasi dalam sistem pemerintahan, dimana
kekuasaan dalam negara harus dipisahkan menjadi tiga bagian: Pertama,
R

kekuasaan legislatif atau kekuasaan membentuk undang-undang; Kedua,


kekuasaan eksekultif atau kekuasaan menjalankan undang-undang; Ketiga,
kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili pelanggar undang -undang.
D

Pemisahan ini hakekatnya untuk mencegah terjadinya absolutisme yang


mengarah kepada tindakan sewenang-wenang. Ajaran pemisahan
kekuasaan ini diperkenalkan oleh Montesquieu (1689 - 1755) terkenal sebagai
ajaran Trias Politica. Kekuasaan- kekuasaan tersebut dibentuk oleh rakyat
karena rakyatlah yang berdaulat,bukan Raja.

Tumbuhnya demokrasi liberal di dasarkan pada pemikiran filsafat sebagai


sistem, yang berkembang secara dialektikal sejak Era Imperium Romawi di
Eropa Barat, dengan tema-tema utamanya: negara modern, kapitalisme,
rule of law berbasis sistem hukum modern, hak asasi manusia dan
masyarakat yang terbuka. Pelajaran yang dapat ditarik adalah bahwa

44
Franz Magnis Suseno, Etika Politik ,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1991, hlm. 289-
290; Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah ,Yogyakarta: Kanisius,1981, hlm.
110-115

70 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


“keunggulan” demokrasi liberal tersebut juga terjaga karena secara internal
di dalamnya tidak ada cacat secara inheren atau kontradiksi di dalamnya.
Dalam cara berpikir demokrasi berdasarkan Pancasila, realitas tidak
dimaknai dengan dominasi logika empirik (faktuil), tetapi selalu
diseimbangkan dengan melibatkan aspek-aspek keillahian (religiusitas).
Pelajaran yang dapat ditarik dari perjalanan sejarah demokrasi liberal
untuk demokrasi berdasarkan Pancasila agar tetap survive di masa kini dan
mendatang, adalah dengan mendasarkan pada kuatnya pilar-pilar utama
seperti pada demokrasi liberal, t e t a p i dibangun dalam kekhasan
demokrasi berdasarkan Pancasila. Demokrasi liberal bertujuan
mewujudkan kesejahteraan individual, sedangkan demokrasi berdasakan
Pancasila bertujuan mewujudkan kesejahteraan sosial. Perbedaan
berikutnya: demokrasi liberal mengkonsepsikan manusia sebagai social
animal, sementara demokrasi berdasarkan Pancasila mengkonsepsikan
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
T
AF
B. Demokrasi Pancasila

Demokrasi berdasarkan Pancasila merupakan landasan politik dan ekonomi


dalam negara berdasarkan Pancasila. Demokrasi berdasarkan Pancasila
R

yang diselenggarakan untuk mengatur hubungan masyarakat dengan negara


didasari semangat permusyawaratan yang ditujukan untuk menciptakan
keadilan sosial. Pelaksanaannya didasarkan pada keyakinan akan
D

kebenaran Pancasila untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang


sejahtera, tertib, bersemangat gotong royong dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Keadilan, gotong royong dan asas kekeluargaan merupakan landasan dalam


menjalankan Demokrasi berdasarkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Demokrasi berdasarkan Pancasila sebagai Pokok-Pokok
Pikiran Pancasila terdiri atas: (a) politik berdasarkan Pancasila; (b) ekonomi
berdasarkan Pancasila. Keduanya merupakan dua hal yang saling
berhubungan dan tidak terpisahkan satu sama lain. Dengan demikian, pada
prinsipnya Demokrasi berdasarkan Pancasila mencari “keberesan” politik
dan “keberesan” ekonomi sekaligus. Demokrasi berdasarkan Pancasila
tidak hanya demokrasi politik (politieke democratie) saja, tetapi harus ada
demokrasi ekonomi (economische democratie), harus ada keadilan sosial.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 71


1. Demokrasi Politik
Demokrasi politik berdasarkan Pancasila dipandu oleh Sila Keempat
sebagai bintang penuntunnya. Demokrasi berdasarkan Pancasila
sebenarnya bukanlah demokrasi yang semata-mata didasarkan pada
suara terbanyak saja,tetapi demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Di bawah Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa serta dasar Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, demokrasi yang akan dilaksanakan hendaklah berjalan di
atas kebenaran, keadilan dan kejujuran. Demokrasi berdasarkan
Pancasila berhubungan pula dengan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, karena Demokrasi berdasarkan Pancasila
sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat. Itulah sebabnya Demokrasi Pancasila bukanlah
Demokrasi Liberal dan juga bukan Demokrasi Totaliter. Pelaksanaan
T
Demokrasi di Indonesia secara normatif didasarkan pada politik
hukum sebagaimana tercermin dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945
AF
yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. Pelaksanaan
kedaulatan rakyat di Indonesia dilaksanakan antara lain melalui
penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), yang pelaksanaannya
R

didasarkan pada Undang-Undang Dasar NRI 1945. Pengaturan di


dalam UUD NRI 1945 dimaksudkan untuk memberi landasan hukum
D

yang kuat bagi Pemilihan Umum sebagai salah satu wahana


penyelenggaraan kedaulatan rakyat. Di dalam UUD NRI 1945 diatur
tentang Pemilihan Umum untuk Presiden dan Wakil Presiden ;
anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa
pengaturan lebih lanjut mengenai Pemilihan Umum dilaksanakan
dengan undang-undang. Hal ini berarti, aspirasi rakyat juga diwadahi
dan dijadikan pedoman dalam pembentukan undang-undang melalui
wakil-wakilnya di DPR. Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945
meneguhkan kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga Negara
melaksanakan bagian-bagian kedaulatan rakyat menurut wewenang,
tugas yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945.
Dengan demikian UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur bagian

72 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


mana dari kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada
lembaga atau badan yang ditentukan dalam UUD NRI Tahun 1945,
serta bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh rakyat. Dalam
proses- prosesnya seharusnya Sila Keempat Pancasila menjadi bintang
penuntun bahwa demokrasi berdasarkan Pancasila sebenarnya
bukanlah demokrasi yang semata-mata didasarkan pada suara
terbanyak saja,tetapi demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

2. Penghormatan Hak Asasi Manusia

Asas kerakyatan dalam Demokrasi berdasarkan Pancasila menjamin


setiap warganegara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum
dan pemerintahan. Jaminan tentang kedudukan yang sama tiap
T
warganegara itu didasarkan pada prinsip bahwa setiap manusia
sesungguhnya memiliki hak yang melekat pada dirinya, yaitu hak
AF
asasi manusia (HAM). Pengaturan rumusan HAM dalam UUD
NRI Tahun 1945 serta jaminan penghormatan, perlindungan,
pelaksanaan dan pemajuannya di dalam UUD NRI Tahun 1945
bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi
R

perkembangan HAM di ranah global, melainkan karena hal itu


merupakan salah satu syarat Indonesia sebagai Negara hukum
D

(nomokrasi). Akan tetapi hak asasi manusia dalam konteks


keindonesiaan yang berdasarkan Pancasila, bukanlah hak asasi yang
persis sama dengan paham HAM dalam Demokrasi Liberal. Dalam
hal ini, hal-hal yang melemahkan asas kerakyatan harus dihindarkan
seperti sikap eksklusivisme, intoleran, kosmopolitan, liberal-
individualis, tidak peduli kepada persoalan bangsa.

Kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa dilepaskan dari


fenomena globalisasi. Sebagaimana diketahui globalisasi yang terjadi
sejak tahun 1989 telah memberi implikasi pada munculnya kesadaran-
kesadaran baru masyarakat dunia yaitu: kesadaran tentang pentingnya
penghormatan hak asasi manusia (HAM)yang dimiliki warga suatu
negara. Dalam era globalisasi pengarus-utamaan hak asasi manusia
menjadi sesuatu yang seakan-akan sangat mendesak untuk

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 73


direalisasikan, sekalipun secara kelembagaan maupun budaya hukum,
pemahaman dan implementasi HAM tersebut tidak seluruhnya selaras
dengan budaya bangsa berdasarkan Pancasila. Akibat yang terjadi
adalah munculnya situasi-situasi yang justru dapat mengancam
kelangsungan kehidupan berbangsa, akibat keberlakuan hukum yang
sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Demonstrasi atau unjuk
rasa yang berakibat pada rusaknya fasilitas-fasilitas umum dan
terganggunya hak asasi warga negara yang lain, dan beberapa waktu
yang lalu, pernah terjadi pelatihan-pelatihan bersenjata oleh
kelompok-kelompok masyarakat.

Demikianlah dimungkinkan ada situasi dilematis antara menjaga


keamanan negara dengan perlindungan hak asasi manusia, yang harus
mendapat solusi, yang akhirnya nanti bermanfaat bagi kalangan
praktisi dalam penegakan hukum. Dilihat dari sejarahnya, kapitalisme
T
dan mekanisme pasar bebas berasal dari penghargaan terhadap
AF
eksistensi individu, suatu kesadaran bahwa ternyata manusia dengan
akal dan rasionalitasnya bisa memberi kebaikan-kebaikan dalam
hubungan negara dengan masyarakat dan hubungan-hubungan sosial
yang lain, sebagaimana diajarkan John Locke, Adam Smith dan
R

kelanjutannya dalam hubungan negara dengan warga seperti


diajarkan J.J. Rousseau dan Montesquieu. Akan tetapi nilai-nilai yang
diajarkan sangat terinspirasi secara dominan oleh empirisme. Aliran
D

ini sangat mengandalkan pada prinsip bahwa, pengetahuan berasal


dari objek, bukan dari rasio kita. Dengan demikian empirisme selalu
berorientasi pada hal-hal yang bersifat dapat ditangkap secara
inderawo, tidak bicara soal hakekat, esensi atau hal-hal yang
menyangkut nilai. Nasionalisme, cinta kepada negara adalah hal-hal
yang bersifat abstrak, ada dalam konsep pikiran individu.

Hal hal seperti itu memang tidak tergambarkan dalam deskripsi


ajaran-ajaran John Locke, Adam Smith dan kelanjutannya dalam
hubungan negara dengan warga seperti diajarkan J.J. Rousseau dan
Montesquieu. Kapitalisme dan pasar bebas hanya berorientasi pada
individu dalam rangka akumulasi modal belaka. Oleh karena itu
ketika globalisasi dan demokrasi liberal melanda di negara-negara
yang sebetulnya tidak sama kultur hukum dan sistem sosialnya

74 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


dengan Amerika Serikat maupun negara-negara di Eropa Barat, maka
yang terjadi adalah situasi-situasi yang justru menghadapkan
keamanan negara dengan kepentingan berbasis HAM.

Keamanan negara sebagai kepentingan bersama, dalam


pelaksanaannya sering menjadi bermasalah karena harus berhadapan
dengan tuntutan-tuntutan kebebasan berdalih penghormatan HAM.
Demikianlah, dengan pembenaran berbasis HAM, individu maupun
sekelompok orang dapat melakukan tindakan yang mengancam
keamanan negara, akan tetapi negara seperti melakukan pembiaran
karena khawatir mendapat protes, sorotan baik dari masyarakat
internasional, maupun dari kalangan internal masyarakat nasional.
Lebih tragis lagi sorotan, kritik tersebut dimanfaatkan oleh
sekelompok masyarakat untuk membangun citra negatif pemerintah
negara. Potensi anarkhis lalu dibiarkan, walaupun akhirnya
T
memunculkan tindakan-tindakan anarkhis bahkan aksi teror.
Penghormatan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia tidak
AF
berangkat dari pemaknaan HAM dalam kerangka demokrasi liberal
yang lahir dari Revolusi Perancis 1789. Sendi- sendi utama Pancasila
yang melahirkan Demokrasi berdasarkan Pancasila, adalah keadilan,
kebajikan dan keutamaan hak. Sendi-sendi itu menjadi landasan untuk
R

membentuk Masyarakat Pancasila yang memuat karakter : (1)


berketuhanan ; (2) gotong royong ; (3) musyawarah ; (4) kekeluargaan
D

; (5) tertib dan (6) aman. Hak asasi manusia dalam demokrasi
Pancasila adalah hak asasi yang menyeimbangkan hak individu
dengan hak masyarakat dengan mengedepankan musyawarah untuk
mencapai titik temu. Keamanan negara sebagai kepentingan bersama,
yang tidak boleh dilanggar dengan tuntutan-tuntutan kebebasan
berdalih penghormatan HAM. Dalam demokrasi berdasarkan
Pancasila, harus dilakukan penyeimbangan antara kepentingan
kebebasan individu warga negara dengan kepentingan keamanan
negara. Justifikasi atas penyeimbangan kepentingan itu adalah: negara
mempunyai tugas utama yaitu menciptakan keamanan dan
kesejahteraan. Untuk dapat melaksanakan itu, negara melalui
aparaturnya, harus tetap diberi ruang untuk mengatur dan mengawasi
pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) melalui penegakan hukum.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 75


Pancasila adalah pandangan hidup yang berintikan keyakinan bahwa
manusia itu diciptakan dalam kebersamaan dengan sesamanya. Dari
perspektif yuridis, penyeimbangan kepentingan individu warga negara
dengan negara bisa dibenarkan dari konsepsi bahwa negara hukum
Indonesia dikonsepsikan secara tegas sebagai negara hukum yang
prismatik, yakni menggabungkan secara integratif, segi-segi positif
antara Rechtstaat yang mengedepankan kepastian hukum dengan the
rule of law yang mengedepankan rasa keadilan. Dari perspektif
sosiologis, pembenarannya didasarkan pada realitas terjadinya
globalisasi yang berimplikasi antara lain pada pengutamaan individual
security dan pengutamaan hak asasi manusia. Bagi negara-negara yang
masih mengutamakan nilai-nilai nasionalisme (sebagai modal untuk
menjaga kelangsungan negara) pengutamaan hak individu warga
negara tidak boleh mengurangi hak negara untuk melakukan
pengawasan dan pengaturan (command and control) atas warganya.
T
AF
3. Demokrasi Ekonomi
Demokrasi berdasarkan Pancasila tidak bisa tidak, dilakukan dengan
mempertegas dan mengaktualisasikan menyelenggarakan ekonomi
yang bukan berdasarkan kapitalisme, tetapi berbasis nilai-nilai
R

Pancasila. Penyelenggaraan ekonomi berdasarkan Pancasila,


didasarkan pada filsafat, paradigma serta prinsip-prinsip yang di
D

dasarkan Pancasila sebagai grundnorm nya. Prinsip-prinsipnya,


dideskripsikan dalam matrik sebagai berikut:

Dilaksanakan berdasarkan Pasal 33 dan 34 UUD NRI Tahun 1945


1
sebagai politik hukum tertinggi bidang ekonomi;
Negara hadir dalam pengaturan secara proporsional, bukan minimalisasi
2
peran negara;
Negara hadir guna mewujudkan demokrasi ekonomi dan keadilan sosial
3
;
Terbuka terhadap perubahan, dengan menjadikan Pancasila sebagai nilai
4
pembatas;
Manusia dikonsepsikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME, bukan social
5
animal ;
Co-operation-based economics, bukan competitive based economics;
6

76 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


People souvereignty (daulat rakyat), bukan market souvereignty (daulat pasar);
7

8 Berdasarkan asas kebersamaan, bukan individualisme;

9 Social welfare, bukan individual gain ;

10 Dalam rangka mutual interest, bukan self-interest ;

Untuk memahami bagaimana sesungguhnya maksud para pendiri


bangsa menetapkan Pasal 33 ayat UUD Tahun 1945 maka bisa
dilihat dari pemikiran Drs.Mohammad Hatta, tokoh yang
memformulasikan pasal tersebut dalam sidang-sidang BPUPK pada
tahun 1945 45:

“Tidak ada ilmu ekonomi yang dapat dibangun bebas daripada keyakinan politik

T
dan agama…maka sistem ilmiah daripada ekonomi harus mempunyai dasar sosial
yang luas…tidak ada ilmu yang wetfrei (bebas nilai)…Politik perekonomian
AF
mengemukakan tujuan yang normative, coraknya itu ditentukan oleh ideologi, politik
negara dan paham kemasyarakatan…, Lingkungan tempat kita dilahirkan dan hidup
sebagai anggota masyarakat, tingkat kecerdasan hidup dan kebudayaan
bangsa…semuanya berpengaruh atas tujuan perkembangan orde ekonomi…”
R

Adapun yang dimaksud dengan asas gotong royong adalah keinsafan,


kesadaran, dan semangat untuk mengerjakan dan menanggung akibat
dari suatu karya secara bersama-sama, tanpa mengutamakan
D

keuntungan bagi diri sendiri, melainkan untuk kebahagiaan bersama.


Dalam makna gotong royong sudah tersimpul kesadaran bekerja
baik secara rohaniah maupun batiniah dalam usaha atau karya
bersama. Gotong royong pada dasarnya merupakan asas dari tata
kehidupan dan penghidupan asli bangsa Indonesia dalam lingkungan
masyarakat yang serba sederhana. Dengan berkembangnya zaman,
gotong royong tersebut dikontekstualisasikan dalam situasi
perkembangan jaman. Gotong royong juga harus diaktualisasikan
pula dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Dengan menjadikan semangat gotong royong sebagai jiwa dan roh di


45
Sri-Edi Swasono, “Menerobos Blokade Akademis-Ilmiah Ekonomi Pancasila Dan Demokrasi
Ekonomi”, dipresentasikan dalam, Focus Group Discussion (Yogyakarta: Komite Ekonomi
Dan Industri Nasional Republik Indonesia, 21-23 Januari 2019) h. 3-4

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 77


dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan, seharusnya
pelaksanaan peraturan perundang-undangan tidak sekadar berhenti
mengeja bunyi peraturan atau menjalankan hukum dengan
menerapkan apa yang tertulis dalam teks saja. Berhukum dengan
semangat gotong royong akan menjadikan Indonesia sebagai negara
hukum yang membahagiakan rakyatnya. Berhukum dengan teks baru
merupakan awal perjalanan panjang untuk mewujudkan hukum yang
membahagiakan rakyat46. Negara hukum yang membahagiakan
rakyatnya tidak bertumpu pada bunyi pasal-pasal undang-undang,
tetapi pada perilaku penegak hukum yang dapat bertindak
berdasarkan gotong royong yang menjadi inti dari Pancasila sebagai
dasar negara.

Penyelenggaraan ekonomi berdasarkan Pancasila sebagaimana


tertuang dalam matrik tersebut di atas, merupakan perpaduan antara

T
prinsip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana digagas oleh para
pendiri bangsa yang mengarah pada semangat gotong-royong,
AF
kebersamaan dan mewujudkan keadilan sosial, d e n g a n prinsip-
prinsip yang tumbuh dalam perkembangan kesadaran masyarakat baik
secara nasional maupun global, seperti: perkembangan teknologi
informasi persoalan lingkungan hidup, tanggung jawab sosial
R

perusahaan, persoalan gender, dan tantangan mewujudkan keadilan


sosial di era global.
D

Tujuan utama penyelenggaraan ekonomi berdasarkan Pancasila


adalah mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial,
sebagaimana cita- cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945. Tantangannya, adalah dominasi kapitalisme dengan
mekanisme pasar bebas yang sudah ditopang dengan kelembagaan
dunia, peraturan-peraturan perdagangan internasional maupun
budaya hidup kapitalisme yang mendominasi media informasi, dan
diakses masyarakat Indonesia. Tantangan berikutnya adalah
pendidikan ilmu ekonomi yang dikembangkan di Indonesia belum
banyak mengarus-utamakan penyelenggaraan ekonomi berdasarkan

46
Satjipto Rahardjo, “Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya”, Makalah
dipresentasikan dalam Seminar Membangun Hukum yang Berkeadilan, Semarang,
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,2008, hlm 3-5

78 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


nilai-nilai Pancasila. Ia justru teralienasi dari wacana ilmu ekonomi di
Indonesia.

Pasal 33 dan 34 UUD NRI 1945 merefleksikan idealisme


perekonomian kerakyatan, koperasi yang professional yang
mengindikasikan peran rakyat untuk menjalankan perekonomian.
Diakui bahwa telah banyak upaya yang dilakukan negara untuk
memenuhi kebutuhan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,
utamanya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Akan tetapi kenyataan itu tidak menutup realitas bahwa masih banyak
terjadi tumpang-tindih regulasi karena adanya ego-sektoral. Hal ini
justru menyebabkan terkendalanya upaya mempersempit kesenjang
sosial dan ekonomi di masyarakat. Hal-hal seperti tentu harus
diperbaiki ke depan.

T
Modal sosial utama untuk perbaikan kedepan adalah kebenaran nilai-
nilai Pancasila. Dalam perspektif teoretik melalui Sistem Ekonomi
AF
Pancasila, perekonomian dapat diselenggarakan negara berdasarkan
asas keberpihakan, asas kekeluargaan dan gotong-royong, tetapi
bukan bercorak yang condong pada ekonomi kapitalis.
Penyelenggaraan ekonomi berdasarkan Pancasila, yang dibangun
R

berbasis fakta perilaku bangsa dan pengalaman akal budi bangsa)


dinilai merupakan sistem ekonomi yang tepat dijalankan Negara
D

Indonesia. Hal ini karena model tersebut dibangun berbasis


lingkungan tatanan sosial, konsep berpikir dan berperilaku bangsa
Indonesia.

Akan tetapi karena dominannya praktik-praktik ekonomi yang


didasarkan pada mekanisme pasar bebas, serta belum selesainya
pembenahan di bidang kelembagaan dan regulasinya, maka Sistem
Ekonomi Konstitusi (atau Sistem Ekonomi Pancasila), belum dapat
dijalankan secara optimal. Koperasi, sebagai simbol gotong royong
berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, dalam realitasnya belum dapat
mengambil peran signifikan dalam perekonomian. Oleh karena itu
upaya-upaya untuk menempatkan koperasi agar dapat berperan
signifikan dalam perekonomian bangsa harus didukung dengan
kemauan dan prakarsa warganegara, terutama oleh mereka para
pelaku ekonomi dan dunia usaha. Selain itu beberapa hal yang masih
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 79
memerlukan perhatian dan keterlibatan pemerintah adalah
peningkatan kewirausahaan yang tercermin dari UMKM, kesenjangan
gender maupun peningkatan kesehatan warga.

Demokrasi liberal dibangun dalam paradigma, yang secara ontologis


memaknai realitas individu sebagai social animal atau homo economicus
belaka. Berbeda dengan itu, dalam demokrasi berdasarkan Pancasila,
individu dimaknai sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang mempunyai kecenderungan hidup bersosialisasi dengan yang
lain. Dengan tetap berbasis paradigma yang dibangun oleh para
pendiri bangsa, maka demokrasi berdasarkan Pancasila akan memberi
manfaat bagi kemajuan bangsa manakala:
(a) Upaya-upaya peningkatan kemampuan ekonomi dan
kesejahteraan sosial terus-menerus dilakukan negara. Oleh
karena itu tata kelola penyelenggaraan negara yang pro-rakyat,
T
dan pro-kesejahteraan sosial terus menerus dilakukan dengan
AF
berusaha sekuat tenaga melaksanakan amanat Pasal 33 (3) dan
(4) UUD NRI Tahun 1945;
(b) Negara menjadi institusi yang berwibawa dalam menjalankan
otonomi daerah, dan menjadi penguasa tunggal atas wilayahnya.
R

Dalam kedudukan seperti itu negara mempunyai kekuasaan


untuk menerbitkan peraturan hukum yang mengikat warganya
D

dan menerapkan sanksi atas pelanggaran hukum, dari tingkat


pusat hingga daerah. Tanpa pembentukan negara territorial yang
berfungi dengan baik dan fungsional dan tanpa peradilan
independen yang bertanggungjawab untuk menjaga supremasi
hukum berdasarkan Pancasila, demokrasi berdasarkan Pancasila
tidak akan terjadi;
(c) Negara selalu menjaga penghormatan hak asasi manusia dan
penegakan peraturan perundang-undangan yang selalu diarahkan
untuk menciptakan keadilan sosial dan menjamin kepastian
hukum bagi warganya. Efektifitas penegakan hukum ditopang
dengan kesiapan yang memadai dari kelembagaan di tingkat
pusat maupun daerah serta peraturan perundang-undangan dari
tingkat pusat hingga daerah yang teruji ketaatannya pada
Pancasila dan teruji konstitusionalitasnya di bawah UUD NRI

80 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Tahun 1945 ;
(d) Masyarakat Indonesia menjadi masyarakat terbuka untuk
perbaikan dan mau mengakui ketidak-sempurnaan dari suatu
sistem. Pengalaman pemerintahan-pemerintahan otoritarian
pada masa lalu di berbagai negara, yang tidak mau mengakui
kesalahan atau kekurangan pada sistemnya akhirnya harus
tumbang atau gagal mensejahterakan rakyatnya. Dunia yang
bergerak dengan pesat telah merubah aspirasi, dan partisipasi
warga dalam kehidupan. Pesatnya pergerakan dunia saat ini
membuat suasana ketidakpastian, terus ada perubahan. Bangsa
Indonesia selayaknya menyadari dan terbuka terhadap
ketidakpastian ini dan tidak melepaskan diri dari ketidakpastian,
dengan bersikap fundamentalis. Harus disadari bahwa,
ketidakpastian dunia seperti ini sebenarnya justru memberikan

T
tantangan untuk maju, dan melakukan perbaikan pada sistem
penyelenggaraan demokrasi berdasarkan Pancasila. Hal paling
AF
penting adalah bahwa, pilar-pilar tersebut di atas ditegakkan di
atas fondasi utama yang harus kokoh, yaitu semangat
kebangsaan, karena kebangsaan lah yang mempertemukan
individu-warga negara untuk menjalani kehidupan di tanah air
R

Indonesia, tanpa sekat kesukuan dan agama.


D

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 81


T
AF
R
D

82 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


BAB VI
PEMBANGUNAN NASIONAL BERDASARKAN
PANCASILA

Tujuan negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945 adalah sebuah


negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam pengertian itu
Pancasila harus dijadikan bintang penuntun dalam pelaksanaan pembangunan
menyeluruh itu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

A. Pengertian
T
Pembangunan Nasional berdasarkan Pancasila didefinisikan sebagai suatu
AF
pembangunan yang merupakan sarana untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur yang didasarkan pada prinsip-prinsip : Pertama,
berdaulat di bidang politik; Kedua, berdiri di atas kaki sendiri di bidang
ekonomi, Ketiga, berkepribadian dalam bidang kebudayaan dan keempat
R

berasas gotong royong.


D

Pembangunan sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dilaksanakan


secara menyeluruh (semesta), berencana, dan dilakukan bertahap untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Sebagai sebuah landasan bagi pembangunan yang menyeluruh, sudah
tentu Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila tidak hanya
menitikberatkan pada pembangunan fisik semata, tetapi juga
pembangunan yang mencakup pembangunan mental atau karakter bangsa.

Ukuran keberhasilan Pembangunan sebagai Perwujudan Nilai-Nilai


Pancasila bukan hanya pendapatan nasional, melainkan juga seharusnya
melingkupi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. Indikator
kemanusiaan dan keadilan ini harus terukur dan dimanifestasikan dalam
rencana pembangunan ini. Terdapat setidaknya 5 (lima) indikator secara
kualitatif ukuran-ukuran garis besar, terwujudnya masyarakat adil dan
makmur sebagai berikut : Pertama, terjaminnya sandang dan papan bagi

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 83


seluruh rakyat Indonesia ; Kedua, adanya jaminan kesehatan dan
pendidikan untuk setiap rakyat Indonesia; Ketiga, adanya jaminan hari tua
yang tidak menderita bagi setiap warga negara; Keempat, adanya jaminan
bagi setiap rakyat Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan
kerohaniannya sehingga terpenuhi kebutuhan batiniah,selain lahiriah dan
kelima, jaminan berkehidupan dalam lingkungan hidup yang sehat dan
layak bagi kehidupan sehingga mempunyai kesempatan yang luas untuk
berbuat dan bekerja demi kepentingan umat manusia.

B. Ruang Lingkup
Guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur tersebut maka
perumusan sasaran pembangunan sebagai Perwujudan Nilai-Nilai
Pancasila menyiratkan kehendak rakyat Indonesia untuk maju dan
menjadi bangsa yang memiliki keunggulan peradaban di antara bangsa-
T
bangsa lain di muka bumi. Rencana besar ini haruslah mencakup
pembangunan dalam lingkup pembangunan sumber daya manusia, politik,
AF
ekonomi dan budaya.

Pembangunan di bidang sumber daya manusia, diarahkan untuk


membentuk bangsa Indonesia yang mampu berkompetisi menghadapi
R

tantangan globalisasi dan inovasi teknologi yang tiada henti.


Pembangunan sumber daya manusia yang berseiring dengan kemajuan
D

ilmu pengetahuan dan teknologi, diarahkan agar bangsa Indonesia mampu


memenuhi amanat cita-cita kemerdekaan dalam rangka membentuk
bangsa berkarakter dan cerdas, sehingga mampu bersaing dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.

Pembangunan bidang politik diarahkan untuk mencapai kehidupan politik


yang berdaulat. Negara dan bangsa Indonesia menghendaki seluruh rakyat
negeri ini memiliki kedaulatan atas tanah airnya, atas tumpah darahnya,
dan atas bumi Indonesia. Ini dapat dicapai dengan pembangunan
kekuatan bangsa pada seluruh dimensi. Untuk membangun kekuatan
bangsa, diperlukan pengerahan kemampuan sumber daya manusia,
teknologi, dan modal yang memadai sehingga diperoleh postur kekuatan
nasional yang andal.

Pembangunan di bidang ekonomi, diarahkan agar Indonesia mampu

84 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


menjadi negara terkemuka dalam pembangunan ekonomi dunia.
Indonesia harus dapat menjadi contoh bagaimana memadukan sistem
politik yang demokratis dengan sistem ekonomi yang terbuka dalam
bingkai Pancasila dan UUD NRI T a h u n 1945. Indonesia harus
menjadi contoh sebagai negara yang berhasil membangun ekonomi tanpa
mengorbankan lingkungan hidup, dan tetap menjaga pemenuhan hak
generasi yang akan datang untuk dapat menikmati lingkungan hidup yang
baik dan sehat yang memungkinkan keberlanjutan kehidupannya.
Kekuatan ekonomi dalam negeri itu adalah negara kepulauan, negara
maritim sekaligus agraris yang dengan potensi kekayaan alamnya.
Kekuatan ekonomi Indonesia ada pada kemampuannya mencukupi
kebutuhan pangan sendiri dan memberi sumbangsih bagi ketersediaan
pangan dunia. Pembangunansebagai Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila
adalah pembangunan bagi semua rakyat Indonesia. Kesenjangan dan
ketimpangan harus semakin diperkecil.
T
AF
Dalam bidang budaya, bangsa Indonesia telah menapaki pencapaian besar
dunia dalam kebudayaan. Adanya tradisi, musyawarah untuk mencapai
mufakat, sifat religius serta gotong royong dan bangunan-bangunan candi
yang tersebar sebagai warisan peradaban Indonesia masa lampau
R

merupakan manifestasi keunggulan atas budaya kerja keras, inovasi, dan


tekun dari manusia Indonesia yang tampak dari arsitektur Indonesia
masa lampau. Demikian pula dengan kekayaan intelektual seperti batik
D

atau ragam kuliner khas merupakan warisan budaya nasional yang harus
dipertahankan, diakui eksistensinya, dan dijadikan alat diplomasi
kebudayaan.

C. Prinsip Pelaksanaan

Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila dilaksanakan dengan


prinsip: Pertama, nasional, yakni di seluruh tanah air Indonesia untuk
mengembangkan bangsa Indonesia; Kedua, menyeluruh, yakni di segala
bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat Indonesia; dan Ketiga,
terencana, yakni menurut suatu rencana yang berbasis pada riset ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta inovasi nasional, dalam jangka waktu
tertentu yang direncanakan dengan jelas, terarah dan, terukur.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 85


D. Modal Utama

Kelima unsur yang harus terwujud dalam apa yang disebut Masyarakat
Adil dan Makmur Berdasarkan Pancasila tersebut di atas diharapkan dapat
direalisasikan setahap demi setahap oleh penyelenggara negara, dengan
modal dasar utama :
1) Keunggulan sumber daya manusia, penguasaan teknologi,
2) Religiusitas,sikap toleran dan moderat ;
3) Keamanan nasional yang ditopang komponen utama TNI dan POLRI;
4) Kepastian hukum dan perundang-undangan ;
5) Lingkungan Hidup yang baik dan sehat;
6) Keberagaman dan kekayaan budaya ;
7) Posisi geografis sebagai negara kepulauan, maritim dan agraris serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya;
T
8) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
AF
(BUMD), UKM dan Koperasi ;
9) Layanan perhubungan dan komunikasi handal yang mempercepat
pembangunan ekonomi rakyat dan pencapaian kesejahteraan ;
R

10) Prinsip Politik Luar Negeri Bebas Aktif.

Dari kesepuluh modal dasar utama tersebut, modal terbesar dan terpenting
D

di dalam setiap tahap pembangunan adalah sumber daya manusia. Oleh


karena itu, dalam rangka mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur
Berdasarkan Pancasila, pembangunan sumber daya manusia merupakan
hal yang paling penting. Hal ini karena sumber daya manusia menjadi
pelaku utama dalam pembangunan yang bersifat menyeluruh untuk
mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur.

E. Sasaran
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan tujuan didirikannya Negara Indonesia yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

86 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan itu
disusunlah Undang Undang Dasar NRI T a h u n 1945 yang dilandasi
Dasar Negara Pancasila. UUD NRI Tahun 1945, dengan demikian
merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam hukum dasar tertinggi
penyelenggaraan Negara Republik Indonesia.
Dalam menyongsong 100 (seratus) tahun kemerdekaannya, Indonesia
harus tetap memiliki cita-cita seperti yang ditegaskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan
mewujudkan cita-cita itu melalui Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia
Maju.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal dalam UUD NRI Tahun 1945,
kemudian berdasarkan pengertian, ruang lingkup, prinsip pelaksanaan dan
modal utama maka disusunlah 10 (sepuluh) sasaran bidang prioritas
Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila sebagai berikut;
T
1. Bidang Pendidikan – Kebudayaan, Riset dan Teknologi ;
AF
a. Mewujudkan cita-cita kemerdekaan untuk menjadi bangsa maju
yang sejahtera, cerdas, tertib dan berkarakter, damai abadi serta
berkeadilan sosial, melalui pembangunan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang berpadanan dengan kemajuan ilmu
R

pengetahuan dan teknologi, untuk mampu berkompetisi di era


globalisasi;
D

b. Mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan


berkepribadian Pancasila melalui pembentukan pelajar yang bernalar
kritis, kreatif, mandiri, bertakwa kepada Tuhan YME, toleran,
menghargai keberagaman, berperspektif jender, berwawasan
lingkungan, berjiwa gotong royong, dan bersemangat kebangsaan
dan terbuka terhadap perkembangan global;
c. Menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran mulai dari
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah
hingga perguruan tinggi, dengan tujuan utama menumbuhkan
budaya gotong royong dan kekeluargaan, sikap toleran, pluralis,
menghilangkan sikap kosmopolitanisme dan individualisme, dan
tangguh dalam menghadapi perubahan masyarakat yang semakin
mengandalkan teknologi di masa depan;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 87


d.Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan negara wajib memberikan prioritas pada
penelitian (research) dan pengembangannya untuk menciptakan
inovasi-inovasi baru yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa;
e. Melaksanakan revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan,
serta Penguatan Pendidikan Karakter Kebangsaan Indonesia secara
berkelanjutan untuk semakin relevan dengan tantangan global dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;
f. Menumbuh-kembangkan pemahaman dan implementasi nilai-nilai
dan budaya berkehidupan Pancasila, sebagai landasan untuk
menjadi masyarakat terbuka yang mampu memilah dan memilih
nilai positif pengalaman, serta nilai-nilai dari beragam budaya yang
ada di dunia, namun tidak kehilangan ciri dan identitas khasnya
sebagai bangsa Indonesia;
T
AF
g. Meningkatkan mutu pendidikan dan memajukan kebudayaan
melalui pengelolaan pendidikan anak usia dini, dasar, menengah,
pendidikan khusus maupun pendidikan tinggi dengan
memperhitungkan tren global terkait kemajuan pesat teknologi,
R

pergeseran sosio-kultural, perubahan lingkungan hidup, dan


perbedaan dunia kerja masa depan;
D

h. Mengarusutamakan kebudayaan yang bersumber dari kearifan lokal


dan khasanah kebudayaan Nusantara untuk menghasilkan inovasi
dan inisiatif baru di bidang kebudayaan untuk menciptakan
kesejahteraan bangsa;
i. Memajukan kebudayaan sebagai landasan pembangunan sumber
daya manusia (SDM) untuk memajukan budaya tradisi melalui
pengembangan interaksi budaya, dalam rangka memperkaya
keragaman budaya, yang mencerdaskan, menyejahterakan dan
menciptakan perdamaian ;
j. Mendorong dan menciptakan iklim kemajuan teknologi yang
mendorong Revolusi Industri 4.0 bersama dengan terobosan-
terobosan yang berpengaruh positif pada sektor sektor kehidupan;
k. Menciptakan sinergi antara kebudayaan dan dunia industri untuk

88 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


membangun sumber daya manusia (SDM) yang mampu beradaptasi
dalam menghadapi perubahan jaman dan mampu berinteraksi di
tataran local maupun global dengan tetap berkarakter Pancasila ;
l. Meningkatkan derajat dan martabat sumber daya di bidang
kebudayaan sebagai komponen pokok pembangunan berkelanjutan,
serta pelestarian berbagai warisan budaya antara lain melalui
pengelolaan cagar budaya, pelestarian bahasa daerah, dan
peningkatan diplomasi budaya agar budaya Indonesia lebih dikenal
di kancah internasional.

2. Bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ;


a. Melaksanakan pembinaan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa yang diarahkan agar setiap warga negara dapat

T
mengembangkan kerohanian, kepribadian, karakter ketaqwaan
serta sikap toleran dan menghormati keberadaan penganut agama
AF
dan kepercayaan yang berbeda;
b. Melaksanakan pembinaan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa untuk membangun masyarakat yang saleh,
R

moderat, toleran, cerdas dan unggul, yang berupa masyarakat yang


taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah, selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan
D

berkecenderungan ke arah moderat;


c. Meningkatkan kualitas kesalehan umat beragama melalui
penguatan moderasi beragama dan peningkatan layanan
keagamaan yang adil dan merata;
d. Pembinaan dan pembangunan rumah-rumah dan lembaga-
lembaga keagamaan untuk membangun kesadaran toleransi dan
moderasi antar umat beragama;
e. Penetapan pendidikan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa untuk menjadi mata pelajaran di sekolah, mulai
dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah hingga perguruan tinggi; Penetapan pendidikan agama
tersebut untuk memberikan kontribusi terhadap pemikiran yang
kritis, tetapi toleran dan mencerahkan;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 89


f. Menjadikan pendidikan agama sebagai jembatan dalam
menghadapi problem keautentikan dan modernitas untuk berjalan
dengan harmonis. Tujuan pendidikan agama adalah untuk
menegakkan nilai dan prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat
manusia, kerahmatan semesta dan keteguhan sikap kebangsaan;
g. Melaksanakan pendidikan agama bukan hanya mengutamakan
akidah dan teologi saja, melainkan juga pemahaman bagaimana
kedudukan agama sebagai sistem sosial dalam kehidupan
masyarakat yang berada di tengah- tengah sistem sosial yang lain
sehingga harus ditumbuhkan baik sikap toleransi maupun gotong
royong dalam menghadapi persoalan bersama ;
h. Pendidikan diarahkan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”,
yang dicapai melalui meningkatnya iman dan takwa serta
akhlak mulia, dengan tujuan akhir untuk kemajuan peradaban
T
bangsa, serta kesejahteraan umat manusia. Mencerdaskan
kehidupan bangsa, bukan hanya pada kecerdasan intelektual
AF
semata, tetapi juga kecerdasan kehendak, emosional, sosial, dan
spiritual;
i. Dalam pelaksanaan pendidikan yang selaras dengan Pancasila
R

maka: (a) Nilai-nilai agama dan nilai-nilai persatuan bangsa


mempunyai hubungan yang harus tercipta harmonis karena
keduanya berkedudukan penting;(b) Proses pendidikan dan
D

kebudayaan tidak boleh menjadi benih-benih perpecahan bangsa;

3. Bidang Pertahanan dan Keamanan ;


a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan dan negara maritim ;
b. Merumuskan dan melaksanakan amanat Konstitusi bahwa tiap-
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara;
c. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas

90 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum;
d. Memberi ruang pada partisipasi rakyat dan seluruh elemen
masyarakat di dalam pembangunan sehingga rakyat dapat menjadi
subjek dalam pembangunan;
e. Mendukung pembangunan karakter bangsa melalui pembinaan
kesadaran dan kemampuan bela negara. dalam rangka mendukung
pembangunan nasional;
f. Merevitalisasi kebijakan politik pertahanan dan keamanan
Republik Indonesia yang implementasinya berpedoman pada

T
kekuatan rakyat, dengan tujuan untuk menjamin pertahanan dan
keamanan nasional, serta mengupayakan terciptanya perdamaian
AF
dunia;
g. Semakin memperkuat usaha pertahanan dan keamanan negara
yang dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
R

Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai


kekuatan pendukung;
D

h. Melanjutkan pembangunan Postur Pertahanan Militer. yang


diarahkan untuk pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (MEF)
TNI yang berpedoman pada konsep pengembangan postur ideal
TNI dengan mengacu pada aspek modernisasi alutsista,
pemeliharaan dan perawatan, pengembangan organisasi maupun
pemenuhan sarana prasarana;
i. Memantapkan kerja sama dengan negara-negara sahabat yang
bertujuan untuk pengembangan capacity building (kemampuan) dan
meningkatkan peran aktif dalam Operasi Pemeliharaan
Perdamaian PBB ( United Nations Peace Keeping Operation). Hal ini
pun termasuk dalam bagian diplomasi pertahanan.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 91


4. Bidang Ekonomi;
a. Melaksanakan pembangunan ekonomi Indonesia yang mampu
mewujudkan: Pertama, terciptanya kehidupan perekonomian yang
berasaskan kekeluargaan dan gotong-royong; Kedua, semakin
menguatnya posisi usaha rakyat dalam kehidupan perekonomian;
Ketiga terciptanya ekosistem usaha yang adil; Keempat, pemanfaatan
sumber daya alam dan energi sebagai pokok-pokok kemakmuran
rakyat; Kelima, terpenuhinya hak setiap warganegara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;
b. Melaksanakan pembangunan ekonomi Pancasila berdasarkan
prinsip: Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada
kemandirian bangsa, penciptaan keadilan sosial atas dasar prinsip
kebersamaan;
c. Membangun dan merelevansikan sistem ekonomi Pancasila yang
T
berpijak pada fondasi moral yang solid dan diikat oleh kemitraan
AF
negara dan masyarakat berlandaskan semangat gotong royong;
d. Cabang-cabang produksi yang vital untuk perkembangan
perekonomian nasional dan menguasai hajat hidup rakyat banyak
dikuasai oleh negara, dengan tetap melibatkan dan mendorong
R

swasta nasional agar memiliki kemampuan untuk berkontribusi


pada kepentingan nasional;
D

e. Menghadirkan negara dalam rangka pemenuhan keadilan sosial,


pembangunan Koperasi dan UKM yang kuat dan bermartabat serta
penguasaan penuh negara atas sektor usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak;
f. Mengembangkan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
(KUKM) dengan cara memperluas akses pasar, meningkatkan daya
saing produk dan jasa, pengembangan kapasitas dan manajemen
SDM, usaha, akselerasi pembiayaan dan investasi, kemudahan dan
kesempatan berusaha;
g. Menguatkan dan mengatur perlindungan bagi Koperasi dan
UKM sejak mulai berusaha, deregulasi perijinan dan insetif bagi
koperasi dan UKM. Kementerian Koperasi dan UKM akan
menjaga jangan sampai koperasi dan UKM menghadapi

92 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


persaingan yang tidak adil dalam pertarungan dengan usaha besar;
h. Meningkatkan kapasitas dan kompetensi Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (KUKM), serta membangun lembaga
keuangan yang aman bagi KUKM;
i. Mengedepankan peran negara untuk menyusun dan menjalankan
sistem moneter yang sehat dan stabil, sebagai upaya membangun
tata perekonomian nasional yang kuat dan mandiri untuk
menjamin lancarnya produksi, distribusi, dan perdagangan, serta
peredaran uang yang terencana.

5. Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan;


a. Menyusun dan menyelenggarakan kebijakan di bidang
kesejahteraan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara
merata di segala bidang; T
AF
b. Menjamin tersedianya pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi
setiap warga negara sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari bagi diri sendiri dan keluarganya. Dengan pengertian
bahwa negara memberikan jaminan terhadap upaya pemenuhan
R

kebutuhan atas sandang, pangan, papan, perumahan, kesehatan,


pendidikan, kebudayaan dan keagamaan, serta jaminan sosial,
D

termasuk jaminan hari tua;


c. Menyelenggarakan usaha khusus untuk meningkatkan kualitas
dan taraf hidup rakyat yang bekerja secara umum, terutama bagi
para pekerja, petani, dan nelayan, serta menciptakan kesempatan
dan lapangan kerja di dalam negeri untuk mengatasi
pengangguran;
d. Memenuhi sarana dan prasarana serta alat kesehatan maupun
jaminan kesehatan, yang disertai dengan peningkatan tata kelola
dan pelayanan yang baik kepada masyarakat ;
e. Menyediakan jaminan sosial untuk pemenuhan hak atas
kesehatan yang baik, dan mewujudkan, mempertahankan serta
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 93


f. Mengelola dan memanfaatkan tanah dan sumber daya alam
lainnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan yang
dilaksanakan secara adil dengan menghilangkan segala bentuk
pemusatan penguasaan dan pemilikan dalam rangka
pengembangan kemampuan ekonomi usaha kecil, menengah
dan koperasi serta masyarakat luas;
g. Mendorong produksi bahan kebutuhan pokok rakyat untuk
mewujudkan pemenuhan sendiri, terutama yang berasal dari
dalam negeri, serta terciptanya pendistribusian pendapatan
nasional yang adil dan merata;
h. Mendorong produksi dalam negeri yang kuat dan stabil dengan
melibatkan rakyat dalam pengerahan seluruh sumber daya
manusia dan sumber daya alam, serta modal dan potensi lainnya
dari dalam negeri;

i. T
Menyempurnakan tata kelola pertanahan oleh negara, yang
AF
mampu menjamin hak rakyat atas tanah sebagai syarat mutlak
dalam pembangunan menyeluruh yang berdasarkan prinsip tanah
sebagai alat produksi yang dapat menghadirkan kesejahteraan;
R

j. Menyusun kebijakan pertanahan yang diarahkan pada pembatasan


penguasaan luas pertanahan baik secara maksimum sehingga
D

keadilan dapat diwujudkan sesuai amanat konstitusi, dan


penguasaan lahan untuk kegiatan ekonomi dalam skala besar
harus melibatkan rakyat unutk turut serta dalam kegiatan tersebut
baik dalam bentuk kooperasi, Perkebunan Inti Rakyat (PIR) atau
bentuk lain;
k. Menjadikan tanah sebagai basis usaha pertanian yang harus
diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat
yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besar
kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi;
l. Menyusun kebijakan peraturan perundang-undangan pertanahan
yang menjadi landasan kuat terciptanya kepastian hukum atas
tanah yang dimiliki masyarakat dengan pembuktian sertifikat
tanah yang sah;
m. Kebijakan impor oleh Pemerintah dijalankan dengan
94 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila
memperhatikan kebutuhan pokok rakyat, bahan baku dan bahan
penunjang untuk industri vital, untuk menjamin kepastian
berkurangnya ketergantungan terhadap barang impor secara
bertahap, yang diperlukan dalam membangun kapasitas industri
nasional yang memanfaatkan potensi dalam negeri;
n. Menjamin pengakuan negara, dan perlindungan terhadap
masyarakat hukum adat dan keberadaan hak ulayat, dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia ;


a. Menguatkan kedudukan Pancasila sebagai sumber segala hukum
dalam tata peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Penguatan kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi
T
harus ditindak lanjuti tindakan di dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan, penguatan kelembagaan dan pengembangan
AF
budaya hukum: (1) Di bidang pembuatan peraturan perundang-
undangan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah, Pancasila harus dijadikan sebagai batu uji tertinggi materi
peraturan perundang-undangan di Indonesia; (2) keberlakuan
R

hukum internasional yang diberlakukan di Indonesia;


D

b. Menjadikan Pancasila sebagai pembatas nilai agar keberlakuan


hukum internasional tetap sesuai dengan nilai-nilai dalam
Pancasila;
c. Menjadikan Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai batu uji
dalam melaksanakan sinkronisasi dan uji ulang setiap produk
peraturan perundang-undangan untuk tidak bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila;
d. Mengembangkan budaya hukum berbasis nilai-nilai Pancasila
yang dipedomani semangat nilai gotong royong, berperspektif
gender dan berwawasan lingkungan, untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur;
e. Memelopori kesadaran bahwa penghormatan hak asasi manusia
(HAM) di Indonesia tidak berangkat dari pemaknaan hak asasi
manusia dalam kerangka demokrasi liberal. Sendi-sendi utama
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 95
Pancasila yang melahirkan Demokrasi Pancasila adalah keadilan,
kebajikan, dan keutamaan hak. Sendi-sendi itu menjadi landasan
untuk membentuk Masyarakat Pancasila yang memuat karakter:
(1) berketuhanan, (2) gotong royong, (3) musyawarah, (4)
kekeluargaan, (5) tertib, dan (6) aman;
f. Meningkatkan kualitas penegakan hukum dalam rangka
penanganan berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem hukum
pidana dan perdata yang efisien dan efektif, transparan, dan
akuntabel bagi pencari keadilan dan kelompok rentan, dengan
didukung oleh aparat penegak hukum yang profesional dan
berintegritas;
g. Mewujudkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
atas keadilan bagi warga negara dan menurunnya tingkat korupsi
serta meningkatnya efektifitas pencegahan dan pemberantasan
korupsi;
T
AF
h. Mewujudkan pelayanan hukum yang sesuai dengan asas
penyelenggaraan pelayanan publik, melalui peningkatan
pengawasan dan pengelolaan layanan di bidang pemasyarakatan,
keimigrasian, kekayaaan intelektual dan administrasi hukum
R

umum;
i. Mendorong terlaksananya kepastian hukum yang menjadi
D

pendorong inovasi, kreatifitas, dan pertumbuhan ekonomi nasional


dengan penegakan hukum yang tidak diskriminatif serta aparat
penegak hukum yang professional.
j. Meningkatkan kesadaran kepada publik bahwa hak asasi
manusia dalam Demokrasi Pancasila adalah hak asasi yang
menyeimbangkan hak individu dengan hak masyarakat dengan
mengedepankan musyawarah untuk mencapai titik temu;
k. Dalam Demokrasi Pancasila harus dilakukan penyeimbangan
antara kepentingan kebebasan individu warga negara dan
kepentingan keamanan negara. Justifikasi atas penyeimbangan
kepentingan itu adalah negara mempunyai tugas utama yaitu
menciptakan keamanan dan kesejahteraan. Untuk dapat
melaksanakan itu, negara melalui aparaturnya harus tetap diberi
ruang untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan hak asasi

96 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


manusia (HAM) melalui penegakan hukum.

7. Bidang Lingkungan Hidup, SDA, dan Pertanahan ;


a. Memastikan kedaulatan negara atas sumber daya alam yang ada di
wilayah Indonesia. Pengelolaan dan pengaturan keberadaan
sumber daya alam yang ada di wilayah Indonesia diserahkan
kepada negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
b. Menghadirkan negara sebagai representasi pemilik yang dapat
mendayagunakan koperasi, badan-badan usaha milik negara
maupun daerah untuk pengelolaan bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dengan melibatkan,
baik pihak swasta nasional maupun asing dapat dilakukan dengan
tetap melandaskan pada tujuan pembentukan negara, yaitu
T
memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia;
AF
c. Memastikan keselarasan kegiatan pengelolaan sumber daya alam
dengan perlindungan lingkungan hidup. Negara wajib melakukan
harmonisasi antara kepentingan lingkungan hidup – kepentingan
R

ekonomi – dan kepentingan sosial dalam pengelolaan sumber daya


alam, yang diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat dan mewujudkan keadilan sosial serta menghormati
D

eksistensi masyarakat, pengetahuan dan kearifan lokal;

d. Menjamin terpenuhinya hak fundamental bagi setiap warga


negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
yang memungkinkan dirinya berkesempatan mengembangkan diri
dalam kehidupan diri sendiri, berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara.Negara wajib mengatur pemenuhan hak sekaligus
kewajiban atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi setiap
warganegara demi kepentingan generasi mendatang sesuai prinsip
Pembangunan Berkelanjutan;

e. Negara menjamin terpenuhinya hak setiap warganegara untuk


menerima dan menempati tanah-air Indonesia bukan dalam
kondisi yang buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 97


f. Menerapkan prinsip kehati-hatian yang mengandung pengertian
bahwa apabila terdapat ancaman yang berarti atau adanya
ancaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan,
ketiadaan temuan atau pembuktian ilmiah yang pasti tidak dapat
dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan;
g. Menjaga kelestarian tingkat keragaman hayati di Indonesia yang
dapat memberi kegunaan bagi ketersediaan bahan-bahan obat-
obatan yang berguna bagi umat manusia di dunia;
h. Mengarahkan Kebijakan pertanahan pada pembatasan
penguasaan luas pertanahan baik secara maksimum sehingga
keadilan dapat diwujudkan sesuai amanat konstitusi, dan
penguasaan lahan untuk kegiatan ekonomi dalam skala besar
harus melibatkan rakyat unutk turut serta dalam kegiatan
T
tersebut baik dalam bentuk kooperasi, Perkebunan Inti Rakyat
(PIR) atau bentuk lain;
AF
i. Mengutamakan penggunaan lahan tanah sebagai basis usaha
pertanian yang harus diutamakan penggunaannya bagi
pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta
R

memberi sebesar-besar kemakmuran bagi usaha tani kecil,


menengah dan koperasi;
D

j. Menyusun peraturan perundang-undangan pertanahan yang


menjadi landasan kuat terciptanya kepastian hukum atas tanah
yang dimiliki masyarakat dengan pembuktian sertifikat tanah yang
sah;
k. Menegaskan pengakuan negara, dan perlindungan terhadap
masyarakat hukum adat dan keberadaan hak ulayat, dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Bidang Transportasi dan Distribusi ;

a. Negara menyelenggarakan sistem transportasi darat,laut dan


udara, yang semakin mudah dimanfaatkan masyarakat untuk
memperlancar kegiatan ekonomi dan pergerakan lintas batas

98 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


manusia dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan
dan keadilan sosial ;
b. Negara menguasai dan menyelenggarakan perhubungan dan
angkutan darat, laut, dan udara, serta sistem telekomunikasi yang
vital.
c. Membangun infrastruktur transportasi yang dapat menciptakan
konektivitas untuk mendukung akses pariwisata, kelancaran arus
logistik, akses ke daerah Terluar, Tertinggal, Terdalam, dan
Perbatasan (3TP) ;
d. Membangun infrastruktur yang menghubungan daerah Terluar,
Tertinggal, Terdalam, dan Perbatasan yang dapat membuka
keterisolasian, membuka ruang ekonomi baru, mendongkrak
lapangan kerja baru, serta mengakselerasi nilai tambah
perekonomian rakyat;
b. T
Memastikan bahwa suatu pembangunan infrastruktur transportasi
AF
bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
c. Penyelenggaraan tata distribusi oleh Pemerintah berupa barang
kebutuhan hidup sehari-hari agar sampai di tangan rakyat dengan
cepat, cukup, merata, murah, dan aman;
R

d. Pengaturan dan penyaluran distribusi oleh Pemerintah berupa


bahan penting bagi kehidupan rakyat, dengan mengutamakan
D

keterlibatan koperasi, pemerintah daerah, serta swasta nasional.

9. Bidang Kemaritiman ;

a. Mendayagunakan dan mengelola kedudukan Indonesia sebagai


negara yang terdiri atas beberapa gugusan pulau dan perairan di
antara pulau- pulaunya secara yuridis merupakan negara
kepulauan (archipelagic States) yang keberadaannya sudah diakui
Konvensi Hukum Laut 1982;
b. Mengelola dan mendayagunakan potensi Indonesia sebagai
negara kepulauan yang terdiri dari Zona Ekonomi Eksklusif, laut
teritorial, perairan kepulauan, perairan pedalaman, zona tambahan
dan landas kontinen yang mencapai 6.400.000 km2 dari total
wilayah NKRI seluas 8.300.000 km2 atau lebih dari 77% lebih
Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 99
luas wilayah perairan dibandingkan daratan. Panjang garis pantai
yang dimiliki lebih dari 108.000 km dengan jumlah pulau sebanyak
17.504 buah;
c. Mengembangkan potensi yang bersumber dari luas perairan,
panjang garis pantai dan jumlah pulau yang dimiliki untuk
kesejahteraan rakyat, karena memberikan prospek ekonomi yang
tinggi yang berasal dari sumber daya alam yang dikandung dan
jasa lingkungan yang diberikan.;
d. Membangun kedaulatan yang tangguh atas kawasan laut teritoial
dan penegakan hukum yang kuat atas kawasan zona ekonomi
eksklusif dan landas kontinen wilayah kepulauan Indonesia ;
e. Mengupayakan penguatan pembangunan maritim dalam hal
ekonomi dilakukan melalui pembenahan di hulu seperti regulasi

T
hingga hilir seperti pembangunan industri dan sistem logistik
secara nasional;
AF
f. Membangun karakter bangsa maritim sebagai bentuk
“reinventing nation” dari sejarah kejayaan maritim bangsa
Indonesia di masa lalu rangka pembangunan di bidang
kemaritiman.
R

10. Bidang Komunikasi dan Informasi


D

a. Negara mengusahakan penguatan sistem komunikasi dan


informasi publik, termasuk media dan media sosial, sebagai sarana
penyadaran dan penggerak rakyat agar menjadi bagian dalam
penyebarluasan gagasan, spirit cita-cita, tujuan Pancasila sekaligus
memberi ruang partisipasi rakyat untuk berkontribusi aktif dalam
pembangunan;
b. Negara menyelenggarakan tujuan utama pembangunan bidang
komunikasi dab informasi yaitu (a) percepatan penyediaan
infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi ke seluruh
wilayah Indonesia, (b) percepatan transformasi digital dalam 3
(tiga) kerangka nasional yaitu industri, pemerintahan, dan
masyarakat, (c) dan peningkatan kualitas pengelolaan komunikasi
publik.

100 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


c. Negara merancang landasan utama yaitu, infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi, menuju digitalisasi nasional, yang
dapat dinikmati hingga ke seluruh pelosok, sehingga berbagai
aplikasi dan konten yang baik dapat diakses dan dimanfaatkan
masyarakat.
d. Negara memprioritaskan penyediaan internet cepat dan berkualitas
di desa yang belum terlayani termasuk lokasi layanan publik serta
mempercepat digitalisasi penyiaran, untuk menyediakan layanan
internet cepat dan berkualitas;
e. Negara melaksanakan transformasi digital dalam
penyelenggaraan pemerintahan, antara lain dengan mempercepat
pembangunan dan pemanfaatan Pusat Data Nasional menuju Satu
Data Indonesia, dan mempercepat implementasi Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
f. T
Negara memelopori upaya mengubah Indonesia dari konsumen
AF
menjadi produsen teknologi melalui investasi pada berbagai
platform yang memiliki nilai kepentingan strategis nasional,
diantaranya pusat data, infrastruktur cloud, dan identitas digital
nasional;
R

g. Hasil pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan demokrasi


Pancasila harus dapat dinikmati bersama melalui suatu proses
D

distribusi yang berkeadilan dalam aras kemanusiaan. Dalam


kerangka itulah Pembangunan sebagai Perwujudan Nilai-Nilai
Pancasila harus berurat berakar dalam budaya yang
berkepribadian bangsa Indonesia. Pemerintah sebagai aktor utama
pembangunan, memberikan arah atau panduan jalannya
Pembangunan sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila. Negara
tidak boleh lagi diam dan tidak peduli terhadap apa yang dialami
rakyatnya. Program-program pembangunan yang telah dijanjikan
pemerintah menjadi acuan bagi kebijakan dalam Pembangunan
Nasional di masa yang akan datang.

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 101


BAB VII
PENUTUP

Kita dianugerahi pendiri Negara Indonesia yang telah mewariskan fondasi


Keindonesiaan yang telah teruji, yakni Pancasila. Sebagai bukti bahwa
Pancasila mampu tetap menjadi perekat bangsa, yaitu pergantian kekuasaan
dari periode ke periode hingga saat ini. Telah terjadi beberapa kali pergantian
kepemimpinan nasional, tetapi Bangsa Indonesia tetap masih bersatu, sama
halnya dengan apa yang terjadi di masa-masa krisis yang lalu, Pancasila tetap
hadir sebagai solusi kebangsaan. Ideologi menjadi alasan, sekaligus penuntun
arah sebuah bangsa dalam meraih kebesarannya. Ideologi bangsa menjadi
motif sekaligus penjaga harapan bagi rakyatnya. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila mencerminkan jati diri bangsa Indonesia, yang melandaskan
T
pada keyakinan bahwa manusia sejatinya diciptakan dalam kebersamaan
dengan sesamanya. Berdasarkan keyakinan itu maka nilai-nilai: religiusitas,
AF
keadilan, gotong royong, musyawarah, dan mengakui keberagaman sebagai
kodrat, menjadi utama bagi bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut merupakan
kristalisasi dari pengalaman hidup yang menyejarah dan bersumber dari : (1)
Religiusitas bangsa Indonesia;(2) Adat Istiadat;(3) Kearifan Lokal; (4)
R

Pandangan atau filsafat pemikiran dan ideologi yang berkembang ketika


Pancasila dilahirkan; (5) Budaya yang tumbuh dalam kehidupan bangsa; (6)
D

Konsepsi hubungan individu dengan masyarakat yang sudah membudaya


dalam masyarakat Indonesia.

Tidak ada bangsa yang besar jika tidak bertumpu pada ideologi yang mengakar
pada hati nurani bangsanya. Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Inggris maupun
Tiongkok sebagai negara Asia yang sangat diperhitungkan saat ini,
menemukan kekokohannya pada fondasi ideologi yang mengakar kuat dalam
budaya masyarakatnya. Sebaliknya, bukan hal baru bila sebuah negeri mudah
terkoyak-koyak oleh perang saudara karena alasan kedaerahan, kesukuan atau
agama, atau karena campur tangan pihak asing. Menjelang masuk tahun 2000,
karena pengaruh–pengaruh seperti itu, Yugoslavia pecah dan bubar, menjadi
sebuah tragedi besar, karena disertai kekejaman antar warga negaranya.
Demikian pula, memasuki abad millennium, konflik yang sengit dan berdarah
telah terjadi di Afrika, di Timur Tengah dan sampai kini, terjadi karena

102 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


perbedaan suku, daerah dan agama.

Bahkan, apabila kita masih mengingat, di tanah air kita sendiri


pertumpahan darah juga pernah terjadi antar kelompok yang berbeda suku dan
agama. Peristiwa itu sungguh merupakan bencana kemanusiaan yang harus
tidak boleh terulang kembali antar sesama anak bangsa. Berdasarkan hal itu
sudah saatnya kita harus kembali menyusun agenda kebangsaan yang lebih
kuat di masa depan dengan meneguhkan pembelaan terhadap Pancasila
sebagai solusi merajut persatuan bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum sebagai cita-cita para Pendiri Bangsa. Menyadari hal
tersebut, sangat diperlukan pemahaman yang utuh dan mendasar terhadap
kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hasil yang diharapkan dari pemahaman itu, nilai-nilai Pancasila dapat

T
dijadikan modal oleh bangsa Indonesia untuk melakukan pembangunan
nasional yang secara garis besar meliputi pembangunan di bidang: (a) mental,
AF
agama, dan pendidikan; (b) bidang kemasyarakatan; (c) bidang ketatanegaraan;
dan (d) bidang ekonomi dan keuangan. Artinya, pembangunan nasional harus
benar-benar merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
nyata bangsa Indonesia, dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
R

berdaulat secara politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi,


berkepribadian dalam kebudayaan dan bersendikan gotong royong.
D

Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila ini menjabarkan Pancasila


sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara dan ideologi negara. Sebagai
implikasi atas kedudukan Pancasila seperti itu dalam kehidupan bangsa,
Dalam implementasi Pancasila, terdapat tiga dimensi ideologis yang harus
diperhatikan: keyakinan, pengetahuan, tindakan. Pertama, ideologi
mengandung seperangkat keyakinan berisi tuntunan-tuntunan normatif-
preskriptif yang menjadi pedoman hidup. Kedua, ideologi mengandung
paradigma pengetahuan yang berisi seperangkat prinsip, ajaran nilai, yang
menyediakan kerangka interpretasi dalam memahami realitas; Ketiga, ideologi
mengandung dimensi tindakan yang merupakan tingkat operasional dari
keyakinan dan pengetahuan dalam realitas konkret.

Jika mencermati dengan pikiran dan hati jernih, pengalaman dan tantangan
berbangsa dan bernegara hingga sekarang, sulit membayangkan Negara

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 103


Republik Indonesia dapat berdiri tegak tanpa Pancasila. Ini karena Pancasila
terbukti dapat menampung aspirasi bersama semua warga masyarakat yang
bercorak-corak itu. Di dalam proses pembinaan nilai-nilai ideologi Pancasila,
terdapat tugas mulia untuk membenahi orientasi hidup, karakter, tujuan, dan
cita-cita dari segenap bangsa Indonesia agar memulai lagi dipercakapkan
kesadaran kolektif tentang gotong royong, dan persatuan dalam etos
keindonesiaan.

Dalam hubungan itulah Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila ini


diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan mutu
keadaban bangsa dan negara berdasarkan Pancasila, melalui pembinaan dan
pewujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup.
Pewujudan nilai tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui proses habituasi,
yang melibatkan dimensi keyakinan, pengetahuan, dan tindakan.

T
Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila ini diperuntukkan bagi seluruh
AF
elemen masyarakat Indonesia Dalam kedudukan seperti itu buku ini
memberikan pemahaman tentang tentang kedudukan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dan bagaimana mewujudkan nilai-nilai
Pancasila dalam pembangunan nasional.
R

Tujuan pembangunan nasional yang bersifat menyeluruh itu adalah untuk


membentuk masyarakat adil dan makmur, yang harus memenuhi unsur-unsur
D

pokok masyarakat adil dan makmur menurut ajaran Pancasila, yaitu: pertama,
terjaminnya sandang- pangan, perumahan yang layak bagi warga negara;
kedua, adanya jaminan kesehatan dan pendidikan bagi setiap warga negara
Indonesia; ketiga adanya jaminan hari tua setiap warganegara Indonesia;
keempat,adanya jaminan setiap warganegara Indonesia dapat menikmati dan
mengembangkan kebudayaan dan menyempurnakan kehidupan
kerohaniannya; kelima,terbukanya kesempatan luas bagi bangsa
Indonesia untuk bekerja dan berbuat untuk kepentingan umat manusia di
seluruh dunia.
Pembangunan yang kita laksanakan ke depan adalah untuk mewujudkan Visi
Indonesia 2045 yaitu Mewujudkan Indonesia Berdaulat, Adil dan Makmur,
dan Impian Indonesia 2015--2085 yaitu:

1) Terwujudnya sumberdaya manusia Indonesia yang kecerdasannya


104 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila
mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia;
2) Terwujudnya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme,
berbudaya, religius, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila;
3) Terwujudnya Indonesia sebagai pusat pendidikan, teknologi dan
peradaban dunia;
4) Terwujudnya masyarakat dan aparatur negara yang bebas dari perilaku
korupsi;
5) Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia;
6) Tercapainya Indonesia menjadi negara yang mandiri dan negara yang
berpengaruh di Asia-Pasifik;
7) Tercapainya kedudukan Indonesia sebagai barometer ekonomi dunia.

T
Untuk mewujudkan Visi-Indonesia 2045 dan Impian Indonesia 2015--2085
tersebut, kita harus semakin memperkukuh Pancasila sebagai pandangan
AF
hidup dan dasar negara, yang nilai-nilainya harus diwujudkan melalui proses
pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap. Demikianlah, maka
Pancasila tidak bisa direduksi perannya hanya sebagai pedoman tingkah laku
individu saja, tetapi lebih dari itu. Pancasila menjadi cita-cita bangsa Indonesia.
R

Pancasila bukan hanya berbicara masa lalu, melainkan juga harapan di masa
depan menghadapi tantangan baru di zaman yang semakin pesat berkembang.
D

Perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


menjadi semakin mendesak, terlebih ketika Indonesia memasuki era yang
penuh tantangan yang beragam di abad ke-21 setelah dunia memasuki era
globalisasi. Sehubungan dengan itu, adalah mendesak untuk segera
diselesaikannya problem kebangsaan dengan memperhatikan sungguh-sungguh
aspek religiusitas, humanitas, nasionalitas, kedaulatan dan keadilan sosial
yang menjadi esensi Pancasila. Aspek religiusitas mengandung makna
kesediaan manusia Indonesia untuk menaati perintah Tuhan dan menjauhi
larangan-Nya. Aspek humanitas menyangkut penegasan bahwa manusia
sesuai kodratnya adalah setara satu sama lainnya; mereka berasal dari satu
keluarga besar yang terbentuk atas dasar saling menghargai dan mengasihi.

Perhatian pada aspek nasionalisme mengilustrasikan bahwa negara harus terus

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 105


memelihara cita-cita dan budi pekerti rakyat yang luhur serta mengatasi
merebaknya segala paham golongan serta paham perorangan yang
bertentangan dengan konsensus dan cita-cita pendiri bangsa. Selanjutnya,
dinyatakan bahwa Indonesia menganut konsep kedaulatan rakyat dalam artian
bahwa penyelenggaraan negara harus mengutamakan musyawarah-mufakat
serta dalam praktiknya demokrasi tidak boleh dijalankan, baik berdasarkan
dominasi mayoritas maupun tirani minoritas. Sejauh menyangkut keadilan
sosial, ditekankan perlunya perwujudan negara bangsa yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil makmur; makmur dalam keadilan dan adil dalam
kemakmuran.

Agar Pembangunan Nasional sebagai Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dapat


memberi hasil untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur, diperlukan
riset agar pembangunan benar-benar didasarkan pada kebutuhan dan keadaan
objektif. Hasil riset tersebut dapat dijadikan oleh pemerintah dalam
T
membangun Indonesia dari negara kepulauan dan agraris menjadi negara
AF
industri di masa depan, tanpa meninggalkan corak dan watak keindonesiaan
yang dilandasi nilai-nilai dalam Pancasila. Untuk kepentingan itulah
diperlukan pembentukan suatu badan riset dan inovasi yang bersifat nasional.
R

Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila ini selanjutnya akan menjadi


landasan untuk pembinaan Ideologi Pancasila secara menyeluruh,
berkelanjutan, dan pelaksanaan penyusunan standarisasi pendidikan dan
D

pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan


rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang
bertentangan dengan Ideologi Pancasila kepada lembaga tinggi negara,
kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, organisasi sosial politik maupun
komponen masyarakat lainnya.

==========

106 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila


Daftar Pustaka

Anonim Lahirnja Pantja Sila : Boeng Karno Menggembleng Dasar-Dasar Negara, (Kata Pengantar
Oleh : Dr.K.R.T Radjiman Wedyodiningrat) Jogjakarta,Penerbit Oesaha Penerbitan
Goentoer, 1947;

Basarah, Achmad, Ir.Sukarno, Islam dan Pancasila, Jakarta, Penerbit Konstitusi Press, 2017;

Kusuma, RM A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Memuat Salinan Dokumen Otentik
Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan, (Edisi Revisi), Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016;

Latif, Yudi, Revolusi Pancasila, Kembali ke Rel Perjuangan Bangsa, Bandung: Mizan, 2016;

Hatta, Mohammad, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, A.A Maramis, Sunarjo, A.G.


Pringgodigdo,Uraian Pancasila, Jakarta, Penerbit Mutiara,1984;

Hatta, Mohammad, Pengertian Pancasila, Jakarta: CV Haji Masagung, 1989;

T
-------------------------------, Kebangsaan dan Kerakyatan dalam Demokrasi Kita, Pikiran-pikiran tentang
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, Bandung: Sega Arsy, 2014;
AF
Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah ,Yogyakarta: Kanisius,1981;

Sekretariat Jenderal MPR-RI, Bahan Tayang Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR-RI
(Jakarta: Sekretariat Jendreal MPR-RI, 2017);
R

Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta: Media Pressindo, 2017;
D

Suseno, Franz Magnis., Etika Politik ,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1991;

Tulisan Dalam Buku Dan Jurnal

Banyu Perwita, Anak Agung, “Konflik Antar Etnis Dalam Masyarakat Global Dan
Relevansinya Bagi Indonesia”, dalam, Analisis CSIS, Tahun XXV.No.2,Maret-April
1996, hlm,153-154;

Drijarkara SJ, “ Pantjasila dan Religi” Prasaran dalam Seminar Pantjasila Ke : I 16 Pebruari
Sampai Dengan 20 Pebruari 1959 di Jogjakarta, Diterbitkan Oleh : Panitia Seminar
Pantjasila, Jogjakarta,1959, hlm 47-79 ;

Dugis, Vinsensio M.A.,”Defining Nationalism in the Era of Globalization,” Dalam Jurnal


Masyarakat Kebudayaan Dan Politik, Th XII, No. 2, hlm 51-57;

Hoffman, Stanley, “The Nation, Nationalism, and After: The Case of France”, The Tanner
Lectures on Human Values, Delivered at Princeton University March 3 and 4, 1993, p
217-220;

Kedeputian Bidang Pengkajian dan Materi BPIP| 107


Karim, M.Rusli, “Arti Dan Keberadaan Nasionalisme”, dalam Analisis CSIS,Tahun
XXV.No.2,Maret-April 1996, hlm 95-108;

Mingshengli. “Nationalism And Imperialism”, In R. Fortner & M. Fackler (Eds.), International


Handbook of Media and Mass Communication Theory Malden, MA: Wiley-Blackwell, 2014,
pp.667-689;

Notonagoro,”Berita Pikiran Ilmiah Tentang Kemungkinan Djalan Keluar dari Kesulitan


Mengenai Pantjasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia”, Prasaran dalam
Seminar Pantjasila Ke : I 16 Pebruari Sampai Dengan 20 Pebruari 1959 di Jogjakarta,
Diterbitkan Oleh : Panitia Seminar Pantjasila, Jogjakarta, 1959, hlm 88-128;

Rahardjo, Satjipto, “Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya”, Makalah


dipresentasikan dalam Seminar Membangun Hukum yang Berkeadilan, Semarang,
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,2008;

Swasono, Sri-Edi, “Menerobos Blokade Akademis-Ilmiah Ekonomi Pancasila Dan Demokrasi


Ekonomi”, dipresentasikan dalam, Focus Group Discussion (Yogyakarta: Komite

T
Ekonomi Dan Industri Nasional Republik Indonesia, 21-23 Januari 2019) ;
AF
R
D

108 | Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila

Anda mungkin juga menyukai