Anda di halaman 1dari 5

Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Koefisien Limpasan di DAS Progo

1. Pendahuluan
Perubahan tutupan lahan daerah aliran sungai (DAS) memberikan pengaruh besar terhadap
peningkatan debit banjir (Jayadi, 2000). Perubahan tutupan lahan, seperti kawasan hutan
menjadi perkebunan, kawasan hutan menjadi permukiman, persawahan menjadi
permukiman, dan sebagainya akan mempengaruhi debit aliran permukaan (run-off). Debit
run-off dipengaruhi oleh Curve Number (CN) yang merupakan pendekatan empirik untuk
mengestimasi aliran permukaan run-off dari hubungan antara hujan, tutupan lahan, dan
kelompok hidrologis tanah (Ponce dan Hawkins 1996).
Selain curve number, parameter yang sering dipakai dalam menganalisis pengaruh
perubahan tutupan lahan terhadap debit limpasan adalah koefisien limpasan (C). Nilai C
maksimum adalah 1,0, yaitu suatu kondisi dimana 100% hujan dialirkan menjadi limpasan
permukaan, tanpa ada yang terserap ke dalam tanah.
Salah satu DAS yang mengalamai perubahan tutupan lahan yang cukup masif akibat
perkembangan kawasan adalah DAS Progo, khususnya daerah di bagian hulu di kawasan
perkebunan dan persawahan. Pada tahun 2009 dan 2010 banjir yang terjadi di bagian hulu
Sungai Progo, mengakibatkan terjadi kerusakan pada Jembatan Trinil yang menghubungkan
Kecamatan Secang dan Windusari, Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah (Amalia,
2011)
Sungai Progo memiliki panjang 140 km dan luas daerah tangkapan air ±2.380 km2. Sungai
Progo termasuk ke dalam sungai prioritas (ADB, 2016). Sungai Progo memiliki beberapa
anak sungai yang berhulu di beberapa gunung salah satunya Gunung Merapi, di mana status
gunung tersebut adalah gunung api aktif. Hal yang dikhawatirka adalah ketika terjadinya
erupsi maka muntahan material dari letusan gunung yang berupa sedimen seperti abu,
batu, pasir dan kerikil. Saat terjadi hujan dengan intesitas tinggi, maka material tersebut
akan ikut mengalir bersamaan dengan terjadinya banjir lahar dingin. Kejadian tersebut
dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian cukup besar yang dapat berdampak bukan
hanya untuk kondisi fisik sungainya saja melainkan juga akan mempengaruhi infrastruktur
dan kondisi lingkungan masyarakat yang tinggal pada daerah yang berada di dalam area DAS
Progo dibagi dalam tiga segmen, DAS bagian hulu yang berada di Muntilan, Jawa Tengah,
DAS bagian tengah yang berada di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman, dan DAS
bagian hilir memiliki luas sekitar 89.984,575 ha dengan panjang sungai mencapai 60 km
yang terletak di Kabupaten Bantul. Sungai Progo bermuara ke Samudera Hindia.

2. Kondisi Eksisting DAS Progo


DAS Progo merupakan salah satu DAS kritis di Indonesia (Mawardi, 2010). DAS ini
seharusnya memiliki fungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan,
namun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari keadaan di lapangan
bahwa pada musim kemarau debit air kecil dan pada musim penghujan debit besar. Pada
saat musim hujan, sungai meluap karena terjadi sedimentasi di bagian hilir. Sedimen di DAS
Progo hilir berasal dari beberapa anak sungai terutama yang berhulu di Gunung Merapi.
Erosi lahan akibat berkurangnya atau bahkan hilangnya vegetasi pada daerah hulu DAS
meningkatkan limpasan dan laju erosi (BPDAS Serayu-Opak-Progo, 2013).
Selain akibat perubahan tutupan lahan, erupsi Gunung Merapi secara periodik menghasilkan
endapan vulkanik di lereng gunung. Pada musim penghujan material tersebut akan
terangkut dan mengisi bagian tengah maupun hilir Sungai Progo. Material pasir di sepanjang
Sungai Progo berasal dari lereng Gunung Merapi, tebing sungai serta daerah sekitar sungai
yang masuk ke sungai akibat proses erosi pada musim penghujan. Komposisi material dasar
sungai dari hulu ke hilir sebagian besar berupa pasir diikuti lumpur (Barunadri 2000 dalam
Legono 2003). Sedimen yang terakumulasi menimbulkan masalah terutama di daerah hilir.
Sungai tidak dapat menampung debit aliran yang besar sehingga meluap dan menggenangi
daerah di sekitarnya. Sedimentasi juga menyebabkan tertutupnya muara sungai sehingga
dapat menimbulkan banjir dan genangan pada saat debit besar datang. Banjir akan
merugikan masyarakat sekitar karena merusak pertanian dan tambak yang ada di daerah
tersebut (Nugrahaeni dkk., 2020).
Pengembangan kabupaten-kabupaten yang berada di dalam DAS Progo, dapat
meningkatkan risiko kekeringan dan banjir akibat perubahan tutupan lahan. Kondisi tutupan
lahan DAS Progo tahun 2019 disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kondisi tutupan lahan di DAS Progo
Tabel 1. Nilai koefisien limpasan untuk DAS Progo di Provinsi Jawa Tengah dan
D.I. Yogyakarta
Jawa Tengah D.I. Yogyakarta
Jenis tutupan lahan C
Luas (km2) CxA Luas (km2) CxA
0,4
Belukar 0 15,24 6,10 0,71 0,28
0,2
Hutan lahan kering sekunder 5 1,24 0,31 8,53 2,13
0,4
Hutan tanaman 5 265,32 119,39 1,04 0,47
0,8
Permukiman 0 192,28 153,82 340,47 272,38
0,6
Perkebunan 5 2,43 1,58 32,42 21,07
0,7
Pertanian lahan kering 5 471,20 353,40 293,21 219,91
0,7
Pertanian lahan kering campur 5 357,63 268,22 258,23 193,67
0,1
Sawah 5 393,50 59,03 0,20 0,03
0,8
Tanah terbuka 0 12,35 9,88 3,07 2,46
Total   1711,19 971,73 937,88 712,40
C komposit   0,57 0,76
Sumber: Hasil analisis

Nilai koefisien limpasan DAS Progo di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta lebih besar
dibandingkan nilai koefisien limpasan di wilayah Provinsi Jawa Tengah (Tabel 1). Hal ini
menunjukkan kondisi tutupan lahan di DAS Progo wilayah D.I. Yogyakarta rentan
mengakibatkan banjir, karena hanya 24% air hujan yang masuk ke dalam tanah.

3. Penutup
Limpasan permukaan yang menjadi banjir, selain disebabkan curah hujan ekstrim, juga
disebabka oleh kurang kapasitas sungai untuk mengalirkan debit limpasan, akibat
sedimentasi. Lokasi wilayah yang rawan banjir sebagian besar berada di dekat muara sungai.
Sungai Progo mengalami pendangkalan yang cukup besar sehingga menurunkan kapasitas
sungai di bagian muara.
Sedimen sebagian besar berasal dari kegiatan pertanian dan lahan terbuka kosong di bagian
hulu. Wilayah Jawa Tengah memiliki lahan pertanian dan tanah terbuka seluas 1.235 km 2,
sedangkan wilayah D.I. Yogyakarta seluas 555 km 2. Dengan demikian, kegiatan wilayah hulu
Sungai Progo memberikan dampak besar terhadap sedimentasi di muara sungai.

Amalia, M., 2011. Analisa Peningkatan Nilai Curve Number Terhadap Debit Banjir Daera h
Aliran Sungai Progo. Info-Teknik, 12(2), pp.35-39.
Asian Development Bank. 2016. Indonesia: Country water assessment. Mandaluyong City,
Philippines
Ikhsan, J., Anjasmara, K.B., 2019. Kajian infrastruktur dan sempadan sungai pada wilayah
rawan banjir lahar di Sungai Progo Hilir. Jurnal Teknik Sipil, 15(2), pp.74-85.
Mim, A. and Hizbaron, D.R., 2019. Pengaruh penggunaan lahan di sempadan Sungai Progo
Bagian Tengah terhadap kualitas air dan aliran permukaan. Jurnal Bumi Indonesia,
8(2).
Nugrahaeni, L., Gunawan, T. and Suharyadi, S., Perkembangan dan pemanfaatan lahan
sedimen di Muara Daerah Aliran Sungai Progo Hilir Yogyakarta. Jurnal Kemaritiman,
1(1), pp.25-32.
Ponce VM, Hawkins RH. 1996. Runoff curve number: Has it reached maturity. Journal of
Hydrologic Engineering, 1(1), pp. 11–19.

Anda mungkin juga menyukai