353-366
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
1. Pendahuluan
Peran air sebagai satu dari beberapa sumber daya alam utama sangat vital bagi
keberlangsungan suatu kehidupan dan berkembangnya sebuah peradaban. Dewasa ini
pemanfaatan air semakin kompleks dan bersifat multisektoral yang mencakup pemenuhan
kebutuhan air baku, kebutuhan air irigasi, pengembangan energi, pengelolaan industri
hingga pemanfaatan air sebagai alternatif sarana transportasi. Kurangnya ketersediaan air
berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam perkembangannya, air
berpotensi menjadi sumber daya langka karena relatif tidak ada sumber daya lain sebagai
pengganti. Hal itu tentunya berlawanan dengan jumlah kebutuhan air yang meningkat
seiring waktu. Uraian tersebut menunjukkan perlunya upaya pengelolaan sumber daya air
dengan langkah yang optimal. Suatu bentuk upaya yang patut diterapkan sebagai langkah
pengelolaan sumber daya air adalah mengoptimalkan teknologi bangunan air. Bendungan
merupakan contoh bangunan air yang digunakan dalam upaya pengelolaan sumber daya air
[1].
Bendungan adalah salah satu bentuk penerapan teknologi konstruksi yang bertujuan
menahan laju dari air sungai hingga terbentuk tampungan di bagian hulu bendungan yang
disebut waduk. Selanjutnya, air yang tertampung dalam waduk akan digunakan untuk
meningkatkan manfaat dan ketersediaan air seperti pengendalian banjir, pemenuhan air
irigasi, pembangkit listrik tenaga air, pemenuhan kebutuhan air baku, pemenuhan
kebutuhan air industri, budidaya perikanan, sarana rekreasi, sarana olahraga dan
sebagainya [2].
Terlepas ragam manfaat yang diberikan Bendungan Raknamo guna mencukupi
kebutuhan masyarakat, pembangunannya juga memunculkan potensi bencana. Potensi
bahaya tersebut timbul akibat adanya kemungkinan terjadi keruntuhan bendungan yang
memicu banjir besar pada daerah hilir bendungan. Dalam rangka meminimalisir kerugian
pada wilayah hilir bendungan akibat banjir, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010,
tentang Bendungan, mengatur bahwa setiap bendungan harus dilengkapi dengan Dokumen
Rencana Tindak Darurat (RTD). Dokumen Rencana Tindak Darurat (RTD) tersebut
merupakan bentuk antisipasi penyelamatan jiwa dan harta benda apabila terjadi keruntuhan
bendungan [3].
354
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
2.2 Bahan
Data penunjang yang dikumpulkan untuk menyelesaikan penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Data Pencatatan Curah Hujan
Pada penelitian kali ini data yang dikumpulkan berupa data pencatatan curah hujan
harian maksimum tahunan dengan rentang pencatatan data selama 25 tahun (1992 -
2016). Data yang terkumpul akan digunakan dalam analisa hidrologi yang bertujuan
untuk mengetahui debit banjir rancangan Bendungan Raknamo.
b. Lengkung Kapasitas Waduk Raknamo
Data yang menunjukkan hubungan tinggi muka air waduk, volume tampungan, dan
luas genangan. Data ini digunakan dalam penelusuran banjir di pelimpah Bendungan
Raknamo.
355
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
2.3 Metode
Prosedur studi dimulai dengan melakukan analisis hidrologi untuk mengetahui
karakteristik hidrologis pada daerah tangkapan air Bendungan Raknamo. Data hujan yang
digunakan terdiri dari dua stasiun hujan (Sta. Raknamo, dan Sta. Camplong) dengan
rentang data 25 tahun. Analisis mencakup uji kelayakan data curah hujan, penentuan nilai
curah hujan rencana, dan uji kesesuaian distribusi. Serangkaian analisis tersebut akan
menghasilkan nilai curah hujan rencana maksimum boleh jadi (PMP). Nilai tersebut
kemudian akan ditransformasi menjadi debit dengan pendekatan hidrograf satuan sintetis
(HSS) dan didapat nilai debit banjir rancangan PMF.
Nilai debit tersebut kemudian digunakan untuk melakukan penelusuran banjir pada
pelimpah Bendungan Raknamo. Hasil penelusuran banjir akan menggambarkan kapasitas
pelimpah dalam mereduksi banjir. Penentuan skenario simulasi keruntuhan bendungan
didasarkan pada hasil penelusuran banjir. Simulasi keruntuhan bendungan dilakukan
melalui pemanfaatan perangkat lunak HEC-RAS 5.0.7. Karakteristik banjir sebagai produk
dari simulasi HEC-RAS 5.0.7, digunakan untuk menentukan tingkat bahaya banjir dan
analisis dampak bencana pada daerah di hilir Bendungan. InaSAFE 5.0.1 akan
diberdayakan untuk menilai dampak bencana dan tingkat bahaya banjir. Tahapan terakhir
pada studi ini ialah menilai besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh keruntuhan
bendungan pada empat kategori yaitu: populasi penduduk terdampak, kerugian akibat
kerusakan bangunan dan struktur bendungan, tergenangnya lahan bercocok tanam,
kerusakan hutan, dan kerusakan akses jalan.
356
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
2.4 Persamaan
2.4.1 Analisis Distribusi Frekuensi
Prosedur ini dilakukan dalam rangka mengetahui hubungan antara nilai kejadian
ekstrem dan frekuensi kejadian kejadian ekstrem dengan memanfaatkan distribusi
probabilitas. Pada studi ini digunakan Distribusi Gumbel dan Distribusi Log Pearson tipe
III. Kedua jenis analisis distribusi dipilih karena kerap digunakan pada analisis data
maksimum [5].
Persamaan Distribusi Gumbel:
Tr
Yt = - ln | ln ( ) | Pers. 1
Tr -1
̅+K 𝑆
Xt = X Pers. 2
Yt +Yn
K= Pers. 3
σn
dimana:
Yt = variat yang tereduksi nilainya pada seri data
Tr = periode ulang atau kala ulang (tahun)
Xt = besar curah hujan pada kala ulang tertentu (mm)
𝑋̅ = nilai rerata curah hujan (mm)
S = besar deviasi standar dari data pencatatan (mm)
K = faktor frekuensi Distribusi Gumbel data pencatatan curah hujan
N = total jumlah data curah hujan hasil pencatatan
σn = nilai deviasi standar variat yang tereduksi pada data pencatatan curah
hujan
Yn = nilai rarta - rata dari variat yang tereduksi pada pencatatan curah hujan
Persamaan Distribusi Log Pearson tipe III:
Log (Xt) = ̅̅̅̅̅̅̅̅
L𝑜g X + K × SLog (X) Pers. 4
n ∑n ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 3
i = 1( Log (Xi ) − Log (Xi ) )
Cs = (n1 −1) × (n2 −2) × S3
Pers. 5
dimana:
Log (Xt) = nilai logaritma seri data pencatatan hujan (mm)
K = karakterisrik Distribusi Log Pearson III (keterkaitan antara kala ulang
dengan besar koefisien kepencengan)
̅̅̅̅̅̅̅
L𝑜g X = nilai logaritma rerata data pencatatan hujan (mm)
SLog (X) = besar deviasi standar Log (Xt) (mm)
Cs = koefisien kemencengan dari variat
n = jumlah data terekam
2.4.2 Uji Kecocokan Distribusi
Uji ini diterapkan untuk menilai apakah hasil dari analisis distribusi diterima atau tidak
dengan mempertimbangkan tinggi derajat kepercayaan beserta tinggi derajat kebebasan.
Metode Chi Square beserta Metode Smirnov Kolmogorov digunakan pada uji kesesuain
distribusi ini [6].
357
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
dimana:
Xh 2 = parameter dari Chi Square hitung
Ei = banyaknya nilai;teoretis dalam sub;kelompok
Oi = banyaknya nilai yang diamati pada sub;kelompok
G = banyaknya sub’kelompok
Prosedur satuan sintetis digunakan apabila tidak tersedia pencatatan data debit.
Hidrograf satuan sintetis (HSS) memungkinkan data hujan yang tersedia untuk
ditransformasi menjadi nilai debit. Hidrograf satuan diterapkan pada analisis nilai banjir
rancangan [7]. Nilai debit banjir rencana dianalisis melalui pendekatan HSS Metode
Nakayasu dan Limantara.
Formula Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu:
1 R0
Qp = ×A× Pers. 9
3,6 (0,3 Tp + T0,3 )
358
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
Qd = Qp . 100,175(Tp – T) Pers. 16
dimana:
Qp = nilai debit yang terjadi pada saat puncak banjir (m3/dt/mm)
Qa = besar debit1pada saat kurva naik (m3/dt/mm)
Qd = besar debit yang terjadi saat kurva turun (m3/dt/mm)
A = nilai luasan daerah tangkapan air (km2)
L = nilai panjang dari sungai utama (km)
Lc = nilai panjang dari sungai yang diukur mulai lokasi terdekat dengan lokasi titik
berat daerah tangkapan air (km)
S = nilai kemiringan dasar sungai
t = waktu1hidrograf (jam)
Tp = lama waktu hidrograf untuk mencapai (jam)
Overtopping occurs on
top of the dam.
Overtopping eroded
the material.
359
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
Vw
tf = 63,2 × √ Pers. 18
g h b2
dimana:
Bave = rata-rata lebar rekahan yang terjadi
K0 = nilai konstanta berdasarkan skenario keruntuhan (Pada Skenario Overtopping
nilai K0 = 1,3, sedangkan dalam Skenario Piping, K0 = 1,0)
g = meurpakan nilai percepatan gravitasi (g = 9,81 m/s2)
Vw = besar volume tampungan waduk pada saat keruntuhan bendungan terjadi
tf = waktu terjadinya keruntuhan (detik)
hb = tinggi rekahan akhir
360
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
Kemiringan sisi rekahan rara-rata 1.0 H : 1.0 V pada keruntuhan dengan skenario
overtopping dan 0.7 H : 1.0 V pada skenario piping.
2.4.5 Software HEC-RAS 5.0.7
Peranti lunak (software) HEC-RAS 5.0.7 yang diproduksi oleh US. Army Hydrologic
Engineering Center memungkinkan pengguna untuk melakukan simulasi berbagai macam
simulasi hidrolik seperti simulasi aliran 1 dimensi, simulasi aliran sungai tidak seragam 1
dimensi dan 2 dimensi, mensimulasikan perilaku sedimen, simulasi suhu air dan juga
memodelkan kondisi kualitas air [13]. Pada saat mengeksekusi perangkat lunak HEC-RAS
ada beberapa tahapan yang harus dilewati diantaranya:
1. Penyiapan data
2. Pembuatan model geometri Bendungan Raknamo
3. Pembuatan model area tampungan waduk
4. Pembuatan model area genangan banjir
5. Penyiapan data aliran pada HEC-RAS dan menentukan kondisi batas
6. Mengeksekusi simulasi keruntuhan bendungan
7. Pengamatan hasil simulasi dan penarikan kesimpulan
Hasil simulasi kemudian menjadi dasar dalam melakukan analisis terkait dampak
keruntuhan bendungan yang ditimbulkan di daerah hilir bendungan.
2.4.6 Konsep InaSAFE – Klasifikasi Tingkat Bahaya
Penilaian tingkat bahaya didasarkan Peraturan dari Kepala BNPB No. 02 yang
diterbitkan pada tahun 2012. Peraturan tersebut mengatur tingkat bahaya akan
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan berdasar tinggi banjir. Nilai tinggi banjir < 1 meter
diklasifikasikan sebagai bahaya (ancaman) ringan, 1 meter – 3 meter bahaya sedang,
sedangkan ketinggian banjir > 3 meter diklasifikasikan bahaya berat [14].
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis Hidrologi
Nilai curah hujan maksimum boleh jadi (PMP) ditentukan melalui perhitungan dengan
Metode Hersfield dan peninjauan pada Peta PMP Isohyet Nusa Tenggara Lembar 2.
Perbandingan nilai PMP dari kedua metode cukup signifikan. Nilai curah hujan maksimum
boleh jadi (PMP) hasil dari pendekatan Peta Isohyet lebih besar dibandingkan dengan nilai
curah hujan maksimum boleh jadi (PMP) pada Metode Perhitungan Hersfield (730,980 mm
> 388,775 mm). Maka pada analisis lebih lanjut digunakan nilai PMP yang didapat dari
Peta PMP Isohyet Nusa Tenggara Lembar 2.
Tabel 1: Rekapitulasi Nilai Debit Banjir Rancangan
No Metode HSS Q1000 QPMF Satuan
1 HSS Nakayasu 239,543 921,761 (m3/dt)
2 HSS Limantara 310,731 1.210,746 (m3/dt)
361
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
Nilai debit banjir rancangan dari dua pendekatan hidrograf satuan sintetis ditunjukkan
pada tabel (Tabel. 1) diatas. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu menunjukkan debit
jauh lebih kecil berbanding dengan debit produk Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)
Limantara. Sehingga diputuskan menggunakan nilai debit yang dihasilkan oleh Hidrograf
Satuan Sintetis (HSS) Limantara sebagai nilai debit banjir rancangan.
362
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
363
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
364
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
sebesar 19,700 m dan kecepatan maksimum sebesar 13,041 m/detik. Menurut peraturan
Kepala BNPB yang diterbitkan tahun 2012, bencana banjir yang terjadi dikategorikan
sebagai banjir dengan tingkat bahaya tinggi. `
3.5 Analisis Kerugian
Nominal kerugian dihitung dengan menilai dampak bencana akibat dari keruntuhan
bendungan Raknamo. Hasil analisis menunjukkan total kerugian sebesar Rp.
1.124.938.583.615,03. Rekapitulasi nilai kerugian ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3: Rekapitulasi Nilai Kerugian Ekonomi
4. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang diambil dari serangkaian analisis pada penelitian ini
dijabarkan pada empat (4) point berikut:
1. Nilai debit banjir rancangan PMF (QPMF) pada Bendungan Raknamo sebesar
1.210,746 m3/detik. Nilai debit tersebut dihitung dengan pendekatan HSS Limantara.
2. Simulasi keruntuhan bedungan yang dilakukan menggunakan perangkat lunak HEC-
RAS 5.0.7 dapat menggambarkan karakteristik banjir yang terjadi di daerah hilir.
Skenario overtopping menunjukkan kondisi paling ekstrem dengan luasan banjir
mencakup 5.030,729 hektar, kecepatan maksimum aliran sebesar 13,041 m/detik, dan
kedalaman banjir maksimum 19,700 m.
3. Keruntuhan Bendungan Raknamo memicu terjadinya pelepasan air dalam jumlah
besar ke daerah di hilir bendungan. Pada daerah di hilir bendungan terdapat 10.200
jiwa penduduk terdampak (4.800 jiwa terdampak berat, 1.800 jiwa terdampak sedang,
dan 3.600 jiwa terdampak ringan), 3.358 hektar lahan tergenang (1.510 hektar
terdampak berat, 499 hektar terdampak sedang, dan 1.300 hektar terdampak ringan),
2.682 unit bangunan mengalami kerusakan (1.972 unit terdampak berat, 254 unit
terdampak sedang, 456 unit terdampak ringan), dan 140,512 kilometer jalan
terdampak (78,800 km terdampak berat, 17,649 km terdampak sedang, dan 43,063 km
terdampak ringan).
4. Nilai kerugian akibat Keruntuhan Bendungan Raknamo sebesar Rp
1.124.903.589.268,22. Nilai tersebut merupakan nilai kerugian total yang mencakup
kebutuhan evakuasi, nilai kerugian akibat bangunan dan jalan yang rusak, lahan
tergenang, dan kerusakan pada tubuh Bendungan Raknamo.
365
Purnomo, Y. C., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 353-366
Daftar Pustaka
[1] Tim Penyusun. “Naskah[Akademik[RUU Sumber Daya Air Republik Indonesia”.
Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). 2018.
[4] PT. Indra Karya, “Laporan Akhir Review Desain Bendungan Raknamo di
Kabupaten Kupang,” PT. Indra Karya, Malang, Indonesia, 2015.
[5] Soewarno, Aplikasi Metode Statistika untuk Analisis Data Hidrologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015.
[6] Standar Nasional Indonesia untuk Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana,
SNI 2415, 2016.
[7] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan, Yogyakarta: Beta Offset, 2016.
[8] V. P. Singh, Dam Breach Modelling Technology. Baton Rouge: Springer Sicence
& Bussiness Media, 1996.
[9] Federal Emergency Management Agency. 2013. Federal Guidllines for Inundation
Mapping of Flood Risk Associatedwith Dam Incidents and Failures. Federal
Emergency Management Agency (FEMA).
[10] A. A. A. Ahmed, A. A. Joudah. “Review About Incidents in Dams and Dike
Behaviours Induced by Internal Erosion,” International Journal of Engineering
and Technology (IRJET), vol. 8, Issue-10, pp. 1057-1513, 2021.
[11] A. Murdhianti, P. T. Juwono, & R. Asmaranto. “Useful Life of Ngancar Reservoir
Due to Erosion and Sedimentation,” International Journal of Recent Technology
and Engineering (IJRTE), vol. 9, Issue-2, pp. 661-667, 2020.
[12] US Army Corps of Engineers Hydraulic Engineering Center. 2014. Using HEC-
RAS for Dam Break Studies. U.S. Army Corps of Engineers Institute for Water
Resources Hydrologic Engineering Center (CEIWR-HEC) 609 Second Street
Davis, CA 95616-4687.
[13] US Army Corps of Engineers Hydraulic Engineering Center. 2014. HEC-RAS
River Analysis System User’s Manual Version 5.0. U.S. Army Corps of Engineers
Institute for Water Resources Hydrologic Engineering Center (CEIWR-HEC) 609
Second Street Davis, CA 95616-4687.
[14] Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 2 Tahun
2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. 2012. Jakarta.
366