Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p.

197-208
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

Analisa Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan


Prijetan di Kabupaten Lamongan Menggunakan
Aplikasi Zhong Xing HY21
Irsyad Musthofa Yahya1*, Pitojo Tri Juwono1, Runi Asmaranto1
1
Departemen Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: irsyadmuya@gmail.com

Abstract: The Prijetan Dam was the first dam built in Indonesia in 1910 – 1916 by
the dutch east indies government. This dam was built on the Prijetan River which is
located in Sumbergempol Village, Kedungpring District, Lamongan Regency, East
Jawa Province. Considering the age of the Prijetan Dam which is more than 100 years
old, further analysis are needed on the impact of the dangers that can be caused by
the break of the Prijetan Dam. Dams break is the collapse of part or all of the main
dam causing the dam to be unable to function again. Dam breaks mostly occur due to
overtopping or piping. From the simulation of the dam break of the Prijetan Dam
using the Zhong Xing HY21 software, it was found that the largest floods occurred in
the bottom piping scenario with the condition of the floodwater level reservoir. The
area of the floods reached 26,607 km2 with a maximum flood depth of 6,880 m. The
floods spread to 38 villages located downstream of the Prijetan Dam with an estimated
11.412 people at risk.

Keywords: Flood, Prijetan Dam, Zhong Xing HY21

Abstrak: Bendungan Prijetan merupakan bendungan pertama yang dibangun di


Indonesia pada sekitar tahun 1910 - 1916 oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Bendungan ini berdiri diatas Sungai Prijetan yang terletak di Desa Sumbergempol,
Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Mengingat
usia Bendungan Prijetan yang lebih dari 100 tahun, maka diperlukan analisa lebih
lanjut mengenai dampak bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegagal Bendungan
Prijetan. Kegagalan bendungan yang dimaksud ialah runtuhnya sebagian atau seluruh
tubuh bendungan yang menyebabkan bendungan tersebut tidak dapat berfungsi
kembali. Kegagalan atau keruntuhan bendungan paling banyak terjadi akibat
overtopping ataupun piping. Dari hasil simulasi keruntuhan Bendungan Prijetan
menggunakan software Zhong Xing HY21, didapatkan banjir terbesar terjadi pada
skenario piping bawah dengan kondisi tampungan waduk muka air banjir (MAB).
Luas genangan banjir yang terjadi mencapai 26,607 km2 dengan kedalaman
maksimum 6,880 m. Genangan banjir menyebar ke 38 desa yang berada di bagian
hilir Bendungan Prijetan dengan perkiraan 11.412 penduduk terkena risiko.

Kata kunci: Banjir, Bendungan Prijetan, Zhong Xing HY21

*Penulis korespendensi: irsyadmuya@gmail.com


Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

1. Pendahuluan
Indonesia disebut sebagai negara agraris yang memiliki arti bahwa sebagian besar wilayah
daratannya dipergunakan untuk pengembangan pada sektor pertanian. Seiring dengan berjalanya waktu,
jumlah penduduk yang terus meningkat akan berimbas pada bertambahnya permintaan bahan pangan
baik untuk kebutuhan sehari – hari ataupun industri [1]. Akibatnya kebutuhan akan ketersediaan air
baku guna memenuhi kebutuhan irigasi pun juga ikut meningkat. Guna memenuhi jumlah kebutuhan
air baku di Indonesia, pembangunan bendungan pun dipilih untuk menjadi salah satu cara agar
ketersediaan air baku tetap melimpah. Namun dibalik itu, pembangunan bendungan yang salah dapat
menjadi ancaman bahaya yang besar bagi wilayah terdampaknya. Peraturan Menteri PUPR No. 27
Tahun 2015 pasal 2 berbunyi bahwa "Pembangunan bendungan dan pengelolaannya harus dilaksanakan
berdasarkan pada konsepsi keamanan bendungan yang terdiri dari 3 pilar utama" [2]. Yang mana salah
satu pilar utamanya berisikan mengenai Kesiapsiagaan Tindak Darurat.
Bendungan Prijetan merupakan bendungan tertua di Indonesia yang sampai saat ini masih
beroperasi. Bendungan ini dibangun pada sekitar tahun 1910-1916 oleh Pemerintahan Hindia Belanda
dan bertujuan untuk mengairi lahan irigasi seluas 4.600 ha yang terletak di tiga kecamatan pada
Kabupaten Lamongan. Mengingat usia dari Bendungan Prijetan yang lebih dari 100 tahun, maka perlu
di lakukan kembali analisa banjir yang dapat terjadi apabila Bendungan Prijetan mengalami keruntuhan,
sesuai dengan isi dari Peraturan Menteri PUPR No. 27 Tahun 2015 Tentang bendungan yang
menyebutkan bahwa “Pemilik bendungan harus mempunyai dokumen rencana tindak darurat yang
dapat digunakan untuk melakukan tindakan yang diperlukan apabila terjadi kegagalan bendungan”.
Analisa mengenai keruntuhan pada Bendungan Prijetan dilakukan dengan bantuan software Zhong
Xing HY21 guna mempermudah proses analisa dan dapat memberikan hasil peta sebaran genangan
banjir dengan lebih akurat. Simulasi keruntuhan Bendungan Prijetan dilakukan dengan kondisi
overtopping dan piping. Peta penyebaran banjir serta karakteristik banjir yang diperoleh dari hasil
simulasi keruntuhan Bendungan Prijetan dengan software Zhong Xing HY21 dapat dipergunakan
sebagai pedoman untuk menentukan batasan potensi daerah terdampak bencana dan jalur evakuasi.
Sehingga diharapkan dapat memperkecil angka kerugian material maupun non material yang akan
ditimbulkan apabila Bendungan Prijetan mengalami keruntuhan.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
Bendungan Prijetan berdiri diatas Sungai Prijetan yang terletak di Desa Sumbergempol,
Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Secara administratif Bendungan
Prijetan dengan No. Register 3522.02.12.037 dan terletak pada 700 12’ 56,00” LS – 1120 12’ 37,98”
BT. Bendungan ini direncanakan mampu menampung air baku sebanyak 8,75 juta m3 yang digunakan
untuk mengairi lahan irigasi seluas 4.600 ha yang tersebar pada 33 desa di kabupaten lamongan. Saat
ini Bendungan Prijetan dikekola dan dipelihara oleh BBWS Bengawan Solo. Data yang digunakan
dalam analisa banjir akibat keruntuhan Bendungan Prijetan merupakan data sekunder, antara lain:
a. Data teknis Bendungan Prijetan.
b. Data curah hujan harian maksimum tahunan pada Stasiun Hujan Prijetan/Mlati selama 20 tahun.
c. Lengkung kapasitas waduk
d. Peta Isohyet PMP wilayah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
e. Peta DEM (Data Elevation Model).
f. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro, Jawa Timur.
g. Data jarak desa terdampak terhadap Bendungan Prijetan.
h. Data jumlah penduduk pada Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro, Jawa Timur.

198
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

Gambar 1: Lokasi Bendungan Prijetan

2.2 Metode
Analisa dalam studi ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu analisa mengenai hidrologi pada daerah
tangkapan air (DTA) Waduk Prijetan, selanjutnya hasil dari analisa hidrologi diolah dengan Software
Zhong Xing HY21 guna mengsimulasikan keruntuhan Bendungan Prijetan, dan yang terakhir
menentukan klasifikasi tingkat bahaya banjir akibat keruntuhan Bendungan Prijetan. Dalam proses
analisa hidrologi untuk mendapatkan debit maksimum ataupun debit minimum, maka pakar hidrologi
perlu menginterpretasikan data yang tersedia untuk digunakan pada penelitiannya [3]. Analisa hidrologi
dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi berapa nilai hujan maksimum yang terjadi pada daerah
tangkapan air Waduk Prijetan dan selanjutnya diubah menjadi debit banjir maksimum.
Analisa hidrologi dimulai dari menguji kualitas data hujan yang didapat dengan cara uji
konsistensi RAPS, uji kecenderungan dengan metode Spearman, dan uji Outlier. Dalam menguji
kualitas data hujan setidaknya menggunakan 20 tahun data pengamatan, serta mempelajari karakteristik
dari fungsi distribusi yang digunakan [4]. Selanjutnya dilakukan analisa frekuensi dengan metode
Normal, Log normal, Log Pearson III dan Gumbel. Dan diuji kesesuaian distribusi dengan 2 metode
yaitu uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Square untuk menentukan curah hujan rancangan (PMP)
yang akan dipakai. Kemudian data PMP tersebut dikonversikan menjadi debit banjir maksimum (PMF)
dengan metode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS).
Nilai PMF yang didapat dibandingkan dengan nilai debit maksimum menggunakan metode
Creager untuk memastikan kualitas dari nilai PMF yang digunakan bagus. Langkah berikutnya yaitu
menghitung flood routing dengan tujuan untuk mengetahui apakah bendungan mengalami overtopping
atau tidak [5]. Hasil dari analisa hidrologi selanjutnya diolah bersamaan dengan peta DEM untuk
melakukan simulasi keruntuhan Bendungan Prijetan dengan Software Zhong Xing HY21. Data kontur
(DEM) disa diambil dari data vector Peta RBI dengan format DWG yang di konversi menjadi SHP [6].
Dan diperoleh peta sebaran banjir yang selanjutnya digunakan untuk penentuan klasifikasi tingkat
bahaya banjir akibat keruntuhan Bendungan Prijetan serta jalur evakuasinya.
2.3 Persamaan

• Debit Banjir Rancangan


Hidrograf satuan dipakai untuk menentukan berapa nilai debit banjir rancangan apabila data yang
tersedia merupakan data hujan. Metode ini cukup sederhana, mudah diterapkan, data yang diperlukan

199
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

cukup sederhana, dan hasil yang diperoleh cukup teliti [7]. Berikut persamaan debit banjir puncak pada
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu [8]:
𝐴×𝑅0
𝑄𝑝 = Pers. 1
3,6(0,3𝑇𝑝 +𝑇0,3 )

𝑇𝑝 = 𝑇𝑔 + 0,8𝑇𝑟 Pers. 2

𝑇0,3 = 𝛼 × 𝑇𝑔 Pers. 3

𝑇𝑔 = 0,4 + 0,058 𝐿 (L > 15 Km) Pers. 4

𝑇𝑔 = 0,21𝐿0,7 (L > 15 Km) Pers. 5

Dimana:
Qp = Debit banjir puncak (m3/dt)
A = Luas daerah tangkapan air (km2)
R0 = Hujan satuan (mm)
Tp = Waktu yang dibutuhkan sampai ke puncak bajir (jam)
T0,3 = Waktu yang dibutuhkan dari puncak banjir sampai ke 0,3 kali debit puncak (jam)
Tg = Waktu delay antara hujan sampai debit puncak banjir (jam)
Tr = lama hujan efektif (0,5 ~ 1 Tg)
α = Koefisien karakteristik daerah tangkapan air

• Flood Routing
Penelusuran banjir atau flood routing pada bendungan diperlukan untuk mendapatkan data debit
outflow maksimum serta elevasi muka air maksimum pada tampungan waduk. Analisa penelusuran
banjir digunakan untuk melihat apakah QPMF yang masuk menyebabkan overtopping ataupun tidak.
Apabila tidak terjadi overtopping maka simulasi keruntuhan bendungan diasumsikan terjadi akibat
piping. Persamaan untuk analisa penelusuran banjir pada dasarnya menggunakan:
𝑑𝑠
𝐼−𝑂 = Pers. 6
𝑑𝑡

Persamaan untuk menghitung penelusuran banjir pada waduk menggunakan:

(𝑄𝑗 +𝑄𝑗+1 )
𝑆𝑗+1 − 𝑆𝑗 = ((𝐼𝑗 + 𝐼𝑗+1 )∆𝑡 − ) ∆𝑡 Pers.7
2

Dimana:
I = Hidrograf inflow
Q = Hidrograf outflow
S = Fungsi tampugan
Δt = Interfal durasi
Kurva hubungan antara elevasi muka air debit outflow saat melalui spillway ditetapkan dari
persamaan hidrolika seperti berikut:
3⁄
𝑄 =𝐶𝐿𝐻 2 Pers.8
Dimana:
Q = Debit rancangan (m3/dt)
C = Koefisien debit melewati pelimpah (1,7 ~ 2,2 m0,5/dt)
L = Total panjang mercu spillway (m)
H = Tinggi muka air diatas pelimpah (m)

200
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

• Keruntuhan Bendungan
Keruntuhan atau kegagalan bendungan ialah runtuhnya sebagian atau seluruh tubuh bendungan
yang menyebabkan bendungan tersebut tidak dapat berfungsi kembali [9].

Gambar 2: Ilustrasi Overtopping dan Erosi pada Puncak Bendungan

Gambar 3: Ilustrasi Piping dan Penggerusan Tubuh Bendungan Dari Dalam

Rekahan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan tubuh bendungan mengalami keruntuhan
total. Untuk menghitung rata-rata rekahan dan waktu keruntuhan yang terjadi, dapat digunakan
persamaan regresi Froechlich (1987) sebagai berikut:

B_BAR = 9,5 × 𝐾𝑜 × (𝑉𝑟 × ℎ𝑑)0,25 Pers. 9


𝑉𝑟 0,5
TIME_BF = 0,8 ( ) Pers.10
ℎ𝑑 2

Dengan:
B_BAR = Lebar rerata rekahan (m)
TIME_BF = Waktu terjadi keruntuhan (jam)
Ko = Koefisien (1,3 untuk overtopping; 1,0 untuk piping)
Vr = Volume tampungan saat terjadi keruntuhan (m 3)
Hd = Tinggi akhir rekahan (m)
Froechlich menyatakan bahwa lereng sisi rerata seharusnya 1,0H : 1V untuk overtopping dan 0,7H
: 1V untuk piping [10].

• Zhong Xing HY21


Zhong Xing HY21 merupakan sebuah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
menggabungkan susunan sebuah jaringan, mesin perhitungan, grafis komputer dan visualisasi aliran
melalui antar muka pengguna grafis. Software Zhong Xing HY21 merupakan program yang diciptakan
pada tahun 2011 oleh “Sinotech Engineering Consultant, Taiwan”[11]. Program ini merupakan salah
satu aplikasi yang dipakai untuk memecahkan berbagai masalah contohnya seperti aliran Unsteady
Flow. Software ini mampu membuat simulasi banjir ke hilir (downstream) karena bendungan yang
runtuh.

201
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

• Klasifikasi Tingkat Bahaya


penentuan klasifikasi tingkat bahaya banjir berdasarkan Surat Keputusan Dirjen SDA Nomor
257/KPTS/D/2011, tentang Klasifikasi Bahaya Bendungan yang dideskripsikan sebagai berikut,
dimana kriteria penetapan tingkat bahaya banjir yang diakibatkan oleh kegagalan bendungan dilakukan
dengan mempertimbangkan parameter PENRIS (penduduk yang terkena resiko) terhadap jarak suatu
bendungan [12].
Tabel 1: Kriteria Tingkat Bahaya Banjir Akibat Kegagalan Bendungan
Jumlah Penduduk Terkena Resiko Jarak dari Bendungan (km)
(PENRIS) 0–5 0 – 10 0 – 20 0 – 30 0 - >30
0 1 1 1 1 1
1 – 100 3 3 2 2 2
101 – 1000 4 4 4 3 3
>1000 4 4 4 4 4

Keterangan Tabel 1:
Nilai klasifikasi bahaya 1 = Bahaya tingkat rendah
Nilai klasifikasi bahaya 2 = Bahaya tingkat sedang
Nilai klasifikasi bahaya 3 = Bahaya tingkat tinggi
Nilai klasifikasi bahaya 4 = Bahaya tingkat sangat tinggi
3. Hasil dan Pembahasan
3. 1 Analisa Hidrologi

Gambar 4: Peta Isohyet PMP Jawa Timur


Nilai PMP yang didapat dari Peta Isohyet pada kawasan Waduk Prijetan Kabupaten Lamongan
sebesar 500 mm/hari. Dan dari hasil perhitungan menggunakan metode Hersfield didapatkan nilai PMP
sebesar 534,558 mm/hari. Oleh karena itu dipilih nilai PMP dari perhitungan Hersfield untuk digunakan
dalam proses analisa selanjutnya karena memiliki nilai yang lebih besar.
Tabel 2: Rekapitulasi Debit Hidrograf Satuan Sintetis
Debit Banjir Rancangan (m3/dt)
Metode HSS
25 th 50 th 100 th 1000 th PMF
Nakayasu 142,355 157,818 172,840 301,962 667,974
Limantara 144,667 159,834 174,712 265,401 589,712

Nilai PMF dari hasil perhitungan HSS Nakayasu dan HSS Limantara memiliki selisih yang tidak
jauh berbeda, Namun untuk analisa selanjutnya akan menggunakan hasil dari analisa HSS Nakayasu
dikarenakan memiliki nilai PMF yang lebih tinggi, sebesar 667,974 m 3/dt.

202
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

3. 2 Flood Routing
Nilai debit PMF yang didapatkan dari hasil analisa hidrograf satuan sintetis kemudian di gunakan
untuk melihat apakah bendungan prijetan mengalami overtopping maupun tidak. Berikut grafik
hubungan debit inflow dan outflow pada tampungan Waduk Prijetan dengan skenario debit PMF.

Flood Routing QPMF


800
Inflow Outflow
667,974 m3/dt
600
Debit (m3/dt)

400

193,395 m3/dt
200

0
0 5 10 15 20
Waktu (jam)
Gambar 5: Grafik Hubungan Debit Inflow dan Outflow Kondisi PMF
Dari perhitungan penelusuran banjir melalui pelimpah untuk Q PMF didapatkan bahwa debit outflow
maksimum yang mengalir sebesar 193,395 m3/dt dengan elevasi muka air +51,091 m. Jika dibandingkan
dengan batas jagaan atas muka air maksimum Waduk Prijetan yang berada pada elevasi +51,25 m, maka
pada skenario QPMF tidak terjadi Overtopping.
3. 3 Simulasi Keruntuhan Bendungan
Simulasi keruntuhan Bendungan Prijetan dilakukan dengan skenario piping pada bagian atas,
tengah, maupun bawah tubuh bendungan dengan kondisi muka air normal dan banjir.
Tabel 3: Rekapitulasi Output Software Zhong Xing HY21
Luas Genangan Debit Puncak
Jumlah Desa
Skenario Keruntuhan Bendungan Banjir Banjir
Terdampak 2
(km ) (m3/dt)
Piping Bawah Kondisi MAB 38 26,607 5,217
Piping Tengah Kondisi MAB 38 25,974 3,352
Piping Atas Kondisi MAB 36 25,114 1,655

Skenario keruntuhan Bendungan Prijetan akibat Piping Bawah pada Kondisi muka air banjir
(MAB) menyebabkan dampak banjir terburuk bagi 38 desa yang berada di hilir Bendungan Prijetan.
Dengan Luas genangan banjir yang terjadi mencapai 26,607 km2 serta kedalaman banjir maksimum
6,880 m.

Perbandingan Debit Banjir Berbagai Kondisi


6
Debit Banjir (m3/dt)

Piping MAB
5 Bawah
4
Piping MAB
3 Tengah
2 Piping MAB
1 Atas
0
0 2 4 6 8 Waktu (Jam)
Gambar 6: Grafik Perbandingan Debit Banjir pada Saat Terjadi Keruntuhan

203
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

3.3.1 Rekapitulasi Desa Terdampak Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Prijetan


Tabel 4: Rekapitulasi Desa Terdampak Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Prijetan
Tergenang Banjir pada
Jarak
No Desa Kecamatan Kabupaten Kondisi Piping
(km2) Bawah Tengah Atas
1 Tenggerejo Kedungpring Lamongan 0,485 √ √ √
2 Mlati Kedungpring Lamongan 0,711 √ √ √
3 Dradahblumbang Kedungpring Lamongan 1,708 √ √ ×
4 Kedungpring Kedungpring Lamongan 1,914 √ √ √
5 Kandangrejo Kedungpring Lamongan 3,619 √ √ √
6 Majenang Kedungpring Lamongan 3,697 √ √ √
7 Mekanderejo Kedungpring Lamongan 4,305 √ √ √
8 Tlanak Kedungpring Lamongan 4,853 √ √ √
9 Warungring Kedungpring Lamongan 4,874 √ √ √
10 Sidobangun Kedungpring Lamongan 4,897 √ √ √
11 Jatidrojog Kedungpring Lamongan 5,527 √ √ ×
12 Kalen Kedungpring Lamongan 5,541 √ √ √
13 Banjarejo Kedungpring Lamongan 5,604 √ √ √
14 Blawirejo Kedungpring Lamongan 5,795 √ √ √
15 Karangcangkring Kedungpring Lamongan 5,987 √ √ √
16 Mojodadi Kedungpring Lamongan 6,015 √ √ √
17 Kacangan Modo Lamongan 6,483 √ √ √
18 Sukomalo Kedungpring Lamongan 6,734 √ √ √
19 Sumengko Kedungpring Lamongan 6,958 √ √ √
20 Kradenanrejo Kedungpring Lamongan 7,465 √ √ √
21 Sidomulyo Modo Lamongan 7,470 √ √ √
22 Gunungrejo Kedungpring Lamongan 7,620 √ √ √
23 Sambungrejo Modo Lamongan 8,559 √ √ √
24 Kedungrejo Modo Lamongan 8,689 √ √ √
25 Nguwok Modo Lamongan 9,098 √ √ √
26 Sumuragung Baureno Bojonegoro 9,83 √ √ √
27 Karangan Kepohbaru Bojonegoro 10,719 √ √ √
28 Tlogoagung Baureno Bojonegoro 10,821 √ √ √
29 Mudung Kepohbaru Bojonegoro 11,248 √ √ √
30 Betet Kepohbaru Bojonegoro 11,609 √ √ √
31 Selorejo Baureno Bojonegoro 11,862 √ √ √
32 Sugihwaras Kepohbaru Bojonegoro 12,813 √ √ √
33 Tulungagung Baureno Bojonegoro 12,927 √ √ √
34 Trojalu Baureno Bojonegoro 13,892 √ √ √
35 Bumiayu Baureno Bojonegoro 14,087 √ √ √
36 Kalisari Baureno Bojonegoro 14,134 √ √ √
37 Gunungsari Baureno Bojonegoro 14,601 √ √ √
38 Tanggungan Baureno Bojonegoro 15,092 √ √ √

204
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

3.3.2 Karakteristik Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Prijetan


Tabel 5: Karakteristik Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Prijetan Skenario Piping Bawah
Waktu Waktu
Jarak dari Kedalaman Kecepatan Burasi
Tiba Surut
No Desa Bendungan Banjir Banjir Banjir
Banjir Banjir
(km2) (m) (m2/dt) (jam)
1 Tenggerejo 0,485 2,025 1,915 1 96 95
2 Mlati 0,711 6,880 2,502 0,5 96 95,5
3 Dradahblumbang 1,708 2,420 0,156 1,5 96 94,5
4 Kedungpring 1,914 2,306 1,048 1,25 2,5 1,25
5 Kandangrejo 3,619 1,780 1,213 1,5 96 94,5
6 Majenang 3,697 3,446 0,430 2 96 94
7 Mekanderejo 4,305 0,791 1,654 1,75 12 10,25
8 Tlanak 4,853 1,963 0,706 2 5,5 3,5
9 Warungring 4,874 3,373 1,607 2 96 94
10 Sidobangun 4,897 1,267 0,088 2 96 94
11 Jatidrojog 5,527 2,568 0,285 3 96 93
12 Kalen 5,541 1,980 0,510 2,25 96 93,75
13 Banjarejo 5,604 3,056 1,632 2,25 96 93,75
14 Blawirejo 5,795 1,710 0,199 2,5 96 93,5
15 Karangcangkring 5,987 3,970 1,860 2,25 96 93,75
16 Mojodadi 6,015 2,070 0,671 2,5 96 93,5
17 Kacangan 6,483 0,469 0,069 5,5 96 90,5
18 Sukomalo 6,734 4,216 0,980 2,5 96 93,5
19 Sumengko 6,958 0,941 0,841 3 96 93
20 Kradenanrejo 7,465 5,426 0,617 4 96 92
21 Sidomulyo 7,470 1,641 0,050 62,25 96 33,75
22 Gunungrejo 7,620 2,911 0,137 4,5 96 91,5
23 Sambungrejo 8,559 1,801 0,233 73,75 96 22,25
24 Kedungrejo 8,689 1,626 0,061 84 96 12
25 Nguwok 9,098 1,371 0,306 9,25 96 86,75
26 Sumuragung 9,83 1,659 0,076 63 96 33
27 Karangan 10,719 2,251 0,119 45,5 96 50,5
28 Tlogoagung 10,821 2,304 0,014 14,5 96 81,5
29 Mudung 11,248 1,113 0,014 58,5 96 37,5
30 Betet 11,609 0,378 0,000 65,5 96 30,5
31 Selorejo 11,862 1,667 0,058 26,25 96 69,75
32 Sugihwaras 12,813 1,684 0,044 38,5 96 57,5
33 Tulungagung 12,927 1,358 0,020 32,5 96 63,5
34 Trojalu 13,892 1,163 0,207 73,5 96 22,5
35 Bumiayu 14,087 1,516 0,054 79 96 17
36 Kalisari 14,134 1,487 0,174 92,75 96 3,25
37 Gunungsari 14,601 4,389 0,140 89,25 96 6,75
38 Tanggungan 15,092 4,389 0,140 89,25 96 6,75
Max 15,092 6,880 2,502 92,75 96 95,5

205
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

3. 4 Klasifikasi Tingkat Bahaya


Tabel 6: Klasifikasi Bahaya Banjir Berdasarkan PENRIS
Jarak dari Bendungan PENRIS Klasifikasi
No. Desa Keterangan
(km) (jiwa) Bahaya
1 Tenggerejo 0,485 67 3 Tinggi
2 Mlati 0,711 105 4 Sangat Tinggi
3 Dradahblumbang 1,708 - 1 Rendah
4 Kedungpring 1,914 2.639 4 Sangat Tinggi
5 Kandangrejo 3,619 1.858 4 Sangat Tinggi
6 Majenang 3,697 - 1 Rendah
7 Mekanderejo 4,305 1.093 4 Sangat Tinggi
8 Tlanak 4,853 2.324 4 Sangat Tinggi
9 Warungring 4,874 - 1 Rendah
10 Sidobangun 4,897 145 4 Sangat Tinggi
11 Jatidrojog 5,527 130 4 Sangat Tinggi
12 Kalen 5,541 - 1 Rendah
13 Banjarejo 5,604 - 1 Rendah
14 Blawirejo 5,795 242 4 Sangat Tinggi
15 Karangcangkring 5,987 708 4 Sangat Tinggi
16 Mojodadi 6,015 436 4 Sangat Tinggi
17 Kacangan 6,483 202 4 Sangat Tinggi
18 Sukomalo 6,734 - 1 Rendah
19 Sumengko 6,958 - 1 Rendah
20 Kradenanrejo 7,465 - 1 Rendah
21 Sidomulyo 7,470 - 1 Rendah
22 Gunungrejo 7,620 - 1 Rendah
23 Sambungrejo 8,559 204 4 Sangat Tinggi
24 Kedungrejo 8,689 83 3 Tinggi
25 Nguwok 9,098 - 1 Rendah
26 Sumuragung 9,83 288 4 Sangat Tinggi
27 Karangan 10,719 193 4 Sangat Tinggi
28 Tlogoagung 10,821 118 4 Sangat Tinggi
29 Mudung 11,248 - 1 Rendah
30 Betet 11,609 - 1 Rendah
31 Selorejo 11,862 404 4 Sangat Tinggi
32 Sugihwaras 12,813 - 1 Rendah
33 Tulungagung 12,927 107 4 Sangat Tinggi
34 Trojalu 13,892 65 2 Sedang
35 Bumiayu 14,087 - 1 Rendah
36 Kalisari 14,134 - 1 Rendah
37 Gunungsari 14,601 - 1 Rendah
38 Tanggungan 15,092 - 1 Rendah

206
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

2.0

1.3

0.7

0.0

Gambar 7: Peta Sebaran banjir Akibat Piping bawah Bendungan Prijetan


Penentukan klasifikasi tingkat bahaya banjir akibat keruntuhan Bendungan Prijetan berpacu pada
Surat Keputusan Dirjen SDA No. 257/KPTS/D/2011. terdapat 17 desa yang memiliki tingkat bahaya
ke – 4 (Sangat Tinggi) dengan ∑ PENRIS terbanyak berada di Desa Kedungpring sejumlah 2.639 jiwa,
2 desa memiliki tingkat bahaya ke – 3 (Tinggi), 1 desa memiliki tingkat bahaya ke – 2 (Sedang), dan
18 desa memiliki tingkat bahaya ke – 1 (Rendah). Desa-desa yang memiliki tingkat bahaya rendah
memiliki arti bahwa wilayah desa yang terkena genangan banjir merupakan area persawahan dan/atau
perkebunan.
Masyarakat yang berada pada wilayah desa dengan tingkat bahaya ke – 2 ~ 4 diharapkan agar
melakukan evakuasi menuju lokasi yang telah di tentukan pada Gambar 9.

Trojalu :
Kantor Desa
Selorejo :
Kantor Desa

Nguwok :
SDN Sumengko
Maindu :
Kantor Desa

Karangan :
Kantor Desa

Werugering :
Kantor Desa
Lapangan Bola
Kalen :
Masjid Muftahul Huda

Tenggerejo (Toan) :
Masjid Al- Imam

Gambar 8: Lokasi Pengungsian Banjir


4. Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Daerah Tangkapan Air Waduk Prijetan memiliki luas sebesar 24,91 km 2 dengan nilai Probable
Maximum Precipitation (PMP) sebesar 534,558 mm, dan menghasilkan nilai Probable Maximum
Flood (PMF) sebesar 667,974 m3/dt pada jam ke-3.

207
Yahya, I. M., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 2 (2021) p. 197-208

2. Banjir terbesar terjadi pada skenario Piping dengan kondisi Muka Air Banjir (MAB) di elevasi
+51,091 m. Limpasan banjir menyebar ke 38 desa dengan waktu tiba banjir tercepat pada menit
ke-30 dan yang terlama pada jam ke-92 lebih 45 menit. Waktu surut banjir tercepat terjadi dalam
kurun waktu 1 jam. Kedalaman banjir maksimum terjadi pada Desa Mlati dengan ketinggian air
6,880 m dan memiliki kecepatan aliran sebesar 2,502 m2/dt.
3. Skenario Piping Bawah dengan Kondisi Muka Air Banjir (MAB) memiliki dampak banjir terburuk
bagi 38 desa yang berada di hilir Bendungan Prijetan. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa luas
genangan banjir yang terjadi mencapai 26,607 km2 (2660,653 ha), dengan debit puncak banjir
5,217 m3/dt.
4. Penentuan klasifikasi tingkat bahaya banjir pada daerah terdampak keruntuhan Bendungan Prijetan
dilakukan berdasarkan peta sebaran genangan banjir akibat skenario Piping Bawah dengan Kondisi
Muka Air Banjir (MAB). Dan didapatkan bahwa:
• 17 desa memiliki tingkat bahaya ke – 4 (Sangat Tinggi) dengan ∑ PENRIS 11.196 jiwa,
• 2 desa memiliki tingkat bahaya ke – 3 (Tinggi) dengan ∑ PENRIS 150 jiwa,
• 1 desa memiliki tingkat bahaya ke – 2 (Sedang) dengan ∑ PENRIS 65 jiwa,
• 18 desa memiliki tingkat bahaya ke – 1 (Rendah).

Daftar Pustaka

[1] P. T. Juwono, dan A. Subagiyo, Sumber daya air dan pengembangan wilayah. Malang: UB Press,
p.17, 2018.
[2] “Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan,” p. 5, 2015.
[3] C. D. Soemarto. Ir. B.I.E. DIPL.H., Hidrologi Teknik Edisi Ke – 2. Jakarta: Erlangga, 1997.
[4] Badan Standardisasi Nasional, “SNI 2415:2016 - Tata cara perhitungan debit banjir rencana,”
2016.
[5] C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional, 1987.
[6] R. Asmaranto, HEC-GeoRAS - HecRAS - Mapper Panduan Praktis Insinyur Pengairan Untuk
Analisis Hidrolika Sungai-Genangan Banjir. Magetan: CV. AE MEDIA GRAFIKA, p. 42, 2021.
[7] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset, 2010.
[8] L. M. Limantara, Rekayasa Hidrologi, Revisi. Yogyakarta: ANDI, 2018.
[9] Y. P. Sasongko dan P. T. Juwono, Analisa Keruntuhan Bendungan Kuningan Dengan
Menggunakan Program Zhong Xing HY21, vol. 5, p. 110–118, 2018.
[10] G. W. Brunner, Using HEC-RAS for Dam Break Studies, TD-39. Us Army Corps Eng. Hydrol.
Eng. Cent., no. August, p. 74, 2014.
[11] E. V. Aryadi, P. T. Juwono, D. Priyantoro, dan R. Asmaranto, Analisa Keruntuhan Bendungan
Gondang Dengan Menggunakan Program Zhong Xing Hy21, vol. 5, p. 110–118, 2014.
[12] Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, “Pedoman Teknis
Klasifikasi Bahaya Bendungan.” Jakarta, 2011.

208

Anda mungkin juga menyukai