Anda di halaman 1dari 6

Proses pemeriksaan subyektif dan obyektif saat perawatan gigi

Pelayanan yang berkualitas akan memberi dampak berupa perbaikan derajat kesehatan masyarakat,
sehingga masyarakat akan lebih berminat untuk memanfaatkan sarana yang ada, sekaligus
meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kesehatan. Terapis gigi dalam memberikan pelayanan
kesehatan harus selalu menjaga mutu pelayanannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan
oleh organisasi profesi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN
2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TERAPIS GIGI DAN MULUT sebagai acuan
tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk melindungi masyarakat dalam penerima jasa
pelayanan. Terapis gigi selain harus memiliki pelayanan yang berkualitas juga membutuhkan kualitas
pengetahuan tentang diagnosis dalam menangani kasus penyakit gigi dan mulut. Pentingnya
mendiagnosis yang benar untuk menghindari kesalahan dalam mendiagnosis yang dilakukan oleh
seorang terapis gigi, karena akan mempengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan
diagnosis terhadap pasien tersebut, sehingga akan mempengaruhi rencana perawatan dan hasil
pengobatan dari suatu pasien, jika seorang terapis gigi salah dalam menegakkan diagnosis maka itu
termasuk kelalaian medik atau malpraktek. Kelalaian itu bisa sampai membawa kerugian, jika sampai
membuat kerugian atau cedera kepada orang lain maka akan dikenakan sanksi hukum, tetapi ketika
kesalahan itu menyangkut hal–hal yang sepele maka tidak ada dikenakan hokum apa–apa. Sifat kelalaian
itu berubah menjadi delik. Delik ini ketika sampai kepengadilan maka ini dinamakan telah terjadi
sengketa medis antara pasien atau keluarga pasien dengan tenaga kesehatan

Penegakan proses pemeriksaan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting
dilakukan oleh terapis gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi ketepatan dan keberhasilan
perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam menegakkan diagnosis dan membuat rencana
perawatan maka terdapat 2 tahap yang dapat dilakukan oleh seorang terapis gigi yaitu Pemeriksaan
Subyektif dan Pemeriksaan Obyektif

1 . P r o s e s P e m e r i k s a a n   s e c a r a S u b j e k ti f
m e r u p a k a n  percakapan professional antara dokter
g i g i   d e n g a n   p a s i e n   u n t u k   mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien.
Pemeriksaan subyektif terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, present illnes, riwayat medik,
riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial pasien, yang di lakukan dengan menanyakan
langsung kepada pasien.
Riwayat ini memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan. Perawatan
yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Diagnosis yang tepat memerlukan ilmu pengetahuan
penyakit serta gejala-gejalanya, keterampilan
untuk melakukan cara menguji yang tepat dan seni menyatakan impresi, fakta,  d a n  pengalaman ke dalam 
pengertian. Pemeriksaan rutin harus dilakukan oleh dokter gigi untuk menghindari informasi yang tidak relevan dan
mencegah kesalahan akibatk e l a l a i a n   d a l a m   p e m e r i k s a a n   k l i n i s . Pada pemeriksaan subyektif
dokter gigi harus menggali mengenai gejala yang diderita dan disampaikan pasien, yang merupakan hal yang
sangat penting. hal inidilakukan dengan melakukan pemeriksaan subyektif yang sistematis dan
hati-hati disertai pertanyaan yang tajam dan terarah.
Pemeriksaan subyektif terdiri dari
a. keluhan utama
keluhan utama merupakan hal yang sangat penting dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan berbagai perawatan gigi.keluhan utama adalah catatan mengenai masalah
yang membuat seorang pasien datang ke dokter gigi. keluhan utama dicatat dalam
rekam medis sesuai dengan bahasa yang diucapkan pasien. Saat dokter gigi mencatat
dan mengidentifikasikeluhan utama pasien, sebaiknya dokter gigi secara aktif
mengarahkan pasienuntuk mendiskusikan segala aspek terkait penyakit yang diderita
pasien,termasuk onset, durasi, gejala, dan berbagai faktor yang kemungkinan
terkaitdengan penyakitnya. informasi mengenai keluhan utama sangat penting untuk
menentukan diagnosis yang spesifik serta penyebabnya sehingga dapat dibuatrencana
perawatan yang tepat untuk menangani keluhan utama pasien.
b. Riwayat perjalanan penyakit
riwayat perjalanan penyakit merupakan keterangan deskriptif gejala(symptoms) pasien yang lebih
lengkap dan biasanya mencakup :
 Waktu/tanggal awitan (onset/ mulai timbul/dirasakan) gejala
 Lokasi (precise location)
 Sifat, kegawatan tingkat keparahan (severity), dan lama/periode awitan
Gejala :
 Ada tidaknya perburukan (eksaserbasi) dan perbaikan (remisi) kondisi
 Efek dari terapi yang diberikan
 Tingkat gangguan terhadap aktivitas sehari-hari (Dipiro dkk, 2005)
 Hubungan antara gejala lain jika ada, fungsi tubuh, atau aktivitas (misalnya aktivitas, makan).
c. Riwayat kesehatan oral /dental
Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah diderita. Riwayat ini
memberi informasi yang sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi,
pemeliharaan, serta perawatannya. Informasi demikian tidak hanya berperan penting dalam
penegakan diagnosis, melainkan berperan pula pada rencana perawatan. Pertanyaan yang diajukan
hendaknyamenanyakan informasi mengenai tanda dan gejala baik kini maupun di masalalu. riwayat
dental ini merupakan langkah awal teramat penting dalammenentukan diagnosis yang spesifik.
informasi dalam riwayat dentalmengungkapkan pula penyakit-penyakit gigi yang pernah dialami
pasien di masalalu serta petunjuk mengenai masalah psikologis yang mungkin ada danmenerangkan
sejumlah temuan klinis yang tidak jelas. contohnya, akar yang pendek dan asimptomatik atau
resorpsi akar mungkin disebabkan oleh perawatan ortodonsia. nyeri dapat timbul pada gigi yang
baru saja direstorasiatau setelah perawatan periodontium yang luas. )nformasi ini tidak
hanyamengidentifikasikan sumber keluhan pasien, melainkan juga membantu dalammemilih tes
atau cara perawatannya (Walton dan torabinejad, 2008).
D. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga : tentukan usia, kesehatan, atau penyebab kematianorangtua, saudara kandung, dan
anak (adakah anggota keluarga anda yang memiliki penyakit serupa?) Riwayat keluarga bisa
berhubungan dengan diagnosis, dan sering membantu kita memahami mengapa gejala tertentu
berkaitan secara signifikan dengan emosi pasien (Davey, 2006)
e. Riwayat kehidupan pribadi/sosial
Data sosial dan riwayat pribadi pasien merupakan suatu data yangmenjelaskan mengenai gambaran
subjektif mengenai pekerjaan pasien, status pernikahan, serta menerangkan kebiasaan dan gaya hidup
yang biasa dilakukanoleh pasien. Data kehidupan sosial pasien dapat membantu seorangdokter gigi
untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara faktor kehidupan sosial dengan riwayat sakit
yang dikeluhkan oleh pasien saat kini.
f. Riwayat kesehatan umum
Riwayat kesehatan umum pasien merupakan satu hal yang sangat penting dalam pemeriksaan subjektif.
hal-hal yang perlu dicatat pada riwayat kesehatanumum pasien yaitu penyakit sistemik yang diderita,
pernah diderita, pengobatanyang pernah dilakukan dan sedang dilakukan, alergi, kehamilan,
pendarahan,dan status emosionalnya (Walton dan Torabinejad, 2008).
2. P r o s e s P e m e r i k s a a n   s e c a r a objektif
pemeriksaan obyektif merupakan pemeriksaan secara langsung terhadap pasien yang terdiri dari
pemeriksaan intra oral dan ekstra oral, selanjutnya jika pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang
maka bisa di lakukan pemeriksaan baik itu radiografi maupun pemeriksaan laboratorium, setelah itu
barulah bisa menegakkan prognosis dalam suatu kasus penyakit dan dilakukannya Assessment apakah
bisa dirawat atau tidak, melihat pasien dengan kondisi yang bisa mempengaruhi rencana perawatan
dengan situasi dan keadaan pasien apakah bisa dilakuhkan, selanjutnya yang terakhir barulah bisa
menentukan rencana perawatan terhadap pasien tersebut.
1) Pemeriksaan ekstra oral
Pemeriksaan ekstraoral dimulai dengan mengamati keadaan
menyeluruh pasien, wajah dan leher pasien khususnya kontur wajah pasien, bibir, dan
hubungan maksila
mandibula, ada tidaknya demam, asimetri wajah, pembengkakan, diskolorisasi, warna kemerahan, beka
s luka ekstra oral atau pemeriksaan sinus, pembengkakan limfonodi fasial atau servikal setiapabnormalit
as, seperti pembengkakan atau inflamasi, harus diperhatikan dan diteliti lebih lanjut. Sendi
temporomandibula harus dipalpasi selama gerak membuka danmenutup mulut, dan setiap abnormalitas
dicatat.
2)Pemeriksaan intra oral Pemeriksaan dimulai dengan memeriksa penampilan gigi-geligi dan bibir serta
sampai seberapa jauh gigi terlihat ketika tersenyum dan melakukan gerakanfungsional. ciri-ciri seperti
perubahan warna, substansi gigi, atau restorasi,kurangnya keharmonisan susunan gigi dan bentuk gigi,
dan adanya plak dangingivitis sedemikian rupa sehingga mempengaruhi estetik juga patut
dipertimbangkan.
Pemeriksaan perubahan warna, inflamasi, ulserasi, dan pembentukan sinustract pada mukosa alveolar
dan attached gingiva juga dilakukan. Adanya sinustract biasanya menunjukkan adanya pulpa nekrotik
atau abses periodontal.cara mengetahui asal lesi dengan meletakkangutta percha ke sinustract
(Abidin,2008). Pada pemeriksaan intraoral juga dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan secara perkusi
Perkusi  dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan
ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan
ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini
mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk
memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari
permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal menunjukkan kelainan di
periapikal yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi
horisontal-bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan periodontal. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada
regio sebelahnya. Ketika melakukan tes perkusi dokter juga harus memperhatikan gerakan pasien
saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).

Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi yang mengalami
ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi
yang nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan kelainan periapikal juga bisa
menimbulkan bunyi yang lebih nyaring dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong.
Sedangkan pada gigi yang menderita abses periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull
sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull
sound) karena terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi multiroted akan menimbulkan bunyi yang
lebih solid daripada gigi berakar tunggal (Miloro, 2004)
b. Sondasi

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde


pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang
diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika gigi
tidak memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka,
maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan, 1994).

C. Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan alat
berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva,
kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman, dkk,
1995).

d.Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di sekeliling


gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas
dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari
atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar
gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi
derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat
kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan
mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1 mm atau bergerak ke segala arah.
Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam
soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns dan Cohen, 1994).

e.Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi
masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes
termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi
untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju
karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton
roll maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet  pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang singkat
maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak
merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa
respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva
(Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada
gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and
heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995).
Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta perca
dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi.
Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang
tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon
negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).
 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang
digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak
vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas.
Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar.
Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah
nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad,
2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk
stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic  pulp  tester (EPT). Tes elektris ini
dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan
menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan
lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta
gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh
dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat
pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi
dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena
stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga
tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan
lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis
(Grossman, dkk, 1995).

Sumber:
Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book, Philadelphia.

Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi
kesebelas, EGC, Jakarta.

Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC Decker Inc Hamilton
London

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai