Anda di halaman 1dari 100

ABSTRAK

Nama : Ery Ekawati


Program Studi : Seni Urban Dan Industri Budaya
Judul : Tari Saman : Perkembangannya pada Masyarakat Multikultural di
Jakarta.

Perkembangan Tari Saman selain di Aceh adalah di kota Jakarta. Hal ini telah berlangsung
sejak periode tahun 1960 hingga saat ini. Tari Saman telah menjadi seni urban yang hidup
dan berkembang pada masyarakat multikultural, Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk
memahami realitas sosial masyarakat terkait dengan keberadaan Tari Saman dalam konteks
seni pertunjukan, industri budaya dan pariwisata global. Tari Saman mengalami
komodifikasi, komersialisasi, sebagai bentuk adaptasi budaya global yang menghasilkan
makna baru. Penelitian ini mengangkat empat permasalahan pokok, yakni (1). Pergeseran
atau perubahan fungsi dan nilai pada Tari Saman, (2)Proses pembelajaran Tari Saman, (3)
Faktor-faktor yang mendorong perubahan, (4) Dampak dan makna pengembangan pada Tari
Saman dalam konteks pariwisata global. Tujuan penelitian ini adalah menjawab keempat
masalah pokok yang telah dikemukakan dengan cara menjelaskan terjadinya pergeseran
fungsi dan nilai, proses pembelajaran Tari Saman, faktor-faktor yang mendorong perubahan,
dampak dan makna pengembangan pada Tari Saman dalam konteks pariwisata global.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat luas, pemerintah, pelaku
pariwisata, serta pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kajian budaya. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang menjadi karakteristik kajian budaya.
Format yang dipilih adalah deskriptif kualitatif, interpretatif, sehingga pengumpulan data,
dan analisis data bersifat deskriptif-kualitatif. Data primer diperoleh dari wawancara
mendalam, observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan
sumber dokumentasi. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan teori Eric
Hobsbawm yaitu: Invention of Tradition. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut. Proses pengembangan Tari Saman terjadi sejak mengkondisikan adanya komunitas
tertentu, pengembangan dapat terjadi pada masyarakat tradisi dan masyarakat urban di
Jakarta. Tari Saman tampil dalam bentuk kemasan produk budaya yang indah, agung, dan
menarik sebagai daya tarik wisata. Terjadinya pengembangan Tari Saman disebabkan oleh
adanya faktor-faktor yang mendorong, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor
internal, yaitu perkembangan pola pikir masyarakat pendukung, adanya kreativitas
masyarakat berekspresi, dan motivasi peningkatan kesejahteraan. Adapun faktor-faktor
eksternal, yaitu perkembangan pariwisata, industri budaya, peran media, dan kebijakan
pemerintah.

Pengembangan Tari Saman ternyata memunculkan dampak dan makna bagi kehidupan
sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Dampak yang paling jelas terhadap kehidupan
sosial ekonomi adalah keberlanjutan ekonomi, meningkatnya pendapatan masyarakat, dan
menciptakan lapangan kerja baru. Sebaliknya dampak terhadap sosial budaya adalah
terjadinya komersialisasi. Selanjutnya pengembangan Tari Saman dapat dimaknai sebagai
makna religius, pelestarian budaya, identitas budaya, dan kesejahteraan.

Kata Kunci: Urban, Masyarakat Multikultural, Pengembangan Tari Saman, Pariwisata Global.
ABSTRACT

Name: Ery Ekawati


Study Program: Urban Art and Cultural Industry.
Title: Saman Dance: The Development in a Multicultural Society in Jakarta.

The development of the Saman dance outside of Aceh happens in Jakarta. This has continued since
the 1960’s until today. The Saman dance has become a living urban art and has developed in a
multicultural society, Jakarta. This research is to understand the social reality connected to the
existence of the Saman dance in performing arts context, cultural industry and global tourism. The
Saman dance has gone through commodification, commercialization, as a form of global cultural
adaptation that has produced new meaning. This research focuses on four main problems (1) The
shifting or changing of values and function in Saman dance (2) Learning process of the Saman dance
(3) Factors that push change (4)The impact and development of meaning in Saman dance in a global
tourism context.

The results of this research is hoped to be of use for the society in general, the government, tourists
bodies, and the development of knowledge specifically in cultural analysis. This research is done by
using a qualitative approach, interpretive and data collecting, also data analysis characteristic in
descriptive qualitative narration. The primary data was gained through in-depth interviews,
observation, and the secondary data was obtained for literary studies and audio visual
documentation. The data was then analyzed using Eric Hobsbawm in Invention of Tradition. The
result obtained from this research is as follows: The development process is based on the conditions
of the existence of a comunity, the development may happen to a traditional society and an urban
society in Jakarta. The Saman dance performs in a cultural product packaged as a beautiful, glorious
and attractive as a tourism attraction. The development of the Saman dance happens mainly
because of internal and external factors. The internal factors are the development of the society’s
way of thinking. creativity in expression and the motivation to increase income. The external factors
are the development of tourism, cultural industry, role of the media and government decisions.

Key words: Urban, Multicultural Society, Saman dance development, Global tourism.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan tugas akhir ini dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Program Studi Seni Urban dan Industri
Budaya Institut Kesenian Jakarta. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan terimakasih yang
sedalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Edi Sedyawati dan Dr. Julianti L. Parani, selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini hingga terselesaikan.
2. Dr. Sal Murgiyanto, dan Wa Ode Siti Marwiyah Sipala, S.Sn., M.Hum selaku
penguji ahli.
3. Dr. Wagiono Soenarto, M.Sc selaku Ketua Sidang.
3. Bapak H. Marzuki Hasan, Ibrahim M, Syeh La Geunta (Abdullah Abdul Rahman),
Darmalis, Sentot Sudiharto, S. Trisapto, S.Sn , Wa Ode Siti Marwiyah Sipala, S.Sn.,
M.Hum, dan Nungki Kusumastuti, S.Sn., M.Sos yang telah banyak membantu
dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan dan peluang untuk
berinteraksi serta bekerjasama.
4. Pihak-pihak yang telah mendorong dan mendukung penulis untuk memasuki
strata dua, Alm. Dr. Deddy Lutan, Robertus R.S, M.Si, Sukarji Sriman, S.Sn., M.F.A
serta para pimpinan di Fakultas Seni Pertunjukan - IKJ dengan pengertiannya
memberikan ijin kepada penulis untuk segera menuntaskan tesis ini.
5. Sahabat seniman sebagai narasumber maupun informan baik yang berada di
Banda Aceh, Gayo Lues maupun Jakarta yang telah banyak membantu saya
dalam menyelasaikan tugas akhir ini.
6. Serley C. Banowati, S.Sn, Bekti Lasmini, S.Sn, Lusiati K.D, S.Sn., M.Si, dan Madia
Patra Ismar, S.Sn., M.Hum yang selalu memberi semangat dan mengingatkan saya
untuk cepat menyelesaikan tesis ini.
7. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan doa, bantuan & dukungan
moral.
8. Djoko Histi Maryono suami tercinta, Aulia R.K dan Erlangga R.K anakku tercinta
yang memberikan dukungan doa, semangat dan pengertian sepenuhnya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, November 2014


Ery Ekawati
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS..........................................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN KETUA PROGRAM STUDI...........................................................v
ABSTRAK..........................................................................................................................vi
ABSTRACT........................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................1
1.2. Masalah Penelitian.......................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................8
1.5. Kerangka Konsep dan Teori..........................................................9
1.6. Metode Penelitian.......................................................................13
1.7. Susunan Penulisan.......................................................................14

BAB II DESKRIPSI TARI SAMAN............................................................................15


II.1. Deskripsi Umum Kesenian Aceh........................................................15
II.1.1. Latar Belakang Tari Saman Gayo........................................16
II.1.2. Gerak Tari Saman Gayo.......................................................17
II.1.3. Vokal, Pantun dan Syair Tari Saman Gayo..........................19
II.1.4. Pola Lantai...........................................................................26
II.1.5. Teks dalam Tari Saman Gayo..............................................29
II.1.6. Kostum Tari Saman Gayo...................................................30

II.2. Tari Saman Di Jakarta........................................................................32


II.2.1. Peran Institut Kesenian Jakarta dalam perkembangan
Tari Saman di Jakarta........................................................33
II.2.2. Gerak Tari Saman Jakarta...................................................40
II.2.3. Pola Lantai Tari Saman Jakarta...........................................43
II.2.4. Teks dalam Tari Saman Jakarta..........................................43
II.2.5. Kostum Tari Saman Jakarta................................................45

BAB III KONTEKS SOSIAL BUDAYA TARI SAMAN...................................................48


III.1.Konteks Sosial Budaya Di Tempat Asal (Aceh)..................................48
III.2.Konteks Sosial Budaya Di Kota Besar Yang Multikultural (Jakarta)..52

BAB IV SISTEM NILAI PADA TARI SAMAN............................................................56


IV. 1. Sistem Nilai Tari Saman Di Aceh.....................................................56
IV. 2. Sistem Nilai Tari Saman Di Jakarta.................................................58

BAB V PENUTUP.....................................................................................................64
V.1. Kesimpulan ..........................................................................................64
V.2. Saran.....................................................................................................65

Daftar Pustaka.....................................................................................................................67
Lampiran..............................................................................................................................71
1. Foto & VCD ........................................................................................................71
2. Data Informan....................................................................................................74
3. Glosarium...........................................................................................................77
4. Daftar Nama SMA & SMP Dengan minat utama ekskul Tari Saman..................80
5. Curiculum Vitae..................................................................................................83
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tari Saman dari Aceh merupakan salah satu kesenian daerah yang mengalami

perkembangan sangat pesat di luar daerah dan masyarakat pendukungnya di kota

Jakarta. Di Jakarta, Tari Saman merebak di mana-mana. Mayoritas peminatnya adalah

siswa-siswa SLTP dan SMU di Jakarta, bahkan sekarang sampai di wilayah Jabotabek.

Tari Saman yang sarat memuat ajaran Islam dapat diterima di berbagai suku bangsa

bahkan yang menganut beda agama. Di Jakarta, sekolah - sekolah Kristen yang

mengadakan kegiatan ekstrakurikuler Tari Saman yang banyak diminati oleh siswa.

Tari Saman tidak hanya melintasi suku bangsa, agama bahkan ke mancanegara seperti

Malaysia, Singapura, Amerika, dan Eropa. Hal inilah yang menarik bagi saya untuk

mencari tahu dan mengamati lebih jauh tentang Tari Saman.

Membahas tentang Aceh, siapa pun yang mengenal daerah ini akan memberikan

penilaian tersendiri yang konotasinya mengakui keunikan dari Tanah Rencong yang

sering juga disebut sebagai Serambi Mekah tersebut. Karena keunikan itulah maka

Aceh harus senantiasa dilihat dari berbagai perspektif, baik waktu maupun

permasalahannya. Dalam konteks lokal, kekhasan itu diwarnai oleh lekatnya hubungan

antar agama, budaya dan masyarakatnya. Masyarakat Aceh dipengaruhi oleh dua

kekuatan utama, yaitu : adat dan agama. Adat diwakili oleh Sultan dan Ulebalang.
2

Sementara Ulama merupakan pemimpin agamanya. “ Satu negeri dua raja “,

menjadikan Aceh kuat, bukan sebaliknya (Samego dalam Tippe, 2000:xii).

Selain itu, tak dapat tidak kita akan terbawa ke dalam sebuah bencana maha dahsyat

yaitu “Gempa Tsunami” yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di tanah Aceh

dan sekitarnya. Gelombang pasang bahkan dirasakan sampai ke sebagian wilayah Asia

Selatan dan Asia Tenggara. Sejak saat itu Tari Saman kembali muncul dan bergerak

dengan pesat, mulai sebagai pendukung program ASP (Apresiasi Seni Pertunjukan) :

yaitu sebuah organisasi yang didukung oleh Ford Foundation. Organisasi inilah yang

mempunyai tujuan idealis memperkenalkan seni kepada generasi muda, berbagai

macam kegiatan solidaritas hingga kegiatan ekstra kurikuler Sekolah Menengah Atas.

Masyarakat Aceh hidup dalam tatanan budaya yang kuat dan lama menderita akibat

peperangan melawan kerajaan Belanda sejak tahun 1873-1912 ( Teuku Ibrahim Alfian,

1999: 73) , pemberontakan, pembangkangan aksi militer, eksploitasi hutan dan

tambang sampai saat terjadinya musibah Tsunami tersebut. Tetapi mereka tetap tegar

bagaikan gundukan karang pantai yang selalu diterjang oleh ombak besar, namun

wujud tidak berubah. Tatanan masyarakat Aceh yang dilandasi ketangguhan,

kejujuran, heroisme dan kearifan, di satu sisi membuat masyarakat Aceh tetap

bertahan dengan kehidupan agama dan keseniannya. Di sisi lain dengan prinsip yang

masih berlaku, masyarakat Aceh juga sangat terbuka untuk hal-hal baru selama itu

tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap agama maupun keseniannya. Hal ini

terlihat jelas pada perkembangan keseniannya, terutama di Jakarta.


3

Dalam mengembangkan ajaran agama Islam, masyarakat Aceh menggunakan salah

satu bentuk kesenian mereka, yaitu Tari Saman atau Rateb Meuseukat1 sebagai media

dakwah dan alat untuk menyebarkan agama Islam. Tari Saman identik dengan

kekompakan dan kebersamaan dalam arti gerak yang lahir dari kekhusukan mereka

dan bukan gerakan yang berpatokan pada hitungan, akan tetapi gerakan ini kompak

karena ‘rasa’ pada diri mereka. Liriknya berisi nasehat, petuah agama, petunjuk

kehidupan, pendidikan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan

(wawancara dengan Bapak Marzuki Hasan : Jakarta : Mei : 2010).

1.2. Masalah Penelitian

Perkembangan seni modern2 dan kontemporer3 merupakan akibat langsung dari

perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat urban di kota-kota industri di

dunia. Seni sebagai bentuk ungkapan rasa, merefleksikan jiwa dan alam pikiran

masyarakatnya. Budaya urban terbentuk karena berbaurnya berbagai komunitas dari

beragam latar belakang suku bangsa dan sosial budaya. Percampuran ini memberi

suatu ciri yang khas (walaupun tidak selalu dan tidak langsung) dalam perkembangan

seni-seni yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah

komunitas urban.

1
Rateb Meuseukat adalah: tarian yang berasal dari salah satu unsur upacara agama yaitu rateeb atau
Meurateeb yang biasanya dilaksanakan di tempat-tempat pengajian dalam rangka mendekatkan dri pada
Allah SWT (Umar, 2000:104)

2
Modern dipandang sebagai ekspresi murni dari kehidupan masa kini, bersemangat dan senantiasa berubah
(Richard Kraus/Sarah Chapman, 1981: 121).

3
Kontemporer menurut Sedyawati adalah : seni yang menggambarkan”Zeitgeist” atau jiwa masa kini
(Sedyawati, 1981: 122).
4

Seni memiliki peran penting dalam mencari solusi berbagai masalah yang ada pada

ruang publik di kota besar. Seni juga mengisi media komunikasi massa dengan pesan

dan saran yang turut membentuk perilaku warga kota besar sebagai masyarakat yang

multikultur.

Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam

komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi

mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta

kebiasaan. Multikulturalisme juga merupakan sebuah kondisi dimana kelompok

masyarakat, suku atau bangsa hidup berdampingan dengan menggunakan beragam

bahasa, memiliki berbagai agama, bentuk seni dan cara hidup (Sedyawati, 2002: VII).

William Davis mendefinisikan multikulturalisme sebagai sebuah hidup yang

mendorong setiap anggota masyarakat majemuk untuk saling berbagi rasa, hak, tugas

dan kewajiban dalam upaya membangun kesejahteraan bersama. Tujuan akhirnya

adalah memacu hasrat dan tanggungjawab dari masing-masing yang terlibat untuk

memahami dan menghargai kontribusi anggota kelompok lain dalam mencapai tujuan

bersama tersebut (William Davis, dalam Sedyawati, 2002: VIII).

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu

kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat multikultural dapat diartikan

sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang

memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu
5

masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan

kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Jakarta dengan semangat multikultural tetap mempertahankan dan mengembangkan

Tari Betawi yang merupakan budaya lokal. Konsep keindahan kesenian itu sendiri

dipahami dari sisi substansi. Masyarakat dan kesenian merupakan dua unsur yang

tidak terpisahkan dalam kebudayaan. Seni yang bersumber dari seni tradisional

maupun seni urban yang mengarah pada terciptanya situasi kehidupan multikultural.

Masyarakat multikultural juga mencatat kekayaan keragaman budaya tradisi dan

kekayaan penduduk urban yang multi etnik dan multikultural. Kebudayaan dalam

konsep dinamis sebagai kerja, aktifitas dan gaya hidup. Di bidang seni, intensitas dan

inspirasi sangat berperan dan menuntut spontanitas yang lebih besar. Dalam konteks

kekinian dapat kita temui bagaimana dari kebudayaan masyarakat urban dapat

berkembang berbagai seni dari suku bangsa dengan masyarakat multikultural.

Dalam perkembangannya, ketika Tari Saman diperkenalkan di luar Aceh khususnya di

Jakarta, terjadi pergeseran fungsi dan konsep pertunjukan. Fungsi Tari Saman tidak

lagi hanya sebagai media dakwah akan tetapi juga menjadi suatu hiburan dan ajang

untuk menyampaikan kritik sosial. Konsep pertunjukan atau koreografinya tidak lagi

hanya ber-syaf tapi tetap dikembangkan dalam berbagai pola lantai seperti : bentuk

satu atau dua lingkaran, dua garis depan dan belakang, tiga garis diagonal yang

kemudian kembali pada satu syaf lagi.


6

Tari Saman sebagai salah satu bentuk seni urban adalah seni yang mencirikan

perkembangan kota, dimana perkembangan itu kemudian melahirkan sistem di

masyarakat yang secara struktur dan kultur berbeda dengan struktur dan kultur

masyarakat pedesaan.

Saat ini seni bukan lagi sekedar berlatar belakang tradisi tapi justru lebih merespon

tradisi-tradisi baru terutama di daerah perkotaan yang secara demografis dihuni oleh

anggota masyarakat yang sangat heterogen dan berhubungan dengan masalah budaya

kota, dimana terjadi percampuran budaya lokal maupun internasional. Masalah

budaya kota adalah bagaimana karya seni berinteraksi dengan masyarakat kota.

Perkembangan suatu masyarakat urban berkaitan dengan budaya masyarakat lokal

dan internasional, seperti budaya Betawi yang mendapat pengaruh budaya Cina dan

Portugis dan Aceh yang mendapat pengaruh dari Arab, Cina dan India. Setiap kota

mempunyai karakteristik seni urban yang berbeda-beda. Sistem kesenian urban di

Jakarta dapat berjalan dengan syarat, apabila mekanisme yang terkait dengan

berbagai pihak mulai berperan. Dalam konteks urban, Tari Saman mengalami

perluasan dan pergeseran dalam bentuk dan fungsi.

Hal ini terjadi karena tuntutan kreativitas. Secara umum kreativitas adalah kekuatan

besar yang dimiliki manusia dan merupakan proses mental yang melibatkan penemuan

ide-ide atau konsep baru dan asosiasi baru dari ide-ide atau konsep yang sudah ada

yang didorong proses sadar atau bawah sadar (Henky Hermantoro, 2011:101). Dapat

kita ambil sisi positifnya bahwa perkembangan Tari Saman di Jakarta sangat baik.
7

Kini Tari Saman diterima dengan baik oleh berbagai suku bangsa dan berbagai agama.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa seni selalu bergerak dinamis dan akan mengikuti

tuntutan serta perkembangan jaman.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, fokus permasalahan bagaimana Tari Saman

menjadi salah satu seni urban menjadi kegiatan ekstra kurikuler yang paling diminati

hampir di seluruh Sekolah Menengah Atas di Jakarta, serta gejala atau fenomena apa

yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana perkembangan Tari Saman pada

masyarakat multikultural di Jakarta. Dalam penelitian yang berdasarkan pada

pemahaman terhadap perkembangan Tari Saman di Jakarta dan akan dapat diketahui

peranan seniman Aceh (anak-anak muda Aceh yang mengajarkan dan

mengembangkan Tari Saman) dan Jakarta dalam kaitannya dengan perkembangan Tari

Saman di Jakarta.

Beberapa hal yang diamati dalam penelitian adalah :

1. Keberadaan Tari Saman saat ini pada masyarakat pendukungnya di Aceh dan di

Jakarta.

2. Perkembangan Tari Saman di Jakarta.

3. Pergeseran atau perubahan fungsi, bentuk dan nilai pada Tari Saman.
8

4. Pandangan masyarakat pendukungnya di Aceh dengan berkembangnya Tari Saman

di Jakarta.

5. Pandangan masyarakat kota Jakarta tentang perkembangan Tari Saman di Jakarta

6. Minat siswa sekolah di Jakarta dalam mempelajari Tari Saman.

1.4. Manfaat Penelitian

Pengamatan dan pemahaman tentang perkembangan Tari Saman di Jakarta dapat

memberikan manfaat praktis bagi masyarakat Aceh di Jakarta dan masyarakat Jakarta

pada umumnya. Respon terhadap kondisi Tari Saman di Jakarta yang tetap berdasar

pada seni tradisi yang sudah ada dan mengembangkan seni tradisi tersebut akan

membentuk tradisi yang sudah ada tanpa harus meninggalkan jati diri seni tradisi

tersebut. Selain itu, pemurnian kembali Tari Saman yang berada di Aceh.

Kesenian bergerak dan berkembang terus sesuai dengan situasi dan kondisi

zamannya. Dapat diharapkan dengan kajian ini, akan membuat perkembangan dan

keberadaan Tari Saman tetap bertahan baik di Aceh maupun di Jakarta serta memberi

manfaat yang positif pada masyarakat pendukungnya baik di Aceh maupun di Jakarta.

1.5. Kerangka Konsep dan Teori

Setiap kehidupan di dunia bergantung pada kemampuan beradaptasi pada

lingkungannya dalam arti luas. Manusia membina hubungan dengan lingkungannya

secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan

hati lingkungan.
9

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia mengelola lingkungan dan mengolah

sumber daya secara aktif, karena itulah manusia dapat mengembangkan kebiasaan

yang terbentuk dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuan

beradaptasinya yang aktif, maka manusia berhasil menempatkan diri sebagai mahluk

yang paling tinggi derajatnya di muka bumi. Dinamika sosial itu telah mewujudkan

aneka ragam masyarakat dan kebudayaan.

Kehidupan kebudayaan manusia itu berpokok pada


proses budi manusia yang menilai, sehingga yang
dinamakan kebudayaan itu adalah penjelmaan dari
konfigurasi nilai-nilai yang terdapat pada pribadi dan
masyarakat. Yang dinamakan nilai itu merupakan
perasaan yang mendorong manusia dan memberi
motivasi kepada perbuatannya untuk mencapai sesuatu
yang berarti dan memberi kepuasan kepada
kehidupannya (Alisjahbana, 1983:183).

Clifford Geertz mendefinisikan pengertian kebudayaan sebagai pola-pola arti yang

terwujud sebagai simbol yang diwariskan secara historis dengan bantuan manusia

mengkomunikasikan, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap

terhadap hidup (Geertz, 1973:89).

Selain itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai sistem ide atau sistem gagasan yang

dikenal sebagai sistem budaya. Melalatoa menyatakan bahwa sistem budaya adalah

seperangkat pengetahuan yang meliputi pandangan hidup, keyakinan, nilai, norma,

aturan dan hukum yang menjadi milik suatu masyarakat melalui proses belajar,

kemudian diacu untuk menata, menilai dan menginterprestasikan sejumlah benda

dan peristiwa dalam beragam aspek kehidupan dalam lingkungan masyarakat yang

bersangkutan (Melalatoa, 1997:4).


10

Sistem budaya yang dikatakan oleh Melalatoa sebagai pandangan hidup akan selalu

hadir dalam unsur-unsur pengetahuan, sosial, seni, religi dan ekonomi. Dalam

pengetahuan terdapat nilai kebenaran, inovatif, prestasi, objektif, kreatif; dalam

sosial terdapat nilai tertib, rukun, harmoni, disiplin, kompetetif, kebersamaan; dalam

seni terdapat nilai indah, halus, kreatif, harmoni, melankolis, kompetitif, disiplin,

dinamis; dalam religi terdapat nilai ketuhanan, iman, taqwa, bersih, disiplin; dalam

ekonomi terdapat nilai hemat, ikhtiar, efisiensi, makmur, dan lain-lain (Melalatoa,

1997:5).

Kesenian dalam hal ini seni tari yang merupakan salah satu unsur universal dalam

kebudayaan tidak pernah lepas dari masyarakat. Dalam seni tari pengertian proses

kreatif melibatkan kepekaan, kreativitas dan karya seni. Hal ini memberi gambaran

kepada kita suatu hubungan timbal balik bahwa kepekaan merupakan faktor yang

mendasar dalam setiap penciptaan, sebagai citra manusia yang bersifat pribadi dalam

membentuk kemampuan atau daya cipta. Sebaliknya kreativitas dapat diartikan

sebagai kemampuan manusia untuk mencipta hal-hal yang baru. Produk kreativitas

tidak selalu harus merupakan sesuatu yang sama sekali baru, karena kreativitas dapat

berarti kemampuan mencipta sesuatu dengan menggabungkan dengan yang telah

ada sebelumnya (Munandar dalam Alisjahbana, 1983: 69).

Faktor pendorong dalam setiap penciptaan karya seni sangat dipengaruhi oleh

kepekaan indrawi dan merupakan sifat-sifat pribadi seniman. Segala manifestasi batin

dan pengalaman estetis dari kepekaan pribadi seniman itu akan melahirkan karya seni

modern maupun tradisi. Tradisi dapat dikatakan sebagai sesuatu yang diwariskan dari
11

masa lalu. Tradisi akan diterima menjadi unsur yang hidup dalam masyarakat

pendukungnya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi oleh Danandjaya

dikatakan sebagai kebudayaan yang telah mereka warisi turun-temurun sedikitnya

tiga generasi (Danandjaya, 1997: 4).

Hobsbawm mengatakan bahwa Invention of Tradition dapat dikatakan sebagai suatu

usaha untuk benar-benar melakukan atau mencipta suatu tradisi yang benar-benar

diciptakan, dibuat dan dibentuk secara formal, tetapi Invention dapat pula diartikan

sebagai suatu respon terhadap situasi baru dengan mengambil bentuk/referensi dari

masa lalu (Hobsbawm, 1987:1-14).

Tradisi memiliki nilai-nilai yang perlu diidentifisir kekuatan-kekuatannya agar

senantiasa dapat ditampilkan dan mempunyai daya tarik baru. Penyegaran ini perlu

demi menjamin kelangsungan hidup dari pada kesenian itu sendiri. Tidak saja untuk

kepentingan di antara masyarakat pendukungnya sendiri tapi juga untuk kepentingan

yang sudah bisa berkembang menjadi satu ekspresi universal (Parani, 1986:6).

Hal tersebut menunjukan bahwa dalam tradisi terdapat dinamika perkembangan dan

di dalam tradisi terdapat kreativitas dan pembaharuan (Sedyawati, 2001:60). Oleh

karena dalam tradisi terdapat kreativitas dan pembaharuan maka diharapkan

perubahan terjadi hanya pada salah satu bagian atau sebagian saja dari seluruh
12

komponen. Hal ini berdasarkan pada pemahaman terhadap prinsip yang mendasari

perubahan itu sehingga dapat membuat kaum arif di dalam suatu masyarakat

berkemampuan untuk mengantisipasinya atau bahkan mengintervensi untuk

menentukan arah perkembangan (Sedyawati, 2001:61). Pemahaman tentang tradisi

akan digunakan untuk melihat bagaimana perkembangan Tari Saman di Jakarta.

Tari adalah gerak yang merupakan ekspresi jiwa manusia dan dapat menggetarkan

perasaan orang yang melihat atau menyaksikannya (Langer, 1957:15). Seni tari yang

hadir untuk melengkapi suatu upacara dapat dikatakan sebagai suatu tradisi. Tradisi

yang berisi tentang nilai, aturan, gagasan dan norma-norma dapat menjadi ide dari

suatu kebudayaan dan akan diwujudkan dalam suatu aktifitas gerak yang merupakan

proses interaksi antara seniman dengan masyarakat tertentu. Aktifitas dan interaksi

dalam gerak yang terwujud dari berbagai nilai, aturan dan norma ini akan terekspresi

oleh gerak tubuh manusia menjadi suatu rangkaian gerak yang disebut tari

(Sedyawati, 1981). Pemahaman ini akan digunakan untuk melihat bagaimana

perkembangan Tari Saman di Jakarta.

Tari Saman di Jakarta mengalami suatu perkembangan melalui proses kreativitas dan

dapat menghasilkan suatu yang baru tanpa meninggalkan tradisinya. Tentunya

perkembangan dan perubahan tersebut sejalan dengan perkembangan masyarakat

pendukungnya di Jakarta. Pemahaman nilai-nilai tradisi dan hakikat kreativitas inilah

yang merupakan bekal utama seorang seniman tari dalam mengolah bentuk, corak,

langgam, atau semangat tradisi selaras dengan tingkat perkembangan kehidupan


13

bangsa Indonesia. Tanpa pemahaman terhadap nilai-nilai tradisinya, kreativitas hanya

membuahkan karya yang sekalipun bagus tetapi akan terasa asing. Tanpa

pemahaman kreativitas, wajah tari tidak akan selaras dengan kehidupan masa kini

(Murgiyanto, 2004: 69).

1.6. Metode Penelitian

Unit analisis dalam penelitian berkisar pada Tari Saman (baik tentang Saman itu

sendiri maupun unsur gerak, vokal, pantun dan teks syair) yang berkembang di

Jakarta. Tari Saman tersebut akan dilihat secara menyeluruh dalam kaitannya dengan

unsur budaya seperti : kesenian, agama, mata pencaharian, dan lainnya. Hal ini untuk

melihat tindakan dan interaksi dengan lingkungannya dalam proses kreativitas.

Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan pengamatan terlibat dengan

seniman Tari Saman, Syech, penari/siswa, guru-guru sekolah dan orang tua siswa

untuk memahami proses kreativitas dan pembelajaran tersebut dilakukan sehingga

terjadi interaksi antar mereka. Selain itu pengamatan berdasarkan hasil dokumentasi

Tari Saman dan liputan dari media.

Wawancara dilakukan dengan informan (pemerhati seni) yang mengamati

perkembangan Tari Saman untuk mengetahui bagaimana masyarakat Aceh baik yang

di Jakarta maupun yang di Aceh menanggapi perkembangan dan perubahan yang

terjadi pada Tari Saman. Penelitian saya lakukan di Sekolah Menengah Atas se

Jabodetabek, studi banding pada sanggar tari di Banda Aceh dan Program Studi S1
14

Seni Tari di Institut Kesenian Jakarta. Selain melakukan pengamatan, saya juga

membantu sekolah-sekolah terkait menjadi juri dalam setiap festifal Tari Saman yang

mereka selenggarakan. Dengan pendekatan ini, saya dapat memahami permasalahan

secara langsung.

1.7. Susunan Penulisan

Susunan penulisan tesis akan dijabarkan dalam beberapa bab, yang secara ringkasnya

dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang pemikiran yang menjadi

landasan dalam menentukan pokok permasalahan, tujuan dan manfaat

penelitian. Selain itu kerangka teoritis dan konsep yang digunakan dan

metode penelitian akan menjadi bagian dari bab ini.

BAB II : Gambaran secara umum mengenai Tari Saman di Aceh dan Jakarta.

BAB III : Gambaran secara umum tentang masyarakat multikultural, Jakarta,

Taman Ismail Marzuki, Institut kesenian Jakarta sebagai fasilitator serta

sebagai latar belakang sosial budaya dimana Tari Saman berkembang.

BAB IV : Menjelaskan tentang nilai-nilai yang ada dalam Tari Saman dan melihat

sejauh mana Tari Saman mempunyai dampak bagi masyarakat

pendukungnya baik di Jakarta maupun di Aceh.

BAB V : Penutup yang akan berisi kesimpulan dan saran-saran yang

selanjutnya diharapkan untuk pengembangan.


15

BAB II

DESKRIPSI TARI SAMAN

II.1. DESKRIPSI UMUM KESENIAN ACEH

Nangro Aceh Darusalam dikenal sangat kental dengan unsur agama Islam sehingga

dijuluki sebagai Serambi Mekah4. Kentalnya unsur Islam dapat dilihat melalui

Mesjid Raya Baiturahman yang juga merupakan salah satu kebanggaan masyarakat

Aceh. Mesjid Raya ini terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan salah satu

bangunan yang berdiri kokoh dan selamat dari musibah Tsunami tahun 2004 silam.

Mayoritas penduduk Aceh beragama Islam, Aceh memiliki keistimemawaan karena

di provinsi ini, Syariat Islam 5telah diberlakukan.

Nanggroe Aceh Darusalam (Aceh) merupakan salah satu propinsi di

Nusantara yang masyarakatnya bersifat multietnis. Di daerah ini terdapat 8 suku

bangsa dan bahasa yaitu Aceh, Alas, Aneuk Jamee, Gayo, Kluet, Simeulu, Singkil,

dan Tamiang. Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia banyak digunakan di provinsi

Aceh. Bahasa Aceh yang digunakan memiliki corak dan ragam yang berbeda, tidak

hanya dari intonasi/dialek pengucapan, bahkan dari penggunaannya. Hal ini

disebabkan oleh percampuran bahasa terutama di daerah pesisir/pinggiran dengan

daerah lainnya. Kedelapan suku bangsa tersebut mempunyai sejarah asal usul dan

budaya yang sangat berbeda antar satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.

Sehingga pada akhirnya budaya yang ada di Aceh sangat kaya. Aceh juga memiliki

4
Serambi Mekah adalah : Sebutan lain untuk kota D.I. Aceh karena sangat kuat kehidupannya dengan ajaran
agama Islam (wawancara dengan Marzuki Hasan: Jakarta, 11 Mei 2011).
5
Syariat Islam adalah : hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim
(Marzuki, Jakarta, 11 Mei 2011).
16

beragam kesenian yang berupa tari-tarian, kerajinan, ukiran, lagu, rumah adat serta

kuliner yang sangat khas dengan bumbu rempah dan rasa pedas (wawancara dgn

Bapak Marzuki Hasan dan Syech La Geunta, Jakarta, 2010).

Melalui kreativitas para seniman Aceh lahirlah banyak tarian di antaranya adalah :

Tari Seudati (Aceh Besar/Banda Aceh), Tari Rateb Meuseukat (Aceh Barat Daya &

Selatan), Tari Saman Lukub (Lukub, Teming) dan Tari Pho (Kuala Batee, Kabupaten

Aceh Barat Daya) (Umar, 2000:115). Di antara semua tarian khas Aceh yang secara

umum sering dipentaskan adalah Tari Saman Gayo (Gayo Lues). Tarian ini

merupakan kesenian Aceh yang sangat terkenal. Tarian ini sering dijumpai pada

acara perhelatan adat, acara formal dan tidak formal tingkat nasional, maupun

tingkat dunia.

II.1.1. LATAR BELAKANG TARI SAMAN GAYO

Tari Saman Gayo berasal dari sebuah suku bangsa yang mendiami Aceh, yaitu suku

Gayo, di Aceh Tenggara. Tari ini berisi nilai-nilai pendidikan, agama, moral,

nasionalisme/kebangsaan, kekompakan dan kebersamaan. Tari Saman Gayo

ditampilkan dengan iringan vokal berupa pantun dan suara tepukan tangan pada

tubuh penari. Suara penari inilah yang dipakai sebagai pengganti tempo dan musik.

Adapun kombinasi suara didapatkan dari gerakan tepuk tangan, gerakan memukul

dada dan paha atas serta syair-syair yang dinyanyikan oleh penari yang secara

keseluruhan adalah laki-laki.

Selain tanpa menggunakan iringan musik istrumental sebagaimana lazimnya,

keunikan lain dari Tari Saman Gayo adalah posisi penari duduk berjajar satu baris
17

(syaf) saat melakukan tarian. Kekompakan dalam melakukan gerakan tubuh seperti

: menepukkan tangan, mengayunkan tubuh ke belakang, memiringkan tubuh ke

kanan dan kiri, membungkukkan tubuh ke depan dilakukan dalam tempo lamban

sampai sangat cepat. Kebersamaan, kekompakan gerak, ketepatan waktu,

keragaman gerak dan konsentrasi yang tinggi adalah ciri khas dari Tari Saman Gayo.

Untuk mencapai hasil yang baik dan maksimal diperlukan latihan keras dalam

proses yang panjang.

Keselarasan gerak dan warna pakaian yang digunakan menambah kesan keindahan

yang harmonis dan dinamis. Melalui Tari Saman Gayo muncul sinergi dari seni dan

kreativitas yang menyatu sehingga dapat menarik perhatian penonton baik pada

masyarakat pendukungnya yaitu Gayo, maupun di luar masyarakat pendukungnya,

yaitu suku bangsa lainnya.

II.1.2. GERAK TARI SAMAN GAYO

Tari Saman Gayo menggunakan 4 macam gerak yang menjadi unsur dasar dalam

Tari Saman yaitu : tepuk tangan, tepuk dada, kepala, dan badan. Ketika

menyebarkan agama Islam, Syech Saman6 kemudian menghadirkan kembali lewat

gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan

dakwahnya. Dalam konteks kekinian, Tari Saman Gayo tidak lagi bersifat ritual dan

religius, walau kadangkala masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan

pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

6
Syech Saman adalah: seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara, yang menyebarkan agama
Islam di Aceh. Pendapat lain mengatakan adalah Syech Abdussamad al-Falimbani yang pertama kali membawa
Tarekat Sammaniyah ke Aceh pada abad 18 (wawancara dengan Ibrahim M, Gayo Lues, 17 Mei, 2011)
18

Tari Saman Gayo termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya

menampilkan gerak tepuk tangan, gerakan menepuk dada, gerakan menepuk

paha atas dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang,

surang-saring (lihat Glosarium).

Pada umumnya, Tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi

jumlahnya harus ganjil seperti: 17, 19 atau 21. Pendapat lain mengatakan tari ini

ditarikan dalam jumlah genap, kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2

orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, dalam perkembangan di

era modern yang menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak

apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak maka umumnya Tari

Saman saat ini berjumlah 15-19 penari. Untuk mengatur berbagai gerakannya

ditunjuklah seorang pemimpin yang disebut Syech. Selain mengatur gerakan para

penari, Syech juga bertugas menyanyikan syair-syair lagu pengiring dalam Tari

Saman Gayo.

II.1.3. VOKAL, PANTUN DAN SYAIR TARI SAMAN GAYO

Tari Saman Gayo merupakan salah satu media untuk penyampaian dakwah tentang

ajaran agama Islam. Tari ini memuat nilai-nilai pendidikan, keagamaan, sopan

santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.


19

Lagu dan syair pengungkapannya dilakukan secara bersama dan kontinyu, diawali

solo vokal oleh syech yang kemudian ditirukan bersama secara serentak oleh para

penari. Pemainnya terdiri dari laki-laki yang masih muda dengan memakai pakaian

tari/pakaian adat Gayo. Penyajian tari tersebut dapat juga dipentaskan,

dipertandingkan antara grup tamu dengan tuan rumah. Penilaian dititikberatkan

pada kemampuan masing-masing dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang

disajikan oleh pihak lawan (wawancara dengan Bapak Ibrahim. M dan Rafiudin, 17

Mei 2011, di Gayo Lues).

Tari Saman Gayo biasa ditampilkan dengan tidak menggunakan iringan alat musik,

akan tetapi menggunakan suara (nyanyian) dari para penari dan tepuk tangan

mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan paha atas para

penari sendiri dalam posisi duduk sebagai sinkronisasi sambil menghempaskan

badan ke berbagai arah. Tari ini dipandu oleh seorang pemimpin kelompok yang

lazimnya disebut Syech.

Karena keseragaman gerak dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam

menampilkan tari ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan

latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tari ini khususnya ditarikan oleh

para lelaki. Sesuai dengan syariat agama Islam, para kaum wanita di daerah Gayo tidak

diperbolehkan (haram) untuk menari dan menyanyi di depan umum. Hal tersebut masih

berlaku hingga saat ini (Wawancara dengan Ibrahim. M, 17 Mei 2011, di Gayo Lues).

Pantun dan lagu-lagu yang dinyanyikan para penari menambah kedinamisan dari Tari

Saman Gayo.
20

Cara menyanyikan lagu-lagu dalam Tari Saman Gayo dibagi dalam 5 macam, yaitu :

1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh Pengangkat (tokoh/vokalis utama)

2. Dering, yaitu Rengum yang segera diikuti oleh semua penari.

3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang

penari di tengah tarian.

4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang

tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.

5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan

oleh salah seorang penari.

Syair dalam Tari Saman Gayo mempergunakan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tari

ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Syair dalam

lagu-lagu yang dipakai pada tari Saman Gayo tidak bersifat tetap (kecuali Rengum).

Syair maupun iramanya berubah-ubah menurut tempat, waktu dan situasi

pertunjukan sehingga tidak ada syair yang baku untuk Tari Saman Gayo.

Tema syair pada Tari Saman Gayo pada awalnya adalah tentang dakwah atau ajaran

agama Islam. Pada perkembangan selanjutnya tema tersebut bertambah dengan

tema-tema lainnya seperti tentang pertanian, pembangunan, adat istiadat, muda-

mudi dan lain-lain. Berikut adalah contoh syair-syair lagu pengiring Tari Saman

Gayo yang tema utamanya adalah tentang muda-mudi (diterjemahkan oleh bapak

Ibrahim M, tgl. 18 Mei 2011, di Gayo)


21

Persalaman
1.Rengum/ Dering
Hmm laila la aho
Hmm laila la aho
Hoya-hoya, sarre e hala lem hahalla
Lahoya hele lem hehelle le enyan-enyan
Ho lam an laho

Artinya:
Aum/ Koor Aum
Hmm tiada Tuhan selain Allah
Hmm tiada Tuhan selain Allah
Begitulah-begitulah semua kaum Bapak begitu pula kaum ibu
Nah itulah-itulah
Tiada Tuhan selain Allah

2.Salam Kupenonton
Salamualikum kupara penonton
Laila la aho
Simale munengon kami berseni
Lahoya, sarre e hala lem hahalla
Lahoya hele lem hehelle
Le enyan-enyan
Ho lam an laho
Salamni kami kadang gih meh kona
Laila la aho
Salam merdeka ibuh kin tutupe
Hiye sigenyan enyan e alah
Nyan e hailallah
Laila la aho, ala aho

Artinya:
Salam Kepada Penonton
Assalamualaikum ya para penonton
Tiada Tuhan selain Allah
22

Yang hendak melihat kami berseni


Begitu pula semua kaum bapak
Begitu pula kaum ibu
Nah itulah-itulah
Tiada Tuhan selain Allah
Salam kami mungkin tidak semua kena
Tiada Tuhan selain Allah
Salam merdeka dijadikan penutupnya
Ya itulah, itulah, aduh
Itulah, kecuali Allah
Tiada Tuhan selain Allah, selain Allah

Uluni Lagu/ Kepala lagu


1.Asalni Kededes
Asalni kededes kedie
Asalni kededes ari ulung kele keramil
Sentan ire rempil kedie
Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola
Asalni kededes kedie
Asalni kededes ari ulung kele keramil
Sentan irerempil kedie
Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola
Asalni kededes kedie
Asalni kededes ari ulung ke le keramil
Sentan irerempil kedie
Sentan irerempil he menjadi jadi bola
Inget-inget bes yoh ku ine e

Artinya:
Asal Bola Daun Kelapa
Asal bola daun kelapa kiranya
Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
23

Asal bola daun kelapa kiranya


Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
Asal bola daun kelapa kiranya
Asal bola daun kelapa dari daun kelapa
Begitu dijalin-jalin kiranya
Begitu di jalin-jalin ia menjadi-jadi bola
Ingat-ingat awas sayangku aduh ibu

1.Salam Ni Rempelis Mude


Oreno nge tewah ari beras beras padi
Ya hoya, oi manuk kedidi
He menjadi rem rempelis mude
Ne inget bes inget bes
Oi kiri sikuen kiri
Ara salamualaikum, rata bewene
Ara kesawah jamuni kami
Ne inget-inget bes yohku
Kuguncang male kuguncang
Salamualaikum rata bewene
Ne inget bes mien yohku
Ingatin bang tudung
Oi mude kin ulung mude
Ipantasan mulo

Artinya:
Salam dari Rampelis Mude (Rampelis Mude nama sanggar)
O runduk sudah rebah dari beras beras padi
Ya, begitulah oi burung kedidi
Hai menjadi Rempelis Muda
Oh ibu, ingat awas, awas
Oi yang dikiri dikanan-kiri
Assalamualaikum, rata semuanya
Adakah tiba tamu kami
24

Oh ibu, ingat-ingat, awas sayangku


Ku guncang akan ku guncang
Assalamualaikum rata semuanya
Oh, ibu ingat awas lagi sayangku
Digantilah tudung
Oi muda untuk daun muda
Dipercepat dulu.

Lagu-lagu
1.Le Alah Payahe
He le ala payahe kejang
E kejang mufaedah payah musemperne
Enge ke engon ko kuseni ruesku
Senangke atemu kami lagu nini
Ine inget-inget bes mien yoh ku ine
Oho ingatin bang tudung uren
Awin gere kedie muselpak
Jangko gere kedie muleno
Beluh gere kedie berulak
Jarak gere kedie mudemu
Ine ilingang lingeken mulo
Yoh kukiri sikuen kiri
Tatangan katasan
Enti lale cube die ine
Awin gere kedie muselpak
Jangko gere kedie muleno
Beluh gere kedie berulak
Jarak gere kedie mudemu
Jadi bang mulongingku ine
O kejang teduhmi ningkah
Ike payah teduhmi kite Ike gaduh tuker mulo

Artinya:
Aduh Payahnya
Hai, aduh payahnya, payah lelah
25

E, lelah berfaedah, payah memuaskan


Sudahlah kau lihat sendi ruasku
Senangkah kamu kami seperti ini
Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu
Oho, diganti dulu payung hujan
Di tarik, tidaklah nanti patah
Dijangko tidaklah nanti rebah
Pergi tidaklah nanti kembali
Jauh tidaklah lagi bertemu
Oh ibu, di goyang, di geleng dulu
Hai ke kiri, ke kanan-kiri
Angkatlah lebih tinggi
Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu
Di tarik, tidaklah nanti patah
Dijangko tidaklah nanti rebah
Pergi tidaklah nanti kembali
Jauh tidaklah lagi bertemu
Cukuplah dulu adikku, oh ibu
Oh, capek berhenti dulu meningkah
Jika payah berhenti dulu kita
Jika letih tukar dulu

1.Balik Berbalik
Iye balik berbalik
Gelap uram terang uren urum sidang
Simunamat punce wae ala aho
He nyan e hae ala aho
Aho – aho – aho
Iye balik berbalik
Gelap uram terang uren urum sidang
Simunamat punce wae ala aho
He nyan e hae ala aho
Aho – aho – aho
26

Artinya:
Balik Berbalik
Iya ku balik berbalik
Gelap dengan terang, hujan dengan teduh
Yang memegang punca Dialah, Ya Tuhan
Itulah dia, ya Tuhan
Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah
Iya ku balik berbalik
Gelap dengan terang, hujan dengan teduh
Yang memegang punca Dialah, Ya Tuhan
Itulah dia, ya Tuhan
Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Penutup
1.Gere Kusangka
Gere kusangka, aha kenasibku bese
Berumah rerampe ehe itepini paya
Berumah rerampe ehe itepini paya
Suyeni uluh, nge turuh supue sange
Mago-mago bese aku putetangak mata
Mago-mago bese aku putetangak mata
Tetea tetar ahar reringe petepas
Gere kidie melas dengan naik iruangku
Gere kidie melas dengan naik iruangku

Artinya:
Tidak Kusangka
Tidak kusangka, aha kalau nasibku begini
Berumah rerumputan ditepinya rawa
Berumah rerumputan ditepinya rawa
Tiangnya bambu, sudah bocor atap
Sulit-sulit begitu aku berputih mata
Sulit-sulit begitu aku berputih mata
27

Lantainya belahan bambu, dindingnya pun tepas


Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku
Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

1.Kemutauh Uren
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
I nampaan ara baro renah
Cabang tewah ku lawe due
Ari abang gih mungkin berubah
Bier lopah itumpun kudede
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
Kemutauh uren ari langit
Munerime kedie bumi
I nampaan ara baro renah
Cabang tewah ku lawe due
Ari abang gih mungkin berubah
Bier lopah itumpun kudede
Kerna langkah ni kami serapah

Berizin mi biak sudere


Kesediken cerak kami salah
Niro maaf kuama ine

Artinya:
Jika Turun Hujan
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Di nampaan ada waru rendah
Cabang rebah ke lawe due
28

Dari abang tidak mungkin berubah


Biar pisau tancapkan ke dada
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Jika turun hujan dari langit
Menerimakah kiranya bumi
Di nampaan ada waru rendah
Cabang rebah ke lawe due
Dari abang tidak mungkin berubah
Biar pisau tancapkan ke dada
Karena langkah kami segera bergegas
Mohon izin kepada sanak saudara
Sekiranya ucapan kami salah
Mohon maaf kepada ibu-bapak

II.1.4. POLA LANTAI TARI SAMAN GAYO

Dalam penampilan yang biasa saja (bukan pertandingan) dimana adanya

keterbatasan waktu, Tari Saman Gayo bisa saja dimainkan oleh 11 - 13 penari, akan

tetapi keutuhan Tari Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai

fungsi sebagai berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Nomor 9 disebut Pengangkat. Pengangkat adalah tokoh/vokalis utama (sejenis

syekh dalam seudati) titik sentral pada syaf dalam Tari Saman Gayo, yang

menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-

syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan).
29

Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit. Pengapit adalah tokoh pembantu Pengangkat

baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal. Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit.

Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan

Pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit), sehingga

kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam

posisi berbanjar/ bersyaf (horizontal) untuk keutuhan dan kerampakan gerak.

Nomor 1 dan 17 disebut Penupang. Penupang adalah penari yang paling ujung

kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan

sebagai bagian dari pendukung tari juga berperan menupang/ menahan keutuhan

posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut kerpe jejerun

(pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan

dengan memegang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput gajah yang akarnya kuat

dan terhunjam dalam, sukar dicabut).

Tari Saman Gayo ditarikan dalam posisi duduk. Tarian ini termasuk dalam jenis

kesenian Ratoh Deuk (tari duduk) yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk

dan berkembangnya agama Islam. Posisi penari duduk berlutut, berat badan

tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada Tari Saman Gayo juga terbatas

pada level, yakni ketinggian posisi badan. Pola lantai atau desain ruang dalam satu

garis (syaf) memiliki makna keseimbangan dan keselarasan.


30

Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi di atas lutut yang merupakan level

paling tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari

membungkukkan badan ke depan sampai menunduk atau miring ke belakang.

Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau

ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk melenggang

ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang).

Selain posisi duduk dan gerak badan, kepala, gerak tangan sangat dominan dalam

Tari Saman Gayo, karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang

disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak

ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan

tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal/ bolak-balik/ seperti baling-

baling). Kepala digerakkan seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat

(anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam

gerak Tari Saman Gayo. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah

keindahan dan keharmonisan dalam gerak Tari Saman Gayo.

Dalam setiap pertunjukan semuanya itu disinergikan sehingga menghasilkan suatu

gerak tari yang mengagumkan. Jadi kekuatan Tari Saman Gayo tidak hanya terletak

pada syairnya saja namun gerak yang kompak menjadi nilai lebih dalam tari ini. Hal

ini dapat terwujud dari kepatuhan para penarinya dalam memainkan perannya

masing-masing. Tari Saman Gayo, syair, dan pantun juga telah menjadi
31

penyeimbang setiap konflik yang sering terjadi di tempat itu. Budaya yang lembut

menjadi penyeimbang dari konflik yang keras.

II.1.5. TEKS DALAM TARI SAMAN GAYO

Tari Saman Gayo biasanya ditampilkan tidak menggunakan alat musik, akan tetapi

menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan. Biasanya dikombinasikan

dengan memukul dada dan paha mereka sebagai sinkronisasi, dan menghempaskan

badan ke berbagai arah. Tari ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya

disebut Syech.

Karena Tari Saman Gayo dimainkan tanpa alat musik, maka sebagai pengiringnya

digunakan bunyi tepukan tangan pada badan. Ada beberapa cara untuk

mendapatkan bunyi-bunyian tersebut antara lain tepukan kedua belah tangan. Ini

biasanya bertempo sedang sampai cepat. Pukulan kedua telapak tangan ke dada

biasanya bertempo cepat. Tepukan sebelah telapak tangan ke dada umumnya

bertempo sedang. Gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan (kertip) sehingga

menimbulkan bunyi, umumnya bertempo sedang. Nyanyian serempak para penari

menambah kedinamisan dari Tari Saman Gayo. Contoh teks dalam tari Saman

Gayo:

Salam Kupenonton
Salamualikum kupara penonton
Laila la aho
Simale munengon kami berseni
Lahoya, sarre e hala lem hahalla
32

Lahoya hele lem hehelle


Le enyan-enyan
Ho lam an laho
Salamni kami kadang gih meh kona
Laila la aho
Salam merdeka ibuh kin tutupe
Hiye sigenyan enyan e alah
Nyan e hailallah
Laila la aho, ala aho

Artinya:
Salam Kepada Penonton
Assalamualaikum ya para penonton
Tiada Tuhan selain Allah
Yang hendak melihat kami berseni
Begitu pula semua kaum bapak
Begitu pula kaum ibu
Nah itulah-itulah
Tiada Tuhan selain Allah
Salam kami mungkin tidak semua kena
Tiada tuhan selain allah
Salam merdeka dijadikan penutupnya
Ya itulah, itulah, aduh
Itulah, kecuali Allah
Tiada tuhan selain Allah, selain allah

II.1.6. KOSTUM TARI SAMAN GAYO

Pakaian atau kostum Tari Saman Gayo adalah pakaian Adat Gayo (Kerawang) yang

secara desain dan warna lebih menyerupai pakaian adat Batak Karo. Lebih dominan

pada warna hitam, merah, kuning dan hijau yang mempunyai makna tersendiri.

Hitam: keabadian, merah: keberanian, kuning: kekuasaan dan hijau:


33

kedamaian/keadilan, dengan desain dan mode untuk kaum lelaki. Warna dan

makna pada kostum Aceh dan Gayo mempunyai kesamaan, yang membedakan

hanya ragam hiasnya (wawancara dengan bapak Marzuki Hasan, Jakarta,

September 2014).

Dalam perkembangan di luar daerah asalnya, tanah Gayo, Aceh, Tari Saman

kerapkali tidak ditarikan seperti bentuk aslinya baik dari syair, gerak, kostum,

maupun penarinya yang semestinya ditarikan laki-laki. Padahal, kesemuanya itu

mengandung makna filosofis, dan historis, terkait orang Gayo sendiri sebagai

pemilik Tari Saman Gayo.

Kostum atau busana khusus Saman Gayo terbagi dari tiga bagian yaitu:

1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua

segi disulam dengan benang emas seperti baju, sunting kepies.


34

2· Pada badan: baju pokok atau baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam

benang putih, hijau dan merah, bagian pinggang disulam dengan kedawek dan

kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.

3· Pada tangan: topeng gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan

warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna

menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan

kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

II.2.DESKRIPSI TARI SAMAN DI JAKARTA

Di antara banyak tari Aceh, yang paling mendapat respon adalah tari Rateb

Meuseukat yang di Jakarta lebih dikenal sebagai Tari Saman. Tari Saman telah

berjalan/berkembang melintasi agama, budaya bahkan benua. Tari Saman telah

menjadi pelajaran ekstrakurikuler favorit di sekolah-sekolah yang kemudian

menjadi sangat populer di Jakarta.

Tari Saman sudah diminati sejak lama, namun menurut pengamatan saya setelah

bencana Tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004 lalu, Tari Saman berkembang

semakin pesat. Tari Saman menjadi minat utama pelajaran ekskul di setiap SMP &

SMA, baik itu sekolah yang bersifat umum, atau khusus sekolah Islam maupun non

Islam. Tari Saman dapat diterima oleh setiap suku bangsa dan agama yang ada di

Jakarta, bahkan sudah melintasi benua.


35

II.2.1. Peran Dewan Kesenian Jakarta & Institut Kesenian Jakarta dalam

perkembangan Tari Saman di Jakarta

Dewan Kesenian Jakarta adalah suatu badan yang bertugas untuk membuat

kebijaksanaan, sehingga karya yang ditampilkan akan bermutu dan penekanannya

pada hal yang inovatif dan kreatif. Sedangkan Institut Kesenian Jakarta bertugas

mendidik dan menyiapkan potensi seniman masa depan. Seniman tari seperti

Sardono W. Kusumo, I Wayan Diya, Julianti L.Parani, Edi Sedyawati, Noerdin Daud

dan beberapa seniman tari lainnya berkumpul dan berlatih bersama dalam suatu

kelompok yang bernama Bengkel Tari Folklorik. Kelompok ini merupakan proyek

Komite Tari – Dewan Kesenian Jakarta yang diketuai oleh Edi Sedyawati. Dalam

waktu yang bersamaan, , Edi Sedyawati diminta oleh Asrul Sani selaku ketua

Departemen Tari dan Teater LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) untuk

membuat kurikulum bagi Jurusan tari dan menjadi ketua Jurusan tari – LPKJ

(Kusumaningdiah, 2005: 28).

Kesempatan yang diberikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tidak hanya pada para

seniman tetapi juga sebagai laboratorium dari mahasiswa IKJ. Dikatakan sebagai

laboratorium, karena DKJ selalu membuatkan program bagi pengajar, dan

mahasiswa tari untuk menampilkan berbagai karya barunya hasil dari proses

kreatif. Berawal dari Festival Penata Tari Muda yang diadakan oleh DKJ sejak tahun

1978-1984 dan diselenggarakan sampai enam kali. Festival Penata Tari Muda

menjadi wahana yang berguna bagi penata tari Jakarta maupun luar Jakarta untuk
36

mengukur diri dan mengukir prestasi (Wawancara dengan Nungki Kusumastuti,

Jakarta, 10 Oktober 2014).

Keberadaan DKJ dan IKJ memberikan peluang yang baik bagi para pengajar maupun

mahasiswa. Berbagai forum tari dan lokakarya diadakan untuk merangsang daya

cipta para penata tari di Indonesia untuk mengembangkan kreatifitas dalam hal

penciptaan. Kembali pada tari Saman, berikut adalah masa perkembangannya di

Jakarta :

1. Masa tahun 1960-1970

Masa dimana Seudati & Saman mulai dikenal dan berkembang di Pulau Jawa,

terutama di Yogya. Pada masa ini Marzuki Hasan masih berada di Yogyakarta

mengembangkan tari Seudati bersama Syech Ampon Muda dan Syech Ismail Nagoya

(mendapat nama seperti itu karena lama menetap di Jepang, tahun 2013 telah

meninggal dunia di Medan). Pada tahun 1972 Marzuki Hasan dan Drs. Zaenuddin

Kamal memperkenalkan serta mengembangkan tari Ratoh Deuk.

Di sisi lain pada tahun 1963 di Jakarta, Noerdin Daud diundang untuk membuat dan

melatih tari massal pada acara pembukaan GANEFO. Pada masa tahun ini, Tari

Saman masuk pada mata acara utama 17 Agustus-an di Istana Negara

(Wawancara dengan Sentot Sudiharto & S. Trisapto, Jakarta, 29 September

2014). Jennifer Lindsay menyatakan, bahwa sejak tahun 1950-1960 Tari Seudati

selalu menjadi acara utama kenegaraan di Istana Negara dan Istora Senayan. Semula
37

Tari Seudati saja yang dipertunjukkan tapi lambat laun beralih pada tari Saman Gayo

(Lindsay, 2012: 403).

2. Masa tahun 1970-1980

Masa dimana tari Seudati & Saman mulai dikenal dan berkembang di Jakarta serta

menjadi materi perkuliahan di Program Studi Seni - Tari Fakultas Seni Pertunjukan

IKJ. Masuk dan menjadi pilihan dalam acara kenegaraan di Istana Negara hingga kini.

Alm. Noerdin Daoed dan Anas Hanafiah merupakan tokoh yang aktif dalam

mengembangkan tari tersebut. Pada masa itu juga Marzuki Hasan hijrah ke Jakarta

dan bergabung dengan mereka. Lebih lanjut Noerdin & Marzuki adalah pasangan

pengajar dan penata tari yang mengampu mata kuliah Gaya Tari Aceh pada Program

Studi Seni Tari FSP-IKJ. Pada tahun 1978-1980 Noerdin dan Marzuki melakukan

penelitian ke Aceh, mulai dari Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, Aceh besar, Aceh

Barat dan Aceh Selatan tentang seluruh kesenian yang ada di daerah tersebut.

Pada masa ini Noerdin dan Marzuki memulai berproses kreatif dengan

mahasiswanya di IKJ. Mahasiswa tari IKJ mempelajari tari Seudati dan Ratoeh,

mengeksplor gerak secara bersama sehingga perbendaharaan gerak bertambah.

Dari hasil eksplorasi tersebut, mereka mulai menggabungkan gerak tersebut dan

mencari keharmonisan dengan pantun, syair dan cara menyanyikan lagunya. Proses

kreatif tersebut menghasilkan karya yang mempunyai unsur spiritual, keceriaan dan

kesenangan (Wawancara dengan Nungki Kusumastuti, Jakarta, 10 Oktober 2014).


38

3. Masa tahun 1980-1990

Hasil dari penelitian dan pengamatan tersebut disusun menjadi Rampai Aceh karya

Marzuki Hasan & Alm. Noerdin Daud yang merupakan bunga rampai atau

kesatuan dari kesenian Aceh seperti Seudati, Ratoh, Laweut, Saman dan lain-lainnya

yang digarap dan dikemas menjadi suatu karya yang indah dan menarik. Tahun 1980

lahirlah karya tari yang berjudul Ramphak, yang kemudian dibawa ke acara

“ Mustika Malaysia”. Pada tahun yang sama lahir karya tari Rabbani I dan

Rabbani II dipentaskan di Samalanga, Pidie. Berlanjut dengan karya tari Huuu...

pada tahun 1984 untuk “American Dance Festival” atau ADF. Tahun 1986 membuat

karya Malam Geuntanyoe dengan memperkenalkan Seudati Inong. Pada tahun

yang sama membuat karya tari Tuhan...kita begitu dekat : Tadarus & puisi bulan

Ramadhan. Noerdin dan Marzuki kembali melakukan penelitian ke Gayo Lues

pada tahun 1989 (Wawancara dengan Marzuki Hasan, Jakarta, 14 September

2014).

4. Masa tahun 1990 - saat ini

Menampilkan tari Seudati Agam dan Tari Saman dalam acara Festival Istiqlal di

Jakarta pada tahun 1990, setelah itu diikut sertakan kembali dalam acara KIAS di

Amerika Serikat. Dari Amerika Serikat kembali ke Indonesia dengan membawa

penghargaan BETSY AWARD dari Joyce Theatre, New York.

Masa tahun 1990 adalah dimulainya program Apresiasi Seni Pertunjukan ke sekolah

-sekolah menengah atas di Jakarta bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta

dan Ford Foundation. Dari sinilah tari Saman berkembang dengan cepat dan terlebih
39

pesat lagi setelah Tsunami tahun 2004. Program Apresiasi Seni Pertunjukan untuk

siswa dan guru SLTA se Jabodetabek, dilakukan sejak tahun 1998 hingga 2011.

Dilaksanakan oleh Forum ASP, yang pada awalnya bekerja di bawah payung Dewan

Kesenian Jakarta dan didanai penuh oleh Ford Foundation. Program Apresiasi Seni

Pertunjukan, mengusung berbagai tontonan yang berkualitas. Tujuannya jelas:

‘menghidupkan kembali minat dan apresiasi masyarakat terhadap seni

pertunjukan’.Tujuan apresiasi, untuk langkah awal, diutamakan bagi siswa-sisiwi SLTA.

Merekalah golongan terpelajar , yang di masa depan, akan menjadi pelaku,

pendukung, pengelola, penikmat, pemerhati, dan penentu kebijakan kesenian kita

(Riantiarno, 2005: 3-4). Kegiatan Forum ASP terdiri dari:

1. Pertunjukan kesenian di sekolah. Memboyong seniman berkualitas beserta karya

seninya ke sekolah-sekolah untuk dinikmati para siswa dan guru secara langsung.

2. Menonton kesenian di gedung pertunjukan.Memboyong para siswa dan guru ke

gedung pertunjukan untuk menonton pertunjukan kesenian dari seniman

profesional.

3. Siswa berkesenian di sekolah. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

belajar ‘menyentuh’ kesenian, bergaul dengan kesenian dan memiliki pengalaman

berkesenian.

4. Pertunjukan siswa di gedung pertunjukan dan di plaza suatu mall. Mereka

mempertontonkan dan menyajikan kemampuan optimal dari hasil

pelatihan (Riantiarno, 2005: 26, 45, 65 dan 80). Tim inti dari Forum ASP adalah :

1. Ratna Riantiarno, 2. Wiwiek Sipala, 3. Nungki Kusumastuti, dan 4. Jabatin

Bangun.
40

Inti dari seluruh kegiatan apresiasi kesenian siswa, sesungguhnya bermuara kepada

keinginan untuk mewujudkan masyarakat yang menghargai kesenian dan

kebudayaan sendiri (Sipala, Jakarta, 7 Oktober 2014). Ini adalah sebuah upaya

penting yang harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat maupun

pemerintah.

Bersamaan dengan bejalannya Forum ASP, tahun 2007 Marzuki Hasan kembali

berproses kreatif menampilkan karya tari baru hasil kolaborasi dengan mahasiswa

Institut Kesenian Jakarta yaitu “Meusaboh Hatee” di Gedung Kesenian Jakarta.

Tahun 2012 menampilkan “Rampai Aceh” dalam acara “Saman Summit” di Jakarta

(Wawancara dengan Marzuki Hasan, Jakarta: 10 Mei 2010).

Peran Dewan Kesenian Jakarta dan Institut Kesenian Jakarta dengan maestro tari

Aceh : Noerdin Daoed dan Marzuki Hasan serta tokoh-tokoh IKJ lainnya serta Forum

Apresiasi Seni Pertunjukan mempunyai arti penting dan menjadi sejarah dalam

perkembangan Tari Saman di Jakarta.

Dalam perkembangannya, ketika Tari Saman diperkenalkan di luar Aceh khususnya

Jakarta, terjadi pergeseran fungsi dan konsep pertunjukan. Fungsi Tari Saman tidak

lagi hanya sebagai media dakwah akan tetapi menjadi suatu hiburan, pendidikan

dan ajang kritik sosial. Konsep pertunjukan atau koreografinya tidak lagi hanya ber-

syaf tetapi dikembangkan dalam berbagai pola lantai seperti gambar di bawah ini:
41
42

Di Jakarta, Tari Saman berkembang sangat pesat. Banyak sekali diadakan festival

Tari Saman untuk meningkatkan prestasi dan kreativitas serta menambah apresiasi

dan pengetahuan tentang Tari Saman. Banyak sekolah mengadakan pelatihan dan

workshop untuk lebih mendalami Tari Saman baik secara gerak, vokal, pantun dan

musik (Rapa’i atau rebana). Pelatihan dan workshop tentang Tari Saman untuk

lebih meningkatkan apresiasi seni pada anak didik mereka.

Mayoritas remaja di Jakarta adalah siswa sekolah, mereka sangat berminat untuk

mempelajari dan memahami Tari Saman yang menurut mereka sangat unik,

dinamis dan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Dengan kesadaran penuh
43

serta keinginan sendiri dan tidak ada paksaan dalam mempelajari Tari Saman.

Banyak dari mereka tidak mempunyai bakat menari, akan tetapi karena

mempunyai minat dan keinginan keras maka mereka dapat dengan tekun dan sabar

mempelajari Tari Saman tentunya dalam proses latihan yang panjang.

II.2.2. GERAK TARI SAMAN JAKARTA

Di kota Jakarta tari Saman sebagai bentuk seni di lingkungan urban tumbuh dan

berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya di Jakarta. Tari

Saman tidak lagi ditarikan hanya oleh laki-laki tetapi juga oleh perempuan. Tari

Saman mengalami pergeseran fungsi dan konsep pertunjukan. Tidak lagi

menggunakan syair-syair dakwah Islam akan tetapi menjadi hiburan. Konsep

pertunjukan tetap satu syaf (baris) tapi berkembang dalam level dan pola lantai dan

kembali menjadi satu syaf lagi.

Tari Saman yang berkembang di Jakarta merupakan gado-gado atau gabungan

gerak dari beberapa tarian yaitu : Saman Gayo, Rateb Meuseukat, Likok Pulo,

Ratoh Deuk, dan Ratoh Jaro (seluruhnya adalah tari duduk yang terdapat di Aceh)

yang diramu menjadi satu kesatuan serta diiringi oleh pantun, lagu dan Rapa’i

sebagai musik yang mempunyai spirit tersendiri. Untuk membedakan, selanjutnya

tari ini disebut sebagai tari Saman Jakarta.


44

Tari Saman Jakarta biasanya dibawakan oleh penari putri, dapat berjumlah 15-20

orang bahkan lebih. Dua orang penabuh Rapa'i (rebana besar) yang juga sekaligus

menjadi Syech (yang melantunkan pantun dan syair-syair dalam bahasa Aceh)

berada di sisi kiri atau kanan deretan/jajaran penari. Sedangkan gerak tari hanya

memfungsikan anggota tubuh bagian atas, badan, tangan, dan kepala. Tidak ada

koordinasi dengan kaki. Gerakan tari pada prinsipnya ialah gerakan olah tubuh,

keterampilan, keseragaman atau kesetaraan dengan memfungsikan tangan sama-

sama ke depan, ke samping kiri atau kanan, ke atas, dan melingkar dari depan ke

belakang, dengan tempo mulai lambat hingga sangat cepat dan terkadang berhenti

mendadak.

Yang menakjubkan dari tari Saman Jakarta adalah harmonisasi dan dinamika,

diperlukan kerjasama, kepercayaan dan keseriusan dalam menarikannya.

Gerakannya sederhana namun dinamis dan memiliki tingkat kecepatan yang tinggi,

sehingga tanpa latihan yang baik tidak akan dapat menyajikan atau menampilkan

tari Saman Jakarta ini dengan baik.

Dapat dikatakan, seluruh SMA di Jabodetabek mempunyai pelajaran ekstrakurikuler

tari Saman. Di Jakarta, hampir setiap hari Sabtu atau Minggu selalu ada festival tari

Saman yang diikuti belasan hingga puluhan SMA. Karena tradisi festival ini, banyak

variasi gerakan tercipta. Ini berbeda dengan di Aceh yang jarang ada festival

sehingga gerakan tari masih bersifat standar. Tari Saman Jakarta telah menjadi
45

pelajaran ekskul favorit di sekolah-sekolah kawasan Jabodetabek, bahkan

mengalahkan modern dance.

Di mancanegara, pertunjukan Tari Saman Jakarta juga melambung ke berbagai

belahan dunia, mulai dari Amerika, Afrika, Australia, Eropa, apalagi Asia, dan Timur

Tengah. Biasanya dibawakan untuk misi dagang, misi pariwisata, atau atas

undangan negara sahabat. "Kalau generasi muda kita suka, maka budaya lokal kita,

identitas kita, tak akan direbut oleh negara tetangga," tegas Marzuki Hasan

(wawancara :12 Agustus 2010).

II.2.3. POLA LANTAI TARI SAMAN JAKARTA

Dasar pola lantai tari Saman Jakarta sama dengan tari Saman Gayo, tetap dengan

konsep 1 syaf ( sebaris, sederet dan sejajar). Tetapi dalam perkembangannya Tari

Saman Jakarta menjadi lebih variatif. Para penari dapat berpindah tempat atau pola

lantai dengan cara bergeser menggunakan lutut dengan posisi tetap duduk,

membentuk garis, diagonal, miring, berpencar tetap berkelompok, lingkaran dan

kembali lagi dalam 1 syaf. Seirama dengan lagu dan syair mereka para penari

berganti posisi untuk membentuk level tinggi, rendah dan posisi duduk atau

berlutut.

II.2.4. TEKS DALAM TARI SAMAN JAKARTA

Tari Saman Jakarta ditampilkan dengan menggunakan iringan alat musik Rapa’i

(rebana besar) dan vokal (suara) dari para penari serta tepuk tangan mereka yang
46

biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan paha atas mereka sebagai

sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tari ini dipandu oleh

seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Seorang Syech selain menyanyi

juga memukul dan memainkan Rapa’i. Tari Saman Jakarta biasanya dipandu oleh 1

atau 2 orang Syech. Selain Rapa’i juga dilantunkan pantun dan syair-syair yang

indah. Pantun dan syair-syair tersebut memegang peranan penting dalam

membangun dinamika. Contoh Pantun dan syair dalam tari Saman Jakarta :

1. Assalamualaikom waroh matullah Tanda salam kami ucapkan


Jaro dua blah ateuh jeumala Para hadirin yang telah tiba
Kareuna saleum nabi keun sunat Karena salam adalah sunnah Nabi
Jaro tamumat tanda mulia Berjabat tangan tanda mulia (Nilai
agama)
Jaro loun siploh di ateuh ulee Sepuluh jari di atas kepala
Meu ah loun lakee bak ka oum lingka Maafkan kami para hadirin
Jaro loun siploh beu ot sikureung Kalaupun ada yang membayangi
Paleut loun linteung loun lakee doa kami karena semua itu tidak sengaja

2. Amin Allah seumah amin Perkenankanlah sembah kami ya Allah


Ureung mukmin galakee lakee doa Sebagai orang mukmin bermohon doa
Beurkat rahmad Allah yang bri Berkah rahmat dari Allah
Nanggro Aceh makmu seujahtra Negeri Aceh makmur sejahtera (Nilai
Sosial)
Lalee lalee geutanyo lalee Lupa-lupa kita lupa
Hana jan tatee umu katuha Tidak terasa kita sudah tua
Puteeh ngoun janggot kuneing ngoun misee Rambut sudah putih di atas kepala
Hanton ta coum bee tika mushalla Tidak pernah kita ke mushalla

Puteeh ngoun janggot kuneing ngoun misee Rambut sudah putih di atas kepala
Hanton ta coum bee tika mushalla Tidak pernah kita ke mushalla
Lalee lalee lalee….. Kiasan….
47

3. Sijeumpa mirah si ulah karet lam ano Setangkai bunga merah yang jatuh di
Ret la karet meunan meunan atas pasir
Ret la karet meunan meunan Jatuh tersia-sia saja
Cok ampoun teungku raja Ambilah wahai tuan raja

4. Jud makjud dikurok kurok gunoung Setan turun kedunia


Keuno di tamoung udalam donya Untuk menghancurkan manusia
Uro di kurok malam malam diseubee Siang dan malam setan menggoda
Malaikat tee geuyu do teuma manusia
Malaikatpun tetap menjaga manusia
(Marzuki Hasan, 20 Juni: 2011)

II.2.5. KOSTUM TARI SAMAN JAKARTA

Pakaian atau kostum tari dibuat dengan warna-warni, biasanya dalam suatu

pertunjukan diperlukan 2 (dua) warna dalam satu syaf (baris) dan disusun

berselang-seling.
48
49

Tari Saman Gayo dan Tari Saman Jakarta (Ratéb Meuseukat) sangat sering disalah

artikan. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas.

Perbedaan utama antara Tari Saman (asli Gayo) dengan Tari Saman Jakarta (Ratéb

Meuseukat) ada 4 yaitu :

1. Tari Saman Gayo menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Saman Jakarta

menggunakan bahasa Aceh.

2. Tari Saman Gayo dibawakan oleh laki-laki, sedangkan Tari Saman Jakarta

dibawakan oleh perempuan dan terkadang juga dapat dibawakan oleh laki-

laki.

3. Tari Saman Gayo tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan Tari Saman

Jakarta diiringi oleh alat musik, yaitu Rapa’i.

4. Tari Saman Gayo menggunakan kostum pakaian Adat Gayo (Kerawang)

sedangkan Tari Saman Jakarta menggunakan kostum pakaian Adat Aceh.

Hal ini terjadi karena tuntutan kreativitas. Dapat kita ambil sisi positifnya bahwa

perkembangan Tari Saman di Jakarta sangat baik. Kini Tari Saman diterima dengan

baik oleh berbagai suku bangsa dan berbagai agama yang terdapat di Jakarta.

Pelestarian budaya asli Indonesia adalah kewajiban semua pihak baik instansi maupun

lembaga tertentu, serta hal tersebut harus dilakukan dengan sabar,

berkesinambungan dan dengan dedikasi serta loyalitas yang tinggi serta

menumbuhkan semangat sportifitas pada generasi muda usia sekolah, karena dengan

seni tari diharapkan remaja di Jakarta akan bersatu dalam keragaman, yang

dipersatukan oleh semangat sportifitas yang tinggi.


50

BAB III

KONTEKS SOSIAL BUDAYA TARI SAMAN

III.1.Konteks Sosial Budaya di Tempat Asal (Aceh)

Perkembangan Tari Saman saat ini di daerah asalnya Aceh berjalan tidak terlalu pesat

kalau dibandingkan dengan perkembangan Tari Saman di Jakarta. Regenerasi berjalan

sangat lambat sehingga sangat sedikit anak muda yang berminat untuk tahu dan belajar

seni tradisi mereka sendiri. Hal tersebut mulai terbuka dan mereka sadari setelah

terjadinya bencana Tsunami pada tahun 2004. Generasi muda di Aceh terkesan tidak

mempunyai minat dan tak acuh pada kesenian mereka sendiri.

Minat untuk mempelajari seni tradisinya sendiri terpacu ketika mendengar dan melihat

begitu penuh semangatnya anak-anak muda di Jakarta mempelajari Tari Saman. Ada

energi positif muncul setelah mereka melihat dan menyadari bahwa orang lain di luar

lingkungan mereka sendiri begitu peduli terhadap kesenian mereka. Sejak melihat Tari

Saman Jakarta berkembang sangat baik, maka saat itulah semangat generasi muda di Aceh

muncul kembali (wawancara dengan Zul Ikram, Banda Aceh, 20 Mei 2011).

Terlepas dari masalah regenerasi, keterkaitan Tari Saman dengan masyarakat

pendukungnya berhubungan erat. Dalam kehidupan sehari-hari orang Aceh sangat lekat

dengan agama Islam. Nilai – nilai Islam dalam budaya lokal Aceh memberitahukan kepada

kita bahwa, masyarakat Aceh sangat lekat kepada Islam dan budayanya.
51

Dalam mengembangkan ajaran agama Islam, masyarakat Aceh menggunakan salah satu

bentuk kesenian mereka, yaitu Tari Saman atau Ratep Meuseukat sebagai media dakwah.

Dakwah dilakukan secara lunak (soft) sehingga tidak mengherankan bila masyarakat saat

itu dapat menerima Islam. Dakwah dilakukan dengan cara Islamisasi budaya yaitu budaya

lokal tetap dipertahankan, akan tetapi aspek normatif budaya disesuaikan berdasarkan

ajaran Islam.

Fenomena Islamisasi demikianlah yang menyebabkan antara hukum Islam dan budaya

Aceh tidak bisa dipisahkan meskipun bisa dibedakan. Inilah yang melatarbelakangi falsafah

“hukoem ngeun adat lage zat ngeun sifeut” yang artinya adalah adat yang berlaku selalu

berpegang atau berpedoman pada hukum Islam. Budaya dalam aspek normatif adalah

berdasarkan ajaran Islam. Oleh sebab itulah budaya Aceh dinamakan sebagai budaya Islam

(Wawancara dengan Bpk. Marzuki Hasan dan Syech La Geunta, Mei 2011).

Dampak yang paling besar dari proses Islamisasi masyarakat Aceh adalah tradisi politik

Arab diadopsi oleh kerajaan Aceh khususnya menyangkut dengan gelar penguasa yang

digelari sebagai “Sultan” dimana sebelum Islam, gelar penguasa kerajaan digelari dengan

gelaran ”raja” (Wawancara dengan Bpk. Marzuki Hasan dan Syech La geunta, Mei 2011).

Berdasarkan sejarah di atas, Islamisasi Aceh secara sufistik 7oleh para pendakwah dari

Arab telah menjadikan masyarakat Aceh sebagai bangsa yang taat pada ajaran Islam.

7
Sufistik/Sufisme : adalah pengetahuan dengan jalan mana manusia dapat menyadari dirinya sendiri dan
mencapai keabadian, baca Islam Sufistik : “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia oleh Dr.
Alwi Shihab, Jakarta: Mizan, 2002.
52

Hal demikian terlihat dari kebijakan penguasa kerajaan Aceh dengan menggantikan

gelaran penguasa dari “raja” menjadi “sultan”. Oleh sebab itu, Islamisasi budaya dan

arabisasi politik di Aceh merupakan rujukan penting dalam meneliti keanekaragaman

kebudayaan di Aceh.

Terlihat jelas eratnya hubungan agama dan budaya. Agama dan budaya adalah dua bagian

yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah

karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama

dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Perubahan menjanjikan

dan memberikan banyak hal kepada manusia dan kehidupan. Kehidupan dapat saja hilang

dan berganti dengan yang baru , tetapi perubahan tetap menyertai kehidupan itu sendiri.

Sehingga orang bijak mengatakan bahwa tidak ada yang kekal dalam dunia ini, semua

selalu berubah ( Syarifudin Tippe, 2000: 105). Sebagian besar budaya didasarkan kepada

agama, dan tidak pernah terjadi sebaliknya. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup

keagamaan. Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari

proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk

suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis,

budaya dan beberapa kondisi yang objektif.

Agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan

melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat lima waktu, kepekaan terhadap mana yang

baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar
53

makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal

yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.

Berkaitan dengan perkembangan kebudayaan Aceh dapat dikatakan suatu hasil proses

asimilasi yang sangat berhasil, hasil campuran dari berbagai kebudayaan besar dunia.

Kedua macam proses percampuran budaya, yaitu akulturasi &


asimilasi berlangsung di Aceh. Setelah Islam berhasil menempatkan
diri sebagai sumber nilai bagi kebudayaan, sebagai nilai-nilai
kebudayaan Aceh disesuaikan dengan ajaran Islam. Semuanya
berjalan secara tertib. Variasi-variasi yang tidak mempunyai
pengaruh yang besar dibiarkan berlaku tanpa terjadi konflik (Hasyim
dalam Ismuha, 1988:185 dalam A. Rani Usman, 2003: 102).

Proses akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu

kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu

kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu

sendiri, antara Islam dan budaya lokal ini kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan

local genius yang merupakan identitas kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan

bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan

kemampuan sendiri kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi dan pengolahan

aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru

yang unik, yang tidak terdapat di wilayah bangsa yang membawa pengaruh budayanya.

Pada sisi lain kearifan budaya lokal memiliki karakteristik antara lain: mampu bertahan

terhadap budaya luar; mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;

mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan
54

memiliki kemampuan mengendalikan dan memberikan arah pada perkembangan budaya

selanjutnya.

Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran

Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah Islam sebagai agama

sekaligus telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya lokal

yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya

lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam.

Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi”, antara budaya lokal dan Islam. Hasil

akulturasi menunjukkan bahwa Islam memperkaya kebudayaan yang sudah ada dengan

menunjukkan kesinambungan, namun, tetap dengan ciri-ciri tersendiri. Hasil akulturasi

juga memperlihatkan adanya mata rantai dalam perkembangan kebudayaan Indonesia.

Agar mata rantai tersebut tetap kelihatan nyata, harus dilakukan pengelolaan yang

terintegrasi8 atas warisan-warisan budaya Indonesia.

III.2.Konteks Sosial Budaya di Kota Besar yang Multikultural (Jakarta)

Pada satu sisi muncul percampuran budaya yang tampaknya tidak terelakkan, khususnya

karena pengaruh globalisasi yang semakin sulit dihindari. Globalisasi merupakan sebuah

fenomena yang mempengaruhi ekonomi, teknologi, komunikasi di dalam media, politik,

agama, dan kebudayaan. Globalisasi memberi efek ganda pada warisan budaya

masyarakat tradisional. Di satu pihak menghilangnya kebudayaan lokal serta tradisi dan di

lain pihak transformasi bentuk maupun isinya (Leonardo D’Amico, 2002: 33).
8
Terintegrasi adalah penyesuaian antara unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga mencapai suatu
keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat ( Julianti L. Parani, Jakarta: Juni 2012).
55

Multikulturalisme, merupakan sebuah paham yang menekankan kesederajatan dan

kesetaraan banyak budaya dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya lain.

Itu penting kita pahami bersama dalam kehidupan masyarakat multikultural seperti bangsa

Indonesia. Jika tidak, mungkin akan selalu terjadi konflik akibat ketidaksaling-pengertian

dan pemahaman terhadap realitas multikultural tersebut. Hidup dalam iklim multikultural

seperti sekarang ini, tertib sosial akan dapat terwujud jika setiap elemen masyarakat mampu

bersikap toleran serta bersedia membuka diri bagi terciptanya kerja sama-kerja sama yang bersifat

mutual.

Budaya perkotaan yang merupakan Hybrid Culture9 merupakan konsekuensi sebuah kota

metropolitan, karena disitulah berkumpul dan bertemu orang-orang dari berbagai latar

belakang masyarakat serta budaya. Akibatnya yang terjadi adalah sebuah kota bisa

kehilangan jati dirinya di tengah era globalisasi yang terus berjalan.

Demikian juga untuk kota Jakarta, tidak bisa dihindari dengan perkembangan peradaban

dan teknologi, maka kota Jakarta sebagai kota metropolitan menjadi pusat bisnis dari

berbagai daerah dan bangsa. Banyak pihak menyadari perlu adanya suatu terobosan

bahwa Jakarta harus tetap menampilkan latar belakang budaya Jakarta dan Indonesia,

sekalipun tidak dapat dipungkiri akan masuknya berbagai budaya.

Yang menarik dan perlu dipertimbangkan adalah kemajuan suatu bangsa pasti terjadi

9
Hybrid Culture adalah: bertemunya dua budaya atau lebih dalam satu wilayah dengan karakternya masing-
masing ( Julianti L. Parani, Jakarta: September 2014).
56

karena adanya keterbukaan bangsa tersebut terhadap dunia luar, yang artinya perlu

dilakukan sinergi antara berbagai latar belakang dan budaya tersebut, sehingga pertemuan

dan pencampuran budaya tersebut tidak merugikan, tetapi justru sebagai kesempatan

untuk saling menguntungkan, yang akhirnya dapat membawa kota Jakarta mencapai

kemajuan sebagai kota metropolitan yang diperhitungkan dunia.

Dengan adanya latar belakang dan budaya asing yang masuk ke kota Jakarta bukan berarti

masyarakat kota Jakarta terpengaruh dengan mengikuti budaya-budaya asing tersebut,

tetapi justru masyarakat menyesuaikan diri mengikuti perkembangan zaman, saling

memberikan sumbangan untuk kemajuan. Budaya perkotaan di Indonesia sudah lama

muncul sejak abad ke-13 pada zaman Samudera Pasai, di mana saat itu Samudera Pasai

sebagai pusat perkembangan perdagangan internasional yang salah satu ekspor utamanya

adalah lada (Teuku Ibrahim Alfian, 1999: 2).

Acara Urban Fest 2007 yang pernah diadakan di Pantai Karnaval Ancol Jakarta, 24-26

Agustus 2007, merupakan ajang festival sebagai sarana anak muda, yang dikatakan dapat

memberikan pengaruh bagi perkotaan, untuk menyalurkan kreativitas dan seni dan juga

sebagai wadah untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara positif, sehingga

keanekaragaman budaya yang timbul tidak menjadi penghalang masyarakat untuk

bersinergi dan mencapai kemajuan bersama, khususnya untuk kota Jakarta.

Dengan adanya komunikasi dan interaksi yang baik, maka hal tersebut akan membuka

pintu bagi semua kalangan untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Apalagi jika memang
57

banyak anak muda yang senang dengan keterbukaan dan independensi, maka akan

membuka peluang yang baik untuk bisnis dengan segmentasi anak muda. Hal-hal seperti

inilah yang perlu disiasati, sehingga perkembangan zaman dan perbedaan budaya yang

ada tidak melunturkan citra suatu kota dan bangsa, tapi justru menjadi pemacu untuk

terus mencari peluang untuk keberhasilan bersama. Evaluasi keberhasilan bisa didapat

melalui : kritik kaum arif, seniman pelaku dan pencipta, penonton atau pendukung,

presenter dan produser, selain itu dapat dilihat pula peran dari : media & teknologi

(Wawancara dengan Sal Murgiyanto, Jakarta: Juni 2013).


58

BAB IV

SISTEM NILAI PADA TARI SAMAN

IV.I. Sistem Nilai Tari Saman Di Aceh

Sistem nilai budaya Aceh sangat erat kaitannya dengan ajaran agama Islam, dan sistem

nilai budaya merupakan pengetahuan yang dijadikan sebagai pandangan hidup

masyarakat Aceh, sehingga nilai-nilai budaya itu akan terus melekat pada kehidupan

masing-masing individu.

Kesenian Aceh semula berfungsi sebagai media dakwah bagi penyebaran agama Islam.

Tari Saman sebagai salah satu kesenian Aceh sangat berkaitan erat dengan agama Islam

sesuai dengan ungkapan adat “ Hukom ngon adat lagee dzat ngon sifeut “ yang berarti :

agama Islam dan adat tidak bisa dipisahkan seperti zat dengan sifatnya. Tari Saman

memiliki nilai seni yang terdiri dari : disiplin, heroik, kebersamaan, dinamis, kreativitas,

pendidikan (wawancara dengan Marzuki Hasan & Syeh La Geunta, Juni 2011).

Nilai-nilai tersebut di atas dapat tercermin baik dalam gerak, syair dan irama para penari

Saman :

1. Nilai Disiplin dapat terlihat dimana para penari yang duduk berbanjar (sejajar)

dalam satu syaf dengan saling bersentuhan pundak, duduk berhimpitan, saling

menjaga keseimbangan dan konsentrasi saat menari memerlukan disiplin yang

tinggi. Gerak tari Saman yang dilakukan dengan duduk berbanjar selalu

melakukan gerak yang sama dan kadangkala gerak yang saling berlawanan
59

antara yang satu dengan yang lainnya. Permainan gerak kepala, tangan dan

badan jika tidak dilakukan dengan bersama dan konsentrasi akan mengakibatkan

hal yang fatal bagi penarinya seperti : benturan kepala atau terpukul bagian

badan.

2. Nilai Heroik terdapat dan terlihat pada gerak dan syair yang dilakukan oleh

penari Saman, dimana selalu dimulai dengan gerak yang lambat kemudian

semakin cepat dan menjadi sangat cepat. Dalam gerakan cepat dan dinamis ini

para penari akan memberikan suara-suara penyemangat berupa teriakan yang

menimpali syair yang dibawakan oleh Syech.

3. Nilai Kreativitas pada masyarakat Aceh terlihat sangat jelas ketika tari Saman

dipertandingkan yang biasanya disebut dengan Tunang (pertandingan). Dalam

hal ini diperlukan suatu kreativitas yang tinggi, selain harus menyiapkan gerak

dan pantun secara spontan juga harus dapat membuat gerak yang berbeda

dengan lawan.

4. Nilai pendidikan dalam tari Saman terutama terdapat pada ajaran agama

Islam, hal ini terdapat dalam syair :

Lale-lale geutanyo lale Lupa-lupa kita lupa


Hana jan thate geutanyo ka tuha Tidak terasa kita sudah tua
Oek ka puteh di ateh ule Rambut sudah putih di atas kepala
Hantom ta cumbe tika mushalla Tidak pernah kita ke mushalla
(Marzuki Hasan, 20 Juni 2011)
60

Nilai-nilai yang terdapat pada tari Saman di Aceh ini berkaitan erat satu dengan yang

lainnya dengan ajaran agama Islam. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat kita ketahui

bahwa tari Saman di Aceh berkembang tanpa meninggalkan akar budaya Aceh itu sendiri.

IV.II. Sistem Nilai Tari Saman di Jakarta

Seperti telah dijabarkan sebelumnya bahwa tari Saman berkembang di Jakarta dengan

cepat dan baik. Perkembangan ini seiring dengan kebutuhan masyarakat di Jakarta akan

seni yang sifatnya sebagai hiburan. Tari Saman berkembang dan diajarkan di sanggar-

sanggar dan sekolah-sekolah di Jakarta. Tari Saman yang menjadi pelajaran

ekstrakurikuler di sekolah se-Jabodetabek diterima sangat baik oleh siswa dan guru di

setiap sekolah. Proses pembelajarannya dilakukan oleh anak-anak muda dari Aceh yang

tinggal di Jakarta. Melalui latihan yang dilakukan minimal 2 kali dalam seminggu, siswa

sangat antusias dan semangat dalam menyerap materi tari Saman yang diberikan oleh

masing-masing pelatihnya yang juga merangkap menjadi Syech.

Proses pembelajarannya, pelatih memberikan gerak-gerak dasar dan tehnik dalam tari

Saman yang berkisar antara gerak kepala, tangan, dan badan. Menjelaskan bahwa

melakukan rangkaian gerak dalam tari Saman memerlukan disiplin, konsentrasi,

keseimbangan, kebersamaan dan kerjasama yang sangat kuat. Setiap penari harus

menekan ego-nya masing-masing agar gerak dan pantun dapat terlihat bagus dan

harmonis dalam kebersamaan.


61

Bersamaan dengan pemberian materi gerak tari Saman, pelatih juga memberikan syair-

syair pantun Aceh sekaligus bagaimana menyanyikannya. Setelah itu gerak dan pantun

dilakukan secara bersamaan. Apabila materi gerak tari Saman telah selesai maka

dilanjutkan dengan memberikan pola lantai. Pola lantai hanya beberapa saja dan selalu

kembali pada satu syaf sesuai dengan prinsip pada tari Saman.

Sayangnya menurut pengamatan saya, tidak semua pelatih dalam memberikan

pembelajaran tentang syair dan pantun selalu dengan artinya, sehingga siswa sebagai

penari hanya dapat menyanyikan saja tetapi tidak tahu arti dan makna dari pantun-

pantun yang diberikan. Dampaknya penari hanya sebatas mengejar gerak, kecepatan dan

menghafal pantun saja. Hal ini diakui oleh salah satu pelatih tari Saman di Jakarta, tetapi

hal tersebut tidak mengurangi semangat para siswa dalam menari (wawancara dengan

Leila Erlina Dewi, pelatih tari Saman, Jakarta, 11 Agustus 2012).

Sebagian besar siswa sekolah di Jakarta terutama Sekolah Menengah Atas (SMA) sangat

berminat dan merespon dengan baik tari Saman untuk mempelajarinya. Siswa sangat

tertarik karena tari Saman selain unik dalam bentuk gerak juga dinamis, menarik, menari

dan menyanyi membuat hati mereka selalu senang. Selain itu ada kebersamaan dan

kerjasama antar mereka satu dan yang lainnya untuk menghasilkan gerak dan lagu yang

harmonis serta menarik (wawancara dengan Siti Fauzia Murniati & Putri Aprilia, siswa

SMAN 29, Jakarta, 20 Juni 2011).


62

Menurut ibu Uningsih orang tua dari Siti Fauzia, terdapat perkembangan dalam diri

anaknya setelah mengikuti dan mempelajari tari Saman. Menurutnya, anaknya sekarang

lebih bertanggungjawab, bersemangat dan disiplin baik di rumah maupun di sekolah

walaupun jadwal di sekolah lebih padat dengan bertambahnya waktu untuk latihan tari

Saman (wawancara di Jakarta, 20 Juni 2011).

Pendapat tersebut diatas sama halnya dengan yang disampaikan oleh ibu Ike (guru dan

pembina ekskul tari Saman di SMA 46 Jakarta). Siswa-siswa SMA 46 yang mengikuti ekskul

tari Saman terlihat mempunyai tanggungjawab dan disiplin yang lebih dari siswa lainnya

yang tidak mengikuti ekskul tersebut. Bahkan dalam 4 tahun terakhir ini siswa SMA 46

Jakarta sudah menjadi penyelenggara dan mengadakan festival tari Saman dengan

peserta SMA se Jabodetabek (Wawancara dengan ibu Ike, Jakarta, 4 Juli 2013).

Dari hasil pengamatan terhadap tari Saman di Jakarta, para pelatih tari Saman telah

berhasil mengembangkan tari Saman di SMA se Jabodetabek. Mereka lebih giat dan

bekerja keras mengembangkan tari Saman setelah musibah Tsunami tahun 2004. Mereka

melakukan rekacipta terhadap tari Saman yang merupakan gabungan gerak dari tari

Ratep Meuseukat, Ratoh Deuk, Saman Gayo, dan Likok Pulo (seluruhnya berkonsep tari

duduk dan tidak ada koordinasi dengan gerak kaki). Untuk lebih menarik dan dinamis para

pelatih memasukkan unsur bunyi/musik dengan menggunakan Rapa’i (rebana besar: alat

musik dari Aceh).


63

Berbagai variasi gerak yang terdapat dalam tari Saman Jakarta terjadi karena selain gerak-

gerak yang sudah ada, peran para syech yang juga sebagai pelatih sangat menentukan

terjadinya pengembangan gerak. Begitu pula dengan memasukkan unsur musik dengan

Rapa’i adalah pertimbangan mereka agar tari Saman Jakarta lebih dinamis dan lebih

hidup.

Sebagai putra Aceh yang tinggal di Jakarta dengan berbagai macam budaya yang ada di

sekitarnya, mereka tetap berusaha mempertahankan dan menjaga nilai budaya Aceh

dalam karya tari yang diciptakan. Dalam Tari Saman Jakarta (nama sementara dalam

proses perubahan menjadi nama Ratoh Jaro, suatu upaya dari Pemda & Anjungan Aceh

TMII, Jakarta) terdapat nilai-nilai :

1. Disiplin

2. Heroik

3. Kebersamaan

4. Dinamis

5. Kreativitas

6. Pendidikan

7. Tanggungjawab.

Menurut pengamatan saya, nilai-nilai tersebut di atas tidak banyak berbeda dengan nilai-

nilai tari Saman di Aceh. Perbedaannya terdapat pada nilai pendidikan dan

tanggungjawab, bahwa siswa SMA di Jakarta mendapatkan hasil pembelajaran tidak

hanya dalam bergerak, menari dan menyanyi saja akan tetapi dengan sangat disadari
64

selain belajar seni daerah lain yang berkaitan dengan agama Islam mereka juga

merasakan belajar tanggungjawab, kerjasama, kebersaman, dan kreativitas. Saling

berbagi, menahan emosi masing-masing juga belajar kesabaran. Ini adalah nilai-nilai

positif yang didapat para siswa setelah mempelajari tari Saman Jakarta.

Melalui tari Saman Jakarta ini, beberapa SMA dan pelatihnya mampu turut serta dalam

Festival Folklor di mancanegara dibantu oleh suatu lembaga yaitu CIOFF Indonesia

(International Council of Organizations of Folklore Festivals) yang diketuai oleh Said

Rachmat. Melalui festifal ini para siswa SMA sudah turut berpartisipasi mengenalkan dan

mempopulerkan tari Saman Jakarta di mancanegara, sehingga tari Saman sudah melintasi

daerah, negara dan benua seperti Amerika, Turki, Asia dan Eropa (wawancara dengan

Said Rachmat, President of CIOFF Indonesia, Jakarta, Juli 2012). Dengan turut sertanya

para siswa pada festival tersebut maka secara langsung mereka telah menyumbangkan

sumbangsihnya pada negara dengan memperkenalkan dan mempertunjukkan seni

budaya Aceh yaitu : Tari Saman Jakarta.

Berkembangnya tari Saman Jakarta dengan baik memberikan dampak ekonomi yang baik

pula untuk putra-putra Aceh tersebut. Mereka telah menciptakan lapangan pekerjaan

baru untuk mereka sendiri dan untuk pelatih tari Saman lainnya yang bukan berasal dari

Aceh. Menurut pengamatan saya, penghasilan mereka dari melatih dan mengajar tari

Saman Jakarta sangat baik. Honor mengajar berkisar antara Rp. 250.000,- sampai

maksimal Rp. 750.000,-/datang atau sekali mengajar. Nominal honor mengajar sesuai
65

dengan tingkat senioritas mereka (wawancara dengan Degam, pelatih tari Saman Jakarta,

19 Mei 2013).

Masing-masing pelatih dapat mengajar lebih kurang 20-30 sekolah dalam setiap

minggunya. Dengan penghasilan seperti sekarang ini, para pelatih mempunyai kehidupan

yang baik di Jakarta. Belum lagi tambahan honor yang mereka dapatkan dari menjadi

syech baik di dalam maupun di luar negeri dan menyewakan kostum tari Saman setiap kali

ada festival tari Saman (menurut syech tari Saman Jakarta : Degam, Taufik, Fikar, Alex,

Firman, Leila, Fadli, Evi, dan lainnya, 19 Mei 2013). Sejauh ini tari Saman Jakarta dapat

berkembang dengan baik, dapat diterima dan tetap bertahan hingga saat ini dengan

memberikan nilai positif baik bagi siswa, pelatih, orang tua siswa, guru, dan sekolah di

Jakarta bahkan untuk perkembangan tari Saman itu sendiri baik di Jakarta maupun di

Aceh.
66

BAB V

PENUTUP

V.I. KESIMPULAN

Penciptaan karya tari baru atau rekacipta berpijak kepada tradisi yang sudah ada

merupakan suatu langkah dalam upaya pencegahan semakin hilangnya kesenian

khususnya seni pertunjukan.

Penciptaan karya tari baru yang berpijak pada tradisi merupakan salah satu cara untuk

menguatkan kembali tradisi. Melalui proses penciptaan, tari Saman dapat terangkat dan

diperkuat sebagai identitas di tengah kehidupan urban yang semakin menenggelamkan

kehidupan tradisi, terutama bagi generasi yang lahir dan besar di perkotaan.

Pengamatan mengenai putra Aceh dalam melakukan rekacipta tari Saman di Jakarta

dapat dikatakan sebagai pelaku perubahan kebudayaan telah melakukan proses kreatif

dengan cara merekacipta seni tari tradisi Aceh menjadi suatu bentuk baru tanpa

meninggalkan akar tradisi dan nilai-nilai budaya yang terdapat pada kesenian Aceh.

Perubahan dapat terjadi karena adanya keinginan untuk melakukan inovasi dengan

didukung suatu lingkungan yang kondusif dan berdasarkan pada bakat serta pemahaman

terhadap suatu nilai budaya akhirnya dapat melahirkan karya-karya baru yang tetap

memiliki nilai budaya dari kebudayaan yang dimilkinya.


67

Tari Saman Jakarta dapat diterima masyarakat sebagai tari tradisi Aceh. Hal ini sesuai

dengan konsep Invention of Tradition bahwa Invention bukan berarti hanya menciptakan

suatu tradisi baru, tetapi Invention dapat pula diartikan sebagai pengembangan dan

respon terhadap situasi baru dengan tetap berpedoman pada tradisi yang sudah ada.

Tari Saman Jakarta dapat memberikan identitasnya sendiri dalam hubungannya dengan

kelompok kebudayaan lain di kota Metropolitan Jakarta. Hal ini terbukti dengan

seringnya tari Saman Jakarta ditampilkan dalam berbagai acara baik di dalam maupun di

luar negeri.

Interaksi tari Saman Jakarta dengan seni tradisi Aceh merupakan suatu strategi yang

perlu dicermati karena langkah ini perlu dan penting untuk memperkuat tradisi itu sendiri

sehingga dapat kembali muncul ke permukaan dan diapresiasi oleh penonton dan

masyarakat yang lebih luas.

V.II. SARAN

Sebagai hasil dari pengembangan dan menjadi suatu bentuk yang baru, tari Saman

Jakarta sangat diharapkan dapat tetap bertahan dan para senimannya tetap selalu

mencari bentuk-bentuk yang baru. Suatu bentuk pencaharian identitas melalui proses

pengembangan yang dilakukan secara terus-menerus dan akhirnya akan dapat

menghasilkan suatu identitas tanpa menghilangkan akar tradisi yang sudah ada.
68

Pengembangan Tari Saman ternyata memunculkan dampak dan makna bagi kehidupan

sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Dampak yang paling jelas terhadap

kehidupan sosial ekonomi adalah keberlanjutan ekonomi, meningkatnya pendapatan

masyarakat, dan menciptakan lapangan kerja baru. Sebaliknya dampak terhadap sosial

budaya adalah terjadinya komersialisasi. Selanjutnya pengembangan Tari Saman dapat

dimaknai sebagai makna religius, pelestarian budaya, identitas budaya, dan

kesejahteraan. Hal ini harus dipertahankan agar tari Saman Jakarta tetap keberadaannya

dan diakui oleh masyarakat di Jakarta.


69

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Teuku Ibrahim

1999 Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah, Banda Aceh: Pusat Dokumentasi

dan Informasi Aceh.

Alfian

1977 Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: Lembaga Penelitian,

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.

Alisyahbana, Sutan Takdir

1983 “Kreativitas Dilihat Dari Keperluan Sekarang Dan Masa Yang Akan Datang,”

dalam Kreativitas, Jakarta: Dian Rakyat.

Danandjaya, James

1997 Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain, Jakarta: Grafiti

Davis, William

2002 “Pengantar Redaksi” oleh Sedyawati dalam Menimbang Praktek Pertukaran

Budaya : Kolaborasi, Misi, Sumber, & Kesempatan, Jakarta: Masyarakat Seni

Pertunjukan Indonesia.

D’Amico, Leonardo

2002 “Seni Pertunjukan Nasional Dan Globalisasi Pilihan Etnik, Etik dan Estetik”

dalam Menimbang Praktek Pertukaran Budaya : Kolaborasi, Misi, Sumber, &

Kesempatan, Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.


70

Geertz, Clifford

1973 The Interpretation of Cultures, New York: Pantheon.

Hermantoro, Henky

2011 Creative-Based Tourism, Dari Wisata Rekreatif Menuju Wisata Kreatif, Jawa

Barat: Aditri.

Hobsbawm, Eric

1986 “Introduction: Inventing Traditions” dalam The Invention of Tradition, Great

Britain: University Press, Cambridge.

Kraus, Richard & Sarah Chapman

1981 History of The Dance in Art & Education, New Jersey: Prentice Hall

Komite Penerbitan Buku

1994 25 Tahun Pusat kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki, Jakarta: Yayasan

Kesenian Jakarta

Kusumaningdiah, Lusiati

2005 Tesis: Rekacipta Seni Tradisional Aceh oleh Noerdin-Marzuki di Institut

Kesenian Jakarta, Depok: Universitas Indonesia

Langer, Suzan K

1957 Problem of Arts, New York: Charles Scribner’s Sons.

Lyndsay, Jennifer & Maya H.T. Liem

2012 Heirs To World Culture, Leiden: KITLV Press.


71

Melalatoa, Yunus

1997 Sistem Budaya Indonesia, Jakarta: Pamator.

Murgiyanto, Sal

2004 Tradisi & Inovasi, Beberapa Masalah Tari di Indonesia, Jakarta: Wedhatama

Widya Sastra.

Munandar, S.C Utami dalam Alisyahbana

1983 “Kreativitas Dilihat Dari Keperluan Sekarang Dan Masa Yang Akan Datang,”

dalam Kreativitas, Jakarta: Dian Rakyat.

Parani, Julianti

1986 “Tari Aceh Dalam Tantangan Budaya Masa Depan”, Jakarta

Riantiarno, N, dkk

2005 Membaca Indonesia, Jakarta: Forum Apresiasi Seni Pertunjukan

Sedyawati, Edi

1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan.

2001 “Pelestarian Seni Tradisi Dalam Program Pemerintah” dalam Kumpulan

Naskah Makalah dan Sambutan Direktur Jendral Kebudayaan Thn. 1999,

Jakarta: Direktorat Jendral kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional.

Shihab, Dr. Alwi

2002 Islam Sufistik : “Islam Pertama” dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia,

Jakarta: Mizan.
72

Tippe, Syarifudin

2000 Aceh di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pustaka Cidesindo.

Usman, A.Rani

2003 Sejarah Peradaban Aceh, Jakarta: Yayasan Obor.

Umar, Muhammad

2000 Profil Budaya/Kesenian Kabupaten Aeh barat Daya, Kabupaten Aceh Barat

Daya: Yayasan Busafat Banda Aceh.


73

LAMPIRAN 1

GLOSARIUM

Angguk : Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat

Baju Kerawang: Baju dasar warna hitam, disulam benang putih, kuning, merah dan hijau

Bulu Teleng : Ikat kepala

Cerkop : Kedua tangan berhimpit dan searah

Cilok/Culok : Gerakan jari telunjuk seakan mengambil sesuatu/menjumput

Culture : Budaya/kebudayaan

Dering : Rengum (auman) yang diikuti oleh semua penari

Girek : Kepala berputar

Group : Kelompok

Guncang : Goyang

Hybrid Culture: Bertemunya dua budaya atau lebih dengan karakternya masing-
masing

Inovasi : penemuan untuk suatu hal baru

Invention : Rekacipta

Kaum Arif : orang bijak dan cendekiawan

Kedawek : Baju bertangan pendek

Kekait : Celana dan kain sarung

Kertip : Gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan

Kirep : Tangan kanan dan kiri

Jejerun : Semacam rumput gajah

Lawe due : Masa lalu/jaman dahulu


74

Lingang : Gerakan badan dalam posisi duduk bergantian ke kanan depan dan ke kiri
belakang

Local Genius : kearifan lokal

Multikultural : Keanekaragaman kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok etnis


di dalam suatu wilayah

Pengangkat : Tokoh atau vokalis utama

Pengapit : Tokoh pembantu Pengangkat baik dalam gerak tari maupun menyanyi

Penyepit : Penari pendukung/biasa

Penupang : Penari paling ujung kanan dan kiri

Rapa’i : Rebana besar

Rateb Meusukat: tarian yang berasal dari salah satu unsur upacara agama yaitu rateeb atau
meurateeb yang biasanya dilaksanakan di tempat-tempat pengajian dalam
rangka mendekatkan dri pada Allah SWT

Redet : Lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari di
tengan tarian

Regenerasi : menurunkan/mewariskan pada yang baru/muda

Religius : bersifat keagamaan

Rengum : auman

Ritual : kegiatan yang berkaitan dengan agama

Saman : tari, mesaman : menari

Saur : Lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh
salah seorang penari

Seudati Inong : Tari Seudati yang dibawakan oleh penari perempuan

Singkeh : Gerakan miring ke kiri dan ke kanan

Sunting Kepies : Kain dengan sulaman benang emas


75

Surang-saring : Selang-seling, ke depan-belakang atau atas-bawah

Syaf : sebaris, sederet dan sejajar

Syariat : perintah Asy-Syari‘ (Pembuat hukum) yang berhubungan dengan perbuatan-


perbuatan hamba dan berkaitan dengan ketetapan, pilihan, atau kondisi.

Syech : Pemimpin yang melantunkan pantun dan lagu-lagu dalam bahasa Aceh

Syek : Lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang, tinggi
melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak

Tengkuluk : Ikat kepala

Tepok : Bolak-balik/seperti baling-baling

Topeng Gelang: Sapu tangan

Tradisi : informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik


tertulis maupun lisan

Tsunami : gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam
gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa gempa bumi,
pergeseran lempeng, atau gunung meletus.

Ulebalang : hulubalang/pengawal raja

Urban : suatu perkembangan kota yang melibatkan seluruh elemen-elemen di


dalamnya yang menyangkut kota itu sendiri.
76

Lampiran 2

DATA INFORMAN DAN NARASUMBER

Marzuki Hasan, Blang Pidie, 3 Mei 1943 , Islam, menikah, Jakarta, berasal dari Blang Pidie-

Aceh, penata tari, pengajar tari Aceh dan Vokal Aceh di Program Studi Seni Tari, Fakultas

Seni Pertunjukan – Institut Kesenian Jakarta.

Syeh La Geunta (Abdullah Abdul Rahman), lahir tahun 1945, Islam, menikah, Langsa-Aceh,

berasal dari Bireun-Aceh Utara, seniman tari tradisional Aceh dan penari Seudati di Banda

Aceh bersama kelompok Seudati Syeh Ampoen Muda.

Sentot Sudiharto, Solo, 3 Januari 1945, Katolik, menikah, penari, penata tari, pengajar di

Program Studi Seni Tari FSP-IKJ, pensiunan pegawai negeri Direktorat Kesenian Jenderal

Kebudayaan Departemen pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Deputi Seni dan Film

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata).

S. Trisapto, S.Sn, Surakarta 2 Pebruari 1951, Islam, menikah, penari, penata tari, selain

mengajar di Program Studi Seni Tari FSP-IKJ, Trisapto adalah Alumni Tari – IKJ angkatan

1973.

Wa Ode Siti Marwiyah Sipala, S.Sn., M.Hum, Raha Muna 19 Pebruari 1952, Islam, penari,

penata tari, pengajar di Program Studi Seni Tari FSP-IKJ, Ketua Senat FSP-IKJ, tim inti Forum

ASP, pernah menjabat Ketua Komite Tari tahun 1993-1997 dan Ketua Dewan Kesenian

Jakarta tahun 1997-2002.

Nungki Kusimastuti, S.Sn., M.Sos, Banda Aceh, 29 Desember 1958, Islam, menikah, penari,

pemerhati seni, pengajar di prodi Seni Tari FSP – IKJ, Alumni IKJ angkatan 1977, pernah aktif
77

sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta untuk Komite Tari, tim inti Forum ASP, Founder

dan Direktur IDF periode tahun 2004-2008.

Ibrahim M, Rikit Gaib, 15 Juni 1940, Islam, menikah, Desa Tungel – Rikit Gaib, Gayo Lues-

Aceh, seniman dan PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Rafiudin, Rikit Gaib, 1 Maret 1983, Islam, menikah, Rikit Gaib, Gayo Lues-Aceh, pemerhati

Saman Gayo, Guru SD-PNS.

Siti Fauzia Murniati, Jakarta, 26 Januari 1994, Islam, Jakarta, pelajar SMA 29 Jakarta.

Putri Aprilia Juwita, Jakarta, 1 April 1994, Islam, Jakarta, pelajar SMA.

Uningsih, Jakarta,25 Desember 1962, Islam, menikah, Jakarta, ibu rumah tangga.

Leila Erlina Dewi, Jakarta 21 Juni 1974, Islam, menikah, Jakarta, penari, syech dan pelatih

tari Saman Jakarta.

Ike ,tahun 1952, Islam, Menikah, Jakarta, Guru SMA-PNS dan pembina tari Saman Jakarta di

SMA 46 Jakarta.

Yusri. S(Degam), Banda Aceh, 05 Januari 1977, Islam, menikah, Jakarta, pemusik, syech dan

pelatih tari Saman Jakarta di 20 SMA dan universitas, karyawan Anjungan Aceh, TMII – PNS.

Muhammad Taufik, Banda aceh, 2 Maret 1975, Islam, menikah, Jakarta, pemusik, syech

dan pelatih tari Saman Jakarta di 15 SMA di Jakarta, karyawan Anjungan Aceh, TMII – PNS.

Jufrizal (Alex), Lhokseumawe, 22 November 1979, Islam, menikah, Seniman, Pelatih tari

Saman di 5 SMA di Jakarta.

Teuku Fadli Widana, Aceh 29 Desember 1983, Islam, Seniman, pelatih tari Saman Jakarta.
78

Evianti Anggun Lestari, Surabaya, 8 januari 1992, pelatih tari Saman di 13 SMA.

Firman, SE, Aceh 4 Juli 1981, Islam, menikah, pelatih tari Saman Jakarta di 15 SMA dan 5

Perguruan Tinggi Jakarta & Bandung.

Zulfikar, Banda Aceh 11 Oktober 1979, Isla, menikah, pelatih tari Saman di 15 SMA & SMK.
79

LAMPIRAN 3
DAFTAR NAMA SMA & SMP DENGAN MINAT UTAMA EKSKUL TARI SAMAN

NO. NAMA SEKOLAH KETERANGAN

1. SMA 61 JAKARTA

2. SMAN 66 JAKARTA

3. SMA KHARISMA BANGSA JAKARTA

4. MAN 4 JAKARTA

5. SMA MUHAMMADIYAH 4 JAKARTA

6. SMA 91 JAKARTA

7. SMA GLOBAL ISLAMIC SCHOOL JAKARTA

8. SMA 104 JAKARTA

9. SMNA 68 JAKARTA

10. SMAN 65 JAKARTA

11. SMAN 23 JAKARTA

12. MA ANNAJAH JAKARTA

13. SMA 111 JAKARTA

14. SMK 14 JAKARTA

15. SMA 57 JAKARTA

16. SMAN 84 JAKARTA

17. SMAN 90 JAKARTA

18. SMAN 91 JAKARTA

19. SMA AL-AZHAR PUSAT 3 JAKARTA

20. SMAN 47 JAKARTA

21. SMA PANGLIMA B. SUDIRMAN JAKARTA

22. SMAN 85 JAKARTA

23. SMAN 32 JAKARTA


80

24. SMAN 46 JAKARTA

25. SMAN 6 JAKARTA

26. SMAN 28 JAKARTA

27. SMAN 34 JAKARTA

28. SMAN 39 JAKARTA

29. SMAN 74 JAKARTA

30. SMAN 70 JAKARTA

31. SMAN 63 JAKARTA

32. SMAN 57 JAKARTA

33. SMAN MUHAMMADIYAH 3 JAKARTA

34. SMAN 49 JAKARTA

35. SMAN 112 JAKARTA

36. SMK SATRIA JAKARTA

37. SMA HARAPAN IBU JAKARTA

38. SMA LAB SCHOOL KEBAYORAN JAKARTA

39. SMAN 71 JAKARTA

40. SMAN 24 JAKARTA

41. SMA AL-AZHAR PUSAT 1 JAKARTA

42. SMAN 78 JAKARTA

43. SMA TRIGUNA JAKARTA

44. SMK TELKOM JAKARTA

45. SMA PLUS PEMBANGUNAN JAYA JAKARTA

46. SMA PLUS PERMATA INSANI JAKARTA

47. SMA BHAKTI MULYA 400 JAKARTA

48. SMAN 28 JAKARTA


81

49. SMA AL-AZHAR RAWAMANGUN JAKARTA

50. SMA LAB SHCOOL RAWAMANGUN JAKARTA

51. SMAN 4 JAKARTA

52. SMAN 8 JAKARTA

53. SMAN 30 JAKARTA

54. SMAN 1 BEKASI

55. SMAN 2 BEKASI

56. SMAN 3 BEKASI

57. SMAN 4 BEKASI

58. SMAN 6 BEKASI

59. SMA AL-AZHAR KEMANG PRATAMA BEKASI

60. SMA AL-AZHAR 4 BEKASI

61. SMA KORPRI BEKASI

62. SMA AL-AZHAR BSD TENGERANG

63. SMA 3 TANGERANG

64. SMAN 5 TANGERANG

65. SMAN 7 TANGERANG

66. SMAN 8 TANGERANG

67. SMAN 10 TANGERANG

68. SMAN 12 TANGERANG

69. SMAN 14 TANGERANG

70. SMAN 1 TANGERANG KOTA

71. SMAN 1 TANGERANG SELATAN

72. SMAN 2 TANGERANG SELATAN

73. SMAN 3 TANGERANG SELATAN


82

74. SMAN 7 TANGERANG SELATAN

75. SMAN 6 TANGERANG SELATAN

76. SMAN 9 TANGERANG SELATAN

77. SMK YPUI PARUNG BOGOR

78. SMK PGRI 31 LEGOK BOGOR

79. SMA MADANIA BOGOR

80. SMP AVICENNA JAKARTA

81. SMP 85 JAKARTA

82. SMP 56 JAKARTA

83. SMP GLOBAL ISLAMIC SCHOOL JAKARTA

84. SMP 68 JAKARTA

85. SMP TSANAWIYAH PEMBANGUNAN JAKARTA

86. SMP AL-AZHAR KELAPA GADING JAKARTA

87. SMP CAKRA BUANA JAKARTA

88. SMP 41 JAKARTA

89. SMP AL-AZHAR PEJATEN JAKARTA

90. SMP AL-AZHAR PUSAT JAKARTA

91. SMP 11 JAKARTA

92. SMP AL-AZHAR 9 KP BEKASI


83

LAMPIRAN 4
DAFTAR FOTO
Tari Saman Gayo dalam acara Tunang (tanding) di desa Rikit Gaib, Gayo Lues

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi
84

Tari Saman Jakarta dalam suatu Festival antar SMA se Jabodetabek

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi
85

Tari Ratoh Deuk Institut Kesenian Jakarta

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi
86

Lampiran 5

CURICULUM VITAE

Nama Lengkap : Ery Ekawati, S.Sn

Tempat dan tanggal lahir : Jayapura, 21 Mei 1965

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. P. Madura 2 no.54

Perumnas III, Bekasi Timur 17111

Telepon : Rumah (021)-88340634

: Hp - 08129480616

E-mail : eryekawati65@gmail.com

Pekerjaan : Dosen di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Kesenian Jakarta

Status Pendidikan : 1. S1 Antropologi Tari – Fakultas Seni Pertunjukan IKJ

Pengalaman Berkesenian

Sebagai Penari :

Tahun 1989 Festival Folklore di Eropa ( London, Belanda, Belgia, Brusel dan Viena).

Tahun 1990 Melbourne Dance Festival di Australia.

Tahun 1992 Forum “Second ASEAN Dance Festival” di Singapura dan Jepang.

Floklore Dance Festival di Beijing.


87

Tahun 1993 Floklore Dance Festival di Seoul, Korea Selatan.

EXPO di Taejon, Korea Selatan.

Tahun 1994 Tanz Festival di Viena, Austria.

Tahun 1995 Misi Kesenian untuk “Gerakan Non Blok” di Columbia.

Tahun 1996 Midosuji Parade di Osaka, Jepang.

Tahun 1997 Duta Seni ke Amerika Latin ( Jamaica, Bahamas, Brazil, Rio de Janeiro

& Guatemala.

Tahun 2000 Indonesia Night di New Delhi, India.

Tahun 2002 Tokyo dance Festival di Tokyo, Jepang.

Tahun 2006 Indonesian & Cultural Night di Nairobi, Seychelles, Afrika.

Tahun 2007 Indonesia Night di Schengen, Belanda.

Sebagai Peneliti :

Tahun 1989 Penelitian Ke pedalaman Asmat ( Agats, Sawa Erma ), PapuaPenelitian

tari Piring ke Padangpanjang, Solok, Baso, Sungai Jernih dan

Payakumbuh, Sumatra Barat.

Tahun 1990-1992 Penelitian Seni Pertunjukan Gandrung di desa Cungking, desa

Bakungan, desa Olehsari, Banyuwangi, jawa Timur.

Tahun 1995 Penelitian ke suku Dayak Sentiu di desa Resak, Tenggarong,

Kalimantan Timur.

Tahun 2005 Studi Lapangan “Bangreng” bersama mahasiswa ke Sumedang, Jawa

Barat.
88

Tahun 2006 Studi Lapangan “Topeng Panji” bersama mahasiswa ke Indramayu,

Jawa Barat.

Tahun 2007 Studi Lapangan “Gandrung” bersama mahasiswa ke Banyuwangi, Jawa

Timur.

Tahun 2008 Studi Lapangan “Reog Ponorogo” bersama mahasiswa ke Ponorogo,

Jawa Timur.

Tahun 2009 Studi Lapangan “Ronggeng Gunung” bersama mahasiswa ke Ciamis,

Jawa Barat.

Tahun 2010 Penelitian tentang Tari “Saman Gayo” pada masyarakat Gayo, Aceh.

Tahun 2011 Studi Lapangan “Kecak” bersama mahasiswa ke Denpasar & Ubud,

Bali.

Tahun 2012 Studi Lapangan “Topeng Kelana Udeng” bersama mahasiswa ke

Indramayu, Jawa Barat.

Tahun 2013 Studi Lapangan “Rampak Bedug, Bedug Kerok & Ubrug” bersama

Mahasiswa ke Serang, Banten.

Tahun 2014 Studi Lapangan “Topeng Ireng, Grasak & Jaran Kepang Papat”

bersama Mahasiswa ke Komunitas Lima Gunung di Gunung Merbabu

dan Gunung Andong, Magelang, Jawa Tengah.

Sebagai Pelatih :

Tahun 1985 Tari massal untuk SEA GAMES, Gelora Bung Karno, Jakarta

Tahun 1994 Tari massal untuk LIGA DUNHILL, Gelora Bung Karno, Jakarta
89

Tahun 1995 Tari massal untuk iklan Gudang Garam, PRJ, Jakarta

Tahun 1996 Tari massal untuk Hari Raya Waisak, Candi Borobudur, Magelang

Tahun 1996 Tari massal untuk PON ke XII, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta

Tahun 1997 Tari massal untuk Hari Koperasi, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta

Tahun 2012 Tari untuk Drama Kolosal HUT Jalasenastri TNI AL, Balai Samudra,

Jakarta

DATA ORGANISASI

Instansi tempat
Nama Organisasi Jabatan di Organisasi Tahun
Organisasi

Program Studi Seni Fakultas Seni


Dosen 1998 - saat ini
Tari Pertunjukan IKJ

Studio Primadona Instruktur Studio Primadona 1998 - 2012

Walet Dance
Sekretaris - 2003 - saat ini
Company

Fakultas Seni
Sekolah Luar Biasa Instruktur 2007 - 2012
Pertunjukan IKJ

Juri Tari Nasional Juri - 2006 – saat ini


90

PENGALAMAN KERJA

Nama Institusi Bergerak dibidang Jabatan Tahun

Program Studi Tari Akademik/Pendidikan Dosen 1998 - saat ini

Studio Primadona Olah Raga Instruktur 1998 - 2012

Walet Dance
Organisasi Seni Sekretaris 2003 - saat ini
Company

Sekolah Luar Biasa Pelatihan Instruktur 2007 - 2012

Juri Tari Nasional Festival Seni Tari Juri 2006 – saat ini

Anda mungkin juga menyukai