Anda di halaman 1dari 148

PROSES INTERNALISASI STRAIGHT EDGE SEBAGAI

IDENTITAS SOSIAL
(STUDI KASUS PADA KELOMPOK HARDCORE STRAIGHT EDGE DEPOK)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :
AHMAD HARTADI SYURYAVIN
NIM. 1112111000044

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa tentang “Proses Internalisasi Straight Edge


Sebagai Identitas Sosial: Studi Kasus Pada Kelompok Hardcore Straight Edge
Depok”. Tujuan penelitian ini untuk memahami gaya hidup straight edge dan
mengungkap proses internalisasi straight edge sebagai identitas sosial. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Kerangka teori yang
digunakan dalam menganalisa penelitian ini menggunakan konsep-konsep dari
teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead.
Dari hasil analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa (i) Straight edge
merupakan sebuah konsep gaya hidup yang lahir di tengah masyarakat pecinta
musik hardcore yang menginginkan perbaikan atas perilaku gaya hidup diri yang
sebelumnya berkonteks negatif dalam masyarakat menjadi gaya hidup positif
dengan mengusung prinsip no smoke, no drunk, no drugs dan no free sex, (ii)
Dalam proses menuju identitas sosialnya, terdapat dorongan-dorongan yang
mendasari individu-individu dalam Kelompok Hardcore Straight edge Depok
hingga akhirnya menjadi seorang yang menganut gaya hidup Straight edge.
Selanjutnya identitas sosial Straight edge ini disepakati dan dijalankan melalui
simbol-simbol yang dipahami oleh para anggota kelompok Hardcore Straight
edge Depok. Lebih lanjut lagi dalam prosesnya, identitas Straight edge dijadikan
prinsip bersama bagi anggota Kelompok Hardcore Straight edge Depok.
Kata kunci : Straight edge, Hardcore, Identitas Sosial, Gaya hidup

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah Subhannahu wa Ta’ala,

yang telah memberikan kemudahan, kesehatan, ketenangan, keselamatan,

keberanian, kelancaran, kebaikan, serta segala jalan terbaik untuk penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah ini ditengah berbagai halang-rintang yang menerpa

selama perjalanan hidup penulis.

Skripsi ini selesai sesungguhnya bukan tanpa celah, penulis berharap

setiap dari siapapun yang membaca serta mempelajari tulisan ini dapat menambah

serta menyempurnakan kajian-kajian tentang ilmu sosial yang memiliki cakupan

yang sangat universal di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini. Karena

kompleksitas dalam ilmu sosial akan selalu bertambah dan berkembang seiring

dengan garis waktu yang mendampinginya. Sebuah kehormatan besar bagi penulis

dapat merambah dan menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam ranah

sosiologi yang mana dapat dilihat dan disimpulkan bahwa sosiologi merupakan

ilmu yang esensial dalam dimensi ilmu sosial secara umum.

Selain itu, jangan pernah ragu untuk memandang ilmu sosial karena

dengan ilmu sosial kita dapat memahami dan mendalami realitas yang ada di

sekitar kita sebagai manusia yang tidak lepas dari masyarakat. Begitu pula dengan

pemilihan tema dan subjek dalam karya ilmiah ini, kajian skripsi ini sungguh

tidak dapat dilepaskan dari kehidupan pribadi penulis sebagai manusia yang

bermasyarakat. Penulis sangat bersukur dapat menyentuh dimensi-dimensi yang

ada dalam penelitian ini karena sesungguhnya skripsi ini merupakan karya yang

v
mengkaji segala hal yang berkenaan dengan kehidupan pribadi-sosial penulis

secara langsung, yaitu kecintaan penulis dengan berbagai scene musik

independen.

Diluar itu, terselesaikannya penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari

kontribusi berbagai pihak yang ada di sekitar penulis, baik kontribusi secara

moril maupun materil. Dengan segala dinamika yang telah ada, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, institusi serta

kampus tempat penulis menyelami segala khasanah ilmu pengetahuan,

tempat penulis berinteraksi dengan berbagai dimensi kehidupan yang

beragam, tempat penulis mengeksplorasi serta meraih disiplin ilmu

yang sangat berharga. Institusi yang telah memberikan banyak

pelajaran akademik maupun non-akademik yang berpengaruh langsung

pada kehidupan. Institusi yang telah mengambil satu bagian panjang

dalam perjalanan hidup penulis.

2. Prof. Dr. Zulkifli, MA, dosen serta dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, yang di beberapa waktu dan

kesempatannya juga telah memberikan pengajaran kepada penulis di

berbagai bidang sosiologi, diantaranya Antropologi Budaya dan

Sosiologi Pendidikan.

3. Kasyfiyullah, M.Si, dosen pembimbing skripsi, yang dengan segala

gayanya yang khas dan sungguh-sungguh membimbing penulis dalam

manjaga skripsi ini agar selalu bersifat autentik dan senantiasa

vi
menyentuh dimensi yang ilmiah dan senantiasa pula didasarkan dari

pada data yang lengkap dan universal. Berbagai saran dan masukan

lainnya yang sangat berguna juga telah membuat penulis tidak ragu

untuk mengolah berbagai sisi dari skripsi ini. Thank you bang Kesep!

4. Segenap dosen pengajar pada program studi Sosiologi, FISIP UIN

Jakarta, yang dengan berbagai dinamikanya telah memberikan

pemahaman atas berbagai bidang ilmu sosial yang tidak ada

tandingannya. Sulit untuk mencari hal apa yang dapat penulis

bandingkan dengan segala ilmu yang telah penulis dapatkan dari

seluruh pengajar di program studi ini. Sangat berharga.

5. Orang Tua, Bapak, yang dengan segala perannya, tidak terhitung sejak

kapan ia berusaha, tidak terhitung berapa banyak hal yang dia berikan,

tidak terhitung berapa banyak hal yang dia ajarkan, segalanya adalah

untuk kebaikan penulis hingga membawa penulis pada tahap ini. Suatu

hal yang sangat berat untuk dibalaskan. Doaku selalu.

6. Kakak penulis, yang selalu memberikan motivasi serta dukungan

dalam berbagai aspek, materil maupin imateril. Tak ubahnya dengan

orang tua, memiliki mereka merupakan anugerah Allah yang sungguh

besar bagi penulis.

7. Segenap teman-teman mahasiswa program studi sosiologi angkatan

2012 FISIP UIN Jakarta, yang telah memberikan banyak pengalaman

dan kenangan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan.

vii
8. Teman yang telah berperan ekstra bagi penulis dalam menjalani

program studi sosiologi, Fajar, Reza, Diwaw, Cupx, Obong, Ucok,

Mbe, Oci, Ratu dan tidak dapat dilupakan pula yaitu seluruh teman-

teman Sosiologi B Gopay, Isan, Hanif, Derinah, Dayu, Anis, Bintu,

Fala, Mita, Fitri, Laila, Desi, Gun, Rifki, Fatur, John; DPR Squad

Galih, Rusdan, Ojay, Faisal Tiger, Doyok, Ara, Rahmi, Ayu, Reza,

Albi, Lukman; serta KKN Insight bos Alfi, Uli, Gita, Tisa, Vina, Rio,

Rindo, Lia, Ega, Irma, Nana. Di mana semuanya sudah membantu,

menemani, berdiskusi, berkeluh-kesah, dan tentunya bersenang-senang

bersama.

9. Muhdiyan El Anshory “Meler“, Acha Zajran, Fadillah Jayamahendra

Aca “Straight Answer“, Aldi “Tapir“, The Holytrip, Fahmi “Death

Metal“, yang semuanya merupakan expert di scene musik hardcore,

punk, dan scene-scene musik independen. Bantuan yang tiada

tandingannya ketika menjelaskan mengenai scene musik hardcore dan

Straight edge-nya yang begitu mempesona. You are gonna be Legend

of Indonesia sXe hardcore!

10. Angry Youth Records, Thinking Straight, Real Project, dan Stand

Clear. label rekaman dan band-band yang sangat berpengaruh di scene

musik hardcore Depok, yang telah menerima penulis dengan sangat

terbuka dalam mencari data.

11. Straight Answer dan HereToStay Jakarta, grup band legendaris dan

merchandise store yang sudah sangat mendarah daging di scene musik

viii
hardcore-punk Jakarta, yang juga telah memberi gambaran betapa

fantastisnya keberadaan scene musik hardcore di Indonesia.

12. Segenap pecinta musik hardcore di bilangan Depok, Jakarta dan

sekitarnya yang telah menerima penulis dengan senang hati dalam

keperluan mencari data. Sebuah kehormatan dapat mengeksplorasi dan

mengelaborasi scene musik independen dengan segala selera

mahakarya seni mereka yang tinggi. Mainstream? Oh God, No!

Kebaikan yang didapatkan penulis dari pihak-pihak diatas merupakan

suatu yang sangat berharga dan merupakan bekal utama penulis menyelesaikan

karya ini. Penulis sangat berharap segala kontribusi yang diberikan oleh semua

pihak dapat terbalaskan pula dengan segala kebaikan. Terima kasih untuk

semuanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan setiap individu

yang membutuhkannya.

Jakarta, 20 Maret 2017

Penulis

ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .......................................................................... 1

B. Pertanyaan penelitian ........................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7

E. Kerangka Teori ................................................................................... 13

E.1 Interaksi Individu pada Masyarakat Sosial ala Interaksionisme

Simbolik ............................................................................................ 13

E.1.1 Mind dan Self ..................................................................... 14

E.1.2 Four Stages of The Act ...................................................... 17

E.1.3 Simbol Signifikan .............................................................. 22

E.1.4 Generalized Other ............................................................. 24

F. Definisi Konseptual ............................................................................ 28

G. Metodologi penelitian ........................................................................ 31

H. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 34

I. Metode Analisis Data........................................................................... 35

J. Sistematika Penulisan .......................................................................... 36

x
BAB II GAMBARAN UMUM KAJIAN PENELITIAN

A. Kota Depok ....................................................................................... 38

B. Scene Musik di Depok ...................................................................... 44

C. Kelompok Hardcore Straight edge Depok ....................................... 47

C.1 Ramanda Studio & Music Venue ................................................ 51

BAB III Latar Belakang Eksistensi Musik Hardcore dan Straight edge

A. Musik Hardcore .............................................................................. 56

A.1 Sejarah Musik Hardcore........................................................... 56

A.2 Kemunculan Scene Musik Hardcore di Depok ........................ 59

B. Straight edge .................................................................................... 62

B.1 Sejarah Straight edge ................................................................ 62

BAB IV STRAIGHT EDGE SEBAGAI SEBUAH JAWABAN

A. Keberadaan Straight edge di Scene Musik Hardcore Depok .......... 68

B. Sebuah Kegelisahan ......................................................................... 70

C. Straight edge Sebagai Sebuah Alternatif ......................................... 72

D. Simbolisasi....................................................................................... 74

E. Sebuah Interaksi, Pengakuan, dan Prinsip Bersama ........................ 82

xi
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 89

B. Saran ................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xvi

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lambang Kota Depok ..................................................................... 39

Gambar 2.2 Jalan Margonda Raya Sebagai Akses Utama di Kota


Depok............................................................................................ 43

Gambar 2.3 Salah satu kegiatan Kelompok Hardcore Depok ............................ 50

Gambar 2.4 Salah satu landmark di gedung Ramanda Studio &


Music Venue ................................................................................. 51

Gambar 2.5 Peta Interaktif Kependudukan Kota Depok .................................... 52

Gambar 2.6 Laman Media Sosial Ramanda Studio & Music Venue ................. 54

Gambar 4.1 Penikmat musik hardcore sedang membubuhkan dan memakai tanda

“X” di punggung tangannya .......................................................... 76

Gambar 4.2 Tanda “X” di punggung tangan para pelaku musik hardcore saat

melakukan gigs (pertunjukkan) ..................................................... 77

Gambar 4.3 Pamflet dan poster pada salah satu pelaksanaan gigs (pertunjukkan)

musik hardcore bertajuk “Edge Day 2016” .................................. 78

Gambar 4.4 Merchandise dan pemakaian properti panggung yang berorientasi

pada tanda “X” saat acara musik hardcore berlangsung ............... 79

Gambar 4.5 Sampul (cover) album dari salah satu grup band hardcore Straight

edge, Stand Clear ........................................................................... 80

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Demografi Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis


Kelamin di Kota Depok 2014........................................................... 41

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Transkrip Wawancara ..................................................................... xix

Lampiran 2. Dokumentasi Visual ....................................................................... xlii

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Musik adalah salah satu dimensi yang tidak bisa dilepaskan dari dinamika

sosial masyarakat, dimanapun lokalitasnya. Bahkan musik sudah

menginternalisasi berbagai aspek kehidupan sosial hingga budaya masyarakat

Segala hal yang berkenaan dengan musik sudah melekat dengan berbagai sendi-

sendi kehidupan sosial. Sehingga dalam aspek integrasi antara musik dan

masyarakat sering kali tercipta dinamika sosial budaya yang beragam. Salah satu

dinamika yang terjadi di dalam aspek keberadaan musik dalam kehidupan sosial

diantaranya yaitu terciptanya suatu nilai, ataupun pandangan-pandangan dari

masyarakat yang ada di dalam suatu budaya aliran-aliran musik terterntu.Objek

yang diangkat dalam pembahasan penelitian ini yaitu berkenaan dengan nilai gaya

hidup yang dijadikan identitas sosial pada masyarakat di dalam scene (kancah)

musik hardcore.

Dari latar belakangnya, genre musik hardcore merupakan salah satu genre

musik yang muncul sebagai turunan atau sub dari aliran musik yang telah ada

sebelumnya, yaitu musik punk. Maka selanjutnya, secara kasar keberadaan musik

hardcore ini juga turut membawa nilai-nilai yang ada pada kultur genre musik

punk. Lebih lanjut sebagaimana yang diketahui, terdapat stereotip dari masyarakat

umum secara luas di Indonesia maupun di dunia bahwa musik punk merupakan

musik yang identik dengan hal-hal yang dianggap negatif oleh masyarakat.

1
Pada kenyataannya hal itu memang dapat ditemukan di dalam kultur musik

punk yang mana sangat lekat dan identik dengan perilaku kekerasan, penggunaan

obat-obatan terlarang, konsumsi rokok hingga minuman keras yang berlebihan,

dan juga adanya perilaku seks bebas (sikap ini biasa disebut juga dengan perilaku

pengerusakan diri/self destruction). However, the scene also had a self-destructive

bent, evidenced by its “no future” slogan and insistence that the world was in

irreversible decline (Ross Haenfler, 2004:786)

Stereotip yang didasari oleh perilaku yang ada di masyarakat scene (kancah)

musik punk ini juga berlaku pada aliran turunan atau sub-genre dari musik punk

itu sendiri yaitu musik hardcore. Hal ini dikarenakan di dalam genre musik

hardcore, aspek yang berubah dari musik punk hanya alunan dan permainan

musiknya saja, yaitu dalam musik hardcore alunan musik yang tercipta

memunculkan musik dengan ketukan yang lebih cepat dari musik punk

sebelumnya, sedangkan dalam aspek etika nilai budaya kehidupan pelaku maupun

penikmat musiknya masih tetap sama dengan musik punk seperti dijelaskan

sebelumnya.

Kondisi ini menciptakan stigma yang terus-menerus berlangsung dari waktu

ke waktu dalam masyarakat hingga saat ini, bahwa hardcore merupakan

representasi dari musik keras dan bernilai negatif. Jika dikonotasikan dengan

berbagai band hardcore awal yang telah terkenal seperti Black Flag, Bad Brains,

hingga Dead Kennedys. Merupakan hal yang wajar apabila masyarakat melabeli

musik hardcore sebagai musik keras yang berbudaya negatif, dikarenakan grup-

2
grup musik tersebut merupakan band yang mengawali genre musik hardcore dan

memang masih mempertegas nilai-nilai yang sama pada budaya punk (seperti self-

destruction) yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu hal yang negatif.

Tetapi di dalam perjalanannya, musik hardcore mengalami dinamika sosial

budaya yang berkenaan dengan nilai perilaku gaya hidup para pelaku dan

penikmat musiknya tersebut. terdapat kemunculan sebuah budaya tandingan

(counter culture) yang berlawanan dengan nilai negatif yang berlaku pada musik

hardcore sebagaimana sebelumnya. Beberapa aktor yang menjadi pionir-pionir

pelaku musik hardcore pada era awal kejayaan musik hardcore memunculkan ide

yang berisi nilai-nilai yang dianggap positif, yang pada akhirnya akan dapat

disebut sebagai antitesis dari nilai budaya musik hardcore yang dianggap negatif

-yang telah tercipta sebelumnya-, sekumpulan nilai gaya hidup tersebut disebut

dengan “Straight Edge”.

straight edge mencoba untuk memberikan alternatif baru di scene


hardcore yang banyak dipengaruhi oleh punk yang sangat identik
dengan kebiasaan mabuk dan kerusuhan. Sehingga hardcore
mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda dengan punk karena
hardcore mulai menata gaya hidup bersih dan sehat (Familia Inka
Dewi, 2015:1).
Nilai-nilai perilaku gaya hidup pada genre musik hardcore yang ada

sebelumnya –yang berkonotasi negatif- dilawan dengan lahirnya sebuah ide nilai

baru yang disebut dengan “Straight Edge”. Berlawanan dengan stereotip

masyarakat, Straight Edge ini merupakan nilai gaya hidup yang muncul dan dapat

mengubah hal-hal yang dianggap negatif oleh masyarakat pada umumnya

terhadap musik hardcore.

3
Tetapi kebanyakan masyarakat pada umumnya tidak mengetahui bahwa di

dalam kancah musik hardcore terdapat konsep nilai gaya hidup Straight Edge

seperti yang disebutkan diatas. Kebanyakan stereotip yang ada di masyarakat pada

umumnya telah jatuh pada persepsi di mana genre musik hardcore merupakan

genre musik identik dengan perilaku negatifnya.

Keberadaan konsep ide nilai gaya hidup “Straight Edge” ini ditunjang dengan

munculnya kelompok sosial yang menganut konsep gaya hidup tersebut sebagai

identitas sosial kelompoknya. Sehingga pengakuan masyarakat tentang

keberadaan konsep nilai gaya hidup Straight Edge menjadi riil adanya dan dapat

dibuktikan.

Kelompok sosial dalam scene (kancah) musik hardcore yang menganut

konsep gaya hidup Straight Edge sebagai identitas sosialnya dalam pembahasan

ini yaitu Kelompok Hardcore Straight Edge Depok. Kelompok Hardcore Straight

Edge Depok ini dapat dikatakan sebagai salah satu kelompok yang menegaskan

keberadaan konsep Straight Edge di scene musik hardcore Depok dan sekitarnya

khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Kelompok ini terdiri dari para pelaku

serta penikmat musik hardcore yang mayoritas berada di wilayah kota Depok.

Identitas sosial pada kelompok ini berkutat pada implementasi konsep Straight

Edge pada masing-masing anggotanya. Keberadaan Kelompok Hardcore Straight

Edge Depok yang membawa Straight Edge sebagai identitas kelompok inilah

yang juga menegaskan bahwa scene musik hardcore tidak sepenuhnya berkutat

pada sisi nilai perilaku gaya hidup yang berkonteks negatif, berlawanan dengan

persepsi masyarakat, di mana musik hardcore itu dianggap sebagai musik yang

4
beridentitaskan nilai budaya yang condong ke arah yang tidak sesuai dengan nilai

dan norma masyarakat pada umumnya.

Di Indonesia, pada era awal tahun 2000-an ada sebuah band bergenre punk di

Jakarta yang telah melakukan hal yang hampir identik dengan dinamika yang

terjadi pada musik hardcore, yaitu adanya aksi dari grup musik punk Marjinal

yang menciptakan komunitas Taring Babi sebagai representasi antitesis untuk

melawan persepsi umum dan diskriminasi terhadap stigma negatif yang lekat pada

pelaku musik punk. Hal ini merupakan analogi dinamika sosial yang identik di

mana straight edge juga muncul sebagai antitesis terhadap stereotip persepsi

umum yang lahir sebelumnya terhadap pelaku dan penikmat musik hardcore.

Sebagaimana dalam hidup manusia yang bermasyarakat senantiasa terjadi

persesuaian antar individu melalui proses sosialisasi kearah hubungan yang saling

mempengaruhi. Apalagi didalam dimensi suatu kelompok yang memiliki anggota-

anggota yang saling mengisi konsep bersama. Masyarakat adalah wadah hidup

bersama dari individu-individu terjalin dan terikat dalam hubungan interaksi serta

interelasi sosial. Sebagaimana Manusia sebagai individu tetap tidak akan dapat

dicegah kehadirannya dalam kerangka dinamika kehidupan masyarakat.

Dikatakan demikian oleh karena pada dasarnya manusia sebagai individu pada

hakikatnya merupakan unsure-unsur inti terbentuknya masyarakat (Abdulsyani,

2012:26). Karena Kelompok Hardcore Straight Edge Depok ini telah mengakui

konsep nilai gaya hidup Straight Edge sebagai identitas sosial mereka. Maka

menjadi menarik untuk dianalisa bahwa bagaimanakah proses para penikmat dan

pelaku musik hardcore dalam kelompok tersebut menjadi seorang yang menganut

5
konsep gaya hidup Straight Edge. Karenanya kemudian, tulisan ini akan berusaha

memaparkan dan mengungkapkan bagaimana proses internalisasi konsep gaya

hidup Straight Edge pada Kelompok Hardcore Straight Edge Depok tersebut,

serta bagaimana mereka menjalankan konsep Straight Edge tersebut dalam diri

mereka.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah pada subbab sebelumnya dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan Straight Edge?

2. Bagaimana proses internalisasi Straight edge sebagai identitas sosial

dalam Kelompok Hardcore Straight edge Depok ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengungkap apakah yang dimaksud dengan gaya hidup

Straight Edge.

b. Memahami bagaimana proses internalisasi nilai Straight edge

sebagai identitas sosial di dalam Kelompok Hardcore Straight

Edge Depok.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara sosiologis, penelitian ini dapat menambah khasanah

akademis ilmu pengetahuan tentang interaksi antar individu

6
dan kelompok sosial. Karena dimensi-dimensi yang diteliti

dalam penelitian ini menyentuh langsung berbagai aspek yang

berkenaan dengan ruang teori mikro interaksionisme simbolik.

Di mana teori ini merupakan salah satu perspektif teori yang

telah diakui dan dapat dijadikan dasar mengkaji pada disiplin

ilmu sosial.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi secara praktis

dalam memandang dan mengkonsepsikan berbagai fakta baru

dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Terutama pada

keberadaan identitas sosial kelompok yang dalam hal ini

berorientasi pada Straight Edge. Karena dunia sosial riil tidak

akan lepas dari kelompok sosial yang selalu ada pada posisi

yang esensial dan memiliki dimensi yang saling terkait serta

saling mempengaruhi, utamanya berkenaan dengan individu-

individu yang ada di dalamnya.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini dipilih berdasarkan adanya beberapa keterkaitan

variabel diantara penelitian penulis dengan penelitian terdahulu. Dikarenakan

subjek pada penelitian ini yaitu tentang kelompok pada scene (kancah) musik

hardcore pada dasarnya sudah pernah diteliti dan didalami oleh berbagai pihak.

Sebagai korelaasi awal, pada tahun 2010 ada peneliti bernama Anto Sanjaya dan

Mohammad Widjonarko yang menulis tentang Orientasi Nilai Pelaku Musik

7
Hardcore di Kudus. Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko mengawali

analisa penelitian ini didasarkan oleh keberadaan kelompok Kudus Hardcore

Community (KDHC), yang sebagai kelompok sosial menyediakan nilai-nilai bagi

anggotanya. Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko berangkat dari konsep di

mana tidak ada satu manusia pun yang secara fisik maupun psikologis identik satu

sama lainnya, hal ini berlaku juga tterhadap nilai-nilai yang dianut oleh setiap

masyarakat. Dengan kondisi tersebut, maka Anto Sanjaya dan Mohammad

Widjonarko memilih satu ruang kelompok sosial yaitu Kudus Hardcore

Community (KDHC) sebagai suatu ruang yang memiliki kemampuan untuk

menawarkan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tentu

tersedia banyak alterntatif nilai yang diakomodasi oleh kelompok-kelompok sosial

untuk memenuhi kebutuhan nilai individu, berangkat dari sinilah Anto Sanjaya

dan Mohammad Widjonarko merujuk nilai-nilai pada kelompok hardcore

merupakan alternatif yang hadir untuk memenuhi kebutuhan anggotanya.

Keadaan masyarakat yang selalu memiliki orientasi nilai ini akan membuat seriap

orang dapat memiliki jalurnya untuk mengontrol kehidupannya. Berdasarkan hal

tersebut Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko mengungkapkan bahwa para

pelaku musik hardcore memiliki nilai-nilai tertentu untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Oleh karena itu Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko ingin mendalami

lebih lanjut apakah nilai yang dianut dalam Kudus Hardcore Community (KDHC)

tersebut. Untuk mengungkapkan mengenai orientasi nilai para pelaku hardcore

dalam penelitian ini, Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko mendalami

8
penelitiannya menggunakan teori tipe motivasi nilai yang dinyatakan oleh

Schwartz. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka diketahui bahwa pelaku

musik hardcore di Kabupaten Kudus memiliki orientasi nilai-nilai yang berkutat

pada nilai kreativitas dan nilai lainnya yaitu nilai independensi. Nilai ini dianut

dan direfleksikan oleh setiap anggota dalam kelompok tersebut.

Selain Anto Sanjaya dan Mohammad Widjonarko juga ada penelitian lain

yang sebenarnya memiliki tulisan yang memiliki arah yang berbeda tetapi

memiliki variabel-variabel yang identik dengan penelitian sebelumnya.

Berikutnya yaitu, Ilham Pamungkas Sara dan Pambudi Handoyo pada 2014

menulis tentang Proses Sosialisasi Anggota Komunitas “Hardcore Punk Sidoarjo

(HCS)” di Surabaya. Penelitian ini dilakukan di Sidoarjo dengan subjek penelitian

anggota komunitas Hardcore Sidoarjo (HCS). Dalam komunitas Hardcore

Sidoarjo (HCS) ini terdapat berbagai ideologi yang dianut berfungsi sebagai

simbol untuk membedakan dengan komunitas lainnya. Komunitas Hard Core

Sidoarjo (HCS) merupakan salah satu komunitas yang berpengaruh bagi sebagian

besar kalangan remaja di Sidoarjo yang menyukai musik hardcore.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses sosialisasi anggota

komunitas Hardcore Sidoarjo. Penelitian ini bersifat kualitatif. Ilham Pamungkas

Sara dan Pambudi dalam tulisan ini menjelaskan mengenai tahap sosialisasi yang

memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan

mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka,

yang mana dengan kondisi ini Ilham Pamungkas Sara dan Pambudi menunjuk

teori looking glass self untuk dapat menjelaskan tahap sosialisasi yang

9
dititikberatkann pada pandangan orang lain terhadap diri individu sendiri. Selain

itu Ilham Pamungkas Sara dan Pambudi juga memakai tiga tahap proses

sosialisasi George Herbert Mead untuk mengakomodasi bentuk sosialisasi dari

interaksi mereka secara umum dikarenakan proses sosialisasi itu kerap

menggunakan simbol dalam berkomunikasi antar sesama anggota komunitasnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pencarian jati diri

melibatkan proses sosialisasi serta adanya pengaruh psikologi sosial dalam proses

tersebut.

Selanjutnya ada penelitian yang juga identik dengan subjek yang diambil

dalam pembahasan. penelitian ini dilakukan oleh Familia Inka Dewi dan Martinus

Legowo pada tahun 2015, penelitiannya berjudul Pengetahuan Remaja

Komunitas Hardcore Tentang Perilaku Hidup Sehat di SMP Negeri 5 Sidoarjo.

Dalam penelitian ini Familia Inka Dewi dan Martinus Legowo menggunakan

metode kuantitatif deskriptif. Yang mana teknik pengumpulan datanya

menggunanakan observasi partisipan dan menyebarkan kuesioner. Analisis data

yang digunakan adalah statistik sederhana dengan tabel silang sederhana. Familia

Inka Dewi dan Martinus Legowo dalam penelitian ini menggunakan teori dari

Parson yang memandang masalah kesehatan dari sudut pandang kesinambungan

sistem sosial. Di mana secara lebih lanjut dioperasionalisasikan dengan

menjelaskan bahwa perilaku hidup sehat harus ditanamkan sejak usia dini.

Terutama untuk remaja yang bergabung dalam komunitas-komunitas sosial,

karena dibutuhkan kesehatan yang cukup banyak untuk melakukan aktifitas

kesehariannya. Selama ini pengetahuan remaja tentang kesehatan sudah tinggi

10
tetapi praktiknya masih rendah. Penelitian ini secara empiris menjawab masalah

pengetahuan remaja komunitas hardcore tentang perilaku hidup sehat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja komunitas hardcore sudah

memahami perilaku hidup sehat sehingga tingkat kesehatan remaja komunitas

hardcore mengalami peningkatan. Familia Inka Dewi dan Martinus Legowo juga

menemukan bahwa Kesehatan yang tinggi itu juga dipenggaruhi oleh adanya gaya

hidup straight edge yang merupakan sebuah motivasi hidup komunitas hardcore

untuk tidak merusak diri sendiri dengan mengkonsumsi zat atau obat-obatan

berbahaya untuk diri sendiri. Menurut hasil yang didapat Familia Inka Dewi dan

Martinus Legowo juga menyatakan Gaya hidup straight edge mencoba untuk

memberikan alternatif baru di scene (kancah) hardcore yang banyak dipengaruhi

oleh punk yang sangat identik dengan kebiasaan mabuk dan kerusuhan. Sehingga

hardcore mempunyai gaya hidup yang jauh berbeda dengan punk karena

hardcore mulai menata gaya hidup bersih dan sehat.

Karena dimensi yang dikenakan pada penelitian penulis adalah kelompok

sosial, maka merupakan hal yang relevan apabila tinjauan pustaka mengenai

kelompok sosial diangkat untuk ditinjau secara umum. Sebagaimana tulisan yang

dibuat oleh Novia Fadliyanti pada tahun 2015 yang berjudul Studi Kelompok

Sosial pada Siswa SMA Negeri 6 Pekanbaru. Novia Fadliyanti menyatakan bahwa

Kelompok sosial dapat terbentuk oleh berbagai aspek, termasuk dalam kelompok

siswa, dalam hal ini adalah kelompok siswa yang berstatus “eksis”. Untuk

menjelaskan proses pembentukan kelompok pada siswa sekolah, dikumpulkan

para remaja berusia diantara 15 hingga 19 tahun yang akan mnunjukan identitas

11
kelompoknya. Metode yang digunakandalam penelitian adalah metode kualitatif,

dan penelitian mengambil sampel sebanyak 52 siswa sekolah yang termasuk

dalam kelompok sosial. Novia Fadliyanti menjabarkan dalam penelitian ini bahwa

Kelompok sosial adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki tujuan dan

keanggotaan yang sama yang saling berinteraksi satu sama lain. Kelompok sosial

atau entitas dibentuk oleh sekumpulan orang yang hidup bersama, dikarenakan

hubungan yang ada diantara mereka. sifatnya timbale-balik dan saling membantu.

Tipe kelompoknya adalah yang eksis di sekolah dan dilihat diferensiasinya

dengan siswa sekolah yang lainnya. Didasarkan oleh pandangan, mengenai minat

rekreasi, kepemilikan kendaraan, kepemilikan alat komunikasi, buku, seni, hingga

minat olahraga. Dan dalam hasilnya, faktor yang mempengaruhi karakter

kelompok lebih dominan didasari oleh minat rekreasi, dan kepemilikan alat akses

kendaraan.

Kemudian dari semua itu, Melalui tulisan-tulisan penelitian diatas, dari Anto

Sanjaya hingga Novia Fadliyanti, terdapat korelasi materi dan variabel yang

beririsan dengan penelitian ini yang mana sesungguhnya menjadi menarik dan

perlu diungkap bagaimana internalisasi nilai identitas sosial Straight Edge pada

kelompok hardcore yang dalam hal ini berorientasi sebagai kelompok sosial.

Beberapa variabel yang sudah diangkat sebelumnya diatas, ada beberapa acuan

yang bisa diambil untuk memasuki tahap analisa lebih lanjut mengenai

internalisasi Straight Edge di kelompok Hardcore Straight Edge Depok ini.

Bahkan di beberapa tinjauan pustaka tersebut ada beberapa analisa yang sangat

kuat untuk mendasari dilakukannya pembahasan mengenai kelompok hardcore

12
maupun keberadaan Straight Edge itu sendiri. Dikarenakan beberapa variabel dari

teori hingga objek penelitian pada penelitian ini sebenarnya telah beberapa kali

pernah diangkat ke analisa ilmiah. Tetapi memang penelitian terdahulu ini dapat

dijadikan sebagai titik acuan bagi peneliti untuk masuk ke dalam variabel-variabel

yang ada secara lebih jelas dan dijadikan dasar menjalankan penelitian dengan

lebih terarah yang juga bergerak kearah yang lebih kritis dalam mengungkap

berbagai variabel yang diteliti, karena setiap variabel yang ada pada tinjauan

pustaka beririsan langsung. Selain itu memang tinjauan pustaka ini menunjukkan

bahwa tidak semua hal yang telah diungkap dalam literatur terdahulu dapat

mengungkap semua aspek yang ada pada penelitin ini.

E. Kerangka Teori

E.1 Interaksi Individu Pada Masyarakat Sosial ala Interaksionisme

Simbolik

Ketika mendalami interaksi individu dalam masyarakat sosial, terdapat teori

yang dikemukakan oleh George Herbert Mead yaitu ranah teori interaksionisme

simbolik di mana Individu-individu di dalam masyarakat tidak dilihat sebagai

makhluk yang dimotivasi oleh faktor-faktor dari luar yang berada di luar kontrol

mereka dalam bertindak. Sebaliknya, mereka melihat manusia sebagai makhluk

yang reflektif dan karena itu bisa bertingkah-laku secara reflektif (Bernard Raho,

2007:107). Interaksionisme simbolik merupakan pandangan teori yang bersifat

mikro dalam aspek sosiologis, dimana individu menjadi unit analisis yang cukup

penting dalam suatu kelompok masyarakat. Asumsi penting bahwa manusia

memiliki kemampuan untuk berpikir membedakan interaksionisme simbolik dari

13
akarnya behaviorisme (Bernard Raho, 2007:106). Asumsi krusial bahwa manusia

memiliki kemampuan berpikir membedakan interaksionisme simbolik dengan

behaviorisme yang jadi akarnya (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

2004:393). Interaksionisme simbolik juga tidak melihat akal budi sebagai benda

(a thing) atau struktur fisis melaikinkan suatu proses yang berkesinambungan.

Proses itu adalah bagian dari proses yang lebih luas, aksi dan reaksi (Bernard

Raho, 2007:107).

Dinamika yang dipandang dalam interaksionisme simbolik berporos pada

adanya berbagai pandangan yang membentuk karakter-karakter sosial dalam suatu

kelompok masyarakat, salah satunya adalah proses sosialisasi. Bagi

interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah proses yang bersifat dinamis. Di

dalam proses itu, manusia tidak cuma menerima informasi melainkan dia

menginterpretasi dan menyesuaikan informasi itu sesuai dengan kebutuhannya

(Bernard Raho, 2007:107-108).

E.1.1 Mind dan Self

The emergence of mind is contingent upon interaction between the


human organism and its sosial environment; it is through
participation in the sosial act of communication that the individual
realizes her (physiological and neurological) potential for
significantly simbolic behavior (that is, thought). Mind, is the
individualized focus of the communicational process — it is linguistic
behavior on the part of the individual. There is, then, no "mind or
thought without language;" and language (the content of mind) "is
only a development and product of sosial interaction" (George
Herbert Mead 1934:191-192)
Mead mengkonstruksikan teorinya secara dialektis antara Mind dan Self.

Menurut Mead, individu yang berpikir dan sadar diri tidak mungkin ada sebelum

14
kelompok sosial. Kelompok sosial hadir terlebuh dahulu, dan dia mengarah pada

perkembangan kondisi mental sadar-diri (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

2004:380). Pemikiran-pemikiran Mead secara umum, dan khususnya tentang

pikiran, melibatkan gagasannya tentang pentingnya konsep diri, yaitu kemampuan

seseorang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek; diri adalah kemampuan khas

untuk menjadi subjek sekaligus objek.

Mead melihat bagaimana pikiran individu dan diri muncul dari proses sosial.

Mead mendekati pengalaman manusia dalam hal psikologi individu, Mead

menganalisa pengalaman dari sudut pandang komunikasi yang pada akhirnya

penting untuk tatanan sosial. Dalam pandangan Mead, pikiran individu dapat

dimengerti hanya dari segi proses sosial. Bagi Mead, proses sosial dan

pengalaman individu ada sebelum struktur.

Sebagaimana berlaku pada seluruh konsep utama Mead, diri mengalami

proses sosial: komunikasi antar manusia (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

2004:385). Diri tumbuh melalui perkembangan serta melalui aktivitas dan relasi

sosial. Bagi Mead, mustahil membayangkan suatu diri bisa lahir di tempat di

mana tidak tersedia pengalaman sosial (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

2004:385).

15
The self, like the mind, is a sosial emergent. This sosial conception of
the self, Mead argues, entails that individual selves are the products
of sosial interaction and not the (logical or biological) preconditions
of that interaction. Mead contrasts his sosial theory of the self with
individualistic theories of the self (that is, theories that presuppose the
priority of selves to sosial process). "The self is something which has
a development; it is not initially there, at birth, but arises in the
process of sosial experience and activity, that is, develops in the given
individual as a result of his relations to that process as a whole and to
other individuals within that process" (George Hebert Mead
1934:135)
Mekanisme umum perkembangan diri adalah reflektivitas, atau kemampuan

untuk meletakkan diri kita secara bawah sadar di tempat orang lain serta bertindak

sebagaimana mereka bertindak. Akibatnya orang mampu menelaah dirinya sendiri

sebagaimana orang lain menelaah dia (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

2004:386).

”How is this objectification of the self possible? The individual, can enter as an

object [to himself] only on the basis of sosial relations and interactions, only by means of

his experiential transactions with other individuals in an organized sosial environment"

(George Herbert Mead 1934:225). Mead mengatakan bahwa dengan refleksivitas

inilah –pengalaman seorang individu yang diarahkan pada dirinya sendiri- seluruh

proses sosial dimasukkan ke dalam pengalaman individu yang terlibat di

dalamnya; dengan cara inilah, yang memungkinkan individu menempatkan sikap

orang lain terhadap dirinya, individu mampu secara sadar menyesuaikan dirinya

dengan proses tersebut, dan memodifikasi proses yang dilakukan dalam tindakan

sosial menurut penyesuaian yang ia lakukan (George Ritzer dan Douglas J.

Goodman, 2004:386).

16
Sudut pandang orang dalam melihat dirinya bisa dari perspektif individu atau

kelompok sosial secara keseluruhan. seperti dikatakan Mead, secara umum,

”Hanya dengan memainkan peran orang lainlah kita mampu kembali lagi pada

diri kita” (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:387). Agar memiliki diri,

orang harus menjadi anggota komunitas dan ia diarahkan oleh sikap yang sama

dengan sikap komunitasnya (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:388).

Menurut Mead pokok perhatian utamanya bukanlah bagaimana orang secara

mental menciptakan makna dan simbol, namun bagaimana mereka

mempelajarinya selama interaksi pada umumnya dan khususnya selama sosialisasi

(George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:394).

E.1.2 Four Stages of The Act

Dalam hubungan yang melahirkan dinamika pikiran (Mind) dan diri (Self),

Mead menganalisa empat tahap tindakan. Empat tahap Tindakan disini merupakan

tahapan yang dijalankan oleh individu dalam memutuskan nilai atau tindakan apa

yang akan dia ambil, didasarkan pada kebutuhannya dalam mengekspresikan diri

dalam kelompok sosial.

the act as determining "the relation between the individual and the
environment". These situations are fundamentally characterized by
the relation of an organic individual to his environment or world. The
world, things, and the individual are what they are because of this
relation [between the individual and his world]" (George Herbert
Mead 1938:215)
Tindakan disini dipilih oleh individu dalam mengeksternalisasikan ekspresi

dirinya. Mead sangat dekat dengan pendekatan behavioris dan memusatkan

perhatiannya pada stimulus dan respons (George Ritzer dan Douglas J. Goodman,

17
2004:380). Mead menyatakan bahwa analisis tentang tindakan merupakan “unit

paling inti” dalam teorinya. Mead mengidentifikasi empat tahap dalam pilihan

tindakan, empat tahap ini merupakan tahap yang dialektis dan merupakan tahapa

yang saling terkait dan berurutan.

The act as developing in four stages: (1) the stage of impulse, upon
which the organic individual responds to "problematic situations" in
his experience (e.g., the intrusion of an enemy into the individual's
field of existence); (2) the stage of perception, upon which the
individual defines and analyzes his problem (e.g., the direction of the
enemy's attack is sensed, and a path leading in the opposite direction
is selected as an aVenue of escape); (3) the stage of manipulation,
upon which action is taken with reference to the individual's
perceptual appraisal of the problematic situation (e.g., the individual
runs off along the path and away from his enemy); and (4) the stage of
consummation, upon which the encountered difficulty is resolved and
the continuity of organic existence re- established (e.g., the individual
escapes his enemy and returns to his ordinary affairs) (George
Herbert Mead 1938:3-25)
Tahap pertama adalah Impuls, yang melibatkan “stimulasi indrawi langsung”

dan reaksi aktor reaksi aktor terhadap stimulasi tersebut, kebutuhan untuk berbuat

sesuatu. Rasa lapar adalah contoh yang tepat bagi impuls ini. Aktor (manusia atau

bukan) dapat merespons secara langsung dan tanpa perlu berpikir, terhadap

impuls, namun aktor manusia lebih cenderung berpikir tentang respons yang

sesuai (misalnya, makan sekarang atau nanti). Dalam memikirkan respons

tersebut, orang tersebut tidak hanya mempertimbangkan situasi terkini namun

juga pemgalaman masa lalu dan antisipasi terhadap akibat-akibat dari tindakan

tersebut di masa depan. Rasa lapar datang dari konsidi batiniah aktor atau bisa

ditimbulkan oleh kehadiran makanan di dalam lingkungan, dan yang paling sering

muncul dari kombinasi keduanya. Terlebih lagi, orang yang lapar harus

menemukan cara untuk memuaskan impuls tersebut dalam lingkungan tempat

18
makanan tidak dapat langsung tersedia aataupun tidak dalam jumlah yang cukup.

Impuls ini, sebagaimana impuls-impuls lain, bisa terkait dengan masalah di dalam

lingkungan (yaitu, makanan yang tidak langsung tersedia), yang harus diatasi oleh

aktor. Memang, kendati suatu impuls seperti rasa lapar bisa datang dari individu

(meskipun dalam hal ini rasa lapar dapat disebabkan oleh stimulus eksternal, dan

tidak ada definisi sosial tentang kapan saat yang tepat untuk lapar), namun dia

biasanya terkait dengan keberadaan masalah di dalam lingkungan (misalnya,

kurangnya bahan makanan). Seperti halnya elemen-elemen lain dalam teori Mead,

impuls juga melibatkan aktor dan lingkungannya (George Ritzer dan Douglas J.

Goodman, 2004:380).

Tahap kedua tindakan adalah Persepsi, di mana aktor mencari dan bereaksi

terhadap, stimulus yang terkait dengan impuls, yang dalam hal ini adalah rasa

lapar dan berbagai cara yang ada untuk memuaskannya. Orang memiliki

kemampuan merasakan atau mengindra stimulus melalui pendengaran, pnciuman,

indra perasa, dan lain sebagainya. Persepsi melibatkan stimulus yang datang,

maupun citra mental yang mereka ciptakan. Orang tidak sekedar merespons secara

langsung stimulus eksternal, namun berpikir tentang, dan menjajakinya, melalui

pembayangan secara mental (mental imagenery). Orang tidak sekedar terikat

dengan stimulus eksternal; mereka juga secara aktif menyeleksi sejumlah

karakteristik stimulus dan memilih stimulus-stimulus lain. Jadi, stimulus bisa

mengandung beberapa dimensi, dan aktor mampu memilah dan memilihnya.

Selain itu, biasanya orang berhadapan denhan berbagai stimulus berbeda, dan

mereka memiliki kemampuan untuk memilih mana yang akan diambil dan mana

19
yang akan diabaikan. Mead menolak memisahkan orang dari objek yang mereka

persepsi. Adalah tindak mempersepsi objek yang menjadikannya objek bagi

seseorang; persepsi dan objek tidak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain

terkait secara dialektis. (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:380-381).

Objects of perception arise within the individual's attempt to solve


problems that have emerged in his experience, problems that are, in
an important sense, determined by the individual himself. The
character of the individual's environment is predetermined by the
individual's sensory capacities. The environment, then, is what it is in
relation to a sensuous and selective organic individual; and things, or
objects, "are what they are in the relationship between the individual
and his environment, and this relationship is that of conduct" (George
Herbert Mead 1938:218).
Tahap ketiga adalah Manipulasi. Begitu impuls mewujudkan dirinya dan

objek telah dipersepsi, tahap selanjutnya adalah manipulasi objek, atau lebih

umum lagi, mengambil tindakan dalam kaitannya dengan objek tersebut.selain

keunggulan mentalnya, orang memiliki keunggulan lain di atas binatang yang

lebih rendah. Orang memiliki tangan (dengan ibu jari yang dapat ditekuk) yang

memungkinkan mereka melakukan manipulasi terhadap objek jauh lebih baik dari

pada yang dapat dilakukan oleh binatang-binatang yang lebih rendah. Bagi Mead,

fase manipulasi ini menciptakan jeda temporer dalam proses tersebut sehingga

suatu respons tidak secara langsung terwujud. Manusia yang lapar melihat jamur,

namun sebelum memakannya, ia cenderung memetiknya terlebih dahulu,

mencicipinya, dan mungkin mengeceknya di buku panduan untuk mengetahui

apakah jenis jamur tersebut dapat dimakan atau tidak. Sebaliknya, binatang yang

lebih rendah, cenderung memakan jamur tersebut tanpa menimbang-nimbang dan

mencicipinya (dan jelas tanpa membaca tentangnya). Jeda yang diperoleh dari

20
menimbang-nimbang objek tersebut memungkinkan manusia merenungkan

berbagai respons. Ketika berpikir apakah akan memakan jamur tersebut atau

tidak, masa lalu dan masa depan yang dilibatkan. Orang dapat berpikir tentang

pengalaman di masa lalu, yaitu ketika mereka makan jamur kemudian jatuh sakit,

dan mungkin mereka berpikir tentang sakit yang mungkin muncul di masa-masa

yang akan datang, atau bahkan kematian, yang mungkin mengiringi proses makan

jamur beracun. Manipulasi jamur menjadi semacam metode eksperimental di

mana aktor mencoba berpikir dengan cara menguji beberapa hipotesis tentang apa

yang akan terjadi jika jamur itu jika jamur itu dikonsumsi. (George Ritzer dan

Douglas J. Goodman, 2004:381).

Berdasarkan pertimbangan sadar ini, aktor dapat memutuskan untuk makan

jamur (atau tidak), dan hal ini akan memunculkan tahap terakhir tindakan, yaitu

Konsumasi, lebih umum lagi, mengambil tindakan yang akan memuaskan impuls

awal. Manusia dan binatang yang lebih rendah cenderung tidak memakan jamur

yang buruk karena kemampuannya memanipulasi jamur dan berpikir (serta

membaca) dampak dari makan jamur tersebut. Binatang yang lebih rendah pasti

mengandalkan metode coba-coba, namun ini adalah teknik yang kalah efisien

ketimbang kemamuan manusia berpikir melalui tindakan-tindakan mereka. Dalam

situasi ini, coba-coba adalah sesuatu yang berbahaya; akibatnya, tampaknya

bahwa binatang yang lebih rendah lebih rentan terhadap kematian (George Ritzer

dan Douglas J. Goodman, 2004:381-382).

Itulah keempat tahap tindakan yang dijabarkan secara analogis, yang

memperlihatkan proses dialektis dalam pemikiran Mead, yang pada akhirnya akan

21
menentukan tindakan apa yang akan diambil untuk memenuhi kebutuhan diri

individu. Dimensi penjabaran keempat tahap ini menunjukkan bahwa Mead

memang mengungkap dinamika interaksi mikro yang dekat dengan aspek pikiran

(mind) dan diri (self).

E.1.3 Simbol Signifikan

"Only in terms of gesturs as significant simbols is the existence of


mind or intelligence possible; for only in terms of gesturs which are
significant simbols can thinking — which is simply an internalized or
implicit conversation of the individual with himself by means of such
gesturs — take place" (George Herbert Mead 1934:47)
Perhatian utama lain dari interaksionisme simbolik adalah dampak dari arti-

arti dan simbol-simbol dalam aksi dan interaksi manusia (Bernard Raho,

2007:111). Dalam interaksi sosial, orang belajar simbol-simbol dan arti-arti. Jika

orang memberikan reaksi terhadap tanda-tanda tanpa berpikir panjang maka

dalam memberikan reaksi kepada simbol-simbol, orang harus terlebih dahulu

berpikir (Bernard Raho, 2007:109). Oleh karena simbol-simbol, manusia tidak

memberikan reaksi secara pasif kepada kenyataan yang dialaminya melainkan

memberi arti kepadanya dan bertindak seturut arti yang diberikan itu (Bernard

Raho, 2007:110). Obyek-obyek yang merupakan simbol selalu mempunyai arti

yang lain daripada yang tampak di dalam objek itu sendiri. Orang menggunakan

simbol-simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang diri mereka (Bernard

Raho, 2007:109-110).

“Gestures become significant simbols when they implicitly arouse in an individual

making them the same responses which they explicitly arouse, or are supposed (intended)

to arouse, in other individuals, the individuals to whom they are addressed” (George

22
Herbert Mead 1934:47). Oleh karena kemampuan untuk mengerti arti dan simbl-

simbol, maka manusia bisa melakukan pilihan terhadap tindakant-tindakan yang

diambil. Manusia tidak perlu menerima begitu saja arti-arti dan simbol-simbol

yang dipaksakan kepada mereka (Bernard Raho, 2007:112).

Language, is communication through significant simbols. A


significant simbol is a gestur (usually a vocal gestur) that calls out in
the individual making the gesture the same (that is, functionally
identical) response that is called out in others to whom the gestur is
directed (George Herbert Mead, 1934:47).
Simbol yang menjawab suatu makna dalam pengalaman individu pertama dan

yang juga memanggil suatu makna dalam diri individu kedua. Ketika gestur

mencapai situasi tersebut ia disebut dengan apa yang kita namakan „bahasa‟. Kini

ia menjadi simbol signifikan dan menandai makna tertentu.

“Significant communication may also be defined as the


comprehension by the individual of the meaning of her gesturs. Mead
describes the communicational process as a sosial act since it
necessarily requires at least two individuals in interaction with one
another. It is within this act that meaning arises. The act of
communication has a triadic structure consisting of the following
components: (1) an initiating gestur on the part of an individual; (2) a
response to that gestur by a second individual; and (3) the result of
the action initiated by the first gestur” (George Herbert Mead,
1934:76,81)
Simbol signifikan adalah jenis gestur yang hanya data dilakukakan oleh

manusia. Gestur baru menjadi simbol-simbol signifikan manakala dia

membangkitkan di dalam diri pelaku individu pelaku gestur itu respons-respons

yang juga dia harapkan akan diberikan oleh individu yang jadi sasaran gestur yang

jadi sasaran gestur yang dia lakukan (walaupun bentuk respons itu tidak mesti

identik) (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:383).

23
Language, as we have seen, is communication via "significant
simbols," and it is through significant communication that the
individual is able to take the attitudes of others toward herself.
Language is not only a "necessary mechanism" of mind, but also the
primary sosial foundation of the self. I know of no other form of
behavior than the linguistic in which the individual is an object to
himself . . . (George Herbert Mead 1934:142).
Dalam versi yang sederhana, bahasa sudah dapat dikatakan sebagai simbol,

dikarenakan pemahaman dari bahasa merupakan pemahaman yang hanya bisa

ditangkap oleh masyarakat yang sudah memiliki kesepakatan bersama terhadap

definisi dari bahasa-bahasa yang digunakan tersebut.

E.1.4 Generalized Other

Within the linguistic act, the individual takes the role of the other, i.e.,
responds to her own gesturs in terms of the simbolized attitudes of
others. This "process of taking the role of the other" within the
process of simbolic interaction is the primal form of self-
objectification and is essential to self- realization (George Herbert
Mead 1934:160-161).
Generalized Other (Orang lain pada umumnya) merupakan suatu konsep yang

menjelaskan kondisi dimana masyarakat memiliki harapan-harapan, kebiasaan-

kebiasaan, dan standar-standar umum dalam masyarakat. Seseorang mengarahkan

tingkah lakunya berdasarkan standard-standard umum atau harapan-harapan

masyarakat, atau norma-norma kehidupan masyarakat (Bernard Raho, 2007:112).

“When a self does appear it always involves an experience of


another; there could not be an experience of a self simply by itself.
The plant or the lower animal reacts to its environment, but there is
no experience of a self . . . . When the response of the other becomes
an essential part in the experience or conduct of the individual;
when taking the attitude of the other becomes an essential part in his
behavior — then the individual appears in his own experience as a
self; and until this happens he does not appear as a self” (George
Herbert Mead 1934:195).

24
Orang lain pada umumnya (generalized other) adalah sikap seluruh

komunitas. Kemampuan untuk memikirkan peran orang lain pada umumnya

sangat mendasar bagi diri. Baru ketika seseorang memasang sikap sebagaimana

yang ada dalam kelompok sosial tempat ia berada guna menyikapi aktivitas sosial

yang terorganisasi secara kooperatif atau serangkaian aktivitas yang dijalankan

oleh kelompok tersebut, barulah ia berkembang menjadi diri seutuhnya (Mead,

1934:115).

It ought to be clear, then, that the self is not an object in a


mechanistic, billiard ball world of external relations, but rather it is a
basic structure of human experience that arises in response to other
persons in an organic sosial-simbolic world of internal (and inter-
subjective) relations. This becomes even clearer in interpretation of
playing and gaming. In playing and gaming, as in linguistic activity,
the key to the generation of self-consciousness is the process of role-
playing." In play, the child takes the role of another and acts as
though she were the other (e.g., mother, doctor, nurse, Indian, and
countless other simbolized roles). This form of role-playing involves a
single role at a time. Thus, the other which comes into the child's
experience in play is a "specific other" (George Herbert Mead
1932:169).
“The game involves a more complex form of role-playing than that
involved in play. In the game, the individual is required to internalize,
not merely the character of a single and specific other, but the roles of
all others who are involved with him in the game. He must, moreover,
comprehend the rules of the game which condition the various roles”
(George Herbert Mead, 1934:151).
This configuration of roles-organized-according-to rules brings the

attitudes of all participants together to form a simbolized unity: this unity is the

"generalized other" (George Herbert Mead 1934:154). Memikirkan peran orang

lain pada umumnya (generalized other) tidak hanya merupakan sesuatu yang

esensial bagi diri, namun juga penting bagi perkembangan aktivitas kelompok

yang terorganisasi. Suatu kelompok mengharuskan individu mengarahkan

25
aktivitas mereka agar sejalan dengan sikap orang lain pada umumnya. orang lain

pada umumnya (generalized other) pun merepresentasikan kecenderungan umum

Mead untuk memberikan prioritas pada kehidupan sosial, karena melalui orang

lain pada umumnya (Generalized other)-lah kelompok mempengaruhi individu

(George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2004:388). The generalized other is "an

organized and generalized attitude" (George Herbert Mead 1934:195).

Maka diri mencapai perkembangan seutuhnya dengan menyusun sikap

individual orang-orang lain menjadi sikap suatu kelompok sosial atau sikap

kelompok yang terorganisasi, dan dengan demikian perasaan ini menjadi refeksi

individual dari pola-pola sistematis perilku sosial atau perilaku kelompok yang

melibatkannya dan diri-diri yang lain, pola yang memasukkan keseluruhan ke

dalam pengalaman individu berdasarkan sikap kelompok yang terorganisasi dan

yang dia pakai untuk menyikapi dirinya sendiri sebagaimana ia menyikapi orang

lain lewat mekanisme sistem saraf sentral (Mead dalam Ritzer, 2004:387).

Dengan kata lain, agar memiliki diri, orang harus menjadi anggota komunitas

dan ia diarahkan oleh sikap yang sama dengan sikap komunitas dan ia diarahkan

oleh sikap yang sama dengan sikap komunitasnya (George Ritzer dan Douglas J.

Goodman, 2004:388).

26
“What goes on in the game goes on in the life of the child all the time.
He is continually taking the attitudes of those about him, especially
the roles of those who in some sense control him and on whom he
depends. He gets the function of the process in an abstract way at
first. It goes over from the play into the game in a real sense. He has
to play the game. The morale of the game takes hold of the child more
than the larger morale of the whole community. The child passes into
the game and the game expresses a sosial situation in which he can
completely enter; its morale may have a greater hold on him than that
of the family to which he belongs or the community in which he lives.
There are all sorts of sosial organizations, some of which are fairly
lasting, some temporary, into which the child is entering, and he is
playing a sort of sosial game in them. It is a period in which he likes
"to belong," and he gets into organizations which come into existence
and pass out of existence. He becomes a something which can
function in the organized whole, and thus tends to determine himself
in his relationship with the group to which he belongs. That process is
one which is a striking stage in the development of the child's morale.
It constitutes him a self-conscious member of the community to which
he belongs” (George Herbert Mead 1934:160)
Bagi interaksionisme simbolik, aktor paling tidak memiliki otonomi. Dia tidak

begitu saja dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar dirinya

(Bernard Raho, 2007:112). Artinya mereka mampu melakukan-pilihan-pilihan

yang bebas dalam kehidupan sosialnya, dalam hal ini kelompok. Lebih dari itu,

mereka juga mampu mengembangkan suatu kehidupan yang mempunyai

keunikan dan gayanya sendiri, karena kebebasan karakter internal individu

diakomodasi dalam kehidupan kelompok masyaraakat.

Kerangka teori ini dijadikan dasar pandangan analisis yang relevan digunakan

dalam menganalisa dinamika interaksi kelompok yang didasarkan pada simbol

sebagaimana terdapat pada Kelompok Hardcore Straight edge Depok. Berbagai

karakter hingga lika-liku kausal antara individu dengan kelompok secara umum

dapat diungkapkan secara sistematis, dikarenakan teori diatas sudah cukup

27
mencakup berbagai hal dalam beberapa aspek yang ingin diungkapkan dalam

studi kasus.

F. Definisi Konseptual

Konsep-konsep yang dipakai pada penelitian ini menyentuh beberapa aspek

sosiologis yang diantaranya:

1. Gaya Hidup

Menurut Henry Assael, gaya hidup adalah “A mode of living that is identified

by how people spend their time (activities), what they consider important in their

environment (interest), and what they think of themselves and the world around

them” (opinions) (1984:252). Sedangkan Gaya hidup adalah menurut Kotler

adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat,

dan opininya (2002:192).

2. Identitas Sosial

Menurut Erikson, identitas adalah suatu penyadaran yang dipertajam akan diri

sendiri dan sebagai kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa

lampaunya sendiri bagi orang lain dan bagi diri sendiri; yang mengintegrasi

gambaran diri yang dihadiahkan atau dipaksakan padanya oleh orang lain bersama

dengan perasaan-perasaannya sendiri tentang siapakah dia dan apakah yang dapat

dibuatnya (1989:183). Dalam hal ini juga Erikson mengatakan bahwa, orang yang

mencari identitas berarti orang yang menentukan siapa dan apa yang dia inginkan

pada masa mendatang (1989:182).

28
Menurut Jenkins, identitas sosial dalam kerangka ekspresinya, menjadi cara

dimana individu dan kolektif dibedakan dalam interaksi sosialnya dengan individu

dan kolektif lain (1996:3-4). Selain itu, Hogg dalam Leary and Tangney

menyatakan bahwa identitas sosial menunjukkan orang-orang yang berada dalam

suatu kelompok, yang mana kelompok ini berbeda dengan kelompok lain, dan

kelompok ini dibedakan dengan kelompok lainnya didasarkan pada perilaku yang

ada dalam kelompok tersebut. Identitas sosial (social identity) merujuk pada

sekumpulan orang yang berada dalam satu kelompok perbedaan dengan orang-

orang yang berada dalam kelompok yang lain yang diasosiasikan dengan perilaku

kelompok (2003).

Di dalam dinamika identitas sosial selalu ada aksi sosialisasi disana, secara

singkat Abdulsyani menyatakan bahwa sosialisasi merupakan proses penyesuaian

diri individu ke dalam kehidupan sosial (2012:57). Sosialisasi adalah proses

belajar yang dilakukan oleh seseorang (individu) untuk berbuat atau bertingkah

laku berdasarkan patokan yang terdapat dan diakui dalam masyarakat. Dalam

proses belajar atau penyesuaian diri itu seseorang kemudian mengadopsi

kebiasaan, sikap dan ide-ide dari orang lain; kemudian seseorang memercayai

dan mengakui sebagai milik pribadinya (Abdulsyani, 2012:57)

Jika sosialisasi dipandang dari sudut masyarakat, maka sosialisasi

dimaksudkan sebagai usaha memasukkan nilai-nilai kebudayaan terhadap

individu sehingga individu tersebut menjadi bagian dari masyarakat (Abdulsyani,

2012:57).

29
3. Kebudayaan

Dalam hal ini kebudayaan dipandang sebgaai cara hidup atau pandangan

hidup itu meliputi cara berpikir, cara berencana, dan cara bertindak, di samping

segala hasil karya nyata yang dianggap berguna, benar dan dipatuhi oleh anggota

masyarakat atas kesepakatan bersama (Abdulsyani, 2012:45). Secara sosiologis

tiap manusia dalam hidupnya senantiasa amemiliki kebudayaan. Artinya konsep

tentang kebudayaan hanya ada pada kelompok-kelompokk pergaulan hidup

individu dalam masyarakat (Abdulsyani, 2012:47). Dapat dijelaskan bahwa

kebudayaan berfungsi mengatur agar manusia dapat memahami bagaimana

seharusnya manusia bertingkah laku, berbuat untuk memenuhi kehidupan

hidupnya dalam masyarakat (Abdulsyani, 2012:47)

Selain itu di dalam kebudayaan sudah pasti terdapat nilai yang mana nilai

adalah konsep-konsep umum tentang seseuatu yang daianggap baik, patut, layak,

pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan

dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam

kelompok masuarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga

suku, bangsa, dan masyarakat internasional (Elly M, Setiadi dan Usman Kolip,

2011:119). Di dalam sosialisasi ada sebuah internalisasi, Internalisasi adalah

proses yang dilakukan oleh pihak yang tengah menerima proses sosialisasi.

Kendati proses internalisasi dikatakan sebagai proses penerimaan sosialisasi,

namun proses ini tidaklah bersifat pasif, akan tetapi merupakan proses aktivitas

pedagogis yang bersifat aktif juga (Elly M, Setiadi dan Usman Kolip, 2011:165).

Pihak yang terkena sosialisasi melakukan interpretasi/pemahaman (aktif) dari

30
pesan yang diterima terutama yg menyangkut makna yang dilihat dan

didengarnya.

4. Simbol

Tentang simbol, Charon dalam Ritzer menyatakan bahwa Simbol adalah objek

sosial yang digunakan untuk merepresentasikan (atau menggantikan, mengambil

tempat) apa-apa yang memang disepakati bisa direpresentasikan oleh simbol

tersebut (2004:395). Di dalam simbol ini terdapat korelasi dengan yang disebut

dengan tanda, tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari

jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. (Alex

Sobur: 2009:15). Dalam pandangan Barthes, simbol dalam semiologi hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkonstitusi sistem trstruktur dari tanda (1988:179)

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Di dalam penelitian ini terdapat kata-kata dan gambar-gambar, yang

berdasarkan pengumpulan data melalui wawancara, catatan lapangan,

dokumentasi, dan sumber resmi lainnya. Menurut Bogdan dan Tylor penelitian

kualitatif adalah “suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”

(Moleong, 2002:4).

31
Dalam penelitian ini juga ditentukan studi kasus yang merepresentasikan

permasalahan secara riil. Sujarweni Wiratna menyatakan bahwa studi kasus

merupakan penelitian tentang manusia (dapat suatu kelompok, organisasi maupun

individu), peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari penelitian ini

mendapatkan gambaran yang mendalam tentang suatu kasus yang sedang diteliti

(2014:22).

2. Subjek Penelitian

Informan yang akan menjadi subjek penelitian pada penelitian ini adalah

penikmat dan pelaku musik hardcore yang sering berinteraksi di scene (kancah)

musik hardcore Depok. Dalam penentuan subjek, peneliti menggunakan teknik

snowball sampling. Dalam sampling ini kita mulai dengan kelompok kecil yang

diminta untuk menunjuk kawan masing-masing. Kemudian kawan ini diminta

pula menunjukkan kawan masing-masing dan begitu seterusnya sehingga

kelompok itu senantiasa bertambah besarnya, bagaikan bola salju yang kian

membesar bila meluncur dari puncak ke bawah (Ida Bagoes Mantra, 2008:117-

118).

Pengambilan informan sebagaimana tersebut ditentukan agar penulis benar-

benar bergerak mencari informasi berdasarkan data yang ada di dalam subjek

penelitian secara meluas, tetapi di satu sisi informan tersebut tetap berada dalam

satu karakteristik yang sama.

32
3. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada lokasi dimana penikmat musik hardcore

yang termasuk dalam Kelompok Hardcore Straight edge berada yaitu di tempat

berlangsungnya petunjukkan musik hardcore dan berbagai tempat bilangan kota

Depok, Jawa Barat di mana anggota kelompok ini sering berinteraksi. Lokasi

penelitian ini juga akan mencerminkan bagaimana karakter dinamika interaksi

pada individu dan kelompok sosial yang akan diteliti sehingga dapat membantu

menggambarkan dinamika sosiologisnya secara umum.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali pada bulan Juli dan Agustus yaitu tahap proses

pengajuan proposal penelitian (pra-research). Lalu pada tahap selanjutnya akan

dilakukan collecting data ke lapangan pada rentang waktu bulan September dan

Oktober. Pada rentang waktu tersebut, peneliti akan memaksimalkan

pengumpulan data yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan penelitian. Jangka

waktu tersebut dianggap cukup untuk mengeksplorasi berbagai hal yang esensial

dalam objek penelitian dan tentunya akan diungkap berbagai hal berguna dan

menarik di dalamnya untuk diteliti. Selanjutnya peneliti akan melakukan tahap

analisis dari data yang telah didapat di lapangan (post-field research) pada

November dan Desember serta melanjutkannya dengan tahap perumusan

kesimpulan pada rentang waktu bulan Januari sebagai penutup keseluruhan hasil

penelitian.

33
H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

teknik-teknik sebagai berikut:

1. Wawancara

Peneliti akan melakukan wawancara dengan pada beberapa

penikmat musik hardcore di Depok untuk menggali dan mendapatkan

data yang dibutuhkan. Tentunya, informan yang diwawancarai telah

memenuhi kriteria informan yang peneliti butuhkan sebagaimana

metode yang telah ditentukan sehingga nantinya dalam penganalisisan

data mendapat hasil yang baik dan akurat. Pada wawancara,

pertanyaan diajukan secara lisan (pengunmpul data bertatap muka

dengan responden). Dalam wawancara, alat pengumpul datanya

disebut pedoman wawancara (Sanapiah Faisal, 2007:52). Pada teknik

wawancara, peneliti menyiapkan pertanyaan dan melakukan sesi tanya

jawab secara terbuka. Dengan teknik seperti ini, diharapkan akan

didapatkannya berbagai informasi dan data yang lengkap serta

mendalam. Karena dengan wawancara langsung peneliti akan dengan

luas dapat mengeksplorasi kasus yang diteliti.

2. Observasi

Peneliti akan mendatangi lokasi penelitian yaitu tempat

berkumpulnya penikmat musik hardcore di bilangan Depok Jawa

Barat untuk melakukan pengamatan secara langsung dan berkala.

Dalam observasi ini peneliti terjun langsung ke dalam dunia riil objek

34
kasus penelitian, dalam konteks ini kegiatan para penikmat musik

hardcore di Depok. agar peneliti dapat benar-benar mengetahui

bagaimana situasi dan kondisi objek dan subjek penelitian. Observasi

dilakukan hingga data yang diperoleh tercukupi oleh peneliti. Metode

ini menggunakan pengamatan atau penginderaan secara langsung

terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku (Sanapiah

Faisal, 2007:52).

3. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Wiratna yaitu metode pengumpulan data

kualitatif sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

berbentuk dokumentasi. Sebagian besar berbentuk surat, catatan

harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan

sebagainya (2014:33). Yang terpenting dari dokumentasi dalam

penelitian ini adalah untuk mempermudah peneliti ketika melakukan

wawancara dengan informan, seperti dokumen rekaman dan foto,

sehingga keterangan yang diberikan informan dapat dianalisis lebih

dalam, berdasarkan gambaran-gambaran yang didapat dari lokasi

penelitian yaitu tempat berkumpulnya penikmat hardcore Depok.

I. Metode Analisis Data

Hal-hal yang dilakukan pada tahap analisa data meliputi pemeriksaan,

pemilahan, penggolongan, evaluasi, perbandingan, sintesis, dan perenungan data

yang dikodekan serta mengkaji data mentah dan data yang direkam (Neuman,

35
2013:570). Analisis data dalam penelitian ini dengan analisis data secara

kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun

penelitian kepustakaan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, sehingga data

itu dapat dimengerti. Dengan demikian penemuan yang dihasilkan bisa

dikomunikasikan kepada orang lain. Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat

masih di lapangan dan setelah data terkumpul. Peneliti menganalisis data-data

sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir

penulisan. Data-data tersebut bisa berupa informasi-informasi dari subjek

penelitian maupun eksplorasi objek penelitian secara langsung.

J. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan: Bagian ini terdiri dari pernyataan masalah,


pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat,
tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum: Bagian ini berisikan gambaran umum mengenai


kajian penelitian dari aspek lokasi hingga
subjek penelitian. Kota Depok, scene musik
hardcore, gambaran umum straight edge dan
keadaan kelompok hardcore straight edge
Depok, serta bagaimana identitas, hingga
konsepsi pandangan mereka dalam berbagai
hal.

Bab III Latar Belakang Objek

Penelitian: Pada Bagian ini akan dijelaskan latar belakang


keberadaan objek penelitian yang ada.

36
Mengenai eksistensi musik hardcore hingga
eksistensi straight edge itu sendiri

Bab IV Analisis Data: Pada bagian ini terdiri dari analisis yang
dilakukan berdasarkan data-data yang telah
didapatkan di lapangan, tetntunya
diintegrasikan pula dengan perspektif teori yang
di ambil yaitu interaksionisme simbolik. Pada
bab ini juga terdapat hasil wawancara dan
observasi yang digunakan untuk dasar analisa
lebih lanjut.

Bab IV Kesimpulan dan Saran: Pada bagian ini telah dimuat kesimpulan dan
saran. Kesimpulan diambil dan ditentukan
berdasarkan hasil dari dilaksnakannya proses
penelitian yang telah dilaksanakan serta saran
dijabarkan sebagai suatu hal yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi aspek akademis dan
praktis di waktu kemudian.

37
BAB II

GAMBARAN UMUM KAJIAN PENELITIAN

A. Kota Depok

Salah satu kota besar di Indonesia adalah kota Depok, Jawa Barat. Kota

Depok merupakan salah satu kota besar yang menjadi salah satu kota penyangga

bagi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta selain kabupaten Bogor, kota Bogor,

kabupaten Tangerang, kota Tangerang, kota Tangerang Selatan, kabupaten

Bekasi, dan kota Bekasi. Letaknya yang berdekatan dan berbatasan langsung

dengan DKI Jakarta sebagai kota yang bersifat metropolitan membuat kota Depok

dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta.

Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan

langsung dengan wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan

wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman ,

Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan jasa, Kota pariwisata dan

sebagai kota resapan air (jabarprov.go.id). Letak kota Depok yang sangat dekat

dengan kota Jakarta tersebut membuat kota Depok memiliki dinamika serta

kompleksitas yang beragam dalam berbagai aspek.

38
Gambar 2.1 Lambang Kota Depok

Sumber: jabarprov.go.id

Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan

Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian

pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun

pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas

Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat

sehingga diperlukan kecepatan pelayanan (jabarprov.go.id). Dapat dikatakan

bahwa perkembangan kota Depok terjadi tidak jauh dari garis waktu

perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota Negara, yang di masa mendatang

menjadi kota metropolitan yang begitu kompleks. Walaupun kota Depok berawal

dari salah satu bagian daerah kabupaten Bogor, tetapi dalam relasi sosial maupun

ekonominya masyarakat kota Depok lebih sering berkaitan dengan lokalitas

wilayah kota Jakarta. Hal ini ditandai dengan pembangunan dan perkembangan

kota Depok yang identik dan selaras dengan perkembangan sosial dan ekonomi di

ibukota Jakarta. Sebagaimana salah satu contoh yang dapat dilihat yaitu dari

39
pergerakan penduduk yang kebanyakan masyarakat Betawi Jakarta pindah ke

Depok dari waktu ke waktu karena dinamika demografi kependudukan di ibukota

dan sekitarnya.

Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat

yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok diangkat menjadi

Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disisi lain Pemerintah

Kabupaten Bogor bersama-sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan

perkembangan tesebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan

Perwakilan Rakyat (jabarprov.go.id). Hal inilah yang mendasari terbentuknya

kota Depok. ini tentunya merupakan suatu hal yang wajar apabila melihat lokasi

yang dekat dan berbatasan langsung dengan kota Jakarta menyebabkan kemajuan

dan perkembangan yang pesat dari sisi administrasi hingga kependudukan. Dapat

diketahui bersama bahwa kota Jakarta merupakan kota yang menjadi daya tarik

utama yang tinggi dalam aspek ekonomi dibanding dengan kota lain di Indonesia,

sehingga konsekuensinya yaitu menyebabkan kondisi demografi kota Jakarta yang

sangat padat penduduknya dari tahun ke tahun, sedangkan di lain hal

pembangunan fisik maupun non fisik secara ekonomi, sosial, hingga politik secara

bersamaan terus dilakukan, maka bukan hal yang aneh lagi apabila pergeseran

penduduk dari kota Jakarta yang padat ke kota penyangga di sekitar Jakarta

terjadi, termasuk didalamnya yaitu kota Depok sebagai salah satu kota penyangga

utama. Yang pada akhirnya mengakibatkan kota penyangga tersebut mengalami

perkembangan yang pesat hingga mengalami peningkatan akan berbagai

kebutuhan yang kompleks.

40
Selain itu kota Depok sebagai kota yang sudah berkembang secara pesat

juga memiliki masalah-masalah yang pada umumnya terjadi di kota-kota besar

pada umumnya yaitu kepadatan dan lonjakan penduduk.

Tabel 2.1 Demografi Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di


Kota Depok 2014

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin (Jiwa)


Laki-laki dan
Kecamatan Laki-laki Perempuan
Perempuan
2014 2014 2014
Kota Depok 1025784 1007724 2033508
Sawangan 73660 70868 144528
Bojongsari 59305 57345 116650
Pancoran
124019 122209 246228
Mas
Cipayung 76107 73505 149612
Sukmajaya 134956 136779 271735
Cilodong 73943 72277 146220
Cimanggis 143260 139765 283025
Tapos 127226 125671 252897
Beji 98361 95683 194044
Limo 52129 50743 102872
Cinere 62818 62879 125697

Sumber: depokkota.bps.go.id

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2014 mencapai 2.033.508 jiwa,

terdiri atas laki-laki 1.025.784 jiwa (50,44%) dan perempuan 1.007.724 jiwa

(49,56%), Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan yang paling banyak

penduduknya dibanding dengan kecamatan lainnya di Kota Depok, yaitu 283.025

jiwa. Sedangkan kecamatan dengan penduduk terkecil adalah Kecamatan Limo

yaitu 102.872 jiwa. Sedangkan berbicara tentang kepadatan penduduk, di tahun

41
2014 kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 10.255 jiwa/km2. Kecamatan

Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat

kepadatan 15.063 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Pancoran Mas dengan tingkat

kepadatan 13.522 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk

terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu 5.580 jiwa/km2

(http://www.depok.go.id).

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19‟ 00” – 6o 28‟

00” Lintang Selatan dan 106o 43‟ 00” – 106o 55‟ 30” Bujur Timur. Secara

geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada

dalam lingkungan wilayah Jabotabek (jabarprov.go.id). Kota Depok merupakan

satu kota yang berbatasan secara langsung secara membujur sepanjang bagian

selatan wilayah kota Jakarta. Kota Depok dapat dikatakan juga sebagai pintu

gerbang bagi mobilitas sosial masyarakat dari wilayah luar kota Jakarta yang

ingin keluar masuk kota Jakarta dari arah selatan, seperti dari kabupaten Bogor

atau kota Bogor, maupun dari berbagai wilayah lainnya di provinsi Jawa Barat.

Hal ini dimungkinkan karena tersedianya akses berupa jalan raya dan jalur kereta

api dari arah selatan ke utara kota Depok, yang mana di sebelah selatan kota

Depok merupakan wilayah kota dan kabupaten Bogor dan di sebelah utara kota

Depok merupakan wilayah DKI Jakarta secara langsung. Salah satu akses jalan

utama yang membentang dari selatan ke utara kota Depok adalah Jalan Margonda

Raya.

42
Gambar 2.2 Jalan Margonda Raya sebagai akses utama di kota

Depok

Sumber: depok.go.id

Bahkan ketersediaan Jalan Margonda Raya sebagai jalan utama ini bukan

hanya merupakan fasilitas umum yang dapat membantu mobilitas masyarakat

antar daerah, tetapi juga dimanfaatkan sebagai area pusat perekonomian dan

interaksi kota Depok karena letaknya yang strategis.

Berbicara mengenai keadaan wilayah kota Depok, Bentang alam Kota

Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan

bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut

dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda

di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2 (jabarprov.go.id)..

Dengan kondisi bentang alam yang didominasi oleh dataran rendah tetntunya

semakin membuat kota Depok ideal untuk dijadikan sebuah kota dengan basis

43
pemukiman yang tinggi, hal ini berbeda dibandingkan dengan kesulitan

membangun pemukiman di wilayah perbukitan.

Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai

Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu

terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan

kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar (http://jabarprov.go.id). Selain itu,

kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng

yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan

cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali

Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas (jabarprov.go.id).

Perkembangan penduduk yang pesat merupakan salah satu sebab masalah-

masalah fisik ini terjadi di kota Depok. Di kota Depok, menghilangnya daerah-

daerah resapan air seiring pemukiman yang secara massif dibangun merupakan

suatu hal yang sulit untuk dibendung dalam kondisinya sebagai kota besar yang

senantiasa berkembang.

B. Scene Musik di Depok

Sebagai kota besar yang selalu berkembang, Depok memiliki dinamika

yang beragam dalam aspek dunia musiknya. Layaknya kota metropolitan di dunia,

Depok yang berdekatan dengan kota Jakarta memiliki keragaman kegiatan yang

berkenaan dengan musik, sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan akan kepuasan

setiap individu-individu dalam masyarakatnya. Musik biasanya terdiri dari

penikmat dan pelaku yang sanantiasa berinteraksi dan saling memenuhi satu sama

44
lain, jika keduanya sudah ada dalam masyarakat, maka kancah musik akan dapat

ttercipta, bahkan tanpa direncanakan. Begitu pula dengan kota Depok sendiri,

dimensi keberadaan berbagai scene musik telah tercipta seiring perkembangan

kotanya dari waktu ke waktu, modernisasi hingga globalisasi tentunya

berpengaruh besar terhadap persebaran scene musik di kota ini. Sebagai kota yang

semakin kompleks dari waktu ke waktu, tingginya persebaran penduduk,

persebaran scene musiknya pun sangat signifikan.

Berbagai scene musik muncul di kota Depok, dari industry musik

mainstream hingga scene musik independen (indie). Scene musik mainstream

mungkin lebih terlihat persebarannya dikarenakan adanya ekspos yang sangat

tinggi dari media massa yang mengangkat scene musik tersebut. Seperti media

televisi, hingga radio yang umumnya hanya menyiarkan musik dari scene musik

mainstream, yang biasanya bergenre pop dan bertemakan tentang cinta, suatu

yang cengeng, dan sebagainya, karena perusahaan label musik besar biasanya

mempengaruhi dan mendikte kreatifitas yang ada di dunia musik mainstream.

Akhirnya masyarakat terdikte dan memahami hanya selera musik yang seperti itu-

itu saja. Tetapi di balik itu, scene musik indie memiliki pengaruh yang –secara

tidak terdeteksi- sangat kuat dalam perkembangan scene musik di kota Depok

khususnya, yang tidak berbeda jauh dengan Jakarta. Berbagai genre berkembang

dengan pesatnya hingga saat ini, tidak hanya pop tentunya, dari musik punk,

hardcore, hingga metal –dan bahkan lebih dari itu- turut memenuhi scene musik

indie di Depok. Sebagaimana yang dijabarkan oleh majalah uniteasia.org sebagai

berikut:

45
Over the past year there has been certain scenes around Asia who
consistently have been producing hardcore bands that are world
class. Without a doubt, one of the places in Asia that has an insanely
high caliber of really really good bands is Depok in Indonesia (2015).
Perkembangan genre-genre musik indie tersebut ditopang oleh kreatifitas-

kreatifitas pecinta musik di kota besar serta tersedianya studio hingga label-label

musik independen, hingga panggung-panggung pertunjukkan musik indie.Yang

pada akhirnya dapat mengakomodasi perkembangan musik indie tersebut secara

signifikan di kota Depok. Geliat musik independen memang biasa terjadi di kota-

kota besar dikarenakan fasilitas-fasilitas yang bisa mengakomodasi selera mereka

memang tersedia. Dan scene musik independen hadir dan memberikan pilihan-

pilihan selera musik bagi masyarakat yang mendengarkannya, tidak hanya

terkungkung oleh selera musik mainstream yang terbingkai di media massa-media

massa besar.

Perkembangan yang signifikan di scene musik independen di Depok

tetntunya memberikan dinamika tersendiri yang berkenaan dengan masyarakat-

masyarakat pecinta musik. Datangnya para pecinta musik ke konser-konser, ke

studio, maupun ke tempat-tempat berkumpul tertentu, tentunya menunjukkan

scene musik indie bukan merupakan kancah musik yang sembarangan. Scene

musik indie selalu memiliki penikmatnya sendiri. Tersedianya Alternatif selera

musik yang beragam menciptakan ruang-ruang interaksi yang beragam pula.

Sebagaimana musik punk yang memiliki karakternya sendiri, begitupula

hardcore, dan juga metal. Hal ini menunjukkan bahwa scene musik di kota Depok

dapat dikatakan “sangat hidup”.

46
C. Kelompok Hardcore Straight Edge Depok

Sebagaimana dikatakan menurut Bierstedt dalam Kamanto Sunarto,

kelompok sosial merupakan kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran

jenis dan berhubungan satu dengan yang lain tetapi tidak terikat dalam ikatan

organisasi. Sebagai contoh adalah kelompok teman, kerabat, dan sebagainya

(2004:126). Berdasarkan konsep ini, sangat cocok kaitannya dengan kelompok

Hardcore Straight Edge Depok karena Kelompok Hardcore Straight Edge Depok

bukan merupakan bentuk kelompok yang memiliki organisasi ataupun struktur,

tetapi memiliki ikatan kesadaran bersama atas nilai dan minat yang sama pada

para anggotanya dalam berinteraksi.

Sebagaimana penjabaran sebelumnya, kelompok Hardcore Straight Edge

Depok dapat dijelaskan sebagai sebuah kelompok yang berisi sekumpulan

individu yang tidak terikat secara struktur tetapi memiliki minat serta nilai yang

sama dalam melakukan kegiatan serta interaksinya, kesamaan itu terletak pada

kecintaan para anggotanya terhadap musik hardcore, dan secara ruang mereka

berorientasi dalam ruang lingkup wilayah yang sama yaitu di wilayah kota Depok.

Kelompok Hardcore Straight Edge Depok tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan dunia musik yang semakin massif menjalar ke seluruh elemen

masyarakat di dunia. Seiring perkembangan informasi di era modern yang

semakin luas dan universal, musik menjadi salah satu aspek yang juga terbawa

didalamnya. Begitu pula dalam pembahasan penelitian ini, yaitu keberadaan

musik hardcore di Indonesia dan di Depok khususnya yang merupakan salah satu

47
implikasi dari persebaran informasi secara global. karena akar dari musik

hardcore ini bukan merupakan kultur musik yang lahir di masyarakat Indonesia,

tetapi dari masyarakat barat yaitu Amerika.

Selain itu, seperti dapat diketahui bahwa aspek seni musik pada era

modern seperti sekarang ini dapat menyentuh berbagai aspek dalam kehidupan

manusia sebagai individu, dari dimensi sosial, politik, ekonomi, hingga aspek

esensial lainnya. Sehingga berbagai hal dalam sendi kehidupan bukan merupakan

hal yang aneh lagi jika ditautkan dengan aspek musik. Sebagaimana juga dalam

perkembangannya, musik sudah dapat menjelma tidak hanya berkenaan dengan

dimensi kesenian tetapi sudah sering sekali masuk ke dimensi kultur atau budaya.

Hal ini dapat dilihat dari berbagai dinamika sosial budaya yang berhubungan atau

pun didasari oleh seni musik. Sebagai salah satu contoh yaitu keberadaan musik

punk yang mana tidak hanya menekankan pada aspek musikalitasnya saja tetapi

juga merambah aspek sosial bahkan politik.

Kemunculan Kelompok Hardcore Straight Edge Depok dalam hal ini

merupakan salah satu bentuk dinamika sosial yang berkenaan dengan nilai dan

minat individu sebagai makhluk sosial yang aktif. Minat maupun kecintaan

individu-individu terhadap musik hardcore telah melahirkan interaksi yang

signifikan pula terhadap sesama penikmat musik hardcore lainnya, yang dalam

hal ini berorientasi dalam ruang lingkup kota Depok yang pada akhirnya

menciptakan apa yang disebut sebagai kelompok sosial.

48
Anggota dalam kelompok Hardcore Straight Edge Depok ini secara

umum jika ditotal dapat berjumlah puluhan orang, bahkan dalam

perkembangannya tidak memungkiri dapat menembus ratusan orang. Kegiatan

yang mereka lakukan tentunya berorientasi pada segala hal yang berhubungan

dengan musik hardcore, seperti berdiskusi membahas tentang musik, mendatangi

gigs (pertunjukan musik) hardcore, hingga menyelenggarakannya gigs hardcore

secara bersama-sama. Sebagaimana dijelaskan oleh beberapa informan yaitu

”MAD” yang menyatakan bahwa “yang jelas sih kita nongkrong-nongkrong sama

seperti anak-anak yang suka musik pada umumnya. Ya pasti kita ngobrol tentang

musik” (wawancara mendalam pada tanggal 6 September 2016). Hal senada juga

diutarakan oleh “UC” bahwa “ya pastinya kita nongkronglah, ngebahas musik.

Selain itu ya kita suka bikin acara musik (hardcore) bareng-bareng temen-temen

anak hardcore kalo lagi ada kesempatan”. (wawancara mendalam dengan 17

September 2016). Begitu pula dengan tanggapan “MEA” bahwa, “gue dan temen-

temen suka bikin acara atau gigs (pertunjukan musik) hardcore bareng-bareng”.

(wawancara mendalam pada tanggal 6 September 2016).

Berikut merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan kelompok

hardcore Depok:

49
Gambar 2.3 Salah satu kegiatan kelompok Hardcore Straight Edge Depok

Sumber: Hasil dokumentasi peneliti pada observasi tanggal 6 Agustus 2016

Berbagai kegiatan yang mereka lakukan utamanya yaitu untuk memenuhi

keinginan dan hasrat mereka akan kebutuhan konsumsi musik hardcore. Diskusi

tentang musik merupakan hal yang sudah sangat umum dilakukan oleh anggota

kelompok hardcore di berbagai kesempatan, utamanya saat pelaksanaan gigs

(pertunjukan musik) hardcore. Pelaksanaan gigs (pertunjukan musik) merupakan

salah satu daya tarik utama bagi setiap anggota kelompok hardcore Depok.

Tersedianya pentas dari berbagai grup musik yang bergenre hardcore merupakan

suatu hal yang sering kali menyedot perhatian mereka. Tentunya menyaksikan

pementasan musik dari gigs-gigs yang diadakan tersebut memberikan kepuasan

bagi setiap anggota-anggota kelompok hardcore Depok. Beberapa anggota

kelompok hardcore Depok juga merupakan pelaku aktif dari scene musik

hardcore itu sendiri, yaitu sebagai musisi yang memiliki grup musik atau band

dengan genre hardcore, yang juga secara aktif mementaskan aksinya di

50
panggung-panggung pertunjukan musik hardcore. Tidak hanya menyaksikan,

mendatangi, hingga berpentas di gigs (pertunjukkan musik) hardcore saja,

kelompok hardcore Depok juga di beberapa kesempatan ikut berkontribusi untuk

menyelenggarakan gigs hardcore tersebut, tentunya ini didasari oleh kolektifitas

mereka atas minat yang sama. Bukan merupakan hal yang aneh karena selera

musik bagi setiap individu biasanya berbeda-beda, dan untuk anggota kelompok

hardcore Depok, musik-musik bergenre hardcore adalah jawaban utama atas

selera mereka.

C.1 Ramanda Studio & Music Venue

Di Depok sendiri, tempat yang sering dijadikan wadah interaksi

Kelompok Hardcore Straight Edge, yaitu di Ramanda Studio & Music Venue.

Ramanda Studio & Music Venue merupakan sebuah tempat berupa gedung yang

dapat digunakan untuk melaksanakan pertunjukan pertunjukan musik (biasa

disebut dengan gigs) maupun untuk latihan para grup band dalam bermusik, yang

digunakan melalui mekanisme sewa dengan batas waktu tertentu.

Gambar 2.4 Salah satu landmark di gedung Ramanda Studio & Music Venue

Sumber: Dokumentasi peneliti pada observasi tanggal 6 Agustus 2016

51
Ramanda Studio & Musik Venue ini dapat dikatakan terletak di area pusat

interaksi masyarakat kota Depok dikarenakan lokasinya yang berada diantara

pertemuan dua jalan utama di kota Depok yaitu Jalan Margonda Raya dan Jalan

Arif Rahman Hakim di kecamatan Pancoran Mas, kota Depok, Jawa Barat. Hal ini

dapat kita lihat dari sumber di bawah ini.

Gambar 2.5 Peta Interaktif Kependudukan Kota Depok

Ramanda
Studio & Music
Venue

Sumber: disdukcapil.depok.go.id

Secara geografis Ramanda Studio & Musik Venue terletak ditengah-tengah

kota Depok jika berbicara mengenai aksesbilitasnya, tempat ini memiliki akses

yang sangat memadai untuk dijangkau oleh masyarakat kota Depok, Hal ini dapat

dilihat dari ketersediaan akses jalan dan transportasi dari dan ke berbagai penjuru

kota Depok dari lokasi ini. Aspek strategis lainnya yaitu berdekatan dengan

stasiun kereta api Depok Baru, terminal angkutan terpadu kota Depok, hingga

pusat pemerintahan kota Depok. Bahkan aksesbilitas ini tidak hanya dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat kota Depok itu sendiri melainkan dapat dirasakan

52
oleh mayarakat sekitar kota Depok seperti masyarakat dari daerah Jakarta dan

Bogor. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Ramanda Studio &

Musik Venue secara khusus memiliki nilai yang strategis bagi kota Depok

berkaitan dengan kontribusinya terhadap interaksi dan perkembangan masyarakat

dalam bidang seni musik dan hiburan.

Lebih lanjut, tempat ini dapat dikatakan sebagai “surga” bagi para pecinta

musik di kota Depok, dikarenakan begitu banyaknya acara-pertunjukan musik

yang dilaksanakan di tempat ini setiap minggunya. Bahkan jika sedang ada gigs

atau pertunjukan musik yang berdekatan, maka tempat ini dapat melaksanakan

pertunjukan musik beberapa kali dalam seminggu (hasil observasi tanggal 6

Agustus 2016).

Tetapi pertunjukan musik atau gigs yang dilaksanakan di Ramanda Studio &

Musik Venue ini hampir dikatakan semuanya merupakan scene musik yang masuk

dalam dalam scene musik indie (sebutan untuk scene musik independen, yaitu

scene musik yang tidak bergerak dibawah kungkungan perusahaan label rekaman

umum, musisinya bermusik dengan idealisme yang kuat, dan biasanya

mengembangkan musiknya secara mandiri diluar ekspos media massa seperti

televisi maupun radio). Scene musik ini berbeda dengan scene musik mainstream

(scene musik arus utama yang musiknya bergerak dibawah perusahaan label

rekaman besar dan biasanya musiknya statis, serta selalu diekspos oleh media

massa seperti televisi ataupun radio). Perbedaan ini terjadi dikarenakan scene

musik indie merupakan scene musik yang bergerak dan berkembang melalui

kemandirian dan idealisme para pelaku musiknya masing-masing, tidak terbawa

53
oleh arus selera musik masyarakat pada umumnya, dan juga tidak terbelenggu

oleh perusahaan label rekaman besar yang biasanya mendikte para pelaku musik

yang ada di scene mainstream.

Gambar 2.6 Laman Media Sosial Ramanda Studio & Musik Venue

Sumber: twitter.com

Dengan kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa dikarenakan musik-musik yang

dibawakan oleh musisi di Ramanda Studio & Musik Venue ini merupakan musik-

musik yang termasuk dalam scene musik indie, maka merupakan hal yang ideal

pula jika Kelompok Hardcore Depok memilih Ramanda Studio & Musik Venue

ini sebagi salah satu tempat pusat interaksi mereka. Hal ini didasari oleh latar

belakang dari Kelompok Hardcore Depok itu sendiri, yang memiliki minat akan

selera musik hardcore. Sebagaimana diketahui Kelompok Hardcore Depok

merupakan kelompok yang merepresentasikan kecintaan mereka terhadap musik

hardcore, maka ketika mereka ingin memenuhi kebutuhan atas selera musik

54
mereka tersebut, mereka akan mencari wadah lokasi yang ideal menyediakan

berbagai hal yang berkenaan dengan musik hardcore. Hal ini tentunya untuk

memenuhi tuntutan kepuasan atas selera musik yang mereka cari, maka terpilihlah

Ramanda Studio & Musik Venue sebagai lokasi utama tersebut. Sebagaimana

yang dikatakan oleh saudara “MEA” sebagai pelaku dan penikmat musik

hardcore:

“yang paling sering ya di gedung Ramanda Depok. Karena kan


disanalah tempat gigs-gigs (pertunjukan musik) hardcore biasanya
diadain kalau di Depok. Apalagi yang dicari sama anak-anak hardcore
kalau bukan musiknya. Kan salah satu klimaks orang yang suka
hardcore pasti di gigsnya, jadi nonton gigs hardcore itu salah satu hal
yang penting menurut gue”. (wawancara mendalam dengan “MEA“ 6
September 2016).

Didasarkan oleh kecocokan Kelompok Hardcore Depok yang dengan selera

musik hardcore-nya merupakan musik yang termasuk dalam scene musik

independen atau indie, maka pemilihan lokasi Ramanda Studio & Musik Venue

merupakan suatu yang ideal. Karena di satu sisi, merupakan hal yang mustahil

pada era sekarang ini menemukan musik hardcore di scene musik mainstream

Indonesia, sebagaimana yang ada di televisi dan media massa pada umumnya.

55
BAB III

LATAR BELAKANG EKSISTENSI MUSIK HARDCORE DAN

STRAIGHT EDGE

A. Musik Hardcore

A.1 Sejarah Musik Hardcore

Pada konteks pembahasan mengenai musik hardcore, kultur dan genre musik

ini tidak dapat terlepas dari scene musik serta kultur musik punk. pada aspek

historis hardcore merupakan sebuah subkultur dari punk, baik dalam aspek musik

maupun identitas budayanya. kedua scene ini tidak hanya memasuki kehidupan

masyarakat dengan musiknya tetapi juga menjelma menjadi suatu aspek yang

berpengaruh pada segi budaya dalam kehidupan masyarakat, yang secara umum

sekarang sudah tersebar di seluruh dunia. Pada dasarnya Hardcore adalah jenis

musik yang menjadi subgenre punk dan mulai muncul di Amerika dan

berkembang di daerah California pada tahun 80-an, musik ini secara garis besar

tidak berbeda dengan musik punk, hanya perbedaan di sound yang lebih berat dan

teknik vocal yang lebih matang yakni lebih menggunakan suara tenggorokan atau

biasa disebut growl (Ahmad Fikri Hadi, 2008:46). Jika punk muncul dan

berkembang di era „70-an, maka hardcore lahir dan berkembang pada era „80-an

dengan budaya dan kultur yang kurang lebih sama, Karena masih berada dalam

satu akar budaya, hanya saja genre atau alunan musiknya sedikit berbeda.

Hardcore lebih memiliki distorsi atau instrument musik yang lebih berat.

56
Dengan kondisi kultur dan genre musik yang dekat dan berkaitan, maka scene

musik punk dan hardcore tidak dapat dipisahkan secara kontras. Beberapa kultur

yang dominan ada di dalam musik punk juga secara umum terjadi di dalam scene

musik hardcore. Dari temmpat kelahiran hingga para pelaku musik hardcore

masih menjadi satu dengan kancah musik punk, karena hardcore merupakan

sebuah evolusi aliran musik yang turun langsung dari para pelaku musik punk di

awal eranya. Menurut Ahmad Fikri Hadi, salah satu ciri khas musik punk pada

saat sedang konser para penonton akan melakukan sebuah tarian atau yang sering

disebut dengan istilah “moshing” cara mereka melaj]kukan tarian biasa disebut

pogo, sedangkan arena untuk mereka menari biasa disebut “moshpit”. Punk juga

memiliki etos yang disebut dengan “D.I.Y” atau “Do it yourself”, yaitu sebuah

pengertian dalam punk bahwa dalam berkarya mereka tidak perlu memikirkan

selera pasar yang biasanya ditentukan oleh perusahaan rekaman besar, melainkan

band yang bersangkutan yang memegang hak penuh atas karyanya, itupun berlaku

dalam strategi pemasaran, dimana mereka mengurus jadwal konser sendiri bahkan

semua urusan yang berhubungan dengan band akan diurus sendiri sesuai

kemampuan band tersebut (2008:47). Hal-hal kultural seperti inilah yang pada

scene musik punk sangat dianut oleh pelaku serta penikmatnya dan juga di saat

yang sama menjelma dan menjadi sesuatu yang esensial juga di dalam kultur

musik hardcore yang mana memang merupakan musik turunan atau subkultur

langsung dari musik punk.

Jika dilihat dalam dimensi waktu, maka dapat dilihat bahwa dalam

perjalanannya, punk merupakan kultur musik yang menjadi ruang pertama

57
kelahiran musik hardcore. Di era awal, menjelang akhir tahun 1970, musik punk

mengalami diversifikasi atau pecah menjadi beberapa genre seperti hardcore, pop

punk, new wave, emo, dan diakhir tahun 1980 muncul lagi aliran musik baru yang

merupakan pecahan dari punk yaitu grunge yang dipelopori oleh Nirvana.

Masing-masing genre ini tercipta diawali dengan munculnya gelombang band

punk generasi kedua pada tahun 1977 yang mulai menambahkan unsur-unsur dari

musik lain kedalam musik punk seperti musik ska, reggae, pop, heavy metal,

blues, dan lainnya sehingga membuat musik terlihat semakin kompleks dan tidak

sesederhana seperti awal kemunculan musik ini (Ahmad Fikri Hadi, 2008:49).

Evolusi dari musik punk inilah yang menciptakan kompleksitas genre musik di

hardcore secara lebih lanjut. Pada tahun 1977 terjadi gelombang kedua

kemunculan band-band punk di Amerika seperti The Misfits di New Jersey, Black

flag dari Los Angles, dan Cross dari Essex. Selain itu di Los Angles banyak

bermunculan band-band punk seperti The Germs, The Secrements, X, Circle

Jerks, The Plags dan Fear, sedangkan di Orange County muncul Sosial Distorion

dan The Adolescents. Band-band inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal

subgenre dari punk yaitu hardcore (Ahmad Fikri Hadi, 2008:46). band-band

seperti Black Flag, Minor Threat, Sosial Distortion, Circle Jerks, dan Dead

Kennedys adalah band-band punk gelombang kedua yang menjadi cikal bakal

lahirnya musik hardcore di Amerika pada awal 1980-an (Ahmad Fikri Hadi,

2008:49).

Dalam karakter alunan musik atau genrenya, hardcore masih berada dalam

satu dimensi musikalitas dengan punk, tetapi tidak sesederhana musik punk pada

58
era awal. Terdapat perbedaan antara band-band punk gelombang pertama dengan

gelombang kedua, diantaranya sound yang dihasilkan band-band punk gelombang

kedua lebih keras dan kasar, tema penulisan lirik lebih kritis dan politis, dan

penggunaan unsure musik lain ke dalam musik punk. Selain musik, lewat band-

band gelombang kedua inilah filosofi punk mulai berkembang. Hal-hal seperti

semangat D.I.Y (Do it yourself), dikap anti kemapanan, dan anarki mulai melekat

sebagai identitas musik punk (Ahmad Fikri Hadi 2008:73). Terlihat posisi musik

hardcore memiliki akar dan perkembangan yang jelas hingga akhirnya musik ini

berkembang ke seluruh dunia.

A.2 Kemunculan Scene Musik Hardcore di Depok

Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya, kemunculan

scene musik hardcore pada aspek historis akan berhubungan dengan aspek

budaya musik punk, terutama jika dilihat pada dinamika tempat dimana hardcore

itu lahir, yaitu Amerika. Disana musik hardcore lahir secara langsung dapat

dikatakan dari dalam “perut” kultur musik punk yang sedang massif berkembang

pada eranya. Hal ini juga berpengaruh pada perkembangan musik hardcore di

dunia, termasuk di Indonesia. Dimana didasarkan pada perkembangan musik

Punk yang semakin pesat pada tahun 1970-an Punk mulai menyebar dari Eropa

sampai dengan Amerika, Asia, bahkan hampir ke seluruh dunia. (Murti dalam

Fajar Munggah Pramdani, 2012:2). Dalam tahap selanjutnya, Punk mulai dikenal

Di Indonesia sejak akhir tahun 1970-an, tetapi baru mengalami perkembangan

pesat pada tahun 1990-an di Jakarta (Fajar Munggah Pramdani, 2012:2). Hal ini

59
ditunjukkan oleh beberapa band hardcore di Depok yang lahir sangat berdekatan

dengan band-band hardcore awal di Jakarta. Hal ini sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh MEA yaitu hardcore muncul disekitar tahun 1990-an dengan

adanya Straight Answer di Jakarta dam Thinking Straight di Depok. Sebagaimana

berikut:

Salah satu kemunculan hc pertama di Depok yaitu lahirnya band


Thinking Straight di depok sekitar tahun 96 sebagia pelopor awal hc
di Depok dan kalau di Jakarta jelas udah lebih dulu ada Straight
Answer sebelumnya di waktu yang gak jauh beda (wawancara
mendalam pada 6 September 2016).

Hal ini merupakan konsekuensi yang logis atas persebaran musik punk

yang massif ke seluruh dunia. Indonesia pun tak terlepas dari persebaran kultur

punk itu sendiri, dimana hardcore ada di dalamnya. Dengan persebaran musik

punk yang menyeluruh di dunia dan menyentuh aspek lokal Indonesia, maka

bukan hal yang aneh jika muncul scene musik punk dan juga hardcore di

Indonesia. Kemunculan ini dimulai di Jakarta dan sekitarnya dikarenakan Jakarta

merupakan ibukota dan kota terbesar di Indonesia, yang mana di sinilah pusat

terjadinya perkembangan informasi dalam aspek sosial, ekonomi, hingga politik.

Untuk konteks Depok sendiri, perkembangan hardcore di kota ini dapat

dikatakan tidak lepas dari perkembangan scene musik yang ada di Jakarta

dikarenakan memang interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Depok merupakan

interaksi yang lekat dengan kehidupan masyarakat kota Jakarta. Segala aspek

kehidupan di daerah sekitar ibukota Jakarta pada umumnya tidak terlepas dari

kondisi kota Jakarta sebagai pusat perkembangan kehidupan sosial di perkotaan.

Adanya akronim “Jabodetabek” yang merupakan kepanjangan dari Jakarta,

60
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi merupakan gambaran yang sangat jelas

dari keterkaitan kota penyangga ibukota terhadap kota Jakarta sebagai pusat

(core). Kawasan Jabodetabek sendiri merupakan kawasan megapolitan yang

mencakup pusat pemerintahan negara, perekonomian, hingga pemukiman

perkotaan. Jadi, dapat dikatakan jika konsep kawasan kota Jakarta dan sekitarnya

(termasuk Depok) memiliki keterkaitan yang sangat lekat dalam berbagai bidang.

Maka dapat dilihat bahwa ketika perkembangan dalam bidang musik terjadi di

Jakarta, perkembangan itu akan sangat mudah terjadi pula di kota-kota di

sekitarnya, termasuk dalam pembahasan kali ini adalah kota Depok yang

berbatasan langsung dengan kota Jakarta dan termasuk ke dalam kawasan

megapolitan Jabodetabek.

Kemunculan serta perkembangan musik hardcore di Depok terjadi

bersamaan dengan perkembangan musik hardcore di Jakarta dengan berbagai

alasan, diantaranya kemudahan serta kedekatan akses sosial antara masyarakat

Depok dengan masyarakat kota Jakarta. Ketika kultur musik hardcore masuk ke

Jakarta, maka serta merta perkembangan hardcore di Depok pun terjadi.

Berikutnya, walaupun kemunculan atau kelahiran musik hardcore di kota Depok

dan kota Jakarta memiliki keterkaitan waktu yang hampir bersamaan, tetapi scene

musik hardcore di Depok dan di Jakarta pada perkembangannya memiliki

dinamikanya masing-masing. Di Depok sendiri, perkembangan scene musik

hardcore mengalami masa pasang-surut sebagaimana dijelaskan oleh FJM bahwa:

61
“hc di depok muncul tahun ‟90-an tapi redup lagi, hc rame lagi sejak
2005-an keatas, ditunjukin sama kemunculan banyak band-band hc
baru sampai sekarang. Sebelum tahun ini, scene musik indie di depok
sempat didominasi sama punk rock, melodic punk dan sebagainya
“(wawancara mendalam pada 2 Maret 2017)

Dengan keadaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa scene musik

hardcore di belantika musik indie Depok hingga kondisi dewasa ini sudah berada

pada posisi yang cukup mapan, jika dilihat dari perjalanan waktu yang sudah

hampir melampaui dua dekade semenjak kemunculan awalnya. Dapat dilihat juga

kemapaanan scene musik hardcore Depok semakin jelas dilihat dari terlahirnya

kembali band-band indie kota Depok yang bergenre hardcore hingga saat ini,

setelah sempat surut di awal tahun 2000‟an.

B. Straight edge

B.1 Sejarah Straight edge

I'm a person just like you.


But I've got better things to do.
Than sit around and fuck my head.
Hang out with the living dead.
Snort white shit up my nose.
Pass out at the shows.
I don't even think about speed.
That's something I just don't need.
I've got the Straight edge.
I'm a person just like you.
But I've got better things to do.
Than sit around and smoke dope.
'Cause I know I can cope.
Laugh at the thought of eating „ludes.
Laugh at the thought of sniffing glue.
Always gonna keep in touch.
Never want to use a crutch.
I've got the Straight edge.
I've got the Straight edge.
I've got the Straight edge.
I've got the Straight edge.

62
Lirik lagu “Straight edge” dari band Minor Threat pada tahun 1981
(Ross Haenfler dalam Paula Guerra, 2016:49).

Lirik lagu diatas adalah salah satu lirik lagu yang dimiliki oleh band

hardcore asal Amerika yaitu Minor Threat pada tahun 1981. Lagu tersebut

berjudul “Straight edge”, yang mana judul lagu tersebut dikukuhkan dan

diabadikan sebagai istilah utama dari suatu gerakan subkultur dari para penikmat

dan pelaku musik hardcore yang mengedepankan gaya hidup bersih. Isi dari lirik

lagu tersebut juga mencerminkan bahwa ada sebuah ide dari para pesonil band

tersebut untuk mengkritik budaya gaya hidup yang sebelumnya telah melekat

pada para penikmat dan pelaku musik punk dan hardcore yaitu budaya gaya hidup

self destruction (pengerusakan diri). Minor Threat sendiri merupakan salah satu

pelopor munculnya subkultur “Straight edge” dalam scene musik hardcore, yang

mana kata “Straight edge” tersebut memang berasal dari salah satu judul lagu

mereka. Tidak ada yang bisa meramalkan bahwa lagu 46 detik dari Minor Threat

yang diterbitkan pada tahun 1981 ini, akan menelurkan sebuah gerakan yang

mendunia dari gaya hidup bersih para pemuda, yang pada akhirnya terus bergema

selama lebih dari tiga puluh tahun kemudian. Faktanya, ide seperti tidak merokok,

mabuk, mengkonsumsi narkoba, serta memiliki hubungan seks yang baik pada

akhirnya akan menarik bagi kaum muda yang pada awalnya tengah menggilai

gaya hidup hedonistik yang ada pada scene musik hippie dan disko pada era ‟60

dan 70-an. Namun lagu ini, lahir di tengah-tengah sebuah revolusi scene musik

hardcore, terus menginspirasi puluhan ribu orang di seluruh dunia, meskipun

hanya melalui promosi yang sedikit dan hampir tidak diperdengarkan secara luas.

63
„Straight edge‟ menunjukkan potensi yang sangat kuat dari dunia musik yang

melampaui aspek yang menggerakan orang-orang hanya untuk menari, tetapi

lebih dari itu, menggerakan orang-orang untuk bertindak (Ross Haenfler dalam

Paula Guerra 2016:49). Ditulis dalam konteks budaya punk rock yang seringkali

penuh dengan narkoba, lagu ini mencerminkan kegelisahan beberapa pelaku punk

dengan sikap self-destructive yang tidak memiliki masa depan, yang lazim dianut

dalam scene punk dan hardcore pada saat itu. Para personil Minor Threat, yaitu

Ian McKaye, Jeff Nelson, Brian Baker, dan Lyle Preslar dibesarkan di

Washington DC, dalam scene punk. Mereka menyukai semangat countercultural

(budaya perlawanan), musik yang bergairah, etika D.I.Y (Do it yourself), dan

segala pertanyaan tentang mentalitas punk, tetapi mereka tidak menghargai

kecenderungan nihilistik pada scene ini. Dalam bagiannya, 'Straight edge'

merupakan reaksi terhadap penggunaan obat-obatan keras dan mabok lem yang

membuat punk era ‟77 terlihat aneh. Pada tahun 1972 New York Dolls drummer

Billy Murcia, meninggal dalam perjalanan dari overdosis narkoba, hal ini

memulai serangkaian kematian akibat narkoba yang berhubungan dengan para

musisi punk rock. Lalu ada vokalis The Sex Pistol, Sid Vicious meninggal karena

overdosis heroin pada tahun 1979, dan Darby Crash dari The Germs mengikutinya

setahun kemudian dengan overdosis-bunuh diri. Keith Morris dari band hardcore

Black Flag dan Mike Ness dari Sosial Distortion adalah di antara banyak punk

rocker yang bereksperimen dengan heroin dan obat-obatan lainnya (Ross Haenfler

dalam Paula Guerra, 2016:50). Musik punk selain identik dengan perlawanan

kaum muda juga identik dengan penggunaan obat-obatan terlarang dikalangan

64
musisi dan penggemarnya, walaupun tidak ada data kuat yang menunjukkan

jumlah musisi dan penggemar yang mengkonsumsi barang-barang haram tersebut

(Ahmad Fikri Hadi, 2008:57).

Namun walaupun punk membenci aliran hippies dan musik pop

mainstream, punk juga memiliki budaya yang mirip dengannya. Jika musik pop

memiliki budaya seks, narkoba, dan rock n‟ roll, maka punk memiliki budaya

seks, narkoba, dan punk rock. Dalam artian ini, Straight edge datang dan menjadi

tandingan dalam budaya tandingan, sebuah cara untuk para pelaku punk untuk

dapat benar-benar membedakan diri mereka. contohnya, jika mabuk dan konsumsi

narkoba adalah sebuah norma yang ada sebelumnya, maka tidak menggunakannya

menjadi pemberontakan yang baru, cara yang lebih punk untuk menjadi seorang

punk (Ross Haenfler dalam Paula Guerra 2016:50-51). Disini terlihat ada sedikit

diversivikasi budaya selain diversivikasi alunan musik ataupun genre antara punk

dengan hardcore. Tetapi kausalitas antar keduanya merupakan sesuatu yang

sangat erat.

Dalam 'Straight edge', Ian McKaye tidak berniat untuk menghasilkan

filosofi bebas narkoba yang akan bergema dengan begitu banyak orang selama

tiga puluh tahun, ia hanya bermaksud, terutama, untuk menantang sesama punk

dalam konteks lokal yang tidak menerima pandangannya. Dia merasa seolah-olah

semua orang di SMA-nya minum dan merokok ganja, membuat dia merasa seperti

orang luar atau terasing, dan dalam pandangannya anak-anak punk itu tidak lebih

baik. McKaye muda menjelaskan dalam Dokumenter Another State of Mind pada

tahun 1984, "Ketika saya menjadi seorang punk pertarungan utama saya adalah

65
terhadap orang-orang yang ada di sekitar saya, anak-anak, teman-teman saya,

bahwa saya melihat dan berkata Tuhan, saya tidak ingin menjadi seperti orang-

orang ini. Saya tidak merasa seperti saya cocok sekali dengan mereka''. Namun,

apa yang dimulainya sebagai sebuah lagu, secara bertahap malah menjadi gerakan

para pemuda di seluruh AS yang mengadopsi gaya hidup dan identitas Straight

edge, dan band-band seperti Reno dari band „7 Seconds‟, SSD Boston, dan Los

Angles Choice Uniform mulai mempromosikan gaya hidup bersih di lirik mereka.

Akhirnya, para pemuda mulai membentuk band Straight edge (contohnya Youth

of Today) di mana semua anggotanya menjauhi obat-obatan dan alkohol dan

mengambil sikap yang tegas terhadap segala hal yang memabukkan. Sejak awal

tahun 1980-an, pemuda di seluruh dunia, dari Swedia ke Argentina dan Afrika

Selatan hinggs Indonesia, telah mengadopsi identitas Straight edge (Ross Haenfler

dalam Paula Guerra 2016: 51)

Seiring berjalannya waktu, Minor Threat semakin menunjukkan posisinya

secara lebih tegas sebagai pelopor Straight edge dalam kultur Straight edge dalam

ruang lingkup Hardcore. Sementara 'Straight edge' sedang berkembang dalam

semangat yang tinggi pada tahun „80-an, lagu Minor Threat yang lain pada tahun

1983, yaitu Out of Step, melengkapi pondasi bagaimana Straight edge itu terlihat.

I Don‟t Smoke
I don‟t drink
I don‟t fuck,
At least I can fucking think
Lirik lagu Minor Threat – Out of Step 1983 (Ross Haenfler dalam
Paula Guerra 2016: 52)

66
Lagu diatas benar-benar menspesifikasikan nilai gaya hidup yang

disuarakan oleh Minor Threat sebagai salah satu pelopor budaya Straight edge.

Jika di lagu “Straight edge” Minor Threat banyak mengungkapkan kritik dengan

ungkapan terhadap budaya tandingan kultur self-destruction, maka di lagu ini

Minor Threat menciptakan tatanan nilai yang dikukuhkan sebagai norma

bagaimana seseorang menjadi Straight edge. Straight edge benar-benar abstain

dari minum minuman alkohol, menggunakan produk tembakau, konsumsi obat

untuk „bersenang-senang‟, dan dalam banyak kasus, mengejar "relaksasi" seks.

Mereka membingkai pilihan mereka sebagai komitmen seumur hidup dan

menunjukkan bahwa satu tegukan bir, satu hambatan dari rokok, merupakan suatu

hal yang dapat menghilangkan identitas mereka sebagai Straight edge. Pakaian-

pakaian yang dipakai oleh Straight edge juga memiliki slogan-slogan seperti "One

Life Drug Free", "Poison Free," dan "True 'Till Death", memungkinkan para

Straight edge untuk benar-benar menunjukan hak politik berpendapat pada lengan

baju mereka (Ross Haenfler dalam Paula Guerra 2016: 52). Keadaan yang

tergambar secara historis dari awal kemunculan Straight edge terus berjalan

hingga mengikuti garis waktu yang tidak terkira hingga sekarang. Begitu pula

penyebaran yang tidak terduga sehingga Straight edge menjadi sebuah pilihan

bagi setiap orang yang memahaminya, tetntunya orang-orang yang umumnya

terdapat di sneme subkultur musik Hardcore, yang mana musik ini sudah

mendunia, walaupun tetap melalui cara penyebaran jalur musik independen.

67
BAB IV

STRAIGHT EDGE SEBAGAI SEBUAH JAWABAN

A. Keberadaan Straight Edge di Scene Musik Hardcore Depok

Kemunculan Straight Edge di scene musik hardcore kota Depok dapat

dikatakan selaras dengan kedatangan musik hardcore di Depok itu sendiri. Hal ini

sedikit berbeda dengan kemunculan Straight Edge di scene musik hardcore

Amerika (tempat kelahiran musik hardcore dan konsep Straight Edge itu sendiri).

Jika direlasikan dengan keberadaan musik hardcore di Amerika, di sana musik

hardcore lahir terlebih dahulu sebelum konsep Straight Edge itu datang beberapa

waktu kemudian dan menjadi subkultur dalam scene musik hardcore. Tetapi di

Depok khususnya, musik hardcore muncul langsung bersamaan dengan konsep

Straight Edge yang sudah ada. Hal ini terjadi karena ketika musik hardcore

muncul di Depok, konsep Straight Edge sudah menjadi konsep yang matang dan

sedang mengalami persebaran yang cukup signifikan di berbagai belahan dunia,

mengikuti perkembangan scene musik hardcore tersebut.

Untuk kancah musik hardcore kota Depok sendiri yang sebenarnya tidak dapat

dipisahkan dengan scene musik hardcore kota Jakarta, para pelaku serta

penikmatnya bahkan sering mementaskan acara musik bersama dalam satu gigs

(pertunjukkan) musik, munculnya scene musik hardcore di sini langsung

membawa konsep Straight Edge di dalamnya Sejak kemunculan awal band-band

bergenre hardcore di Depok, paham Straight Edge sudah melekat pada identitas

awal beberapa band hardcore tersebut. Dapat dicontohkan oleh keberadaan salah

68
satu band pelopor musik hardcore di Depok itu sendiri, yaitu Thinking Straight.

Band ini memulai musik hardcore mereka dengan juga membawa konsep Straight

Edge di dalamnya. Selain menciptakan lagu yang bertema kehidupan sosial dan

sebagainya, Thinking Straight juga menyuarakan konsep Straight Edge di

berbagai kesempatan melalui lirik lagu hingga pesan-pesan yang dibawakan

ditengah pementasan musik mereka. Seperti yang dijabarkan sebagai berikut.

“Thingking Straight sebagai band-band awal hardcore Depok sering


sounding ke penonton tentang Straight Edge, karena band mereka
menganut paham Straight Edge juga. Ga dari lirik aja, tapi juga dari
beberapa kali mereka memuji SXE (Straight Edge) dan orang-orang
yang menganutnya dari atas panggung. Tapi bukan berarti mereka
ngesampingin yang gak SXE (Straight edge). Mereka tetap melebur”
(wawancara dengan MEA pada tanggal 6 September 2016).
Kondisi ini menunjukkan bahwa Straight Edge sudah dikenal

semenjak musik hardcore itu sendiri hadir di Depok. Berbagai proses

persebaran informasi mengenai Straight Edge di dunia turut menciptakan scene

musik hardcore di Depok yang juga pada akhirnya berkaitan dengan paham

Straight Edge. Ketika band-band bergenre hardcore awal di Depok ada yang

menyuarakan dan membawa konsep Straight Edge kepada khalayak umum

penontonnya, maka penyampaian dan persebaran informasi mengenai konsep

Straight Edge ini juga akan dikonsumsi oleh banyak orang. Maka dari itu

Straight Edge sudah ada semenjak musik hardcore masuk ke kota Depok.

Walaupun demikian, grup musik dan pecinta musik hardcore yang yang ada di

Depok tidak seratus persen berstatus Straight Edge, banyak pula grup musik

hardcore yang mengusung musik hardcore tanpa membawa dan menganut

69
konsep Straight Edge di dalam aksi mereka dalam bermusik. Dalam arti scene

musik hardcore Depok memiliki komposisi yang beragam dalam identitasnya.

Kembali pada kondisi di mana konsep gaya hidup Straight edge, yang

pada dasarnya sudah tersedia di scene musik hardcore Depok berkat

“propaganda-propaganda” yang dilakukan oleh para pionir-pionir awal pelaku

hardcore Depok. Pada fase berikutnya, ternyata hal ini memicu sebagian

pelaku dan penikmat musik hardcore di Depok untuk mengeksplorasi konsep

Straight edge tersebut. Aspek individu hingga proses sosial yang terjadi di

dalam sscene musik hardcore Depok ini pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap identitas sosial pada masyarakat pecinta musik hardcore. Keberadaan

konsep straight edge sebagai gaya hidup yang dikatakan ”bersih” membuat

sebagian pelaku dan penikmat musik hardcore tersebut tertarik untuk

mendalami apa yang tersedia dalam konsep gaya hidup Straight Edge.

B. Sebuah Kegelisahan

Banyak para penikmat dan pelaku musik hardcore yang mengawali

kecintaan mereka di musik hardcore dengan bergaya hidup self destruction -

sebagaimana musik hardcore itu berawal, yaitu musik punk-. tetapi, dari waktu ke

waktu banyak individu-individu penikmat dan pelaku hardcore yang sepertinya

mengalami kegelisahan ataupun kejenuhan dalam menjalani gaya hidup self-

destruction yang ada di scene musik hardcore. Kegelisahan dan kejenuhan ini

datang dari berbagai aspek dalam kehidupan masing-masing para penikmat dan

pelaku musik hardcrore itu sendiri. Mulai dari tekanan dunia sosial di sekitar para

individu pecinta musik hardcore hingga kejenuhan dari dalam individu tersebut

70
dalam menjalani gaya hidup self-destruction tersebut. Seperti yang dikatakan oleh

salah satu anggota kelompok Hardcore Straight Edge Depok yang mengalami

tekanan dari keluarganya sebagai ruang sosial paling inti, ia menyatakan bahwa:

“gua dulu gapernah yang namanya hidup normal. Tidur siang melek
malem. Orang minum kopi, gua minum anggur. Orang kenyang gua
teler. Begadang tiap hari, nongkrong tiap hari. ngebaks (konsumsi
ganja) sehari aja gasanggup gua. Tapi itu dulu. Lama-lama gue capek
juga hidup kayak gitu, hidup gua ga ada yang keurus. kerja engga,
dapet duit engga, ludes iya. Lama-lama gua mikir juga hidup gua gak
ada gunanya” (wawancara dengan FM pada tanggal 17 September
2016)
Dari pernyataannya dapat dilihat bahwa dari aspek individu sendiri

terdapat refleksi diri sendiri yang mengevaluasi bahwa gaya hidup yang dia anut

tidak mengasilkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan malah mempersulit

kehidupannya. Kejenuhan yang tidak membawa manfaat apapun ini menjadi salah

satu dasar penikmat hardcore berpikir lebih jauh selanjutnya. Selian itu ada pula

yang menyatakan.

“gue itu dulunya udah ngerasain “rusak”nya hidup di dunia musik,


gue mabuk sampai “make”(konsumsi narkoba) udah lewat semua itu
yang namanya hidup “gelap” kayak gitu. Semua berhenti ketika gue
ketahuan sama keluarga. Gue ngerasa kalau gue udah ngecewain
banget orang tua, dan itu jadi tekanan terbesar gue saat itu untuk
berhenti dari gaya hidup yang dekat sama hal-hal negatif” (wawancara
dengan MAD pada tanggal 6 September 2016)
Dalam hal ini keluarga yang diposisikan pada orang tua memiliki posisi

tawar yang tinggi tentunya dikarenakan keluarga merupakan ruang sosial paling

inti dari masyarakat. Selain itu ada pula yang mengalami tekanan dari ruang sosial

teman sebaya.

71
“pernah waktu gue SMA, gue nongkrong terus, mabuk terus, duit
habis, sampe gue cabut-cabutan dari sekolah demi “senang-senang”
bodong kayak gitu. Tapi pas gue balik ke sekolah, temen-temen gue
pada ngehindar dari gue, gue kaget dan ngerasa gapunya temen. Terus
gue mikir “kenapa mereka sampe kayak gitu?” akhirnya gue tersentak
kalau ternyata “seneng-seneng” yang gue lakuin itu ga banyak
ngedatengin untung, malah gue ancur sana-sini, sampe temen aja
ngehindar”. (wawancara dengan UC pada tanggal 17 September 2016)
Selain itu persepsi masyarakat umum terhadap musik hardcore masih

didominasi oleh pandangan yang menyatakan bahwa hardcore itu adalah musik

yang berorientasi keras dan di dalamnya banyak budaya negatif yang tidak sesuai

dengan nilai atau norma yang ada di masyarakat. Dari aspek kegiatan hinga

perilaku pecinta hardcore di dalam masyarakat masih memiliki posisi yang berada

di luar kebiasaan yang ada pada masyarakat umum, di Indonesia khususnya.

Beberapa hal ini menciptakan sebuah dilema atas kecintaan mereka

terhadap musik hardcore. Mulai dari tekanan dari ruang sosial paling inti hingga

berbagai faktor lain membuat para pecinta musik hardcore berpikir akan alternatif

lain agar dapat diterima di dalam masyarakat. Karena ini sesuai dengan kebutuhan

dasar manusia, yaitu memiliki ruang sosial untuk menjalani kehidupan. Tetapi di

satu sisi kecintaan mereka terhadap musik hardcore merupakan aspek yang

melahirkan kepuasan pribadi dalam memenuhi aspek selera musik yang mereka

miliki, dengan kata lain hardcore telah menjadi bagian penting pula dalam

kehidupan mereka.

C. Straight Edge Sebagai Sebuah Alternatif

Tekanan dan kegelisahan yang datang menghampiri para pecinta musik

hardcore menuntut mereka mencari jalan keluar untuk memenuhi apa yang

72
dianggap sesuai dengan dirinya dan dunia sosialnya. Dikarenakan hal ini

berkenaan dengan aspek gaya hidup, Straight Edge datang sebagai sebuah

alternatif. Alternatif di sini dimaksudkan sebagai pilihan lain yang dapat

menjawab keresahan ataupun kegelisahan yang datang dari tekanan ruang sosial

di sekitar individu-individu penikmat hardcore. Dalam prosesnya para pelaku dan

penikmat musik hardcore memiliki pertimbangan-pertimbangan untuk

meninggalkan kultur gaya hidup yang sebelumnya bernuansa self-destruction

menuju alternatif gaya hidup lain yang lebih bisa menjawab problematika-

problematika yang menyebabkan faktor kegelisahan mereka. Dan memang di satu

sisi, alternatif itu harus menjawab juga bagaimana mereka bisa tetap bertahan di

kancah musik hardcore, dikarenakan selera akan musik hardcore sudah

merupakan suatu yang esensial bagi mereka.

Pada akhirnya Alternatif itu jatuh kepada Straight Edge sebagai konsep gaya

hidup. para penikmat musik hardcore yang mengalami kegelisahan ataupun

keresahan atas gaya hidup lamanya memiliki berbagai motif untuk menentukkan

bagaimana konsep Straight Edge ini masuk ke dalam identitas diri mereka.

Diantaranya seperti dikatakan oleh “NK” bahwa.

“Gue di tongkrongan anak-anak hc (hardcore) yang SXE (straiht


edge) dan yang gak SXE sering juga sharing seputar musik punk-
hardcore kan. Nah disitu gue dapet tuh jawabannya dari anak
hardcore Straight Edge, gimana gue harus bersikap tapi gak rusak lagi
(gaya hidupnya). Tapi gue mau tetep di (scene) musik hardcore, gue
mau tetep ngeband, gue mau tetep ke gigs (pertunjukkan musik)
hardcore. Keren sih Kalo buat gue sendiri, akhirnya gue memilih
Straight Edge karena hal ini berseberangan sama gaya hidup
masyarakat punk(hardcore sebagai turunannya) khususnya. Menurut
gue Straight Edge ini gaya hidup counter (tandingan), dan juga bisa
dibilang sebagai sikap yang tegas dan prinsipil sebagai gaya hidup.

73
Dan (Straight Edge) bisa tetap keren, tetap bisa ada di scene
hardcore” (wawancara mendalam pada tanggal 17 September 2016).
Disini terlihat bahwa komunikasi antar penikmat hardcore yang Straight Edge

dan yang tidak Straight Edge secara tidak langsung melahirkan alternatif gaya

hidup. Kegelisahan yang menghampiri para penikmat hardcore yang tidak

Straight Edge dengan segala problematikanya seakan dibukakan jalan dengan

alternatif konsep Straight Edge. Di dalam kegiatan-kegiatan musik hardcore yang

dilaksanakan juga menjadi ruang interaksi yang tepat bagi pecinta hardcore yang

Straight Edge dengan yang tidak Straight Edge. Prinsip bagi penikmat harcroe

untuk tetap berada di scene musik hardcore juga menjadi pertimbangan utama

kenapa Straight Edge menjadi alternatif bagi mereka. Karena ketika mereka

memakai prinsip Straight Edge dalam dirinya, secara tidak langsung dia tetap bisa

memertahankan eksistensinya di kancah musik hardcore, karena Straight Edge

adalah bagian dari kultur musik hardcore. Karena memang di satu sisi lainnya,

mereka telah mendapat tekanan-tekanan kegelisahan pada diri pecinta hardcore

untuk keluar dari gaya hidup lamanya, self-destruction. Di sinilah Straight Edge

datang menjadi jawaban.

D. Simbolisasi

Pada akhirnya Straight Edge sebagai nilai gaya hidup yang diambil,

menciptakan satu sistem nilai yang sama diantara Kelompok hardcore Straight

Edge Depok. Komunikasi yang terjalin di antara para pelaku dan penikmat musik

hardcore di setiap kesempatan memunculkan satu kesepakatan nilai yang sama

akan segala yang dilakukan dan menunjukkan bahwa mereka adalah seorang yang

74
berhaluan Straight Edge. Nilai-nilai yang sama ini ditunjukkan oleh simbol-

simbol yang mungkin hanya dipahami oleh para anggota kelompok hardcore

Straight Edge depok saja. Dalam menjalani kegiatan-kegiatan yang berkenaan

dengan musik hardcore, kelompok hardcore Straight Edge Depok memiliki

simbol fisik maupun non-fisik yang menyatakan identifikasi mereka dalam

kelompoknya.

1. Tanda “X” di Punggung Tangan

. Simbol fisik itu salah satunya adalah tanda “X” di punggung tangan. Tanda

“X” di punggung tangan ini secara khusus memiliki makna bahwa seseorang yang

memakainya itu merupakan seorang yang menganut paham gaya hidup Straight

Edge. Tanda X di punggung tangan ini diadopsi dari kultur Straight Edge awal

yang menyebar di Amerika dan akhirnya juga di dunia. Tanda “X” ini ditujukkan

sebagai ekspresi diri dari anggota kelompok hardcore Straight Edge terhadap

eksistensinya di scene musik hardcore khususnya. Tanda “X” di punggung tangan

ini digunakan dan ditunjukkan ketika gigs (pertunjukkan) atau acara musik

hardcore dilaksanakan.

Tanda “X” ini bukan merupakan tato yang sifatnya permanen, melainkan

hanya coretan berbentuk huruf “X” yang ditempatkan di punggung tangan dan

ditulis menggunakan alat tulis tebal seperti spidol dan sebagainya, dan bisa

dihapus sewaktu-waktu, biasanya ketika acara musik hardcore selesai

dilaksanakan. Tanda “X” di punggung tangan ini sudah menjadi bagian tak

terpisahkan ketika kelompok hardcore Straight Edge mengikuti acara-acara yang

75
ada pada scene musik hardcore. Bagi setiap anggota kelompok hardcore Straight

Edge, keberadaan tanda “X” di punggung tangan ini sudah menjadi alat

komunikasi tak langsung yang telah menunjukkan dirinya atau orang lain sebagai

seorang yang menganut gaya hidup Straight Edge.

Gambar 4.1 Penikmat musik hardcore sedang membubuhkan dan

memakai tanda “X” di punggung tangannya

(hasil dokumentasi pada observasi tanggal 22 Oktober 2016)

Tanda “X” di punggung tangan ini tidak hanya dipakai oleh penikmat musik

hardcore saja sebagai penonton tetapi juga pelaku musik hardcore sebagai

pemain musik yang melakukan pertunjukkan musik hardcore dan menganut gaya

hidup Straight Edge. tidak hanya ketika sedang berkumpul saja, tetapi ketika

berada di atas panggung pertunjukkan hardcore, para pelaku musik hardcore

yang Straight Edge juga memakai tanda ”X” di punggung tangan ini.

76
Gambar 4.2 Tanda “X” di punggung tangan para pelaku musik hardcore

saat melakukan gigs (pertunjukkan)

(hasil dokumentasi pada observasi tanggal 22 Oktober 2016)

Digunakannya tanda “X” di punggung tangan merupakan penegasan

kepada orang di luar kelompok hardcore Straight Edge bahwa diri mereka

merupakan seorang yang Straight Edge. lebih dari itu, tanda “X” ini sudah

menjadi simbol pemahaman bersama antar anggota kelompok hardcore Straight

Edge Depok untuk mengidentifikasi diri bersama anggota kelompoknya.

Dalam perkembangannya, tanda “X” ini bahkan dipakai dalam berbagai

aktivitas yang dilaksanakan oleh kelompok Hardcore Straight Edge di banyak

kegiatan yang berhubungan dengan musik hardcore seperti di pamphlet atau

77
poster-poster pagelaran acara musik hardcore, merchandise yang dijual maupun

dipakai, hingga cover album grup musik hardcore.

Gambar 4.3 Pamflet dan poster pada salah satu pelaksanaan gigs

(pertunjukkan) musik hardcore bertajuk “Edge Day 2016”

(hasil dokumentasi pada observasi tanggal 22 Oktober 2016)

Terlihat pemakaian tanda “X” di poster dan pamphlet di atas menunjukkan

bahwa tanda “X” sudah menjadi simbol yang dipahami bersama bagi para

penganut paham Straight Edge dan banyak pecinta musik hardcore. Ketika

simbol-simbol tersebut ditunjukkan pada acara-acara musik terterntu, anggota

78
kelompok hardcore Straight Edge sudah pasti akan mengerti secara sadar bahwa

Straight Edge sudah menjadi bagian dari keberadaan musik hardcore tersebut.

Gambar 4.4 Merchandise dan pemakaian property panggung yang

berorientasi pada tanda “X” saat acara musik hardcore berlangsung

(hasil dokumentasi pada observasi tanggal 22 oktober 2016)

Hal ini menunjukkan bahwa tanda “X” di pagelaran musik hardcore sudah

bukan hal yang asing lagi bagi kelompok hardcore Straight Edge. penggunaannya

79
di banyak aspek musik hardcore cukup massif dan universal. Dari penggunaan

secara pribadi hingga penggunaan secara umum dalam berbagai kegiatan musik

hardcore tidak bisa dipungkiri lagi.

Gambar 4.5 Sampul (cover) album dari salah satu grup band hardcore

Straight Edge, Stand Clear

(hasil dokumentasi pada observasi tanggal 2 November 2016)

Band hardcore yang memiliki visi sebagai penganut Straight Edge pun

ada yang menjadikan tanda “X” di punggung tangan saat konser sebagai cover

albumnya. Para pelaku musik hardcore yang berhaluan Straight Edge

menginginkan bahwa Straight Edge sebagai statusnya ingin ditunjukkan melalui

media yang bisa dihasilkan olehnya. Media itu salah satunya adalah album

tersebut. Ini berarti penegasan-penegasan bahwa tanda “X” di punggung tangan

memiliki makna yang sama di mata para penganut gaya hidup Straight Edge.

dapat dikatakan juga tanda “X” merupakan simbol komunikasi bersama yang

80
disepakati oleh pecinta musik hardcore sebagai penegasan atas prinsip gaya hidup

Straight Edge yang dianutnya.

2. Grup Musik, Karya, dan Penampilan

Pada pelaksanaannya, beberapa pelaku musik hardcore yang memasukkan

konsep Straight Edge ke dalam identitas bandnya dan juga memasukkan lirik

bertema Straight Edge di liriknya.

Cotohnya ya Stand Clear tuh di lagunya yang Just do The Edge sama
Drug Free Youth udah jelas banget ngasih propaganda tentang
Straight edge. yang emang dari albumnya aja udah jelas aroma
Straight edge-nya (wawancara mendalam dengan FJM pada tanggal 2
Maret 2017)
Grup musik ini mengidentifikasi dirinya sebagai Straight Edge biasanya

dikarenakan personilnya merupakan penganut paham gaya hidup Straight Edge.

dan berpandangan bahwa Straight Edge bisa di bawa dan dikomunikasikan

kepada khalayak melalui lirik-lirik dan segala aspek bermusiknya, seperti cover

album, logo grup musiknya, penampilan personilnya saat beraksi di atas panggung

hingga lirik dalam lagunya.

“berangsur-angsur muncul band-band bergenre hardcore yang


cenderung identik dengan Straight Edge, seperti Real Project, Moving
Forward, Thinking Straight, dan ada juga Stand Clear. “Lagu-lagu
Thinking Straight kayak Oath That Sets Me Free sama Still Here
ngejelasin tentang keteguhan mereka sama Straight Edge tuh”
(wawancara dengan MEA 6 September 2016).
Band-band tersebut menonjolkan sisi Straight Edge-nya dalam bermusik. Dari

aspek internal grup musiknya, sudah erlihat personil-personil yang menganut

paham Straight Edge didalamnya. Selanjutnya ketika memulai berkarya mereka

menciptakan lagu yang identik dan sering kali bersentuhan dengnan aspek prinsip

81
Straight Edge-nya. Lenih jauh lagi mereka sering mengemas album musiknya

dengan simbol-siimbol yang identik dengan Straight Edge seperti tanda “X” pada

cover albumnya. Penampilan mereka ketika beraksi di atas panggung juga diiringi

dengan merchandise yang identik dengan Straight Edge, mulai dari baju berlogo

X, spanduk bergambar X, hingga coretan X di tangan. Bahkan di saat-saat tertentu

seperti di sela-sela jeda antar lagu ketika mereka beraksi di atas panggung, mereka

memberi pesan-pesan akan gaya hidup bersih yang menjorok kepada konsep gaya

hidup Straight Edge. secara langsung maupun tidak mereka menyuarakan konsep

Straight Edge melalui berbagai media musikalitas tersebut.

E. Sebuah Interaksi, Pengakuan, dan Prinsip Bersama

Setelah dengan berbagai kegelisahan-kegelisahan serta datangnya Straight

Edge sebagai alternatif gaya hidup yang diadposi sebagai jawaban pada kehidupan

para pelaku dan penikmat musik hardcore, maka disinilah pada akhirnya terjadi

pemlihan gaya hidup yang dapat dijawab oleh kelompok sosial yang tersedia di

scene musik hardcore Depok, yaitu Kelompok Hardcore Straight Edge Depok.

Hal ini terjadi didasarkan oleh interaksi sosial yang berorientasi pada kesamaan

minat, keinginan, serta identitasnya. Para penikmat serta pelaku musik hardcore

Depok yang telah memutuskan menjadi seorang yang menganut Straight edge dan

memiliki ruang sosial yang sama pada scene musik hardcore, pada akhirnya

memilih kelompok sosial yang dilandaskan oleh kesamaan identitasnya sebagai

penganut gaya hidup Straight Edge dalam Kelompok Hardcore Straight edge

Depok.

82
Kelompok Hardcore Straight Edge Depok merupakan komunitas yang tidak

memiliki struktur formal dan berinteraksi secara non-formal. Tetapi secara

sosiologis, struktur sosial yang ada di Kelompok Hardcore Straight edge Depok

terbentuk dari sisi historis yang diawali oleh semakin merebaknya orang yang

berpaham Straight edge di scene musik Hardcore kota Depok.

Setelah dijabarkan bahwa scene musik hardcore sempat meredup, di era awal

tahun 2000-an, selanjutnya pada sekitar tahun 2009 hingga sekarang gegap

gempita scene hardcore dan punk di Depok mulai terlihat lagi dan selanjutna

berkembang secara signifikan. Semakin berkembangnya scene musik hardcore di

era itu, di saat yang sama berkembang juga konsep straight edge yang memang

berada dalam konteks musik hardcore. Para penganut Straight edge memiliki

lingkup yang cukup luas dari pelaku musik hardcore (personil grup band hingga

label rekaman) hingga para penikmat musik hardcore (yang biasanya mendatangi

dan menonton pertunjukkan musik hardcore). Persebaran penganut Straight edge

–walaupun bercampur dengan yang tidak menganut Straight edge- sering kali

terlihat di gigs (pertunjukan) musik hardcore di Depok dan sekitarnya. Hal ini

dikenali dengan simbol-simbol yang dipakai, dikarenakan Straight edge sering

kali menunjukkan identitasnya dengan beberapa simbol, contohnya dari coretan

“X” di punggung tangan hingga merchandise yang berorientasi pada identitas

Straight edge (hasil observasi).

Selanjutnya, dikarenakan perkembangan musik hardcore di kota Depok

berkembang secara signifikan, maka pertunjukkan konser musik hardcore

menjadi sangat sering diselenggarakan, bahkan bisa diselenggarakan hingga dua

83
minggu sekali. Intensitas pertunjukkan konser musik hardcore yang tinggi

tersebut membuat intensitas pertemuan antara para penganut Straight edge di

Depok semakin intensif. Pertemuan tidak disengaja yang intensif ini melahirkan

Interaksi-interaksi. Iniah yang membuka jalan komunikasi antar penganut Straight

edge di Depok. Komunikasi ini terjalin di sela-sela pertunjukkan musik hardcore

meupun ketika mereka sedang bertemu di tempat-tempat biasanya gigs

(pertunjukkan) musik hardcore berlangsung. interaksi ini secara tidak langsung

melahirkan ikatan non-formal yang meliputi para pelaku dan penikmat musik

hardcore yang menganut Straight edge.

“Sering tuh gue dulu kalo lagi nonton gigs (pertunjukkan) hardcore
ketemu orang-orang yang pake coretan “X” di tangannya, ya sering
ngobrol juga sama mereka, dan benar aja mereka Straight edge. ya
ngerasa sama aja jadinya, kan keren juga punya gaya hidup yang
kurang lebih sama haha” (wawancara mendalam dengan “NK” pada
tanggal 17 September 2016)
Seiring berjalannya waktu, ikatan pada para penganut Straight edge tersebut

menjadi ikatan sosial yang secara sadar di pertahankan oleh para anggotanya

hingga melahirkan Kelompok Hardcore Straight edge Depok. Walaupun

kelompok ini tidak memiliki struktur formal, tetapi secara sosiologis para pelaku-

pelaku musik hardcore seperti personil-personil grup band hardcore sering kali

menjadi garda terdepan dalam setiap kegiatan yang melibatkan Kelompok

Hardcore Straight edge Depok ini. Seperti personil-personil band hardcore asal

Depok, Real Project dan Stand Clear yang sering menyelenggarakan gigs

(pertunjukkan) musik hardcore bersama dengan para pelaku dan penikmat musik

hardcore yang didominasi oleh penganut Straight edge, bahkan grup band

hardcore pengisi acaranya pun banyak yang menganut konsep Straight edge.

84
Interaksi serta kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Hardcore Straight

Edge Depok menjadi sangat rutin terjadi di lokasi-lokasi penyelenggaraan musik

hardcore di Depok terutama di Ramanda Studio & Musik Venue yang menjadi

salah satu gedung yang paling sering dipakai untuk gigs (pertunjukkan musik)

indie di Depok. Mulai dari menyaksikan acara musik hardcore hingga

menyelenggarakan acara musik hardcore bersama telah mereka laksanakan. Hal

ini sesungguhnya semata-mata untuk memenuhi hasrat para pecinta hardcore

akan kecintaannya terhadap musik hardcore tersebut.

Dari nongkrong sampai bikin gigs (petunjukkan konser musik)


hardcore udah pernah bareng. Ya asik aja, passion kita kan di
hardcore, gak bakal jadi beban juga.kalo ngerjain pake passion yang
kita suka (wawancara mendalam dengan “AZ” pada tanggal 26
Agustus 2016)
Tetapi, sebagaimana Kelompok Hardcore Straight edge ini rutin berinteraksi,

di dalam diri setiap anggotanya tidak pernah menutup diri dari para pecinta musik

hardcore yang tidak menganut Straight edge, sebagaimana berikut:

“Jelaslah hardcore itu boleh buat dinikmatin sama semua orang yang
suka musiknya. Ngapain nutup diri kalau kita Straight edge, dia
enggak, berarti kita gak bisa main bareng, nongkrong bareng. Santai
aja, kita udah punya pilihan masing-masing, yang penting kita sama-
sama penikmat musik hardcore, clear masalah. Misahin diri antara
yang straight edge sama yang nggak straight edge buat apa? Enggak
guna” (wawancara dengan FM pada tanggal 17 September 2016)
Oleh karena itu setiap anggota Kelompok Hardcore Straight edge Depok tidak

pernah menutup diri dengan eksklusifitas anggota kelompok mereka, melainkan

membuka diri terhadap setiap orang yang mencintai musik hardcore. Ketika

mereka berkumpul pun, komunikasi antara penganut Straight edge dengan yang

tidak Straight edge tetap terjadi dan bukan merupakan masalah. Bahkan menurut

85
mereka berkumpul dengan pecinta hardcore yang tidak Straight edge bisa

membawa kebaikan bagi sesama pecinta musik hardcore, sebagaimana berikut:

“Kalo kita nongkrong sama orang yang nggak straight edge kan tetap
banyak manfaatnya, kita tetap bisa sharing tentang musik, sharing
acara musik, ngobrolin apa aja tentang musik. Ya kalo lebih jauhnya
lagi, mungkin aja sambil nongkrong sharing dia tertarik buat jadi
Straight edge, ya itu menurut gue lebih bagus lagi. Tapi jangan pernah
maksain orang buat Straight edge. lagian hardcore juga kan anak-
anaknya beragam, gak seragam semuanya nganut gaya hidup Straight
edge”. (wawancara dengan “AZ” pada tanggal 26 Agustus 2016)
Jadi berbagai kegiatan hingga interaksi yang mereka lakukan tidak menutup

diri dari pecinta hardcore yang tidak menganut konsep gaya hidup Straight edge.

selain merasa jika membuka diri itu bermanfaat bagi diri mereka, berinteraksi

dengan pecinta hardcore yang tidak straight edge juga merupakan suatu yang

realistis bagi mereka. Menurut mereka pecinta musik hardcore memiliki identittas

yang beragam dan tidak sepenuhnya merupakan penganut konsep Straight edge.

selama masih mencintai musik hardcore, maka para anggota Kelompok Hardcore

Depok tetap bisa melakukan interaksi sosialnya secara baik.

Dalam kelompok hardcore Straight Edge Depok, gaya hidup Straight

Edge pada akhirnya sudah dapat dimasukkan sebagai prinsip diri. Ini ditunjukkan

oleh motif gerakan mereka yang sudah cukup massif dalam banyak aspek dalam

musik hardcore. Mulai dari penonjolan simbol hingga perilaku gaya hidup

mereka yang sudah sangat terlihat menjalani konsep Straight Edge dengan

perilaku gaya hidup bersihnya. Lebih lanjut di dalam kelompoknya, kelompok

hardcore straight egde Depok memiliki pandangan untuk mempertahankan

konsep Straight Edge dalam dirinya hingga orang lain disekitarnya.

86
para penikmat dan pelaku musik hardcore yang sduah jelas menjalankan

Straight Edge menunjukkan ke-Straight Edge-annnya dengan menjalani gaya

hidup yang terbilang betul-betul bersih. Berbagai kegiatan dan aktifitas yang

mereka lakukan selalu dalam koridor yang selalu masuk dalam kriteria gaya hidup

Straight Edge. di antaranya tidak merokok, tidak minum-minuman keras yang

memabukkan, tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang, juga tidak melakukan

hubungan seks bebas.

“ya pasti gua engga ngerokok, engga mabuk, engga, sex bebas, dan
engga ngobat juga dimanapun”. (wawancara mendalam dengan UC
pada tanggal 17 September 2016)
Sekalipun kegiatan para penikmat hardcore Straight Edge dilakukan di tengan

scene musik hardcore yang beragam (ada yang Straight Edge, ada yang tidak)

tetapi mereka tetap melaksanakan gaya hidup Straight Edge-nya dengan

kesadaran diri. Ketika mereka berkumpul atau mendiskusikan sesuatu dalam

ruang musik hardcore seperti dalam perhelatan musik yang sedang dilaksanakan,

mereka tetap berada pada prinsip yang sama yaitu Straight Edge.

Di saat acara musik hardcore berlangsung maupun di kehidupan sehari-hari,

Straight Edge telah merasuk ke dalam diri masing-masing individu kelompok

hardcore Straight Edge.

“buat gue, Straight Edge itu komitmen. Gue akan konsisten dengan
Straight Edge. Sebisa mungkin sampai kapanpun. Apalagi hardcore
udah jadi hidup gue juga. gue pengen memperkenalkan ke orang
sekitar tentang Straight Edge, gue ngeband bikin lagunya tentang
Straight Edge, memperkenalkan Straight Edge ke orang-orang lewat
clothing atau merchandise. Yang mana, kalo orang lain ngeliat fashion
atau kostum yang berbau Straight Edge, mungkin aja mereka tertarik
dan nobody knews mungkin mereka akan terjun menjadi seorang

87
Straight Edge. Gue juga pengen orang-orang hijrah untuk ngejalanin
hidup yang lebih positif. Menurut gue Straight Edge ini adalah salah
satu jalannya. Gue juga pengen Straight Edge engga cuma ada di
hardcore, tapi juga bisa menyebar ke scene atau kultur musik yang
lain” (wawancara dengan “MEA” pada tanggal 6 September 2016).
Terlihat dari pandangannya bahwa ketika konsep Straight Edge sudah

masuk ke dalam diri anggota kelompok. Muncul pandangan yang kuat akan

penganutan konsep diri sebagai seorang yang Straight Edge sebagai komitmen.

bahkan di aspek selanjutnya, kuatnya prinsip Straight Edge dalam kelompok

hardcore Straight Edge Depok, konsep Straight Edge ini sudah dipandang sebagai

konsep yang sangat baik bagi dirinya dan harus disebarkan pula kepada orang lain

disekitarnya. Pengadopsian gaya hidup Straight Edge dalam kelompok kemudian

diarahkan kepada orang sekitar sebagai pandangan alternatif yang baik dan bisa

dilakukan.

“harus tahan banting aja sih untuk selalu hidup bersih” (wawancara
mendalam dengan “MAD” pada tanggal 6 September 2016)
Seperti terlihat diatas, kendati masyarakat indonesia yang pria pada umumnya

adalah perokok. Para penganut Straight Edge secara tidak langsung menentang

gaya hidup tersebut dengan Straight Edge-nya. Hal ini terus dilakukan dan sudah

menjadi pilihan sebagai keputusan yang harus dijalankan dengan konsisten. Dan

mereka bisa melakukannya.

88
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dillihat dari temuan dan analisa kasus pada penelitian ini dapat dilihat bahwa

pertama, Straight Edge merupakan sebuah konsep diri yang lahir di tengah

masyarakat pecinta musik hardcore yang menginginkan perbaikan atas perilaku

gaya hidup diri yang sebelumnya berkonteks negatif dalam masyarakat menjadi

gaya hidup positif dengan mengusung prinsip no smoke, no drunk, no drugs dan

no free sex. Straight Edge ini dapat dikatakan sebagai antitesis dari stigma umum

yang tercipta dalam memandang masyarakat pecinta musik hardcore.

Kedua, dalam proses internalisasinya, terlihat bahwa keputusan para anggota

Kelompok Hardcore Straight Edge Depok mengambil konsep Straight Edge

sebagai nilai gaya hidup diri dipertimbangkan dari beberapa keinginan mereka

untuk meninggalkan gaya hidup di musik hardcore yang notabene sama dengan

kultur musik punk, yang didalamnya tedapat kultur self-destruction. Hal ini

dilakukan dengan beberapa alasan, diantaranya tekanan orang-orang sekitar dalam

ruang sosial yang inti seperti keluarga untuk meninggalakan gaya hidup

negatifnya, ajakan alternatif dari ruang sosial –seperti sesama pecinta hardcore- di

sekitar yang menawarkan konsep Straight Edge tersebut, hingga pencarian jati diri

dalam masing-masing individu pecinta musik hardcore dalam menentukan

identitas sosial dirinya.

89
Pada akhirnya dengan mempertimbangkan bahwa beberapa alasan

mengarahkan para pecinta musik hardcore untuk meninggalkan gaya hidup yang

lama, sedangkan keberadaannya di scene (kancah) musik hardcore harus tetap

eksis, maka para pecinta musik hardcore ini memilih Straight Edge sebagai

sebuah jawaban dari kegelisahan yang menekan mereka. Hal ini dikaarenakan

Straight Edge merupakan alternatif gaya hidup yang memiliki konteks positif

dalam masyarakat dan di satu sisi para penganutnya tetap bisa eksis di dalam

kancah musik hardcore.

Di dalam simbolisasi penganutan gaya hidup Straight Edge di dalam

kelompok Hardcore Straight Edge Depok, banyak simbol-simbol yang dipahami

sebagai “kode” diantara mereka para penganut Straight Edge. diantaranya adalah

pemakaian simbol “X” sebagai representasi dari penganutan konsep gaya hidup

Straight Edge tersebut, hingga pernyataan-pernyataan dalam karya dan

penampilan para pecinta hardcore tersebut yang mengangkat hal-hal yang identik

dengan Straight Edge.

Ketika sudah sampai pada keputusan mengadopsi Straight Edge sebagai nilai

gaya hidup mereka, para anggota Kelompok Hardcore Straight Edge Depok

sebagai pecinta hardcore berpandangan untuk terus mempertahankan identitas

sosial mereka. Mereka –anggota Kelompok Hardcore Straight Edge Depok- ini

berpandangan secara konsisten untuk berada di dalam jalur yang berkomitmen

menganut konsep Straight Edge. Jadi, apapun keadaanya, visi mereka dalam diri

kelompoknya sudah terjaga. Bahkan lebih jauh lagi, mereka ingin

memperdengarkan kepada dunia luar bahwa ada konsep gaya hidup positif seperti

90
Straight Edge tersebut, dan mereka akan senang sekali ketika konsep tersebut

berhasil diadopsi oleh masyarakat di luar kelompok mereka, atau bahkan di luar

genre musik hardcore.

Maka akhirnya, keberadaan Straight Edge di dalam dinamika Kelompok

Hardcore Straight Edge Depok menunjukkan bahwa telah terjadi pengadopsian

nilai sebagai identitas sosial, yang dalam hal ini dilakukan oleh para anggota

Kelompok Hardcore Straight Edge Depok, yang di dalamnya tersebut berisi para

penikmat dan pelaku musik hardcore. Berbagai kegiatan dan interaksi dilakukan

(dari berkumpul hingga melaksanakan acara musik) dengan kesamaan identitas

yang ada di dalam kelompok, maka akhirnya Straight edge menjadi identitas

sosial bersama dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut mereka bukan merupakan

kelompok sosial yang eksklusif, di mana mereka tetap terus membuka interaksi

dengan pecinta hardcore yang tidak menganut Straight edge, didasarkan kepada

scene hardcore yang memiliki keberagaman identitas, ada yang straight edge dan

ada yang tidak.

B. Saran

Penelitian yang berkenaan dengan dimensi musik, kelompok, dan identitas

sosial belum tereksplorasi secara mendalam di Indonesia khususnya. Pendalaman

akan dimensi-dimensi tersebut dibutuhkan dikarenakan dinamika kelompok sosial

selalu terjadi di manapun dan kapanpun. kelompok sosial memerlukan identitas

sebagai pembeda atas kelompok-kelompok lain, dan sebagai penegasan terhadap

dunia luar atas siapakah diri mereka. Konsistensi dalam dunia sosial belum tentu

91
terjadi dalam waktu yang lama. Yang sering terlihat terjadi bahkan dinamisasi dan

perubahannya. Oleh karena itu penelitian akan dinamika kelompok sosial harus

dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu.

Dimensi Musik saat ini sudah menjadi budaya yang memiliki dinamika yang

kompleks sendiri di dalamnya. berbagai hal, tidak hanya dari sisi musikalitasnya

saja, sekarang sudah tersedia dalam budaya musik. Dalam konteks musik

hardcore itu sendiri contohnya, sudah memiliki kedalaman budaya yang cukup

signifikan. Diluar teknik bermusiknya itu sendiri. Banyak sekali penciptaan

makna yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu dimensi yang berkenaan dengan

aspek musik merupakan suatu hal yang menarik untuk didalami secara khusus

dalam ilmu sosial. Apalagi integrasi antara budaya, nilai, identitas, dan gaya hidup

yang ada di dalamnya, sebagaimana Straight edge. oleh karena itu , penelitian

sosial yang layak terhadap yang berkenaan dengan dimensi musik harus di dalami

dengan serius.

92
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abdulsyani. 2012. Sosiologi; Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Assael, Henry. 1984. Consumer Behavior and Marketing Action. Boston: Kent
Pub.
Barthes, Roland. 1988. The Semiotic Challenge. New York: Hill and Wang.
Faisal, Sanapiah. 2007. Format – Format penelitian sosial. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Guerra, Paula. 2015. On The Road to The American Underground. Porto:
University of Porto, Faculty of Arts and Humanities
Jenkins, Richard. 1996. Social Identity. New York: Routledge
Johnson, David W. dan Frank P. Johnson. 2012. Dinamika Kelompok; Teori dan
Keterampilan (edisi kesembilan). Jakarta: PT Indeks.
Kotler, Philip. 2002. Marketing Management Millenium Edition. Boston: Pearson
Custom Publishing.
Leary, Mark R. dan June Price Tangney. 2003. Handbook of Self and Identity.
New York: Guilford Press.
Mantra, Ida Bagoes. 2008. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mead, George Herbert. 1934. Mind, Self, and Society. Chicago: The University of
Chicago Press.
_____. 1938. The Philosophy of the Act. Chicago: The University of Chicago
Press.
_____. 1932. The Philosophy of the Present. Illinois: Open Court.
Moleong, lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Neuman, W. Lawrence. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif.. Jakarta: PT. Indeks.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

xvi
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemacahannya.
Jakarta: Kencana.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Karya Ilmiah
Ahmadi, Dedi. 2008. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar [Jurnal Mediator, Vol.
9 No. 2 Desember 2008].
Dewi, Familia Inka dan Martinus Legowo. 2015. Pengetahuan Remaja
Komunitas Hardcore Tentang Perilaku Hidup Sehat di SMP Negeri 5
Sidoarjo [Jurnal Paradigma Volume 03 No.01 2015]. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Fadliyanti, Novia. 2015. Studi Kelompok Sosial pada Siswa SMA Negeri 6
Pekanbaru [Jurnal Jom FISIP Volume 2 No.2 Oktober 2015]. Pekanbaru:
Universitas Riau.

Haenfler, Ross. 2004. Collective Identity In The Straight edge Movement: How
Diffuse Movements Foster Commitment, Encourage Individualized
Participation, and Promote Cultural Change [Jurnal The Sociological
Quarterly Vol. 45/No. 4/2004]. University of Mississipi.
Hadi, Ahmad Fikri. 2008. Perkembangan Musik Punk di Amerika Serikat Tahun
1974-1980. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia
Pramdani, Fajar Munggah. 2012. Profil Komunitas punk Marjinal dan Faktor
Pendorong Menjadi Punk (Studi Kasus Komunitas Punk di Lenteng Agung
Depok). Jakarta: UIN Jakarta
Sanjaya, Anto dan Mochamad Widjanarko. 2010. Orientasi Nilai Pelaku Musik
Hardcore [jurnal Volume I, No 1, Desember 2010]. Kudus: Universitas
Muria Kudus.

xvii
Sara, Ilham Pamungkas dan Pambudi Handoyo. 2014. Proses Sosialisasi Anggota
Komunitas “Hardcore Punk Sidoarjo (HCS)” [Jurnal Paradigma. Volume
02 Nomor 03 Tahun 2014]. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Artikel Resmi
uniteasia.org (Majalah online). “Check Out: Depok (Indonesia) Hardcore Scene
Report” (25/11/2015). Diakses pada tanggal 28 Februari 2017.
(https://uniteasia.org/check-out-depok-indonesia-hardcore-scene-report/).

xviii
LAMPIRAN 1

TRANSKRIP WAWANCARA

Hasil Wawancara 1

Nama : “MEA”

Usia : 27 tahun

Lokasi : Kediaman informan (Kota Depok, Jawa Barat)

Status : Pelaku musik Hardcore, Penikmat musik Hardcore,


Penjual Merchandise Hardcore-Punk, Pemilik label
rekaman musik indie “Angry Youth Records”

Tanggal dan waktu : 6 September 2016, Pukul 14:04

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya tentu
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A:Menurut gua, Straight edge itu gaya hidup positif yang gak umum untuk
ada dan terjadi di masyarakat. Emang banyak sih menurut gua orang yang
hidup positif, cuma yaa kalau yang gak kenal hardcore atau straight edge,
maka lo gak akan bisa mengklaim diri lo sebagai straight edge. Jadi yang
bergaya hidup positif ya belum tentu Straight edge.
Kalo ditarik ke sejarahnya sih, jelas kalau Straight edge itu lahir di scene
musik hardcore, yang mana hardcore itu sendiri adalah subgenre dari
punk. Dulu Ian McKaye vokalis dari band hardcore Amerika, Minor
Threat, jadi salah satu pelopornya, dia nyiptain lagu berjudul “Straight
edge” yang akhirnya bakal jadi awal lemunculan gaya hidup positif
Straight edge. Di lagu itu dia mulai nyindir-nyindir gaya hidup hardcore
dan punk yang sebelumnya dekat dengan gaya hidup bebas dan cenderung
lebih kearah yang negative. Dia ngungkapin ketidaksukaannya dia sama
mabok-rokok-narkoba-free sex yang udah jadi makanan sehari-harinya
anak punk dan hardcore lewat lagu itu. Lebih lanjut juga dia nyiptain lagu
yang spesifik lagi tentang gaya hidup Straight edge lewat lagu “Out of
Step”. Yang akhirnya “Straight edge” benar-benar dijadiin kultur baru di
hardcore yang didalamnya lo menganut gaya hidup bersih.
Selain itu ada simbol X di punggung tangan sebagai penanda kalo lo itu
straight edge, nah kalo ini awalnya dari personil band Teen Idles. Waktu

xix
mereka mau manggung di sebuah club. Karena personil band mereka masih
dibawah umur, jadi mereka dilarang beli minuman alkohol di club tsb,
sebagai tandanya, si pemilik klub tersebut ngasih tanda coretan “X” di
punggung tangan para personil Teen Idle. Tanda “X” tersebut digunain
buat petunjuk para pelayan klub biar gak ngasih izin ke mereka buat beli
minuman alcohol di barnya. Nah, Setelah kejadian itu, simbol “X” malah
diadopsi jadi salah satu ritual wajib buat anak hardcore yang Straight edge
untuk nunjukkin kalo mereka itu Straight edge, sampai sekarang.
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: kalo dilihat seperti di luar negeri, ini berhubungan dengan musik
hardcore. Karena straight edge itu sendiri lahirnya di musik hardcore.
Kalo buat gue sendiri, gue memilih Straight edge karena hal ini
berseberangan dengan gaya hidup masyarakat biasa pada umumnya dan
juga masyarakat punk khususnya. Menurut gue Straight edge ini adalah
sebuah gaya hidup counter (tandingan) dalam masyarakat, dan juga bisa
dibilang sebagai sikap yang tegas dan prinsipil dalam gaya hidup.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?
A: yang lebih gue tunjukkan adalah yang pertama tentu aja perilaku dan
gaya hidupnya, gaya hidup gue bersih. Gue ga ngerokok, mabok, free sex,
apalagi ngedrugs. Dan selain itu di saat-saat tertentu, pasti gue nunjukkin
“X” label, yaitu coretan huruf X di punggung tangan (yang biasanya ditulis
menggunakan spidol dsb.) seperti pada saat ada konser atau gigs
(pertunjukkan) hardcore, itu menunjukkan bahwa lo adalah seorang
Straight edge. Selain itu, kalau sekarang sih udah banyak merchandise-
merchandise Straight edge seperti jam tangan, baju dan segala accessories
yang bersimbol X label atau Straight edge.
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: engga ada. kecuali gaya hidupnya itu sendiri. dia harus no drunk, no
smoke, no drugs, dan no free sex
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: buat gue, straight edge itu komitmen. Gue akan konsisten dengan
straight edge. Sebisa mungkin sampai kapanpun. Apalagi hardcore udah
jadi hidup gue juga
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: engga ada kendala atau halangan apapun, dari siapapun.
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: sebenernya gue masuk ke scene musik hardcore gak disengaja.
Kebetulan dulu gue awalnya dari scene punk, gue suka datang dan nonton
musik punk. Karena hardcore bisa disebut sebagai subgenre dari punk,
maka disitulah gue ketemu sama orang-orang yang ngedalemin hardcore.
Dan setelah gue liat dan mengeksplor tentang hardcore dan ada straight
edge juga, gue tertarik sama scene musiknya. Akhirnya gue masuk dan
terjun ke hardcore.
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?

xx
A: hardcore menurut gue lebih dari sekedar musik sih. Yang pertama ada
pertemanan, yang kedua komitmen (dengan adanya straight edge), yang
ketiga bisa jadi pelindung atau tameng gue untuk hidup lebih positif.
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: dulu semenjak gue SMA (sekitar 2005-2006), mayoritas band disini itu
beraliran punk rock, melodic punk, dsb. Tetapi selanjutnya, berangsur-
angsur muncul band-band bergenre hardcore yang cenderung identik
dengan straight edge, seperti Real Project, Moving Forward, Thinking
Straight, dan ada juga Stand Clear. Sedangkan kalo di Jakarta sendiri sudah
lebih awal ada yaitu Straight Answer sejak tahun 90‟an.
Dan buat penontonnya atau penikmat hardcore sendiri, lumayan banyak
yang straight edge. Anak-anak pecinta hardcore kalo lagi ada gigs
(pertunjukan/konser) hardcore, banyak yang pake merchandise atau
aksesoris yang bertema straight edge. Seperti baju atau celana yang
bertulisan “STRAIGHT EDGE”, “IT’S OK NOT TO SMOKE” atau
bergambar “X” label. dan gue tau mereka hidup bersih, karena gue sering
ngobrol juga sama mereka.
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: karena ini subkultur yang masih minoritas di masyarakat Indonesia,
menurut gue jumlahnya mungkin gasampe seratus orang, tapi lumayan
banyak.
12 Q: Dimanakah para Kelompok Hardcore Straight edge Depok biasanya
berkumpul?
A: yang paling sering ya di gedung Ramanda Depok. Karena kan disanalah
tempat gigs-gigs (pertunjukan musik) hardcore biasanya diadain kalau di
Depok. Apalagi yang dicari sama anak-anak hardcore kalau bukan
musiknya. Kan salah satu klimaks orang yang suka hardcore pasti di
gigsnya, jadi nonton gigs hardcore itu salah satu hal yang penting menurut
gue.
13 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para pecinta musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: gue dan temen-temen suka bikin acara atau gigs (acara musik) hardcore
bareng-bareng. Salah satunya yang terdekat adalah menyambut Edge Day
(gigs indie yang kebanyakan berisi band-band hardcore straight edge,
dilaksanain untuk memperingati keberadaan straight edge) tetapi Edge Day
ini bukan peringatan kelahiran straight edge. dan Edge Day ini tidak
tertutup untuk umum atau non-straight edge.
14 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: Salah satu kemunculan hc pertama di Depok yaitu lahirnya band
Thinking Straight di depok sekitar tahun 96 sebagia pelopor awal hc di
Depok dan kalau di Jakarta jelas udah lebih dulu ada Straight Answer
sebelumnya di waktu yang gak jauh beda.
bisa dibilang contoh pelopor awalnya yaitu Thinking Straight, sebuah band
hardcore yang berhaluan straight edge, semua personilnya memegang
prinsip straight edge, hingga lagu-lagunya pun banyak bertema straight

xxi
edge. Hingga kebubarannya pun dikarenakan kesulitan mereka mencari
personil baru yang mumpuni dan menganut straight edge.
Thingking Straight sebagai band-band awal hardcore Depok sering
sounding ke penonton tentang Straight edge, karena band mereka
menganut paham Straight edge juga. Ga dari lirik aja, tapi juga dari
beberapa kali mereka memuji SXE (Straight edge) dan orang-orang yang
menganutnya dari atas panggung. Tapi bukan berarti mereka ngesampingin
yang gak SXE (Straight edge). Mereka tetap melebur.
lalu berangsur-angsur muncul band-band bergenre hardcore yang
cenderung identik dengan Straight edge, seperti Real Project, Moving
Forward, Thinking Straight, dan ada juga Stand Clear. “Lagu-lagu
Thinking Straight kayak “Oath That Sets Me Free” sama “Still Here”
ngejelasin tentang keteguhan mereka sama Straight edge tuh.
15 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: buat gue, Straight edge itu komitmen. Gue akan konsisten dengan
Straight edge. Sebisa mungkin sampai kapanpun. Apalagi hardcore udah
jadi hidup gue juga. gue pengen memperkenalkan ke orang sekitar tentang
Straight edge, gue ngeband bikin lagunya tentang Straight edge,
memperkenalkan Straight edge ke orang-orang lewat clothing atau
merchandise. Yang mana, kalo orang lain ngeliat fashion atau kostum yang
berbau Straight edge, mungkin aja mereka tertarik dan nobody knews
mungkin mereka akan terjun menjadi seorang Straight edge. Gue juga
pengen orang-orang hijrah untuk ngejalanin hidup yang lebih positif.
Menurut gue Straight edge ini adalah salah satu jalannya. Gue juga pengen
Straight edge engga cuma ada di hardcore, tapi juga bisa menyebar ke
scene atau kultur musik yang lain.

xxii
Hasil Wawancara 2

Nama : “MAD”

Usia : 22 tahun

Lokasi : Ramanda Studio & Music Venue (Kota Depok, Jawa


Barat)

Status : Penikmat dan Pelaku musik Hardcore

Tanggal dan waktu : 6 September 2016, Pukul 18:56

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A: Straight edge itu engga merokok, anti drugs, anti free sex, dan anti
drunk, ya pokoknya gaya hidupnya baguslah.
Sejarahnya sendiri yang gua tau dulu awalnya dicetuskan oleh band
hardcore Minor Threat (Amerika). Bahkan Black Flag sebagai legenda
hardcore awal juga pernah menunjukkan simbol straight edge juga, dulu
vokalisnya pernah mencoret tangannya dengan tanda “X”.
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: “gue itu dulunya udah ngerasain “rusak”nya hidup di dunia musik, gue
mabuk sampai “make” (konsumsi narkoba) udah lewat semua itu yang
namanya hidup “gelap” kayak gitu. Semua berhenti ketika gue ketahuan
sama keluarga. Gue ngerasa kalau gue udah ngecewain banget orang tua,
dan itu jadi tekanan terbesar gue saat itu untuk berhenti dari gaya hidup
yang dekat sama hal-hal negatif.
Terus gue liat di scene hardcore ada straight edge. karena gua juga melihat
bahwa gaya hidup straight edge itu bersih, ya engga ada salahnya juga gua
nganut itu untuk life style yang lebih sehat sih. Apalagi gua main di scene
musik punk-hardcore yang identik dengan hal-hal yang negatif. Selain itu
gue ngeliat straight edge itu minoritas di dunia dan di Indonesia pada
umumnya yang mana mayoritas laki-laki dan sebagian perempuan itu
merokok, gua semakin ngerasa keren aja untuk menjadi seorang straight
edge”.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?
A: gua lebih banyak menunjukkan kalo gua itu straight edge lewat gaya
hidup gua sih, ya sekali-kali gua pake lambang X di tangan, atau pake baju
yang ada logo X-nya. Dan kalo lagi ngumpul atau nongkrong sama temen

xxiii
atau siapapun yang engga straight edge, gua kadang bilang kalo gua ini
straight edge
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: engga ada sih. Paling ya harus tahan banting aja sih untuk selalu hidup
bersih. Karena gua juga kan mantan perokok keras, drugs, dan juga minum
(minuman keras).
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: gua masuk menjadi straight edge ya karena tekad gua sih, jadi sebisa
mungkin gua bakal konsisten ngejalaninnya
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: gua selama jadi Straigt Edge gapernah ada masalah di masyarakatr,
apalagi di scene musik hardcore ya, dimana gue berkecimpung. Jadi buat
gua hardcore emang rumahnya para penganut straight edge ya, jadi
straight edge gamungkin ada kendala sih kalo menurut gua di scene
hardcore itu sendiri. apalagi di masyarakat. Orang kita hidup positif kok.
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: kalo mendalami sih sebenernya gue engga hanya mendalami musik
hardcore aja. Gua itu mendalami semua musik yang ada di scene musik
punk, diantaranya street punk, punk oi, skinhead, skate punk, punk
melodic, punk rock, dan bahkan pop punk. Tapi kalo speed musik, gua
lebih seneng ke hardcorenya, begitu juga band gue sendiri pun ngambil
genre hardcore punk didalamnya.
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: hardcore yang jelas adalah turunan dari musik punk juga, ya otomatis
apa yang ada di punk banyak juga ada di hardcore, apalagi kulturnya. Ada
Anarki, equality, pemberontakan, dll. yang ngebedain hanya di hardcore
kita bisa nemuin straight edge, selain itu aroma musik hardcore lebih cepet
dari punk awal.
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: perkembangan straight edge dan hardcore itu sendiri menurut gua itu
beriringan dan pesat banget sih di Depok khususnya. Untuk di scene
Hardcore sendiri yang namanya budaya gaya hidup Straight edge sekarang
udah mulai dikenal dan orang-orang hardcore kemungkinan besar pasti tau
apa itu Straight edge sampe band-bandnya pun udah banyak yang
menganut straight edge. Salah satunya adanya Real Project dan Thinking
Straight (band). Penikmatnya juga banyak yang straight edge sih walaupun
banyak juga yang engga
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: kalo jumlah sih gua engga tau, yang jelas gasampe ratusan.
12 Q: Dimanakah para Kelompok Hardcore Straight edge Depok biasanya
berkumpul?
A: di studio Ramanda tuh yang sering banget gue datengin, biasanya kan
gigs Depok pasti disitu tuh. Udah gak lain deh, banyak banget yang datang

xxiv
kalau lagi ada gigs, sekalian seneng-seneng bareng.
13 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para penikmat musik hardcore di
Depok yang menganut Straight edge?
A: yang jelas sih kita nongkrong-nongkrong sama seperti anak-anak yang
suka musik pada umumnya. Ya pasti kita ngobrol tentang musik. Tapi yang
membedakan mungkin kalo anak-anak lain ngobrolin musik dengan
didampingin rokok, kita sebaliknya yaitu tanpa rokok, begitu juga tanpa
drugs, tanpa minum (alkohol).
14 Q: Dimana saja penikmat straight edge hardcore berinteraksi bersama?
A: yang jelas sih engga ada tempat khusus ya. tapi kalo tempat yang sering
dijadiin tongkrongan (tempat bertemu dan ngobrol) biasanya tempat
dimana ada gigs hardcore ya. kalo di Depok sendiri seringnya ada di
Ramanda Hall. Kalo untuk tempat yang lainnya mungkin di studio-studio
band.

15 Q: apakah di tongkrongan lo yang berisi orang-orang straight edge


menutup diri dengan orang yang non-straight edge?
A: engga sama sekali, kita engga menutup diri. Semua orang yang satu
scene musik sama kita di hardcore dan sama-sama senang musik hardcore,
walaupun mereka non-straight edge, kita tetap satu kita tetap bergabung.
16 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: secara signifikan gua engga tau, tapi mungkin hadirnya straight edge
disini udah dari tahun 2000a‟an keatas lah. Tapi waktu itu gua belum
straight edge, gua masih ngerokok, minum, “make” pernah, dan lainnya
deh.
17 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: “karena gue hobi dan cinta dengan segala hal yang berhubungan sama
musik punk, jadi gua akan bertahan dengan hardcore dan straight edgenya,
prinsip Straight edge tetep selalu gua pegang., karena band gue juga
genrenya hardcore. Buat gua engga ada salahnya straight edge, karena
straight edge di hardcore bukan hal yang aneh lagi. Harus tahan banting
aja sih untuk selalu hidup bersih”.

xxv
Hasil Wawancara 3

Nama : “FJM‟

Usia : 40 tahun

Lokasi : Pasar Santa, Jakarta Selatan

Status : Pelaku musik Hardcore, Pemilik merchandise store


hardcore – punk dan Label Rekaman

Tanggal dan waktu : 2 Maret 2017, Pukul 16.00

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya tentu
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A: kalo gue sih, yang gue percaya, Straight egde itu pilihan gaya hidup
tanpa mengkonsumsi rokok, minuman (keras), dan juga drugs, kemudian
tidak melakukan seks dengan negatif, ataupun berdasarkan paksaan. .
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: secara pribadi, gue berdasarkan dari musik, yang gue denger,band luar
negeri macam-macam ya dulu Minor Threat, Youth of Today, Gorilla
Biscuits, dan lain-lain. Nah disana ka nada simbol-simbol, lirik lagu,
tulisan-tulisan. Dan gue pelajari lebih lanjut bahwa ternyata ada orang-
orang di dalam musik hardcore yang mengkampanyekan gaya hidup
seperti ini (Straight edge). akhirnya timbul kesadaran pribadi, untuk lebih
sadar seperti ini, dulunya gue enggak, dulu gue mabok, dulu gue cimeng
(konsumsi ganja). wah, gue ngerasa di gaya hidup ini tuh adalah suatu yang
benar.
Dan gue makin tertarik, gue baca, gue pelajarin, dan gue jalanin. Trigernya
sih itu, musik.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?
A: y ague pake simbol “X” di merchandise dan macem-macemnya, kalo
lagi mentas, ngegigs. Gue pengen orang tau simbol yang gue pake ini
ngelambangin gaya hidup bersih, ya semoga aja mereka mau ikut, tapi kalo
enggak ya gapapa.
Ya gue mau nunjukkin ini karena gamau juga stigma masyarakat sama
anak band ya juga egaliter negative seperti itu.
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: enggak ya, jelas just no smoke, no drunk, no frugs, dan no negative sex

xxvi
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: ya kalo gue sih merasa nyaman dengan apa yang gue jalanin (straight
edge), artinya ketika gue nyaman dengan apa yang gue jalanin, ini akan gue
jalanin terus. Itu aja sih.
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: enggak ada ya, selama kita saling ngehargain sih buat gue gak ada
masalah.
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: Awalnya sih dari punk rock, lalu ketika gue dengerin musik-musik
hardcore awal gue udah suka sama genrenya. Kalo gue suka, gua bakal di
genre ini. gue hanya melakukan apa yang gue cinta dan gue hanya
mencintai apa yang gue lakukan
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: kalo yang gue pahami ya, dari lirik lebih ke sospol (sosial politik) ya,
kritik sosial dan sebagainya.
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: selama yang gue tau, selalu ada aja anak baru ataupun band baru yang
muncul dan Straight edge.
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: gue kurang tau persisnya ya, tapi kalo itungan di Depok mungkin
puluhan. Kalau ditotal Jakarta, ataupun Jabodetabek mungkin bisa lebih
dari ratusan.
12 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para pecinta musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: gak ada rutinitas khusus sih, paling terjun aja ke gigs hardcore.
13 Q: Sejak kapan Straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: kalo gue bilang sih 2000-an akhir, seiring bekembangya hardcore,
lama-lama berkembang juga gerakan atau lifestyle yang kayak gini nih
(straight edge), kan beriringan.
HC (hardcore) di depok muncul tahun ‟90-an tapi redup lagi, HC rame lagi
sejak 2005-an keatas, ditunjukin sama kemunculan banyak band-band HC
baru sampai sekarang. Sebelum tahun ini, scene musik indie di depok
sempat didominasi sama punk rock, melodic punk dan sebagainya.
14 Q: Apakah ada contoh karya lagu atau semacamnya, dari para pelaku
hardcore yang menyimbolkan straight egde?
A: Cotohnya ya Stand Clear tuh di lagunya yang “Just do The Edge” sama
“Drug Free Youth” udah jelas banget ngasih propaganda tentang Straight
edge. yang emang dari albumnya aja udah jelas aroma Straight edge-nya
15 Q: Sebagai penganut Straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: Straight edge itu kepuasan batin, gue nyaman.
Selanjutnya, dengan gue pake simbol-simbol Straight edge, gue pengen
minimal orang lain sadar sama diri sendiri, dan mengambil keputusan yang
benar untuk dirinya sendiri. Gue juga pengen orang lain jadi lebih baik

xxvii
dengan pilihan yang dia pilih. Tidak hanya hidup bersih, tetapi juga hidup
benar.
Selain itu gue selalu pengen kita saling menghargai (antara yang straight
edge dan yang tidak straight edge) tanpa harus menghakimi.

xxviii
Hasil Wawancara 4

Nama : “NK”

Usia : 24 tahun

Lokasi : Ramanda Studio & Music Venue (Kota Depok, Jawa


Barat)

Status : Pelaku dan Penikmat musik Hardcore

Tanggal dan waktu : 17 September 2016, Pukul 20:18

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah anda seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya mas
2 Q: Apa sih yang anda ketahui tentang Straight edge?
A: straight edge bisa dibilang aturan hidup yang positif mas, aturan hidup
disini maksudnya itu dia ga ngerokok, gak minum-minuman keras, ga
konsumsi narkoba, dan gak melakukan sex bebas. straight edge itu identik
dengan musik hardcore, di dalam hardcore itu ada straight edge, walaupun
ga semua penikmat hardcore itu straight edge.
Sejarahnya sendiri diawalin sama band Minor Threat (hardcore Amerika),
vokalisnya Ian McKaye adalah orang yang gak nyaman sama gaya hidup
anak-anak punk-hardcore di sekitarnya waktu SMA yang kebanyakan
nganut budaya gaya hidup self destruction (ngancurin diri sendiri pake
segala macam hal, rokok, narkoba, alcohol), rusak deh pokoknya. Nah
bersamaan dengan hal itu, mulailah dia bikin lagu, lagu itu dikasih judul
:straight edge”. Lagu ini cerita tentang nyindirnya dia ke gaya hidup
negative anak-anak punk-hardcore sebelumnya. Tapi ga disangka-sangka,
lagu ini malah jadi dasar anak-anak punk hardcore untuk nyiptain kultur
baru di hardcore, yaitu Straight edge.cyang didalamnya ada aturan gaya
hidup bersih dan positif. Dan ini diterusin sampai bertahun-tahun dari
hardcore awal era Minor Threat sampai sekarang berkembang ke segala
penjuru dunia, tentunya di scen musik hardcore.
3 Q: Mengapa anda memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: sejak awal gue merokok, mabuk, atau apapun itu. Lalu menjelang
remaja, gue suka dengan musik-musik indie. Bersama teman-teman, gue
sering datang ke acara-acara pertunjukkan musik indie yang banyak
diadakan. Lalu ketika bertemu teman-teman baru di pertunjukkan musik
indie, dan saya mengaku pengen berhenti “rusak”, lalu mereka bertanya „lo
straight edge aja ya?‟ (padahal pada saat itu gue tidak mengerti apa itu

xxix
Straight edge).
Gue di tongkrongan anak-anak hc (hardcore) yang “SXE” (straight edge)
dan yang gak “SXE” sering juga sharing seputar musik punk-hardcore kan.
Nah disitu gue dapet tuh jawabannya dari anak hardcore Straight edge,
gimana gue harus bersikap tapi gak rusak lagi (gaya hidupnya). Tapi gue
mau tetep di scene musik hardcore, gue mau tetep ngeband, gue mau tetep
ke gigs (pertunjukkan musik) hardcore. Keren sih Kalo buat gue sendiri,
akhirnya gue memilih Straight edge karena hal ini berseberangan sama
gaya hidup masyarakat punk(hardcore sebagai turunannya) khususnya.
Menurut gue Straight edge ini gaya hidup counter (tandingan), dan juga
bisa dibilang sebagai sikap yang tegas dan prinsipil sebagai gaya hidup.
Begitulah gue pertama kali dikenalkan dengan istilah Straight edge, dan
disini pula gue mencari tahu tentang apa itu Straight edge. Dengan
dijelaskan teman gue tersebut dan ditambah dengan informasi di internet
akhirnya gue paham apa itu Straight edge. Dengan pemahaman gue akan
Straight edge tersebutlah, gue ngerasa cocok dengan Straight edge, dan
secara bertahap gue menganutnya.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa anda adalah seorang Straight
edge?
A: straight edge itu terkenal sekali dengan simbol X-nya mas. Bisa
dibilang X itu identitasnya anak-anak straight edge. Ya di baju, di celana,
di tas, bisa stiker juga.
Sering tuh gue dulu kalo lagi nonton gigs (pertunjukkan) hardcore ketemu
orang-orang yang pake coretan “X” di tangannya, ya sering ngobrol juga
sama mereka, dan benar aja mereka Straight edge. ya ngerasa sama aja
jadinya, kan keren juga punya lifestyle yang kurang lebih sama haha
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: engga ada kok, ya cuma hidup sehat aja
6 Q: Apakah anda konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: harus! Karena saya hidup di hardcore, ngeband di hardcore, keren kok,
kenapa ngga diikutin straight edge-nya
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama anda menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: kendalanya ya Cuma ngejaga iman sendiri aja biar ga terjerumus jadi
rusak hehe
8 Q : Kenapa anda memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: saya suka semua musik indie, tapi semenjak saya tau musik hardcore,
saya nyaman aja sama genrenya, lebiih hidup
9 Q: Unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: hardcore secara budaya ya gajauh beda ama punk, tapi yang ngebedain
ya sekarang ada straight edge aja. Selain musik ada juga gaya hidup sama
solidaritas.
10 Q: Bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: menurut saya hardcore di Depok itu udah terkenal sama kultur straight
edge nya tang memang sudah sangat umum dijadiin prinsip para

xxx
penikmatnya. Ada beberapa band yang bermunculan dan menyatakan
mereka straight edge. Contohnya saya suka Thinking Straight
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: lumayan banyak ya, 50 lebih mungkin, tapi kan jumlahnya terus
berubah.
12 Q: Dimanakah para pecinta hardcore straight edge depok biasanya
berkumpul?
A: pasti di tempat-tempat ada gigs hardcore. Kalau di Depok saya
seringnya di Ramanda sama pasar segar.
13 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para penikmat musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: yang jelas ngumpul buat diskusiin musik, ngumpul buat ngadain acara
musik, dan yang jelas nikmatin musik hardcore bareng-bareng. Tapi engga
hanya bareng yang straight edge aja loh.
14 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: mungkin bisa dibilang ya ketika band-band hardcore straight edge di
depok bermunculan ya. salah satu pelopor awalnya kan ada Thinking
Straight yang bener-bener legend di straight edge hardcore Depok. Mereka
muncul sekitar 2000‟an dan konsisten ngembangin musik hardcore dan
prinsip straight edge mereka, dan akhirnya muncullah beberapa band
straight edge berikutnya seperti Real Project, Moving Forward, Stand
Clear, dll. Dari era itu, musik hardcore dan straight edge berkembang
secara baik di Depok
15 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan anda kedepan
mengenai straight edge?
A: jujur, yang engga akan berubah dari saya yaitu, saya bakal terus
sounding ke semua orang tentang straight edge. Di mata saya straight edge
itu udah jadi jawaban yang keren banget atas gaya hidup negative orang
Indonesia, yang kebanyakan pasti merokok. Apa sih salahnya hidup sehat?
Engga aka nada ruginya. Kamu juga tetep bisa keren walaupun ga
ngerokok dll, ya contohnya ya kita ini penganut Straight edge. Kita engga
lepas sama musik hardcore yang biasanya identik sama musik yang keras,
tapi kita tetep bersih. Begitu juga ketika saya ngeband, saya bakalan terus
menyuarakan ke orang-orang tetntang straight edge lewat lagu dan aksi
saya di stage. Walaupun begitu, siapapun yang straight edge tetep harus
maklum sama prinsip orang yang non-straight edge, begitu pula
sebaliknya. Gaperlu ada pemaksaan diantara masing-masing, hanya sharing
dan sounding aja.

xxxi
Hasil Wawancara 5

Nama : “AZ”

Usia : 21 tahun

Lokasi : kediaman informan (Kota Depok, Jawa Barat)

Status : Pelaku dan Penikmat musik Hardcore

Tanggal dan waktu : 26 Agustus 2016, Pukul 15.15

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya gue Straight edge.
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A: Straight edge itu ya panutan hidup sih, kalo dibilang aturan hidup ya
benar juga. Straight edge secara umumnya sih setahu gue kultur yang
dibawa dari barat, dari Amerika, yang pada saat itu lagi booming-
boomingnya sama scene underground, terutama punk. Nah, ketika punk
muncul sekitar era (tahun) 70‟an, di tahun-tahun berikutnya masuklah
musik turunannya dari punk, yaitu hardcore. Di scene musik hardcore ini
nih muncuclnya Straight edge. Bisa dibilang Straight edge di hardcore tuh
muncul jadi perlawanan kultur punk sebelumnya, kalau di punk kan identik
sama yang namanya self destruction (penghancuran diri) gaya hidup sesuka
hati, hidup bebas, ekspresi anak muda, gak punya aturan, hasilnya ya
penikmat-penikmat musik yang suka mabuk, free sex, ngobat, dan lain-lain
semacamnya deh. nah, kalau Straight edge di hardcore ini beda, dia
ngelahirin kultur gaya hidup yang 180 derajat berlawanan sama self
destruction-nya punk. Di straight edge ini muncul aturan yang menitik-
beratkan di gaya hidup sehat. Gak ada yang mabuk, gak ada yang narkoba,
bahkan gak ada yang ngerokok apalagi seks bebas. Padahal kalo dilihat
sejarahnya, hardcore bisa juga dibilang sebagai anak atau adiknya punk,
karena musik hardcore itu adalah perkembangan dari musik punk, masih
satu scene lah sebenarnya mereka yang awalnya muncul di CBGB (club),
New York.
Lebih lanjutnya lagi, Straight edge itu dicetusin sama personilnya Minor
Threat (band hardcore Amerika) diantaranya yaitu vokalisnya Ian McKaye
yang pada awalnya gak suka sama gaya hidup di scene punk dan hardcore
yang merusak diri sendiri, dia gak setuju sama keadaan di sekitar dia, yang
umumnya perilakunya negative. Nah setelah itu dia tuangkan ketidak-
setujuannya itu ke dalam lagu bandnya, Minor Threat, yang berjudul
Straight edge. Disitu dia menyindir secara langsung para penikmat sama

xxxii
pelaku musik punk dan hardcore saat itu yang cenderung self-destruction.
Dan sejak saat itu judul lagu itu dijadiin istilah utama buat kultur
perlawanan para pecinta hardcore yang suka nikmatin musik hardcore, tapi
gak mau terjun untuk merusak diri sendiri, seperti punk-hardcore
sebelumnya. Hingga sampai sekarang Straight edge itu udah banyak ter-
sounding ke banyak belahan dunia, tapi biasanya sih ke orang yang tahu
scene musik hardcore dan underground aja kalo di Indonesia. Straight edge
secara gak langsung sih udah jadi salah satu pilihan gaya hidup para
pecinta musik terutama hardcore.
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: gue kenal Straight edge itu semenjak gue ngeband sama temen-temen
gue. Gue ngeband awalnya sering ngebawain musik yang genrenya punk
rock atau hardcore. di scene musik punk-hardcore inilah gua kenal yang
namanya Straight edge. Diawali sama vokalis gue yang tiba-tiba berhenti
ngerokok, mabuk, dan sebagainya, akhirnya gue penasaran, setelah gue
tanya-tanya, dia mengaku Straight edge. Dan akhirnya gue ikutan coba
ngejalaninnya, akhirnya gue pun Straight edge. Kenapa gue memilih
Straight edge ya utamanya pengaruh orang sekitar yaitu band gue, yang
kedua gue liat gak ada salahnya buat ngejalanin gaya hidup kaya gini,
bersih, sehat, dan positif banget.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?
A: pertama kalo nongkrong sama siapapun itu gue gapernah ikutan
ngerokok, minum (minuman keras), ataupun sebagainya. Kedua, gue kalo
manggung beberapa kali pake simbol “X” di tangan, itu nunjukkin kalau
gue Straight edge. Ketiga, gue juga punya beberapa kaos yang ada simbol
“X”-nya ataupun kaos dengan kalimat-kalimat yang nunjukkin kalau gue
Straight edge, contohnya baju bertuliskan “DRUGS FREE”.
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: engga ada, walaupun bukan anak hardcore pun lo silahkan aja Straight
edge. Tapi pada umumnya ya kebanyakan pasti orang-orang yang kenal
hardcore yang Straight edge.
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: gue bakal berusaha buat konsisten. Tapi jujur aja ngejalanin Straight
edge di Indoneisa itu agak banyak cobaannya. tau sendiri kan kalau di
Indonesia kita bisa lihat mayoritas orang itu ngerokok. Tapi tetep berusaha
sih gue
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: engga ada sih, gue asik-asik aja Straight edge.
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: ya itu sih, mungkin awalnya karena gue kenal sama musik punk, jadi ya
wajarlah kalau gue juga kenal sama musik hardcore, karena masih satu
garis kan itu sejarahnya. Jadi scene-nya juga engga jauh-jauh banget.
Setelah gue dari punk masuk ke hardcore, gue ngerasa nyaman aja di
musik ini, kayak passion gue gitu genrenya. Ya gue tetep ada di hardcore

xxxiii
akhirnya.
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: di hardcore ya identik sama musik yang lumayan pake speed, ada
teriakannya, musiknya lumayan keras. Dan kalo disisi lainnya ya jelas ada
kultur Straight edge-nya.
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: di scene musik hardcore Depok khususnya tempat gue berkecimpung
sih betul-betul hidup ya kultur Straight edge-nya. Mulai dari
penonton/penikmat sampai personil band hardcore-nya udah banyak
banget yang ngadopsi gaya hidup Straight edge. Bahkan banyak band yang
terang-terangan mengaku sebagai band yang menganut paham Straight
edge dengan banyak simbol “X” di merchandise hingga di media sosial
band tersebut. Banyak yang nyelipin huruf X di akun-akun mereka. Dan
banyak yang berpakaian dengan tulisan “STRAIGHT EDGE” atau simbol
“X” ketika ada gigs hardcore. Berkembanglah pokoknya.
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: tapi kalau ditotal sih mungkin gak sampai seratusan ya, tapi puluhan itu
pasti. Itu aja udah kelihatan banget kalo lagi ada konser hardcore.
12 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para penikmat musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: Dari nongkrong sampai bikin gigs (petunjukkan konser musik) hardcore
udah pernah bareng. Ya asik aja, passion kita kan di hardcore, gak bakal
jadi beban juga.kalo ngerjain pake passion yang kita suka.
kalo gue sendiri sering diskusi sama beberapa temen yang Straight edge
tentang ramenya scene hardcore di Depok, kadang gue juga ngomongin
masalah pesatnya perkembangan hardcore, termasuk makin luasnya orang-
orang yang tau Straight edge. Kalo mereka yang punya band, pasti mereka
aktif buat tampil di gigs-gigs hardcore sih.
13 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: kalo masalah waktu mungkin sekitaran tahun 2000‟an awal kayaknya.
Itu udah ada beberapa pelopor hardcore dan Straight edge di Jakarta sama
Depok. Contohnya Thinking Straight sih kalo di Depok, band hardcore
Straight edge yang muncul akhir 90‟an dan baru aja bubar kemarin ini
(November 2016)
14 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: Straight edge itu jelas gaya hidup, aturan hidup yang bisa lo pilih
ataupun engga, tapi pandangan gue jelas bahwa Straight edge itu gapernah
merugikan siapapun penganutnya maupun orang lain disekitar. Kalau ada
yang mau nganut Straight edge itu udah bagus banget, karena dia sadar
pentingnya good lifestyle. Gue harap orang yang Straight edge makin
banyak, dan musik hardcore tetap engga hilang kultur Straight edge-nya.
Dan satu lagi, kalaupun ada orang yang tidak straight edge ya gak masalah,
jangan jadi “keras”. Kalo kita nongkrong sama orang yang nggak straight
edge kan tetap banyak manfaatnya, kita tetap bisa sharing tentang musik,

xxxiv
sharing acara musik, ngobrolin apa aja tentang musik. Ya kalo lebih
jauhnya lagi, mungkin aja sambil nongkrong sharing dia tertarik buat jadi
Straight edge, ya itu menurut gue lebih bagus lagi. Tapi jangan pernah
maksain orang buat Straight edge. lagian hardcore juga kan anak- anaknya
beragam, gak seragam semuanya nganut gaya hidup Straight edge anaknya
beragam, gak seragam semuanya nganut gaya hidup Straight edge

xxxv
Hasil Wawancara 6

Nama : “FM”

Usia : 23 tahun

Lokasi : Ramanda Studio & Music Venue (Kota Depok, Jawa


Barat)

Status : Penikmat musik Hardcore

Tanggal dan waktu : 17 September 2016, Pukul 21:00

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya bang
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A: straight edge itu hidup bersih bang, bebas dari rokok, narkoba, mabok,
sama sex bebas. Yang straight edge biasanya anak-anak yang tau hardcore
bang, termasuk gua.
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: awalnya gua memang suka musik hardcore dan punk. Tetapi gua belum
mengenal straight edge.
gua dulu gapernah yang namanya hidup normal. Tidur siang melek malem.
Orang minum kopi, gua minum anggur. Orang kenyang gua teler.
Begadang tiap hari, nongkrong tiap hari. nge-”baks” (konsumsi ganja)
sehari aja gasanggup gua. Tapi itu dulu. Lama-lama gue capek juga hidup
kayak gitu, hidup gua ga ada yang keurus. kerja engga, dapet duit engga,
ludes iya. Lama-lama gua mikir juga hidup gua gak ada gunanya
Sampai akhirnya ada salah satu temen deket gua yang mendadak berhenti
merokok, begitu juga berhenti minum-minuman keras, dll, gua gak tau
kenapa. Lalu suatu hari dia nawarin gua „ bray ayolah straight edge aja
kaya gua. Lumayan bersihan dikit idup lu. Duit rokok juga jadi irit (ga
kepake)‟. Berawal dari omongannya, gue dijelasin ama dia kalo Straight
edge itu begini begitu, emang ada budayanya di Hardcore, akhirnya gua
paham tentang Straight edge. Terus kedepannya, dengan tawaran dia, gua
coba-coba ngikutin temen gua itu, walopun berat awalnya, akhirnya gua
bisa lepas dari rokok. Dan yang buat gue gamasalah adalah gue tetep bisa
nikmatin nonton musik punk dan hardcore terus walaupun gue ga
ngerokok. Karena di hardcore sekarang udah banyak juga dari band
maupun penikmatnya yang sounding tentang Straight edge.
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?

xxxvi
A: nih gue sering nyoret “X” nih di tangan gue, itu tandanya gua straight
edge bang.
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: dia gaboleh ngerokok, gaboleh ngobat, gaboleh minum (alcohol), sama
gaboleh Sex sembarangan. Sisanya mah kaya orang biasa aja hehe
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: udah bertahun-tahun gue straight edge, pengennya sih terus. Asal iman
ga goyang aja.
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: engga ada sih bang, palingan ya ngelawan diri sendiri aja malah.
Apalagi dulu gue ngerokok, berhentinya kan juga penuh perjuangan haha
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: aduh kalo itu sih udah naluri dari lahir kali bang. Dari awal gue dengerin
hardcore dari jaman sekolah udah jatuh cinta bang. Abis itu ya gue
ngedalemin hardcore, dateng ke gigsnya, kenal sama anak-anak bandnya.
Wah asik deh pokoknya
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: hardcore yang pasti adalah musik yang punya speed kenceng, vokalnya
teriakan, terus kebanyakan liriknya tentang apapun masalah social dan
lainnya. Yang terakhir ada budaya Straight edge didalemnya
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: setau gue straight edge di Depok lumayan banyak, dan baik-baik aja.
Straight edge di Depok gapernah absen dari gigs-gigs hardcore yang ada.
Selalu ada straight edge di gigs hardcore setau gue, kan keliatan tuh dari
gaya-gaya sama simbolnya. ada yang pake baju straight edge atau ada “X”
label.
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: wah kalo itu gue persisnya gatau deh, tapi yang jelas kalo ditotal
perkiraan gua puluhan deh. Soalnya itu dia, kalo lagi ada gigs hardcore,
mereka pasti pada keliatan, dan orangnya beda-beda, gamungkin sedikit.
12 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para penikmat musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: gue sebagai orang yang cinta sama musik hardcore sih udah pasti
kerjaannya dateng dan nonton musik hardcore dimana aja. Gue juga sering
bareng temen-temen janjian buat ngejar konser hardcore di berbagai
tempat ya. kan pas nonton enak tuh bang, bisa sharing tentang musik juga.
13 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: kalo dari kapannya gue gatau bang
14 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: gue gapernah bermaksud buat pamer atau maksa orang jadi straight
edge, tapi kalo ada yang nanya tentang musik hardcore, pasti gue juga
jelasin kalo ada straight edge disitu. Bahkan ada temen gue yang jadi

xxxvii
nganut straight edge gara-gara gue gasengaja cerita tentang gaya hidup gue
yang straight edge. gue gabisa nebak ya kedepan gimana, apa straight edge
tambah banyak atau gimana. Tapi selama penganut straight edge masih
bisa konsisten sama komitmennya, ya harusnya kita jalan terus di straight
edge.

15 Q: Dalam scene hardcore, apakah lo menolak orang yang tidak Straight


edge?
A: Jelaslah hardcore itu boleh buat dinikmatin sama semua orang yang
suka musiknya. Ngapain nutup diri kalau kita Straight edge, dia enggak,
berarti kita gak bisa main bareng, nongkrong bareng. Santai aja, kita udah
punya pilihan masing-masing, yang penting kita sama-sama penikmat
musik hardcore, clear masalah. Misahin diri antara yang straight edge
sama yang nggak straight edge buat apa? Enggak guna

xxxviii
Hasil Wawancara 7

Nama : “UC”

Usia : 22 tahun

Lokasi : Ramanda Studio & Music Venue (Kota Depok, Jawa


Barat)

Status : Penikmat musik Hardcore

Tanggal dan waktu : 17 September 2016, Pukul 19:19

Q: Question
(pertanyaan)
A: Answer
(jawaban)
NO DIALOG
1 Q: Apakah lo seorang yang menganut Straight edge?
A: Iya
2 Q: Apa sih yang lo ketahui tentang Straight edge?
A: straight edge itu bagian dari musik hardcore. Di musik yang notabene
keras, kan pasti penikmatnya identiknya sama anak-anak yang bandel, yang
suka mabok, ngerokok, dan narkoba. Nah kalo straight edge ini
menunjukkan kalo ada penikmat hardcore yang engga seperti itu, straight
edge tetap menikmati musik hardcore tetapi menolak gaya hidup yang
negatifnya, seperti mabuk dan narkoba.
3 Q: Mengapa lo memilih menjadi seorang yang menganut Straight edge?
A: gua udah dari SMP tau musik punk dan hardcore, sering dateng ke
gigsnya juga, tapi lebih sering ke gigs punk rock. Tapi gue ga nganut
paham straight edge karena gue perokok, jujur kadang gua nyimeng
(konsumsi ganja) juga dan kadang “minum” (minuman keras) juga. Sampe
pas waktu SMA gua ngalamin kejadian yang ngebuat gua agak terguncang,
pernah waktu gue SMA, gue nongkrong terus, mabuk terus, duit habis,
sampe gue cabut-cabutan dari sekolah demi “senang-senang” bodong
kayak gitu. Tapi pas gue balik ke sekolah, temen-temen gue pada ngehindar
dari gue, gue kaget dan ngerasa gapunya temen. Terus gue mikir “kenapa
mereka sampe kayak gitu?” akhirnya gue tersentak kalau ternyata “seneng-
seneng” yang gue lakuin itu ga banyak ngedatengin untung, malah gue
ancur sana-sini, sampe temen aja ngehindar. Disitu pikiran gua kacau gak
karuan, bingung mau ngapain, akhirnya gua coba berhenti ngelakuin hal-
hal kayak gitu. Perlahan-lahan sampe akhirnya gue berhenti total.
Lanjut pas gua lagi ada kesempatan nonton gigs hardcore dan punk waktu
itu di Depok, gue dateng dan nongkrong bareng anak-anak hardcore. Disitu
gue liat ada orang pake baju tulisannya „Straight edge‟ dan ada lambang
„X‟ nya gede. Gua dikasih tau sama dia, Straight edge itu gaya hidup bersih

xxxix
anak-anak hardcore. Dan saat itu dia bilang „lu ngerokok ga? Lu Straight
edge aja kalo ga ngerokok‟ disitulah titik dimana gua masuk lebih dalem ke
scene musik hardcore dan pada akhirnya gua nganut apa yang disebut
dengan Straight edge sampe sekarang.”
4 Q: Hal apa sih yang menunjukkan bahwa lo adalah seorang Straight edge?
A: Masalah fashion style nih, ini gua kadang-kadang nyoret lambang “X”
nih di tangan gua, ini gua lakukan kalo lagi ngumpul saat ada gigs
hardcore aja.
Selain itu ya pasti gua engga ngerokok, engga mabuk, engga, sex bebas,
dan engga ngobat juga dimanapun.
5 Q: apakah simbol X yang lo pakai di fashion dan kostum lo itu merupakan
suatu yang penting?
Ya Buat gua sih penting, karena menurut gua, itulah gua, itulah diri gua.
Karena gua straight edge, ya gua nunjukin ke orang-oranglah. Tapi intinya
gua mau ngasih tau kalo gua anak hardcore, gua suka musik hardcore, tapi
gua ga minum sama narkoba kaya anak punk biasanya, tapi selera musik
gua sama.
5 Q: Apakah ada kriteria khusus untuk menjadi seorang yang berhaluan
Straight edge?
A: ya pasti wajib ga ngerokok, ga mabuk, ga narkoba, sama ga sex bebas.
Sisanya mah biasa aja
6 Q: apakah lo konsisten dengan gaya hidup Straight edge ini?
A: karena gua suka musiknya, hardcore. Gua bakal tetap bertahan gitu.
7 Q: Apakah ada kendala atau halangan selama lo menjadi seorang yang
menganut Straight edge?
A: engga sih, engga ada kendala. Kan kalo kita masuk ke musik hardcore,
ya kita udah jadi satu sebagai pecinta musik. Ya kalo maaalah straight edge
kan Cuma urusan ke pribadi masing-masing. Jadi gada masalah
8 Q : kenapa lo memilih untuk mendalami musik hardcore?
A: gatau deh, emang suka aja ama genre musik yang kaya gini
9 Q: unsur apa aja yang ada di scene musik hardcore?
A: ya hardcore mah isinya musik keras, cepet. Dia termasuk turunan punk
juga
10 Q: bagaimana keadaan Straight edge di scene musik hardcore Depok?
A: straiht edge di depok sih berkembang terus ya. kalo dilihat-lihat ya
emang makin banyak aja yang mulai pake aksesoris sama pakaian straight
edge kalo lagi ada konser hardcore.
11 Q: Berapa sih kira-kira jumlah orang yang menganut straight edge di scene
hardcore Depok sendiri?
A: gatau persisnya ya. tapi kalo lagi ada acara (hardcore) sih bisa sampe
puluhan itu yang pada keliatan dan ngumpul.
12 Q: Apa saja aktivitas yang dilakukan para penikmat musik hardcore di
Depok yang Straight edge?
A: ya pastinya kita nongkronglah, ngebahas musik. Selain itu ya kita suka
bikin acara (hardcore) bareng-bareng teme-temen anak hardcore kalo lagi
ada kesempatan.

xl
13 Q: sejak kapan straight edge hardcore berkembang di Depok?
A: ya dari zaman gua SMP-SMA kali ya. 2007an keatas
14 Q: sebagai penganut straight edge, bagaimana pandangan lo kedepan
mengenai straight edge?
A: gua maunya straight edge itu berkembanglah, jadi kita bisa nunjukkin
kalo emang anak punk dan hardcore itu engga selamanya anak-anak engga
bener, kita bisa nunjukin sisi-sisi baik dan positifnya kayak straight edge
ini. Jadi kalo suka musik hardcore, cintai aja musiknya, dan jangan
selamanya diselimutin sama gaya hidup negatif.

xli
LAMPIRAN II

DOKUMENTASI VISUAL

Proses wawancara mendalam dengan beberapa informan

xlii
Merchandise-merchandise yang diantaranya identik dengan Straight edge, yang
dijual saat dilaksanakannya gigs (pertunjukkan) musik hardcore di gedung
Ramanda Studio & Music Venue Depok dan Rossi Music Fatmawati

xliii
Pamflet-pamflet dan selebaran-selebaran yang disebarkan dan dipasang saat gigs
(pertunjukkan) musik hardcore akan dilaksanakan, yang diantaranya identik
dengan Straight edge

xliv
Para penikmat musik hardcore berkumpul dan memakai atribut yang identik
dengan simbol Straight edge saat diadakannya gigs (pertunjukkan) musik
hardcore

xlv
Para penikmat musik hardcore berkumpul dan memakai atribut yang identik
dengan Straight edge saat diadakannya gigs (pertunjukkan) musik hardcore

xlvi
Para penikmat musik hardcore berinteraksi bersama saat diadakannya gigs
(pertunjukkan) musik hardcore

xlvii
Para Pelaku musik hardcore memakai simbol-simbol yang identik dengan
Straight edge saat tampil di panggung

xlviii
Para Pelaku musik hardcore memakai simbol-simbol yang identik dengan
Straight edge saat tampil di panggung

xlix
Para pelaku dan penikmat musik hardcore beraksi dalam satu gigs (pertunjukkan)
musik hardcore

l
Para pelaku dan penikmat musik hardcore beraksi dalam satu gigs (pertunjukkan)
musik hardcore

li
Pelaku musik hardcore sedang mencoret tanda “X” di punggung tangannya
sebelum mementaskan musik

Pelaku musik hardcore berfoto di samping tulisan-tulisan yang identik dengan


gaya hidup Straight edge

lii
Pelaku musik hardcore menunjukkan album dari grup musik hardcore-nya yang
di sampulnya terdapat simbol yang mengarah pada Straight edge

Setting panggung di gigs (pertunjukkan) musik hardcore yang menggunakan


atribut bersimbol “X” atau menyatakan Straight edge

liii
Salah satu gambar di dalam album grup musik hardcore, yang mana di dalamnya
menunjukkan simbol “X” di punggung tangan

Spanduk dari grup musik hardcore yang dilatarbelakangi oleh simbol “X”

liv
Beberapa poster dan album musik dari grup-grup musik hardcore, yang
didalamnya memiliki simbol yang menunjukkan identitas Straight edge

lv

Anda mungkin juga menyukai