PPT KELOMPOK
Rubrik Penilaian Slide Keterangan Skor
(PPT)
Rubrik 1 1 Slide Judul dan Anggota Kelompok 5
Rubrik 2 1 Slide Cerita singkat mengenai 10
artikel/berita
Rubrik 3 Min 1 Analsis teori penyimpangan 30
Slide , dalam artikel
Max 2
Slide
Rubrik 4 1 Slide Bentuk penyimpangan
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam
masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian (deviant).
Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat disebut
konformitas.
Ada beberapa definisi perilaku menyimpang menurut beberapa tokoh sosiologi, antara lain
sebagai berikut:
James Vender Zender, Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai
hal tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
Bruce J Cohen, Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat.
Robert M.Z. Lawang, Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang
menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk
memperbaiki perilaku tersebut.
B. Sifat-sifat Penyimpangan
Penyimpangan sebenarnya tidak selalu berarti negatif, melainkan ada yang positif. Dengan
demikian, penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan
positif dan penyimpangan negatif.
Menurut Lemert (1951) Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyimpangan
primer dan sekunder.
Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland . Menurut teori ini, penyimpangan
bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan
diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission) . Melalui proses ini seseorang
mempelajari suatu subkebudayaan menyimpang (deviant subculture).
Contohnya perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya
dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah. Melalui
pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut, sehingga menjadi pelaku
perilaku menyimpang.
b. Teori Labelling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert . Menurut teori ini, seseorang menjadi
penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya. Maksudnya
adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada seseorang yang telah
melakukan penyimpangan primer (primary deviation) misalnya pencuri, penipu, pemabuk,
dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian
mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya
sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder ( secondary deviation) . Alasannya adalah
sudah terlanjur basah atau kepalang tanggung
c. Teori Fungsi
Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim . Menurut teori ini, keseragaman dalam
kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan karena setiap individu
berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu dalam suatu masyarakat orang yang
berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada. Durkheim bahkan
berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan,
maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.
Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx . Para penganut teori ini
berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga
perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompok-kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk
melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum
merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana
mencerminkan nilai dan kepentingan mereka. Pendekatan teori konflik ini terhadap
penyimpangan yang paling banyak terjadi atau diaplikasikan kepada ranah kejahatan.
Meskipun adanya juga digunakan dalam bentuk penyimpangan lainnya.
Konformitas + +
Inovasi + _
Ritualisme _ +
Reatrisme _ _
Pemberontakan ± ±
Keterangan:
Tanda '+' berarti ada penyelarasan, di mana warga masyarakat menerima nilai-nilai
sosiobudaya atau norma-norma yang ada, sedangkan tanda '-' berarti menolaknya. Adapun
tanda '+/-' menunjuk pada pola-pola perilaku yang menolak serta menghendaki nilai-nilai dan
norma-norma yang baru.
1. Konformitas ( conformity )
Merupakan cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan
oleh masyarakat. Misalnya Gaelan belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya
bagus.
2. Inovasi ( inovation )
Perilaku seseorang yang menerima tujuan secara budaya, tetapi menolak cara-cara
yang diterima masyarakat dan kaidah-kaidah yang bertentangan dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Misalnya untuk memperoleh nilai ulangan yang bagus seorang siswa
melakukan tindakan mencotek.
3. Ritualisme ( ritualism )
Terjadi apabila seseorang perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi
tetap berpegangan pada cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Misalnya, seorang
karyawan yang tetap membaktikan dirinya untuk suatu pekerjaan yang membosankan,
meskipun pekerjaan tersebut tidak memiliki prospek karier dan hanya memberikan gaji yang
kecil. Tujuan budaya yang ada di masyarakat (mencapai kesuksesan) tidak dikejar oleh
karyawan itu. api, cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat tetap ia lakukan, yaitu dengan
bekerja (bekerja adalah cara yang ditetapkan masyarakat untuk mencapai kesuksesan).
4. Retreatism
5. Pemberontakan ( rebellion )
Terjadi apabila seseorang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh
kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G
30S/PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis
A. Hakikat Pengendalian Sosial
Peter L. Berger
Pengertian pengendalian sosial menurut para ahli dari Peter Berger adalah berbagai cara yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan para anggota yang membangkang.
Soerjono Soekanto
Pengendalian sosial merupakan proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan, yang
tujuannya untuk mengajak, membimbing dan memaksa warga di masyarakat untuk mematuhi
nilai – nilai dan kaidah yang berlaku.
Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial merupakan istilah kolektif yang merujuk pada proses yang terencana atau
tidak direncanakan untuk mengajarkan, membujuk atau memaksa individu agar
menyesuaikan diri dengan kebiasaan – kebiasaan dan nilai – nilai di dalam kelompok.
Ada dua sifat pengendalian social, yaitu preventif dan represif. Preventif adalah
Pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan sosial. Hal ini
bertujuan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Sedangkan Represif adalah
Pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya penyimpangan sosial. Hal ini bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran
dengan cara menjatuhkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Roucek berpendapat bahwa pengendalian social dapat dilakukan melalui intuisi dan non
intuisi, secara lisan, simbolik dan melalui kekerasan, menggunakan hukum atau imbalan, dan
secara formal ataupun informal. Menurut fromm pengendalian social dapat dilakukan melalui
sosialisasi dan Menurut Lapier pengendalian social dapat dilakukan melalui tekanan sosil
Cara pengendalian melalui institusi adalah cara pengendalian social melalui lembaga
social yang ada di dalam masyarakat seperti lembaga pendidikan hukum, agama, politik,
ekonomi, dan keluarga. Cara pengendalian melalui non institusi adalah cara pengendalian di
luar institusi social yang ada, seperti oleh individu atau kelompok massa yang tidak saling
mengenal cara pengendalian ini seringkali menggunakan kekerasan dan sifatnya tidak resmi.
Cara pengendalian melalui lisan dan simbolik sering juga disebut cara pengendalian
social persuasive. Cara ini menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing
anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku Pengendalian
social secara lisan dilakukan dengan mengajak orang menaati aturan dengan berbicara
langsung dengan bahasa lisan (verbal). Sementara, pengendalian social secara simbolik dapat
dilakukan melalui tulisan, spanduk, dan iklan layanan masyarakat. Cara pengendalian social
melalui kekerasan disebut dengan cara pengendalian social koersif. Cara ini menekankan
pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Tujuan tindakan ini agar si
pelaku jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi. Cara koersif sebaiknya dilakukan sebagai
upaya trakhir sesudah cara pengendalian persuasive dilakukan.
Cara pengendalian social menurut Horton dan Hunt adalah cara pengendalian social yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang juga memiliki peraturan-peraturan resmi, seperti
sebuah perusahaan yang telah membuat aturan mengenai gaji, kenaikan pangkat, atau cuti
beserta sanksi-sanksinya. Cara pengendalian informal adalah pengendalian yang dilakukan
oleh sekolompok kecil, akrab dan tidak resmi, dan tidak mempunyai aturan-aturan resmi yang
tertulis. Misalnya: memberikan nasehat kepada teman yang berbuat menyimpang
Cara pengendalian sosial yang paling mendasar adalah melalui proses sosialisasi.
Sosialisasi berperan dalam mengajarkan seseorang agar dapat berperilaku sesuai
harapan/ekspektasi anggota masyarakat tempat ia berada. Sosialisasi mencakup proses
penanaman perilaku, sikap dan pola pikir serta nilai-nilai sosial yang disepakati bersama.
Secara lebih lanjut, sosialisasi juga berperan dalam menginternalisasikan nilai dan norma –
suatu bentuk penghayatan terhadap nilai sosial yang muncul dari dalam diri seseorang akibat
proses sosialisasi.
Richard Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai proses yang lahir dari kebutuhan
individu agar diterima dalam kelompok. Cara pengendalian sosial ini membuat seseorang
secara langsung atau tidak langsung menyesuaikan perilakunya dengan perilaku
kelompoknya. Suatu kelompok berperan besar dalam mempengaruhi sikap, perilaku, cara
pikir serta keyakinan seseorang
1) Polisi
Polisi bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, serta mencegah dan mengatasi
perilaku menyimpang sehingga tercipta ketertiban. Perannya juga bukan hanya
menangkap, menyidik dan menyerahkan, tetapi juga membina dan memberikan
penyuluhan kepada seluruh masyarakat.
2) Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang
yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan
yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum
atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang
melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman
tergantung kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.
3) Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat tradisional.
Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota
masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap
hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya
tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.
4) Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki wibawa sehingga ia disegani dan
dihormati. yang diharapkan adalahk keteladanan, bimbingan, nasehat dan petunjuk
kepada anggota kelompoknya, serta dapat menyelesaikan konflik sesuai kesepakatan
bersama.