Otitis
Otitis
Mata Kuliah :
Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori Dan Persyarafan
Dosen Pembimbing :
Yesi Hasneli N, S. Kp., MNS
Disusun oleh :
Kelompok 2 (A 2021 1)
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat-Nya kami akhirnya bisa menyelesaikan tugas kelompok perkuliahan Mata kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori Dan Persyarafan
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis” ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
kami, ibu Yesi Hasneli N, S. Kp., MNS yang telah memberikan banyak bimbingan serta
masukan yang bermanfaat dalam proses penyusunan makalah perkuliahan ini. Rasa terima
kasih juga hendak kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah perkuliahan ini
dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan. Meskipun kami sudah mengumpulkan
banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah perkuliahan ini, namun kami
menyadari bahwa di dalam tugas kelompok yang telah tersusun ini masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan masukan, kritikan serta saran dari
semua pihak agar makalah ini bisa menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................................2
1.3 Manfaat........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Konsep Teori................................................................................................................3
2.1.1 Definisi Otitis.......................................................................................................3
2.1.2 Patofisiologi Otitis...............................................................................................3
2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium Otitis...............................................4
2.1.4 Pendidikan Kesehatan dan Upaya Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier
Otitis....................................................................................................................................7
2.1.5 Pengobatan Otitis...............................................................................................10
2.1.6 Penatalaksanaan Otitis.......................................................................................13
2.1.7 Tren dan Issue Otitis..........................................................................................13
2.2 Kasus Keperawatan Otitis.........................................................................................14
2.2.1 Skenario..............................................................................................................14
2.2.2 Terminologi........................................................................................................14
2.2.3 Peran Dan Fungsi Perawat: Fungsi Advokasi Peraawat Pada Kasus Skenario..15
2.2.4 Asuhan Keperawatan Skenario..........................................................................16
BAB III PENUTUP..................................................................................................................28
3.1 Kesimpulan................................................................................................................28
3.2 Saran..........................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
infeksi pada telinga tengah. Untuk di Indonesia sendiri, ISAAC Phase Three telah
melalukan penelitian di beberapa daerah untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi
dengan menggunakan kuesioner, diantaranya yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan
Bali. Dari hasil studi di Jakarta, didapatkan 26,71% anak usia 13-14 tahun mengalami
gejala rinitis alergi. Di Kota Bandung dan Semarang, prevalensi rinitis alergi pada
anak-anak usia 13-14 tahun berjumlah 19,1% dan 18,4%.5 Berdasarkan data
penelitian yang ada yaitu tingginya tingkat kejadian OMSK di negara berkembang
dan juga laporan penelitian mengenai gambaran pasien OMSK dengan riwayat RA
dan Non RA yang di Indonesia terutama pada provinsi Aceh masih sangat terbatas.
Selain itu, dikarenakan laporan yang sangat terbatas sehingga membuat kurangnya
informasi mengenai hal tersebut. Sehingga diperlukannya peneltian yang juga sebagai
laporan agar masyarakat mendapatkan informasi.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi otitis
2. Untuk mengetahui patofisiologi otitis
3. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan laboratorium otitis
4. Untuk mengetahui pendidikan kesehatan dan upaya pencegahan primer, sekunder
dan tersier otitis
5. Untuk mengetahui pengobatan otitis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan otitis
7. Untuk mengetahui tren dan issue terkait otitis
8. Untuk mengetahui peran dan fungsi perawat
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan otitis
1.3 Manfaat
Memberikan manfaat secara teoritis kepada mahasiswa tentang penyakit otitis dan
asuhan keperawatan pada pasien otitis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Otitis eksterna adalah infeksi superfisial kulit pada liang telinga. Proses yang
terlibat dalam perkembangan otitis eksterna dapat dibagi ke dalam empat kategori
berikut (Waitzman, 2016):
a. Obstruksi (misalnya penumpukan serumen dan liang telinga sempit
atau berliku), yang mengakibatkan retensi air.
b. Tidak adanya serumen, yang mungkin terjadi akibat paparan air
secara berulang atau terlalu sering membersih kantelinga.
c. Trauma.
d. Perubahan pH saluran telinga.
Jika liang telinga lembab, dapat menyebabkan maserasi kulit dan menjadi
tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Hal ini dapat terjadi setelah
berenang (terutama air yang terkontaminasi) atau mandi, maka dapat juga disebut
Swimmer’s ears. Dapat juga terjadi pada cuaca panas yang lembab. Trauma pada
liang telinga memungkinkan terjadinya invasi bakteri ke dalam kulit yang rusak.
Hal ini sering terjadi setelah membersihkan telinga dengan kapas, klip kertas, atau
alat lain yang bisa masuk ke dalam telinga (Waitzman,2016).
4
intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang
tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala
sangat berat dan komplikasi. Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga
tengah juga diperlukan pemeriksaan timpanometeri pada pasien.
b. Pemeriksaan otitis eksterna
Menurut Hughes (2013) pemeriksaa otitis eksterna adalah sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik tampak tragus sakit dan bengkak disertai
nyeri yang hebat pada tulang rawan, sedangkan otomikosis bisa
terdapat cairan yang tebal berwarna hitam, abu-abu, kehijauan,
kekuningan atau putih.
2) Pemeriksaan dengan otoskopi
Pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis walaupun sulit
dilakukan karena ada bengkak, eritema dan sakit di liang telinga.
Dijumpai debris yang disebut dengan hifa atau spora pada otomikosis.
3) Tes pendengaran sederhana
Liang telinga mungkin bengkak dan menutup sehingga
menyebabkan terjadinya tuli konduktif.
4) Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan histologi adalah standard acuan untuk diagnosis
tetapi tidak pernah tercapai pada praktek klinik. CT scan diperlukan
untuk menunjang diagnosa otitis eksterna maligna.
5) Pemeriksaan kultur bakteri
Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga dilakukan
pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis otomikosis.
c. Pemeriksaan otitis sinusitis
Menurut Amin dan Hardhi (2015):
1) Rinoskopi anterior
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior akan didapatkan mukosa
yang edema dan hiperemis, terlihat sekret mukopus pada meatus
media. Pada sinusitis ethmoiditis kronis eksasserbasi akut dapat
terlihat suatu kronisitas misalnya terlihat hipertrofi konka, konka
polipoid ataupun poliposis hidung.
5
2) Rinoskopi posterior
Pada pemerikasaan Rinoskopi posterior, tampak sekret yang
purulen di nasofaring dan dapat turun ke tenggorokan.
3) Nyeri tekan pipi sakit
4) Transiluminasi
Dilakukan di kamar gelap memakai sumber cahaya penlighat
berfokus jelas yang dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan.
Arah sumber cahaya menghadap ke atas. Pada sinus normal tampak
gambaran terang pada daerah glabella. Pada sinusitis ethmoidalis
akan tampak kesuraman.
5) X Foto sinus paranasalais
Kesuraman, Gambaran "airfluidlevel", penebalan mukosa.
Untuk mendiagnosis sinusitis, dokter akan menanyakan terlebih dahulu
riwayat penyakit yang Anda derita, gejala-gejala yang Anda alami, serta
menjalankan pemeriksaan pada telinga, hidung, dan tenggorokan Anda.
Dokter akan menggunakan endoskop, alat optik yang dilengkapi dengan
senter, untuk mengecek bagian dalam hidung Anda. Dengan alat tersebut,
dokter dapat melihat adanya pembengkakan, penumpukan cairan, atau
penyumbatan di hidung Anda, Bila diperlukan, Anda mungkin akan dirujuk
ke dokter spesialis THT (telinga, hidung, dan tenggorokan). Dalam beberapa
kasus, kondisi ini juga akan diperiksa dengan CT scan.
d. Pemeriksaan otitis kolesteatoma
1) Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini diperlukan untuk memastikan lokasi dan
perluasan kolesteatoma. Pemeriksaan ini tidak harus dilakukan pada
semua kasus, tapi hanya untuk kasus dimana batas posterior atau
superior dari kolesteatoma tidak dapat terlihat dengan otoskop.
Gambaran kolesteatoma terlihat berupa gambaran hipodens dengan
bata yang jelas dan dapat juga disertai gambaran destruksi pada
tulang.
2) MRI
MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang
diperkirakan dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya, seperti
keterlibatan atau invasi dural, abses epidural atau subdural, herniasi
6
otak ke rongga mastoid, peradangan pada labirin membran atau saraf
fasialis serta trombosis sinus sigmoid. Penunjang yang dilakukan
pada penderita penyakit otitis eksterna adalah pemeriksaan sekret atau
hifa yang terdapat pada liang telinga. Kemudian dilakukan
pemeriksaan kultur bakteri dan kultur jamur sehingga diperoleh jenis
bakteri dan jenis jamur. Dari hasil kultur ini, pengobatan akan lebih
adekuat dan penatalaksanaan lebih maksimal.
3) Pemeriksaan histologi
Seperti pemeriksaan kultur bakteri dan kultur jamur merupakan
standard acuan untuk diagnosis tetapi tidak pernah tercapai pada
praktek klinik. Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga
dilakukan pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis
otomikosis, mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga
dilakukan pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis
otomikosis.
2.1.4 Pendidikan Kesehatan dan Upaya Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier
Otitis
a. Pencegahan otitis media
Pencegahan primer mengurangi faktor risiko terutama pada anak-anak
1) Pencegahan ispa
2) Pemberian asi minimal selama 6 bulan
3) Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring
4) Penghindaran pajanan terhadap asap rokok. Penghindaran
pengeluaran mucus dan dengan paksaan / tekanan yang berlebih
5) Jangan mengorek – orek telinga liang telinga terlalu kasar
6) Jika ada benda asing yang masuk datanglah ke dokter
7) Jauhkan telinga dari suara keras
8) Lindungi telinga selama penerbangan
b. Pencegahan otitis eksterna
Upaya pencegahann dan pengendalian penyakit otitis externa adalah dengan
menghindari membersihankan telinga kecuali terdapat serumen berlebih atau
serumen prop, selain itu, upaya pencegahan juga dilakukan pada pasien yang
sering berenang karena merupakan salah satu faktor risiko dari otitis eksterna.
7
c. Pencegahan otitis sinusitis
1) Rajin cuci tangan
Mungkin tanpa sadar, seseorang seringkali menyentuh mata,
hidung, dan mulut. Akibatnya, kuman dapat masuk ke dalam tubuh
lewat tiga "pintu" utama tersebut dan membuat rentan terkena infeksi.
Oleh karena itu, cuci tangan adalah langkah pencegahan paling
penting untuk menghindari sinusitis serta penyakit lainnya. Cuci
tangan juga membantu mencegah persebaran kuman atau virus ke
orang lain. Bahkan, menurut Centers for Disease Control and
Prevention, rajin mencuci tangan dapat mengurangi gangguan
pernapasan, seperti pilek, hingga 16- 21% .
2) Hindari atau kelola stres dengan baik
Secara medis, ketika sedang stres, hal tersebut akan
memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Dilansir dari Cleveland Clinic,
stres dapat memicu peningkatan kadar hormon kortisol dalam tubuh,
yang berpengaruh pada meningkatnya peradangan dalam tubuh.
Ditambah lagi, stres berpotensi menurunkan kadar sel darah putih
dalam tubuh. Padahal, sel darah putih memiliki peran penting untuk
melawan infeksi di dalam tubuh. Akibatnya, tubuh memiliki sistem
kekebalan tubuh yang buruk dan lebih mudah terserang infeksi. Ingat,
penurunan sistem kekebalan merupakan salah satu faktor risiko dari
sinusitis. Maka dari itu, mengendalikan serta menghindari pemicu
stres adalah bentuk pencegahan sinusitis yang tidak boleh dianggap
remeh. Mencoba meditasi selama 10-15 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu untuk mengurangi stres. Melakukan yoga juga diyakini
berpengaruh baik pada sistem imun tubuh.
3) Konsumsi makanan bergizi
Konsumsi makanan bergizi seperti sayur dan buah-buahan
dapat menjaga tubuh tetap dalam keadaan prima. Kondisi tubuh yang
prima dapat menjaga sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, perlu
memperhatikan makanan yang dikonsumsi sebagai bentuk
pencegahan sinusitis. Menurut Pacific College of Health and Science,
berikut adalah daftar makanan yang dipercaya baik untuk mencegah
peradangan sinus:
8
a) Asam lemak omega-3 (ikan salmon, sarden, tuna, alpukat, dan
kacang- kacangan)
b) Vitamin C (sayuran hijau, kacang tauge, paprika, jeruk,
stroberi).
4) Dapatkan vaksin flu tahunan
Masih dari situs CDC, dengan mencegah flu berarti juga
melakukan pencegahan sinusitis. Vaksin influenza selalu didesain
ulang untuk mencocokkan rantai virus yang selalu mengalami
perubahan setiap tahunnya. Vaksin flu direkomendasikan untuk
kelompok berikut:
a) Semua anak usia 6-18 tahun,
b) Orang dewasa >65 tahun,
c) Orang dewasa yang berisiko tinggi mengalami komplikasi
influenza,
d) Petugas kesehatan.
Pencegahan sinusitis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas.
Rajin-rajin cuci tangan karena tindakan sederhana ini terbukti efektif
dalam mengurangi risiko tertular penyakit saluran pernapasan. Selain
itu, sedapat mungkin menghindari kontak erat dengan mereka yang
sedang terkena batuk pilek.
2) Bila anda memakai AC, sering- seringlah membersihkan
penyeringnya agar debu, jamur dan berbagai substansi yang mungkin
dapat mencetuskan alergi dapat dikurangi (walau tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya). Demikian juga dengan karpet dan sofa.
3) Tingkatkan daya tahan tubuh dengan cara cukup istirahat dan
konsumsi makanan dan minuman yang memiliki nilai nutrisi baik.
Selain itu, jangan lupa untuk minum air dalam jumlah yang cukup.
Kegiatan minum ini seringkali dilupakan orang padahal air yang sehat
merupakan salah satu sumber utama kesehatan tubuh kita.
4) Berolahraga yang teratur, khusunya setelah waktu subuh dimana
udara pagi saat itu masih jernih dan bersih. Perbanyak menghirup
udara bersih, dengan cara menghirup dan mengeluarkannya perlahan-
lahan. Hal ini sangat bermanfaat selain untuk menguatkan paru-paru
9
juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen. Sehingga daerah-
daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal terhadap berbagai infeksi
dan bakteri. Dan yang tidak kalah penting adalah segera kunjungi
dokter bila terdapat gejala-gejala yang mungkin merupakan gejala
sinusitis. Diagnosa dan pengobatan secara dini dan tepat akan
mempercepat kesembuhan penyakit yang diderita (Mangunkusumo,
E., dkk., 2011).
d. Pencegahan otitis kolesteatoma
Menurut Hatcher (2018), cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya kolesteatoma adalah:
1) Bersihkan telinga bagian luar dengan kain lembap dan hindari
mengorek telinga.
2) Gunakan obat tetes telinga yang dijual bebas di apotek untuk
melunakkan gumpalan kotoran agar mudah dikeluarkan
3) Hindari menggunakan cotton bud untuk membersihkan kotoran
telinga, karena justru berisiko membuat kotoran terdorong masuk
lebih dalam ke saluran telinga.
10
glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, 52% minyak atsiri yang terdiri 25% keton
seskuiterpen, 25% zingiberina dan 50% kurkumin berserta turunannya. Kunyit
sudah digunakan secara empiris dalam pengobatan berbagai penyakit seperti
batuk, ulkus diabetes, penyakit hati, gangguan empedu, rematik, sinusitis,
anoreksia dan otitis media.
b. Non-Farmakologi
Secara non farmakologi pengobatan otitis dapat dilakukan dengan pemberian
kompres dingin. Terdapat 3 cara pemberian kompres dingin antara lain :
1) Kompres dingin basah dengan larutan obat anti septik
Persiapan alat:
a) Mangkok bertutup steril
b) Bak steril berisi pinset steril anatomi 2 buah, beberapa potong
kain kasa sesuai kebutuhan
c) Cairan antiseptikyang dapat digunakan berupa PK 1:4000,
revanol 1:1000 sampai 1:3000 dan seterusnya sesuai
kebutuhan, larutan Betadine
d) Pembalut bila perlu
e) Perlak dan pengalas
f) Sampiran bila perlu
Cara Kerja:
a) Dekatkan alat ke dekat pasien
b) Pasang sampiran
c) Cuci tangan
d) Pasang perlak dan alas pada area yang akan di kompres
e) Mengocok obat atau larutan bila terdapat endapan
f) Tuangkan cairan kedalam mangok steril
g) Masukkan beberapa potong kasa kedalam mangkok tersebut
h) Peras kain kasa trsbt dg menggunkan pingset
i) Bentangkan kain kasa dan letakkan kasa di atas area yang
dikompres dan di balut
j) Rapikan posisi pasien
k) Bereskan alat-alat setelah selesai tindakan
l) Cuci tangan
m) Dokumentasikan
11
2) Kompres dingin basah dengan air biasa/air es
Persiapan alat :
a) Kom kecil berisi air biasa/air es
b) Perlak dan pengalas
c) Beberapa buah waslap atau kain kasa dengan ukuran tertentu
d) Sampiran bila perlu
e) Busur selimut bila perlu
Cara Kerja:
a) Dekatkan alat-alat ke pasien
b) Pasang sampiran bila perlu
c) Cuci tangan
d) Pasang pengalas pada area yang akan dikompres
e) Masukkan waslapatau kain kasa kedalam air biasa atau air es
lalu diperas sampai lembap
f) Letakkan waslap atau kain kasa tersebut pada area yang akan
dikompres
g) Ganti waslap/kain kasa tiap kali dengan waslap/kain kasa yang
sudah terendam dalam air biasa atau air es. Diulang-ulang
sampai suhu tubuh turun.
h) Rapikan pasien dan bereskan alat-alat bila sudah selesai
i) Cuci tangan
j) Dokumentasikan
3) Kompres dingin kering dengan kirbat es (eskap)
Persiapan alat:
a) Kirbat es/eskap dengan sarungnya
b) Kom berisi berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok
teh garam agar es tidak cepat mencair
c) Air dalam kom
d) Lap kerja
e) Perlak dan pengalas
Cara Kerja:
a) Bawa alat-alat ke dekat pasien
b) Cuci tangan
12
c) Masukkan potongan es ke dalam kom air supaya tepi es tidak
tajam.
d) Isi kirbat es dengan potongan es sebanyak ± ½ bagian dari
kirbat es tersebut
e) Keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang
kosong, lalu di tutup rapat
f) Periksa eskap, adakah bocor atau tidak
g) Keringkan eskap dengan lap, lalu masukkan kedalam
sarungnya
h) Buka area yang akan dikompres dan atur posisi yang nyaman
pada pasien
i) Pasang perlak dan pengalas pada bagian tubuh yang akan di
kompres
j) Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres
k) Kaji keadaan kulit setiap 5-10 menit terhadap nyeri, mati rasa,
dan suhu tubuh
l) Angkat eskap bila sudah selesai
m) Atur posisi pasien kembali pada posisi yang nyaman
n) Bereskan alat-alat setelah selesai perasat ini
o) Cuci tangan
p) Dokumentasi
13
3% dan NaCl 0,9%. Selain itu juga diberikan terapi medikamentosa yaitu pemberian
antibiotik sistemik berupa Ceftriaxone 2x1gr (i.v), ketorolac 3x1 ampul (i.v),
ofloxacin ear drop 2x4 tetes pada telinga kanan. Selain itu, penderita juga diberikan
edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal
dimana hal ini sangat penting untuk dilakukan guna pencegahan penyakit terulang
kembali.
Penatalaksanaan (OMSK) dengan komplikasi intrakranial adalah terapi
medikamentosa yang adekuat dan tindakan operasi timpanomastoidektomi dinding
runtuh untuk menghilangkan sumber infeksi di telinga tengah.
14
kognitif seperti memori kerja dan fungsi eksekutif, yang berdampak pada
pencapaian akademis yang lebih rendah. Selain itu gangguan pendengaran juga
berpengaruh terhadap kualitas hidup, khususnya di sekolah dan secara sosial.
Anak dengan gangguan pendengaran juga memiliki risiko gangguan perilaku
yang lebih tinggi (Lieu et al., 2020).
2.2 Kasus Keperawatan Otitis
2.2.1 Skenario
Klien bernama Tn. X berusia 40 tahun, datang ke poli THT RSUD Madani
bersama istrinya dengan keluhan merasakan nyeri pada telinga kanannya sejak 3 hari
yang lalu. Klien juga mengatakan telinga kanannya terasa gatal, telinga berdengung,
dan keluar cairan berwarna kekuningan. Saat dilakukan pengkajian didapatkan TTD:
120/80 mmHg, RR: 20x/menit, suhu: 38°C, dan nadi: 70x/menit. Pada pemeriksaan
telinga terdapat nanah dan lesi di telinga kanan. Diagnosa medis klien adalah Otitis
Media Akut.
2.2.2 Terminologi
a. Lesi : Area abnormal jaringan di dalam atau di luar tubuh yang mungkin menjadi
lebih besar atau mengubah penampilan, dan mungkin atau mungkin tidak bersifat
kanker.
b. Nanah : Cairan tebal yang disebabkan oleh infeksi dan berisi sel darah putih dan
sel yang mati, dapat berwarna putih, kuning, merah muda, atau hijau.
c. Poli : salah satu unit pelayanan masyarakat yang bergerak pada bidang kesehatan.
d. THT : THT adalah telinga, hidung, tenggorokan.
e. Nyeri: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
f. Otitis : Peradangan pada telinga bagian dalam, tengah, atau luar, biasanya disertai
infeksi.
g. Otitis Media : Infeksi ruang berisi udara di belakang gendang telinga (telinga
tengah). Infeksi telinga biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri.
h. Akut : Akut menunjukkan kondisi penyakit yang sifatnya mendadak atau baru saja
terjadi. Istilah akut tidak berhubungan dengan tingkat keparahan suatu penyakit.
Suatu penyakit bisa saja bersifat akut tetapi tidak parah. Lawan kata akut adalah
kronis, yaitu suatu kondisi yang telah berlangsung lama.
15
i. Diagnosa : Penentuan kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh seseorang
sebagai dasar pengambilan keputusan medis untuk prognosis dan pengobatan.
Diagnosis dilakukan untuk menjelaskan gejala dan tanda klinis yang dialami oleh
seorang pasien, serta membedakannya dengan kondisi lain yang seru
2.2.3 Peran Dan Fungsi Perawat: Fungsi Advokasi Peraawat Pada Kasus Skenario
a. Berdasarkan kasus diatas, perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan
yang tepat pada Tn.X, serta memenuhi hak-hak klien dan keluarga klien seperti
meminta persetujuan (informed consent) sebelum dilakukannya tindakan. Selain
itu, perawat juga melindungi hak-hak klien dengan menolak tindakan yang akan
membahayakan Tn.X
b. Perawat memberikan informasi yang tepat mengenai kondisi Tn.X kepada klien
maupun keluarga klien. Perawat juga memberi informasi tambahan untuk
membantu Tn.X mengambil keputusan atas tindakan keperawatan yang akan
diberikan.
c. Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
klien juga keluarga klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan serta melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan
dari suatu tindakan atau pengobatan.
d. Perawat juga membantu klien dalam meningkatkan pengetahuan klien dan
keluarga klien mengenai kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang akan
diberikan.
16
2) Biodata Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Umur : 37 tahun
Hubungan dengan klien : Istri
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merasakan nyeri pada telinga kanannya sejak 3 hari yang lalu.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Mengeluh nyeri pada telinga kanannya sejak 3 hari yang lalu.
Klien juga mengatakan telinga kanannya terasa gatal, telinga
berdengung, dan keluar cairan berwarna kekuningan. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan TTD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit, suhu:
38°C, dan nadi: 70x/menit. Pada pemeriksaan telinga terdapat nanah
(pus) dan lesi di telinga kanan.
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
-
Analisis Data
Pasien
mengatakan
telinga terasa infeksi telinga
nyeri sudah
dari 3 hari
yang lalu proses peradangan
DS:
Nadi pasien nyeri
70x/menit
Klien
tampak tak
nyaman dan
meringis
17
Pasien
mengatakan
telinga pengobatan tidak
kanan terasa tuntas
gatal
Mengatakan
keluar cairan risiko infeksi
berwarna
kekuningan
DS:
Pada
pemeriksaan
telinga
didapatkan
lesi dan
nanah di
telinga
kanan
DS:
infeksi telinga
Suhu tubuh
pasien 38°C
Nadi pasien proses peradangan
70x/menit
pengeluaran zat
pirogen
peningkatan
setpoin di
hipotalamus
peningkatan suhu
tubuh
hipertermia
18
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi)
b. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
c. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
Intervensi Keperawatan
19
- Identifikasi
pengetahuan
dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi
pengaruh
budaya
terhadap
respon nyeri
- Identifikasi
pengaruh
nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
b. Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
rasa nyeri
(mis. TENS,
hipnosis,
akupresure,
20
terapi musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi,
teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat atau
dingin, terapi
bermain)
- Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(mis. suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi
istirahat dan
tidur
- Pertimbangka
n jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
21
c. Edukasi
- Jelaskan
penyebab
periode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
- Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik
secara tepat
- Ajarkan
teknik
nonfarmakolo
gis untuk
mengurangi
rasa nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
22
kulit
dilakukan (I.14539)
tindakan
a. Observasi
keperawatan
selama 3x24 jam, - Monitor tanda
dan gejala
Resiko infeksi
infeksi lokal
pasien dapat
dan sistematik
teratasi
b. Terapeutik
- Batasi jumlah
pengunjung
- Berikan
perawatan
kulit pada area
edema
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
kontak dengan
pasien dan
lingkungan
pasien
- Pertahankan
teknik aseptik
pada pasien
beresiko
tinggi
c. Edukasi
- Jelaskan tanda
dan gejala
infeksi
23
- Ajarkan cara
mencuci
tangan dengan
benar
- Ajarkan etika
batuk
- Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
dan luka
operasi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
24
(mis.
dehidrasi,
terpapar
lingkungan
panas,
penggunaan
inkubator)
- Monitor suhu
tubuh
- Monitor kadar
elektrolit
- Monitor
haluaran urine
- Monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
b. Terapeutik
- Sediakan
lingkungan
yang dingin
- Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
- Basahi dan
kipas
permukaan
tubuh
- Berikan cairan
oral
- Ganti linen
25
setiap hari
atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
- Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut
hipotermia
atau kompres
dingin pada
dahi, leher,
dada,
abdomen,
aksila)
- Hindari
pemberian
antipiretik
atau aspirin
- Berikan
oksigen, jika
perlu
c. Edukasi
- Anjurkan tirah
baring
d. Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
26
cairan dan
elektrolit
intravena, Jika
perlu
Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dan merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke
dalam tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien. Tindakan keperawatan itu
sendiri merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
memonitor "kealpaan" yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan,
dan pelaksanaan tindakan.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media
berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi
pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 2019). Ada 3 (tiga) jenis otitis
media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu: Otitis media akut, Otitis media
serosa, Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani. Otitis Media Kronik sendiri adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode
berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.
Otitis media akut merupakan peradangan telinga tengah, sering terjadi pada anak-
anak. Penyebab otitis media akut adalah infeksi saluran pernapasan atas, bakteri piogenik,
dan virus. Diagnosis otitis media akut dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang seperti otoskop. otoskop pneumatic, timpanometri, dan
timpanosintesis.
Gejala otitis media akut pada anak adalah rasa nyeri di telinga disertai riwayat batuk
dan pilek sebelumya, suhu meningkat. Sedangkan pada orang dewasa, nyeri, suhu
meningkat, penurunan pendengaran, dan rasa penuh di telinga. Penatalaksanaan OMA
pada prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang diberikan tergantung dari stadium
penyakitnya.
3.2 Saran
Kepada para pembaca kami ucapkan selamat belajar dan manfaatkanlah makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu ditingkatkan
mutunya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Andarini, Tiwi. Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik Pada Anak SD Kota dan
Kabupaten Sorong Tahun 2019. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Papua. Sorong. 2019.
Asthri, .2020 Peran Kurkumin Sebagai Pengembangan Terapi Untuk Otitis Media Akut
Agtara Liza Asthri.
Baughman, Diane C, JoAnn, C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.
Corwin, J. Elizabeth, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2010. Kelainan Telinga Tengah. Dalam Soepardi, EA, ed.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 64-86.
Djamil, P. A., Himayani. R., dan Ayu, P. R. (2023). Otitis Media Akut: Etiologi,
Patofisiologi, Diagnosis, Stadium, Tatalaksana, Dan Komplikasi. Jurnal Ilmu
Kesehatan Indonesia (JIKSI), 1 (1), 1-6.
Haryono, R. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Imanto, M. (2015). Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan, 6 (2), 201-210.
Indriani, dkk. 2020. Kolesteatoma Kongenital dengan Komplikasi Abses Restroaurikula.
Jurnal Kesehatan Andalas. 9(2): 262-268.
Kennedy, F. P. C. (2015). Otitis Exsterna in 23 Years Old Women. Jurnal Agromed Unila, 2
(1), 44-46.
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: EGC.
Puspa, S.S., Nasaruddin, H., Arifuddin, A.T.S., Pratama, A.A. and Rijal, S., 2023.
Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar Periode Juni 2018–Desember 2021. Fakumi Medical Journal: Jurnal
Mahasiswa Kedokteran, 3(3), pp.199-208.
Recwin, D dan Yan Edward. 2019 Otitis Media Supuratif Kronis Tipe Kolesteatom dengan
Komplikasi Sekuele Stroke Akibat Meningoensefalitis. Jurnal Kesehatan andalas.
Tesfa, T., Mitiku, H., Sisay, M., Weldegebreal, F.,Ataro, Z., Motbaynor, B., ... &
Teklemariam,Z. (2020). Bacterial otitis media in sub-Saharan Africa: a
systematic review and meta-analysis. BMC Infectious Diseases, 20(1), 1-12.
29
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Liagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Umar NS, Pary MI, Soesanty. 2019. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif
Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H
Chasan Boesoirie Periode Januari-Juli 2019. Kieraha Medical Journal. Vol 1(1):60–5.
Waitzman AA, Elluru RG, Belatine J. Otitis Externa. J Audiol Otol. 2016;8(1):21-30
Widiyastuti, A. (2020). Penerapan Perawatan Luka Modern Dressing dengan Metode Moist
Wound Healing pada Otitis Media di Ruang THT RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2019. LKTI. Program Studi Pendidikan Profesi Ners. Stikes
Perintis Padang.
Yuliani, E. dkk. 2021. Diagnosis dan Penatalaksanaan Otomyiasis pada Otitis Media
Supuratif Kronis. Jurnal Kedokteran Unram 10 (4) ):652-654.
30