Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SYOK HIPOVOLEMIK DAN SYOK SEPSIS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5
1. SUCI INDAH SARI (2111112172)
2. ALDA AUDINA MUNTHE (2111112826)
3. APRIDELIA NATASYA PUTRI (2111134544)
4. DESWANTI KRISTINA (2111112832)
5. DIAN TRY SEPRIANI (2111126066)
6. ZAHRA NURSABRINA EL TSALIS (2111110365)
7. YOHANNA DOLOKSARIBU (2111113716)
8. SKOLASTIKA SEKARNINGRUM T.A (2111113725)
9. RAHMIA PUTRI (2111110094)
10. MOHD. KADRI (2111134542)
11. HUSNA FADHLIA (2111110098)
12. IRA SYAHPUTRI SIAHAAN (2111111030)
13. MEYADRI ANISSA (2111112171)
RESUME SYOK HIPOVOLEMIK

1. Definisi
Syok adalah suatu keadaan ketika sel mengalami hipoksia (kekurangan oksigen)
sehingga oksigen tidak dapat diedarkan keseluruhan tubuh. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan perfusi jaringan dan kegagalan sirkulasi tubuh. Salah satu klasifikasi syok
adalah syok hipovolemik. Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi karena kurangnya
volume plasma di ruang intravaskuler. Syok hipovolemik juga dikenal dengan
berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan kapasitas pembuluh darah total pada
tubuh. Hal ini dapat terjadi karena perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh nonfungsional, dan
dehidrasi berat karena luka bakar ataupun diare berat. Syok hipovolemik yang
diakibatkan karena perdarahan dapat bermula dari trauma hebat pada organ tubuh atau
fraktur yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh darah arteri
(Anggraini et al, 2023).

2. Klasifikasi
Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat
dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium.
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga
maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensasi
dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refilling kapiler.
Pada saat ini pasien juga menjadi sedikit cemas atau gelisah, namun tekanan
darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam keadaan
normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada
stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu mengkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi
nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%.
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi
nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat
menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada
saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah sampai
tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk.
Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi
berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau
letargi.

3. Penyebab
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragic),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non
fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hepovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga sebagai syok himoragic. Perdarahan
hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ tubuh atau fraktur yang
disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh darah arteri.

4. Manifestasi klinis

Tahap 1:

Selama tahap paling awal syok hipovolemik seseorang akan kehilangan hingga
15% atau 750 ml volume darahnya. Tahap ini mungkin sulit untuk di diagnosis, pasalnya
tekanan darah dan pernapasan akan tetap normal. Gejala yang paling terlihat pada tahap
ini adalah:

1. Kulit tampak pucat


2. Mengalami kecemasan mendadak

Tahap 2:

Pada tahap kedua, tubuh telah kehilangan hingga 30% atau 1.500 ml darah. Pada
tahapan ini biasanya terjadi tanda sebagai berikut:

1. Peningkatan detak jantung pernapasan


2. Tekanan darah mungkin masih dalam kisaran normal.
3. Mudah berkeringat, merasa cemas atau gelisah.

Tahap 3:

Pada tahap 3 orang dengan syok hipovolemik akan mengalami kehilangan darah
30-40% atau 1.500-2000 ml. Tanda atau gejala yang bisa dialami pada tahapan syok
hipovolemik antaranya yaitu:

1. Angka atas atau tekanan sistolik tekanan darah seseorang akan menjadi
100mmHg atau lebih tinggi
2. Denyut jantung akan meningkat menjadi lebih cepat dari 120 denyut per menit
3. Kecepatan pernapasan lebih dari 30 napas per menit
4. Kulit menjadi pucat dan dingin, dan mulai berkeringat

Tahap 4:

Seseorang dengan syok hipovolemik stadium 4 akan menghadapi situasi kritis.


Mereka akan mengalami kehilangan volume darah lebih dari 40% atau 2000 ml. Tanda
dan gejala hipovolemik yaitu:

1. Denyut nadi yang lemah dan denyut jantung sangat cepat


2. Pernapasan akan menjadi sangat cepat dan sulit
3. Tekanan darah sistolik berada dibawah 70 mmHg
4. Berkeringat banyak
5. Dingin saat disentuh
6. Sangat pucat
Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)


● Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
● Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
● Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah
sekitar 10%
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
● Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler,
dan anxietas ringan . Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar
katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%).
● Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah
sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti
kebingungan atau agitasi.
● Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik.
● Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberia darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap
cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
● Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan
nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak
ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan
kulit dingin dan pucat.
● Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adanya syok
hipovolemik dilakukan dengan pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi, tekanan darah,
pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung�ujung jari, suhu dan turgor kulit.
a. Tes darah lengkap: untuk memastikan jumlah darah yang berkurang.
b. Tes kimia darah: untuk memeriksa fungsi ginjal dan otot jantung.
c. EKG: khususnya untuk melihat infark miokard baru atau lama.
d. Foto toraks: bisa melihat edema paru pada syok kardiogenik atau pneumonia.
Kombinasi tekanan vena yang tinggi dan foto toraks yang bersih sering
merupakan tanda adanya emboli paru (ukuran jantung normal) atau tamponade
perikardial (siluet jantung membesar).
e. Ultrasonografi jantung: penting pada awal syok kardio- genik, untuk menentukan
apakah patologinya reversibel/bisa diobati dan melihat adanya tamponade jantung
akibat efusi perikardial
f. Kultur darah: mengisolasi organisme penyebab syok septik. dan tes resistensi
untuk melihat sensitivitas terhadap antibiotik.

6. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan jasmani

Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang mengancam


nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang
harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.

b. Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya


pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen.

c. Circulation (Sirkulasi – Kontrol Perdarahan)


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.

d. Disability (Pemeriksaan neurologis)

Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,


pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.

e. Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)

Setelah mengurus prioritasprioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita


harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai
bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
dilakukan tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan,
maupun cara-cara penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat
dalam mencegah hipotermia.

f. Dilatasi lambung – Dekompresi

Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak,
dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang
berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.

g. Pemasangan kateter urin


Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.

h. Akses pembuluh darah

Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting
dilakuakan dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral.

7. Diagnosa Keperawatan
Syok Hipovolemik:
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload dan
afterload)
d. Risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan sirkulasi yang tidak
adekuat
e. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh
RESUME SYOK SEPSIS

1. Definisi
Sepsis adalah respon disregulasi terhadap infeksi yang berlanjut pada kegagalan
organ yang mengancam nyawa. Syok sepsis merupakan salah bentuk syok yang ditandai
dengan abnormalitas sirkulasi, selular, dan metabolik yang terkait dengan risiko tinggi
sepsis tanpa fase syok. Syok sepsis didefinisikan sebagai subtipe dari sepsis dengan
manifestasi berupa ketidakstabilan sirkulasi, seluler dan metabolisme. Kriteria untuk
mendiagnosa syok sepsis antara lain hipotensi yang memerlukan terapi vasopressor untuk
mempertahankan Mean Arterial Pressure (MAP) >65 mmHg dan kadar laktat serum lebih
dari 2 mmol/L setelah penatalaksanaan hipovolemia yang tepat (Srzić et al., 2022)

2. Tahapan Perkembangan Sepsis


Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
a. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
b. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.
c. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke
tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan
oksigen yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok septik dan
akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.

3. Klasifikasi Pasien Sepsis


Keadaan spesifik fisiologis dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi pasien sepsis,
yaitu:
a. Bakterimia, keberadaan bakteri (jamur) dalam pembuluh darah.
b. Infeksi, respon inflamasi untuk mengembalikan jaringan tubuh dalam bentuk
normal dari gangguan mikroorganisme.
c. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), inflamasi sistemik sebagai
respon pada etiologi infeksi atau noninfeksi.
d. Sepsis, respon sekunder dari SIRS.
e. Sepsis Berat, sepsis yang berhubungan dengan kerusakan organ, hipoperfusi, atau
hipotensi.
f. Syok Sepsis, sepsis dengan hipotensi yang membutuhkan cairan resusitasi
Bersama abnormalitas perfusi.
g. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS), perubahan fungsi organ yang
dibutuhkan untuk mengatur homeostatis.

4. Penyebab
Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu yang mendasar
terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan penyebab bakteri yang
menghasilkan produk patogen seperti ekso-toksin, dapat juga memicu respon inflamasi
sistemik sehingga menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan hipotensi. Kultur
darah yang positif hanya ditemukan pada sekitar 20-40% kasus sepsis berat dan
persentasenya meningkat seiring tingkat keparahan dari sepsis, yaitu mencapai 40-70%
pada pasien dengan syok septik. Bakteri Gram negatif atau positif mencakup sekitar 70%
isolat, dan sisanya ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada pasien dengan
kultur darah negatif, agen penyebab sering ditegakkan berdasarkan kultur atau
pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang berasal dari fokus infeksi.
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari komunitas dan
nosokomial. Pneumonia adalah penyebab paling umum, mencapai setengah dari semua
kasus, diikuti oleh infeksi intra-abdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae adalah bakteri Gram Positif paling sering,
sedangkan Escherichia coli, Klebsiella Spp, dan Pseudomonas Aeruginosa predominant
antara bakteri Gram Negatif.

5. Manifestasi klinis
Proses syok sepsis dicirikan dengan beberapa tanda dan gejala yang mencakup:
a. Demam atau hipotermia
b. Leukosistosis atau leukopenia
c. Takikardi
d. Takipnea
Penelitian Mahapatra pada tahun 2023, mengatakan tanda dan gejala syok sepsis sama
dengan tanda dan gejala sepsis berat yang diikuti dengan hipotensi, yaitu :
● Perubahan status mental
● Oliguria atau anuria
● Hipoksia
● Sianosis
● Ileus

Dengan perkembangan syok septik ke tahap tidak terkompensasi, terjadi


hipotensi, dan pasien mungkin datang dengan ekstremitas dingin, pengisian kapiler
tertunda (lebih dari tiga detik), dan denyut nadi tidak teratur, yang juga dikenal sebagai
syok dingin. Setelah itu, dengan hipoperfusi jaringan yang berlanjut, syok mungkin tidak
dapat diubah lagi.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang terbaru syok Sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan-pemeriksaan yang antara
lain:
a. Budaya (luka, dabak, urin, darah) Untuk mengidentifikaya organisme penyebab
sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
b. SDP: Ht mungkin meningkat pada stans hipovolemik karena bemokonsentrasi
Leukopenia (penurunan SDB) terjadi sebelumnya, diikuti oleh umum leukositosis
(1500-30000) peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan
produksi SDP tidak matang dalam jumlah besar
c. Elektrolit serum: Berbagai ke pesta mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis
perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
d. Tombosit Penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
e. PT/PTT Mungkin memanjang ditunjukkan koagulopati yang diasosialisasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/statkami syok.
f. Serum laktat: Meningkatkan dalam asidosis metabolik,disfungsi hati, syok.
g. Glukosa serum: Hiperglikemia yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis di
dalam hari sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolisme.
h. BUN Kreatinin: peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi.ke kegagalan
atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati .
i. GDA:alkalosis pernafasan dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lebih lanjut hipoksemia, asidosis pernafasan dan asidosis metabolik terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi
j. EKG dapat menunjukkan misalnya ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokart.

7. Penatalaksanaan
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan
ESICM yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”. Komponen dasar dari penanganan sepsis
dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik,
pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan
radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi.
Early Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al pada
tahun 2001 merupakan komponen penting dalam protokol sebelumnya. Pada tahun 2014,
protokol EGDT ini dibandingkan dengan 3 protokol lain seperti ARISE (Australasian
Resuscitation in Sepsis Evaluation), ProMISe (Protocolized Management in Sepsis), dan
ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan hal ini mengubah rangkaian 6
jam dalam Surviving Sepsis Guideline dimana pengukuran tekanan vena sentral dan
saturasi oksigen vena sentral tidak dilakukan lagi. Dengan dihilangkannya target EGDT
yang statik (tekanan vena sentral), protokol ini menekankan pemeriksaan ulang klinis
sesering mungkin dan pemeriksaan kecukupan cairan secara dinamis (variasi tekanan
nadi arterial).
Terdapat perubahan bermakna surviving sepsis campaign 2018 dari rangkaian 3
jam, 6 jam, menjadi rangkaian 1 jam awal. Tujuan perubahan ini adalah diharapkan
terdapat perubahan manajemen resusitasi awal, terutama mencakup penanganan hipotensi
pada syok sepsis:
1. Pengukuran kadar laktat
2. Kultur darah
3. Antibiotik sprektrum luas
4. Cairan intravena

8. Diagnosis Keperawatan
Syok Sepsis:
a. Pola nafas yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2,edema paru
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan cardiac output yang tidak
mencukupi
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. D., et al. (2023). Evidence Based Midwifery. Global Eksekutif Teknologi.
Baderuddin, M. A., Plasay, M., & Tasa, H. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN
PERAWAT DENGAN TATALAKSANA SYOK HIPOVOLEMIK PASIEN DI
INSTALASI GAWAT DARURAT DI RS DR. SUMANTRI PAREPARE.
Elhapidi, N. Z., Kalew, P. A., Darmadji, E. G., Pake, I. A. R., & Regina, S. (2023). Risk
Prediction Acute Kidney Injury Pada Pasien Sepsis. Health Information: Jurnal
Penelitian, 15.\
Ganesha, I, G, H. (2016). Hipovolemic Shock. Udayana University, Indonesia
Hardisman. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolemik: Update dan
penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas 2 (3), 178-182, 2013
Irvan, I., Febyan, F., & Suparto, S. (2018). Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 10(1), 62.
https://doi.org/10.14710/jai.v10i1.20715

Muhamad Iqbal Tafwid, Tatalaksana Syok Hipovolemik Et Causa Suspek Intra


Abdominal

Hemorrhagic Post Sectio Caesaria. J Agromed Unila 2015; 2(3):203-210]


PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1 Cetakan III.
Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
Purwanto, D. S., & Astrawinata, D. A. (2018). Mekanisme Kompleks Sepsis dan Syok
Septik. Jurnal Biomedik: JBM, 10(3), 143-151.
Saputra,Dimas Novian,dkk. 2021. Tatalaksana Syok Hipovolemik Pada Perdarahan
Intrabdominal. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Srzić, I., Adam, V. N., & Pejak, D. T. (2022). Sepsis Definition: What’s New in the
Treatment Guidelines. Acta Clinica Croatica,61 (1), 67.
https://doi.org/10.20471/ACC.2022.61.S1.1
Wardani, Indah Sapta. 2018. Tatalaksana Sepsis Berat Pada Lansia Lanjut Usia. Jurnal
Kedokteran. 7 (4): 33-39

Anda mungkin juga menyukai