Dosen Pengampu:
Bahri, S.ST., M.Kes
Disusun oleh:
Septian Ardi Wibowo
P1337433222063
Kasus pencemaran tanah di Pulau Bangka terkait dengan aktivitas penambangan timah
yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pulau Bangka, yang terletak di Indonesia,
memiliki cadangan timah yang kaya dan telah menjadi pusat industri penambangan timah
sejak lama. Namun, aktivitas penambangan ini juga telah mengakibatkan dampak negatif
yang signifikan pada lingkungan dan masyarakat setempat.
Berikut adalah beberapa detail tentang kasus pencemaran tanah di Pulau Bangka:
3. Kerusakan Lingkungan
Pemecahan tanah yang tidak terkendali dan erosi tanah mengakibatkan
kerusakan ekosistem alami, termasuk hilangnya habitat alami bagi flora dan
fauna. Air sungai dan laut juga tercemar oleh limbah penambangan,
memengaruhi ekosistem akuatik dan mengancam keberlanjutan sumber daya
perikanan.
4. Dampak Sosial
Aktivitas penambangan timah telah berdampak pada kesejahteraan masyarakat
setempat. Pekerja penambangan sering bekerja dalam kondisi yang tidak aman
dan tanpa perlindungan yang memadai. Selain itu, dampak lingkungan yang
merusak juga dapat mengganggu mata pencaharian tradisional masyarakat
seperti pertanian dan perikanan.
5. Upaya Penanganan
Pemerintah Indonesia telah mencoba untuk mengatasi masalah ini dengan
mengeluarkan regulasi baru untuk mengatur aktivitas penambangan. Namun,
penegakan hukum dan pengawasan terhadap penambangan ilegal masih menjadi
tantangan.
Kasus pencemaran tanah di Pulau Bangka menjadi contoh bagaimana eksploitasi sumber
daya alam yang tidak bertanggung jawab dapat mengakibatkan dampak ekologis dan
sosial yang serius. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, industri, dan masyarakat
untuk menemukan solusi yang berkelanjutan guna mengurangi dampak negatif dari
aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka.
Kegiatan ekstraksi timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung belum
menunjukkan tanda-tanda berhenti. Hal penting yang harus dicermati adalah
limbah tambang timah yang tidak hanya menurunkan kualitas perairan, tetapi
juga menyebabkan terakumulasinya logam berat ke tubuh biota laut.
Berdasarkan penelitian Danny Zulkifli Herman [2006] dalam Jurnal Geologi
Indonesia, dijelaskan bahwa penambangan timah yang menghasilkan limbah atau
tailing, mengandung timbal signifikan. Kegiatan itu mengekspos kandungan
logam di alam, sehingga mencemari perairan.
Dalam tesis Hasti Wahyuni, yang meneliti di sekitar Perairan Batu Belubang,
Kabupaten Bangka Tengah, dijelaskan bahwa Tambang Inkonvensional [TI]
Apung berkontribusi menyebarkan logam berat [Pb, Cd, dan Zn] yang terkandung
dalam tanah sehingga terlepas ke perairan. Peningkatan kandungan logam berat
dalam air laut akan diikuti peningkatan kandungan logam berat dalam tubuh
biota [bioakumulasi]. Biota laut yang mampu mengakumulasi logam berat adalah
kelompok bivalvia, diantaranya jenis kerang-kerangan.
Hasil analisis menunjukkan, logam berat Pb pada satu kerang darah ukuran lebih
dari 3 sentimeter di ketiga stasiun adalah 0,324–0,436 mg/kg. Sedangkan ukuran
kurang dari 3 sentimeter pada ketiga stasiun adalah 0,472–0,576 mg/kg. Hasil ini
masih dibawah baku mutu SNI 7387 Tahun 2009, yakni 1,0 mg/kg.
Meski demikian, lanjut Kurniawan, belum tentu perairan ataupun biota di semua
wilayah penambangan timah di Pulau Bangka mengandung logam berat.
Dampak kesehatan
“Logam berat dalam perairan merupakan jenis polutan utama yang mengancam
kehidupan invertebrata, ikan, dan manusia serta menimbulkan efek buruk yang
mengganggu keseimbangan ekologi lingkungan dan keragaman organisme
akuatik,” kata [Aticiet al., 2008] dalam buku “Logam Berat Sekitar Manusia”
terbitan Lambung Mangkurat University Press 2017.
Menurut Hutagalung [1997] dalam buku yang sama, logam berat dapat menjadi
sumber pencemar berbahaya, karena tidak dapat dihancurkan mikroorganisme
yang hidup di lingkungan sekitarnya.
“Ketika dikonsumsi manusia, logam berat akan diakumulasi dalam jaringan tubuh
dan tidak bisa diekskresikan lagi ke luar.”