6
Fenomena gerusan umumnya terjadi pada periode tertentu. Kemungkinan
gerusan maksimum tercapai pada durasi lama dengan debit tinggi. Risiko
keruntuhan dapat terjadi dengan akumulasi faktor lain seperti adanya material
terhanyut yang menubruk pilar (Bridge Master, 2017).
Sementara itu, penelitian secara statistik menggunakan bilangan fuzzy maupun
Monte Carlo Simulation (MCS) sudah dilakukan di tahun 2011. Ketidakpastian data
yang digunakan sebagai variabel-variabel pada prediksi kedalaman gerusan,
menyebabkan perkembangan persamaan gerusan menggunakan metode statistik
dilakukan.
Prediksi gerusan umumnya dilakukan berdasarkan ukuran butir material di
lapisan permukaan dasar sungai saja. Padahal stratifikasi tanah sangat penting untuk
diteliti. Hal ini karena setiap lapisan tanah di bawah dasar sungai memiliki jenis
tanah (ukuran butir tanah) dan kedalaman lapisan yang berbeda. Seperti halnya
pada penurunan daya dukung tanah akibat pembebanan, gerusan dapat terjadi pada
lapisan-lapisan tanah di bawah dasar sungai akibat aliran sungai.
Variasi bentuk pilar yang masyhur diteliti juga erat kaitannya dengan stratifikasi
tanah. Dimensi jembatan dalam pemodelan memiliki variasi bentuk di setiap elevasi
tertentu. Seperti pilar berbentuk bulat di bagian permukaan dasar sungai, bentuk
persegi pada bagian pilecap, dan fondasi grup pada borepile/pancang. Adapun
variasi geometri berupa ukuran butiiran tanah, dimensi jembatan menjadi menarik
untuk diteliti karena memberikan efek pada kedalaman gerusan yang diprediksi.
Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi kedalaman maksimum gerusan
berdasarkan data stratitifikasi tanah dan kecepatan izin maksimum yang
diperkirakan mengakibatkan material mulai bergerak (Bina Marga, 2013). Pandemi
covid-19 juga memiliki pengaruh besar dalam penelitian ini. Keterbatasan ruang
gerak untuk mengumpulkan data-data menjadikan metode matematis sebagai
andalan untuk memprediksi kedalaman gerusan. Program HEC-RAS merupakan
salah satu perangkat lunak aplikasi yang lumrah digunakan dalam analisis gerusan.
Perkembangan pemodelan proteksi masih minim dilakukan. Sehingga,
pengembangan pemodelan proteksi berdasarkan kondisi stratifikasi tanah dapat
memberikan kontribusi dalam perkembangan analisis gerusan. Adapun acuan yang
7
digunakan pada penelitian ini didasarkan pada pedoman yang terkait dengan
analisis gerusan seperti disajikan pada Tabel 2.1.
NPSM terkait analisis gerusan.
No. NSPM Tentang Acuan yang digunakan
1. Pedoman Pedoman Pemeriksaan Pemeriksaan kondisi sungai,
Bidang Jalan dan Kondisi Sungai pada Kerusakan scouring; Nilai
Jembatan No. Jembatan kondisi jembatan; Penanganan
03/P/BM/2021 Gerusan.
2. SNI 2415:2016 Tata cara perhitungan debit Perhitungan debit banjir rencana
banjir rencana 100 tahunan.
3. Manual Analisa Gerusan Lokal pada Analisis gerusan lokal pada pilar
Konstruksi dan Jembatan dan Tipikal jembatan dan penanganannya.
Bangunan No. Penanganannya
004/M/BM/2013
4. SNI 3423:2008 Cara uji analisis ukuran Kurva gradasi (D50, D90)
butiran tanah
5. SNI 03-0090- Spesifikasi bronjong kawat Alternatif proteksi
1999
6. SNI 1724:2015 Analisis hidrologi,
hidraulik, dan kriteria
desain bangunan di sungai
7. SNI 03-2822- Metode pembuatan Analisis hidrologi
1992 lengkung debit dan tabel
sungai/saluran terbuka
dengan analisis grafis
8. SNI 2851:2015 Desain bangunan penahan Alternatif proteksi
sedimen
9. SNI 3414:2019 Tata cara pemilihan lokasi Analisis hidrologi
pos duga air di sungai.
10. Pd. T-12-2004- Perencanaan teknis Alternatif proteksi
A bendung pengendali dasar
sungai
11. Pd. 01-2018-A Desain groundsill (dam Alternatif proteksi
pengendali dasar sungai)
12. Pedoman Perencanaan bangunan Bagian V: Pedoman
Konstruksi dan pengaman gerusan air perencanaan struktur bangunan
Bangunan sungai untuk konstruksi pengaman terhadap gerusan air
Manual No: jalan dan jembatan sungai untuk abutmen dan pilar
jembatan
002/PW/2004
8
permasalahan gerusan lokal pada jembatan dipengaruhi oleh adanya bangunan pilar
jembatan yang mengurangi luas penampang basah pada alur sungai dan adanya
tumbukan aliran ke pilar yang dipantulkan ke dasar sungai di bawah pilar jembatan.
Tahapan analisis gerusan lokal pada jembatan berdasarkan manual analisis gerusan
(2013) meliputi:
1. Pengukuran topografi sungai.
2. Pengumpulan data debit sungai.
3. Pengukuran data jenis dan gradasi butiran material dasar sungai.
4. Perhitungan laju angkutan sedimen dan kalibrasi.
5. Identifikasi aktivitas/perubahan lingkungan.
6. Analisis perubahan morfologi sungai arah vertical.
7. Identifikasi tikungan sungai/meandering.
8. Analisis gerusan lokal akibat pilar jembatan.
9. Formulasi kasus dan penanggulangan.
Rangkaian hubungan tahapan seperti disebutkan diatas dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Alur analisis gerusan lokal pada jembatan (Bina Marga, 2013).
9
Pengukuran topografi yang diperlukan dalam analisis gerusan lokal jembatan
meliputi pengukuran penampang sungai tiap jarak 50 m dengan batas pengukuran
minimal 1 km dari udik lokasi jembatan, sampai 1 km dari hilir lokasi jembatan
(Bina Marga, 2013). Berdasarkan pedoman pemeriksaan kondisi sungai pada
jembatan (2021), batas pengukuran sekurang-kurangnya yaitu sepanjang 300 meter
ke arah hulu dan hilir dari as jembatan atau lebih tergantung karakteristik sungai.
Pengukuran dapat dilakukan dengan penggunaan alat seperti total station atau echo
sounding.
Diperlukan perhitungan debit banjir periode ulang 100 tahunan berdasarkan
data hujan yang ada untuk kebutuhan analisis gerusan lokal akibat pilar jembatan,
(dengan mengacu pada standar SNI 03-2415-2016). Debit aliran yang digunakan
untuk desain atau analisis bangunan jalan disekitar sungai biasanya menggunakan
debit banjir periode ulang 10 sampai 50 tahun (Bina Marga, 2004). Dalam banyak
kasus, debit banjir digunakan untuk mendesain beberapa macam dinding pengaman
sungai seperti riprap. Debit yang kecil dapat menyebabkan kerusakan hidraulik
terhadap kestabilan riprap, maka dianjurkan untuk menggunakan debit desain 5-10
tahun untuk diperhatikan saat merencanakan bangunan pengaman.
Berdasarkan Bridge Master (2017), ada kemungkinan 0.5% tingkat banjir 200
tahun dapat dicapai atau dilampaui pada tahun tertentu. Kondisi cuaca yang lebih
ekstrem saat ini, memungkinkan rekor tersebut lebih sering dipecahkan. Sehingga
merekayasa (atau merenovasi) jembatan dengan tujuan untuk bertahan dari tingkat
banjir 200 tahun lebih disarankan.
Data gradasi butir material dasar sungai didapatkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pengambilan material dasar sungai yang mewakili semua kondisi butiran
yang ada minimal di lokasi (rencana) jembatan pada 3 titik, yaitu kiri,
tengah, dan kanan alur sungai.
2. Analisis distribusi gradasi butiran material masing-masing data pengukuran
dengan mengacu pada SNI 03-1968-2008 dan SNI 03-3423-2008.
3. Hitung rata-rata D35, D50, D65, D90, dan Dm, dari ke-tiga titik pengambilan
material dasar sungai.
10
Perhitungan laju angkutan sedimen yang dibahas dalam manual analisis gerusan
(2013) dibatasi dalam 3 metode, yaitu Ackers-White (AW) dan Engelund-Hansen
(EH) untuk sungai yang dominan muatan layang sedangkan Meyer-Peter-Meuller
(MPM) untuk sungai yang dominan muatan dasar. Hasil perhitungan ketiga metode
dan pengukuran debit dan laju angkutan sedimen yang terjadi di lapangan kemudian
dibandingkan (kalibrasi).
Tata cara pengukuran debit dan analisis laju angkutan sedimen yang terjadi di
lapangan ini mengacu pada standar SNI 03-3414-1994, SNI 03-3961-1995, SNI 03-
4145-1996, SNI 03-2819-1992, dan SNI 03-2414-1991. Pengukuran debit dan laju
angkutan sedimen dilakukan minimal 3 kali (untuk kondisi debit yang berbeda) di
lokasi jembatan. Pemilihan metode perhitungan yang diambil adalah hasil
perhitungan yang paling mendekati hasil pengukuran debit dan laju angkutan
sedimen di lapangan.
Analisis gerusan lokal pada pilar jembatan menggunakan empat metode analisis
(Bina Marga, 2013). Keempat metode yang dibahas adalah Metode Sederhana,
Metode New Zealand Railways, Metode C.R, Neill, dan Metode Faraday &
Charlton. Perkiraan besar gerusan lokal yang dipilih adalah hasil perhitungan yang
memberikan nilai yang paling besar.
Prinsip dasar perhitungan dilakukan dengan menggunakan dua persamaan
dasar, yaitu (1) persamaan kontinuitas aliran air dan (2) persamaan momentum
aliran (2). Persamaan untuk bagian hidrodinamik adalah persamaan kontinuitas air
sebagai berikut.
... (1)
𝑎𝑄 𝑎ℎ
+𝑏 =𝑞
𝑎𝑥 𝑎𝑡
dengan:
Q = debit sungai (m3/s)
b = lebar sungai (m)
h = kedalaman air (m)
∆x = langkah jarak (m) catatan:symbol disamakan dengan rumus
∆t = langkah waktu (s) catatan:symbol disamakan dengan rumus
q = debit aliran lateral (m/s/m’).
11
Persamaan momentum:
... (2)
+ + 𝑔𝐴 − 𝑔𝐴𝑆𝑓 =0
dengan:
A = luas basah (m2)
B = koefisien Bousinesq (-) catatan: koefisien disamakan “beta”
Sf = kemiringan energy (-)
( )
= catatan rumus: nilai (Q) merupakan nilai mutlak
12
Perkiraan kecepatan aliran yang dapat mengakibatkan material mulai bergerak
(Bina Marga, 2013).
Material Dasar Jenis Kecepatan Kecepatan
Sungai Penggerusan (m/s) Maksimum Ijin
(m/s)
Lanau - <0,3 0,5
Pasir Halus <0,3
Kasar 0,4-0,6
Kerikil 6 mm 0,6-0,9 1,5
25 mm 1,3-1,5
1000 mm 2,0-3,0
Tanah Lempungan Lunak 0,3-0,6 2
Sedang/Kaku 1,0-1,25
Keras 1,5-2,0
Batu 150 mm 2,5-3,0 3,5
300 mm 4,0-5,0
Cadas - - 4,5
13
(f) diambil dengan mengacu pada nilai yang tercantum pada Tabel 2.4.
Nilai Faktor Silt dari Lacey (Bina Marga, 2013).
No. Diameter Median Pasir Nilai Faktor Sillt (f)
Berdasarkan Berat – D50 (mm)
1 0,06 0,4
2 0,1 0,6
3 0,2 0,8
4 0,3 1
5 0,5 1,2
6 0,7 1,5
7 1 1,8
8 1,3 2
14
pada Tabel 2.7, sedangkan khusus untuk tanah yang berkohesi, besaran perkiraan
gerusan lokal yang terjadi sesuai dengan data pada Tabel 2.8.
Perkiraan gerusan lokal untuk pilar-pilar berbentuk silinder pada tanah tidak
berkohesi (BMS5-M6I-Panduan penyelidikan jembatan).
Dasar Kondisi Gerusan Bilangan Froude, Persamaan
Sungai F=U(g.y)0,5
Pasir Air jernih - ds=1,17.Uo0,62.b0,62
Angkutan sedimen F < 0,3 0,001<D50<0,004
ds=1,8.y00,75.b0,25-y0
Atau
ds = C.y0
Dan
y0=0,38.q00,67.D50-0,17
F < 0,5 ds=1,11. y00,5.b0,5
F > 0,5 Harga yang lebih besar yang
diambil:
ds=1,59.U00,67.b0,67
Atau
ds=1,11.y00,5.b0,5
Kerikil Air jernih - ds = C.y0
y0=0,23(s-1)-0.43.q00,86.D90-0,29
Angkutan sedimen - ds = C.y0
y0=0,47.q00,8.D50-0,12
Catatan: Jika nilai bilangan Froude melampaui nilai 0,8 untuk menentukan pengaruh gerusan,
disarankan dilakukan dengan model fisik 3D
Keterangan:
ds = kedalaman gerusan diukur dari permukaan dasar sungai di udiknya (m)
b = lebar pilar (m)
U0 = kecepatan aliran pendekat (m/s)
y0 = kedalaman aliran di udik pilar (m)
q0 = debit per satuan lebar di udik pilar (m3/s)
D50 = diameter median material dasar sungai (m)
D90 = diameter material dasar sungai untuk 90% dari jumlah partikel mempunyai
ukuran lebih kecil (m)
s = berat jenis material dasar sungai (N/m3)
C = koefisien (0,5 < C < 1,0)
Kedalaman gerusan untuk pilar-pilar pada tanah berkohesi (Bina Marga, 2013).
Denah Bentuk Pilar Kemiringan Permukaan Kedalaman
Udik dan Hilir Pilar Gerusan (m)
Lingkaran Tegak 1,5 b
Persegi panjang Tegak 2,0 b
Lensa cembung (lenticular) Tegak 1,2 b
Persegi panjang dengan Tegak 1,5 b
permukaan udik dan hilir Dilihat dari atas miring 1,0 b
15
berupa bidang lengkung kedalam dengan sudut
terhadap arah tegak >20derajat
Dilihat dari atas miring kearah 2,0 b
luar dengan sudut terhadap
arah tegak >20derajat
Keterangan: b = lebar pilar
16
Prediksi gerusan pada pangkal jembatan didasarkan pada hasil perhitungan
gerusan umum yang dikalikan dengan faktor pengali seperti disampaikan pada
Tabel 2.10.
Faktor pengali gerusan pangkal jembatan (Bina Marga, 2013).
Lokasi Faktor Pengali
Ujung dari krib atau tembok pengiring 2,0-2,75
Aliran menabrak tebing dalam arah tegak lurus 2,25
Aliran sejajar dengan tebing 1,5-2,0
... (3)
. . . .
𝑌𝑠 = 0.32 Ø (𝑎 ) 𝑦 𝐹𝑟 𝐷50 +𝑎
dimana:
Y𝑠 = kedalaman gerusan (m)
Ø = faktor koreksi bentuk pilar, 1.3 untuk ujung pilar berbentuk persegi;
1 untuk ujung pilar berbentuk kapsul dan lingkaran; dan 0.7 untuk ujung pilar
bersudut tajam.
y = kedalaman aliran (m)
Fr = bilangan Froude
D50 = gradasi butiran rata-rata
𝑎 = lebar pilar (m)
17
... (4)
𝑎 = 𝑎 cos θ + 𝐿 sin θ
dimana:
𝜃 = sudut datang aliran
L = panjang pilar (m)
... (5)
. . .
𝑌𝑠 = 2 𝐾1 𝐾2 𝐾3 𝐾4 𝑎 𝑦 𝐹𝑟
dimana:
Y𝑠 = kedalaman gerusan (m)
y = kedalaman aliran pada hulu pilar (m)
K1 = faktor koreksi bentuk penampang pilar (Tabel 2.11)
K2 = faktor koreksi arah datang aliran air (Tabel 2.12)
K3 = faktor koreksi kondisi dasar permukaan dan gundukan (Tabel 2.13)
K4 = faktor koreksi ketahanan dasar saluran (Tabel 2.14)
Fr = bilangan Froude
𝑎 = lebar pilar (m)
Tabel 2.11 berikut menyajikan faktor koreksi untuk bentuk penampang pilar
(K1).
Faktor koreksi (K1) untuk bentuk penampang pilar (HEC-18, 1995).
Bentuk Ujung Pilar K1
Persegi 1.1
Bulat, lingkaran silinder, 1
dan kumpulan silinder
Tajam 0.9
18
dimana:
𝜃 = sudut datang aliran
L = panjang pilar (m)
Jika L/a lebih besar dari 12, dipakai hasil L/a = 12 sebagai nilai yang paling
besar. Jika sudut datang aliran lebih besar dari 5°, K2 menguasai dan K1 harus
bernilai 1. Atau dapat pula menggunakan tabel faktor koreksi terhadap sudut aliran
K2 (Suma, 2018) pada Tabel 2.12 berikut.
Faktor koreksi (K2) terhadap sudut aliran (Suma, 2018).
Sudut Aliran l/b = 4 l/b = 8 l/b = 12
0 1 1 1
15 1 2 2.5
30 2 2.5 3.5
45 2.3 3.3 4.3
90 2.5 3.9 5
Tabel 2.13 berikut merupakan tabel faktor koreksi untuk kondisi dasar saluran
(K3). Suratinoyo (2017) menyebutkan faktor koreksi berdasarkan tinggi gundukan,
sementara dalam Suma (2018) faktor koreksi berdasarkan ukuran dalam meter.
Faktor koreksi (K3) untuk kondisi dasar saluran
(HEC-RAS Reference Manual, 2016).
Kondisi Dasar Tinggi (m) Ukuran K3
Clear water scour - - 1.1
Dasar rata dan aliran anti- - - 1.1
dune
Gundukan kecil 10 > 𝐻 ≥ 2 0.6 – 3 m 1.1
Gundukan sedang 30 > 𝐻 ≥ 10 3 – 9.1 m 1.1 - 1.2
Gundukan besar H ≥ 30 >9.1 m 1.3
19
... (7)
.
𝐾4 = 0.4 (𝑉𝑅)
... (8)
(𝑉1 − 𝑉𝑖50)
𝑉𝑅 =
(𝑉𝑐50 − 𝑉𝑖95)
... (9)
𝐷50 .
𝑉𝑖50 = 0.645 ( ) 𝑉𝑐50
𝑎
... (10)
𝐷95 .
𝑉𝑖95 = 0.645 ( ) 𝑉𝑐95
𝑎
... (11)
𝑉𝑐50 = 𝐾𝑢 𝑦 𝐷50
... (12)
𝑉𝑐95 = 𝐾𝑢 𝑦 𝐷95
dimana:
Vr = kecepatan rasio
V1 = kecepatan aliran rata-rata saluran atau area tepi saluran pada penampang
hulu jembatan, (m/s)
Vi50 = kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada
pilar untuk ukuran butiran D50, (m/s)
Vi95 = kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada
pilar untuk ukuran butiran D95, (m/s)
Vc50 = kecepatan kritis pada ukuran material dasar D50 (m/s)
Vc90 = kecepatan kritis pada ukuran material dasar D90 (m/s)
a = lebar pilar (m)
y = kedalaman air pada hulu pilar, (m)
Ku = 6.19 (S.I units)
Berikut adalah batasan nilai K4 dan ukuran dasar sedimen pada Tabel 2.14.
20
Fenomena gerusan berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh U.S. Army
Corps of Engineer menunjukkan bahwa aliran transisi (terjadi antara aliran subkritis
dan superkritis) terjadi pada bilangan Froude antara 0,89 dan 1,13. Aliran ini terjadi
pada saluran curam dan penyempiran saluran akibat jembatan yang mengakibatkan
terjadinya gelombang yang tidak normal, lompatan hidraulik (hydraulic jump),
perubahan lokal kemiringan muka air, dan turbulensi.
f. Kedalaman pondasi pengaman
Penggerusan tanah ke bawah dari pengaman merupakan salah satu mekanisme
utama yang menentukan kegagalan pengaman. Dalam mendesain pengaman,
tepi/pinggir saluran, memperkirakan kedalaman penggerusan sangat penting
sehingga pengaman dapat diletakkan pada lapisan tanah yang tepat untuk mencegah
terjadinya penggerusan ke bawah (undermining). Kedalaman maksimal
penggerusan harus memperhatikan terjadinya degradasi saluran seperti proses
penggerusan alami dan pengisian tanah.
Kedalaman maksimum penggerusan berkenaan dengan penggerusan alami dan
pengisian tanah pada saluran lurus maupun menikung dapat dilihat pada persamaan
(13) dan persamaan (14) berikut.
... (13)
Hs = 3.66 m untuk D50 < 0.0015 m
... (14)
Hs = 1.14 D50 ^0.11 untuk D50 > 0.0015 m
dimana:
Hs = kemungkinan kedalaman maksimum penggerusan (m)
D50 = diameter rata-rata batuan dasar saluran (m)
21
yang kuat. Dinding beton digunakan pada air sungai yang dangkal dan pondasi yang
kuat, dimana aliran air dapat dpindahkan selama pelaksanaan.
Krib digunakan untuk pengamanan tebing dan mengarahkan aliran sungai.
Bottom controller (pengaman dasar sungai) digunakan untuk terjadinya degradasi
yang tidak terlalu dalam dan dibuat melintang penuh selebar sungai. Dapat dibuat
dari beton, bronjong, pemagaran ganda dengan pengisian batu diantaranya turap,
dan lain-lain.
Pembuatan perkerasan alur pembersih, digunakan pada aliran sungai yang
dangkal, dimana aliran sungai dapat dipindahkan selama pelaksanaan. Biasanya
hanya digunakan pada jembatan dengan bentang kecil. Tetrahedrona digunakan
jika terjadi lubang akibat scouring dan gunanya untuk erosi yang terjadi. Rip-rap/
pasangan batu besar digunakan untuk melindungi pondasi disekeliling pilar.
Secara umum formulasi kasus dan alternatif penanggulangan yang pernah
terjadi di lapangan (Bina Marga, 2013) adalah sebagai berikut.
1. Permasalahan degradasi dasar sungai, beberapa contoh penanganan yang
dapat dilakukan antara lain: pemasangan rip-rap dari batu kali atau beton,
dan pemasangan bangunan pengendali dasar sungai (bottom controller) di
hilir jembatan.
2. Permasalahan sungai berliku (meandering), dapat ditanggulangi dengan
cara pemasangan bangunan pelindung tebing langsung (tembok pelindung
tebing, dll) atau dengan pemasangan krib pengarah aliran.
3. Gerusan akibat pilar jembatan, dapat diatasi dengan pemasangan struktur
pelindung langsung (lantai beton) atau dengan pemasangan rip-rap
batu/beton.
Berikut merupakan jenis pengaman tebing jalan di sungai disajikan pada Tabel
2.15.
22
Klasifikasi struktur bangunan pengaman tebing jalan di sungai
(Bina Marga, 2004).
Jenis Pengaman Tipe Bangunan
Revetment Fleksibel 1. Riprap
2. Bronjong (gabion)
Rigid 1. Retaining wall
(kaku) 2. Sheet pile
Bangunan Pengarah Aliran 1. Krib (groin)
2. Spur
Bangunan Peredam Energi Check dam
23
Formulasi kasus gerusan lokal dan tipikal penanggulangan yang dapat dilakukan (Bina Marga, 2013).
No Kriteria Kebutuhan Kebutuhan Analisis Jenis Alternatif Jenis Struktur Acuan
Data Scouring Penanggulangan
1 Penentuan Potongan Beda tinggi dasar Degradasi Pelindung Rip-rap batu boulder SNI 03-2401-1991
segmen sungai memanjang dan sungai sepanjang dasar sungai kaki/tapak pilar Blok beton acak SNI 03-2401-1991
melintang sungai sungai (terukur), dan abutmen Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
1km ke arah analisis Bangunan Pasang batu SNI 03-2401-1991
udik, 1 km ke hidrodinamik, dan pengendali dasar Beton bertulang SNI 03-2401-1991
arah hilir, gradasi analisis angkutan sungai Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
butir material sedimen
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
dasar sungai,
data debit 2th-an, Agradasi Penentuan elevasi - -
dasar sungai Pengerukan - -
dan debit desain
(Q100th-an) Bentuk topografi Gerusan Pelindung Pasang batu SNI 03-2441-1991
alur sungai tebing abutmen Beton bertulang SNI 03-2441-1991
Geosintetik SNI 03-2441-1991
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
Krib pengarah Bronjong SNI 03-2400-1991
aliran Tiang pancang SNI 03-2400-1991
2 Aktivitas Bangunan air di Pengaruh terhadap Degradasi Pelindung Rip-rap batu boulder SNI 03-2401-1991
eksternal udik dan hilir supply sedimen ke dasar sungai kaki/tapak pilar Blok beton acak SNI 03-2401-1991
hilir dan abutmen Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bangunan Pasang batu SNI 03-2401-1991
pengendali dasar Beton bertulang SNI 03-2401-1991
sungai Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
Pengaruh terhadap Agradasi Peninggian - -
pengempangan dasar sungai elevasi gelagar
(back water) kea rah Pengerukan - -
udik
Pengaruh terhadap Gerusan Pelindung Pasang batu SNI 03-2441-1991
pola aliran di sekitar tebing abutmen Beton bertulang SNI 03-2441-1991
lokasi jembatan Geosintetik SNI 03-2441-1991
24
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
Krib pengarah Bronjong SNI 03-2400-1991
aliran Tiang pancang SNI 03-2400-1991
Galian C Pengaruh terhadap Degradasi Pelindung Rip-rap batu boulder SNI 03-2401-1991
supply sedimen dan dasar sungai kaki/tapak pilar Blok beton acak SNI 03-2401-1991
pengisian dan abutmen Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bangunan Pasang batu SNI 03-2401-1991
pengendali dasar Beton bertulang SNI 03-2401-1991
sungai Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
3 Tipe pilar Tipikal desain Gerusan Gerusan Pelindung Rip-rap batu boulder SNI 03-2401-1991
pilar kontraksi/defraksi lokal kaki/tapak pilar Blok beton acak SNI 03-2401-1991
dan abutmen Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bangunan Pasang batu SNI 03-2401-1991
pengendali dasar Beton bertulang SNI 03-2401-1991
sungai Blok beton terkunci SNI 03-2401-1991
Bottom panels Bronjong SNI 03-2400-1991
25
Penyelidikan lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui panjang
perlindungan yang digunakan. Pada saluran lurus dianjurkan untuk menambah
perlindungan minimal satu kali lebar saluran setelah terjadinya erosi. Sedangkan
untuk saluran yang berkelok, panjang perlindungan yang dibutuhkan adalah
minimal satu kali lebar saluran pada upstream. Untuk downstream, tidak dapat
ditentukan hanya dengan melihat terjadinya erosi. Faktor lain yang menentukan
adalah proses erosi yang terjadi.
Pilar jembatan yang terletak di dekat tepi/ pinggir saluran, dapat dijadikan
sebagai kontrol untuk kestabilan tepi saluran. Lokasi pilar jembatan biasanya
menentukan batas gerak aliran. Jika tidak ada aliran yang berkontraksi (menyempit)
atau membesar, maka pengaman tidak perlu dibuat. Pada kondisi sebaliknya,
pengaman perlu dibuat dengan empat kali lebar sungai ke arah downstream.
Sementara perlindungan vertikal memerlukan desain ketinggian dan fondasi
perlindungan. Desain bangunan pelindung dapat dirumuskan seperti pada Tabel
2.17 berikut.
Desain bangunan pelindung horizontal dan vertical (Bina Marga, 2004).
Jenis Saluran Udik Hilir
Lurus - Panjang minimal
pengaman=1x lebar saluran
Berkelok (Meandering) Panjang minimal Ditentukan oleh proses erosi
pengaman=1x lebar saluran
Jenis aliran Kontraksi Tidak ada kontraksi
(menyempit)/membesar
Letak pilar didekat tepi/ Pengaman 4x lebar sungai ke Tidak perlu pengaman
pinggir saluran arah hilir
Pengaman vertikal: berdasarkan elevasi desain fondasi perlindungan.
Referensi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa karya
ilmiah sejenis yang terkait. Karya ilmiah yang telah dilakukan sebelumnya di
berbagai daerah dijelaskan sebagai berikut.
1. Moussa, Ahmed Moustafa Ahmed (2018) dengan jurnal yang berjudul
“Evaluation of Local Scour Around Bridge Piers for Various Geometrical
Shapes Using Mathematical Models”. Jembatan merupakan struktur penting
yang dapat mengalami keruntuhan jika tidak ada pemantauan atau tindakan
26
pencegahan keamanan untuk gerusan lokal selama banjir besar. Jembatan
Aswan dan jembatan El Minia dianggap sebagai dua jembatan utama di
sepanjang sungai Nil. Sehingga perlu dilakukan model matematis 1-D
(menggunakan HEC-RAS) dan 2-D (menggunakan CCHE-2D) untuk
mengevaluasi gerusan di sekitar pilar jembatan. Total gerusan (akibat
gerusan lokal, kontraksi dan degradasi jangka panjang) dievaluasi dengan
memperkirakan kemungkinan perubahan morfologis. Hasil penelitian
menunjukan bahwa gerusan lokal dan gerusan akibat kontraksi di jembatan
Aswan lebih tinggi dari jembatan El-Minia karena dimensi pilar yang lebih
besar. Model 2D memberikan hasil yang akurat terutama pada penampang
yang tidak seragam. Serta ditemukan bahwa gerusan lokal terkecil diperoleh
dalam kasus pilar berhidung tajam pada aliran normal.
2. Park, Chang Wook et al. (2014) pada jurnal yang berjudul “Evaluating of
The Applicability of Pier Local Scour Formulae Using Laboratory and
Field Data”. Prediksi kedalaman gerusan lokal yang dapat diandalkan di
pilar jembatan sangat penting untuk desain dan pemeliharaan dermaga
jembatan yang tepat. Sebagian besar formula gerusan lokal telah
dikembangkan berdasarkan hasil percobaan laboratorium. Namun,
penyelidikan laboratorium cenderung terlalu menyederhanakan atau
mengabaikan banyak kompleksitas bidang aliran di sekitar pilar jembatan,
sehingga menghasilkan prediksi yang tidak masuk akal. Enam formula
(Colorado State University (CSU), Neill, Froehlich, Breuser, Laursen, dan
formula Cina sederhana) divalidasi dalam penelitian ini. Perbandingan
prediksi kedalaman gerusan dilakukan menggunakan data gerusan dari 180
data laboratorium dan 446 data pilar yang dikumpulkan dari Amerika
Serikat, Soviet Union, Selandia Baru, dan Korea. Teknik Artificial Neural
Network (ANN) juga diterapkan untuk membandingkan kecenderungan
antara set data lapangan dan laboratorium. Hasilnya diringkas sebagai
berikut.
a. Kedalaman gerusan laboratorium/eksperimen diperoleh lebih besar dari
percobaan lapangan. Hal ini akibat skala untuk ukuran partikel tanah dan
27
kesamaan kinematik dan kinetik tidak tepat diterapkan pada percobaan
laboratorium.
b. Formula CSU dan Neill cukup andal digunakan dalam prediksi kedalaman
gerusan pilar di lapangan maupun tahap desain, sehingga cocok untuk
digunakan perbandingan dengan hasil percobaan model laboratorium.
c. Model ANN yang menggunakan data laboratorium atau data lapangan saja
menghasilkan prediksi kedalaman gerusan yang berlebihan. Pada tahap
desain, tidak sesuai untuk menggunakan model ANN berdasarkan data
lapangan untuk memperkirakan hasil tes laboratorium. Namun, model ANN
yang menggunakan data laboratorium bisa diterapkan untuk memprediksi
kedalaman gerusan pilar lapangan secara konservatif.
3. Zaid, Mohamed, et al. (2019) dengan paper berjudul “A Review on The
Methods Used to Reduce The Scouring Effect of Bridge Pier”. Gerusan lokal
pada pilar jembatan adalah salah satu penyebab utama keruntuhan jembatan,
karena dianggap sebagai masalah yang kompleks. Berbagai penelitian
(eksperimental dan numerik) dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan gerusan lokal dalam beberapa
dekade. Beberapa peneliti telah merancang tindakan pencegahan yang
berguna untuk membantu mengurangi kedalaman gerusan. Simulasi
menggunakan komputer memiliki keuntungan karena dapat
mensimulasikan situasi pada skenario skala penuh, dan dapat mudah
mengubah geometri sesuai kebutuhan. Dari penelitian, dapat dipastikan
bahwa; sudut kemiringan pilar jembatan berkontribusi terhadap efek pada
lubang gerusan di sekitar pilar silinder.
Peningkatan intensitas aliran dan ukuran pilar berkontribusi terhadap
peningkatan kedalaman gerusan (luas permukaan dan volume lubang
gerusan). Gerusan lokal di dekat pilar dikembangkan dengan baik tanpa
gejala di bawah kondisi aliran konstan. Terlepas dari kenyataan bahwa pada
jembatan yang condong ke arah hulu, pilar paling hilir memberikan indikasi
nilai kedalaman gerusan yang lebih tinggi di bandingkan di sekitarnya.
Banyaknya analisis numerik yang dilakukan dalam model turbulen RANS
28
untuk menangkap sirkulasi pusaran di belakang pilar. Analisis numerik
sebelumnya berfokus pada metode scouring modeling daripada scouring
results. Sehingga perlu memvalidasi dengan hasil eksperimen untuk
memvalidasi model numerik. Persamaan transpor sedimen empiris
diperlukan (untuk memodelkan transpor sedimen sebagai aliran granular)
untuk memprediksi pergerakan pasir dan menganalisis kedalaman gerusan.
4. Laporan penelitian bidang ilmu teknik karya Sudiyono, dkk. (2015) berjudul
“Gerusan di Sekitar Dua Pilar Jembatan dan Upaya Pengendaliannya”.
Salah satu tujuan penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui tingkat
efektifitas penggunaan plat pelindung untuk mengurangi kedalaman
gerusan lokal yang terjadi pada penempatan jarak dua pilar. Dengan
pemodelan fisik yang dilakukan, referensi ini digunakan sebagai acuan
dalam menggunakan pelat pelindung sebagai upaya meminimalisir
kedalaman gerusan pilar. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
proses penggerusan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya
waktu hingga suatu ketika akan mencapai kondisi seimbang. Penggunaan
pilar dengan sayap pelindung sangat efektif dalam mengurangi gerusan pada
penggunaan pilar ganda dan dapat mengurangi gerusan di hulu pilar satu
dan mengurangi gerusan di hilir pilar dua sebesar 100%. Penempatan pilar
kedua dari pilar pertama dengan jarak antara pilar 4D merupakan jarak yang
maksimum paling efektif memberikan kedalaman gerusan yang paling
minimal.
5. Jurnal ilmiah berjudul “Analisis Gerusan Lokal pada Pilar Jembatan Kuwil
Kabupaten Minahasa Utara Menggunakan Metode Empiris” menggunakan
metode Laursen dan Toch, metode Froehlich, dan metode Colorado State
University (CSU). Jurnal ilmiah karya Muayyad Feisal Suma (2018) ini
menjelaskan mengenai perhitungan kedalaman gerusan pada pilar jembatan
Kuwil secara manual. Penelitian ini dilakukan karena telah terjadi
keruntuhan jembatan Kuwil akibat penggerusan pilar jembatan.
Penggerusan terjadi karena bencana banjir di Manado.
6. Penelitian tentang pengaruh susunan tiang pondasi, ketebalan dan peletakan
29
pile cap telah dilakukan sebelumnya oleh Varaki Esmaeili Mahdi (2019),
untuk meminimalisir kedalaman gerusan. Seiring berjalannya waktu,
gerusan dapat mencapai kedalaman maksimum yang melebihi letak pilecap.
Kondisi tidak aman itulah yang berpotensi mengakibatkan keruntuhan pada
jembatan.
7. Referensi berjudul “Analisis mengenai gerusan lokal pada pilar jembatan
dengan menggunakan metode CSU (Pilar Kapsul dan Pilar Tajam dengan
Aliran Superkritik)”, melakukan pemodelan matematis dengan
menggunakan software HEC-RAS 5.0.3 dengan formula/metode Colorado
State University. Tugas akhir karya Anjelita Suratinoyo (2018) ini,
digunakan sebagai acuan untuk menggunakan metode CSU pada pemodelan
gerusan menggunakan HEC-RAS.
8. Tugas akhir berjudul “Analisis mengenai gerusan lokal pada pilar jembatan
dengan menggunakan metode Froelich (Pilar Persegi dan Lingkaran pada
Aliran Subkritik dan Superkritik)”, melakukan pemodelan fisik di
Laboratorium Keairan dan Lingkungan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta dan pemodelan matematis menggunakan program HEC-RAS
5.0.3 dengan metode Froechlich. Karya ilmiah yang ditulis oleh Atikah
Mardatillah (2018) ini digunakan sebagai acuan untuk menggunakan
metode Froechlich pada pemodelan gerusan menggunakan HEC-RAS.
30