3.1
UMUM Perencanaan proyek merupakan suatu tahap penting dalam pelaksanaan suatu proyek. Dalam tahap perencanaan muncul berbagai pokok pikiran yang menjadi akarakar lahirnya suatu maha karya di bidang ketekniksipilan yang nantinya diharapkan berguna bagi masyarakat banyak. Diharapkan perencanaan yang dihasilkan nantinya mempunyai nilai efisien serta memiliki ketepatan mutu, waktu, serta biaya. Nantinya hasil perencanaan diharapkan menjadi acuan dalam monitoring dan controlling proyek. Dalam perencanaan proyek, khususnya keairan, berlaku tahapan umum proyek dengan istilah SIDLACOM yang berarti Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Operation, dan Maintenance. Survey dan Investigation termasuk dalam tahapan pra-perencanaan, sedangkan Design merupakan tahap perencanaan. Land Acquisition, Operation, dan Maintenance merupakan eksekusi dari perencanaan proyek. Untuk lebih jelasnya berikut merupakan diagram alir perencanaan Waduk Jatibarang:
Pre-Feasibility Study -Pendahuluan -Pengumpulan data: Hidrologi Geografi Topografi, dll.
Feasibility Study Pengkajian ulang dari data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya Melakukan Technical Planning.
III-1
Tidak
Memenuhi persyaratan sosial, ekonomi, teknis konstruksi yang berlaku
Review Feasibility Study
Tidak
Pembangunan tidak dapat dilaksanakan.
Ya
Design Engineering Drawing (DED)
Ya
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan Waduk Jatibarang 3.2 SURVEI PENDAHULUAN Saat musim hujan datang, air yang mengalir di sungai Kreo dan sungai-sungai lain di sekitarnya di wilayah Kabupaten Semarang mengalami peningkatan jumlah. Sebagian besar air yang melalui sungai-sungai tersebut terbuang begitu saja tanpa dapat dimanfaatkan terlebih dahulu. Dampak yang paling nampak seringkali menimbulkan banjir bagi kawasan sekitar sungai. Namun, sistem irigasi yang ada di Kabupaten Semarang mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Tak jarang pula krisis air baku untuk urusan domestik, kota, dan industri juga kerap melanda di wilayah hilir sungai. Untuk mengantisipasi hal-hal di atas, maka timbul pemikiran untuk membangun Waduk Jatibarang yang bersifat multiguna. Waduk ini nantinya diharapkan mampu mengantisipasi masalah banjir, memanfaatkan air yang ada menjadi sesuatu yang lebih berguna, serta memangkas defisit air. Demi melihat potensi topografi, geologi, hidrologi, serta geodesi yang dimiliki untuk menunjang pembangunan waduk, maka dilakukan beberapa survei pendahuluan terkait dengan potensi-potensi tesebut.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-2
Gambar 3.2 Kondisi Topografi Sungai Kreo 3.2.2 Data Geologi Data geologi merupakan kumpulan fakta yang didapat dari kajian tentang komposisi struktur dan sejarah bumi. Data ini mempunyai peran vital dalam setiap pembangunan. Kondisi geologi yang ada di lokasi pembangunan waduk Jatibarang yaitu batuan yang terdapat pada lapangan terdiri dari batuan sedimen dari formasi Damar dari bagian akhir tersier dengan periode kuaterner. Batuan sedimen ini merupakan batuan piroklastik yang cukup keras, yaitu breksi. Berdasarkan data geologi yang ada pada areal pembangunan diambil kesepakatan bahwa tipe bendungan yang akan dibangun untuk Pembangunan Waduk Jatibarang adalah bendungan tipe bendungan urugan batu berlapis dengan inti di tengah. 3.2.3 Data Debit Banjir Rancangan Data hidrologi merupakan kumpulan fakta-fakta atau keterangan mengenai fenomena hidrologi yang terjadi. Pada dasarnya analisis, kajian, serta
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-3
Untuk Waduk Jatibarang, tubuh bendungan didesain menggunakan kala ulang 50 tahun dengan besar debit rancangan 288,2 m3/detik.
III-4
III-5
pembangunan, maka bendungan tipe urugan dapat dipilih dikarenakan volumenya yang besar mengakibatkan kebutuhan suplai material yang banyak pula. 7. Hubungan dengan bangunan pelengkap Untuk tipe urugan bangunan-bangunan pelengkap sebaiknya tidak menyatu dengan tubuh bendungan dikarenakan potensi dari bendungan untuk mengalami erosi sebagai akibat dari aliran air. 8. Biaya proyek Komparasi hasil perhitungan mengenai biaya pembangunan bendungan dengan berbagai alternatif tipe nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk lebih memilih salah satu tipe bendungan dari sekian banyak tipe yang ada. 9. Gempa bumi Dari pengalaman, bendungan urugan tanah dan beton berbentuk lengkung lebih stabil menahan gempa maka sedapat mungkin dipilih kedua tipe tersebut apabila di daerah gempa. Atas dasar pertimbangan poin-poin di atas, maka Waduk Jatibarang dibangun menggunakan tipe bendungan urugan batu berlapis dengan inti di tengah. Berikut adalah gambar potongan melintang Bendungan Jatibarang:
III-7
Gambar 3.3 Potongan Melintang Bendungan Jatibarang Dari gambar 3.3, badan bendungan terbagi atas beberapa bagian susunan timbunan, yaitu: 1. 2. Impervious Zone Semi-Pervious Zone a. b. Upstream Semi-Pervious Downstream Semi-Pervious Fine Filter Coarse Filter 3. Pervious Zone
3.3.3 Perencanaan Tubuh Bendungan Perhitungan mengenai tubuh bendungan meliputi kemiringan lereng, tinggi jagaan, tinggi bendungan, lebar mercu bendungan, panjang mercu bendungan, dan penimbunan ekstra mercu bendungan. 3.3.3.1 Kemiringan Lereng (Slope Gradient) Kemiringan lereng bendungan dibuat sedemikian rupa agar dapat tahan dari ancaman longsor. Karena bendungan menggunakan tipe urugan berlapis, maka digunakan kemiringan 1:2,6 untuk bagian hulu dan 1:1,8 untuk bagian hilir.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-8
( (
) )
+ +
Tinggi gelombang akibat gempa ditentukan melalui: dimana He k : tinggi gelombang akibat gempa (m) : koefisien gempa :periode gelombang gempa, diasumsikan 1 detik Ho g : kedalaman air yang ditampung (m) : percepatan gravitasi (m/det2)
Rumus Run-Up Wave Height didapatkan dari kombinasi metode SMB dan metode Saville.
III-10
tampungan yang ada. Tampungan tersebut adalah: a. Tampungan mati (dead storage) merupakan tampungan untuk sedimen yang diendapkan selama usia guna bendungan. b. Tampungan banjir (flood storage) merupakan tampungan debit banjir dan tinggi jagaan. Dari hasil analisa yang telah dilakukan ditetapkan tinggi bendungan diukur dari atas pondasi yaitu 78 m.
3.3.3.4 Lebar Mercu Bendungan Lebar mercu bendungan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: 1. Keamanan terhadap erosi akibat gelombang air pada waduk. 2. Keamanan terhadap rembesan dan piping. 3. Keamanan terhadap goncangan gempa danb longsoran. 4. Kebutuhan lintasan alat berat. 5. Rencana kebutuhan jangka panjang. Umumnya lebar puncak bendungan adalah 10 sampai 15 m bagi bendungan dengan tinggi di atas 15, sekitar 5 m bagi bendungan rendah. Berikut rumus lebar puncak bendungan: USBR dimana b = 3,6 H1/3 - 1,5 b = lebar puncak bendungan H = tinggi bendungan 3.3.3.5 Fasilitas Keamanan Bendungan Fasilitas dan peralatan untuk memonitor perilaku bendungan yang berkaitan dengan keamanan bendungan selama dan setelah konstruksi. Peralatan fasilitas tersebut digunakan untuk mengetahui dan mengukur kejadian-kejadian yang sudah direncanakan maupun yang tidak
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-11
penurunan muka air bendungan secara mendadak yang akan menggerus permukaan lereng, direncanakan pelindung lereng hulu dan hilir bendungan dengan konstruksi hamparan batu pelindung atau rip-rap, konstruksi tersebut dipilih berdasarkan: a. b. c. Fleksibilitas mengikuti penurunan tubuh bendungan Mereduksi hempasan ombak Stabil terhadap pengaruh fluktuasi muka air bendungan dan gerakan ombak. d. e. Konstruksi dapat dikerjakan secara mekanis. Lokasi bahan batu dekat dan mudah untuk mengangkutnya.
3.4
PERENCANAAN GROUTING 3.4.1 Umum Pada umumnya bendungan bertipe urugan dapat dibangun di semua keadaan geologi, namun dengan catatan perlu dilakukan perbaikan pondasi. Bendungan Jatibarang dibangun di atas lapisan batuan piroklastik yang cukup keras, yaitu breksi. Namun untuk memperkuat formasi dari lapisan tanah tersebut dan menjadikan lapisan tanah tersebut menjadi lebih padat, maka dilakukan treatment grouting.
III-12
3.4.3 Penentuan Kedalaman dan Mix Desain Grouting Dalam prakteknya di lapangan, untuk menghindari kurang optimalnya grouting yang dilakukan akibat terlalu encer atau padatnya cairan grouting, hancur atau runtuhnya formasi batuan yang ada di dalam lapisan yang akan dilakukan grouting akibat terlalu kuat tekanan yang diberikan, atau bahkan kurang dalamnya jarak ke dalam lapisan tanah yang akan dilakukan grouting yang menyebabkan kurang maksimalnya daya dukung yang dihasilkan, maka dilakukan beberapa pengujian.
III-13
Lu
dimana Lu Q p L Vol t
10 .Q p.L
Lu
atau
10 .Vol p.L.t
: Angka lugeon : Debit : Tekanan : Kedalaman grouting : Volume : Waktu yang diperlukan
III-14
Gambar 3.4 Target Angka Lugeon pada Main Dam 2. Water Pressure Test (WPT) WPT bertujuan untuk mengetahui critical point dari batuan guna menghindari hydrofracturing batuan. Hydrofacturing batuan merupakan runtuhnya sebagian material penyusun batuan akibat tekanan air yang berlebih sehingga menimbulkan rekahan yang semakin membesar. Pembacaan pressure gauge pada alat setelah penyemprotan air ke dalam tanah dalam tes menjadi hal penting untuk diamati dikarenakan dari tes ini akan diketahui berapa tekanan optimal penyemprotan cairan grouting yang harus dilakukan. Untuk batasan kedalaman, dalam Proyek Waduk Jatibarang diberlakukan 3 variasi kedalaman sesuai dengan karakteristik grouting tersebut. Berikut adalah 3 varian kedalaman grouting yang ada di dalam pelaksanaan proyek berdasarkan jenisnya: 1. Curtain grouting, kedalaman ditetapkan melalui rumus, untuk Proyek Jatibarang sendiri diambil kedalaman 50 m. 2. Blanket grouting, kedalaman 5-10 m.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-15
3.5
PERENCANAAN INSTRUMEN BENDUNGAN Bendungan merupakan bangunan penting dalam Proyek Waduk Jatibarang. Kelangsungan fungsi dari waduk ditopang oleh kemampuan bendungan dalam menahan gaya-gaya yang bekerja padanya. Perilaku-perilaku bendungan yang terjadi setelah masa konstruksinya seringkali tidak dapat diketahui secara kasat mata. Oleh karena itu diperlukan beberapa instrumen untuk membaca perilaku yang terjadi pada bendungan. Untuk menjaga kestabilan seluruh fungsi bendungan, pembacaan alat perlu dilakukan dengan baik dan pengamatan yang teliti. Beberapa alat yang biasanya terdapat pada bendungan dewasa ini yaitu alat ukur deformasi, alat ukur gempa, piezometer, serta alat ukur rembesan. Alat ukur deformasi yang ada digunakan untuk mengukur pergeseran pondasi dan juga penurunan vertikal. Alat ukur gempa adalah instrumen yang digunakan
III-16
III-17