Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]

BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK

3.1

UMUM Perencanaan proyek merupakan suatu tahap penting dalam pelaksanaan suatu proyek. Dalam tahap perencanaan muncul berbagai pokok pikiran yang menjadi akarakar lahirnya suatu maha karya di bidang ketekniksipilan yang nantinya diharapkan berguna bagi masyarakat banyak. Diharapkan perencanaan yang dihasilkan nantinya mempunyai nilai efisien serta memiliki ketepatan mutu, waktu, serta biaya. Nantinya hasil perencanaan diharapkan menjadi acuan dalam monitoring dan controlling proyek. Dalam perencanaan proyek, khususnya keairan, berlaku tahapan umum proyek dengan istilah SIDLACOM yang berarti Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Operation, dan Maintenance. Survey dan Investigation termasuk dalam tahapan pra-perencanaan, sedangkan Design merupakan tahap perencanaan. Land Acquisition, Operation, dan Maintenance merupakan eksekusi dari perencanaan proyek. Untuk lebih jelasnya berikut merupakan diagram alir perencanaan Waduk Jatibarang:
Pre-Feasibility Study -Pendahuluan -Pengumpulan data: Hidrologi Geografi Topografi, dll.

Feasibility Study Pengkajian ulang dari data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya Melakukan Technical Planning.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-1

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


A

Tidak
Memenuhi persyaratan sosial, ekonomi, teknis konstruksi yang berlaku
Review Feasibility Study

Tidak
Pembangunan tidak dapat dilaksanakan.

Ya
Design Engineering Drawing (DED)

Ya

Pembangunan dapat dilaksanakan.

Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan Waduk Jatibarang 3.2 SURVEI PENDAHULUAN Saat musim hujan datang, air yang mengalir di sungai Kreo dan sungai-sungai lain di sekitarnya di wilayah Kabupaten Semarang mengalami peningkatan jumlah. Sebagian besar air yang melalui sungai-sungai tersebut terbuang begitu saja tanpa dapat dimanfaatkan terlebih dahulu. Dampak yang paling nampak seringkali menimbulkan banjir bagi kawasan sekitar sungai. Namun, sistem irigasi yang ada di Kabupaten Semarang mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Tak jarang pula krisis air baku untuk urusan domestik, kota, dan industri juga kerap melanda di wilayah hilir sungai. Untuk mengantisipasi hal-hal di atas, maka timbul pemikiran untuk membangun Waduk Jatibarang yang bersifat multiguna. Waduk ini nantinya diharapkan mampu mengantisipasi masalah banjir, memanfaatkan air yang ada menjadi sesuatu yang lebih berguna, serta memangkas defisit air. Demi melihat potensi topografi, geologi, hidrologi, serta geodesi yang dimiliki untuk menunjang pembangunan waduk, maka dilakukan beberapa survei pendahuluan terkait dengan potensi-potensi tesebut.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-2

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


3.2.1 Data Topografi Data topografi merupakan data yang menunjukkan rinci keadaan muka bumi suatu lokasi. Kondisi topografi yang ada pada lokasi perencanaan waduk yaitu berbukit-bukit dan badan Sungai Kreo yang mengalir dari arah selatan menuju utara yang terletak di antara dua tebing curam di sisi barat dan timurnya seperti yang ditunjukkan gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2 Kondisi Topografi Sungai Kreo 3.2.2 Data Geologi Data geologi merupakan kumpulan fakta yang didapat dari kajian tentang komposisi struktur dan sejarah bumi. Data ini mempunyai peran vital dalam setiap pembangunan. Kondisi geologi yang ada di lokasi pembangunan waduk Jatibarang yaitu batuan yang terdapat pada lapangan terdiri dari batuan sedimen dari formasi Damar dari bagian akhir tersier dengan periode kuaterner. Batuan sedimen ini merupakan batuan piroklastik yang cukup keras, yaitu breksi. Berdasarkan data geologi yang ada pada areal pembangunan diambil kesepakatan bahwa tipe bendungan yang akan dibangun untuk Pembangunan Waduk Jatibarang adalah bendungan tipe bendungan urugan batu berlapis dengan inti di tengah. 3.2.3 Data Debit Banjir Rancangan Data hidrologi merupakan kumpulan fakta-fakta atau keterangan mengenai fenomena hidrologi yang terjadi. Pada dasarnya analisis, kajian, serta
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-3

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


perhitungan yang melibatkan data hidrologi ini adalah untuk mendapatkan debit banjir yang harus mampu dikelola oleh Waduk Jatibarang ini. Berikut adalah data debit rancangan untuk Waduk Jatibarang: Tabel 3.1 Debit Banjir Rancangan Waduk Jatibarang
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kala Ulang (Tahun) 2 3 5 8 10 20 25 30 40 50 60 80 100 150 200 1000 Debit Banjir Rancangan 1959-1996 (m3/detik) 130.0 154.0 180.7 203.7 214.3 246.5 256.7 265.0 278.1 288.2 296.4 309.4 319.4 337.6 350.5 422.6

Sumber: Dokumen Kontrak Pembangunan Waduk Jatibarang Volume 2 (2009)

Untuk Waduk Jatibarang, tubuh bendungan didesain menggunakan kala ulang 50 tahun dengan besar debit rancangan 288,2 m3/detik.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-4

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


3.3 PERENCANAAN BENDUNGAN Dalam proses perencanaan, Bendungan Jatibarang didesain menggunakan gabungan standar baik Indonesia, Jepang, dan lainnya. Berikut merupakan daftar beberapa referensi yang digunakan: 1. Flood Control Manual, Ministry of Public Works, Government of Indonesia. 2. Peta Zona Gempa dan Cara Penggunaannya sebagai Usulan dalam Perencanaan Bangunan Pengairan Tahan Gempa, Puslitbang Pengairan (IHE-Bandung, 1994) 3. Design Criteria for Dams, Japanese National Comittee on Large Dams. 4. Manual for River Works in Japan, Design of Dams, River Bureau, Ministry of Construction. 5. United States Department of the Interior Bureau of Reclamation (USBR), "Design of Samll Dams" 6. Suyono Sosrodarsono Dr. & Kensaku Takeda, "Bendungan Tipe Urugan", PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, dll. 3.3.1 Pemilihan Lokasi Bendungan Pemilihan lokasi bendungan didasarkan oleh data-data yang telah dikumpulkan yang meliputi data hidrologi, data geologi, data geodesi, serta data topografi. Semua disiplin memberikan pengaruhnya masing-masing untuk mentukan letak bendungan. Apabila menilik kepada kondisi lapangannya, lokasi bendungan sebaiknya dibangun di antara 2 tebing yang akan membuat bendung lebih ekonomis, mempunyai luas genangan yang besar sehingga mampu maksimal memberi kontribusi pada pemanfaatan air, mempunyai potensi debit air yang cukup, letak sumber material untuk pembangunan, dll. Dari pertimbangan-pertimbangan yang ada, sejak masa feasibility study, perencana telah menetapkan lokasi utama pembangunan dan diikuti 7 potensi lokasi lain sebagai alternatif yang pada akhirnya lokasi utamalah yang digunakan. Bendungan berada di antara tebing-tebing tinggi dan daerah genangan yang berupa cekungan.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-5

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


3.3.2 Pemilihan Tipe Bendungan Pemilihan Tipe Bendungan pada Waduk Jatibarang (Soedibyo, 1999) mengacu pada hal-hal sebagai berikut: 1. Tujuan pembangunan Apabila akan digunakan untuk PLTA dengan tipe pompa yang sering terjadi fluktuasi permukaan air, maka semua bendungan beton dapat dipakai, untuk urugan hanya dengan lapisa kedap air di muka. Namun dalam prakteknya, bendungan untuk Waduk Jatibarang memiliki alternatif yang lebih luas dikarenakan tidak terlalu mengacu untuk difungsikan sebagai PLTA. Tipe bendungan yang dipilih lebih kepada tipe urugan. 2. Keadaan klimatologi setempat Apabila di lokasi pembangunan sering turun hujan maka tipe beton lebih disukai dikarenakan volumenya yang kecil. Namun apabila terpengaruh sebab lain yang lebih mengarahkan pada tipe urugan, maka dipakai bendungan tipe urugan. 3. Keadaan hidrologi setempat Faktor ini lebih menitikberatkan pada volume rencana yang dipengaruhi oleh debit air yang ada. Volume waduk yang ada akan dipengaruhi oleh endapan yang terjadi dan kapasitas bangunan pelimpah (lebih-lebih untuk tipe urugan dikarenakan air tidak boleh melimpah lewat puncak bendungan). 4. Keadaan topografi setempat Apabila lokasi pembangunan terletak di sungai yang sempit maka lebih disukai tipe bendungan berbentuk lengkung sedangkan apabila lebar lebih disukai tipe beton berdasarkan berat sendiri, beton dengan penyangga, beton dengan lebih dari satu lengkung, atau tipe urugan seperti halnya di Waduk Jatibarang. 5. Keadaan geologi setempat Pada umumnya tipe urugan dapat dibangun di semua keadaan geologi dengan perbaikan-perbaikan pondasi seperlunya seperti yang ada di Waduk Jatibarang, sedangkan tipe beton hanya dapat
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-6

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


dipakai di daerah geologi yang baik. Daerah dengan geologi yang baik terkadang terdapat rekahan sehingga nantinya dibutuhkan perbaikan pondasi sebaik-baiknya. 6. Tersedianya bahan bangunan setempat Dikarenakan banyak sumber material di dekat lokasi

pembangunan, maka bendungan tipe urugan dapat dipilih dikarenakan volumenya yang besar mengakibatkan kebutuhan suplai material yang banyak pula. 7. Hubungan dengan bangunan pelengkap Untuk tipe urugan bangunan-bangunan pelengkap sebaiknya tidak menyatu dengan tubuh bendungan dikarenakan potensi dari bendungan untuk mengalami erosi sebagai akibat dari aliran air. 8. Biaya proyek Komparasi hasil perhitungan mengenai biaya pembangunan bendungan dengan berbagai alternatif tipe nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk lebih memilih salah satu tipe bendungan dari sekian banyak tipe yang ada. 9. Gempa bumi Dari pengalaman, bendungan urugan tanah dan beton berbentuk lengkung lebih stabil menahan gempa maka sedapat mungkin dipilih kedua tipe tersebut apabila di daerah gempa. Atas dasar pertimbangan poin-poin di atas, maka Waduk Jatibarang dibangun menggunakan tipe bendungan urugan batu berlapis dengan inti di tengah. Berikut adalah gambar potongan melintang Bendungan Jatibarang:

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-7

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]

Gambar 3.3 Potongan Melintang Bendungan Jatibarang Dari gambar 3.3, badan bendungan terbagi atas beberapa bagian susunan timbunan, yaitu: 1. 2. Impervious Zone Semi-Pervious Zone a. b. Upstream Semi-Pervious Downstream Semi-Pervious Fine Filter Coarse Filter 3. Pervious Zone

3.3.3 Perencanaan Tubuh Bendungan Perhitungan mengenai tubuh bendungan meliputi kemiringan lereng, tinggi jagaan, tinggi bendungan, lebar mercu bendungan, panjang mercu bendungan, dan penimbunan ekstra mercu bendungan. 3.3.3.1 Kemiringan Lereng (Slope Gradient) Kemiringan lereng bendungan dibuat sedemikian rupa agar dapat tahan dari ancaman longsor. Karena bendungan menggunakan tipe urugan berlapis, maka digunakan kemiringan 1:2,6 untuk bagian hulu dan 1:1,8 untuk bagian hilir.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-8

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


Analisis stabilitas kemiringan menggunakan beberapa metode, di antaranya: 1. Metode Lingkaran Gelincir (Slip Circle) * ( ( dimana SF N T U Ne : safety factor : gaya normal pada lingkaran gelincir (tf/m) : gaya tangen pada lingkaran gelincir (tf/m) : tekanan pori pada lingkaran gelincir (tf/m) : gaya normal akibat beban gempa pada lingkaran gelincir (tf/m) Te : gaya tangen akibat beban gempa pada lingkaran gelincir (tf/m) ' C' L : kohesi efektif pada lingkaran gelincir (tf/m2) : panjang lengkung lingkaran gelincir (m) ) )

2. Metode Luncuran Permukaan (Surface Sliding) * * dimana SF k


Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-9

( (

) )

+ +

: safety factor : gradien slope : koefisien gempa

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


: kepadatan jenuh (tf/m3) : kepadatan tercelup (tf/m3) 3.3.3.2 Tinggi Jagaan (Free Board) dan Elevasi Puncak (Crest Elevation) Tinggi puncak bendungan ditentukan lebih besar atau sama dengan tinggi jagaan ditambah tinggi air maksimum. Nilai tertinggi yang dipakai diambil diantara tinggi muka air normal, tinggi muka air tambahan, dan tinggi muka air maksimum ditambah tinggi jagaan yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut: Kasus a Kasus b Kasus c dimana Hf hw he : Muka air normal (El. 148,9 m), Hf = he + hw : Muka air tambahan (El. 151,8 m), Hf = he/2 + hw : Muka air maksimum (El. 155,3 m), Hf = hw : tinggi jagaan : tinggi gelombang akibat angin : tinggi gelombang akibat gempa

Tinggi gelombang akibat gempa ditentukan melalui: dimana He k : tinggi gelombang akibat gempa (m) : koefisien gempa :periode gelombang gempa, diasumsikan 1 detik Ho g : kedalaman air yang ditampung (m) : percepatan gravitasi (m/det2)

Rumus Run-Up Wave Height didapatkan dari kombinasi metode SMB dan metode Saville.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-10

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


3.3.3.3 Tinggi Bendungan Tinggi bendungan dipengaruhi oleh besar masing-masing

tampungan yang ada. Tampungan tersebut adalah: a. Tampungan mati (dead storage) merupakan tampungan untuk sedimen yang diendapkan selama usia guna bendungan. b. Tampungan banjir (flood storage) merupakan tampungan debit banjir dan tinggi jagaan. Dari hasil analisa yang telah dilakukan ditetapkan tinggi bendungan diukur dari atas pondasi yaitu 78 m.

3.3.3.4 Lebar Mercu Bendungan Lebar mercu bendungan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: 1. Keamanan terhadap erosi akibat gelombang air pada waduk. 2. Keamanan terhadap rembesan dan piping. 3. Keamanan terhadap goncangan gempa danb longsoran. 4. Kebutuhan lintasan alat berat. 5. Rencana kebutuhan jangka panjang. Umumnya lebar puncak bendungan adalah 10 sampai 15 m bagi bendungan dengan tinggi di atas 15, sekitar 5 m bagi bendungan rendah. Berikut rumus lebar puncak bendungan: USBR dimana b = 3,6 H1/3 - 1,5 b = lebar puncak bendungan H = tinggi bendungan 3.3.3.5 Fasilitas Keamanan Bendungan Fasilitas dan peralatan untuk memonitor perilaku bendungan yang berkaitan dengan keamanan bendungan selama dan setelah konstruksi. Peralatan fasilitas tersebut digunakan untuk mengetahui dan mengukur kejadian-kejadian yang sudah direncanakan maupun yang tidak
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-11

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


terencana pada bendungan. Pada pembangunan Waduk jatibarang, pada as bendungan dibangun gallery untuk melakukan inspeksi dan kontrol jika sewaktu waktu terjadi kebocoran. Selain dibangunnya gallery sebagai fasilitas keamanan bendungan, peralatan yang digunakan untuk memonitor perilaku bendungan diantaranya Electrical Piezometer, Standpipe Piezometer, Pneumatic Piezometer, Inklinometer, dan Probe Extensometer. 3.3.3.6 Pelindung Lereng Hulu dan Hilir Tubuh Bendungan Dalam upaya mengantisipasi hempasan ombak serta

penurunan muka air bendungan secara mendadak yang akan menggerus permukaan lereng, direncanakan pelindung lereng hulu dan hilir bendungan dengan konstruksi hamparan batu pelindung atau rip-rap, konstruksi tersebut dipilih berdasarkan: a. b. c. Fleksibilitas mengikuti penurunan tubuh bendungan Mereduksi hempasan ombak Stabil terhadap pengaruh fluktuasi muka air bendungan dan gerakan ombak. d. e. Konstruksi dapat dikerjakan secara mekanis. Lokasi bahan batu dekat dan mudah untuk mengangkutnya.

3.4

PERENCANAAN GROUTING 3.4.1 Umum Pada umumnya bendungan bertipe urugan dapat dibangun di semua keadaan geologi, namun dengan catatan perlu dilakukan perbaikan pondasi. Bendungan Jatibarang dibangun di atas lapisan batuan piroklastik yang cukup keras, yaitu breksi. Namun untuk memperkuat formasi dari lapisan tanah tersebut dan menjadikan lapisan tanah tersebut menjadi lebih padat, maka dilakukan treatment grouting.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-12

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


Menurut pengertiannya, grouting adalah pekerjaan menginjeksikan bahan cair dengan cara tekanan untuk mengisi retak-retak/ rongga-rongga pada tanah atau beton, yang selanjutnya akan mengeras menjadi padat menjadi satu kesatuan. Sebelum dilakukan grouting, terlebih dahulu dilakukan drilling atau pengeboran. Drilling adalah pekerjaan pemboran pada tanah, batuan, ataupun konstruksi beton dengan arah tertentu sehingga membentuk lubang untuk pengambilan sampel tanah dan menginjeksikan bahan cair. 3.4.2 Tujuan dan Jenis Grouting di Proyek Waduk Jatibarang Untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh tanah setelah pelaksanaan konstruksi bendungan karena memikul beban yang sangat berat, maka dalam pengerjaannya grouting dilakukan untuk: 1. Meningkatkan daya dukung tanah 2. Memperbaiki kerusakan batuan 3. Mengurangi rembesan/aliran air tanah 4. Mengurangi angka permeabilitas yang berarti mengurangi rekahan Namun nanti dalam pelaksanaannya, grouting telah dikelompokkan menjadi tiga bagian yang memilikiperan masing-masing: 1. Curtain Grouting, grouting utama dalam proyek 2. Blanket Grouting, grouting penunjang curtain grouting 4. Consul Grouting, grouting penunjang curtain grouting pada konstruksi beton.

3.4.3 Penentuan Kedalaman dan Mix Desain Grouting Dalam prakteknya di lapangan, untuk menghindari kurang optimalnya grouting yang dilakukan akibat terlalu encer atau padatnya cairan grouting, hancur atau runtuhnya formasi batuan yang ada di dalam lapisan yang akan dilakukan grouting akibat terlalu kuat tekanan yang diberikan, atau bahkan kurang dalamnya jarak ke dalam lapisan tanah yang akan dilakukan grouting yang menyebabkan kurang maksimalnya daya dukung yang dihasilkan, maka dilakukan beberapa pengujian.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-13

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


Ada 2 jenis tes penting yang digunakan dalam proses sebelum grouting, yaitu: 1. Lugeon Test Lugeon test bertujuan untuk mengetahui permeabilitas batuan sebelum dan sesudah grouting. Hasil pengujian ini nantinya didapatkan angka lugeon yang menentukan mix design dalam grouting. Angka lugeon dapat didapatkan setelah mengamati besaran debit air yang disemprotkan dan kedalaman grouting sesuai dengan fungsi dan letaknya atau volume air yang telah disemprotkan, lalu waktu yang dibutuhkan, dan juga kedalaman grouting. Berikut adalah rumus untuk mendapatkan angka lugeon:

Lu
dimana Lu Q p L Vol t

10 .Q p.L

Lu
atau

10 .Vol p.L.t

: Angka lugeon : Debit : Tekanan : Kedalaman grouting : Volume : Waktu yang diperlukan

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-14

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]

Gambar 3.4 Target Angka Lugeon pada Main Dam 2. Water Pressure Test (WPT) WPT bertujuan untuk mengetahui critical point dari batuan guna menghindari hydrofracturing batuan. Hydrofacturing batuan merupakan runtuhnya sebagian material penyusun batuan akibat tekanan air yang berlebih sehingga menimbulkan rekahan yang semakin membesar. Pembacaan pressure gauge pada alat setelah penyemprotan air ke dalam tanah dalam tes menjadi hal penting untuk diamati dikarenakan dari tes ini akan diketahui berapa tekanan optimal penyemprotan cairan grouting yang harus dilakukan. Untuk batasan kedalaman, dalam Proyek Waduk Jatibarang diberlakukan 3 variasi kedalaman sesuai dengan karakteristik grouting tersebut. Berikut adalah 3 varian kedalaman grouting yang ada di dalam pelaksanaan proyek berdasarkan jenisnya: 1. Curtain grouting, kedalaman ditetapkan melalui rumus, untuk Proyek Jatibarang sendiri diambil kedalaman 50 m. 2. Blanket grouting, kedalaman 5-10 m.
Muchammad Lutfian Nabil L2A009014 | Pembangunan Waduk Jatibarang III-15

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


3. Consolidation grouting, kedalaman minimum 5 m. Setelah diketahui parameter-parameter yang menjadi batasan-batasan dalam proses grouting, direncanakan mix design grouting. Mix design ini berlaku secara umum dengan komposisi perbandingan air dan Portland Cement (PC). Tabel 3.2 Tabel Mix Design Grouting

3.5

PERENCANAAN INSTRUMEN BENDUNGAN Bendungan merupakan bangunan penting dalam Proyek Waduk Jatibarang. Kelangsungan fungsi dari waduk ditopang oleh kemampuan bendungan dalam menahan gaya-gaya yang bekerja padanya. Perilaku-perilaku bendungan yang terjadi setelah masa konstruksinya seringkali tidak dapat diketahui secara kasat mata. Oleh karena itu diperlukan beberapa instrumen untuk membaca perilaku yang terjadi pada bendungan. Untuk menjaga kestabilan seluruh fungsi bendungan, pembacaan alat perlu dilakukan dengan baik dan pengamatan yang teliti. Beberapa alat yang biasanya terdapat pada bendungan dewasa ini yaitu alat ukur deformasi, alat ukur gempa, piezometer, serta alat ukur rembesan. Alat ukur deformasi yang ada digunakan untuk mengukur pergeseran pondasi dan juga penurunan vertikal. Alat ukur gempa adalah instrumen yang digunakan

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-16

Laporan Kerja Praktek [BAB III TINJAUAN PERENCANAAN PROYEK]


untuk merekam guncangan permukaan tanah yang sangat kuat yang mengukur percepatan permukaan tanah. Piezometer digunakan untuk mengukur tekanan air waduk. Alat ukur rembesan dipasang untuk mengetahui ada atau tidaknya rembesan yang ada pada bendungan. Instrumen-instrumen yang telah direncanakan sebelumnya ditunjang oleh keberadaan gallery sebagai terowongan inspeksi. Terowongan inspeksi ini dibangun di bawah bendungan. Melalui terowongan ini, segala bentuk pengamatan rembesan maupun crack pada konstruksi bendungan dapat diamati.

Muchammad Lutfian Nabil L2A009014

| Pembangunan Waduk Jatibarang

III-17

Anda mungkin juga menyukai