Buku Profesi Pendidikan
Buku Profesi Pendidikan
PT RajaGrafindo Persada
JAKARTA
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Suriansyah, Ahmad
Profesi Kependidikan: “Perspektif Guru Profesional”/Ahmad Suriansyah, Aslamiah Ahmad, dan
Sulistiyana
—Ed. 1—Cet. 1.—Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
viii, 212 hlm., 24 cm
Bibliografi: hlm. 203
ISBN 978-979-769-914-7
III. Sulistiyana.
PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id http: // www.rajagrafindo.co.id
Perwakilan:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021)
4527823. Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok
Soragan Indah Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl.
Rungkut Harapan Blok. A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Kumbang III No. 10/4459 Rt. 78,
Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De’Diandra Land Blok. C1/01 Jl.
Kartama, Marpoyan Damai, Telp. (0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3 A Komplek
Johor Residence Kec. Medan Johor, Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 14/3, Komp.
Perum Bumi Permata Hijau, Telp. (0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 17/05, Telp. (0511)
3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/V No. 5B, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995
KATA PENGANTAR
Profesi Kependidikan/Keguruan
v
sebagai refleksi bagi guru-guru dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai
guru menuju guru yang profesional.
Menyikapi adanya kesenjangan antara harapan pemerintah terhadap
profesionalisme dengan memberikan berbagai penghargaan dengan kenyataan
bahwa profesionalisme guru masih jauh dari harapan yang diinginkan,
maka buku ini mencoba untuk mengungkap berbagai kajian tentang apa
dan bagaimana guru yang profesional dilihat dari berbagai perspektif. Di
samping itu juga kajian tentang guru dalam administrasi sekolah, bimbingan
konseling, supervisi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah.
Oleh sebab itu, buku ini dapat menjadi bahan kajian bagi calon guru
yang sedang memperdalam ilmu di lingkungan Perguruan Tinggi
Kependidikan (LPTK) maupun bagi guru-guru dan kepala sekolah yang
sedang bertugas, karena buku ini tidak hanya memberikan penjelasan dan
kajian yang bersifat teoretik semata tetapi juga membuat kajian-kajian yang
aplikatif dan dapat dilakukan dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, baik
oleh guru maupun kepala sekolah.
Di samping itu, buku ini juga dapat dimanfaatkan bagi kalangan pengawas
sekolah sebagai bahan referensi dalam rangka melakukan pembinaan
kepada sekolah-sekolah tentang profesionalisme guru dan pembinaannya.
Meskipun demikian penulis masih memerlukan penyempurnaan buku
ini secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta berbasiskan hasil-hasil penelitian mutakhir. Untuk
semua itu, penulis sangat berterima kasih dan berbangga hati apabila ada
masukan- masukan perbaikan dari semua pembaca.
Semoga bahan bacaan ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan
mutu pendidikan secara umum.
Penulis
vi Profesi Kependidikan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
viiiProfesi Kependidikan
BAB
2 Profesi Kependidikan
belum mampu membawa masyarakat Indonesai ke arah kesejahteraan,
malah sebaliknya kita masih dihadapkan pada problem besarnya angka
kemiskinan bahkan bayi lahir dengan kondisi gizi buruk.
Mengingat pentingnya peran guru tersebut dalam perubahan dan
pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan sejahtera, khususnya
menuju efektivitas pembelajaran yang berkualitas, Fullan seperti di kutip oleh
Rizali, Sidi dan Dharma (2009) menyatakan bahwa: efektivitas
pembelajaran baru akan tercapai apabila kita:
a. Merekrut orang-orang yang terbaik untuk menjadi guru.
b. Lingkungan kerja dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan
mendorong guru berkarya agar mereka tidak mencari pekerjaan lain.
4 Profesi Kependidikan
Seorang dokter dan penasihat hukum sebelum menjalani profesinya
harus melalui proses pendidikan khusus kedokteran yang diteruskan
dengan pendidikan profesi dokter dengan cara bertugas di rumah sakit tiga
sampai empat semester. Pada proses pendidikan dengan mempelajari
bidang ilmu yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang terkadang
memakan waktu lama (5 sampai 7 tahun). Seorang petinju harus
melakukan latihan yang panjang sebelum sampai menjadi petinju
profesional. Demikian pula dengan pemain bola bahkan sekarang ada
sekolah sepak bola. Karena itu, pekerjaan sebagai dokter, sebagai penasihat
hukum, sebagai petinju atau bahkan sebagai pemain bola tidak dapat
dilakukan secara baik oleh semua orang terkecuali mereka yang telah
melalui pendidikan khusus (dipersiapkan khusus untuk itu). Seorang dokter
harus melalui pendidikan kedokteran yang setelah lulus ditambah dengan
pendidikan profesi dokter, seorang notaris setelah dididik menjadi sarjana
hukum melanjutkan pendidikan kenotariatan dan seterusnya juga berlaku
dengan profesi lainnya.
Apa yang dapat kita simpulkan dari pengamatan kita terhadap berbagai
kenyataan tersebut di atas...? Ternyata sebelum seseorang memegang jabatan
tersebut seseorang harus melalui proses pendidikan khusus dan/atau latihan
serta ujian khusus.
Jadi, syarat pertama untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan sebagai suatu
profesi adalah adanya bidang ilmu yang mendasari teknik, prosedur kerja dan lain-
lain yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang dipersiapkan untuk
itu.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah, apakah seorang profesional dapat
melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya..? Bagaimana kalau seorang
dokter melakukan kesalahan dalam praktik pengobatan terhadap pasien (mal
praktik) ..?, bagaimana perilaku dia dalam menghadapi pasien yang berbeda
strata sosial ekonomi, ras, suku dan sebagainya...? Ternyata sikap, tindakan,
perilaku mereka telah diatur dan diarahkan oleh aturan-aturan yang menjadi
panduan dalam setiap tindakannya. Bahkan mereka punya standar nilai dan
standar perilaku yang harus dilakukan dalam melayani pasiennya. Demikian
pula halnya dengan penasihat hukum, petinju dan pemain sepak bola. Misalnya
seorang petinju tidak boleh sembarang bertinju. Aturan-aturan ini sudah
mereka sepakati bersama. Inilah yang disebut dan dikenal dengan istilah
Kode Etik Jabatan/Kode Etik Profesi. Kalau begitu mana yang dapat kita
simpulkan sebagai kriteria kedua dari jabatan profesi. Ternyata jabatan profesi
harus memiliki kode etik profesi yang harus dipatuhi dan ditaati oleh semua
anggotanya.
Jadi, syarat kedua untuk dapat dikatakan suatau pekerjaan/jabatan sebagai suatu
profesi adalah adanya kode etik jabatan/kode etik profesi yang disepakati bersama, yang
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 5
mengatur tingkah laku, sikap dan cara kerja pemangku profesi itu.
6 Profesi Kependidikan
Dengan persyaratan pendidikan khusus dan latihan khusus serta
aturan etika yang berlaku, menurut Anda dapatkan pekerjaan dokter
diganti oleh orang lain yang bukan ahlinya...? apa yang akan terjadi kalau
suatu pekerjaan dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya dan tidak bekerja
sesuai dengan aturan nilai etika. Masyarakat tentu akan menilai bahaya
yang akan dihadapinya, dan mereka tidak akan berobat/diobati oleh yang
bukan ahlinya tersebut, bahkan orang sering ditangkap sebagai dokter
palsu.
Demikian pula halnya dengan seorang yang bukan ahli hukum menjadi
penasihat hukum, tentunya masyarakat tidak akan pernah mau meminta
bantuan hukum kepadanya. Seorang yang tidak pernah latihan atau dilatih
sepak bola, ingin menjadi pemain bola profesional, tentu masyarakat tidak mau
mengakuinya. Kalau begitu apa yang dapat kita simpulkan, ternyata jabatan
dapat menjadi profesi kalau dia mendapat pengakuan dari masyarakat. Dalam
pengertian pengakuan masyarakat dapat pula berasal dari pengakuan melalui
formal legalistik oleh pemerintah melalui surat keputusan, undang-undang
dan aturan lainnya.
Dengan demikian syarat ketiga untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan
sebagai suatu profesi adalah adanya layanan unik yang memperoleh pengakuan dari
masyarakat atau pemerintah.
Cukupkah ketiga syarat di atas sebagai kriteria/ciri suatu jabatan dapat
dikatakan sebagai profesi. ?
Kalau kita mengamati kenyataan yang ada di tengah-tangah
masyarakat yang berkaitan dengan pekerjaan seorang profesional, kita akan
menyaksikan banyak hal termasuk di antaranya mereka sering membuat
kelompok tertentu sesama profesi. Dokter berkumpul dalam organisasi sesama
dokter, penasihat hukum berkumpul sesama penasihat hukum dan
seterusnya. Pengamatan fenomena yang ada di lapangan ternyata profesi
dokter memiliki organisasi sendiri yang disebut Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Advokat memiliki Ikatan Advokat Indonesia (IAI) demikian pula
dengan profesi lain termasuk profesi petinju dengan KTI-nya. Kita sering
melihat organisasi ini melakukan berbagai kegiatan baik untuk peningkatan
kualitas anggotanya, kesejahteraan maupun sosial kemasyarakatan.
Pernahkah Anda melihat seminar yang dilaksanakan oleh IDI, sunatan
massal dan sebagainya, atau bantuan hukum gratis oleh LKBH. Ternyata
organisasi ini sangat berperan dalam meningkatkan kualitas anggotanya
bahkan kesejahteraan, keamanan dalam melaksanakan tugas profesi bagi
anggotanya. Di samping itu, organisasi ini berfungsi pula untuk
melindungi masyarakat pengguna jasa profesi dari layanan yang tidak
semestinya. Banyak kita saksikan organisasi profesi membentuk dewan
kehormatan profesi yang akan menilai anggota organisasi profesi apabila
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 7
melanggar ketentuan profesi atau mal praktik. Hal inilah yang memberikan
jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dari
profesi. Ini berarti keberadaan organisasi profesi menjadi salah satu syarat
bagi jabatan profesi.
Dengan demikian syarat keempat untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/
jabatan sebagai suatu profesi adalah adanya organisasi profesi yang mengayomi
anggotanya, mampu memberikan rasa aman anggotanya dalam bekerja,
mampu meningkatkan kualitas anggota organisasi agar layanan yang diberikan
lebih bermutu dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota sehingga
bisa fokus dalam memberikan layanan berkualitas. Di samping itu
organisasi profesi juga berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi
masyarakat agar mereka mendapatkan layanan yang berkualitas dan terhindar
dari layanan yang tidak semestinya mereka terima dan dapat merugikan
masyakarat.
Sebelum kita sampai pada kesimpulan apa sebenarnya kriteria suatu
pekerjaan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu profesi, coba isi tabel berikut
ini berdasarkan uraian yang telah dibahas secara rinci pada uraian di atas. Coba
berikan tAnda cek pada kolom samping kanan apabila organisasi profesi yang
tercantum di sebelah kirinya telah memenuhi syarat atau memiliki apa yang
ada dalam tabel kolom 3 sampai dengan kolom 6. Jenis profesi dapat Anda
tambahkan dengan pekerjaan lainnya yang ada di masyarakat.
Berdasarkan uraian dan daftar cek yang Anda buat seperti tabel di atas,
kita dapat membuat kesimpulan bahwa suatu jabatan/pekerjaan dapat disebut
sebagai suatu profesi apabila memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
a. Dipersiapkan melalui pendidikan khusus untuk menguasai bidang ilmu
yang mendasari pendekatan, strategi, teknik dan prosedur kerja.
b. Adanya layanan unik dan pengakuan masyarakat.
8 Profesi Kependidikan
c. Memiliki kode etik profesi.
d. Memiliki organisasi profesi.
a. Expertise (Keahlian)
Seorang akan mempunyai keahlian dalam suatu bidang ilmu tertentu
kalau dia dipersiapkan secara khusus melalui pendidikan yang dilakukan
secara matang dan dalam kurun waktu yang relatif lama. Oleh sebab itu, suatu
10 Profesi Kependidikan
Di samping hal tersebut dalam rangka bertanggung jawab ini
diperlukan penyikapan tugas dengan berdasarkan sikap-sikap pribadi
sebagai seorang profesional sebagai berikut:
1) Kehati-hatian. Penuh pertimbangan dan perhitungan dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan perkembangan perserta didik. Tidak ada
keputusan yang diambil hanya dengan mempertimbangkan
keuntungan pribadi.
2) Kesabaran. Hal ini sangat penting mengingat karakteristik kepribadian
setiap peserta didik selalu ada perbedaan, yang menyebabkan tugas
guru menjadi tugas yang syarat dengan masalah, baik itu masalah yang
ditimbulkan oleh perserta didik maupun masalah yang terkait langsung
dengan kegiatan pembelajaran. Semua masalah ini hanya mungkin
dapat diatasi apabila guru memiliki kesabaran dalam bertindak, dengan
pertimbangan yang matang dan rasional.
3) Disiplin. Merupakan modal utama yang harus dimiliki seorang
profesional. Tanpa adanya kedisiplinan, maka seorang profesional akan
sulit melaksanakan tugasnya dengan hasil maksimal. Disiplin di sini
bukan berarti disiplin mati yang tidak memberikan kesempatan kepada
seorang profesional untuk berkreasi.
4) Kreativitas. Hal ini merupakan salah satu tuntutan yang harus dimiliki
oleh seorang yang menanamkan dirinya sebagai seorang profesional.
Ini berarti guru sebagai suatu profesi dituntut untuk selalu kreatif
menumbuhkan gagasan-gagasan baru dalam melaksanakan tugasnya.
5) Kerendahan hati. Rendah hati di sini bukan berarti rendah diri, tetapi
suatu sikap yang tidak mau menyombongkan diri di hadapan peserta
didik dan teman sejawat.
c. Corporation (Kesejawatan)
Tenaga kependidikan yang profesional tidak dapat menutup diri dari
teman sejawat sesama profesi, tetapi dituntut untuk selalu berkomunikasi dan
berkerja sama untuk saling mengisi dan tukar informasi guna menyempurnakan
pelaksanaan tugas profesinya.
Berdasarkan ciri-ciri profesi seperti diuraikan di atas, coba Anda
renungkan pada diri Anda sendiri apakah Anda telah melaksanakan kriteria
tanggung jawab di atas. Kemudian diskusikan bersama-sama dengan teman
Anda apakah pekerjaan guru di Indonesia sudah merupakan suatu profesi?
Banyak ragam tanggapan orang tentang guru, ada yang beranggapan guru
merupakan jabatan profesi dengan sejumlah alasan yang dikemukakannya.
1. Pendidikan Khusus
Mari kita amati dan renungkan kembali apakah guru dipersiapkan melalui
pendidikan khusus guru, sudahkah mereka yang menjadi guru semua
lulusan pendidikan guru...? Apakah ada teman Anda sebagai guru SD hanya
lulusan SMU, atau kalaupun lulusan S1 sebagaimana yang dipersyaratkan
UUGD Nomor 14 Tahun 2005? Secara jujur terhadap semua pertanyaan
tersebut kita masih dihadapkan pada suatu masalah, yaitu tidak semua guru
berpendidikan guru, atau berlatar belakang pendidikan S1 pendidikan
dan/atau Akta IV pendidikan, lebih-lebih di daerah terpencil. Dengan
demikian, apakah jabatan guru belum dapat dikatakan profesi? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lihat Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39, ayat 2 tentang tenaga
kependidikan dinyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”. Hal tersebut akan semakin
kuat apabila kita amati setiap penerimaan guru baru selalu dipersyaratkan
adanya latar belakang pendidikan guru dan sertifikat akta mengajar yang
berasal dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK-FKIP, STKIP,
dan IKIP dahulu). Dengan penjelasan tersebut apa yang dapat Anda
simpulkan, sudahkan guru memenuhi syarat pertama dari kriteria profesi
yaitu pendidikan khusus.
Dari gambaran tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
secara yuridis formal, guru memang merupakan jabatan profesi karena
guru dilihat dan sisi pendidikan, maka seorang guru atau calon guru harus
melalui
12 Profesi Kependidikan
pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) seperti FKIP,
STKIP atau universitas yang mendapat perluasan mandat untuk menghasilkan
tenaga pendidik dan non tenaga pendidik seperti di Universitas Negeri
Malang (UM Malang), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Negeri
Medan (UNIMED) dan lain-lainnya.
2. Pengakuan Masyarakat
Bagaimana pengakuan masyarakat terhadap guru-guru kita, apakah
mereka sudah memberikan pengakuan bahwa guru adalah pekerjaan yang
memerlukan kekhususan dalam berbagai hal terkait kemampuan, dan
apakah mereka sudah memberikan pengakuan bahwa guru-guru kita sudah
melaksanakan tugas yang dapat memberikan kepuasan kepada mereka
yang menitipkan putra-putrinya di sekolah...?
Mari kita amati dalam kenyataan yang ada di lapangan atau di tengah-
tengah masyarakat, apakah pengakuan masyarakat terhadap layanan unik
yang diberikan oleh jabatan guru sebagai profesi sudah kuat dan sudahkah
masyarakat menghargai bahwa guru merupakan tugas yang tidak dapat
digantikan oleh orang lain selain mereka yang berpendidikan guru. Memang
kita tidak melihat dampak yang sangat berbahaya dalam waktu singkat, kalau
tugas guru di sekolah dilaksanakan oleh orang yang bukan berpendidikan
guru. Tetapi takutkah masyarakat kalau anak-anaknya dididik oleh orang
yang bukan berpendidikan guru, kita juga masih belum dapat melihat sikap
sebagian masyarakat yang marasa khawatir akan hal itu. Sejumlah pertanyaan
tersebut tampaknya sulit kita jawab dengan pasti.
Pada sebagian masyarakat, pengakuan terhadap pentingnya guru
dijabat oleh yang berasal dari pendidikan guru sudah terasa, namun sebagian
lainnya masih semu. Tetapi secara yuridis, pengakuan bahwa jabatan guru
sebagai jabatan profesi sudah tampak dari berbagai aturan yang
mensyaratkan sertifikasi pendidik dan lain-lain seperti disebutkan di atas, yang
pada intinya menyebut profesi guru. Dengan penjelasan tersebut apa yang
dapat Anda simpulkan, sudahkan guru memenuhi syarat kedua dari kriteria
profesi, yaitu pengakuan masyarakat dan pemerintah. Tampaknya dari berbagai
aturan yang ada seperti yang kita sebutkan tersebut di atas, secara eksplisit
dan implisit pemerintah mengakui bahwa guru adalah suatu profesi.
Artinya, secara legalistik/yuridis jabatan guru merupakan jabatan yang
dapat dikategorikan sebagai profesi.
3. Pengakuan Pemerintah
Pemerintah secara khusus menyatakan profesi guru sebagai pekerjaan
profesional yang dituangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
(UUGD) Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 dinyatakan guru adalah
pendidik profesional…..selanjutnya pada Pasal 6 disebutkan bahwa
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
14 Profesi Kependidikan
kemahiran atau kecakapan
16 Profesi Kependidikan
No. Fisik Guru Mental/Psikis Kepribadian Kemampuan Akademis
1. Tidak cacat Adil, penyayang, Sopan dan rapi, Meguasai bahan ajar
suka pada anak jujur…. dan lain-lain Menguasai pendekatan,
model & strategi pembelajaran
2. …….? …….? …….? …….?
3. …….? …….? …….? …….?
4. …….? …….? …….? …….?
5. …….? …….? …….? …….?
6. …….? …….? …….? …….?
20 Profesi Kependidikan
2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS) yang
kuat, karena guru akan membawa siswanya ke alam ilmu pengetahuan
yang perkembangannya sangat cepat dan pesat.
3. Kemampuan mengembangkan minat dan motivasi siswanya melalui
penguasaan keterampilan dan penguasaan metodologis pembelajaran.
Oleh sebab itu, penguasaan terhadap psikologis anak didik (psikologi
perkembangan, psikologi belajar dan psikologi mengajar, serta
psikologi yang mendasari teknik motivasi), penguasaan pengetahuan
metode dan pendekatan pembelajaran serta evaluasi menjadi sangat
penting bagi seorang guru.
4. Pengembangan profesi yang berkesinambungan. Tanpa kemauan dan
kemampuan untuk berkembang secara berkesinambungan, maka
seorang guru akan sulit mengikuti perkembangan IPTEKS yang cepat.
Apabila hal ini terjadi maka siswa akan menjadi selalu tertinggal dari
perkembangan zaman dan tidak dapat bersaing dalam era global.
Untuk dapat berkembang secara berkesinambungan, maka seorang guru
dituntut kemauan dan kemampuan untuk selalu belajar (membaca),
mencari, mengolah dan memanfaatkan segala informasi dan
pengetahuan untuk kepentingan proses pembelajaran yang dilakukan
di sekolah.
Secara yuridis UUSPN tahun 2003 dan UUGD tahun 2005 telah secara
tegas menyebutkan beberapa kompetensi akademik dan sosial yang harus
dimiliki oleh seorang guru adalah: kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial.
22 Profesi Kependidikan
Dari berbagai uraian dan pendapat para ahli dan undang-undang tersebut
di atas, kita menarik kesimpulan bahwa: ternyata semua pendapat ahli
tersebut tidak memliki perbedaan yang prinsip, karena semuanya sepakat
bahwa kemampuan yang harus dimiliki seorang guru mencakup: penguasaan
peserta didik dan mendidik, penguasaan bidang studi/materi bahan ajar
yang menjadi tanggung jawabnya, penguasaan metodologis pembelajaran,
penguasaan psikologi yang mendasari perilaku siswa dalam belajar, penguasaan
IPTEKS dan kemauan untuk selalu berkembang dalam profesinya sebagai
guru. Kemampuan tersebut sangat diperlukan oleh seorang guru untuk
dapat berperan sebagai seorang guru yang profesional.
24 Profesi Kependidikan
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterammpilan
pada siswa.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa guru bertugas untuk:
1) Merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran
2) Menilai hasil pembelajaran
3) Melakukan pembimbingan dan pelatihan
4) Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, maka guru/tenaga
kependidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 berkewajiban untuk:
1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis dan dialogis.
2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
2. Tugas Guru
Para ahli pendidikan, khususnya yang tergabung dalam tim perumus
Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21
(SPTK- 21) pada tahun 2002, merumuskan beberapa tugas operasional
konkret guru sebagai berikut:
1. Menjabarkan kebijakan dan landasan pendidikan dalam wujud
perencanaan pembelajaran di kelas dan luar kelas.
2. Mengaplikasikan komponen-komponen pembelajaran sebagai suatu
sistem dalam proses pembelajaran.
3. Melakukan komunikasi dalam komunitas profesi, sosial dan memfasilitasi
pembelajaran masyarakat.
4. Mengelola kelas dengan pendekatan dan prosedur yang tepat dan relevan
dengan karakteristik peserta didik.
5. Meneliti, mengembangkan, berinovasi di bidang pendidikan dan
pembelajaran dan mampu memanfaatkan hasilnya untuk pengembangan
profesi.
6. Melaksanakan fungsinya sebagai pendidik untuk menghasilkan lulusan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, kesatuan dan nilai luhur
bangsa, masyarakat dan agama.
7. Melaksanakan fungsi dan program bimbingan dan konseling dan
administrasi pendidikan.
8. Mengembangkan diri dalam wawasan, sikap dan keterampilan profesi.
Memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya dan sosial serta lingkungan
alam dalam mengembangkan proses pembelajaran.
26 Profesi Kependidikan
Apabila kita tarik benang merah dari apa yang dirumuskan oleh Tim
SPTK-21 ini, pada dasamya tidak berbeda dengan apa yang diungkapkan
oleh para pakar terdahulu seperti yang telah kita uraikan di atas, demikian pula
apa yang diungkapkan dalam UUSP Nomor 20 Tahun 2003 pada dasarnya
tidak berbeda dengan rumusan ini.
3. Tipe Guru
Apabila kita memerhatikan secara seksama dalam keseharian guru-
guru kita di sekolah, terlihat macam-macam bentuk atau tipe guru. Ada
guru yang datang ke sekolah selalu terlambat dan pulang lebih awal dari
guru yang lain, ada pula guru yang disiplin dalam mengajar tetapi pada saat
mengajar tampak tidak menguasai bahan sehingga guru cenderung meminta
siswa mencatat atau kalaupun menjelaskan materi sering tidak fokus pada
apa yang dibicarakan atau menyimpang dari materi yang dipelajari. Di
samping itu, ada pula guru yang menguasai materi bahan ajar, menjelaskan
dengan baik sekali tetapi sering tidak disiplin dengan berbagai alasan
bahkan dia sering mengkritisi tentang sekolah, tetapi beliau sendiri tidak
mampu melakukakan apa yang dikritisi tersebut atau sering disebut sebagai
komentator. Di samping tipe seperti itu kita juga sering melihat guru yang
sangat disiplin dengan tugas, hubungan dengan siswa baik dan mendidik,
penguasaan materi ajar sangat baik dan diikuti dengan cara menyampaikan
materi secara baik pula, guru semacam inilah guru idaman siswa dan juga
diidamkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia.
Di samping itu kita juga sering mendengar apa yang dinyatakan oleh
masyarakat tentang guru yaitu guru yang efektif atau juga bahkan ada guru
yang sering disebut guru tidak efektif.
Muijs dan Reynold (2005) menyimpulkan bahwa guru efektif ditandai
dengan perilaku dan kemampuan sebagai berikut:
1. Have a positive attitude (Memiliki sikap positif). Guru semacam ini adalah
guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan/profesinya
sebagai guru, positif terhadap siswanya, sekolahnya bahkan terhadap
lingkungan sekolahnya.
2. Develop a pleasant social/psychological climate in the classroom
(Mengembangkan iklim sosial/psikologis yang menyenangkan di kelas).
Guru dalam kategori ini adalah guru yang mampu mengembangkan
iklim yang nyaman, aman dan bersahabat di dalam lingkungan kelas
maupun lingkungan sekolahnya. Sehingga pembelajaran yang
diciptakannya adalah pembelajaran yang bebas dari tekanan dan
ketakutan siswa.
28 Profesi Kependidikan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa. Sangat sering ditemukan
guru memaksakan kehendaknya sementara gagasan murid “selalu
dianggap salah” sehingga tidak menjadi bahan pertimbangan bagi guru
dalam melaksanakan pembelajaran.
9. Use appropriate and varied questioning. Guru efektif dengan indikator ini
adalah guru yang menggunakan pertanyaan secara tepat dan
bervariasi. Sering kita menemukan siswa tidak mampu menjawab
pertanyaan guru bukan akibat ketidakmampuan mereka atau
ketidakpahaman siswa terhadap substansi, tetapi akibat dari
ketidakpahaman terhadap pertanyaan yang diajukan guru. Variasi
pertanyaan juga dilakukan guru berdasarkan tingkat tujuan
pembelajaran, mulai dari pertanyaan yang hanya menggali hafalan,
pemahaman sampai pada pertanyaan yang sifatnya analisis dan
evaluasi.
30 Profesi Kependidikan
a. Have poor pedagogic practices and/or poor relationship with pupils
Guru yang masuk dalam indikator ini adalah mereka yang memiliki
praktik pedagogik yang buruk dan /atau hubungan yang buruk dengan
murid. Kemampuan mendidik peserta didik guru ini buruk, dengan
demikian dia tidak dapat mengemas pembelajaran yang mendidik.
Padahal sekarang guru dituntut untuk mengintegrasikan pendidikan
karakter dalam setiap mata pelajaran. Kemampuan mengemas
mata pelajaran dalam pembelajaran sebagai satu kesatuan utuh
dalam pendidikan keilmuan dan karakter memerlukan
kemampuan pedagogik yang baik.
b. Are unaware of the contribution they personally must make to improving their
practice and approach with pupils and tend to blame external factors (the
pupils, the parents, the school’s manager, etc) for their difficulties. Guru
yang termasuk dalam indikator ini adalah mereka yang tidak
menyadari kontribusi mereka secara pribadi untuk meningkatkan
praktik dan pendekatan dengan murid dan cenderung
menyalahkan faktor eksternal seperti: siswa, orang tua, manajer
sekolah, dan lain-lain apabila dia menghadapi kesulitan dan tidak
mampu menghadapi kesulitan tersebut. Atau dengan kata lain
mereka adalah guru yang selalu mencari “kambing hitam” pada
saat kegagalan yang dihadapinya, sehingga dia selalu merasa benar
dalam tindakan pembelajaran yang dilakukannya meskipun hasil
pembelajaran yang dia lakukan rendah.
2) Struggling teachers (guru yang pejuang). Guru yang termasuk dalam
kriteria ini memiliki beberapa indikator, sebagai berikut:
a. Have many of the poor practices of the ineffective teacher but are trying find
ways of improving their practice. Guru yang termasuk dalam indikator
ini menunjukkan mereka melakukan banyak praktik-praktik yang
buruk dari guru yang tidak efektif seperti dikemukakan pada kriteria
di atas (guru tidak efektif), tetapi guru ini berusaha untuk
menemukan cara-cara meningkatkan praktik mereka. Artinya ada
upaya untuk memperbaiki diri dengan perjuangan sendiri.
b. May be spasmodic or misguided in their attempts but there is a spark of self-
reflection in their approach. Guru yang termasuk dalam indikator ini
menunjukkan kemungkinan hebat tetapi mungkin juga dia atau
salah arah dalam usaha mereka, tetapi ada refleksi sendiri yang dia
lakukan terhadap pendekatan atau strategi pembelajaran yang
dilakukannya.
36 Profesi Kependidikan
c) Memiliki kemauan yang rendah (tidak mau) juga tidak mampu
melakukan gagasan-gagasan yang diberikannya dalam bekerja.
d) Hanya pintar memberikan gagasan tapi tidak mampu melakukan
apabila diberi kepercayaan.
e) Hebat dalam memberikan kritik tetapi dia tidak mampu
melakukan perbaikan sesuai dengan apa yang dia pikirkan.
3) Guru tidak terfokus (unfocus teacher). Guru yang tergolong dalam kategori
ini adalah guru yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi, tetapi
memiliki tingkat abstraksi yang rendah. Guru dalam kategori ini dapat
dilihat dari ciri perilaku di sekolah atau perilaku dalam pembelajaran
sebagai berikut:
a) Antusias dan energik dalam bekerja.
b) Perhatian yang baik dan merupakan guru pekerja keras.
c) Tidak mampu mengenali masalah yang terjadi dalam proses
pembelajaran yang dilakukannya, baik masalah guru dalam mengajar
maupun masalah siswa dalam belajar.
d) Tampak kebingungan dalam menghadapi masalah, sehingga dia
tidak mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah, apalagi
memecahkan masalah yang dihadapinya.
e) Selalu tergantung pada orang lain, khususnya kepala sekolah
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
f) Dalam melaksanakan pembelajaran dia tidak dapat memberikan
penjelasan yang terfokus pada substansi bahan ajar, tetapi sering
menyimpang dari substansi bahan/materi ajar kepada hal lain
yang tidak ada kaitannya dengan apa yang sedang diajarkan.
4) Guru dropout (teacher dropout). Guru yang termasuk dalam kategori
ini adalah guru yang memiliki komitmen terhadap tugas rendah, juga
tingkat abstraksinya rendah. Guru ini dapat dikenali dari ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Tidak disiplin dalam melaksanakan segala tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
b) Selalu terlambat datang ke sekolah tetapi pulang lebih cepat
c) Tampak kurang energi (loyo) dalam mengajar seperti ngantuk, bahkan
dapat tertidur saat pembelajaran berlangsung atau pertemuan
guru berlangsung.
d) Mengajar hanya sekadar mengajar.
38 Profesi Kependidikan
Seorang guru yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap siswa
dapat diamati dari perilaku-perilaku yang muncul dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari sebagai berikut:
a. Membantu dan mendorong siswa untuk merealisasikan potensinya dalam
mencapai tujuan belajar, sehingga siswa dapat mewujudkan semua potensi
yang ada pada dirinya.
b. Mendorong semangat siswa-siswanya untuk mau dan mampu melakukan
penelitian, memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri dan atau
secara berkelompok.
c. Mengajar siswa-siswanya dengan tujuan yang tepat serta mempunyai
harapan yang tinggi terhadap siswa-siswanya “Dalam hal ini dia
selalu berharap bahwa siswa-siswanya akan mendapatkan hasil yang
maksimal dalam belajar”. Konsekuensi dari harapan tersebut guru
selalu berusaha mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar
yang dialami siswa-siswanya yang selanjutnya berusaha memberikan
bimbingan dan bahkan melakukan pengajaran remedial/perbaikan
terhadap siswa-siswanya.
d. Perhatian yang tinggi terhadap siswa-siswanya yang ditunjukkan
dalam bentuk selalu berkomunikasi secara harmonis dengan siswa-
siswanya untuk melakukan monitoring kemajuan belajar.
e. Selalu menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar. Dalam hal ini
berarti ia selalu berusaha agar para siswa aktif terlibat dalam setiap
langkah proses pembelajaran yang dia lakukan. Dengan demikian ia
berusaha untuk membuat siswa belajar sendiri, mencari sendiri secara
aktif konsep, teori, prinsip dan bahan-bahan lain yang akan dipelajarinya,
sehingga guru hanya merupakan fasilitator yang mengonsistensikan
dan mengoordinasikan terjadinya proses belajar.
Dalam perspektif lain, tetapi masih dalam arah konsep yang senada
Glickman (1987), mengungkapkan dua indikator yang dapat menggambarkan
refleksi sikap dan perilaku profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas
profesi keguruannya. Kedua indikator tersebut adalah : 1) Teacher commitment
dan 2) Teacher’s ability to think abstractly. Secara lebih terperinci sikap dan
perilaku profesional pada dua indikator tersebut adalah:
Teacher commitment
Seorang guru dapat dikatakan memiliki komitmen yang baik dalam
profesinya sebagai guru apabila dia mampu menunjukkan perilaku dan
sikap berikut ini dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yaitu:
a. Disiplin dalam penggunaan waktu mengajar, waktu datang dan pulang.
Artinya tidak banyak, bahkan tidak ada waktu yang terbuang untuk
kegiatan-kegiatan yang bersifat non edukatif, seperti ngobrol, ngerumpi
dan sebagainya. Tetapi semua waktu yang ada di sekolah (saat mengajar
dan saat istirahat) semua dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran
siswa.
40 Profesi Kependidikan
b. Disiplin, energik dan antusias dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diembannya kepadanya (tidak tampak loyo atau terpaksa).
c. Disiplin dalam meningkatkan pertumbuhan profesinya (professional
growth), dalam arti guru selalu dan akan terus berusaha meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas. Sikap dan
perilaku ini ditunjukkan dengan aktivitasnya untuk selalu belajar,
membaca dan berdiskusi/dialog tentang profesinya dengan kawan
seprofesi atau dengan orang lain yang mempunyai keahlian (expert).
Dengan kata lain dia selalu berusaha mencari, menemukan dan
menganalisis informasi serta memanfaatkan informasi bagi kemajuan
dan pertumbuhan profesinya sebagai guru.
d. Perhatian yang tinggi terhadap siswa yang ditunjukkan dalam bentuk
berkomunikasi secara intensif dengan siswa, membantu siswa dalam
belajar, mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam
belajar. Dengan istilah lain Fontana (1981) menyatakan bahwa guru
banyak menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk aktivitas sekolah
dengan mengarahkan sebagian besar minat dan perhatiannya terhadap
siswa dalam arti selalu berusaha mencurahkan segenap perhatiannya
hanya untuk kemajuan dan pertumbuhan siswa-siswanya.
Hunt dan Joce (1967) menambahkan bahwa guru yang memiliki abstraksi
tinggi ini adalah guru yang menunjukkan sikap dan perilaku sebagai
berikut:
a. Dalam mengajar ia selalu berperilaku fleksibel, artinya tidak kaku
dalam komunikasinya dengan siswa dan staf lainnya.
b. Jarang mengalami stres dan mempunyai hubungan yang lebih positif
dengan rekan sejawat, artinya perilaku sehari-hari selalu gembira,
bergairah dan rileks.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa seorang guru yang profesional harus
dapat merefleksikan dirinya sebagai seorang profesional yang ditunjukkan
dalam bentuk komitmen terhadap profesi dan kemampuan berpikir
abstrak. Untuk itulah peranan pendidikan baik sebelum menjadi guru (pre
service) maupun setelah menjadi guru (inservice) memegang peranan yang
sangat penting dan strategis dalam usaha membentuk guru yang memiliki
komitmen yang tinggi terhadap profesi dan abstraksi yang tinggi. Upaya ini
sejalan dengan arah kebijaksanaan sekarang di mana pemerintah berusaha
selalu akan terus berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (pada
hakikatnya adalah peningkatan ability to think abstractly). Dalam dunia
pendidikan konsistensi upaya pemerintah meningkatkan kualitas sumber
daya tenaga kependidikan (termasuk guru) ditunjukkan dengan
peningkatan jenjang pendidikan guru, yaitu D2/Akta II untuk guru SD (dulu
hanya lulusan SPG), D3/Akta III untuk SLTP dan S1 /Akta IV untuk SLTA.
Peningkatan ini dilakukan melalui pendidikan pra jabatan (pre service)
maupun melalui jalur penyetaraan, yaitu guru yang sudah mengajar/lama
bekerja sekalipun diminta untuk menempuh pendidikan/kuliah pada jenjang
tertentu (inservice education).
42 Profesi Kependidikan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Pendidik serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Pendidik. Landasan yuridis tersebut
di atas sangat jelas memberikan posisi kepada guru sebagai unsur pendidik
yang merupakan tenaga profesional dengan kewenangannya sebagai pendidik,
yang harus dibuktikan dengan kualifikasi akademik dan sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah upaya untuk mengevaluasi kinerja guru dalam
rangka menuju guru yang profesional, karena itu bentuk penghargaan yang
diberikan kepada pemegang kompetensi profesional adalah reward dalam
bentuk tunjangan 1 kali gaji pokok. Glickman (2002) menyatakan bahwa:
guru yang profesional tersebut paling tidak diindikasikan oleh beberapa
faktor seperti: Level of abstraction thinking, Level of commitment. Oleh Carier
(dalam Suriansyah, 2000) level of commitment ini dibagi dalam dua aspek, yaitu
komitmen kepada profesi (commitment for profession) dan komitmen untuk
siswa (commitment for student).
Tingkat kemampuan berpikir abstrak ditunjukkan pada kemampuan
guru menganalisis proses belajar mengajar, merumuskan alternatif
pemecahan masalah pembelajaran dan memilih alternatif terbaik dalam
memecahkan masalah pembelajaran secara mandiri. Di samping itu,
perilaku berpikir abstrak ini juga mencakup kemampuan guru untuk
melakukan hal-hal inovatif dan kreatif dalam melaksanakan tugas
profesinya sebagai guru (Glickman, 2002). Salah satu unsur kreativitas yang
harus ditunjukkan guru dalam pembelajaran adalah melakukan penelitian
tindakan kelas atau PTK sebab dalam PTK kemampuan guru untuk berpikir
abstrak terimplementasikan pada semua langkah yang harus dilakukan oleh
guru, mulai dari identifikasi masalah pembelajaran, merumuskan masalah
pembelajaran, menyusun alternatif rencana pemecahan masalah, membuat
skenario pemecahan masalah serta menemukan alternatif pemecahan
terbaik. Di samping itu, pada saat PTK dilakukan, dituntut kreativitas guru
dalam memilih strategi pemecahan, memperbaiki bahkan memodifikasi
strategi yang dipakai apabila dirasakan strategi utama yang dipilih belum
mencapai tujuan yang diinginkan, atau dalam PTK disebut belum mencapai
indikator keberhasilan.
Sementara Surya, Hasyim dan Suwarno, (2010) menyatakan bahwa
indikator guru profesional dengan tiga pilar yaitu: excellent, professionalism dan
ethical. Excellent mencakup commitment, opening your gift atau ability, bieng the first
44 Profesi Kependidikan
1. Kode Etik Guru
Adapun kode etik jabatan guru adalah sebagai berikut:
1) Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung
tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2) Guru selaku Pendidik hendaknya bertekad untuk menciptakan anak-anak
dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak
didiknya.
3) Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan
meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu
pengetahuan tersebut.
4) Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat sekitarnya,
sebab pada hakikatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan
dan tugas kemanusiaan.
5) Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan keselarasan
jasmaniahnya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-
baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Di dalam hal berpakaian dan berhias, seorang guru hendaknya
memerhatikan norma-norma estetika dan sopan santun.
7) Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan
dengan atasan dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki
kepegawaian.
8) Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya
selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan
yang menjadi tanggung jawab bersama.
9) Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan
meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya.
10) Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelenggarakan
setiap persoalan yang timbul atas dasar musyawarah dan mufakat demi
kepentingan bersama.
11) Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan
mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
12) Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi,
organisasi atau perseorangan dalam menyukseskan kerjanya.
13) Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara dalam melaksanakan
program dan kegiatan sekolah.
46 Profesi Kependidikan
f) Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa
kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang
di luar batas kaidah pendidikan.
g) Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan
yang dapat memengaruhi perkembangan negatif bagi peserta
didik.
h) Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya
untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i) Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j) Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didik secara
adil.
k) Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l) Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan
penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didiknya.
m) Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi
peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan dan keamanan.
n) Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan,
hukum, kesehatan dan kemanusiaan.
o) Guru tidak menggunakan hubungan dan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral dan agama.
p) Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
2) Hubungan guru dengan orangtua/wali murid
a) Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien
dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b) Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur
dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain
yang bukan orangtua/wali siswanya.
48 Profesi Kependidikan
c) Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d) Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e) Guru menghormati rekan sejawat.
f) Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g) Guru menjunjung tinggi martabat profesionalismenya dan
hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h) Gutu dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan
juniornya untuk tumbuh secara profesioal dan memilih jenis
pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i) Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran.
j) Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral dan
kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k) Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l) Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang
dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan dan martabat
profesionalnya.
m) Guru tidak mengeluarkan pernyataan keliru berkaitan dengan
kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n) Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat pribadi dan profesionalisme sejawat.
o) Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawat
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p) Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q) Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau
tidak langsung memunculkan konflik dengan sejawat.
5) Hubungan guru dengan profesi
a) Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b) Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu
pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
c) Guru terus-menerus meningkatkan kompetensinya.
50 Profesi Kependidikan
7) Hubungan guru dengan pemerintah
a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program
pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam
UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU tentang
Guru dan Dosen dan ketentuan-ketentuan lainnya.
b) Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan
kehidupan yang berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d) Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebabkan oleh
pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan
pembelajaran.
e) Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat
pada kerugian negara.
Dari uraian tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa jabatan
guru telah memenuhi secara legal kriteria jabatan profesi, tetapi secara de facto
masih memerlukan perjuangan dari guru itu sendiri.
2. Organisasi Profesi
Di Indonesia telah dikenal berbagai organisasi profesi yang telah kuat
dan mapan sebagai organisasi profesi. Beberapa organisas profesi tersebut
seperti organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Advokat Indonesia
(IAI), Ikatan Pembimbing Indonesia (IPBI) dan lain- lain. Untuk organisasi
guru telah kita kenal lama adalah Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Setelah era reformasi bertumbuhan organisasi profesi guru yang baru
seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga ada Sarikat Guru Indonesia (SGI)
dan mungkin akan tumbuh lagi sejumlah organisasi profesi lainnya. Tetapi
sudahkah organisasi profesi guru itu melindungi hal-hak guru, melindungi
guru dari gangguan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Tampaknya masih banyak kasus yang terjadi di mana guru belum
terlindungi secara kuat hak-haknya oleh organisasinya sendiri. Meskipun
demikian PGRI sebagai organisasi guru memiliki visi dan misi melindungi
guru, meningkatkan kualitas guru, meningkatkan kesejahteraan dan rasa
aman guru.
Di Indonesia ada dua organisai profesi yang terkait dengan profesi
keguruan/kependidikan yang sudah lama hadir adalah Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPO).
52 Profesi Kependidikan
h. Memelihara, membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
serta memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya
kebudayaan nasional.
i. Menyelenggarakan dan membina anak lembaga PGRI.
j. Memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk
meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian, prestasi dan
kerja sama.
k. Memelihara, membina dan meningkatkan mutu kader organisasi
sekaligus sebagai kader Pancasila, kader pembangunan dan kader
bangsa.
l. Membina usaha kesejahteraan guru dalam arti yang luas dan
membantu upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan hak-hak
kepegawaian.
m. Menegakkan kedudukan, wibawa dan martabat guru.
n. Membina dan meningkatkan hubungan kerja sama dengan organisasi
guru luar negeri sesuai dengan politik luar negeri Indonesia,
mengabdi pada kepentingan nasional.
2) Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dalam rangka mencapai tujuan
nasional mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, Maka Sarjana Pendidikan Indonesia
merasa terpanggil dan bertanggung jawab untuk lebih banyak memberikan
sumbangan tenaga dan pemikiran. Agar sumbangan tenaga dan pemikiran
tersebut dapat terarah dan sesuai dengan apa yang diinginkan, maka para
sarjana pendidikan Indonesia membentuk wadah organisasi yang disebut
dengan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 17 Mei 1960,
dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. ISPI merupakan
organisasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Organisasi ini bersifat profesional dan ilmiah dalam bidang
kependidikan. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini bertujuan untuk:
a. Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di
seluruh Indonesia.
b. Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para anggota.
c. Membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi
pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan
pembangunan bangsa dan negara.
54 Profesi Kependidikan
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
52 Profesi Kependidikan BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 55
BAB
54 Profesi Kependidikan
1. Pengertian Bimbingan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu secara
singkat telah dijelaskan bahwa, secara harfiah istilah “guidance”
(bimbingan) dari akar kata “guide” yang berarti (1) mengarahkan (to
direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), (4) menyetir (to
steer), (5) menunjukkan jalan (showing the way), (6) memimpin (leading),
(7) memberikan petunjuk (giving instruction), (8) mengatur (regulating), (9)
dan memberi nasihat (giving advice) (winkel, 1991).
Sedangkan istilah kedua yaitu counseling dalam bahasa Indonesia disebut
konseling mempunyai makna membantu seseorang untuk menemukan
jalan terbaik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Menurut
Jones (1963), Guidances is the help given by one person to another in making
choice and adjustments and in solving problems. Pengertian yang dikemukakan
oleh ahli tersebut memberi makna bahwa tugas pembimbing hanyalah
membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri,
sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing
(klien). Pada pengertian ini individu yang dibantu memiliki otoritas untuk
menentukan cara terbaik baginya dalam mengatasi masalahnya dari
berbagai alternatif pilihan jalan yang mungkin diberikan oleh seorang
konselor.
Para ahli lain seperti Bernard & Fullmer (1985), memberikan
pengertian “Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
realisasi pribadi setiap individu”. Pengertian ini merujuk kepada upaya
konselor membantu kliennya agar dapat meningkatkan pewujudan diri
individu atau dalam bahasa lain sering disebut sebagai upaya membantu
individu untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara nyata dalam
kehidupan di lingkungannya.
Sementara ahli lain Mathewson (1969), mengemukakan bahwa bimbingan
sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar
yang sistematik. Pengertian yang dikemukakan oleh Mathewson melihat
bimbingan sebagai proses pendidikan dan pengembangan. Proses pendidikan
dan pengembangan sebenarnya sangat luas, tetapi Mathewson melihatnya
dalam perspektif bimbingan proses pendidikan yang menekankan pada
proses belajar. Dengan demikian, maka pengertian ini menekankan sebagai
bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh
melalui proses belajar yaitu terjadinya proses perubahan perilaku. Artinya
bimbingan yang diberikan dapat diharapkan untuk mengubah perilaku
klien ke arah yang lebih baik, atau dengan kata lain bisa mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapinya dan mampu mengaktualisasikan potensi
56 Profesi Kependidikan
diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan
dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
Pengertian di atas mempersyaratkan bahwa untuk melakukan bimbingan
apalagi konseling diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. Dalam pelayanan
bimbingan ini seorang pembimbing harus memerhatikan perubahan-
perubahan yang terjadi pada klien sehingga mudah untuk memantapkan
pribadi mereka. Pembimbing selayaknya tidak memaksakan keinginan kepada
klien, karena klien mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan
sendiri pilihannya. Proses bimbingan tidak menekankan kepada peranan
pihak pembimbing. Namun klien lah yang justru dianggap lebih memiliki
peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
2. Pengertian Konseling
Di sekolah dan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kita sering
mendengar istilah bimbingan teknis dan istilah penyuluhan yang dimaknai
sebagai kegiatan memberikan latihan kepada seseorang untuk dapat
melaksanakan tugas teknis secara baik. Sementara istilah penyuluhan
digunakan untuk menjelaskan kepada khalayak ramai tentang suatu
kegiatan atau kebijakan. Apakah itu yang dimaksudkan dalam istilah
bimbingan dan konseling di sekolah?. Istilah konseling (counseling) tidak
dapat diartikan begitu saja apalagi disamakan dengan penyuluhan. Istilah
penyuluhan sangat tidak tepat kalau dimaknai seperti pendapat umum
tersebut, karena kegiatan konseling bersifat lebih khusus, tidak sama
dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lain misalnya seperti penyuluhan dalam
bidang pertanian. Karena dalam penyuluhan hanya merupakan arahan yang
bersifat insidentil, sedangkan konseling bersifat kesinambungan. Untuk
menekankan kekhususannya itu maka dipakai istilah Bimbingan dan
Konseling. Mengingat kegiatan konseling merupakan kegiatan yang sangat
khusus (bukan sekadar penyuluhan) maka kegiatan pelayanan konseling
menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini (
Winkel, 1978 ).
James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976), memberikan
makna konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang
individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli)
supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan
masalah hidup yang
58 Profesi Kependidikan
a. Pada kegiatan proses pembelajaran seorang guru merumuskan tujuan
yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar terlebih dahulu dan target
pencapaian tujuan tersebut sama untuk seluruh siswa dalam satu kelas
atau satu tingkat sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Sementara
dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan
lebih bersifat individual atau kelompok.
b. Pembicaraan dalam kegiatan pembelajaran lebih banyak diarahkan
pada pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah,
sedangkan pembicaraan dalam kegiatan bimbingan dan konseling lebih
ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien. Jadi titik
fokusnya berbeda yaitu pembelajaran lebih bersifat informasi sedangkan
konseling pada pemecahan masalah.
c. Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai
masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan
dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien telah atau
sedang menghadapi masalah.
d. Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut
suatu keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang
guru atau pengajar.
Konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam
kegiatan pendidikan, keduanya sebenarnya tidak dapat dipisahkan dalam
proses pendidikan karena keduanya berupaya untuk membantu peserta
didik mencapai hasil belajar yang optimal. Keduanya dapat saling
menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif, karena pembelajaran
yang sifatnya pemberian informasi dilakukan oleh guru, sementara
permasalahan siswa dalam belajar dapat dibantu pemecahannya oleh
konselor. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih mudah dalam belajar
dan tentunya akan dapat mengarahkan semua potensinya untuk mencapai
hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan
konseling, tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pembelajaran dan
kegiatan sekolah.
Peran bimbingan dan konseling di dalam meningkatkan mutu pendidikan
terletak pada bagaimana bimbingan dan konseling itu membangun manusia
yang seutuhnya dari berbagai aspek yang ada di dalam diri peserta didik.
Pendidikan yang bermutu bukanlah pendidikan yang hanya
mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, teori-teori, ataupun
hal-hal yang bersifat kognitif saja tetapi juga harus didukung oleh
peningkatan profesionalitas dan sistem manajemen tenaga pendidikan
serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong dirinya
sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan untuk pencapaian cita-
cita dan harapan yang dimilikinya, di mana kesemuanya itu tidak hanya
menyangkut aspek akademik saja tetapi juga aspek pribadi, sosial,
kematangan intelektual, dan sistem nilai peserta didik. Dengan adanya
bimbingan dan konseling maka integrasi dari seluruh potensi di dalam diri
60 Profesi Kependidikan
peserta didik itu dapat dimunculkan, ditumbuhkembangkan dan
62 Profesi Kependidikan
Dalam hal apa dan bagaimanakah bimbingan konseling bisa berperan
dalam peningkatan mutu pendidikan? Jawabannya harus dimulai dari tiga
hal yang bisa menjadi indikator dari kesuksesan pendidikan itu sendiri,
yakni administrasi sekolah, pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan, dan
tentu saja hasil yang diperoleh oleh siswa.
Pertama, kaitan antara bimbingan konseling dengan administrasi sekolah,
di mana yang dimaksud dengan administrasi sekolah bukanlah aspek tata
usaha, melainkan lebih pada aspek manajerial dan kepemimpinan sekolah.
Secara khusus bimbingan konseling dan administrasi sekolah mempunyai
hubungan yang bersifat mutualistik. Administrasi sekolah membutuhkan
bimbingan konseling dalam hal masukan, saran-saran, dam laporan-laporan
yang terutama berkaitan dengan kebutuhan siswa, tujuannya adalah supaya
terjadi peningkatan mutu dan layanan yang diberikan pihak sekolah terhadap
siswa (Winkel, 2005).
Kedua, kaitan antara bimbingan konseling dengan aspek pengajaran
dan pembelajaran di sekolah. Aspek pengajaran dan pembelajaran di
sekolah identik dengan kurikulum yang ada, di mana kemudian tujuannya
adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa. Sedangkan bimbingan
konseling membantu siswa untuk meresapi pengalaman belajar tersebut.
Dengan kata lain, bidang pengajaran menyajikan pengalaman belajar,
sedangkan bimbingan konseling mengajak siswa untuk merefleksikan
pengalaman belajar itu dalam konteks personal dan sosialnya (Winkel, 2005).
Artinya dengan masukan dari bimbingan konseling, kurikulum bisa menjadi
lebih personal bagi siswa. Bimbingan konseling juga dapat membantu
peningkatan aspek pengajaran dan pembelajaran dalam hal pengembangan
kurikulum (agar sesuai dengan kebutuhan dan kapabilitas siswa) dan juga
dalam penentuan penjurusan siswa, terutama agar penjurusan siswa tidak
hanya didasarkan pada hasil tes IQ semata, tetapi juga memperhitungkan
aspek minat, bakat, psikologis, dan kompetensi siswa.
Ketiga, keterkaitan antara bimbingan konseling dengan siswa. Di mana
sesungguhnya, bimbingan konseling punya peran besar dalam
meningkatkan kualitas siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan utama dari
bimbingan dan konseling di sekolah yakni untuk membantu individu (siswa)
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya (seperti: kemampuan dasar dan bakat-
bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti: latar belakang
keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini bimbingan dan konseling
membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam hidupnya
yang memiliki wawasan, pandangan, interpretasi,
64 Profesi Kependidikan
(2) mengarahkan diri; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan dan (4)
mengembangkan diri.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik
(belajar) adalah:
a. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
b. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap
semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
c. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran,
dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
66 Profesi Kependidikan
potensi apa yang sangat besar ada pada dirinya untuk dikembangkan.
Akibatnya, individu-individu yang bersangkutan tidak berusaha
semaksimal mungkin mengembangkan potensi dan kekuatan yang
ada dalam dirinya di satu sisi dan di sisi lain tidak pula berusaha
meminimalisasikan kelemahan-kelemahannya atau masalah-masalah
yang dihadapinya.
Selain klien itu sendiri yang harus memahami tentang dirinya,
pembimbing (konselor) harus memahami tentang klien yang
dibantunya. Bagi pembimbing (konselor) pemahaman tentang
klien merupakan suatu keharusan dalam upaya memberikan
bantuan. Semakin tepat pemahamannya tentang klien semakin tepat
alternatif layanan konseling yang akan diberikannya. Oleh karena itu,
pemahaman klien oleh pembimbing (konselor) juga bisa menjadi
bahan acuan terutama dalam rangka kerja sama dengan pihak-pihak
lain untuk membantu klien (siswa). Selain pembimbing (konselor),
guru pun harus memahami tentang siswa agar dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Guru yang
memahami siswa secara baik akan senantiasa melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa
dapat mengikuti pelajaran secara efektif dan efisien.
Menurut Prayitno dan Amti (1999), pemahaman terhadap siswa di
sekolah harus mendahului pengajaran dan konseling. Oleh karena
itu, sebelum kegiatan pengajaran (pembelajaran) dan konseling di
sekolah dilakukan harus terlebih dahulu memahami siswa didik
secara baik. Selanjutnya mengutip pendapat Mortensen & Chumuller,
seperti dijelaskan oleh Prayitno dan Amti (1999) menyatakan bahwa
kesalahan-kesalahan pengajaran dan praktik-praktik bimbingan dan
konseling di sekolah di masa lalu, sering kali diakibatkan oleh kurang
mendalam dan meluasnya pemahaman terhadap siswa.
2) Pemahaman tentang masalah klien
Layanan konseling pada dasarnya adalah layanan yang diberikan
oleh konseling atau guru konselor kepada siswa untuk dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa (klien). Karena
itu pemahaman masalah oleh konselor atau guru konselor merupakan
langkah awal yang wajib mereka lakukan. Dalam upaya membantu
memecahkan masalah klien (siswa) melalui pelayan bimbingan
dan konseling maka pemahaman terhadap masalah klien atau
siswa oleh pembimbing merupakan suatu keharusan. Tanpa
pemahaman terhadap masalah klien, tidak mungkin pemecahan
terhadap masalah
68 Profesi Kependidikan
yang sedang dijalaninya, pendidikan lanjutannya dan dengan
kemungkinan pekerjaan yang dapat dikembangkannya kelak setelah
dia menyelesaikan studinya. Bahan-bahan tersebut sering disebut
informasi pendidikan dan jabatan atau pekerjaan. Melalui berbagai
informasi tersebut, para siswa dimungkinkan menjangkau dunia
luar sekolah, serta sudah mulai memperkirakan masa depan mereka.
Pembimbing atau konselor perlu menyusun program yang lebih luas
untuk membantu klien memahami lingkungannya. Kerja sama antara
konselor dengan pihak- pihak lain; seperti guru, wali kelas, pejabat
ketenagakerjaan, dan lain-lain sangat diperlukan.
Untuk mewujudkan fungsi ini dalam pelayanan bimbingan dan
konseling harus dilakukan pengumpulan data setiap saat dan
terus- menerus di up date. Dengan demikian, akan diperoleh data
tentang siswa secara komprehensif, sehingga bisa diperoleh
pemahaman tentang siswa pada aspek-aspek yang diperlukan untuk
memberikan layanan informasi yang tepat, akurat dan up to date.
c. Fungsi Pengentasan
Kehadiran atau kedatangan seorang siswa kepada konselor atau guru
pembimbing pada dasarnya karena dia menyadari bahwa dia
mengalami suatu permasalahan dan ia tidak dapat memecahkan
permasalahannya sendiri. Karena itu kehadiran klien kepada konselor
pada dasarnya yang diharapkan oleh siswa yang bersangkutan adalah
teratasinya masalah yang dihadapinya. Siswa yang mengalami masalah
dianggap berada dalam suatu kondisi atau keadaan yang tidak
mengenakkan, sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari kondisi
atau keadaan tersebut. Masalah yang dialami siswa juga merupakan suatu
keadaan yang tidak disukainya. Oleh sebab itu, ia harus dibantu untuk
keluar dari keadaan yang tidak disukainya, atau tidak mengenakkan
tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan fungsi pengentasan dalam layanan
konseling adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan
melalui pelayanan bimbingan dan konseling secara tuntas sampai pada
akar masalah. Dengan demikian, masalah akan terpecahkan secara
permanen dan tidak kembali bermasalah lagi pada masalah yang sama
atau dengan kata lain masalahnya dapat tertuntaskan pemecahannya.
d. Fungsi Pemeliharaan
Menurut Prayitno dan Amti (1999), fungsi pemeliharaan berarti
memelihara segala sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri
individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil
70 Profesi Kependidikan
siswa. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling juga memiliki fungsi
bantuan layanan penyesuaian. Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan
dan konseling membantu terciptanya penyesuaian antara siswa dan
lingkungannya. Sehingga membantu siswa memperoleh penyesuaian diri
dengan baik dengan lingkungannya terutama lingkungan sekolah bagi
siswa.
Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah, Pertama, bantuan kepada
siswa untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Sekolah
memiliki tata sosial budaya tersendiri dengan segala tuntutan dan norma-
normanya, sementara siswa memiliki norma dan tata aturan serta budaya
dan kebiasaan sendiri yang berasal dari rumah atau masyarakatnya.
Tata aturan dan norma serta nilai dan budaya itu mungkin saja berbeda
satu lingkungan dengan lingkungan lainnya. untuk itu siswa harus
mampu menyesuaikan dirinya. Hal inilah diperlukan bantuan layanan
oleh konselor agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
lingkungan yang berbeda tersebut secara cepat dan tepat.
Kedua, bantuan dalam mengembangkan program pendidikan yang sesuai
dengan keadaan masing-masing individu (siswa). Pada arah kedua ini,
lingkungan yang disesuaikan dengan siswa dalam pengertian program
pendidikan yang akan diberikan kepada siswa di desain secara individual
untuk diikuti oleh siswa agar bakat dan potensinya dapat berkembang
optimal melalui kegiatan program tertentu tersebut. Antara siswa yang
satu dengan siswa yang lainnya berbeda dalam aspek kepribadian,
kemampuan, bakat, minat, dan aspek-aspek lainnya. Ada pula siswa
yang sangat berminat terhadap kegiatan tertentu di sekolah, ada juga yang
tidak berminat sama sekali.
g. Fungsi Pengembangan
Siswa di sekolah merupakan individu yang sedang dalam proses
perkembangan. Misalnya murid SD/MI adalah sosok individu yang
sedang berkembang menuju usia SMP/MTs, siswa SMP/MTs adalah sosok
individu yang sedang berkembang menuju usia SMA/MA dan
seterusnya. Mereka memiliki potensi tertentu untuk dikembangkan.
Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada
para siswa untuk membantu para siswa dalam mengembangkan
keseluruhan potensinya secara lebih terarah sehingga mereka dapat
berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam fungsi
ini hal-hal yang sudah baik, dimantapkan, dijaga dan dikembangkan.
Misalnya sikap dan kebiasaan baik yang telah terbina dalam bertindak
dan bertingkah laku sehari-hari tetap dipelihara dan terus diupayakan
untuk dikembangkan.
72 Profesi Kependidikan
kepada siswa. Sangat sering kita jumpai seseorang bekerja berdasarkan
apa yang menjadi kehendaknya atau hanya berdasarkan pemikirannya
saja, akibatnya hasil kerja tidak optimal dan bahkan bertentangan dengan
lingkungan kerjanya. Demikian pula halnya dengan pelayanan bimbingan
konseling diperlukan prinsip kerja yang kuat, sebagai panduan dalam
memberikan layanan konseling.
Bimbingan konseling membutuhkan suatu prinsip atau aturan main
dalam menjalankan program pelayanan bimbingan. Menurut Prayitno dan
Amti (1994) prinsip bimbingan konseling yaitu rumusan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan,
masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan
dan penyelenggaraan pelayanan.
Adapun rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling mencakup
prinsip sasaran layanan, prinsip permasalahan individu, prinsip program
pelayanan dan yang terakhir prinsip tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Apabila
keempat prinsip tersebut dilaksanakan secara utuh maka layanan
bimbingan dan konseling akan tercapai sesuai keinginan konselor dan
klien.
a. Prinsip Umum
Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa kegiatan bimbingan konseling
pada dasarnya adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu para siswa
untuk mengatasi berbagai permasalah dalam belajar, sehingga dia dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan. Dengan demikian, dia akan dapat
belajar dengan baik dan pada gilirannya dapat mencapai hasil yang optimal.
Kegiatan bimbingan dan konseling ini akan dapat mencapai hasil yang
optimal apabila dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling itu sendiri. Di bawah ini akan diuraikan beberapa prinsip bimbingan
konseling, baik prinsip yang sifatnya umum maupun yang sifatnya khusus.
1) Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya.
2) Bimbingan diberikan kepada memberikan bantuan agar individu yang
dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan menghadapi kesulitan-
kesulitan dalam hidupnya.
3) Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan individu yang
dibimbing.
4) Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku individu.
5) Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi
kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.
6) Upaya pemberian bantuan harus dilakukan secara fleksibel.
74 Profesi Kependidikan
6) Konselor harus melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan
berbagai metode yang sama.
76 Profesi Kependidikan
D. Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam setiap kegiatan yang akan dilaksanakan seharusnya ada suatu dasar
atau landasan yang menjadi pertimbangan atau yang mendasari mengapa
suatu kegiatan dilakukan. Demikian pula dalam kegiatan layanan bimbingan
dan konseling, ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan dalam kegiatan
itu. Terdapat dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut.
1. Asas Kerahasiaan
Kerahasiaan dalam sebuah bimbingan dan konseling sangatlah ditekankan
bahkan menjadi kunci mendasar yang harus atau wajib ditaati oleh pemberi
layanan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Seorang
konselor harus mengetahui secara detail akan masalah pribadi klien sampai
ke hal-hal yang sangat rahasia. Oleh karena itu, konselor harus menjaga
kerahasiaan data yang diperoleh dari kliennya. Kerahasiaan data perlu
dihargai dengan baik dan diyakini secara pasti oleh klien, karena layanan
dalam bimbingan dan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik
jika data atau informasi yang dipercayakan pada konselor dapat dijamin
kerahasiaannya oleh klien, tanpa keyakinan dan kepercayaan dari klien
maka proses layanan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Sebagaimana
firman Allah Swt. bahwa memelihara amanah dan menepati janji
merupakan salah satu karakteristik orang yang beruntung. Sebagaimana
firman Allah dalam surah Al-Mu’minuun/23:8 Artinya;… Dan orang-orang yang
memelihara amanat- amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya.
2. Asas Kesukarelaan
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa bimbingan dan konseling
merupakan proses membantu individu. Pengertian membantu di sini yaitu
bimbingan bukan suatu paksaan. Sebab layanan yang diberikan secara
paksaan tidak akan mampu membuat klien untuk terbuka semua hal yang
melatarbelakangi masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, dalam
kegiatan bimbingan dan konseling perlu adanya kerja sama yang
demokratis antara konselor dan kliennya. Kerja sama akan terjalin apabila
klien dapat dengan penuh kesadaran diri dan secara suka rela serta dengan
tanggung jawab mau menceritakan serta menjelaskan masalah yang
dialaminya pada konselor.
4. Asas Kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari
masalah yang dirasakan klien saat sekarang, namun pada dasarnya pelayanan
bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih
luas. Dalam hal ini diharapkan konselor dapat mengarahkan klien untuk
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya sekarang. Sebagaimana firman
Allah Swt., yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengajarkan amal saleh dan nasihat
menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati menetapi
kesabaran.”(QS. Al-Ashar/103:1-3)
5. Asas Kemandirian
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu konseling diberikan untuk
dapat mengembangkan dan lebih memberdayakan potensi yang ada pada klien
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, salah
satu tujuan diberikannya bimbingan dam konseling adalah agar konselor dapat
menghidupkan kemandirian di dalam diri klien.
Pada tahap awal proses konseling, biasanya klien menampakkan sikap
yang lebih tergantung dibandingkan pada tahap akhir bimbingan dan
konseling. Sebenarnya sikap ketergantungan klien terhadap konselor
ditentukan oleh respons-respons yang diberikan konselor pada kliennya.
Oleh karena itu, konselor dan klien harus berusaha untuk menumbuhkan sikap
kemandirian itu di dalam diri klien dengan cara memberikan respons yang
cermat. Sebagaimana firman Allah Swt., yang artinya:
78 Profesi Kependidikan
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa ( dari
kejahatannya ) yang dikerjakannya….”(QS. Al-Baqarah/2:286)
6. Asas Kegiatan
Asas kegiatan yang dimaksudkan dalam layanan bimbingan konseling
ini pada dasarnya adalah asas yang menghendaki layanan bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar klien berpartisipasi secara aktif di dalam
proses penyelenggaraan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong
klien untuk aktif dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang
diperuntukkan baginya. Pada saat kegiatan layanan dilakukan, konselor
berupaya mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengemukakan masalah,
aktif dalam mencari solusi masalah bersama-sama konselor dan akhirnya
aktif mencari atau memilih cara terbaik dalam memecahkan masalah
setelah mendapatkan pencerahan dari konselor.
7. Asas Kedinamisan
Keberhasilan usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klien ke arah yang baik. Untuk
mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu
membutuhkan proses dan waktu yang sesuai dengan kedalaman dan
kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta pihak-
pihak lain diminta untuk bekerja sama sepenuhnya agar pelayanan
bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan
perubahan sikap dan tingkah laku baik pada klien. Sebagaimana firman Allah
Swt., yang artinya:
…”sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
mengubah dirinya sendiri.”(QS. Ar Ra’du/13:11)
8. Asas Keterpaduan
Asas ini yang menghendaki agar berbagai proses pelayanan bimbingan
dan konseling terjalin kerja sama yang baik antara konselor dengan pihak lain
yang dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien. Kerja
sama ini tidak hanya antara klien dan konselor tetapi juga kerja sama
dengan semua pihak yang membantu kegiatan layanan bimbingan
konseling.
9. Asas Kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan
BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 79
lingkungannya. Konselor harus dapat membicarakan secara terbuka dan
terus terang segala sesuatu yang menyangkut norma dari mulai bagaimana
berkembangnya, bagaimana penerimaan masyarakat, apa dan bagaimana
akibatnya bila norma-norma itu terus dianut dan lain sebagainya. Sehingga
klien dapat menentukan dan memilih norma-norma yang akan dianutnya.
10.Asas Keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para
konselor harus mendapatkan pendidikan dan latihan yang memadai. Tidak
semua orang dapat menjadi konselor untuk memberikan layanan
bimbingan konseling, karena konseling adalah layanan ahli maka semua
petugas dalam hal ini konselor harus dilakukan oleh orang yang mendapat
pendidikan khusus untuk itu. Pada saat ini bahkan konselor sudah
merupakan profesi, dan karenanya konselor dihasilkan oleh pendidikan
konselor sama seperti dokter harus melalui pendidikan profesi dokter setelah
mendapatkan sarjana kedokteran (S.Ked). Demikian pula dengan konselor
wajib mendapatkan pendidikan profesi konselor. Pentingnya keahlian ini
sebagaimana firman Allah Swt., yang artinya:
“Maka disebabkan oleh rahmat Allah, kami berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai mereka yang bertakwa
kepada-Nya.”(QS. Al-Imran 3: 159)
80 Profesi Kependidikan
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya
oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan
bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri
tegak dan kokoh tentu membutuhkan fondasi yang kuat dan tahan lama.
Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula,
dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh
fondasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoretik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat enam
aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling,
yaitu landasan filosofis, religius, psikologis, sosial-budaya, pedagogis, dan
ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan
dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling
tersebut:
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan
setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis
dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari
jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis.
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor Frankl,
Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003)
telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut:
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang
ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan
menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan
hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
2. Landasan Religius
Dimensi spiritual pada manusia menunjukkan bahwa manusia pada
hakikatnya adalah makhluk religius. Keyakinan bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan, mengisyaratkan pada ketinggian derajat dan keindahan
makhluk manusia serta peranannya sebagai khalifah di bumi.
Landasan religius bagi layanan BK setidaknya ditekankan pada tiga hal
pokok, yaitu:
a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk
Allah Swt.
b. Sikap yang mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan
ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkan secara
optimal suasana dan perangkat budaya serta masyarakat yang sesuai dan
meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan
dan pemecahan masalah individu.
82 Profesi Kependidikan
3. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (a) motif
dan motivasi, (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar,
dan (e) kepribadian.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal/
d. Belajar
Setiap manusia disadari atau tidak disadari dalam interaksinya dengan
lingkungan selalu menemukan hal baru yang belum tentu dikuasainya dan
mampu melakukan hal baru tersebut. Pada saat seperti itulah pada diri manusia
tanpa sadar dia belajar dari lingkungannya atau orang di sekitarnya.
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar
manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru
dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang
baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-
tAnda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/ keterampilan.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan
Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap
lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa “kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”. Kata
kunci dari pengertian kepribadian adalah Penyesuaian Diri.
Sementara itu Syamsuddin (2003), mengemukakan tentang aspek-
aspek kepribadian, yang mencakup:
1) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
84 Profesi Kependidikan
2) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.
4) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
sedih, atau putus asa.
5) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
4. Landasan Sosial-Budaya
Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya. Dia
hidup dalam lingkungan sosial dan lingkungan budaya. Manusia punya
makna karena dia berada dalam lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang
ada di sekelilingnya. Setiap lingkungan memiliki kebiasaan dan budaya yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Karena itu dalam konteks layanan
bimbingan dan konseling aspek sosial budaya merupakan hal yang sangat
penting untuk menjadi pertimbangan dalam memberikan layanan.
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi terhadap perilaku individu.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara
konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki
latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003),
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu:
a. Perbedaan bahasa
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.
5. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis pelayanan BK setidaknya berkaitan dengan: (1)
pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan
salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) pendidikan sebagai inti proses
bimbingan dan konseling, (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
bimbingan dan konseling.
86 Profesi Kependidikan
Surya (2006), mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan
teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya
(klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka (face to face) tetapi
dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet,
dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan
dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor
dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor
di dalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan.
Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan
dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Bimbingan ini antara lain meliputi:
a. Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individual.
b. Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c. Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
d. Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran
tertentu.
e. Cara, proses, dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.
3. Bimbingan Sosial
Sekolah pada dasarnya adalah sistem sosial di mana siswa hidup dalam
sistem sosial sekolah. Sistem sosial di sekolah pada dasarnya adalah sistem
sosial kemasyarakatan dalam bentuk mini. Di sekolah dan kelas siswa hidup
berkelompok dengan tata aturan tertentu. Dalam kehidupan kelompok
perlu adanya toleransi/tenggang rasa, saling memberi dan menerima, tidak
mau menang sendiri, atau kalau mempunyai pendapat harus diterima
dalam mengambil keputusan.
88 Profesi Kependidikan
Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam
memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan
masalah sosial, sehingga terciptalah suasana belajar-mengajar yang kondusif.
Menurut Ahmad (1977), bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk:
a) Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b) Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
c) Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah
tertentu.
4. Bimbingan Karier
Setiap orang termasuk siswa apalagi di tingkat SMA sudah mulai
berpikir tentang pekerjaan yang nantinya akan digelutinya di masa yang
akan datang. Makin tepat pemilihan profesi atau karier yang direncanakan
makin baik bagi individu yang bersangkutan. Dalam kaitan inilah
sebenarnya diperlukan informasi karier dan bimbingan karier secara
akurat.
Bimbingan karier merupakan layanan bantuan kepada peserta didik dalam
mempertimbangkan pilihan kerja atau mempertimbangkan untuk bekerja atau
tidak; dan (jika perlu segera bekerja, baik part-time maupun full-time). Memilih
lapangan kerja yang cocok dengan ciri-ciri pribadi individu, menentukan
lapangan pekerjaan dan memasukinya, serta mengadakan penyesuaian
kerja secara baik. Dalam konteks ini siswa memiliki keterbatasan informasi
tentang karier, dan mereka sangat memerlukan informasi yang tepat. Untuk
itu maka bimbingan karier menjadi sangat urgen.
Masalah-masalah jabatan atau karier, pada pokoknya bersangkutan
dengan: masalah pemahaman individu peserta didik mengenai kebutuhan-
kebutuhan, kecakapan keterampilan, sikap, minat, dan ciri-ciri pribadi lain pada
dirinya, masalah pemahaman peserta didik terhadap harapan-harapan, cita-
cita, minat, aspirasi-aspirasi, serta nilai-nilai yang dipunyai oleh
orangtuanya tentang jabatan kerja; pemahaman terhadap jenis, tingkat, dan
tuntutan- tuntutan dunia kerja.
90 Profesi Kependidikan
3. Tata usaha adalah pembantu kepala sekolah dalam menyelenggarakan
administrasi tata usaha sekolah dan pelaksanaan administrasi bimbingan
dan konseling.
4. Koordinator BK atau guru pembimbing adalah pelaksana utama yang
mengoordinasi semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah.
5. Guru mata pelajaran atau guru praktik adalah pelaksana pengajaran
dan pelatihan serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang
siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
6. Wali kelas atau guru pembina adalah guru yang diberikan tugas khusus
untuk mengelola satu kelas siswa tertentu dan bertanggung jawab
membantu kegiatan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
7. BP3 atau POMG adalah organisasi orangtua siswa yang berkewajiban
membatu penyelenggaraan pendidikan termasuk pelaksanaan bimbingan
dan konseling.
8. Ahli-ahli lain, dalam bidang non bimbingan dan nonpelajaran/latihan
(seperti dokter, psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
9. Siswa adalah peserta didik yang berhak menerima pengajaran, latihan
dan pelayanan bimbingan dan konseling.
92 Profesi Kependidikan
Ada beberapa peran yang dapat dilakukan oleh guru ketika dia diminta
mengambil bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
di sekolah, yaitu guru sebagai informator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai
mediator, guru sebagai motivator dan guru sebagai kolaborator.
Adapun bagan mengenai organisasi bimbingan dan konseling di
sekolah ini adalah sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Kepala sekolah
Tata usaha
Guru pembimbing
Tenaga ahli BP 3
Siswa
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih
menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan
hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling
memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
94 Profesi Kependidikan
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara
tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan.
Dalam hal itu peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan
kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.
Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk
menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan
dalam perkembangannya.
Ivey dan Rigazio Digilio (dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa
orientasi perkembangan justru merupakan ciri khas yang menjadi inti
gerakan bimbingan. Secara khusus, Thompson dan Rudolph (1983)
melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam
perkembangannya anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan
perkembangan kognisi dalam empat bentuk, yaitu;
a. Hambatan egosentrisme: ketidakmampuan melihat kemungkinan lain
di luar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi: ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian
pada lebih dari satu aspek tentang suatu hal.
c. Hambatan reversibilitas: ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik
dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi: ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada
susunan urutan yang ditetapkan.
3. Orientasi Permasalahan
Seperti kita ketahui bahwa fungsi-fungsi bimbingan dan konseling,
maka orientasi masalah secara langsung terkait dengan fungsi pencegahan dan
fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat
terhindar dari masalah-masalah yang mugkin membebani dirinya,
sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah
terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya.
Fungsi-fungsi lain dari layanan bimbingan konseling yaitu fungsi
pemahaman masalah sehingga memungkinkan individu memahami
berbagai informasi sumber masalah yang bersumber dari berbagai aspek
seperti aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya
masalah pada diri klien.
Ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dengan yang lain,
namun semuanya memiliki arah yang sama, yaitu memberikan kemudahan
bagi pencapaian perkembangan yang optimal terhadap peserta didik. Pelayanan
bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap
pengajaran. Misalnya, proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan
96 Profesi Kependidikan
efektif apabila siswa terbebas dari masalah–masalah yang mengganggu
proses belajarnya. Lebih jauh, materi layanan bimbingan dan konseling dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dengan individualitas
siswa.
b. Tanggung Jawab Konselor Sekolah
Kegiatan layanan bimbingan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang
tetapi harus dilakukan oleh seorang yang telah memperoleh pendidikan
khusus dalam bimbingan konseling atau dengan kata lain harus dilakukan
oleh tenaga ahli. Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan
konseling ialah konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus
melaksanakan berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan tugas–tugas dan
tanggung jawabnya itu konselor menjadi ”pelayan” bagi pencapaian tujuan
pendidikan secara menyeluruh, khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan
tercapainya tujuan–tujuan perkembangan masing–masing peserta didik
sebagaimana telah disebutkan. Dalam kaitannya dengan tujuan yang luas,
konselor tidak hanya berhubungan dengan peserta didik atau siswa saja
(sebagai sasaran utama layanan), melainkan juga dengan berbagai pihak
yang dapat secara bersama– sama menunjang pencapaian tujuan itu, yaitu
sejawat (sesama konselor, guru, dan personel sekolah lainnya), orangtua, dan
masyarakat pada umumnya.
1. Tanggung jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor:
a. memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa
yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik;
b. memerhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan
yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi dan sosial)
dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi
setiap siswa;
c. memberi tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan
dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui
apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling;
d. tidak mendesakkan kepada siswa nilai-nilai tertentu yang sebenarnya
hanya sekadar apa yang dianggap baik oleh konselor saja;
e. menjaga kerahasiaan data tentang siswa;
f. memberi tahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat
sesuatu yang berbahaya akan terjadi;
g. menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan profesional.
98 Profesi Kependidikan
c. memonitor bagaimana diri sendiri berfungsi, dan bagaimana tingkat
keefektifan pelayanan serta menahan segala sesuatu kemungkinan
merugikan klien.
6. Tanggung jawab kepada profesi, yaitu bahwa konselor:
a. bertindak sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri sendiri
sebagai konselor dan profesi;
b. melakukan penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga
memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konseling;
c. menjalankan dan mempertahankan standar profesi dan konseling
serta kebijaksanaan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling.
10 Profesi Kependidikan
0
apa yang diucapkan dan metode yang digunakannya yang menentukan
kadar dan arah pertumbuhan siswa. Beliau juga mengemukakan bahwa
banyak penelitian yang menyatakan adanya akibat langsung pribadi guru
terhadap tingkah laku siswa.
Dalam keseluruhan pendidikan, guru merupakan faktor utama. Dalam
tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memegang berbagi jenis
peranan yang harus dilaksanakan. Peranan adalah suatu pola tingkah laku
tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari suatu pekerjaan
atau jabatan tertentu. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut
pola tingkah laku tertentu pula dan tingkah laku mana akan merupakan ciri
khas dari tugas atau jabatan tadi. Peranan guru adalah setiap pola tingkah
laku yang merupakan ciri-ciri jabatan guru yang harus dilakukan guru
dalam tugasnya. Peranan ini meliputi berbagai jenis pola tingkah laku, baik
dalam kegiatannya di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Guru yang
dianggap baik ialah mereka yang berhasil dalam memerankan peranan-
peranan itu dengan sebaik-baiknya, artinya dapat menunjukkan suatu pola
tingkah laku yang sesuai dengan jabatannya dan dapat diterima oleh
lingkungan dan masyarakat.
10 Profesi Kependidikan
2
4. Guru Sebagai Mediator antara Sekolah dan Masyarakat
Ini berarti bahwa kelancaran hubungan antara sekolah dan masyarakat
merupakan tugas dan tanggung jawab guru. Lancar tidaknya hubungan
tersebut tergantung pada tingkat kemampuan guru dalam memainkan peranan
ini. Dalam peranan itu, guru seharusnya mampu:
a. Memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat tentang
kebijaksanaan pendidikan yang sedang berlangsung atau yang akan
ditempuh
b. Menerima usul-usul atau pertanyaan dari pihak masyarakat tentang
pendidikan
c. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antara sekolah dan masyarakat
khususnya dengan orangtua murid
d. Bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam
memecahkan masalah-masalah pendidikan
e. Menyelenggarakan hubungan yang sebaik-baiknya antara sekolah dengan
lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pendidikan
f. Guru merupakan suara sekolah di masyarakat dan suara masyarakat di
sekolah.
10 Profesi Kependidikan
4
swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi
dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat
menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
10 Profesi Kependidikan
8
BAB
ADMINISTRASI 3
SEKOLAH
A. Pengertian Administrasi
Pendidikan di Sekolah
1. Pengertian Administrasi
Pendidikan
Pernahkah Anda mendengar kata administrasi dalam kehidupan
sehari- hari. Tentunya Anda sudah sering mendengar, karena dalam setiap
lembaga, organisasi dan bahkan pengumuman-pengumuman yang
berhubungan dengan penerimaan calon pegawai termasuk penerimaan guru
selalu ada istilah persyaratan administrasi. Tetapi tahukah Anda apa makna
administrasi itu. Kita sering mendengar kata administrasi selalu
dihubungkan dengan surat menyurat, perlengkapan persyaratan
kepegawaian dan lain-lain. Apakah demikian makna sebenarnya dari
administrasi itu?
Makna administrasi yang sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang pernah
kita dengar atau kita persepsi selama ini. Untuk melihat pemahaman yang
mendalam tentang makna administrasi tersebut mari kita diskusikan beberapa
pendapat para ahli tentang makna pentingnya administrasi di suatu
lembaga dan apa sebenarnya administrasi itu. Dengan demikian, kita dapat
menguji pemahaman kita selama ini, sudah tepat atau malah salah kaprah
tentang administrasi.
Dalam setiap organisasi, apa pun bentuk dan jenisnya, administrasi dan
manajemen menempati kedudukan sentral dan menentukan dalam pembinaan
dan pengembangan serta keberhasilan kegiatan kerja sama. Oleh karena itulah,
administrasi telah dan selalu akan dikaji secara ilmiah. Administrasi sebagai
disiplin ilmu telah dikaji secara mendalam dan intensif secara teoretis maupun
praktis tentang rangkaian perilaku berkaitan dengan kegiatan
pengendalian, pengelolaan dan usaha kerja sama dalam mencapai suatu
tujuan.
Kecenderungan berkelompok merupakan hakikat manusia sebagai
makhluk sosial, yang mendorong mereka untuk selalu hidup berkelompok
sehingga terbentuklah berbagai kelompok dalam kegiatan manusia.
Ilmu administrasi sebagai ilmu, berusaha mengkaji berbagai usaha-
usaha manusia dalam mencapai dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
10 Profesi Kependidikan
8
kerja di dalam suatu kelompok. Sebagai disiplin ilmu, administrasi mengkaji
dan mencari metode serta alat kerja yang tepat, juga menaruh perhatian
11 Profesi Kependidikan
0
apa yang diinginkan oleh pusat (terlalu sentralisasi). Dengan kata lain
sering terjadi konsepsi-konsepsi pendidikan yang hanya baik di atas kertas
dan atau untuk satu daerah/lokasi tertentu, tetapi tidak cocok untuk
daerah/lokasi lain, artinya sering terjadi kebijakan pendidikan yang tidak
melihat situasi atau kondisi daerah.
Dengan demikian, maka tampak kelemahan penyelenggaraan pendidikan
sering bukan diakibatkan oleh sistem dan gurunya, tetapi lebih diakibatkan
oleh Manajemen Sekolah dan Manajemen Pendidikan yang tidak baik. Oleh
karena itu, para perancang pembangunan pendidikan di Negara-negara
Asia 1965-1980 (the Karachi Plan) memperingatkan bahwa “reorganisasi
dan penguatan administrasi hendaknya mendahului tahap suatu rencana
dijalankan” Hal ini diperkuat oleh pernyataan Philip H. Coombs seorang ahli
perencanaan pendidikan yang terkemuka yang menyarankan bahwa: revolusi
dalam pendidikan harus dimulai dengan Manajemen Pendidikan.
Dari uraian di atas apa yang dapat Anda simpulkan? Mari kita cermati
kembali apa yang telah kita diskusikan di atas, ternyata kemampuan
administrasi dan atau Manajemen Pendidikan pada gilirannya akan
menempatkan para petugas pendidikan bertanggung jawab terhadap
pengelolaan pendidikan dalam unit kerjanya masing-masing, baik dalam
posisinya sebagai pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan maupun
pelaksana proses pembelajaran di kelas (guru).
Di samping itu, administrasi pendidikan yang baik akan memberikan
dampak yang sangat besar bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan
kualitas kinerja lembaganya. Hal ini berarti administrasi/manajemen yang
baik akan dapat membawa pada peningkatan mutu hasil lulusan bagi lembaga
pendidikan seperti sekolah.
11 Profesi Kependidikan
2
forwarding, and facilitation the associate effort of group of individuals brought
together to realize certain defined purposes.
Herbart K Simon menyatakan administration as the activities of groups
cooperating to accomplish common goals.
Wiliam H. Newman menyatakan administration has been defined as the
guidance, leadership and controlle of the effort a group of individual toward some
goals.
Sementara Siagian menyatakan bahwa administrasi adalah proses kerja
sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Coba Anda bandingkan dan sejumlah pengertian tersebut di atas,
komponen apa yang memiliki kesamaan dan dikemukakan oleh semua ahli
tersebut di atas.
Kalau kita cermati berbagai kutipan di atas, tampak ada beberapa
persamaan khusus yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a) Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
b) Bahwa kelompok orang tersebut berada dalam suatu kelompok kerja
sama.
c) Kerja sama yang dilakukan diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Agar kegiatan tidak menjadi tumpang tindih, maka dalam
kerja sama ada yang berperan sebagai pemimpin untuk mengarahkan,
mengajak, membimbing, memengaruhi, memberi nasihat dan lain-lain.
Dengan demikian maka orang-orang yang berada dalam kelompok
akan bekerja untuk mencapai tujuan.
d) Kegiatan yang dilakukan merupakan suatu proses, keseluruhan.
Artinya masing-masing orang dan kelompok dalam kegiatan
administrasi saling mengisi dan melengkapi.
11 Profesi Kependidikan
4
yaitu kepala sekolah, guru, murid, karyawan bahkan orangtua murid
dengan mendayagunakan berbagai sumber dan metode serta alat tertentu
untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pengertian administrasi pendidikan tersebut jelas membedakan antara
kegiatan administrasi pendidikan dengan kegiatan operasional pendidikan.
Sebab kegiatan administrasi pendidikan pada dasarnya adalah administrasi
dalam pendidikan yang merupakan rangkaian pengendalian dan
pengelolaan kegiatan kependidikan yang terarah pada pencapaian tujuan
pendidikan. Dengan pengendalian dan pengelolaan ini maka kegiatan
kependidikan akan berlangsung secara efektif dan efisien.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan bersama/
usaha kerja sama baru dapat dikatakan kegiatan administrasi apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya proses kegiatan kerja sama.
2. Dilakukan oleh dua orang atau lebih (sekelompok orang).
3. Adanya sumber daya (manusia dan non manusia) untuk
didayagunakan dan ditata atau diatur.
4. Adanya penataan atau pengaturan kegiatan dalam kerja sama dengan
menggunakan metode, alat dan teknik tertentu dalam rangka
efektivitas dan efisiensi kegiatan (siapa melakukan apa dan bagaimana
melakukannya)
5. Adanya tujuan yang akan dicapai dari kerja sama tersebut.
Kelima kriteria di atas harus ada dalam administrasi, apabila salah satu
hilang tidak dapat dikatakan lagi sebagai kegiatan administrasi.
B. Fungsi Administrasi
Secara umum dan banyak dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa
administrasi pendidikan memiliki ruang lingkup yang luas. Tetapi sebelum
membahas ruang lingkup tersebut terlebih dahulu akan diuraikan tinjauan
administrasi sebagai proses kegiatan, yang di dalamnya menerapkan fungsi-
fungsi manajemen (ada ahli yang menyebutkan dengan fungsi organik).
Sedangkan John Stephen Knezevich menyebutnya dengan istilah administrasi
pendidikan dilihat sebagai proses manajemen.
Tugas pengelolaan (khususnya dalam dunia perusahaan) sering berada
pada manajer. Meskipun demikian sering pula tugas pengelolaan itu dilakukan
sendiri oleh pimpinan tertinggi. Sebagai manajer ia perlu menggunakan
fungsi-fungsi manajemen dalam pelaksanaan tugasnya. Ada berbagai
macam
Dalam diskusi kita pada bagian ini, tidak menguraikan seluruh fungsi-
fungsi di atas, tetapi hanya beberapa fungsi yang memang mutlak ada
dalam setiap kegiatan proses manajemen yaitu planning, organizing, directing,
coordinating, controlling dan communicating.
1. PLanning (Perencanaan)
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana suatu kegiatan dilakukan
tanpa perencanaan? Bahkan kita sering memberikan kritik kepada
seseorang atau lembaga tertentu dengan kata-kata tajam kurang
perencanaan, atau perencanaan tidak matang apabila kita melihat kegiatan
tidak dilakukan secara baik. Tetapi apa dan bagaimana perencanaan itu
sebenarnya? Sudahkah kita menghayatinya secara benar. Untuk
memantapkan pemahaman kita tentang perencanaan mari kita simak
uraian-uraian berikut ini.
Perencanaan adalah proses pemikiran tentang bagaimana kegiatan
yang akan dilakukan dimasa yang akan datang dengan sebaik-baiknya
sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Ini
berarti dalam perencanaan adalah persiapan menyusun suatu keputusan,
berupa langkah- langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan
suatu pekerjaan yang terarah kepada pencapaian tujuan tertentu.
Perencanaan merupakan suatu keharusan yang mutlak dipersiapkan
terlebih dahulu sebelum orang melaksanakan kegiatan. Apabila pekerjaan
tersebut sudah merupakan pekerjaan yang besar dan kompleks, perencanaan
yang matang mutlak diperlukan.
Apa yang harus dipikirkan dan diputuskan dalam kegiatan
perencanaan adalah jawaban dan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
11 Profesi Kependidikan
6
a. Apa yang harus dikerjakan (What), hal ini berarti mencakup penentuan
tujuan kegiatan yang ingin dicapai serta jenis kegiatan yang akan
dilakukan. Memikirkan tentang apa yang akan dilakukan harus diingat
dan diperhatikan adalah apa yang menjadi visi dan misi organisasi atau
kalau organisasi sekolah maka visi dan misi sekolah harus menjadi dasar
untuk menentukan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang.
b. Mengapa hal tersebut dikerjakan (Why). Hal ini berarti menyangkut
rasional suatu kegiatan dilakukan, atau dengan kata lain latar belakang
dan alasan suatu kegiatan perlu dilakukan. Dalam membuat kegiatan di
sekolah, maka latar belakang ini perlu disusun alasan rasional (akademik),
landasan empirik dan landasan yuridis sehingga kegiatan tersebut
perlu dilakukan yang dituangkan dalam perencanaan.
c. Siapa yang mengerjakan (Who). Ini berarti menyangkut personel yang akan
melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu pilihan penempatan
seseorang sesuai dengan keahlian dan kemauan merupakan pertimbangan
yang harus diperhatikan. Sudah bukan lagi zamannya pada saat
sekarang menentukan siapa yang akan melakukan kegiatan didasarkan
pada suka dan tidak suka (like and dislike). Jadi dalam menentukan siapa
yang akan mengerjakan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan
tegas.
d. Di mana kegiatan akan dilaksanakan (Where). Ini berarti menyangkut
tempat pelaksanaan kegiatan. Tidak semua tempat cocok untuk semua
kegiatan. Setiap kegiatan memiliki karakteristik tersendiri, oleh sebab
itu, dalam menentukan tempat kegiatan harus mempertimbangkan
kesesuaian karakteristik kegiatan dengan tempat kegiatan yang akan
digunakan. Ketidaksesuaian karakteristik tempat dengan karakteristik
kegiatan akan menentukan keberhasilan kegiatan mencapai tujuan
yang diinginkan.
e. Kapan kegiatan tersebut akan dilakukan dan kapan akan berakhir
(When). Ini berarti menyangkut waktu pelaksanaan, periodisasi tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk itu maka penyusunan jadwal
kegiatan secara rinci dengan mempertimbangkan berbagai aspek perlu
diperhatikan.
f. Bagaimana kegiatan tersebut akan dikerjakan (How). Ini berarti
menyangkut tata kerja, metode dan prosedur atau mekanisme kerja
perlu diatur secara matang agar kegiatan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Bagian ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan
strategi implementasi.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Kalau kita berada di suatu unit organisasi termasuk di sekolah, kita
akan menyaksikan gambar struktur organisasi sekolah mulai dari kepala
sekolah sebagai pucuk pimpinan sampai pada tingkat yang paling bawah
apakah itu yang disebut dengan pengorganisasian?
Pengorganisasian diartikan sebagai pengaturan penyelesaian kegiatan
berdasarkan aturan yang berlaku. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai
kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar
diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama. Dengan demikian
pengorganisasian ini diwujudkan dengan menetapkan bidang-bidang atau
fungsi-fungsi yang termasuk ruang lingkup kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh sekelompok orang, kegiatan ini sekaligus merupakan
pembagian kerja beserta deskripsi kerjanya, juga dilengkapi dengan
mekanisme kerja dalam bentuk struktur organisasi.
11 Profesi Kependidikan
8
Melalui struktur organisasi akan tampak pembagian kerja dan mekanisme
hubungan serta pertanggungjawaban dalam pekerjaan tersebut. Struktur
organisasi sebagai salah satu bentuk pengorganisasian merupakan
kerangka yang terdiri dan satuan-satuan kerja atau fungsi-fungsi yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab secara hierarkis. Di sana tergambar
mekanisme hubungan pertanggungjawaban sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing personel. Namun demikian dalam struktur
organisasi hendaknya juga dikembangkan hubungan informal yang dapat
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja antarpersonel.
Pembagian kerja pada dasarnya merupakan pembagian tugas dan jenis-
jenis kegiatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab masing-masing
personel, namun perlu dihindari pembagian kerja yang menjadikan pengotakan
antarpersonel dan antarunit sehingga seolah-olah terpisah antara satu unit
dengan unit yang lain.
Dalam pengelompokan kerja harus dipertimbangkan beban tugas, sifat
pekerjaan dan spesialisasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada personel.
Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen, harus disusun
secara pasti oleh manajer pendidikan, sehingga dalam praktik kegiatannya
dapat diperoleh/ditemukan keteraturan dalam pelaksanaan tugas berdasarkan
tanggung jawab setiap personel. Agar pengorganisasian ini jelas maka,
harus dibuat skema/bagan struktur organisasi, baik skema jabatan (memuat
jabatan- jabatan dalam organisasi), skema nama (memuat nama-nama
pejabatnya), skema tugas (memuat tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
pejabat maupun skema foto yang memuat foto pejabat. Di samping itu dapat
pula skema atau struktur tersebut gabungan dan bermacam-macam bentuk
skema.
Dari berbagai uraian tersebut di atas, mari kita mencoba menarik
kesimpulan bersama pengorganisasian tidak hanya sebatas menyusun
struktur organisasi, tetapi jauh lebih luas yaitu: pembagian kerja,
pengaturan kerja, penetapan pola hubungan kerja yang disertai dengan
pemberian tugas, tanggung jawab dan kewenangan dalam suatu organisasi.
3. Directing (Pengarahan)
Pernahkah Anda mendengar istilah pengarahan? Atau pernahkan Anda
diundang untuk menghadiri pertemuan yang katanya untuk mendengarkan
pengarahan? Rasanya semua orang pernah mendengar istilah pengarahan,
bahkan sering ikut dalam kegiatan pengarahan mulai dari perkumpulan di
tingkat RT/RW sampai dengan pengarahan dari lurah, camat, bupati/walikota
Apabila kita cermati secara mendalam apa yang diuraikan di atas, dapat
kita tarik suatu kesimpulan bahwa pengarahan pada dasarnya adalah upaya
yang harus dilakukan oleh seseorang (kepala sekolah atau orang lain yang
ditunjuk) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
kegiatan. Pengarahan ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti
pemberian
12 Profesi Kependidikan
0
petunjuk, bimbingan, penjelasan tentang proses dan prosedur kerja kepada
semua staf.
4. Coordinating (Pengoordinasian)
lstilah koordinasi merupakan istilah yang sangat akrab bagi kita semua.
Kita sering mendengar rapat koordinasi, kecaman tentang kurang koordinasi,
harus berkoordinasi dan lain-lain istilah yang diungkapkan orang dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi apakah Anda memahami apa makna sebenarnya
istilah koordinasi? Pengoordinasian dapat diartikan sebagai kegiatan membawa
orang-orang, mempersatukan sumbangan masing-masing orang atau unit,
mempersatukan metode, bahan dan sumber lain ke arah hubungan kerja yang
harmonis, saling melengkapi dan saling menunjang sehingga semua pekerjaan
yang sedang dilakukan semua terarah kepada pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Pengoordinasian sebagai fungsi manajemen memegang peranan
penting dan merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh seorang
manajer. Koordinasi yang sistematik akan menjamin terhindarnya saling
tumpang tindih atau konflik antar berbagai kegiatan. Kegiatan ini memegang
peranan yang sangat besar lebih-lebih pada organisasi yang unit kerjanya
besar.
Pembentukan unit kerja dalam organisasi pada dasarnya adalah untuk
efisiensi pekerjaan. Oleh sebab itu, hendaknya hal tersebut bukan menyebabkan
pengotakan pekerjaan, sehingga satu unit kerja merasa lebih penting daripada
unit kerja lain, tetapi semua unit kerja merupakan satu kesatuan yang
secara bersama-sama memikul tanggung jawab untuk mencapai tujuan
bersama. Untuk itulah kegiatan koordinasi sangat diperlukan.
Dalam suatu organisasi, tidak hanya sekadar antar unit kerja akan
tetapi juga antarpersonel di dalam suatu unit kerja yang berlainan harus
dilakukan koordinasi yang efektif. Pekerjaan yang sangat besar artinya akan
memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan apabila personel dan
masing-masing unit kerja, bekerja dan bergerak sebagai suatu kesatuan
integral dalam satu langkah dan satu bahasa (meskipun bervariasi dan
berbeda jenis pekerjaan) untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itulah
diperlukan masing-masing unit kerja diberikan job description yang tegas
dan jelas.
Dalam usaha pengoordinasian ini manajer dituntut kecermatannya dalam
memonitor berbagai kegiatan. Untuk itu ia dituntut memiliki pengetahuan
kepemimpinan dengan sejumlah keterampilannya. Dalam hal ini Kimball
mengemukakan paling tidak menyangkut keterampilan tentang personnel
administration, group process, human relation, dan evaluation. Pemimpin harus
5. ControLLing (Pengawasan)
Pengawasan berarti kegiatan memonitor, mengobservasi dan melihat
untuk membandingkan apakah kegiatan yang sedang dilakukan sesuai dengan
apa yang seharusnya dilakukan. Dengan arti lain pengawasan juga berarti
mengukur tingkat efektivitas kerja personel dan tingkat efisiensi penggunaan
metode dan alat dalam usaha mencapai tujuan.
Mengukur efektivitas berarti menilai apakah kegiatan yang dilakukan
telah menghasilkan sesuatu seperti apa yang telah direncanakan, paling
tidak kegiatan yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan mengamati efisiensi berarti
menilai kegiatan yang dilakukan apakah metode yang dilakukan merupakan
cara yang paling tepat dan terbaik untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya
dengan tingkat kerugian yang paling kecil.
Dengan kegiatan pengawasan maka akan dapat diketahui sampai
sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, juga dapat
diketahui hambatan-hambatan, masalah-masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas. Dengan demikian dapat dilakukan tindakan perbaikan dan
penyempurnaannya.
Dari uraian di atas jelas keterkaitan antara kegiatan pengawasan
dengan kegiatan evaluasi, dengan kata lain kegiatan pengawasan harus
memungkinkan dilakukannya kegiatan evaluasi terhadap bidang-bidang yang
sedang dikontrol.
Kegiatan pengawasan ini dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaaan,
penyampaian pertanggungjawaban, pengecekan dan pengumpulan informasi
(dari berbagai sumber) untuk diolah dan diinterpretasikan berdasarkan
perbandingan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai standar keberhasilan.
Jadi pengawasan dan penilaian ini tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi
juga hendaknya menyangkut kualitas.
12 Profesi Kependidikan
2
Kesimpulan yang dapat kita tarik bersama dari uraian tentang pengawasan
dan evaluasi ini adalah bahwa pengawasan dan evaluasi tidak boleh
dipergunakan sebagai alat untuk memberikan hukuman yang tidak wajar
dengan maksud menjatuhkan atau merugikan personel yang tidak
disenangi secara pribadi (hindarkan perasaan like and dislike atau anak
emas dalam organisasi). Oleh sebab itu, pengawasan dan evaluasi harus
objektif (menilai apa adanya tanpa pandang bulu), komprehensif (memberikan
penilaian kepada seluruh aspek, bukan hanya pada aspek tertentu saja) dan
kontinuitas dalam pelaksanaannya.
6. Communicating (Pengomunikasian)
Mari kita membayangkan bersama, apakah seseorang dapat hidup dengan
sempurna tanpa berkomunikasi dengan orang lain atau tanpa
berkomunikasi dengan lingkungan? Dapatkah seorang guru berhasil
mengajar tanpa melakukan komunikasi? Dapatkah seorang kepala sekolah
berhasil memimpin sekolahnya tanpa komunikasi dengan lingkungannya di
sekolah dan di luar sekolah? Tentu kita akan menjawab pertanyaan
tersebut serentak TIDAK. Kenapa kita menjawab serentak seperti itu, ikuti
uraian berikut ini untuk mendalami berbagai argumen pentingnya
komunikasi dan bagaimana cara berkomunikasi.
Komunikasi sering diartikan sebagai proses penyempurnaan informasi,
ide, gagasan, pendapat dan saran-saran bahkan kritik secara timbal balik dalam
rangka melancarkan proses kerja sama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Komunikasi sebagai salah satu fungsi manajemen mutlak dilakukan
oleh seorang manajer (dalam pendidikan berarti kepala sekolah, di dalam
kelas berarti guru) dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Dalam
setiap organisasi (termasuk organisasi pendidikan di sekolah) komunikasi
juga berarti untuk menyampaikan informasi, perintah memengaruhi,
membujuk atau persuasi serta mengadakan integrasi (Koontz, 1981),
bahkan Kallaus dan Kelling (1987) menambahkan fungsi komunikasi juga
berarti untuk mengevaluasi dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan dan
budaya. Karena menurut Kallaus dkk komunikasi merupakan kebutuhan
dasar (basic needs) manusia dalam kodratnya sebagai makhluk sosial.
Ditinjau dan segi teori kebutuhan, maka Adler & Rodman, (1982)
menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu kebutuhan hidup yaitu
kebutuhan fisik berupa kerja sama, sehingga manusia tidak akan menjadi
manusiawi tanpa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal ini menuntut
kemampuan berkomunikasi. Tanpa kemampuan komunikasi ini dalam rangka
12 Profesi Kependidikan
4
b) Consistency (kesesuaian), yaitu informasi yang disampaikan jangan sampai
bertentangan antara yang satu dengan yang lain/bagian sehingga dapat
menimbulkan kebingungan.
c) Adequacy (kecukupan), yaitu informasi yang disampaikan cukup memadai
dalam arti tidak terlalu berlebihan (overload), tetapi informasi tersebut
harus lengkap.
d) Timelesness (tepat waktu), yaitu informasi harus up to date dan
disampaikan pada saat yang tepat.
e) Distribution (penyebaran), yaitu informasi yang disebarkan harus mencapai
orang yang menjadi sasaran informasi.
f) Uniformity (keseragaman), yaitu informasi yang bersifat umum harus
disampaikan dalam bentuk yang sama atau seragam.
g) Interet atau acceptance (menarik), yaitu informasi dan cara
menyampaikannya harus menarik bagi penerimanya.
Dari uraian di atas jelas bahwa komunikasi sangat besar pengaruhnya bagi
keberhasilan organisasi (sekolah) dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu,
komunikasi yang efektif harus terus-menerus dikembangkan dan diwujudkan
dengan tercapainya tujuan bersama yang sudah dirumuskan sebelumnya.
Apabila fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan sampai
komunikasi. Fungsi-fungsi tersebut harus diwujudkan secara terpadu,
akan berdaya guna secara optimal bagi keseluruhan proses manajemen
di sekolah. Keterpaduan itu akan terwujud apabila pimpinan berusaha
mendayagunakan dan memberikan peran serta pada setiap personel sesuai
posisi dan kedudukannya masing-masing. Peran serta yang diberikan ini
pada gilirannya akan menumbuhkan dan mengembangkan perasaan memiliki
terhadap organisasi.
Apabila keadaan tersebut tumbuh maka akan menumbuhkan perasaan
bertanggung jawab (sence of responsibility) yang tinggi, sehingga akan
memungkinkan seluruh volume kerja dan beban kerja dilaksanakan secara
baik sehingga tujuan akan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
C. Kegiatan-kegiatan Administratif
Guru di Sekolah
Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat tentang beberapa aspek
yang tergolong dalam kegiatan pengelolaan dalam administrasi pendidikan,
khususnya dalam bidang garapan administrasi sekolah yang mencakup:
“Pengelolaan pengajaran, pengelolaan kepegawaian, pengelolaan kesiswaan,
pengelolaan keuangan, pengelolaan alat pengajaran, pengelolaan perlengkapan
1. Pengelolaan Pengajaran
Guru dalam tugasnya sehari-hari selalu berada dalam konteks pengelolaan
pengajaran di sekolah dan di dalam kelas.
Pernahkah Anda membayangkan apa sebenarnya yang dikerjakan guru
dalam pengelolaan pengajaran. Sudahkah guru melakukan berbagai
kegiatan yang terkait dalam pengelolaan pengajaran secara baik. Untuk
memperdalam wawasan kita tentang pengelolaan pengajaran mari kita
berdiskusi tentang hal tersebut lebih lanjut dengan mengikuti uraian
berikut ini.
Pengelolaan pengajaran dalam istilah John S. Knezevich disebut
instructional leadership, pada hakikatnya adalah penataan seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan pengajaran, mulai dari perencanaan kurikulum
sampai dengan pengembangan dan evaluasi kurikulum.
Dalam uraian ini tidak dibahas secara luas, tetapi hanya dibatasi pada
masalah-masalah yang terkait langsung dengan pengelolaan pengajaran
di sekolah. Sehubungan dengan hal ini ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan oleh sekolah dalam rangka pengelolaan pengajaran sehingga proses
belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan-kegiatan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembagian Tugas
Aspek ini menyangkut kemampuan pengorganisasian berdasarkan volume
dan beban kerja yang terdapat di dalam kurikulum. Untuk itu harus
dipertimbangkan adalah:
a. Menghitung apakah terdapat cukup guru untuk melaksanakan bidang
studi yang ada dalam kurikulum, baik dilihat dari segi jumlah maupun
keahlian (sesuai dengan bidang studinya masing-masing). Di sekolah
dasar sampai saat ini sebagian besar tugas guru adalah guru kelas,
maka pertimbangannya adalah seberapa cukup jumlah guru menurut
jumlah kelas, ditambah dengan guru agama dan guru olahraga.
b. Beban kerja yang telah dipercayakan kepada guru, baik dalam
kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler maupun tugas-tugas
administratif lainnya.
12 Profesi Kependidikan
6
Sehubungan dengan pembagian tugas ini menurut Surat Edaran
Mendikbud (1990) dan permendiknas tentang sertifikasi guru juga
ditegaskan bahwa dalam penjabaran tugas harus diupayakan guru
memperoleh jam mengajar 24 jam pelajaran dalam seminggu dan tidak
diberi tugas melebihi 36 jam pelajaran. Apabila hal ini tidak terpenuhi
maka guru yang bersangkutan diserahi tugas mata pelajaran lain sesuai
dengan spesialisasi dan atau pelatihan/penataran yang pernah diikutinya
atau diserahi tugas-tugas lain yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar, seperti pengelola perpustakaan, pengelola laboratorium dan
lain-lain.
2) Menyusun Program Kerja
Selama ini kita berpikir bahwa yang membuat program kerja adalah tugas
para pimpinan birokrasi saja. Bagaimana dengan di sekolah dasar dan
sekolah menengah, apakah Anda pernah melihat program kerja sekolah
atau sebagai guru pernahkan Anda membuat program kerja. Sebagian
mungkin akan menjawab sudah ada, tetapi pertanyaan kita lebih lanjut
adalah sudah komprehensifkah program-program yang kita buat.
Untuk dapat merefleksikan hal tersebut maka kita berdiskusi tentang hal
tersebut dengan menyimak beberapa uraian berikut ini.
Program kerja yang harus dibuat dapat berupa program kerja tahunan,
semester atau catur wulan sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dalam
program kerja hendaknya memuat baik program kerja yang berhubungan
dengan masalah-masalah administratif maupun masalah edukatif.
Program yang berkaitan dengan masalah administratif seperti kapan
pelaksanaan semester, UTS, UAS, UN, pembagian raport, awal tahun
ajaran (pembukaan tahun ajaran) dan akhir tahun ajaran, sampai pada
masalah kapan pelepasan siswa, rapat sekolah dengan orangtua murid
dan lain-lain. Sedangkan yang menyangkut teknis edukatif seperti
pelaksanaan supervisi terhadap masing-masing guru (kapan observasi
kelas, individual conference, teacher meeting dan lain-lain). Di samping itu,
juga program-program yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi
guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah program kerja yang terkait pengembangan sarana dan
prasarana pendidikan serta lingkungan.
3) Menyusun Kalender Sekolah
Kalender sekolah menyangkut ketentuan hari sekolah yang efektif
dalam satu tahun ajaran, juga termasuk hari-hari libur nasional,
keagamaan dan hari libur lainnya seperti libur karena upacara adat dan
lain sebagainya.
12 Profesi Kependidikan
8
6) Mengelola Evaluasi Belajar (UTS, UAS & UN)
Kita sering melakukan kegiatan evaluasi, bahkan tidak jarang guru
dilibatkan sebagai panitia pada pelaksanaan ujian/evaluasi belajar, baik
evaluasi semester, evaluasi akhir dan sebagainya. Kegiatan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar siswa merupakan kegiatan yang tidak dapat
dilepaskan dari kegiatan belajar mengajar sebagai suatu proses secara
keseluruhan.
Untuk itu diperlukan pengelolaan-pengelolaan yang intensif dan
cermat serta matang dan berdaya guna/berhasil guna bagi sekolah
secara keseluruhan. Dalam rangka pengelolaan evaluasi belajar ini
langkah- langkah kegiatan yang perlu mendapat perhatian adalah:
a. Perencanaan, apa dan bagaimana melakukan perencanaan yang
baik dapat dilihat kembali pada uraian terdahulu tentang fungsi
manajemen. (Ingat apa yang harus dilaksanakan adalah menjawab
pertanyaan yang singkat dengan 5 W + 1 H).
b. Pelaksanaan, setelah persiapan berupa penyusunan alat tes,
menggandakan, mengatur tempat duduk ( jumlah dan jarak tempat
duduk yang baik), pengaturan ruangan, menentukan pengawas ujian
pada masing-masing ruangan, mengumumkan waktu pelaksanaan
(dibuat dengan jadwal khusus sehingga dapat menggambarkan jam
pelaksanaan, ruangan beserta nama pengawasnya) serta pembuatan
tata tertib ulangan/ujian. Dalam pelaksanaan ulangan/ujian
diperlukan tempat duduk yang dapat menghindarkan siswa dari
dorongan untuk berkerja sama, menyontek dan lain-lain. Untuk itu
diperlukan sejumlah pengawas. ldealnya satu orang pengawas hanya
mengawasi 10 orang peserta ujian, maksimal 20 orang peserta ujian.
Di samping itu dalam pelaksanaan ujian perlu pula diperhatikan
kenyamanan dan keamanan, tenang dan terhindar dari suara dari
luar ruangan yang dapat mengganggu konsentrasi para peserta ujian.
c. Pengolahan hasil evaluasi, pekerjaan siswa setelah dikoreksi
dan diolah harus dicatat, baik untuk menentukan keberhasilan
siswa maupun untuk bahan laporan kepada atasan sekolah yang
bersangkutan. Pengolahan hasil evaluasi ini mencakup kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1) Nilai seluruh siswa untuk setiap bidang studi lengkap dengan
nilai rata-rata kelas, rata-rata bidang studi dan indeks prestasi
masing-masing siswa.
13 Profesi Kependidikan
0
Untuk memperluas dan memperdalam pemahaman serta keterampilan
kita tentang pengelolaan pengajaran, mari kita lihat format-format administrasi
ketatausahaan di sekolah yang harus kita kuasai.
Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai
latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba
berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan
Anda.
2. Pengelolaan Kesiswaan
Di lingkungan sekolah pengelolaan kesiswaan memerlukan kegiatan
perencanan, pengorganisasian, koordinasi, pengarahan dan kontrol.
Perencanaan kesiswaan menyangkut rencana jumlah siswa (student body) di
sekolah, baik untuk satu tahun maupun jangka panjang dengan mengingat
daya tampung dan kemungkinan pengembangan sekolah selanjutnya.
Pengorganisasian siswa menyangkut pengaturan dan penempatan
siswa di kelas dan pencatatannya sehingga dapat memenuhi keseimbangan
baik antarkelas maupun keseimbangan jumlah pria dan wanita dalam satu
kelas, serta keseimbangan siswa berprestasi (anak cerdas dan tidak) dalam
satu kelas, status sosial ekonomi bahkan keseimbangan agama dan
keyakinan. Dengan demikian, dapat menghindarkan adanya kelas eksklusif
dan kelas yang dianggap buangan. Dengan pengaturan yang demikian akan
dihindarkan adanya konflik antarkelas, antarindividu dalam kelas dan akan
membuat kelas menjadi dinamis. Pengorganisasian ini juga menyangkut
pengelompokan belajar, olahraga, kesenian, pengurus OSIS dan berbagai
panitia siswa.
Agar dalam pengelompokan dapat menghasilkan kelompok yang harmonis
dan produktif maka selanjutnya tugas membimbing dan membina diserahkan
kepada guru, perlu dilakukan pengarahan dan koordinasi oleh kepala
sekolah dan atau guru yang ditugaskan khusus untuk itu. Dengan demikian,
kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing dapat menyatu, baik tindakan
maupun arah kegiatan. Selanjutnya kegiatan tersebut selalu dimonitor
secara kontinu untuk menghindarkan penyimpangan yang mungkin terjadi
dan mencari alternatif untuk mengatasi penyimpangan dan masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan.
Adapun kegiatan konkret dalam pengelolaan kesiswaan ini dapat diuraikan
secara ringkas sebagai berikut:
a. Penerimaan Siswa Baru
Pernahkah Anda ditunjuk sebagai panitia dalam penerimaan siswa baru di
sekolah. Kalau pernah apa yang menjadi kewajiban Anda sebagai
panitia.
13 Profesi Kependidikan
2
masing kelas dibuat papan daftar yang memuat siswa yang tidak hadir
dan ditempatkan di dinding agar dapat diketahui pada hari itu siapa yang
tidak hadir dan apa alasan ketidakhadirannya.
d. Pembinaan Disiplin Siswa
Masalah displin siswa merupakan masalah penting yang dihadapi sekolah
dewasa ini. Bahkan sering disiplin siswa di sekolah menjadi barometer
pengukur sejauhmana kemampuan kepala sekolah dan guru dalam
mengelola Sekolahnya.
Disiplin sekolah harus dimulai dari disiplin kelas, sehingga dengan
demikian sedikit demi sedikit akan terbentuk disiplin individu siswa,
dalam pembinaan disiplin kelas, dikenal beberapa teknik seperti:
1) External control technique, yaitu pengendalian dari luar berupa
bimbingan dan penyuluhan dalam arti pengawasan yang
diperketat untuk menghindarkan adanya pelanggaran disiplin.
2) Inner control technique, yaitu tumbuhnya kesadaran dari dalam diri
siswa sendiri (self discipline) dengan inner control ini siswa diharapkan
dapat mengendalikan diri sendiri ‘self control, ke arah pembinaan dan
perwujudan diri sendiri (self realization).
3) Cooperative control/technique, yautu teknik pengendalian yang
merupakan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah dan bahkan
dengan orangtua murid dalam mengendalikan perilaku siswa yang
berdisiplin.
e. Pengelolaan Mutasi Siswa
Keluar masuknya siswa perlu dilakukan pendokumentasian, dalam hal ini
tentunya perlu diperhatikan secara teliti segala aturan dan persyaratan
untuk dapat masuk atau pindah, misalnya SPP, raport terdahulu, kesediaan
sekolah baru untuk menerima pindahan siswa dan persyaratan lainnya.
Pindah/keluar bisa juga berarti siswa lulus/tamat dari sekolah. Dalam hal
ini perlu dicatat dan diberikan bukti-bukti bahwa siswa yang bersangkutan
telah lulus dan sekolah secara sah seperti ijazah/STTB dan surat
keterangan lainnya. Pengelolaan dan pencatatan ini sangat penting untuk
menghindari penyalahgunaan di kemudian hari. Kita banyak menyaksikan
dalam pemberitaan tentang pemalsuan ijazah asli tapi palsu yang berasal
dari tidak baiknya proses pencatatan dan pengelolaan mutasi siswa.
f. Pembinaan Osis
Dalam pembinaan siswa juga termasuk pembinaan keorganisasian siswa
(OSIS/IKOSIS). Organisasi siswa sebagai wadah bagi siswa dalam
melatih
3. Pengelolaan Personalia/Kepegawaian
Agar pegawai dapat bekerja secara efektif dan produktif, diperlukan
personel-personel yang cerdas, terampil dan mempunyai moral (semangat
kerja) yang tinggi. Untuk memperoleh personel yang demikian maka
pengelolaan kepegawaian merupakan hal yang teramat penting untuk
dilaksanakan secara cermat, sistematis dan mantap. Dalam pengelolaan
kepegawaian ini ada beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian yaitu:
a. Perencanaan Pegawai
Dalam perencanaan pegawai perlu dilihat kebutuhan pegawai. Untuk
itu perlu dianalisis terutama menyangkut jumlah dan jenis pegawai yang
telah ada, beban dan volume kerja dari unit-unit yang ada dalam
organisasi serta kapasitas kerja pegawai.
Dalam rangka perencanaan pegawai di sekolah menyangkut pegawai
administratif dan edukatif. Untuk personal edukatif maka perencanaan
pengembangan perlu mempertimbangkan jumlah guru berdasarkan
bidang studi yang masih memerlukan atau dengan kata lain Harris (1977)
menyebutkan bahwa dalam rangka reassigment di sekolah perlu dilakukan
analisis profil kemampuan guru. Untuk itu maka operasional demand
(tuntutan operasional berupa kebutuhan pemeliharaan dan kebutuhan
perbaikan (improvement needs dan maintenance needs) perlu dipertimbangkan
dalam keputusan penambahan personel.
Sistem Pengadaan Kepegawaian di Indonesia tidak memungkinkan kepala
sekolah mengangkat sendiri pegawai yang dibutuhkannya, tetapi melalui
dinas pendidikan (Pemda) masing-masing.
Dalam rangka promosi dan mutasi, maka sekolah perlu melakukan
berbagai kegiatan, terutama memproses usul-usul baik mengenai kenaikan
gaji berkala, usul kenaikan pangkat, mutasi dan cuti. Disamping itu,
kepala sekolah juga bertanggung jawab untuk mempertimbangkan dan
mengusulkan seorang pegawai untuk promosi pada jabatan yang lebih
tinggi.
13 Profesi Kependidikan
4
Agar kegiatan promosi ini dapat merupakan dorongan untuk
berprestasi bagi guru lain yang belum dipromosikan, maka Kepala
Sekolah harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti prestasi kerja,
disiplin kerja, integritas dan dedikasi dan lain-lain secara objektif.
Sejauh mungkin dihindari perasaan like and dislike dalam mempromosikan
seorang personal.
b. Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai ialah usaha untuk memajukan dan meningkatkan
mutu, keahlian, keterampilan, pengetahuan dan moral serta disiplin
pegawai sehingga diperoleh personel yang memiliki profesionalisme
dalam pelaksanaan tugasnya.
6. Pengelolaan Keuangan
Kegiatan pengaturan keuangan di sekolah meliputi: kegiatan perencanaan
sumber keuangan, pengalokasian/penganggaran, pemanfaatan dan
pembukuan, penyimpanan, pengawasan, pertanggungjawaban dan pelaporan
keuangan sekolah. Dalam era otonomi sekolah yang didasarkan pada Paradigma
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki kewenangan dan
atau kewajiban untuk menyusun perencanaan anggaran sekolah yang
dituangkan dalam bentuk RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah).
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan masa
sekarang dalam pengelolaan keuangan adalah transparansi dan akuntabilitas.
Sebab dalam era keterbukaan sekarang apabila tidak dilakukan
transparansi maka akan menimbulkan kecurigaan masyarakat yang
berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan.
14 Profesi Kependidikan
0
orangtua yang permissive atau orangtua yang sangat demokratis merupakan
bentuk perilaku pengasuhan yang nantinya akan memengaruhi kebiasaan
anak, perilaku anak dan akhirnya prestasi belajar anak.
Sejumlah penelitian yang dilakukan para ahli telah menemukan
pengaruh keterlibatan keluarga/orangtua murid mulai dari jenjang
pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas. Hendarson
dan Mapp seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) telah mereview ratusan
kajian menyimpulkan bahwa tingginya kualitas keterlibatan keluarga
dalam program meningkatkan dan mendukung prestasi belajar siswa.
Secara khusus Grant dan Ray (2010) juga menyatakan bahwa siswa yang
keluarganya terlibat dalam pendidikannya, maka anak akan mendapatkan
keuntungan yaitu: 1) Earn higher grades and test scores, 2) Are less likely to be
retained in a grade, 3) Are more apt to have an accurate diagnosis for educational
placement in classes, 4) Attend school regularly, 5) Like school and adapt well to
it, 6) Have better social skills, 7) Have fewer negative behavior report, and, 8)
Graduate and go on to post secondary education.
Heath dan McLaughlin seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) menyatakan
bahwa keterlibatan orangtua murid dan masyarakat di sekolah sangat penting
sebab problem pencapaian prestasi/mutu pendidikan dan keberhasilan
akademik menuntut sumber-sumber yang sangat besar yang sering berada di
luar kemampuan sekolah bahkan juga di luar kemampuan orangtua. Mereka
mengidentifikasi bahwa perubahan demografi orangtua murid dan keluarga
bervariasinya perkembangan di antara siswa merupakan alasan bahwa sekolah
dan keluarga secara sendiri tidak dapat menyediakan sumber yang cukup untuk
meyakini bahwa semua anak mendapatkan pengalaman dan dukungan dalam
mencapai kesuksesan di sekolah dan masyarakat.
Banyak masalah-masalah pendidikan di sekolah yang tidak dapat
diatasi oleh sekolah tanpa kerja sama dengan orangtua murid/masyarakat.
Oleh karna itulah kepala sekolah harus melakukan pengelolaan hubungan
sekolah masyarakat ini secara intensif.
Elsbree & McNally menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan
masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk: 1) To improve the quality of children’s
learning and growing. 2). To raise community goals and improve the quality of
community living, 3). To Develop understanding, antusiasme and support for the
community programme of public education.
Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sangat penting dalam rangka
mendapatkan bantuan dan masyarakat, sebab melalui kegiatan ini dapat
diberikan penjelasan kepada masyarakat tentang program yang ingin dilakukan
14 Profesi Kependidikan
2
g. Flexibility, Prinsip ini menghendaki pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat bersifat fleksibel dalam rangka mengantisipasi perubahan-
perubahan kebutuhan dan kondisi dalam masyarakat lingkungan sekolah.
14 Profesi Kependidikan
4
kita lihat format-format administrasi ketatausahaan di sekolah yang harus
kita kuasai.
Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai
latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba
berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan
Anda.
SUPERVISI PENDIDIKAN 4
14 Profesi Kependidikan
6
dan hasil yang maksimal. Kemampuan mengajar tersebut tidak dapat hanya
dibentuk melalui lembaga penghasil guru (LPTK), tetapi perlu dilanjutkan
pembinaannya oleh lembaga di mana tenaga tersebut bertugas.
Demikian besar dan beratnya tugas, tanggung jawab, fungsi dan
peranan guru tersebut sehingga dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
ia sering dihadapkan kepada berbagai permasalahan, mulai dari masalah
pribadi sampai pada masalah yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai guru. Di antara guru-guru tersebut ada yang memiliki kemampuan
untuk mengatasi masalahnya, namun tidak sedikit yang tidak mampu
mengatasi masalahnya sendiri. Kondisi inilah sebenarnya yang membutuhkan
ada orang lain yang siap membantu mereka setiap saat, atau dengan kata lain
mereka membutuhkan pembinaan dari seorang kepala sekolah, pengawas
atau pejabat berwenang lainnya.
Sungguhpun guru sebelum bertugas sebagai guru dipersiapkan secara
optimal di perguruan tinggi (LPTK: FKIP, STKIP, IKIP, AKTA IV Mengajar)
tetapi kenyataan menunjukkan tidak semua guru di sekolah betul-betul
profesional dalam melaksanakan tugasnya, dalam kaitan ini Jacobson
menyatakan bahwa di sekolah/lembaga pendidikan ternyata tidak semua guru
tergolong well trained (terlatih baik) dan well qualified (berkualitas/kualifikasi
baik). Kenyataan tersebut dapat diamati dari:
1. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sering berubah
2. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang terlalu sarat beban
3. Seringnya siswa mengeluhkan gurunya mengajar dengan gaya yang sangat
tidak menarik, sehingga mereka merasa malas untuk belajar
4. Masih rendahnya mutu hasil belajar yang dibuktikan dengan hasil ujian
akhir yang masih belum memuaskan semua orang, apalagi kalau kita
membandingkan dengan prestasi anak-anak di berbagai negara.
Apa yang dikemukan oleh Jacobson tersebut juga diakui oleh Elsbree
dan McNally bahwa perkembangan sains dan teknologi yang demikian
cepat akan menjadi sebab perlu pemutakhiran kemampuan guru agar mereka
tidak ketinggalan zaman.
Hal senada juga diakui oleh berbagai penelitian seperti: beberapa studi
yang dilakukan dari Mohamad Nur (1994) sejak lama telah menyimpulkan
beberapa kelemahan guru sekolah menengah yaitu: kurang terlatih melakukan
praktik pengajaran yang mengarah pada keterampilan proses, sangat
dominan (teacher centered), penggunaan metode mengajar yang berkisar pada
ceramah, tugas atau ekspositori, serta kebanyakan guru tidak mengajar
14 Profesi Kependidikan
8
B. Pengertian dan Fungsi Pokok Supervisi
1. Pengertian dan Fungsi Supervisi
Sebelum membahas tentang fungsi supervisi dalam kegiatan
pendidikan, terlebih dahulu perlu ditambahkan kutipan yang berkenaan
dengan batasan supervisi yang dikemukakan oleh ahli–ahli yang sudah lama
berkecimpung dalam dunia supervisi kemudian dilanjutkan dengan batasan
yang lebih baru. Dalam Carter Good’s Dictionary of Education seperti
dikutip oleh Oteng Sutisna (1983), supervisi didefinisikan sebagai: Segala
sesuatu dari para pejabat sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada
penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan lain
dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan profesional
dan perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan
bahan pengajaran, dan metode-metode mengajar, dan evaluasi pengajaran.
Istilah supervisi yang berasal dari bahasa Inggris terdiri dari dua kata,
yaitu: super yang artinya di atas dan vision mempunyai arti melihat, maka
secara keseluruhan supervisi diartikan sebagai ‘’melihat dari atas’’. Dengan
pengertian itulah maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
oleh pengawas dan kepala sekolah -- sebagai pejabat yang berkedudukan di
atas -- atau lebih tinggi dari guru – untuk melihat atau mengawasi pekerjaan
guru. Dalam pengertian lain, supervisi merupakan peningkatan makna dari
inspeksi yang berkonotasi mencari-cari kesalahan. Jelaslah bahwa kesan seperti
itu sangat kurang tepat dan tidak sesuai lagi dengan zaman reformasi
seperti sekarang ini. Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidenfikasi
mana hal-hal yang sudah benar, mana yang belum benar, dan mana pula
yang tidak benar, dengan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan
pembinaan.
Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada
sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya agar kualitas
pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas
pembelajaran,tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu sudah
tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan di sekolah, berarti bahwa supervisi tersebut sudah sesuai
dengan tujuannya. Oleh karena siswalah yang menjadi pusat perhatian dari
segala upaya pendidikan, berarti supervisi sudah mengarah pada
subjeknya.
Sebetulnya apabila dicermati secara rinci, kegiatan supervisi sesuai dengan
konsep pengertiannya, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Supervisi
akademik, dan(2) Supervisi administrasi.
a. Supervisi akademik adalah supervisi menitikberatkan pengamatan
pada masalah akademik, yaitu langsung berada dalam lingkup kegiatan
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika
sedang dalam proses belajar.
b. Supervisi administrasi yang menitikberatkan pengamatan pada aspek–
aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya
pembelajaran.
Kepala sekolah setiap hari selalu berada di sekolah dan sangat memahami
kehidupan sekolah setiap hari, sehingga sudah selayaknya kepala sekolah selalu
mengarahkan perhatiannya pada supervisi akademik, sedangkan pengawas
yang relatif lebih jarang datang ke sekolah karena jumlah sekolah yang
menjadi pembinaannya cukup banyak biasanya lebih cenderung mengarahkan
perhatiannya pada supervisi administrasi. Hal ini sebenarnya yang menjadi
permasalahan, sebab baik kepala sekolah maupun pengawas sekolah harusnya
kedua-duanya memberikan perhatian pada pembinaan aspek akademik
meskipun tidak meninggalkan pembinaan aspek administratif, tetapi porsi
yang lebih besar diberikan pada pembinaan aspek akademik.
Batasan supervisi sering kabur dan agak membingungkan pembaca karena
mengandung beberapa konsep. Kimball Wiles sebagaimana dikutip
Suriansyah (2010), menyatakan bahwa Supervisi adalah bantuan dalam
pengembangan situasi belajar–mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih
baik’. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang
diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru untuk memperbaiki
proses pembelajaran yang dilakukannya. Perbaikan proses pembelajaran
inilah yang akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa. Kerangka berpikir
ini mengindikasikan bahwa guru memegang peran yang sangat strategis dan
urgen dalam pembelajaran siswa. Meskipun demikian tidak dipungkiri
bahwa masih banyak variabel lain yang juga berpengaruh pada prestasi
belajar siswa, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini akan dapat
ditelusuri dengan baik apabila kegiatan supervisi dapat dilakukan secara
terus-menerus, intensif, baik dan cermat. Supervisi yang intensif kepada guru,
secara tidak langsung siswa akan kena dampaknya yaitu ikut terangkat
prestasi belajarnya. Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa supervisi
bertujuan untuk membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa
peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu juga supervisi juga
membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan
dan kebutuhan siswanya. Hal ini penting karena guru memang harus
mampu sejauh mungkin memenuhi kebutuhan siswa. Demikian juga
bantuan tersebut diberikan kepada guru agar mampu mengidenfikasi
kesulitan individual siswa sehingga dapat merencanakan pembelajaran secara
lebih tepat, melalui analisis kebutuhan dan kondisi yang dimiliki oleh siswa.
15 Profesi Kependidikan
0
Selain apa yang telah disebutkan di atas pada hakikatnya supervisi juga
membantu guru agar memiliki kemampuan dalam mengembangkan kecakapan
pribadi. Supervisi juga bertujuan membentuk moral kelompok yang kuat
dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara
akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu sama lain.
Perkembangan mutakhir tentang supervisi dikemukakan oleh Sergiovanni
(1980) yang menyatakan bahwa supervisi bukan hanya dilakukan oleh pejabat
yang sudah ditunjuk tetapi oleh seluruh personel yang ada di sekolah (by the
centre school staffs). Tujuan utama kegiatan supervisi adalah meningkatkan
kualitas pembelajaran, harapan akhirnya juga pada prestasi belajar siswa.Tentu
saja peningkatan tersebut tidak dapat hanya mengenai satu aspek saja,
tetapi semua unsur yang terkait dengan proses pembelajaran, antara lain
siswa itu sendiri, guru dan personel lain, peralatan, pengelolaan, maupun
lingkungan tempat belajar.
Berpijak pada batasan pengertian tersebut maka sedikitnya ada tiga
fungsi supervisi, yaitu: (1) sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran
(2) sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur
yang terkait dengan pembelajaran, dan (3) sebagai kegiatan memimpin dan
membimbing.
15 Profesi Kependidikan
2
untuk mampu menjadi pemimpin dikemudian hari. Pembinaan dalam
rangka pengembangan dan aktualisasi potensi diri secara optimal inilah
sebenarnya yang menjadi hakiki dan tujuan pembinaan oleh supervisor.
15 Profesi Kependidikan
4
dengan komunikasi pula kepala sekolah dapat meyakinkan semua orang
dan semua sumber untuk bekerja dan membantu pencapaian visi dan misi
sekolah.
Selain itu sebagai manajer kepala sekolah harus dapat menentukan dan
memilih staf pembantunya dalam pengelolaan sekolah (ingat paling sedikit
ada 6 (enam) macam pengelolaan sekolah yaitu: pengelolaan pengajaran,
kesiswaan, kepegawaian, alat pelajaran, sarana pendidikan dan pengelolaan
hubungan sekolah dengan masyarakat). Staf tersebut harus mereka yang
memiliki loyalitas dan komitmen terhadap tugas dan komitmen terhadap
prestasi. Satu ungkapan tentang manajer yang baik adalah “a good manager
is doing the thins by other people”, memang seorang manajer tidak akan dapat
bekerja tanpa bantuan orang lain.
Di samping kepala sekolah, sebagai orang yang langsung berhadapan
dengan guru-guru, maka pengawas juga merupakan salah satu komponen
yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas sumber daya guru.
Pengawas dalam pendidikan memiliki fungsi pengontrol dan pembina
terhadap keberhasilan pendidikan. Peran pengawas amat menentukan terhadap
tercapainya target kurikulum yang ditentukan sekolah. Untuk itu idealnya
seorang pengawas harus mempunyai kemampuan untuk:
1. Membuat rencana kerja yang bersifat rasional, tetapi aplikatif untuk
situasi dan kondisi di lingkungan sekolah dan guru-guru yang menjadi
binaannya.
2. Memonitor kerja guru dan kepala sekolah serta hasilnya.
3. Mengorganisir pertemuan-pertemuan kepala sekolah, untuk
membicarakan masalah-masalah yang muncul pada saat pembinaan
guru oleh kepala sekolah, untuk selanjutnya didiskusikan bersama
bagaimana cara pemecahannya.
4. Bersama dengan kepala sekolah mengorganisir pertemuan guru. Dalam
pertemuan ini perlu dimintakan komentar guru tentang permasalahan
yang dihadapinya dalam melaksanakan pengajaran, kemudian didiskusikan
bersama antara kepala sekolah, pengawas dan guru untuk mencari
solusinya.
15 Profesi Kependidikan
6
1. Perencanaan yang bersifat kerja sama dan hubungan yang bersifat
kemitraan, yaitu kerja sama guru, kepala sekolah, murid dan orangtua
murid dalam perencanaan pengembangan prestasi sekolah, dengan
menggunakan pendekatan kemitraan bukan atasan bawahan.
2. Rasa komunitas, yaitu perasaan diakui sebagai anggota komunitas
oleh guru dan staf administrasi dapat mengurangi rasa terasing dan
meningkatkan prestasi akademik, hal ini dapat dilakukan melalui cara
seremonial, simbol-simbol, aturan (seragam sekolah, seragam dinas,
dan lain-lain).
3. Tujuan yang jelas dan harapan yang tinggi yang ditentukan bersama.
Tujuan yang jelas akan mempermudah semua orang dalam merumuskan
kegiatan yang harus dilakukan serta mengarahkan sumber daya manusia
yang dimiliki oleh sekolah. Demikian juga sekolah yang memiliki
harapan yang tinggi, tapi realistis terhadap prestasi belajar siswanya
akan dapat memacu motivasi dan kinerja guru untuk mencapainya.
Apabila hal ini dapat tercipta, maka akan tumbuh pula perasaan yang
sama di kalangan siswa-siswa untuk berprestasi secara optimal.
4. Teratur dan disiplin, yang didasarkan pada aturan-aturan yang jelas
dan masuk akal serta adil yang diberlakukan secara konsisten akan
membantu mengomunikasikan rasa sungguh-sungguh dan memiliki
tujuan yang dengannya sekolah melakukan tugasnya. Selain itu teratur
dan disiplin dapat mengurangi penyimpangan perilaku yang
mengganggu proses belajar dan memungkinkan peningkatan rasa
bangga dan bertanggung jawab dalam komunitas sekolah.
15 Profesi Kependidikan
8
kepemimpinan kepala sekolah menentukan performansi sekolah yang
tinggi dalam budaya kerja berkualitas. Oleh sebab itulah Permen Diknas
Nomor 12 dan 13 Tahun 2007 antara lain menyatakan bahwa kompetensi
kepala sekolah dan pengawas sekolah harus memiliki kompetensi untuk
melakukan pembinaan kepada guru-guru dalam melaksanakan penelitian
tindakan kelas dan karya ilmiah lainnya. Kepala sekolah adalah pembina,
pembimbing, fasilitator, motivator dan mitra kerja bagi guru-guru dalam
meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Dalam berbagai kajian
kepemimpinan sekolah, kepala sekolah memiliki fungsi EMASLIM dalam
rangka menjalankan sekolah menuju sekolah yang unggul. Dalam konteks
pembinaan guru dalam keterampilan penelitian inilah maka kepala sekolah
harus memiliki kemampuan dan keterampilan penelitian tindakan sekolah
(school action research).
Dinas Pendidikan
Institusi yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan menurut peraturan pemerintah dalam era
otonomi adalah dinas pendidikan. Oleh sebab itu, institusi ini memegang
peranan penting dalam pembinaan dan pengembangan kualitas tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Diperlukan manajemen ketenagaan
yang baik dan efektif. Tanpa hal tersebut maka kualitas tenaga pendidik dan
kependidikan tidak akan berkembang.
16 Profesi Kependidikan
0
3. Pendekatan Kolaboratif
a. Pengertian
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non direktif menjadi suatu pendekatan baru.
Pada pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama
bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam
melaksanakan proses percakapan tentang masalah yang dihadapi guru
dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada
gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.
Dengan demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada
dua arah; yaitu dari supervisor kepada guru sebagai orang yang dibina
dan dari guru kepada supervisor secara timbal balik.
b. Karakteristik Pendekatan Kolaboratif
Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah bentuk
pelayanan yang diberikan kepada guru dengan tujuan utamanya
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama proses belajar
dan pembelajaran yang dilakukan dengan harapan tercipta proses
pembelajaran yang berkualitas. Oleh sebab itu, kegiatan supervisi
diarahkan untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya agar dapat mencapai target yang diinginkan. Untuk itulah
diperlukan pendekatan supervisi yang tepat. Salah satu
pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan
supervisi adalah pendekatan kolaboratif. Pendekatan kolaboratif
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja.
2. Kedua belah pihak berbagi kepakaran.
3. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri
yakni, saya memcoba memahami apa yang dilakukan oleh orang
yang saya amati.
4. Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka
atau fleksibel dan tujuannya jelas.
5. Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah
berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan
reflektif.
16 Profesi Kependidikan
2
terkait dengan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Ia juga memberikan
keleluasaan bagi seorang guru untuk menyampaikan ide, gagasan, serta
pikiran yang dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan kesan bahwa seorang
supervisor dengan pendekatan ini akan menjadi bagian dari diri guru yang
tidak terpisahkan. Suasana akrab menjadi ciri khas yang mendukung terhadap
kinerja supervisor dalam memahami guru yang ia hadapi.
Di sisi lain supervisor harus siap memberikan solusi terhadap persoalan-
persoalan yang muncul dari guru. Supervisor harus memiliki kepekaan yang
tinggi dalam merespons setiap gejala yang muncul beserta
permasalahannya dari guru-guru. Dengan memahami keadaan guru secara
mendalam, diharapkan supervisor mampu memberikan problem solving yang
tepat. Dengan pendekatan kolaboratif supervisor lebih mudah untuk
mendapatkan data- data yang valid dan reliable yang menjadi titik tolak
untuk melakukan follow up dalam rangka meningkatkan kualitas serta
kompetensi guru, sehingga ia mampu melaksanakan tugasnya secara
maksimal. Pendekatan ini memberikan warna tersendiri bagi guru, sehingga
guru tidak merasa tertekan, namun ia merasa memiliki seorang mitra yang
bisa diajak teman “curhat”.
16 Profesi Kependidikan
4
Pada tipe guru yang semacam ini untuk mengembangkannya tidak
dapat dilakukan secara drastis, tapi perlu dilakukan dengan langkah-
langkah yang tepat. Guru semacam ini sering bertahan dengan cara
pengajarannya dan menolak untuk minta bantuan supervisor serta kurang
berpartisipasi dalam kelompok kerja guru, karena merasa kurang mampu
mengimbangi teman-teman lain. Akibatnya dia sering menekan siswa untuk
tunduk pada aturan yang dia buat, atau mereka beralasan bahwa mereka
ditempatkan pada kelas yang salah, bidang studi yang tidak cocok dengan dia
atau pada sekolah yang salah.
Untuk itu supervisor perlu mulai mengembangkan sikap terbuka dan mau
berkomunikasi dengan guru-guru lain secara lebih meluas serta membantu
dengan cara menunjukkan berbagai keberhasilan teman-temannya baik
keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran maupun keberhasilan dalam
karier (pengalaman dirinya sendiri atau pengalaman guru lain sebagai hasil
pembinaan diri) serta memberikan gagasan-gagasan baru tentang pengajaran
dan pembelajaran (presenting ideas menurut konsep Glickman).
Problem lain yang perlu mendapatkan prioritas dalam pelayanan supervisi
pengajaran adalah yang berkaitan dengan masalah layanan edukatif atau
administratif. Jawaban terhadap masalah ini jelas bahwa sebaiknya yang
menjadi prioritas bagi supervisor adalah pengembangan dan peningkatan
bidang edukatif dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar yang
profesional. Meskipun demikian bukan berarti teknis administratif seperti
perencanaan mengajar dan lain-lain tidak penting. Kedua masalah tersebut
penting menjadi perhatian, tetapi prioritas pertama harus mengarah
kepada peningkatan proses pembelajaran (supervisi akademik).
Hal tersebut di atas penting dilakukan sebab hakikat supervisi pengajaran
pada dasarnya adalah upaya membantu guru agar lebih efektif dalam
melak- sanakan proses belajar mengajar. Penekanan pada bidang tertentu
(teknis edukatif ini sudah dipertegas oleh berbagai kajian tentang supervisi
pendidikan oleh banyak ahli. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
supervisi yang lebih ditekankan pada pelayanan teknis edukatif kepada
guru-guru mampu meningkatkan kompetensi guru dan kualitas belajar
mengajar. Oleh sebab itu sangat kurang tepat kalau supervisor dalam
melaksanakan supervisinya hanya melihat daftar hadir guru, satuan pelajaran
atau administrasi kelas lainnya yang bersifat teknis administratif, tanpa
dilanjutkan dengan pembinaan proses belajar mengajar, dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan karakteristik guru
yang disupervisi.
Bagaimana pendekatan/orientasi supervisi pengajaran yang tepat dan
kriteria memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik guru yang
disupervisi akan diuraikan pada bagian tersendiri.
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
Pemilihan Pendekatan/Orientasi Supervisi Pengajaran yang
Digunakan dalam Pembinaan Guru
Salah satu problem dalam kegiatan supervisi pengajaran yang langsung
menyentuh dan sangat menentukan keberhasilan supervisi pengajaran adalah
memilih pendekatan yang digunakan. Hal ini disadari karena selama ini diakui
dalam kenyataan praktik penyelenggaraan sekolah, supervisi pengajaran sudah
sangat dikenal dan bahkan sudah sering dilakukan di sekolah-sekolah,
tetapi belum menampakkan hasil yang optimal. Hal ini sangat mungkin
disebabkan oleh karena pelaksanaannya sendiri belum didasarkan oleh
suatu konsep dasar dan pendekatan/orientasi yang tepat. Dengan kata lain
pelaksanaan supervisi pengajaran yang sering dilakukan belum
memperhitungkan situasi, kondisi dan tipe/karakteristik guru yang
disupervisi, sehingga sering terjadi semua guru disupervisi dengan cara
yang sama. Padahal seharusnya cara dan orientasi supervisi pengajaran
harus didasarkan pada karakteristik orang yang disupervisi, sebab dalam
dunia ini tidak akan ada dua orang yang sama meskipun mereka saudara
kembar (individual deferences). Keadaan ini menumbuhkan pertanyaan
seperti: Apakah seorang supervisor harus menggunakan pendekatan
direktif, kolaboratif atau pendekatan non direktif dalam melakukan
pembinaan terhadap guru.
Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut berikut ini
akan diuraikan macam pendekatan, perilaku supervisor dalam masing-masing
pendekatan dan bagaimana memilih pendekatan yang paling cocok sesuai
dengan karakteristik guru.
Menurut Glickman (l98l), perilaku supervisor dalam proses supervisi
pengajaran pada dasarnya digolongkan ke dalam 10 perilaku yaitu:
listening, clarifying, encouraging, presenting, problem solving, negotiating,
demonstrating, standardization, dan reinforcing. Ke sepuluh perilaku supervisor
tersebut akan dijelaskan masing-masing di bawah ini.
1. Mendengarkan (Listening), berarti supervisor mendengarkan segala apa
yang diungkapkan oleh guru, baik masalah, kendala, kekuatan maupun
kelemahan guru menurut penilaian mereka sendiri dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk itu supervisor harus
memiliki kemampuan untuk menyimak semua pembicaraan guru dan
membuat rekaman tentang apa yang disampaikan guru tentang dirinya.
Dalam hal ini supervisor jangan menginterupsi pembicaraan guru.
Supervisor memberikan kebebasan kepada guru untuk
mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya dengan segala
permasalahan yang dihadapinya khususnya permasalahan yang
memengaruhi kinerjanya
16 Profesi Kependidikan
6
sebagai guru. Bahkan apabila guru tidak dapat mengungkapkan tentang
dirinya, supervisor harus dapat mendorong dan mengarahkan agar
guru memiliki keberanian banyak bercerita menurut bahasa dan
persepsinya sendiri secara bebas tanpa tekanan apalagi paksaan.
Dengan demikian guru akan bercerita apa yang sebenarnya tentang
dirinya.
Di sini diperlukan kemampuan supervisor dalam menggali informasi dan
memicu munculnya informasi dari guru.
2. Mengklarifikasi (Clarifying), berarti supervisor mempertegas apa yang
dikemukakan oleh guru tentang masalah yang dihadapinya dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Mempertegas kembali dalam hal ini
adalah merumuskan apa sebenarnya masalah utama/pokok yang dihadapi
guru, sebab ada kemungkinan guru tidak tahu atau tidak mengerti apa
sebenarnya masalah pokok yang dihadapinya dalam melaksanakan proses
belajar mengajar di kelas, misalnya dengan mengajukan pertanyaan “ Apa
yang kamu maksudkan dengan sulit memotivasi siswa dalam
belajar……?” atau apakah yang bapak/ibu maksudkan dengan kurang
perhatian anak dalam belajar itu siswa banyak bicara dengan teman
membuat keributan sendiri atau apa. ?
3. Mendorong (Encouraging), berarti supervisor mendorong guru agar
bersedia kembali mengemukakan masalahnya apabila dirasa tidak
jelas. Dalam hal ini supervisor dapat mengemukakan dalam bentuk
pertanyaan- pertanyaan yang bertujuan agar guru mengungkapkan
masalahnya secara terbuka. Guru sering mengungkapkan permasalahan
yang sifatnya hanya kulit luar dari permasalahan, sehingga bukan masalah
sebenarnya. Untuk itu diperlukan kemampuan teknik bertanya dari
seorang supervisor.
4. Mempresentasikan (Presenting), berarti supervisor menyajikan atau
menyampaikan dan mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang
strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah atau upaya
yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelasnya, sehingga dapat meningkatkan mutu hasil belajar
siswa.
Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan supervisor menyajikan gagasan
secara menarik, mudah dipahami, mudah dicerna dan menumbuhkan
motivasi bagi guru untuk mengetahui lebih dalam.
5. Memecahkan masalah (Problem Solving), berarti supervisor berupaya
memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru bersama-sama dengan
guru. Peran supervisor lebih diutamakan sebagai pemancing lahirnya
alternatif-alternatif pola pemecahan masalah oleh guru sendiri.
16 Profesi Kependidikan
8
melihat bapak/ibu dalam mengajar minimal menggunakan alat bantu
pengajaran yang dibuat oleh guru dari barang bekas. Atau supervisor
minta kepada guru minggu depan saya ingin melihat bapak/ibu mengajar
menggunakan 3 (tiga) model gabungan pendekatan kolaboratif yang dapat
memicu kreativitas dan inovasi siswa.
10. Memberi penguatan (Reinforcing) kepada orang yang disupervisi. Ini
berarti supervisor menggambarkan kondisi-kondisi yang
menguntungkan bagi guru kalau dia dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara baik, atau memberikan pujian-pujian, harapan
promosi dan sebagainya. Supervisor dalam memberikan penguatan
harus berdasarkan kenyataan, bukan sesuatu yang dibuat-buat untuk
menyenangkan hati guru.
17 Profesi Kependidikan
0
d. Supervisor bersama-sama guru bernegosiasi untuk bagi tugas dalam
rangka mengimplimentasikan alternatif pemecahan masalah yang
terpilih.
3. Orientasi Non Directive
Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah psikologi humanistik, yaitu
belajar itu merupakan keinginan individu untuk menemukan rasionalitas.
Oleh sebab itu, guru-guru diasumsikan mampu menganalisis dan
memecahkan masalahnya sendiri dalam proses belajar mengajar. Peran
supervisor di sini hanya sebagai fasilitator dengan sedikit memberikan
pengarahan kepada guru-guru. Oleh karena itu, supervisor harus tahu
kedudukannya secara informal. Ia harus mengurangi cara-cara yang
bersifat struktural dan birokratis. Supervisor dalam hal ini berasumsi
bahwa peranannya sebagai pelayan dan pembantu guru untuk
mengajar lebih efektif beranggapan bahwa guru-guru lebih dewasa dan
mampu menganalisis segala permasalahan yang dihadapinya dalam proses
belajar mengajar. Supervisor dalam sisi ini mempunyai asumsi bahwa:
a. Pengawasan terhadap situasi tergantung pada tuntutan dari problem.
b. Keahlian adalah fungsi dari pengetahuan dan pengalaman bukan
karena kedudukan/posisi dalam organisasi.
c. Produk dari pekerjaan guru dapat dievaluasi secara baik dengan
menggunakan alat pengukuran performansi.
d. Seorang dapat belajar dengan baik apabila dihadapkan dengan situasi
tertentu dan dengan bantuan seperlunya, mereka menemukan sendiri
pemecahannya.
e. Guru sangat memerlukan perasaan untuk didengarkan dan dipahami
pendapat dan perasaan, serta masalah dan keluhannya.
f. Pengajaran adalah proses yang kompleks dan pekerjaan yang baik
untuk seseorang belum tentu baik bagi yang lain, oleh sebab
itu diperlukan gambaran sendiri oleh guru tentang problem dan
solusinya. (Oliva, 1984).
Hal tersebut di atas tidak berarti supervisor harus pasif dan guru
mempunyai hak yang tanpa batas dalam melaksanakan proses
pembelajaran, tetapi supervisor juga memiliki peran penting dalam membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru. Keaktifan supervisor tampak
dari perilaku- perilaku sebagai berikut:
Tidak tahu apa yang dapat dilakukan Dapat membuat banyak alternatif perencanaan
Selalu tampak tidak mampu, dengan berkata Bisa memilih satu alternatif dan memikirkan
seperti tolonglah saya… langkah-langkahnya secara tepat
Hanya mempunyai satu respons terhadap Biasa terhadap masalah, karena selalu memiliki
masalah solusi terbaik
Kuadran I Kuadran II
Droup Out Teachers Unfocused Teachers
ABSTRAKSI RENDAH
Tipe guru yang berada pada kuadran 1 (drop out teachers) adalah mereka
yang mempunyai komitmen rendah dan abstraksi rendah. Ia termasuk guru
yang tidak bermutu karena hanya melakukan tugas rutin tanpa tanggung
jawab dan perhatiannya hanya sekadar untuk mempertahankan pekerjaannya
yang ada. Hal itu dia lakukan sekadar untuk mempertahankan pekerjaan
agar tidak diberhentikan.
Dia memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya.
Ia tidak tertarik untuk memikirkan perubahan yang perlu dibuat dan hanya
puas dengan melaksanakan tugas rutin, meskipun orang sedang melakukan
perubahan besar-besaran dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, guru
droup out ini hanya mengerjakan apa yang telah dia lakukan selama ini tanpa
ada upaya perbaikan apalagi pembaruan. Dia tidak merasa perlu adanya
perkembangan atau usaha peningkatan personal maupun profesional.
Tipe guru yang berada pada kuadran 2 (unfocused teachers) adalah guru
yang mempunyai komitmen yang tinggi, tapi rendah abstraksinya. Dia
merupakan guru yang antusias dan penuh perhatian dan bekerja keras,
berdisiplin dalam bekerja serta semangat yang tinggi. Tetapi dia merupakan
guru yang tidak memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah
yang dihadapai dalam proses pembelajaran apalagi untuk memecahkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan tugasnya, baik masalah yang
dihadapi siswanya dalam belajar maupun yang dihadapinya sendiri dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Kalau ada masalah yang
dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran, guru semacam ini akan
kebingungan bagaimana menyelesaikannya dan harus berbuat apa. Untuk itu
dia cenderung mencari orang lain untuk membantu menyelesaikan
masalahnya. Akibatnya
17 Profesi Kependidikan
4
guru semacam ini jarang sekali menyelesaikan suatu tugas dan usaha peningka-
tan belajar mengajar secara tuntas.
Tipe guru yang berada pada kuadran 3 (analytical observers) yaitu guru yang
memiliki komitmen rendah terhadap tugas, tetapi guru ini memiliki
abstraksi tinggi. Dia merupakan guru yang inteligen (pintar, cerdas) mampu
memberikan gagasan, pemikiran dan ide-idenya yang baik, yang dapat
dilakukan dalam kelas atau sekolah secara keseluruhan untuk keberhasilan
sekolah. Tetapi dia tidak memiliki kemauan dan tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan atau mengaplikasikan gagasannya dalam proses
pembelajaran yang dia lakukan sendiri. Dia tahu apa yang seharusnya ia
kerjakan untuk peningkatan proses belajar mengajar, tetapi tidak bersedia
mengorbankan waktunya, energi dan perhatiannya khusus untuk
melakukan tugasnya tersebut. Tipe guru yang tergolong analytical observer
ini sering memberikan kritik yang tajam terhadap apa kebijakan kepala sekolah
tentang sekolah atau tentang proses pembelajaran secara kritis dan sering
secara terbuka. Di samping itu juga dia sering memberikan analisis dan kritik
yang tajam kepada guru lain dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
menurut dia belum baik dan mungkin strategi pembelajaran yang dilakukan
oleh guru lain tidak akan meningkatkan hasil belajar secara optimal. Tetapi
dia hanya pintar memberikan analisis dan kritik saja, pada bidang tugasnya
sendiri hal tersebut tidak dapat dia lakukan seperti apa yang dia katakan
tersebut. Dengan kata lain dia hanya pintar mengkritik tetapi tidak mampu
bekerja. Guru semacam ini sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sekolah
sehari-hari.
Guru pada kategori ini juga termasuk guru yang gagal dalam melaksanakan
pembelajaran, meskipun dia mampu memberikan analisis yang tajam dan
kritis serta mampu melihat kesalahan orang lain dalam melaksanakan
proses pembelajaran, tetapi kalau dia diminta untuk melakukan pembelajaran
seperti yang dia katakan ternyata dia juga gagal.
Tipe guru yang berada pada kuadran 4 (profesional teachers) yaitu guru yang
mempunyai komitmen yang tinggi dan abstraksi yang tinggi. Guru tipe ini
disiplin, energik, antusias dalam melaksanakan tugas. Dia aktif secara
kontinu meningkatkan dirinya, siswanya bahkan membantu orang lain.
Disamping itu dia juga dapat memikirkan tentang tugas, mengidentifikasi
masalah dalam pembelajaran, menganalisis masalah serta
mempertimbangkan alternatif, membuat pilihan yang rasional dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapinya. Hal lain yang juga
tampak dari guru profesional ini adalah kemampuan yang tinggi dalam
mengembangkan rencana tindakannya dalam proses pembelajaran dengan
mempertimbangkan berbagai hal sehingga dapat menghasilkan siswa yang
berprestasi.
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
Guru pada tipe kuadran 4 ini selalu berusaha mengajak siswanya
maupun teman sejawatnya untuk menunaikan tugas kewajibannya dalam
merencanakan berbagai alternatif, membuat program yang rasional serta
melaksanakan kegiatan secara efektif. Dia tidak hanya mampu mencetuskan
ide-ide, aktivitas maupun sarana penunjang, tetapi ia juga terlihat secara aktif
dalam melaksanakan suatu rencana sampai selesai. Guru yang masuk dalam
tipe kategri IV (profesional) ini pada dasarnya adalah seorang guru pemikir
dan sekaligus sebagai pelaksana (he is thinker and doer).
Dari penjelasan tentang kriteria untuk menentukan pendekatan yang tepat
tersebut di atas, kita akan dapat menjawab pertanyaan tentang pendekatan
mana yang paling baik dalam supervisi pengajaran. Sebab mencocokkan
pendekatan yang tepat adalah berdasarkan kategori guru sebagaimana
yang diuraikan pada bagian di atas. Pendekatan supervisi yang cocok bagi
supervisor berdasarkan kategori guru di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 1 yaitu guru yang memiliki
komitmen rendah dan rendah abstraksi (teacher’s drop out) maka
pendekatan yang paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor
dalam membina guru semacam ini adalah pendekatan direktif. Dalam
menerapkan pendekatan direktif maka perilaku supervisor
ditunjukkan dengan 5 (lima) macam perilaku yaitu:
Mengklarifikasi masalah-masalah yang dihadapi guru baik melalui
pertemuan awal maupun melalui observasi kelas.
Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-
pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide
pemecahan masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Mendemonstrasikan atau memberikan contoh dengan praktik
langsung di hadapan guru-guru bagaimana cara melakukan
pembelajaran yang baik untuk pemecahan masalah yang harus
dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang
profesional.
Menetapkan standar pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah.
Supervisor harus sudah memiliki standar untuk disampaikan kepada
guru-guru yang dibinanya.
Memberikan reinforcement kepada guru agar ia melaksanakan tugas
yang diberikan dengan baik dan benar.
2. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 2 yaitu: guru yang abstraksinya
rendah, tetapi komitmennya tinggi (Unfocused worker) pendekatan yang
17 Profesi Kependidikan
6
paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor pada saat membina
guru dalam kategori unfocused worker adalah kolaboratif dengan
penekanan pada penyajian gagasan dari supervisor (Collaboratif
orientation with emphasis on presenting supervisor ideas). Mengapa hal ini
perlu dilakukan karena pada kategori ini guru sudah komitmen tetapi
abstraksinya yang rendah, sehingga mereka perlu diberikan wawasan dan
pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana kegiatan
pembelajaran yang efektif di dalam kelas.
3. Untuk tipe guru yang berada pada kuadran 3, yaitu guru yang memiliki
abstraksi tinggi tetapi memiliki komitmen yang rendah (analytical observer).
Untuk guru yang termasuk dalam kategori ini maka kepada supervisor
yang membinanya disarankan untuk menggunakan pendekatan/orientasi
kolaboratif dengan penekanan pada negosiasi (collaboratif orientation with
emphasis on negotiating). Mengapa hal ini dilakukan karena kita ketahui
guru dalam kategori ini memiliki kecerdasan yang bagus, banyak gagasan
yang dia miliki dan dia kritis dalam menganalisis perilaku
pembelajaran di dalam kelas. Yang dibutuhkan bagi guru semacam ini
adalah negosiasi supervisor dengan guru untuk membuat keputusan
bersama apa dan bagaimana melakukan perbaikan dalam
pembelajaran.
Pada kelompok guru yang berada pada kuadran 2 dan kuadran 3, tampak
sama-sama menggunakan pendekatan kolaboratif, yang berbeda hanya
pada penekanan perilaku tertentu. Dalam menerapkan pendakatan
Kolaboratif ini, maka perilaku supervisor tergambar dalam 4 (empat)
macam perilaku pokok yaitu:
Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru,
sehingga bisa dipahami secara utuh, lengkap dan akurat.
Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-
pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide
pemecahan masalah yang dihadapi guru dari supervisor selanjutnya
dipadukan dengan ide-ide, gagasan dan alternatif pemecahan masalah
yang diungkapkan oleh guru.
Memecahkan masalah, dalam hal ini supervisor bersama-sama
guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan
menentukan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar di
kelas.
Negotiating, yaitu supervisor bersama guru mengadakan negosiasi
untuk membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif
pemecahan masalah yang terpilih pada perilaku pemecahan masalah.
17 Profesi Kependidikan
8
BAB
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan strategis dan memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Melalui proses pendidikan yang tepat dan berkualitas, maka
suatu bangsa akan mempunyai sumber daya manusia yang memiliki keahlian,
terampil, kreatif, inovatif dan produktif yang didasari oleh keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas manusia yang demikian
sangat diperlukan dalam era global dan era desentralisasi sekarang sehingga
SDM suatu daerah dapat membangun daerahnya sendiri dan bersaing secara
nasional dan global.
Pada era globalisasi dan era informasi dengan tingkat persaingan yang
sangat ketat ini maka pembangunan bidang pendidikan, mutlak harus terus-
menerus ditingkatkan dan disempurnakan baik kualitas tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta lebih-lebih
penyempurnaan yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan
pendidikannya, khususnya manajemen dan penyelenggaraan proses
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian diharapkan
program pendidikan dan program pembelajaran di tingkat sekolah
senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan manusia
Indonesia.
179
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
Berbagai upaya peningkatan dan perbaikan sistem dan peningkatan mutu
telah banyak dilakukan oleh pemerintah termasuk peningkatan anggaran
pendidikan baik APBN maupun APBD dengan kewajiban mengalokasikan
anggaran sebesar 20%. Tetapi apabila kita amati kondisi pendidikan kita
pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang
paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan dan hasil belajar siswa,
sehingga menimbulkan pertanyaan apa yang salah dalam penyelenggaraan
pendidikan?. Dari berbagai kajian tentang hal tersebut, paling tidak ditemukan
beberapa faktor penyebab yaitu:
1. Lembaga pendidikan lebih cenderung menganut pendekatan produksi.
Pendidikan nasional masih mengarah pada pendekatan produksi bukan
proses. Akibatnya yang menjadi perhatian utama adalah aspek-aspek yang
membuat produk berkualitas tanpa melihat proses yang terjadi untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Padahal di sadari tidak ada produk
berkualitas tanpa proses yang berkualitas. Proses berkualitas dalam dunia
pendidikan berbeda dengan proses dalam dunia usaha.
2. Penyelenggaraan pendidikan lebih cenderung diselenggarakan secara
birokratis sentralistik, meskipun sudah berada dalam era otonomi daerah.
Ada kecenderungan di daerah sampai tgingkat sekolah selalu
menunggu arahan pusat atau kebijakan pusat, tanpa dipahami sesuai atau
tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah pada saat itu. Akibatnya sering
kebijakan yang seragam secara nasional tidak dapat dilaksanakan di
tingkat daerah lebih-lebih di tingkat sekolah. Hal tersebut sering terjadi
seperti bantuan untuk sekolah justru tidak tepat dengan kebutuhan
sekolah.
3. Minimnya peran serta masyarakat sekolah seperti guru, orangtua
murid dan masyarakat lainnya dalam menentukan kebijakan sekolah,
akibatnya mereka kurang merasa memiliki dan tanggung jawab dalam
membina serta memelihara sekolah, meskipun disana terdapat anaknya
sedang mengikuti proses pendidikan. Sikap masyarakat yang
menyerahkan sepenuhnya putra-putri mereka ke sekolah secara
mutlak menjadi salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap
mutu pendidikan.
18 Profesi Kependidikan
0
berdedikasi tinggi serta memiliki keterampilan yang baik dalam melakukan
pengelolaan proses pembelajaran di kelas.
Salah satu kebijakan nasional dan kebijakan daerah dalam penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya perbaikan penyelenggaraan
pendidikan adalah perbaikan manajemen yaitu manajemen peningkatan
mutu yang berbasis pada pemerintah pusat, menjadi kebijakan manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah yang selanjutnya dikenal dengan
manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah sebagai
kebijakan memiliki landasan yuridis yang sangat kuat, karena kewajiban
mengimplementasikan MBS di tingkat satuan pendidikan adalah amanat
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
layanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah”.
Manajemen berbasis sekolah pada dasarnya adalah suatu model
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada
sekolah untuk mengembangkan program pengembangan sekolah (School
Development) berdasarkan kebutuhan nyata sekolah, serta memberdayakan
sekolah secara lebih optimal sesuai dengan potensi sekolah masing-masing,
sehingga diharapkan sekolah akan lebih cepat dalam meningkatkan mutu
pendidikan di sekolahnya masing-masing.
Keberhasilan Manajemen berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu
lulusannya, pada dasarnya masih ditentukan oleh berbagai faktor baik
faktor struktural maupun non struktural. Faktor struktural mencakup:
komitmen politik pemerintah daerah dan peran pemerintah kabupaten dan
kota (Dinas Pendidikan) dalam penataan dan pembinaan kelembagaan,
peraturan pemerintah daerah tentang pendidikan, kemampuan pemerintah
daerah dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat daerah akan pendidikan,
kurikulum dan keuangan sekolah (anggaran belanja yang tersedia untuk
pendidikan). Faktor struktural ini pada dasarnya adalah kemauan politik
pimpinan daerah terhadap pendidikan, semakin tinggi komitmen politik
pemerintah daerah terhadap pendidikan semakin besar kemungkinan MBS
memberikan kontribusi bagi perbaikan dan peningkatan mutu.
Sedangkan faktor non strukural mencakup: tersedianya anggaran sekolah,
sarana dan pra sarana sekolah, kelembagaan sekolah, manajemen sekolah dan
manajemen kepala sekolah, SDM sekolah yang tersedia (termasuk kualitas
SDM yang ada), partisipasi orangtua siswa dan masyarakat lingkungan sekolah,
pelaksanaan proses pembelajaran serta kultur masyarakat lingkungan sekolah.
18 Profesi Kependidikan
2
Dalam konteks sekolah maka Manajemen Berbasis Sekolah pada dasarnya
mengembangkan manajemen sekolah secara menyeluruh dengan
penekanan pada komponen-komponen tertentu. Manajemen berbasis
sekolah yang sudah diimplementasikan sejak tahun 1999 diprioritaskan
pada tiga (3) pilar yaitu Manajemen, PAKEM, dan Peran Serta Masyarakat.
Sejalan dengan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, maka
pelaksanaan MBS dikembangkan menjadi tujuh (7) komponen, yaitu:
(1)kurikulum dan kegiatan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik
dan tenaga kependidikan serta pengembangannya, (4) sarana dan prasarana,
(5) keuangan dan pembiayaan,
(6) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (7) budaya dan lingkungan sekolah.
18 Profesi Kependidikan
4
C. Prinsip Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Ada beberapa prinsip manajemen berbasis sekolah yang perlu
mendapatkan perhatian seorang kepala sekolah atau lembaga yang terkait
dengan pembinaan sekolah, agar implementasi MBS dapat lebih optimal.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keterbukaan, artinya segala sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan
di sekolah, dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang
ada di sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf tata usaha, komite
sekolah, orangtua murid, dan siswa. Tidak ada satu warga sekolah
pun yang tidak paham apalagi tidak tentang berbagai kegiatan yang
dilaksanakan atau akan dilaksanakan oleh sekolah. Keterbukaan ini
akan memberikan peluang bagi semua warga sekolah untuk ikut
berpartisipasi dan mendukung semua kegiatan sekolah.
2. Kebersamaan, artinya dalam mengimplementasikan manajemen berbasis
sekolah, maka harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua
komponen sekolah, dengan demikian maka segala sesuatunya akan
menjadi tanggung jawab bersama pula. Kebersamaan ini juga
bermakna mendayagunakan dan memberikan kesempatan kepada
semua warga sekolah untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.
3. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilaksanakan
secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian pimpinan sekolah.
Segala prinsip keterbukaan dan kebersamaan harus dilakukan secara
terus- menerus, bukan hanya bersifat insedental sewaktu-waktu. Sekolah
harus terus-menerus melakukan berbagai usaha dan mendorong
keterlibatan semua warga untuk menjamin terselenggaranya berbagai
program sekolah menuju sekolah yang bermutu.
4. Menyeluruh, artinya aktivitas yang perlu dilakukan dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah adalah mencakup semua
kegiatan yang mempunyai kontribusi bagi keberhasilan pencapaian
tujuan sekolah. Semua kegiatan sekolah paling tidak ada 6 (enam)
kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dalam manajemen sekolah
yaitu: manajemen peserta didik, manajemen kurikulum dan
pembelajaran, manajemen ketenagaan, manajemen keuangan,
manajemen sarana dan prasanaran serta manajemen hubungan
sekolah dan masyarakat. Kesemua kegiatan manajemen sekolah
tersebut harus didasari oleh prinsip manajemen berbasis sekolah.
5. Pertanggungjawaban, artinya manajemen berbasis sekolah harus dapat
dipertanggungjawabkan tidak hanya pada atasan sekolah, tetapi harus
18 Profesi Kependidikan
6
kelompok orang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri,
maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang
besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan dan melibatkan diri dan
kelompoknya. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tumbuhnya rasa memiliki
(self belongness) seseorang atau kelompok orang terhadap apa yang mereka
putuskan. Karena itu dalam MBS pemberdayaan semua warga sekolah dan
peningkatan partisipasi dan kepedulian mereka terhadap sekolah merupakan
hal yang sangat strategis untuk ditumbuhkembangkan. Dengan demikian
semua orang akan peduli dan merasa memiliki sekolah sebagai bagian dari
kehidupan mereka.
Manajemen berbasis sekolah bergerak ke arah keseimbangan (re-
balancing) struktur kekuasaan, penciptaan birokrasi yang kecil dan efektif,
transfer pengambilan keputusan dan sumber daya dari kontrol pemerintah
ke institusi di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan.
Di negara-negara maju reformasi pendidikan khususnya reformasi
manajemen pendidikan selama 40 tahun terakhir terus berporos pada
model desentralisasi, seperti di Amerika yang sudah mulai sejak tahun
1960-an gerakan reformasi manajemen pendidikan.
Konsep manajemen berbasis sekolah apabila kita cermati dari referensi
tampak berawal dari referensi tentang desentralisasi seperti:
1. The New Progressive Era (tahun 1960) yang diungkapkan oleh para ahli
manajemen pendidikan seperti Neale, Fullman, McLaughlin, Bruce
Joyce.
2. School Effectiveness Studies (tahun 1970-an), yang dikembangkan oleh
beberapa ahli seperti: Edmunds, Brookover, Cohen, Cuban dan Austin
3. National Report (tahun 1980-an) seperti diungkap oleh Bell, Wood dan
Sizer yang menekankan pemberdayaan sekolah.
4. Public School by Choice, sebagai produk dari para pakar dari Universitas
Minnesota dan Iowa.
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa manajemen berbasis
sekolah telah menjadi pendekatan baru dalam restrukturisasi dan
reformasi sistem pendidikan di banyak negara meskipun istilah yang
digunakan sangat bervariasi. Kecenderungan penggunaan pendekatan
manajemen berbasis sekolah dengan variasi istilah tersebut dapat dilihat dari
kasus beberapa negara sebagai berikut:
1. Kanada menggunakan istilah School-site Decision Making, untuk
menggambarkan pendekatan manajemen berbasis sekolah
2. Inggris menggunakan istilah Local Management of School dan Grant-
Maintained School sebagai konsep manajemen berbasis sekolah
18 Profesi Kependidikan
8
masyarakat lingkungan sekolah, pelaksanaan proses pembelajaran serta
kultur masyarakat lingkungan sekolah.
Manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya memberikan kewajiban bagi
sekolah untuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut:
1. Berusaha meningkatkan kemampuan dibidang manajemen dan
kepemimpinan sekolah;
2. Berusaha mengembangkan kemampuan profesionalisme guru dan
memberdayakan mereka dalam setiap kegiatan sekolah;
3. Melakukan inovasi pembelajaran secara terus-menerus. Untuk itu semua
guru harus dipacu dan dipicu untuk menggunakan pendekatan, model,
strategi, dan metode pembelajaran yang dapat merangsang tingkat
kreativitas dan inovasi siswa;
4. Bersikap terbuka terhadap berbagai pembaruan bagi kemajuan dan
peningkatan mutu sekolah;
5. Melakukan konsultasi kepada para ahli (berbagai pihak yang berkompeten)
dalam rangka memajukan dan meningkatkan mutu sekolah;
6. Membangun kemitraan yang sinergis dengan berbagai pihak untuk
memajukan dan kemajuan sekolah.
19 Profesi Kependidikan
2
kepala sekolah yang baik akan selalu memikirkan bagaimana meningkatkan
profesionalisme guru-guru serta staf sekolahnya. Profesionalisme guru
merupakan salah satu modal dasar dalam menghasilkan lulusan sekolah yang
bermutu dan unggul.
Stop menyatakan bahwa kepala sekolah adalah eksekutif profesional
yang bekerja dengan orang-orang dewasa untuk mendidik anak-anak peserta
didik (A principle is a professionals executive who work with people to
educate children). Oleh sebab itu, kepala sekolah tidak boleh kehilangan arah
dalam pelakasanaan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu
mengembangkan program-program pembelajaran di sekolahnya untuk
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Ini berarti tugas pokok dan inti dari
seorang kepala sekolah adalah memikirkan apa dan bagaimana program-
program pengajaran harus dikembangkan untuk mencapai tujuan sekolah.
Kepala sekolah yang sukses bukanlah kepala sekolah yang dilahirkan,
tetapi ia dapat menjadi kepala sekolah berdasarkan pembentukan secara
terencana dan matang (pendidikan khusus atau pengalaman bekerja
sebagai guru dan kepala sekolah). Pengalaman memang menjadi guru yang
baik, sebab melalui pengalaman kepala sekolah akan terbentuk kemampuan
untuk mengantisipasi berbagai problem dalam pelaksanaan tugasnya.
Ada empat peranan dan tanggung jawab kepala sekolah menurut DuFour
dan Eaker seperti dikutip oleh Suriansyah (2012), yaitu:
1. values promoter and protector (kepala sekolah di samping sebagai orang
yang bertanggung jawab dalam mempromosikan/meningkatkan
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang berlaku di sekolah,
ia juga sebagai pelindung yang bertanggung jawab dalam menjaga
punahnya nilai-nilai luhur (terutama nilai etika, produktif, kretaif dan
inovatif) di sekolahnya.
2. teacher empowerer, yaitu kepala sekolah bertanggung jawab untuk
memberdayakan guru-guru di sekolahnya. Memberdayakan berarti
menggunakan sesuai kemampuan dan keahlian serta minat dan kemauan
guru dan staf, juga berarti meningkatkan kemampuan guru sehingga
dia dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam pelaksanaan
tugasnya sehari-hari.
3. instructional leader, sebagai pemimpin pengajaran (lihat uraian terinci
pada bagian lain).
4. climate manager, seorang manajer yang bertanggung jawab dalam
mengembangkan iklim sekolah yang menyenangkan, produktif, inovatif
dan iklim yang menunjang terjadinya kreativitas di antara guru-guru.
19 Profesi Kependidikan
4
12. mengajak warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus
13. melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah.
19 Profesi Kependidikan
6
1) Prestasi akademik (Academic achievement) seperti: nilai hasil ujian
akhir sekolah, lomba karya ilmiah, lomba bidang studi, berpikir kritis,
kreatif, rasional, ilmiah, dan penalaran yang baik.
2) Prestasi Non akademik (non academic achievement) seperti: ketakwaan,
keingintahuan yang tinggi, kejujuran, kerja sama yang baik, solidaritas
yang tinggi, kedisiplinan, kerajinan, olahraga, kesenian, kepramukaan
dan sebagainya.
b. Proses
Dari sisi proses. Sekolah yang berhasil mengaplikasikan manajemen
berbasis sekolah dari sisi proses dapat dilihat dari berbagai indikasi
sebagai berikut:
1) Pelaksanaan proses belajar mengajar yang memiliki efektivitas yang
tinggi yang ditandai oleh:
a) Pemberdayaan peserta didik yang tinggi dalam proses
pembelajaran
b) Pembelajaran yang menekankan pada internalisasi tentang
apa yang diajarkan
c) Pembelajaran yang menekankan pada keinginan mengetahui
bukan menghafal (learning to know)
d) Pembelajaran yang melibatkan semua aspek potensi dari diri
siswa seperti mental, sosial dan fisik (learning to do).
e) Pembelajaran yang menanamkan kebersamaan sebagai bekal
untuk hidup bersama di tengah masyarakat (learning to live
together),
f) Pembelajaran yang menekankan siswa untuk menjadi dirinya
sendiri (learning to be)
2) Kepemimpinan sekolah yang tangguh (kuat), dalam arti
kepemimpinan yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan
sumber daya sekolah serta menyerasikan semua sumber daya
sekolah yang ada pada satu tujuan yang sama yaitu peningkatan
mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kemampuan kepala
sekolah yang kuat ini ditandai dengan kepala sekolah yang memiliki:
charismatic power, expert power, communication power dan negotiating
power. Dengan empat kemampuan tersebut maka semua warga
sekolah akan secara ikhlas bekerja dan membawa sekolahnya
menuju sekolah yang unggul dan bermutu.
19 Profesi Kependidikan
8
yang berkembang di lingkungan sekolah dalam pelaksanaan aktivitas
yang selalu mendasarkan pada pemberian pelayanan yang
bermutu, budaya profesionalisme dengan iklim kondusif akademis
(academic culture).
6) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai
oleh:
a) Komunikasi yang baik dan harmonis semua warga sekolah
b) Kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan
menerima perbedaan pendapat
c) Iklim kerja yang memberikan kepuasan kepada semua warga
sekolah.
7) Kemandirian, dalam aspek ini keberhasilan sekolah dalam
mengaplikasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat
sejauhmana sekolah memiliki kemampuan untuk:
a) Tidak selalu meminta petunjuk kepada atasan dalam berkreasi
mengembangkan sekolah menuju sekolah yang bermutu
dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.
b) Menggalang dan mengusahakan kebutuhan dana bagi
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c) Mengembangkan sekolah baik sarana maupun prasarana
berdasarkan upaya sekolah
8) Partisipasi yang tinggi warga sekolah dan masyarakat. Dalam hal
ini dapat diamati dari:
a) Keikutsertaan masyarakat, orangtua murid, stakeholders, tokoh
masyarakat dalam berbagai aktivitas sekolah seperti rapat,
pesta sekolah, pembagian raport dan sebagainya. Partisipasi
masyarakat ini terukur dari frekuensi dan tingkat kehadiran
mereka pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sekolah
dan bentuk bantuan yang mereka berikan untuk kemajuan
sekolah.
b) Semakin besarnya dukungan dana yang diberikan masyarakat
dalam membantu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Besaran dana sebagai bentuk partisipasi masyarakat ini bukan
berarti memberatkan masyarakat yang tidak mampu. Prinsip
utama semua anak berhak mendapatkan layanan berkualitas
tanpa membedakan status dan strata orangtuanya menjadi
koridor kebijakan yang tidak bisa di langgar.
20 Profesi Kependidikan
0
orangtua murid/masyarakat) dan laporan secara vertikal (atasan
langsung) lengkap, akurat dan tepat waktu.
13) Sustainabilitas yang terjamin, indikator keberhasilan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah dari aspek ini merupakan jaminan
bahwa kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dan
dilaksanakan akan terus dapat dilaksanakan secara berkelanjutan
tanpa diganggu oleh terjadinya pergantian kepemimpinan sekolah,
kepemimpinan komite/dewan sekolah dan sebagainya.
c. Input Pendidikan
Dari segi input pendidikan, sekolah yang berhasil dalam
mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat dari
beberapa indikator-indikator sebagai berikut:
1. Memiliki visi, misi, kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
Hal ini ditunjukkan oleh sekolah dalam bentuk visi dan misi yang
jelas dan punya indikator serta target pencapaian beserta langkah-
langkahnya, kebijakan sekolah, tujuan dan sasaran mutu apa, berapa
yang akan dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Sasaran
tersebut disosialisasikan kepada masyarakat/orangtua murid dan
komite/dewan sekolah serta atasan langsung kepala sekolah.
2. Sumber daya tersedia dan siap. Sumber daya sangat strategis bagi
keberhasilan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, sejauhmana
kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia (yang mencakup,
jumlah dan kualitas) maupun sumber daya selebihnya seperti
keuangan, peralatan, perlengkapan dan sebagainya.
3. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten
merupakan pra syarat mutlak dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah. Kompetensi ini dan komitmen ini dapat ditunjukkan
sejauhmana:
a) Kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan dengan
tugas yang diembannya.
b) Kemampuan melaksanakan tugas secara baik dan berkualitas.
c) Kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.
d) Motivasi yang tinggi untuk berkembang dalam profesi sesuai
dengan tugas dan fungsinya di sekolah.
4. Harapan prestasi yang tinggi. Harapan yang tinggi dalam prestasi
(high expectation) merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk
mencapai prestasi yang optimal. Oleh sebab itu, indikator ini dapat
20 Profesi Kependidikan
2
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
DAFTAR PUSTAKA
20 Profesi Kependidikan
4
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal
Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdiknas.
Dirjen Dikti. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan abad
ke-21 (SPTK - 21). Jakarta: Depdiknas.
Dirjen Dikti. (2002). Standar Kompetensi Guru Kelas SD-MI. Jakarta: Depdiknas,
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Downing, L.N. (1986). Guidance and Counseling Services An Introduction. New
York: Mc Graw-Hill Book Company.
Dubrin. A.J. (1995). Leadership: Funding and Skills. Boston: Haugton Mifflin.Co.
Duhou, I.A. (1003). School Based Management. Jakarta: Proyek Perluasan dan
Peningkatan Mutu SMU Jakarta.
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-
Hill, Inc.
Dwyer, B. (1986). Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove
Communications.
Edward, B. Fiske. (1996). Decentralization of Education Politic and Consensus.
Washington DC: The Word Bank.
Eko. (2008). Pengertian Bimbingan. http://www.eko13.wordpress.com. (On
Line). 27 Februari 2009.
Fauz, L.S. (2008). Peran BK dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://www.
luthfis.wordpress.com. ( On Line ). 27 Februari 2009.
Fontana, D. (1981). Psychological For Teachers. London: The British
Psychological Society and The McMillan Pres.
Frymier, J., Cornbleth,C., Donmoyer, R., Gansneder, B.M., Jan T.Jeter,
M.Frances Klein, Schwab,M., Alexander.W.M. (1984). One Hundred Good
Schools. Indiana: Kappa Delta Pi.
Furlong, C. & Monahan L. (2000). School Culture and Ethos. Dublin: Marino
Institute of Education.
Gaffar, M.F. (ketua Tim)., (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan Abad 21. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Glickman, C, D. (1981). Develompental Supervision. Alternatif Practice for Helping
Teachers Improve Instruction. Alexandria, Virginia: ASCD.
Glickman, C.D. (2002). Developmental Supervision. Alexandria Virginia:
Assosiation Supervisor for Curriculum Development.
Gorton, R (1977). School Administration Challenge and Opportunity for Leadership.
IOWA: W.C. Brown Company Publishers.
Daftar Pustaka
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges
and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers
Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for
Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science.
Grant, K.B., dan Ray, Julie, A. (2010). Home, School, and Community Collaboration.
Culturally Responsive Family Involvement. California: Sage Publication, Inc.
Guthrie, James W. (2011). Leading School to Success. Los Angeles, London,
Washington DC, Singapore: Sage.
Hallen. (2005). Bimbingan & Konseling. Jakarta: Quantum Teaching.
Hargreaves, A. & Hopkins, D. (1991) The Empowered School: the Management
and Practice of Developmental Planning. London: Cassell.
Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement
and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective
School, London: Paul Chapman Publishing.
Harris, B.M., McIntyre, K.E., Littleton, V.C., & Long, D.F. (1979). Personnel
Administration in Education Leadership For Instructional Improvement. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Heath, S.B., & McLaughlin, M.W. (1987). A child resource policy: Moving beyond
dependence on school and family. Phi Delta Kappan, 68, pg 576-580.
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The
Intermediate Technology Group.
Jones, J., Jenkin, M., & Lord, Sue. (2006). Developping Effective Teacher
Performance. London: Paul Chapman Publishing.
Kepmen Nomor 44/U/2002, tentang Pembentukan Dewan Pendidikan.
Kepmendikbud RI, Nomor: 01319/U/1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru.
Khaereoji. (2009). Efektivitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam
Mengatasi Masalah Kesulitan Pemilihan Karier Siswa di Sekolah
Menengah Atas. http://www.one.indoskripsi.com. ( On Line ). 27
Februari 2009.
Koontz, H. (1984). Management. New York: Mc Grow-Hall Book Company
Koestoer, P. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah. Jakarta:
Erlangga.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge.
California: College of Business Administration and Economics,
California State University.
Lipham, M. & Hoeh, J.A. (1987). The Principalship: Foundation and Funsction.
New York: Harver and Row Publisher.
20 Profesi Kependidikan
6
Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A
Practical Guide for the Process. Michigan: W.K. Kellogg Foundation
Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/
nonprofit/ Resource/index.html).
Mantja, Willem. (2007). Profesionalisme Tenaga Kependidikan: Manajemen
Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang: Elang Mas.
McNergney, R.F., Carrier, C.A. (1981). Teacher Development. New York,
London: Mc Milian Publishing Co. Inc and Collier Macmillan Publisher.
Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY:
The Free Press.
Mortenson, D, G., Schumuller, A.M. (1969). Guidance in To Day’s School. New
York: John Wiley & Sons Inc.
Nur, M. (2000). Kompetensi Minimal Lulusan Program S1 Kependidikan
dan Program Penyelenggaraannya. Jakarta: Dit SLTP, PPM-SLTP Jakarta.
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management:
Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher
Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures
Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education.
ASHE-ERIC Higher Education Research Reports.
Mortimore, P., Macbeath. J., (ed). (2001). Improving School Effectiveness.
Buckingham: Open University Press.
Muhammad. (2008). Pengertian Bimbingan dan Konseling dan Hubungannya dengan
Pendidikan. http://www.zanikhan.multiply.com. (On Line ). 27 Februari
2009.
Muijs, D., and Reynold, D. (2005). Effective Teaching: Evidence and Practice.
London: Paul Chapam Publishing.
Natawidjaja, R. (1978). Penyuluhan di Sekolah. Medan: Hasmar.
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher
Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members
of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.
Ningsih, K. (2009). Bimbingan dan Konseling. http://www.oc.upi.edu. (On
Line). 27 Februari 2009.
OECD (2008). Innovating to Learn, Learning to Innovate. Centre for Education
Research and Innovation.
Oliva. P. F. (1984). Supervision For To Day School. Second Edition. New York,
London: Longman.
Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2007. Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi dan Daerah Otonom.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Tentang Kewenangan Daerah dan
Provinsi Dalam Bidang Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman
Pendidikan Nasional.
PGRI, (2008). Kopendum Kumpulan Peraturan Organisasi, bagian I. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia.
Prabu. (2007). Bimbingan Konseling. http://www.thejargon.multiply.com. 27
Februari 2009.
Prayitno dan Amti,E. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Prayogo, J. (2007). Rencana Strategis. Makalah Disajikan pada Pendidikan
dan Pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh
Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta,
Juli 2007.
Rizali, A., Jati, I., Dharma, S. (2009). Dari Guru Konvesional Menuju Guru
Profesional. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in
Colleges and Universities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
Sayles, L.R., & Strauss, G. (1981). Human Behavior in Organizatios. Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Scheetrens , J. & Bosker, R. (1997). The Foundation of Educational Efectiveness.
USA, Japan: Pargamon.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning:
Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI.
Sergiovanni, Thomas J. and Robert J. Starraft, (1983). Supervision, Human
Perspectives. New York: Mc Graw Hill Book Co.
Sergiovanni, Thomas, J. (2006). The Principlapship, A Reflective Practice
Perspective. Fifth Edition, Boston, New York, San Fransisco, Montreal,
London, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town dan Sydney:
Pearson.
Siagian, S.P. (1983). Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Gunung Agung.
20 Profesi Kependidikan
8
Slamet PH (2000) Kepala Sekolah yang Tangguh, Dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional.
Soetjipto dan Kosasi. R. (2004). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudrajat, A. 2008. Tujuan Bimbingan dan Konseling. Error! Hyperlink reference
not valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009.
Sue, B., Solomon P., (2005). Innovations in Rehabilitation Sciences Education.
Germany: Springer.
Suriansyah, A. (1992). Kontribusi Komunikasi Penugasan Terhadap
Efektivitas Kerja Guru pada SMP Negeri di Kodya Banjarmasin. Tesis
tidak dipublikasikan. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, Program Pascasarjana.
. (2001). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sebagai Antisipasi
Era Globalisasi. Makalah kuliah Perdana FKIP Unlam.
. (2002). Panduan Manajemen Berbasis Sekolah. Banjarmasin:
Proyek Peningkatan Mutu SLTP Kalimantan Selatan, Dinas Pendidikan
Provinsi Kalimantan Selatan.
. (2008). Budaya Kerja berkualitas. Penelitian, tidak dipublikasikan
(Program Magister Manajemen Pendidikan Unlam).
. (2010). Model Of Quality Work Culture: Case Study in
Lambung Mangkurat University. Desertasi tidak dipublikasikan.
Malaysia: UUM.
Suriansyah, A & Aslamiah. (2012). Menuju Kepala Sekolah Efektif, dari Teoretis
ke Praktis. Solo: Rumah Pengetahuan.
Sutisna, O. (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretis untuk Praktik
Profesional. Bandung: Angkasa.
Surya, M., Hasim, A., Suwarno, RB. (2010). Landasan Pendidikan: Menjadi Guru
yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Margaret, T.A. (1989). Effective School and Effective Teachers. Boston, London,
Sydney: Allyn and bacon.
Tilaar (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Terra.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
Berbasis Integrasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I
Daftar Pustaka
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan
Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan
Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Walgito, B. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Willis, S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktik. Bandung: Alpabeta.
Winkel. (2011). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia
Wragg, E.C., Hayness, G.S., Wragg, C.M., & Chaamberlin, R.P. (2000). Failing
Teachers? London: Routledge.
Yusuf LN, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zen, E.F. (2008). Bimbingan Konseling, Apa Pula Itu?. Error! Hyperlink reference
not valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009.
21 Profesi Kependidikan
0
TENTANG PENULIS
21 Profesi Kependidikan
2