Anda di halaman 1dari 229

Divisi Buku Perguruan Tinggi

PT RajaGrafindo Persada
JAKARTA
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Suriansyah, Ahmad
Profesi Kependidikan: “Perspektif Guru Profesional”/Ahmad Suriansyah, Aslamiah Ahmad, dan
Sulistiyana
—Ed. 1—Cet. 1.—Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
viii, 212 hlm., 24 cm
Bibliografi: hlm. 203
ISBN 978-979-769-914-7

1. Guru. I. Judul. II. Aslamiah Ahmad,


Hajjah. 371.1

III. Sulistiyana.

Hak cipta 2015, pada Penulis


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
2015.1532 RAJ
Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D.
Dr. Hj. Aslamiah Ahmad, M.Pd., Ph.D
Sulistiyana, S.Pd., M.Pd.
PROFESI KEPENDIDIKAN: “PERSPEKTIF GURU PROFESIONAL”
Cetakan ke-1, Desember 2015

Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta


Desain cover oleh octiviena@gmail.com
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset

PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id http: // www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021)
4527823. Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok
Soragan Indah Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl.
Rungkut Harapan Blok. A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Kumbang III No. 10/4459 Rt. 78,
Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De’Diandra Land Blok. C1/01 Jl.
Kartama, Marpoyan Damai, Telp. (0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3 A Komplek
Johor Residence Kec. Medan Johor, Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 14/3, Komp.
Perum Bumi Permata Hijau, Telp. (0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 17/05, Telp. (0511)
3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/V No. 5B, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995
KATA PENGANTAR

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui proses pendidikan


merupakan prioritas kebijakan dalam dunia pendidikan. Kebijakan ini
diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan pendidikan, salah
satunya adalah peningkatan kualitas guru. Guru merupakan unsur penting
dalam dunia pendidikan sebab, pendidikan bermutu salah satunya ditentukan
oleh profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya.
Oleh sebab itu, apabila kita menghendaki pendidikan yang bermutu, maka
mau tidak mau kita wajib meningkatkan profesionalisme guru.
Pemerintah telah berusaha dengan berbagai program untuk meningkatkan
profesionalisme guru, bahkan sampai dengan pemberian tunjangan profesi
guru dengan besaran satu kali gaji pokok. Tetapi realitanya masih banyak
keluhan bahwa pendidikan masih belum mampu mencapai kualitas yang
diinginkan.
Guru yang profesional tidak akan dapat dicapai hanya melalui pemberian
tunjangan profesi tanpa dipersiapkan secara matang sebelum mereka menjadi
guru dan dilanjutkan dengan pembinaan yang optimal pada saat mereka
bertugas sebagai guru secara terus-menerus.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sudah selayaknya bagi calon guru
dan guru untuk mengkaji dan mendalami apa yang dipaparkan dalam buku ini

Profesi Kependidikan/Keguruan
v
sebagai refleksi bagi guru-guru dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai
guru menuju guru yang profesional.
Menyikapi adanya kesenjangan antara harapan pemerintah terhadap
profesionalisme dengan memberikan berbagai penghargaan dengan kenyataan
bahwa profesionalisme guru masih jauh dari harapan yang diinginkan,
maka buku ini mencoba untuk mengungkap berbagai kajian tentang apa
dan bagaimana guru yang profesional dilihat dari berbagai perspektif. Di
samping itu juga kajian tentang guru dalam administrasi sekolah, bimbingan
konseling, supervisi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah.
Oleh sebab itu, buku ini dapat menjadi bahan kajian bagi calon guru
yang sedang memperdalam ilmu di lingkungan Perguruan Tinggi
Kependidikan (LPTK) maupun bagi guru-guru dan kepala sekolah yang
sedang bertugas, karena buku ini tidak hanya memberikan penjelasan dan
kajian yang bersifat teoretik semata tetapi juga membuat kajian-kajian yang
aplikatif dan dapat dilakukan dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, baik
oleh guru maupun kepala sekolah.
Di samping itu, buku ini juga dapat dimanfaatkan bagi kalangan pengawas
sekolah sebagai bahan referensi dalam rangka melakukan pembinaan
kepada sekolah-sekolah tentang profesionalisme guru dan pembinaannya.
Meskipun demikian penulis masih memerlukan penyempurnaan buku
ini secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta berbasiskan hasil-hasil penelitian mutakhir. Untuk
semua itu, penulis sangat berterima kasih dan berbangga hati apabila ada
masukan- masukan perbaikan dari semua pembaca.
Semoga bahan bacaan ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan
mutu pendidikan secara umum.

Penulis

vi Profesi Kependidikan
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

BAB 1 HAKIKAT PROFESI GURU 1


A. Profesi Guru dan Syarat Menjadi Guru 1
B. Apakah Jabatan Guru Dapat Dikatakan Sebagai Profesi 11
C. Syarat Apa yang Harus Dipenuhi Sebagai Seorang Guru 14
D. Tugas dan Fungsi Guru Serta Indikator Guru
yang Profesional 20
E. Organisasi Guru dan Kode Etik Guru Indonesia 41

BAB 2 BIMBINGAN DAN KONSELING 53


A. Pengertian Bimbingan dan Konseling 54
B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
di Sekolah 59
C. Prinsip Bimbingan dan Konseling 71
D. Asas Bimbingan Konseling 76
E. Landasan Bimbingan dan Konseling 79

Profesi Kependidikan/Keguruan vii


F. Bidang Bimbingan Belajar, Sosial, Pribadi dan Karier 86
G. Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah 88
H. Orientasi Bimbingan dan Konseling 92
I. Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling 95
J. Kode Etik Bimbingan Konseling 98
K. Peranan Guru dalam Program Bimbingan dan Konseling
di Sekolah 99

BAB 3 ADMINISTRASI SEKOLAH 107


A. Pengertian Administrasi Pendidikan di Sekolah 108
B. Fungsi Administrasi 114
C. Kegiatan-kegiatan Administrasi Guru di Sekolah 124

BAB 4 SUPERVISI PENDIDIKAN 145


A. Perlunya Pembinaan Guru 145
B. Pengertian dan Fungsi Pokok Supervisi 149
C. Tanggung Jawab Pembinaan Profesionlisme Guru 153
D. Pendekatan Supervisi Pendidikan 159

BAB 5 MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH 179


A. Latar Belakang 179
B. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Manajeman
Berbasis Sekolah 182
C. Prinsip Dasar Manajeman Berbasis Sekolah 185
D. Konsep Dasar Manajeman Berbasis Sekolah dalam
Perspektif Teoretik 186
E. Kondisi yang Mendukung Implementasi di Sekolah 194

DAFTAR PUSTAKA 203

TENTANG PENULIS 211

viiiProfesi Kependidikan
BAB

HAKIKAT PROFESI GURU 1

A. Profesi Guru dan Syarat Menjadi Guru


1. Guru
Setiap hari kita selalu mendengar sebuah kata yang sangat sering baik
di lingkungan keluarga, masyarakat apalagi dalam lingkungan pendidikan
khususnya sekolah yaitu kata “GURU”.
Siapa sebenarnya yang disebut guru itu…? Jawaban yang kita temukan
selalu menyatakan guru adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan
di sekolah maupun di luar sekolah. Sehingga di masyarakat ada seseorang
yang tugasnya mengajarkan membaca Al-Qur’an disebut guru ngaji dan
sebagainya. Sementara guru dalam pemahaman umum adalah mereka yang
mengajarkan ilmu pengetahuan di sekolah. Sering pula kita dengan istilah
guru dikaitkan dengan istilah seseorang yang dapat digugu (GU) dan ditiru
(RU). Istilah digugu dan ditiru ini mengindikasikan guru adalah seorang
yang memiliki kesempurnaan dalam aspek moral. Sehingga seorang guru
haruslah seorang yang sikap dan perilakunya dapat ditiru dan digugu oleh
siswa bahkan oleh masyarakat. Dua penjelasan tersebut menggambarkan guru
dalam dua perspektif, yaitu pertama perspektif melihat guru sebagai
seorang ilmuwan yang berkewajiban memberikan ilmu pengetahuan kepada
siswanya.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 1


Sedangkan perspektif kedua melihat guru sebagai seorang yang memiliki
kesempurnaan moral. Apakah itu yang dimaksudkan dengan istilah guru?
Guru atau tenaga pendidik menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39, ayat 2 tentang Tenaga Kependidikan
dinyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil belajar,
melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat”. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.
Dari dua undang-undang tersebut sangat jelas bahwa guru memegang
peranan yang sangat sentral dan strategis dalam proses pembelajaran di
sekolah. Mengingat peran pentingnya tersebut sehingga peran guru sebagai
pendidik tak akan pernah tergantikan oleh peran apa pun. Guru yang awalnya
dikenal dengan istilah pendidik dalam sejarahnya sampai sekarang tidak pernah
dapat tergantikan oleh apa pun termasuk oleh teknologi seperti sekarang
yang sedang tumbuh dan berkembang pesat dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Setinggi dan secepat apa pun perkembangan teknologi peranan guru
tidak akan pernah bisa tergantikan oleh kemajuan teknologi, karena guru
bukan hanya sebagai pengajar yang tugasnya mentransfer ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik, tetapi yang terpenting
justru tugasnya sebagai pendidik. Tugas sebagai pendidik adalah mendidik
anak menjadi manusia dewasa dalam pengertian yang sebenarnya.
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa guru memainkan
peranan yang strategis dalam peningkatan mutu hasil belajar siswa. Karena
itu dapat dikatakan guru memainkan peranan dalam pendidikan masa kini
dan masa depan anggota masyarakat melalui sekolahnya masing-masing, atau
dengan kata lain masa kini dan masa depan masyarakat khususnya generasi
muda sangat tergantung pada kualitas guru (pemahaman guru dalam hal ini
adalah mulai dari PAUD/TK sampai Perguruan Tinggi) dalam melaksanakan
pembelajaran. Ini berarti bahwa masa depan bangsa sangat tergantung pada
sampai sejauhmana peranan guru dapat melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam kaitan ini sesuai dengan kebutuhan masa depan bangsa Indonesia,
maka peranan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang berkualitas dan
berkarakter menjadi harapan semua orang. Sebab, dari generasi yang cerdas
dan berkarakterlah bangsa ini dapat mencapai tujuannya mensejahterakan
kehidupan masyarakat. Banyak kasus yang kita hadapi sekarang dengan
sejumlah orang cerdas, namun masih

2 Profesi Kependidikan
belum mampu membawa masyarakat Indonesai ke arah kesejahteraan,
malah sebaliknya kita masih dihadapkan pada problem besarnya angka
kemiskinan bahkan bayi lahir dengan kondisi gizi buruk.
Mengingat pentingnya peran guru tersebut dalam perubahan dan
pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan sejahtera, khususnya
menuju efektivitas pembelajaran yang berkualitas, Fullan seperti di kutip oleh
Rizali, Sidi dan Dharma (2009) menyatakan bahwa: efektivitas
pembelajaran baru akan tercapai apabila kita:
a. Merekrut orang-orang yang terbaik untuk menjadi guru.
b. Lingkungan kerja dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan
mendorong guru berkarya agar mereka tidak mencari pekerjaan lain.

Merekrut orang terbaik menjadi guru, harus dimulai dari rekrutmen


calon guru oleh lembaga penghasil guru, yaitu LPTK (FKIP dan FIP). Ini
memerlukan komitmen LPTK untuk melakukan rekrutmen mahasiswa secara
profesional. Sementara lingkungan kerja yang kondusif dan mendorong
tumbuhnya karya inovatif memerlukan kepemimpinan di berbagai jenjang
institusi yang berwenang dalam pembinaan guru seperti dinas pendidikan,
pengawas dan kepala sekolah. Hal itu sangat beralasan, sebab
bagaimanapun baiknya kurikulum dengan segala perubahan yang dilakukan
ujungnya untuk implementasi kurikulum yang baik tersebut memerlukan guru
yang baik, atau dengan kata lain guru yang profesional. Apakah pekerjaan
sebagai guru sudah menjadi profesi atau masih pekerjaan sampingan, serta
apa dan bagaimana guru profesional akan dibahas secara khusus pada bagian
lain dalam buku ini.
Sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya diharapkan mampu mengelola
kelasnya menjadi suatu lingkungan pendidikan yang sarat (penuh) nilai.
Dengan demikian guru akan dapat mempersiapkan peserta didiknya bukan
hanya sebagai individual yang mandiri, tetapi juga menolong peserta didiknya
mencapai tingkat kemanusiaannya secara sempurna (manusia unggul),
yaitu manusia yang dapat eksis secara fungsional di tengah-tengah
masyarakat, bangsa dan negaranya, dan bahkan masyarakat dunia. Hal tersebut
hanya dapat diwujudkan melalui dampak pengajaran dan keteladanan
dalam lingkungan pendidikan yang sarat nilai dan ilmu
pengetahuan/science serta teknologi dengan berlandaskan kepribadian
yang relegius.
Adanya tuntutan terhadap mutu pendidikan yang tinggi itu pada gilirannya
memerlukan guru yang bermutu dan profesional dalam bidangnya. Hal
tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen yang mempersyaratkan pendidikan minimal bagi seorang
guru mulai dari TK sampai dengan SMTA adalah Strata 1 serta Peraturan

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 3


Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara tegas menyatakan seorang
guru yang layak mengajar adalah mereka yang memiliki kompetensi pedagogis,
profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Hal ini
menuntut setiap orang yang merasa sebagai guru atau tenaga pendidik
untuk selalu berupaya menyesuaikan tuntutan kualifikasi dan kualitas
kompetensi guru dengan peraturan perundang-undangan tersebut di atas.

2. Apakah Kriteria Profesi Itu


Kata profesi, merupakan kata yang sangat akrab bagi kita bahkan bagi
masyarakat umum. Kita sering bertanya pada seseorang kawan apa profesi
anda, atau kita juga sering mendengar seseorang menyatakan bahwa profesinya
sekarang sebagai dokter, sebagai penasihat hukum, atau sebagai pemain
bola dan sebagai petinju profesional. Pernyataan tersebut sering kita jumpai
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Coba kita membayangkan, apa yang dilakukan oleh orang-orang yang kita
temui tersebut dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-
masing. Sebagai dokter misalnya apa yang harus dan telah dipersiapkannya
sebelum dia dilantik menjadi dokter, penasihat hukum, pemain bola dan
sebagainya. Apa yang dikerjakannya setelah menjadi dokter, kepada siapa dia
bertanggung jawab, siapa yang membela atau menghukum dia kalau terjadi
kesalahan dalam melaksanakan tugasnya bahkan bagaimana dampaknya
terhadap penghasilannya.

4 Profesi Kependidikan
Seorang dokter dan penasihat hukum sebelum menjalani profesinya
harus melalui proses pendidikan khusus kedokteran yang diteruskan
dengan pendidikan profesi dokter dengan cara bertugas di rumah sakit tiga
sampai empat semester. Pada proses pendidikan dengan mempelajari
bidang ilmu yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang terkadang
memakan waktu lama (5 sampai 7 tahun). Seorang petinju harus
melakukan latihan yang panjang sebelum sampai menjadi petinju
profesional. Demikian pula dengan pemain bola bahkan sekarang ada
sekolah sepak bola. Karena itu, pekerjaan sebagai dokter, sebagai penasihat
hukum, sebagai petinju atau bahkan sebagai pemain bola tidak dapat
dilakukan secara baik oleh semua orang terkecuali mereka yang telah
melalui pendidikan khusus (dipersiapkan khusus untuk itu). Seorang dokter
harus melalui pendidikan kedokteran yang setelah lulus ditambah dengan
pendidikan profesi dokter, seorang notaris setelah dididik menjadi sarjana
hukum melanjutkan pendidikan kenotariatan dan seterusnya juga berlaku
dengan profesi lainnya.
Apa yang dapat kita simpulkan dari pengamatan kita terhadap berbagai
kenyataan tersebut di atas...? Ternyata sebelum seseorang memegang jabatan
tersebut seseorang harus melalui proses pendidikan khusus dan/atau latihan
serta ujian khusus.
Jadi, syarat pertama untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan sebagai suatu
profesi adalah adanya bidang ilmu yang mendasari teknik, prosedur kerja dan lain-
lain yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang dipersiapkan untuk
itu.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah, apakah seorang profesional dapat
melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya..? Bagaimana kalau seorang
dokter melakukan kesalahan dalam praktik pengobatan terhadap pasien (mal
praktik) ..?, bagaimana perilaku dia dalam menghadapi pasien yang berbeda
strata sosial ekonomi, ras, suku dan sebagainya...? Ternyata sikap, tindakan,
perilaku mereka telah diatur dan diarahkan oleh aturan-aturan yang menjadi
panduan dalam setiap tindakannya. Bahkan mereka punya standar nilai dan
standar perilaku yang harus dilakukan dalam melayani pasiennya. Demikian
pula halnya dengan penasihat hukum, petinju dan pemain sepak bola. Misalnya
seorang petinju tidak boleh sembarang bertinju. Aturan-aturan ini sudah
mereka sepakati bersama. Inilah yang disebut dan dikenal dengan istilah
Kode Etik Jabatan/Kode Etik Profesi. Kalau begitu mana yang dapat kita
simpulkan sebagai kriteria kedua dari jabatan profesi. Ternyata jabatan profesi
harus memiliki kode etik profesi yang harus dipatuhi dan ditaati oleh semua
anggotanya.
Jadi, syarat kedua untuk dapat dikatakan suatau pekerjaan/jabatan sebagai suatu
profesi adalah adanya kode etik jabatan/kode etik profesi yang disepakati bersama, yang
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 5
mengatur tingkah laku, sikap dan cara kerja pemangku profesi itu.

6 Profesi Kependidikan
Dengan persyaratan pendidikan khusus dan latihan khusus serta
aturan etika yang berlaku, menurut Anda dapatkan pekerjaan dokter
diganti oleh orang lain yang bukan ahlinya...? apa yang akan terjadi kalau
suatu pekerjaan dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya dan tidak bekerja
sesuai dengan aturan nilai etika. Masyarakat tentu akan menilai bahaya
yang akan dihadapinya, dan mereka tidak akan berobat/diobati oleh yang
bukan ahlinya tersebut, bahkan orang sering ditangkap sebagai dokter
palsu.
Demikian pula halnya dengan seorang yang bukan ahli hukum menjadi
penasihat hukum, tentunya masyarakat tidak akan pernah mau meminta
bantuan hukum kepadanya. Seorang yang tidak pernah latihan atau dilatih
sepak bola, ingin menjadi pemain bola profesional, tentu masyarakat tidak mau
mengakuinya. Kalau begitu apa yang dapat kita simpulkan, ternyata jabatan
dapat menjadi profesi kalau dia mendapat pengakuan dari masyarakat. Dalam
pengertian pengakuan masyarakat dapat pula berasal dari pengakuan melalui
formal legalistik oleh pemerintah melalui surat keputusan, undang-undang
dan aturan lainnya.
Dengan demikian syarat ketiga untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan
sebagai suatu profesi adalah adanya layanan unik yang memperoleh pengakuan dari
masyarakat atau pemerintah.
Cukupkah ketiga syarat di atas sebagai kriteria/ciri suatu jabatan dapat
dikatakan sebagai profesi. ?
Kalau kita mengamati kenyataan yang ada di tengah-tangah
masyarakat yang berkaitan dengan pekerjaan seorang profesional, kita akan
menyaksikan banyak hal termasuk di antaranya mereka sering membuat
kelompok tertentu sesama profesi. Dokter berkumpul dalam organisasi sesama
dokter, penasihat hukum berkumpul sesama penasihat hukum dan
seterusnya. Pengamatan fenomena yang ada di lapangan ternyata profesi
dokter memiliki organisasi sendiri yang disebut Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Advokat memiliki Ikatan Advokat Indonesia (IAI) demikian pula
dengan profesi lain termasuk profesi petinju dengan KTI-nya. Kita sering
melihat organisasi ini melakukan berbagai kegiatan baik untuk peningkatan
kualitas anggotanya, kesejahteraan maupun sosial kemasyarakatan.
Pernahkah Anda melihat seminar yang dilaksanakan oleh IDI, sunatan
massal dan sebagainya, atau bantuan hukum gratis oleh LKBH. Ternyata
organisasi ini sangat berperan dalam meningkatkan kualitas anggotanya
bahkan kesejahteraan, keamanan dalam melaksanakan tugas profesi bagi
anggotanya. Di samping itu, organisasi ini berfungsi pula untuk
melindungi masyarakat pengguna jasa profesi dari layanan yang tidak
semestinya. Banyak kita saksikan organisasi profesi membentuk dewan
kehormatan profesi yang akan menilai anggota organisasi profesi apabila
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 7
melanggar ketentuan profesi atau mal praktik. Hal inilah yang memberikan
jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dari
profesi. Ini berarti keberadaan organisasi profesi menjadi salah satu syarat
bagi jabatan profesi.
Dengan demikian syarat keempat untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/
jabatan sebagai suatu profesi adalah adanya organisasi profesi yang mengayomi
anggotanya, mampu memberikan rasa aman anggotanya dalam bekerja,
mampu meningkatkan kualitas anggota organisasi agar layanan yang diberikan
lebih bermutu dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota sehingga
bisa fokus dalam memberikan layanan berkualitas. Di samping itu
organisasi profesi juga berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi
masyarakat agar mereka mendapatkan layanan yang berkualitas dan terhindar
dari layanan yang tidak semestinya mereka terima dan dapat merugikan
masyakarat.
Sebelum kita sampai pada kesimpulan apa sebenarnya kriteria suatu
pekerjaan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu profesi, coba isi tabel berikut
ini berdasarkan uraian yang telah dibahas secara rinci pada uraian di atas. Coba
berikan tAnda cek pada kolom samping kanan apabila organisasi profesi yang
tercantum di sebelah kirinya telah memenuhi syarat atau memiliki apa yang
ada dalam tabel kolom 3 sampai dengan kolom 6. Jenis profesi dapat Anda
tambahkan dengan pekerjaan lainnya yang ada di masyarakat.

Pendidikan/ Pengakuan Kode


Jenis Organisasi
No. Latihan Masyarakat Etik
Profesi Profesi
Khusus Pemerintah Profesi
1. Dokter
2. Penasihat Hukum
3. Guru
4. Pembimbing/konselor
5. Psikolog
6. Arsitektur
7. Sosiolog
6. Dsb/dll

Berdasarkan uraian dan daftar cek yang Anda buat seperti tabel di atas,
kita dapat membuat kesimpulan bahwa suatu jabatan/pekerjaan dapat disebut
sebagai suatu profesi apabila memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
a. Dipersiapkan melalui pendidikan khusus untuk menguasai bidang ilmu
yang mendasari pendekatan, strategi, teknik dan prosedur kerja.
b. Adanya layanan unik dan pengakuan masyarakat.

8 Profesi Kependidikan
c. Memiliki kode etik profesi.
d. Memiliki organisasi profesi.

Untuk memperkuat hasil diskusi kita di atas, kita bandingkan beberapa


pendapat ahli tentang kriteria suatu jabatan/pekerjaan untuk dapat dikatakan
sebagai suatu profesi.
Menurut Webtby-Gibson (1965) seperti dikutip oleh Suriansyah (2010)
ciri-ciri keprofesian adalah sebagai berikut: 1) diakui oleh masyarakat,
2) dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah
teknik serta prosedur kerja. (profesi kedokteran misalnya ada sejumlah
ilmu yang mendasarinya seperti anatomi, bakteriologi, biokimia, patologi,
farmakologi dan sebagainya, bagaimana dengan profesi guru......?), 3)
mempersyaratkan pendidikan pra-jabatan yang sistematis yang
berlangsung lama, 4) dimilikinya mekanisme untuk melakukan penyaringan
secara efektif, sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang
diperbolehkan bekerja memberikan layanan ahli tersebut. Dalam bidang ini
merupakan kelemahan pokok bagi profesi keguruan di negara kita, 5)
dimilikinya organisasi profesi yang melindungi kepentingan anggotanya
dari saingan yang berasal dari luar kelompok serta berfungsi pula untuk
meyakinkan agar anggotanya menyelenggarakan layanan terbaik yang dapat
diberikan demi kepuasan para pemakai layanan profesi tersebut.
Pendapat lain tentang ciri profesi dikemukakan oleh Ohles seperti dikutip
oleh Suriansyah (2008) yang menyebutkan beberapa kriteria umum yang
menentukan apakah suatu pekerjaan disebut profesi atau tidak, yaitu:
a. pekerjaan itu melakukan pelayanan umum dan vital,
b. pekerjaan itu memiliki pendidikan khusus,
c. anggotanya harus mengontrol pemasukannya ke dalam kelompok terpilih,
d. mereka harus setia mematuhi kode etik yang pelaksanaannya diamati
oleh semua anggota kelompok profesi.

Secara formal, surat Keputusan Mendikbud Tanggal 22 Juni 1983


Nomor 0319/ U/1983 mengatur tentang profesi guru di Indonesia. Dalam
hal ini ditegaskan bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan khusus,
tetapi pekerjaan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Expertise (Keahlian)
Seorang akan mempunyai keahlian dalam suatu bidang ilmu tertentu
kalau dia dipersiapkan secara khusus melalui pendidikan yang dilakukan
secara matang dan dalam kurun waktu yang relatif lama. Oleh sebab itu, suatu

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 9


profesi harus dipersiapkan dalam suatu pendidikan pra jabatan dengan standar
tertentu baik pada proses pendidikan maupun standar kompetensinya bagi
penyelenggaraan penyaringan. Dengan demikian, dapat dipersiapkan
tenaga yang profesional dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru sebagai suatu profesi harus dilandasi
oleh filosofis akademik dan prosedur kerja ilmiah, jujur, kritis, kreatif, terbuka
dan sederhana. Sikap ini menghendaki seorang guru untuk senantiasa
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan selalu berusaha berinovasi
dalam melaksanakan tugas keguruan yang diembannya.

b. ResponsibiLity (Tanggung Jawab)


Tanggung jawab tenaga kependidikan sebenarnya mencakup rentang
waktu masa kini dan masa yang akan datang, dalam arti masa kini guru
wajib bertanggung jawab membantu anak-anak bangsa mengembangkan
diri sesuai dengan potensinya sehingga dia mampu mandiri dalam kondisi
lingkungannya. Sementara dalam perspektif masa depan tanggung jawab
tenaga guru (pendidik) sangat menentukan masa depan bangsa. Karena
hasil dari pendidikan berkualitaslah yang mampu membangun masa depan
bangsa yang hebat. Oleh sebab itu, apa dan bagaimana masa depan bangsa
sangat ditentukan oleh generasi yang sekarang sedang dididik atau sedang
menempuh pendidikan di berbagai lembaga pendidikan dan berbagai jenjang
pendidikan. Di sini mereka dididik dan disiapkan oleh tenaga guru.
Modal pokok dari tenaga pendidik dan kependidikan untuk dapat
bertanggung jawab dalam mempersiapkan generasi muda yang mampu
membangun dirinya dan bangsanya di masa depan adalah mereka yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kasih sayang kepada anak didik, serta mengutamakan kemaslahatannya.
2) Kepribadian terbuka, jujur, tidak berpura-pura dengan didasari oleh
integritas yang tinggi, adanya keseimbangan antara kompetensi
intelektual, emosional dan keterampilan psikomotorik.
3) Suka memelihara, menyimpan, dan bahkan mancipta alat-alat pendidikan
untuk kepentingan tugas profesinya. Atau dengan kata lain memiliki
jiwa inovatif dan kreatif, tidak berpuas diri dengan apa yang dicapai
sekarang.
4) Senantiasa mawas diri.
5) Memandang kedudukan bukan sebagai hak istimewa dan menganggap
imbalan materi sebagai sarana meningkatkan kualitas karier.

10 Profesi Kependidikan
Di samping hal tersebut dalam rangka bertanggung jawab ini
diperlukan penyikapan tugas dengan berdasarkan sikap-sikap pribadi
sebagai seorang profesional sebagai berikut:
1) Kehati-hatian. Penuh pertimbangan dan perhitungan dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan perkembangan perserta didik. Tidak ada
keputusan yang diambil hanya dengan mempertimbangkan
keuntungan pribadi.
2) Kesabaran. Hal ini sangat penting mengingat karakteristik kepribadian
setiap peserta didik selalu ada perbedaan, yang menyebabkan tugas
guru menjadi tugas yang syarat dengan masalah, baik itu masalah yang
ditimbulkan oleh perserta didik maupun masalah yang terkait langsung
dengan kegiatan pembelajaran. Semua masalah ini hanya mungkin
dapat diatasi apabila guru memiliki kesabaran dalam bertindak, dengan
pertimbangan yang matang dan rasional.
3) Disiplin. Merupakan modal utama yang harus dimiliki seorang
profesional. Tanpa adanya kedisiplinan, maka seorang profesional akan
sulit melaksanakan tugasnya dengan hasil maksimal. Disiplin di sini
bukan berarti disiplin mati yang tidak memberikan kesempatan kepada
seorang profesional untuk berkreasi.
4) Kreativitas. Hal ini merupakan salah satu tuntutan yang harus dimiliki
oleh seorang yang menanamkan dirinya sebagai seorang profesional.
Ini berarti guru sebagai suatu profesi dituntut untuk selalu kreatif
menumbuhkan gagasan-gagasan baru dalam melaksanakan tugasnya.
5) Kerendahan hati. Rendah hati di sini bukan berarti rendah diri, tetapi
suatu sikap yang tidak mau menyombongkan diri di hadapan peserta
didik dan teman sejawat.

c. Corporation (Kesejawatan)
Tenaga kependidikan yang profesional tidak dapat menutup diri dari
teman sejawat sesama profesi, tetapi dituntut untuk selalu berkomunikasi dan
berkerja sama untuk saling mengisi dan tukar informasi guna menyempurnakan
pelaksanaan tugas profesinya.
Berdasarkan ciri-ciri profesi seperti diuraikan di atas, coba Anda
renungkan pada diri Anda sendiri apakah Anda telah melaksanakan kriteria
tanggung jawab di atas. Kemudian diskusikan bersama-sama dengan teman
Anda apakah pekerjaan guru di Indonesia sudah merupakan suatu profesi?
Banyak ragam tanggapan orang tentang guru, ada yang beranggapan guru
merupakan jabatan profesi dengan sejumlah alasan yang dikemukakannya.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 11


Tetapi banyak pula yang menyatakan guru belum dapat dikatakan sepenuhnya
sebagai jabatan profesi, yang juga didasarkan pada rasional yang tidak
kalah kuatnya. Untuk dapat menjawab hal tersebut diperlukan mencermati
pemahaman tentang profesi dan mendalami apa dan bagaimana guru dalam
melaksanakan pekerjaannya.

B. Apakah Jabatan Guru Dapat Dikatakan Sebagai Profesi


Setelah kita memperoleh kejelasan tentang kriteria jabatan untuk dapat
dikatakan sebagai suatu profesi, mari kita kaji lebih lanjut tentang diri kita,
apakah jabatan kita sebagai guru dapat dikategorikan sebagai suatu profesi...?
Dalam kenyataan sehari-hari, kita sering mendengar bahwa jabatan guru adalah
profesi, benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari
kita merenungkan apakah setiap kriteria di atas sudah dimiliki oleh guru.

1. Pendidikan Khusus
Mari kita amati dan renungkan kembali apakah guru dipersiapkan melalui
pendidikan khusus guru, sudahkah mereka yang menjadi guru semua
lulusan pendidikan guru...? Apakah ada teman Anda sebagai guru SD hanya
lulusan SMU, atau kalaupun lulusan S1 sebagaimana yang dipersyaratkan
UUGD Nomor 14 Tahun 2005? Secara jujur terhadap semua pertanyaan
tersebut kita masih dihadapkan pada suatu masalah, yaitu tidak semua guru
berpendidikan guru, atau berlatar belakang pendidikan S1 pendidikan
dan/atau Akta IV pendidikan, lebih-lebih di daerah terpencil. Dengan
demikian, apakah jabatan guru belum dapat dikatakan profesi? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lihat Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39, ayat 2 tentang tenaga
kependidikan dinyatakan bahwa “pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”. Hal tersebut akan semakin
kuat apabila kita amati setiap penerimaan guru baru selalu dipersyaratkan
adanya latar belakang pendidikan guru dan sertifikat akta mengajar yang
berasal dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK-FKIP, STKIP,
dan IKIP dahulu). Dengan penjelasan tersebut apa yang dapat Anda
simpulkan, sudahkan guru memenuhi syarat pertama dari kriteria profesi
yaitu pendidikan khusus.
Dari gambaran tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa
secara yuridis formal, guru memang merupakan jabatan profesi karena
guru dilihat dan sisi pendidikan, maka seorang guru atau calon guru harus
melalui

12 Profesi Kependidikan
pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) seperti FKIP,
STKIP atau universitas yang mendapat perluasan mandat untuk menghasilkan
tenaga pendidik dan non tenaga pendidik seperti di Universitas Negeri
Malang (UM Malang), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Negeri
Medan (UNIMED) dan lain-lainnya.

2. Pengakuan Masyarakat
Bagaimana pengakuan masyarakat terhadap guru-guru kita, apakah
mereka sudah memberikan pengakuan bahwa guru adalah pekerjaan yang
memerlukan kekhususan dalam berbagai hal terkait kemampuan, dan
apakah mereka sudah memberikan pengakuan bahwa guru-guru kita sudah
melaksanakan tugas yang dapat memberikan kepuasan kepada mereka
yang menitipkan putra-putrinya di sekolah...?
Mari kita amati dalam kenyataan yang ada di lapangan atau di tengah-
tengah masyarakat, apakah pengakuan masyarakat terhadap layanan unik
yang diberikan oleh jabatan guru sebagai profesi sudah kuat dan sudahkah
masyarakat menghargai bahwa guru merupakan tugas yang tidak dapat
digantikan oleh orang lain selain mereka yang berpendidikan guru. Memang
kita tidak melihat dampak yang sangat berbahaya dalam waktu singkat, kalau
tugas guru di sekolah dilaksanakan oleh orang yang bukan berpendidikan
guru. Tetapi takutkah masyarakat kalau anak-anaknya dididik oleh orang
yang bukan berpendidikan guru, kita juga masih belum dapat melihat sikap
sebagian masyarakat yang marasa khawatir akan hal itu. Sejumlah pertanyaan
tersebut tampaknya sulit kita jawab dengan pasti.
Pada sebagian masyarakat, pengakuan terhadap pentingnya guru
dijabat oleh yang berasal dari pendidikan guru sudah terasa, namun sebagian
lainnya masih semu. Tetapi secara yuridis, pengakuan bahwa jabatan guru
sebagai jabatan profesi sudah tampak dari berbagai aturan yang
mensyaratkan sertifikasi pendidik dan lain-lain seperti disebutkan di atas, yang
pada intinya menyebut profesi guru. Dengan penjelasan tersebut apa yang
dapat Anda simpulkan, sudahkan guru memenuhi syarat kedua dari kriteria
profesi, yaitu pengakuan masyarakat dan pemerintah. Tampaknya dari berbagai
aturan yang ada seperti yang kita sebutkan tersebut di atas, secara eksplisit
dan implisit pemerintah mengakui bahwa guru adalah suatu profesi.
Artinya, secara legalistik/yuridis jabatan guru merupakan jabatan yang
dapat dikategorikan sebagai profesi.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 13


Meskipun demikian secara de facto masyarakat belum sepenuhnya
mengakui hal tersebut. Mengapa demikian…? Ada beberapa alasan yang
menjadi penyebab belum kuatnya pengakuan msyarakat akan profesi guru
yaitu:
a. Masyarakat belum mampu melihat dampak dari layanan unik sebagai
hasil kerja guru dalam waktu singkat, misalnya kalau dokter salah
melakukan pengobatan, maka pasien akan meninggal, seorang pemain
sepak bola salah dalam menjaga daerahnya akan kebobolan dan kalah
dalam permainan. Tetapi proses pendidikan memerlukan waktu yang
lama untuk melihat dampaknya. Kesalahan dalam proses pendidikan akan
terlihat dalam kurun waktu 20 sampai 25 tahun kemudian. Oleh sebab
itu, sebenarnya bahaya yang ditimbulkan oleh kesalahan guru dalam
proses pendidikan akan lebih besar dari bahaya kesalahan seorang dokter.
Dokter salah hanya membuat meninggal 1 orang pasien, tetapi guru salah
akan membuat 40 bahkan ratusan orang yang gagal, tidak berkualitas dan
menjadi beban sosial bagi masyarakat dikemudian hari. Bahkan
masalah akan sampai pada bangsa dan negara.
b. Di kalangan guru sendiri belum mampu menunjukkan komitmen dan
dedikasi sebagai guru yang menghayati dan mengimplementasikan
tuntutan profesi secara optimal. Akibatnya, setiap orang yang merasa
tahu sesuatu, mengaku mampu menjadi guru. Dalam hal ini terjadi
pengkerdilan pengertian hakikat guru yang dianggap hanya sekadar
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Padahal guru juga sebagai
pendidik, pembimbing bahkan pelatih. Di sisi lain masih banyak guru
yang belum menunjukkan sikap dan kepribadian sebagai guru,
sehingga guru belum mampu menjadi contoh teladan bagi semua
orang. Kondisi ini turut memperburuk mengapa jabatan guru belum
diakui sepenuhnya oleh masyarakat sebagai suatu profesi yang kuat,
kokoh dan agung.
c. Rendahnya syarat yang dipenuhi oleh calon guru menyebabkan
kualitas guru masih rendah, hal ini merupakan salah satu faktor yang
turut memengaruhi belum mantapnya pengakuan masyarakat terhadap
profesi guru itu sendiri.

3. Pengakuan Pemerintah
Pemerintah secara khusus menyatakan profesi guru sebagai pekerjaan
profesional yang dituangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
(UUGD) Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 dinyatakan guru adalah
pendidik profesional…..selanjutnya pada Pasal 6 disebutkan bahwa
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
14 Profesi Kependidikan
kemahiran atau kecakapan

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 15


yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi. Hal tersebut di perkuat lagi dengan Pasal 7 bahwa
profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip….yang dilanjutkan dengan Pasal 2
dinyatakan bawa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak
diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode
etik profesi.
Dari beberapa kutipan pasal-pasal dalam UUGD tersebut jelas bahwa
dari perspektif pengakuan pemerintah yang tertuang dalam sejumlah
peraturan turunan dari UUGD tersebut guru merupakan pekerjaan profesi
yang mempersyaratkan profesionalisme.

4. Kode Etik Profesi


Pernahkah Anda membaca kode etik profesi guru di Indonesia...? Kalau
sudah, apakah Anda sudah menghayati makna kode etik profesi dalam
implementasinya sebagai guru di sekolah? Kenyataan yang kita temui
sehari- hari, kode etik guru belum terlalu akrab dengan kehidupan guru itu
sendiri. Akibatnya, banyak guru yang belum kenal dengan kode etik guru. Kalau
begitu sudahkan guru memiliki kode etik...? Kita dapat menjawab dengan pasti
bahwa guru telah memiliki kode etik profesi guru. Yang dimaksud dengan
kode etik jabatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku
seseorang yang berhubungan dengan profesinya seperti yang diharapkan
oleh masyarakat dan negara. Seperti diuraikan di atas, bahwa jabatan guru
adalah jabatan profesi yang memiliki kode etik jabatan yang menjadi
pedoman dan ditaati oleh segenap anggota profesi tersebut. Pembahasan
lebih lanjut tentang apa yang diatur dalam kode etik guru akan kita pelajari
pada kegiatan belajar III.

C. Syarat Apa yang Harus Dipenuhi Sebagai Seorang Guru


Apa sebenarnya syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi seorang
guru? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, mari kita membayangkan
pada saat kita menjadi siswa, bagaimana sosok seorang guru yang kita
harapkan, tampan/cantik, pintar, supel/luwes dalam pergaulan, jujur, adil,
sopan, rapi dan sebagainya. Pada saat sekarang, kita sebagai guru sudahkah
harapan tersebut dapat diwujudkan dari sosok seorang guru.
Untuk itu coba lengkapi daftar di bawah ini dengan apa yang
seharusnya ada pada seorang guru dilihat dari aspek fisik, non fisik,
kepribadian, kemampuan akademik.

16 Profesi Kependidikan
No. Fisik Guru Mental/Psikis Kepribadian Kemampuan Akademis
1. Tidak cacat Adil, penyayang, Sopan dan rapi, Meguasai bahan ajar
suka pada anak jujur…. dan lain-lain Menguasai pendekatan,
model & strategi pembelajaran
2. …….? …….? …….? …….?
3. …….? …….? …….? …….?
4. …….? …….? …….? …….?
5. …….? …….? …….? …….?
6. …….? …….? …….? …….?

Lengkapi daftar tersebut, semakin banyak akan semakin bagus untuk


memperdalam penguasaan Anda tentang profesi guru. Dengan demikian,
akan dapat dipersiapkan diri kita masing-masing apa dan bagaimana harusnya
seorang guru dalam menggeluti profesinya.
Pada kenyataannya ada guru yang hampir memenuhi harapan kita, namun
tidak sedikit pula mereka yang hanya memenuhi sebagian dari apa yang
kita harapkan ada pada sosok seorang guru. Secara ideal syarat seorang yang
dapat menjadi guru tersebut dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:
1. Syarat pribadi
Dilihat dari syarat pribadi seseorang dapat menjadi guru apabila
memenuhi beberapa kriteria yaitu:
a. Fisik, harus memiliki kesehatan fisik yang baik, dalam arti tidak
memiliki cacat yang dapat mengganggunya pada saat
melaksanakan tugas sebagai guru. Dapatkan Anda membayangkan
apa yang akan terjadi baik terhadap guru maupun terhadap siswa
yang dididiknya apabila kondisi fisiknya tidak sempurna atau
mengalami cacat yang mengganggunya dalam melaksanakan
tugasnya. Bagaimana kewibawaannya di depan kelas....?.
Bagaimana reaksi siswanya. ?
apakah ini dapat mengganggu konsentrasi belajar siswanya……?
Coba Anda diskusikan bersama dengan teman sejawat anda.
b. Psikis, yaitu kesehatan rohani yang optimal dari seorang calon
guru. Keseimbangan dan kematangan emosional dan sosial sangat
besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam
melaksanakan tugas, karena guru lebiih banyak berinteraksi
dengan siswa yang memiliki keberagaman sikap dan perilaku. Oleh
sebab itu, seorang ahli psikologi menyatakan bahwa keberhasilan
seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan IQ saja, tetapi
juga ditentukan oleh kematangan emosi (EQ) dan SQ. Oleh sebab
itu, idealnya seorang guru harus memiliki kemampuan yang baik
dalam tiga hal tersebut, yaitu IQ, EQ dan SQ (IQ dan ESQ).
Pernahkan Anda melihat
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 17
18 Profesi Kependidikan
guru yang cerdas, bijaksana, dan memiliki ketakwaan yang tinggi,
kalau Anda pernah bagaimana reaksi Anda dengan guru tersebut,
senang. ? Bagaimana motivasi belajar Anda dengan guru tersebut?
Jawaban Anda akan memperkuat pendapat bahwa ketiga hal tersebut
mutlak harus dimiliki oleh seorang yang ingin menjadi guru.
c. Watak, yaitu sikap yang baik terhadap profesi, berdedikasi dan
bertanggung jawab terhadap tugasnya. Kita sering melihat guru yang
datang ke sekolah hanya kalau ada jam mengajar, atau datang ke
sekolah setelah jam 9.00 dan pulang sebelum jam 12.00 atau
pulang sebelum jam pelajaran berakhir sudah keluar kelas. Bagaimana
reaksi Anda melihat hal yang demikian, dapatkan dia membelajarkan
siswa secara baik….? Tentunya kita sepakat bahwa hal yang
demikian bukanlah tipe guru yang baik atau dengan kata lain belum
memenuhi syarat sebagai guru.
Mengingat besarnya peranan dan tanggung jawab guru dalam proses
pendidikan anak dan penyiapan masa depan bangsa, maka tugas guru
harus dilandasi oleh sikap motivasi yang besar dan diwujudkan dalam
bentuk penyikapan terhadap tugas secara profesional. Yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah bagaimana refleksi perilaku tugas yang
menggambarkan sikap profesional dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai guru.
2. Syarat akademis,
Syarat akademis seorang guru merupakan sejumlah pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mengajar
dan mendidik. Secara singkat tugas mengajar dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) aspek yaitu:
a. Merencanakan pembelajaran, mencakup kemampuan akademis yang
berkaitan dengan:
1) Merumuskan tujuan pembelajaran
2) Merumuskan alat evaluasi
3) Menentukan materi bahan ajar yang mendukung pencapaian
tujuan
4) Merumuskan strategi pembelajaran dan menentukan kegiatan
belajar mengajar, media dan sumber belajar
5) Melaksanakan evaluasi formatif dan sumatif
6) Melakukan tindakan umpan balik

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 19


b. Melaksanakan pembelajaran, mencakup pengetahuan dan
keterampilan melaksanakan proses pembelajaran yang efektif,
yang mencakup:
1) Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
2) Memilih dan mengorganisasikan bahan ajar
3) Keterampilan memilih dan menggunakan pendekatan, model
dan strategi pembelajaran dengan metode, media dan sumber
belajar yang tepat.
4) Keterampilan melaksanakan pengelolaan kelas dan
pendekatan terhadap siswa.
5) dan seterusnya.
c. Melakukan dan memberikan bimbingan kepada siswa yang
menghadapi masalah dalam belajar. Tugas ini merupakan bagian dari
tugas guru sebagai pembimbing sebagaimana juga diamanatkan oleh
UUGD, dalam istilah lain disebut teacher as counselor.
d. Melakukan evaluasi pembelajaran, yang mencakup pengetahuan dan
keterampilan dalam:
1) Memilih prosedur dan teknik evaluasi
2) Membuat instrumen evaluasi yang baik
3) Melakukan evaluasi dan analisis hasilnya
4) Melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi berupa
pembelajaran remedial atau pengayaan/pendalaman.

Ada sejumlah pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang calon


sebelum menjadi guru, hal tersebut dapat dilakukan melalui belajar baik
formal maupun mandiri.
Untuk memperdalam dan memperluas pemahaman Anda tentang
kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru, mari kita simak beberapa
pendapat para ahli berikut ini:
Menurut Tilaar (1999), profil guru dalam era global pada abad ke-21
ini harus memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing
personality), sebab guru harus membimbing peserta didik ke arah
kedewasaan melalui interaksi yang harmonis dengan siswanya. lnteraksi
yang efektif hanya akan terjadi apabila guru memiliki kepribadian yang
matang dan selalu berkembang.

20 Profesi Kependidikan
2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS) yang
kuat, karena guru akan membawa siswanya ke alam ilmu pengetahuan
yang perkembangannya sangat cepat dan pesat.
3. Kemampuan mengembangkan minat dan motivasi siswanya melalui
penguasaan keterampilan dan penguasaan metodologis pembelajaran.
Oleh sebab itu, penguasaan terhadap psikologis anak didik (psikologi
perkembangan, psikologi belajar dan psikologi mengajar, serta
psikologi yang mendasari teknik motivasi), penguasaan pengetahuan
metode dan pendekatan pembelajaran serta evaluasi menjadi sangat
penting bagi seorang guru.
4. Pengembangan profesi yang berkesinambungan. Tanpa kemauan dan
kemampuan untuk berkembang secara berkesinambungan, maka
seorang guru akan sulit mengikuti perkembangan IPTEKS yang cepat.
Apabila hal ini terjadi maka siswa akan menjadi selalu tertinggal dari
perkembangan zaman dan tidak dapat bersaing dalam era global.
Untuk dapat berkembang secara berkesinambungan, maka seorang guru
dituntut kemauan dan kemampuan untuk selalu belajar (membaca),
mencari, mengolah dan memanfaatkan segala informasi dan
pengetahuan untuk kepentingan proses pembelajaran yang dilakukan
di sekolah.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2002), merumuskan standar


kompetensi (kemampuan) yang harus dimiliki oleh seorang guru SD-MI
mencakup 4 (empat) aspek yaitu:
1. Penguasaan bidang studi. Dalam hal ini mencakup 2 (dua) aspek pokok
penguasaan yaitu:
a. Penguasaan substansi disiplin ilmu yang berkaitan dengan substansi
dan metodologis dasar keilmuan bidang studi di SD. Artinya guru
harus menguasai sosok utuh ilmu yang menjadi sumber bidang
studi yang diajarkan di SD-Ml.
b. Penguasaan kurikulum yang berhubungan dengan pemilihan,
penataan, pengemasan dan representasi materi bidang studi.
2. Pemahaman tentang peserta didik, baik tahap perkembangannya sekarang
maupun arah dan tujuan perkembangannya selanjutnya. Hal ini sangat
penting mengingat layanan pembelajaran yang diberikan guru kepada
siswa yang tepat, efektif dan berkualitas hanya akan dapat dilakukan
apabila guru mampu menyesuaikan proses pembelajaran dengan
karakteristik peserta didik. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang
peserta didik seperti perkembangan peserta didik, psikologi
pembelajaran, teori belajar, minat dan perhatian harus dikuasai secara
mantap oleh seorang guru.
BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 21
3. Penguasaan pembelajaran yang mendidik. Pembelajaran yang
mendidik ini adalah pembelajaran yang bukan hanya bertujuan untuk
mencapai TIK yang ditetapkan, tetapi juga bertujuan mencapai yang lebih
umum melalui dampak pengiring dari hasil proses pembelajaran
(nurturant effect). Hal ini tercermin dari perilaku merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta memanfaatkan hasil evaluasi
untuk pengembangan peserta didik.
4. Pengembangan kepribadian dan keprofesionalan. Hal ini tercermin
dari sikap dan kemauan guru untuk selalu memutakhirkan kompetensi
profesi dan penguasaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan
perkembangan terakhir.

Secara operasional, Tim Pengembang SPTK-21 merumuskan beberapa


profil guru yang menggambarkan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang
guru yaitu:
1. Memiliki kepribadian yang baik, matang. Takwa, berakhlak, jujur, sabar
dan arif, disiplin inovatif dan kreatif, gemar membaca, demokratis,
terbuka, kasih sayang dan sebagainya).
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan, khususnya
tentang: peserta didik, teori pembelajaran, kurikulum dan perencanaan
pengajaran, budaya masyarakat sekitar, filsafat pendidikan, evaluasi,
teknik dasar dalam mengembangkan pembelajaran, teknologi dan
pemanfaatannya dalam pendidikan, penelitian dan moral, etika dan kaidah
profesi.
3. Pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi yang mencakup:
cara berpikir disiplin ilmu spesialisasinya, cara mengembangkan bahan
ajar dan penelitian dalam disiplin ilmu. Bagi guru SD, masih bersifat
guru kelas maka semua bidang ilmu yang diajarkan di SD menjadi
kewajibannya untuk dikuasai, sedangkan penelitian disiplin ilmu bagi
guru SD diharapkan menguasai penelitian tindakan kelas.
4. Kemampuan dan keterampilan profesi yang mencakup: mengembangkan
pembelajaran, menggunakan metode, teknik, teori dan prinsip
pembelajaran, mengelola kelas, memotivasi, menilai dan tindak lanjut
penilaian, membantu siswa dalam belajar (bimbingan), memanfaatkan
media dan teknologi pembelajaran, melaksanakan administrasi
sekolah.

Secara yuridis UUSPN tahun 2003 dan UUGD tahun 2005 telah secara
tegas menyebutkan beberapa kompetensi akademik dan sosial yang harus
dimiliki oleh seorang guru adalah: kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi personal dan kompetensi sosial.

22 Profesi Kependidikan
Dari berbagai uraian dan pendapat para ahli dan undang-undang tersebut
di atas, kita menarik kesimpulan bahwa: ternyata semua pendapat ahli
tersebut tidak memliki perbedaan yang prinsip, karena semuanya sepakat
bahwa kemampuan yang harus dimiliki seorang guru mencakup: penguasaan
peserta didik dan mendidik, penguasaan bidang studi/materi bahan ajar
yang menjadi tanggung jawabnya, penguasaan metodologis pembelajaran,
penguasaan psikologi yang mendasari perilaku siswa dalam belajar, penguasaan
IPTEKS dan kemauan untuk selalu berkembang dalam profesinya sebagai
guru. Kemampuan tersebut sangat diperlukan oleh seorang guru untuk
dapat berperan sebagai seorang guru yang profesional.

D. Tugas dan Fungsi Guru Serta Indikator Guru yang


Profesional
Kalau kita amati kondisi sekarang ini, masyarakat banyak berharap
bahkan kadang terkesan berlebih harapan kepada guru dalam mendidik putra-
putrinya. Semua aspek perkembangan anak seakan dibebankan pada guru
di sekolah. Akibatnya guru sering dijustifikasi sebagai pendidik yang gagal
oleh masyarakat/orangtua apabila putra-putri mereka tidak berhasil di
sekolah sesuai harapan mereka. Apakah memang semua hal terkait
keberhasilan dan kegagalan peserta didik di sekolah menjadi tanggung
jawab guru saja…? Apa sebenarnya tugas guru di sekolah, dan apa yang
dapat dijadikan ukuran (indikator) untuk melihat guru yang profesional
dalam menjalankan tugasnya di sekolah.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu guru memegang
peranan yang sangat sentral dalam proses pendidikan dan bahkan
perannya tidak dapat tergantikan oleh kemajuan peralatan elektronika apa
pun. Mengapa guru tidak dapat tergantikan oleh peralatan teknologi modern
sekalipun, karena guru berhadapan dengan manusia yang belum dewasa
yang memiliki perbedaan individu dalam berbagai aspek dan memerlukan
pendekatan, pembimbingan dan pembinaan secara khusus pula sesuai dengan
keunekannya masing-masing. Keunekan kepribadian peserta didik inilah yang
menyebabkan mengapa profesi guru memerlukan pendidikan khusus dan
persiapan khusus sebelum dapat memangku pekerjaannya sebagai guru
dan pendidik.

1. Tugas dan Fungsi Guru


Sebelum kita mendiskusikan lebih lanjut tentang tugas dan fungsi guru,
coba renungkan apakah pengalaman kita selama ini pada saat kita bersekolah
di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas apa saja tugas-tugas guru

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 23


yang mereka lakukan sehari-hari di kelas dan di luar kelas dalam memberikan
pendidikan kepada kita semua.
Apa yang kita renungkan dan kita amati tentang aktivitas apa yang
dilakukan oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru di
sekolah; kita tentu akan sepakat bahwa yang paling banyak kita saksikan adalah
guru menjelaskan materi pelajaran di kelasnya (di ruang kelas),
memberikan tugas-tugas pekerjaan rumah, bahkan sebagian ada yang
hanya mendiktekan bahan pelajaran atau mencatat di papan tulis. Itukah
sebenarnya tugas guru yang hakiki. Tentunya tidak, karena guru bertugas
mendewasakan peserta didik melalui berbagai cara dalam proses belajar
mengajar (pembelajaran) baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegang utama. Guru merupakan suatu
profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai profesi. Pekerjaan ini
tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian dan
atau pendidikan secara khusus/dipersiapkan sebagai guru. Orang yang
pandai berbicara sekalipun belum tentu dapat disebut guru. Untuk menjadi
guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang
profesional.
Mengajar (dalam tulisan ini selanjutnya disebut dengan istilah
pembelajaran) pada dasarnya merupakan perbuatan yang memerlukan tanggung
jawab moral yang cukup besar, sebab keberhasilan belajar sangat tergantung
pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu guru
dituntut dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar dan pembelajaran
dengan memanfaatkan berbagai sumber dan lingkungan guna menunjang
keberhasilannya dalam melaksanakan usaha pembelajaran. Karena itulah W.H.
Burton menyebut bahwa teaching is the guidance learning activities.
Pemahaman akan pengertian dan pandangan pembelajaran akan
banyak memengaruhi peranan dan aktivitas guru dalam mengajar. Sebaliknya
aktivitas guru dalam pembelajaran akan menentukan bentuk aktivitas siswa
dalam belajar. Semakin bagus aktivitas guru dalam pembelajaran semakin
tinggi aktivitas siswa dalam belajar, dan semakin tinggi pula hasil belajar
siswa.
Peristiwa belajar dan pembelajaran banyak berakar pada berbagai
pandangan sebagaimana telah diungkapkan dan perkembangan pandangan
tentang belajar dan pembelajaran tersebut banyak mengalami perubahan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
terbukti dengan adanya pembaruan-pembaruan dalam bidang pendidikan.
Semua ini menimbulkan tantangan bagi guru untuk senantiasa
meningkatkan tugas, peranan dan kompetensinya.

24 Profesi Kependidikan
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterammpilan
pada siswa.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa guru bertugas untuk:
1) Merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran
2) Menilai hasil pembelajaran
3) Melakukan pembimbingan dan pelatihan
4) Melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, maka guru/tenaga
kependidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 berkewajiban untuk:
1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis dan dialogis.
2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Tilaar (1999), mengemukakan beberapa fungsi guru dalam konteks


era globalisasi yang memiliki ciri persaingan yang sangat ketat tidak hanya
persaingan regional, tetapi juga persaingan nasional dan global. Fungsi
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Guru sebagai agen perubahan
Dalam era transformasi yang begitu cepat tidak ada sosok masyarakat lain
selain guru yang dapat berfungsi secara efektif sebagai agen
perubahan, sebab guru berhadapan langsung dengan generasi muda
bahkan di dalam masyarakat pada umumnya. Guru yang intelektual dan
berdedikasi merupakan unsur terdepan dan strategis dalam membawa
masyarakat ke dalam nilai-nilai modern.
2) Guru sebagai seorang pengembang sikap toleran dan saling pengertian
Dalam era global saling pengertian dan toleran sangat diperlukan. Hal
ini dapat terjadi apabila dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu
keluarga, yang diteruskan ke lingkungan sekolah sehingga dapat menjadi
kristalisasi untuk diwujudkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam
kaitan ini fungsi guru dalam mewujudkan sikap tersebut sangat besar,
dan bahkan

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 25


menentukan, lebih-lebih di sekolah dasar para siswa sangat menghormati
dan mengikuti apa yang diminta dan dicontohkan oleh guru-guru.
3) Guru sebagai pendidik yang profesional
Dalam era teknologi informasi yang sangat canggih sekarang ini
pengalaman belajar siswa dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti
buku, maupun media elektronik lainnya. Namun demikian, sekolah
khususnya guru sebagai pendidik tak tergantikan oleh media elektronik
tersebut seberapa pun canggihnya. Yang diperlukan sekarang adalah
bagaimana guru mampu memanfaatkan media elektronik yang
berkembang pesat tersebut sebagai alat yang menunjang proses
pembelajaran sehingga dapat mempercepat peningkatan mutu hasil
belajar.

2. Tugas Guru
Para ahli pendidikan, khususnya yang tergabung dalam tim perumus
Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad ke-21
(SPTK- 21) pada tahun 2002, merumuskan beberapa tugas operasional
konkret guru sebagai berikut:
1. Menjabarkan kebijakan dan landasan pendidikan dalam wujud
perencanaan pembelajaran di kelas dan luar kelas.
2. Mengaplikasikan komponen-komponen pembelajaran sebagai suatu
sistem dalam proses pembelajaran.
3. Melakukan komunikasi dalam komunitas profesi, sosial dan memfasilitasi
pembelajaran masyarakat.
4. Mengelola kelas dengan pendekatan dan prosedur yang tepat dan relevan
dengan karakteristik peserta didik.
5. Meneliti, mengembangkan, berinovasi di bidang pendidikan dan
pembelajaran dan mampu memanfaatkan hasilnya untuk pengembangan
profesi.
6. Melaksanakan fungsinya sebagai pendidik untuk menghasilkan lulusan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, kesatuan dan nilai luhur
bangsa, masyarakat dan agama.
7. Melaksanakan fungsi dan program bimbingan dan konseling dan
administrasi pendidikan.
8. Mengembangkan diri dalam wawasan, sikap dan keterampilan profesi.
Memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya dan sosial serta lingkungan
alam dalam mengembangkan proses pembelajaran.

26 Profesi Kependidikan
Apabila kita tarik benang merah dari apa yang dirumuskan oleh Tim
SPTK-21 ini, pada dasamya tidak berbeda dengan apa yang diungkapkan
oleh para pakar terdahulu seperti yang telah kita uraikan di atas, demikian pula
apa yang diungkapkan dalam UUSP Nomor 20 Tahun 2003 pada dasarnya
tidak berbeda dengan rumusan ini.

3. Tipe Guru
Apabila kita memerhatikan secara seksama dalam keseharian guru-
guru kita di sekolah, terlihat macam-macam bentuk atau tipe guru. Ada
guru yang datang ke sekolah selalu terlambat dan pulang lebih awal dari
guru yang lain, ada pula guru yang disiplin dalam mengajar tetapi pada saat
mengajar tampak tidak menguasai bahan sehingga guru cenderung meminta
siswa mencatat atau kalaupun menjelaskan materi sering tidak fokus pada
apa yang dibicarakan atau menyimpang dari materi yang dipelajari. Di
samping itu, ada pula guru yang menguasai materi bahan ajar, menjelaskan
dengan baik sekali tetapi sering tidak disiplin dengan berbagai alasan
bahkan dia sering mengkritisi tentang sekolah, tetapi beliau sendiri tidak
mampu melakukakan apa yang dikritisi tersebut atau sering disebut sebagai
komentator. Di samping tipe seperti itu kita juga sering melihat guru yang
sangat disiplin dengan tugas, hubungan dengan siswa baik dan mendidik,
penguasaan materi ajar sangat baik dan diikuti dengan cara menyampaikan
materi secara baik pula, guru semacam inilah guru idaman siswa dan juga
diidamkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia.
Di samping itu kita juga sering mendengar apa yang dinyatakan oleh
masyarakat tentang guru yaitu guru yang efektif atau juga bahkan ada guru
yang sering disebut guru tidak efektif.
Muijs dan Reynold (2005) menyimpulkan bahwa guru efektif ditandai
dengan perilaku dan kemampuan sebagai berikut:
1. Have a positive attitude (Memiliki sikap positif). Guru semacam ini adalah
guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan/profesinya
sebagai guru, positif terhadap siswanya, sekolahnya bahkan terhadap
lingkungan sekolahnya.
2. Develop a pleasant social/psychological climate in the classroom
(Mengembangkan iklim sosial/psikologis yang menyenangkan di kelas).
Guru dalam kategori ini adalah guru yang mampu mengembangkan
iklim yang nyaman, aman dan bersahabat di dalam lingkungan kelas
maupun lingkungan sekolahnya. Sehingga pembelajaran yang
diciptakannya adalah pembelajaran yang bebas dari tekanan dan
ketakutan siswa.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 27


3. Have high expectation of what pupils can achieve (Memiliki harapan yang tinggi
dari apa yang siswa dapat mencapai). Guru semacam ini adalah guru yang
memiliki optimisme terhadap siswanya akan mampu mendapatkan
hasil yang tinggi daripada apa yang mereka capai sekarang. Optimisme
itu dibuktikannya dengan berupaya selalu meningkatkan kepercayaan
diri siswa untuk dapat berprestasi lebih tinggi lagi.
4. Communicate lesson clarity (Berkomunikasi secara jelas dalam pelajaran).
Guru dalam indikator ini menunjukkan kemampuan berkomunikasi
dengan baik, memiliki kemampuan berbahasa yang baik sehingga apa
yang disampaikannya di hadapan siswa saat pembelajaran dilakukan dapat
dipahami secara jelas oleh seluruh siswa. Guru memiliki kemampuan
menyesuaikan bahasa yang digunakan dengan kemampuan berbahasa
siswanya.
5. Practice effective time management (mempraktikkan manajemen waktu yang
efektif). Guru yang efektif adalah guru yang memiliki kemampuan
untuk mengatur waktu secara baik, mana waktu prioritas dan mana
kegiatan yang memiliki tingkat prioritas kurang. Mengelola waktu ini
berkaitan dengan mengelola waktu mengajar, waktu membimbing,
melatih dan mengevaluasi siswa serta memberikan upaya perbaikan
sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi yang dilakukannya.
6. Employ strong lesson structuring. Maksudnya dalam konteks ini adalah
bagaimana guru memiliki kemampuan untuk bekerja secara keras
dalam menstruktur pembelajaran secara sekuensis, sebab dengan
demikian anak akan mudah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
karena dimulai dari tingkat struktur yang rendah sampai dengan tingkat
kesulitan yang tinggi secara berjenjang.
7. Use a variety of teaching methods (menggunakan metode pembelajaran yang
variatif). Guru efektif adalah guru yang memiliki kemampuan tinggi
untuk selalu kreatif menggunakan berbagai model, strategi dan metode
pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa,
tujuan pembelajaran, sarana dan prasarana pendukung pembelajaran dan
kemampuan guru itu sendiri. Di samping itu, rancangan pembelajaran
yang dibuatnya dapat fleksibel dan mungkin berubah dalam pendekatan,
model dan atau metode sesuai dengan situasi dan kondisi
pembelajaran berlangsung.
8. Use and incorporate pupil ideas. Guru dengan indikator ini adalah mereka
yang mau dan mampu menggunakan dan menggabungkan gagasan murid
untuk kebutuhan pembelajaran berlangsung, sehingga pembelajaran yang

28 Profesi Kependidikan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa. Sangat sering ditemukan
guru memaksakan kehendaknya sementara gagasan murid “selalu
dianggap salah” sehingga tidak menjadi bahan pertimbangan bagi guru
dalam melaksanakan pembelajaran.
9. Use appropriate and varied questioning. Guru efektif dengan indikator ini
adalah guru yang menggunakan pertanyaan secara tepat dan
bervariasi. Sering kita menemukan siswa tidak mampu menjawab
pertanyaan guru bukan akibat ketidakmampuan mereka atau
ketidakpahaman siswa terhadap substansi, tetapi akibat dari
ketidakpahaman terhadap pertanyaan yang diajukan guru. Variasi
pertanyaan juga dilakukan guru berdasarkan tingkat tujuan
pembelajaran, mulai dari pertanyaan yang hanya menggali hafalan,
pemahaman sampai pada pertanyaan yang sifatnya analisis dan
evaluasi.

Wragg et.al (2000), menemukan sejumlah indikator yang menunjukkan


perilaku dan kompetensi sebagai guru yang tidak efektif yaitu:
1. Inability to control the class. Guru yang termasuk dalam kategori ini
adalah guru yang menunjukkan indikator ketidakmampuan dalam
mengendalikan kelas, sehingga dalam pembelajaran kelas tampak tidak
terorganisir, masing-masing siswa memiliki kegiatan sendiri-sendiri
yang tidak terfokus pada pembelajaran. Sementara proses
pembelajaran berlangsung guru tidak mampu mengendalikan kegiatan
siswa untuk fokus pada pembelajaran yang sedang berlangsung.
2. Poor planning and preparation. Guru yang termasuk dalam kategori ini
adalah guru yang menunjukkan perilaku buruk dalam perencanaan
mengajar dan atau persiapan mengajar. Meskipun ada perencanaan
hanya sekadarnya tanpa mengikuti perencanaan yang utuh dan
lengkap. Bahkan banyak di antara mereka kalau ditanya kenapa tidak
membuat perencanaan dan persiapan selalu menjawab bahwa
perencanaan dan persiapan tersebut sudah ada dalam otak.
3. Poor subject knowledge. Guru yang termasuk dalam kriteria ini adalah
mereka yang menunjukkan buruknya penguasaan bahan
ajar/pengetahuan yang akan diajarkan. Guru tidak mampu menjelaskan
secara luas dan mendalam apa yang seharusnya dikuasai oleh siswa
pada saat pembelajaran berlangsung. Pada saat mengajar guru tidak
menguasai bahan ajar yang ditunjukkan mereka selalu memegang
buku dan membaca apa yang ada dalam buku tanpa dapat
menjelaskan apalagi memperluas dan memperdalam materi yang
sedang diajarkan apalagi menghubungkan

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 29


antara satu materi dengan materi lain atau satu bidang ilmu dengan
bidang ilmu lainnya.
4. Poor teaching. Guru yang termasuk dalam kategori poor teaching adalah
mereka yang terlihat buruk dalam menggunakan model, pendekatan
dan atau strategi pembelajaran secara baik, inovatif dan kreatif. Biasanya
guru ini dalam pembelajaran menggunakan metode-metode pembelajaran
yang konvensional/tradisional tanpa dapat memvariasi atau
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
5. Low expectations of pupils. Guru yang memiliki harapan yang rendah
terhadap siswa adalah guru yang merasa tidak punya keyakinan
terhadap siswanya untuk berprestasi tinggi. Akibatnya semua kegiatan
pembelajaran yang dilakukannya cenderung berkadar kualitas yang
rendah. Apa pun yang dia lakukan termasuk dalam membuat pertanyaan
atau permasalahan hanya berkisar pada kognitif tingkat pertama seperti
kemampuan menghafal, atau paling tinggi pemahaman saja tanpa berani
membuat pertanyaan sampai pada tahap analisis, sintesis apalagi tingkat
evaluasi.
6. Poor relationships with pupils. Guru yang tergolong dalam kategori buruk
dalam berkomunikasi/berhubungan dengan para siswa, adalah mereka
yang tidak dapat membangun komunikasi dengan siswanya secara
baik. Dia tidak dapat memperlakukan siswanya sebagai teman, anak,
peserta didik dan sebagainya. Akibatnya siswa juga tidak dapat
membangun keterbukaan kepada gurunya saat dia menghadapi
masalah, padahal guru dalam fungsinya sebagai pembimbing
memerlukan keterbukaan siswa dalam masalah-masalah yang dihadapi
dalam belajar agar bantuan bimbingan yang diberikan tepat dan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam memecahkan masalah.

Dalam kenyataannya sering juga ditemukan istilah guru yang


berkinerja di bawah standar. Sehubungan dengan kinerja di bawah ini
Jones Jenkin, dan Lord (2006), menyatakan bahwa guru yang memiliki
performansi atau kinerja rendah ini masih terdiri dari beberapa tingkatan
yaitu: ineffective teachers, struggling teachers, under-performing teachers, sinking
teachers, stuck teachers. Penjelasan masing-masing kategori guru menurut
Jones dkk tersebut dapat dirinci masing-masing indikator sebagai berikut:
1) Ineffective teachers (Guru tidak Efektif). Guru yang tidak efektif ini memiliki
beberapa indikator, sebagai berikut:

30 Profesi Kependidikan
a. Have poor pedagogic practices and/or poor relationship with pupils
Guru yang masuk dalam indikator ini adalah mereka yang memiliki
praktik pedagogik yang buruk dan /atau hubungan yang buruk dengan
murid. Kemampuan mendidik peserta didik guru ini buruk, dengan
demikian dia tidak dapat mengemas pembelajaran yang mendidik.
Padahal sekarang guru dituntut untuk mengintegrasikan pendidikan
karakter dalam setiap mata pelajaran. Kemampuan mengemas
mata pelajaran dalam pembelajaran sebagai satu kesatuan utuh
dalam pendidikan keilmuan dan karakter memerlukan
kemampuan pedagogik yang baik.
b. Are unaware of the contribution they personally must make to improving their
practice and approach with pupils and tend to blame external factors (the
pupils, the parents, the school’s manager, etc) for their difficulties. Guru
yang termasuk dalam indikator ini adalah mereka yang tidak
menyadari kontribusi mereka secara pribadi untuk meningkatkan
praktik dan pendekatan dengan murid dan cenderung
menyalahkan faktor eksternal seperti: siswa, orang tua, manajer
sekolah, dan lain-lain apabila dia menghadapi kesulitan dan tidak
mampu menghadapi kesulitan tersebut. Atau dengan kata lain
mereka adalah guru yang selalu mencari “kambing hitam” pada
saat kegagalan yang dihadapinya, sehingga dia selalu merasa benar
dalam tindakan pembelajaran yang dilakukannya meskipun hasil
pembelajaran yang dia lakukan rendah.
2) Struggling teachers (guru yang pejuang). Guru yang termasuk dalam
kriteria ini memiliki beberapa indikator, sebagai berikut:
a. Have many of the poor practices of the ineffective teacher but are trying find
ways of improving their practice. Guru yang termasuk dalam indikator
ini menunjukkan mereka melakukan banyak praktik-praktik yang
buruk dari guru yang tidak efektif seperti dikemukakan pada kriteria
di atas (guru tidak efektif), tetapi guru ini berusaha untuk
menemukan cara-cara meningkatkan praktik mereka. Artinya ada
upaya untuk memperbaiki diri dengan perjuangan sendiri.
b. May be spasmodic or misguided in their attempts but there is a spark of self-
reflection in their approach. Guru yang termasuk dalam indikator ini
menunjukkan kemungkinan hebat tetapi mungkin juga dia atau
salah arah dalam usaha mereka, tetapi ada refleksi sendiri yang dia
lakukan terhadap pendekatan atau strategi pembelajaran yang
dilakukannya.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 31


c. Are likely to be NQTs or teachers new to a particular post or particular school
who are struggling to develop the range of skill and approaches they need
for their new role. Guru yang termasuk indikator ini adalah seperti
guru baru untuk bagian tertentu atau sekolah tertentu yang
berjuang untuk mengembangkan berbagai keterampilan dan
pendekatan yang mereka butuhkan untuk peran/tugas atau tanggung
jawab yang baru mereka. Guru ini menunjukkan usaha yang keras
untuk membangun kemampuannya agar sesuai dengan tugas atau
peran baru yang diembannya.
3) Under-performing teachers (guru dengan performansi di bawah standar).
Guru yang termasuk dalam kriteria ini memiliki beberapa indikator,
sebagai berikut:
a. Have the ability but do not push themselves to the limits of their
capacity. Guru yang termasuk dalam indikator ini adalah guru yang
sebenarnya memiliki kemampuan dalam berbagai hal baik
penguasaan bahan ajar maupun kemampuan dalam
menyampaikan bahan ajar dengan menggunakan berbagai strategi
pembelajaran, tetapi mereka tidak mau atau tidak memiliki
kemauan (awareness) dan komitmen diri dan atau tidak mau
memaksakan dirinya untuk mencapai batas kapasitas yang
seharusnya mereka miliki. Dengan kata lain guru ini sebenarnya
memiliki kemampuan yang baik tetapi tidak berkinerja sesuai
dengan kemampuannya, karena itu mereka disebut guru yang
berkinerja di bawah standar kinerja dirinya apabila dibandingkan
dengan kompetensi yang dia miliki.
b. Are likely to be adequate in most classroom situations but contribute
nothing to the wider life of the school. Guru yang termasuk dalam
indikator ini adalah mereka yang sebenarnya memiliki kemampuan
cukup memadai dalam melaksanakan pembelajaran di situasi dan
kondisi banyak kelas, tetapi guru ini tidak memberikan kontribusi apa-
apa untuk kehidupan sekolah yang lebih luas sekolah. Dengan kata
lain guru ini hanya komitmen terhadap pekerjaannya sebagai guru
dan hanya mengajar saja yang menjadi perhatian utamanya sebagai
guru, sementara tugas- tugas lain yang terkait dengan kemajuan
sekolah secara keseluruhan dia merasa bukan kewajibannya sebagai
guru, akibatnya dia acuh terhadap kemajuan sekolah dalam arti luas.
c. Are in danger or be coming ‘stuck’ teachers as they do nothing to update
their skills and approaches. Guru yang tergolong dalam indikator
sebagai guru terjebak ini adalah mereka yang sebenarnya berada
dalam kondisi “bahaya” akan tertinggal dari guru lain bahkan
mungkin tertinggal
32 Profesi Kependidikan
kemampuannya dari siswa. Di samping itu, guru dalam indikator
ini adalah mereka yang sebenarnya “terjebak” dalam kondisi status
qou, dan memahami akan keterjebakannya dan atau ketertinggalan
mereka, tetapi mereka tidak melakukan apa-apa untuk memperbarui
dan meningkatkan keterampilan dan pendekatan mereka sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
4) Sinking teachers (guru terpuruk). Guru yang termasuk dalam kriteria ini
memiliki beberapa indikator, sebagai berikut:
a. Are those who were (probably) once satisfactory teachers who have lost
their way. Guru dalam indikator ini adalah mereka yang kehilangan
cara-cara kerja mereka yang efektif. Atau dengan kata lain kinerja
mereka dalam bekerja mundur dari kinerja yang sebelumnya pernah
mereka lakukan. Untuk guru semacam ini perlu ada orang lain
yang dapat membangunkan motivasi dan kepuasan kerjanya agar
tumbuh kembali kepada cara-cara efektif yang pernah mereka
lakukan.
b. May be suffering from ‘burn out’ have external life problems which are
deflecting their energies and commitment away from teaching, or have medical
or psychological difficulties. Guru yang termasuk dalam kelompok
ini sebenarnya adalah guru yang dulunya memiliki kinerja baik
tetapi mungkin memiliki masalah kehidupan eksternal sehingga
dia membelokkan atau mengalihkan energi dan komitmen mereka
ke arah lain (sesuai masalah yang mereka hadapi yang biasanya
masalah bersifat pribadi, keluarga atau lainnya). Masalah tersebut
sebenarnya jauh dari hal-hal yang terkait dengan mengajar.
Masalah eksternal dapat pula bersumber dari masalah medis atau
psikologis yang dialami oleh guru yang menyebabkan dia
mengalihkan energi dan power dalam dirinya untuk mengatasi
masalah tersebut yang berakibat kegiatan pembelajaran yang dia
lakukan menjadi berkinerja yang terpuruk.
c. Are often long-service teachers who have worked in one institution for
many years. Guru terpuruk dalam kinerja yang dimaksudkan dalam
indikator ini adalah mereka yang telah lama telah bekerja di satu
sekolah tertentu atau selama bertahun-tahun bahkan sepanjang tugas
menjadi guru tidak pernah beralih ke sekolah lain yang menyebabkan
ada kebosanan atau kejenuhan dalam bekerja pada tempat yang
sama dalam waktu lama. Kondisi tersebutlah sebenarnya yang
menyebabkan guru menjadi kurang termotivasi, kurang tantangan
dan menyebabkan dia menjadi terpuruk dalam kinerjanya sebagai
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 33


d. Usually have discipline problems, but are increasingly resistant to new
approaches. Guru terpuruk dapat pula disebabkan karena guru
memiliki masalah disiplin, tetapi semakin resisten terhadap
pendekatan baru. Akibatnya dia tidak dapat berkinerja baik karena
bermasalah dalam disiplin, namun di sisi lain guru-guru ini sangat
resisten terhadap berbagai perubahan kebijaan yang dilahirkan di
sekolahnya.
e. May have the potential to be reflective practitioners but increasingly have less
inclination to be. Guru terpuruk sebenarnya juga mungkin guru
tersebut memiliki potensi untuk melakukan reflektif terhadap
pelaksanaan tugas mengajarnya, tetapi semakin cenderung
melakukan tugas yang semakin menurun, tetapi guru ini tidak
memiliki kemauan dan motivasi untuk melakukan refleksi
terhadap tugasnya, dia hanya melakukan rutinitas seperti apa yang
pernah mereka lakukan. Akibatnya pelaksanaan tugas mengajarnya
tidak pernah berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pada gilirannya dapat
menurunkan prestasi belajar siswa dan mutu sekolah secara
keseluruhan.
5) Stuck teachers (guru terjebak). Guru yang termasuk dalam kriteria ini
memiliki beberapa indikator, sebagai berikut:
a. Are teachers who have moved on and adapted to the changing demands of
teaching. Guru terjebak dapat disebabkan oleh faktor yaitu guru yang
telah pindah dan disesuaikan dengan tuntutan perubahan pengajaran,
sementara guru tersebut belum bisa menyesuaikan diri dengan
perubahan tersebut. Akibatnya dia dapat menjadi guru yang tidak
efektif dan berkinerja buruk.
b. Employ pedagogic practices that are located in a time warp (e.g. dictated note,
copying from the board, rote learning). Dalam konteks ini dimaksudkan
adalah guru yang melakukan praktik pedagogik yang membelok dari
praktik pedagogik sebenarnya dalam pembelajaran seperti misalnya
mengajar dengan mendikte catatan, menyalin dari papan tulis atau
anak diminta belajar menghafal materi bahan ajar.
c. View teachers-pupil relationships as ones based upon automatic respect for the
teacher and show a lack of emphaty with the view point of the pupil. Guru
terjebak yang mengakibatkan dia tidak berkinerja baik disebabkan
oleh karena guru melihat hubungan guru-murid didasarkan pada
penghormatan otomatis untuk guru dan menunjukkan kurangnya
empati dengan sudut pandang murid. Akibatnya hubungan guru dan
murid tidak berlangsung secara baik dan membangun motivasi murid
untuk berprestasi. Padahal
34 Profesi Kependidikan
pembelajaran pada hakikatnya adalah interaksi antara murid dan guru
secara timbal balik. Tanpa keharmonisan hubungan seperti itu maka
hasil belajar tidak akan optimal.
d. Often have discipline problems brought about by their teaching style and level of
expectation. Guru terjebak yang tidak berkinerja baik sering memiliki
masalah dalam disiplin yang ditimbulkan oleh gaya mengajar mereka
dan tingkat harapan mereka terhadap pembelajaran dan hasil belajar
siswanya. Biasanya mereka mempunyai disiplin yang rendah,
akibatnya juga harapan prestasi kepada siswa juga rendah.

Ahli lain dalam perspektif lain menggolong beberapa tipe guru.


Glickman (2002) menggolongkan ketegori guru yang didasarkan pada
perspektif paradigma kategori guru yang didasarkan pada tinggi rendahnya
level of commitment (tingkat komitmen guru) dan level of abstraction thinking
(tingkat berpikir abstrak guru).
Suriansyah, A (1992), mengelaborasi beberapa kegiatan dan indikator yang
menunjukkan aktivitas guru dalam aspek komitmen guru dan kemampuan
berpikir abstrak guru sehingga dapat terukur dalam menentukan dan
menggolongkan kategori guru. Indikator-indikator tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Komitmen. Aspek komitmen ini mencakup indikator-indikator sebagai
berikut:
a) Komitmen guru dalam penggunaan waktu mengajar (disiplin), waktu
datang dan waktu selesai mengajar.
b) Perhatian guru terhadap siswa yang ditunjukkan dalam bentuk
berkomunikasi secara intern dengan siswa dalam membantu belajar,
mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar.
c) Menghabiskan banyak waktu untuk aktivitas sekolah guna kemajuan
sekolah dan mutu sekolahnya.
d) Menunjukkan minat dan perhatian yang besar terhadap berbagai
kegiatan pengembangan siswa dalam kegiatan non akademik.
2) Kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan ini mencakup beberapa
indikator-indikator sebagai berikut:
a) Kemampuan guru dalam membuat perencanaan dan persiapan
pembelajaran secara berkualitas.
b) Kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
mencakup penggunaan pendekatan, model dan strategi pembelajaran
yang variatif, ketepatan prosedur dalam menggunakan media
pendukung pembelajaran dan melakukan tes (harian, bulanan atau

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 35


semester serta kemampuan memberikan umpan balik dan tindak
lanjut hasil evaluasi kepada siswa untuk perbaikan.
c) Fleksibilitas dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan situasi
dan kondisi kelas saat pembelajaran berlangsung, memiliki daya
adaptasi dan mampu menggunakan berbagai pendekatan, model dan
strategi pembelajaran yang tepat.
d) Kemampuan guru dalam mengidentifikasi masalah, yang ditunjukkan
dengan kemampuan mengidentifikasi masalah belajar siswa, masalah
dalam mengajar serta menganalisisnya secara mandiri.
e) Kemampuan guru dalam membuat alternatif pemecahan masalah
siswa atau masalah pembelajaran yang dihadapi dalam kelas.
Dari dua hal tersebut diperoleh beberapa kategori guru yaitu:
1) Guru profesional (professional teacher), yaitu guru yang memiliki tingkat
komitmen guru tergolong tinggi dan tingkat kemampuan berpikir
abstraksi juga tinggi. Guru yang memenuhi dua hal yang tergolong
tinggi tersebut bercirikan:
a) Guru ini tergolong guru yang berdisiplin tinggi
b) Energik, antusias dalam melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya.
c) Continue dan konsisten dalam mengembangkan dirinya, siswanya
bahkan memiliki kesediaan membantu teman guru yang lain tanpa
pamrih.
d) Memikirkan tugas secara konsisten bahkan saat dia berada di luar
sekolah.
e) Mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah dan membuat
pilihan yang rasional dalam pemecahan masalah.
f) Mengembangkan rencana pengembangan pembelajaran selanjutnya
dengan melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran yang
dilakukannya.
2) Guru analis dan pengamat (analytical observer teacher), yaitu guru yang
rendah komitmennya terhadap tugas, tetapi tinggi kemampuan
berpikir abstraknya. Indikator guru ini dapat diidentifikasi dari
perilaku sebagai berikut:
a) Guru ini inteligen (cerdas).
b) Mampu memberikan gagasan yang baik tentang apa yang dapat
dilakukan dalam kelas atau gagasan untuk perbaikan sekolah
secara keseluruhan dalam menuju sekolah yang baik/unggul.

36 Profesi Kependidikan
c) Memiliki kemauan yang rendah (tidak mau) juga tidak mampu
melakukan gagasan-gagasan yang diberikannya dalam bekerja.
d) Hanya pintar memberikan gagasan tapi tidak mampu melakukan
apabila diberi kepercayaan.
e) Hebat dalam memberikan kritik tetapi dia tidak mampu
melakukan perbaikan sesuai dengan apa yang dia pikirkan.
3) Guru tidak terfokus (unfocus teacher). Guru yang tergolong dalam kategori
ini adalah guru yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi, tetapi
memiliki tingkat abstraksi yang rendah. Guru dalam kategori ini dapat
dilihat dari ciri perilaku di sekolah atau perilaku dalam pembelajaran
sebagai berikut:
a) Antusias dan energik dalam bekerja.
b) Perhatian yang baik dan merupakan guru pekerja keras.
c) Tidak mampu mengenali masalah yang terjadi dalam proses
pembelajaran yang dilakukannya, baik masalah guru dalam mengajar
maupun masalah siswa dalam belajar.
d) Tampak kebingungan dalam menghadapi masalah, sehingga dia
tidak mampu merumuskan alternatif pemecahan masalah, apalagi
memecahkan masalah yang dihadapinya.
e) Selalu tergantung pada orang lain, khususnya kepala sekolah
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
f) Dalam melaksanakan pembelajaran dia tidak dapat memberikan
penjelasan yang terfokus pada substansi bahan ajar, tetapi sering
menyimpang dari substansi bahan/materi ajar kepada hal lain
yang tidak ada kaitannya dengan apa yang sedang diajarkan.
4) Guru dropout (teacher dropout). Guru yang termasuk dalam kategori
ini adalah guru yang memiliki komitmen terhadap tugas rendah, juga
tingkat abstraksinya rendah. Guru ini dapat dikenali dari ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Tidak disiplin dalam melaksanakan segala tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
b) Selalu terlambat datang ke sekolah tetapi pulang lebih cepat
c) Tampak kurang energi (loyo) dalam mengajar seperti ngantuk, bahkan
dapat tertidur saat pembelajaran berlangsung atau pertemuan
guru berlangsung.
d) Mengajar hanya sekadar mengajar.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 37


e) Mengajar tanpa perencanaan, tanpa persiapan serta dalam
pelaksanaannya dia hanya bisa menggunakan strategi pembelajaran
tradisional tanpa mau dan tidak dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan anak, serta kebutuhan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f) Tidak pernah melakukan refleksi pembelajaran apalagi umpan
balik dan remedial.
g) Apabila menghadapi masalah dia bingung dan pasrah dengan keadaan
tanpa ada usaha untuk mengatasinya.
h) Tidak mau memikirkan masalah siswa dan kemajuan siswa, karena
dia menganggap tugas tersebut adalah tugas orangtua bukan tugasnya
sebagai guru.

4. Guru yang Profesional


McNergney dan Carol A. Carrier (1981) menyatakan ada dua tugas
dan perilaku guru yang merupakan refleksi profesional dalam tugas, yaitu
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap siswa (commitment to the student)
dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi itu sendiri
(commitment to the profession).
Komitmen pada dasarnya adalah kesediaan seseorang untuk selalu
mengikat diri dan mempertahankan diri dan atau mengeluarkan segala tenaga
dan pikirannya untuk selalu berfokus kepada tugas-tugas organisasi (sekolah)
dan sikap positif yang sangat kuat dan terus-menerus terjaga dari seseorang
terhadap tugas-tugas yang diembankan kepadanya. Seorang yang mempunyai
komitmen yang tinggi akan memperlihatkan perilaku: 1). Keinginan yang
kuat untuk tetap pada pekerjaannya, 2). Kesediaan untuk berusaha sebaik
mungkin/ optimal dalam melaksanakan tugasnya demi kepentingan tempat
kerjanya dan 3). Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai
dan tujuan organisasi. Dari tiga indikator ini tampak bahwa komitmen yang
tinggi dari seseorang tidak hanya dalam bentuk perilaku displin dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diembankan kepada seseorang tetapi jauh
lebih dari itu kesediaan untuk berkerja semaksimal mungkin dengan tanggung
jawab moral yang tinggi terhadap keberhasilan melaksanakan tugas-tugas
organisasi dan selalu konsisten dengan misi dan tujuan yang ingin dicapai
oleh organisasi. Ada dua komitmen yang harus dibangun dan dimiliki oleh
seseorang yang ingin menjadi guru yang profesional, yaitu komitmen
terhadap siswa dan komitmen terhadap profesi itu sendiri.

38 Profesi Kependidikan
Seorang guru yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap siswa
dapat diamati dari perilaku-perilaku yang muncul dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari sebagai berikut:
a. Membantu dan mendorong siswa untuk merealisasikan potensinya dalam
mencapai tujuan belajar, sehingga siswa dapat mewujudkan semua potensi
yang ada pada dirinya.
b. Mendorong semangat siswa-siswanya untuk mau dan mampu melakukan
penelitian, memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi secara mandiri dan atau
secara berkelompok.
c. Mengajar siswa-siswanya dengan tujuan yang tepat serta mempunyai
harapan yang tinggi terhadap siswa-siswanya “Dalam hal ini dia
selalu berharap bahwa siswa-siswanya akan mendapatkan hasil yang
maksimal dalam belajar”. Konsekuensi dari harapan tersebut guru
selalu berusaha mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar
yang dialami siswa-siswanya yang selanjutnya berusaha memberikan
bimbingan dan bahkan melakukan pengajaran remedial/perbaikan
terhadap siswa-siswanya.
d. Perhatian yang tinggi terhadap siswa-siswanya yang ditunjukkan
dalam bentuk selalu berkomunikasi secara harmonis dengan siswa-
siswanya untuk melakukan monitoring kemajuan belajar.
e. Selalu menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar. Dalam hal ini
berarti ia selalu berusaha agar para siswa aktif terlibat dalam setiap
langkah proses pembelajaran yang dia lakukan. Dengan demikian ia
berusaha untuk membuat siswa belajar sendiri, mencari sendiri secara
aktif konsep, teori, prinsip dan bahan-bahan lain yang akan dipelajarinya,
sehingga guru hanya merupakan fasilitator yang mengonsistensikan
dan mengoordinasikan terjadinya proses belajar.

Komitmen Terhadap Profesi


Komitmen terhadap profesi mencakup kegiatan yang berkaitan dengan
kualitas dan kuantitas Iayanan yang diberikan kepada siswa-siswanya.
Dalam hal ini ada beberapa indikator yang dapat dilihat untuk mengetahui
sejauhmana kualitas dan kuantitas layanan guru (guru mempunyai komitmen
terhadap profesi) yaitu:
a. Sedikit waktu terbuang dalam memulai dan mengakhiri kegiatan
pelajaran. Artinya bahwa guru yang demikian datang tepat waktunya
dan menggunakan semua waktu bahkan setiap detik waktu yang tersedia

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 39


dalam proses belajar mengajar hanya digunakan untuk mencapai
tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.
b. Ketepatan menyeleksi dan memilih materi dan metode yang cocok/ tepat
dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti tujuan, materi, siswa
dan sebagainya. Dalam hal ini juga termasuk kemampuan guru dalam
menggunakan metode mengajar yang variatif dalam usahanya untuk
mencapai keberhasilan belajar secara tuntas.
c. Selalu berusaha untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan
peningkatan dirinya dan profesinya secara kontinu. Oleh sebab itu,
guru yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesi mempunyai
kebiasaan selalu belajar dan terus belajar untuk menambah wawasan
keilmuannya, dengan demikian ia selalu bertumbuh dalam profesinya
(professional growth).
d. Melalukan evaluasi belajar secara tepat dalam arti teknik dan prosedur
yang dilakukan.
e. Selalu berusaha mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah yang
dihadapi siswanya dalam belajar serta masalah-masalah yang dihadapinya
dalam pengajaran serta berusaha mencari alternatif pemecahannya. Tetapi
apabila masih belum dapat terpecahkan juga maka dia dengan suka
rela mau meminta bantuan orang lain (kepala sekolah dan atau guru
lain) untuk memecahkan masalah yang dia hadapi. Dengan kata lain ia
selalu terbuka untuk menerima pendapat orang lain dalam usaha
memajukan proses belajar mengajar yang dia lakukan.

Dalam perspektif lain, tetapi masih dalam arah konsep yang senada
Glickman (1987), mengungkapkan dua indikator yang dapat menggambarkan
refleksi sikap dan perilaku profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas
profesi keguruannya. Kedua indikator tersebut adalah : 1) Teacher commitment
dan 2) Teacher’s ability to think abstractly. Secara lebih terperinci sikap dan
perilaku profesional pada dua indikator tersebut adalah:

Teacher commitment
Seorang guru dapat dikatakan memiliki komitmen yang baik dalam
profesinya sebagai guru apabila dia mampu menunjukkan perilaku dan
sikap berikut ini dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yaitu:
a. Disiplin dalam penggunaan waktu mengajar, waktu datang dan pulang.
Artinya tidak banyak, bahkan tidak ada waktu yang terbuang untuk
kegiatan-kegiatan yang bersifat non edukatif, seperti ngobrol, ngerumpi
dan sebagainya. Tetapi semua waktu yang ada di sekolah (saat mengajar
dan saat istirahat) semua dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran
siswa.

40 Profesi Kependidikan
b. Disiplin, energik dan antusias dalam melaksanakan tugas-tugas yang
diembannya kepadanya (tidak tampak loyo atau terpaksa).
c. Disiplin dalam meningkatkan pertumbuhan profesinya (professional
growth), dalam arti guru selalu dan akan terus berusaha meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan tugas. Sikap dan
perilaku ini ditunjukkan dengan aktivitasnya untuk selalu belajar,
membaca dan berdiskusi/dialog tentang profesinya dengan kawan
seprofesi atau dengan orang lain yang mempunyai keahlian (expert).
Dengan kata lain dia selalu berusaha mencari, menemukan dan
menganalisis informasi serta memanfaatkan informasi bagi kemajuan
dan pertumbuhan profesinya sebagai guru.
d. Perhatian yang tinggi terhadap siswa yang ditunjukkan dalam bentuk
berkomunikasi secara intensif dengan siswa, membantu siswa dalam
belajar, mendorong dan menggalakkan keterlibatan siswa dalam
belajar. Dengan istilah lain Fontana (1981) menyatakan bahwa guru
banyak menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk aktivitas sekolah
dengan mengarahkan sebagian besar minat dan perhatiannya terhadap
siswa dalam arti selalu berusaha mencurahkan segenap perhatiannya
hanya untuk kemajuan dan pertumbuhan siswa-siswanya.

Teacher’s AbiLity to Think AbstracLy (kemampuan guru berpikir


abstrak)
Seorang guru dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir abstrak yang
baik apabila dia mempunyai kemampuan dan dapat menunjukkan sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesinya (melaksanakan pembelajaran)
sebagai berikut:
a. Guru memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran
secara baik (tepat menggunakan metode, media, strategi dan evaluasi
belajar beserta tindak lanjutnya dan sebagainya).
b. Guru memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah belajar siswa,
masalah-masalah dalam pembelajaran serta mampu menganalisis
masalah-masalah tersebut.
c. Guru memiliki kemampuan membuat alternatif pemecahan masalah
baik masalah pembelajaran yang dia lakukan. Seorang guru yang
mampu mengidentifikasi, menganalisis dan membuat alternatif
pemecahan masalah berarti guru tersebut mempunyai kemampuan
berpikir ilmiah dalam arti berpikir sesuai dengan prosedur dan
langkah-langkah ilmiah. Kemampuan ini memberikan indikasi bahwa
seorang guru sudah

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 41


seharusnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan penelitian praktis dan
sederhana di dalam kelasnya guna menunjang keberhasilan proses
pembelajaran yang dia lakukan.

Hunt dan Joce (1967) menambahkan bahwa guru yang memiliki abstraksi
tinggi ini adalah guru yang menunjukkan sikap dan perilaku sebagai
berikut:
a. Dalam mengajar ia selalu berperilaku fleksibel, artinya tidak kaku
dalam komunikasinya dengan siswa dan staf lainnya.
b. Jarang mengalami stres dan mempunyai hubungan yang lebih positif
dengan rekan sejawat, artinya perilaku sehari-hari selalu gembira,
bergairah dan rileks.

Sementara Glasberg (1979) melengkapi lagi ciri-ciri tersebut di atas


dengan:
a. Guru memiliki daya adaptasi gaya mengajar yang fleksibel dan lebih supel
serta mampu menggunakan berbagai model mengajar. lni berarti guru
selalu tampil dengan variasi metode, pendekatan dan strategi belajar
mengajar, sehingga dapat mendorong aktivitas yang tinggi bagi siswa
dalam belajar.
b. Guru dapat melihat berbagai kemungkinan dan mampu menggunakan
berbagai cara dalam mencari alternatif model mengajar serta lebih
konsekuen dan efektif dalam menghadapi murid-muridnya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa seorang guru yang profesional harus
dapat merefleksikan dirinya sebagai seorang profesional yang ditunjukkan
dalam bentuk komitmen terhadap profesi dan kemampuan berpikir
abstrak. Untuk itulah peranan pendidikan baik sebelum menjadi guru (pre
service) maupun setelah menjadi guru (inservice) memegang peranan yang
sangat penting dan strategis dalam usaha membentuk guru yang memiliki
komitmen yang tinggi terhadap profesi dan abstraksi yang tinggi. Upaya ini
sejalan dengan arah kebijaksanaan sekarang di mana pemerintah berusaha
selalu akan terus berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (pada
hakikatnya adalah peningkatan ability to think abstractly). Dalam dunia
pendidikan konsistensi upaya pemerintah meningkatkan kualitas sumber
daya tenaga kependidikan (termasuk guru) ditunjukkan dengan
peningkatan jenjang pendidikan guru, yaitu D2/Akta II untuk guru SD (dulu
hanya lulusan SPG), D3/Akta III untuk SLTP dan S1 /Akta IV untuk SLTA.
Peningkatan ini dilakukan melalui pendidikan pra jabatan (pre service)
maupun melalui jalur penyetaraan, yaitu guru yang sudah mengajar/lama
bekerja sekalipun diminta untuk menempuh pendidikan/kuliah pada jenjang
tertentu (inservice education).

42 Profesi Kependidikan
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Pendidik serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Pendidik. Landasan yuridis tersebut
di atas sangat jelas memberikan posisi kepada guru sebagai unsur pendidik
yang merupakan tenaga profesional dengan kewenangannya sebagai pendidik,
yang harus dibuktikan dengan kualifikasi akademik dan sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah upaya untuk mengevaluasi kinerja guru dalam
rangka menuju guru yang profesional, karena itu bentuk penghargaan yang
diberikan kepada pemegang kompetensi profesional adalah reward dalam
bentuk tunjangan 1 kali gaji pokok. Glickman (2002) menyatakan bahwa:
guru yang profesional tersebut paling tidak diindikasikan oleh beberapa
faktor seperti: Level of abstraction thinking, Level of commitment. Oleh Carier
(dalam Suriansyah, 2000) level of commitment ini dibagi dalam dua aspek, yaitu
komitmen kepada profesi (commitment for profession) dan komitmen untuk
siswa (commitment for student).
Tingkat kemampuan berpikir abstrak ditunjukkan pada kemampuan
guru menganalisis proses belajar mengajar, merumuskan alternatif
pemecahan masalah pembelajaran dan memilih alternatif terbaik dalam
memecahkan masalah pembelajaran secara mandiri. Di samping itu,
perilaku berpikir abstrak ini juga mencakup kemampuan guru untuk
melakukan hal-hal inovatif dan kreatif dalam melaksanakan tugas
profesinya sebagai guru (Glickman, 2002). Salah satu unsur kreativitas yang
harus ditunjukkan guru dalam pembelajaran adalah melakukan penelitian
tindakan kelas atau PTK sebab dalam PTK kemampuan guru untuk berpikir
abstrak terimplementasikan pada semua langkah yang harus dilakukan oleh
guru, mulai dari identifikasi masalah pembelajaran, merumuskan masalah
pembelajaran, menyusun alternatif rencana pemecahan masalah, membuat
skenario pemecahan masalah serta menemukan alternatif pemecahan
terbaik. Di samping itu, pada saat PTK dilakukan, dituntut kreativitas guru
dalam memilih strategi pemecahan, memperbaiki bahkan memodifikasi
strategi yang dipakai apabila dirasakan strategi utama yang dipilih belum
mencapai tujuan yang diinginkan, atau dalam PTK disebut belum mencapai
indikator keberhasilan.
Sementara Surya, Hasyim dan Suwarno, (2010) menyatakan bahwa
indikator guru profesional dengan tiga pilar yaitu: excellent, professionalism dan
ethical. Excellent mencakup commitment, opening your gift atau ability, bieng the first

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 43


and the best you can be dan continuous improvement. Sedangkan
profesionalisme mencakup: passion of knowledge (semangat, keinginan), passion
for business (melaksanakan tugas sesuai misi secara sempurna), passion for
service dan passion for people. Sedangkan ethical mencakup: karakter yang
sesuai dengan norma, nilai dan budaya yang berlaku. Sesuai dengan
kebijakan Kementerian Dikbud karakter minimal yang harus dimiliki
sekarang adalah: kejujuran (truthworthiness), tanggung jawab (responsibility),
saling menghormati (respect), konsisten (fairness), kepedulian (care) dan
citizenship.
Sementara itu Margaret (1989), jauh sebelumnya telah menyatakan
bahwa salah satu indikator guru yang efektif (effective teachers) adalah: using
innovative curricula and teaching method, continually expanding one’s repertoire
of teaching method and using teacher group planning to create alternatif teaching
method.
Semua indikator guru profesional, guru berkualitas atau guru yang efektif
menurut Davis di atas menggambarkan bagaimana pentingnya indikator
guru yang inovatif, guru yang kreatif dan guru yang mampu memecahkan
permasalahan secara mandiri (level of abstraction thinking yang tinggi).
Dari uraian tersebut, dapatkah kita memiliki calon guru yang
memenuhi syarat tersebut...? Kita memiliki keyakinan akan dapat dipenuhi
sejauh pengakuan terhadap profesi guru mampu diwujudkan oleh
masyarakat dan pemerintah.
Untuk lebih memperjelas dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini yang
menggambarkan sehat fisik.

E. Organisasi Guru dan Kode Etik Guru Indonesia


Guru sebagai salah satu pilar pelaksana pembangunan khusus
pembangunan manusia Indonesia melalui proses pendidikan dituntut untuk
memiliki integritas dan kemampuan profesional yang tinggi sehingga dapat
berperan aktif serta efektif dalam menghasilkan manusia Indonesia yang
dapat membangun bangsa dan negara menjadi bangsa yang sejahtera dan
berkarakter. Untuk itu maka guru harus memiliki integritas dan karakter yang
baik sehingga dapat menjadi contoh teladan bagi murid-muridnya. Karakter
ini diwujudkan etika yang harusnya menjadi kepribadian sehari-hari oleh para
guru. Bagi tenaga guru di Indonesia etika tersebut dirumuskan dalam
bentuk kode etik yang menjadi pedoman bagi guru Indonesia dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru.

44 Profesi Kependidikan
1. Kode Etik Guru
Adapun kode etik jabatan guru adalah sebagai berikut:
1) Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya senantiasa menjunjung
tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2) Guru selaku Pendidik hendaknya bertekad untuk menciptakan anak-anak
dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak
didiknya.
3) Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan
meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu
pengetahuan tersebut.
4) Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat sekitarnya,
sebab pada hakikatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan
dan tugas kemanusiaan.
5) Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan keselarasan
jasmaniahnya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-
baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Di dalam hal berpakaian dan berhias, seorang guru hendaknya
memerhatikan norma-norma estetika dan sopan santun.
7) Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan
dengan atasan dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarki
kepegawaian.
8) Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya
selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan
yang menjadi tanggung jawab bersama.
9) Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan
meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya.
10) Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelenggarakan
setiap persoalan yang timbul atas dasar musyawarah dan mufakat demi
kepentingan bersama.
11) Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan
mengaitkan persoalan politik dan ideologi yang dianutnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
12) Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi,
organisasi atau perseorangan dalam menyukseskan kerjanya.
13) Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara dalam melaksanakan
program dan kegiatan sekolah.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 45


14) Setiap guru berkewajiban memakai peraturan-peraturan dan menekankan
adat istiadat setempat secara fleksibel.

Selanjutnya Persatuan Guru Republik Indonesia dalam Kongres PGRI


XVI tahun 1989, telah merumuskan KODE ETIK GURU INDONESIA yang
pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari kode etik jabatan guru di atas.

Kode Etik Guru Republik Indonesia


Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada
umumnya. Guru Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada
Undang -Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-
cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Kode etik guru bersumber dari nilai-nilai agama dan Pancasila, nilai-nilai
kompetensi pedagogik, nilai kompetensi kepribadian, kompetensi sosial
dan kompetensi profesional. Di samping itu, kode etik juga bersumber dari
nilai- nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual.
Oleh sebab itu, guru Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan
karyanya dengan memedomani dasar-dasar kode etik guru Indonesia.
Berdasarkan hasil Kongres XX PGRI di Palembang tahun 2008, ditetapkan
kode etik guru Indonesia sebagai berikut:
1) Hubungan guru dengan peserta didik
a) Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b) Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati,
dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu,
warga sekolah dan anggota masyarakat.
c) Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik
secara individual dan masing-masing berhak atas layanan
pembelajaran.
d) Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e) Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif
dan efisien bagi peserta didik.

46 Profesi Kependidikan
f) Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa
kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang
di luar batas kaidah pendidikan.
g) Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan
yang dapat memengaruhi perkembangan negatif bagi peserta
didik.
h) Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya
untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i) Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j) Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didik secara
adil.
k) Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l) Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan
penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didiknya.
m) Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi
peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan dan keamanan.
n) Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan,
hukum, kesehatan dan kemanusiaan.
o) Guru tidak menggunakan hubungan dan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral dan agama.
p) Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
2) Hubungan guru dengan orangtua/wali murid
a) Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien
dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b) Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur
dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain
yang bukan orangtua/wali siswanya.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 47


d) Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
e) Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa
mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya.
f) Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk
berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan,
kemajuan dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g) Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali murid untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
3) Hubungan guru dengan masyarakat
a) Guru menjalin komunikasi dan kerja sama yang harmonis, efektif, dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan
mengembangkan pendidikan.
b) Guru mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam mengembangkan
dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c) Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
d) Guru bekerja sama secara arif dengan masyarakat untuk
meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e) Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahteraan peserta didiknya.
f) Guru memberikan pendapat profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral dan kemanusiaan dalam hubungan dengan
masyarakat.
g) Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya
kepada masyarakat.
h) Guru tidak menampilkan diri secara eksklusif dalam kehidupan
bermasyarakat.
4) Hubungan guru dengan sekolah dan rekan sejawat
a) Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
b) Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreaif dalam
melaksanakan proses pendidikan.

48 Profesi Kependidikan
c) Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d) Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e) Guru menghormati rekan sejawat.
f) Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g) Guru menjunjung tinggi martabat profesionalismenya dan
hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h) Gutu dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan
juniornya untuk tumbuh secara profesioal dan memilih jenis
pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i) Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran.
j) Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral dan
kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k) Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l) Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang
dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan dan martabat
profesionalnya.
m) Guru tidak mengeluarkan pernyataan keliru berkaitan dengan
kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n) Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat pribadi dan profesionalisme sejawat.
o) Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawat
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p) Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q) Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau
tidak langsung memunculkan konflik dengan sejawat.
5) Hubungan guru dengan profesi
a) Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b) Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu
pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
c) Guru terus-menerus meningkatkan kompetensinya.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 49


d) Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggung jawab atas
konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung
jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
f) Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
akan merendahkan martabat profesionalnya.
g) Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat
memengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h) Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari
tugas-tugas dan tanggung jawab yang muncul akibat kebijakan
baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6) Hubungan guru dengan organisasi profesi
a) Guru menjadi anggota organisasi profesi dan berperan serta secara
aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi
kepentingan kependidikan.
b) Guru memantapkan dan memajukan organisasi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c) Guru aktif mengembangkan organisasi profesi agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
masyarakat.
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung
jawab atas konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu
bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam
tindakan- tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang
dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesi.
g) Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya
h) Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan organisasi profesi
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

50 Profesi Kependidikan
7) Hubungan guru dengan pemerintah
a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program
pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam
UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU tentang
Guru dan Dosen dan ketentuan-ketentuan lainnya.
b) Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan
kehidupan yang berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d) Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebabkan oleh
pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan
pembelajaran.
e) Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat
pada kerugian negara.

Dari uraian tersebut di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa jabatan
guru telah memenuhi secara legal kriteria jabatan profesi, tetapi secara de facto
masih memerlukan perjuangan dari guru itu sendiri.

2. Organisasi Profesi
Di Indonesia telah dikenal berbagai organisasi profesi yang telah kuat
dan mapan sebagai organisasi profesi. Beberapa organisas profesi tersebut
seperti organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Advokat Indonesia
(IAI), Ikatan Pembimbing Indonesia (IPBI) dan lain- lain. Untuk organisasi
guru telah kita kenal lama adalah Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Setelah era reformasi bertumbuhan organisasi profesi guru yang baru
seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga ada Sarikat Guru Indonesia (SGI)
dan mungkin akan tumbuh lagi sejumlah organisasi profesi lainnya. Tetapi
sudahkah organisasi profesi guru itu melindungi hal-hak guru, melindungi
guru dari gangguan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Tampaknya masih banyak kasus yang terjadi di mana guru belum
terlindungi secara kuat hak-haknya oleh organisasinya sendiri. Meskipun
demikian PGRI sebagai organisasi guru memiliki visi dan misi melindungi
guru, meningkatkan kualitas guru, meningkatkan kesejahteraan dan rasa
aman guru.
Di Indonesia ada dua organisai profesi yang terkait dengan profesi
keguruan/kependidikan yang sudah lama hadir adalah Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPO).

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 51


1) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Organisasi profesi guru ini didirikan pada tanggal 25 November 1945
melalui Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Sifat organisasi ini sebagai organisasi perjuangan dan organisasi
profesi yang berasaskan Pancasila dengan tujuan:
a. Mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
b. Mewujudkan cita-cita proklamasi Negara Kesatuan Republik Indo-
nesia sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
c. Turut berperan aktif mensukseskan pembangunan nasional,
khususnya bidang pendidikan dan kebudayaan dengan jalan
memberikan pemikiran dan penunjang pelaksanaan program yang
menjadi garis kebijaksanaan pemerintah.
d. Mempertinggi kesadaran, sikap dan mutu kemampuan profesi
guru serta meningkatkan kesejahteraan Guru/Anggota PGRI.
Sebagai organisasi profesi dan organisasi perjuangan Persatuan Guru
Republik Indonesia bertugas untuk:
a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
b. Membela, mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan
Pancasila sebagai sikap dan tingkah laku manusia, dasar negara
dan pandangan hidup bagi sikap dan tingkah laku manusia, dasar
negara dan pandangan hidup bangsa serta satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
c. Mempertahankan dan melestarikan Negara Kesatuan RI.
d. Berusaha secara terus-menerus meningkatkan integritas bangsa serta
menjaga tetap terjaminnya dan terpeliharanya keutuhan, kesatuan
dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.
e. Lembaga pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta
di dalam pembangunan nasional.
f. Mengadakan hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga
pendidikan atau kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan dan kebudayaan.
g. Turut aktif melaksanakan dan mengamankan sistem pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila.

52 Profesi Kependidikan
h. Memelihara, membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
serta memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya
kebudayaan nasional.
i. Menyelenggarakan dan membina anak lembaga PGRI.
j. Memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk
meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, pengabdian, prestasi dan
kerja sama.
k. Memelihara, membina dan meningkatkan mutu kader organisasi
sekaligus sebagai kader Pancasila, kader pembangunan dan kader
bangsa.
l. Membina usaha kesejahteraan guru dalam arti yang luas dan
membantu upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan hak-hak
kepegawaian.
m. Menegakkan kedudukan, wibawa dan martabat guru.
n. Membina dan meningkatkan hubungan kerja sama dengan organisasi
guru luar negeri sesuai dengan politik luar negeri Indonesia,
mengabdi pada kepentingan nasional.
2) Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dalam rangka mencapai tujuan
nasional mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, Maka Sarjana Pendidikan Indonesia
merasa terpanggil dan bertanggung jawab untuk lebih banyak memberikan
sumbangan tenaga dan pemikiran. Agar sumbangan tenaga dan pemikiran
tersebut dapat terarah dan sesuai dengan apa yang diinginkan, maka para
sarjana pendidikan Indonesia membentuk wadah organisasi yang disebut
dengan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI).
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 17 Mei 1960,
dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. ISPI merupakan
organisasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Organisasi ini bersifat profesional dan ilmiah dalam bidang
kependidikan. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini bertujuan untuk:
a. Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di
seluruh Indonesia.
b. Meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para anggota.
c. Membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi
pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan
pembangunan bangsa dan negara.

BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 53


d. Mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dalam
bidang ilmu, seni, dan teknologi pendidikan.
e. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para
anggota.
f. Meningkatkan komunikasi para anggota dari berbagai spesialisasi
pendidikan.
g. Menyelenggarakan komunikasi antar organisasi-organisasi profesi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sarjana pendidikan Indonesia
melakukan usaha-usaha antara lain:
a. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah dan penelitian mengenai
ilmu dan seni serta teknologi.
b. Mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga-
lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi profesi baik di dalam
maupun di luar negeri.
c. Menertibkan media komunikasi ilmu, seni dan teknologi pendidikan.
d. Melindungi kepentingan profesional para anggota dan
mengembangkan profesi pendidikan.
e. Melindungi kepentingan masyarakat dari praktik profesional
kependidikan yang merugikan.

54 Profesi Kependidikan
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
52 Profesi Kependidikan BAB 1 | Hakikat Profesi Guru 55
BAB

BIMBINGAN DAN KONSELIN 2

Pendidikan pada saat ini dihadapkan pada berbagai permasalahan,


akibatnya harapan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas dan
menghasilkan putra-putri mereka yang cerdas dan berkarakter masih
belum dapat dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan. Hal ini akibat
pendidikan hanya dipandang sebagai proses pembelajaran semata. Padahal
dalam dunia pendidikan ada tiga bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan khususnya
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Pertama, yaitu pelaksanaan proses pembelajaran di dalam kelas, terkait
dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dalam rangka
membentuk intelektualitas anak. Oleh sebab itu, pembelajaran bertujuan
untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan sikap
yang merupakan tanggung jawab dan tugas utama seorang guru.
Kedua, bimbingan konseling, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang konselor atau guru pembimbing atau guru biasa yang
melaksanakan tugas sebagai pembimbing di kelas (teachers as counselor) untuk
memberikan bantuan kepada siswa dalam mengatasi berbagai permasalahan
yang terkait belajar atau masalah lain yang turut memengaruhi hasil belajar
siswa. Hal ini diperlukan karena setiap pelaksanaan proses pembelajaran
pasti menemukan hambatan ataupun permasalahan, baik yang berkaitan
dengan proses pembelajaran

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 53


ataupun peserta didik yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Oleh
sebab itu, program pemberian layanan bantuan kepada peserta didik
(siswa) merupakan upaya membantu siswa untuk mencapai perkembangannya
secara optimal, melalui interaksi yang sehat dengan lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi sangat urgen tugas bimbingan konseling yang menjadi
tanggung jawab seorang konselor bahkan juga guru dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling.
Ketiga, administrasi pendidikan, yaitu kegiatan pengelolaan semua
aktivitas program pendidikan di sekolah dengan tujuan semua program
sekolah akan berjalan secara lancar, efisien, dan efektif. Dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah paling tidak terdapat sejumlah pengelolaan yang harus
dilakukan yaitu: pengelolaan kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, keuangan,
sarana dan prasarana, media dan sumber belajar serta pengelolaan kemitraan
sekolah dengan masyarakat. Di samping administrasi sekolah, dalam
penyelenggaraan sekolah juga terdapat aspek lain yang tidak bisa
dipisahkan yaitu kegiatan supervisi pendidikan. Kegiatan supervisi pada
dasarnya adalah kegiatan memberikan layanan bantuan perbaikan proses
pembelajaran kepada guru termasuk guru bimbingan konseling agar proses
pembelajaran dan proses bimbingan berjalan dengan lancar yang dampaknya
adalah peningkatan kualitas hasil belajar. Bagian ini akan dibahas tersendiri
dalam buku ini.

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Bimbingan konseling merupakan dua kata yaitu “bimbingan” dan kata
“konseling”, kedua kata tersebut merupakan kata majemuk yang dirangkaikan
untuk memberikan makna yang kuat bahwa proses bimbingan tidak akan dapat
berjalan dengan baik dan berhasil maksimal tanpa dibarengi dengan konseling.
Sangat banyak pendapat para ahli yang mengemukakan tentang pengertian
bimbingan dan konseling, meskipun berbagai pendapat yang dikemukakan
oleh para ahli terkadang seakan-akan terdapat perbedaan sesuai dengan sudut
pandangnya masing-masing, tetapi umumnya memiliki titik persamaan
yang mempertemukan antara satu pengertian dengan pengertian lainnya.
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu
“Bimbingan” (Guidance) dan “Konseling” (Counseling). Meskipun demikian
sebenarnya dalam pelaksanaannya di sekolah, bimbingan dan konseling
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya
merupakan bagian integral yang saling berkaitan. Maka demikian? Hal ini
disebabkan karena inti dari kegiatan bimbingan itu sebenarnya adalah
proses konseling, oleh sebab itu ada beberapa ahli menyebut bahwa
konseling adalah jantungnya proses bimbingan.

54 Profesi Kependidikan
1. Pengertian Bimbingan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu secara
singkat telah dijelaskan bahwa, secara harfiah istilah “guidance”
(bimbingan) dari akar kata “guide” yang berarti (1) mengarahkan (to
direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), (4) menyetir (to
steer), (5) menunjukkan jalan (showing the way), (6) memimpin (leading),
(7) memberikan petunjuk (giving instruction), (8) mengatur (regulating), (9)
dan memberi nasihat (giving advice) (winkel, 1991).
Sedangkan istilah kedua yaitu counseling dalam bahasa Indonesia disebut
konseling mempunyai makna membantu seseorang untuk menemukan
jalan terbaik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Menurut
Jones (1963), Guidances is the help given by one person to another in making
choice and adjustments and in solving problems. Pengertian yang dikemukakan
oleh ahli tersebut memberi makna bahwa tugas pembimbing hanyalah
membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri,
sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing
(klien). Pada pengertian ini individu yang dibantu memiliki otoritas untuk
menentukan cara terbaik baginya dalam mengatasi masalahnya dari
berbagai alternatif pilihan jalan yang mungkin diberikan oleh seorang
konselor.
Para ahli lain seperti Bernard & Fullmer (1985), memberikan
pengertian “Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
realisasi pribadi setiap individu”. Pengertian ini merujuk kepada upaya
konselor membantu kliennya agar dapat meningkatkan pewujudan diri
individu atau dalam bahasa lain sering disebut sebagai upaya membantu
individu untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara nyata dalam
kehidupan di lingkungannya.
Sementara ahli lain Mathewson (1969), mengemukakan bahwa bimbingan
sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar
yang sistematik. Pengertian yang dikemukakan oleh Mathewson melihat
bimbingan sebagai proses pendidikan dan pengembangan. Proses pendidikan
dan pengembangan sebenarnya sangat luas, tetapi Mathewson melihatnya
dalam perspektif bimbingan proses pendidikan yang menekankan pada
proses belajar. Dengan demikian, maka pengertian ini menekankan sebagai
bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh
melalui proses belajar yaitu terjadinya proses perubahan perilaku. Artinya
bimbingan yang diberikan dapat diharapkan untuk mengubah perilaku
klien ke arah yang lebih baik, atau dengan kata lain bisa mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapinya dan mampu mengaktualisasikan potensi

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 55


dirinya untuk dapat berkembang secara optimal dalam lingkungannya.
Pendapat yang pada dasarnya memiliki makna yang sama juga
dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978) yang mengemukakan
bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat
bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta
masyarakat. Dengan demikian, dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya
serta dapat memberikan sumbangan yang berarti. Ini senada dengan Peters
dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) yang mendefinisikan bimbingan sebagai:
the process of helping the individual to understand himself and his world so that he
can utilize his potentialities. Hal ini tidak jauh berbeda juga terdapat pada rumusan
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, Walgito (1982) mengemukakan
bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu- individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau
sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan di atas dapat dikatakan bahwa
ada beberapa indikator sebuah kegiatan dapat dikatakan sebagai proses
bimbingan yang dilakukan oleh seorang guru pembimbing atau juga oleh
konselor sebagai berikut:
a. suatu proses yang berkelanjutan (berkesinambungan),
b. suatu proses membantu individu atau sekelompok individu,
c. bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan
dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal
sesuai dengan kemampuan atau potensinya,
d. kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu
dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya, dan
e. bantuan yang diberikan tidak memberikan satu keputusan pemecahan
masalah akan tetapi mengarah kepada pemahaman individu pada masalah
yang dihadapinya, sehingga individu dapat mengambil keputusan
sesuai dengan kemampuannya sendiri dan mampu menanggung risiko
yang akan dihadapinya kelak.

Atau dapat dikatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian


bantuan kepada individu secara terus-menerus (berkelanjutan), sistematis,
dan bertahap, yang dilakukan oleh seorang ”ahli”, ini dimaksudkan agar
individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat mengarahkan

56 Profesi Kependidikan
diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara wajar untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan
dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
Pengertian di atas mempersyaratkan bahwa untuk melakukan bimbingan
apalagi konseling diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan
pengalaman khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. Dalam pelayanan
bimbingan ini seorang pembimbing harus memerhatikan perubahan-
perubahan yang terjadi pada klien sehingga mudah untuk memantapkan
pribadi mereka. Pembimbing selayaknya tidak memaksakan keinginan kepada
klien, karena klien mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan
sendiri pilihannya. Proses bimbingan tidak menekankan kepada peranan
pihak pembimbing. Namun klien lah yang justru dianggap lebih memiliki
peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.

2. Pengertian Konseling
Di sekolah dan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari kita sering
mendengar istilah bimbingan teknis dan istilah penyuluhan yang dimaknai
sebagai kegiatan memberikan latihan kepada seseorang untuk dapat
melaksanakan tugas teknis secara baik. Sementara istilah penyuluhan
digunakan untuk menjelaskan kepada khalayak ramai tentang suatu
kegiatan atau kebijakan. Apakah itu yang dimaksudkan dalam istilah
bimbingan dan konseling di sekolah?. Istilah konseling (counseling) tidak
dapat diartikan begitu saja apalagi disamakan dengan penyuluhan. Istilah
penyuluhan sangat tidak tepat kalau dimaknai seperti pendapat umum
tersebut, karena kegiatan konseling bersifat lebih khusus, tidak sama
dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lain misalnya seperti penyuluhan dalam
bidang pertanian. Karena dalam penyuluhan hanya merupakan arahan yang
bersifat insidentil, sedangkan konseling bersifat kesinambungan. Untuk
menekankan kekhususannya itu maka dipakai istilah Bimbingan dan
Konseling. Mengingat kegiatan konseling merupakan kegiatan yang sangat
khusus (bukan sekadar penyuluhan) maka kegiatan pelayanan konseling
menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini (
Winkel, 1978 ).
James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976), memberikan
makna konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang
individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli)
supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan
masalah hidup yang

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 57


dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang. Hal senada
juga dinyatakan oleh Walgito (1982) yang mengemukakan bahwa konseling
adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan
masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai
dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian seperti yang dikemukakan di atas
dapat dikatakan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
b. Umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka atau face to
face.
c. Merupakan sarana yang tepat dalam keseluruhan program bimbingan dan
alat utama dalam kegiatan bimbingannya adalah wawancara.
d. Pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli. Secara profesional
artinya dilakukan oleh orang yang berkompeten di dalam bidangnya yaitu
konseling.
e. Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi klien.
f. Individu yang menerima layanan ( klien ) akhirnya mampu
memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
Pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab klien.

Konseling sebagai salah satu teknik dalam memberikan pelayanan


bimbingan kepada klien dapat dilakukan melalui wawancara pada saat
dilakukan pertemuan langsung dan tatap muka antara guru/konselor dengan
klien. Dengan demikian akan dapat diperoleh pemahaman yang baik, rinci
dan nyata oleh konselor tentang kliennya. Di sisi lain klien melalui
pelayanan wawancara ini juga memperoleh pemahaman yang lebih baik
terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan
mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
ke arah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan sosial.
Secara singkat bimbingan dan konseling dapat dikatakan sebagai
sebuah pelayanan dan pemberian bantuan kepada peserta didik baik
individu/ kelompok agar tumbuh kemandirian dan perkembangan
hubungan pribadi, sosial, belajar, karier dapat secara optimal.
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan
mengajar. Perbedaan itu antara lain:

58 Profesi Kependidikan
a. Pada kegiatan proses pembelajaran seorang guru merumuskan tujuan
yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar terlebih dahulu dan target
pencapaian tujuan tersebut sama untuk seluruh siswa dalam satu kelas
atau satu tingkat sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Sementara
dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan
lebih bersifat individual atau kelompok.
b. Pembicaraan dalam kegiatan pembelajaran lebih banyak diarahkan
pada pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah,
sedangkan pembicaraan dalam kegiatan bimbingan dan konseling lebih
ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien. Jadi titik
fokusnya berbeda yaitu pembelajaran lebih bersifat informasi sedangkan
konseling pada pemecahan masalah.
c. Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai
masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan
dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien telah atau
sedang menghadapi masalah.
d. Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut
suatu keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang
guru atau pengajar.

B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan


di Sekolah
Tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh
dan mandiri, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai
kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat
selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling
menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan
pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan
pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui
layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan
memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen & Schemuller,
1969).
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu
keberadaannya di setiap sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor,
seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982), sebagai berikut:
1. Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua setelah rumah, di mana anak
dalam waktu sekian jam ( ±6 jam ) hidupnya berada di sekolah.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 59


2. Para siswa yang usianya relatif lebih muda sangat membutuhkan
bimbingan baik dalam memahami dirinya, mengarahkan dirinya, maupun
dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.

Kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist


dan Chelmy yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa
konselor ternyata sangat membantu guru dalam hal:
1. Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah
afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
2. Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan
memengaruhi proses belajar mengajar.
3. Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa
lebih efektif.
4. Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.

Konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam
kegiatan pendidikan, keduanya sebenarnya tidak dapat dipisahkan dalam
proses pendidikan karena keduanya berupaya untuk membantu peserta
didik mencapai hasil belajar yang optimal. Keduanya dapat saling
menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif, karena pembelajaran
yang sifatnya pemberian informasi dilakukan oleh guru, sementara
permasalahan siswa dalam belajar dapat dibantu pemecahannya oleh
konselor. Dengan demikian siswa akan menjadi lebih mudah dalam belajar
dan tentunya akan dapat mengarahkan semua potensinya untuk mencapai
hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan dan
konseling, tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan pembelajaran dan
kegiatan sekolah.
Peran bimbingan dan konseling di dalam meningkatkan mutu pendidikan
terletak pada bagaimana bimbingan dan konseling itu membangun manusia
yang seutuhnya dari berbagai aspek yang ada di dalam diri peserta didik.
Pendidikan yang bermutu bukanlah pendidikan yang hanya
mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, teori-teori, ataupun
hal-hal yang bersifat kognitif saja tetapi juga harus didukung oleh
peningkatan profesionalitas dan sistem manajemen tenaga pendidikan
serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong dirinya
sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan untuk pencapaian cita-
cita dan harapan yang dimilikinya, di mana kesemuanya itu tidak hanya
menyangkut aspek akademik saja tetapi juga aspek pribadi, sosial,
kematangan intelektual, dan sistem nilai peserta didik. Dengan adanya
bimbingan dan konseling maka integrasi dari seluruh potensi di dalam diri

60 Profesi Kependidikan
peserta didik itu dapat dimunculkan, ditumbuhkembangkan dan

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 61


diberdayakan secara optimal dalam mencapai hasil yang diinginkan, bukan
hanya aspek kognitif atau akademis saja tetapi juga seluruh komponen dirinya
baik itu kepribadian, hubungan sosial serta memiliki nilai-nilai yang dapat
dijadikan pegangan yang dapat mengontrol dirinya, sehingga menjadi manusia
seutuhnya. Peran BK dalam keempat aspek inilah yang menjadikan bimbingan
konseling ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan.

1. Peranan BK dalam Proses Pembelajaran di Sekolah


Guru bimbingan konseling berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan, seperti
tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat
(1b) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya. Pelaksanaan kegiatan pelayanan
bimbingan: di dalam jam pembelajaran sekolah/tatap muka dan di luar jam
pembelajaran sekolah berupa layanan orientasi, konseling perorangan,
bimbingan kelompok, dan mediasi (layanan yang membantu peserta didik
menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka), serta
kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.
Kita sering melihat siswa menunjukkan sikap yang berbeda satu
dengan yang lainnya, padahal kita dapat mengenali secara pasti mana siswa
yang sedang bermasalah dan mana siswa yang tidak sedang bermasalah
dalam pembelajaran. Indikator siswa mengalami kesulitan dalam belajar
dapat diketahui dari berbagai jenis gejalanya sepertinya dikemukakan
Ahmadi (1977) sebagai berikut:
a. Hasil belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
c. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, suka menentang, dusta, tidak
mau menyelesaikan tugas-tugas dan sebagainya.

Apabila peserta didik berada dalam indikator tersebut di atas, maka


bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan dalam:
a. Bimbingan belajar,
b. Bimbingan sosial
c. Bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.

62 Profesi Kependidikan
Dalam hal apa dan bagaimanakah bimbingan konseling bisa berperan
dalam peningkatan mutu pendidikan? Jawabannya harus dimulai dari tiga
hal yang bisa menjadi indikator dari kesuksesan pendidikan itu sendiri,
yakni administrasi sekolah, pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan, dan
tentu saja hasil yang diperoleh oleh siswa.
Pertama, kaitan antara bimbingan konseling dengan administrasi sekolah,
di mana yang dimaksud dengan administrasi sekolah bukanlah aspek tata
usaha, melainkan lebih pada aspek manajerial dan kepemimpinan sekolah.
Secara khusus bimbingan konseling dan administrasi sekolah mempunyai
hubungan yang bersifat mutualistik. Administrasi sekolah membutuhkan
bimbingan konseling dalam hal masukan, saran-saran, dam laporan-laporan
yang terutama berkaitan dengan kebutuhan siswa, tujuannya adalah supaya
terjadi peningkatan mutu dan layanan yang diberikan pihak sekolah terhadap
siswa (Winkel, 2005).
Kedua, kaitan antara bimbingan konseling dengan aspek pengajaran
dan pembelajaran di sekolah. Aspek pengajaran dan pembelajaran di
sekolah identik dengan kurikulum yang ada, di mana kemudian tujuannya
adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa. Sedangkan bimbingan
konseling membantu siswa untuk meresapi pengalaman belajar tersebut.
Dengan kata lain, bidang pengajaran menyajikan pengalaman belajar,
sedangkan bimbingan konseling mengajak siswa untuk merefleksikan
pengalaman belajar itu dalam konteks personal dan sosialnya (Winkel, 2005).
Artinya dengan masukan dari bimbingan konseling, kurikulum bisa menjadi
lebih personal bagi siswa. Bimbingan konseling juga dapat membantu
peningkatan aspek pengajaran dan pembelajaran dalam hal pengembangan
kurikulum (agar sesuai dengan kebutuhan dan kapabilitas siswa) dan juga
dalam penentuan penjurusan siswa, terutama agar penjurusan siswa tidak
hanya didasarkan pada hasil tes IQ semata, tetapi juga memperhitungkan
aspek minat, bakat, psikologis, dan kompetensi siswa.
Ketiga, keterkaitan antara bimbingan konseling dengan siswa. Di mana
sesungguhnya, bimbingan konseling punya peran besar dalam
meningkatkan kualitas siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan utama dari
bimbingan dan konseling di sekolah yakni untuk membantu individu (siswa)
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya (seperti: kemampuan dasar dan bakat-
bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti: latar belakang
keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini bimbingan dan konseling
membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam hidupnya
yang memiliki wawasan, pandangan, interpretasi,

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 63


pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri
sendiri dan lingkungannya (Prayitno, 2004). Bimbingan konseling bertugas
untuk membantu siswa dalam hal perkembangan belajar di sekolah
(perkembangan akademis), mengenal diri sendiri dan mengerti
kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun
kelak, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun
rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu, serta mengatasi
masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah atau hubungan dengan
orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup (Kartono, 2007).

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Layanan bimbingan sangat dibutuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai
masalah dapat terbantu, sehingga mereka dapat belajar lebih baik. Dalam
kurikulum SMA tahun 1975 Buku III C dinyatakan bahwa tujuan bimbingan
di sekolah adalah membantu siswa:
a. Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi
belajar yang tinggi.
b. Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dilakukannya pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan
dalam hubungan sosial.
c. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan
jasmani.
d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
e. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan
dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
f. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-
emosional di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan
terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan
lingkungan yang lebih luas.

Downing (1968), juga mengemukakan bahwa tujuan layanan


bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri
sendiri, yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta
mengembangkan kemampuan dan potensinya.
Tujuan umum bimbingan terhadap siswa agar dapat membantu
memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi-potensi mereka
secara optimal. Selain itu agar siswa dapat (1) memahami diri dan lingkungan;

64 Profesi Kependidikan
(2) mengarahkan diri; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan dan (4)
mengembangkan diri.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik
(belajar) adalah:
a. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
b. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap
semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
c. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran,
dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan


terhadap siswa di sekolah adalah membantu mengatasi berbagai macam
kesulitan yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar
yang efektif dan efisien.

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling


Pelayan bimbingan dan konseling memiliki beberapa fungsi, yaitu
(1) fungsi pencegahan (preventif), (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4)
pemeliharaan,(5) penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan dan (8)
perbaikan (kuratif), serta (9) advokasi.
a. Fungsi Pencegahan
Sesuai dengan fungsi sebagai pencegahan maka pelayanan bimbingan
dan konseling yang diberikan kepada klien adalah dimaksudkan untuk
mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka terhindar
dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya.
Berdasarkan fungsi ini, maka pada hakikatnya pelayanan bimbingan
dan konseling adalah pelayanan yang terus-menerus dilakukan, atau
pelayanan harus tetap diberikan kepada setiap siswa sepanjang masa
sebagai usaha untuk mencegah timbulnya masalah. Fungsi ini dapat
diwujudkan oleh guru pembimbing atau konselor dengan merumuskan
program bimbingan yang sistematis, sehingga hal-hal yang dapat
menghambat perkembangan

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 65


siswa seperti kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, dan
lain sebagainya dapat dihindari.
b. Fungsi Pemahaman
Sesuai dengan nama fungsi yaitu pemahaman, maka layanan konseling
yang diberikan adalah pelayanan bimbingan dan konseling yang ditujukan
dengan maksud untuk memberikan pemahaman tentang diri klien atau
siswa beserta permasalahannya dan juga lingkungannya oleh klien itu
sendiri dan oleh pihak-pihak yang membantunya (pembimbing).
1) Pemahaman terhadap klien
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian
bantuan. Sebelum pembimbing atau konselor ataupun pihak-pihak
lain dapat memberikan layanan tertentu kepada klien dalam
rangka pemberian bantuan (bimbingan) maka perlu terlebih
dahulu memahami individu (siswa) yang akan dibantunya secara
detail, rinci dan komprehensif. Pemahaman tentang diri klien
harus secara komprehensif tersebut terutama hal-hal yang
berkaitan dengan latar belakang pribadi, kekuatan dan
kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.
Pemahaman tentang klien secara komprehensif yang mencakup aspek-
aspek di atas meliputi: 1) identitas individu (klien), (2) latar belakang
pendidikan, (3) status sosial ekonomi orangtua, (4) kemampuan
yang mencakup inteligensi, bakat, minat dan hobi, (5) kesehatan,
(6) kecenderungan sikap dan kebiasaan, (7) cita-cita pendidikan dan
pekerjaan, (8) keadaan lingkungan tempat tinggal, (9) kedudukan
dan prestasi yang pernah dicapainya, (10) kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan, (11) jurusan atau program studi yang diikuti,
(12) mata pelajaran yang diambil, (13)nilai atau prestasi yang
menonjol yang pernah dicapai,(14) kegiatan ekstrakurikuler yang
diikuti,(15) sikap dan kebiasaan belajar(16)hubungan dengan teman
sebaya, dan lain-lain.
Seperti kita ketahui setiap manusia memiliki perbedaan, dan tidak
ada manusia yang sama persis meskipun dia dilahirkan kembar
siam sekalipun. Tiap-tiap individu diciptakan dan dibekali dengan
potensi-potensi tertentu yang sangat mungkin berbeda satu
dengan lainnya. Idealnya setiap individu harus bisa menggali dan
memahami potensi-potensi diri sendiri, kekuatan dan kelemahan
tentang dirinya yang dapat dikembangkan. Tetapi sebagian terbesar
anak atau peserta didik tidak mengetahui apa kekuatan dan
kelemahannya atau

66 Profesi Kependidikan
potensi apa yang sangat besar ada pada dirinya untuk dikembangkan.
Akibatnya, individu-individu yang bersangkutan tidak berusaha
semaksimal mungkin mengembangkan potensi dan kekuatan yang
ada dalam dirinya di satu sisi dan di sisi lain tidak pula berusaha
meminimalisasikan kelemahan-kelemahannya atau masalah-masalah
yang dihadapinya.
Selain klien itu sendiri yang harus memahami tentang dirinya,
pembimbing (konselor) harus memahami tentang klien yang
dibantunya. Bagi pembimbing (konselor) pemahaman tentang
klien merupakan suatu keharusan dalam upaya memberikan
bantuan. Semakin tepat pemahamannya tentang klien semakin tepat
alternatif layanan konseling yang akan diberikannya. Oleh karena itu,
pemahaman klien oleh pembimbing (konselor) juga bisa menjadi
bahan acuan terutama dalam rangka kerja sama dengan pihak-pihak
lain untuk membantu klien (siswa). Selain pembimbing (konselor),
guru pun harus memahami tentang siswa agar dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. Guru yang
memahami siswa secara baik akan senantiasa melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa
dapat mengikuti pelajaran secara efektif dan efisien.
Menurut Prayitno dan Amti (1999), pemahaman terhadap siswa di
sekolah harus mendahului pengajaran dan konseling. Oleh karena
itu, sebelum kegiatan pengajaran (pembelajaran) dan konseling di
sekolah dilakukan harus terlebih dahulu memahami siswa didik
secara baik. Selanjutnya mengutip pendapat Mortensen & Chumuller,
seperti dijelaskan oleh Prayitno dan Amti (1999) menyatakan bahwa
kesalahan-kesalahan pengajaran dan praktik-praktik bimbingan dan
konseling di sekolah di masa lalu, sering kali diakibatkan oleh kurang
mendalam dan meluasnya pemahaman terhadap siswa.
2) Pemahaman tentang masalah klien
Layanan konseling pada dasarnya adalah layanan yang diberikan
oleh konseling atau guru konselor kepada siswa untuk dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa (klien). Karena
itu pemahaman masalah oleh konselor atau guru konselor merupakan
langkah awal yang wajib mereka lakukan. Dalam upaya membantu
memecahkan masalah klien (siswa) melalui pelayan bimbingan
dan konseling maka pemahaman terhadap masalah klien atau
siswa oleh pembimbing merupakan suatu keharusan. Tanpa
pemahaman terhadap masalah klien, tidak mungkin pemecahan
terhadap masalah

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 67


yang dialami klien dapat dilakukan. Tidak ada masalah yang dapat
dipecahkan secara tuntas tanpa memahami permasalahan secara utuh
dan komprehensif.
Pemahaman terhadap masalah klien menyangkut jenis
masalahnya, intensitas, sangkut pautnya dengan masalah lain,
sebab-sebabnya, dan kemungkinan-kemungkinan dampaknya
apabila tidak segera dipecahkan.
Banyak siswa di sekolah yang tidak memahami dirinya memiliki
masalah. Mereka mengira bahwa dirinya baik-baik saja, padahal
sesungguhnya ada masalah yang cukup berarti. Tidak ada individu
yang tidak memiliki masalah. Demikian juga tidak akan ada siswa
di sekolah yang tidak memiliki masalah, tetapi kebanyakan siswa
bahkan orang dewasa sekalipun tidak sadar bahwa dia sedang berada
dalam masalah yang berat. Sangat sering orang memahami
masalah bukan pada sumber dan akar masalah, tetapi yang mereka
pahami adalah dampak masalah yang tampak. Padahal sebenarnya
hal itu bukan masalah tetapi sumber masalah. Akibat
ketidakpahaman ini maka masalah biasanya tidak dapat diatasi
secara permanen.
3) Pemahaman terhadap lingkungan
Lingkungan sebenarnya adalah segala sesuatu yang berada di luar
diri individu atau segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan
secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi individu
dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Kondisi di luar individu atau
di sekitar individu tersebut seperti keadaan rumah tempat tinggal,
keadaan sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, keadaan
hubungan antartetangga, teman sebaya, masyarakat sekitar dan
lain sebagainya.
Bagi siswa di sekolah, melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan
konseling diberikan agar mereka memahami lingkungannya secara
tepat, akurat, komprehensif dan baik. Lingkungan sekolah yang perlu
dipahami secara baik oleh setiap siswa meliputi lingkungan fisik,
berbagai hak dan tanggung jawab siswa terhadap sekolah, disiplin
yang harus dipatuhi oleh siswa, aturan-aturan yang menyangkut
kurikulum, pembelajaran, penilaian, kenaikan kelas, hubungan
dengan guru dan sesama siswa, kesempatan-kesempatan yang
diberikan oleh sekolah dan lain sebagainya.
Selain itu, para siswa pun harus diberi kesempatan untuk memahami
berbagai informasi yang berguna berkenaan dengan pendidikan

68 Profesi Kependidikan
yang sedang dijalaninya, pendidikan lanjutannya dan dengan
kemungkinan pekerjaan yang dapat dikembangkannya kelak setelah
dia menyelesaikan studinya. Bahan-bahan tersebut sering disebut
informasi pendidikan dan jabatan atau pekerjaan. Melalui berbagai
informasi tersebut, para siswa dimungkinkan menjangkau dunia
luar sekolah, serta sudah mulai memperkirakan masa depan mereka.
Pembimbing atau konselor perlu menyusun program yang lebih luas
untuk membantu klien memahami lingkungannya. Kerja sama antara
konselor dengan pihak- pihak lain; seperti guru, wali kelas, pejabat
ketenagakerjaan, dan lain-lain sangat diperlukan.
Untuk mewujudkan fungsi ini dalam pelayanan bimbingan dan
konseling harus dilakukan pengumpulan data setiap saat dan
terus- menerus di up date. Dengan demikian, akan diperoleh data
tentang siswa secara komprehensif, sehingga bisa diperoleh
pemahaman tentang siswa pada aspek-aspek yang diperlukan untuk
memberikan layanan informasi yang tepat, akurat dan up to date.
c. Fungsi Pengentasan
Kehadiran atau kedatangan seorang siswa kepada konselor atau guru
pembimbing pada dasarnya karena dia menyadari bahwa dia
mengalami suatu permasalahan dan ia tidak dapat memecahkan
permasalahannya sendiri. Karena itu kehadiran klien kepada konselor
pada dasarnya yang diharapkan oleh siswa yang bersangkutan adalah
teratasinya masalah yang dihadapinya. Siswa yang mengalami masalah
dianggap berada dalam suatu kondisi atau keadaan yang tidak
mengenakkan, sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari kondisi
atau keadaan tersebut. Masalah yang dialami siswa juga merupakan suatu
keadaan yang tidak disukainya. Oleh sebab itu, ia harus dibantu untuk
keluar dari keadaan yang tidak disukainya, atau tidak mengenakkan
tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan fungsi pengentasan dalam layanan
konseling adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan
melalui pelayanan bimbingan dan konseling secara tuntas sampai pada
akar masalah. Dengan demikian, masalah akan terpecahkan secara
permanen dan tidak kembali bermasalah lagi pada masalah yang sama
atau dengan kata lain masalahnya dapat tertuntaskan pemecahannya.
d. Fungsi Pemeliharaan
Menurut Prayitno dan Amti (1999), fungsi pemeliharaan berarti
memelihara segala sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri
individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 69


perkembangan yang telah dicapai selama ini. Inteligensi yang tinggi,
bakat yang istimewa, minat yang menonjol untuk hal-hal yang positif
dan produktif, sikap dan kebiasaan yang telah terbina dalam bertindak
dan bertingkah laku sehari-hari, cita-cita yang tinggi dan cukup
realistik, kesehatan dan kebugaran jasmani, hubungan sosial yang
harmonis dan dinamis, dan berbagai aspek positif lainnya termasuk
akhlak yang baik, dari individu perlu dipertahankan dan dipelihara.
Bahkan lingkungan yang baik pun, baik lingkungan fisik, sosial dan
budaya, perlu dipelihara dan sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk
kepentingan individu (siswa).
Selanjutnya Prayitno dan Amti (1999), menyatakan bahwa fungsi
pemeliharaan di sini bukan sekadar mempertahankan agar hal-hal yang
telah disebutkan di atas tetap utuh, tidak rusak, dan tetap dalam
keadaan semula, melainkan juga mengusahakan agar hal-hal tersebut
bertambah lebih baik dan berkembang. Implementasi fungsi ini dalam
bimbingan dan konseling dapat dilakukan melalui berbagai
pengaturan, kegiatan, dan program. Misalnya kegiatan kelompok
belajar di sekolah dijaga kelangsungannya dan dikembangkan sebagai
salah satu arah kegiatan belajar siswa di luar kelas. Contoh adalah
penempatan dan penjurusan siswa pada program-program akademik
tertentu dan kegiatan kurikuler serta ekstrakurikuler disesuaikan
dengan kemampuan, bakat, dan minat siswa.
e. Fungsi Penyaluran
Setiap siswa memiliki hak untuk memperoleh kesempatan dalam
mengembangkan diri sesuai dengan keadaan pribadinya masing-
masing yang meliputi bakat, minat, kecakapan, cita-cita dan lain
sebagainya. Kesempatan mengembangkan diri sesuai potensi ini
merupakan kebutuhan bagi setiap manusia bukan hanya siswa. Kebutuhan
aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang dapat mendorong seseorang
untuk lebih berprestasi lagi.
Melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan konseling berupaya mengenali
masing-masing siswa secara perorangan, selanjutnya memberikan bantuan
menyalurkan ke arah kegiatan atau program yang dapat menunjang
tercapainya perkembangan yang optimal.
f. Fungsi Penyesuaian
Salah satu masalah yang sering dihadapi seseorang termasuk siswa di
sekolah adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru,
kondisi tertentu atau orang-orang di sekitarnya. Apabila kesulitan
penyesuaian diri ini tidak teratasi maka berpotensi menjadi masalah bagi

70 Profesi Kependidikan
siswa. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling juga memiliki fungsi
bantuan layanan penyesuaian. Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan
dan konseling membantu terciptanya penyesuaian antara siswa dan
lingkungannya. Sehingga membantu siswa memperoleh penyesuaian diri
dengan baik dengan lingkungannya terutama lingkungan sekolah bagi
siswa.
Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah, Pertama, bantuan kepada
siswa untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Sekolah
memiliki tata sosial budaya tersendiri dengan segala tuntutan dan norma-
normanya, sementara siswa memiliki norma dan tata aturan serta budaya
dan kebiasaan sendiri yang berasal dari rumah atau masyarakatnya.
Tata aturan dan norma serta nilai dan budaya itu mungkin saja berbeda
satu lingkungan dengan lingkungan lainnya. untuk itu siswa harus
mampu menyesuaikan dirinya. Hal inilah diperlukan bantuan layanan
oleh konselor agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
lingkungan yang berbeda tersebut secara cepat dan tepat.
Kedua, bantuan dalam mengembangkan program pendidikan yang sesuai
dengan keadaan masing-masing individu (siswa). Pada arah kedua ini,
lingkungan yang disesuaikan dengan siswa dalam pengertian program
pendidikan yang akan diberikan kepada siswa di desain secara individual
untuk diikuti oleh siswa agar bakat dan potensinya dapat berkembang
optimal melalui kegiatan program tertentu tersebut. Antara siswa yang
satu dengan siswa yang lainnya berbeda dalam aspek kepribadian,
kemampuan, bakat, minat, dan aspek-aspek lainnya. Ada pula siswa
yang sangat berminat terhadap kegiatan tertentu di sekolah, ada juga yang
tidak berminat sama sekali.
g. Fungsi Pengembangan
Siswa di sekolah merupakan individu yang sedang dalam proses
perkembangan. Misalnya murid SD/MI adalah sosok individu yang
sedang berkembang menuju usia SMP/MTs, siswa SMP/MTs adalah sosok
individu yang sedang berkembang menuju usia SMA/MA dan
seterusnya. Mereka memiliki potensi tertentu untuk dikembangkan.
Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada
para siswa untuk membantu para siswa dalam mengembangkan
keseluruhan potensinya secara lebih terarah sehingga mereka dapat
berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam fungsi
ini hal-hal yang sudah baik, dimantapkan, dijaga dan dikembangkan.
Misalnya sikap dan kebiasaan baik yang telah terbina dalam bertindak
dan bertingkah laku sehari-hari tetap dipelihara dan terus diupayakan
untuk dikembangkan.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 71


h. Fungsi Perbaikan
Tiap-tiap individu pasti memiliki masalah, tidak ada individu atau
siswa di sekolah yang tidak memiliki masalah. Namun yang menjadi
pembeda antara individu (siswa) yang satu dan yang lain adalah tingkat
kompleksitas permasalahan yang dihadapi serta tingkat kematangan
seorang individu dalam menyikap permasalahan yang dihadapinya.
Ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi menghadapi masalah dan
mampu memecahkannya atau keluar dari masalah, sebaliknya banyak
siswa justru bergelut dalam masalah tersebut tanpa dapat keluar dari
masalah. Akibatnya menjadi masalah lingkaran setan yang makin lama
masalahnya akan terus menjadi besar.
Walaupun pelayanan bimbingan dan konseling melalui fungsi pencegahan,
penyaluran dan penyesuaian telah diberikan, tetapi masih mungkin
individu (siswa) memiliki masalah-masalah tertentu sehingga fungsi
perbaikan diperlukan. Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan
konseling kepada siswa untuk membantu mereka memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya. Bantuan yang diberikan konselor sangat
tergantung kepada masalah yang dihadapi siswa. Dalam fungsi perbaikan,
siswa yang memiliki masalah yang mendapatkan prioritas untuk diberikan
bantuan, sehingga dengan demikian diharapkan masalah yang dihadapi
oleh siswa tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.
i. Fungsi Advokasi
Layanan bimbingan dan konseling untuk aspek fungsi advokasi ini
bertujuan memberikan bantuan kepada para siswa untuk memperoleh
pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat
perhatian. Seperti diketahui para siswa sebagai peserta didik mempunyai
hak dan kewajiban sendiri yang sudah semestinya juga mendapat
perhatian oleh semua pendidik termasuk para petugas bimbingan
konseling di sekolah. Terkadang hak-hak siswa sering terabaikan oleh
para pendidik di sekolah.

C. Prinsip Bimbingan dan Konseling


1. Prinsip-prinsip BK
Keberhasilan sesuatu pekerjaan salah satunya ditentukan oleh seberapa
besar proses pekerjaan itu dilakukan oleh seseorang sesuai dengan prinsip
kerja. Sehingga prinsip kerja ini memberikan arah dan pedoman bagi
seseorang dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling

72 Profesi Kependidikan
kepada siswa. Sangat sering kita jumpai seseorang bekerja berdasarkan
apa yang menjadi kehendaknya atau hanya berdasarkan pemikirannya
saja, akibatnya hasil kerja tidak optimal dan bahkan bertentangan dengan
lingkungan kerjanya. Demikian pula halnya dengan pelayanan bimbingan
konseling diperlukan prinsip kerja yang kuat, sebagai panduan dalam
memberikan layanan konseling.
Bimbingan konseling membutuhkan suatu prinsip atau aturan main
dalam menjalankan program pelayanan bimbingan. Menurut Prayitno dan
Amti (1994) prinsip bimbingan konseling yaitu rumusan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan,
masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan
dan penyelenggaraan pelayanan.
Adapun rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling mencakup
prinsip sasaran layanan, prinsip permasalahan individu, prinsip program
pelayanan dan yang terakhir prinsip tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Apabila
keempat prinsip tersebut dilaksanakan secara utuh maka layanan
bimbingan dan konseling akan tercapai sesuai keinginan konselor dan
klien.

a. Prinsip Umum
Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa kegiatan bimbingan konseling
pada dasarnya adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu para siswa
untuk mengatasi berbagai permasalah dalam belajar, sehingga dia dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan. Dengan demikian, dia akan dapat
belajar dengan baik dan pada gilirannya dapat mencapai hasil yang optimal.
Kegiatan bimbingan dan konseling ini akan dapat mencapai hasil yang
optimal apabila dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling itu sendiri. Di bawah ini akan diuraikan beberapa prinsip bimbingan
konseling, baik prinsip yang sifatnya umum maupun yang sifatnya khusus.
1) Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya.
2) Bimbingan diberikan kepada memberikan bantuan agar individu yang
dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan menghadapi kesulitan-
kesulitan dalam hidupnya.
3) Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan individu yang
dibimbing.
4) Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku individu.
5) Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi
kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.
6) Upaya pemberian bantuan harus dilakukan secara fleksibel.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 73


7) Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan
program pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.
8) Implementasi program bimbingan dan konseling harus dipimpin oleh
orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling dan
pelaksanaannya harus bekerja sama dengan berbagai pihak yang
terkait, seperti dokter psikiater, serta pihak-pihak yang terkait lainnya.
9) Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari upaya pelayanan bimbingan
dan konseling, harus diadakan penilaian atau ekuivalensi secara teratur
dan berkesinambungan.

b. Prinsip-prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Siswa


1) Pelayanan BK harus diberikan kepada semua siswa.
2) Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan
konseling kepada individu atau siswa.
3) Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa.
4) Pelayanan dan bimbingan konseling di sekolah dan madrasah harus dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan beragam
dan luas.
5) Keputusan akhir dalam proses BK dibentuk oleh siswa sendiri.
6) Siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara berangsur-angsur
dapat menolong dirinya sendiri.

c. Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Pembimbing


1) Konselor harus melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya
masing- masing.
2) Konselor di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan
pengalaman, dan kemampuan.
3) Sebagai tuntutan profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa
berusaha mengembangkan dirinya dan keahliannya melalui berbagai
kegiatan.
4) Konselor hendaknya selalu mempergunakan berbagai informasi yang
tersedia tentang siswa yang dibimbing beserta lingkungannya sebagai
bahan yang membantu individu yang bersangkutan ke arah
penyesuaian diri yang lebih baik.
5) Konselor harus menghormati, menjaga kerahasiaan informasi tentang
siswa yang dibimbingnya.

74 Profesi Kependidikan
6) Konselor harus melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan
berbagai metode yang sama.

d. Prinsip yang Berhubungan dengan Organisasi dan Administrasi


(Manajemen) Pelayanan Bimbingan Konseling
1) Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistematis dan
berkelanjutan.
2) Pelaksanaan bimbingan dan konseling ada di kartu pribadi (commulative
record) bagi setiap siswa.
3) Program pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan
kebutuhan sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
4) Harus ada pembagian waktu antar pembimbing, sehingga masing-masing
pembimbing mendapat kesempatan yang sama dalam memberikan
bimbingan dan konseling.
5) Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau
kelompok sesuai dengan masalah yang dipecahkan dan metode yang
dipergunakan dalam memecahkan masalah terkait.
6) Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah
dan madrasah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.
7) Kepala sekolah atau madrasah merupakan penanggung jawab utama dalam
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah.

Prayitno dan Amti (1999) mengklasifikasikan prinsip-prinsip bimbingan


dan konseling ke dalam empat bagian, yaitu:
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran pelayanan
2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan individu
3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan
Selanjutnya oleh Prayitno dan Amti (1999), keempat prinsip tersebut
dirinci dengan rumusan masing-masing sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan
1) Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku
individu yang unik dan dinamis.
3) Bimbingan dan konseling memerhatikan sepenuhnya tahap-tahap
berbagai aspek perkembangan individu.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 75


4) Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada
perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.

e. Prinsip yang Berkenaan dengan Pemasalahan Individu


1) Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut
pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya
di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan
pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental
dan fisik individu.
2) Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor
timbulnya masalah pada individu yang semuanya menjadi perhatian
utama pelayanan bimbingan dan konseling.

f. Prinsip yang Berkenaan dengan Program Layanan


1) Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya
pendidikan dan pengembangan individu; oleh karena itu, program
bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan
program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan
kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
3) Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari
jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.

g. Prinsip-prinsip yang Berkenaan dengan Tujuan dan Pelaksanaan


Pelayanan
1) Bimbingan dan konseling harus mengarahkan individu mampu
menyelesaikan permasalahan pribadi.
2) Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan
dilakukan oleh individu harusnya atas kemauan individu sendiri, bukan
karena desakan atau kemauan orang lain.
3) Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dan bidang
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
4) Kerja sama antara pembimbing dengan guru lain dan orangtua
menentukan hasil pelayanan pembimbingan.
5) Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh
melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian
terhadap individu yang telibat dalam proses pelayanan dan program
bimbingan dan konseling itu sendiri.

76 Profesi Kependidikan
D. Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam setiap kegiatan yang akan dilaksanakan seharusnya ada suatu dasar
atau landasan yang menjadi pertimbangan atau yang mendasari mengapa
suatu kegiatan dilakukan. Demikian pula dalam kegiatan layanan bimbingan
dan konseling, ada asas yang dijadikan dasar pertimbangan dalam kegiatan
itu. Terdapat dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut.

1. Asas Kerahasiaan
Kerahasiaan dalam sebuah bimbingan dan konseling sangatlah ditekankan
bahkan menjadi kunci mendasar yang harus atau wajib ditaati oleh pemberi
layanan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Seorang
konselor harus mengetahui secara detail akan masalah pribadi klien sampai
ke hal-hal yang sangat rahasia. Oleh karena itu, konselor harus menjaga
kerahasiaan data yang diperoleh dari kliennya. Kerahasiaan data perlu
dihargai dengan baik dan diyakini secara pasti oleh klien, karena layanan
dalam bimbingan dan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik
jika data atau informasi yang dipercayakan pada konselor dapat dijamin
kerahasiaannya oleh klien, tanpa keyakinan dan kepercayaan dari klien
maka proses layanan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Sebagaimana
firman Allah Swt. bahwa memelihara amanah dan menepati janji
merupakan salah satu karakteristik orang yang beruntung. Sebagaimana
firman Allah dalam surah Al-Mu’minuun/23:8 Artinya;… Dan orang-orang yang
memelihara amanat- amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya.

2. Asas Kesukarelaan
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa bimbingan dan konseling
merupakan proses membantu individu. Pengertian membantu di sini yaitu
bimbingan bukan suatu paksaan. Sebab layanan yang diberikan secara
paksaan tidak akan mampu membuat klien untuk terbuka semua hal yang
melatarbelakangi masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, dalam
kegiatan bimbingan dan konseling perlu adanya kerja sama yang
demokratis antara konselor dan kliennya. Kerja sama akan terjalin apabila
klien dapat dengan penuh kesadaran diri dan secara suka rela serta dengan
tanggung jawab mau menceritakan serta menjelaskan masalah yang
dialaminya pada konselor.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 77


3. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas penting bagi konselor, karena
hubungan tatap muka antara klien dengan konselor merupakan pertemuan
batin. Kesadaran diri seorang klien akan ditindaklanjutinya dengan kesadaran
tanpa paksaan untuk mengungkapkan segala isi hatinya kepada konselor.
Hal itu berarti diperlukan adanya keterbukaan klien dalam mengungkapkan
apa pun yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Dengan adanya
keterbukaan klien pada konselor dapat lebih membuka dirinya, unuk membuka
kedok hidupnya yang menjadi penghambat perkembangannya. Dengan cara
ini konselor akan dapat memberikan berbagai alternatif pemecahan
masalah dengan memanfaatkan potensi yang ada pada masing-masing
klien.

4. Asas Kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari
masalah yang dirasakan klien saat sekarang, namun pada dasarnya pelayanan
bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih
luas. Dalam hal ini diharapkan konselor dapat mengarahkan klien untuk
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya sekarang. Sebagaimana firman
Allah Swt., yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengajarkan amal saleh dan nasihat
menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati menetapi
kesabaran.”(QS. Al-Ashar/103:1-3)

5. Asas Kemandirian
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu konseling diberikan untuk
dapat mengembangkan dan lebih memberdayakan potensi yang ada pada klien
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, salah
satu tujuan diberikannya bimbingan dam konseling adalah agar konselor dapat
menghidupkan kemandirian di dalam diri klien.
Pada tahap awal proses konseling, biasanya klien menampakkan sikap
yang lebih tergantung dibandingkan pada tahap akhir bimbingan dan
konseling. Sebenarnya sikap ketergantungan klien terhadap konselor
ditentukan oleh respons-respons yang diberikan konselor pada kliennya.
Oleh karena itu, konselor dan klien harus berusaha untuk menumbuhkan sikap
kemandirian itu di dalam diri klien dengan cara memberikan respons yang
cermat. Sebagaimana firman Allah Swt., yang artinya:

78 Profesi Kependidikan
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa ( dari
kejahatannya ) yang dikerjakannya….”(QS. Al-Baqarah/2:286)

6. Asas Kegiatan
Asas kegiatan yang dimaksudkan dalam layanan bimbingan konseling
ini pada dasarnya adalah asas yang menghendaki layanan bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar klien berpartisipasi secara aktif di dalam
proses penyelenggaraan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong
klien untuk aktif dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang
diperuntukkan baginya. Pada saat kegiatan layanan dilakukan, konselor
berupaya mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengemukakan masalah,
aktif dalam mencari solusi masalah bersama-sama konselor dan akhirnya
aktif mencari atau memilih cara terbaik dalam memecahkan masalah
setelah mendapatkan pencerahan dari konselor.

7. Asas Kedinamisan
Keberhasilan usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klien ke arah yang baik. Untuk
mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu
membutuhkan proses dan waktu yang sesuai dengan kedalaman dan
kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta pihak-
pihak lain diminta untuk bekerja sama sepenuhnya agar pelayanan
bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan
perubahan sikap dan tingkah laku baik pada klien. Sebagaimana firman Allah
Swt., yang artinya:
…”sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
mengubah dirinya sendiri.”(QS. Ar Ra’du/13:11)

8. Asas Keterpaduan
Asas ini yang menghendaki agar berbagai proses pelayanan bimbingan
dan konseling terjalin kerja sama yang baik antara konselor dengan pihak lain
yang dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien. Kerja
sama ini tidak hanya antara klien dan konselor tetapi juga kerja sama
dengan semua pihak yang membantu kegiatan layanan bimbingan
konseling.

9. Asas Kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan
BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 79
lingkungannya. Konselor harus dapat membicarakan secara terbuka dan
terus terang segala sesuatu yang menyangkut norma dari mulai bagaimana
berkembangnya, bagaimana penerimaan masyarakat, apa dan bagaimana
akibatnya bila norma-norma itu terus dianut dan lain sebagainya. Sehingga
klien dapat menentukan dan memilih norma-norma yang akan dianutnya.

10.Asas Keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para
konselor harus mendapatkan pendidikan dan latihan yang memadai. Tidak
semua orang dapat menjadi konselor untuk memberikan layanan
bimbingan konseling, karena konseling adalah layanan ahli maka semua
petugas dalam hal ini konselor harus dilakukan oleh orang yang mendapat
pendidikan khusus untuk itu. Pada saat ini bahkan konselor sudah
merupakan profesi, dan karenanya konselor dihasilkan oleh pendidikan
konselor sama seperti dokter harus melalui pendidikan profesi dokter setelah
mendapatkan sarjana kedokteran (S.Ked). Demikian pula dengan konselor
wajib mendapatkan pendidikan profesi konselor. Pentingnya keahlian ini
sebagaimana firman Allah Swt., yang artinya:
“Maka disebabkan oleh rahmat Allah, kami berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai mereka yang bertakwa
kepada-Nya.”(QS. Al-Imran 3: 159)

11.Asas Alih Tangan


Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang menangani
masalah-masalah yang cukup sulit. Dengan keterbatasan konselor dalam
membantu dan menyelesaikan masalah klien sedangkan dalam bimbingan
dan konseling pelayanannya harus tuntas jangan sampai terkatung-katung
sehingga klien menjadi semakin susah dalam menyelesaikan masalahnya.

E. Landasan Bimbingan dan Konseling


Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada
dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan
dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan
pendidikan non formal ataupun landasan pendidikan secara umum.

80 Profesi Kependidikan
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya
oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan
bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri
tegak dan kokoh tentu membutuhkan fondasi yang kuat dan tahan lama.
Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula,
dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh
fondasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoretik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat enam
aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling,
yaitu landasan filosofis, religius, psikologis, sosial-budaya, pedagogis, dan
ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan
dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling
tersebut:

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan
setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis
dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari
jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis.
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor Frankl,
Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003)
telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut:
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang
ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan
menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan
hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 81


e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus
dikaji secara mendalam.
f. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan
manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
h. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut prikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
i. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana
apa pun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya


bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya
harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh
manusia dengan berbagai dimensinya.

2. Landasan Religius
Dimensi spiritual pada manusia menunjukkan bahwa manusia pada
hakikatnya adalah makhluk religius. Keyakinan bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan, mengisyaratkan pada ketinggian derajat dan keindahan
makhluk manusia serta peranannya sebagai khalifah di bumi.
Landasan religius bagi layanan BK setidaknya ditekankan pada tiga hal
pokok, yaitu:
a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk
Allah Swt.
b. Sikap yang mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan
ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkan secara
optimal suasana dan perangkat budaya serta masyarakat yang sesuai dan
meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan
dan pemecahan masalah individu.

82 Profesi Kependidikan
3. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (a) motif
dan motivasi, (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar,
dan (e) kepribadian.

a. Motif dan Motivasi


Setiap orang dalam hal ini siswa dalam berperilaku atau bertindak
selalu didasari oleh suatu motif tertentu, dan motif berperilaku ini selalu
berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, motif dan
motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernapas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar,
seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan
sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).

b. Pembawaan dan Lingkungan


Setiap anak lahir membawa pembawaannya masing-masing, dia lahir
dengan sejumlah potensi yang akan optimal apabila dikembangkan secara
tepat. Di sisi lain anak berada pada lingkungan tertentu yang memiliki
potensi untuk memengaruhinya dalam berperilaku dan bertindak. Dengan
demikian, maka pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-
faktor yang membentuk dan memengaruhi perilaku individu. Pembawaan
yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna
kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan
untuk mengoptimalkan serta mewujudkannya bergantung pada lingkungan
di mana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan
berbeda-beda yang tentunya akan menentukan tindakan layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan.

c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal/

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 83


bayi/fetus) hingga akhir hayatnya, di antaranya meliputi aspek fisik dan
psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai
aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.

d. Belajar
Setiap manusia disadari atau tidak disadari dalam interaksinya dengan
lingkungan selalu menemukan hal baru yang belum tentu dikuasainya dan
mampu melakukan hal baru tersebut. Pada saat seperti itulah pada diri manusia
tanpa sadar dia belajar dari lingkungannya atau orang di sekitarnya.
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar
manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru
dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang
baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-
tAnda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/ keterampilan.

e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan
Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap
lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa “kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya”. Kata
kunci dari pengertian kepribadian adalah Penyesuaian Diri.
Sementara itu Syamsuddin (2003), mengemukakan tentang aspek-
aspek kepribadian, yang mencakup:
1) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

84 Profesi Kependidikan
2) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.
4) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
sedih, atau putus asa.
5) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

4. Landasan Sosial-Budaya
Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya. Dia
hidup dalam lingkungan sosial dan lingkungan budaya. Manusia punya
makna karena dia berada dalam lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang
ada di sekelilingnya. Setiap lingkungan memiliki kebiasaan dan budaya yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Karena itu dalam konteks layanan
bimbingan dan konseling aspek sosial budaya merupakan hal yang sangat
penting untuk menjadi pertimbangan dalam memberikan layanan.
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi terhadap perilaku individu.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu
berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara
konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki
latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003),
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu:
a. Perbedaan bahasa
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 85


b. Komunikasi non-verbal
Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda
dan mungkin bertolak belakang.
c. Stereotipe
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan
tertentu berdasarkan prasangka subjektif (social prejudice) yang biasanya
tidak tepat.
d. Kecenderungan menilai
Penilaian terhadap orang lain di samping dapat menghasilkan penilaian
positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif.
e. Kecemasan.
Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya
lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang berlebihan
dalam kaitannya dengan suasana antarbudaya dapat menuju ke culture
shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, di mana dan
kapan harus berbuat sesuatu. Agar komunikasi sosial antara konselor
dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi
tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Surya


(2006) mengetengahkan tentang kecenderungan bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan
multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti
Indonesia.

5. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis pelayanan BK setidaknya berkaitan dengan: (1)
pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan
salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) pendidikan sebagai inti proses
bimbingan dan konseling, (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
bimbingan dan konseling.

6. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)


Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional
yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
praktiknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis
dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, serta prosedur tes.

86 Profesi Kependidikan
Surya (2006), mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan
teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya
(klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka (face to face) tetapi
dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet,
dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan
dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor
dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor
di dalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan.
Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan
dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.

F. Bidang Bimbingan Belajar, Sosial, Pribadi dan Karier


Seperti diuraikan pada bagian terdahulu bahwa bimbingan konseling
sangat berperan dalam membantu siswa untuk mencapai hasil yang optimal
dalam proses pembelajaran. Bahkan bimbingan konseling merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah.
Secara khusus peran bimbingan konseling dalam bidang bimbingan belajar,
sosial, karier dan pribadi adalah sebagai berikut:

1. Bimbingan Belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Bimbingan ini antara lain meliputi:
a. Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individual.
b. Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c. Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
d. Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran
tertentu.
e. Cara, proses, dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.

Di samping itu, Winkel (1978) mengatakan bahwa layanan bimbingan


dan konseling mempunyai peranan penting untuk membantu siswa antara
lain dalam hal:

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 87


1) Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang
terbuka bagi mereka, baik sekarang ataupun akan datang.
2) Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya.

2. Bimbingan dalam Mengatasi Masalah-masalah Pribadi


Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu tidak ada siswa yang
tidak bermasalah dan tidak ada siswa yang tidak pernah mengalami
masalah. Demikian juga siswa tidak semua yang mengalami masalah mampu
mengatasi masalahnya sendiri, tetapi juga terdapat siswa yang mampu
mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu,
diperlukan layanan bimbingan tentang bagaimana cara mengatasi masalah.
Bimbingan yang berkaitan dengan masalah pribadi ini dimaksudkan
untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi, yang
dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Hal ini sangat penting karena apabila
seorang siswa yang mempunyai masalah dan belum dapat diatasi maka hal
tersebut cenderung terganggu konsentrasi dalam belajarnya, akibatnya prestasi
belajar yang dicapai rendah.
Selain masalah belajar, biasanya masalah-masalah pribadi ini juga sering
ditimbulkan sebagai akibat hubungan atau pergaulan remaja sesama siswa,
karena itu bimbingan masalah pribadi menjadi sangat urgen dan berkontribusi
untuk peningkatan prestasi belajar siswa. Sehubungan dengan hal tersebut
Downing (1968), menyatakan bahwa layanan bimbingan di sekolah sangat
bermanfaat terutama dalam membantu:
a. Menciptakan suasana hubungan sosial yang menyenangkan.
b. Menstimulasi siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam
kegiatan belajar-mengajar.
c. Menciptakan atau mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Menciptakan dan menstimulasi tumbuhnya minat belajar.

3. Bimbingan Sosial
Sekolah pada dasarnya adalah sistem sosial di mana siswa hidup dalam
sistem sosial sekolah. Sistem sosial di sekolah pada dasarnya adalah sistem
sosial kemasyarakatan dalam bentuk mini. Di sekolah dan kelas siswa hidup
berkelompok dengan tata aturan tertentu. Dalam kehidupan kelompok
perlu adanya toleransi/tenggang rasa, saling memberi dan menerima, tidak
mau menang sendiri, atau kalau mempunyai pendapat harus diterima
dalam mengambil keputusan.

88 Profesi Kependidikan
Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam
memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan
masalah sosial, sehingga terciptalah suasana belajar-mengajar yang kondusif.
Menurut Ahmad (1977), bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk:
a) Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b) Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
c) Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah
tertentu.

Di samping itu, bimbingan sosial juga dimaksudkan agar siswa dapat


melakukan penyesuaian diri terhadap teman sebayanya baik di sekolah maupun
di luar sekolah (Downing, 1978).

4. Bimbingan Karier
Setiap orang termasuk siswa apalagi di tingkat SMA sudah mulai
berpikir tentang pekerjaan yang nantinya akan digelutinya di masa yang
akan datang. Makin tepat pemilihan profesi atau karier yang direncanakan
makin baik bagi individu yang bersangkutan. Dalam kaitan inilah
sebenarnya diperlukan informasi karier dan bimbingan karier secara
akurat.
Bimbingan karier merupakan layanan bantuan kepada peserta didik dalam
mempertimbangkan pilihan kerja atau mempertimbangkan untuk bekerja atau
tidak; dan (jika perlu segera bekerja, baik part-time maupun full-time). Memilih
lapangan kerja yang cocok dengan ciri-ciri pribadi individu, menentukan
lapangan pekerjaan dan memasukinya, serta mengadakan penyesuaian
kerja secara baik. Dalam konteks ini siswa memiliki keterbatasan informasi
tentang karier, dan mereka sangat memerlukan informasi yang tepat. Untuk
itu maka bimbingan karier menjadi sangat urgen.
Masalah-masalah jabatan atau karier, pada pokoknya bersangkutan
dengan: masalah pemahaman individu peserta didik mengenai kebutuhan-
kebutuhan, kecakapan keterampilan, sikap, minat, dan ciri-ciri pribadi lain pada
dirinya, masalah pemahaman peserta didik terhadap harapan-harapan, cita-
cita, minat, aspirasi-aspirasi, serta nilai-nilai yang dipunyai oleh
orangtuanya tentang jabatan kerja; pemahaman terhadap jenis, tingkat, dan
tuntutan- tuntutan dunia kerja.

G. Struktur Organisasi Bimbingan Konseling di Sekolah


Setiap sekolah memiliki perbedaan dalam volume kerja, jumlah SDM,
beban kerja dan mekanisme kerja serta school size. Oleh sebab itu, setiap

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 89


sekolah memiliki perbedaan dalam struktur organisasi sekolah. Perbedaan
struktur organisasi sekolah ini menyebabkan pula perbedaan struktur
organsasi pelayanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan struktur organisasi pada setiap satuan
pendidikan, sebagai berikut:
1. Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting yang terlibat di
dalam sebuah satuan pendidikan yang ditujukan bagi optimalnya
bimbingan dan konseling.
2. Sederhana, maksudnya dalam pengambilan keputusan/kebijaksa-
naan jarak antara pengambil kebijakan dengan pelaksananya tidak
terlampau panjang. Keputusan dapat dengan cepat diambil tetapi dengan
pertimbangan yang cermat, dan pelaksanaan layanan/ kegiatan bimbingan
dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu.
3. Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya
pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan dan tugas-tugas organisasi,
yang semuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta didik.
4. Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga semua unsur dapat saling
menunjang dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi
kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling
untuk kepentingan peserta didik.
5. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut,
sehingga perencanaan pelaksanaan dan penilaian program bimbingan
dan konseling yang berkualitas dapat terus dilakukan. Pengawasan dan
penilaian hendaknya dapat berlangsung secara vertikal (dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas), dan secara horizontal (penilaian sejawat).

Dalam rangka pencapaian tujuan yang optimal dalam pelaksanaan program


bimbingan dan penyuluhan di sekolah, maka diperlukan pengorganisasian
kegiatan layanan yang baik. Organisasi layanan bimbingan meliputi segenap
unsur yang ada kaitan dan memiliki peran dalam bimbingan dan
penyuluhan di sekolah, personel yang berperan dalam pelayanan bimbingan
dan konseling terentang secara vertikal dan horizontal. Unsur-unsur yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Personel pada Kantor Dinas Pendidikan yang bertugas melakukan
pengawasan (penyeliaan) dan pembinaan terhadap penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan.
2. Kepala sekolah adalah penanggung jawab program pendidikan secara
menyeluruh termasuk pelaksanaan teknis bimbingan dan konseling di
sekolah.

90 Profesi Kependidikan
3. Tata usaha adalah pembantu kepala sekolah dalam menyelenggarakan
administrasi tata usaha sekolah dan pelaksanaan administrasi bimbingan
dan konseling.
4. Koordinator BK atau guru pembimbing adalah pelaksana utama yang
mengoordinasi semua kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah.
5. Guru mata pelajaran atau guru praktik adalah pelaksana pengajaran
dan pelatihan serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang
siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
6. Wali kelas atau guru pembina adalah guru yang diberikan tugas khusus
untuk mengelola satu kelas siswa tertentu dan bertanggung jawab
membantu kegiatan bimbingan dan konseling di sekolahnya.
7. BP3 atau POMG adalah organisasi orangtua siswa yang berkewajiban
membatu penyelenggaraan pendidikan termasuk pelaksanaan bimbingan
dan konseling.
8. Ahli-ahli lain, dalam bidang non bimbingan dan nonpelajaran/latihan
(seperti dokter, psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
9. Siswa adalah peserta didik yang berhak menerima pengajaran, latihan
dan pelayanan bimbingan dan konseling.

Untuk setiap personel yang diidentifikasikan itu telah ditetapkan,


tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing yang terkait
langsung secara keseluruhan dalam organisasi pelayanan bimbingan dan
konseling. Tugas, wewenang dan tanggung jawab guru pembimbing sebagai
tenaga inti pelayanan bimbingan dan konseling dikaitkan dengan rasio
antara seorang guru pembimbing dan jumlah peserta didik yang menjadi
tanggung jawab langsungnya. Guru kelas sebagai tenaga pembimbing
bertanggung jawab atas pelaksanaan bimbingan dan konseling terhadap
seluruh peserta didik di kelasnya.
Menurut PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar Bab X Bimbingan
Pasal 25 ayat (1) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada
siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan
dan merencanakan masa depan, ayat (2) Bimbingan diberikan oleh guru
pembimbing, ayat (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1)
dan (2) di atas oleh menteri. PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah
Bab X Bimbingan Pasal 27 ayat (1) Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan pada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan. Ayat (2) Bimbingan diberikan

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 91


oleh guru pembimbing. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
pada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan
dan merencanakan masa depan, kalimat tersebut telah secara langsung
memuat pengertian dan tujuan pokok bimbingan dan konseling di sekolah.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling tentunya tidak lepas dari tugas
dan peran guru bidang studi dan wali kelas. Adapun tugas guru bidang studi
dan wali kelas yaitu:
1) Guru bidang studi
a. Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling
kepada siswa,
b. Melakukan kerja sama dengan guru pembimbing dalam
mengidentifikasi siswa yang melakukan layanan bimbingan dan
konseling,
c. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan bimbingan kepada guru
pembimbing,
d. Mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan,
e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
layanan bimbingan dan konseling dari guru pembimbing,
f. Membantu mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian layanan bimbingan dan konseling,
g. Ikut serta dalam program layanan bimbingan,
h. Berpartisipasi dalam kegiatan pendukung seperti konferensi kasus,
i. Berpartisipasi dalam upaya pencegahan munculnya masalah siswa
dalam pengembangan potensi.
2) Wali kelas
a. Membantu guru pembimbing melaksanakan layanan yang menjadi
tanggung jawabnya,
b. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa,
khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti
layanan bimbingan,
c. Memberikan informasi tentang siswa di kelas yang menjadi tanggung
jawabnya untuk memperoleh layanan bimbingan,
d. Menginformasikan kepada guru mata pelajaran tentang siswa yang
perlu diberi perhatian khusus,
e. Ikut serta dalam konferensi kasus.

92 Profesi Kependidikan
Ada beberapa peran yang dapat dilakukan oleh guru ketika dia diminta
mengambil bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
di sekolah, yaitu guru sebagai informator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai
mediator, guru sebagai motivator dan guru sebagai kolaborator.
Adapun bagan mengenai organisasi bimbingan dan konseling di
sekolah ini adalah sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

Personel kantor dinas


pendidikan

Kepala sekolah

Tata usaha

Wali kelas/Guru pembina Guru mata pelajaran/pelatih

Guru pembimbing

Tenaga ahli BP 3

Siswa

H. Orientasi Bimbingan dan Konseling


Layanan bimbingan konseling juga dilakukan dengan mempertimbangkan
orientasi atau pusat perhatian atau arah yang menjadi focus dalam layanan
yang akan diberikan kepada konseli. Yang dimaksudkan orientasi dalam
layanan bimbingan konseling di sini adalah “pusat perhatian” atau “titik
berat pandangan”. Ada beberapa orientasi dalam layanan bimbingan dan
konseling yaitu: orientasi perorangan,orientasi perkembangan, dan
orientasi permasalahan.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 93


1. Orientasi Perorangan
Orientasi perorangan pada bimbingan dan konseling yaitu orientasi
yang menghendaki konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara
individual. Artinya seorang konselor harus menjadikan perhatian pada
siswa secara individual, yaitu satu persatu siswa perlu mendapat perhatian.
Untuk itu maka pemahaman seorang konselor yang utuh terhadap keseluruhan
siswa sebagai individu dan kelompok dalam kelas menjadi sangat penting.
Meskipun demikian dalam orientasi ini arah pelayanan dan kegiatan
bimbingan tetap ditujukan kepada masing-masing siswa secara individual.
Individu perlu mendapat perhatian utama dan kelompok dianggap sebagai
lingkungan yang memberikan pengaruh besar terhadap individu.
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu mendapat perhatian dalam rangka
orientasi perorangan dalam layanan bimbingan dan konseling yaitu sebagai
berikut:
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan
dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap
individu yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan
individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, serta untuk
membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi, dan
potensinya ke arah pengembangannya yang optimal dan pemanfaatan
yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara
individual.
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat,
kemampuan, dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-
program pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin. Dalam
hal itu penyelenggaraan program yang sistematis untuk mempelajari
individu nerupakan dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya program
bimbingan.

2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih
menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan
hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling
memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.

94 Profesi Kependidikan
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara
tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan.
Dalam hal itu peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan
kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.
Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk
menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan
dalam perkembangannya.
Ivey dan Rigazio Digilio (dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa
orientasi perkembangan justru merupakan ciri khas yang menjadi inti
gerakan bimbingan. Secara khusus, Thompson dan Rudolph (1983)
melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam
perkembangannya anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan
perkembangan kognisi dalam empat bentuk, yaitu;
a. Hambatan egosentrisme: ketidakmampuan melihat kemungkinan lain
di luar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi: ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian
pada lebih dari satu aspek tentang suatu hal.
c. Hambatan reversibilitas: ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik
dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi: ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada
susunan urutan yang ditetapkan.

Thompson dan Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan


konseling adalah menangani hambatan-hambatan perkembangan itu.

3. Orientasi Permasalahan
Seperti kita ketahui bahwa fungsi-fungsi bimbingan dan konseling,
maka orientasi masalah secara langsung terkait dengan fungsi pencegahan dan
fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat
terhindar dari masalah-masalah yang mugkin membebani dirinya,
sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah
terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya.
Fungsi-fungsi lain dari layanan bimbingan konseling yaitu fungsi
pemahaman masalah sehingga memungkinkan individu memahami
berbagai informasi sumber masalah yang bersumber dari berbagai aspek
seperti aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya
masalah pada diri klien.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 95


I. Ruang Lingkup Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting bagi
individu yang berada dalam lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
pada umumnya. Berikut peranan bimbingan dan konseling dalam masing-
masing ruang lingkup kerja:

1. Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk
untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat.
a. Keterkaitan antara Bidang Pelayanan Bimbingan Konseling dan Bidang-bidang
Lainnya.

Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, Mortensen dan


Schmuller (1976) mengemukakan adanya bidang-bidang tugas atau pelayanan
yang saling terkait. Bidang-bidang tersebut hendaknya secara lengkap ada
apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan
sebaik- baiknya untuk memenuhi secara optimal kebutuhan peserta didik
dalam proses perkembangannya. Terdapat tiga bidang pelayanan
pendidikan yaitu bidang kurikulum dan pengajaran, bidang administrasi
dan kepemimpinan dan kesiswaan:
1. Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan
kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, yaitu penyampaian dan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.
2. Bidang administrasi atau kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi berbagai
fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan,
serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah,
seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, dan pengembangan staf,
prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.
3. Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan
yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual agar masing-
masing peserta didik itu dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi,
dan minat-minatnya, serta tahap-tahap perkembangannya.

Ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dengan yang lain,
namun semuanya memiliki arah yang sama, yaitu memberikan kemudahan
bagi pencapaian perkembangan yang optimal terhadap peserta didik. Pelayanan
bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap
pengajaran. Misalnya, proses belajar mengajar akan dapat berjalan dengan

96 Profesi Kependidikan
efektif apabila siswa terbebas dari masalah–masalah yang mengganggu
proses belajarnya. Lebih jauh, materi layanan bimbingan dan konseling dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dengan individualitas
siswa.
b. Tanggung Jawab Konselor Sekolah
Kegiatan layanan bimbingan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang
tetapi harus dilakukan oleh seorang yang telah memperoleh pendidikan
khusus dalam bimbingan konseling atau dengan kata lain harus dilakukan
oleh tenaga ahli. Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan
konseling ialah konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus
melaksanakan berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan tugas–tugas dan
tanggung jawabnya itu konselor menjadi ”pelayan” bagi pencapaian tujuan
pendidikan secara menyeluruh, khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan
tercapainya tujuan–tujuan perkembangan masing–masing peserta didik
sebagaimana telah disebutkan. Dalam kaitannya dengan tujuan yang luas,
konselor tidak hanya berhubungan dengan peserta didik atau siswa saja
(sebagai sasaran utama layanan), melainkan juga dengan berbagai pihak
yang dapat secara bersama– sama menunjang pencapaian tujuan itu, yaitu
sejawat (sesama konselor, guru, dan personel sekolah lainnya), orangtua, dan
masyarakat pada umumnya.
1. Tanggung jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor:
a. memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa
yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik;
b. memerhatikan sepenuhnya segenap kebutuhan siswa (kebutuhan
yang menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi dan sosial)
dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi
setiap siswa;
c. memberi tahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan
dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui
apabila ia menghendaki bantuan bimbingan dan konseling;
d. tidak mendesakkan kepada siswa nilai-nilai tertentu yang sebenarnya
hanya sekadar apa yang dianggap baik oleh konselor saja;
e. menjaga kerahasiaan data tentang siswa;
f. memberi tahu pihak yang berwenang apabila ada petunjuk kuat
sesuatu yang berbahaya akan terjadi;
g. menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat
dan profesional.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 97


2. Tanggung jawab kepada orangtua, yaitu bahwa konselor:
a. menghormati hak dan tanggung jawab orangtua terhadap anaknya
dan berusaha sekuat tenaga membangun hubungan yang erat dengan
orangtua demi perkembangan siswa;
b. memberi tahu orangtua tentang peranan konselor dengan asas
kerahasiaan yang dijaga secara utuh;
c. menyediakan untuk orangtua berbagai informasi yang berguna
dan menyampaikan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk
kepentingan perkembangan siswa;
d. menyampaikan informasi (tentang siswa dan orangtua) hanya kepada
pihak-pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa
merugikan siswa dan orangtuanya.
3. Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor:
a. memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan,
keobjektifan, dan kesetiakawanan;
b. membangun kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan
antara data umum dan data pribadi, serta pentingnya konsultasi
sejawat;
c. menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas dan berguna bagi
sejawat untuk membantu menangani masalah siswa;
4. Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat, bahwa konselor:
a. mendukung dan melindungi program sekolah terhadap
penyimpangan- penyimpangan yang merugikan siswa;
b. mengembangkan dan meningkatkan peranan dan fungsi
bimbingan dan konseling untuk memenuhi kebutuhan segenap
unsur-unsur sekolah dan masyarakat;
c. bekerja sama dengan lembaga, organisasi, dan perorangan baik di
sekolah maupun di masyarakat demi pemenuhan kebutuhan siswa,
sekolah dan masyarakat, tanpa pamrih.
5. Tanggung jawab kepada diri sendiri, bahwa konselor:
a. berfungsi (dalam layanan bimbingan dan konseling) secara profesional
dalam batas-batas kemampuannya serta menerima tanggung
jawab dan konsekuensi dari pelaksanaan fungsi tersebut;
b. menyadari kemungkinan pengaruh diri pribadi terhadap
pelayanan yang diberikan kepada klien;

98 Profesi Kependidikan
c. memonitor bagaimana diri sendiri berfungsi, dan bagaimana tingkat
keefektifan pelayanan serta menahan segala sesuatu kemungkinan
merugikan klien.
6. Tanggung jawab kepada profesi, yaitu bahwa konselor:
a. bertindak sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri sendiri
sebagai konselor dan profesi;
b. melakukan penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga
memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konseling;
c. menjalankan dan mempertahankan standar profesi dan konseling
serta kebijaksanaan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling.

J. Kode Etik Bimbingan Konseling


Menurut Winkel (1992): “kode etik jabatan ialah pola
ketentuan/aturan/ cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas
dan aktivitas suatu profesi”.
Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode
etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang
bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai
hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau
wewenangnya. Karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri
wewenang serta tanggung jawabnya.
3. Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan
pribadi orang, maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-
baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c. Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam
klien.
d. Pembimbing tidak diperkenankan:
1) Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak
terlatih.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling 99


2) Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
3) Mengambil tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang
tidak baik bagi klien.
4) Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien
tersebut.
e. Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau
keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling.
f. Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya
yang berat yang memerlukan pengabdian penuh.

Rumusan kode etik bimbingan dan konseling dirumuskan oleh Ikatan


Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang dikutip oleh Syahril dan Ahmad
(1986),yaitu:
a. Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas, dan
keyakinan klien.
b. Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas
kepentingan pribadi pembimbing/konselor itu sendiri.
c. Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku
bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonominya.
d. Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat
rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
e. Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap
lembaga dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
f. Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
g. Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
h. Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes psikologi dan hubungannya dengan masalah yang
dihadapi klien.

K. Peranan Guru dalam Program


Bimbingan dan Konseling di
Sekolah
Guru bukan hanya sekadar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai
penerap metode mengajar, melainkan guru adalah pribadinya, yaitu
keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan
siswa. Bernard (1961:127-128) menyatakan bahwa pribadi guru lebih dari

10 Profesi Kependidikan
0
apa yang diucapkan dan metode yang digunakannya yang menentukan
kadar dan arah pertumbuhan siswa. Beliau juga mengemukakan bahwa
banyak penelitian yang menyatakan adanya akibat langsung pribadi guru
terhadap tingkah laku siswa.
Dalam keseluruhan pendidikan, guru merupakan faktor utama. Dalam
tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memegang berbagi jenis
peranan yang harus dilaksanakan. Peranan adalah suatu pola tingkah laku
tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari suatu pekerjaan
atau jabatan tertentu. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut
pola tingkah laku tertentu pula dan tingkah laku mana akan merupakan ciri
khas dari tugas atau jabatan tadi. Peranan guru adalah setiap pola tingkah
laku yang merupakan ciri-ciri jabatan guru yang harus dilakukan guru
dalam tugasnya. Peranan ini meliputi berbagai jenis pola tingkah laku, baik
dalam kegiatannya di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Guru yang
dianggap baik ialah mereka yang berhasil dalam memerankan peranan-
peranan itu dengan sebaik-baiknya, artinya dapat menunjukkan suatu pola
tingkah laku yang sesuai dengan jabatannya dan dapat diterima oleh
lingkungan dan masyarakat.

1. Guru Sebagai Mediator Kebudayaan


Guru merupakan seorang perantara di dalam suatu proses pewarisan
kebudayaan. Beberapa keterampilan dan kecakapan yang merupakan aspek
kebudayaan seperti: bahasa, ilmu pengetahuan, keterampilan sosial, sikap dan
sebagainya diterima oleh anak dengan perantaraan guru. Dalam
peranannya sebagai seorang mediator kebudayaan maka seorang guru
harus sanggup memberikan, mengajarkan dan membimbing berbagai ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada peserta didiknya. Seorang
guru harus mampu membimbing peserta didiknya dalam penyesuaian diri
terhadap lingkungan kebudayaannya. Perkembangan kebudayaan itu
sendiri sering kali menimbulkan masalah-masalah bagi murid-murid,
terutama masalah penyesuaian diri dan masalah pemilihan. Untuk itu
hendaknya guru mampu memberikan bantuan kepada peserta didiknya dalam
melakukan penyesuaian diri kepada unsur-unsur kebudayaan.

2. Guru Sebagai Mediator dalam Belajar


Guru bertindak sebagai perantara dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan. Guru lah yang menyelenggarakan pembelajaran peserta didik
dan guru harus bertanggung jawab akan hasil pembelajaran itu, melalui proses
interaksi belajar-mengajar. Guru merupakan faktor penting yang memengaruhi
berhasil tidaknya proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus menguasai

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling


prinsip-prinsip belajar, di samping menguasai materi yang akan diajarkan dan
guru juga harus mampu menciptakan suasana belajar yang sebaik-baiknya.

3. Guru Sebagai Pembimbing


Dalam tugasnya yang pokok yaitu mendidik, guru harus membantu
agar anak mencapai kedewasaan secara optimal, artinya kedewasaan yang
sempurna sesuai dengan norma dan sesuai pula dengan kodrat yang
dimiliknya. Dalam peranan ini guru harus memerhatikan aspek-aspek
pribadi peserta didik, antara lain aspek kematangan, bakat, kebutuhan,
kemampuan, sikap dan sebagainya, supaya kepada mereka ini dapat diberikan
bantuan dalam mencapai tingkat kedewasaan optimal. Hal ini mengandung
arti bahwa guru pun turut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
bimbingan dan konseling.
Sebagai seorang petugas bimbingan, guru merupakan tangan pertama
dalam usaha membantu memecahkan kesulitan murid-murid yang menjadi
peserta didiknya. Guru harus paling banyak dan sering berhubungan
dengan murid-muridnya, terutama dalam kegiatan-kegiatan kurikuler. Jadi,
tugas guru tidak hanya terbatas dalam memberikan berbagai ilmu pengetahuan
dan keterampilan kepada murid-muridnya, tetapi guru juga bertanggung
jawab untuk membantu dan mengawasi peserta didiknya. Sehubungan
dengan peranannya sebagai pembimbing, maka seorang guru harus:
a. Mengumpulkan data tentang murid
b. Mengamati tingkah laku murid dalam situasi sehari-hari
c. Mengenal murid-murid yang memerlukan bantuan khusus
d. Mengadakan interaksi dengan orangtua murid, baik secara individual
maupun secara kelompok untuk memperoleh saling pengertian dalam
pandidikan anak
e. Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya untuk
membantu memecahkan masalah murid
f. Membuat catatan pribadi murid serta menyiapkannya dengan baik
g. Menyelenggarakan bimbingan kelompok maupun individual
h. Bekerja sama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu
memecahkan masalah murid
i. Bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya menyusun program
bimbingan sekolah
j. Meneliti kemajuan murid baik di sekolah maupun di luar sekolah.

10 Profesi Kependidikan
2
4. Guru Sebagai Mediator antara Sekolah dan Masyarakat
Ini berarti bahwa kelancaran hubungan antara sekolah dan masyarakat
merupakan tugas dan tanggung jawab guru. Lancar tidaknya hubungan
tersebut tergantung pada tingkat kemampuan guru dalam memainkan peranan
ini. Dalam peranan itu, guru seharusnya mampu:
a. Memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat tentang
kebijaksanaan pendidikan yang sedang berlangsung atau yang akan
ditempuh
b. Menerima usul-usul atau pertanyaan dari pihak masyarakat tentang
pendidikan
c. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antara sekolah dan masyarakat
khususnya dengan orangtua murid
d. Bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam
memecahkan masalah-masalah pendidikan
e. Menyelenggarakan hubungan yang sebaik-baiknya antara sekolah dengan
lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pendidikan
f. Guru merupakan suara sekolah di masyarakat dan suara masyarakat di
sekolah.

5. Guru Sebagai Penegak Disiplin


Dalam peranan ini guru harus menegakkan disiplin baik di dalam maupun
di luar kelas. Guru harus menjadi teladan bagi terlaksananya suatu disiplin.
Guru harus membimbing murid agar menjadi warga sekolah dan
masyarakat yang berdisiplin. Guru harus menyiapkan murid-muridnya
sebagai calon anggota masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya
sebagai masyarakat. Dalam peranan inilah seorang guru harus
mencerminkan suatu tingkah laku sebagai anggota masyarakat yang dapat
“digugu dan ditiru” oleh segenap peserta didik dengan penuh kesadaran.

6. Guru Sebagai Administrator dan Manager Kelas


Sebagai administrator, tugas seorang guru harus dapat menyelenggarakan
program pendidikan dengan sebaik-baiknya. Berbagai aspek yang menyangkut
kelancaran jalannya pendidikan merupakan tanggung jawab guru. Guru harus
mengambil bagian dalam hal perencanaan kegiatan pendidikan (planning),
mengatur dan menyusun berbagai aspek dalam pendidikan (organizing),
mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam pendidikan (directing), melaksanakan
segala rencana dan kebijakan pendidikan (actuating), merencanakan dan

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling


menyusun biaya (budgeting), dan mengawasi serta menilai kegiatan-kegiatan
pendidikan (controlling dan evaluating).
Sebagai manager, khususnya sebagai manager kelas, guru merupakan
penguasa utama dan bertanggung jawab terhadap kelancaran program
pendidikan dan pengajaran. Dalam management kelas, guru berfungsi
sebagai pemimpin yang harus memimpin murid-muridnya dalam kegiatan
pembelajaran. Kepemimpinan guru di sekolah menentukan keberhasilan
sekolah itu secara keseluruhan. Guru harus mengatur dan mengoordinir
jalannya program pendidikan agar memperoleh hasil yang sebaik-baiknya.

7. Guru Sebagai Anggota Suatu Profesi


Suatu profesi adalah jabatan yang mempunyai kualifikasi tertentu.
Pekerjaan guru sebagai suatu profesi berarti bahwa guru merupakan seorang
yang ahli. Keahlian tersebut tidak dapat dilakukan oleh ahli-ahli atau
pejabat- pejabat lain yang tidak memperoleh dasar pendidikan keahlian
tersebut. Sebagai anggota suatu profesi, maka guru harus memiliki
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan tertentu yaitu keterampilan
keguruan. Kemampuan untuk membimbing murid, merupakan salah satu
aspek keterampilan profesi keguruan. Di samping itu, seorang guru harus
menunjukkan, mempertahankan serta mengembangkan keahlian itu.
Peranan guru tidak hanya terbatas dalam kegiatan dalam kelas atau
pengajaran saja, akan tetapi lebih luas dari itu. Guru memiliki peranan yang
besar dalam mendewasakan murid-muridnya dengan berbagai cara. Salah satu
di antaranya melalui partisipasi dalam program bimbingan dan konseling di
sekolah. Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar.
Oleh karena itu, peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat
penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran
yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam
kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik
maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan

10 Profesi Kependidikan
4
swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi
dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam
pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses
belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat
menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

Fungsi dan Peran Guru Sebagai Pembimbing


Menurut Ngalimun, sebagai guru kelas yang mengajarkan mata
pelajaran, guru sekolah dasar pada dasarnya mempunyai peran sebagai
pembimbing. Dalam SK Menpan No. 83/1993 ditegaskan bahwa selain
tugas utama mengajar, guru sekolah dasar ditambah dengan melaksanakan
program bimbingan di kelas menjadi tanggung jawabnya. Bahkan Murno
dan Kottman (1995:69), menempatkan posisi guru sebagai unsur yang
sangat kritis dalam inplementasi program bimbingan perkembangan:
“Without teacher involvement, developmental guidance is simply one more
good, bud unworkable, concept”. Guru merupakan pelindung terdepan
dalam mengidentifikasi kebutuhan siswa, penasihat utama bagi siswa, dan
perekayasa nuansa belajar, dan bekerja sama dengan orangtua untuk
keberhasilan siswa.
Peran guru sebagai guru pembimbing, sesungguhnya akan tumbuh subur
jika guru menguasai rumpun model mengajar pribadi. Rumpun mengajar
pribadi terdiri atas model mengajar yang berorientasi kepada perkembangan
diri siswa. Penekanannya lebih diutamakan kepada proses yang membantu
individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik, dan
lebih banyak memerhatikan kehidupan emosional siswa. Model mengajar yang
termasuk rumpun ini adalah model pengajaran non-direktif, dan pemerkayaan
harga diri (enbancing self esthem). Model mengajar untuk mengembangkan
kebersamaan adalah belajar kelompok, sedangkan model mengajar untuk
memecahkan masalah sosial adalah bermain peran (Joyce dan Well, 1996).

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling


L. Kerja Sama Guru dan Konselor
Sekolah dalam Layanan
Bimbingan dan Konseling
Dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan adanya kerja sama
antara guru dan guru pembimbing demi tercapainya tujuan yang
diharapkan. Pelaksanaan tugas pokok guru dalam proses pembelajaran
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bimbingan, sebaliknya, layanan
bimbingan di sekolah memerlukan dukungan atau bantuan guru. Dukungan
atau bantuan tersebut terutama dari guru mata pelajaran dan wali kelas.
Ada beberapa pertimbangan mengapa guru juga harus melaksanakan
kegiatan bimbingan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, Natawidjaya
dan Surya (1985) mengutip pendapat Millen yang mengatakan:
a. Proses belajar menjadi sangat efektif, jika
bahan yang dipelajari dikaitkan langsung
dengan tujuan pribadi siswa. Guru dituntut
memahami harapan- harapan dan
kesulitan-kesulitan siswa, selanjutnya
siswa dapat belajar dengan baik.
b. Guru yang memahami siswa dan
masalah-masalah yang dihadapinya, lebih
peka terhadap hal-hal yang dapat
memperlancar dan mengganggu
kelancaran kegiatan kelas. Guru
berkesempatan luas untuk mengadakan
pengamatan terhadap siswa yang
diperkirakan memiliki masalah. Dengan
demikian, masalah itu dapat diantisipasi
sedini mungkin sehingga siswa dapat
belajar dengan baik tanpa dibebani suatu
masalah.
c. Guru dapat memerhatikan
perkembangan masalah atau kesulitan
secara lebih nyata. Guru memiliki
kesempatan terjadwal untuk bertatap
muka dengan para siswa, maka ia akan
memperoleh informasi yang lebih banyak
tentang keadaan siswa maupun
kelebihan dan kekurangannya.

Layanan bimbingan di sekolah akan lebih efektif jika guru dapat


bekerja sama dengan pembimbing sekolah dalam proses pembelajaran.
10 Profesi Kependidikan
6
Adanya keterbatasan-keterbatasan dari kedua pihak (guru pembimbing)
menuntut adanya kerja sama itu.
Di dalam menangani kasus-kasus tertentu, guru pembimbing perlu
menghadirkan guru atau pihak-pihak terkait guna membicarakan pemecahan
masalah yang dihadapi siswa. Kegiatan semacam ini disebut konferensi kasus
(case conference). Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan
di sekolah, dikoordinasikan oleh guru pembimbing. Pelaksanaan kegiatan
bimbingan oleh para guru tidak lepas begitu saja, tetapi dipantau oleh guru
pembimbing.

BAB 2 | Bimbingan dan Konseling


Kerja sama guru pembimbing dengan wali kelas sebagai pengelola
kelas tentu sangat erat dan besar sekali. Terutama membantu memberikan
kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan atau kegiatan
bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, wali kelas membantu guru
pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya dalam pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
Dalam buku Bimbingan Konseling di SD/MI menurut Ngalimun
(2002;158), hubungan konselor (guru pembimbing) dengan peserta didik
di sekolah, berada dalam koridor hubungan yang membantu. Artinya
konselor menciptakan dan mengembangkan interaksi yang membantu
peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi secara optimal,
mengembangkan pribadi yang utuh dan sehat, serta menampilkan perilaku
efektif, kreatif, produktif, dan adjusted. Kualitas hubungan dalam proses
bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh kualitas pribadi konselor
(guru pembimbing). Kepribadian konselor menurut Rogers (1962),
merupakan teknik atau intervensi utama, karena seseorang tidak akan
dapat memberikan bantuan tanpa memiliki kepribadian membantu.
Kepribadian utama yang harus dimiliki oleh seorang konselor (guru
pembimbing) adalah terpercaya, sehingga menjadi agen yang membawa
pengaruh positif pada pertumbuhan dan perkembangan helper (individu).
Kepribadian terpercaya akan teraktualisasikan dalam sikap: mampu
menjaga rahasia, terbuka, jujur, tulus, autentik dalam bertindak,
memandang dan menerima individu apa adanya, perhatian, percaya diri,
dan hangat.

10 Profesi Kependidikan
8
BAB

ADMINISTRASI 3
SEKOLAH

Salah satu tugas seorang pendidikan dan tenaga kependidikan lainnya


di sekolah adalah tugas-tugas yang terkait dengan administrasi sekolah.
Administrasi sekolah merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan sekolah dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan pembelajaran
yang berkualitas. Berikut ini akan dicoba untuk menjelaskan tentang
“Tugas- tugas Administratif Guru di Sekolah”. Di bawah ini akan
menguraikan dan mendiskusikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
tugas guru dalam administrasi sekolah di sekolah, yang mencakup uraian
tentang: Pengertian administrasi pendidikan, lingkup dan fungsi
administrasi pendidikan, tugas- tugas administrasi dalam tataran kelas, tugas-
tugas administrasi dalam tataran sekolah serta pengelolaan sumber belajar.
Apabila tugas-tugas administrasi di sekolah yang terkait dengan tugas
sebagai guru dikuasai secara tuntas, maka guru akan lebih menghayati
profesionalismenya terutama bagaimana dapat berperan secara aktif dalam
pengelolaan sekolah yang mencakup pengelolaan berbagai aspek manusia
(murid dan sebagainya) serta pengelolaan fisik termasuk pengelolaan
lingkungan yang sangat berperan penting dalam menunjang terciptanya proses
pembelajaran yang berkualitas. Hal ini menjadi sangat urgen (penting) di
tengah-tengah era globalisasi dan era informasi yang ditandai oleh persaingan
yang sangat ketat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk persaingan dalam

BAB 3 | Administrasi 107


Sekolah
pelayanan. Pelayanan yang berkualitas harus dimulai dari manajemen dan
administrasi yang baik. Di samping itu, penguasaan pengetahuan tentang
administrasi sekolah ini secara mantap merupakan bekal yang sangat penting
bagi seorang guru untuk dapat berperan sebagai pemimpin sekolah (kepala
sekolah) di kemudian hari.

A. Pengertian Administrasi
Pendidikan di Sekolah
1. Pengertian Administrasi
Pendidikan
Pernahkah Anda mendengar kata administrasi dalam kehidupan
sehari- hari. Tentunya Anda sudah sering mendengar, karena dalam setiap
lembaga, organisasi dan bahkan pengumuman-pengumuman yang
berhubungan dengan penerimaan calon pegawai termasuk penerimaan guru
selalu ada istilah persyaratan administrasi. Tetapi tahukah Anda apa makna
administrasi itu. Kita sering mendengar kata administrasi selalu
dihubungkan dengan surat menyurat, perlengkapan persyaratan
kepegawaian dan lain-lain. Apakah demikian makna sebenarnya dari
administrasi itu?
Makna administrasi yang sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang pernah
kita dengar atau kita persepsi selama ini. Untuk melihat pemahaman yang
mendalam tentang makna administrasi tersebut mari kita diskusikan beberapa
pendapat para ahli tentang makna pentingnya administrasi di suatu
lembaga dan apa sebenarnya administrasi itu. Dengan demikian, kita dapat
menguji pemahaman kita selama ini, sudah tepat atau malah salah kaprah
tentang administrasi.
Dalam setiap organisasi, apa pun bentuk dan jenisnya, administrasi dan
manajemen menempati kedudukan sentral dan menentukan dalam pembinaan
dan pengembangan serta keberhasilan kegiatan kerja sama. Oleh karena itulah,
administrasi telah dan selalu akan dikaji secara ilmiah. Administrasi sebagai
disiplin ilmu telah dikaji secara mendalam dan intensif secara teoretis maupun
praktis tentang rangkaian perilaku berkaitan dengan kegiatan
pengendalian, pengelolaan dan usaha kerja sama dalam mencapai suatu
tujuan.
Kecenderungan berkelompok merupakan hakikat manusia sebagai
makhluk sosial, yang mendorong mereka untuk selalu hidup berkelompok
sehingga terbentuklah berbagai kelompok dalam kegiatan manusia.
Ilmu administrasi sebagai ilmu, berusaha mengkaji berbagai usaha-
usaha manusia dalam mencapai dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas

10 Profesi Kependidikan
8
kerja di dalam suatu kelompok. Sebagai disiplin ilmu, administrasi mengkaji
dan mencari metode serta alat kerja yang tepat, juga menaruh perhatian

BAB 3 | Administrasi Sekolah


terhadap pengaturan tenaga-tenaga manusia sehingga diperoleh kelompok
yang produktif dalam pelaksanaan kerjanya.
Perhatian ini terutama ditujukan kepada usaha untuk
mendayagunakan dan memberdayakan serta meningkatkan sumber daya
manusia agar dapat mencapai hasil kerja yang maksimal tanpa
mengorbankan hakikatnya sebagai manusia. Meskipun demikian ilmu
administrasi tetap memerhatikan unsur-unsur psikologis manusia, karena
itu administrasi berusaha mengkaji bagaimana cara memanfaatkan sumber
daya manusia agar menjadi produktif dalam kerjanya yang diiringi dengan
perasaan puas bagi yang bersangkutan. Hal inilah yang mendorong mengapa
teori manajemen modern seperti Human Resource Management (HRM) selalu
diadopsi oleh teori administrasi pendidikan.
Lembaga pendidikan formal (sekolah) sebagai salah satu bentuk fenomena
pengelompokan manusia yang keberadaannya tidak dapat melepaskan diri
dari kecenderungan kegiatan administrasi. Hal ini dapat kita lihat bahwa di
sekolah terdapat sejumlah orang (siswa, guru, tata usaha, pesuruh, kepala
sekolah, bahkan masyarakat) yang terlibat bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Pada institusi ini dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing, mereka tidak cukup kalau hanya dibekali dengan pengetahuan
dan keterampilan mengenai teori kependidikan saja, akan tetapi harus
pula dilengkapi dengan kemampuan untuk bekerja sama, menciptakan
kerja sama dan membina kerja sama untuk mencapai tujuan lembaga yang
bersangkutan. Hal ini mutlak diperlukan karena setiap personel pendidikan
tidak hanya terlibat dalam kegiatan kependidikan (edukatif) tetapi juga terlibat
dalam kegiatan administrasi yang menuntut mereka untuk menguasai dan
memiliki knowledge, skill dan expertness dalam perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, koordinasi, pengendalian dan pengawasan.
Kemampuan tersebut di atas diperlukan agar dalam pelaksanaan
kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berjalan secara efektif dan
efisien. Lebih-lebih dalam era globalisasi dari abad informasi yang selalu
menuntut kemampuan mencari, mengolah, menganalisis, memanfaatkan
serta mengkomunikasikan informasi menuntut adanya sikap kreatif dan
inovatif dan petugas pendidikan, tanpa sikap tersebut akan berdampak
pada kegagalan dalam mencapai hasil pendidikan yang optimal. Sehubungan
dengan hal ini Edgar Faure (Unesco, 1972) menyatakan bahwa
kebangkrutan sistem pendidikan disebabkan karena cara penyelenggaraan
pendidikan, terutama masa lampau akibat perencanaan yang lemah serta
koordinasi dan komunikasi yang sangat kurang efektif. Sistem sekolah
tampak dijalankan hanya melalui surat keputusan dan instruksi dan kantor
pusat, tanpa mempertimbangkan apakah sekolah beserta aparatnya di
daerah siap dan mampu melaksanakan

11 Profesi Kependidikan
0
apa yang diinginkan oleh pusat (terlalu sentralisasi). Dengan kata lain
sering terjadi konsepsi-konsepsi pendidikan yang hanya baik di atas kertas
dan atau untuk satu daerah/lokasi tertentu, tetapi tidak cocok untuk
daerah/lokasi lain, artinya sering terjadi kebijakan pendidikan yang tidak
melihat situasi atau kondisi daerah.
Dengan demikian, maka tampak kelemahan penyelenggaraan pendidikan
sering bukan diakibatkan oleh sistem dan gurunya, tetapi lebih diakibatkan
oleh Manajemen Sekolah dan Manajemen Pendidikan yang tidak baik. Oleh
karena itu, para perancang pembangunan pendidikan di Negara-negara
Asia 1965-1980 (the Karachi Plan) memperingatkan bahwa “reorganisasi
dan penguatan administrasi hendaknya mendahului tahap suatu rencana
dijalankan” Hal ini diperkuat oleh pernyataan Philip H. Coombs seorang ahli
perencanaan pendidikan yang terkemuka yang menyarankan bahwa: revolusi
dalam pendidikan harus dimulai dengan Manajemen Pendidikan.
Dari uraian di atas apa yang dapat Anda simpulkan? Mari kita cermati
kembali apa yang telah kita diskusikan di atas, ternyata kemampuan
administrasi dan atau Manajemen Pendidikan pada gilirannya akan
menempatkan para petugas pendidikan bertanggung jawab terhadap
pengelolaan pendidikan dalam unit kerjanya masing-masing, baik dalam
posisinya sebagai pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan maupun
pelaksana proses pembelajaran di kelas (guru).
Di samping itu, administrasi pendidikan yang baik akan memberikan
dampak yang sangat besar bagi lembaga pendidikan untuk meningkatkan
kualitas kinerja lembaganya. Hal ini berarti administrasi/manajemen yang
baik akan dapat membawa pada peningkatan mutu hasil lulusan bagi lembaga
pendidikan seperti sekolah.

2. Pengertian Administrasi dan


Administrasi Pendidikan
Mari kita mencoba mengkaji lebih dalam pengertian administrasi yang
sebenarnya, kemudian kita mencoba merefleksi apakah pengertian kita tentang
adminsitrasi sudah sesuai dengan pengertian yang hakiki, hal ini penting
untuk menjaga agar kita tidak salah kaprah dalam memberi makna tentang
administrasi. Uraian berikut ini akan memberikan Anda pada pemahaman
dan wawasan tentang administrasi.
Administrasi menurut asal katanya berasal dari bahasa Latin yang
terdiri dari AD+MINISTRARE yang berarti melayani, membantu dan
memenuhi. Dari perkataan itu terbentuk kata benda ADMINISTRATIO dan
kata sifat ADMINISTRATIVUS yang kemudian dikenal dalam bahasa lnggris

BAB 3 | Administrasi Sekolah


ADMINISTRATION. Perkataan ini selanjutnya diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia menjadi Administrasi. Di Indonesia selain istilah yang
berasal dan bahasa lnggris tersebut juga dikenal yang berasal dan bahasa
BelAnda yaitu Administrate yang mengandung arti hanya sebagian dari
pengertian administrasi yaitu hanya diartikan dengan ketatausahaan
(Clerical work). Ketatausahaan mengandung arti kegiatan penyusunan
keterangan-keterangan secara sistematik dan pencatatan-pencatatan secara
tertulis semua keterangan yang diperlukan, dengan maksud memperoleh
suatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhannya
dan dalam hubungannya satu sama lainnya. Fungsi dari kegiatan
ketatausahaan itu adalah: melakukan pencatatan tentang segala sesuatu
yang terjadi di dalam organisasi untuk digunakan sebagai bahan informasi
bagi pimpinan. Pengertian administrasi sebagai kegiatan ketatausahaan ini
adalah pengertian administrasi dalam arti sempit.
Kalau demikian apa yang dapat kita simpulkan tentang administrasi dalam
arti sempit, seperti yang selama ini kita hayati sebagai pengertian administrasi.
Administrasi dalam arti sempit dapat diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan
yang mencakup kegiatan:
1. Melayani pelaksanaan kegiatan operasional dan suatu unit kerja sehari-
hari.
2. Menyediakan berbagai informasi, data dan keterangan yang diperlukan
oleh pimpinan guna pengambilan keputusan atau kebijakan organisasi.
3. Membantu kelancaran tugas sehari-hari dan suatu unit kerja.

Pengertian itu administrasi tidak lebih dari kegiatan atau pekerjaan


tulis menulis, catat mencatat, mengirim dan menyimpan data keterangan
(agenda) yang dilakukan oleh sejumlah personel. Biasanya di dalam suatu
ruangan yang penuh dengan meja, kursi, mesin tik, komputer dan berkas-
berkas yang memuat berbagai data lain-lain. Dengan kata lain administrasi
dalam pengertian tersebut dihubungkan dengan kegiatan perkantoran yang
merupakan salah satu aspek saja dan kegiatan administrasi dalam makna
yang sebenarnya.
Untuk mendapatkan pemahaman tentang pengertian administrasi dan
beberapa orang ahli sebagai berikut:
Leonard D. White (1982) menyebutkan administrasi adalah Process to all
group effort, public or private.
Ordway Tead menyatakan: Administration is conceived as the necessary
activities of individuals (executives)in an organization who charged with
ordering,

11 Profesi Kependidikan
2
forwarding, and facilitation the associate effort of group of individuals brought
together to realize certain defined purposes.
Herbart K Simon menyatakan administration as the activities of groups
cooperating to accomplish common goals.
Wiliam H. Newman menyatakan administration has been defined as the
guidance, leadership and controlle of the effort a group of individual toward some
goals.
Sementara Siagian menyatakan bahwa administrasi adalah proses kerja
sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Coba Anda bandingkan dan sejumlah pengertian tersebut di atas,
komponen apa yang memiliki kesamaan dan dikemukakan oleh semua ahli
tersebut di atas.
Kalau kita cermati berbagai kutipan di atas, tampak ada beberapa
persamaan khusus yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a) Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
b) Bahwa kelompok orang tersebut berada dalam suatu kelompok kerja
sama.
c) Kerja sama yang dilakukan diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Agar kegiatan tidak menjadi tumpang tindih, maka dalam
kerja sama ada yang berperan sebagai pemimpin untuk mengarahkan,
mengajak, membimbing, memengaruhi, memberi nasihat dan lain-lain.
Dengan demikian maka orang-orang yang berada dalam kelompok
akan bekerja untuk mencapai tujuan.
d) Kegiatan yang dilakukan merupakan suatu proses, keseluruhan.
Artinya masing-masing orang dan kelompok dalam kegiatan
administrasi saling mengisi dan melengkapi.

Dalam proses kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan


tersebut ada dua sasaran penting yang perlu diperhatikan sebagai kegiatan
administrasi yaitu:
a) Kualitas orang-orang yang terlihat di dalam menghadapi pekerjaan
yang dipercayakan kepadanya (performance quality).
b) Kualitas efisiensi (efficiency quality).

Keduanya menjadi syarat untuk tercapainya tujuan organisasi dengan


sebaik-baiknya. Sukar dibayangkan tujuan yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan berbagai faktor dapat tercapai secara efektif apabila orang-

BAB 3 | Administrasi Sekolah


orang yang melakukan pekerjaan hanya bekerja semaunya, dan bekerja tanpa
didasari oleh kemampuan dan pengetahuan tentang apa yang dipekerjakan.
Ini berarti dalam administrasi dituntut adanya kesesuaian antara kemampuan/
keahlian dengan jenis dan bidang yang dikerjakan.
Pengertian di atas juga tampak merujuk kepada pengertian
administrasi sebagai pekerjaan (doing), yang pada akhir-akhir ini sudah
mulai bergeser menjadi proses memutuskan (deciding), seperti yang dilihat
oleh para ahli seperti Chester Bernard dan Daniel Griffiths. Bagi mereka
administrasi itu tidak lain dari seni dan ilmu pengambilan keputusan. Menurut
analisis mereka, proses pengambilan keputusan dalam administrasi
menyangkut berbagai aspek seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengoordinasian, pengarahan dan pengawasan.
Dari berbagai pengertian administrasi di atas akan timbul pertanyaan,
apakah yang dimaksud dengan administrasi pendidikan?
Administrasi pendidikan pada dasarnya adalah penerapan administrasi
umum dalam pendidikan. lnikah hakikat sebenarnya administrasi pendidikan?
untuk menjawab hal berikut akan dikemukakan beberapa kutipan pengertian
administrasi pendidikan menurut beberapa ahli:
Wartel s Monroe mengemukakan bahwa: educational administration is the
direction, control of management of all matter pertaining to school affairs, including
business administration since aspect of school affairs may be considered as carried on
for educational end.
Albert H. Shuster dan Wilson F. Wetzler mendefinisikan administration of
school may be defined as the art and science of creatively integrating ideas, materials and
person in to an organic, harmonious working unit for the achievement of desired goal.
Lebih lanjut Albert dkk menyatakan bahwa fungsi administratif di sekolah
mencakup memimpin staf personel, menyediakan materiil pengajaran, dan
mengarahkan penyelenggaraan pendidikan.
Selanjutnya Oteng Sutisna menyatakan bahwa administrasi di mana
pun sama, apakah dalam pemerintahan, perusahaan, maupun pendidikan.
Sehubungan dengan hal itu ia merumuskan administrasi pendidikan
sebagai suatu keseluruhan proses membuat sumber-sumber personel maupun
materiil yang tersedia dan efektif bagi pencapaian tujuan-tujuan suatu kerja
sama.
Dari berbagai definisi tersebut di atas, apabila kita coba untuk menarik
kesimpulan berdasarkan komponen pengertian administrasi yang terdapat
pada masing-masing pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat
dikatakan bahwa administrasi pendidikan adalah keseluruhan proses
pengelolaan dan pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang pada
lembaga pendidikan

11 Profesi Kependidikan
4
yaitu kepala sekolah, guru, murid, karyawan bahkan orangtua murid
dengan mendayagunakan berbagai sumber dan metode serta alat tertentu
untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pengertian administrasi pendidikan tersebut jelas membedakan antara
kegiatan administrasi pendidikan dengan kegiatan operasional pendidikan.
Sebab kegiatan administrasi pendidikan pada dasarnya adalah administrasi
dalam pendidikan yang merupakan rangkaian pengendalian dan
pengelolaan kegiatan kependidikan yang terarah pada pencapaian tujuan
pendidikan. Dengan pengendalian dan pengelolaan ini maka kegiatan
kependidikan akan berlangsung secara efektif dan efisien.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan bersama/
usaha kerja sama baru dapat dikatakan kegiatan administrasi apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya proses kegiatan kerja sama.
2. Dilakukan oleh dua orang atau lebih (sekelompok orang).
3. Adanya sumber daya (manusia dan non manusia) untuk
didayagunakan dan ditata atau diatur.
4. Adanya penataan atau pengaturan kegiatan dalam kerja sama dengan
menggunakan metode, alat dan teknik tertentu dalam rangka
efektivitas dan efisiensi kegiatan (siapa melakukan apa dan bagaimana
melakukannya)
5. Adanya tujuan yang akan dicapai dari kerja sama tersebut.

Kelima kriteria di atas harus ada dalam administrasi, apabila salah satu
hilang tidak dapat dikatakan lagi sebagai kegiatan administrasi.

B. Fungsi Administrasi
Secara umum dan banyak dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa
administrasi pendidikan memiliki ruang lingkup yang luas. Tetapi sebelum
membahas ruang lingkup tersebut terlebih dahulu akan diuraikan tinjauan
administrasi sebagai proses kegiatan, yang di dalamnya menerapkan fungsi-
fungsi manajemen (ada ahli yang menyebutkan dengan fungsi organik).
Sedangkan John Stephen Knezevich menyebutnya dengan istilah administrasi
pendidikan dilihat sebagai proses manajemen.
Tugas pengelolaan (khususnya dalam dunia perusahaan) sering berada
pada manajer. Meskipun demikian sering pula tugas pengelolaan itu dilakukan
sendiri oleh pimpinan tertinggi. Sebagai manajer ia perlu menggunakan
fungsi-fungsi manajemen dalam pelaksanaan tugasnya. Ada berbagai
macam

BAB 3 | Administrasi Sekolah


fungsi manajemen yang dikemukakan oleh para ahli, menurut cara pandang
dan latar belakang filosofis mereka masing-masing.
1. Fayol : Planning, organizing, commanding, coordinating and controlling.
2. GulHck : Planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting and
budgetting
3. Newman: Planning, organizing, assembling resource, directing and controlling.
4. Sears : Planning, organizing, allocating, coordinating and evaluating.
5. Assa : Planning, allocating, stimulating, coordinating, and evaluating.
6. Gregg: Decision making, planning, organizing, communication, influencing,
coordinating and evaluating.
7. Campbell: Decision making, programming, coordinating, and appraising.

Dalam diskusi kita pada bagian ini, tidak menguraikan seluruh fungsi-
fungsi di atas, tetapi hanya beberapa fungsi yang memang mutlak ada
dalam setiap kegiatan proses manajemen yaitu planning, organizing, directing,
coordinating, controlling dan communicating.

1. PLanning (Perencanaan)
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana suatu kegiatan dilakukan
tanpa perencanaan? Bahkan kita sering memberikan kritik kepada
seseorang atau lembaga tertentu dengan kata-kata tajam kurang
perencanaan, atau perencanaan tidak matang apabila kita melihat kegiatan
tidak dilakukan secara baik. Tetapi apa dan bagaimana perencanaan itu
sebenarnya? Sudahkah kita menghayatinya secara benar. Untuk
memantapkan pemahaman kita tentang perencanaan mari kita simak
uraian-uraian berikut ini.
Perencanaan adalah proses pemikiran tentang bagaimana kegiatan
yang akan dilakukan dimasa yang akan datang dengan sebaik-baiknya
sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Ini
berarti dalam perencanaan adalah persiapan menyusun suatu keputusan,
berupa langkah- langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan
suatu pekerjaan yang terarah kepada pencapaian tujuan tertentu.
Perencanaan merupakan suatu keharusan yang mutlak dipersiapkan
terlebih dahulu sebelum orang melaksanakan kegiatan. Apabila pekerjaan
tersebut sudah merupakan pekerjaan yang besar dan kompleks, perencanaan
yang matang mutlak diperlukan.
Apa yang harus dipikirkan dan diputuskan dalam kegiatan
perencanaan adalah jawaban dan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

11 Profesi Kependidikan
6
a. Apa yang harus dikerjakan (What), hal ini berarti mencakup penentuan
tujuan kegiatan yang ingin dicapai serta jenis kegiatan yang akan
dilakukan. Memikirkan tentang apa yang akan dilakukan harus diingat
dan diperhatikan adalah apa yang menjadi visi dan misi organisasi atau
kalau organisasi sekolah maka visi dan misi sekolah harus menjadi dasar
untuk menentukan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang.
b. Mengapa hal tersebut dikerjakan (Why). Hal ini berarti menyangkut
rasional suatu kegiatan dilakukan, atau dengan kata lain latar belakang
dan alasan suatu kegiatan perlu dilakukan. Dalam membuat kegiatan di
sekolah, maka latar belakang ini perlu disusun alasan rasional (akademik),
landasan empirik dan landasan yuridis sehingga kegiatan tersebut
perlu dilakukan yang dituangkan dalam perencanaan.
c. Siapa yang mengerjakan (Who). Ini berarti menyangkut personel yang akan
melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu pilihan penempatan
seseorang sesuai dengan keahlian dan kemauan merupakan pertimbangan
yang harus diperhatikan. Sudah bukan lagi zamannya pada saat
sekarang menentukan siapa yang akan melakukan kegiatan didasarkan
pada suka dan tidak suka (like and dislike). Jadi dalam menentukan siapa
yang akan mengerjakan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan
tegas.
d. Di mana kegiatan akan dilaksanakan (Where). Ini berarti menyangkut
tempat pelaksanaan kegiatan. Tidak semua tempat cocok untuk semua
kegiatan. Setiap kegiatan memiliki karakteristik tersendiri, oleh sebab
itu, dalam menentukan tempat kegiatan harus mempertimbangkan
kesesuaian karakteristik kegiatan dengan tempat kegiatan yang akan
digunakan. Ketidaksesuaian karakteristik tempat dengan karakteristik
kegiatan akan menentukan keberhasilan kegiatan mencapai tujuan
yang diinginkan.
e. Kapan kegiatan tersebut akan dilakukan dan kapan akan berakhir
(When). Ini berarti menyangkut waktu pelaksanaan, periodisasi tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan. Untuk itu maka penyusunan jadwal
kegiatan secara rinci dengan mempertimbangkan berbagai aspek perlu
diperhatikan.
f. Bagaimana kegiatan tersebut akan dikerjakan (How). Ini berarti
menyangkut tata kerja, metode dan prosedur atau mekanisme kerja
perlu diatur secara matang agar kegiatan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Bagian ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan
strategi implementasi.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


Perencanaan dapat berfungsi sebagai pengarah semua kegiatan yang
dilakukan dalam pencapaian tujuan. Di samping itu, ia berfungsi juga
sebagai alat kontrol terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan. Oleh
sebab itu, perencanaan yang baik akan sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan pekerjaan. Bagaimana perencanaan yang baik, di samping
harus mempertimbangkan beberapa karakteristik sebagai berikut:
1) Tujuan, harus jelas dalam arti tidak menimbulkan makna gAnda bagi para
pelaksana pekerjaan, serta tujuan tersebut mudah diukur.
2) Perencanaan sederhana dan fleksibel, sederhana dalam arti tidak muluk-
muluk dan bombastis, tetapi kemungkinan pencapaian tujuan lebih besar
sesuai dengan kondisi dan potensi organisasi yang bersangkutan.
3) Tersedianya sumber daya, dalam arti tersedia sumber daya yang memadai
baik dilihat dan segi kuantitas (jumlah pelaksana) maupun dilihat dari
segi kualitas tenaga yang tersedia. Semakin lengkap tenaga yang
tersedia dan berkualitas tinggi, maka semakin besar kemungkinan
pencapaian tujuan sesuai dengan yang direncanakan dapat berhasil
secara optimal.
4) Segala kendala sudah diperhitungkan secara matang, dalam arti apa
hambatan yang akan mungkin muncul pada saat pelaksanaan
pekerjaan sudah diperhitungkan secara matang dan diantisipasi
kemungkinan mengatasinya.

Coba Anda buat kesimpulan bersama kawan-kawan, apa sebenarnya yang


dimaksudkan dengan perencanaan itu, dan apa kaitannya dengan keberhasilan
pelakasnaan program di masa depan.

2. Organizing (Pengorganisasian)
Kalau kita berada di suatu unit organisasi termasuk di sekolah, kita
akan menyaksikan gambar struktur organisasi sekolah mulai dari kepala
sekolah sebagai pucuk pimpinan sampai pada tingkat yang paling bawah
apakah itu yang disebut dengan pengorganisasian?
Pengorganisasian diartikan sebagai pengaturan penyelesaian kegiatan
berdasarkan aturan yang berlaku. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai
kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar
diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama. Dengan demikian
pengorganisasian ini diwujudkan dengan menetapkan bidang-bidang atau
fungsi-fungsi yang termasuk ruang lingkup kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh sekelompok orang, kegiatan ini sekaligus merupakan
pembagian kerja beserta deskripsi kerjanya, juga dilengkapi dengan
mekanisme kerja dalam bentuk struktur organisasi.

11 Profesi Kependidikan
8
Melalui struktur organisasi akan tampak pembagian kerja dan mekanisme
hubungan serta pertanggungjawaban dalam pekerjaan tersebut. Struktur
organisasi sebagai salah satu bentuk pengorganisasian merupakan
kerangka yang terdiri dan satuan-satuan kerja atau fungsi-fungsi yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab secara hierarkis. Di sana tergambar
mekanisme hubungan pertanggungjawaban sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing personel. Namun demikian dalam struktur
organisasi hendaknya juga dikembangkan hubungan informal yang dapat
meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja antarpersonel.
Pembagian kerja pada dasarnya merupakan pembagian tugas dan jenis-
jenis kegiatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab masing-masing
personel, namun perlu dihindari pembagian kerja yang menjadikan pengotakan
antarpersonel dan antarunit sehingga seolah-olah terpisah antara satu unit
dengan unit yang lain.
Dalam pengelompokan kerja harus dipertimbangkan beban tugas, sifat
pekerjaan dan spesialisasi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada personel.
Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen, harus disusun
secara pasti oleh manajer pendidikan, sehingga dalam praktik kegiatannya
dapat diperoleh/ditemukan keteraturan dalam pelaksanaan tugas berdasarkan
tanggung jawab setiap personel. Agar pengorganisasian ini jelas maka,
harus dibuat skema/bagan struktur organisasi, baik skema jabatan (memuat
jabatan- jabatan dalam organisasi), skema nama (memuat nama-nama
pejabatnya), skema tugas (memuat tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
pejabat maupun skema foto yang memuat foto pejabat. Di samping itu dapat
pula skema atau struktur tersebut gabungan dan bermacam-macam bentuk
skema.
Dari berbagai uraian tersebut di atas, mari kita mencoba menarik
kesimpulan bersama pengorganisasian tidak hanya sebatas menyusun
struktur organisasi, tetapi jauh lebih luas yaitu: pembagian kerja,
pengaturan kerja, penetapan pola hubungan kerja yang disertai dengan
pemberian tugas, tanggung jawab dan kewenangan dalam suatu organisasi.

3. Directing (Pengarahan)
Pernahkah Anda mendengar istilah pengarahan? Atau pernahkan Anda
diundang untuk menghadiri pertemuan yang katanya untuk mendengarkan
pengarahan? Rasanya semua orang pernah mendengar istilah pengarahan,
bahkan sering ikut dalam kegiatan pengarahan mulai dari perkumpulan di
tingkat RT/RW sampai dengan pengarahan dari lurah, camat, bupati/walikota

BAB 3 | Administrasi Sekolah


dan sebagainya. Apakah kita semua sudah mengetahui apa makna sebenarnya
tentang pengaharan? Untuk mempertajam pemahaman dan pengertian kita
apa makna pengarahan mari kita simak bersama uraian-uraian berikut ini.
Apabila kegiatan sudah dimulai dan setiap personel mulai berfungsi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dalam
organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan? Apakah mereka sudah
memahami secara jelas apa dan bagaimana mereka melakukan kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing? Sejumlah pertanyaan lain
dapat diajukan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan yang mantap, pada
saat itulah kegiatan pengarahan (ada ahli yang menyebutnya dengan istilah
bimbingan) sangat diperlukan agar seluruh kegiatan selalu terarah kepada
pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Pengarahan dapat diartikan sebagai proses kegiatan memberi petunjuk
secara operasional kepada semua anggota staf yang berhubungan dengan
tujuan yang akan dicapai, tugas dan tanggung jawab masing-masing, waktu
yang tersedia untuk melakukan kegiatan (target waktu) serta memberikan
gambaran umum tentang pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.
Pengarahan dapat pula diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara,
menjaga dan memajukan organisasi melalui setiap personel, baik secara
struktural maupun fungsional agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari
usaha pencapaian tujuan. Kegiatan nyata dalam rangka pemeliharaan tersebut
diwujudkan oleh pimpinan dengan melakukan berbagai hal sebagai berikut:
a. Memberi dan menjelaskan perintah.
b. Memberi petunjuk melaksanakan suatu kegiatan.
c. Memberi kesempatan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai tugas yang
dipercayakan organisasi kepada personel yang bersangkutan.
d. Memberi kesempatan ikut serta menyumbangkan tenaga dan pikiran
untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-
masing.
e. Memberikan koreksi agar setiap personel memahami serta mampu
melaksanakan tugas sehari-hari secara efektif dan efisien.

Apabila kita cermati secara mendalam apa yang diuraikan di atas, dapat
kita tarik suatu kesimpulan bahwa pengarahan pada dasarnya adalah upaya
yang harus dilakukan oleh seseorang (kepala sekolah atau orang lain yang
ditunjuk) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
kegiatan. Pengarahan ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti
pemberian

12 Profesi Kependidikan
0
petunjuk, bimbingan, penjelasan tentang proses dan prosedur kerja kepada
semua staf.

4. Coordinating (Pengoordinasian)
lstilah koordinasi merupakan istilah yang sangat akrab bagi kita semua.
Kita sering mendengar rapat koordinasi, kecaman tentang kurang koordinasi,
harus berkoordinasi dan lain-lain istilah yang diungkapkan orang dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi apakah Anda memahami apa makna sebenarnya
istilah koordinasi? Pengoordinasian dapat diartikan sebagai kegiatan membawa
orang-orang, mempersatukan sumbangan masing-masing orang atau unit,
mempersatukan metode, bahan dan sumber lain ke arah hubungan kerja yang
harmonis, saling melengkapi dan saling menunjang sehingga semua pekerjaan
yang sedang dilakukan semua terarah kepada pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
Pengoordinasian sebagai fungsi manajemen memegang peranan
penting dan merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh seorang
manajer. Koordinasi yang sistematik akan menjamin terhindarnya saling
tumpang tindih atau konflik antar berbagai kegiatan. Kegiatan ini memegang
peranan yang sangat besar lebih-lebih pada organisasi yang unit kerjanya
besar.
Pembentukan unit kerja dalam organisasi pada dasarnya adalah untuk
efisiensi pekerjaan. Oleh sebab itu, hendaknya hal tersebut bukan menyebabkan
pengotakan pekerjaan, sehingga satu unit kerja merasa lebih penting daripada
unit kerja lain, tetapi semua unit kerja merupakan satu kesatuan yang
secara bersama-sama memikul tanggung jawab untuk mencapai tujuan
bersama. Untuk itulah kegiatan koordinasi sangat diperlukan.
Dalam suatu organisasi, tidak hanya sekadar antar unit kerja akan
tetapi juga antarpersonel di dalam suatu unit kerja yang berlainan harus
dilakukan koordinasi yang efektif. Pekerjaan yang sangat besar artinya akan
memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan apabila personel dan
masing-masing unit kerja, bekerja dan bergerak sebagai suatu kesatuan
integral dalam satu langkah dan satu bahasa (meskipun bervariasi dan
berbeda jenis pekerjaan) untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itulah
diperlukan masing-masing unit kerja diberikan job description yang tegas
dan jelas.
Dalam usaha pengoordinasian ini manajer dituntut kecermatannya dalam
memonitor berbagai kegiatan. Untuk itu ia dituntut memiliki pengetahuan
kepemimpinan dengan sejumlah keterampilannya. Dalam hal ini Kimball
mengemukakan paling tidak menyangkut keterampilan tentang personnel
administration, group process, human relation, dan evaluation. Pemimpin harus

BAB 3 | Administrasi Sekolah


mampu memberikan dorongan, motivasi, membimbing, menumbuhkan
kepuasan (satisfaction) dan membangun iklim kerja yang positif dalam
lingkungan kerja. Dengan cara ini pemimpin akan mampu menumbuhkan
sence of belonging dan sence of participation bagi pekerja. Perasaan ini sangat
menunjang bagi keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: koordinasi pada
dasarnya merupakan upaya untuk menyatukan, menyamakan persepsi dan
tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi sehingga semua kegiatan
organisasi yang berbeda dalam unit, staf dan jenis kegiatan dapat mengarah
pada satu tujuan yang sama yaitu tujuan organisasi.

5. ControLLing (Pengawasan)
Pengawasan berarti kegiatan memonitor, mengobservasi dan melihat
untuk membandingkan apakah kegiatan yang sedang dilakukan sesuai dengan
apa yang seharusnya dilakukan. Dengan arti lain pengawasan juga berarti
mengukur tingkat efektivitas kerja personel dan tingkat efisiensi penggunaan
metode dan alat dalam usaha mencapai tujuan.
Mengukur efektivitas berarti menilai apakah kegiatan yang dilakukan
telah menghasilkan sesuatu seperti apa yang telah direncanakan, paling
tidak kegiatan yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan mengamati efisiensi berarti
menilai kegiatan yang dilakukan apakah metode yang dilakukan merupakan
cara yang paling tepat dan terbaik untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya
dengan tingkat kerugian yang paling kecil.
Dengan kegiatan pengawasan maka akan dapat diketahui sampai
sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, juga dapat
diketahui hambatan-hambatan, masalah-masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas. Dengan demikian dapat dilakukan tindakan perbaikan dan
penyempurnaannya.
Dari uraian di atas jelas keterkaitan antara kegiatan pengawasan
dengan kegiatan evaluasi, dengan kata lain kegiatan pengawasan harus
memungkinkan dilakukannya kegiatan evaluasi terhadap bidang-bidang yang
sedang dikontrol.
Kegiatan pengawasan ini dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaaan,
penyampaian pertanggungjawaban, pengecekan dan pengumpulan informasi
(dari berbagai sumber) untuk diolah dan diinterpretasikan berdasarkan
perbandingan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai standar keberhasilan.
Jadi pengawasan dan penilaian ini tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi
juga hendaknya menyangkut kualitas.

12 Profesi Kependidikan
2
Kesimpulan yang dapat kita tarik bersama dari uraian tentang pengawasan
dan evaluasi ini adalah bahwa pengawasan dan evaluasi tidak boleh
dipergunakan sebagai alat untuk memberikan hukuman yang tidak wajar
dengan maksud menjatuhkan atau merugikan personel yang tidak
disenangi secara pribadi (hindarkan perasaan like and dislike atau anak
emas dalam organisasi). Oleh sebab itu, pengawasan dan evaluasi harus
objektif (menilai apa adanya tanpa pandang bulu), komprehensif (memberikan
penilaian kepada seluruh aspek, bukan hanya pada aspek tertentu saja) dan
kontinuitas dalam pelaksanaannya.

6. Communicating (Pengomunikasian)
Mari kita membayangkan bersama, apakah seseorang dapat hidup dengan
sempurna tanpa berkomunikasi dengan orang lain atau tanpa
berkomunikasi dengan lingkungan? Dapatkah seorang guru berhasil
mengajar tanpa melakukan komunikasi? Dapatkah seorang kepala sekolah
berhasil memimpin sekolahnya tanpa komunikasi dengan lingkungannya di
sekolah dan di luar sekolah? Tentu kita akan menjawab pertanyaan
tersebut serentak TIDAK. Kenapa kita menjawab serentak seperti itu, ikuti
uraian berikut ini untuk mendalami berbagai argumen pentingnya
komunikasi dan bagaimana cara berkomunikasi.
Komunikasi sering diartikan sebagai proses penyempurnaan informasi,
ide, gagasan, pendapat dan saran-saran bahkan kritik secara timbal balik dalam
rangka melancarkan proses kerja sama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Komunikasi sebagai salah satu fungsi manajemen mutlak dilakukan
oleh seorang manajer (dalam pendidikan berarti kepala sekolah, di dalam
kelas berarti guru) dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Dalam
setiap organisasi (termasuk organisasi pendidikan di sekolah) komunikasi
juga berarti untuk menyampaikan informasi, perintah memengaruhi,
membujuk atau persuasi serta mengadakan integrasi (Koontz, 1981),
bahkan Kallaus dan Kelling (1987) menambahkan fungsi komunikasi juga
berarti untuk mengevaluasi dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan dan
budaya. Karena menurut Kallaus dkk komunikasi merupakan kebutuhan
dasar (basic needs) manusia dalam kodratnya sebagai makhluk sosial.
Ditinjau dan segi teori kebutuhan, maka Adler & Rodman, (1982)
menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu kebutuhan hidup yaitu
kebutuhan fisik berupa kerja sama, sehingga manusia tidak akan menjadi
manusiawi tanpa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal ini menuntut
kemampuan berkomunikasi. Tanpa kemampuan komunikasi ini dalam rangka

BAB 3 | Administrasi Sekolah


bertukar pesan secara efektif manusia mungkin tidak bakal bertahan
sebagai spesies demikian ungkapan Maslow dan Schultz.
Komunikasi sebagai sarana hubungan antar orang-orang di dalam
organisasi untuk mencapai tujuan, oleh sebab itu tanpa hal ini tidak
mungkin ada aktivitas kelompok.
Dalam kehidupan organisasi anggota organisasi tidak dapat dan memang
tidak mungkin terisolasi dari pimpinan. Strategi, rencana, program kerja yang
hendak direalisasikan membutuhkan komunikasi baik antarindividu maupun
satuan kerja. Dengan kata lain komunikasi merupakan bagian integral dari
seluruh proses manajemen. Komunikasi dengan segala seginya merupakan
hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari seluruh anggota
organisasi, baik tingkat pelaksana apalagi tingkat pimpinan. Sebab melalui
komunikasi yang efektiflah kerja sama yang harmonis dan sinergis dapat
ditumbuhkembangkan dan dipelihara serta ditingkatkan.
Siagian (1983) menyatakan ada empat alasan utama mengapa komunikasi
harus dilakukan yaitu:
a. adanya kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian
b. memperoleh informasi
c. menggunakan keyakinan tentang jalan yang ditempuh organisasi
d. menggunaan wewenang fungsional.

Brume Da Sheats melihat komunikasi kelompok dalam dua perspektif


yaitu perilaku tugas dan perilaku pemeliharaan. Dalam perspektif perilaku
tugas, melalui komunikasi ini bawahan dapat mengambil inisiatif, memberi
dan mencari informasi, memberi dan mencari pendapat, mengelaborasi
dan menjelaskan serta mengembangkan konsensus. Hal ini sangat penting
dan bermakna bagi pengambilan kebijakan dalam rangka penyempurnaan
pelaksanaan tugas. Dengan demikian, efektivitas dapat ditingkatkan.
Sedangkan dalam perspektif pemeliharaan, komunikasi bermanfaat untuk
mengharmoniskan kelompok seperti mengurangi ketegangan, menghindarkan
pertentangan serta mempermudah interaksi di antara anggota dalam
rangka menumbuhkan komunikasi interpersonal.
Agar komunikasi dapat berjaan lancar, perlu diperhatikan beberapa hal
yaitu:
a) Clearity (kejelasan), yaitu informasi yang akan disampaikan harus jelas
dan tidak menimbulkan tafsiran yang salah dari penerima (artinya bahasa
yang digunakan harus sesuai dengan tingkat pemahaman orang-orang
yang diajak berkomunikasi).

12 Profesi Kependidikan
4
b) Consistency (kesesuaian), yaitu informasi yang disampaikan jangan sampai
bertentangan antara yang satu dengan yang lain/bagian sehingga dapat
menimbulkan kebingungan.
c) Adequacy (kecukupan), yaitu informasi yang disampaikan cukup memadai
dalam arti tidak terlalu berlebihan (overload), tetapi informasi tersebut
harus lengkap.
d) Timelesness (tepat waktu), yaitu informasi harus up to date dan
disampaikan pada saat yang tepat.
e) Distribution (penyebaran), yaitu informasi yang disebarkan harus mencapai
orang yang menjadi sasaran informasi.
f) Uniformity (keseragaman), yaitu informasi yang bersifat umum harus
disampaikan dalam bentuk yang sama atau seragam.
g) Interet atau acceptance (menarik), yaitu informasi dan cara
menyampaikannya harus menarik bagi penerimanya.

Dari uraian di atas jelas bahwa komunikasi sangat besar pengaruhnya bagi
keberhasilan organisasi (sekolah) dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu,
komunikasi yang efektif harus terus-menerus dikembangkan dan diwujudkan
dengan tercapainya tujuan bersama yang sudah dirumuskan sebelumnya.
Apabila fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan sampai
komunikasi. Fungsi-fungsi tersebut harus diwujudkan secara terpadu,
akan berdaya guna secara optimal bagi keseluruhan proses manajemen
di sekolah. Keterpaduan itu akan terwujud apabila pimpinan berusaha
mendayagunakan dan memberikan peran serta pada setiap personel sesuai
posisi dan kedudukannya masing-masing. Peran serta yang diberikan ini
pada gilirannya akan menumbuhkan dan mengembangkan perasaan memiliki
terhadap organisasi.
Apabila keadaan tersebut tumbuh maka akan menumbuhkan perasaan
bertanggung jawab (sence of responsibility) yang tinggi, sehingga akan
memungkinkan seluruh volume kerja dan beban kerja dilaksanakan secara
baik sehingga tujuan akan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

C. Kegiatan-kegiatan Administratif
Guru di Sekolah
Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat tentang beberapa aspek
yang tergolong dalam kegiatan pengelolaan dalam administrasi pendidikan,
khususnya dalam bidang garapan administrasi sekolah yang mencakup:
“Pengelolaan pengajaran, pengelolaan kepegawaian, pengelolaan kesiswaan,
pengelolaan keuangan, pengelolaan alat pengajaran, pengelolaan perlengkapan

BAB 3 | Administrasi Sekolah


dan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat”. Hal ini penting
untuk diketahui dan dipahami oleh setiap aparat pendidikan termasuk guru
(dan calon guru), karena bidang-bidang garapan tersebut terkait langsung
dengan tugas sehari-hari sebagai guru atau sebagai pimpinan pendidikan.
Di samping itu, semua fungsi-fungsi manajemen yang telah diuraikan pada
bagian terdahulu aplikasinya adalah pada proses pengelolaan bidang tersebut.

1. Pengelolaan Pengajaran
Guru dalam tugasnya sehari-hari selalu berada dalam konteks pengelolaan
pengajaran di sekolah dan di dalam kelas.
Pernahkah Anda membayangkan apa sebenarnya yang dikerjakan guru
dalam pengelolaan pengajaran. Sudahkah guru melakukan berbagai
kegiatan yang terkait dalam pengelolaan pengajaran secara baik. Untuk
memperdalam wawasan kita tentang pengelolaan pengajaran mari kita
berdiskusi tentang hal tersebut lebih lanjut dengan mengikuti uraian
berikut ini.
Pengelolaan pengajaran dalam istilah John S. Knezevich disebut
instructional leadership, pada hakikatnya adalah penataan seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan pengajaran, mulai dari perencanaan kurikulum
sampai dengan pengembangan dan evaluasi kurikulum.
Dalam uraian ini tidak dibahas secara luas, tetapi hanya dibatasi pada
masalah-masalah yang terkait langsung dengan pengelolaan pengajaran
di sekolah. Sehubungan dengan hal ini ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan oleh sekolah dalam rangka pengelolaan pengajaran sehingga proses
belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan-kegiatan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pembagian Tugas
Aspek ini menyangkut kemampuan pengorganisasian berdasarkan volume
dan beban kerja yang terdapat di dalam kurikulum. Untuk itu harus
dipertimbangkan adalah:
a. Menghitung apakah terdapat cukup guru untuk melaksanakan bidang
studi yang ada dalam kurikulum, baik dilihat dari segi jumlah maupun
keahlian (sesuai dengan bidang studinya masing-masing). Di sekolah
dasar sampai saat ini sebagian besar tugas guru adalah guru kelas,
maka pertimbangannya adalah seberapa cukup jumlah guru menurut
jumlah kelas, ditambah dengan guru agama dan guru olahraga.
b. Beban kerja yang telah dipercayakan kepada guru, baik dalam
kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler maupun tugas-tugas
administratif lainnya.

12 Profesi Kependidikan
6
Sehubungan dengan pembagian tugas ini menurut Surat Edaran
Mendikbud (1990) dan permendiknas tentang sertifikasi guru juga
ditegaskan bahwa dalam penjabaran tugas harus diupayakan guru
memperoleh jam mengajar 24 jam pelajaran dalam seminggu dan tidak
diberi tugas melebihi 36 jam pelajaran. Apabila hal ini tidak terpenuhi
maka guru yang bersangkutan diserahi tugas mata pelajaran lain sesuai
dengan spesialisasi dan atau pelatihan/penataran yang pernah diikutinya
atau diserahi tugas-tugas lain yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar, seperti pengelola perpustakaan, pengelola laboratorium dan
lain-lain.
2) Menyusun Program Kerja
Selama ini kita berpikir bahwa yang membuat program kerja adalah tugas
para pimpinan birokrasi saja. Bagaimana dengan di sekolah dasar dan
sekolah menengah, apakah Anda pernah melihat program kerja sekolah
atau sebagai guru pernahkan Anda membuat program kerja. Sebagian
mungkin akan menjawab sudah ada, tetapi pertanyaan kita lebih lanjut
adalah sudah komprehensifkah program-program yang kita buat.
Untuk dapat merefleksikan hal tersebut maka kita berdiskusi tentang hal
tersebut dengan menyimak beberapa uraian berikut ini.
Program kerja yang harus dibuat dapat berupa program kerja tahunan,
semester atau catur wulan sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dalam
program kerja hendaknya memuat baik program kerja yang berhubungan
dengan masalah-masalah administratif maupun masalah edukatif.
Program yang berkaitan dengan masalah administratif seperti kapan
pelaksanaan semester, UTS, UAS, UN, pembagian raport, awal tahun
ajaran (pembukaan tahun ajaran) dan akhir tahun ajaran, sampai pada
masalah kapan pelepasan siswa, rapat sekolah dengan orangtua murid
dan lain-lain. Sedangkan yang menyangkut teknis edukatif seperti
pelaksanaan supervisi terhadap masing-masing guru (kapan observasi
kelas, individual conference, teacher meeting dan lain-lain). Di samping itu,
juga program-program yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi
guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah program kerja yang terkait pengembangan sarana dan
prasarana pendidikan serta lingkungan.
3) Menyusun Kalender Sekolah
Kalender sekolah menyangkut ketentuan hari sekolah yang efektif
dalam satu tahun ajaran, juga termasuk hari-hari libur nasional,
keagamaan dan hari libur lainnya seperti libur karena upacara adat dan
lain sebagainya.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


4) Pengaturan Jadwal Pelajaran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun jadwal
pelajaran (khususnya dengan sistem paket seperti di sekolah-sekolah)
yaitu:
a. keseimbangan antara tuntutan dan kebutuhan guru dengan
kebutuhan dan kepentingan sekolah.
b. bidang studi yang memerlukan pemikiran yang berat sebaiknya
diberikan pada waktu siswa masih dalam keadaan segar.
c. pelajaran yang lebih banyak memberikan keterampilan dan atau yang
memberikan kesenangan diberikan pada saat siswa mulai jenuh dalam
berkonsentrasi (biasanya pada siang hari kalau mereka sekolah pagi).
d. hindarkan saling mengganggu antara kelas yang satu dengan kelas
yang lain terutama yang berdekatan, misalnya kelas yang satu belajar
musik sedangkan kelas lain disampingnya yang berdekatan sedang
belajar kimia/matematika dan lain-lain, atau dihari-hari terakhir
dalam satu minggu (hari sabtu misalnya).
e. hindarkan satu bidang studi/pelajaran diberikan selama 4 jam
berturut-turut, tanpa diselingi jam istirahat.
Ada juga cara penyusunan jadwal pelajaran berdasarkan pilihan kelas
siswa, kalau cara ini yang diterapkan, maka setiap siswa memasukkan
mata pelajaran yang dipilihnya. Atas dasar pilihan tersebut sekolah
menyusun jadwal pelajaran. Dengan melalui guru penasihat (Dosen
Penasihat bagi mahasiswa) siswa dapat memilih berapa jam yang akan
diikutinya. Cara ini memberikan keuntungan siswa bebas memilih
program yang diinginkan sesuai dengan minat dan kebutuhannya, namun
bisa berakibat tabrakan jadwal yang sulit dihindarkan. Di samping itu
sekolah memerlukan sarana dan prasarana yang sangat banyak. Hal inilah
yang menjadi problem bagi sekolah.
5) Menyusun Rencana Pembelajaran (RPP)
Dalam hal ini mengatur agar semua guru membuat RPP sebelum
melakukan kegiatan belajar mengajar dikelas. Untuk itu model
prosedur pengembangan RPP perlu ditanamkan kepada semua
guru/tenaga edukatif. Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang
hal ini akan dijelaskan dalam bentuk modul tersendiri pada mata kuliah
perencanaan pengajaran dan strategi belajar mengajar. Sebagai
pengetahuan awal sebaiknya Anda melihat beberapa contoh RPP yang
telah dibuat oleh guru di sekolah.

12 Profesi Kependidikan
8
6) Mengelola Evaluasi Belajar (UTS, UAS & UN)
Kita sering melakukan kegiatan evaluasi, bahkan tidak jarang guru
dilibatkan sebagai panitia pada pelaksanaan ujian/evaluasi belajar, baik
evaluasi semester, evaluasi akhir dan sebagainya. Kegiatan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar siswa merupakan kegiatan yang tidak dapat
dilepaskan dari kegiatan belajar mengajar sebagai suatu proses secara
keseluruhan.
Untuk itu diperlukan pengelolaan-pengelolaan yang intensif dan
cermat serta matang dan berdaya guna/berhasil guna bagi sekolah
secara keseluruhan. Dalam rangka pengelolaan evaluasi belajar ini
langkah- langkah kegiatan yang perlu mendapat perhatian adalah:
a. Perencanaan, apa dan bagaimana melakukan perencanaan yang
baik dapat dilihat kembali pada uraian terdahulu tentang fungsi
manajemen. (Ingat apa yang harus dilaksanakan adalah menjawab
pertanyaan yang singkat dengan 5 W + 1 H).
b. Pelaksanaan, setelah persiapan berupa penyusunan alat tes,
menggandakan, mengatur tempat duduk ( jumlah dan jarak tempat
duduk yang baik), pengaturan ruangan, menentukan pengawas ujian
pada masing-masing ruangan, mengumumkan waktu pelaksanaan
(dibuat dengan jadwal khusus sehingga dapat menggambarkan jam
pelaksanaan, ruangan beserta nama pengawasnya) serta pembuatan
tata tertib ulangan/ujian. Dalam pelaksanaan ulangan/ujian
diperlukan tempat duduk yang dapat menghindarkan siswa dari
dorongan untuk berkerja sama, menyontek dan lain-lain. Untuk itu
diperlukan sejumlah pengawas. ldealnya satu orang pengawas hanya
mengawasi 10 orang peserta ujian, maksimal 20 orang peserta ujian.
Di samping itu dalam pelaksanaan ujian perlu pula diperhatikan
kenyamanan dan keamanan, tenang dan terhindar dari suara dari
luar ruangan yang dapat mengganggu konsentrasi para peserta ujian.
c. Pengolahan hasil evaluasi, pekerjaan siswa setelah dikoreksi
dan diolah harus dicatat, baik untuk menentukan keberhasilan
siswa maupun untuk bahan laporan kepada atasan sekolah yang
bersangkutan. Pengolahan hasil evaluasi ini mencakup kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
1) Nilai seluruh siswa untuk setiap bidang studi lengkap dengan
nilai rata-rata kelas, rata-rata bidang studi dan indeks prestasi
masing-masing siswa.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


2) Presentasi siswa yang tergolong baik, sedang dan kurang (di
bawah standar).
3) Pengolahan yang dapat rnenggambarkan daya serap siswa dan
atau target penguasaan siswa terhadap kurikulum sekolah.
Apabila pengolahan hasil evaluasi menggunakan LJK (Lembar Jawaban
Komputer), maka segala persiapan peralatan harus sudah disiapkan sejak
awal.
7) Membuat Laporan Kemajuan
Setiap guru diwajibkan membuat laporan kemajuan pelajaran masing-
masing. Berdasarkan laporan tersebut pimpinan sekolah dapat membuat
laporan kemajuan sekolah secara keseluruhan. Dengan demikian akan
diperoleh gambaran tingkat target kurikulum yang dilaksanakan dalam
satu semester, catur wulan atau bahkan tiap bulan. Di samping itu,
dapat pula diketahui pokok bahasan apa, bidang studi apa yang belum
dapat dicapai sesuai dengan target yang dicantumkan dalam GBPP
kurikulum bidang studi yang bersangkutan.
8) Melakukan Pembinaan Terhadap Guru
Guru sebagai pengajar akan selalu berhadapan dengan sejumlah
permasalahan, baik masalah yang menyangkut pribadi maupun
masalah pengajaran dan atau masalah profesi guru. Ada guru yang
mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya, tetapi tidak
sedikit bahkan sebagian besar guru tidak mampu mengatasi masalah
yang dihadapinya sendiri. Jangankan mengatasi masalah, melihat dan
merasa mempunyai masalah saja terkadang mereka tidak tahu, kalau
kondisinya demikian apa yang harus dilakukan oleh seorang guru. Mereka
harus mendapatkan bantuan untuk mengatasi masalahnya. Orang yang
paling dekat untuk membantu guru tersebut adalah kepala sekolah. Di
samping itu guru sudah semestinya untuk selalu berkonsultasi dengan
kepala sekolah apabila mendapatkan atau menghadapi masalah. Dengan
demikian, kepala sekolah akan dapat mencari solusi dan permasalahan
yang dihadapi.

Banyak cara yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam melakukan


pembinaan kepada guru-guru untuk mengatasi masalah/membina guru seperti
individual conference (percakapan pribadi antara guru dengan kepala sekolah),
classroom observation, demonstration teaching, teachers meeting (rapat pembinaan),
directed reading dan sebagainya. Tetapi teknik itu tidak akan membawa hasil
apabila tidak didasarkan pada karakteristik guru yang bersangkutan.

13 Profesi Kependidikan
0
Untuk memperluas dan memperdalam pemahaman serta keterampilan
kita tentang pengelolaan pengajaran, mari kita lihat format-format administrasi
ketatausahaan di sekolah yang harus kita kuasai.
Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai
latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba
berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan
Anda.

2. Pengelolaan Kesiswaan
Di lingkungan sekolah pengelolaan kesiswaan memerlukan kegiatan
perencanan, pengorganisasian, koordinasi, pengarahan dan kontrol.
Perencanaan kesiswaan menyangkut rencana jumlah siswa (student body) di
sekolah, baik untuk satu tahun maupun jangka panjang dengan mengingat
daya tampung dan kemungkinan pengembangan sekolah selanjutnya.
Pengorganisasian siswa menyangkut pengaturan dan penempatan
siswa di kelas dan pencatatannya sehingga dapat memenuhi keseimbangan
baik antarkelas maupun keseimbangan jumlah pria dan wanita dalam satu
kelas, serta keseimbangan siswa berprestasi (anak cerdas dan tidak) dalam
satu kelas, status sosial ekonomi bahkan keseimbangan agama dan
keyakinan. Dengan demikian, dapat menghindarkan adanya kelas eksklusif
dan kelas yang dianggap buangan. Dengan pengaturan yang demikian akan
dihindarkan adanya konflik antarkelas, antarindividu dalam kelas dan akan
membuat kelas menjadi dinamis. Pengorganisasian ini juga menyangkut
pengelompokan belajar, olahraga, kesenian, pengurus OSIS dan berbagai
panitia siswa.
Agar dalam pengelompokan dapat menghasilkan kelompok yang harmonis
dan produktif maka selanjutnya tugas membimbing dan membina diserahkan
kepada guru, perlu dilakukan pengarahan dan koordinasi oleh kepala
sekolah dan atau guru yang ditugaskan khusus untuk itu. Dengan demikian,
kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing dapat menyatu, baik tindakan
maupun arah kegiatan. Selanjutnya kegiatan tersebut selalu dimonitor
secara kontinu untuk menghindarkan penyimpangan yang mungkin terjadi
dan mencari alternatif untuk mengatasi penyimpangan dan masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan.
Adapun kegiatan konkret dalam pengelolaan kesiswaan ini dapat diuraikan
secara ringkas sebagai berikut:
a. Penerimaan Siswa Baru
Pernahkah Anda ditunjuk sebagai panitia dalam penerimaan siswa baru di
sekolah. Kalau pernah apa yang menjadi kewajiban Anda sebagai
panitia.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


Untuk mencermati hal tersebut mari kita ikuti penjelasan sebagai berikut:
Dalam kegiatan penerimaan siswa baru, sebaiknya didahului dengan
pembentukan panitia penerimaan siswa baru dengan surat keputusan
kepala sekolah. Panitia ini sebaiknya terdiri dari guru-guru dan tenaga
administratif. Panitia berkewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas
sebagai berikut:
1) Membuat pengumuman penerimaan siswa baru (apa yang perlu
ada dalam surat pengumuman penerimaan siswa baru coba Anda
diskusikan bersama teman untuk selanjutnya buat pengumuman
tersebut). Lengkap dengan kriteria dan persyaratannya
2) Melakukan pencatatan pendaftaran,
3) Membuat/mempersiapkan segala formulir yang diperlukan.
4) Melaksanakan seleksi, menentukan kelulusan (sebaiknya dalam rapat
Lengkap).
5) Membuat pengumuman kelulusan.
6) Membuat laporan kepada kepala sekolah tentang siswa yang diterima,
cadangan dan yang ditolak dengan dilengkapi alasan dan data yang
lengkap.
b. Melakukan Pengelompokan Siswa dalam Kelas
Sering setelah siswa diterima pada awal tahun ajaran terjadi problem
yang dihadapi oleh guru dalam mengelompokkan siswa di suatu kelas.
Bagaimana cara Anda membagi siswa dalam kelas kalau Anda menjadi
guru kelas di kelas satu SD. Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada
beberapa pertimbangan yang seharusnya diperhatikan dalam membagi
siswa menjadi kelompok-kelompok tertentu. Dalam membagi siswa
kepada sejumlah kelas, perlu memerhatikan rasio kelas dan keseimbangan
baik jenis kelamin, tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi dan lain-
lain.
c. Melakukan Pencatatan Kehadiran/Ketidakhadiran Siswa
Kehadiran dan ketidakhadiran dianggap sebagai masalah penting bagi
sekolah, sebab hal ini sangat berkaitan dengan prestasi belajar anak
dan prestasi sekolah, sehingga tidak salah kirangan adanya pengaturan
tentang batas minimum kehadiran siswa (misalnya 80% dari hari
belajar efektif atau paling banyak 30 hari tidak hadir) dianggap tidak
dapat mengikuti UTS, UAS atau UN. Karena itu guru perlu memiliki
daftar hadir sendiri untuk siswanya baik untuk kelas maupun untuk
masing-masing mata pelajaran. Di samping itu untuk sekolah akan
lebih baik pada masing-

13 Profesi Kependidikan
2
masing kelas dibuat papan daftar yang memuat siswa yang tidak hadir
dan ditempatkan di dinding agar dapat diketahui pada hari itu siapa yang
tidak hadir dan apa alasan ketidakhadirannya.
d. Pembinaan Disiplin Siswa
Masalah displin siswa merupakan masalah penting yang dihadapi sekolah
dewasa ini. Bahkan sering disiplin siswa di sekolah menjadi barometer
pengukur sejauhmana kemampuan kepala sekolah dan guru dalam
mengelola Sekolahnya.
Disiplin sekolah harus dimulai dari disiplin kelas, sehingga dengan
demikian sedikit demi sedikit akan terbentuk disiplin individu siswa,
dalam pembinaan disiplin kelas, dikenal beberapa teknik seperti:
1) External control technique, yaitu pengendalian dari luar berupa
bimbingan dan penyuluhan dalam arti pengawasan yang
diperketat untuk menghindarkan adanya pelanggaran disiplin.
2) Inner control technique, yaitu tumbuhnya kesadaran dari dalam diri
siswa sendiri (self discipline) dengan inner control ini siswa diharapkan
dapat mengendalikan diri sendiri ‘self control, ke arah pembinaan dan
perwujudan diri sendiri (self realization).
3) Cooperative control/technique, yautu teknik pengendalian yang
merupakan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah dan bahkan
dengan orangtua murid dalam mengendalikan perilaku siswa yang
berdisiplin.
e. Pengelolaan Mutasi Siswa
Keluar masuknya siswa perlu dilakukan pendokumentasian, dalam hal ini
tentunya perlu diperhatikan secara teliti segala aturan dan persyaratan
untuk dapat masuk atau pindah, misalnya SPP, raport terdahulu, kesediaan
sekolah baru untuk menerima pindahan siswa dan persyaratan lainnya.
Pindah/keluar bisa juga berarti siswa lulus/tamat dari sekolah. Dalam hal
ini perlu dicatat dan diberikan bukti-bukti bahwa siswa yang bersangkutan
telah lulus dan sekolah secara sah seperti ijazah/STTB dan surat
keterangan lainnya. Pengelolaan dan pencatatan ini sangat penting untuk
menghindari penyalahgunaan di kemudian hari. Kita banyak menyaksikan
dalam pemberitaan tentang pemalsuan ijazah asli tapi palsu yang berasal
dari tidak baiknya proses pencatatan dan pengelolaan mutasi siswa.
f. Pembinaan Osis
Dalam pembinaan siswa juga termasuk pembinaan keorganisasian siswa
(OSIS/IKOSIS). Organisasi siswa sebagai wadah bagi siswa dalam
melatih

BAB 3 | Administrasi Sekolah


berorganisasi dan kemampuan memimpin dengan demikian ía dapat
tumbuh menjadi warga negara yang baik kelak di masyarakat sebagai
warga dan organisasi masyarakat.
Pembinaan kesiswaan ini juga mencakup pembentukan karakter siswa,
bahkan memberikan bekal dalam pembentukan jiwa kepemimpinan siswa
dikemudian hari melalui pembinaan kegiatan kesiswaan yang baik akan
terbentuk karakter yang tangguh bagi siswa.

3. Pengelolaan Personalia/Kepegawaian
Agar pegawai dapat bekerja secara efektif dan produktif, diperlukan
personel-personel yang cerdas, terampil dan mempunyai moral (semangat
kerja) yang tinggi. Untuk memperoleh personel yang demikian maka
pengelolaan kepegawaian merupakan hal yang teramat penting untuk
dilaksanakan secara cermat, sistematis dan mantap. Dalam pengelolaan
kepegawaian ini ada beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian yaitu:
a. Perencanaan Pegawai
Dalam perencanaan pegawai perlu dilihat kebutuhan pegawai. Untuk
itu perlu dianalisis terutama menyangkut jumlah dan jenis pegawai yang
telah ada, beban dan volume kerja dari unit-unit yang ada dalam
organisasi serta kapasitas kerja pegawai.
Dalam rangka perencanaan pegawai di sekolah menyangkut pegawai
administratif dan edukatif. Untuk personal edukatif maka perencanaan
pengembangan perlu mempertimbangkan jumlah guru berdasarkan
bidang studi yang masih memerlukan atau dengan kata lain Harris (1977)
menyebutkan bahwa dalam rangka reassigment di sekolah perlu dilakukan
analisis profil kemampuan guru. Untuk itu maka operasional demand
(tuntutan operasional berupa kebutuhan pemeliharaan dan kebutuhan
perbaikan (improvement needs dan maintenance needs) perlu dipertimbangkan
dalam keputusan penambahan personel.
Sistem Pengadaan Kepegawaian di Indonesia tidak memungkinkan kepala
sekolah mengangkat sendiri pegawai yang dibutuhkannya, tetapi melalui
dinas pendidikan (Pemda) masing-masing.
Dalam rangka promosi dan mutasi, maka sekolah perlu melakukan
berbagai kegiatan, terutama memproses usul-usul baik mengenai kenaikan
gaji berkala, usul kenaikan pangkat, mutasi dan cuti. Disamping itu,
kepala sekolah juga bertanggung jawab untuk mempertimbangkan dan
mengusulkan seorang pegawai untuk promosi pada jabatan yang lebih
tinggi.

13 Profesi Kependidikan
4
Agar kegiatan promosi ini dapat merupakan dorongan untuk
berprestasi bagi guru lain yang belum dipromosikan, maka Kepala
Sekolah harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti prestasi kerja,
disiplin kerja, integritas dan dedikasi dan lain-lain secara objektif.
Sejauh mungkin dihindari perasaan like and dislike dalam mempromosikan
seorang personal.
b. Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai ialah usaha untuk memajukan dan meningkatkan
mutu, keahlian, keterampilan, pengetahuan dan moral serta disiplin
pegawai sehingga diperoleh personel yang memiliki profesionalisme
dalam pelaksanaan tugasnya.

Ada beberapa alasan mengapa pengembangan pegawai sangat perlu


mendapatkan perhatian bagi pemimpin pendidikan yaitu:
1) Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang cepat dalam era
globalisasi dan abad informasi ini menumbuhkan penemuan-
penemuan baru yang dapat berpengaruh bahkan mengubah sistem kerja
dan prosedur kerja baru. Keadaan ini menuntut pengetahuan dan
keterampilan baru dari guru, yang pada gilirannya menuntut
pengembangan pegawai agar mereka dapat menyesuaikan dirinya
dengan tata kerja baru tersebut.
2) Menutupi kelemahan-kelemahan dari hasil seleksi rekrutmen pegawai
yang telah ditetapkan.
3) Menumbuhkan ikatan batin, sebab dengan pengembangan dan
kesempatan yang diberikan oleh organisasi/lembaga untuk meningkatkan
karier dan pendidikan akan menyebabkan pegawai merasa
diperhatikan oleh lembaganya yang pada gilirannya menumbuhkan
perasaan memiliki yang dapat mendorong semangat kerja dan
produktivitas kerjanya.

Dubrin A.J. (1981) menyarankan beberapa hal yang mendorong perlunya


dilakukan pengembangan pegawai melalui pendidikan dan latihan yaitu:
1) Meningkatkan berbagai aspek job performance secara kualitas maupun
kuantitas
2) Mengatasi kekurangan yang dimiliki calon dalam job performance
3) Memberikan cara-cara baru tentang bagaimana bertindak dalam
pekerjaan/ jabatannya
4) Membantu pegawai beradaptasi pada perubahan teknologi
5) Memungkinkan untuk mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan
organisasi.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


Memang salah satu cara pengembangan pegawai pada saat ini adalah
melalui pendidikan dan atau latihan, sebab latihan adalah salah satu
wahana yang efektif dalam pengembangan sumber daya insani (Straus &
Sayles, 1981).
Agar pendidikan dan latihan ini dapat mencapai sasaran yang
diinginkan Dubrin menyarankan framework (kerangka kerja) sebagai
berikut:
1) Lakukan identifikasi keterampilan yang diperlukan (identify skill need) yang
diperlukan dalam unit kerja. Untuk mengidentifikasi ini dapat
dilakukan melalui job deskripsi dan job analisis atau melakukan
interview dengan semua unit yang representatif, selanjutnya dianalisis
dalam hubungannya dengan organisasi secara keseluruhan.
2) Menggolongkan keterampilan (classify skill), dari hasil analisis kebutuhan
dalam langkah pertama dilanjutkan dengan mengklasifikasi jenis
keterampilan (motorik skill, cognitif skill atau interpersonal skill). Dari jenis
keterampilan yang ditetapkan dapat dipilih metode yang sesuai dengan
untuk menunjang optimalisasi pencapaian tujuan yang diinginkan.
3) Seleksi dan implementasi program yang tepat (select and implementation
appropriate programme). Dalam hal ini memilih sumber latihan yang
tepat baik dari dalam maupun dari luar, termasuk dalam hal ini tenaga
pelatih yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan dengan acuan jenis
keterampilan yang ingin ditingkatkan.
4) Mengevaluasi hasil program latihan (evaluate outcame of program), dalam hal
ini yang dievaluasi adalah produktivitas, moral dan kepuasan, pengaruh
sistem dan keefektifan biaya. Hasil evaluasi dijadikan feed back untuk
memperbaiki pola latihan berikutnya, khususnya pada aspek tertentu yang
dalam penyelenggaraannya kurang memberikan hasil yang baik.

Di samping melalui pendidikan dan latihan, pengembangan pegawai


juga dapat dilakukan melalui bimbingan yang diberikan kepada pegawai
setiap saat ada kesempatan, mengikutkan konferensi, seminar, workshop,
lokakarya dan lain-lain yang berguna untuk menambah wawasan
pengetahuan pegawai.
Untuk memperluas dan memperdalam pemahaman serta keterampilan
kita tentang kegiatan pengelolaan kepegawaian di sekolah, mari kita lihat
format-format administrasi ketatausahaan kepegawaian di sekolah yang harus
kita kuasai.
Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai
latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba
berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan
Anda.
13 Profesi Kependidikan
6
4. Pengelolaan Alat Pelajaran
Beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian dari kepala sekolah
dalam pengelolaan alat pelajaran ini adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan jenis dan jumlah alat
Jumlah dan jenis alat yang diperlukan tergantung pada kebutuhan masing-
masing bidang studi. Untuk itu kepala sekolah dapat meminta kepada
guru-guru berupa daftar alat pelajaran yang diperlukan oleh bidang
studinya masing-masing. Daftar tersebut hendaknya dibuat dengan
menetapkan prioritasnya, sehingga dapat diketahui alat mana yang perlu
dan harus diadakan dengan segera dan mana yang dapat ditunda.
b. Pengadaan alat pelajaran
Sesuai dengan tingkat prioritas yang telah ditentukan kepala sekolah
dapat melakukan pengadaan alat pelajaran yang diperlukan dan
tergolong prioritas utama. Dalam pengadaan alat harus dipertimbangkan
kemampuan sekolah, kemampuan guru untuk menggunakan alat tersebut
dan kesesuaian dengan tingkat kemampuan siswa.
Pengadaan alat pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
1) Melalui pembelian, yang dananya bisa diperoleh dari uang sekolah,
uang sumbangan BP3 dan lain-lain.
2) Melalui membuat sendiri, dalam hal ini guru-guru diajak bersama
siswa untuk membuat alat sendiri yang mungkin dapat dibuat dengan
memanfaatkan bahan-bahan bekas, misalnya membuat globe, peta
dan sebagainya, sehingga tidak perlu dibeli.
3) Melalui bantuan, baik bantuan dari masyarakat sekitar, pengusaha,
hibah luar negeri dan sebagainya atau bantuan sebagai akibat dari
kerja sama dengan pihak luar sekolah.
c. Penyimpanan dan penggunaan alat pelajaran.
Barang/alat pelajaran yang dimiliki sekolah setelah diinventaris (mungkin
menggunakan kode-kode tertentu dalam daftar barang) harus
disimpan dan dipelihara dengan baik dan penuh tanggung jawab, agar
setiap kali diperlukan dapat dipergunakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.

Sehubungan dengan penyimpanan ini ada beberapa hal yang perlu


dipertimbangkan yaitu:
1) Penyimpanan alat harus di tempat yang aman, bersih dan teratur.
Misalnya penyimpanan alat pelajaran berupa lensa memerlukan
tempat

BAB 3 | Administrasi Sekolah


penyimpanan yang berbeda dengan alat peraga yang lain seperti globe
dengan demikian alat tersebut dapat berdaya guna dalam kurun waktu
yang relatif lebih lama.
2) Mudah dicari dan mudah diambil sewaktu-waktu akan digunakan.
3) Tidak mengganggu kelas lain, saat diambil dan digunakan untuk
kepentingan belajar mengajar.
4) Penyimpanan dapat dilakukan dalam gudang khusus tersendiri. Untuk
pemeliharaannya perlu ditunjuk seorang guru dan atau seorang karyawan
yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan semua alat tersebut.
5) Satu hal yang perlu diperhatikan juga adalah peminjaman alat peraga
dan alat pelajaran lainnya di sekolah adalah jangan sampai peminjaman
alat untuk dibawa pulang yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran di
sekolah.

5. Pengelolaan Gedung Beserta Perlengkapannya


Beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka pengelolaan gedung
dan perlengkapannya adalah:
a. Melakukan pemeliharaan dan pengaturan terhadap gedung sekolah secara
keseluruhannya baik kebersihan, keindahan, kenyamanan, keasrian
dan keserasiannya. Disamping itu juga perlu pengelolaan dan
pemeliharaan halaman sekolah agar bersih, menarik, teduh dan
nyaman. Untuk itu kalau perlu dapat diatur taman bunga yang dapat
memberikan kesejukan dalam belajar. Yang sangat penting dalam
pengaturan ini adalah penataan ruang belajar, seperti meja, kursi, papan
tulis dan sebagainya, sebab hal ini sangat mendukung bagi terciptanya
suasana yang kondusif bagi proses belajar mengajar yang efektif. Apabila
Anda ingin memperdalam teori tentang bagaimana mengatur kelas yang
baik Anda dapat membaca buku- buku manajemen kelas. Satu hal yang
juga penting untuk mendapatkan perhatian kepala sekolah dalam
pengaturan ini adalah kelengkapan kamar kecil/WC untuk siswa maupun
guru.
b. Melakukan pencatatan dan inventarisasi terhadap semua perabot sekolah,
baik perabot untuk kegiatan belajar mengajar (meja kursi, papan tulis, dan
sebagainya) maupun perabot untuk keperluan administrasi ketatausahaan
seperti mesin tik, mesin hitung, komputer dan sebagainya.
c. Melakukan monitoring dan atau pengecekan terhadap keadaan barang
perlengkapan sekolah, sehingga dapat diketahui dengan jelas keadaan
masing-masing barang, mana yang perlu diperbaiki, atau malah
dihapuskan. Keadaan ini sangat berguna dalam rangka perencanaan
dan pengadaan barang selanjutnya.
13 Profesi Kependidikan
8
Monitoring dan pengecekan ini baik menyangkut kuantitas maupun
kualitas barang yang masih ada di sekolah. Disamping itu, juga hasil
pengecekan ini menjadi bahan laporan kepada atasan sekolah yang
bersangkutan.
Salah satu kegiatan dalam pengelolaan alat pelajaran maupun perlengkapan
sekolah adalah penghapusan dan pelaporan barang. Karena mekanisme
penghapusan tersebut pada dasarnya sama, maka kedua pengelolaan tersebut
di atas pembahasan tentang penghapusannya dalam buku tersendiri.

6. Pengelolaan Keuangan
Kegiatan pengaturan keuangan di sekolah meliputi: kegiatan perencanaan
sumber keuangan, pengalokasian/penganggaran, pemanfaatan dan
pembukuan, penyimpanan, pengawasan, pertanggungjawaban dan pelaporan
keuangan sekolah. Dalam era otonomi sekolah yang didasarkan pada Paradigma
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah memiliki kewenangan dan
atau kewajiban untuk menyusun perencanaan anggaran sekolah yang
dituangkan dalam bentuk RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah).
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan masa
sekarang dalam pengelolaan keuangan adalah transparansi dan akuntabilitas.
Sebab dalam era keterbukaan sekarang apabila tidak dilakukan
transparansi maka akan menimbulkan kecurigaan masyarakat yang
berujung pada hal-hal yang tidak diinginkan.

7. Pengelolaan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh proses pendidikan di
sekolah, pendidik, tersedianya sarana dan prasarana saja, tetapi juga ditentukan
oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat. Karena itu pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah), keluarga dan
masyarakat, sebagaimana telah lama dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro
yaitu tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat). Ini berarti
mengisyaratkan bahwa orangtua murid dan masyarakat mempunyai tanggung
jawab untuk berpartisipasi, turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Turner., Chandler dan Heffer seperti dikutip oleh Suriansyah (2014),
menyatakan bahwa perilaku orangtua dalam mendidik anak dapat
memengaruhi motivasi berprestasi siswa, self eficasy dan prestasi belajar siswa.
Artinya bagaimana bentuk pengasuhan orangtua di rumah merupakan
faktor yang tidak dapat diabaikan dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. Beberapa bentuk pengasuhan tersebut seperti

BAB 3 | Administrasi Sekolah


orangtua otoriter,

14 Profesi Kependidikan
0
orangtua yang permissive atau orangtua yang sangat demokratis merupakan
bentuk perilaku pengasuhan yang nantinya akan memengaruhi kebiasaan
anak, perilaku anak dan akhirnya prestasi belajar anak.
Sejumlah penelitian yang dilakukan para ahli telah menemukan
pengaruh keterlibatan keluarga/orangtua murid mulai dari jenjang
pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas. Hendarson
dan Mapp seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) telah mereview ratusan
kajian menyimpulkan bahwa tingginya kualitas keterlibatan keluarga
dalam program meningkatkan dan mendukung prestasi belajar siswa.
Secara khusus Grant dan Ray (2010) juga menyatakan bahwa siswa yang
keluarganya terlibat dalam pendidikannya, maka anak akan mendapatkan
keuntungan yaitu: 1) Earn higher grades and test scores, 2) Are less likely to be
retained in a grade, 3) Are more apt to have an accurate diagnosis for educational
placement in classes, 4) Attend school regularly, 5) Like school and adapt well to
it, 6) Have better social skills, 7) Have fewer negative behavior report, and, 8)
Graduate and go on to post secondary education.
Heath dan McLaughlin seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) menyatakan
bahwa keterlibatan orangtua murid dan masyarakat di sekolah sangat penting
sebab problem pencapaian prestasi/mutu pendidikan dan keberhasilan
akademik menuntut sumber-sumber yang sangat besar yang sering berada di
luar kemampuan sekolah bahkan juga di luar kemampuan orangtua. Mereka
mengidentifikasi bahwa perubahan demografi orangtua murid dan keluarga
bervariasinya perkembangan di antara siswa merupakan alasan bahwa sekolah
dan keluarga secara sendiri tidak dapat menyediakan sumber yang cukup untuk
meyakini bahwa semua anak mendapatkan pengalaman dan dukungan dalam
mencapai kesuksesan di sekolah dan masyarakat.
Banyak masalah-masalah pendidikan di sekolah yang tidak dapat
diatasi oleh sekolah tanpa kerja sama dengan orangtua murid/masyarakat.
Oleh karna itulah kepala sekolah harus melakukan pengelolaan hubungan
sekolah masyarakat ini secara intensif.
Elsbree & McNally menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan
masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk: 1) To improve the quality of children’s
learning and growing. 2). To raise community goals and improve the quality of
community living, 3). To Develop understanding, antusiasme and support for the
community programme of public education.
Hubungan sekolah dengan masyarakat ini sangat penting dalam rangka
mendapatkan bantuan dan masyarakat, sebab melalui kegiatan ini dapat
diberikan penjelasan kepada masyarakat tentang program yang ingin dilakukan

BAB 3 | Administrasi Sekolah


oleh sekolah sehingga mereka mengerti dan mau membantu. Sehubungan
dengan ini Clifford Lee Brownell mengemukakan:
Knowledge of the programme is essential to understanding, understanding is
basic to appreciation, and appreciation is basic to support.
Bertolak dari pendapat di atas berarti bahwa sekolah harus
memberikan penjelasan kepada orangtua murid atau masyarakat tentang
program sekolah yang akan dilaksanakan, serta tujuan apa yang ingin
dicapai melalui program tersebut.
Untuk mengelola program ini ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan hubungan masyarakat, yaitu:
a. Integrity, Integrity maksudnya semua fakta-fakta informasi yang disajikan
kepada orangtua murid/masyarakat hendaknya didasarkan pada kegiatan
yang terpadu antara kegiatan akademik dan kegiatan non akademik,
jangan ada hal-hal yang disembunyikan dari segala kegiatan yang telah
dan sedang dilakukan oleh sekolah.
b. Continuity, Prinsip ini menghendaki adanya keteraturan dan kemantapan
program hubungan sekolah dengan masyarakat dilakukan secara
kesinambungan, dalam arti jangan hanya pada ingin minta bantuan
uang kepada orangtua murid/masyarakat baru sekolah mengadakan
hubungan.
c. Coverage, Prinsip ini berarti bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat
dalam memberikan informasi hendaknya mencakup keseluruhan aspek
kegiatan sekolah secara lengkap. Misalnya mulai dari kegiatan belajar
mengajar sampai kepada kegiatan ekstrakurikuler, semuanya perlu
diinformasikan kepada masyarakat agar mereka mengetahui secara
jelas keberhasilan dan kegagalan yang dihadapi sekolah. Dengan
demikian mereka akan dapat merenungkan pada bagian mana mereka
dapat membantu sekolah meningkatkan aktivitasnya.
d. Simplicity, Prinsip ini menghendaki penggunaan kata-kata yang sederhana,
mudah dimengerti, jelas dan disukai oleh masyarakat/orangtua murid.
e. Constructiveness, Prinsip ini menghendaki informasi yang diberikan bersifat
konstruktif, dalam arti sekolah dapat mengungkapkan problem yang
dihadapi sekolah dan masyarakat diminta merespons bagaimana usaha
mereka membantu sekolah mengatasi masalah tersebut.
f. Adaptability, Prinsip ini menghendaki pelaksanaan hubungan sekolah
dengan masyarakat disesuaikan dengan keadaan, kondisi dan situasi
masyarakat lingkungan.

14 Profesi Kependidikan
2
g. Flexibility, Prinsip ini menghendaki pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat bersifat fleksibel dalam rangka mengantisipasi perubahan-
perubahan kebutuhan dan kondisi dalam masyarakat lingkungan sekolah.

Leonard V. Koes seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) mengemukakan


cara atau teknik yang dapat digunakan untuk melaksanakan hubungan
sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut: 1) Surat Kabar Sekolah,
2) Pengumuman atau Surat Edaran, 3) Radio dan Televisi Pendidikan, 4)
Pertemuan Orangtua Murid, 5) Pameran Sekolah, 6) Pesta Sekolah, 7)
Upacara Pagelaran 8) Kunjungan ke Rumah Orangtua Murid, 9) Partisipasi
Sekolah dalam Kegiatan Masyarakat, 10) Commencement (di Indonesia
semacam upacara pelepasan siswa/pengukuhan siswa yang baru lulus atau
wisuda sarjana di Perguruan Tinggi), 11) Hubungan Langsung Secara
Personal Melalui Telepon atau Surat Pribadi.
Dalam mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat ini kepala sekolah
harus melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Memberikan pengertian tentang pelaksanaan sekolah dengan masyarakat/
orangtua murid dengan seluruh staf.
2. Memberikan bimbingan kepada seluruh staf sekolah tentang
bagaimana peran mereka masing-masing dalam hubungan sekolah dan
masyarakat.
3. Mengadakan hubungan langsung baik terhadap seluruh staf sekolah
maupun terhadap orangtua.
4. Menciptakan staf harmonis dan suasana kerja yang menyenangkan.
Sehingga seluruh staf merasa bertanggung jawab atas segala beban
kegiatan yang dilaksanakan.
5. Memberikan penjelasan kepada orangtua murid/masyarakat tentang:
a. Program kerja yang akan dilakukan dan telah dilakukan termasuk
tujuan yang diinginkan.
b. Kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.
c. Hasil dan prestasi sekolah baik dalam bidang akademik maupun
non akademik.
d. Permasalahan yang dihadapi sekolah misalnya kenakalan remaja,
kekurangan fasilitas belajar dan sebagainya.

Dalam melakukan kegiatan komunikasi dengan masyarakat


keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh kemampuan orang yang
melakukan kegiatan komunikasi. Sehubungan dengan hal tersebut John L.
Beckly seperti dikutip oleh Suriansyah (2014) menyarankan beberapa hal
agar seseorang berhasil

BAB 3 | Administrasi Sekolah


dalam komunikasi. Untuk itu dia mengungkapkan beberapa prinsip sebagai
berikut:
1. Practice self control, yaitu seseorang lebih dahulu hendaknya mampu
koreksi diri sendiri sebelum memberikan petunjuk dan atau bimbingan
kepada orang lain. Artinya dia harus mampu lebih dahulu menunjukkan
apa yang akan dilakukan kepada orang lain.
2. Appraised and where deserve, maksudnya dalam komunikasi seseorang
jangan ragu memberikan penghargaan kepada orang lain kalau
memang patut dihargai. Tapi harus diingat bahwa penghargaan tidak
selalu dalam bentuk hadiah. Penghargaan bisa diberikan dalam bentuk
sentuhan, anggukan, ucapan dengan kata baik, bagus dan sebagainya.
3. Criticize tactfully, yaitu memberikan kritik secara bijaksana, dalam arti
jangan menjatuhkan orang lain di depan orang banyak. Kalau mau
memberikan kritik tentang kesalahan orng lain berikan dalam bentuk
bahasa yang halus, dan kalau mungkin kritik yang diberikan hanya
didengar oleh orang yang bersangkutan tanpa orang lain yang tahu/
mendengar.
4. Always listen, maksudnya adalah usahakan untuk selalu mendengar
pembicaraan orang lain, dalam arti jangan memborong pembicaraan
sendirian tanpa memberikan kesempatan kepada mereka mengungkapkan
apa yang ada dalam pikiran dan perasaan mereka.
5. Explain Thoroughly, maksudnya adalah dalam memberikan informasi,
berikan sejelas-jelasnya, hindarkan informasi yang justru membingungkan
atau malah menimbulkan pertanyaan besar bagi pendengarnya.
6. Stress rewards, yaitu mengutamakan ganjaran, maksudnya dalam
komunikasi apabila lawan bicara mau memberikan gagasan, pemikiran
dan lain-lain, patut diberikan ganjaran berupa ucapan terima kasih, bagus
dan lain-lain.
7. Considier the person interest, maksudnya adalah perhatian minat dari
setiap individu atau orang yang diajak bicara, apakah mereka menaruh
minat yang besar terhadap isi pembicaraan kita. Kalau belum usahakan
mengubah cara memulai pembicaraan dengan materi yang cukup menarik
minat mereka selanjutnya diarahkan kepada permasalahan yang ingin kita
diskusikan dengan mereka.

Untuk memperluas dan memperdalam pemahaman serta keterampilan


kita tentang hubungan sekolah dengan masyarakat, ada beberapa catatan yang
perlu dilakukan sebagai kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah. Mari

14 Profesi Kependidikan
4
kita lihat format-format administrasi ketatausahaan di sekolah yang harus
kita kuasai.
Untuk itu coba Anda berlatih mengisi format-format berikut sebagai
latihan. Apabila Anda masih bingung dalam mengisi format tersebut coba
berdiskusi dengan guru-guru di sekolah atau kepala sekolah di lingkungan
Anda.

BAB 3 | Administrasi Sekolah


[Halaman ini sengaja dikosongkan]
BAB

SUPERVISI PENDIDIKAN 4

A. Perlunya Pembinaan Guru


Pembangunan pendidikan yang semakin cepat sekarang ini dihadapkan
kepada berbagai permasalahan, yang sangat krusial, di antara
permasalahan yang sekarang menjadi sorotan tajam dari berbagai lapisan
masyarakat adalah masih rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Konsekuensi
dari permasalahan ini diperlukan upaya peningkatan keseluruhan komponen
sistem pendidikan, baik yang bersifat human resources maupun materiil resources
dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Disadari sepenuhnya bahwa peningkatan kualitas komponen sistem
pendidikan yang terbukti lebih berpengaruh terhadap peningkatan mutu
pendidikan adalah komponen human resource yaitu guru dan tenaga
kependidikan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
memengaruhi proses pembelajaran di sekolah. Sebab komponen materiil
seperti alat pelajaran, alat peraga, laboratorium dan sebagainya tidak akan
bermanfaat tanpa adanya manusia yang mampu menggunakannya secara
tepat dalam proses belajar mengajar.
Dalam beberapa tahun terakhir ini upaya peningkatan sumber daya
manusia (guru dan tenaga kependidikan lainnya) sudah dilakukan secara
besar-besaran dan menyeluruh bahkan mendapat perhatian yang cukup besar

BAB 4 | Supervisi Pendidikan 145


oleh pemerintah. Upaya tersebut mulai dari yang berbentuk pelatihan sampai
pada upaya melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru (D1, D2, D3 ke
S1, bahkan guru yang sudah S1 diberikan kesempatan ke S2). Demikian pula
untuk para kepala sekolah dan pengawas.
Dominannya perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan mutu
tenaga kependidikan ini didasarkan atas anggapan bahwa di tangan guru
mutu pendidikan tidak ada gurunya atau kekurangan guru. Guru dipandang
sebagai faktor kunci, karena ia berinteraksi secara langsung dengan siswa-
siswa dalam proses pembelajaran pada saat ini. Konsekuensi dari anggapan
ini, maka kualitas guru dipandang sebagai penyebab kualitas hasil belajar atau
kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Strategisnya peranan guru sekarang ini dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan dapat dipahami dari hakikat guru yang selama ini dijadikan asumsi
programmatic pendidikan guru yaitu:
1. Guru merupakan agen pembaruan.
2. Guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi subjek didik untuk belajar (memudahkan terjadinya proses
belajar).
3. Guru bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik, rendah
atau tingginya hasil belajar siswa tidak terlepas dari tanggung jawab guru.
4. Guru merupakan contoh teladan bagi peserta didik.
5. Guru bertanggung jawab secara profesional untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di
kelas baik secara individual maupun yang dilakukan secara berkelompok.
6. Guru harus menjunjung tinggi kode etik profesinya.

Sebagai seorang yang bertugas mengajar dan sekaligus mendidik, akan


melakukan berbagai macam kegiatan secara bersamaan demi tercapainya
tujuan yang telah dirumuskan dalam setiap pembelajaran di kelas. Untuk itu
guru harus memainkan peranan atau fungsi sebagai:
1. Pembimbing
2. Pembaharu model (inovator)
3. Konselor
4. Pelatih
5. Dan lain-lain fungsi yang tidak ringan

Kemampuan mengajar memerlukan seperangkan pengetahuan dan


keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal

14 Profesi Kependidikan
6
dan hasil yang maksimal. Kemampuan mengajar tersebut tidak dapat hanya
dibentuk melalui lembaga penghasil guru (LPTK), tetapi perlu dilanjutkan
pembinaannya oleh lembaga di mana tenaga tersebut bertugas.
Demikian besar dan beratnya tugas, tanggung jawab, fungsi dan
peranan guru tersebut sehingga dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
ia sering dihadapkan kepada berbagai permasalahan, mulai dari masalah
pribadi sampai pada masalah yang terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai guru. Di antara guru-guru tersebut ada yang memiliki kemampuan
untuk mengatasi masalahnya, namun tidak sedikit yang tidak mampu
mengatasi masalahnya sendiri. Kondisi inilah sebenarnya yang membutuhkan
ada orang lain yang siap membantu mereka setiap saat, atau dengan kata lain
mereka membutuhkan pembinaan dari seorang kepala sekolah, pengawas
atau pejabat berwenang lainnya.
Sungguhpun guru sebelum bertugas sebagai guru dipersiapkan secara
optimal di perguruan tinggi (LPTK: FKIP, STKIP, IKIP, AKTA IV Mengajar)
tetapi kenyataan menunjukkan tidak semua guru di sekolah betul-betul
profesional dalam melaksanakan tugasnya, dalam kaitan ini Jacobson
menyatakan bahwa di sekolah/lembaga pendidikan ternyata tidak semua guru
tergolong well trained (terlatih baik) dan well qualified (berkualitas/kualifikasi
baik). Kenyataan tersebut dapat diamati dari:
1. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang sering berubah
2. Seringnya guru mengeluhkan kurikulum yang terlalu sarat beban
3. Seringnya siswa mengeluhkan gurunya mengajar dengan gaya yang sangat
tidak menarik, sehingga mereka merasa malas untuk belajar
4. Masih rendahnya mutu hasil belajar yang dibuktikan dengan hasil ujian
akhir yang masih belum memuaskan semua orang, apalagi kalau kita
membandingkan dengan prestasi anak-anak di berbagai negara.

Apa yang dikemukan oleh Jacobson tersebut juga diakui oleh Elsbree
dan McNally bahwa perkembangan sains dan teknologi yang demikian
cepat akan menjadi sebab perlu pemutakhiran kemampuan guru agar mereka
tidak ketinggalan zaman.
Hal senada juga diakui oleh berbagai penelitian seperti: beberapa studi
yang dilakukan dari Mohamad Nur (1994) sejak lama telah menyimpulkan
beberapa kelemahan guru sekolah menengah yaitu: kurang terlatih melakukan
praktik pengajaran yang mengarah pada keterampilan proses, sangat
dominan (teacher centered), penggunaan metode mengajar yang berkisar pada
ceramah, tugas atau ekspositori, serta kebanyakan guru tidak mengajar

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


dengan memerhatikan kemampuan berpikir siswa atau tidak mengajar secara
bermakna. Kondisi tersebut ternyata masih saja terjadi pada saat ini. Hal ini
berakibat pada hasil belajar yang belum dapat dicapai secara optimal. Kondisi
lain kita dapat melihat bagaimana berbagai kecemasan ketika menjelang ujian
nasional (UN), terjadi berbagai usaha untuk mengejar target lulus ujian
bahkan kadang dengan cara-cara yang tidak benar sekalipun.
Permasalahan di atas tampaknya terkait pula dengan kenyataan
pembelajaran di berbagai pelatihan dan pembinaan lainnya seperti yang
disinyalir bahwa: kecenderungan dalam penyelenggaraan pengajaran yang lebih
banyak mengandalkan pemberian informasi satu arah, kurang bervariasi
dan kurang berinovasi. Hal ini membentuk kebiasaan mereka sebagai
penerima informasi dan kebiasaan mereka pada saat mengajar sebagai guru.
Oleh karena itu, harus:
1. Memanifestasikan kompetensinya sebagai orang yang sedang belajar
2. Menunjukkan minat yang besar menjadi guru
3. Berdasarkan kenyataan itulah maka guru-guru masih diperlukan
pembinaan profesionalnya sebab every man owes of his time to the advancement
of his profession (De Roche, 1985), selanjutnya dikemukakan bahwa
pengembangan staf termasuk guru diperlukan karena beberapa alasan
berikut ini:
a. Kekuatan sosial ekonomi
b. Kekuatan pendidikan
c. Kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di samping itu, pengembangan staf juga berkaitan dengan terdapatnya


kesenjangan kemampuan dan kecakapan di satu pihak, dan adanya tuntutan
efektivitas dan efisiensi di lain pihak. Dari beberapa uraian tersebut di
atas, dapat ditarik benang merah perlunya pembinaan guru pada saat dia
sudah bertugas sebagai guru secara nyata di lapangan pendidikan (sekolah-
sekolah) yaitu sebagai berikut: guru (lebih-lebih bagi mereka yang baru
bertugas) masih memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengendalikan
dan menganalisis tingkah laku siswanya dalam proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga
guru sulit memisahkan, merefleksikan dan menyadari tingkah lakunya pada
saat dia sedang melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar. Karena itu
adanya bantuan dari kepala sekolah/supervisor atau pengawas sekolah sangat
membantu mereka untuk dapat mengobservasi, merefleksi dan
menganalisis tingkah laku mengajarnya tersebut.

14 Profesi Kependidikan
8
B. Pengertian dan Fungsi Pokok Supervisi
1. Pengertian dan Fungsi Supervisi
Sebelum membahas tentang fungsi supervisi dalam kegiatan
pendidikan, terlebih dahulu perlu ditambahkan kutipan yang berkenaan
dengan batasan supervisi yang dikemukakan oleh ahli–ahli yang sudah lama
berkecimpung dalam dunia supervisi kemudian dilanjutkan dengan batasan
yang lebih baru. Dalam Carter Good’s Dictionary of Education seperti
dikutip oleh Oteng Sutisna (1983), supervisi didefinisikan sebagai: Segala
sesuatu dari para pejabat sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada
penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga pendidikan lain
dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan profesional
dan perkembangan dari para guru, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan
bahan pengajaran, dan metode-metode mengajar, dan evaluasi pengajaran.
Istilah supervisi yang berasal dari bahasa Inggris terdiri dari dua kata,
yaitu: super yang artinya di atas dan vision mempunyai arti melihat, maka
secara keseluruhan supervisi diartikan sebagai ‘’melihat dari atas’’. Dengan
pengertian itulah maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
oleh pengawas dan kepala sekolah -- sebagai pejabat yang berkedudukan di
atas -- atau lebih tinggi dari guru – untuk melihat atau mengawasi pekerjaan
guru. Dalam pengertian lain, supervisi merupakan peningkatan makna dari
inspeksi yang berkonotasi mencari-cari kesalahan. Jelaslah bahwa kesan seperti
itu sangat kurang tepat dan tidak sesuai lagi dengan zaman reformasi
seperti sekarang ini. Supervisi adalah kegiatan mengamati, mengidenfikasi
mana hal-hal yang sudah benar, mana yang belum benar, dan mana pula
yang tidak benar, dengan maksud agar tepat dengan tujuan memberikan
pembinaan.
Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada
sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya agar kualitas
pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas
pembelajaran,tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu sudah
tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan di sekolah, berarti bahwa supervisi tersebut sudah sesuai
dengan tujuannya. Oleh karena siswalah yang menjadi pusat perhatian dari
segala upaya pendidikan, berarti supervisi sudah mengarah pada
subjeknya.
Sebetulnya apabila dicermati secara rinci, kegiatan supervisi sesuai dengan
konsep pengertiannya, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Supervisi
akademik, dan(2) Supervisi administrasi.
a. Supervisi akademik adalah supervisi menitikberatkan pengamatan
pada masalah akademik, yaitu langsung berada dalam lingkup kegiatan
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika
sedang dalam proses belajar.
b. Supervisi administrasi yang menitikberatkan pengamatan pada aspek–
aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya
pembelajaran.

Kepala sekolah setiap hari selalu berada di sekolah dan sangat memahami
kehidupan sekolah setiap hari, sehingga sudah selayaknya kepala sekolah selalu
mengarahkan perhatiannya pada supervisi akademik, sedangkan pengawas
yang relatif lebih jarang datang ke sekolah karena jumlah sekolah yang
menjadi pembinaannya cukup banyak biasanya lebih cenderung mengarahkan
perhatiannya pada supervisi administrasi. Hal ini sebenarnya yang menjadi
permasalahan, sebab baik kepala sekolah maupun pengawas sekolah harusnya
kedua-duanya memberikan perhatian pada pembinaan aspek akademik
meskipun tidak meninggalkan pembinaan aspek administratif, tetapi porsi
yang lebih besar diberikan pada pembinaan aspek akademik.
Batasan supervisi sering kabur dan agak membingungkan pembaca karena
mengandung beberapa konsep. Kimball Wiles sebagaimana dikutip
Suriansyah (2010), menyatakan bahwa Supervisi adalah bantuan dalam
pengembangan situasi belajar–mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih
baik’. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang
diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru untuk memperbaiki
proses pembelajaran yang dilakukannya. Perbaikan proses pembelajaran
inilah yang akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa. Kerangka berpikir
ini mengindikasikan bahwa guru memegang peran yang sangat strategis dan
urgen dalam pembelajaran siswa. Meskipun demikian tidak dipungkiri
bahwa masih banyak variabel lain yang juga berpengaruh pada prestasi
belajar siswa, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini akan dapat
ditelusuri dengan baik apabila kegiatan supervisi dapat dilakukan secara
terus-menerus, intensif, baik dan cermat. Supervisi yang intensif kepada guru,
secara tidak langsung siswa akan kena dampaknya yaitu ikut terangkat
prestasi belajarnya. Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa supervisi
bertujuan untuk membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa
peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut. Selain itu juga supervisi juga
membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan
dan kebutuhan siswanya. Hal ini penting karena guru memang harus
mampu sejauh mungkin memenuhi kebutuhan siswa. Demikian juga
bantuan tersebut diberikan kepada guru agar mampu mengidenfikasi
kesulitan individual siswa sehingga dapat merencanakan pembelajaran secara
lebih tepat, melalui analisis kebutuhan dan kondisi yang dimiliki oleh siswa.

15 Profesi Kependidikan
0
Selain apa yang telah disebutkan di atas pada hakikatnya supervisi juga
membantu guru agar memiliki kemampuan dalam mengembangkan kecakapan
pribadi. Supervisi juga bertujuan membentuk moral kelompok yang kuat
dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara
akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu sama lain.
Perkembangan mutakhir tentang supervisi dikemukakan oleh Sergiovanni
(1980) yang menyatakan bahwa supervisi bukan hanya dilakukan oleh pejabat
yang sudah ditunjuk tetapi oleh seluruh personel yang ada di sekolah (by the
centre school staffs). Tujuan utama kegiatan supervisi adalah meningkatkan
kualitas pembelajaran, harapan akhirnya juga pada prestasi belajar siswa.Tentu
saja peningkatan tersebut tidak dapat hanya mengenai satu aspek saja,
tetapi semua unsur yang terkait dengan proses pembelajaran, antara lain
siswa itu sendiri, guru dan personel lain, peralatan, pengelolaan, maupun
lingkungan tempat belajar.
Berpijak pada batasan pengertian tersebut maka sedikitnya ada tiga
fungsi supervisi, yaitu: (1) sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran
(2) sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsur
yang terkait dengan pembelajaran, dan (3) sebagai kegiatan memimpin dan
membimbing.

a. Fungsi Meningkatkan Mutu Pembelajaran


Supervisi yang berfungsi meningkatkan mutu pembelajaran
merupakan supervisi dengan ruang lingkup yang sempit, tertuju pada aspek
akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang
memberikan bantuan dan arahan kepada siswa. Perhatian utama supervisor
adalah bagaimana guru dan perilaku siswa yang belajar, dengan bantuan
atau tanpa bantuan guru secara langsung. Seberapa tinggi keberhasilan
siswa kepada belajar, itulah fokus supervisi sebenarnya. Artinya perbaikan
proses pembelajaran menuju pembelajaran yang berkualitas, dalam rangka
mewujudkan perbaikan belajar siswa menuju kepada kemampuan siswa
belajar secara mandiri. Dengan demikian, kehadiran guru dalam pembelajaran
lebih kepada sebagai fasilitator, motivator dan konselor dalam pembelajaran.
Kemandirian belajar inilah yang saat ini masih jauh dari harapan kita, yang
dampaknya adalah prestasi belajar menjadi sangat lamban peningkatannya.
Berbagai kajian dan pendapat para ahli secara umum menyatakan bahwa hasil
belajar siswa merupakan dampak dari proses pembelajaran yang berkualitas.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi siswa harus dimulai dengan
pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran berkualitas akan
terwujud apabila guru memiliki kompetensi yang utuh dan profesionalisme
yang tinggi.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


b. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan Pembelajaran
Seperti kita ketahui proses pembelajaran di kelas dan proses
pendidikan di sekolah tidak terlepas dari kegiatan administrasi, sehingga
dikenal ada administrasi sekolah dan juga administrasi guru. Di sisi lain ada
kegiatan supervisi, sehingga antara keduanya tidak dapat dipisahkan, yaitu
administrasi dan supervisi. Supervisi yang berfungsi memicu atau
penggerak terjadinya perubahan tertuju pada unsur-unsur yang terkait
dengan, atau bahkan yang merupakan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Faktor yang sangat kuat
mendukung dan memberi pengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan
pembelajaran adalah administrasi. Sebab proses administrasi sifatnya
melayani atau mendukung kegiatan pembelajaran, maka para pelaksana
administrasi termasuk guru perlu juga diberikan bantuan tentang administrasi
yang baik. Supervisi ini dikenal dengan istilah supervisi administrasi. Tetapi
yang harus diperhatikan adalah bahwa kegiatan supervisi akademik harus
mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan supervisi administratif.
Selama ini banyak kegiatan supervisi terlalu memberikan porsi terlalu besar
pada kegiatan administratif dibandingkan kegiatan akademik.

c. Fungsi Membina dan Memimpin


Sebagaimana diuraikan pada bagian di atas bahwa supervisi adalah
kegiatan yang diarahkan kepada penyediaan bantuan kepada guru-guru
atau tenaga kependidikan lainnya agar mereka dapat menjalankan tugas
secara efektif. Di samping itu juga pada hakikatnya supervisi diberikan
untuk membantu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat
mengoptimalkan peran dan fungsinya sehingga dapat berperan sebagai
pemimpin di bidang tugasnya masing-masing. Oleh sebab itulah sering
disebut supervisi mempunyai fungsi memimpin yang dilakukan oleh pejabat
yang diserahi tugas memimpin sekolah, yaitu kepala sekolah, diarahkan
kepada guru dan tenaga tata usaha, atau memimpin bagi guru-guru kepada
siswanya saat berada di dalam kelas bahkan juga di luar kelas. Yang
berkewajiban memimpin dan membimbing guru dan staf tata usaha di
sekolah adalah kepala sekolah dan guru. Sebetulnya kedua pengertian tersebut
maknanya hampir sama, namun dipakai keduanya untuk sekadar memperkuat
konsep yang dibahas. Seorang supervisor memang tugas utamanya adalah
membina guru agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara
optimal. Sebenarnya membina dalam pengertian di sini tidak hanya sekadar
membuat guru agar mereka dapat optimal mengajar atau melaksanakan
tugas-tugas lainnya saja, tetapi juga membina mereka untuk dapat
melaksanakan dan mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal
termasuk dalam hal ini adalah potensi diri orang-orang yang dibina

15 Profesi Kependidikan
2
untuk mampu menjadi pemimpin dikemudian hari. Pembinaan dalam
rangka pengembangan dan aktualisasi potensi diri secara optimal inilah
sebenarnya yang menjadi hakiki dan tujuan pembinaan oleh supervisor.

C. Tanggung Jawab Pembinaan Profesionalisme Guru


Uraian di atas mengindikasikan bahwa guru perlu mendapat
pembinaan yang intensif, terprogram dan terus-menerus dari pengawas
sekolah atau kepala sekolah. Dalam melaksanakan pembinaan kepada guru,
perhatian yang dominan harus fokus tertuju kepada aspek-aspek
profesional, dengan mereduksikan aspek-aspek yang bersifat administratif,
dalam istilah manajemen umum hal ini dikenal dengan istilah staff
development, career development, staff improvement dan lain-lain istilah.
Pelaksanaan pembinaan guru menjadi tanggung jawab kepala sekolah
dan pengawas sekolah, tetapi mengingat setiap hari guru berada di sekolah,
maka pimpinan langsungnya sehari-hari adalah kepala sekolah, oleh sebab
itu maka kepala sekolah bertanggung jawab untuk membina guru-guru di
sekolahnya agar dapat berperan secara profesional dalam melaksanakan
tugasnya sebagai guru.
Sentralnya peranan kepala sekolah dalam melaksanakan pembinaan guru
ini juga dikemukakan berbagai ahli pendidikan antara lain Lipham (1983),
De Roche (1985), Mateheru (1987, 1989), dan para ahli lainnya menyatakan
hal yang sama bahwa kepala sekolah merupakan sentral dalam
pengembangan staf di sekolah, sebab kepala sekolah berperan selain
sebagai administrator juga berperan sebagai supervisor serta staff
development (Lipham).
Kepala sekolah memegang peranan kunci dalam pembinaan guru dan atau
pengembangan staf pendidikan lainnya dalam lingkup sekolahnya masing-
masing. Hal ini dikemukakan oleh De Roche bahwa: “New school practice
programs and innovations are succesfull indirect proportion to interest, enthusiasm, and
support shown by school principal”.
Baik buruknya sebuah sekolah lebih banyak ditentukan oleh kemampuan
profesionalnya sebagai kepala sekolah sekaligus pengelola sekolah. Oleh karena
itu kepala sekolah setidaknya harus menguasai bekal kemampuan untuk:
menyusun program kegiatan sekolah, menetapkan prosedur mekanisme kerja,
melaksanakan monitoring, evaluasi, supervisi dan membuat laporan kegiatan
sekolah, meningkatkan dan memantapkan disiplin, komitmen dan motivasi
kerja guru dan siswa serta staf sekolah lainnya. Kemampuan tersebut di
atas minimal dimiliki kepala sekolah sehingga idealnya kepala sekolah
diangkat

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


dari guru yang mempunyai prestasi tinggi, bukan hanya didasarkan dari masa
kerja apalagi atas dasar like and dislike.
Selain itu dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan
dan kompetitif peran kepala sekolah harus diberdayakan secara optimal dalam
pengelolaan sekolah secara otonom sebagai tenaga profesional sehingga kepala
sekolah dituntut untuk mampu berkreasi, inovasi dan lebih produktif.
Dalam kaitan ini diperlukan reformasi cultural peran kepala sekolah,
yaitu: kepala sekolah harus berfungsi sebagaimana seharusnya sebagai
manajer sekolah. Sebagai manajer maka kepala sekolah harus berperan
sebagai pemikir dan pengembang. Sebab kepala sekolah yang mempunyai
tugas utama memikirkan kemajuan sekolahnya. Apabila kepala sekolah
tidak dapat memfungsikan diri sebagai manajer, maka sulit diharapkan
sekolahnya akan menjadi sekolah yang unggul. Sebagai manajer sekolah,
kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tujuh
kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan prediksi, yaitu membuat perkiraan-perkiraan tentang
masa yang akan datang. Misalnya tentang kualitas yang dituntut oleh
masyarakat berdasarkan fakta dan perubahan yang terjadi.
2. Melakukan inovasi. Dari hasil prediksi tersebut, kepala sekolah dituntut
untuk melakukan inovasi terhadap proses yang dilakukan sekolahnya.
3. Menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran
inovatifnya
4. Menyusun perencanaan
5. Menemukan sumber-sumber pendidikan
6. Menyediakan fasilitas pendidikan
7. Melakukan pengendalian atau kontrol (Sutrisno, 2000).

Menurut penulis, selain 7 (tujuh) hal tersebut masih diperlukan


kemampuan lainnya, bahkan kemampuan ini sangat sentral dalam menunjang
keberhasilan pembinaan staf pendidik maupun staf kependidikan. Kemampuan
tersebut adalah kemampuan komunikasi (communication skill) dan kemampuan
penjaminan mutu (quality assurance skill).
Kemampuan komunikasi merupakan kompetensi sentral dari kompetensi
lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli pendidikan “skill in
communication is a key to succesfull team effort” sementara ahli lainnya menyatakan
“communication is blood in organization”. Dengan komunikais yang baik kepala
sekolah dapat membangun komitmen dan kemitraan dengan berbagai
pihak,

15 Profesi Kependidikan
4
dengan komunikasi pula kepala sekolah dapat meyakinkan semua orang
dan semua sumber untuk bekerja dan membantu pencapaian visi dan misi
sekolah.
Selain itu sebagai manajer kepala sekolah harus dapat menentukan dan
memilih staf pembantunya dalam pengelolaan sekolah (ingat paling sedikit
ada 6 (enam) macam pengelolaan sekolah yaitu: pengelolaan pengajaran,
kesiswaan, kepegawaian, alat pelajaran, sarana pendidikan dan pengelolaan
hubungan sekolah dengan masyarakat). Staf tersebut harus mereka yang
memiliki loyalitas dan komitmen terhadap tugas dan komitmen terhadap
prestasi. Satu ungkapan tentang manajer yang baik adalah “a good manager
is doing the thins by other people”, memang seorang manajer tidak akan dapat
bekerja tanpa bantuan orang lain.
Di samping kepala sekolah, sebagai orang yang langsung berhadapan
dengan guru-guru, maka pengawas juga merupakan salah satu komponen
yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas sumber daya guru.
Pengawas dalam pendidikan memiliki fungsi pengontrol dan pembina
terhadap keberhasilan pendidikan. Peran pengawas amat menentukan terhadap
tercapainya target kurikulum yang ditentukan sekolah. Untuk itu idealnya
seorang pengawas harus mempunyai kemampuan untuk:
1. Membuat rencana kerja yang bersifat rasional, tetapi aplikatif untuk
situasi dan kondisi di lingkungan sekolah dan guru-guru yang menjadi
binaannya.
2. Memonitor kerja guru dan kepala sekolah serta hasilnya.
3. Mengorganisir pertemuan-pertemuan kepala sekolah, untuk
membicarakan masalah-masalah yang muncul pada saat pembinaan
guru oleh kepala sekolah, untuk selanjutnya didiskusikan bersama
bagaimana cara pemecahannya.
4. Bersama dengan kepala sekolah mengorganisir pertemuan guru. Dalam
pertemuan ini perlu dimintakan komentar guru tentang permasalahan
yang dihadapinya dalam melaksanakan pengajaran, kemudian didiskusikan
bersama antara kepala sekolah, pengawas dan guru untuk mencari
solusinya.

Apabila kepala sekolah dan pengawas dapat berperan sebagaimana


seharusnya dia berperan sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, maka
dapat diharapkan dia akan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah
yang efektif.
Untuk memberikan gambaran tentang sekolah yang dikemukakan
beberapa hasil penelitian tentang sekolah yang efektif. Mortimore dkk (1988)

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


melakukan survei pada 50 SD kawasan miskin di Kota London
menyimpulkan ada dua belas faktor kunci sekolah efektif yaitu: Kepemimpinan
kepala sekolah, keterlibatan wakil-wakil kepala sekolah, keterlibatan guru-
guru, konsistensi guru-guru, sesi-sesi kelas yang terstruktur, pengajaran
yang menantang intelektual, lingkungan yang berorientasi kerja, fokus yang
terbatas dan jelas dalam sesi-sesi kelas, komunikasi yang tinggi antara guru
dan murid, pencatatan yang rapi, keterlibatan orangtua, iklim yang positif.
Sementara Purkey dan Smith (1985) menyimpulkan dari 20 hasil
penelitian tentang sekolah efektif menyimpulkan karakteristik sekolah yang
efektif adalah sebagai berikut:
Variabel organisasi dan struktur, yang mencakup karakteristik sebagai
berikut:
1. Manajemen berbasis sekolah dan pengambilan keputusan yang demokratis.
2. Kepemimpinan yang kuat, artinya pemimpin yang didukung oleh staf
secara konsisten sehingga memiliki kestabilan dan kesinambungan.
3. Artikulasi dan organisasi kurikulum yang baik, dalam arti pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum yang direncanakan dan dengan tujuan
yang jelas bagi semua guru, sehingga akan memberikan makna yang
tinggi bagi proses pembelajaran di kelas oleh guru.
4. Stabilitas staf.
5. Pengembangan staf yang luas di tingkat sekolah, pengembangan ini harus
didasarkan pada kebutuhan nyata pada staf (guru) oleh sebab itu apa yang
harus dikembangkan harus didasarkan pada needs assissment dan analisis
profil kompetensi guru di tingkat sekolah.
6. Keterlibatan dan dukungan orangtua yang tinggi, karena itu informasi
tentang pendidikan di sekolah secara terus-menerus merupakan hal pokok
yang tidak boleh ditinggalkan dalam pengelolaan sekolah oleh kepala
sekolah yang menginginkan sekolahnya efektif.
7. Pengakuan keberhasilan akademis yang luas di tingkat sekolah, mengakui
keberhasilan akademis guru secara terbuka, misalnya penghargaan
diberikan kepala sekolah pada saat upacara dapat mendorong guru lain
bahkan siswa untuk berprestasi.
8. Memaksimalkan waktu belajar siswa.
9. Dukungan kantor pendidikan (khususnya dinas pendidikan TK II/district),
baik yang menyangkut perubahan, inovasi dan lain-lain kegiatan sekolah.

Variabel proses, yang berkaitan dengan budaya dan iklim sekolah


menyangkut beberapa indikator sebagai berikut:

15 Profesi Kependidikan
6
1. Perencanaan yang bersifat kerja sama dan hubungan yang bersifat
kemitraan, yaitu kerja sama guru, kepala sekolah, murid dan orangtua
murid dalam perencanaan pengembangan prestasi sekolah, dengan
menggunakan pendekatan kemitraan bukan atasan bawahan.
2. Rasa komunitas, yaitu perasaan diakui sebagai anggota komunitas
oleh guru dan staf administrasi dapat mengurangi rasa terasing dan
meningkatkan prestasi akademik, hal ini dapat dilakukan melalui cara
seremonial, simbol-simbol, aturan (seragam sekolah, seragam dinas,
dan lain-lain).
3. Tujuan yang jelas dan harapan yang tinggi yang ditentukan bersama.
Tujuan yang jelas akan mempermudah semua orang dalam merumuskan
kegiatan yang harus dilakukan serta mengarahkan sumber daya manusia
yang dimiliki oleh sekolah. Demikian juga sekolah yang memiliki
harapan yang tinggi, tapi realistis terhadap prestasi belajar siswanya
akan dapat memacu motivasi dan kinerja guru untuk mencapainya.
Apabila hal ini dapat tercipta, maka akan tumbuh pula perasaan yang
sama di kalangan siswa-siswa untuk berprestasi secara optimal.
4. Teratur dan disiplin, yang didasarkan pada aturan-aturan yang jelas
dan masuk akal serta adil yang diberlakukan secara konsisten akan
membantu mengomunikasikan rasa sungguh-sungguh dan memiliki
tujuan yang dengannya sekolah melakukan tugasnya. Selain itu teratur
dan disiplin dapat mengurangi penyimpangan perilaku yang
mengganggu proses belajar dan memungkinkan peningkatan rasa
bangga dan bertanggung jawab dalam komunitas sekolah.

Indikator-indikator sekolah yang efektif masih banyak dikemukakan oleh


beberapa ahli lain dalam analisis hasil penelitiannya, tetapi secara umum,
indikator tersebut tampaknya memiliki kesamaan dengan apa yang telah
dikemukakan tersebut.
Indikator-indikator tersebut sebenarnya kalau kita memiliki kemauan yang
kuat untuk mengaplikasikan dengan sedikit modifikasi di sekolah-sekolah kita
diyakini hal tersebut bukan masalah yang berat.
Guru yang profesional tidak dapat dilahirkan hanya oleh satu institusi
saja, tetapi memerlukan keterpaduan oleh barbagai pihak yang terkait dan
bertanggung jawab. Dalam kaitan ini maka pembinaan dan pengembangan
kompetensi profesionalisme guru perlu dilakukan dengan integrasi segitiga emas
(gold trianggle) yaitu: LPTK penghasil guru, sekolah pemakai guru dan Dinas
Pendidikan sebagai institusi pembina guru.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


LPTK
Mengutip pendapat Rake Joni (2009) dinyatakan bahwa LPTK yang
mampu menghasilkan guru profesional adalah LPTK yang memiliki
keutuhan sumber daya manusia dan non manusia, yang dikelola dengan
manajemen yang modern. Tampaknya SDM yang profesional di LPTK
memberikan kontribuasi dalam menghasilkan guru yang profesional.
Kompf dan Denicolo (2005) menyatakan hanya dari institusi pendidikan
tinggi yang memiliki penelitian yang besar dan berkualitas lah yang dapat
menghasilkan guru yang juga profesional dan kompetensi tinggi dalam
penelitian. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru yang memiliki daya berpikir
tinggi akan mampu melakukan kegiatan inovatif. Hal tersebut akan mampu
membawa guru dalam melakukan penelitian yang kreatif dan inovatif dalam
kelasnya. Tim OECD (2008), menyatakan bahwa inovasi pembelajaran
hanya lahir dari guru yang inovatif. Hal senada juga dikemukakan oleh Sue,
B (2005) bahwa inovasi guru akan lahir dan menjadi budaya apabila dilakukan
pembentukan karakter inovasi sejak mereka dibentuk menjadi guru (calon
guru). Pentingnya peranan LPTK dalam menghasilkan guru yang berkualitas
ini dinyatakan juga oleh Mantja (2007) yang dinyatakannya bahwa adalah
tugas LPTK mempersiapkan calon guru dengan baik melalui rancangan dan
pendekatan yang baik pula. Kelemahan dan kekurangmampuan guru dalam
melaksanakan tugasnya terkait dengan lembaga penghasilnya. Kualitas guru
yang rendah menyebabkan mutu pendidikan yang rendah pula, walaupun
komponen pengaruh terhadap mutu itu banyak sekali, pada gilirannya
rendahnya mutu guru berbalik pada LPTK yang menyiapkannya.
Gambaran berbagai studi tersebut mengingatkan kepada kita di LPTK
untuk selalu menampilkan pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga
mampu menghasilkan kemandirian mahasiswa. Di samping itu juga
diperlukan manajemen yang profesional, karena kajian-kajian manajemen
membuktikan bahwa keberhasilan institusi pendidikan 80% ditentukan oleh
manajemen institusi tersebut (lihat kajian Deming, Juran, Crosby, Ishikawa,
Arcaro dalam TQN in Education).

Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah


Kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting dan strategis
dalam pembinaan dan pengembangan profesionalisme guru. Hal ini secara
tegas dinyatakan oleh Glickman (2002), Bafaddal (2009) yang menyatakan
bahwa tidak ada sekolah yang baik (termasuk guru yang baik) tanpa kepala
sekolah yang baik. Kualitas sekolah sangat ditentukan oleh kepala sekolah.
Hal senada juga dinyatakan oleh Guthrie dan Schuerman (2011) bahwa

15 Profesi Kependidikan
8
kepemimpinan kepala sekolah menentukan performansi sekolah yang
tinggi dalam budaya kerja berkualitas. Oleh sebab itulah Permen Diknas
Nomor 12 dan 13 Tahun 2007 antara lain menyatakan bahwa kompetensi
kepala sekolah dan pengawas sekolah harus memiliki kompetensi untuk
melakukan pembinaan kepada guru-guru dalam melaksanakan penelitian
tindakan kelas dan karya ilmiah lainnya. Kepala sekolah adalah pembina,
pembimbing, fasilitator, motivator dan mitra kerja bagi guru-guru dalam
meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Dalam berbagai kajian
kepemimpinan sekolah, kepala sekolah memiliki fungsi EMASLIM dalam
rangka menjalankan sekolah menuju sekolah yang unggul. Dalam konteks
pembinaan guru dalam keterampilan penelitian inilah maka kepala sekolah
harus memiliki kemampuan dan keterampilan penelitian tindakan sekolah
(school action research).

Dinas Pendidikan
Institusi yang berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan menurut peraturan pemerintah dalam era
otonomi adalah dinas pendidikan. Oleh sebab itu, institusi ini memegang
peranan penting dalam pembinaan dan pengembangan kualitas tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Diperlukan manajemen ketenagaan
yang baik dan efektif. Tanpa hal tersebut maka kualitas tenaga pendidik dan
kependidikan tidak akan berkembang.

D. Pendekatan Supervisi Pendidikan


Pendekatan supervisi sering dikelompokkan menjadi dua pendekatan,
yaitu: pendekatan langsung (direct contact) dan pendekatan tidak langsung
(indirect contact). Pendekatan pertama dapat disebut dengan pendekatan tatap
muka dan kedua pendekatan menggunakan perantara, seperti melalui surat
menyurat, media massa, media elektronik, radio, kaset, internet dan yang
sejenis. Sementara dikenal juga pendekatan kolaboratif, yaitu pendekatan
yang menggabungkan kedua pendekatan itu (Aqib, Zainal dan Rohmanto,
Elham, 2007). Meskipun ahli lainnya ada yang menggolongkan dalam tiga
pendekatan. Hal ini akan diuraikan secara tersendiri pada bagian lain buku
ini.
Pendekatan supervisi pada dasarnya adalah pendekatan dalam proses
pembinaan guru yang berkaitan dengan bagaimana seorang pembina
berinteraksi dengan orang-orang yang dibina agar proses pembinaan dapat
mencapai hasil yang optimal. Karena itu pendekatan selalu terkait dengan
aspek psikologis orang yang dibina dan psikologis pembina itu sendiri.
Kegagalan pembinaan sering disebabkan karena interaksi antara pembina dan

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


orang yang dibina tidak terdapat kesesuaian secara psikologis atau dengan
kata lain pembina menggunakan pendekatan yang tidak tepat dengan karakter
psikologis orang yang dibina.
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern
didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis, sebab pendekatan yang efektif
adalah pendekatan yang sesuai dengan tipe, karakter atau prototipe orang-
orang yang menjadi sasaran pembinaan. Suatu pendekatan atau teknik
pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe guru.
1. Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang
bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung, dalam
pendekatan ini pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.
Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap
psikologis behaviouristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala
perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap
rangsangan/stimulus. Oleh karena guru memiliki kekurangan, maka perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi lebih baik. Supervisor dapat
menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment).
Pendekatan ini diperlihatkan melalui perilaku supervisor: Menjelaskan,
Menyajikan, Mengarahkan, Memberi contoh, Menerapkan tolok ukur,
dan Menguatkan.
Masing-masing perilaku tetrsebut akan diuraikan pada bagian
tersendiri dalam buku ini.
2. Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)
Pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan
terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor
tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu
mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi
kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan
permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non direktif ini berdasarkan
pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat
menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina
begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan
yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya.
Supervisor mencoba mendengarkan dan memahami apa yang dialami.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif ditunjukkan dengan
perilaku: Mendengarkan, Memberi penguatan, Menjelaskan,
Menyajikan, dan Memecahkan masalah.

16 Profesi Kependidikan
0
3. Pendekatan Kolaboratif
a. Pengertian
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non direktif menjadi suatu pendekatan baru.
Pada pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama
bersepakat untuk menetapkan struktur proses dan kriteria dalam
melaksanakan proses percakapan tentang masalah yang dihadapi guru
dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada
gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.
Dengan demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada
dua arah; yaitu dari supervisor kepada guru sebagai orang yang dibina
dan dari guru kepada supervisor secara timbal balik.
b. Karakteristik Pendekatan Kolaboratif
Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah bentuk
pelayanan yang diberikan kepada guru dengan tujuan utamanya
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama proses belajar
dan pembelajaran yang dilakukan dengan harapan tercipta proses
pembelajaran yang berkualitas. Oleh sebab itu, kegiatan supervisi
diarahkan untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya agar dapat mencapai target yang diinginkan. Untuk itulah
diperlukan pendekatan supervisi yang tepat. Salah satu
pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan
supervisi adalah pendekatan kolaboratif. Pendekatan kolaboratif
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja.
2. Kedua belah pihak berbagi kepakaran.
3. Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri
yakni, saya memcoba memahami apa yang dilakukan oleh orang
yang saya amati.
4. Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka
atau fleksibel dan tujuannya jelas.
5. Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah
berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan
reflektif.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


Apabila kita dapat memahami karakteristik pendekatan kolaboratif
di atas dapat dimengerti bahwa dengan pendekatan kolaboratif, maka
kegiatan supervisi yang dilakukan akan mampu meredam rasa takut,
tegang bahkan sikap menghindar dari supervisi yang dilakukan
oleh pengawas dan kepala sekolah akan tidak terjadi. Hal ini
disebabkan karena dengan pendekatan ini supervisor
menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi
bukan sebagai inspektor yang mencari kesalahan guru. Di samping
itu, pendekatan ini tidak menonjolkan superioritas kekuasaan,
ancaman, dan tidak menonjolkan hubungan atasan bawahan, tetapi
hubungan kemitraan dan kesamaan serta partnership.
Disamping itu, supervisi kolaboratif memberikan kesempatan yang
luas kepada guru untuk menyampaikan ide ataupun masalah-masalah
yang muncul dalam proses pembelajaran. Sehingga dari diskusi
yang dilakukan akan muncul ide-ide baru yang merupakan strategi
problem solving terhadap permasalahan yang ditemukan dalam proses
pembelajaran.
c. Pembinaan Guru dengan Pendekatan Kolaboratif
Nur Uhbiyati sebagaimana dikutip As’aril Muhajir menyebutkan
bahwa guru/pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya,
mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah
di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang
sanggup berdiri sendiri. Pendidik memiliki tugas dalam rangka
membentuk pribadi peserta didik dan mempersiapkan mereka dalam
menghadapi segala bentuk tantangan dimasa yang akan datang.
Mengingat beratnya tanggung jawab guru dalam mempersiapkan
generasi muda sebagai kader bangsa, negara, dan agama, maka
guru harus mendapatkan perhatian khusus. Perhatian ini
dimaksudkan agar guru mampu melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik. Dalam rangka inilah, guru harus mendapatkan
pembinaan khusus agar ia memiliki kompetensi dan
profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Salah satu
cara pembinaan guru adalah dengan menggunakan pendekatan
kolaboratif.

Supervisor yang menggunakan pendekatan ini, supervisor bertindak


sebagai mitra bagi guru-guru. Ia siap untuk mendengar segala bentuk
pengaduan guru tentang keluhan, keresahan, masalah atau apa pun yang

16 Profesi Kependidikan
2
terkait dengan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Ia juga memberikan
keleluasaan bagi seorang guru untuk menyampaikan ide, gagasan, serta
pikiran yang dimilikinya. Hal ini akan menimbulkan kesan bahwa seorang
supervisor dengan pendekatan ini akan menjadi bagian dari diri guru yang
tidak terpisahkan. Suasana akrab menjadi ciri khas yang mendukung terhadap
kinerja supervisor dalam memahami guru yang ia hadapi.
Di sisi lain supervisor harus siap memberikan solusi terhadap persoalan-
persoalan yang muncul dari guru. Supervisor harus memiliki kepekaan yang
tinggi dalam merespons setiap gejala yang muncul beserta
permasalahannya dari guru-guru. Dengan memahami keadaan guru secara
mendalam, diharapkan supervisor mampu memberikan problem solving yang
tepat. Dengan pendekatan kolaboratif supervisor lebih mudah untuk
mendapatkan data- data yang valid dan reliable yang menjadi titik tolak
untuk melakukan follow up dalam rangka meningkatkan kualitas serta
kompetensi guru, sehingga ia mampu melaksanakan tugasnya secara
maksimal. Pendekatan ini memberikan warna tersendiri bagi guru, sehingga
guru tidak merasa tertekan, namun ia merasa memiliki seorang mitra yang
bisa diajak teman “curhat”.

Orientasi Perilaku Supervisi Pengajaran


Bagaimana harusnya seorang supervisor berperilaku pada saat melakukan
proses supervisi, khususnya pada saat berhadapan dengan orang yang
disupervisi lebih-lebih dengan menggunakan pendekatan kolaboratif dan
supervisi klinis, sangat ditentukan oleh pengenalan terhadap apa, siapa dan
bagaimana karakteristik (karakteristik guru) yang disupervisi. Dalam kaitan
ini ada beberapa ahli mengelompokkan karakter guru dalam tiga bagian,
yang menggambarkan sejauhmana efektivitas guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Guru yang tidak efektf dalam melaksanakan pembelajaran menurut
pertimbangan/penilaian supervisor, tapi menurut guru itu sendiri
dia efektif. Dengan kata lain guru ini disebut dengan istilah guru yang
tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Guru yang tergolong dalam
kategori semacam ini dapat diidentifikasi oleh supervisor melalui
indikator sebagai berikut:
 Kemajuan siswa yang rendah/prestasi belajar siswa yang diajarnya
rendah.
 Guru tidak mempunyai hubungan yang baik/tidak akrab dengan
siswanya.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


 Guru yang kurang keterampilannya dalam menyajikan bahan
pelajaran.
 Guru yang memiliki wawasan yang sempit dalam menyajikan bahan
dan atau tidak menguasai bahan.
 Guru yang sangat rendah kontrolnya terhadap kelas di mana dia
mengajar.
Dalam menghadapi guru semacam ini, supervisor perlu mengadakan
hubungan/bantuan secara individual dan melakukan inventory
(penelitian) tentang kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness)
guru. Dengan mengetahui secara pasti apa kekuatan guru/kemampuan
yang menonjol dari guru serta kelemahan apa yang sangat tampak dari
guru akan memudahkan supervisor untuk merencanakan bantuan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan guru-guru. Ini berarti menuntut
supervisor untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan penelitian
secara baik.
2. Guru yang menurut pertimbangan supervisor tidak efektif, tetapi menurut
kepala sekolah dan teman sejawatnya (kolega sesama guru) guru yang
bersangkutan dikatakan sebagai guru yang efektif.
Dalam hal ini mereka hanya melihat kebaikan guru pada satu sisi saja.
Misalnya hanya melihat guru yang patuh pada kebijakan disiplin yang
tinggi, atau guru yang mampu membuat siswanya menjadi sangat
disiplin dalam proses pembelajaran. Sehingga mereka menekankan pada
kedisiplinan semua siswa meskipun sebenarnya siswa berada di bawah
tekanan. Mereka meyakini bahwa bahan pelajaran adalah segala-galanya dan
siswa dapat menyesuaikan diri pada bahan pembelajaran yang diberikan
guru apabila mereka berdisiplin. Bahkan mereka menganggap cara-cara
lama dalam mengajar lebih baik daripada cara-cara baru (mereka
menganggap berorientasi pada subject matter lebih baik daripada
berorientasi kepada siswa/learner centered). Apabila keadaan tersebut yang
terjadi, maka supervisor perlu memberikan pemahaman yang mendalam
kepada guru tersebut tentang motivasi belajar dan teori belajar yang
berdasar kepada prinsip psikologi pembelajaran (instructional
psychology). Dengan pemahaman ini diharapkan guru tersebut menyadari
bahwa penekanan kepada disiplin yang tinggi di bawah tekanan tidak akan
mampu membawa siswa kepada hasil yang maksimal.
3. Kategori ketiga adalah guru yang tidak efektif menurut penilaian
supervisor, kepala sekolah dan koleganya. Bahkan guru itu sendiri juga
merasa bahwa dirinya kurang efektif dalam mengajar. Dengan kata lain
guru ini adalah guru yang tahu bahwa dirinya tidak tahu.

16 Profesi Kependidikan
4
Pada tipe guru yang semacam ini untuk mengembangkannya tidak
dapat dilakukan secara drastis, tapi perlu dilakukan dengan langkah-
langkah yang tepat. Guru semacam ini sering bertahan dengan cara
pengajarannya dan menolak untuk minta bantuan supervisor serta kurang
berpartisipasi dalam kelompok kerja guru, karena merasa kurang mampu
mengimbangi teman-teman lain. Akibatnya dia sering menekan siswa untuk
tunduk pada aturan yang dia buat, atau mereka beralasan bahwa mereka
ditempatkan pada kelas yang salah, bidang studi yang tidak cocok dengan dia
atau pada sekolah yang salah.
Untuk itu supervisor perlu mulai mengembangkan sikap terbuka dan mau
berkomunikasi dengan guru-guru lain secara lebih meluas serta membantu
dengan cara menunjukkan berbagai keberhasilan teman-temannya baik
keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran maupun keberhasilan dalam
karier (pengalaman dirinya sendiri atau pengalaman guru lain sebagai hasil
pembinaan diri) serta memberikan gagasan-gagasan baru tentang pengajaran
dan pembelajaran (presenting ideas menurut konsep Glickman).
Problem lain yang perlu mendapatkan prioritas dalam pelayanan supervisi
pengajaran adalah yang berkaitan dengan masalah layanan edukatif atau
administratif. Jawaban terhadap masalah ini jelas bahwa sebaiknya yang
menjadi prioritas bagi supervisor adalah pengembangan dan peningkatan
bidang edukatif dalam rangka pelaksanaan proses belajar mengajar yang
profesional. Meskipun demikian bukan berarti teknis administratif seperti
perencanaan mengajar dan lain-lain tidak penting. Kedua masalah tersebut
penting menjadi perhatian, tetapi prioritas pertama harus mengarah
kepada peningkatan proses pembelajaran (supervisi akademik).
Hal tersebut di atas penting dilakukan sebab hakikat supervisi pengajaran
pada dasarnya adalah upaya membantu guru agar lebih efektif dalam
melak- sanakan proses belajar mengajar. Penekanan pada bidang tertentu
(teknis edukatif ini sudah dipertegas oleh berbagai kajian tentang supervisi
pendidikan oleh banyak ahli. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
supervisi yang lebih ditekankan pada pelayanan teknis edukatif kepada
guru-guru mampu meningkatkan kompetensi guru dan kualitas belajar
mengajar. Oleh sebab itu sangat kurang tepat kalau supervisor dalam
melaksanakan supervisinya hanya melihat daftar hadir guru, satuan pelajaran
atau administrasi kelas lainnya yang bersifat teknis administratif, tanpa
dilanjutkan dengan pembinaan proses belajar mengajar, dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan karakteristik guru
yang disupervisi.
Bagaimana pendekatan/orientasi supervisi pengajaran yang tepat dan
kriteria memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik guru yang
disupervisi akan diuraikan pada bagian tersendiri.
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
Pemilihan Pendekatan/Orientasi Supervisi Pengajaran yang
Digunakan dalam Pembinaan Guru
Salah satu problem dalam kegiatan supervisi pengajaran yang langsung
menyentuh dan sangat menentukan keberhasilan supervisi pengajaran adalah
memilih pendekatan yang digunakan. Hal ini disadari karena selama ini diakui
dalam kenyataan praktik penyelenggaraan sekolah, supervisi pengajaran sudah
sangat dikenal dan bahkan sudah sering dilakukan di sekolah-sekolah,
tetapi belum menampakkan hasil yang optimal. Hal ini sangat mungkin
disebabkan oleh karena pelaksanaannya sendiri belum didasarkan oleh
suatu konsep dasar dan pendekatan/orientasi yang tepat. Dengan kata lain
pelaksanaan supervisi pengajaran yang sering dilakukan belum
memperhitungkan situasi, kondisi dan tipe/karakteristik guru yang
disupervisi, sehingga sering terjadi semua guru disupervisi dengan cara
yang sama. Padahal seharusnya cara dan orientasi supervisi pengajaran
harus didasarkan pada karakteristik orang yang disupervisi, sebab dalam
dunia ini tidak akan ada dua orang yang sama meskipun mereka saudara
kembar (individual deferences). Keadaan ini menumbuhkan pertanyaan
seperti: Apakah seorang supervisor harus menggunakan pendekatan
direktif, kolaboratif atau pendekatan non direktif dalam melakukan
pembinaan terhadap guru.
Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut berikut ini
akan diuraikan macam pendekatan, perilaku supervisor dalam masing-masing
pendekatan dan bagaimana memilih pendekatan yang paling cocok sesuai
dengan karakteristik guru.
Menurut Glickman (l98l), perilaku supervisor dalam proses supervisi
pengajaran pada dasarnya digolongkan ke dalam 10 perilaku yaitu:
listening, clarifying, encouraging, presenting, problem solving, negotiating,
demonstrating, standardization, dan reinforcing. Ke sepuluh perilaku supervisor
tersebut akan dijelaskan masing-masing di bawah ini.
1. Mendengarkan (Listening), berarti supervisor mendengarkan segala apa
yang diungkapkan oleh guru, baik masalah, kendala, kekuatan maupun
kelemahan guru menurut penilaian mereka sendiri dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk itu supervisor harus
memiliki kemampuan untuk menyimak semua pembicaraan guru dan
membuat rekaman tentang apa yang disampaikan guru tentang dirinya.
Dalam hal ini supervisor jangan menginterupsi pembicaraan guru.
Supervisor memberikan kebebasan kepada guru untuk
mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya dengan segala
permasalahan yang dihadapinya khususnya permasalahan yang
memengaruhi kinerjanya

16 Profesi Kependidikan
6
sebagai guru. Bahkan apabila guru tidak dapat mengungkapkan tentang
dirinya, supervisor harus dapat mendorong dan mengarahkan agar
guru memiliki keberanian banyak bercerita menurut bahasa dan
persepsinya sendiri secara bebas tanpa tekanan apalagi paksaan.
Dengan demikian guru akan bercerita apa yang sebenarnya tentang
dirinya.
Di sini diperlukan kemampuan supervisor dalam menggali informasi dan
memicu munculnya informasi dari guru.
2. Mengklarifikasi (Clarifying), berarti supervisor mempertegas apa yang
dikemukakan oleh guru tentang masalah yang dihadapinya dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Mempertegas kembali dalam hal ini
adalah merumuskan apa sebenarnya masalah utama/pokok yang dihadapi
guru, sebab ada kemungkinan guru tidak tahu atau tidak mengerti apa
sebenarnya masalah pokok yang dihadapinya dalam melaksanakan proses
belajar mengajar di kelas, misalnya dengan mengajukan pertanyaan “ Apa
yang kamu maksudkan dengan sulit memotivasi siswa dalam
belajar……?” atau apakah yang bapak/ibu maksudkan dengan kurang
perhatian anak dalam belajar itu siswa banyak bicara dengan teman
membuat keributan sendiri atau apa. ?
3. Mendorong (Encouraging), berarti supervisor mendorong guru agar
bersedia kembali mengemukakan masalahnya apabila dirasa tidak
jelas. Dalam hal ini supervisor dapat mengemukakan dalam bentuk
pertanyaan- pertanyaan yang bertujuan agar guru mengungkapkan
masalahnya secara terbuka. Guru sering mengungkapkan permasalahan
yang sifatnya hanya kulit luar dari permasalahan, sehingga bukan masalah
sebenarnya. Untuk itu diperlukan kemampuan teknik bertanya dari
seorang supervisor.
4. Mempresentasikan (Presenting), berarti supervisor menyajikan atau
menyampaikan dan mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang
strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah atau upaya
yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelasnya, sehingga dapat meningkatkan mutu hasil belajar
siswa.
Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan supervisor menyajikan gagasan
secara menarik, mudah dipahami, mudah dicerna dan menumbuhkan
motivasi bagi guru untuk mengetahui lebih dalam.
5. Memecahkan masalah (Problem Solving), berarti supervisor berupaya
memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru bersama-sama dengan
guru. Peran supervisor lebih diutamakan sebagai pemancing lahirnya
alternatif-alternatif pola pemecahan masalah oleh guru sendiri.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


Dalam perilaku ini supervisor dituntut untuk dapat bekerja bersama
guru merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang strategis
dalam mengatasi masalah proses pembelajaran di dalam kelas. Meskipun
demikian supervisor tidak boleh memaksakan salah satu alternatif untuk
wajib digunakan guru, tetapi semua diserahkan kepada guru untuk
memilih strategi alternatif terbaik menurut kemampuan dirinya. Oleh
karena itu, guru dan supervisor sebenarnya adalah team work dalam
memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah.
6. Bernegosiasi (Negotiating), berarti supervisor membuat kesepakatan
pembagian tugas bersama guru, tentang apa dan bagaimana upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di
sekolah. Kemampuan bernegosiasi memerlukan kemampuan seorang
supervisor dalam berbagi peran dalam menjalankan alternatif yang
telah disepakati sebelumnya. Dengan demikian, akan jelas apa yang
harus dilakukan guru dan apa yang harus dilakukan supervisor dalam
memperbaiki proses pembelajaran.
7. Mendemonstrasikan (demonstrating), berarti supervisor mendemon-
strasikan/menunjukkan atau memberi contoh tentang performansi
tertentu yang seharusnya dilakukan guru dalam melaksanakan
pembelajaran.
Banyak guru yang paham tentang prosedur mengajar yang baik, tetapi
sering pada saat melaksanakannya menjadi masalah. Oleh sebab itu
supervisor harus mampu memberi contoh langsung tentang bagaimana
melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan, model,
strategi atau metode yang kreatif dan inovatif. Di sini menuntut
kemampuan dan keterampilan guru memberikan contoh mengajar
yang baik dengan berbagai strategi pembelajarannya.
8. Mengarahkan (Directing), berarti supervisor memberikan arah secara
pasti tentang apa dan bagaimana seharusnya guru. Sebagai tindak
lanjut dari contoh langsung selanjutnya supervisor dapat meminta guru
untuk melakukan seperti yang dicontohkan oleh supervsior, sementara
supervisor melakukan pengamatan dan memberi arahan untuk
menyempurnakan penampilan guru yang mencoba melakukan
sebagaimana dicontohkan oleh supervisor.
9. Membuat standar (Standardization), berarti supervisor membuat standar
tertentu yang sebaiknya dilakukan dalam proses belajar mengajar atau
mengadakan penyesuaian bentuk pengajaran bersama-sama guru.
Misalnya sesuai kesepakatan kita hari ini, maka minggu depan saya
ingin

16 Profesi Kependidikan
8
melihat bapak/ibu dalam mengajar minimal menggunakan alat bantu
pengajaran yang dibuat oleh guru dari barang bekas. Atau supervisor
minta kepada guru minggu depan saya ingin melihat bapak/ibu mengajar
menggunakan 3 (tiga) model gabungan pendekatan kolaboratif yang dapat
memicu kreativitas dan inovasi siswa.
10. Memberi penguatan (Reinforcing) kepada orang yang disupervisi. Ini
berarti supervisor menggambarkan kondisi-kondisi yang
menguntungkan bagi guru kalau dia dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara baik, atau memberikan pujian-pujian, harapan
promosi dan sebagainya. Supervisor dalam memberikan penguatan
harus berdasarkan kenyataan, bukan sesuatu yang dibuat-buat untuk
menyenangkan hati guru.

Kesepuluh perilaku tersebut selanjutnya digolong-golongkan sehingga


diperoleh 3 (tiga) macam orientasi perilaku/pendekatan dalam supervisi
pengajaran, yaitu:
1. Orientasi/Pendekatan Directive
Dalam orientasi ini seorang supervisor apabila melihat guru menghadapi
masalah, maka dia langsung memberikan arahan kepada permasalahan
yang dihadapi oleh guru. Beberapa supervisor merasa dan menganggap
peranannya sebagai pemberi arahan secara jelas dan konkret tentang
materi, isi dan teknik serta strategi belajar mengajar kepada guru-guru
tanpa membedakan karakter guru dan kematangannya. Supervisor
yang demikian beranggapan bahwa guru adalah orang yang belajar dan
dalam proses pertumbuhan profesinya. Dengan demikian, guru
memerlukan berbagai informasi, pengetahuan dan lain-lain tentang
tugasnya dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari orang lain
(dalam hal ini supervisor). Asumsi ini mendasari keyakinan supervisor
bahwa guru tidak akan berkembang dan tumbuh pengetahuannya apabila
tidak diberi secara langsung informasi yang terkait dengan tugasnya
(asumsi ini mirip dengan teori X yang menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya malas, karena itu harus dipacu langsung untuk dapat
bertumbuh. Dengan asumsi inilah maka perilaku supervisor
menggunakan pendekatan direktif, ditunjukkan dengan indikator perlaku
yang ditunjukkannya dalam supervisi adalah: klarifikasi (menjelaskan),
menyajikan (presenting), mengarahkan (directing), mendemonstrasikan
(demonstrating), menstandardisasi dan penguatan (reinforcing).
Apabila supervisor menggunakan orientasi ini dalam melaksanakan
supervisi pengajaran, maka aplikasinya adalah sebagai berikut:

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


a. Pada saat pertemuan awal supervisor mengklarifikasi masalah-
masalah yang dihadapi guru sambil bertanya kepada guru
untuk mengonfirmasi dan revisi. Di samping itu, supervisor
mempresentasikan gagasannya serta pemikirannya tentang
permasalahan.
b. Supervisor mengadakan pengamatan untuk mengetahui kondisi
sebenarnya dan untuk memperoleh data-data.
c. Setelah data terkumpul dan dianalisis, supervisor mendemonstrasikan
perilaku pengajaran yang tepat. Pada saat ini juga supervisor
menetapkan standar pencapaian serta penguatan baik dalam bentuk
insentif maupun sosial.
2. Orientasi Collaborative
Seperti diuraikan pada bagian terdahulu bahwa pendekatan kolaboratif
merupakan pendekatan moderat yang berada di tengah-tengah
perilaku direktif dengan pendekatan non direktif. Asumsi yang
mendasari pendekatan ini adalah keyakinan bahwa guru dan
supervisor memiliki peran penting dalam memecahkan masalah dan
guru pada dasarnya memiliki potensi untuk memecahkan masalahnya
secara mandiri apabila dibantu bersama-sama dengan orang lain dalam
hal ini supervisor.
Seorang supervisor yang menggunakan pendekatan ini dapat dilihat
dari perilakunya sebagai berikut: mendengarkan (listening),
mempresentasikan (presenting), pemecahan masalah (problem solving) dan
negosiasi (negotiating).
Hasil akhir dari proses supervisi dalam pendekatan ini adalah kontrak
kerja antara supervisor dengan guru (orang yang disupervisi).
Dalam aplikasinya orientasi ini tampak sekali bahwa peranan
supervisor dan guru sama kuat. Setidaknya ada empat perilaku yang
menonjol:
a. Supervisor mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh
guru, sehingga dapat dipahami secara utuh semua permasalahan
beserta aspek-aspek masalahnya oleh supervisor.
b. Supervisor mempresentasikan alternatif-alternatif pemecahan
masalah untuk dipadukan dengan alternatif-alternatif pemecahan
masalah menurut perspektif guru itu sendiri.
c. Guru dan supervisor memecahkan masalah secara bersama-sama.
Dalam hal ini supervisor dan guru membahas bersama alternatif
pemecahan masalah dan menentukan alternatif yang terbaik.

17 Profesi Kependidikan
0
d. Supervisor bersama-sama guru bernegosiasi untuk bagi tugas dalam
rangka mengimplimentasikan alternatif pemecahan masalah yang
terpilih.
3. Orientasi Non Directive
Asumsi yang mendasari orientasi ini adalah psikologi humanistik, yaitu
belajar itu merupakan keinginan individu untuk menemukan rasionalitas.
Oleh sebab itu, guru-guru diasumsikan mampu menganalisis dan
memecahkan masalahnya sendiri dalam proses belajar mengajar. Peran
supervisor di sini hanya sebagai fasilitator dengan sedikit memberikan
pengarahan kepada guru-guru. Oleh karena itu, supervisor harus tahu
kedudukannya secara informal. Ia harus mengurangi cara-cara yang
bersifat struktural dan birokratis. Supervisor dalam hal ini berasumsi
bahwa peranannya sebagai pelayan dan pembantu guru untuk
mengajar lebih efektif beranggapan bahwa guru-guru lebih dewasa dan
mampu menganalisis segala permasalahan yang dihadapinya dalam proses
belajar mengajar. Supervisor dalam sisi ini mempunyai asumsi bahwa:
a. Pengawasan terhadap situasi tergantung pada tuntutan dari problem.
b. Keahlian adalah fungsi dari pengetahuan dan pengalaman bukan
karena kedudukan/posisi dalam organisasi.
c. Produk dari pekerjaan guru dapat dievaluasi secara baik dengan
menggunakan alat pengukuran performansi.
d. Seorang dapat belajar dengan baik apabila dihadapkan dengan situasi
tertentu dan dengan bantuan seperlunya, mereka menemukan sendiri
pemecahannya.
e. Guru sangat memerlukan perasaan untuk didengarkan dan dipahami
pendapat dan perasaan, serta masalah dan keluhannya.
f. Pengajaran adalah proses yang kompleks dan pekerjaan yang baik
untuk seseorang belum tentu baik bagi yang lain, oleh sebab
itu diperlukan gambaran sendiri oleh guru tentang problem dan
solusinya. (Oliva, 1984).

Hal tersebut di atas tidak berarti supervisor harus pasif dan guru
mempunyai hak yang tanpa batas dalam melaksanakan proses
pembelajaran, tetapi supervisor juga memiliki peran penting dalam membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guru. Keaktifan supervisor tampak
dari perilaku- perilaku sebagai berikut:

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


1. Supervisor mendengarkan problema yang dihadapi guru dan menunjukkan
empati kepada guru melalui senyuman, anggukan kepala, pernyataan yang
mendukung dan lain-lain.
2. Supervisor mendorong (encourages) dan memberanikan guru-guru untuk
menganalisis problema-problemanya. Misalnya dengan kata-kata silakan,
apalagi, teruskan ceritanya, bagus, oh ya dan sebagainya.
3. Supervisor menjelaskan (clarifies) problem guru tersebut melalui
uraian bagian-bagian dan pertanyaan, misalnya: Menurut pendapat Anda
apakah rendahnya hasil belajar murid disebabkan mereka bosan dalam
belajar?, atau karena motivasi belajar rendah atau kurang gizi dan lain
pertanyaan yang bertujuan untuk memperjelas apa sebenarnya akar
permasalahan yang dihadapi guru, berdasarkan ungkapan-ungkapan
guru.
4. Bila guru bertanya tentang alternatif maka supervisor memberikan saran
dengan alternatif. Ini berarti supervisor menyajikan gagasan pemikirannya
(presenting).
5. Supervisor menanyakan kepada guru tentang rencana yang perlu
dilakukan untuk mengatasi problemanya dalam proses belajar
mengajar, misalnya:
 Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi masalah yang Anda
hadapi….?
 Apa yang dapat saya laksanakan untuk membantu anda?. Atau apa
yang dapat saya bantu untuk mengatasi masalah anda?

Demikian beberapa orientasi/pendekatan dan perilaku supervisor pada


masing-masing pendekatan. Pertanyaan yang muncul setelah kita mempelajari
dan menghayati masing-masing pendekatan tersebut adalah: pendekatan/
orientasi mana yang paling tepat digunakan dalam proses supervisi pengajaran.
Untuk menjawab hal ini berikut ini akan dikemukakan beberapa kriteria dalam
memilih pendekatan yang tepat.

Kriteria Memilih Pendekatan Supervisi Pengajaran


Sebenarnya apabila semua guru sama (karakter dan kemampuannya)
tentu akan mudah untuk menentukan pendekatan supervisi pengajaran
yang efektif. Namun kenyataannya, beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa persepsi guru-guru dan perilaku guru apalagi karakter dan sikap
guru adalah tidak sama. Blumberg (1974) menemukan ada sekelompok
guru yang memiliki persepsi yang positif terhadap orientasi supervisi
kolaboratif, tetapi kelompok guru yang lain justru sangat positif terhadap
orientasi yang non direktif. Sementara Harris (l975) menemukan guru-
guru merespons secara
17 Profesi Kependidikan
2
positif terhadap orientasi yang direktif. Zin (1977) menemukan bahwa 35%
guru memilih cara klinis, 46% guru memilih cara perilaku dan 19% memilih
model kesehatan mental. Sementara Mantja menemukan bahwa guru lebih
menyukai terbukanya kesempatan mengungkapkan gagasan dan menanggapi
balikan. Guru tidak menyukai apabila hanya menerima balikan begitu saja.
Ini berarti supervisi kolaboratif dan non direktif lebih disukai oleh guru-
guru.
Sebenarnya tidak ada satupun orientasi perilaku supervisi yang paling
efektif untuk semua guru. hal ini sangat tergantung oleh karakteristik
guru, seperti tingkat kemampuan, kebutuhan, kematangan profesional dan
karakteristik personal lainnya. Sementara itu Glickman (l98l) menyebutkan
ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh seorang supervisor dalam
menentukan orientasi/pendekatan yang akan digunakan yaitu tinggi rendahnya
tingkat: komitmen kerja guru (teacher’s commitment) dan kemampuan berpikir
abstrak (level of abtracting thinking)
Adapun ciri-ciri guru yang memiliki komitmen yang tinggi atau rendah
dapat diidentifikasi dari perilaku yang ditunjukkan oleh guru sebagai berikut:

Tingkat Komitmen (level of commitment)


Rendah Tinggi
Sedikit perhatian terhadap murid Tinggi perhatian terhadap murid
Sedikit waktu dan tenaga yang dikeluarkan Banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan
Perhatian utama adalah mempertahankan Bekerja sebanyak mungkin untuk orang lain/staf
apa yang ada

Sedangkan ciri guru-guru yang mempunyai abstraksi yang tinggi atau


rendah dapat diidentifikasi dari ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

Abstraksi (level of abstraction thinking)


Rendah Tinggi
Bingung menghadapi masalah Bisa memikirkan masalah dari berbagai segi/
perspektif

Tidak tahu apa yang dapat dilakukan Dapat membuat banyak alternatif perencanaan

Selalu tampak tidak mampu, dengan berkata Bisa memilih satu alternatif dan memikirkan
seperti tolonglah saya… langkah-langkahnya secara tepat

Hanya mempunyai satu respons terhadap Biasa terhadap masalah, karena selalu memiliki
masalah solusi terbaik

Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka guru dapat digolongkan dalam 4


(empat) kategori sebagai berikut:

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


ABSTRAKSI TINGGI

Kuadran III Kuadran IV


Analytical Observer Profesional

RENDAH KOMITMEN TINGGI

Kuadran I Kuadran II
Droup Out Teachers Unfocused Teachers

ABSTRAKSI RENDAH

Tipe guru yang berada pada kuadran 1 (drop out teachers) adalah mereka
yang mempunyai komitmen rendah dan abstraksi rendah. Ia termasuk guru
yang tidak bermutu karena hanya melakukan tugas rutin tanpa tanggung
jawab dan perhatiannya hanya sekadar untuk mempertahankan pekerjaannya
yang ada. Hal itu dia lakukan sekadar untuk mempertahankan pekerjaan
agar tidak diberhentikan.
Dia memiliki sedikit sekali motivasi untuk meningkatkan kompetensinya.
Ia tidak tertarik untuk memikirkan perubahan yang perlu dibuat dan hanya
puas dengan melaksanakan tugas rutin, meskipun orang sedang melakukan
perubahan besar-besaran dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, guru
droup out ini hanya mengerjakan apa yang telah dia lakukan selama ini tanpa
ada upaya perbaikan apalagi pembaruan. Dia tidak merasa perlu adanya
perkembangan atau usaha peningkatan personal maupun profesional.
Tipe guru yang berada pada kuadran 2 (unfocused teachers) adalah guru
yang mempunyai komitmen yang tinggi, tapi rendah abstraksinya. Dia
merupakan guru yang antusias dan penuh perhatian dan bekerja keras,
berdisiplin dalam bekerja serta semangat yang tinggi. Tetapi dia merupakan
guru yang tidak memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah
yang dihadapai dalam proses pembelajaran apalagi untuk memecahkan
masalah-masalah yang berhubungan dengan tugasnya, baik masalah yang
dihadapi siswanya dalam belajar maupun yang dihadapinya sendiri dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Kalau ada masalah yang
dihadapinya dalam melaksanakan pembelajaran, guru semacam ini akan
kebingungan bagaimana menyelesaikannya dan harus berbuat apa. Untuk itu
dia cenderung mencari orang lain untuk membantu menyelesaikan
masalahnya. Akibatnya

17 Profesi Kependidikan
4
guru semacam ini jarang sekali menyelesaikan suatu tugas dan usaha peningka-
tan belajar mengajar secara tuntas.
Tipe guru yang berada pada kuadran 3 (analytical observers) yaitu guru yang
memiliki komitmen rendah terhadap tugas, tetapi guru ini memiliki
abstraksi tinggi. Dia merupakan guru yang inteligen (pintar, cerdas) mampu
memberikan gagasan, pemikiran dan ide-idenya yang baik, yang dapat
dilakukan dalam kelas atau sekolah secara keseluruhan untuk keberhasilan
sekolah. Tetapi dia tidak memiliki kemauan dan tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan atau mengaplikasikan gagasannya dalam proses
pembelajaran yang dia lakukan sendiri. Dia tahu apa yang seharusnya ia
kerjakan untuk peningkatan proses belajar mengajar, tetapi tidak bersedia
mengorbankan waktunya, energi dan perhatiannya khusus untuk
melakukan tugasnya tersebut. Tipe guru yang tergolong analytical observer
ini sering memberikan kritik yang tajam terhadap apa kebijakan kepala sekolah
tentang sekolah atau tentang proses pembelajaran secara kritis dan sering
secara terbuka. Di samping itu juga dia sering memberikan analisis dan kritik
yang tajam kepada guru lain dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
menurut dia belum baik dan mungkin strategi pembelajaran yang dilakukan
oleh guru lain tidak akan meningkatkan hasil belajar secara optimal. Tetapi
dia hanya pintar memberikan analisis dan kritik saja, pada bidang tugasnya
sendiri hal tersebut tidak dapat dia lakukan seperti apa yang dia katakan
tersebut. Dengan kata lain dia hanya pintar mengkritik tetapi tidak mampu
bekerja. Guru semacam ini sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sekolah
sehari-hari.
Guru pada kategori ini juga termasuk guru yang gagal dalam melaksanakan
pembelajaran, meskipun dia mampu memberikan analisis yang tajam dan
kritis serta mampu melihat kesalahan orang lain dalam melaksanakan
proses pembelajaran, tetapi kalau dia diminta untuk melakukan pembelajaran
seperti yang dia katakan ternyata dia juga gagal.
Tipe guru yang berada pada kuadran 4 (profesional teachers) yaitu guru yang
mempunyai komitmen yang tinggi dan abstraksi yang tinggi. Guru tipe ini
disiplin, energik, antusias dalam melaksanakan tugas. Dia aktif secara
kontinu meningkatkan dirinya, siswanya bahkan membantu orang lain.
Disamping itu dia juga dapat memikirkan tentang tugas, mengidentifikasi
masalah dalam pembelajaran, menganalisis masalah serta
mempertimbangkan alternatif, membuat pilihan yang rasional dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapinya. Hal lain yang juga
tampak dari guru profesional ini adalah kemampuan yang tinggi dalam
mengembangkan rencana tindakannya dalam proses pembelajaran dengan
mempertimbangkan berbagai hal sehingga dapat menghasilkan siswa yang
berprestasi.
BAB 4 | Supervisi Pendidikan
Guru pada tipe kuadran 4 ini selalu berusaha mengajak siswanya
maupun teman sejawatnya untuk menunaikan tugas kewajibannya dalam
merencanakan berbagai alternatif, membuat program yang rasional serta
melaksanakan kegiatan secara efektif. Dia tidak hanya mampu mencetuskan
ide-ide, aktivitas maupun sarana penunjang, tetapi ia juga terlihat secara aktif
dalam melaksanakan suatu rencana sampai selesai. Guru yang masuk dalam
tipe kategri IV (profesional) ini pada dasarnya adalah seorang guru pemikir
dan sekaligus sebagai pelaksana (he is thinker and doer).
Dari penjelasan tentang kriteria untuk menentukan pendekatan yang tepat
tersebut di atas, kita akan dapat menjawab pertanyaan tentang pendekatan
mana yang paling baik dalam supervisi pengajaran. Sebab mencocokkan
pendekatan yang tepat adalah berdasarkan kategori guru sebagaimana
yang diuraikan pada bagian di atas. Pendekatan supervisi yang cocok bagi
supervisor berdasarkan kategori guru di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 1 yaitu guru yang memiliki
komitmen rendah dan rendah abstraksi (teacher’s drop out) maka
pendekatan yang paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor
dalam membina guru semacam ini adalah pendekatan direktif. Dalam
menerapkan pendekatan direktif maka perilaku supervisor
ditunjukkan dengan 5 (lima) macam perilaku yaitu:
 Mengklarifikasi masalah-masalah yang dihadapi guru baik melalui
pertemuan awal maupun melalui observasi kelas.
 Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-
pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide
pemecahan masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
 Mendemonstrasikan atau memberikan contoh dengan praktik
langsung di hadapan guru-guru bagaimana cara melakukan
pembelajaran yang baik untuk pemecahan masalah yang harus
dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru yang
profesional.
 Menetapkan standar pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah.
Supervisor harus sudah memiliki standar untuk disampaikan kepada
guru-guru yang dibinanya.
 Memberikan reinforcement kepada guru agar ia melaksanakan tugas
yang diberikan dengan baik dan benar.
2. Untuk guru yang berada pada tipe kuadran 2 yaitu: guru yang abstraksinya
rendah, tetapi komitmennya tinggi (Unfocused worker) pendekatan yang

17 Profesi Kependidikan
6
paling disarankan untuk digunakan oleh supervisor pada saat membina
guru dalam kategori unfocused worker adalah kolaboratif dengan
penekanan pada penyajian gagasan dari supervisor (Collaboratif
orientation with emphasis on presenting supervisor ideas). Mengapa hal ini
perlu dilakukan karena pada kategori ini guru sudah komitmen tetapi
abstraksinya yang rendah, sehingga mereka perlu diberikan wawasan dan
pengetahuan yang luas tentang apa dan bagaimana kegiatan
pembelajaran yang efektif di dalam kelas.
3. Untuk tipe guru yang berada pada kuadran 3, yaitu guru yang memiliki
abstraksi tinggi tetapi memiliki komitmen yang rendah (analytical observer).
Untuk guru yang termasuk dalam kategori ini maka kepada supervisor
yang membinanya disarankan untuk menggunakan pendekatan/orientasi
kolaboratif dengan penekanan pada negosiasi (collaboratif orientation with
emphasis on negotiating). Mengapa hal ini dilakukan karena kita ketahui
guru dalam kategori ini memiliki kecerdasan yang bagus, banyak gagasan
yang dia miliki dan dia kritis dalam menganalisis perilaku
pembelajaran di dalam kelas. Yang dibutuhkan bagi guru semacam ini
adalah negosiasi supervisor dengan guru untuk membuat keputusan
bersama apa dan bagaimana melakukan perbaikan dalam
pembelajaran.
Pada kelompok guru yang berada pada kuadran 2 dan kuadran 3, tampak
sama-sama menggunakan pendekatan kolaboratif, yang berbeda hanya
pada penekanan perilaku tertentu. Dalam menerapkan pendakatan
Kolaboratif ini, maka perilaku supervisor tergambar dalam 4 (empat)
macam perilaku pokok yaitu:
 Mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru,
sehingga bisa dipahami secara utuh, lengkap dan akurat.
 Mempresentasikan, menyajikan atau mengemukakan pemikiran-
pemikiran, persepsi atau pendapat supervisor tentang ide-ide
pemecahan masalah yang dihadapi guru dari supervisor selanjutnya
dipadukan dengan ide-ide, gagasan dan alternatif pemecahan masalah
yang diungkapkan oleh guru.
 Memecahkan masalah, dalam hal ini supervisor bersama-sama
guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan
menentukan alternatif terbaik untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya dalam melaksanakan proses belajar mengajar di
kelas.
 Negotiating, yaitu supervisor bersama guru mengadakan negosiasi
untuk membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif
pemecahan masalah yang terpilih pada perilaku pemecahan masalah.

BAB 4 | Supervisi Pendidikan


4. Untuk guru yang berada pada kuadran 4 yaitu guru yang memiliki
komitmen dan abstraksi tinggi (professionals), maka orientasi/pendekatan
yang paling tepat adalah non-direktif.
Dalam menerapkan pendekatan non-direktif ini, maka perilaku supervisor
hanya mengarahkan guru untuk memahami dan memecahkan masalahnya
sendiri. Dalam pendekatan ini guru bertindak sebagai penentu tentang
tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada pembelajaran yang
akan dilaksanakannya di masa yang akan datang. Gurulah yang harus
merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan dengan apa yang
akan dilakukannya. Secara aplikatif beberapa perilaku supervisor
dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut:
1) Supervisor mendengarkan dan mendiskusikan aspek-aspek
pengajaran yang menjadi perhatian guru.
2) Supervisor mendorong guru agar mengemukakan permasalahannya
3) Supervisor mengklarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada guru.
4) Apabila guru bertanya tentang pemecahannya, maka supervisor
mempresentasikan gagasannya tentang pemecahan masalah
belajar dan pembelajaran.
5) Supervisor bertanya kepada guru mengenai pemecahan yang akan
dilakukan oleh guru.

Perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satu pendekatan, orientasi


perilaku supervisor yang paling baik dan paling cocok untuk semua
guru. Baik tidaknya, cocok tidaknya perilaku yang dipilih supervisor dalam
membina guru melalui supervisi sangat ditentukan oleh karakteristik guru
yang dihadapi oleh supervisor. Karakteristik tersebut seperti diuraikan
pada bagian terdahulu adalah sesuai dengan kuadran guru, dengan kata lain
pada beberapa referensi pendekatan supervisi yang paling tepat adalah
pendekatan yang sesuai dengan tingkat kematangan guru yang
disupervisi.

17 Profesi Kependidikan
8
BAB

MANAJEMEN BERBASIS SEKOL 5

A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan strategis dan memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Melalui proses pendidikan yang tepat dan berkualitas, maka
suatu bangsa akan mempunyai sumber daya manusia yang memiliki keahlian,
terampil, kreatif, inovatif dan produktif yang didasari oleh keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas manusia yang demikian
sangat diperlukan dalam era global dan era desentralisasi sekarang sehingga
SDM suatu daerah dapat membangun daerahnya sendiri dan bersaing secara
nasional dan global.
Pada era globalisasi dan era informasi dengan tingkat persaingan yang
sangat ketat ini maka pembangunan bidang pendidikan, mutlak harus terus-
menerus ditingkatkan dan disempurnakan baik kualitas tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta lebih-lebih
penyempurnaan yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan
pendidikannya, khususnya manajemen dan penyelenggaraan proses
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian diharapkan
program pendidikan dan program pembelajaran di tingkat sekolah
senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan manusia
Indonesia.

179
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
Berbagai upaya peningkatan dan perbaikan sistem dan peningkatan mutu
telah banyak dilakukan oleh pemerintah termasuk peningkatan anggaran
pendidikan baik APBN maupun APBD dengan kewajiban mengalokasikan
anggaran sebesar 20%. Tetapi apabila kita amati kondisi pendidikan kita
pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang
paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan dan hasil belajar siswa,
sehingga menimbulkan pertanyaan apa yang salah dalam penyelenggaraan
pendidikan?. Dari berbagai kajian tentang hal tersebut, paling tidak ditemukan
beberapa faktor penyebab yaitu:
1. Lembaga pendidikan lebih cenderung menganut pendekatan produksi.
Pendidikan nasional masih mengarah pada pendekatan produksi bukan
proses. Akibatnya yang menjadi perhatian utama adalah aspek-aspek yang
membuat produk berkualitas tanpa melihat proses yang terjadi untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Padahal di sadari tidak ada produk
berkualitas tanpa proses yang berkualitas. Proses berkualitas dalam dunia
pendidikan berbeda dengan proses dalam dunia usaha.
2. Penyelenggaraan pendidikan lebih cenderung diselenggarakan secara
birokratis sentralistik, meskipun sudah berada dalam era otonomi daerah.
Ada kecenderungan di daerah sampai tgingkat sekolah selalu
menunggu arahan pusat atau kebijakan pusat, tanpa dipahami sesuai atau
tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah pada saat itu. Akibatnya sering
kebijakan yang seragam secara nasional tidak dapat dilaksanakan di
tingkat daerah lebih-lebih di tingkat sekolah. Hal tersebut sering terjadi
seperti bantuan untuk sekolah justru tidak tepat dengan kebutuhan
sekolah.
3. Minimnya peran serta masyarakat sekolah seperti guru, orangtua
murid dan masyarakat lainnya dalam menentukan kebijakan sekolah,
akibatnya mereka kurang merasa memiliki dan tanggung jawab dalam
membina serta memelihara sekolah, meskipun disana terdapat anaknya
sedang mengikuti proses pendidikan. Sikap masyarakat yang
menyerahkan sepenuhnya putra-putri mereka ke sekolah secara
mutlak menjadi salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap
mutu pendidikan.

Dari kenyataan tersebut tampak bahwa terdapat beberapa komponen yang


terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan perlu penyempurnaan sistem
sebagai upaya untuk meningkatkan mutu lulusan suatu sekolah antara lain
adalah adanya manajemen sekolah yang baik (pengembangan sekolah dengan
otonomi yang tinggi, serta program yang sesuai dengan kebutuhan), sarana
pra sarana yang memadai, peserta didik dan tenaga pendidik yang profesional

18 Profesi Kependidikan
0
berdedikasi tinggi serta memiliki keterampilan yang baik dalam melakukan
pengelolaan proses pembelajaran di kelas.
Salah satu kebijakan nasional dan kebijakan daerah dalam penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya perbaikan penyelenggaraan
pendidikan adalah perbaikan manajemen yaitu manajemen peningkatan
mutu yang berbasis pada pemerintah pusat, menjadi kebijakan manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah yang selanjutnya dikenal dengan
manajemen berbasis sekolah (MBS). Manajemen berbasis sekolah sebagai
kebijakan memiliki landasan yuridis yang sangat kuat, karena kewajiban
mengimplementasikan MBS di tingkat satuan pendidikan adalah amanat
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
layanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah”.
Manajemen berbasis sekolah pada dasarnya adalah suatu model
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan otonomi luas kepada
sekolah untuk mengembangkan program pengembangan sekolah (School
Development) berdasarkan kebutuhan nyata sekolah, serta memberdayakan
sekolah secara lebih optimal sesuai dengan potensi sekolah masing-masing,
sehingga diharapkan sekolah akan lebih cepat dalam meningkatkan mutu
pendidikan di sekolahnya masing-masing.
Keberhasilan Manajemen berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu
lulusannya, pada dasarnya masih ditentukan oleh berbagai faktor baik
faktor struktural maupun non struktural. Faktor struktural mencakup:
komitmen politik pemerintah daerah dan peran pemerintah kabupaten dan
kota (Dinas Pendidikan) dalam penataan dan pembinaan kelembagaan,
peraturan pemerintah daerah tentang pendidikan, kemampuan pemerintah
daerah dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat daerah akan pendidikan,
kurikulum dan keuangan sekolah (anggaran belanja yang tersedia untuk
pendidikan). Faktor struktural ini pada dasarnya adalah kemauan politik
pimpinan daerah terhadap pendidikan, semakin tinggi komitmen politik
pemerintah daerah terhadap pendidikan semakin besar kemungkinan MBS
memberikan kontribusi bagi perbaikan dan peningkatan mutu.
Sedangkan faktor non strukural mencakup: tersedianya anggaran sekolah,
sarana dan pra sarana sekolah, kelembagaan sekolah, manajemen sekolah dan
manajemen kepala sekolah, SDM sekolah yang tersedia (termasuk kualitas
SDM yang ada), partisipasi orangtua siswa dan masyarakat lingkungan sekolah,
pelaksanaan proses pembelajaran serta kultur masyarakat lingkungan sekolah.

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


Sejalan dengan hal tersebut, maka bagaimana kapasitas sekolah dalam
melaksanakan peningkatan mutu dengan manajemen berbasis sekolah
harus terus-menerus mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak yang
terkait. Tetapi disadari manajemen berbasis sekolah sebagai pendekatan
yang masih baru belum mendapat persepsi yang sama dari semua sekolah dan
komponen sekolah lainnya. Untuk itu diperlukan upaya sosialisasi yang
intensif kepada semua pihak yang terkait dan penyelenggara sekolah. Salah
satu upaya sosialisasi yang harus dilakukan adalah memberikan panduan
tentang apa dan bagaimana mengimplementasikan manajemen berbasis
sekolah kepada semua sekolah.
Dengan demikian diharapkan semua komponen yang terkait dengan
penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah akan memiliki persepsi, bahasa
dan tindakan yang sama tentang penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah
di tingkat sekolah.

B. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis


Sekolah
Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada dasarnya merupakan strategi
untuk mencapai sekolah yang efektif, karena itu MBS bukanlah tujuan akhir
tetapi merupakan sarana dan strategi untuk mencapai tujuan.
MBS adalah suatu konsep di mana kekuasaan pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling
dekat dengan terjadinya proses pembelajaran, dalam hal ini berarti sekolah.
Jadi MBS pada hakikatnya adalah kewenangan pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan sekolah diberikan kepada sekolah itu sendiri. Hal ini
sangat penting karena yang paling memahami dan paling mengerti secara
detail dan komprehensif tentang sekolah adalah sekolah itu sendiri. Oleh
sebab itu, apa yang harus dikembangkan oleh sekolah dan aspek apa yang
harus diperkuat untuk meningkatkan mutu sekolah adalah sekolah itu
sendiri.
Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif pengelolaan
sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai adanya
kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah,
serta partisipasi masyarakat yang relatif tinggi dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Kondisi ini menuntut sekolah harus memiliki
kepekaan dan kecermatan dalam mengidientifikasi tentang berbagai hal
yang menjadi kekuatan dan kelemahan sekolah serta berbagai aspek yang
perlu peningkatan.

18 Profesi Kependidikan
2
Dalam konteks sekolah maka Manajemen Berbasis Sekolah pada dasarnya
mengembangkan manajemen sekolah secara menyeluruh dengan
penekanan pada komponen-komponen tertentu. Manajemen berbasis
sekolah yang sudah diimplementasikan sejak tahun 1999 diprioritaskan
pada tiga (3) pilar yaitu Manajemen, PAKEM, dan Peran Serta Masyarakat.
Sejalan dengan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, maka
pelaksanaan MBS dikembangkan menjadi tujuh (7) komponen, yaitu:
(1)kurikulum dan kegiatan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik
dan tenaga kependidikan serta pengembangannya, (4) sarana dan prasarana,
(5) keuangan dan pembiayaan,
(6) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (7) budaya dan lingkungan sekolah.

Tujuan dan Manfaat


Implementasi manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya bertujuan
untuk memberdayakan sekolah secara optimal dalam pengelolaan dan
pengembangan sekolah. Secara khusus penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, baik
sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Sekolah tentunya
sangat paham dengan situasi, kondisi serta potensi yang dia miliki
secara pasti. Oleh sebab itu, dalam pengembangan sekolah maka
sekolah akan memiliki kemampuan untuk mendayagunakan berbagai
sumber yang dimilikinya secara optimal. Apabila hal ini dapat
dilakukan oleh sekolah maka sekolah akan dapat meningkatkan mutu
sekolah.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
semua warga sekolah.
Sekolah yang mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah sudah
menjadi kewajiban baginya untuk melibatkan semua warga sekolah
dalam berbagai aktivitas hingga kegiatan yang menyangkut pengambilan
keputusan sekolah. Dengan keterlibatan semua warga sekolah dalam
ikut serta mengambil keputusan tentang berbagai hal untuk kemajuan
sekolah, maka mereka akan merasa bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan keputusan tersebut. Hal ini akan mengurangi kegelisahan
bahkan protes atau penolakan mereka terhadap kebijakan sekolah.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua murid,
masyarakat, pemerintah dan unsur lainnya tentang mutu pelayanan di
sekolah serta mutu sekolah itu sendiri.
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
4. Meningkatkan suasana kompetisi yang sehat dan positif antarsekolah
tentang penyelenggaraan sekolah yang bermutu dan mutu sekolah
yang dapat dicapai oleh masing-masing sekolah.
Sedangkan manfaat yang akan diperoleh oleh lembaga pendidikan/sekolah
dengan diimplementasikannya pendekatan manajemen berbasis sekolah adalah
sebagai berikut:
1. Keleluasaan pengambilan keputusan pada tingkat sekolah
dimaksudkan agar sekolah dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber
daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas program serta
kebutuhan sekolahnya masing-masing.
2. Manajemen berbasis sekolah mengupayakan penyelenggaraan sekolah,
khususnya pelayanan pembelajaran yang lebih baik dan bermutu bagi
siswa.
3. Memberikan kesempatan bagi sekolah meningkatkan kinerja staf
secara optimal dan fleksibel.
4. Meningkatkan pemahaman masyarakat secara lebih mendalam dan
komprehensif karena mereka terlibat langsung dalam setiap kebijakan
yang diambil sekolah secara bersama-sama.
5. Dengan adanya kewenangan pengelolaan sumber daya, sekolah dapat
meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru sehingga
mereka dapat berkonsentrasi penuh dalam pelaksanaan tugas
mengajarnya.
6. Dengan diberikan kesempatan kepada sekolah mengembangkan kurikulum
secara luas, guru didorong berinovasi dengan melakukan berbagai
pembaruan cara dan metode pembelajaran, sehingga dapat mempercepat
peningkatan mutu hasil belajar. MBS menjamin partisipasi staf,
orangtua murid, siswa dan masyarakat luas, hal ini dapat meningkatkan
komitmen dan kebersamaan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.

Di lihat dari tujuan dan manfaat implementasi MBS dalam pengelolaan


sekolah jelas bahwa sebenarnya apabila sekolah dapat mengimplementasikan
MBS secara baik, maka sudah dapat dipastikan peningkatan mutu sekolah akan
dapat dicapai. Hal itu sangat rasional karena semua masalah dan kelemahan
sekolah beserta potensi yang dimilikinya teridentifikasi secara akurat. Apabila
implementasi MBS di sekolah belum mampu memberi manfaat bagi sekolah
dalam percepatan peningkatan mutu, maka ada kemungkinan terjadi kesalahan
dalam mengimplementasikannya baik dilihat dari prinsip MBS maupun
pilar MBS itu sendiri.

18 Profesi Kependidikan
4
C. Prinsip Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Ada beberapa prinsip manajemen berbasis sekolah yang perlu
mendapatkan perhatian seorang kepala sekolah atau lembaga yang terkait
dengan pembinaan sekolah, agar implementasi MBS dapat lebih optimal.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keterbukaan, artinya segala sesuatu kegiatan yang akan dilaksanakan
di sekolah, dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang
ada di sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, staf tata usaha, komite
sekolah, orangtua murid, dan siswa. Tidak ada satu warga sekolah
pun yang tidak paham apalagi tidak tentang berbagai kegiatan yang
dilaksanakan atau akan dilaksanakan oleh sekolah. Keterbukaan ini
akan memberikan peluang bagi semua warga sekolah untuk ikut
berpartisipasi dan mendukung semua kegiatan sekolah.
2. Kebersamaan, artinya dalam mengimplementasikan manajemen berbasis
sekolah, maka harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua
komponen sekolah, dengan demikian maka segala sesuatunya akan
menjadi tanggung jawab bersama pula. Kebersamaan ini juga
bermakna mendayagunakan dan memberikan kesempatan kepada
semua warga sekolah untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan.
3. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilaksanakan
secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian pimpinan sekolah.
Segala prinsip keterbukaan dan kebersamaan harus dilakukan secara
terus- menerus, bukan hanya bersifat insedental sewaktu-waktu. Sekolah
harus terus-menerus melakukan berbagai usaha dan mendorong
keterlibatan semua warga untuk menjamin terselenggaranya berbagai
program sekolah menuju sekolah yang bermutu.
4. Menyeluruh, artinya aktivitas yang perlu dilakukan dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah adalah mencakup semua
kegiatan yang mempunyai kontribusi bagi keberhasilan pencapaian
tujuan sekolah. Semua kegiatan sekolah paling tidak ada 6 (enam)
kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dalam manajemen sekolah
yaitu: manajemen peserta didik, manajemen kurikulum dan
pembelajaran, manajemen ketenagaan, manajemen keuangan,
manajemen sarana dan prasanaran serta manajemen hubungan
sekolah dan masyarakat. Kesemua kegiatan manajemen sekolah
tersebut harus didasari oleh prinsip manajemen berbasis sekolah.
5. Pertanggungjawaban, artinya manajemen berbasis sekolah harus dapat
dipertanggungjawabkan tidak hanya pada atasan sekolah, tetapi harus

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pertanggungjawaban
vertikal dan horizontal ini merupakan prinsip yang memberikan
kemungkinan kontrol sosial dari seluruh lapisan masyarakat terhadap
kinerja sekolah.
6. Demokratis, artinya semua keputusan dan kebijakan yang diambil sekolah,
baik menyangkut aspek administratif atau edukatif merupakan hasil
musyawarah semua komponen sekolah. Hal ini mendorong komitmen
bersama untuk menjalankan keputusan atau kebijakan yang diambil.
7. Kemandirian sekolah, artinya sekolah harus memulai sedikit demi sedikit
untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri atas dasar kemampuan
dan potensinya, tidak menggantungkan diri pada orang atau lembaga
lain dalam memajukan sekolah. Untuk itu sekolah harus menumbuhkan
prakarsa, inisiatif dan jiwa inovatif dalam rangka mencapai tujuan sekolah.
8. Berorientasi pada mutu, artinya apa pun jenis kegiatan yang akan
dilakukan, yang menjadi dasar pertimbangan adalah sejauhmana kegiatan
tersebut menunjang pada percepatan peningkatan mutu sekolah. Oleh
sebab itu budaya mutu dalam setiap aspek kegiatan di sekolah harus
tertanam pada semua komponen sekolah.
9. Pencapaian standar minimal, artinya sekolah mempunyai standar minimal
yang harus dicapai untuk selanjutnya secara bertahap dapat mencapai
standar yang lebih tinggi. Standar minimal ini selanjutnya dikekmbangkan
menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP). Paling tidak terdapat
SOP untuk kurikulum dan implementasinya, SOP tenaga pendidik dan
kependidikan, SOP kesiswaan, SOP sarana dan prasarana, SOP tentang
keuangan dan pembiayaan, SOP tentang kemitraan dengan stakeholders
dan hubungan sekolah dan masyarakat, serta SOP tentang budaya dan
lingkungan sekolah.
10. Pendidikan untuk semua artinya semua anak memiliki hak yang sama
memeroleh pendidikan. Dalam konteks sekolah maka semua siswa
memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan
yang bermutu. Prinsip ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan
anak miskin dan kaya, anak buruh, petani dan pejabat dalam
mendapatkan pelayanan pembelajaran dan kegiatan lainnya di sekolah.

D. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah dalam


Perspektif Teoretik
Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya didasarkan pada self
determination theory. Teori ini menyatakan bahwa apabila seseorang atau

18 Profesi Kependidikan
6
kelompok orang memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan sendiri,
maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang
besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan dan melibatkan diri dan
kelompoknya. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tumbuhnya rasa memiliki
(self belongness) seseorang atau kelompok orang terhadap apa yang mereka
putuskan. Karena itu dalam MBS pemberdayaan semua warga sekolah dan
peningkatan partisipasi dan kepedulian mereka terhadap sekolah merupakan
hal yang sangat strategis untuk ditumbuhkembangkan. Dengan demikian
semua orang akan peduli dan merasa memiliki sekolah sebagai bagian dari
kehidupan mereka.
Manajemen berbasis sekolah bergerak ke arah keseimbangan (re-
balancing) struktur kekuasaan, penciptaan birokrasi yang kecil dan efektif,
transfer pengambilan keputusan dan sumber daya dari kontrol pemerintah
ke institusi di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan.
Di negara-negara maju reformasi pendidikan khususnya reformasi
manajemen pendidikan selama 40 tahun terakhir terus berporos pada
model desentralisasi, seperti di Amerika yang sudah mulai sejak tahun
1960-an gerakan reformasi manajemen pendidikan.
Konsep manajemen berbasis sekolah apabila kita cermati dari referensi
tampak berawal dari referensi tentang desentralisasi seperti:
1. The New Progressive Era (tahun 1960) yang diungkapkan oleh para ahli
manajemen pendidikan seperti Neale, Fullman, McLaughlin, Bruce
Joyce.
2. School Effectiveness Studies (tahun 1970-an), yang dikembangkan oleh
beberapa ahli seperti: Edmunds, Brookover, Cohen, Cuban dan Austin
3. National Report (tahun 1980-an) seperti diungkap oleh Bell, Wood dan
Sizer yang menekankan pemberdayaan sekolah.
4. Public School by Choice, sebagai produk dari para pakar dari Universitas
Minnesota dan Iowa.
Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa manajemen berbasis
sekolah telah menjadi pendekatan baru dalam restrukturisasi dan
reformasi sistem pendidikan di banyak negara meskipun istilah yang
digunakan sangat bervariasi. Kecenderungan penggunaan pendekatan
manajemen berbasis sekolah dengan variasi istilah tersebut dapat dilihat dari
kasus beberapa negara sebagai berikut:
1. Kanada menggunakan istilah School-site Decision Making, untuk
menggambarkan pendekatan manajemen berbasis sekolah
2. Inggris menggunakan istilah Local Management of School dan Grant-
Maintained School sebagai konsep manajemen berbasis sekolah

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


3. Victoria Australia menggunakan istilah The Schools of the Future dan Better
School
4. Australia Barat menyebutnya dengan penggunaan istilah Better School
sebagai gambaran apa dan bagaimana manajemen berbasis sekolah
5. Selandia Baru memberikan nama Tomorrow’s School
6. Amerika Serikat lebih banyak lagi istilah yang mereka gunakan yaitu:
Site-Based Management, School-Based Leadership, Administrative Decentralization
dan Local Control
7. Sedangkan Hongkong memberi nama School Management Initiative sebagai
istilah untuk manajemen berbasis sekolah.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi dan Daerah Otonom serta Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 yang mengatur tentang Kewenangan Daerah dan Provinsi
dalam Bidang Pendidikan, maka otonomi penyelenggaraan pendidikan
mulai diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Seiring dengan konsep desentralisasi pendidikan ini, telah dilakukan uji
coba pemberdayaan sampai pada tingkat sekolah, yaitu melalui manajemen
berbasis sekolah/sekolah inovasi. Pendekatan ini pada dasarnya memberikan
otonomi yang luas kepada sekolah untuk mengembangkan program
pengembangan sekolah (School Development) berdasarkan kebutuhan nyata
sekolah, memberdayakan sekolah secara lebih optimal sesuai dengan
potensi sekolah masing-masing, sehingga diharapkan sekolah akan lebih
cepat dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya masing-masing.
Keberhasilan manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu
lulusannya, pada dasarnya masih ditentukan oleh berbagai faktor baik
faktor struktural maupun non struktural. Faktor struktural mencakup:
komitmen politik pemerintah daerah dan peran pemerintah daerah dan
kota (Dinas Pendidikan) dalam penataan dan pembinaan kelembagaan,
peraturan pemerintah daerah tentang pendidikan, kemampuan pemerintah
daerah dalam mengakomodasi aspirasi masyarakat daerah akan pendidikan,
kurikulum dan keuangan sekolah (anggaran belanja yang tersedia untuk
pendidikan). Sedangkan faktor non strukural mencakup: tersedianya
anggaran sekolah, sarana dan pra sarana sekolah, kelembagaan sekolah,
manajemen sekolah dan manajemen kepala sekolah, SDM sekolah yang
tersedia (termasuk kualitas SDM yang ada), partisipasi orangtua siswa dan

18 Profesi Kependidikan
8
masyarakat lingkungan sekolah, pelaksanaan proses pembelajaran serta
kultur masyarakat lingkungan sekolah.
Manajemen berbasis sekolah, pada dasarnya memberikan kewajiban bagi
sekolah untuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut:
1. Berusaha meningkatkan kemampuan dibidang manajemen dan
kepemimpinan sekolah;
2. Berusaha mengembangkan kemampuan profesionalisme guru dan
memberdayakan mereka dalam setiap kegiatan sekolah;
3. Melakukan inovasi pembelajaran secara terus-menerus. Untuk itu semua
guru harus dipacu dan dipicu untuk menggunakan pendekatan, model,
strategi, dan metode pembelajaran yang dapat merangsang tingkat
kreativitas dan inovasi siswa;
4. Bersikap terbuka terhadap berbagai pembaruan bagi kemajuan dan
peningkatan mutu sekolah;
5. Melakukan konsultasi kepada para ahli (berbagai pihak yang berkompeten)
dalam rangka memajukan dan meningkatkan mutu sekolah;
6. Membangun kemitraan yang sinergis dengan berbagai pihak untuk
memajukan dan kemajuan sekolah.

Dari uraian tugas dan tanggung jawab manajemen berbasis sekolah


tersebut di atas, tampak bahwa pada dasarnya MBS, memberikan
kepada sekolah otonomi penuh untuk merencanakan, memikirkan, dan
mengaplikasikan pengembangan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah. Ini berarti sekolah yang mengaplikasikan
pendekatan majanemen berbasis sekolah (MBS) diberikan otonomi luas
pada institusi sekolah dalam pemberdayaan sekolah secara lebih optimal,
meskipun demikian bukan berarti kebebasan bagi sekolah berbuat
sekehendaknya tanpa mengindahkan aturan-aturan dan standar kualitas
yang ditetapkan baik oleh kabupaten/kota maupun provinsi dan pusat.
Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam
rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai oleh adanya otonomi luas
di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam
kerangka kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh daerah dan nasional.
Otonomi diberikan agar sekolah dapat lebih leluasa mengelola semua
sumber daya dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas kebutuhan
nyata sekolahnya. Dengan demikian, sekolah akan memiliki kepekaan dan
tanggap terhadap berbagai kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakatnya.
Di sisi lain masyarakat diharapkan memiliki kepekaan terhadap kebutuhan

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


sekolah, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam membantu
dan mengontrol proses pengelolaan sekolah. Dengan demikian, sebagai
pelaksanaan MBS, maka sekolah akan memiliki accountability baik terhadap
masyarakat maupun kepada pemerintah.
MBS menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan
yang lebih baik dan memadai bagi para siswa. Adanya otonomi dalam
pengelolaan sekolah merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung pada masyarakat dan
meningkatkan pemahaman mereka terhadap kebutuhan pendidikan.
Secara umum memberikan otonomi kepada sekolah memberi banyak
manfaat bagi sekolah sesuai dengan pendapat Cranston (1993) dan Rizvi
(1994) seperti yang dilaporkan oleh Wayan Koster (2000) bahwa MBS
dengan otonomi sekolah dapat meningkatkan manajemen sekolah untuk
membebaskan pengalokasian sumber daya dari kepentingan yang bersifat
administratif kepada kepentingan yang bersifat edukatif. Yang menjadi
pertanyaan adalah apakah dengan otonomi sekolah akan menyelesaikan semua
persoalan yang melilit pendidikan sekarang ? Koster menyatakan Tidak, bahkan
dapat menimbulkan masalah baru sepanjang kriteria yang ditetapkan tidak
dilakukan sebagaimana mestinya.
Hasil evaluasi pada tahun 2000, 2002, 2005 oleh Kemendikbud
menunjukkan bahwa program pembinaan MBS memberikan dampak
positif, antara lain: (1) peningkatan manajemen sekolah yang lebih
transparan, partisipatif, demokratis dan akuntabel; (2) peningkatan mutu
pendidikan;
(3) menurunnya tingkat putus sekolah; (4) peningkatan implementasi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan strategi Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM); dan (5) peningkatan
peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dasar.
Pada tahun 2010 program Creating Learning Communities for Children
(CLCC) mengadakan monitoring dan evaluasi implementasi MBS di
Indonesia. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut antara lain:(1) Tim MBS
ditiap-tiap daerah bervariasi (latar belakang personelnya, kepemilikan
program kerja, dan kesolidan dalam bekerja sama); (2) partisipasi daerah
dalam memberikan dana untuk implementasi MBS beragam, yang
rentangannya mulai miliaran rupiah sampai dengan tidak mengalokasikan
sama sekali; (3)gugus sekolah memiliki struktur organisasi yang jelas, tugas
dan fungsi direncanakan dengan baik, dan melaksanakan program kerja
secara rutin; (4) MBS di sekolah yang dijadikan pilot project,
diimplementasikan 95% untuk tingkat sekolah, 91% kepala sekolah, 80%
guru dan 35% anggota komite sekolah; (5) terkait dengan manajemen sekolah,
mayoritas sekolah memiliki rumusan visi dan misi yang
19 Profesi Kependidikan
0
bisa dimengerti anggota komite sekolah, memiliki perencanaan sekolah dan
memiliki persentase yang tinggi dalam melaksanakan rencana tersebut,
dan memiliki rencana program semester, silabus, dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) untuk tiap standar kompotensi dan kompetensi dasar
(SKKD); (6) dalam implementasi PAKEM, guru-guru kurang memahami cara
mengimplementasikan PAKEM, melakukan pertemuan kerja kelompok
untuk mendiskusikan bermacam-macam model, strategi dan metode
pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, perencanaan pembelajaran
dan manajemen kelas; keterampilan guru dalam mengevaluasi proses
belajar kurang baik, pengorganisasian siswa kurang baik, buku-buku
sumber belajar banyak yang tidak berkualitas, pembelajaran individual
kadang-kadang kurang diminati siswa; dan (7) terkait partisipasi
masyarakat, prinsip kerja sama telah diimplementasikan mayoritas sekolah,
sekolah rata-rata tidak memiliki penyediaan air bersih, dan toilet yang baik,
Komite Sekolah memiliki kinerja yang baik dan dapat berperan sebagai advisor,
supporter, controller and supervisor, partisipasi orangtua memiliki kontribusi
terhadap pembelajaran siswa, dan orangtua yang memiliki tingkat sosial
ekonomi rendah umumnya masih salah interpretasi terhadap sekolah
gratis.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi tentang implementasi MBS di SD,
maka dapat dinyatakan bahwa SD di Indonesia bervariasi dalam implementasi
MBS, baik kuantitas maupun kualitasnya, serta terdapat berbagai masalah dan
kendala implementasi MBS. Oleh karena itu, program MBS di Indonesia
yang telah berjalan perlu dilanjutkan dan dimantapkan.
Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam aplikasi MBS di sekolah
adalah kesiapan sekolah yang sangat ditentukan oleh para pelaku yang ada
di sekolah seperti: Kepala sekolah, guru-guru, siswa, orangtua
murid/masyarakat/ BP3 serta staf pendukung sekolah lainnya. Faktor kunci
keberhasilan sekolah dalam menerapkan MBS adalah kesiapan kepala sekolah
untuk menjadi kepala sekolah yang efektif di sekolahnya.
Bagaimana kepala sekolah dapat dikatakan sebagai kepala sekolah
yang efektif tersebut dapat dilihat dan disimak dari uraian-uraian berikut
ini:
Kepala sekolah dalam suasana apa pun adalah individu yang sangat penting
dan berpengaruh di sekolahnya. Kunci sukses suatu sekolah sangat terletak
pada kepala sekolah, bahkan seorang ahli menyatakan tidak ada sekolah
yang baik tanpa kepala sekolah yang baik (De Roche, 1987).
Kepemimpinannya dalam kelompok guru-guru merupakan kunci, apakah
sekolahnya akan menjadi sekolah unggul, favorit, bermutu, atau bahkan
menjadi sekolah yang menduduki urutan terakhir dalam mutu. Hal ini
dikarenakan pada kepala sekolah yang baik akan muncul guru-guru yang
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
profesional, karena

19 Profesi Kependidikan
2
kepala sekolah yang baik akan selalu memikirkan bagaimana meningkatkan
profesionalisme guru-guru serta staf sekolahnya. Profesionalisme guru
merupakan salah satu modal dasar dalam menghasilkan lulusan sekolah yang
bermutu dan unggul.
Stop menyatakan bahwa kepala sekolah adalah eksekutif profesional
yang bekerja dengan orang-orang dewasa untuk mendidik anak-anak peserta
didik (A principle is a professionals executive who work with people to
educate children). Oleh sebab itu, kepala sekolah tidak boleh kehilangan arah
dalam pelakasanaan tugasnya sebagai kepala sekolah, yaitu
mengembangkan program-program pembelajaran di sekolahnya untuk
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Ini berarti tugas pokok dan inti dari
seorang kepala sekolah adalah memikirkan apa dan bagaimana program-
program pengajaran harus dikembangkan untuk mencapai tujuan sekolah.
Kepala sekolah yang sukses bukanlah kepala sekolah yang dilahirkan,
tetapi ia dapat menjadi kepala sekolah berdasarkan pembentukan secara
terencana dan matang (pendidikan khusus atau pengalaman bekerja
sebagai guru dan kepala sekolah). Pengalaman memang menjadi guru yang
baik, sebab melalui pengalaman kepala sekolah akan terbentuk kemampuan
untuk mengantisipasi berbagai problem dalam pelaksanaan tugasnya.
Ada empat peranan dan tanggung jawab kepala sekolah menurut DuFour
dan Eaker seperti dikutip oleh Suriansyah (2012), yaitu:
1. values promoter and protector (kepala sekolah di samping sebagai orang
yang bertanggung jawab dalam mempromosikan/meningkatkan
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai luhur yang berlaku di sekolah,
ia juga sebagai pelindung yang bertanggung jawab dalam menjaga
punahnya nilai-nilai luhur (terutama nilai etika, produktif, kretaif dan
inovatif) di sekolahnya.
2. teacher empowerer, yaitu kepala sekolah bertanggung jawab untuk
memberdayakan guru-guru di sekolahnya. Memberdayakan berarti
menggunakan sesuai kemampuan dan keahlian serta minat dan kemauan
guru dan staf, juga berarti meningkatkan kemampuan guru sehingga
dia dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam pelaksanaan
tugasnya sehari-hari.
3. instructional leader, sebagai pemimpin pengajaran (lihat uraian terinci
pada bagian lain).
4. climate manager, seorang manajer yang bertanggung jawab dalam
mengembangkan iklim sekolah yang menyenangkan, produktif, inovatif
dan iklim yang menunjang terjadinya kreativitas di antara guru-guru.

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


Untuk itu iklim yang menyenangkan di sekolah merupakan tanggung
jawab kepala sekolah untuk menciptakannya.

Dari ungkapan di atas tampak bahwa kepala sekolah merupakan tokoh


kunci di sekolah untuk mengomunikasikan value kepada guru-guru. Di sisi lain
kepala sekolah merupakan orang yang harus memikirkan dan
merencanakan untuk memberdayakan guru-guru secara optimal tanpa
mengabaikan kepuasan kerja para guru-guru tersebut.
Sebagai pemimpin pengajaran, tentunya kepala sekolah harus sepenuhnya
berpikir bagaimana meningkatkan kualitas pengajaran yang dilakukan oleh
guru-guru. Untuk itu kepala sekolah harus melihat bahwa pengajaran
sebagai suatu sistem (berpikir holistik bukan berpikir parsialistik). Dalam
hubungan ini suasana dan iklim yang sehat perlu diciptakan oleh kepala
sekolah dalam fungsinya sebagai manager suatu organisasi sekolah.
Organisasi sekolah sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem lainnya
yang saling terkait dan saling memengaruhi satu sama lainnya, di samping
itu sebagai organisasi, sekolah tidak terlepas dari keterkaitannya dengan
sistem- sistem kehidupan lainnya. Karena itu maka seorang kepala sekolah
harus dalam proses kepemimpinannya di sekolah harus didasari oleh
kemampuan berpikir sistem, holistik dan parosialistik (Slamet PH, 2000).
Kepala sekolah yanag baik, akan selalu berupaya mencari strategi
untuk mencapai suatu metode pengelolaan sekolah yang efektif. Pengelolaan
sekolah yang efektif akan tercapai apabila sekolah dapat dijadikan sebagai
sekolah belajar (Slamet PH, 2000) yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. memberdayakan sumber daya manusianya seoptimal mungkin
2. memfasilitasi warganya untuk belajar terus dan belajar kembali
3. mendorong kemandirian setiap warganya
4. memberikan tanggung jawab kepada warganya
5. mendorong setiap warganya untuk mempertanggunggugatkan
terhadap hasil kerjanya
6. mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas serta shared-value
bagi setiap warganya
7. menanggapi dengan cepat terhadap pasar (pelanggan)
8. mengajak warganya untuk menjadikan sekolahnya customer focused
9. mengajak warganya untuk siap menghadapi perubahan
10. mendorong warganya berpikir sistem dalam setiap kegiatan di sekolah
11. mengajak warganya untuk komitmen terhadap keunggulan kualitas

19 Profesi Kependidikan
4
12. mengajak warganya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus
13. melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah.

Sekolah sebagai sistem harus menekankan proses belajar mengajar


sebagai pemberdayaan siswa, yang dilakukan melalui interaksi perilaku
pengajar dan perilaku mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas,
proses pemberdayaan siswa dalam belajar, bukan hanya berarti terjadinya
transper ilmu dari guru kepada siswa dan siswa mampu menjawab soal-
soal yang diberikan guru secara tepat, tetapi jauh dari itu pemberdayaan
siswa dalam belajar mencakup pula pembelajaran yang dapat
menumbuhkan daya kreativitas, rasionalitas (nalar) dan jiwa ilmuwan,
yaitu selalu ingin tahu, mencoba dan menemukan sesuatu. Hal ini perlu
ditumbuhkembangkan.

E. Kondisi yang Mendukung Implementasi MBS di Sekolah


Agar pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dilaksanakan secara
optimal, harus didukung oleh berbagai cara, yaitu:
1. Adanya dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
terhadap sekolah seperti: masyarakat dan orangtua murid, pemerintah
daerah kabupaten/kota dan bahkan dunia usaha serta LSM yang peduli
terhadap kemajuan pendidikan di sekolah. Kondisi ini perlu dipersiapkan
dan ditumbuhkembangkan oleh sekolah secara terus-menerus. Salah satu
cara untuk menumbuhkan dukungan masyarakat ini perlu juga diingat
kembali apa yang dinyatakan oleh pakar pendidikan (dalam
Suriansyah, 2014) yaitu: knowledge of the programmed is essential to
understanding, understanding is basic to appreciation and appreciation is
basic to support”.
2. Lembaga pendidikan mempunyai kemampuan dalam inovasi atau
pembaruan, sehingga segala aktivitasnya akan selalu dapat menyesuaikan
dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Hal ini merupakan
modal awal untuk memperoleh perhatian, penghargaan dan dukungan
masyarakat. Dalam era global maka cara-cara kerja tradsional sudah tidak
dapat lagi dipertahankan, tetapi cara-cara inovasi merupakan keharusan.
Lebih-lebih dalam proses pembelajaran di sekolah.
3. Pendidikan di sekolah mampu memberi nilai tambah bagi masyarakat,
artinya masyarakat memperoleh sesuatu yang berharga dengan
keterlibatannya pada aktivitas sekolah, berharga bagi dirinya, anaknya
atau bagi kehidupan masyarakat secara umum. Keterlibatan mereka
terhadap pengelolaan di sekolah akan membawa keuntungan bagi sekolah
baik dilihat dari sisi ekonomi maupun akademik. Banyak hal yang dapat

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


dibantu oleh orangtua dan masyarakat kepada sekolah dengan potensi
yang mereka miliki, di sisi lain banyak keterbatasan sekolah dalam
menyelenggarakan sekolah yang berkualitas. Sinergisitas dan simbiosis
mutualisme antara sekolah dan masyarakat menjadi sangat urgen
untuk akselerasi peningkatan mutu sekolah.
4. Pelayanan pendidikan dapat mengembangkan potensi anak secara
maksimal dengan memerhatikan perbedaan individu. Ini berarti
sekolah harus memerhatikan prinsip individual defferences dalam proses
pembelajaran anak di sekolah.
5. Lingkungan sosial sekolah mendukung pencapaian visinya, artinya visi
sekolah mendapat dukungan dari lingkungan sosial, dengan demikian
sekolah pada saat merumuskan visi, misi dan strategi perlu melibatkan
berbagai pihak agar dapat merumuskan visi yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah dan masyarakat.
6. Potensi sumber daya sekolah dan masyarakat mendukung tercapainya
target yang ditetapkan. Sekolah dan masyarakat masing-masing memiliki
potensi dan kemampuannya yang mungkin berbeda satu dengan lainnya.
Apabila kedua institusi ini diintegrasikan kekuatan dan potensinya, maka
akan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan dan kemajuan
sekolah secara keseluruhan.

Indikator Keberhasilan Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah
Keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah, pada
dasarnya dapat dilihat dari sejauhmana sekolah mampu tumbuh dan
berkembang dari sekolah oleh sekolah dan untuk sekolah bersama-sama
masyarakatnya yang diindikasikan oleh adanya prestasi sekolah baik
prestasi akademik maupun prestasi non-akademik. Meskipun demikian ada
beberapa indikator khusus yang dapat dilihat untuk menentukan
keberhasilan atau ketidakberhasilan sekolah dalam implementasi MBS
sebelum melihat pada aspek produk sekolah (mutu lulusan).
Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan MPMBS di sekolah, maka
pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu. Dalam
pendekatan sistem yaitu melihat dari sisi input, proses dan out-put.
a. Input
Dari sisi input, yang diharapkan maka indikator keberhasilan implementasi
manajemen berbasis sekolah mencakup aspek:

19 Profesi Kependidikan
6
1) Prestasi akademik (Academic achievement) seperti: nilai hasil ujian
akhir sekolah, lomba karya ilmiah, lomba bidang studi, berpikir kritis,
kreatif, rasional, ilmiah, dan penalaran yang baik.
2) Prestasi Non akademik (non academic achievement) seperti: ketakwaan,
keingintahuan yang tinggi, kejujuran, kerja sama yang baik, solidaritas
yang tinggi, kedisiplinan, kerajinan, olahraga, kesenian, kepramukaan
dan sebagainya.
b. Proses
Dari sisi proses. Sekolah yang berhasil mengaplikasikan manajemen
berbasis sekolah dari sisi proses dapat dilihat dari berbagai indikasi
sebagai berikut:
1) Pelaksanaan proses belajar mengajar yang memiliki efektivitas yang
tinggi yang ditandai oleh:
a) Pemberdayaan peserta didik yang tinggi dalam proses
pembelajaran
b) Pembelajaran yang menekankan pada internalisasi tentang
apa yang diajarkan
c) Pembelajaran yang menekankan pada keinginan mengetahui
bukan menghafal (learning to know)
d) Pembelajaran yang melibatkan semua aspek potensi dari diri
siswa seperti mental, sosial dan fisik (learning to do).
e) Pembelajaran yang menanamkan kebersamaan sebagai bekal
untuk hidup bersama di tengah masyarakat (learning to live
together),
f) Pembelajaran yang menekankan siswa untuk menjadi dirinya
sendiri (learning to be)
2) Kepemimpinan sekolah yang tangguh (kuat), dalam arti
kepemimpinan yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan
sumber daya sekolah serta menyerasikan semua sumber daya
sekolah yang ada pada satu tujuan yang sama yaitu peningkatan
mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kemampuan kepala
sekolah yang kuat ini ditandai dengan kepala sekolah yang memiliki:
charismatic power, expert power, communication power dan negotiating
power. Dengan empat kemampuan tersebut maka semua warga
sekolah akan secara ikhlas bekerja dan membawa sekolahnya
menuju sekolah yang unggul dan bermutu.

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


3) Lingkungan yang aman dan tertib, hal ini dapat diamati secara
nyata pada kondisi sekolah yaitu yang mencakup keadaan sebagai
berikut:
a) Kebersihan ruangan kelas, sehingga mendukung kenyamanan
belajar siswa dan kenyamanan guru dalam mengajar.
b) Kebersihan lingkungan sekolah, termasuk kamar mandi dan
WC baik WC guru maupun WC siswa.
c) Suasana yang teduh dan asri yang dapat diupayakan dengan
pemeliharaan kebun dan pohon di halaman sekolah.
d) Adanya ketertiban yang ditunjang oleh aturan dan tata tertib
sekolah yang berfungsi secara optimal.
e) Keamanan dalam mengajar bagi guru dan belajar dari siswa,
oleh sebab itu berfungsinya penjaga sekolah (Satpam kalau ada)
secara optimal merupakan petunjuk dalam kriteria ini.
f) Berkembangnya budaya akademik yang tinggi di lingkungan
sekolah yang ditunjukkan adanya kemauan yang kuat dari
para siswanya untuk selalu belajar di lingkungan sekolah.
4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. Dalam indikator ini
mencakup beberapa hal pokok yang dapat diamati yaitu:
a) Merencanakan kebutuhan dan pendayagunaan tenaga di sekolah
sesuai dengan kompetensinya masing-masing.
b) Mengembangkan profesionalisasi tenaga secara terus-menerus
secara berkelanjutan dan terprogram melalui berbagai kegiatan
baik di skeolah maupun di luar sekolah.
c) Adanya penilaian dan profil kinerja tenaga di sekolah yang
dilakukan secara objektif dan terjadwal.
d) Adanya sistem penghargaan bagi tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah yang dapat mendorong mereka
termotivasi untuk berprestasi.
e) Pembinaan yang intensif dan berkelanjutan.
f) Hubungan kerja yang harmonis.
g) Deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing personel
jelas dan dipahami oleh semua warga sekolah.
h) Administrasi kepegawaian yang lengkap, baik dan akurat
(pendataan) berbasis sistem informasi.
5) Sekolah memiliki budaya mutu: hal yang dapat diamati sebagai
indikator keberhasilan MBS dalam aspek ini adalah, adanya kebiasaan

19 Profesi Kependidikan
8
yang berkembang di lingkungan sekolah dalam pelaksanaan aktivitas
yang selalu mendasarkan pada pemberian pelayanan yang
bermutu, budaya profesionalisme dengan iklim kondusif akademis
(academic culture).
6) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai
oleh:
a) Komunikasi yang baik dan harmonis semua warga sekolah
b) Kerja sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan
menerima perbedaan pendapat
c) Iklim kerja yang memberikan kepuasan kepada semua warga
sekolah.
7) Kemandirian, dalam aspek ini keberhasilan sekolah dalam
mengaplikasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat
sejauhmana sekolah memiliki kemampuan untuk:
a) Tidak selalu meminta petunjuk kepada atasan dalam berkreasi
mengembangkan sekolah menuju sekolah yang bermutu
dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.
b) Menggalang dan mengusahakan kebutuhan dana bagi
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c) Mengembangkan sekolah baik sarana maupun prasarana
berdasarkan upaya sekolah
8) Partisipasi yang tinggi warga sekolah dan masyarakat. Dalam hal
ini dapat diamati dari:
a) Keikutsertaan masyarakat, orangtua murid, stakeholders, tokoh
masyarakat dalam berbagai aktivitas sekolah seperti rapat,
pesta sekolah, pembagian raport dan sebagainya. Partisipasi
masyarakat ini terukur dari frekuensi dan tingkat kehadiran
mereka pada berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sekolah
dan bentuk bantuan yang mereka berikan untuk kemajuan
sekolah.
b) Semakin besarnya dukungan dana yang diberikan masyarakat
dalam membantu penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Besaran dana sebagai bentuk partisipasi masyarakat ini bukan
berarti memberatkan masyarakat yang tidak mampu. Prinsip
utama semua anak berhak mendapatkan layanan berkualitas
tanpa membedakan status dan strata orangtuanya menjadi
koridor kebijakan yang tidak bisa di langgar.

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


c) Semakin bertanggungjawabnya masyarakat dalam menjalankan
fungsi dan peranannya dalam komite sekolah/dewan sekolah.
Kita dapat melihat di sekolah tersebut seberapa besar komite
sekolah atau dewan pendidikan berkontribusi menjalankan
fungsinya sebagai advisor, supporting, mediator dan controlle untuk
kemajuan sekolah. Dalam kenyataannya kita sering melihat
komite sekolah belum dapat berfungsi optimal karena tidak
jarang mereka dalam pengambilan kebijakan sekolah
termasuk penetapan sumbangan hanya sekadar ikut
menstempel saja.
d) Komitmen yang tinggi dari masyarakat menjalankan kebijakan
sekolah yang telah diputuskan bersama antara masyarakat,
komite sekolah atau dewan sekolah dan warga sekolah secara
bersama-sama.
9) Keterbukaan manajemen. Indikator ini dapat diamati dari
beberapa hal yang ditunjukkan oleh warga sekolah seperti:
a) Semua warga sekolah mengetahui apa dan bagaimana kebijakan
pengembangan sekolah yang akan dijalankan.
b) Warga sekolah mengetahui dari mana dan berapa sumber
dana yang digunakan untuk pengembangan sekolah.
10) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk selalu berubah. Kondisi
yang dapat diamati dari indikator ini sejauhmana sekolah telah
merancang dan melaksanakan berbagai inovasi baik inovasi yang
menyangkut kegiatan pembelajaran di kelas maupun inovasi dalam
sistem dan manajemen sekolah.
11) Evaluasi yang berkelanjutan. Hal ini dapat diamati dari indikator ada
atau tidaknya:
a) Evaluasi terhadap progres semua kegiatan sekolah secara berkala,
misalnya setiap bukan, semester atau tahunan.
b) Evaluasi terhadap kinerja sekolah secara berkala misalnya setiap
bukan, semester atau tahunan.
c) Profil kinerja sekoalah baik yang menyangkut profil kompetensi
guru, staf maupun profil pencapaian target akademik dan non
akademik misalnya setiap bukan, semester atau tahunan.
12) Akuntabilitas yang mantap. Indikator ini dapat diamati dari
sejauhmana sekolah telah menyiapkan berbagai laporan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara horizontal (kepada guru-
guru,

20 Profesi Kependidikan
0
orangtua murid/masyarakat) dan laporan secara vertikal (atasan
langsung) lengkap, akurat dan tepat waktu.
13) Sustainabilitas yang terjamin, indikator keberhasilan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah dari aspek ini merupakan jaminan
bahwa kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan dan
dilaksanakan akan terus dapat dilaksanakan secara berkelanjutan
tanpa diganggu oleh terjadinya pergantian kepemimpinan sekolah,
kepemimpinan komite/dewan sekolah dan sebagainya.
c. Input Pendidikan
Dari segi input pendidikan, sekolah yang berhasil dalam
mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dapat dilihat dari
beberapa indikator-indikator sebagai berikut:
1. Memiliki visi, misi, kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
Hal ini ditunjukkan oleh sekolah dalam bentuk visi dan misi yang
jelas dan punya indikator serta target pencapaian beserta langkah-
langkahnya, kebijakan sekolah, tujuan dan sasaran mutu apa, berapa
yang akan dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Sasaran
tersebut disosialisasikan kepada masyarakat/orangtua murid dan
komite/dewan sekolah serta atasan langsung kepala sekolah.
2. Sumber daya tersedia dan siap. Sumber daya sangat strategis bagi
keberhasilan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, sejauhmana
kesiapan sumber daya baik sumber daya manusia (yang mencakup,
jumlah dan kualitas) maupun sumber daya selebihnya seperti
keuangan, peralatan, perlengkapan dan sebagainya.
3. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten
merupakan pra syarat mutlak dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah. Kompetensi ini dan komitmen ini dapat ditunjukkan
sejauhmana:
a) Kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan dengan
tugas yang diembannya.
b) Kemampuan melaksanakan tugas secara baik dan berkualitas.
c) Kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.
d) Motivasi yang tinggi untuk berkembang dalam profesi sesuai
dengan tugas dan fungsinya di sekolah.
4. Harapan prestasi yang tinggi. Harapan yang tinggi dalam prestasi
(high expectation) merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk
mencapai prestasi yang optimal. Oleh sebab itu, indikator ini dapat

BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah


dilihat dari sejauhmana tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
di sekolah memiliki standar prestasi minimal dari output hasil
kerjanya. Misalnya guru sudah atau belum menetapkan standar
prestasi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti
pembelajarann dari guru yang bersangkutan, staf tata usaha sudah
atau belum membuat standar minimal pelayanan misalnya berapa hari
dia harus menyelesaikan surat-surat yang masuk dan memerlukan
jawaban.
5. Fokus pada pelanggan. Artinya apa yang dilakukan dan bagaimana
melakukan kegiatan semua difokuskan pada kepuasan pelanggan,
dalam hal ini siswa dan orangtua siswa atau masyarakat sebagai
pelanggan sekolah.

20 Profesi Kependidikan
2
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
BAB 5 | Manajemen Berbasis Sekolah
DAFTAR PUSTAKA

Adler, R.B., & Rodman, G. (1992). Understanding Human Communication. Fort


Worth,, TX: Holt Rinehart and Wiston.
Ahmadi, A. (1977). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra.
Amti, Erman dan Prayitno. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arismunandar. (2007). Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada
Pendidikan dan pelatihan Kemitraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan
oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di
Jakarta, Juli 2007.
Bafadal, I. (2002). Peluang dan Tantangan Manajemen Berbasis Sekolah, (Makalah
dalam Konferensi Manajemen Pendidikan). Jakarta: UNJ dan HISAPIN.
Bernard, H.W. & Fullmer, W. (1985). Principles of Guidance. New York: Harper
& Row.
Bilkin, G.S. (1981). Practical Counseling in The School. Dubuque, lowa: Wm.
C. Brown.
Blumberg, A. (1980). Supervisors and Teachers. Berkeley California: McCutchan.
Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010.
Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education
Republic of Indonesia.

Daftar Pustaka 203


Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit Organizations.
San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Budiamin, A. (2009). Bimbingan Konseling. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Depag RI.
Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the
Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and apply
ethos values. Dublin: Marino Institute of Education.
Chandler, M., Turner, E.A.,Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting styles,
achievement motivation, and self-aficacy on academic performance in college
student. Project Muse to day’s research tomorrow’s inspiration. John Hopkins
University Press.
Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach. Dublin:
Marino Institute of Education.
Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education
Office.
Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.
Danim, S. (2002). Inovasi Pendidikan, Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Denocolo, Pam M., Kompf, Michael. (2005). Teacher Thinking and Profesional
Action. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
Depdikbud. (1979). Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1975, Buku IIIC. Jakarta:
Balai Pustaka.
Depdiknas (2000). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan September 2000 Nomor:
025. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional.
,(2002). Pedoman Administrasi Sekolah Dasar. Direktorat
Pendidikan Pendidikan TK dan SD, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.
, (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat SLTP.
DeRoche, E.F. (1985). How School Administrator Solve Problems. New Jersey:
Printice Hall, Inc.
Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and Professional
Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III: Guidelines for Sub-Project
Proposal Submission. Jakarta: Directorat General of Higher Education,
Ministery of National Education.

20 Profesi Kependidikan
4
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan Proposal
Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdiknas.
Dirjen Dikti. (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan abad
ke-21 (SPTK - 21). Jakarta: Depdiknas.
Dirjen Dikti. (2002). Standar Kompetensi Guru Kelas SD-MI. Jakarta: Depdiknas,
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Downing, L.N. (1986). Guidance and Counseling Services An Introduction. New
York: Mc Graw-Hill Book Company.
Dubrin. A.J. (1995). Leadership: Funding and Skills. Boston: Haugton Mifflin.Co.
Duhou, I.A. (1003). School Based Management. Jakarta: Proyek Perluasan dan
Peningkatan Mutu SMU Jakarta.
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York: MacGraw-
Hill, Inc.
Dwyer, B. (1986). Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove
Communications.
Edward, B. Fiske. (1996). Decentralization of Education Politic and Consensus.
Washington DC: The Word Bank.
Eko. (2008). Pengertian Bimbingan. http://www.eko13.wordpress.com. (On
Line). 27 Februari 2009.
Fauz, L.S. (2008). Peran BK dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://www.
luthfis.wordpress.com. ( On Line ). 27 Februari 2009.
Fontana, D. (1981). Psychological For Teachers. London: The British
Psychological Society and The McMillan Pres.
Frymier, J., Cornbleth,C., Donmoyer, R., Gansneder, B.M., Jan T.Jeter,
M.Frances Klein, Schwab,M., Alexander.W.M. (1984). One Hundred Good
Schools. Indiana: Kappa Delta Pi.
Furlong, C. & Monahan L. (2000). School Culture and Ethos. Dublin: Marino
Institute of Education.
Gaffar, M.F. (ketua Tim)., (2002). Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan Abad 21. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Glickman, C, D. (1981). Develompental Supervision. Alternatif Practice for Helping
Teachers Improve Instruction. Alexandria, Virginia: ASCD.
Glickman, C.D. (2002). Developmental Supervision. Alexandria Virginia:
Assosiation Supervisor for Curriculum Development.
Gorton, R (1977). School Administration Challenge and Opportunity for Leadership.
IOWA: W.C. Brown Company Publishers.

Daftar Pustaka
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership: Callenges
and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers
Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An Introduction for
Second Level Schools. Dublin: Department of Education & Science.
Grant, K.B., dan Ray, Julie, A. (2010). Home, School, and Community Collaboration.
Culturally Responsive Family Involvement. California: Sage Publication, Inc.
Guthrie, James W. (2011). Leading School to Success. Los Angeles, London,
Washington DC, Singapore: Sage.
Hallen. (2005). Bimbingan & Konseling. Jakarta: Quantum Teaching.
Hargreaves, A. & Hopkins, D. (1991) The Empowered School: the Management
and Practice of Developmental Planning. London: Cassell.
Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement
and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective
School, London: Paul Chapman Publishing.
Harris, B.M., McIntyre, K.E., Littleton, V.C., & Long, D.F. (1979). Personnel
Administration in Education Leadership For Instructional Improvement. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Heath, S.B., & McLaughlin, M.W. (1987). A child resource policy: Moving beyond
dependence on school and family. Phi Delta Kappan, 68, pg 576-580.
Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The
Intermediate Technology Group.
Jones, J., Jenkin, M., & Lord, Sue. (2006). Developping Effective Teacher
Performance. London: Paul Chapman Publishing.
Kepmen Nomor 44/U/2002, tentang Pembentukan Dewan Pendidikan.
Kepmendikbud RI, Nomor: 01319/U/1993 Tentang Jabatan Fungsional Guru.
Khaereoji. (2009). Efektivitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam
Mengatasi Masalah Kesulitan Pemilihan Karier Siswa di Sekolah
Menengah Atas. http://www.one.indoskripsi.com. ( On Line ). 27
Februari 2009.
Koontz, H. (1984). Management. New York: Mc Grow-Hall Book Company
Koestoer, P. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-sekolah. Jakarta:
Erlangga.
Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education. Northridge.
California: College of Business Administration and Economics,
California State University.
Lipham, M. & Hoeh, J.A. (1987). The Principalship: Foundation and Funsction.
New York: Harver and Row Publisher.

20 Profesi Kependidikan
6
Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit Organizations: A
Practical Guide for the Process. Michigan: W.K. Kellogg Foundation
Youth Initiative Partnerships (in Website: http://www.wmich.edu/
nonprofit/ Resource/index.html).
Mantja, Willem. (2007). Profesionalisme Tenaga Kependidikan: Manajemen
Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang: Elang Mas.
McNergney, R.F., Carrier, C.A. (1981). Teacher Development. New York,
London: Mc Milian Publishing Co. Inc and Collier Macmillan Publisher.
Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY:
The Free Press.
Mortenson, D, G., Schumuller, A.M. (1969). Guidance in To Day’s School. New
York: John Wiley & Sons Inc.
Nur, M. (2000). Kompetensi Minimal Lulusan Program S1 Kependidikan
dan Program Penyelenggaraannya. Jakarta: Dit SLTP, PPM-SLTP Jakarta.
Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management:
Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher
Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures
Research And The Strategic Planning Process: Implications for Higher Education.
ASHE-ERIC Higher Education Research Reports.
Mortimore, P., Macbeath. J., (ed). (2001). Improving School Effectiveness.
Buckingham: Open University Press.
Muhammad. (2008). Pengertian Bimbingan dan Konseling dan Hubungannya dengan
Pendidikan. http://www.zanikhan.multiply.com. (On Line ). 27 Februari
2009.
Muijs, D., and Reynold, D. (2005). Effective Teaching: Evidence and Practice.
London: Paul Chapam Publishing.
Natawidjaja, R. (1978). Penyuluhan di Sekolah. Medan: Hasmar.
Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher
Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and Members
of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.
Ningsih, K. (2009). Bimbingan dan Konseling. http://www.oc.upi.edu. (On
Line). 27 Februari 2009.
OECD (2008). Innovating to Learn, Learning to Innovate. Centre for Education
Research and Innovation.
Oliva. P. F. (1984). Supervision For To Day School. Second Edition. New York,
London: Longman.

Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2007. Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi dan Daerah Otonom.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Tentang Kewenangan Daerah dan
Provinsi Dalam Bidang Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang
Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Departeman
Pendidikan Nasional.
PGRI, (2008). Kopendum Kumpulan Peraturan Organisasi, bagian I. Jakarta:
Sekretariat Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia.
Prabu. (2007). Bimbingan Konseling. http://www.thejargon.multiply.com. 27
Februari 2009.
Prayitno dan Amti,E. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Prayogo, J. (2007). Rencana Strategis. Makalah Disajikan pada Pendidikan
dan Pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh
Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta,
Juli 2007.
Rizali, A., Jati, I., Dharma, S. (2009). Dari Guru Konvesional Menuju Guru
Profesional. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in
Colleges and Universities. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.
Sayles, L.R., & Strauss, G. (1981). Human Behavior in Organizatios. Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Scheetrens , J. & Bosker, R. (1997). The Foundation of Educational Efectiveness.
USA, Japan: Pargamon.
School Development Planning Initiative. (1999). School Development Planning:
Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI.
Sergiovanni, Thomas J. and Robert J. Starraft, (1983). Supervision, Human
Perspectives. New York: Mc Graw Hill Book Co.
Sergiovanni, Thomas, J. (2006). The Principlapship, A Reflective Practice
Perspective. Fifth Edition, Boston, New York, San Fransisco, Montreal,
London, Paris, Hongkong, Singapore, Tokyo, Cape Town dan Sydney:
Pearson.
Siagian, S.P. (1983). Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
Gunung Agung.

20 Profesi Kependidikan
8
Slamet PH (2000) Kepala Sekolah yang Tangguh, Dalam Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional.
Soetjipto dan Kosasi. R. (2004). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudrajat, A. 2008. Tujuan Bimbingan dan Konseling. Error! Hyperlink reference
not valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009.
Sue, B., Solomon P., (2005). Innovations in Rehabilitation Sciences Education.
Germany: Springer.
Suriansyah, A. (1992). Kontribusi Komunikasi Penugasan Terhadap
Efektivitas Kerja Guru pada SMP Negeri di Kodya Banjarmasin. Tesis
tidak dipublikasikan. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, Program Pascasarjana.
. (2001). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sebagai Antisipasi
Era Globalisasi. Makalah kuliah Perdana FKIP Unlam.
. (2002). Panduan Manajemen Berbasis Sekolah. Banjarmasin:
Proyek Peningkatan Mutu SLTP Kalimantan Selatan, Dinas Pendidikan
Provinsi Kalimantan Selatan.
. (2008). Budaya Kerja berkualitas. Penelitian, tidak dipublikasikan
(Program Magister Manajemen Pendidikan Unlam).
. (2010). Model Of Quality Work Culture: Case Study in
Lambung Mangkurat University. Desertasi tidak dipublikasikan.
Malaysia: UUM.
Suriansyah, A & Aslamiah. (2012). Menuju Kepala Sekolah Efektif, dari Teoretis
ke Praktis. Solo: Rumah Pengetahuan.
Sutisna, O. (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretis untuk Praktik
Profesional. Bandung: Angkasa.
Surya, M., Hasim, A., Suwarno, RB. (2010). Landasan Pendidikan: Menjadi Guru
yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Margaret, T.A. (1989). Effective School and Effective Teachers. Boston, London,
Sydney: Allyn and bacon.
Tilaar (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Terra.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
Berbasis Integrasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I

Daftar Pustaka
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan
Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan Mutu. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan
Menengah, Depdiknas.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Walgito, B. (1982). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Willis, S. (2004). Konseling Individual, Teori dan Praktik. Bandung: Alpabeta.
Winkel. (2011). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia
Wragg, E.C., Hayness, G.S., Wragg, C.M., & Chaamberlin, R.P. (2000). Failing
Teachers? London: Routledge.
Yusuf LN, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zen, E.F. (2008). Bimbingan Konseling, Apa Pula Itu?. Error! Hyperlink reference
not valid.. ( On Line ). 27 Februari 2009.

21 Profesi Kependidikan
0
TENTANG PENULIS

Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D. memperoleh gelar


Ph.D bidang manajemen pendidikan di Universiti Utara
Malaysia pada tahun 2010, gelar Magister dalam bidang
manajemen pendidikan diperoleh di Universitas Negeri
Malang (dh. IKIP Malang), sedangkan gelar Drs. diperoleh
di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tahun
1985. Berbagai jabatan yang pernah dipegang oleh yang
bersangkutan adalah: Sekretaris Jurusan dan Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
Unlam, Pembantu Dekan I FKIP Unlam, PR I Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin. Buku yang sudah dihasilkan penulis dalam dua tahun
terakhir adalah: 1). Strategi Pembelajaran, 2) Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-
kanak, 3) Menuju Kepala Efektif dari teori ke Praktis, 4) Manajemen Hubungan Sekolah
Masyarakat dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat dan 5) Landasan Pendidikan.
Pada saat ini penulis sedang aktif sebagai Ketua Badan Akreditasi
Sekolah/Madrasah Provinsi Kalimantan Selatan, Ketua Program Magister
Manajemen Pendidikan Unlam Banjarmasin, anggota dewan penasihat
Lembaga Pedidikan Islam Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Ketua Program PG-PSD.
Di samping itu penulis juga aktif menulis dalam majalah pendidikan di Kalsel,
jurnal ilmiah nasional dan internasional, konsultan pendidikan dan sebagai
narasumber berbagai seminar baik nasional maupun internasional.

Tentang Penulis 211


Dr. Hj. Aslamiah Ahmad, M.Pd., Ph.D, menyelesaikan
pendidikan Sarjana di Universitas Lambung Mangkurat
tahun 1985, Magister tahun 2005 di Uninus Bandung,
Ph.D bidang manajemen pendidikan di Universiti Utara
Malaysia tahun 2014 dan Doktor bidang manajemen
pendidikan di Universitas Negeri Malang tahun 2015.
Berbagai jabatan telah dipegang oleh penulis selama
berkarier di Unlam antara lain Ketua Program PGSD/PG-
PAUD, Anggota Badan Akreditasi Sekolah dan Madrasah Provinsi
Kalimantan Selatan, dan pada saat ini sedang menjabat sebagai Wakil
Rektor Bidang Umum dan Keuangan. Buku yang sudah ditulis dan
diterbitkan oleh penulis adalah: Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-
kanak, Strategi Pembelajaran dan Menuju Kepala Efektif dari Teori ke
Praktis. Di samping itu penulis juga aktif dalam berbagai seminar sebagai
pemakalah dan penulis jurnal ilmiah.

Sulistiyana, S.Pd., M.Pd lahir pada tanggal 01 Maret


1985 di Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS),
Kalimantan Selatan. Sekolah Dasar di SD Sungai Raya
Tengah Tamat tahun 1997, melanjutkan ke SMP Negeri
1 Kandangan Kabupaten HSS tamat tahun 2000 dan
SMA Negeri 1 Kandangan Kabupaten HSS tamat tahun
2003. Pada tahun 2003 melanjutkan studi S1 pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin, Jurusan Ilmu
Pendidikan Program
Studi Bimbingan Konseling tamat tahun 2007. Pada Tahun 2008 diangkat
menjadi dosen (PNS ) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Program Studi Bimbingan
Konseling, Pada tahun 2011 melanjutkan studi ke jenjang S2 di Universitas
Lambung Mangkurat Program Magister Manajemen Pendidikan tamat tahun
2013. Pada saat ini penulis sedang melanjutkan S2 (kedua) pada program
Magister Pendidikan Anak Usia Dini. Selain sebagai dosen penulis sebagai
kepala Laboraturium PAUD FKIP Unlam, Asesor pada Badan Akreditasi
Provinsi Kalimantan Selatan, juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti tim
Pembina Provinsi Kalsel untuk kegiatan Peran Serta Masyarakat di Sekolah
Dasar.

21 Profesi Kependidikan
2

Anda mungkin juga menyukai