20.F1.0007
Fakultas Teknik
-2022-
Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di era seperti sekarang kemajuan teknologi semakin pesat. Dunia industri dan
komunikasi adalah bidang yang sangat mengalami banyak perubahan yang cukup
signifikan di era perkembangan teknologi saat ini. Salah satu contoh perkembangan
teknologi dibidang telekomunikasi adalah komunikasi dengan optik. Komunikasi
jenis ini adalah jenis komunikasi yang sedang tren dikalangan masyarakat umum.
Komunikasi optik telah didukung oleh dua teknologi baru yang ditemukan
pertengahan abad kedua puluh yaitu laser dan serat optik. Pergeseran ke optik
bertepatan dengan perubahan dari transmisi analog ke digital di jaringan telepon dan
dengan semakin pentingnya data computer.
Tetapi beberapa tahun terakhir hal ini mampu diatasi oleh para ilmuan yang
melakukan penelitian tentang hal ini. Hasil dari pengembangan oleh para ilmuan ini
membuahkan hasil yang cukup baik. Serat optik yang mereka kembangkan berfungsi
sebagai transceiver untuk mengirim cahaya ke dan dari sensor secara jarak jauh.
Bab II
Landasan Teori
2. Dasar Teori
Pada awalnya fiber optik (serat optik) diciptakan untuk membentuk gambar yang
tidak dapat dilihat oleh mata. Konsep dasarnya adalah menyelaraskan banyak serat
transparan sejajar satu sama lain dalam satu bundel, sehingga masing-masing pada
dasarnya akan mengirimkan satu piksel gambar dari satu ujung ke ujung lainnya. Serat
optik yang digunakan untuk komunikasi terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama adalah
bagian inti dan bagian kelongsong.
Pada bagian intinya berupa kaca atau silika. Sedangkan pada bagian kelongsong
berupa pembungkus atau pelindung bagian inti. Bagian inti memiliki indeks bias yang
cukup tinggi dibandingkan bagian kelongsongnya. Bagian kelongsong tidak
mempengaruhi dalam proses perambatan cahaya, kelongsong ini hanya sebagai pembalut
atau pelindung saja.
Sifat dari fiber optik adalah ekaragam atau monomodal yaitu hanya menyalurkan
satu saja gelombang elektromagnetik. Biasanyan hal ini terjadi pada ukuran diameter
kurang dari 5 mikron. Sedangkan untuk ukuran diameter yang lebih besar fiber optik akan
bersifat ragam majemuk (multimodal), dimana fiber optik mampu meyalurkan beberapa
gelombang elektromagnetik. Ukuran ruji teras yang dapat bersifat multi modal adalah 25
mikron.
Fiber optik dengan diameter besar yang bergandengan dengan indeks bias kecil
mampu mengurangi angka kerugian, hal ini dikarenakan pemasangan sambungan dan
kopling. Banyak jenis fiber optik yang telah dikembangkan di berbagai laboratorium yang
bertujuan untuk mengurangi penyusutan. Serapan yang dihasilkan dari silika pada
panjang gelombang 1,55 mikron adalah 0,2 dan 0,4 dB/km. Sedangakan untuk panjang
gelombang 1,3 mikron adalah 0,4 dan 0,6 dB/km.
Bab III
Pembahasan
Menurut hukum Snellius indeks bias suatu medium didefinisikan sebagai rasio
kecepatan cahaya dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya dalam medium. Ketika
sinar datang pada antarmuka antara dua dielektrik indeks bias berbeda. Sinar yang
mendekati antar muka merambat dalam dielektrik indeks bias 𝑛1 dan berada pada sudut
Φ1 ke normal pada permukaan antarmuka.
Jika dielektrik di sisi lain antarmuka memiliki indeks bias 𝑛2 yang lebih kecil dari
𝑛1, maka sudut refraksi yang terjadi berada pada sudut Φ2 ke normal, di mana φ2 lebih
besar dari φ1. Hubungan antara sudut datang φ1, sudut refraksi φ2 dan indeks bias
dielektrik dapat dinyatakan dalam hukum bias Snell, yaitu
Efektivitas perambatan cahaya yang terjadi pada serat optik, bergantung terhadap
kemampuan fiber itu sendiri untuk memandu jalanya cahaya pada jarak yang cukup jauh
dengan meminimalisir penghamburan atau penyerapan cahaya. Agar efektivitas bisa terjadi
secara maksimal maka hal dapat dilakukan adalah dengan mengatur agar pemantulan cahaya
didalam serat optik terjadi secara total.
Indikator yang perlu di perhatikan agar dapat terjadi pemantulan internal secara total
adalah dengan memperhatikan aperatur numerik dan indeks bias dari bahan fiber optik itu
sendiri. Aperatur numerik adalah indicator atau parameter yang nilainya di tentukan
berdasarkan indeks bias pada inti dan cladding pada fiber optik. Selain itu panjang
gelombang juga mempengaruhi parameter tersebut. Aperatur numerik menentukan
banyaknya cahaya yang diterima oleh inti fiber optik.
3.2. Jenis Mode Fiber Optik
Serat tunggal adalah jenis serat yang hanya mampu melakukan perambatan satu
cahaya saja. Jenis serat dapat berupa multi mode maupun mode tunggal. Sifat nya bergantung
pada dimensi relatif inti dan panjang gelombang yang merambat.
Untuk bisa merambatkan banyak mode, diameter inti dari serat harus lebih besar dari panjang
gelombang yang diluncurkan. Sedangkan serat dengan diameter inti sama dengan panjang
gelombang maka serat tersebut hanya mampu menjadi mode tunggal. Serat jenis mode
tunggal pada umunya memiliki ukuran diameter 8-9 mikron, hal ini berarti serat jenis ini
hanya mampu atau dapat dilalui 1 cahaya saja.
Sedangkan untuk serat jenis multimode biasanya memiliki diameter inti sebesar 50-
62,5 mikron yang berarti serat jenis ini bisa dilalui banyak cahaya. Hal ini dapat
menyebabkan penyebaran modal beberapa mode dan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk menempuh serat karena karena jaraknya yang jauh.
Seperti yang telah ditunjukan pada gambar, multi mode grade indeks, berarti sinar
cahaya tidak lagi mengikuti garis lurus melainkan mengikuti garis yang berkelok-kelok
secara bertahap dan kemudian dibengkokakn kembali kea rah tengah indeks bias yang terus
menurun. Hal ini mampu untuk meminimalisir selisih waktu tempuh kedatangan karena
semua mode tiba dalam waktu yang hampir bersamaan. Indeks bias yang tinggi terjadi pada
mode yang bergerak pada garis lurus.
Rugi-rugi serat atau pelemahan daya atau rugi sinyal merupakan hal penting dalam
fiber optik. Hal ini karena rugi-rugi tersebut dapat menentukan seberapa besar sinyal yang
harus ditransmisikan kedalam serat tersebut. Ada beberapa jenis rugi serat yaitu hamburan,
absorbsi, dan rugi radiasi yang diakibatkan oleh pelengkungan serat. Rugi serat dapat
dituliskan dengan persamaan
dimana Pin adalah masukan daya dan untuk P out adalah keluaran daya dan L adalah panjang
serat (km) dan α adalah koefisien pelemahan (dB/km). Serat optik multimode mengirimkan
sinyal fleksibel yang efisien namun akan kehilangan kualitas sinar yang dikirim.
Untuk menjaga ke efisien daya pada transmisi pada fiber optik dibutuhkan
kelongsong yang memiliki bahan yang tahan lama dan kuat pada kondisi keadaan tertentu,
terutama pada tempat dengan suhu ekstrim. Sejauh ini fiber optik banyak yang menggunakan
bahan single-crystal sapphire yang berupa bahan serat silika yang diklaim mampu bertahan
pada suhu ekstrim, tekanan tinggi, serta keadaan lingkungan yang cukup ekstrim. Bahan jenis
ini telah diuji ketahananya dengan melihat nilai stabilitas termodinamika dan kimia dari
sistem material yang diusulkan.
Ada tiga strategi pembuatan serat safir untuk bahan kelongsongan, yang peratama ada
dengan menggunakan teknik penyimpanan lapisan material di atas inti serat safir yang sudah
ada sebelumnya melalui proses seperti deposisi uap fisik, deposisi uap kimia.
Kemudian cara yang kedua adalah dengan mengubah kelongsong pada sisi luarnya dengan
cara mengurangi indeks bias pada bawah permukaan bawah serat optiknya. Kemudian cara
yang terakhir adalah dengan mengurangi atau menghilangkan bahan secara selektif dengan
cara yang cukup rumit yaitu menggunakan proses penataan secara mikro atau nano.
Pada bagian ini bahan pembuatan kelongsong sangat berpengaruh terhadap ketahanan
serat didalamnya. Semakin bagus bahan pembuat kelongsong makan serat yang ada di
dalamnya mampu bertahan lebih lama. Serta stabilitas termodinamika pada inti kelongsong
juga mempengaruhi ketahanan serat. Untuk penggunaan di daerah dengan suhu ekstrim
terutama pada suhu tinggi stabilitas temodinamika sangat diandalkan. Metode yang
digunakan adalah dengan cara pendekatan kelongsong berbasis difusi.
Bab IV
Kesimpulan
Pada awalnya fiber optik (serat optik) diciptakan untuk membentuk gambar yang
tidak dapat dilihat oleh mata. Konsep dasarnya adalah menyelaraskan banyak serat transparan
sejajar satu sama lain dalam satu bundel, sehingga masing-masing pada dasarnya akan
mengirimkan satu piksel gambar dari satu ujung ke ujung lainnya.
Sifat dari fiber optik adalah ekaragam atau monomodal yaitu hanya menyalurkan satu
saja gelombang elektromagnetik. Biasanyan hal ini terjadi pada ukuran diameter kurang dari
5 mikron. Sedangkan untuk ukuran diameter yang lebih besar fiber optik akan bersifat ragam
majemuk (multimodal), dimana fiber optik mampu meyalurkan beberapa gelombang
elektromagnetik. Ukuran ruji teras yang dapat bersifat multi modal adalah 25 mikron.
Perambatan cahaya di sepanjang serat optik terjadi karena adanya pemantulan internal
dari cahaya itu sendiri yang terjadi di antara inti dan pembungkusnya. Hal ini bisa terjadi
karena disebabkan oleh terjadinya indek bias pada inti dari serat optik. Pemantulan ini bisa
terjadi apabila seberkas cahaya memasuki medium dengan indeks bias yang berbeda.
Efektivitas perambatan cahaya yang terjadi pada serat optik, bergantung terhadap
kemampuan fiber itu sendiri untuk memandu jalanya cahaya pada jarak yang cukup jauh
dengan meminimalisir penghamburan atau penyerapan cahaya. Indikator yang perlu di
perhatikan agar dapat terjadi pemantulan internal secara total adalah dengan memperhatikan
aperatur numerik dan indeks bias dari bahan fiber optik itu sendiri.
Untuk menjaga ke efisien daya pada transmisi pada fiber optik dibutuhkan
kelongsong yang memiliki bahan yang tahan lama dan kuat pada kondisi keadaan tertentu,
terutama pada tempat dengan suhu ekstrim.
Pada bagian ini bahan pembuatan kelongsong sangat berpengaruh terhadap ketahanan
serat didalamnya. Semakin bagus bahan pembuat kelongsong makan serat yang ada di
dalamnya mampu bertahan lebih lama.
Daftar Pustaka
Ansar, F. (1993). Application of fiber optic sensors in engineering mechanics . New York:
the American Society of Civil Engineers.
DeCusatis, C. (1998, 2002, 2008). Handbook of Fiber Optic Data Communication A
Practical Guide to Optical Networking. San Diego, California: Elsevier Academic
Press.
Agrawal, G.P. (2010). Fiber-optic communication systems. John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Chen, H., Buric, M., Ohodnicki, P. R., Nakano, J., Liu, B., & Chorpening, B. T. (2018).
Review and perspective: Sapphire optical fiber cladding development for harsh
environment sensing. Applied Physics Reviews, 5(1), 011102.
Bantz, D., and Bauchot, F. “Wireless LAN Design Alternatives.” IEEE Network,
March/April 1994.
Bertsekas,D., and Gallager, R. Data Networks. Englewood Cliffs, NJ: Prentice
Hall, 1992.
Crow, B., et al. “IEEE 802.11 Wireless Local Area Networks.” IEEE Communications
Magazine, September 1997.
Thomas, S. IPng and the TCP/IP Protocols: Implementing the Next Generation
Internet. New York:Wiley, 1996.