Anda di halaman 1dari 11

Artikel

Potensi Interaksi Obat


Pada Resep Pasien
Diabetes Melitus
Rawat Jalan
Di Rumah Sakit Divari Medical Center
Manokwari 2020
Miranda

Miranda mirandataborat@gmail.com
Jurusan Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Papua

f
oo
pr
ed
ct
re
or
nc
U

Health Information: Jurnal Penelitian


Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia ISSN: 2085-0840
ISSN-e: 2622-5905
jurnaldanhakcipta@poltekkes-kdi.ac.id
Abstrak:
Interaksi obat dapat menyebabkan tidak Rumah Sakit Divari Medical Center pada bulan April
terkontrolnya kadar glukosa darah sehingga sampai bulan Mei 2021. Hasil penelitian
mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas menunjukkan bahwa potensi interaksi obat
hidup pasien. Kejadian interaksi obat akan semakin berdasarkan mekanisme memiliki jumlah kejadian
meningkat dengan penggunaan obat yang lebih sebanyak 139 kasus, farmakodinamik lebih
banyak dari berbagai komplikasi penyakit, sehingga mendominasi 105 kasus (75,54%) dan farmakokinetik
ketika keefektifan obat berkurang akan berdampak 34 kasus (24,46%). Kesimpulan dari penelitian ini
pada tidak tercapainya kadar glukosa darah. Tujuan adalah dari 68 lembar resep pasien terdapat 63
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi lembar resep yang berpotensi mengalami interaksi
interaksi obat pada resep pasien diabetes melitus obat dan mekanisme interaksi obat farmakodinamik
rawat jalan di Rumah Sakit Divari Medical Center 105 potensi, farmakokinetik 34 potensi serta tingkat
Manokwari 2020. Metode penelitian yang digunakan keparahan minor 23 potensi dan moderat 116
adalah desain penelitian kualitatif dengan potensi. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan
pengambilan data dilakukan secara retrospektif. adanya penelitian lebih lanjut mengenai
Populasi dalam penelitian ini 213 lembar resep dan pengembangan identifikasi interaksi obat yang
sampel 68 lembar resep. Penelitian ini dilakukan di spesifik pada pasien diabetes melitus dengan

f
makanan.

oo
Kata kunci: Interaksi Obat, Tingkat keparahan, Diabetes
Mellitus
Abstract:

pr
Drug interactions can cause uncontrolled blood pharmacodynamics dominated with 105 cases
glucose levels so that it affects patient morbidity, (75.54%) and pharmacokinetics opened 34 cases
mortality, and quality of life. The incidence of (24.46%). The more likely potential
drug interactions will increase with the use of pharmacokinetic drug interactions are
ed
more drugs from various complications of the Glimepiride and Metformin as many as 27
disease, so that when the effectiveness of the potencies and the more likely potential
drug decreases it will have an impact on not pharmacokinetic drug interactions are
achieving blood glucose levels. The purpose of Glimepiride and Omeprazole 11 potencies. From
ct

this study was to determine the potential for drug this study, from 68 prescription sheets there were
interactions in the prescription of outpatient 63 prescriptions that experienced drug
diabetes mellitus at Divari Medical Center interactions and pharmacodynamic drug
re

Manokwari Hospital 2020.The research method interaction mechanisms, 105 potential, 34


used is a qualitative research design with potential pharmacokinetics and severity, 23
retrospective data collection. The population in minor potentials and 116 potentials. Suggestions
or

this study found 213 prescription sheets and the for future researchers are expected to conduct
sample opened 68 prescription sheets. This further research on the development of specific
research was conducted at Divari Medical Center drug interactions in patients with diabetes
nc

Hospital from April to May 2021.The results mellitus with food.


showed that the potential for drug interactions
based on the mechanism had a total of 139 cases,
U

Keyword:

Urinalysis, Urine erythrocytes, Urine


leukocytes, Dipstick, Microscopy
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan
dunia. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan jumlah
penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia akan meningkat hingga dua sampai tiga kali
lipat pada tahun 2030 dari 8,4 juta mencapai 21,3 juta orang (PERKENI, 2011). Menurut
Bilous R, 2014) diabetes melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama yang khas, yakni
urin yang berasa manis dalam jumlah yang besar. Interaksi obat dapat menyebabkan tidak
terkontrolnya kadar glukosa darah sehingga mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Kejadian interaksi obat akan semakin meningkat dengan penggunaan
obat yang lebih banyak dari berbagai komplikasi penyakit, sehingga ketika keefektifan obat
berkurang akan berdampak pada tidak tercapainya kadar glukosa darah. Pengendalian kadar
glukosa darah yang ketat mampu mengurangi mortalitas penyakit diabetes melitus tipe 2
(Argawati A., 2015).

f
Beberapa penelitian telah melaporkan potensi terjadinya interaksi obat antidiabetik.

oo
Penelitian yang dilakukan Khalida Handayani & Yardi Saibi (2019) terdapat 56,13% resep
yang berpotensi mengalami interaksi obat dengan 79,24% interaksi terdapat pada resep
dengan ≥5 obat. Penelitian pada pasien diabetes melitus disebuah Instalasi Rawat Jalan
Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak juga melaporkan bahwa interaksi obat terjadi
pada 62,16% resep obat yang menerima obat antidibetik oral. Pola mekanisme interaksinya

pr
adalah interaksi farmakokinetik 13,56%, farmakodinamik 34,15%, dan yang tidak spesifik
52,29% (Mega, G., 2013)
Persentase DM di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,5% dan pada tahun 2018
meningkat menjadi 2,0%. Provinsi Papua Barat merupakan Provinsi yang juga terdiagnosis
ed
DM yaitu 1,93%. Kota Manokwari merupakan salah satu kota di Papua Barat yang cukup
tinggi DM sebesar 2,52%. Pasien cenderung mendapatkan terapi dengan banyak obat,
sehingga meningkatkan efek samping obat dan risiko terjadinya interaksi obat. Interaksi
obat-obat dengan oral antidiabetes diketahui ada yang dapat mengancam jiwa. Paling banyak
kejadiannya diawali dari laporan kasus, namun belakangan pemahaman mengenai
ct

mekanismenya sudah banyak meningkat (Tornio, A.,dkk., 2012)


Berdasarkan data mengenai persentase Diabetes Melitus di Papua Barat, khususnya
Manokwari yang cukup tinggi maka perlu diadakannya pemantauan terapi obat pada pasien
re

Diabetes Melitus, dengan melakukan penelitian potensi interaksi obat terhadap pasien
Diabetes Melitus di Rumah Sakit Divari Medical Center Manokwari sehingga dapat
meminimalisir kemungkinan terjadinya efek yang tidak dikehendaki.
or

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data resep secara
nc

retrospektif yang dilaksanakan di RS Divari Medical Center Manokwari pada bulan April -
Mei 2021. Populasi dalam penelitian ini adalah 213 resep dan jumlah sampel diperoleh
dengan menggunakan rumus Slovin sebanyak 68 resep. Penelitian ini menggunakan teknik
random sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan lembar tabel interaksi obat yang
U

disusun mengacu pada lembar resep pasien Diabetes Melitus. Analisis data yang digunakan
adalah analisa univariat untuk menganalisis karakteristik pasien, golongan dan jenis obat
Diabetes Melitus, jenis interaksi obat Diabetes Melitus, dan tingkat keparahan interaksi obat
Diabetes Melitus di RS Divari Medical Center Manokwari 2020.

HASIL
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Divari
Medical Center Manokwari (n=68)
Jenis Kelamin Frekuensi (F) %
Laki-laki 36 52,94
Perempuan 32 47,06

Berdasarkan tabel 1. resep yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak, yaitu
berjumlah 36 resep dengan persentase 52,94%, dibandingkan resep yang berjenis
kelamin perempuan lebih sedikit, yaitu berjumlah 32 resep dengan persentase
47,06%.

f
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Rumah Sakit Divari Medical

oo
Center Manokwari (n=68)
No. Usia (Tahun) Frekuensi (F) %
1. 25-34 1 1,47
2. 35-44 5 7,35

pr
3. 45-54 25 36,77
4. 55-64 30 44,12
5. 65-74 6 8,82
6. >75 1 1,47
ed
Berdasarkan tabel 2. diperoleh informasi dari setiap lembar resep pasien, rata-rata
pasien yang menerima obat antidiabetik oral persentase paling besar terjadi pada
rentang usia 55-64 tahun, yaitu sebanyak 30 pasien (44,12%) dari 68 sampel,
ct

sedangkan yang paling sedikit terjadi pada rentang usia 25-34 tahun sebanyak satu
pasien (1,47%) dan pada rentang usia >75 tahun yaitu sebanyak satu pasien (1,47%).
re

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Resep di Rumah Sakit Divari Medical Center Manokwari (n=68)

Kategori J Jumlah resep %


u
or

m
l
a
nc

h
O
b
a
U

t
Resep 2 18 2
- 50 6
5 ,
> 4
5 7
7
3
,
5
3
Golongan Antidiabetik Oral Penggunaan %
Antidiabetik Oral Pada
Resep
Sulfonilurea 48 45,72
Biaguanid 39 37,14
DPP-4 18 17,14
Total 105 100

Berdasarkan tabel 3. menunjukkan bahwa resep obat dengan jumlah obat >5 lebih
banyak dari pada jumlah obat dua sampai lima, yaitu sebanyak 50 jumlah resep

f
oo
dengan persentase 73,53%, sedangkan resep dengan jenis obat dua sampai lima
sebanyak 18 jumlah resep dengan persentase 26,47%.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Penggunaan Golongan Obat Antidiabetik di Rumah Sakit Divari
Center Manokwari

pr
ed
ct

Berdasarkan tabel 4. penggunaan golongan antidiabetik oral yang paling banyak


re

diresepkan adalah golongan sulfonilurea, yaitu sebanyak 48 item obat dengan


persentase 45,72%, dan golongan DPP-4 sebanyak 18 item obat dengan persentase
17,14%.
or

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Jenis Obat Antidiabetik di RS Divari Medical Center Manokwari
Jenis Antidiabetik Oral Penggunaan %
nc

Antidiabetik Oral
Pada Resep
Glimepiride 41 39,05
U

Glibenklamide 2 1,91
Gliquidone 5 4,76
Metformin 39 37,14
Galvus 18 17,14
Total 105 100
Berdasarkan tabel 5. bahwa penggunaan jenis antidiabetik oral yang paling banyak
diresepkan adalah Glimepiride, yaitu sebanyak 41 item obat dengan persentase
39,05%, Metformin sebanyak 39 item dengan persentase 37,14%, Galvus sebanyak 18
item dengan persentase 17,14%, Gliquidone sebanyak lima item obat dengan
persentase 4,76% dan Glibenklamide sebanyak dua item dengan persentase 1,91%.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Penggunaan Golongan Obat Antidiabetik di Rumah Sakit Divari
Center Manokwari

f
Kategori Jumlah Pasien %

oo
Ada Interaksi 63 92,65
Tidak Ada Interaksi 5 7,35

pr
ed
Berdasarkan tabel 6. potensi interaksi obat berdasarkan jumlah resep pasien diperoleh
bahwa persentase pasien Diabetes Melitus di RS Divari Medical Center lebih banyak
yang berpotensi mengalami interaksi obat yaitu, sebanyak 63 lembar resep pasien
ct

(92,65%), sementara yang tidak berpotensi mengalami interaksi obat sebanyak 5


lembar resep (7,35%).
re

Tabel 7 Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme di RS Divari Medical Center


Manokwari
or

Mekanisme Antidiabetik Jumlah Potensi %


Oral
nc

Farmakokinetika 34 24,46

Farmakodinamika 105 75,54


U

Total 139 100


Berdasarkan tabel 7. mekanisme potensi interaksi obat, diperoleh bahwa mekansime
interaksi obat yang paling berpotensi terjadi adalah mekanisme interaksi obat
farmakodinamik, yaitu, sebanyak 105 potensi (75,54%) dan mekanisme interaksi obat
farmakokinetika sebanyak 34 potensi (24,46%).

Tabel 8 Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme di RS Divari Medical Center


Manokwari

Tingkat Keparahan Jumlah Potensi %


Minor 23 16,55

Moderat 116 83,45

f
oo
Mayor 0 0

Total 139 100

pr
ed
ct

Berdasarkan tabel 8. menunjukkan bahwa potensi interaksi dengan tingkat


re

keparahan moderat lebih tinggi yaitu, sebanyak 116 jumlah kejadian dengan
persentase 83,45% dan minor dengan jumlah kejadian sebanyak 23 dengan
persentase 16,55%.
or

PEMBAHASAN
nc

Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai potensi
yang hampir sama pada kejadian penyakit Diabetes Melitus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 yang menyatakan
U

bahwa secara global tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin
laki-laki dan perempuan pada pasien Diabetes Melitus, hanya saja penderita Diabetes
Melitus dengan jenis kelamin laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan perempuan, yaitu
sebesar 198 juta pasien berjenis kelamin laki-laki dan 184 juta pasien berjenis kelamin
perempuan. Asumsi peneliti, perbedaan kejadian Diabetes Melitus berdasarkan jenis
kelamin kemungkinan dikarenakan oleh perbedaan pola hidup tiap individu yang kurang
baik yaitu laki-laki lebih sering merokok sehingga potensi kejadian Diabetes Melitus tiap
individu berbeda-beda.
Golongan dan Jenis Obat
Dalam penelitian ini golongan obat sulfonilurea yang paling sering diresepkan adalah
Glimepiride sebanyak 41 item (39,05%) dari 68 lembar resep. Golongan sulfonilurea yang
paling sedikit digunakan atau diresepkan adalah Glibenklamide (1,91%). Glimepiride lebih
sering digunakan dari pada Glibenklamide karena Glimepiride lebih jarang menimbulkan
efek hipoglikemik, dan salah satu efek samping yang berisiko pada pasien diabetes
melitus geriatrik adalah hipoglikemia (Stockley, I. H., 2008). Menurut asumsi peneliti
golongan sulfonilurea banyak diresepkan karena masuk dalam monoterapi lini pertama
pengobatan diabetes mellitus dan obat yang efektif menurunkan kadar gula darah.
Metformin dalam golongan obat biguanid merupakan obat yang paling sering
diresepkan sekitar 39 item obat (37,14%) dari 68 lembar. Menurut Depkes (2005),
Metformin merupakan satu-satunya golongan obat biguanid yang masih digunakan
sebagai obat hipoglikemik oral, dan masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk
Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak
melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Asumsi peneliti,
Dalam hal manajemen terapi hiperglikemia, Metformin merupakan obat lini pertama

f
terapi tunggal dalam penanganan diabetes melitus, juga sebagai lini pertama dalam terapi

oo
kombinasi dengan antidiabetik oral lainnya.
Golongan DPP-4 inhibitors dalam penelitian ini adalah obat Galvus (Vildagliptin)
dengan persentase 17,14% atau 18 item obat. Golongan DPP-4 dapat mengurangi secara

pr
parsial glukagon yang tidak tepat secara postprandial dan merangsang sekresi insulin
yang bergantung pada glukosa. Obat ditoleransi dengan baik, netral berat, dan tidak
menyebabkan efek samping gastrointestinal (Van Booven D,dkk., 2010).
Gliquidone bekerja menurunkan kadar gula darah melalui peningkatan produksi dan
ed
sekresi insulin dari sel beta pankreas, serta mendorong perpindahan glukosa dari darah
ke dalam sel tubuh yang memerlukan. Efek samping Gliquidone mencakup hipoglikemia,
gangguan fungsi hati, peningkatan berat badan, dan juga meningkatkan risiko kejadian
kardiovaskular. Interaksi obat dapat meningkatkan risiko efek samping atau menurunkan
ct

efek penurunan kadar gula darah.


Glibenklamide salah satu golongan obat sulfonilurea yang dalam penelitian ini tidak
banyak diresepkan oleh dokter di RS Divari Medical Center Manokwari dibandingkan
re

dengan obat glimepiride. Menurut Depkes (2005), Glimepiride lebih sering digunakan
dari pada Glibenklamide karena Glimepiride lebih jarang menimbulkan efek
hipoglikemik, dan salah satu efek samping yang berisiko pada pasien diabetes melitus
or

geriatrik adalah hipoglikemia. Fungsi dari Glibenklamide sendiri bekerja dengan cara
menstimulasi sel β pankreas untuk mengeluarkan insulin. Efek samping yang muncul
pada saat penggunaan Glibenklamide yaitu hipoglikemik, konstipasi, mual muntah.
nc

Asumsi peneliti bahwa pasien lansia/geriatric pada penelitian ini cukup banyak sehingga
penggunaan glibenklamide tidak terlalu diresepkan karena memiliki efek samping
hipoglikemia yang beresiko pada pada lansia. Penanganan yang dilakukan adalah dengan
mengkontrol gula darah jika efek hipoglikemik terjadi terus menerus dan segera melapor
U

ke dokter.

Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme


Potensi interaksi obat farmakodinamika terjadi pada kombinasi obat Metformin dan
Glimepiride. Penggunaan Metformin dan Glimepiride secara bersamaan dapat berpotensi
meningkatkan risiko hipoglikemia. Menurut peneliti Resep yang ditulis dokter untuk
aturan pakainya sudah tepat, direkomendasikan agar Metformin diminum setelah makan
dan Glimepiride setengah jam sebelum makan untuk menghindari terjadinya risiko
hipoglikemik. Penanganan ini dilakukan agar kedua obat tersebut dapat digunakan
dengan aman dan perlu dilakukan pemantauan gula darah.
Dosis yang lebih rendah dari sekretagog insulin (misalnya, sulfonilurea, meglitinid)
atau insulin mungkin diperlukan bila digunakan dengan metformin. Glukosa darah harus
dipantau secara ketat, dan pasien harus diberitahu tentang tanda dan gejala potensial
hipoglikemia (misalnya, sakit kepala, pusing, mengantuk, gugup, kebingungan, tremor,
kelaparan, kelemahan, keringat, palpitasi, takikardia) dan tindakan perbaikan yang tepat
jika itu terjadi. Pasien juga harus disarankan untuk mengambil tindakan pencegahan
untuk menghindari hipoglikemia saat mengemudi/mengoperasikan mesin berbahaya
(drug interaction checker, 2022).
Glimepiride dengan Aspirin juga merupakan interaksi obat farmakodinamika.
Pemberian obat Aspirin pada terapi Glimepiride dapat meningkatkan efek hipoglikemik
dengan mekanisme interaksi dari kedua obat ini secara farmakodinamik yaitu salisilat
dapat menurunkan level glukosa plasma basal dan meningkatkan sekresi insulin (Drug
Interactions Checker, 2021). Asumsi peneliti bahwa Dokter praktek yang ada di RS Divari
Medical Center menganjurkan aturan pakai Glimepiride setengah jam sebelum makan

f
pada pagi hari, dan obat Aspirin diminum setelah makan pada malam hari untuk

oo
menghindari terjadinya interaksi efek hipoglikemik yang tidak diinginkan. Penanganan
yang dapat dilakukan dari interaksi ini adalah memonitoring kadar gula darah pasien, jika
efek hipoglikemik yang ditimbulkan terus menerus terjadi, direkomendasikan untuk
konsultasi kembali ke dokter apabila diperlukan penurunan dosis sulfonilurea atau
pertimbangkan penggunaan terapi alternatif lainnya. Menurut Drug Interaction Checker

pr
(2022) memerlukan penyesuaian dosis atau pemantauan gula darah yang lebih sering
untuk menggunakan kedua obat dengan aman. Pemantauan ketat untuk perkembangan
hipoglikemia dianjurkan jika obat ini diberikan bersama dengan sekretagog insulin,
terutama pada pasien dengan usia lanjut atau gangguan ginjal.
Galvus dan Glimepiride merupakan mekanisme interaksi obat secara
ed
farmakodinamika. Pada resep obat yang telah diresepkan oleh dokter, penggunaan obat
Galvus diminum sehari satu kali satu tablet pada malam hari setelah makan dan
Glimepiride sehari satu kali satu tablet pada pagi sebelum makan. Pada pasien dengan
peningkatan risiko hipoglikemia, mulai dengan 1mg per oral sekali sehari dan titrasi
ct

secara perlahan. Jarak minum obat disesuaikan dan perlu pemantaun gula darah.
Menurut Drug Interaction Checker (2021) Galvus dapat meningkatkan aktivitas
hipoglikemik Glimepiride. Waktu paruh eliminasi Glimepiride adalah sekitar 5 hingga 8
re

jam, 3 yang dapat meningkat hingga 9 jam setelah beberapa dosis. Asumsi peneliti dengan
mempertimbangkan waktu paruh, aturan pakai dan jarak penggunaan maka dapat
mencegah potensi interaksi kedua obat tersebut.
Potensi interaksi melalui mekanisme farmakokinetik salah satu contohnya adalah
or

Glimepiride dengan Clopidogrel. Pemberian obat Clopidogrel dapat meningkatkan


toksisitas Glimepiride. Studi in vitro telah menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi
Clopidogrel menghambat isoenzim CYP450 2C9. Metabolisme obat yang merupakan
nc

substrat untuk enzim ini dapat menurun, yang berpotensi toksisitas obat substrat.
Signifikansi klinis dan besarnya interaksi ini tidak diketahui. Penyesuaian dosis mungkin
diperlukan jika interaksi dicurigai (Product Information Plavix clopidogrel) (Drugbank.,
2022).
U

Peresepan obat yang diberikan dokter di RS Divari Medical Center sudah


mencantumkan aturan minum obat Glimepiride yaitu setengah jam sebelum makan pagi.
Menurut asumsi peneliti, agar obat terserap dulu ke dalam seluruh peredaran darah
sehingga mencegah gula darah naik dengan cepat setelah makan kemudian penggunaan
obat Clopidogrel pada malam hari setelah makan, hal ini kemungkinan untuk
menghindari Clopidogrel dalam meningkatan toksisitas Glimepiride. Disarankan pasien
melakukan pengecekan glukosa darah setelah meminum kedua obat ini.
Glimepiride dengan Fenofibrate juga merupakan salah satu potensi interaksi obat
melalui mekanisme farmakokinetik pada proses distribusi dan ekskresi. Fenofibrate akan
menghambat sekresi Glimepiride di tubulus ginjal sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi plasma Glimepiride dan menimbulkan efek hipogklikemia. Resep
menunjukan aturan minum obat Fenofibrate sehari satu kali satu tablet pada siang hari
setelah makan dan Glimepiride sehari satu kali satu tablet sebelum makan. Asumsi
peneliti hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi interaksi obat yang memberikan efek
hipoglikemia maka kedua obat diberi jarak waktu, rekomendasi dengan memonitoring
kadar glukosa pasien dan melakukan penyesuaian dosis.
Glimepiride dengan Omeprazole memiliki mekanisme farmakokinetik yang dapat
meningkatkan konsentrasi sulfonilurea dan efek hipoglikemik (drug interactions checker,
2021). Penanganan yang dilakukan adalah mengontrol gula darah secara teratur.

Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat


Potensi interaksi obat yang mengalami tingkat keparahan moderat yaitu
penggabungan antara obat Glimepiride dengan Aspirin. Pemberian obat Aspirin pada
terapi Glimepiride dapat meningkatkan efek hipoglikemik dengan mekanisme interaksi
dari kedua obat ini secara farmakodinamik yaitu salisilat dapat menurunkan level glukosa
plasma basal dan meningkatkan sekresi insulin (Drugbank., 2022). Penanganan yang

f
dapat dilakukan dari interaksi ini adalah memonitoring kadar gula darah pasien, jika efek

oo
hipoglikemik yang ditimbulkan terus menerus terjadi, direkomendasikan untuk
penurunan dosis sulfonilurea atau pertimbangkan penggunaan terapi alternatif lainnya.
Hasil penelitian Metformin dan Glimepiride dengan tingkat keparahan moderat, secara
bersamaan dapat berpotensi meningkatkan risiko hipoglikemia atau gula darah rendah,
dengan tingkat keparahan moderat (Drugbank., 2022). Risiko semakin meningkat ketika

pr
asupan kalori kurang atau ketika olahraga berat tidak dikompensasi oleh suplementasi
kalori. Rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu pantau status klinis pasien.
Potensi interaksi obat dengan tingkat keparahan minor salah satunya adalah interaksi
antara obat Glimepiride dengan Omeprazole. Metabolisme Omeprazole dapat diturunkan
bila dikombinasikan dengan Glimepiride (Van Booven D, 2010). Glimepiride dengan
ed
Clopidogrel merupakan tingkat keparahan minor, yaitu metabolisme Glimepiride dapat
diturunkan bila dikombinasikan dengan Clopidogrel (Drugbank., 2021) Sehingga
disarankan pasien melakukan pengecekan glukosa darah setelah meminum kedua obat
ini. Menurut peneliti tingkat keparahan obat yang lebih banyak terjadi adalah moderat
ct

dan minor. Hal ini dikarenakan, pengobatan di RS Divari Medical Center sudah
memperhatikan keamanan pengobatan pada pasien.
re

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa golongan sulfonilurea
terdiri dari Glimepiride, Glibenklamide dan Gliquidone, golongan biguanid terdapat obat
or

Metformin, dan DDP IV terdapat obat Galvus pada pasien Diabetes Melitus rawat jalan di RS
Divari Medical Center Manokwari - Papua Barat. Mekanisme interaksi obat terdiri dari
interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik pada pasien Diabetes Melitus rawat
nc

jalan di RS Divari Medical Center Manokwari - Papua Barat. Tingkat keparahan interaksi
obat pada pasien Diabetes Melitus rawat jalan di RS Divari Medical Center Manokwari -
Papua Barat, terdiri dari minor dan moderat. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat melakukan pengembangan identifikasi interaksi obat yang lebih spesifik terkait
interaksi obat diabetes melitus dengan makanan.
U

REFERENSI
1. Argawati, A., Evaluasi Pola Terapi dan Outcome Klinik Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta. 2015.
2. Bilous Rudy & Richard Donelly. Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Bumi Medika.
Jakarta. 2014.
3. Drugs.com. Drugs Interaction Checker
(Online).http://www.drugs.com/drugs_interaction.php. 2022.
4. Drugbank.com. Online https://go.drugbank.com/drug-interaction-checker. 2021.
5. IDF, 2017. IDF Diabetes Atlas Eight Edition. International Diabetes Federation.
6. Khalida Handayani & Yardi Saibi. Potensi Interaksi Obat Pada Resep Pasien Diabetes
Melitus Rawat Jalan di RS X Jakarta Pusat. Pharmaceutical and Biomedical Sciences
Journal, Volume 1(1), November 2019, 43-4.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Konsesus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta. 2011.
8. Stockley, I. H. Stockley’s Drug Interaction, 9th edition. London: Pharmaceutical Press.
2008.
9. Tornio, A., Niemi, M., Neuvoen, P.J., dan Backman, J.T. Drug interactions with oral
antidiabetic agents; pharmacokinetic mechanisms and clinical implications Trends in
Pharmacological Science, 2012. 3: 312-322.
10. Van Booven D, Marsh S, McLeod H, Carrillo MW, Sangkuhl K, Klein TE, Altman RB.
Cytochrome P450 2C9-CYP2C9. Pharmacogenet Genomics. 2010. Apr; 20(4):277-81. doi:

f
10.1097/FPC.0b013e3283349e84.

oo
pr
ed
ct
re
or
nc
U

Anda mungkin juga menyukai