Anda di halaman 1dari 12

Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546

Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

Tanggung Jawab Penyedia Platform terhadap Pekerja Gig (Gig Worker) dalam Hubungan
Kemitraan atas Wanprestasi Pembeli Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Aril Ramadhan Nur Alam1, Holyness N Singadimedja2, Rr. Janti Surjanti3

Abstrak
Perjanjian kemitraan antara penyedia platform dengan gig worker (kurir) merupakan perjanjian kemitraan
yang berbentuk semu, di mana kedudukan di antara keduanya tidak seimbang, yang menyebabkan kurir
sering kali mengalami tindakan yang merugikan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan
menindaklanjuti pertanggungjawaban dari penyedia platform yang menjalin kemitraan dengan gig worker
atas tindakan wanprestasi yang dilakukan pembeli dan berdampak pada gig worker. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada pemanfaatan bahan pustaka
atau data sekunder, yang memuat bahan hukum primer, sekunder, ataupun tersier. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa penyedia platform tidak adanya kewajiban untuk bertanggung jawab kepada gig worker
atas akibat dari tindakan wanprestasi pembeli karena adanya klausul eksonerasi (batasan tanggung jawab)
dalam perjanjian kemitraan. Selain itu, penyedia platform juga tidak memberikan pelindungan hukum
kepada gig worker yang salah satunya yaitu untuk melakukan tuntutan atau gugatan kepada penyedia
platform, hal ini dikarenakan adanya klausul ganti rugi sehingga gig worker tidak dapat menuntut ataupun
mengajukan gugatan kepada penyedia platform.

Kata kunci: gig worker, pelindungan, penyedia platform, perjanjian kemitraan, tanggung jawab.

The Responsibility of the Platform Provider to Gig Worker in a Partnership Relationship for the
Buyers Default is Reviewed from the Civil Law Code

Abstract
The partnership agreement between the platform provider and the gig worker (courier) is a pseudo-
partnership agreement, in which the position between the two is not balanced, which causes the courier to
often experience adverse actions. This study aims to identify and follow up on the accountability of platform
providers who form partnerships with gig workers for default actions committed by buyers and impacted on
gig workers. This research using a normative juridical method with an emphasis on the use of library
materials or secondary data, which contains primary, secondary, or tertiary legal materials. Based on the
results of the research that the platform provider has no obligation to be responsible to the gig worker for
the consequences of the buyer's default action due to the exoneration clause (limit of liability) in the
partnership agreement. In addition, the platform provider also does not provide legal protection to gig
workers, one of which is to file a claim or lawsuit against the platform provider, this is because there is a
compensation clause so that the gig worker cannot sue or file a lawsuit against the platform provider.

Keywords: gig worker, protection, platform provider, partnership agreement, responsibility.

1
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
arilramadhan84@gmail.com, S. H. (candidate at Universitas Padjadjaran)
2
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
holyness@unpad.ac.id, Dosen.
3
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
janti@mail.unpad.ac.id, Dosen.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

A. Pendahuluan muncul pertama kali di beberapa kota


Akhir 2019, muncul sebuah virus besar. Ojek online menyediakan berbagai
berbahaya yang menggemparkan dunia, layanan, dimulai dari transportasi untuk
yakni Corona Virus Disease 2019 mobilitas manusia, hingga pengiriman
(selanjutnya disebut “Covid-19”). Adanya makanan dan paket.6 Maraknya
pandemi Covid-19 menunjukkan situasi transportasi online yang berafiliasi dengan
dan kondisi yang berbeda dari keadaan platform digital banyak menarik minat dan
sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari perhatian bagi gig worker dalam mencari
dampak yang disebabkan pandemi Covid- pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
19, salah satunya di bidang perekonomian. hidupnya. Platform-platform digital yang
Di Indonesia, dampak pandemi Covid-19 di menyediakan pekerjaan bagi gig worker
bidang perekonomian terlihat pada saat ini seperti Go-jek, Sribu, Grab,
meningkatnya jumlah pengangguran yang Sribulancer, Fastwork.id, Shopee Express,
diakibatkan karena Pemutusan Hubungan dan platform digital lainnya.7
Kerja (selanjutnya disebut “PHK”) oleh Dengan adanya platform digital
perusahaannya. tersebut dapat memberikan dan membuka
Banyaknya pengangguran yang lapangan pekerjaan bagi gig worker serta
disebabkan karena PHK akibat dari mengurangi tingkat pengangguran. Melalui
pandemi Covid-19, secara langsung platform digital tersebut, gig worker
berdampak pada peralihan pekerjaan, yang mendapatkan kemudahan dalam
mulanya dari pekerja tetap menjadi menjalankan pekerjaannya sebagai driver
pekerja gig (selanjutnya disebut “Gig ataupun kurir yaitu fleksibilitasnya jam
Worker”) dengan tujuan agar tetap kerja, memiliki kebebasan untuk mengatur
mendapatkan pendapatan dan memenuhi jam kerja, dan beban pekerjaan, serta
kebutuhan hidupnya. penghasilan yang didapatkan
Gig worker merupakan pekerja berbandingkan lurus dengan banyaknya
kontrak yang dimediasi platform digital pesanan yang dikerjakan.8
berdasarkan permintaan dari individu Di sisi lain, di balik kemudahan
(pekerja) yang tidak mempunyai status tersebut, ternyata gig worker masih
pekerja formal, tetapi diperlakukan oleh terdapat permasalahan-permasalahan
penyedia platform sebagai kontraktor yang dihadapinya seperti adanya
independen.4 Gig Worker berkaitan erat ketimpangan antara hak dan kewajiban
dengan Gig Economy, di mana Gig yang terjadi di antara gig worker dengan
Economy merupakan sebuah sistem pasar penyedia platform. Ketimpangan tersebut
dengan konsep tenaga kerja bebas, di dirasakan gig worker disebabkan karena
mana pihak perusahaan melakukan status gig worker sebagai mitra dari
kontrak kerja terhadap gig worker untuk penyedia platform, yang menanggung
jangka waktu yang pendek.5 semua biaya dan risiko selama melakukan
Tahun 2015 menjadi awal kemunculan pekerjaannya, seperti gig worker harus
gig economy di Indonesia, yang ditandai mengatasi setiap masalah yang muncul
dengan adanya transportasi online dengan ketika mengambil pesanan melalui aplikasi
basis platform digital, khususnya ojek yang
6
Riani Rachmawati, Safitri, Luthfianti Zakia, Ayu Lupita, &
Alex De Ruyter, Loc. Cit.
4 7
Riani Rachmawati, Safitri, Luthfianti Zakia, Ayu Lupita, & Maria Grace Herlina dan Vanessa Tanzania, “Tren Gig
Alex De Ruyter, “Urban Gig Workers in Indonesia Economy”,
during COVID-19: The Experience of Online ‘Ojek’ https://bbs.binus.ac.id/management/2021/03/tren-
Drivers”, Work Organisation, Labour & Globalisation, gig-economy/, Diunduh 19 Desember 2021.
8
Volume 15, Issue 1, 2021, hlm. 32. Prasidya Ilvan Yahdi, “OPINI: Perlindungan Kerja Krusial di
5
Hening Daini, “Fenomena Gig Economy dalam Hukum Era Gig Economy”,
Ketenagakerjaan”, https://constituzen.id/fenomena- https://ekonomi.bisnis.com/read/20181114/9/859663
gig-economy-dalam-hukum-ketenagakerjaan/, /opini-perlindungan-kerja-krusial-di-era-gig-economy-
Diunduh 19 Desember 2021. di-era-gig-economy, Diunduh 19 Desember 2021.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

atau platform digital tersebut. Hal tersebut delivery (selanjutnya disebut “COD”),
karena gig worker dipandang mempunyai padahal barang tersebut sudah dibuka
kemampuan untuk menentukan sendiri bungkusnya, tetapi pembeli tetap enggan
mengenai kondisi kerja, termasuk untuk membayar dan menodongkan pistol
mengenai pengaturan waktu kerja, ke kurir.11 Akibat dari tindakan wanprestasi
seberapa keras gig worker bekerja untuk tersebut, kurir tidak mendapatkan bayaran
mencapai target pendapatannya, dan dari pengantaran barang tersebut karena
pengelolaan risiko dalam melakukan uang dari pemesanan barang tersebut
pekerjaan (seperti kecelakaan lalu lintas tidak diterima oleh kurir dan tidak
dan kejahatan jalanan).9 diserahkan kepada marketplace, kecuali
Status mitra yang ada pada gig worker kurir menawarkan barang tersebut kepada
terjadi karena adanya hubungan hukum orang lain atau membayar dengan uangnya
antara gig worker dengan penyedia sendiri. Hal ini terjadi karena masih
platform. Hubungan hukum yang terjalin banyaknya pembeli yang belum
antara gig worker dengan penyedia mengetahui mengenai mekanisme
platform berupa hubungan kemitraan, pemesanan yang dilakukan secara COD
yang didasari dengan adanya perjanjian serta pengaturan mengenai kebijakan dan
kemitraan di antara keduanya. mekanisme COD yang termuat dalam situs
Hubungan kemitraan tersebut web marketplace tidak mempunyai
didasarkan pada ketentuan Pasal 1313 kekuatan hukum dan hanya dijadikan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pedoman teknis.12
(selanjutnya disebut “KUH Perdata”), Sejauh ini, Peneliti belum menemukan
berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu penulisan hukum yang secara khusus
perbuatan dengan mana satu orang atau membahas mengenai tanggung jawab
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu penyedia platform terhadap gig worker
orang lain atau lebih.”10 Didasarkan pada dalam hubungan kemitraan atas
KUH Perdata karena hubungan kemitraan wanprestasi pembeli, akan tetapi terdapat
tersebut belum memiliki aturan yang penelitian yang mendekati dengan
mengatur secara spesifik mengenai penulisan tugas akhir Peneliti, yaitu:
hubungan kemitraan antara penyedia Priatma Baginda, Tinjauan Yuridis
platform dengan gig worker, sehingga Terhadap Perjanjian Kemitraan antara PT
berdampak pada terbatasnya Go-jek Indonesia dengan Pengemudi Go-jek
pertanggungjawaban penyedia platform Dihubungkan dengan Kitab Undang-
serta lemahnya pelindungan hukum Undang Hukum Perdata, Program Sarjana
kepada gig worker, dan berujung pada Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran,
terjadinya ketimpangan hak dan kewajiban 2016, yang membahas mengenai
antara gig worker dengan penyedia perjanjian kemitraan antara PT Go-jek
platform. Indonesia dengan pengemudi dan
Ketimpangan tersebut dibuktikan pelindungan hukum bagi pengemudi
dengan adanya tindakan wanprestasi dari terkait penyitaan sepihak oleh PT Go-jek
pembeli yang merugikan gig worker. Hal ini Indonesia dikaitkan dengan KUH Perdata,
dapat dilihat pada kasus di Bogor, di mana
seorang kurir ditodong pistol oleh pembeli, 11
CNN Indonesia, “Kurir Ditodong Pistol di Bogor, Pelaku
yang bermula karena pembeli memesan Enggan Bayar Pesanan”,
barang yang berbeda dengan yang https://www.cnnindonesia.com/nasional/2021050314
diantarkan kurir melalui sistem cash on 4129-12-637919/kurir-ditodong-pistol-di-bogor-
pelaku-enggan-bayar-pesanan, Diunduh 19 Desember
2021.
12
I Wayan Gde Wiryawan, “Urgensi Perlindungan Kurir
9
Riani Rachmawati, Safitri, Luthfianti Zakia, Ayu Lupita, & dalam Transaksi E-Commerce dengan Sistem COD
Alex De Ruyter, Op. Cit., hlm. 32. (Cash on Delivery)”, Jurnal Analisis Hukum, Volume 4,
10
Pasal 1313, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Issue 2, 2021, hlm. 188.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

Berdasarkan pemaparan di atas, Penelitian ini juga menggunakan


penelitian ini berfokus pada dua pokok teknik pengumpulan data yang dilakukan
permasalahan sebagai berikut: dengan cara studi kepustakaan dan studi
1) Bagaimana pertanggungjawaban lapangan, yang dalam proses penyusunan
penyedia platform yang menjalin studi kepustakaan menggunakan data
kemitraan dengan gig worker atas sekunder dan studi lapangan menggunakan
akibat wanprestasi yang dilakukan data primer sebagai pendukung data
pembeli? sekunder, yang dilakukan dengan cara
2) Bagaimana pelindungan hukum bagi wawancara secara daring melalui Line dan
gig worker pada sistem pembayaran WhatsApp terhadap narasumber yang
melalui COD yang dilakukan pembeli berkaitan dengan objek penelitian, seperti
terhadap gig worker yang menjalin kurir, penjual e-commerce, dan masyarakat
hubungan kemitraan dengan sekitar.
penyedia platform ditinjau dari KUH
Perdata? C. Pembahasan dan Analisis
1. Tanggung Jawab Penyedia Platform
B. Metode Penelitian terhadap Gig Worker atas Akibat
Penelitian ini menggunakan metode Wanprestasi Pembeli
pendekatan yuridis normatif, yang Perjanjian kemitraan yang terjalin antara
menitikberatkan pada pemanfaatan bahan penyedia platform dengan gig worker
pustaka atau data sekunder, yang memuat termasuk ke dalam kontrak elektronik.
bahan hukum primer, sekunder, ataupun Dikatakan sebagai kontrak elektronik
tersier.13 karena memiliki ciri-ciri di antaranya yaitu
Penelitian ini bersifat deskriptif kontrak dilakukan dari jarak jauh dan tanpa
analitis, yang artinya penelitian ini memiliki harus ada tatap muka, hal ini dikarenakan
tujuan untuk memberikan penjelasan para pihak yang terkait saling terhubung
secara jelas, berurutan, dan universal dengan jaringan internet.17 Pihak yang
terkait seluruh hal, baik itu perundang- terikat dalam kontrak tersebut seperti
undangan ataupun teori-teori hukum.14 penyedia platform (marketplace) dan gig
Selain itu, penelitian deskriptif bertujuan worker (kurir), yang tidak perlu bertemu
untuk memberikan data-data dengan secara langsung dan hanya dengan
cermat terkait dengan manusia, keadaan, mengandalkan jaringan internet, kedua
ataupun gejala lainnya, di mana penelitian belah pihak sudah dapat membuat
ini berupaya untuk memperjelas hipotesa perjanjian kemitraan, yang mana gig
agar membantu memperkokoh teori lama worker hanya dengan mengunjungi situs
ataupun menyusun teori baru.15 web dari penyedia platform dan
Dalam penelitian ini menggunakan menyetujui ketentuan dalam perjanjian
analisis data secara normatif kualitatif, kemitraan yang tercantum di dalam situs
yang artinya penelitian ini menganalisis web tersebut. Selain dikatakan sebagai
data-data sekunder secara kuantitatif dari kontrak elektronik, perjanjian kemitraan
perspektif ilmu hukum untuk dapat tersebut juga disebut sebagai perjanjian
menghasilkan kesimpulan.16 baku, yang mana salah satu pihak yakni
penyedia platform telah membuat
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: perjanjian tersebut terlebih dahulu untuk
UI Press, 1986, hlm. 52. ditampilkan di situs web agar dibaca dan
14
Soemitro dan Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian disetujui oleh pihak yang ingin bermitra
Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983,
hlm. 10.
15 17
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 10. Cita Yustisia Serfiani, R. Serfianto D. Purnomo, & Iswi
16
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Hariyani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi
Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, Jakarta: PT Raja Elektronik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013,
Grafindo Persada, 2009, hlm. 12. hlm. 100.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

dengannya seperti gig worker. Dinamakan perjanjian atau tidak dan kebebasan dalam
sebagai perjanjian baku karena pihak yang memilih pihak-pihak yang terjalin di dalam
membuatnya yaitu penyedia platform perjanjian, sedangkan di dalam
membuat keseluruhan ketentuan isi pasal penggunaan perjanjian baku yang dapat
dengan sendirinya tanpa adanya berdampak pada asas kebebasan
kesepakatan dari pihak yang ingin berkontrak menjadi kurang atau tidak
membuat perjanjian bersamanya. Dengan mutlak, yakni adanya kebebasan para
kata lain, penyedia platform secara bebas pihak dalam menentukan bentuk
menentukan isi pasal yang akan dibuatnya perjanjian yang akan dibuatnya (baik
dan bagi pihak yang ingin mengadakan secara tertulis, lisan, ataupun elektronik)
perjanjian dengannya harus mengikuti dan dan kebebasan para pihak dalam
tunduk terhadap perjanjian yang sudah menentukan substansi perjanjian tidak
dibuatnya. terwujud karena bentuk dan substansi
Perjanjian baku yang terjalin antara perjanjian telah ditentukan oleh salah satu
penyedia platform dengan gig worker pihak19, di mana dalam hal ini pihaknya
melanggar asas-asas dalam perjanjian yaitu penyedia platform.
yakni asas kebebasan berkontrak yang Perjanjian baku dapat mengakibatkan
terkandung di dalam Pasal 1338 KUH ketidaksetaraan atau ketidaksederajatan
Perdata, di mana asas tersebut memberi antar para pihak, hal ini karena dapat
kebebasan mengenai dengan siapa dikatakan salah satu pihak lebih dominan
perjanjian akan dibuat dan menentukan dan memiliki kendali atas perjanjian yang
substansi perjanjian yang akan dibentuk akan dibuatnya, serta memberikan tekanan
berdasarkan kesepakatan bersama. kepada pihak lainnya. Sama halnya dengan
Dikatakan melanggar asas kebebasan perjanjian kemitraan yang dibentuk oleh
berkontrak karena di dalam pembuatan penyedia platform, penyedia platform
perjanjian ini hanya dibentuk oleh salah memiliki kendali atas isi perjanjian yang
satu pihak yaitu penyedia platform dan dibentuk dan ditujukan bagi pihak yang
adanya pencantuman klausula eksonerasi, bersedia tunduk dan mematuhi aturan
yakni klausula yang berisi mengenai yang terdapat di dalam isi perjanjian
pembatasan atau penghapusan tanggung tersebut, seperti halnya dengan gig worker
jawab yang seharusnya dibebankan oleh (kurir) yang secara terpaksa harus
pihak penyedia.18 Dengan kata lain bahwa mematuhi perjanjian kemitraan tersebut,
pihak penyedia bebas dari segala tanggung karena hanya dengan mematuhi isi
jawab yang nantinya dibebankan perjanjian tersebut, gig worker dapat
kepadanya. memperoleh pekerjaan untuk
Didasarkan pada klausula eksonerasi menghasilkan pendapatan.
pada perjanjian baku, dapat dilihat bahwa Dilihat dari konsep perjanjian
dalam pembentukan perjanjian sangat kemitraan, perjanjian kemitraan yang
minim dalam menerapkan asas kebebasan terjalin antara penyedia platform dengan
berkontrak. Dalam perjanjian baku, gig worker telah menyalahi aturan dan
pengimplementasian asas kebebasan konsepnya. Hal ini karena perjanjian
berkontrak dapat diwujudkan dengan kemitraan merupakan perjanjian yang
adanya kebebasan para pihak di dalam didasarkan pada prinsip saling
perjanjian, seperti kebebasan dalam membutuhkan, mempercayai,
menentukan para pihak akan membuat memperkokoh, dan menguntungkan bagi
para pihak, yang mana para pihak memiliki
18
Niru Anita Sinaga, “Implementasi Asas Kebebasan kedudukan yang setara satu sama lain.
Berkontrak pada Perjanjian Baku dalam Mewujudkan Berbanding terbalik dengan konsep dan
Keadilan Para Pihak”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara-
Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal
19
Suryadarma, Volume 9, Issue 1, 2018, hlm. 33. Ibid.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

pengertian perjanjian kemitraan, perjanjian penyebab lainnya dari tindakan hukum


kemitraan yang terjalin antara penyedia dalam keadilan oleh undang-undang atau
platform dengan gig worker justru hal lainnya untuk: hilangnya penggunaan;
menempatkan kedudukan salah satu pihak lenyapnya keuntungan; lenyapnya
untuk berada di bawah pihak lainnya. pendapatan; musnahnya good will; atau
Dengan kata lain, terdapat kegagalan mewujudkan simpanan yang
ketidakseimbangan atau diperkirakan untuk setiap kasus, baik
ketidaksederajatan kedudukan, yang mana secara langsung ataupun tidak langsung;
penyedia platform kedudukannya lebih atau setiap kerugian tidak langsung,
tinggi daripada gig worker. insidentil, khusus, atau konsekuensial yang
Jika dilihat dari perjanjian kemitraan muncul dari ketidakmampuan
penyedia platform (marketplace) dengan menggunakan Shopee.21
gig worker, digunakan istilah syarat dan Di dalam Syarat dan Ketentuan Mitra
ketentuan yang dijadikan sebagai Tokopedia terdapat pengaturan mengenai
perjanjian yang sah dan mengikat bagi pelepasan, yang berisi mengenai jika
pihak yang mengadakan perjanjian terjadi perselihan antara Tokopedia
tersebut. Seperti halnya di dalam syarat dengan mitra Tokopedia, mitra Tokopedia
dan ketentuan dari Tokopedia dan Shopee akan melepaskan Tokopedia dari segala
terdapat klausula eksonerasi (pembatasan klaim dan tindakan hukum atas kerusakan
tanggung jawab), yang mana pada dan kerugian yang timbul. Dalam hal ini,
pokoknya menjelaskan bahwa Tokopedia mitra Tokopedia sengaja melepaskan
hanya bertanggung jawab sebagai pihak segala pelindungan hukum yang berlaku.22
yang menyediakan portal web dan Pelepasan hak (rechtsvermerking)
Tokopedia tidak dapat dituntut atas segala merupakan pernyataan secara tegas
kerusakan dan kerugian atas persetujuan ataupun diam-diam yang dilakukan oleh
pengguna ataupun mitra, baik kerugian kreditur untuk tidak menuntut lagi kepada
yang disebabkan secara langsung atau debitur mengenai hak-hak yang seharusnya
tidak langsung, beberapa di antaranya didapatkan oleh kreditur. Selain itu,
diakibatkan dari harga, pengiriman, atau pelepasan hak juga diartikan sebagai
petunjuk lain yang terdapat dalam situs hilangnya hak yang disebabkan bukan
atau aplikasi, kelalaian yang disebabkan karena daluwarsa (lewatnya waktu), tetapi
pengguna ataupun mitra, kualitas barang karena sikap atau tindakan seseorang yang
fisik, dan pengiriman barang fisik.20 menyatakan bahwa seseorang tersebut
Sementara klausula eksonerasi dari Syarat tidak akan menggunakan haknya.23
dan Ketentuan yang ditetapkan oleh Lepasnya hak gig worker (kurir) untuk
Shopee pada pokoknya menjelaskan meminta tanggung jawab penyedia
bahwa Shopee tidak memiliki tanggung platform berarti penyedia platform tidak
jawab dan mitra Shopee menyetujui untuk mempunyai kewajiban dalam hal
tidak menuntut Shopee bertanggung jawab pertanggungjawaban atas kerugian yang
atas segala kerusakan atau kerugian, baik dialami kurir.
secara langsung atau tidak langsung, salah Jika ditelaah dari klausula eksonerasi
satunya yaitu kelalaian dan kerugian yang dan pelepasan hak pada Syarat dan
disebabkan oleh pengguna. Selain itu,
Shopee juga tidak memiliki tanggung 21
Shopee, “Syarat dan Ketentuan Mitra Shopee”,
jawab, baik dalam hal kontrak, garansi, https://help.shopee.co.id/portal/article/73426-Syarat-
dan-Ketentuan-Mitra-Shopee, Diunduh 20 Juni 2022.
perbuatan melawan hukum, atau 22
Tokopedia, “Syarat dan Ketentuan Mitra Tokopedia”,
Loc. Cit.
23
Putri Gloria Ginting, “Pemberlakuan Asas
20
Tokopedia, “Syarat dan Ketentuan Mitra Tokopedia”, Rechtsverwerking (Pelepasan Hak) terhadap Pemegag
https://www.tokopedia.com/help/article/syarat-dan- Hak atas Tanah di Kabupapaten Deli Serdang”, Jurnal
ketentuan-mitra-tokopedia, Diunduh 17 Juni 2022. Ilmiah “Dunia Ilmu”, Volume 4, Issue 1, 2018, hlm. 170.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

Ketentuan Mitra yang termuat di dalam hukum, adanya kerugian korban, adanya
Tokopedia dan Shopee, serta dikaitkan kesalahan pelaku, dan adanya hubungan
dengan kasus-kasus yang menimpa gig kausalitas antara perbuatan dengan
worker (kurir) yang sudah dijelaskan kerugian. Perbuatan penyedia platform
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kurir dalam membuat perjanjian kemitraan yang
tidak dapat meminta pertanggungjawaban melemahkan posisi gig worker digolongkan
kepada platform. Hal ini dikarenakan kurir sebagai perbuatan melawan hukum karena
sudah menyetujui isi perjanjian kemitraan melanggar hak-hak subjektif gig worker
tersebut, termasuk klausula eksonerasi dan hak asasi manusia terkait pekerjaan,
yang termuat di dalamnya, sehingga yang apabila dilanggar akan berdampak
penyedia platform tidak berkewajiban kerugian bagi gig worker karena akibat dari
dalam hal pertanggungjawaban atas segala kesalahan dari penyedia platform yang
suatu hal yang terjadi pada gig worker dengan sengaja meniadakan hak-hak
(kurir). Selain itu, di dalam perjanjian subjektif tersebut. Terpenuhinya unsur-
tersebut juga gig worker (kurir) sudah unsur perbuatan melawan hukum,
menyepakati adanya pelepasan hak agar seharusnya gig worker dapat meminta
penyedia platform tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada penyedia
pertanggungjawaban atas kerugian yang platform yang didasarkan pada Pasal 1365
dialami gig worker (kurir). KUH Perdata.
Tidak adanya kewajiban penyedia
platform untuk bertanggung jawab kepada 2. Pelindungan Hukum bagi Gig Worker
gig worker (kurir) dan gig worker (kurir) terhadap Pembeli yang Melakukan
tidak dapat meminta pertanggungjawaban Pembayaran Melalui COD Ditinjau dari
kepada penyedia platform merupakan KUH Perdata
konsekuensi hukum dari adanya klausula Hubungan kemitraan yang terjalin antara
eksonerasi dan pelepasan hak yang penyedia platform dengan gig worker tidak
terdapat di dalam perjanjian kemitraan memiliki payung hukum. Hal ini karena
antara penyedia platform dengan gig belum adanya aturan hukum (undang-
worker (kurir). undang) yang mengatur secara spesifik
Jika dianalisis dari mengenai hubungan kemitraan antara
pertanggungjawaban atas wanprestasi, platform digital dengan gig worker (kurir).
kasus-kasus yang menimpa kurir tersebut Akibat tidak adanya payung hukum yang
disebabkan karena adanya wanprestasi mengatur secara spesifik, hubungan
yang dilakukan oleh pembeli kepada kemitraan yang terjadi di antara keduanya
penjual dan penyedia platform, yang merujuk pada pengaturan yang terdapat di
berdampak pada kerugian bagi gig worker dalam KUH Perdata. Hal tersebut karena
(kurir). Wanprestasi tersebut dilakukan hubungan kemitraan yang terjadi
pembeli karena pembeli melanggar didasarkan pada suatu perjanjian, yang
kesepakatan antara penjual dan pembeli, mana pengaturan umum mengenai
serta melanggar syarat dan ketentuan perjanjian terdapat di dalam KUH Perdata.
terkait kebijakan COD yang dibuat oleh Selain itu, ketentuan khusus mengenai
penyedia platform, di mana pembeli tidak perjanjian kemitraan dapat mengacu pada
membayar pesanannya padahal pesanan Pasal 1618 – 1641 KUH Perdata yang
tersebut telah dibuka. mengatur tentang persekutuan perdata, di
Jika dianalisis berdasarkan mana dalam hubungan kemitraan, pihak
pertanggungjawaban yang disebabkan mitra memasukkan “modal” seperti
karena perbuatan melawan hukum, dapat
dilihat dari unsur-unsur perbuatan
melawan hukum, yaitu: adanya sesuatu
perbuatan, perbuatan tersebut melawan
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

kendaraan yang digunakan oleh gig worker diperuntukkan bagi kurir. Kurangnya
(kurir).24 pelindungan yang ditujukan kepada kurir
Berdasarkan Pasal 1618 KUH Perdata, selama pengantaran barang melalui sistem
dinyatakan bahwa: “Persekutuan perdata COD, berdampak pada sering kali kurir
adalah suatu perjanjian dengan mana dua mengalami tindakan yang merugikan
orang atau lebih mengikatkan diri untuk dirinya dan ancaman-ancaman lainnya
memasukkan ke dalam persekutuan yang ditujukan pada kurir.
dengan maksud untuk membagi Lemahnya posisi kurir dalam
keuntungan yang terjadi karenanya.”25 hubungan kemitraan yang terjalin dengan
Pengaturan mengenai gig worker penyedia platform dikarenakan kurir
(kurir) juga belum memiliki payung hukum sebagai pihak pencari pekerjaan serta tidak
yang mengatur secara spesifik. Akibat dari adanya regulasi yang mengatur mengenai
tidak adanya pengaturan tersebut, banyak batas-batas tindakan dari penyedia
kurir yang mengalami tindakan yang platform dan bentuk pelindungan yang
merugikan seperti tindakan wanprestasi diperoleh oleh kurir sebagai mitra dari
pembeli yang berdampak pada kerugian penyedia platform tersebut. Posisi yang
yang diderita kurir. Hal ini bisa dilihat dari lemah tersebut, cenderung merugikan bagi
banyaknya kasus kurir yang terdampak kurir. Adapun tindakan yang merugikan
kerugian sebagai akibat dari tindakan bagi kurir selain akibat dari wanprestasi
wanprestasi yang dilakukan oleh pembeli pembeli, yaitu:26
melalui sistem COD. 1. kebijakan sepihak, berupa penyedia
Beragamnya mengenai kebijakan platform menetapkan tarif secara
sistem pembayaran melalui COD yang sepihak dan tidak sebanding dengan
diatur oleh tiap-tiap penyedia platform e- jarak tempuh yang sudah dikerjakan;
commerce (marketplace), berdampak pada 2. pengurangan insentif (bonus),
sulitnya pelindungan hukum yang penyedia platform seringkali
diperoleh kurir. Keberagaman kebijakan melakukan pengurangan insentif
COD tersebut karena belum adanya aturan terhadap kurir setelah beberapa
yang mengatur secara spesifik mengenai lama bermitra dibandingkan saat
ketentuan bayar di tempat (COD). Belum pertama kali bermitra; dan
adanya aturan yang dijadikan sebagai 3. penurunan performa, kebijakan yang
pedoman untuk menentukan kebijakan tidak adil yang dialami kurir
COD, memberikan kebebasan bagi tiap-tiap seringkali berakibat pada penurunan
marketplace untuk menentukan sendiri performa kurir seperti pembeli yang
kebijakan COD yang sesuai dengan membatalkan pesanan berakibat
pengaturan hukum positif secara umum pada penurunan performa kurir.
dan kebijakan dari marketplace sendiri. Konsep kemitraan yang terjadi antara
Kebijakan COD tiap-tiap marketplace penyedia platform dengan gig worker
umumnya mengatur mengenai tata cara (kurir) merupakan skema kemitraan yang
pembayaran barang di tempat dan semu (pseudo-partnership). Dikatakan
pengantaran barang dari kurir kepada sebagai kemitraan semu karena
pembeli, tetapi tidak mengatur persekutuan yang terjadi di antara dua
pelindungan-pelindungan yang pihak atau lebih, tetapi sebenarnya tidak
melakukan kemitraan yang seharusnya
24
ALSA LC UGM, “Tinjauan Penerapan Hubungan Kemitraan dilakukan secara seimbang antara para
di Indonesia dan Kaitannya Terhadap Perlindungan pihak, seperti kemitraan antara penyedia
Kurir Dan Pengemudi Online Pada Perusahaan E-
Commerce”,
26
https://issuu.com/alsa.ugm/docs/policy_paper_alsa_lc Grace Evelyn Pardede, “Urgensi Penyeragaman Kebijakan
_ugm_research_team_september_2, Diunduh 16 Juli COD pada Marketplace Indonesia Demi Mewujudkan
2022. Perlindungan Hukum”, Journal Economic & Business
25
Pasal 1618, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Law Review, Volume 1, Issue 2, 2021, hlm. 18.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

platform dengan gig worker (kurir) yang pelindungan yang ditujukan khusus kepada
sering kali merugikan salah satu pihak yaitu gig worker (kurir).
kurir. Selain itu, terdapat suatu pihak yang Selain penyedia platform yang
belum tentu memiliki pemahaman berkewajiban untuk melindungi dan
mengenai makna persekutuan yang menegakkan hak-hak gig worker (kurir)
dilakukannya secara benar dan apa tujuan sebagai pihak yang bermitra, Pemerintah
yang ingin dicapai dari persekutuan juga harus memiliki andil yang besar
tersebut, serta terdapat keunikan dari terhadap pelindungan hukum bagi kurir,
kemitraan semu yaitu kedua belah pihak sebagaimana yang tercantum di dalam
atau lebih memiliki kesamaan terhadap alinea keempat UUD 1945, yaitu
pentingnya kerja sama yang dilakukan, memajukan kesejahteraan umum. Untuk
tetapi pihak yang bermitra tersebut belum memajukan kesejahteraan umum,
tentu memiliki pemahaman terhadap khususnya diperuntukkan bagi kurir,
substansi yang diusahakan dan manfaat Pemerintah dapat memberikan
dari persekutuan tersebut.27 Di dalam pelindungan hukum kepada kurir berupa
skema kemitraan yang terjalin antara tindakan-tindakan preventif, yang mana
penyedia platform dengan gig worker berupa pembentukkan regulasi yang
(kurir), penyedia platform memiliki kendali mengatur mengenai batasan-batasan serta
yang lebih besar dibandingkan kurir di hak dan kewajiban dari penyedia platform
dalam setiap keputusan kebijakan. dan kurir. Dengan adanya regulasi
Tindakan penyedia platform yang secara tersebut, maka pelindungan hukum bagi
pihak bertolak belakang dari konsep kurir dapat terjamin.
kemitraan yang sepatutnya menjunjung Berdasarkan keadilan segitiga
tinggi bargaining position.28 Notonagoro, Pemerintah dapat
Menurut Willy Farianto, di dalam memberikan pelindungan kepada kurir
suatu perjanjian kemitraan antara kurir yang berperan dalam perspektif
dengan penyedia platform, penyedia distributive justice, di mana Pemerintah
platform tidak memberikan pelindungan tetap dapat memberikan pelindungan
kepada gig worker (kurir) terkait kepada kurir tanpa harus masuk ke dalam
pelindungan tarif dasar, sanksi sepihak, perjanjian kemitraan, seperti memberikan
dan jangka waktu pembayaran promo. jaminan kematian, kesehatan,
Selain pelindungan tersebut, pelindungan keselamatan, dan kesehatan secara
yang tidak kalah penting yang proaktif melalui Jasa Raharja selaku badan
diperuntukkan bagi kurir yaitu pelindungan hukum milik negara yang mengadakan
terhadap jaminan kecelakaan, kematian, jaminan sosial khususnya kepada pengguna
dan kesehatan.29 jalan seperti kurir.30
Di dalam perjanjian kemitraan antara Berkaitan dengan kasus wanprestasi
penyedia platform dengan gig worker yang dilakukan oleh pembeli, yang
(kurir), khususnya Tokopedia atau Shopee berdampak pada kerugian kurir tidak
dengan kurir, tidak memiliki pelindungan- mendapatkan bayaran dari pembayaran
tersebut. Kurir perlu mendapatkan
pelindungan hukum agar hak-hak yang
27
Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model seharusnya didapatkan bisa diperoleh oleh
Pemberdayaan, Yogyakarta: Gava Media, 2004, hlm.
130—131. kurir. Untuk itu, sudah sepatutnya
28
Christian D. Simbolon, “Indonesia Perlu Belajar dari Eropa penyedia platform memberikan
Melindungi Buruh Aplikasi”, pelindungan hukum kepada kurir guna
https://www.alinea.id/politik/indonesia-perlu-lebih-
progresif-melindungi-mitra-gojek-cs-b2c3b93zt, terjaminnya hak-hak yang akan diterima
29
Diunduh 16 Juli 2022. oleh kurir. Pelindungan hukum tersebut
Willy Farianto, Pola Hubungan Hukum Pemberi Kerja dan
Pekerja: Hubungan Kerja Kemitraan & Keagenan,
30
Jakarta: Sinar Grafika, 2019, hlm. 122 – 123. Ibid., hlm. 134.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

dapat berupa penuntutan atau gugatan gugatan sebagaimana yang tercantum di


ganti rugi yang dilakukan kurir kepada dalam Syarat dan Ketentuan tersebut.
penyedia platform atas kerugian yang
diderita kurir karena kurang meluasnya D. Penutup
edukasi kebijakan COD yang dibuat oleh 1. Kesimpulan
penyedia platform sehingga berdampak Berdasarkan pembahasan yang telah
kerugian kepada kurir karena banyaknya dipaparkan tersebut, dapat dikemukakan
pembeli yang belum mengerti dan kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian
memahami kebijakan COD. ini yaitu:
Dasar gugatan ganti rugi tersebut a. Penyedia platform tidak memiliki
dapat dilandaskan pada Pasal 1365 KUH tanggung jawab penyedia platform
Perdata, di mana gugatan terjadi karena terhadap gig worker (kurir) atas
adanya perbuatan melawan hukum dari akibat dari tindakan wanprestasi
penyedia platform yaitu melemahkan pembeli karena adanya klausul
posisi gig worker di dalam perjanjian eksonerasi (batasan tanggung jawab)
kemitraan, yang berdampak pada dalam perjanjian kemitraan antara
banyaknya kasus yang dialami gig worker penyedia platform dengan gig
dan menimbulkan kerugian bagi gig worker, di mana dalam perjanjian
worker. tersebut penyedia platform tidak
Namun, di dalam perjanjian kemitraan memiliki tanggung jawab apa pun
antara penyedia platform dengan kurir, terhadap gig worker dan gig worker
kurir tidak dapat melakukan penuntutan dianggap melepaskan haknya untuk
atau gugatan atas kerugian yang meminta pertanggungjawaban
dideritanya, sebagaimana yang termuat di berupa ganti kerugian kepada
dalam Syarat dan Ketentuan Mitra penyedia platform atas akibat dari
Tokopedia yang mengatur mengenai wanprestasi yang dilakukan pembeli
klausula Ganti Rugi, dijelaskan pada yang menyebabkan kerugian bagi gig
pokoknya bahwa Tokopedia tidak dapat worker.
dimintai ganti rugi atas segala klaim atau b. Penyedia platform tidak
tuntutan, terhitung dengan biaya hukum memberikan pelindungan hukum
yang wajar, yang dilaksanakan oleh pihak bagi gig worker untuk menuntut
ketiga yang muncul ketika mitra Tokopedia atau menggugat penyedia platform
melanggar perjanjian ini31 Sementara karena di dalam perjanjian
menurut Syarat dan Ketentuan Shopee kemitraan antara penyedia platform
yang mengatur mengenai klausula Ganti dengan gig worker terdapat klausul
Rugi, dijelaskan pada pokoknya bahwa ganti rugi yang menjelaskan bahwa
Mitra menyetujui untuk mengganti rugi, gig worker tidak dapat melakukan
membela, dan membebaskan Shopee tindakan hukum, baik itu menuntut
terhadap seluruh klaim, tindakan hukum, ataupun mengajukan gugatan
proses hukum, dan gugatan, serta semua terhadap penyedia platform.
hal yang berhubungan dengan kewajiban,
kerugian, penyelesaian, penalti, denda, 2. Saran
biaya, dan pengeluaran oleh pihak yang Berdasarkan pengkajian hasil penelitian
diberi ganti rugi (Shopee).32 Baik Tokopedia yang sudah dilakukan, Peneliti bermaksud
maupun Shopee, tidak dapat dituntut, untuk memberikan saran yang diharapkan
dilakukan tindakan hukum, ataupun dapat berguna bagi pihak-pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
a. Diperlukannya rekonstruksi
31
Tokopedia, Loc. Cit.
perjanjian kemitraan antara
32
Shopee, Loc. Cit. penyedia platform dengan gig
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

worker (kurir), khususnya pada Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum


bagian klausul tanggung jawab Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
penyedia platform, yang mana Cetakan ke-11, PT Raja Grafindo
dalam dalam rekonstruksi perjanjian Persada, Jakarta, 2009.
kemitraan, klausul tersebut dapat Willy Farianto, Pola Hubungan Hukum
memberikan keseimbangan ataupun Pemberi Kerja dan Pekerja: Hubungan
kesederajatan kedudukan antara Kerja Kemitraan & Keagenan, Sinar
penyedia platform dengan gig Grafika, Jakarta, 2019.
worker. Dengan adanya
keseimbangan tersebut, gig worker Dokumen Lain
dapat menegakkan dan menuntut ALSA LC UGM, “Tinjauan Penerapan
haknya jika haknya dilanggar oleh Hubungan Kemitraan di Indonesia dan
pihak lain seperti permintaan Kaitannya Terhadap Perlindungan Kurir
pertanggungjawaban kepada Dan Pengemudi Online Pada
penyedia platform; dan Perusahaan E-Commerce”,
b. Mengingat belum terdapat aturan https://issuu.com/alsa.ugm/docs/policy
hukum yang secara khusus mengatur _paper_alsa_lc_ugm_research_team_se
mengenai perjanjian kemitraan ptember_2, Diunduh 16 Juli 2022.
antara penyedia platform dengan gig Christian D. Simbolon, “Indonesia Perlu
worker dan payung hukum mengenai Belajar dari Eropa Melindungi Buruh
gig worker, untuk menjamin Aplikasi”,
kepastian hukum dan pelindungan https://www.alinea.id/politik/indonesia
hukum dari gig worker, -perlu-lebih-progresif-melindungi-mitra-
diperlukannya membentuk suatu gojek-cs-b2c3b93zt, Diunduh 16 Juli
aturan hukum yang mengatur hal 2022.
tersebut. Selain itu, diperlukan juga CNN Indonesia, “Kurir Ditodong Pistol di
merekonstruksi perjanjian Bogor, Pelaku Enggan Bayar Pesanan”,
kemitraan, khususnya di bagian https://www.cnnindonesia.com/nasion
klausul ganti rugi, agar gig worker al/20210503144129-12-637919/kurir-
dapat menuntut gugatan ganti rugi ditodong-pistol-di-bogor-pelaku-
sebagai bentuk pelindungan hukum enggan-bayar-pesanan, Diunduh 19
terhadap gig worker. Desember 2021.
Grace Evelyn Pardede, “Urgensi
Penyeragaman Kebijakan COD pada
Daftar Pustaka Marketplace Indonesia Demi
Buku Mewujudkan Perlindungan Hukum”,
Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Journal Economic & Business Law
Model-Model Pemberdayaan, Gava Review, Volume 1, Issue 2, 2021.
Media, Yogyakarta, 2004. Hening Daini, “Fenomena Gig Economy
Cita Yustisia Serfiani, R. Serfianto D. dalam Hukum Ketenagakerjaan”,
Purnomo, & Iswi Hariyani, Buku Pintar https://constituzen.id/fenomena-gig-
Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, economy-dalam-hukum-
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, ketenagakerjaan/, Diunduh 19
2013. Desember 2021.
Soemitro dan Ronny Hanitijo, Metodologi I Wayan Gde Wiryawan, “Urgensi
Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Perlindungan Kurir dalam Transaksi E-
Indonesia, Jakarta, 1983. Commerce dengan Sistem COD (Cash on
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Delivery)”, Jurnal Analisis Hukum,
Hukum, UI Press, Jakarta, 1986. Volume 4, Issue 2, 2021.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357

Maria Grace Herlina dan Vanessa Tanzania,


“Tren Gig Economy”,
https://bbs.binus.ac.id/management/20
21/03/tren-gig-economy/, Diunduh 19
Desember 2021.
Niru Anita Sinaga, “Implementasi Asas
Kebebasan Berkontrak pada Perjanjian
Baku dalam Mewujudkan Keadilan Para
Pihak”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara-
Fakultas Hukum Universitas Dirgantara
Marsekal Suryadarma, Volume 9, Issue
1, 2018.
Prasidya Ilvan Yahdi, “OPINI: Perlindungan
Kerja Krusial di Era Gig Economy”,
https://ekonomi.bisnis.com/read/2018
1114/9/859663/opini-perlindungan-
kerja-krusial-di-era-gig-economy-di-era-
gig-economy, Diunduh 19 Desember
2021.
Putri Gloria Ginting, “Pemberlakuan Asas
Rechtsverwerking (Pelepasan Hak)
terhadap Pemegag Hak atas Tanah di
Kabupapaten Deli Serdang”, Jurnal
Ilmiah “Dunia Ilmu”, Volume 4, Issue 1,
2018.
Riani Rachmawati, Safitri, Luthfianti Zakia,
Ayu Lupita, & Alex De Ruyter, “Urban
Gig Workers in Indonesia during COVID-
19: The Experience of Online ‘Ojek’
Drivers”, Work Organisation, Labour &
Globalisation, Volume 15, Issue 1, 2021.
Shopee. “Syarat dan Ketentuan Mitra
Shopee”.
https://help.shopee.co.id/portal/article
/73426-Syarat-dan-Ketentuan-Mitra-
Shopee. Diunduh 20 Juni 2022.
Tokopedia. “Syarat dan Ketentuan Mitra
Tokopedia”.
https://www.tokopedia.com/help/articl
e/syarat-dan-ketentuan-mitra-
tokopedia. Diunduh 17 Juni 2022.

Dokumen Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Anda mungkin juga menyukai