1025-Article Text-4416-1-10-20221219
1025-Article Text-4416-1-10-20221219
Tanggung Jawab Penyedia Platform terhadap Pekerja Gig (Gig Worker) dalam Hubungan
Kemitraan atas Wanprestasi Pembeli Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Abstrak
Perjanjian kemitraan antara penyedia platform dengan gig worker (kurir) merupakan perjanjian kemitraan
yang berbentuk semu, di mana kedudukan di antara keduanya tidak seimbang, yang menyebabkan kurir
sering kali mengalami tindakan yang merugikan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dan
menindaklanjuti pertanggungjawaban dari penyedia platform yang menjalin kemitraan dengan gig worker
atas tindakan wanprestasi yang dilakukan pembeli dan berdampak pada gig worker. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menitikberatkan pada pemanfaatan bahan pustaka
atau data sekunder, yang memuat bahan hukum primer, sekunder, ataupun tersier. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa penyedia platform tidak adanya kewajiban untuk bertanggung jawab kepada gig worker
atas akibat dari tindakan wanprestasi pembeli karena adanya klausul eksonerasi (batasan tanggung jawab)
dalam perjanjian kemitraan. Selain itu, penyedia platform juga tidak memberikan pelindungan hukum
kepada gig worker yang salah satunya yaitu untuk melakukan tuntutan atau gugatan kepada penyedia
platform, hal ini dikarenakan adanya klausul ganti rugi sehingga gig worker tidak dapat menuntut ataupun
mengajukan gugatan kepada penyedia platform.
Kata kunci: gig worker, pelindungan, penyedia platform, perjanjian kemitraan, tanggung jawab.
The Responsibility of the Platform Provider to Gig Worker in a Partnership Relationship for the
Buyers Default is Reviewed from the Civil Law Code
Abstract
The partnership agreement between the platform provider and the gig worker (courier) is a pseudo-
partnership agreement, in which the position between the two is not balanced, which causes the courier to
often experience adverse actions. This study aims to identify and follow up on the accountability of platform
providers who form partnerships with gig workers for default actions committed by buyers and impacted on
gig workers. This research using a normative juridical method with an emphasis on the use of library
materials or secondary data, which contains primary, secondary, or tertiary legal materials. Based on the
results of the research that the platform provider has no obligation to be responsible to the gig worker for
the consequences of the buyer's default action due to the exoneration clause (limit of liability) in the
partnership agreement. In addition, the platform provider also does not provide legal protection to gig
workers, one of which is to file a claim or lawsuit against the platform provider, this is because there is a
compensation clause so that the gig worker cannot sue or file a lawsuit against the platform provider.
1
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
arilramadhan84@gmail.com, S. H. (candidate at Universitas Padjadjaran)
2
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
holyness@unpad.ac.id, Dosen.
3
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
janti@mail.unpad.ac.id, Dosen.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
atau platform digital tersebut. Hal tersebut delivery (selanjutnya disebut “COD”),
karena gig worker dipandang mempunyai padahal barang tersebut sudah dibuka
kemampuan untuk menentukan sendiri bungkusnya, tetapi pembeli tetap enggan
mengenai kondisi kerja, termasuk untuk membayar dan menodongkan pistol
mengenai pengaturan waktu kerja, ke kurir.11 Akibat dari tindakan wanprestasi
seberapa keras gig worker bekerja untuk tersebut, kurir tidak mendapatkan bayaran
mencapai target pendapatannya, dan dari pengantaran barang tersebut karena
pengelolaan risiko dalam melakukan uang dari pemesanan barang tersebut
pekerjaan (seperti kecelakaan lalu lintas tidak diterima oleh kurir dan tidak
dan kejahatan jalanan).9 diserahkan kepada marketplace, kecuali
Status mitra yang ada pada gig worker kurir menawarkan barang tersebut kepada
terjadi karena adanya hubungan hukum orang lain atau membayar dengan uangnya
antara gig worker dengan penyedia sendiri. Hal ini terjadi karena masih
platform. Hubungan hukum yang terjalin banyaknya pembeli yang belum
antara gig worker dengan penyedia mengetahui mengenai mekanisme
platform berupa hubungan kemitraan, pemesanan yang dilakukan secara COD
yang didasari dengan adanya perjanjian serta pengaturan mengenai kebijakan dan
kemitraan di antara keduanya. mekanisme COD yang termuat dalam situs
Hubungan kemitraan tersebut web marketplace tidak mempunyai
didasarkan pada ketentuan Pasal 1313 kekuatan hukum dan hanya dijadikan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pedoman teknis.12
(selanjutnya disebut “KUH Perdata”), Sejauh ini, Peneliti belum menemukan
berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu penulisan hukum yang secara khusus
perbuatan dengan mana satu orang atau membahas mengenai tanggung jawab
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu penyedia platform terhadap gig worker
orang lain atau lebih.”10 Didasarkan pada dalam hubungan kemitraan atas
KUH Perdata karena hubungan kemitraan wanprestasi pembeli, akan tetapi terdapat
tersebut belum memiliki aturan yang penelitian yang mendekati dengan
mengatur secara spesifik mengenai penulisan tugas akhir Peneliti, yaitu:
hubungan kemitraan antara penyedia Priatma Baginda, Tinjauan Yuridis
platform dengan gig worker, sehingga Terhadap Perjanjian Kemitraan antara PT
berdampak pada terbatasnya Go-jek Indonesia dengan Pengemudi Go-jek
pertanggungjawaban penyedia platform Dihubungkan dengan Kitab Undang-
serta lemahnya pelindungan hukum Undang Hukum Perdata, Program Sarjana
kepada gig worker, dan berujung pada Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran,
terjadinya ketimpangan hak dan kewajiban 2016, yang membahas mengenai
antara gig worker dengan penyedia perjanjian kemitraan antara PT Go-jek
platform. Indonesia dengan pengemudi dan
Ketimpangan tersebut dibuktikan pelindungan hukum bagi pengemudi
dengan adanya tindakan wanprestasi dari terkait penyitaan sepihak oleh PT Go-jek
pembeli yang merugikan gig worker. Hal ini Indonesia dikaitkan dengan KUH Perdata,
dapat dilihat pada kasus di Bogor, di mana
seorang kurir ditodong pistol oleh pembeli, 11
CNN Indonesia, “Kurir Ditodong Pistol di Bogor, Pelaku
yang bermula karena pembeli memesan Enggan Bayar Pesanan”,
barang yang berbeda dengan yang https://www.cnnindonesia.com/nasional/2021050314
diantarkan kurir melalui sistem cash on 4129-12-637919/kurir-ditodong-pistol-di-bogor-
pelaku-enggan-bayar-pesanan, Diunduh 19 Desember
2021.
12
I Wayan Gde Wiryawan, “Urgensi Perlindungan Kurir
9
Riani Rachmawati, Safitri, Luthfianti Zakia, Ayu Lupita, & dalam Transaksi E-Commerce dengan Sistem COD
Alex De Ruyter, Op. Cit., hlm. 32. (Cash on Delivery)”, Jurnal Analisis Hukum, Volume 4,
10
Pasal 1313, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Issue 2, 2021, hlm. 188.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
dengannya seperti gig worker. Dinamakan perjanjian atau tidak dan kebebasan dalam
sebagai perjanjian baku karena pihak yang memilih pihak-pihak yang terjalin di dalam
membuatnya yaitu penyedia platform perjanjian, sedangkan di dalam
membuat keseluruhan ketentuan isi pasal penggunaan perjanjian baku yang dapat
dengan sendirinya tanpa adanya berdampak pada asas kebebasan
kesepakatan dari pihak yang ingin berkontrak menjadi kurang atau tidak
membuat perjanjian bersamanya. Dengan mutlak, yakni adanya kebebasan para
kata lain, penyedia platform secara bebas pihak dalam menentukan bentuk
menentukan isi pasal yang akan dibuatnya perjanjian yang akan dibuatnya (baik
dan bagi pihak yang ingin mengadakan secara tertulis, lisan, ataupun elektronik)
perjanjian dengannya harus mengikuti dan dan kebebasan para pihak dalam
tunduk terhadap perjanjian yang sudah menentukan substansi perjanjian tidak
dibuatnya. terwujud karena bentuk dan substansi
Perjanjian baku yang terjalin antara perjanjian telah ditentukan oleh salah satu
penyedia platform dengan gig worker pihak19, di mana dalam hal ini pihaknya
melanggar asas-asas dalam perjanjian yaitu penyedia platform.
yakni asas kebebasan berkontrak yang Perjanjian baku dapat mengakibatkan
terkandung di dalam Pasal 1338 KUH ketidaksetaraan atau ketidaksederajatan
Perdata, di mana asas tersebut memberi antar para pihak, hal ini karena dapat
kebebasan mengenai dengan siapa dikatakan salah satu pihak lebih dominan
perjanjian akan dibuat dan menentukan dan memiliki kendali atas perjanjian yang
substansi perjanjian yang akan dibentuk akan dibuatnya, serta memberikan tekanan
berdasarkan kesepakatan bersama. kepada pihak lainnya. Sama halnya dengan
Dikatakan melanggar asas kebebasan perjanjian kemitraan yang dibentuk oleh
berkontrak karena di dalam pembuatan penyedia platform, penyedia platform
perjanjian ini hanya dibentuk oleh salah memiliki kendali atas isi perjanjian yang
satu pihak yaitu penyedia platform dan dibentuk dan ditujukan bagi pihak yang
adanya pencantuman klausula eksonerasi, bersedia tunduk dan mematuhi aturan
yakni klausula yang berisi mengenai yang terdapat di dalam isi perjanjian
pembatasan atau penghapusan tanggung tersebut, seperti halnya dengan gig worker
jawab yang seharusnya dibebankan oleh (kurir) yang secara terpaksa harus
pihak penyedia.18 Dengan kata lain bahwa mematuhi perjanjian kemitraan tersebut,
pihak penyedia bebas dari segala tanggung karena hanya dengan mematuhi isi
jawab yang nantinya dibebankan perjanjian tersebut, gig worker dapat
kepadanya. memperoleh pekerjaan untuk
Didasarkan pada klausula eksonerasi menghasilkan pendapatan.
pada perjanjian baku, dapat dilihat bahwa Dilihat dari konsep perjanjian
dalam pembentukan perjanjian sangat kemitraan, perjanjian kemitraan yang
minim dalam menerapkan asas kebebasan terjalin antara penyedia platform dengan
berkontrak. Dalam perjanjian baku, gig worker telah menyalahi aturan dan
pengimplementasian asas kebebasan konsepnya. Hal ini karena perjanjian
berkontrak dapat diwujudkan dengan kemitraan merupakan perjanjian yang
adanya kebebasan para pihak di dalam didasarkan pada prinsip saling
perjanjian, seperti kebebasan dalam membutuhkan, mempercayai,
menentukan para pihak akan membuat memperkokoh, dan menguntungkan bagi
para pihak, yang mana para pihak memiliki
18
Niru Anita Sinaga, “Implementasi Asas Kebebasan kedudukan yang setara satu sama lain.
Berkontrak pada Perjanjian Baku dalam Mewujudkan Berbanding terbalik dengan konsep dan
Keadilan Para Pihak”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara-
Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal
19
Suryadarma, Volume 9, Issue 1, 2018, hlm. 33. Ibid.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
Ketentuan Mitra yang termuat di dalam hukum, adanya kerugian korban, adanya
Tokopedia dan Shopee, serta dikaitkan kesalahan pelaku, dan adanya hubungan
dengan kasus-kasus yang menimpa gig kausalitas antara perbuatan dengan
worker (kurir) yang sudah dijelaskan kerugian. Perbuatan penyedia platform
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kurir dalam membuat perjanjian kemitraan yang
tidak dapat meminta pertanggungjawaban melemahkan posisi gig worker digolongkan
kepada platform. Hal ini dikarenakan kurir sebagai perbuatan melawan hukum karena
sudah menyetujui isi perjanjian kemitraan melanggar hak-hak subjektif gig worker
tersebut, termasuk klausula eksonerasi dan hak asasi manusia terkait pekerjaan,
yang termuat di dalamnya, sehingga yang apabila dilanggar akan berdampak
penyedia platform tidak berkewajiban kerugian bagi gig worker karena akibat dari
dalam hal pertanggungjawaban atas segala kesalahan dari penyedia platform yang
suatu hal yang terjadi pada gig worker dengan sengaja meniadakan hak-hak
(kurir). Selain itu, di dalam perjanjian subjektif tersebut. Terpenuhinya unsur-
tersebut juga gig worker (kurir) sudah unsur perbuatan melawan hukum,
menyepakati adanya pelepasan hak agar seharusnya gig worker dapat meminta
penyedia platform tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada penyedia
pertanggungjawaban atas kerugian yang platform yang didasarkan pada Pasal 1365
dialami gig worker (kurir). KUH Perdata.
Tidak adanya kewajiban penyedia
platform untuk bertanggung jawab kepada 2. Pelindungan Hukum bagi Gig Worker
gig worker (kurir) dan gig worker (kurir) terhadap Pembeli yang Melakukan
tidak dapat meminta pertanggungjawaban Pembayaran Melalui COD Ditinjau dari
kepada penyedia platform merupakan KUH Perdata
konsekuensi hukum dari adanya klausula Hubungan kemitraan yang terjalin antara
eksonerasi dan pelepasan hak yang penyedia platform dengan gig worker tidak
terdapat di dalam perjanjian kemitraan memiliki payung hukum. Hal ini karena
antara penyedia platform dengan gig belum adanya aturan hukum (undang-
worker (kurir). undang) yang mengatur secara spesifik
Jika dianalisis dari mengenai hubungan kemitraan antara
pertanggungjawaban atas wanprestasi, platform digital dengan gig worker (kurir).
kasus-kasus yang menimpa kurir tersebut Akibat tidak adanya payung hukum yang
disebabkan karena adanya wanprestasi mengatur secara spesifik, hubungan
yang dilakukan oleh pembeli kepada kemitraan yang terjadi di antara keduanya
penjual dan penyedia platform, yang merujuk pada pengaturan yang terdapat di
berdampak pada kerugian bagi gig worker dalam KUH Perdata. Hal tersebut karena
(kurir). Wanprestasi tersebut dilakukan hubungan kemitraan yang terjadi
pembeli karena pembeli melanggar didasarkan pada suatu perjanjian, yang
kesepakatan antara penjual dan pembeli, mana pengaturan umum mengenai
serta melanggar syarat dan ketentuan perjanjian terdapat di dalam KUH Perdata.
terkait kebijakan COD yang dibuat oleh Selain itu, ketentuan khusus mengenai
penyedia platform, di mana pembeli tidak perjanjian kemitraan dapat mengacu pada
membayar pesanannya padahal pesanan Pasal 1618 – 1641 KUH Perdata yang
tersebut telah dibuka. mengatur tentang persekutuan perdata, di
Jika dianalisis berdasarkan mana dalam hubungan kemitraan, pihak
pertanggungjawaban yang disebabkan mitra memasukkan “modal” seperti
karena perbuatan melawan hukum, dapat
dilihat dari unsur-unsur perbuatan
melawan hukum, yaitu: adanya sesuatu
perbuatan, perbuatan tersebut melawan
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
kendaraan yang digunakan oleh gig worker diperuntukkan bagi kurir. Kurangnya
(kurir).24 pelindungan yang ditujukan kepada kurir
Berdasarkan Pasal 1618 KUH Perdata, selama pengantaran barang melalui sistem
dinyatakan bahwa: “Persekutuan perdata COD, berdampak pada sering kali kurir
adalah suatu perjanjian dengan mana dua mengalami tindakan yang merugikan
orang atau lebih mengikatkan diri untuk dirinya dan ancaman-ancaman lainnya
memasukkan ke dalam persekutuan yang ditujukan pada kurir.
dengan maksud untuk membagi Lemahnya posisi kurir dalam
keuntungan yang terjadi karenanya.”25 hubungan kemitraan yang terjalin dengan
Pengaturan mengenai gig worker penyedia platform dikarenakan kurir
(kurir) juga belum memiliki payung hukum sebagai pihak pencari pekerjaan serta tidak
yang mengatur secara spesifik. Akibat dari adanya regulasi yang mengatur mengenai
tidak adanya pengaturan tersebut, banyak batas-batas tindakan dari penyedia
kurir yang mengalami tindakan yang platform dan bentuk pelindungan yang
merugikan seperti tindakan wanprestasi diperoleh oleh kurir sebagai mitra dari
pembeli yang berdampak pada kerugian penyedia platform tersebut. Posisi yang
yang diderita kurir. Hal ini bisa dilihat dari lemah tersebut, cenderung merugikan bagi
banyaknya kasus kurir yang terdampak kurir. Adapun tindakan yang merugikan
kerugian sebagai akibat dari tindakan bagi kurir selain akibat dari wanprestasi
wanprestasi yang dilakukan oleh pembeli pembeli, yaitu:26
melalui sistem COD. 1. kebijakan sepihak, berupa penyedia
Beragamnya mengenai kebijakan platform menetapkan tarif secara
sistem pembayaran melalui COD yang sepihak dan tidak sebanding dengan
diatur oleh tiap-tiap penyedia platform e- jarak tempuh yang sudah dikerjakan;
commerce (marketplace), berdampak pada 2. pengurangan insentif (bonus),
sulitnya pelindungan hukum yang penyedia platform seringkali
diperoleh kurir. Keberagaman kebijakan melakukan pengurangan insentif
COD tersebut karena belum adanya aturan terhadap kurir setelah beberapa
yang mengatur secara spesifik mengenai lama bermitra dibandingkan saat
ketentuan bayar di tempat (COD). Belum pertama kali bermitra; dan
adanya aturan yang dijadikan sebagai 3. penurunan performa, kebijakan yang
pedoman untuk menentukan kebijakan tidak adil yang dialami kurir
COD, memberikan kebebasan bagi tiap-tiap seringkali berakibat pada penurunan
marketplace untuk menentukan sendiri performa kurir seperti pembeli yang
kebijakan COD yang sesuai dengan membatalkan pesanan berakibat
pengaturan hukum positif secara umum pada penurunan performa kurir.
dan kebijakan dari marketplace sendiri. Konsep kemitraan yang terjadi antara
Kebijakan COD tiap-tiap marketplace penyedia platform dengan gig worker
umumnya mengatur mengenai tata cara (kurir) merupakan skema kemitraan yang
pembayaran barang di tempat dan semu (pseudo-partnership). Dikatakan
pengantaran barang dari kurir kepada sebagai kemitraan semu karena
pembeli, tetapi tidak mengatur persekutuan yang terjadi di antara dua
pelindungan-pelindungan yang pihak atau lebih, tetapi sebenarnya tidak
melakukan kemitraan yang seharusnya
24
ALSA LC UGM, “Tinjauan Penerapan Hubungan Kemitraan dilakukan secara seimbang antara para
di Indonesia dan Kaitannya Terhadap Perlindungan pihak, seperti kemitraan antara penyedia
Kurir Dan Pengemudi Online Pada Perusahaan E-
Commerce”,
26
https://issuu.com/alsa.ugm/docs/policy_paper_alsa_lc Grace Evelyn Pardede, “Urgensi Penyeragaman Kebijakan
_ugm_research_team_september_2, Diunduh 16 Juli COD pada Marketplace Indonesia Demi Mewujudkan
2022. Perlindungan Hukum”, Journal Economic & Business
25
Pasal 1618, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Law Review, Volume 1, Issue 2, 2021, hlm. 18.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
platform dengan gig worker (kurir) yang pelindungan yang ditujukan khusus kepada
sering kali merugikan salah satu pihak yaitu gig worker (kurir).
kurir. Selain itu, terdapat suatu pihak yang Selain penyedia platform yang
belum tentu memiliki pemahaman berkewajiban untuk melindungi dan
mengenai makna persekutuan yang menegakkan hak-hak gig worker (kurir)
dilakukannya secara benar dan apa tujuan sebagai pihak yang bermitra, Pemerintah
yang ingin dicapai dari persekutuan juga harus memiliki andil yang besar
tersebut, serta terdapat keunikan dari terhadap pelindungan hukum bagi kurir,
kemitraan semu yaitu kedua belah pihak sebagaimana yang tercantum di dalam
atau lebih memiliki kesamaan terhadap alinea keempat UUD 1945, yaitu
pentingnya kerja sama yang dilakukan, memajukan kesejahteraan umum. Untuk
tetapi pihak yang bermitra tersebut belum memajukan kesejahteraan umum,
tentu memiliki pemahaman terhadap khususnya diperuntukkan bagi kurir,
substansi yang diusahakan dan manfaat Pemerintah dapat memberikan
dari persekutuan tersebut.27 Di dalam pelindungan hukum kepada kurir berupa
skema kemitraan yang terjalin antara tindakan-tindakan preventif, yang mana
penyedia platform dengan gig worker berupa pembentukkan regulasi yang
(kurir), penyedia platform memiliki kendali mengatur mengenai batasan-batasan serta
yang lebih besar dibandingkan kurir di hak dan kewajiban dari penyedia platform
dalam setiap keputusan kebijakan. dan kurir. Dengan adanya regulasi
Tindakan penyedia platform yang secara tersebut, maka pelindungan hukum bagi
pihak bertolak belakang dari konsep kurir dapat terjamin.
kemitraan yang sepatutnya menjunjung Berdasarkan keadilan segitiga
tinggi bargaining position.28 Notonagoro, Pemerintah dapat
Menurut Willy Farianto, di dalam memberikan pelindungan kepada kurir
suatu perjanjian kemitraan antara kurir yang berperan dalam perspektif
dengan penyedia platform, penyedia distributive justice, di mana Pemerintah
platform tidak memberikan pelindungan tetap dapat memberikan pelindungan
kepada gig worker (kurir) terkait kepada kurir tanpa harus masuk ke dalam
pelindungan tarif dasar, sanksi sepihak, perjanjian kemitraan, seperti memberikan
dan jangka waktu pembayaran promo. jaminan kematian, kesehatan,
Selain pelindungan tersebut, pelindungan keselamatan, dan kesehatan secara
yang tidak kalah penting yang proaktif melalui Jasa Raharja selaku badan
diperuntukkan bagi kurir yaitu pelindungan hukum milik negara yang mengadakan
terhadap jaminan kecelakaan, kematian, jaminan sosial khususnya kepada pengguna
dan kesehatan.29 jalan seperti kurir.30
Di dalam perjanjian kemitraan antara Berkaitan dengan kasus wanprestasi
penyedia platform dengan gig worker yang dilakukan oleh pembeli, yang
(kurir), khususnya Tokopedia atau Shopee berdampak pada kerugian kurir tidak
dengan kurir, tidak memiliki pelindungan- mendapatkan bayaran dari pembayaran
tersebut. Kurir perlu mendapatkan
pelindungan hukum agar hak-hak yang
27
Ambar Teguh Sulistiyani, Kemitraan dan Model-Model seharusnya didapatkan bisa diperoleh oleh
Pemberdayaan, Yogyakarta: Gava Media, 2004, hlm.
130—131. kurir. Untuk itu, sudah sepatutnya
28
Christian D. Simbolon, “Indonesia Perlu Belajar dari Eropa penyedia platform memberikan
Melindungi Buruh Aplikasi”, pelindungan hukum kepada kurir guna
https://www.alinea.id/politik/indonesia-perlu-lebih-
progresif-melindungi-mitra-gojek-cs-b2c3b93zt, terjaminnya hak-hak yang akan diterima
29
Diunduh 16 Juli 2022. oleh kurir. Pelindungan hukum tersebut
Willy Farianto, Pola Hubungan Hukum Pemberi Kerja dan
Pekerja: Hubungan Kerja Kemitraan & Keagenan,
30
Jakarta: Sinar Grafika, 2019, hlm. 122 – 123. Ibid., hlm. 134.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 10, Nomor 2, 2022 E-ISSN : 2685-2357
Dokumen Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.