Tokoh
4. Konsep cerita
Konsep cerita dalam “ Aku vs Ayahku” adalah cerita drama remaja yang menggambarkan sebuah cerita
yang sering ditemui di sekitar kita namun diselingi dengan unsur-unsur komedi sehingga tidak terasa
membosankan bagi penikmat drama.
Cerita ini adalah cerita yang kami ambil dari salah satu naskah Budi Ros yang berjudul sama “Aku vs
Ayahku”
5. Synopsis cerita
Kisah tentang sepasang anak remaja yang saling jatuh cinta, namun cinta mereka ditolak oleh ayah si
perempun (marjuki).
Marni yang merasa tidak adil dengan sikap penolakan si ayah, nekat untuk kabur dari rumah, semua
temannya berusaha untuk membujuknya. Namun si anto sebagai pacar mari pun merasa putus asa
menghadapi ayah si marni……
6. Konsep panggung
Cerita ini terdiri dari 5 babak. Babak pertama dan ke dua adalah aula sekolah dan babak ke tiga dan
empat adalah sebuah taman, babak ke lima adalah di rumah marjuki dan marni. Konsep panggung ini
dibuat sederhana namun dapat mewakili dengan jelas jalan cerita yang ditampilkan.
Pada babak pertama dan ke dua setting panggung adalah aula sekolah. Di atas penggung terdapat
Pada babak ke tiga dan empat di sebuah taman. Setting adalah yang terdiri dari:
Pada babak ke lima, setingnya adalah sebuah ruang tamu di rumah marjuki dan marni, terdiri dari :
7. Konsep busana
Anto : Memakai pakaian seragam sekolah, dan berganti dengan atasan kaos
Cepi : Memakai seragam pramuka dan akan diganti atasannya dengan kaos
Irna, lala, audi : Memakai pakaian seragam pramuka, dan nanti akan berganti pakaian biasa, berupa
kaos dan celana, juga membawa sampur
8. Penokohan
Marni : Kreativ, namun keras kepala, pendiriannya kuat dan mudah tersinggung, saying kepada teman-
temannya.
Marjuki : Wataknya keras, sangat saying terhadap anaknnya dan cenderung protektif, wajahnya tampak
garang namun sebenarnya sayang terhadap keluarga
Anto : Lembut sikapnya, mudah putus asa, cenderung rendah diri, pendirian kuat, badannya tinggi dan
tidak terlalu gemuk.
Cepi : Gadis periang, suka menolong teman, cerdas dan lucu. Badannya tidak terlalu tinggi dan agak
gemuk
9. Konsep musik
Music diiringi dengan alat music gitar, dan mainan kentingan, serta music recaman sebagai backsound.
Naskah
(1) NARATOR :
Selamat malam semua, Selamat datang … Apa kabar ?. Malam ini kami akan membawakan lakon
berjudul Aku versus Ayah, lakon yang sederhana tapi seru. Seru di sini bukan saja ramai, tapi punya arti
lain, yaitu Sedikit Ruwet. Ini lakon tentang pertentangan anak muda dan orang tua, pertentangan pop
dan klasik, tradisi dan modern. Pertentangan yang sebetulnya tidak perlu ada. Tapi begitulah, nyatanya
pertentangan semacam ini selalu ada, dari waktu ke waktu. Dan gara-gara pertentangan ini, kita semua
sering kehabisan waktu. Cinta, kata orang bisa menjadi jawaban semua masalah. Tapi dalam kasus ini,
cinta mengakibatkan banyak masalah.
PROLOG
(2) NARATOR :
Drama remaja tentang kisah cinta Si Marni, dia patah hati melulu. Karena setiap kali Marni jatuh cinta,
atau ada pemuda jatuh cinta padanya, babenya (pak Marjuki) selalu melarang. Dan anehnya, sang babe
selalu punya alasan yang sama: aku sayang sama kamu NAK, jadi aku harus menjagamu. Gile,
memangnya cinta itu kejahatan. Atau jangan-jangan babe si Marni ngidam jadi sekuriti. Entahlah.
Marjuki, dalam lakon ini punya tugas sebagai tokoh antagonis atau si jahat. Dalam kehidupan nyata,
orang tua seperti Marjuki, tidak boleh begitu. Orang tua harus ngemong anak. Harus mengerti kemauan
anak. Bukan main larang. Apalagi dalam urusan cinta. Ingin tahu apa yang terjadi dengan kisah cinta
Marni? Saksikanlah!
BABAK SATU
ADEGAN SATU
PARA SISWI / SISWA SEDANG ESKUL MENARI. MEREKA BERGERAK TANPA PENGHAYATAN. IBU WIWIK
MEMBERI PENGARAHAN.
Coba perhatikan semua. Irna, Audi, Lala, semua tenang dulu sebentar.
Perhatikan ya. Menari itu bukan asal bergerak. Tapi bergeraklah dengan perasaan, dengan emosi atau
greget. Tanpa dibarengi perasaan, tarian kalian tidak akan menarik. Hambar, kosong. Seperti robot! Dan
penonton akan cepat bosan, lalu pulang. Menyedihkan. Tontonan yang ditinggalkan penonton sebelum
waktunya adalah tontonan yang sangat menyedihkan.
Sekarang coba lagi dari awal. Coba pakai musik. Ibu mau ke toilet. Irna, pimpin teman-teman, ya. ( PERGI
)
(4) IRNA :
(5) LALA :
(6) AUDI :
Heeh, BT nih.
(8) AUDI :
Jadi nyesel milih tari tradisi. Mana gerakannya lambaaattt… jawa banget deh!
Ember …
(10) IRNA :
(11) AUDI :
(12) LALA :
Ya. Tapi provokatornya kamu. Lala bilang modern dance aja. eh, kamu ngotot.
(13) AUDI :
Gara-gara ibuku juga sih. Tradisi, tradisi aja, supaya kamu kenal tradisi. Tahunya pegeeelll. Gerakannya
lambaaatttt … pantes Marni nggak mau ikut.
(14) IRNA :
Eh, iya. Jadi inget Marni. Dia belum masuk sekolah juga, dia masih dalam masa protes sama bapaknya
ya, gara-gara dilarang pacaran sama si Anto? Tapi, ini kan sudah seminggu dia nggak masuk sekolah.
Masa’ dia nggak kangen sama kita.
(15) AUDI :
Memang Kasian Si Marni, Patah hati melulu. Bayangkan saja, Setiap kali Marni jatuh cinta, atau lagi
dicintai sama orang, pasti bapaknya melarang.
(16) IRNA :
Iya. Semoga saja Pak Marjuki kali ini sadar kalau tindakannya itu salah. Soalnya Marni itu orangnya
keras, kalau seperti ini terus bisa-bisa Marni jadi nekat.
(17) MARNI :
(18) SEMUA :
(19) LALA :
(20) MARNI :
Aku cuma mampir, habis beli cat.
(21) AUDI :
Mau ngecat rumah? Wah, mau hajatan rupanya? Orang tua Anto mau melamar?
(22) MARNI :
Gila ! Tapi betul teman-teman, aku punya hajatan. Kalian harus datang, ya? Teman-teman, sepertinya
aku akan pergi.
(23) LALA :
(24) MARNI :
Jauhh..
(25) AUDI :
(26) MARNI :
Ke luar negeri.
(27) LALA :
(28) MARNI :
Jadi TKI.
(29) LALA :
(30) IRNA :
Kenapa tiba-tiba pergi? Protes lagi sama ayahmu ya? Jadi ini acara hajatan untuk perpisahan kamu ke
luar negeri?
(31) MARNI :
(32) IRNA :
Acara apa dong, yang jelas?
(33) MARNI :
Datang saja, pokoknya seru. Ini acara kejutan, jadi sengaja tidak pakai penjelasan. Datang dan bawa
makanan apa saja, kue kek, rujak kek. Apa saja, soalnya aku nggak sempat masak. Kabarkan ke yang lain
ya? Dah .. (PERGI)
(34) AUDI :
(35) SEMUA :
Mana tahu.
LAMPU BERUBAH
BABAK 2
ADEGAN SATU
Aku merasa … orang termiskin di dunia … Yang penuh derita… bermandikan air mata… itulah hidupku ku
katakan padamu, agar engkau tahu siapa diriku…
(38) ANTO :
Setan kamu !
(39) CEPI :
Tenang kawan, tenang. Harap tenang. Semua aman terkendali, karena ada Cepi. Kamu ingat kan ? Bayu,
Agus, Edo, Tyas, Audi, Lala, Irna, semua pernah punya masalah dalam urusan cinta. Tapi begitu Cepi
datang, semua masalah selesai. Jadi harap sabar, tenang.
(40) ANTO :
(41) CEPI :
Sekarang aku sedang berpikir, bagaimana supaya ayah Marni bisa menerima kamu. Tapi sebelumnya
dengar kataku. Ini penting dan perlu diketahui semua orang. Ini ilmu kuno, tapi manjur. Sayang orang
sering melupakan.
Begini, dalam hidup ini ada dua hal yang harus diingat: sukses atau gagal. Menang atau kalah. Untung
atau buntung. Senang atau sedih. Bahagia atau sengsara. Dalam urusan cinta, juga hanya ada dua
kemungkinan: diterima atau ditolak. Jadi tenanglah.
(42) ANTO :
(43) CEPI :
Kalau cinta diterima, kita memang bahagia. Tapi sebetulnya ada sejuta resiko menunggu. Kamu harus
apel setiap malam Minggu, harus datang tepat waktu, harus berpikir baju dan parfum apa yang pantas
dipakai, punya uang saku, dan hadiah apa yang pantas diberikan pada saat si dia merayakan ulang
tahun.
(44) ANTO :
(45) CEPI :
Itu baru tahap-tahap awal. Tahap berikutnya, lebih repot. Kamu harus datang silaturahmi pada kakek-
neneknya, pada para om dan tentenya waktu mereka hajatan, harus datang waktu sepupu-sepupu dia
kawin, atau ultah dan semacamnya.
(46) ANTO :
(47) CEPI :
Pada tahap yang paling serius, waktu kamu sudah nikah dengan dia misalnya, kamu akan dibilang orang
paling sombong dalam keluarga mereka, hanya gara-gara tidak datang waktu mereka bikin acara arisan
keluarga. Bayangkan, arisan keluarga, acara paling membosankan di dunia pun kamu harus datang.
Itulah resiko kalau cinta kita diterima seorang gadis. Jadi ditolak, sebetulnya lebih bagus.
( ANTO TERTAWA )
(48) CEPI :
Kenapa tertawa ?
(49) ANTO :
(50) CEPI :
Maksudnya ?
(51) ANTO :
(52) CEPI :
Kok tahu ?
(53) ANTO :
Yang nulis buku itu pamanku. Aku sudah baca sebelum buku itu dicetak. Aku pikir cuma aku yang hafal
luar kepala, ternyata kamu lebih hafal lagi. Kapan kamu baca buku itu, tadi siang ya ?
(54) CEPI :
(55) ANTO :
Pantes, hafal sampai titik komanya. Tapi maaf Cepi, aku tidak sepakat dengan buku itu. Ogah aku jomblo
seumur hidup. Aku betul-betul sayang sama Marni, dan ingin suatu saat hidup bersamanya. Bisa
tidak bisa, harus bisa. Apa pun rintangan yang menghadang, akan kuterjang. ( PERGI )
(56) CEPI :
ADEGAN DUA
(57) IRNA :
Heh Cepi! Kamu sedang tidak sibuk kan? Aku mau berbicara serius.
(58) CEPI :
(59) IRNA :
Iya. Aku kemari dengan tujuan mencari Anto untuk memberi tahu tentang Marni.
(60) CEPI
Marni kenapa?
(61) IRNA
(62) CEPI :
(63) IRNA :
Entahlah. Marni itu nekat. Kata Marni, ini sebagai salah satu kelanjutan bentuk protes pada ayahnya
karena tidak mengijinkan dia pacaran sama Anto.
(64) CEPI :
Terus?
(65) IRNA :
(66) CEPI :
(67) IRNA :
(68) CEPI :
Ada-ada saja itu si Marni. Tapi aku salut terhadap perjuangannya untuk meluluhkan hati ayahnya.
(69) IRNA :
(70) CEPI :
(71) IRNA :
(72) CEPI :
Kita harus cepat mencegah dia untuk pergi. Anto juga harus cepat diberi tahu. Apa Anto sudah tahu
tentang berita ini?
(73) IRNA :
Entahlah Cepi. Aku tidak pernah bertemu Anto. Susah sekali untuk bertemu dia. Kamu kan temannya,
mengapa tidak kamu saja yang menanyakan pada Anto?
(74) CEPI :
(75) IRNA :
Lalu Marni bagaimana?
(76) CEPI :
Menahan Marni agar tidak pergi adalah tugas kamu, Lala, dan Audi. Kalian kan teman dekat Marni. Jadi,
sedikit banyak kalian pasti tahu bagaimana sifat Marni. Sementara aku menemui Anto. Aku akan
mencoba mengajak dia berbicara.
(77) IRNA :
(78) CEPI :
ADEGAN TIGA
(79) ANTO :
(80) CEPI :
Aku serius Anto. Kamu harus ke rumah Marni. Kamu akan menyesal kalau Marni keburu pergi.
(81) ANTO :
Kalau memang mau pergi masa dia tidak kasih tahu aku ?
(82) CEPI :
(83) ANTO :
(84) CEPI :
Irna, Audi, Lala, semua sudah tahu.
(85) ANTO :
Kalau dia sempat kasih tahu semua orang masa saya tidak dikasih tahu ?
(86) CEPI :
Mungkin belum sempat, makanya datang supaya tahu. Cari berita, jangan pasif.
(87) ANTO :
Barangkali memang sengaja tidak mau kasih tahu. Sudah tidak peduli sama aku.
(88) CEPI :
(89) ANTO :
(90) CEPI :
Tidak mungkin Anto. Aku yakin ini soal waktu. Mungkin dia menunggu waktu yang tepat untuk bicara
sama kamu. Kalian kan lama tidak saling ketemu. Biasanya kamu datang ke rumah Marni, sekarang tidak.
Biasanya kalian jalan bareng, sekarang tidak. Marni juga lama tidak masuk sekolah.
(91) ANTO :
(92) CEPI :
(93) ANTO :
(94) CEPI :
Dari pada mengambil kesimpulan buru-buru dan salah, lebih baik kamu buru-buru ke rumah Marni dan
semuanya jadi jelas. Tidak ada yang salah terima, tidak ada yang sakit hati. Ayo, kita ke sana. Aku siap
menemani.
(95) ANTO :
(97) ANTO :
(98) CEPI :
Kalau aku jadi kamu, tidak akan pernah diusir. Malah ayah Marni yang akan kubikin mencari-cari aku.
(99) ANTO :
Bagaimana caranya ?
(100) CEPI :
(101) ANTO :
Ngaco !
(102) CEPI :
(103) ANTO :
Jalan kaki saja. Knalpotnya tambah bocor, berisik sekali. Ayah Marni paling benci mendengar bunyi
motorku.
(104) CEPI :
Ya sudah. Ayo !
(105) ANTO :
(106) CEPI :
(109) ANTO :
(110) CEPI :
Ampun… Anto, Anto! Kenapa kamu jadi pengecut begitu sih? Anto! Ampuuunn.
LAMPU BERUBAH
BABAK 3
ADEGAN SATU
INTRO MUSIK
(111) AUDI :
(112) IRNA :
(113) LALA :
Jadi TKI itu tidak gampang Marni. Kamu akan banyak kesulitan.
(114) IRNA :
Sebaiknya kamu segera masuk sekolah. Sebentar lagi kita ujian, tahun depan kita harus kuliah. Lupakan
keinginan konyol itu.
(115) SEMUA :
Lupakan … Marni !
aku harus pergi rumah tak lagi memberiku kedamaian sebab aku dan ayah tak pernah sepaham cinta
pemuda yang kudambakan selalu lepas dari genggaman
(117) AUDI :
Bersabarlah, Marni. Kita masih banyak kesempatan. Waktu berjalan, sikap ayahmu pasti berubah.
(118) IRNA :
Orang seusia kita selalu diangap masih kanak-kanak. Dianggap belum waktunya pacaran.
(119) LALA :
(120) MARNI :
aku tak mau begitu masa depanku adalah milikku urusan cinta harus kita yang menentukan
(121) IRNA :
Tapi ayahmu bilang tidak melarangmu pacaran. Dia hanya minta kamu memilih pemuda yang tepat, dan
jangan sampai pacaran mengganggu belajar.
(122) MARNI :
Ayahku bahkan pernah mengusir Anto. Gara-garanya sangat sepele. Suara berisik knalpot motor Anto
yang bocor. Padahal ada banyak suara knalpot motor yang lebih berisik lewat di depan rumah. Itu tidak
adil.
(123) AUDI :
Tapi semua pacar-pacar kita pernah ada masalah dengan orang tua kita. Semua pernah diperlakukan
tidak adil. Hubungan kalian pasti akan membaik.
(124) MARNI :
Ketidakadilan harus diperjuangkan, kawan. Sebab ia tidak datang dari langit. Hubungan bisa saja
membaik, tapi pasti ada prinsip dan hak-hak yang dilanggar. Ada yang menindas dan tertindas. Dan itu
tidak baik.
(125) LALA :
Tapi kami tetap tidak rela kamu pergi Marni. Apa lagi pergi ke luar negeri untuk jadi TKI.
(126) IRNA :
Ya. Omonganmu yang pintar tadi membuktikan kamu tidak pantas jadi TKI. Kamu harus lulus SMU dan
kuliah.
(127) MARNI :
Soal ke luar negeri dan jadi TKI, bisa jadi aku memang asal bicara. Yang jelas aku harus pergi dari rumah.
Mungkin itu protes yang mempan buat ayahku.
(128) AUDI :
Itu lebih baik Marni. Kamu bisa tinggal di rumahku. Soal biaya sekolah, jangan kuatir. Ayahku pasti mau
bantu.
(129) LALA :
Ayahku juga pasti mau bantu. Tapi kamu harus tinggal bergiliran di rumah kami bertiga dong, supaya
adil.
(130) IRNA :
(131) AUDI :
Kalau kamu tidak ke luar negeri, pacaran sama Anto tetap berjalan lancar. Hidup backstreet !
(132) MARNI :
Tunggu. Kalian jangan salah ngerti. Aku pergi dari rumah bukan semata-mata protes. Tapi juga
bermaksud mandiri. Supaya aku tidak tergantung siapa-siapa. Supaya aku merdeka menentukan masa
depan. Tinggal di rumah kalian jelas bukan pilihan yang tepat. Aku tetap jadi tanggungan orang.
(133) AUDI :
Itu tidak masalah Marni. Kami ikhlas membantumu. Itulah gunanya sahabat.
(134) LALA :
(135) MARNI :
Prioritas utamaku sekarang cari kerja supaya bisa membiayai hidupku sendiri. Sekolah aku pikirkan
belakangan. Soal pacaran dengan Anto, aku sendiri tidak yakin tetap bisa jalan. Sejak diusir ayahku, dia
tidak pernah muncul lagi. Dia ternyata pengecut. Tapi terimakasih atas iktikad baik kalian. Selamat sore,
aku pergi dulu. Ada perlu. ( PERGI )
(136) IRNA :
Marniii …
(138) AUDI :
(139) IRNA :
(140) LALA :
(141) CEPI :
(142) AUDI :
Baru pergi.
(143) CEPI :
Anto ?
(144) AUDI :
Nggak. Sudah lama nggak lihat Anto. Bukannya dia jarang masuk sekarang ?
(145) CEPI :
Memang.
(146) IRNA :
Ada apa ?
(147) CEPI :
Mungkin cuma Anto yang bisa membujuk Marni tidak kabur ke luar negeri. Kemaren aku bicara sama
Anto supaya dia datang menemui Marni, tapi gagal. Malah Anto ngambek. Merasa tidak dipamiti.
Memang Marni belum pamit sama Anto, ya ?.
(148) IRNA :
Kelihatannya begitu. Marni juga ngambek karena Anto tidak pernah datang lagi sejak dimarahi ayahnya.
(149) CEPI :
(150) IRNA :
(151) CEPI :
(152) LALA :
(153) IRNA :
Temui Marni, bujuk supaya ketemuan sama Anto. Saya, kami bertiga ini, membujuk Anto supaya
ketemuan sama Marni. Bagaimana ?
(154) CEPI :
(155) IRNA :
(156) CEPI :
LAMPU BERUBAH.
BABAK 4
ADEGAN SATU
(157) MARNI :
(158) ANTO :
( BEBERAPA SAAT ANTO SALAH TINGKAH. MAU DUDUK DI SEBELAH MARNI TAPI RAGU. AKHIRNYA IA
DUDUK JUGA, TAPI AGAK JAUH. SUASANANYA SUNGGUH KAKU )
(159) ANTO :
(160) MARNI :
(161) ANTO :
Supaya ayahmu tenang, karena tidak ada suara knalpot motor yang berisik.
(162) MARNI :
Bijaksana sekali …
(163) ANTO :
Aku harus tahu diri. Aku kan cuma tukang ojek dan sopir tembak. Jangan kata pacaran sama kamu,
datang ke rumahmu pun aku tidak pantas.
(164) MARNI :
Oo … jadi begitu cara berpikirmu ? Kalau begitu kamu lebih cocok jadi anak ayahku, dan memang tidak
pantas jadi pacarku. Maaf … selamat tinggal ! (PERGI)
Marni .. Marni …
( MARNI BALIK LAGI )
(166) MARNI :
Maaf, saya tidak ada urusan sama tukang ojek. ( MAU PERGI LAGI TAPI ANTO MENAHANNYA )
(167) ANTO :
(168) MARNI :
(169) ANTO :
(170) MARNI :
Katakan dengan jujur, kenapa lama tidak datang ? ( LAMA TIDAK MENJAWAB ) Katakan ! Kamu takut
sama ayahku ? Aku benci orang yang pengecut Anto. Aku yakin kamu juga benci orang semacam itu. Jadi
salahkan dirimu sendiri, jangan menyalahkan aku. Aku mau pergi dari rumah, tujuanku jelas. Aku protes
keras pada ayahku karena dia berlaku tidak adil pada kita. Jelas ?
(171) ANTO :
(172) MARNI :
Bagus kalau kamu sadar. Tapi kenapa harus berlaku pengecut ? Kamu tidak salah apa-apa sama ayahku.
Pacaran juga bukan kejahatan. Yang penting kita tahu batas.
(173) ANTO :
Ya. Tapi mungkin ayahmu betul. Kamu harus memilih pemuda yang tepat. Dan itu bukan aku.
(174) MARNI :
Stop ! Jangan mulai lagi Anto. Selain benci pengecut, aku juga benci orang rendah diri. Dulu kamu begitu
percaya diri dengan semua yang kamu kerjakan. Kamu punya cita-cita dan berjuang keras untuk
meraihnya. Itu kelebihan kamu. Itu juga yamg membuat aku … sayang … sama kamu. Jadi tolong jangan
berubah.
(175) ANTO :
Kamu .. betul-betul sayang sama aku ?
(177) ANTO :
Tapi nilaiku jeblok. Aku banyak narik dan bolos sekolah. Aku kuatir tidak lulus.
(178) MARNI :
(179) ANTO :
(180) MARNI :
Pasti sanggup. Kamu pekerja keras. Kalau perlu kamu bisa kerja yang lain, yang penghasilannya lebih
banyak.
(181) ANTO :
Tapi ngojek pekerjaan bersejarah, Marni. Itu kan yang mempertemukan kita ?
(182) MARNI :
Ya. Suara knalpot motormu yang berisik membuat aku selalu menengok setiap kamu lewat di depan
rumah.
(183) ANTO :
Ya. Dan kamu bilang pada teman-temanmu, aku tukang ojek paling keren.
(184) MARNI :
Yang jelas kamu berbeda. Tukang ojek lain kalau nunggu penumpang main gaple, kamu bikin PR. Tukang
ojek lain selalu siap dengan uang kembalian, kamu tidak. Tukang ojek lain siap menerima uang tip, kamu
malu-malu.
(185) ANTO :
(186) MARNI :
Utang apa ?
(188) MARNI :
(189) ANTO :
(190) MARNI :
(191) ANTO :
Pakai tanya lagi. Kita kan lama nggak ketemu ? Marni. ( MEMEGANG TANGAN MARNI )
Apa sih ?
(193) ANTO :
(194) MARNI :
Tidak tahu. Yang jelas, aku harus pergi dari rumah. Aku tidak tahan, ayahku betul-betul kelewatan. Tidak
adil. ( MENANGIS ) Aku harus protes. Harus ! Sampai ..
(195) ANTO :
Setuju, boleh saja protes. Tapi kan bisa dengan cara lain. Pergi dari rumah, bukan cara yang tepat. Nanti
semuanya jadi kacau.
Bagaimanapun, rumah adalah tempat terbaik untuk memulai segala rencana, segala cita-cita. Dan orang
tua, segalak apa pun, tetap sayang sama anak.
(196) MARNI :
Sok tahu, ah !
(197) ANTO :
Aku tidak sok tahu, Marni. Tapi memang tahu. Kamu juga tahu ayahmu sayang sama kamu. Kamu hanya
sedang emosi.
(198) MARNI :
(199) ANTO :
(200) MARNI :
(201) ANTO :
(202) MARNI :
Ya. Janji.
(203) ANTO :
Oke. Aku punya usul untuk kamu. Ayo, kita bicara di tempat lain. Nanti penonton tahu rencana rahasia
ku. (BERBICARA KEPADA PENONTON)
( MEREKA PERGI )
LAMPU BERUBAH
BABAK 5
ADEGAN SATU
SEBELUMNYA, MARNI PROTES DENGAN CARA MOGOK BICARA SEMINGGU. SEBELUMNYA LAGI, IA
MOGOK MAKAN DAN TIDAK KELUAR KAMAR 3 HARI TIGA MALAM.
(204) MARJUKI :
Ya, ampun. Protes model apa lagi ini Marni ? Masa, seluruh rumah digambari begini ? Aduh … aduuhh
… gambar apa pula ini ? (MEMANDANG LEBIH SEKSAM ) Ya ampun, Marni .. Marni … saya pikir protes
kamu sudah cukup. Tujuh hari mogok bicara, 3 hari 3 malam mogok makan dan tidak keluar kamar, eh
masih ada lagi. Seluruh rumah digambari begini. Lukisan abstrak lagi. Soal protes dengan cara yang lain-
lain itu, okelah. Ayah bisa terima. Tapi lukisan abstrak ini, saya keberatan. Melukis itu ada aturannya.
Pertama orang harus melukis realisme, surealisme, kemudian yang lain-lainnya, baru abstrak.
(205) MARNI :
Itu kuno.
(206) MARJUKI :
(207) MARNI :
(208) MARJUKI :
(209) MARNI :
(210) MARJUKI :
Marni, sekali lagi ayah tegaskan. Ayah tidak melarang kamu pacaran. Ayah hanya tidak setuju dengan
caramu. Kamu pacaran tidak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam. Itu satu. Kedua, ayah ingin kamu
benar-benar memilih pemuda yang cocok.
(211) MARNI :
(212) MARJUKI :
(213) MARNI :
Sama!
(214) MARJUKI :
Dulu, ayah melarang Marni dekat sama Ongky. “ Jangan yang beda agama ” kata ayah. Lalu Marni dekat
sama Taufik, ayah juga melarang. “ Jangan dengan anak pejabat. Miskin tidak pantas, kaya disangka KKN
” begitu.
Sekarang, Marni dekat sama Anto, jelas dia anak baik, se-iman, bukan anak pejabat. Apa lagi ? Apa ayah
tidak ada kata lain selain “ jangan ” ?
(216) MARJUKI :
(217) MARNI :
(218) MARJUKI :
(219) MARNI :
(220) MARJUKI :
Kapan sekolahnya ?
(221) MARNI :
(222) MARJUKI :
Kalau sekolah siang kenapa malam-malam sering datang ke sini ? Habis sekolah mustinya pulang ke
rumah, bukan main ke sini.
(223) MARNI :
Malam dia narik angkot ayah. Kalau lagi sepi, atau angkotnya dibawa orang lain baru main. Kan tidak
tiap malam Anto ke sini ?
(224) MARJUKI :
O, supir tembak ? Ampun Marni, apa yang bisa diharap dari tukang ojek dan sopir tembak ?
(225) MARNI :
Jangan kuatir. Dia punya cita-cita tinggi, punya platform !
(226) MARJUKI :
Syarat yang diperlukan sebagai calon suami adalah hidup mapan, punya pekerjaan tetap, penghasilan
cukup, dan sayang sama kamu.
(227) MARNI :
(228) MARJUKI :
(229) MARNI :
(230) MARJUKI :
(231) MARNI :
Saya juga capek dan tidak ada waktu. Masih banyak yang harus Marni kerjakan. Seluruh rumah harus
saya lukis. Tapi catnya kurang. Permisi dulu. Saya mau beli cat. ( PERGI )
(232) MARJUKI :
Duh, aduh … punya anak perempuan satu kok repot amat, susah dibilangin….marni..marni
ADEGAN DUA
(233) MARJUKI :
Terimakasih …
(235) AUDI :
Marni ada, om ?
(236) MARJUKI :
Barusan pergi. Buru-buru rupanya, malah tidak pamit. Kalian sudah janjian mau datang?
(237) AUDI :
(238) IRNA :
Marni bilang, acara kejutan. Jadi tidak pakai penjelasan acaranya apa.
(239) LALA :
Ya. Keliatannya kemaren dia buru-buru sekali. Habis beli cat dan banyak pekerjaan di rumah. Dia juga
pesan supaya kami bawa makanan. Marni tidak akan sempat masak katanya. Ini om, kami bawa jajan
pasar.
(240) MARJUKI :
O, begitu ya ? Ya .. ya.. Terimakasih .. terimakasih. Mungkin yang Marni maksud acara kejutan ya ini,
lukisan-lukisan yang memenuhi rumah ini. Sebab setahu saya tidak ada kejutan lain. Kami pun tidak
punya hajatan apa-apa. Jadi silahkan menikmati lukisan-lukisan ini.
(241) AUDI :
(242) MARJUKI :
(243) IRNA :
(244) LALA :
Fantastis !
(245) IRNA :
Di mana Marni belajar melukis om ? Setahu saya, di sekolah Marni tidak pernah belajar.
(246) MARJUKI :
Saya juga kurang tahu. Sejak kanak-kanak Marni lebih tertarik menari atau menyanyi.
(247) AUDI :
Apa ini yang dikerjakan Marni selama seminggu lebih tidak masuk sekolah ?
(248) MARJUKI :
(249) SEMUA :
Oh … luar biasa.
(250) IRNA :
(251) LALA :
(252) AUDI :
… dan om melarangnya ?
(253) MARJUKI :
Saya tidak pernah melarang. Saya hanya meminta Marni memilih pemuda yang tepat dan jangan
pacaran sembarang waktu. Jangan sampai pacaran mengganggu jam belajar. Itu kan tuntutan umum
setiap orang tua ?
(254) IRNA :
(255) LALA :
(256) IRNA :
Ya, terluka hatinya. Lihat om, lihat semua lukisan itu. Saya bisa menangkap, luka hati yang sangat, sangat
…
(257) AUDI :
… sangat dalam ….
(258) IRNA :
Maaf om, sebagai orang tua om tentu lebih tahu bagaimana menyayangi anak. Tapi sebagai anak, kami-
kamilah yang lebih tahu apa yang kami butuhkan dari orang tua. ( PADA AUDI ) Bukan begitu ?
(259) MARJUKI :
Mungkin begitu …
(260) AUDI :
(261) MARJUKI :
(262) AUDI :
(263) MARJUKI :
Ya.
(264) AUDI :
Ee … e ..
(266) AUDI :
Saya merasakan hati pelukisnya yang tengah kosong, hilang harapan, hampa.
(267) LALA :
Mungkin, waktu Marni melukis itu, darahnya tengah berhenti mengalir, karena kepedihan yang sangat.
(268) IRNA :
Bisa jadi hati Marni serasa terbang ke awan, sebab bumi tempatnya berpijak tidak memberi harapan
apa-apa.
(269) AUDI :
(270) MARJUKI :
(271) AUDI :
Ya .. ada semacam ..
(273) IRNA :
(274) LALA :
(275) AUDI :
Persis !
(276) IRNA :
Mungkin sebaiknya om bicara dengan Marni, tanyakan apa yang terjadi. Semua lukisan ini adalah isyarat
yang sangat jelas, hati Marni sedang kacau. Mungkin ada keinginan terpendam yang tidak kesampaian.
Kalau saya jadi om, saya akan kabulkan apa pun keinginan Marni.
(277) LALA :
Harus.
Ya, ya, soal bicara dengan Marni saya rasa itu usulan yang baik. Dan saya sudah sering mencoba. Tapi
kalau soal mengabulkan keinginan Marni, harus saya timbang-timbang dulu. Dan, maaf ya, anu, saya ada
rapat RT di kelurahan. Saya sudah terlambat. Saya kan ketua RT paling senior di kampung ini, jadi malu
kalau terlambat. Apa kalian mau menunggu Marni pulang, atau bagaimana ?
Mungkin …
(282) LALA :
(284) IRNA :
Sampaikan pada Marni, kami gembira sekaligus sedih atas acara kejutan ini.
(285) MARJUKI :
(286) MARJUKI :
Kurang ajar. Berani-beraninya kasih nasehat sama saya. Apa hak mereka menyuruh saya menuruti apa
saja kemauan anak saya ? Sok pintar. Aku susah payah membiayai anakku, aku punya hak atas masa
depan anakku. Ini pasti akal-akalannya si Marni sama si Anto.
Jangan menuduh sembarangan, ayah. Aku tidak tahu apa-apa. Apa lagi Anto. Semua yang mereka
lakukan tadi, adalah isnisiatif mereka sendiri. Aku sudah mencegah tapi mereka ngotot. Itu sebabnya aku
pergi.
(288) MARJUKI :
(289) MARNI :
Aku memang mengundang mereka, tapi sekedar untuk ngobrol dan pamitan. Aku mau jadi TKI ke luar
negeri. Itu protesku selanjutnya pada ayah. Dan aku akan terus protes sampai ayah mengijinkan aku
pacaran sama Anto.
(290) MARJUKI :
O, begitu ? Jadi kamu pikir dengan protes keras ayah akan mengijinkan ?
(291) MARNI :
Tentu ada syarat lain. Aku harus mandiri. Dengan bekerja aku punya uang. Dengan uang aku bisa
menentukan masa depanku sendiri. Selamanya anak akan kalah suara, kalau anak masih tergantung
sama uang orang tua.
(292) MARJUKI :
(293) MARNI :
Kita tidak perlu berdebat ayah. Aku pergi dulu, banyak urusan. ( PERGI )
(294) MARJUKI :
ADEGAN TIGA
(295) MARJUKI :
Ya ampun, jadi Marni betul-betul mau pergi ke luar negeri ? Aku pikir cuma gertak.
(296) CEPI :
(297) MARJUKI :
(298) CEPI :
Saya juga tidak tahu. Dia cuma bilang sekarang ada di tempat penampungan. Saya tanya bolak-balik di
mana alamatnya, dia tetap tidak mau menjawab.
(299) MARJUKI :
Tapi apa secepat itu prosesnya ? Diterima jadi TKI bukannya prosesnya panjang ?
(300) CEPI :
Itu juga pernah saya tanya. Dia bilang, “ semua bisa diatur ” asal ada uang.
(301) MARJUKI :
(302) CEPI :
Ya dari uang gaji Marni yang dipotong tiap bulan nanti. “ Semua dibiayai sama agen ”, begitu Marni
bilang.
(303) MARJUKI :
(304) CEPI :
Marni tidak sebut-sebut om. Dia hanya minta tolong saya supaya mengambil beberapa baju yang
ketinggalan.
(305) MARJUKI :
Ya ampun, Marni .. Marni. Apa sebegitu besar marahmu sama ayah, sampai-sampai harus pergi keluar
negeri jadi TKI ? Tidak pamit lagi. Coba nak Cepi pikir, apa pantas ?
(306) CEPI :
Kalau ditanya pantas atau tidak, jelas tidak pantas. Tapi kelihatannya, Marni memang sangat marah
sama om. Tapi terus-terang, sebagai teman, saya tidak setuju Marni pergi. Marni sebentar lagi ujian dan
tahun depan harus kuliah. Setelah lulus kuliah, terserah mau ke mana dan jadi apa. Jadi TKI ke luar
negeri pun tidak masalah. Itu bukan hal yang jelek. Menyelesaikan kuliah, lebih aman buat masa depan
Marni.
(307) MARJUKI :
(308) CEPI :
Maaf om, saya tidak bisa lama. Marni memerlukan baju yang saya ambil.
(309) MARJUKI :
Kapan Marni mau ambil baju-baju itu ? Di mana kalian janjian ketemu ?
(310) CEPI :
(311) MARJUKI :
Tolonglah nak Cepi, sebutkan. Saya harus ketemu Marni sebelum dia pergi. Tolong, saya mohon sekali.
Please …
(312) CEPI :
(313) MARJUKI :
Please …
(314) CEPI :
Maaf ommm …. Saya tidak bisa. (MENATAP MARJUKI BEBERAPA SAAT) Tapi, kalau om bersedia
kerjasama dengan saya, kita sebetulnya bisa membatalkan Marni pergi. Seperti saya bilang tadi, saya
tidak setuju Marni pergi.
(315) MARJUKI :
(316) CEPI :
Tapi jangan sampai dia tahu. Ini rahasia antara kita. Om Setuju ?
(317) MARJUKI :
(318) CEPI :
Tunggu dulu. Saya mau tanya, tolong jawab dengan jujur Apa sebetulnya yang membuat Marni marah
sama om ?
(319) MARJUKI :
(320) CEPI :
Kenapa ?
(321) MARJUKI :
Saya tidak tahu persis. Saya merasa, si Anto sebetulnya anak baik. Jadi, saya tidak sungguh-sungguh
melarang. Tapi Marni keburu protes keras. Merasa tidak didengar omongannya, saya jadi tambah
jengkel.
(322) CEPI :
Saya lihat Marni begitu juga. Makin dilarang, makin menentang. Intinya sama: ingin didengar suaranya.
(323) MARJUKI :
Begitu ?
(324) CEPI :
Begitu.
(325) MARJUKI :
(326) CEPI :
(327) MARJUKI :
(328) CEPI :
(329) MARJUKI :
Kalau begitu temui Marni, segera. Katakan, saya akan ijinkan Marni pacaran sama Anto. Sesudah itu,
ajak mereka berdua ke sini supaya mendengar langsung dari saya.
(330) CEPI :
(331) MARJUKI :
(332) CEPI :
Baik. Kalau begitu saya jamin 100% Marni batal pergi. Permisi dulu om, saya harus cari Marni dan Anto
sekarang juga. Saya akan kabarkan berita gembira ini.
(IRNA, AUDI, LALA DAN BEBERAPA TEMAN MARNI YANG LAIN MENDADAK MUNCU )
(333) IRNA :
Tunggu Cepi ! Maaf om Marjuki, kami mendengar semua pembicaraan ini. Kami ikut gembira. Tapi itu
tidak cukup. Harus ada jaminan tertulis bahwa om Marjuki akan menepati janji.
(334) CEPI :
Perlu dong !
(336) ANTO :
Tidak, tidak perlu. Cepi betul. Saya juga percaya om Marjuki akan menepati janji. Ini kan bukan urusan
jual beli tanah atau semacamnya. Tapi urusan anak dan orang tua. Jangan repot-repot. Janji secara lisan
sudah cukup.
(337) IRNA :
Tapi …
(338) MARJUKI :
Nak Anto betul, jangan repot-repot. Makin kita repot, makin lama Marni di penampungan TKI. Kasihan
dia. Lebih baik kita cari Marni sekarang. Apa kalian ada yang tahu alamatnya ?
(339) MARNI :
Marni ? Ah, kemarilah kamu nak. Ayah sangat kuatir ada apa-apa dengan kamu.
(341) MARNI :
Jangan kuatir ayah, Anto menjaga aku. Kalau bukan karena dia, aku pasti jadi TKI sungguhan.
(342) MARJUKI :
(343) ANTO :
(344) MARNI :
Anto meyakinkan aku begitu rupa, segalak apa pun, ayah tetap sayang aku. Dan rumah adalah tempat
terbaik menyusun rencana dan cita-cita.
(345) MARJUKI :
Bagus. Kamu menemukan pemuda yang tepat anakku. Dan kamu tidak tinggal di tempat penampungan
bukan ?
(346) MARNI :
Tidak.
(348) MARJUKI :
Jadi siapa yang mengatur nak Cepi datang ke mari dan main sandiwara di depan saya ?
(349) ANTO :
Saya om. Sayalah komadan semua sandiwara malam ini. Sebagai komandan saya tidak akan lari. Saya
siap diadili.
(350) MARJUKI :
Bagus. Itu komandan yang baik. Anda siap saya tuntut di depan penghulu menikahi anak saya ?
(351) ANTO :
Sekarang ?
Huuuu …
(353) MARJUKI :
PENUTUP
MARNI: ( MENYANYI )
BILANG PAPA KU
BERUBAH MENJADI
ANTO: ( MENYANYI )
BILANG PAPA MU
KU CINTA PADA MU
SELESAI