Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERTUMBUHAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA BANI


ABBASIYAH
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam)
Dosen Pengampu : M Indra Saputra, M Pd.I

Disusun Oleh :
1. Cindy Adelia Ramadhan 2211100043
2. Fadlilatul Ilmin Nazah 2211100278
3. Yayuk Badriyah 2211100400

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan
dan kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban kami sebagai mahasiswa, yakni dalam
bentuk tugas yang diberikan oleh Bapak dosen dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan kami.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya karena dengan perjuangan beliau kita bisa
berkumpul di tempat mulia ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari
penyusunan, bahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun,khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Bandar Lampung, 25 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan masalah ........................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. Pertumbuhan Pada Masa Bani Abbasiyah .................................................................................. 3
B. Kemajuan Kebudayaan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah ........................................................ 6
C. Hubungan Islam Dan Kebudayaan Persia ................................................................................... 9
BAB III................................................................................................................................................. 13
PENUTUP ............................................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 13
B. Saran ......................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M) dapat dipahami
dengan melihat kondisi sejarah pada masa sebelumnya. Pada masa sebelumnya,
kekuasaan Islam dipegang oleh Bani Umayyah, yang menguasai wilayah Timur
Tengah dan Afrika Utara selama hampir satu abad (661-750 M).

Kekhalifahan Bani Umayyah dianggap oleh banyak orang sebagai masa


pemerintahan yang otoriter dan korup. Kekuasaan Bani Umayyah diwarnai oleh
keluarga kerajaan yang hanya memperhatikan kepentingan pribadi dan kelompok
mereka sendiri. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan
memicu pemberontakan di seluruh wilayah kekuasaan Bani Umayyah.

Pada tahun 750 M, pemberontakan yang dipimpin oleh keluarga Abbasiyah


berhasil menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah dan mendirikan kekhalifahan baru
yang menetap di Baghdad. Kekhalifahan Abbasiyah dianggap sebagai periode baru
dalam sejarah Islam, yang ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang, termasuk
ilmu pengetahuan, seni, sastra, arsitektur, dan ekonomi.

Selama masa Bani Abbasiyah, dunia Islam mengalami perluasan wilayah


kekuasaan yang luas, yang meliputi wilayah Timur Tengah, Afrika Utara, Asia
Tengah, dan Spanyol. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran budaya dan ilmu
pengetahuan antara berbagai wilayah di dunia Islam.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, periode Bani Abbasiyah ditandai oleh


kemajuan besar dalam matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Beberapa
tokoh besar dalam ilmu pengetahuan, seperti Al-Khawarizmi dan Ibnu Sina, lahir pada
periode ini dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan
modern.

Selain itu, seni dan sastra Islam pada periode Bani Abbasiyah mencapai puncak
kemajuan. Seni arsitektur Islam pada masa ini terkenal dengan pembangunan masjid-
masjid megah, seperti Masjidil Haram di Mekah. Sementara itu, karya sastra pada
periode ini mencakup berbagai genre, seperti puisi, prosa, dan sejarah.

1
Secara keseluruhan, periode Bani Abbasiyah dianggap sebagai masa keemasan
peradaban Islam, yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra di seluruh dunia Islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu kebudayaan islam pada masa bani abbasiyah?
2. Bagaimana kemajuan kebudayaan islam masa bani abbasiyah?
3. Apa hubungan islam dan kebudayaan Persia?

C. Tujuan masalah
1. Mengetahui kebudayaan islam pada masa bani abbasiyah
2. Mengetahui kemajuan kebudayaan islam
3. Mengetahui hubungan islam dan kebudayaan persia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Pada Masa Bani Abbasiyah


Berdirinya Dinasti Abbasiyah berawal sejak merapuhnya kekuasaan Bani
Umayyah yang berujung pada keruntuhan Dinasti Umayah di Damaskus. Dengan
segala konflik yang ada pada tubuh Bani Umayyah, menjadikankan Bani Abbasiyah
maju sebagai pengganti kepemimpinan umat Islam. Wajah revolusi kepemimpinan
Abbasiyah terhadap Umayyah banyak mendapatkan simpati dari masyarakat, terutama
dari kalangan Syi’ah. Dukungan itu hadir disebabkan janji untuk menegakkan kembali
keadilan seperti yang dipraktikkan oleh Khulafaurrasyidin.1 Nama Dinasti Abbasiyah
diambil dari nama salah seorang paman Nabi Muhammad yang bernama al-Abbas ibn
Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas.2
Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa
menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan
dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan
pemberontakan terhadap dinasti Umayyah.3
Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah
adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan
imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian
kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij4 serta kaum Mawali
(orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Di saat terjadi
perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam
membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam.

1
Dudung Abdurrahman Dkk. Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern (Yogyakarta : Lesfi. 2003)
Hal 118
2
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Pt Raja Gafindo Persada. 2002) Hal 49
3
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2009), hlm. 143.

4
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta : Pt Raja Gafindo Persada. 2008) Hal 49-50

3
Bani Abbasiyah merasa lebih berhak dari Bani Umayyah atas Kekhalifahan
Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara garis keturunan lebih
dekat dengan Nabi. Menurut mereka, Bani Umayyah menguasai bangku kekhalifahan
Islam secara paksa, dengan melalui tragedi Perang Siffin. Oleh karena itu, untuk
mendirikan Dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang luar biasa
melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah.
Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, al-Manshur (754-775
M) pada tahun 762 M. setelah mencari-cari daerah yang strategis untuk ibukotanya,
pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di pinggir sungai
Tigris. Al-Mansur sangat cermat dan teliti dalam masalah lokasi yang akan dijadikan
ibukota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi.
Bahkan, ada beberapa orang di antara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari
di tempat itu pada setiap musim yang berbeda, kemudian para ahli tersebut melaporkan
kepadanya tentang keadaan udara, tanah dan lingkungan.
Dalam pembangunan kota ini, khalifah memperkenalkan ahli bangunan yang
terdiri dari arsitektur-arsitektur, tukang batu, tukang kayu, ahli lukis, ahli pahat dan
lain-lain. Mereka didatangkan dari Syiria, Mosul, Basrah dan Kufah yang berjumlah
sekitar 100.000 orang. Kota ini berbentuk bundar. Di sekelilingnya dibangun dinding
tembok yang besar dan tinggi. Di sebelah luar dinding tembok, digali parit besar yang
berfungsi sebagai saluran air dan sekaligus sebagai benteng. Ada empat buah pintu
gerbang di seputar kota ini, disediakan untuk setiap orang yang ingin memasuki kota.
Keempat pintu gerbang itu adalah Bab al-Kufah, terletak di sebelah baratdaya,
Bab alSyam di baratlaut, Bab al-Bashrah di tenggara, dan Bab al-Khurasan di timurlaut.
Di antara masing-masing pintu gerbang ini, dibangun 28 menara sebagai tempat
pengawal Negara yang bertugas mengawasi keadaan di luar. Di atas setiap pintu
gerbang dibangun suatu tempat peristirahatan yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang
indah dan menyenangkan.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai
kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia, Baghdad merupakan professor
masyarakat Islam. Al-Mansur memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah dan
kesusastraan dari bahasa asing: India, Yunani, Bizantium, Persia, dan Syiria. Para

4
peminat ilmu dan kesusastraan segera berbondong-bondong datang ke kota ini (Hitti,
2002, p. 369)5
Pertumbuhan kebudayaan Islam pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M)
mencakup berbagai aspek, seperti seni, sastra, arsitektur, ilmu pengetahuan, dan
filosofi. Berikut adalah beberapa materi tentang pertumbuhan kebudayaan Islam pada
masa Bani Abbasiyah:
1. Seni dan Arsitektur
Pada masa Bani Abbasiyah, seni dan arsitektur Islam mencapai puncak
kemajuan. Pembangunan masjid-masjid megah seperti Masjidil Haram di Mekah,
Masjid Agung di Kairo, dan Masjid Agung di Bagdad menjadi simbol kejayaan Islam
pada masa itu. Seni hiasan dalam arsitektur Islam diwakili oleh ukiran-ukiran
geometris, bunga, dan arab yang diukir pada benda-benda logam, kayu, dan kaca.
Selain itu, seni kaligrafi juga berkembang pesat pada masa ini. Kaligrafi
digunakan sebagai media untuk menuliskan ayat-ayat Al-Quran dan hadis, serta sebagai
hiasan pada berbagai benda seperti masjid, kubah, dan permadani. Kaligrafi juga
digunakan untuk membuat seni lukis, karya seni grafis, dan dekorasi pada berbagai
benda.
2. Sastra dan Pendidikan
Pada masa Bani Abbasiyah, sastra Islam berkembang pesat. Berbagai karya
sastra seperti puisi, prosa, dan sejarah yang ditulis oleh para penulis seperti Al-
Mutanabbi, Al-Farabi, dan Ibn Khaldun. Sastra Islam juga dikenal dengan adanya
kumpulan cerita seperti Seribu Satu Malam yang menjadi inspirasi bagi karya-karya
sastra di seluruh dunia.
Di samping itu, pada masa Bani Abbasiyah, pendidikan menjadi sangat penting.
Kekhalifahan Abbasiyah mendirikan sekolah-sekolah dan pusat-pusat pendidikan di
seluruh wilayah kekuasaannya. Universitas seperti Universitas Nizamiyah di Bagdad
dan Universitas Al-Azhar di Kairo didirikan pada masa ini, yang menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektualitas di dunia Islam.
Ilmu Pengetahuan dan Filosofi
Periode Bani Abbasiyah dianggap sebagai masa keemasan bagi ilmu
pengetahuan dan filosofi Islam. Pada masa ini, banyak ilmuwan Islam terkenal seperti

5
Nunzairina. 2020. Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan dan Kebangkitan Kaum
Intelektual. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 3(2), 93-94.

5
Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd melakukan penelitian dan
membuat karya-karya yang mengubah pandangan dunia pada saat itu.
Ilmuwan Islam pada masa ini juga memberikan kontribusi besar dalam bidang
matematika, astronomi, kedokteran, dan kimia. Karya-karya ilmiah seperti "Al-Jabr wa
al-Muqabalah" karya Al-Khawarizmi, "Kitab al-Qanun fi al-Tibb" karya Ibnu Sina, dan
"Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah" karya Al-Uqlidisi merupakan contoh
karya ilmiah yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah.
Bani Abbas mencapai keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan Agama sekaligus. Disisi
lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Juga berhasil menyiapkan
landasan perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Tetapi setelah
berakhir pemerintah Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik meskipun
filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Pembina sebenarnya dari daulat
Abbasiyah adalah abu Ja'far al-manshur (754-775 M). Abdullah bin Ali dan shalih bin
Ali adalah kedua pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh Khalifah
sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya dibunuh oleh abu
Muslim al-khurasani atau perintah abu Ja'far. Abu Muslim sendiri dihukum mati tahun
755 M karena dikawatirkan akan menjadi pesaing baginya.

B. Kemajuan Kebudayaan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


Kemajuan kebudayaan Islam pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M) adalah
suatu fenomena yang kompleks dan multifasetik yang meliputi berbagai bidang seperti
seni, sastra, arsitektur, ilmu pengetahuan, dan filosofi.
Berikut adalah beberapa materi tentang kemajuan peradaban Islam pada masa
Bani Abbasiyah:
1. Ilmu pengetahuan dan Pendidikan
Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai kejayaan di berbagai bidang,
salah satunya bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan diawali dengan
kegiatan menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama dari bahasa Yunani ke bahasa
Arab. Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, al-Manshur (754-775
M) pada tahun 762 M. setelah mencari-cari daerah yang strategis untuk ibukotanya,
pilihan jatuh pada daerah yang sekarang dinamakan Baghdad, terletak di pinggir sungai
Tigris. Al-Mansur sangat cermat dan teliti dalam masalah lokasi yang akan dijadikan

6
ibukota. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan
kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip K. Hitti
menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, di antara kota-kota dunia, Baghdad
merupakan professor masyarakat Islam. Al-Mansur memerintahkan penerjemahan
buku-buku ilmiah dan kesusastraan dari bahasa asing: India, Yunani, Bizantium, Persia,
dan Syiria.
(Nunzairina, 2020) Setelah masa al-Mansur, kota Baghdad menjadi lebih
masyhur lagi karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan
Islam. Banyak para ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami
ilmu pengetahuan. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada zaman pemerintahan
Khalifah Harun alRasyid (786-809 M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Dari kota
inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise
politik, supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan kota
ini.
2. Masjid
Sejak berdirinya masjid di era Nabi Muhammad SAW, masjid sudah jadi pusat
aktivitas serta beragam informasi lainnya tentang kehidupan umat Islam. Di situ jadi
tempat bermusyawarah, tempat mengadili masalah, tempat mengantarkan pencerahan
agama serta informasi yang lain dan juga sebagai tempat untuk melaksanakan
Pendidikan.6 Abdurrahman An-Nahlawi menambahkan keterangan kalau kesibukan
awal kali Nabi Muhammad di Madinah yakni membangun masjid sebab masjid
menggambarkan tempat yang bisa menyatukan bermacam tipe kalangan umat Islam.
Guna masjid bukan hanya berperan bagaikan tempat ibadah saja, melainkan pula
berperan bagaikan pusat aktivitas pembelajaran serta kebudayaan. Sistem pendidikan
berupa halaqah tumbuh dengan efektif pada masa Dinasti Abbasiyah, artinya sering
dengan bertambahnya jumlah halaqah-halaqah ilmiah pada masjid, maka sudah barang
tentu akan banyak muncul kelompok-kelompok kecil yang konten materinya itu
beragam.
3. Toko Buku
Cerminan tentang budaya membaca pada periode ini dapat pula dilihat dari
banyaknya toko bukuyang telah dibangun. Sehingga dari sini dapat dijadikan sebagai
bukti bahwa minat membaca masyarakat muslim sangatlah tinggi. Toko buku sebagai

6
Zuhairini, Moh. Kasiram, Abdul Ghofir, Tajdab, Sejarah Pendidikan Islam. 99.

7
sentral pendidikan dimulai semenjak dini pada kekhalifahan Abbasiyah. Di Damaskus
dan Kairo, terkait dengan volume besarnya toko buku maka tidak lebih besar dari
ruangan samping masjid. Namun terdapat pula toko-toko yang sangat besar, buat pusat
penjualan sekaligus sebagai pusat kegiatan para pakar serta penyalin naskah. 7Para
penjual buku itu sendiri bayak yang menjabat selaku penulis kaligrafi, penyalin serta
pakar sastra yang menjadikan toko mereka tidak hanya sebagai sebagai tempat jualan,
namun pula bagaikan pusat aktivitas ilmiah.
4. Perpustakaan
Buku merupakan salah satu sumber informasi yang sangat dekat dengan
manusia. Tak ayal kehadirannya sangat dibutuhkan oleh sepanjang sejarah manusia
untuk mendapatkan informasi ataupun ilmu pengetahuan. Dari buku ini pula terdapat
berbagai macam jenis keilmuan yang ada dan telah disusun oleh para ahlinya8. Dinasti
Abbasiyah pada fase pertamanya telah begitu nampak besarnya para khalifah terhadap
ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa para khalifah sangat cinta akan ilmu
pengetahuan sehingga sangat menjaga dan memelihara buku-buku yang ada, baik yang
bernuansa Islam maupun umum. Pada masa ini terdapat dua jenis perpustakaan yakni
perpustakaan umum dan pribadi.
5. Salun Kesusasteraan
Merupakan sebuah tempat khusus yang diadakan oleh khalifah yang
didalamnya membahas jenis-jenis ilmu pengetahuan. Pada masa khalifah Harun ar-
Rasyid, majelis ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mengingat beliau
sendiri sangat aktif dan berperan langsung di dalam majelis ini, dan tak jarang pula
dilakukan berbagai macam perlombaan syair, debat dan kesenian9. Dalam hal
pelaksanaannya salun-salun pada masa Khulafaur Rasyidin, dinasti Umayyah dan
Abbasiyah merupakan sarana untuk berkumpulnya para pembesar istana dan
masyarakat. Tempat ini dijadikan sebagai wahana untuk menjalankan tradisi keilmuan
yang tujuan utamanya adalah untuk mencerdaskan masyarakat dan sebagai sarana
penyebaran ilmu pengetahuan.10
6. Madrasah

7
Nurul Kawakib, “Politik Pendidikan Islam Pada Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah: Politik
Ketenagaan,” Maulana Malik Ibrahim State Islamic University Malang JPAI Vol., no. No 1 (2015): 10.
8
Kodir, Sejarah Pendidikan Islam: dari Masa Rasulullah hingga Reformasi di Indonesia. 83.
9
Suwito and Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam. 103.
10
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia.

8
madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang menurut penulis
merupakan bentuk tranformasi lembaga pendidikan dari yang paling sederhana hingga
terstruktur manajemennya. Ini menandakan sebuah capaian gemilang pada zaman
dinasti Abbasiyah dalam bidang pendidikan yang tidak berlebihan jika kita mengatakan
sebagai salah satu alat atau faktor untuk mencapai puncak kejayaannya.11
Syalabi berpendapat, bahwa madrasah adalah bentuk revolusi dari masjid.
Akibat tingginya animo masyarakat untuk belajar, membuat masjid penuh dengan
ḥalaqah. 12
Berkaitan dengan materi atau kurikulumnya, lembaga pendidikan berupa
madrasah ini tak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan Islam: pesantren di
Indonesia yang mengutamakan pada pelajaran agama Islam yang bersumber dari kitab-
kitab karya ulama salaf. Meskipun demikian, juga terdapat ilmu lainnya yang diajarkan
di madrasah dengan menggunakan ciri khas pembelajarannya yakni sistem klasikal.

C. Hubungan Islam Dan Kebudayaan Persia


Hubungan antara Islam dan Kebudayaan Persia sangat erat sejak awal masa
penyebaran Islam di Iran pada abad ke-7 M. Saat itu, sebagian besar penduduk Persia
masih menganut agama Zoroastrianisme, namun dengan masuknya Islam, agama
tersebut lambat laun tergantikan oleh Islam. Berikut adalah beberapa materi tentang
hubungan Islam dan kebudayaan Persia:
1. Pengaruh Persia pada Islam
Kebudayaan Persia memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan Islam.
Pada masa awal penyebaran Islam di Persia, para penduduk Persia yang masuk Islam
membawa budaya dan tradisi mereka ke dalam agama Islam. Hal ini tercermin dalam
seni dan arsitektur masjid-masjid di Iran, yang seringkali memadukan gaya arsitektur
Persia dengan arsitektur Islam.
Selain itu, Persia juga memiliki kontribusi yang besar dalam bidang sastra dan
bahasa. Bahasa Farsi, yang merupakan bahasa resmi Iran, memainkan peran penting
dalam perkembangan karya sastra Islam seperti puisi dan prosa.
2. Karya-karya sastra Persia

11
Abdullah C N - MLCSE 2007/01353 (L) Idi, Revitalisasi Pendidikan Islam, Cet. 1 (Sleman, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2006). 21.
12
Mahfud Ifendi, “Madrasah Sebagai Pendidikan Islam Unggul,” JALIE: Journal of Applied Linguistics
and Islamic Education 02, no. September (2017): 333–55.

9
Karya-karya sastra Persia memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sastra
Islam. Beberapa penulis Persia seperti Rumi, Omar Khayyam, dan Saadi, menulis
karya-karya yang sangat terkenal dalam sastra Islam. Karya-karya sastra ini
mempengaruhi banyak penulis muslim di seluruh dunia, dan terus menjadi inspirasi
hingga saat ini.
3. Kesusastraan Persia dalam ilmu pengetahuan
Kesusastraan Persia juga memberikan kontribusi besar dalam ilmu pengetahuan
Islam. Salah satu contohnya adalah karya "Shahnama" yang ditulis oleh Firdausi pada
abad ke-10 M. Karya ini merupakan sejarah Iran dari awal keberadaannya hingga
zaman Islam, dan memainkan peran penting dalam pengembangan sejarah dan sastra
di dunia Islam.
4. Peninggalan Arsitektur Persia
Arsitektur Persia juga memiliki pengaruh besar dalam arsitektur Islam. Salah
satu contohnya adalah Istana Golestan di Teheran, Iran, yang merupakan salah satu
peninggalan arsitektur Persia yang sangat terkenal. Arsitektur Persia juga
mempengaruhi pembangunan masjid-masjid megah di seluruh dunia Islam.

Pengaruh kebudayaan persia


Jauh sebelum kedatangan islam yang dibawa oleh nabi muhammad saw,
kebudayaan persia sudah masuk dalam wilayah selatan jazirah arabia. Sehubungan
dengan ini ahmad amin menyatakan :
Kedaulatan bangsa persia hilang karena dikalahkan oleh umat islam yang kemudian
menjadi bagian daerah islam, banyak diantara orang persia yang menjadi tawanan
bangsa arab yang dijadikan budak dan dibagikan diantara bangsa arab, dan banyak pula
diantara bangsa persia yang kemudian masuk islam, mempelajari bahasa arab sehingga
setelah sampai pada generasi yang kedua ada diantara mereka yang mahir berbahasa
arab seperti bangsa arab sendiri. Meskipun demikian akidah mereka belum dapat
mengikuti kepercayaan bangsa arab. Demikian pula keinginan dan kecondongan
mereka, alam pikiran merekapun belum sama dengan alam pikiran bangsa arab, bahkan
mereka itu setelah memeluk islam dapat memberi corak ke persia terhadap agama yang
baru itu. Mereka itu belum dapat melepaskan diri dari kepercayaan agama yang lama
serta adat istiadatnya. Dengan demikian dalam memahami islam pun terbatas pada
kemampuan yang diberikan oleh agama yang telah mereka peluk semenjak nenek
moyang mereka berabad-abad. Yang mempelajari bahasa arab pun belum bisa
10
meninggalkan khayal yang asli, dan tidak pula mereka dapat melupakan “syi’ir”
peribahasa, dan kata-kata hikmah yang dimiliki oleh bagsa mereka. Sebagai akibat yang
wajar banyaklah pengertian baru yang masuk kedalam islm yang kemudian tampak
pengaruhnya seperti adanya golongan syi’ah dan tasawuf, dan sebagian pengaruhnya
pula bahwa sastra arab penuh degan hikmah-hikmah, cerita-cerita, dan khayal yang
berasal dari persia. Jika bangsa persia mempunyai agama dan sastra yang berpengaruh
maka seharusnya kita mengkaji dahulu dengan ringkas agama dan kesastraan mereka
agar kita dapat mengetahui sampai manakah pengaruh tersebut.13

Etnis persia menempati posisi secara umum dikuasai didaerah kekuasan daulah
ghaznawiyah, terutama sebelum peristiwa agresi daulah saljuk ke daerah iran, dan
sebelum terusirnya orang-orang ghaznawi berasal semua wilayah kekuasaannya.
Etnispersia juga memiliki kiprah penting didalam peradaban sosial dan politik, seperti
perdana menteri serta sekretaris. Para pemuka etnis persia memainkan kiprah akbar
didalam urusan politik, dan poly membantu para sultan buat menyukseskan banyak
sekali urusan politik,baik yg bersifat internal maupun eksternal.
Umumnya etnis persia lebih menyukai hayati secara menetap
(tidak nomaden). Syarat ini sangat membantu berkembangnya aspek pertanian,
perindustrian serta perdagangan di daerah kekuasaan daulah ghaznawiyah. Dominan
penduduk didaerah ini menekuni usaha pertanian serta mereka
menyambung hidup berasal yang akan terjadi pertaniannya tadi. Terdapat
juga berasal mereka seringkali mencaricari lahan pertambangan ke
berbagai wilayah. Adapula berasal mereka yg menekuni bidang
keilmuan mirip mengajar,menulis kitab, serta membuka syair sebagai media buat
mengais rezeki.
Karena mereka hidup menetap maka tidak sedikit dari mereka yang
mendedikasikan dirinya untuk memberikan pelayanan sosial seperti membangun pasar,
membangun penginapan, mendirikan restoran dan membuat toilet umum untuk
membantu mempermudah para tamu asing dari kalangan para pencari ilmu, para
pedagang dan para pelaku industri yang datang kedaerah tersebut. Dengan demikian
berbagai kota dan daerah yang berada dibawah kekuasaan ghaznawiyah semakin maju
dan berkembang. Tentu saja sebagai lahan penghidupan didaerah tersebut juga sagat

13
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Prenadamedia). Hal 35-
36

11
beragam, sehingga kkondisi penduduk saat itu laksana kerumunan lebah yang saling
membahu untuk bekerja.14

14
Muhammad abdul azhim abu an-nashr. 2017. Islam di asia tengah sejarah peradaban dan
kebudayaan. (Jakarta : pustaka al-kautsar) Hal 116-117

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk kemajuan nya Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai kejayaan
di berbagai bidang, salah satunya bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu
pengetahuan diawali dengan kegiatan menerjemahkan naskah-naskah asing, terutama
dari bahasa Yunani ke bahasa Arab.
Dalam kesimpulannya, hubungan antara Islam dan kebudayaan Persia sangat
erat dan saling mempengaruhi. Persia memberikan kontribusi besar dalam
pengembangan seni, sastra, bahasa, ilmu pengetahuan, dan arsitektur Islam, dan
warisan kebudayaan Persia masih terus dikenang dan dihargai oleh orang-orang di
seluruh dunia hingga saat ini.

B. Saran
Demikian makalah yang telah kami buat, jika terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun penyampaiannya penulis mengharapkan kritikan dan saran dari
pembaca. Atas kritikan dan saran dari pembaca penulis berterimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

An-Nashr, M. A. ( 2017). Islam Di Asia Tengah Sejarah Peradaban Dan Kebudayaan. Jakarta
: Pustaka Al-Kautsar.

Dkk, D. A. (2003). Sejarah Peradaban Islam : Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta:
LESFI.

Ifendi, M. (2020). DINASTI ABBASIYAH: STUDI ANALISIS . Jurnal Penelitian, 143-145.

Karim, M. A. (2009). Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.

Nunzairina. (2020). DINASTI ABBASIYAH: KEMAJUAN PERADABAN ISLAM,


PENDIDIKAN . SEJARAH PERADABAN ISLAM, 97.

Yatim, B. (2002). Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.

14

Anda mungkin juga menyukai