(SUDAH) (Tika) LP ASKEP GADAR Epilepsi
(SUDAH) (Tika) LP ASKEP GADAR Epilepsi
Dosen Pembimbing :
, M.Kep., Ns.
Oleh:
NAMA NIM
EMERENSIA RATNA TIKA SNR2122500
A. Definisi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan
oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari irama. Istilah epilepsi
tidak boleh digunakan untuk bangkitan yang terjadi hanya sekali saja, bangkitan
yang terjadi selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked seizures
misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi (Ambarwati & Nasution, 2015).
Penyakit epilepsi atau ayan merupakan kondisi yang dapat menjadikan
seseorang mengalami kejang secara berulang. Epilepsi bisa menyerang seseorang
ketika terjadinya kerusakan atau perubahan di dalam otak. Di dalam otak manusia
terdapat neuron atau sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem saraf. Setiap
sel saraf saling berkomunikasi menggunakan impuls listrik. Pada kasus epilepsi,
kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan, sehingga
menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali. (HaloDoc,
2020).
B. Etiologi
Halodoc (2020), Epilepsi dapat mulai diidap pada usia kapan saja,
umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya,
epilepsi dibagi dua, yaitu:
1. Epilepsi idiopatik, disebut juga sebagai epilepsi primer. Ini merupakan
jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga
bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
2. Epilepsi simptomatik, disebut juga epilepsi sekunder. Ini merupakan
jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti
luka berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan
epilepsi sekunder.
Ambarwati & Nasution (2015), Berikut ini adalah daftar penyebab atau
faktor resiko epilepsi :
1. Idiopatik (Penyebab tidak diketahui)
Terjadi pada umur berapa saja, terutama kelompok umur 5-20
tahun
Tidak ada kelainan neurologik
Ada riwayat epilepsi pada keluarganya
2. Efek Kongenital dan Cidera Perinatal
Munculnya bangkitan pada usia bayi atau anak-anak
3. Kelainan Metabolik
Terjadi pada umur berapa saja
Kompikasi dari Diabetes Melitus
Ketidakseimbangan Elektrolit
Gagal Ginjal, Urenia
Defisiensi Nutrisi
Intoksikasi Alkohol atau Obat-obatan
4. Trauma kepala
Terjadi pada umur berapa saja, terutama pada dewasa muda
Terutama pada kontusio cerebri
Munculnya bangkitan biasanya 2 tahun pasca cidera
Bila muncul awal (2 minggu pasca cidera) biasanya tidak menjadi
kronis
5. Tumor dan Proses Desak Ruang Lainnya
Terjadi pada umur berapa saja, terutama umur diatas 30 tahun
Pada awalnya berupa bangkitan parsial
Kemudian berkembang menjadi bangkitan umum tonik clonik
6. Gangguan Kardiovaskuler
Terutama karena stroke dan pada lanjut usia infeksi
Dapat terjadi pada umur berpa saja
Mungkin bersifat reversible
7. Infeksi
Dalam bentuk ensefalitis, meningitis, abses.
Dapat merupakan akibat dari infeksi berat di bagian lain
Infeksi kronis (sifilis)
Komplikasi dari AIDS
8. Penyakit Degeneratif
Terutama pada lanjut usia
Dimensia Alzheimer
C. Klasifikasi
Klasifikasi epilepsi yang saat ini dianut adalah klasifikasi epilepsi
berdasarkan International Laegue Against Epilepsy (ILAE) 2017. Klasifikasi ini
terdiri dari 3 tingkatan di mana tingkatan ini dirancang untuk melayani
pengelompokan epilepsi di lingkungan klinis yang berbeda. Klasifikasi ini
memungkinan penentuan etiologi penyebab epilepsi sudah mulai dipikirkan pada
saat pertama kali kejang epilepsy didiagnosis.
Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Against Epilepsi
(2017):
1. Bangkitan parsial
a. Bangkitan parsial sederhana
Motorik
Sensorik
Otonom
Psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
Bangkitan parsial disertai gangguan kesadaran saat awal
bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
Parsial sederhana menjadi umum tonik-klonik
Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian
menjadi umum tonik-klonik
2. Bangkitan umum
Absans (lena)
Mioklonik
Klonik
Tonik
Tonik-klonik
Atonik
Tak tergolongkan
D. Manifestasi Klinis
HaloDoc (2020), Kejang berulang merupakan gejala utama epilepsi.
Karakteristik kejang akan bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang
terganggu pertama kali dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi. Jenis kejang
epilepsi dibagi menjadi dua berdasarkan gangguan pada otak, yaitu:
1. Kejang Parsial
Pada kejang parsial atau focal, otak yang mengalami gangguan hanya
sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Kejang parsial simpel, yaitu kejang yang pengidapnya tidak
kehilangan kesadaran. Gejalanya dapat berupa anggota tubuh yang
menyentak, atau timbul sensasi kesemutan, pusing, dan kilatan
cahaya. Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung pada
bagian otak mana yang mengalami gangguan. Contohnya jika
epilepsi mengganggu fungsi otak yang mengatur gerakan tangan
atau kaki, maka kedua anggota tubuh itu saja yang akan mengalami
kejang. Kejang parsial juga dapat membuat pengidapnya
mengalami perubahan secara emosi, seperti merasa gembira atau
takut secara tiba-tiba.
Kejang parsial kompleks. Kadang-kadang, kejang focal
memengaruhi kesadaran pengidapnya, sehingga membuatnya
terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat.
Inilah yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks. Ciri-ciri
kejang parsial kompleks lainnya adalah pandangan kosong,
menelan, mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
2. Kejang Umum
Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh dan
disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang
kejang umum:
Mata yang terbuka saat kejang.
Kejang tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik.
Ini bisa diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan
kaki atau tidak sama sekali. Otot-otot pada tubuh terutama lengan,
kaki, dan punggung berkedut.
Kejang atonik, yaitu otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks, sehingga
pengidap bisa jatuh tanpa kendali.
Kejang klonik, yaitu gerakan menyentak ritmis yang biasanya
menyerang otot leher, wajah dan lengan.
Tekadang, pengidap epilepsi mengeluarkan suara-suara atau
berteriak saat mengalami kejang.
Mengompol.
Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badan terlihat
pucat atau bahkan membiru.
Dalam beberapa kasus, kejang menyeluruh membuat pengidap
benar-benar tidak sadarkan diri. Setelah sadar, pengidap terlihat
bingung selama beberapa menit atau jam.
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, dikenal dengan
nama epilepsi absence atau petit mal. Meski kondisi ini tidak berbahaya, prestasi
akademik dan konsentrasi anak bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini adalah
hilangnya kesadaran selama beberapa detik, mengedip-ngedip atau menggerak-
gerakkan bibir, serta pandangan kosong. Anak-anak yang mengalami kejang ini
tidak akan sadar atau ingat akan apa yang terjadi saat mereka kejang.
E. Patofisiolog
dr. Badrul Munir Sp.S (2015), menjelaskan patofisiologi dari epilepsi
adalah Proses terjadinya kejang memperlihatkan beberapa proses biokimiawi
yaitu:
1. Instabilitas membran sel saraf sehingga sel saraf mudah mengalami
pengaktifan
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang kemampuan untuk
melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau
difisiasi GABA (Gamma Amino Bitiric Acid).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan ini menyebabkan
neurotransmitter eksitatorik berlebihan atau penurunan neurotransmitter
inhibitorik
F. PathWay
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Halodoc (2020), Langkah untuk mengetahui
epilepsi, dokter pertama-tama akan menanyakan perihal aktivitas yang dilakukan
oleh pengidap. Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa tes untuk
mengetahui bagaimana kinerja otak dengan cara mengecek:
cara berjalan.
otot.
kepekaan.
kemampuan berpikir.
Selain itu, dokter akan menyarankan tes berikut, jika kamu terindikasi mengidap
epilepsi, seperti:
EEG atau elektroensefalogram. Tes EEG dilakukan untuk mengetahui
masalah aktivitas listrik yang ada di otak.
Tes darah. Tes ini untuk mengetahui tanda infeksi dan masalah kesehatan
lain.
dr. Badrul Munir Sp.S (2015), menuliskan untuk emngecek epilepsi
dengan pemeriksaan penunjang antara lain :
Pemeriksaan Laboratorium
DL, Eletrolit, LED, fungsi liver, fungsi ginjal.
BGA dan lain lain
Pemeriksaan Elektro-Ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging) CT-Scan MRI untuk melihat
apakah ada kelainan structural di otak
H. Penatalaksanaan
Penanganan peratama saat terjadinya kejang adalah dengan melakukan
therapy oksigen, ini untuk membuka jalan nafas dan menghindari penurunan
SPO2, untuk selanjutnya akan di berikan instruksi kolaborasi dari dokter yang
diharuskan menginjeksikan obat anti kejang yang diperlukan sesuai kebutuhan.
Belum ada metode dan obat untuk menyembuhkan epilepsi. Namun, ada
obat untuk mencegah terjadinya kejang yaitu obat yang dapat menahan gejala
epilepsi, sehingga pengidapnya dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
normal. Kejang-kejang pada pengidap epilepsi perlu ditangani dengan tepat
adalah untuk menghindari terjadinya situasi yang dapat berakibat fatal. Misalnya
terjatuh, tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat berkendara akibat kejang.
Obatnya adalah jenis Obat Anti Epilepsi (OAE), diberikan bila :
Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
Faktor pencetus bangkitan dapat dihindari (misal: alkohol, stres, kurang
tidur)
Terdapat minimal 2 bangkitan dalam setahun
Penderita dan keluarga sudah dijelaskan tujuan pengobatan dan efek
samping dari OAE.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
EPILEPSI
1. Pengkajian Primer
Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg.
Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan
paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
Sirkulasi dan kontrol perdarahanPrioritas
kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan
nilai perfusi jaringan.Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat
dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka,
sepertidi kepala, leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam
ronggatoraks dan abdomen pada fase pra RS biasanya tidak banyak
yangdapat dilakukan. PSAG (gurita) dapat dipakai mengontrol
perdaranpelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini tidak
bolehmengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi
dapatmembantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
Disability
pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis singkat yang
dilakukan adalah menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan
bolamata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini
diperlukan untuk menilai perfusi otak
Exposure-Gaster-Dekompresi
pemeriksaan menyeluruh setelah menentukan prioritas terhadap
keadaan yang mengancam nyawa, penderita dilepas setelah
seluruhpakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai kelainan yang ada, tetapi harus dicegah hipotermi.
Pengkajian Sekunder
Identitas pasien
Keluhan utama
Klien dengan kejang-kejang, terjadinya kejang berulang dan
penurunan tingkat kesadaran
Riwayat Kesehatan Sekarang
Dalam pengkajian ini meliputi riwayat terjadinya seperti kapan
mulai serangan, stimulus yang menyebabkan respon kejang, dan
seberapa jauh saat kejang dengan respon fisik dan psikologis klien.
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami trauma kepala dan
infeksi serta kemana saja klien sudah meminta pertolongan setelah
mengalami keluhan. Tanyakan tentang pemakaian obat sebelumnya
seperti obat- obatan antikonvulsan, antipiretik dan lain-lain.
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti klien sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
o Kepala
Simetris/ tidak, teraba benjolan/ massa, karateristik rambut.
o Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis/ tidak, sklera
ikterik/ tidak.
o Telinga
Ada pendarahan/ tidak, membaran tympani utuh/ tidak, ada
cerumen/ tidak.
o Hidung
Ada pendarahan di hidung/ tidak, ada secret/ tidak.
o Mulut
Ada pendarahan dimulut/ tidak, gigi caries/ tidak, lidah
menutup jalan nafas/ tidak, tonsil membesar/ tidak.
o Leher
Simetris, kaku kuduk ada/ tidak, pembesaran vena jugularis
nya gimana.
o Thorak
I : simetris ka = ki
P : fremitus ka = ki
P : sonor
A : vesikuler, wh -, rh –
o Jantung
I : ictus cosdis tidak terlihat
P : ictus cordis teraba 1 jari di LMCS RIC v
P : batas jantung kanan RIOC II, kiri 1 jari LMCS RIC V
A : irama teratur/ tidak, ada suara tambahan/ tidak, murmur
ada/ tidak
o Abdomen
I : membucit/ tidak, distensi/ tidak
P : hepar/ lien tearaba/ tidak, nyeri tekan ada/ tidak
P : tympani
A : BU +
o Genetalia
Terpasang kateter/ tidak, ada infeksi/ tidak
o Ekstermitas
Akral hangat/ dingin, edeman ada/ tidak, kekuatan otot
o Aktivitas
Kelemahan, kelelahan tidak dapat tidur, jadswal olahraga
tidak teratur/
o Sirkulasi
Kenaikan TD, nadi.
o Integritas ego
Menoleh, menyangkal, berguman/ tidak.
o Eliminasi
Normal/ tidak, bising usus normal/ tidak
o Hygiene
Kesulitan melakukan tugas perawatan
o Neuro sensori
Perubahan mental, kelemahan
2. Diagnosa
(D.0136) Risiko cedera ditandai dengan perubahan fungsi
kognitif
(D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi sekret
(D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisiologis
(D.0017) Risiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan
embolisme
3. Intervensi
(D.0136) Risiko cedera ditandai dengan perubahan fungsi
kognitif
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta :
EGC.
Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2015. Penegakan Diagnosis Pada
Pasien Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI.
Subentar, M. 2015. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Epilepsi.
Program Sarjanah Keperawatan Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Banjarmasin.
HaloDoc. 2020. Epilepsi. HaloDoc. https://www.halodoc.com/kesehatan/epilepsi.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI