Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor Wilms, sebagai entitas kanker yang paling umum pada ginjal
anak-anak, memerlukan pemahaman mendalam dari para profesional medis
yang terlibat dalam perawatan anak-anak. Meskipun insidensinya relatif rendah
dibandingkan dengan kasus kanker pada populasi dewasa, dampaknya pada
pasien anak sangat besar. Pemahaman yang kuat tentang aspek klinis,
patofisiologi, dan pengelolaan tumor Wilms menjadi kunci dalam memberikan
perawatan yang efektif. Mampu mendeteksi tumor Wilms secara dini,
mengidentifikasi faktor risiko, dan mengevaluasi opsi terapi yang sesuai adalah
langkah-langkah penting dalam memberikan perawatan yang optimal.
Pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli bedah, onkolog anak, radiolog,
dan profesional medis lainnya menjadi esensi dalam manajemen tumor Wilms.
Pemahaman yang lebih mendalam terhadap patofisiologi dan faktor risiko
penyakit ini juga berpotensi mendukung penelitian ilmiah yang berkelanjutan
dan pengembangan terapi yang lebih efektif. Oleh karena itu, pengetahuan yang
solid mengenai latar belakang tumor Wilms memainkan peran krusial dalam
upaya meningkatkan prognosis dan kualitas hidup anak-anak yang terkena
dampak penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah

• Bagaimana konsep medis Tumor Wilms?


• Bagaiman konsep assuhan keperawatan Tumor Wilms?

1.3 Tujuan

• Mengetahui konsep medis Tumor Wilms.


• Mengetahui konsep asuhan keperawatan Tumor Wilms.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis Tumor Wilms

A. Definisi

Tumor Wilms, juga dikenal sebagai nefroblastoma, adalah jenis kanker


ginjal yang jarang terjadi yang secara utama memengaruhi anak-anak. Ini
adalah jenis kanker ginjal paling umum pada anak-anak, menyumbang
sekitar 6% dari semua kanker pada masa kanak-kanak. Tumor Wilms
biasanya muncul pada anak-anak berusia 3 hingga 4 tahun, tetapi juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan sangat jarang pada orang dewasa
(Sugandi Hartanto, 2014).

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut (Sugandi Hartanto, 2014) Etiologi dan Faktor Resiko tumor


Wilms dapat dibagi menjadi 5 bagian:
1. Perubahan Gen
Penyebab pasti tumor Wilms belum diketahui, tetapi kemungkinan
besar disebabkan oleh perubahan pada satu atau beberapa gen.
2. Delesi Kromosom 11
Delesi pada kromosom 11 merujuk pada hilangnya atau
kehilangan sebagian materi genetik (gen atau segmen-gen tertentu)
pada kromosom 11. Sekitar 30% kasus tumor Wilms memiliki delesi
pada kromosom ini, yang melibatkan setidaknya dua lokus.
Salah satu lokus, yaitu 11P13 dan 11p15 yang merupakan salah
satu lokus/lokasi pada kromosom 11 yang terlibat dalam delesi pada
beberapa kasus tumor Wilms.
a. Delesi lokus 11P13
pada lokus ini dapat terkait dengan sindroma WAGR,
yang mencakup sejumlah gejala termasuk tumor Wilms
anirida (ketidakmampuan memiliki iris mata), malformasi
genitourinarius (kelainan pada organ genital dan saluran
kemih), dan retardasi mental.

2
Delesi pada lokus bisa juga ada keterkaitannya dengan
sindroma Denys-Drash yaitu:
1) Tumor Wilms
Sindroma Denys-Drash ditandai dengan
kecenderungan yang tinggi untuk mengembangkan
tumor Wilms. Yang merupakan jenis tumor ginjal
yang umumnya terjadi pada anak-anak. Kehadiran
tumor Wilms adalah salah satu ciri utama sindroma
Denys-Drash.
2) Nefropati
Selain tumor Wilms, anak-anak dengan sindroma
Denys-Drash juga dapat mengalami gangguna ginjal
yang disebut nefropati. Nefropati ini sering kali
merupakan nefropati mesengial, yang merupakan
jenis nefropati yang mengenai struktur tertentu dalam
ginjal.
3) Kelainan Genital
Beberapa individu dengan sindroma Denys-
Drash juga mengalami kelainan pada organ genital,
meskipun ini mungkin tidak selalu terjadi. Kelainan
genital meliputi:
a) Hipospadia: ini adalah kelainan di mana
lubang saluran kemih bukan berada pada
ujung penis seperti pada kondisi normal,
tetapi berada di bawahnya. Hipospadia dapat
menyebabkan masalah saat buang air kecil
dan sering memerlukan pembedahan koreksi.
b) Epispadia: Kelainan ini mirip dengan
hipospadia, tetapi dalam epispadia, lubang
saluran kemih berada di atas penis atau
bahkan di pangkal penis. Ini juga
memerlukan pembedahan koreksi.
c) Kelainan Gonad: Sindroma Denys-Drash
dapat memengaruhi perkembangan gonad
3
(organ reproduksi), dan dalam beberapa
kasus, dapat mengakibatkan gonad yang tidak
berkembang dengan baik atau kelainan
lainnya.
d) Kriptorkidisme: ini adalah kondisi di mana
salah satu atau kedua testis tidak turun ke
dalam kantong skrotum seperti yang
seharusnya. Testis yang tertinggal dapat
ditemukan di dalam perut atau area panggul
dan sering memerlukan tindakan
pembedahan untuk memindahkannya ke
posisi yang benar.
b. Delesi lokus 11p15
Lokus kedua pada kromosom 11 ini, berhubungan
dengan sindroma Beckwith-Wiedemann, yang merupakan
sindroma kongenital dengan beberapa tipe seperti:
1) Neoplasma embrional (tumor perkembangan awal)
2) Hemihipertrofi (pertumbuhan berlebihan pada
setengah tubuh)
3) Makroglosia (lidah yang besar)
4) Viseromegali (pembesaran organ dalam)
3. Kemungkinan keterlibatan lokus ketiga
Ini mengacu pada asumsi bahwa selain dua lokus (lokasi
genetik) yang sudah dikenal terkait dengan tumor Wilms pada
kromosom 11 (seperti yang disebutkan sebelumnya), mungkin ada
lokasi ketiga yang juga berperan dalam perkembangan tumor Wilms
familial. Namun, lokasi ketiga ini belum sepenuhnya dipahami atau
diidentifikasi
4. Mutasi Gen Supresor p53
Gen supresor p53 adalah gen yang berfungsi sebagai pengontrol
pertumbuhan sel dan melindungi tubuh dari pertumbuhan sel yang
tidak terkendali, termasuk pertumbuhan sel kanker. Mutasi pada gen
supresor p53 dapat mengganggu kemampuannya untuk mengatur
pertumbuhan sel dengan benar.
4
Lebih dari 85% tumor Wilms dengan anaplasia mengalami
mutasi pada gen supresor p53, yang jarang ditemukan pada tumor
Wilms tanpa anaplasia.
a. Tumor Wilms dengan Anaplasia adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana sel-sel
tumor memiliki perubahan struktural dan tingkat keganasan
yang lebih tinggi.
b. Tumor Wilms tanpa Anaplasia umumnya memiliki tingkat
keganasan yang lebih rendah dan prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki anaplasia.

C. Manifestasi Klinis

Menurut (Sutedja et al., n.d.) manifestasi klinis tumor Wilms dapat


dibagi menjadi 10 bagian, yaitu:
1. Massa Abdomen: Mayoritas pasien dengan tumor Wilms mengalami
pembengkakan abdomen tanpa gejala yang khas.
2. Nyeri Abdomen: Sekitar 20-30% pasien bisa merasakan nyeri pada
abdomen.
3. Malaise: Beberapa pasien mungkin merasa tida enak badan
(malaise).
4. Hematuria: Sejumlah kecil pasien bisa mengalami perdarahan dalam
urine, yang bisa bersifat mikroskopis (tidak terlihat secara kasat
mata) atau makroskopis (terlihat dengan mata telanjang).
5. Hipertensi: sekitar 25% pasien dapat mengalami peningkatan
tekanan darah yang mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas
hormon renin.
6. Gejala Atipikal: Sekitar 10% kasus bisa menghasilkan gejala yang
tidak biasa, seperti akibat tekanan tumor pada organ sekitarnya atau
infiltrasi pembuluh darah ke vena renalis atau vena kava inferior
(sekitar 4% dari gejala klinis).
7. Gejala Vaskuler: jika tumor menekan pembuluh darah, gejalanya
bisa berupa penumpukan cairan di perut (asites), gagal jantung
kongestif, atau pembesaran hati (hepatomegali).

5
8. Gejala Akut: Pada beberapa kasus, tumor bisa pecah, menyebabkan
pembengkakan abdomen yang cepat, anemia, hipertensi, nyeri dan
demam.
9. Varikokel: tekanan tumor yang besar pada abdomen dapat
menyebabkan variokel atau masalah genitourinaria.
10. Sindrom Paraneoplastik: Tumor Wilms dapat memproduksi hormon
corticotropin-releasing hormone, yang dapat menyebabkan sindrom
paraneoplastik seperti hiperkalsemia, eritrositosis, dan penyakit von
Willebrand yang didapat.

D. Klasifikasi

Menurut (Sugandi Hartanto, 2014) klasifikasi tumor Wilms dapat


dibagi menjadi 2 bahasan, yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan Gambaran Histologi
Tumor Wilms dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
prognostik berdasarkan dasar histopatologinya, yakni:
a. Histologi Menguntungkan (Favorable Histology)
Pada jenis ini, tumor menunjukkan kemiripan dengan
perkembangan normal ginjal, terdiri dari tiga tipe sel, yaitu
blastemal, epitelial (tubulus), dan stromal. Tidak semua
tumor mengandung ketiga jenis sel secara bersamaan, yang
dapat membuat diagnosis menjadi lebih kompleks.
b. Histologi Anaplastik (Anaplastic Histology)
Pada jenis ini, terdapat pleomorfisme dan atipia yang
signifikan pada sel-sel tumor, yang dapat bersifat fokal atau
menyebar. Anaplasia fokal tidak selalu terkait dengan
prognosis yang buruk, tetapi anaplasia yang menyebar selalu
memiliki prognosis yang buruk (kecuali pada stadium I).
Anaplasia juga dapat berhubungan dengan resistensi
terhadap kemoterapi dan masih dapat terdeteksi setelah
kemoterapi preoperatif.

2. Klasifikasi berdasarkan Stadium

6
Stadium tumor Wilms ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan
pencitraan, terapi operatif, dan pemeriksaan patologis yang
diperoleh selama nefrektomi. Tumor dengan histologi baik dan
histologi anaplastik memiliki stadium penyakit yang sama, sehingga
dalam mendiagnosis tumor Wilms, perlu menyebutkan kedua
kriteria klasifikasi (misalnya: stadium II dengan histologi baik atau
stadium II dengan histologi anaplastik).
Sistem klasifikasi berdasarkan stadium penyakit ini
dikembangkan oleh National Wilm's Tumor Study Group yang
kelima (NWTSG-V), dengan kriteria sebagai berikut:
a. Stadium I (43% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium I, harus memenuhi satu atau
lebih kriteria berikut ini:
1) Tumor terbatas pada ginjal dan telah dieksisi
seluruhnya.
2) Permukaan kapsula renalis utuh.
3) Tumor tidak pernah ruptur atau telah dibiopsi (baik
dengan biopsi terbuka atau biopsi jarum) sebelum
pengangkatan.
4) Tidak ada keterlibatan pembuluh darah sinus renalis.
5) Tidak ada sisa tumor yang terlihat di luar batas eksisi.
b. Stadium II (23% pasien)
Untuk tumor Wilms stadium II, harus memenuhi satu
atau lebih kriteria berikut ini:
1) Tumor meluas ke luar dari ginjal tetapi telah dieksisi
seluruhnya.
2) Terdapat ekstensi regional tumor (seperti penetrasi ke
kapsula renalis atau invasi yang luas ke sinus renalis).
3) Pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar
parenkim ginjal mengandung tumor.
4) Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan
atau terdapat bagian tumor yang pecah selama
operasi yang mengarah ke pinggang, tetapi tanpa
melibatkan peritoneum.
7
c. Stadium III (23% dari pasien)
Pada stadium ini, terdapat tumor residu yang tidak terkait
dengan penyebaran hematogen, dan keterlibatan abdomen
dapat ditemukan dengan memenuhi satu atau lebih dari
kriteria berikut:
1) Tumor primer tidak dapat diangkat sepenuhnya
karena infiltrasi lokal ke struktur-struktur vital.
2) Terjadi metastasis ke kelenjar getah bening di daerah
abdomen atau pelvis (seperti hilus ginjal, para-aorta,
atau daerah sekitarnya).
3) Tumor telah menembus permukaan peritoneum.
4) Implan-implan tumor dapat terdeteksi di permukaan
peritoneum.
5) Meskipun tumor telah diangkat sepenuhnya, tetap
ada bukti tumor baik secara makroskopis maupun
mikroskopis setelah operasi.
6) Terjadi pecahnya tumor yang melibatkan permukaan
peritoneum, baik sebelum atau selama operasi, atau
trombus tumor yang terputus.
d. Stadium IV (10% dari pasien)
Tumor Wilms stadium IV terjadi ketika terdapat
metastasis hematogen, yang dapat mencakup paru-paru, hati,
tulang, atau otak, atau ketika terjadi metastasis ke kelenjar
getah bening di luar regio abdomen atau pelvis.
e. Stadium V (5% dari pasien)
Tumor Wilms stadium V terjadi ketika terdeteksi
keterlibatan bilateral pada kedua ginjal pada saat diagnosis
pertama. Dalam kasus pasien dengan tumor Wilms bilateral,
stadium untuk masing-masing ginjal harus ditentukan
berdasarkan luas penyakit sebelum dilakukan biopsi, dan
kriteria yang telah disebutkan di atas (stadium I - III)
digunakan untuk menentukan stadiumnya.

8
E. Komplikasi

Komplikasi dari tumor Wilms menurut (Sugandi Hartanto, 2014)


meliputi:
1. Komplikasi bedah
Komplikasi yang terkait dengan intervensi bedah dapat terjadi
hingga 40% dari kasus, terutama ketika dilakukan oleh ahli bedah
yang kurang berpengalaman. Namun, memulai kemoterapi sebelum
operasi dapat mengurangi ukuran tumor dan trombus,
mengakibatkan penurunan komplikasi bedah hingga 25%.
2. Tumor yang tidak dapat dioperasi
Beberapa tumor mungkin dianggap tidak dapat dioperasi karena
lokasi atau ukurannya, sehingga reseksi menjadi sulit dan
meningkatkan risiko komplikasi. Namun, kemoterapi dapat
digunakan untuk mengecilkan ukuran tumor, mengurangi risiko
pecahnya tumor hingga 50%.
3. Tumor Wilms bilateral
Pada kasus tumor Wilms bilateral (5% dari kasus), dilakukan
eksplorasi bedah, biopsi dari kedua sisi, dan penentuan stadium
tumor yang akurat. Ini diikuti oleh enam minggu kemoterapi untuk
mengurangi ukuran tumor.
4. Hasil kehamilan
Tumor Wilms dapat memengaruhi hasil kehamilan, dan
manajemen yang hati-hati diperlukan untuk memastikan
kesejahteraan ibu dan janin.
5. Anomali rahim
Tumor Wilms dapat terkait dengan anomali rahim, yang
mungkin memerlukan manajemen dan pemantauan tambahan.
6. Anomali saluran Mullerian: Anomali saluran Mullerian, seperti
malformasi saluran reproduksi perempuan, dapat hadir bersamaan
dengan tumor Wilms dan mungkin memerlukan evaluasi dan
perawatan tambahan.
7. Penyakit ginjal tahap akhir

9
Dalam beberapa kasus, tumor Wilms dapat menyebabkan
penyakit ginjal tahap akhir, memerlukan terapi penggantian ginjal
jangka panjang.
8. Neoplasma ganas sekunder
Ada risiko kecil mengembangkan neoplasma ganas sekunder
pada pasien dengan tumor Wilms, yang mungkin memerlukan
perawatan dan pemantauan lebih lanjut.
9. Gagal jantung kongestif
Dalam kasus langka, tumor Wilms dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif, memerlukan manajemen dan perawatan yang
sesuai.
10. Efek pada sistem muskuloskeletal
Terapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan tumor Wilms
dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jaringan
normal, berpotensi menyebabkan komplikasi muskuloskeletal.
11. Masalah reproduksi
Tumor Wilms dan pengobatannya dapat memengaruhi fungsi
reproduksi, dan pilihan pelestarian kesuburan mungkin perlu
dipertimbangkan.
12. Disfungsi ginjal
Tumor Wilms dapat menyebabkan disfungsi ginjal, yang
mungkin memerlukan pemantauan dan manajemen berkelanjutan.
13. Malignansi sekunder
Ada risiko kecil mengembangkan malignansi sekunder sebagai
hasil dari Wilms tumor, yang mungkin memerlukan perawatan dan
pemantauan tambahan.

F. Patofisiologi

Patofisiologi tumor Wilms (WT) belum sepenuhnya dipahami, tetapi


beberapa faktor genetik dan molekuler telah diidentifikasi dalam
perkembangannya.
Salah satu faktor genetik utama yang terkait dengan WT adalah mutasi
yang mengakibatkan kehilangan fungsi pada gen WT1, yang terletak di
kromosom 11p13. Gen WT1 mengkode faktor transkripsi yang memainkan

10
peran penting dalam perkembangan ginjal dan sistem genitourinari. Mutasi
dalam gen ini mengganggu perkembangan ginjal yang normal dan
berkontribusi pada pembentukan WT.
Abnormalitas genetik lainnya, seperti perubahan kromosom dan
hiperdiploidi, juga telah diamati dalam beberapa subtipe WT. Perubahan
genetik ini dapat mengakibatkan aktivasi onkogen atau inaktivasi gen
penekan tumor, yang mempromosikan pertumbuhan sel yang tidak
terkendali dan pembentukan tumor.
Selain faktor genetik, faktor lingkungan dan epigenetik juga dapat
berperan dalam perkembangan WT. Misalnya, paparan kepada bahan kimia
tertentu atau radiasi selama kehamilan telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko WT pada anak-anak.
Secara keseluruhan, patofisiologi WT melibatkan interaksi kompleks
antara faktor genetik, molekuler, dan lingkungan yang mengganggu
perkembangan ginjal yang normal dan mendorong pertumbuhan sel-sel
tumor. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme yang
mendasarinya dan mengembangkan terapi yang ditargetkan untuk penyakit
ini. (Balis et al., 2021)

G. Pathway

11
H. Diagnosis Banding

Menurut (Balis et al., 2021) Diagnosis banding untuk tumor Wilms


mencakup beberapa kondisi lain yang dapat menunjukkan gejala klinis
serupa. Kondisi-kondisi ini meliputi:
1. Nefroblastomatosis
Ini adalah lesi pendahuluan dari tumor Wilms dan ditandai
dengan adanya beberapa nodul kecil atau kista dalam ginjal. Penting
untuk membedakan nefroblastomatosis dari tumor Wilms karena
manajemen dan prognosis dapat berbeda.
2. Karsinoma sel ginjal
Ini adalah tumor ganas yang berasal dari epitel tubulus ginjal. Ini
bisa menunjukkan gejala serupa dengan tumor Wilms, seperti massa di
perut dan hematuria. Pemeriksaan pencitraan seperti CT atau MRI dapat
membantu membedakannya.
3. Neuroblastoma
Ini adalah tumor ganas yang berasal dari sel kresta saraf dan
dapat muncul di kelenjar adrenal atau situs lain, termasuk ginjal.
Neuroblastoma bisa menunjukkan massa di perut, tetapi biasanya lebih
umum pada bayi dan anak-anak lebih muda dibandingkan dengan tumor
Wilms.
4. Nefroma mesoblastik
Ini adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan mesenkimal
ginjal. Lebih umum terjadi pada bayi dan dapat menunjukkan gejala
yang mirip dengan tumor Wilms. Pemeriksaan histopatologi diperlukan
untuk membedakannya.
5. Rabdomiosarkoma
Ini adalah tumor ganas yang berasal dari sel otot rangka. Ini bisa
terjadi di berbagai situs, termasuk ginjal. Rabdomyosarkoma dapat
menunjukkan massa di perut dan lebih umum terjadi pada anak-anak
yang lebih tua dibandingkan dengan tumor Wilms.

12
I. Pemeriksaan Penunjang (Tes Diagnostik)

Berikut adalah tes diagnostik yang direkomendasikan dan studi


pencitraan untuk tumor Wilms (WT) sesuai dengan Panduan NCCN untuk
Tumor Wilms menurut (Balis et al., 2021) :
1. Ultrasonografi abdomen
Ini adalah modalitas pencitraan awal pilihan untuk mengevaluasi
massa ginjal yang dicurigai. Ini dapat membantu menentukan ukuran,
lokasi, dan karakteristik tumor.
2. CT scan abdomen
CT scan direkomendasikan untuk evaluasi lebih lanjut terhadap
tumor dan untuk menilai sejauh mana penyakit ini, termasuk
keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis jauh.
3. CT scan dada
CT scan dada direkomendasikan untuk mengevaluasi
keberadaan metastasis paru-paru.
4. Hitung darah lengkap (CBC)
CBC dilakukan untuk menilai anemia, leukositosis, atau
trombositopenia, yang dapat terkait dengan WT.
5. Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi hati, termasuk enzim hati dan kadar bilirubin,
dilakukan untuk menilai keterlibatan atau disfungsi hati.
6. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan
hematuria atau proteinuria.
7. Tes fungsi ginjal
Tes fungsi ginjal, termasuk kadar kreatinin serum dan urea
nitrogen darah (BUN), dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.
8. Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan genetik dapat dipertimbangkan dalam beberapa
kasus, terutama untuk pasien dengan WT bilateral atau familial, untuk
mengidentifikasi kelainan genetik yang mendasarinya.
Penting untuk dicatat bahwa tes diagnostik dan studi pencitraan spesifik
dapat bervariasi tergantung pada presentasi pasien individual dan konteks

13
klinis. Rekomendasi diatas didasarkan pada panduan NCCN untuk Tumor
Wilms dan harus diinterpretasikan bersama dengan pertimbangan klinis.

J. Penatalaksanaan

Manajemen tumor Wilms (WT) melibatkan pendekatan multidisiplin


dan mencakup pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi, seperti yang
diuraikan dalam Panduan NCCN untuk Tumor Wilms menurut (Balis et al.,
2021).
1. Pembedahan
Pengobatan utama untuk WT adalah reseksi bedah tumor.
Tujuannya adalah mencapai pengangkatan tumor yang lengkap sambil
mempertahankan sebanyak mungkin jaringan ginjal normal.
Pembedahan penghemat nefron mungkin dipertimbangkan untuk kasus
tertentu, seperti tumor bilateral atau multifokal, untuk mempertahankan
fungsi ginjal.
2. Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvan biasanya diberikan sebelum
pembedahan untuk mengecilkan tumor dan memfasilitasi pengangkatan
bedah. Regimen kemoterapi yang paling umum digunakan untuk WT
mencakup vincristine, dactinomycin, dan doxorubicin. Kemoterapi
adjuvan diberikan setelah pembedahan untuk menghilangkan sel kanker
yang masih ada dan mengurangi risiko kekambuhan.
3. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat direkomendasikan dalam kasus-kasus
tertentu, seperti tumor dengan risiko tinggi atau tahap lanjut, untuk
menargetkan sel-sel tumor yang masih ada dan mengurangi risiko
kekambuhan lokal. Keputusan untuk menggunakan terapi radiasi
didasarkan pada faktor risiko individu dan harus dipertimbangkan
dengan hati-hati karena potensi efek samping jangka panjang.
4. Pemantauan dan pengawasan
Kunjungan pemantauan dan studi pencitraan yang teratur
penting untuk memantau tanda-tanda kekambuhan atau efek samping
pengobatan yang muncul belakangan. Frekuensi dan durasi pemantauan

14
bergantung pada faktor risiko individu pasien dan respons terhadap
pengobatan.
Penting untuk dicatat bahwa manajemen WT sebaiknya
disesuaikan berdasarkan karakteristik khusus tumor, usia pasien, dan
faktor-faktor klinis lainnya. Rekomendasi di atas didasarkan pada
Panduan NCCN untuk Tumor Wilms dan sebaiknya diinterpretasikan
bersama dengan pertimbangan klinis.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Tumor Wilms

A. Anamnesa

1. Identitas
a) Nama Pasien: [Nama Lengkap Pasien]
b) Tanggal Lahir: [Tanggal Lahir Pasien]
c) Jenis Kelamin: [Laki-laki/Perempuan]
d) Alamat: [Alamat Pasien]
e) Nomor Rekam Medis: [Nomor Rekam Medis Pasien]
f) Tanggal Pemeriksaan: [Tanggal Pemeriksaan Medis]
2. Keluhan Utama: [Pasien mengeluhkan gejala utama yang dirasakan.]
3. Riwayat Penyakit Sekarang: [Pasien menjelaskan riwayat gejala yang
sedang dialami saat ini, termasuk durasi, frekuensi, dan intensitasnya.
Misalnya, jika ada gejala penyakit yang diderita, seperti yang terdapat
pada teori yang sudah dijelaskan diatas, ini harus dicatat dengan rinci.]
4. Riwayat Penyakit Dahulu: [Pasien menjelaskan riwayat penyakit atau
kondisi medis sebelumnya yang pernah diderita, termasuk operasi atau
perawatan medis sebelumnya.]
5. Riwayat Keluarga: [Pasien memberikan informasi tentang riwayat
penyakit dalam keluarga, termasuk apakah ada anggota keluarga yang
pernah menderita penyakit yang sama atau kondisi medis lainnya.]
6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran: [Jika relevan, informasi tentang
kehamilan ibu pasien, kelahiran, dan kondisi kesehatan bayi saat lahir
dapat dicatat.]
7. Riwayat Lingkungan: [Pasien memberikan informasi tentang paparan
lingkungan yang mungkin berhubungan dengan perkembangan
penyakit.]

15
8. Riwayat Pengobatan: [Pasien menjelaskan riwayat pengobatan
sebelumnya, termasuk apakah telah menerima kemoterapi, radioterapi,
atau tindakan bedah.]
9. Riwayat Alergi: [Jika ada riwayat alergi terhadap obat atau bahan
tertentu, ini harus dicatat.]
10. Riwayat Imunisasi: [Informasi tentang status imunisasi pasien dapat
dicatat.]
11. Kebiasaan Hidup: [Pasien memberikan informasi tentang kebiasaan
hidup, seperti pola makan, aktivitas fisik, dan lainnya, yang dapat
berpengaruh pada kesehatan.]
12. Catatan Tambahan:
[Catatan tambahan atau informasi klinis penting lainnya yang relevan
dengan kondisi pasien, seperti hasil pemeriksaan fisik atau hasil tes
diagnostik.]
13. Perawat yang mengkaji: [Nama Perawat]

B. Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran dan Tanda Vital


a) Kesadaran: [Orientasi, respons terhadap rangsangan, dan kesadaran
umum pasien.]
b) Tekanan Darah: [Hasil pengukuran tekanan darah, contoh: 120/80
mmHg]
c) Denyut Nadi: [Denyut nadi per menit, contoh: 80 bpm]
d) Suhu Tubuh: [Suhu tubuh pasien, contoh: 37°C]
e) Pernapasan: [Frekuensi pernapasan per menit, contoh: 16 per menit]
2. Kulit
a) Warna Kulit: [Deskripsi warna kulit, misalnya, pucat, normal, atau
sianosis.]
b) Kondisi Kulit: [Catatan tentang adanya bintik-bintik, ruam, luka,
atau perubahan lainnya pada kulit.]
3. Kepala dan Leher
a) Bentuk Kepala: [Deskripsi bentuk kepala, misalnya, simetris atau
asimetris.]

16
b) Mata: [Pemeriksaan mata, termasuk pupil, refleks cahaya, dan
tanda-tanda peradangan.]
c) Telinga: [Pemeriksaan telinga, termasuk pendengaran jika relevan.]
d) Hidung: [Pemeriksaan hidung, termasuk pembengkakan atau
perdarahan jika relevan.]
e) Mulut dan Tenggorokan: [Pemeriksaan mulut dan tenggorokan,
termasuk tanda-tanda peradangan atau kelainan.]
4. Dada
a) Inspeksi: [Deskripsi bentuk dan gerakan dada saat bernapas.]
b) Perkusi: [Hasil perkusi dada, misalnya, resonan atau redup.]
c) Auskultasi: [Hasil auskultasi paru-paru dan jantung, termasuk suara
napas dan bunyi jantung yang abnormal jika ada.]
5. Abdomen
a) Inspeksi: [Deskripsi penampilan abdomen, termasuk adanya
pembengkakan atau bekas luka operasi.]
b) Perkusi: [Hasil perkusi abdomen, misalnya, timpani atau redup.]
c) Palpasi: [Hasil palpasi abdomen, termasuk penilaian terhadap nyeri
tekan atau massa.]
d) Auskultasi: [Hasil auskultasi usus, jika ada.]
6. Ekstremitas
a) Pemeriksaan Extremitas Atas: [Deskripsi kekuatan, gerakan, dan
tanda-tanda khusus pada lengan dan tangan.]
b) Pemeriksaan Extremitas Bawah: [Deskripsi kekuatan, gerakan, dan
tanda-tanda khusus pada kaki dan kaki.]
7. Sistem Genitourinari
a) Pemeriksaan Genital: [Pemeriksaan genital jika relevan, misalnya,
pada kasus tertentu.]
b) Pemeriksaan Saluran Kemih: [Pemeriksaan kelainan atau gejala
yang berkaitan dengan sistem kemih.]
8. Sistem Saraf
a) Kondisi Kesadaran: [Deskripsi tingkat kesadaran dan respons
pasien.]
b) Pemeriksaan Neuromuskular: [Pemeriksaan kekuatan, refleks, dan
koordinasi neuromuskular.]
17
9. Catatan Tambahan:
[Catatan tambahan atau temuan klinis penting lainnya yang
relevan dengan kondisi pasien, termasuk temuan yang berkaitan dengan
penyakit yang sedang diderita.]
10. Perawat yang mengkaji: [Nama Perawat]

C. Diagnosa Keperawatan

1. (D.0019) Defisit Nutrisi b.d Nafsu makan menurun


2. (D.0040) Gangguan Eliminasi Urin b.d Urine pekat
3. (D.0080) Ansietas b.d Respons psikologi

D. Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


PPNI (2017) PPNI (2019) PPNI (2018)

1 (D.0019) (L.03030) Status Nutrisi (I.03119) Manajemen


Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutrisi
b.d Nafsu keperawatan ...x/24
jam Observasi
makan menurun diharapkan Keadekuatan
1.1 Identifikasi status
asupan nutrisi untuk
nutrisi
memenuhi kebutuhan
1.2 Identifikasi alergi
metabolisme membaik dengan
dan intoleransi
kriteria hasil:
makanan
Skor: Menurun 1, Cukup 1.3 Identifikasi
Menurun 2, Sedang 3, Cukup makanan yang
Meningkat 4, Meningkat 5 disukai
1. Porsi makanan yang 1.4 Identifikasi
dihabiskan (........) kebutuhan kalori

2. Kekuatan otot mengunyah dan jenis nutrien

(........) 1.5 Identifikasi perlunya


penggunaan selang
3. Kekuatan otot menelan
nasogastrik
(........)
1.6 Monitor asupan
4. Serum Albumin (........) makanan

18
5. Verbalisasi keinginan untuk 1.7 Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi (........) 1.8 Monitor hasil
pemeriksaan
6. Pengetahuan tentang pilihan
laboratorium
makanan yang sehat (........)

7. Pengetahuan tentang pilihan


minuman yang sehat (........) Terapeutik

8. Pengetahuan tentang 1.9 Lakukan oral


standar asupan nutrisi yang hygiene sebelum
tepat (........) makan, jika perlu
1.10 Fasilitasi
9. Penyiapan dan
menentukan
penyimpanan makanan yang
pedoman diet
aman (........)
(misalnya, piramida
10. Penyiapan dan
makanan)
penyimpanan minuman yang
1.11 Sajikan
aman (........)
makanan secara
11. Sikap terhadap menarik dan suhu
makanan/minuman sesuai yang sesuai
dengan tujuan kesehatan 1.12 Berikan
(........) makanan tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
Skor: Meningkat 1, Cukup
1.13 Berikan
Meningkat 2, Sedang 2, Cukup
makanan tinggi
Menurun 4, Menurun 5
kalori dan tinggi
1. Perasaan cepat kenyang protein
(........) 1.14 Berikan
2. Nyeri abdomen (........) suplemen makanan,
jika perlu
3. Sariawan (........)
1.15 Hentikan
4. Rambut rontok (........)
pemberian makanan
5. Diare (........) melalui selang

19
nasogastrik jika
asupan oral dapat
Skor: Memburuk 1, Cukup
ditoleransi
Memburuk 2, Sedang 3,
Cukup Membaik 4, Membaik
5 Edukasi

1. Berat badan (........) 1.16 Anjurkan


posisi duduk, jika
2. Indeks masa tubuh (IMT)
mampu
(........)
1.17 Ajarkan diet
3. Frekuensi Makan (........)
yang diprogramkan
4. Nafsu makan (........)

5. Bising usus (........) Kolaborasi

6. Tebal lipatan kulit trisep 1.18 Kolaborasi


(........) pemberian medikasi

7. Membran mukosa (........) sebelum makan


(misalnya, pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
1.19 Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

2 (D.0040) (L.04034) Eliminasi Urin (I.04152) Manajemen


Gangguan Setelah dilakukan tindakan Eliminnasi Urine
Eliminasi Urin keperawatan ...x/24
jam Observasi
b.d Kepekatan diharapkan pengosongan
2.1 Identifikasi tanda
urin kandung kemih yang lengkap
dan gejala retensi
membaik dengan kriteria hasil:

20
Skor: Menurun 3, Cukup atau inkontinensia
Menurun 2, Sedang 3, Cukup urine
Meningkat 4, Meningkat 5 2.2 Identifikasi faktor
yang menyebabkan
1. Sensasi berkemih (........)
retensi atau
inkontinensia urin
Skor: Meningkat 1, Cukup 2.3 Monitor eliminasi
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup urin (misalnya,
Menurun 4, Menurun 5 frekuensi,

2. Desakan berkemih (urgensi) konsistensi, aroma,

(........) volume, dan warna)

3. Distensi kandung kemih


(........) Terapeutik

4. Berkemih tidak tuntas 2.4 Catat waktu-waktu

(hesistensi) (........) dan hasil keluarnya


urine
5. Volume residu urin (........)
2.5 Batasi asupan
6. Urin menetes (dribbling) cairan, jika perlu
(........) 2.6 Ambil sampel urine
7. Nokturia (........) tengah (midstream)
atau kultur
8. Mengompol (........)

9. Enuresis (........)
Edukasi
10. Dysuria (........)
2.7 Ajarkan tanda dan
11. Anuria (........)
gejala infeksi
saluran kemih

Skor: Memburuk 1, Cukup 2.8 Ajarkan cara

Memburuk 2, Sedang 3, mengukur asupan

Cukup Membaik 4, Membaik cairan dan hasil

5 keluarnya urine
2.9 Ajarkan cara
12. Frekuensi BAK (........)
mengambil

21
13. Karakteristik urin (........) spesimen urine
midstream
2.10 Ajarkan cara
mengenali tanda
berkemih dan waktu
yang tepat untuk
berkemih
2.11 Ajarkan
tentang terapi
modalitas,
penguatan otot-otot
panggul, atau cara
berkemih yang benar
2.12 Anjurkan
minum yang cukup,
jika tidak ada
kontraindikasi
2.13 Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi

2.14 Kolaborasi
dalam pemberian
obat supositoria
uretra, jika perlu

3 (D.0080) (L.09093) Tingkat Ansietas (I.04152) Manajemen


Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Eliminasi Urine
Respons keperawatan ...x/24jam Observasi
psikologi diharapkan kondisi emosi dan
3.1 Identifikasi saat
pengalaman subjektif terhadap
tingkat ansietas
objek yang tidak jelas dan
berubah (misalnya,

22
spesifik akibat antisipasi kondisi, waktu,
bahaya yang memungkinkan stressor)
individu melakukan tindakan 3.2 Identifikasi
untuk menghadapi ancaman kemampuan
menurun dengan kriteria hasil: mengambil
keputusan
Skor: Meningkat 1, Cukup
3.3 Monitor tanda-tanda
Meningkat 2, Sedang 3, Cukup
ansietas (verbal dan
Menurun 4, Menurun 5
nonverbal)
1. Verbalisasi kebingungan
(........)
Terapeutik
2. Verbalisasi khawatir akibat
3.4 Ciptakan suasana
kondisi yang dihadapi (........)
terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah (........)
menumbuhkan
4. Perilaku tegang (........) kepercayaan

5. Keluhan pusing (........) 3.5 Temani pasien untuk


mengurangi
6. Anoreksia (........)
kecemasan, jika
7. Palpitasi (........) memungkinkan
8. Diaforesis (........) 3.6 Pahami situasi yang
membuat ansietas
9. Tremor (........)
3.7 Dengarkan dengan
10. Pucat (........)
penuh perhatian
3.8 Gunakan

Skor: Memburuk 1, Cukup pendekatan yang

Memburuk 2, Sedang 3, tenang dan

Cukup Membaik 4, Membaik meyakinkan

5 3.9 Tempatkan barang


pribadi yang
1. Konsentrasi (........)
memberikan
2. Pola tidur (........) kenyamanan
3.10 Motivasi
untuk

23
3. Frekuensi pemapaian mengidentifikasi
(........) situasi yang memicu
kecemasan
4. Frekuensi nadi (........)
3.11 Diskusikan
5.Perasaan keberdayaan
perencanaan realistis
(........)
tentang peristiwa
6. Tekanan darah (........) yang akan datang

7. Kontak mata (........)

8. Pola berkemih (........) Edukasi

9. Orientasi (........) 3.12 Jelaskan


prosedur, termasuk
sensasi yang
mungkin dialami
3.13 Informasikan
secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3.14 Anjurkan
keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika
perlu
3.15 Anjurkan
melakukan kegiatan
yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
3.16 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
3.17 Latih
kegiatan

24
pengelihatan untuk
mengurangi
ketegangan
3.18 Latih
penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
3.19 Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi

3.20 Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu

E. Implementasi

Implementasi keperawatan merujuk pada proses pelaksanaan tindakan


dan intervensi yang telah dirancang dan direncanakan oleh perawat sebagai
bagian dari perawatan pasien. Tahap ini melibatkan pelaksanaan tindakan
medis, administrasi obat, perawatan luka, pemantauan kondisi pasien, dan
pemberian dukungan fisik dan emosional kepada pasien serta keluarganya.
Dalam praktik perawatan kesehatan, implementasi keperawatan
memerlukan koordinasi yang cermat dengan anggota tim perawatan
kesehatan lainnya, termasuk kolaborasi dengan dokter, terapis, dan spesialis
lainnya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa perawatan yang
diberikan sesuai dengan standar tertinggi dalam praktek perawatan
kesehatan dan memberikan kontribusi positif terhadap pemulihan atau
perbaikan kondisi pasien.
Selain itu, implementasi keperawatan mencakup dokumentasi yang
akurat dan lengkap tentang semua tindakan yang dilakukan, respon pasien,

25
serta perkembangan dalam perawatan pasien. Ini penting untuk menjaga
rekam medis yang lengkap dan menginformasikan tim perawatan kesehatan
tentang kemajuan pasien.
Dalam esensinya, implementasi keperawatan adalah langkah kritis
dalam memberikan perawatan yang profesional dan holistik kepada pasien,
dengan tujuan utama untuk mencapai hasil yang optimal dan
mempromosikan kesejahteraan pasien secara menyeluruh.

F. Evaluasi

Evaluasi dalam konteks keperawatan merujuk pada proses yang


sistematis, obyektif, dan komprehensif yang dilakukan oleh perawat untuk
mengukur, menganalisis, dan mengevaluasi respons pasien terhadap
intervensi perawatan yang telah diberikan. Tujuan utama dari evaluasi
keperawatan adalah untuk menginformasikan pengambilan keputusan klinis,
memantau perkembangan pasien, dan memastikan perawatan yang optimal
sesuai dengan kebutuhan pasien.
Proses evaluasi dalam keperawatan mencakup langkah-langkah berikut:
1. Pengumpulan Data: Perawat mengumpulkan data yang relevan
terkait dengan kondisi pasien, termasuk tanda dan gejala, hasil tes
laboratorium, dan respons emosional dan fisik pasien terhadap
perawatan.
2. Analisis Data: Data yang dikumpulkan dianalisis secara kritis untuk
mengidentifikasi perubahan signifikan, tren, atau masalah yang
mungkin timbul selama perawatan.
3. Penilaian Respons: Perawat menilai respons pasien terhadap
perawatan yang telah diberikan, termasuk apakah tujuan perawatan
telah tercapai atau belum.
4. Perubahan Rencana Perawatan: Berdasarkan hasil evaluasi, perawat
dapat memutuskan untuk mengubah atau memodifikasi rencana
perawatan pasien. Ini bisa melibatkan penyesuaian jenis intervensi,
dosis obat, atau pendekatan perawatan lainnya.
5. Pelaporan dan Dokumentasi: Hasil evaluasi dicatat secara akurat dan
lengkap dalam catatan perawatan pasien untuk digunakan sebagai
referensi oleh anggota tim perawatan kesehatan lainnya.

26
Evaluasi dalam keperawatan bukan hanya merupakan proses
retrospektif untuk memeriksa hasil perawatan yang telah berlangsung, tetapi
juga merupakan alat yang kuat dalam merencanakan dan mengatur
perawatan masa depan pasien. Hal ini memungkinkan perawat untuk
memastikan bahwa perawatan yang diberikan tetap relevan, efektif, dan
sesuai dengan perkembangan kondisi pasien. Evaluasi yang tepat dan akurat
adalah elemen kunci dalam memberikan perawatan profesional yang
berkualitas dan aman.

G. Dokumentasi

Dalam konteks perawatan kesehatan, dokumentasi merujuk pada proses


sistematis dan akurat pengumpulan, pencatatan, dan penyimpanan informasi
medis dan data terkait pasien. Tujuan utama dari dokumentasi dalam
keperawatan adalah untuk mendokumentasikan seluruh aspek perawatan
pasien dengan tepat, transparan, dan komprehensif.
Dokumentasi dalam keperawatan mencakup berbagai jenis catatan,
seperti:
1. Catatan Riwayat Kesehatan Pasien: Ini mencakup informasi tentang
riwayat penyakit pasien, riwayat medis keluarga, alergi, dan
informasi penting lainnya yang berhubungan dengan perawatan saat
ini.
2. Catatan Perkembangan: Ini berisi pencatatan tentang perubahan
status pasien dari waktu ke waktu, termasuk tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan fisik, serta respons pasien terhadap perawatan yang
telah diberikan.
3. Rekam Medis: Ini mencakup semua informasi medis yang relevan,
seperti hasil tes laboratorium, hasil pencitraan medis (seperti MRI
atau CT scan), dan riwayat operasi atau prosedur medis lainnya.
4. Catatan Keperawatan: Catatan ini mencakup segala tindakan
keperawatan yang telah dilakukan, termasuk pemberian obat,
perawatan luka, dan intervensi keperawatan lainnya. Ini juga bisa
mencakup pendidikan yang diberikan kepada pasien dan
keluarganya.

27
5. Catatan Administrasi: Catatan ini berkaitan dengan administrasi
obat, termasuk jenis obat, dosis, frekuensi pemberian, dan respons
pasien terhadap obat tersebut.

Dokumentasi yang cermat dan akurat memiliki banyak manfaat, seperti:

• Memungkinkan tim perawatan kesehatan untuk memahami riwayat


dan perkembangan pasien dengan baik.
• Membantu dalam pengambilan keputusan klinis yang tepat.
• Menyediakan dasar hukum yang kuat dalam praktik perawatan
kesehatan.
• Menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam perawatan pasien.
• Melindungi hak dan kepentingan pasien.
Oleh karena itu, dalam praktik keperawatan, dokumentasi harus
dilakukan dengan cermat, profesional, dan berdasarkan standar etika serta
pedoman yang berlaku.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari materi ini adalah bahwa tumor Wilms, juga dikenal
sebagai nefroblastoma, merupakan jenis keganasan ginjal yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Meskipun penyebab pastinya belum diketahui, beberapa
faktor genetik, molekuler, dan lingkungan telah diidentifikasi dalam
perkembangan tumor ini. Tumor Wilms dapat memiliki berbagai manifestasi
klinis, tetapi seringkali muncul sebagai pembengkakan abdomen pada anak-
anak usia 1-5 tahun. Diagnosis dan penentuan stadium tumor sangat penting
dalam merencanakan penatalaksanaan yang mencakup pembedahan,
kemoterapi, dan terapi radiasi yang disesuaikan dengan karakteristik individu
pasien. Penting juga untuk memahami diagnosis banding dan tes diagnostik
yang relevan. Selain itu, komplikasi yang terkait dengan tumor Wilms harus
dipantau dengan cermat, termasuk efek jangka panjang dari pengobatan.
Terakhir, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami patofisiologi
tumor Wilms dan mengembangkan terapi yang lebih efektif.

3.2 Saran

Saran untuk mengatasi tumor Wilms melibatkan pendekatan


multidisiplin yang mencakup diagnosis dini, penanganan segera, pendekatan
sensitif terhadap aspek psikososial, penggunaan teknologi medis seperti
ultrasonografi dan CT scan untuk menilai stadium penyakit, serta pilihan terapi
yang tepat berdasarkan karakteristik individu pasien. Terapi radiasi harus
diterapkan dengan hati-hati dan hanya pada kasus yang memerlukannya untuk
menghindari efek samping jangka panjang pada anak. Pemantauan yang cermat
diperlukan selama dan setelah pengobatan untuk mendeteksi kemungkinan
kekambuhan dan mengidentifikasi komplikasi yang mungkin timbul. Dukungan
pendanaan untuk penelitian ilmiah juga sangat penting untuk pemahaman yang
lebih baik tentang patofisiologi tumor Wilms dan pengembangan terapi yang
lebih efektif. Dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, kita
dapat meningkatkan prognosis dan kualitas hidup anak-anak yang terkena
dampak penyakit ini serta berkontribusi pada upaya penyelamatan nyawa
mereka.

30
DAFTAR PUSTAKA

Balis, F., Green, D. M., Anderson, C., Cook, S., Dhillon, J., Gow, K., Hiniker, S.,
Jasty-Rao, R., Lin, C., Lovvorn, H., MacEwan, I., Martinez-Agosto, J., Mullen,
E., Murphy, E. S., Ranalli, M., Rhee, D., Rokitka, D., Tracy, E. L., Vern-Gross,
T., … Hughes, M. (2021). Wilms tumor (nephroblastoma), version 2.2021. In
JNCCN Journal of the National Comprehensive Cancer Network (Vol. 19, Issue
8, pp. 945–977). Harborside Press. https://doi.org/10.6004/jnccn.2021.0037
Sugandi Hartanto, N. S. (2014). Radioterapi & Onkologi Indonesia. Journal of the
Indonesia Radiation Oncology Society, Vol.5 (2)(Tatalaksana Tumor WIlms),
61–69. http://www.pori.or.id/journal/index.php/JORI/article/view/25/22
Sutedja, T., Supriana, N., & Juni, D. (n.d.). Radioterapi pada Wilms’ Tumor.

Anda mungkin juga menyukai