Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN MUDA


ABORTUS

Disusun Oleh Kelompok 12:


A.Purnama Sari Simbolon
B. Sri Dewi
Dosen Pembimbing : Sri Rintani Sikumbang Sst.,M.Kes

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN


PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
2019
A. Pengertin abortus
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan dimana janin belum mampu
hidup diluar rahit dengan kriteria kehamilan,<22 minggu atau berat janin <500
gr(Achaidat,2004).pada trimester pertama kehamilan,seorang calon ibu dapat mengalami
kelainan perdarahan yang disebut dengan abortus .Abortus merupakan bahasa latin yang
sering kita kenal sebagai salah satu upaya pengguguran dalam artian dilakukan dalam
sengaja.namun secara alami abortus juga bisa terjadi karna faktor tertentu.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang 500 gram (prawirohardjo)

B. Klasifikasi abortus

Terdapat 2 klasifikasi abortus yaitu:

1. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan

Terdapat 7 macam abortus yaitu :

a. Abortus iminens
b. Abortus insipiens
c. Abortus kompletus
d. Abortus inkompletus
e. Missed abortion
f. Abortus habitualis
g. Abortus infeksiosus septik
2. Abortus provokatus
Terbagi atas 2 yaitu
a. Abortus medicinalis
Pengguguran kehamilan, biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa
kehamilan membahayakan, membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu
menderita penyakit berat.
b. Abortus kriminalis

Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum.
C. Etiology

Penyebab abortus ( early pregnancy loss ) bervariasi dan sering diperdebatkan. umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang
menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat
zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi
virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah
pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang
paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum
rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.

Faktor-faktor penyebab lainnya :

1. Faktor ovofetal yang menyebabkan abortus adalah kelainan pertumbuhan janin dan
kelainan pada plasenta. Penyebab kelainan pertumbuhan janin ialah kelainan kromosom,
lingkungan kurang sempurna, dan pengaruh dari luar.
2. Kelainan plasenta disebabkan endarteritis pada villi koriales yang menghambat
oksigenisasi plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan bahkan menyebabkan
kematian (Prawirohardjo, S, 2002).
3. Keadaan ibu yang menyebabkan abortus antara lain:
A. penyakit Ibu seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
B. toksin, bakteri, virus, plasmodium masuk ke janin menyebabkan kematian sehingga
terjadi abortus,
C. penyakit menahun, dan kelainan traktus genitalis, seperti inkompetensi serviks,
retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus (Prawirohardjo, 2002).
D. faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai
penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu, yaitu pada saat
plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.

D. Macam macam abortus


1. Abortus imines
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai pendarahan
pervaginam,ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

Tanda dan gejala.


1. Pendarahan vagina :merah segar atau coklat
2. Jumlah pendarahan sedikit/pendarahan bercak
3. Dapat terjadi secara terus menerus untuk beberapa hari sampai 2 minggu
4. Kram abdomen bagian bawah atau sakit punggung norma

2. Abortus insipiens
Abortus yang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam cavum uteri dan dalam proses pengeluaran
Abortus ditandai dengan :
 Pendarahan lebih banyak dari vagina
 Perut mules lebih hebat
 Pada pemeriksaan dijumpai pendarahan lebih banyak,karna kanalis servikalis
terbuka /hasil konsepsi dapat terbuka

3. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamiln kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram , semua hasil konsepsi telah di keluarkan OUE telah
menutup , uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit.

4. Abortus inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal

Gejala klinis yang dapat terjadi:

 Perdarahan berlangsung terus


 Perdarahan mendadak
 Diserti infeksi dengan suhu tinggi
 Dapat terjadi degenerasi ganas

E. PENCEGAHAN ABORTUS

Adapun langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan untuk memperkecil resiko terjadinya
abortus imminens adalah sebagai berikut :

 Rutin memeriksakan diri ke dokter, berkonsultasi dan menjalani test USG. 3 cara ini
setidaknya dapat membuat ibu, mengetahui gejala kelainan dalam kandungan sedini
mungkin sehingga. Jika terjadi kelainan, bisa cepat dilakukan tindakan penyelamatan
untuk menghindari resiko yang lebih tinggi.

 Mempersiapkan kehamilan sebaik-baiknya, semisal mencukupi, mempertebal daya tahan


tubuh atau jika diperlukan, melakukan terapi untuk mengobati penyakit akut (seperti
typhus, malaria, pielonefritis, pneumonia dan lain-lain) atau kronis (TBC, anemia berat,
laparatomi dan lainlain) baik yang diderita calon bapak maupun calon ibu. Selain dapat
menular pada bayi, penyakit-penyakit tertentu yang diderita calon bapak/ibu juga dapat
menghambat proses kehamilan.
 Mengurangi aktivitas fisik sejak masa pra-kehamilan hingga kehamilan.

 Selektif dalam mengkonsumsi obat dan berkonsultasi terlebih dahulu apakah sebuah obat
aman dikonsumsi ibu hamil atau tidak.
 Istirahat yang cukup dan menenangkan pikiran. Salah satu sebab yang dapat memicu
terjadinya abortus imminens adalah tekanan psikologis seperti trauma, keterkejutan yang
sangat atau rasa ketakutan yang luar biasa. Karena itu, ibu hamil harus mengkondisikan
pikirannya agar sebisa mungkin rileks dan santai. Peran dan dukungan dari orang-orang
terdekat juga amat diperlukan dalam upaya menciptakan keadaan kondusif

 Mengatur jarak kehamilan

 Mengonsumsi vitamin dan nutrisi-nutrisi lain yang diperlukan tubuh

 Menjalani ANC atau Antenatal Care, yakni perawatan pada ibu hamil untuk sedini
mungkin mengidentifikasi dan mencegah terjadinya kondisi yang mengancam
keselamatan bayi dan ibu. Program ini juga akan membantu ibu hamil menjalani masa
kehamilannya dan menjadikan momen-momen tersebut tak ubahnya pengalaman yang
menyenangkan

Beberapa keterangan di atas tentu cukup menggambarkan apa dan bagaimana abortus
imminens terjadi serta bagaimana cara pencegahannya. Dibandingkan keguguran jenis lain,
abortus imminens tergolong yang paling ringan dan tak jarang menjadi tahap pertama
sebelum terjadinya keguguran lain yang levelnya lebih tinggi. Karena itu, rajin-rajinlah
berkonsultasi dengan dokter Anda agar keguguran level terendah inipun dapat dihindari dan
janin Anda menjadi sehat serta lahir dengan selamat.

F. PENANGANAN ABORTUS
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin akan didapatkan keadaan umum pasien yang tampak
lemah, kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau mungkin meningkat.

Pada pemeriksaan ginekologi, saat inspeksi vulva akan ditemukan perdarahan


pervaginam disertai dengan ada atau tidaknya jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk
dari vulva, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup. Pada colok vagina ditemukan porsio
mungkin masih terbuka atau kemungkinan juga sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan

2. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
 Tes urine untuk mengetahui kehamilan
 Pemeriksaan Dopler untuk mengetahui denyut jantung janin
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui keadaan janin
 Pemeriksaan Hb
 Pemeriksaan fibrinogen pada missed abortion

3. Diagnosis/criteria diagnosis
Diagnosa abortus dapat ditegakkan apabila seorang wanita usia produktif mengeluh
mengalami perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid, terdapat rasa nyeri,
ditemukan tes kehamilan yang positif, adanya pembukaan cerviks atau ada jaringan dalam
kavum uteri atau vagina (Wiknjosastro, 1991).
4. Terapi/tindakan penanganan
 Pemberian cairan fisiologik yang disusul dengan transfusi untuk mencegah syok yang
mungkin diakibatkan oleh perdarahan yang hebat
 Setelah syok teratasi dilakukan kuretase diikuti dengan pemberian ergometrin IM untuk
mempertahankan kontraksi uterus
 Istirahat baring membuat aliran darah ke uterus bertambah dan mengurangi rangsang
mekanik
 Pemberian antibiotic pada abortus infeksiosus

G. ASUHAN KEBIDANAN PADA ABORTUS


a. Abortus Imminens
a) Berikan informent consent. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, maka
pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
b) Tes urine
c) Pemeriksaan USG
d) Penderita melakukan tirah baring sampai perdarahan terhenti.
e) Bisa diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontrkasi atau diberikan tambahan
hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
f) Peenderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus
tidak boleh berhubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu.

b. Abortus Insipiens
a. Berikan Informent consent
b. Tes urine
c. Pemeriksaan USG
d. Perhatikan keadaan umum pasien dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi
dan lakukan segera tindakan evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase
jika perdarahan banyak.
e. Berikan uterotonika.
f. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan
antibiotik profilaksis.
c. Abortus Inkomplet
a) Berikan informen consent.
b) Tes urine
c) Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan pemeriksaan secara klinis.
d) Bila terjadi perdarahan yang hebat segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi
secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa terhenti.
e) Selanjutnya lakukan tindakan kuretase.
f) Pasca tindakan diberikan uterotonika parenteral atau per oral dan antibiotika.

d. Abortus Komplet
a) Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah
memadai.
b) Pemeriksaan urine biasanya masih positif sampai 7 – 10 hari setelah abortus.
c) Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan.
Biasanya hanya diberi robonsia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
d) Uterotonika tidak perlu diberikan.

e. Missed Abortion
a) Informent consent
b) Pemeriksaan urine
c) Pemeriksaan USG
d) Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat secara
langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
e) Bila umur kehamilan diatas 12 minggu tau kuang dari 20 minggu dengan serviks
uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk
mengeluarkan janin atau meamtangkan kanalis serviks.bBeberapa cara dapat
dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai
daari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan, 20 tetes per menit dan dapat
diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk
mencegah terjadinya retensi cairan tubuh
f) Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali
g) Setelah janin atau jarigan hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilajutkan
dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
h) Pada dekade ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya
untuk melakukan induksi padamissed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan
adalah dengan cara poemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi dua kali dengan jarak 6 jam.
i) Apabila terjadi hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah atau fibrinogen.
j) Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan
pemberian antibiotika

f. Abortus Habitualis
Jika ibu belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus
habitualis itu.Disamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan
penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami – istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin
rutin, pemeriksaan golongan darah , faktor Rh, dan tes terhadap sifilis; selanjutnya pada isteri
dibuatkan kurve harian glukose darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa
sperma.

Perlu diselidiki pula, apakah ada kelainan anatomik, baik kelainan bawaan atau
kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi pada serviks uteri dan adanya mioma uteri
dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologik, sedang mioma uteri submukosum, uterus
septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui dengan melakukan histerogafi. Kadang-
kadang perlu dilakukan laparoskopi untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang
kelainan anatomik pada uterus.

Selain terapi yang bersifat kausal, mak penderita dengan abortus habitualis, jika ia
hamil, perlu mendapat perhatian yang khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak berart i
bahwa ia harus tinggal terus ditempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha – usaha yang
melelahkan Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat
mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa organogenesis
pemeberian obat – obatan harus dibatasi dan obat – obat yang diketahui dapat mempunyai
pengaruh jelekterhadap janin, dilarang. Dimana khususnya dimana faktor emosional
memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar utntuk mengatasi ketakutan dan
kecemasan. Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid,
atau gangguan fase luteal. ( ilmu kandungan, prawirohardjo. S,Hal 249 )

g. Abortus Infeksiosus
a) Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan
perlunya pemberian antibiotika yang adekuatb sesuai dengan kultur dan sensitivitas
kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus / flour yang keluar pervaginam.
b) Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1
gram ditambah gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2x 1 gram. Selanjutnya
antibiotik sesuai dengan kultur.
c) Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam
setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi
dengan uterotonika.
d) Antibiotik dilanutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih
sesuai.
e) Apabila ditkutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi
kanalis vagina / uterus dengan larutan peroksida ( H₂O₂) atau kalau perlu histerektomi
total secepatnya.

h. Abortus Provokatus
A. Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provokatus medicinalis dibedakan menjadi
3 (tiga) yaitu:
B. Aborsi pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu. Pada kehamilan sampai
batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret tajam, agar ovum
kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila kehamilan
melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat
dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus maka
hasil tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortuis dan kemudian dilakukan
kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan
dimasukkan tampon kedalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya.
C. Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu. Aborsi dilakukan dengan
menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan pengisapan. Bahaya dari cara ini
adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan pendarahan.
D. Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu), dilakukan dengan
menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan
secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukanesantasi (pembiusan
lokal).

i. Komplikasi Abortus

a. Perdarahan

Dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian transfusi darah, kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi Uterus

Dapat terjadi perforasi pada kerokan terutama pada uterus dalam posisi hiperetrofleksi,
jika terjadiperforasi harus segera dilakukan laparatomi.

c. Infksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus. Lebih sering
ditemukan pada abortus inkompletus dan abortus buatan yang tanpa memperhatikan
aseptik dan antiseptik.

d. Syok

Keadaan syok dapat ditimbulkan oleh bermacam-macam sebab yang terbanyak adalah
syok hipovolemik yaitu adanya kekurangan volume darah yang beredar akibat
perdarahan atau dehidrasi

j. EVALUASI
Ibu mengatakan sudah lega setelah di lakukan evakuasi dan kuretasi, perdarahan dan rasa
nyeri sudah berhenti dan sudah berkurang karena di berikannya obat uterotonika dan
antinyeri dan di dapat hasil pemeriksaan tidak di dapat penurunan HB
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo.2012 Ilmu Kebidanan.Jakarta . PT Bina Pustaka

Marni,Dkk.2011.Asuhan Patologi Kebidanan.Yoyakarta.Pustaka Pelajar

Rukiyah,Yeyeh,Ai.Asuhan Kebidanan Patologi.Jakarta.Trans Info Media

https://www.academia.edu/38145982/
makalah_kegawatdaruratan_pada_pasien_dengan_abortus.pdf

Anda mungkin juga menyukai