Oleh:
Diki Darmawan (2501419103)
Muhammad Syahroni (2501419131)
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ramayana yaitu kisah epos yang berasal dari negeri India yang artinya Rama yaitu Rama dan
Yana yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti perjalanan. Selain itu Ramayana terdapat
pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam
bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini. Kisah Ramayana menceritakan kebaikan
dan kekuatan cinta dari seorang anak dari kerajaan Kosala yang beranama Rama. Diceritakan Rama
memiliki istri yang bernama Sinta yang diculik oleh Rahwana. Rama dan Laksamana seorang adik dari
Rama, akhrinya pergi mencari dan berjuang untuk merebut Sinta kembali dari tangan Rahwana, namun
cerita tersebut sudah ada penyesuaian dalam ceritanya. Dan didalam kisah Ramayana terdapat tujuh
kitab yaitu Balakanda, Ayodhyakanda, Aranyakanda, Kiskindhakanda, Sundarakanda, Yuddhakanda
dan Uttarakanda, namun dari ketujuh kitab tersebut penulis hanya mengangkat satu buah kitab yaitu
Balakanda kitab pertama yang lebih banyak menceritakan masa dimana Rama bersama saudara-
saudaranya dilahirkan, selain itu dikitab ini diceritakan kisah dari mana Rama mendapatkan kekuatan
yang begitu sakti sehingga bisa mengalahkan Rahwana. Selain itu di buku pertama banyak sekali cerita
yang menceritakan tentang nilai nilai kehidupan yang bisa dipelajari oleh para remaja yang membaca
kisah Ramayana terutama dibuku pertama yaitu Balakanda. Cerita Ramayana memang sudah cukup
dikenal oleh masyarakat, namun yang dikenal oleh masyarakat hanya kisah cintanya saja, akan tetapi
tidak mengetahui bagaimana Rama mendapatkan kekuatan, lalu mengapa Rama bisa mengalahkan
Rahwana yang begitu kuat, yang seorang dewapun tidak bisa mengalahkannya. Selain itu remaja
kesulitan mencari media informasi kisah Ramayana yang mengakibatkan remaja kurang mengetahui
kisah Ramayana. Karena didalam buku kisah Ramayana banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil
dan dipelajari oleh remaja. Setelah mengetahui permasalahan diatas, maka penelitian ini penting
dilakukan. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menginformasikan kepada masyarakat luas
khususnya remaja-remaja dikota Bandung agar bisa menambah wawasan, inspirasi serta dapat
mempelajari nilai-nilai kehidupan dari buku tersebut yang berguna untuk kedepannya.
Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi.
Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu
panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki
yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa
dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang
terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang
panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi
Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta.
B. Babak Adegan
Sejak tahun 1967, episode dalam Sendratari Ramayana telah dipadatkan menjadi empat setelah
sebelumnya sejak tahun 1961 mementaskan enam episode. Pemadatan tersebut menghilangkan episode
Hanuman Duta dan Pembuatan Jembatan Menuju Alengka karena dirasa kurang menimbulkan klimaks
dan tidak menarik perhatian penonton.
Babak I (Petangkilan)
Adegan: Rama, Sita, dan Laksmana sedang bermain-main di sebuah taman, tiba-tiba datang
seekor kijang emas menggoda, lalu Sita meminta kepada Rama untuk menangkapnya. Rama mengejar
kijang itu, tetapi tidak lama kemudian dari kejauhan terdengar suara orang meminta tolong, maka Sita
meminta Laksmana untuk membantu Rama. Mula-mula Laksmana menolaknya, namun karena dipaksa
oleh Sita, ia pun menyusul Rama. Setelah Sita dalam keadaan sendirian di taman itu, Rawana muncul
dalam wujud pendeta dan mengecoh Sita sehingga berhasil menculiknya. Dalam perjalanan ke Alengka,
Sita mendapat pertolongan dari Jatayu tetapi Rawana dapat mengalahkannya.
Adegan: Dalam perjalanan, Rama dan Laksmana bertemu dengan Jatayu yang memberitahu
bahwa Sita diculik oleh Rawana, raja dari negeri Alengka. Kemudian ketika mereka melanjutkan
perjalanan Rama bertemu dengan Sugriwa yang sedang berperang dengan kakaknya yang bernama Bali.
Rama membantu Sugriwa dan Bali dapat dibunuh. Sugriwa dengan semua bala tentaranya membantu
Rama untuk mendapatkan Sita kembali. Rama mengutus Hanoman ke Alengka untuk bertemu dengan
Sita. Hanoman menyerahkan cincin Rama kepada Sita, sebagai tanda bukti bahwa ia masih hidup dan
akan datang menyusul ke Alengka. Setelah berhasil bertemu dengan Sita, Hanoman membakar istana
Alengka, lalu kembali menemui Rama.
Babak IV (Perang Rama dengan Rawana)
Adegan: Rama tiba di Alengka dengan mengerahkan semua bala tentara. Terjadilah peperangan
sengit antara Rama dan Rawana dengan kekalahan ada di pihak Rawana. Rama berhasil menemui Sita
dan membawanya pulang ke Ayodya.
C. Tujuan
1. Untuk mendiskripsikan dan menelaah hasil pengamatan tayangan video pertunjukan drama tari
D. Pembahasan
Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang
rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan
mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari
para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu
dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas. Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan
sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama
Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana
di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena
dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya. Untuk menarik
perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang.
Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama
setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa
lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik
setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna.
Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang
lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan
menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya.
Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama
pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.
Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi
mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya
mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton
dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai
ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan
Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan
para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk
disaksikan.
a. Tenaga (Kekuatan)
Rama : Kuat
Shinta : Lemah
Hanuman : Kuat
Rahwana : Kuat
Laksmana : Kuat
- Aksen
b. Ruang
Garis : Luas
Volume : Luas
c. Waktu
Tempo : Awal mulai tarian lambat tetapi ketika pada situasi pertempuran tempo berubah
menjadi cepat.
Ritme : Sesuai dengan suasana cerita ketika jalan cerita tersebut tidak menegangkan maka
ritmenya adalah lambat sedangkan ketika jalan ceritanya mencekam atau terdapat pertempuran
maka ritme yang digunakan cadalah cepat.
2) Unsur pendukung :
b. Kostum : Sesuai dengan perannya masing-masing. Shinta menggunakan kostum yang cantik
sedangkan Rama, Laksmana, Rahwana menggunakan kostum yang gagah. Sedangkan
Hanuman menggunakan kostum monyet.
c. Tata Rias : Sesuai dengan perannya masing-masing. Shinta menggunakan tata rias yang
cantik sedangkan Rama dan Laksmana menggunakan tata rias yang tampan. Rahwana
menggunakan tata rias yang menyeramkan. Sedangkan Hanuman menggunakan tata rias yang
menyerupai monyet.
f. Tata Cahaya : Tata cahaya dapat terlihat didalam cerita sendratari Ramayana dimana
bermanfaat dalam penerangan, menunjukkan tokoh dan pengatur suasana ketika suasana
mencekam atau sedang terjadi pertempuran tata cahaya berbeda agak mencolok mata.
Sendratari Ramayana merupakan bentuk pertunjukan drama tari Jawa yang tidak menggunakan
dialog. Dialog dalam pertunjukan sendratari diganti dengan gerak-gerak gestikulasi atau gerak
maknawi, terutama dengan sikap-sikap, gerak tangan, dan kepala. Gerak gestikulasi atau gerak
maknawi adalah gerak-gerak yang secara visual memiliki makna atau maksud tertentu yang bisa
dimengerti dan dipahami oleh orang yang melihatnya. Kajian ini bertujuan untuk memahami
pertunjukan sendratari Ramayana yang dipandang sebagai tontonan sekaligus tuntunan bagi masyarakat
penikmatnya (penonton), dalam kajian ini akan mengambil objek pertunjukan sendratari Ramayana di
Candi Prambanan Yogyakarta. Sendratari Ramayana Prambanan sebagai sajian yang dipentaskan untuk
para wisatawan baik domestik maupun asing maka, dalam pertunjukannya sangat memperhatikan segi-
segi artistik dan estetik dalam elemen-elemen pementasannya, baik dari segi kostum, tata rias, gerak,
pola lantai, seting dan properti, tata suara, serta tata cahaya yang cukup menarik dan variatif, sehingga
sendratari Ramayana ini akan menjadi sebuah produk seni tontonan yang akan menjadi salah satu
alternatif hiburan bagi mesyarakat (penonton). Disamping dua fungsi tari pertunjukan/tari tontonan di
atas, dalam pertunjukan sendratari Ramayana terkandung nilai-nilai positif yang dapat diambil
hikmahnya oleh masyarakat sebagai tuntunan hidup bagi mereka. Fungsi tuntunan disini lebih
menyentuh pada misi yang secara verbal diungkapkan. Pelaku seni, dalam hal ini lebih dituntut untuk
menyampaikan pesan moral yang akan dicapa
DAFTAR PUSTAKA
Bandem, I Made. 1995. Ramayana Fantasi Audio Animatronik. Denpasar: STSI Denpasar
Depdikbud. 1981/1982. Khasanah Tari Daerah 1. Jakarta: Proyek Pengadaan buku SPG/SGPLB
Esmiet. 1998. “Ramayana dalam Lakon versi Jawa: dalam Sarwono Suprapto dan Sri
Hasti Widiastuti (ed), Ramayana: Transformasi Pengembangan dan masa depannya. Yogyakarta:
Lembaga Studi Jawa Yogyakarta
Hadi, Y. Sumandiyo. 1997. “Perkembangan Ragam Gerak Tari dalam Festival Sendratari Gaya
Yogyakarta” dalam Fred Wibowo (ed) Gagasan-gagasan dalam Sendratari Gaya Yogyakarta.
Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia
Haryanto, S. 1988. Pratiwimba Adiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang. Jakarta: Djambatan
Hersapandi. 1986. Tinjauan Struktur Dramatik Sendratari Ramayana Prambanan. Yogyakarta: Institut
Seni Indonesia ( ISI) Yogyakarta
Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia (MSPI)
Soedarsono, R.M. 1972. Djawa dan Bali: Dua Pusat Perkembangan Tari Tradisionil di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sumaryono dan Endo Suanda. 2002. Tari Tontonan. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara
Suharto, Ben. 1999. Tayub: Pertunjukan dan Ritus Kesuburan. Bandung: Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia (MSPI)