LP RPK
LP RPK
3. Rentang Respon
4. Faktor Predisposisi
Menurut Ade Herma (2011) perilaku seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor,
Antara lain :
1. Teori Biologi
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika terjadi
kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang
ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologi, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi sifat
agresif.
b. Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun
jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karkotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-
orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
c. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan
cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untul bersikap agresif.
d. Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal, sindrom
otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Psikologis
a. Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah.Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku
tindak kekerasan.
b. Imitation, Modeling, And Information Processing Theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari
madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin keras pukulanya akan
diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihii dan mencium boneka
tersebut dengan reward positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c. Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respons ibu saat marah.Ia juga belajar bahwa dengan
agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011)
4. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan
dan bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support).
Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk
kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa
melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego) (Yosep, 2011).
5. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat` perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury
perilaku kekerassan adalah sebagai berikut (Wati, 2010) :
1. Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa
terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
3. Lingkungan: panas, padat, dan bising.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Menurut Ade Herman (2011) mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap
dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan
kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku memberontak untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan.
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
I. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Fokus
pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :
1. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual.
a. Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi, muka merah,
pupil menebal, pengeluaran urine meningkat. Pada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
mengatup, tangan di kepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya di olah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara pasien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan bagai
mana informasi di proses, di klarifikasi dan di integrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku orang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan.
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang di manifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
2. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus
injury perilkau kekerassan adalah sebagai berikut (Wati, 2010):
a. Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan: panas, padat, dan bising.
3. Mekanisme Koping
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya yang tidak
baik.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar
d. Reaksi Formasi: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu.
II. Pohon Masalah
HDR Causa
1. Untuk
1. Klien dapat 1.Simpulkan bersama mengidentifikasi
TUK 4: mengungkapkan klien tanda dan perilaku
Klien dapat perilaku kekerasan gejala kesal yang kekerasan yang
mengidentifikasi yang biasa di alami biasa dilakukan.
perilaku kekerasan dilakukan 2. Mengetahui
yang biasa 2. Klien dapat 2. Anjurkan klien perilaku
dilakukan bermain peran untuk kekerasaan yang
dengan perilaku mengungkapkan dilakukan klien
kekerasan yang perilaku
biasa dilakukan kekerasan yang
biasa dilakukan
klien . 3. Mengetahui
3. Klien dapat 3. Bantu klien akibat dari
mengetahui cara bermain peran perilaku
yang biasa sesuai dengan kekerasan yang
dilakukan untuk perilaku dilakukan.
menyelesaikan kekerasan yang
masalah biasa dilakukan.
1. Agar pasien
1. Klien dapat 1. Bicarakan akibat dapat
TUK 5 : menjelaskan akibat dan cara yang mengeksplorasi
Klien dapat dari cara yang dilakukan pasien diri terkait
mengidentifikasi digunakan 2. Bersama klien dengan perilaku
akibat perilaku Akibat pada menyimpulkan kekerasan yang
kekerasan klien sendiri akibat cara yang biasa dilakukan
Akibat pada digunakan oleh 2. Agar pasien
orang lain klien dapat
Akibat pada 3. Tanya pada klien mengurangi
lingkungan apakah ia ingin perilaku
mempelajari cara kekerasan
yang baru dan apabila timbul
sehat dan dirasakan
3. Agar dapat
nebgurangi
resiko
mencederai diri
sendiri dan
orang lain
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009.Model Praktik Keperawatan professional Jiwa. Jakarta; EGC
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC