Anda di halaman 1dari 11

KLIPPING

" TOKOH PAHLAWAN YANG ADA DI SULAWESI "

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS XII MIA 2
1. A. AMANDA
2. FITRIANI
3. HASRI DALIA
4. NURFA
5. RIZAL SYUKRI

SMA NEGERI 21 BONE


Dari Sulawesi Selatan
 SULTAN HASANUDDIN
Sultan Hasanuddin lahir di Gowa pada tanggal 12 Januari 1631 dengan nama
asli Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangape. Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 dan raja ke-3
Kesultanan Gowa yang memeluk agama Islam sejak kerajaan menganut
agama tersebut. Sejak kecil, Sultan Hasanuddin telah mendapatkan
pendidikan di Masjid Botoala. Ayahnya Sultan Malik as Said atau
Malikusaid, Raja Gowa ke-15, kerap mengajaknya mengikuti pertemuan
penting kerajaan. Sultan Hasanuddin banyak menyerap strategi perang dan
ilmu diplomasi. Belanda menjuluki Sultan Hasanuddin dengan julukan Ayam
Jantan dari Timur atau De Haav van de Oesten. Julukan tersebut diberikan
karena keberaniannya melawan Penjajah. Belanda datang ke Gowa yang
mempunyai rempah-rempah melimpah. Kekayaan Gowa tersebut menarik Belanda untuk menguasai
rempah-rempah hingga terjadi beberapa pertempuran. Dalam pertempuran sengit dengan Belanda,
akhirnya Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hassanuddin terpaksa menyerah. Ayam Jantan dari
Timur yang Tak Pernah Tunduk pada Belanda Dengan terpaksa, Sultan Hasunuddin menandatangi isi
Perjanjian Bongaya dengan VOC Belanda pada 18 November 1667. Sultan Hasanuddin wafat pada
tanggal 12 Juni 1670 dan dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Gelar Pahlawan Nasional
diberikan oleh pemerintah kepada Sultan Hasanuddin melalui Keppres No 087/TK/ 1973 pada tanggal 6
November 1973.

 RANGGONG DAENG ROMO


Pahlawan nasional asal Sulsel selanjutnya adalah Ranggong Daeng Romo.
Dia adalah salah seorang pejuang gerilya.Tercatat, pada tanggal 16 Oktober
1945, dibentuk organisasi Angkatan Muda Bajeng di bawah pimpinan
Ranggong Daeng Romo, untuk mengibarkan jiwa dan semangat perjuangan
menentang Belanda. Kemudian pada tanggal 5 Desember 1945, Ranggong
Daeng Romo diangkat menjadi Komandan Barisan Gerakan Muda Bajeng.
Tanggal 8 Agustus 1946, pasukan tersebut berhasil mempertahankan markas
besar LAPRIS di Rannaya Palembangkung dengan gagah berani, penuh
kesatria dan akhirnya dapat dipukul mundur. Ranggong Daeng Romo tewas
dalam perlawanan mempertahankan daerah dari serangan pasukan Belanda
dan meninggal pada 27 Februari 1947 di Markas Besar LAPRIS pada usia
32 tahun dan dimakamkan di Takalar.
 ANDI MAPPANYUKKI
Andi Mappanyukki merupakan pahlawan nasional asal Bone, Sulsel yang
memperjuangkan kemerdekaan dan memimpin perlawanan terhadap
Belanda. Saat berumur 16 tahun ia diangkat menjadi Datu Suppa. Kemudian
pada tahun 1905 ia dipercaya menjadi Letnan Tentara Kerajaan Gowa dan
melawan Belanda menggunakan taktik gerilya. Karena kecerdasannya
Belanda sering memberikan penawaran Andi Mappanyukki untuk bergabung,
namun selalu ditolak. Andi Mappanyuki juga pernah ditawan oleh lawan
bersama pasukannya. Namun ia kemudian dibebaskan pada tahun 1909.
Pada 2 April 1931 Andi Mappanyukki dipilih sebagai Raja Bone ke-XXXII
dengan gelar Sultan Ibrahim melalui melalui sidang Ade Pitue. Kemudian
pada periode 1945-1950, Andi Mappanyukki mengorbankan jiwa raga dan hartanya sebagai bangsawan
tinggi untuk memimpin raja-raja di Sulawesi Selatan untuk Bersatu dan bergabung dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1950. Atas perjuangannya, Andi Mappanyukki
mendapat gelar lengkap Haji Andi Mappanyukki Sultan Matinroweri Jongaya. Dia meninggal pada 18
April 1967 di Jongaya dan dimakamkan TMP Panaikang, Makassar.

 PONG TIKU
Pahlawan nasional asal Sulsel selanjutnya adalah Pong Tiku. Ia merupakan
bangsawan Toraja sekaligus panglima perang dalam perlawanan terhadap
Penjajah Belanda. Pertempuran sengit antara Pong Tiku dan Belanda tidak
terelakkan. Satu per satu benteng pertahanan Pong Tiku dikuasai oleh Belanda.
Pong Tiku dan pasukannya terdesak. Meski begitu, ia berhasil menyelamatkan
diri dari kejaran Belanda. Tetapi tidak berlangsung lama, ia segera ditangkap di
persembunyiannya kemudian dijatuhi hukuman mati pada 30 Juni 1907. Pong
Tiku atau juga dikenal dengan nama Ne Baso meninggal 10 Juli 1907 di Sungai
Sadan, Sinki Rantepao, Toraja. Ia meninggal di usia 61 tahun dan dimakamkan
di TPU Pangala, Tana Toraja.

 LA MADDUKELLENG
La Maddukelleng adalah pahlawan nasional asal Sulsel yang memimpin
pasukan dari suku Bugis, Pasir, Kutai, Makassar serta Bugis-Pagatan, untuk
melawan Belanda. Perjuangan La Maddukelleng dimulai ketika membantu
pasukan Daeng Parani, Daeng Marewa dan Haji Sore melawan Johor pada
tahun 1715-1721. La Maddukelleng mengirim pasukan yang dipimpin oleh
La Banna To Asak dan memenangkan peperangan. La Maddukelleng
berulang kali menolak menyatakan persaudaraan dengan VOC. Pada bulan
Februari 1741 terjadi peperangan sengit dalam waktu yang cukup lama antara
Wajo dengan Belanda, namun pasukan VOC (Smout) dapat dipukul mundur
oleh pasukan Wajo yang dipimpin La Maddukelleng. La Maddukelleng
meninggal dan dimakamkan di Wajo pada tahun 1765 tepatnya di usia 65
tahun.

 ANDI DJEMMA
Andi Djemma merupakan Raja atau Datu Luwu. Dia merupakan pahlawan
nasional asal Sulsel yang memimpin Perlawanan Semesta Rakyat Luwu
terhadap Belanda selama Revolusi Nasional. Andi Djemma memprakarsai
pembentukan organisasi Soekarno Muda (SM) pada tanggal 2 September
1945 untuk melakukan gerakan merebut senjata Jepang di Palopo. Ia juga
menyatakan bahwa daerah Luwu adalah bagian dari NKRI. Selain itu, Andi
Djemma juga menegaskan bahwa Pemerintah Luwu menolak kerja sama
dengan aparat NICA pada masa itu. Andi Djemma meninggal di usia 64
tahun pada tanggal 23 Februari 1965 di Makassar. Ia kemudian dimakamkan
di TMP Panaikang Makassar.

 EMMY SAELAN
Emmy Saelan merupakan pahlawan nasional wanita asal Sulsel. Dia Emmy
Saelan bergabung dengan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi
(LAPRIS) di bawah komando Ranggong Daeng Romo pada tahun 1946.
Emmy Saelan memiliki nama asli Salma Soehartini Saelan. Emmy Saelan
kemudian bergabung dalam LAPRIS sebagai penanggung jawab dalam Bagian
Palang Merah. Pejuang wanita asal Sulawesi Selatan ini kemudian merawat
para pejuang yang terluka. Namun, tidak hanya merawat para pejuang yang
terluka, Emmy Saelan juga berjuang dengan mengangkat senjata. Bahkan
Emmy Saelan mendapatkan misi spionase, yakni mata-mata untuk mencari
informasi mengenai kekuatan lawan dalam hal ini NICA.
Saat menjalankan misi tersebut, posisi Emmy Saelan terbaca oleh pihak lawan. Kontak senjata pun tidak
terhindarkan. Di dalam peristiwa tersebut, Emmy Saelan gugur bersama para tentara NICA yang
mengepungnya.

 ANDI PANGERANG PETTA RANI


Andi Pangerang Petta Rani Karaeng Bontonompo Arung Macege Matinroe Ri
Panaikang adalah salah satu pahlawan nasional asal Sulsel. Ia adalah adalah
birokrat, politikus, dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari
bangsawan Suku Makassar dan Bugis serta menjadi Gubernur Sulawesi
terakhir.

Andi Pangerang Petta Rani pernah menjalani profesi sebagai tentara dan turut
berjuang melawan penjajah. Pada masa itu tentara Hindia Belanda sempat
menguasai kawasan di Sulawesi Selatan, bahkan mereka memiliki beberapa
Benteng pertahanan yang terletak di beberapa lokasi, seperti Benteng Fort
Rotterdam dan Benteng Somba Opu. Pada bulan Agustus 1945 Andi
Pangerang Petta Rani ditunjuk sebagai anggota delegasi Sulawesi ke Komite Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Ia bersama dengan Dr. Sam Ratulangi dan Andi Sultan Daeng Radja. Andi Pangerang Petta
Rani tutup usia 72 tahun. Ia meninggal pada 12 Agustus 1975 di Ujung Pandang.

 SYEKH YUSUF
Syekh Yusuf Tajul Khalwati adalah pahlawan nasional asal Sulsel yang lebih
dikenal dengan sapaan Syekh Yusuf. Perjuangannya melawan Belanda bukan
hanya di tanah kelahirannya, Gowa tetapi juga di Banten hingga Afrika Selatan.
Kegigihan perjuangan Syekh Yusuf Tajul Khalwati membuat rakyat Banten
bersemangat mengusir penjajah bersama Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa itu
Syekh Yusuf memiliki pengaruh yang luar biasa dan berhasil meningkatkan
kewibawaan kerajaan Banten diantara Raja-raja di Nusantara.
Syekh Yusuf sepeninggal Sultan Ageng Tirtayasa, memimpin perang Gerilya
bersama Pangeran Purbaya dan Pangeran Kidul di daerah Tangerang. Pada tahun 1684 Syekh Yusuf
dibuang ke pulau Ceylon Sri Lanka. Dampaknya, Belanda memindahkan Syekh Yusuf ke Zandvliet,
Afrika Selatan. Tidak patah arang, Syekh Yusuf terus menyebarkan Agama Islam sekaligus semangat anti
penjajahan terhadap rakyat Afrika Selatan, sampai wafat pada 23 Mei 1699. Syekh Yusuf meninggal di
Cape Town, Afrika Selatan pada usia 73 tahun. Ia dimakamkan di Gowa, Sulawesi Selatan.

 ANDI ABDULLAH BAU MASSEPE

Pahlawan nasional asal Sulsel selanjutnya adalah Andi Abdullah Bau Massepe.
Ia merupakan panglima pertama TRI Divisi Hasanuddin. Andi Abdullah Bau
Massepe adalah putra dari Andi Mappanyukki. ia memiliki sikap kerakyatan
dan demokratis yang mampu berbaur dengan baik bersama rakyat biasa.

Perjuangannya Andi Abdullah Bau Massepe melawan penjajah ditempuh


melalui jalur politik dan militer. Dalam bidang politik dengan menjaga
keselamatan dan keamanan rakyat Sulawesi. Sementara dalam bidang militer
ia mendirikan pemuda Pandu Nasional Indonesia (PNI) sebagai kekuatan
pergerakan bersenjata menghadapi NICA. Andi Abdullah Bau Massepe gugur
setelah ditembak mati oleh Belanda. Kematiannya sesuai dengan ucapannya saat di pengadilan Makassar
"Aku rela mati demi kehormatan dan kemerdekaan bangsaku". Andi Abdullah
Bau Massepe meninggal 2 Februari 1947 di Pare-Pare, di usia 29 tahun. Ia
dimakamkan di TMP Paccekke, Kota Pare-Pare.
 OPU DAENG RISADJU
Opu Daeng Risadju adalah pejuang kemerdekaan asal Sulsel. Ia merupakan
politisi wanita pertama yang berperang melawan Belanda selama Revolusi
Nasional. Awal abad XX, tahun 1927 Opu Daeng Risadju menjadi anggota Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII) cabang Pare-Pare. Kemudian pada tanggal 14 Januari 1930 ia terpilih menjadi ketua
PSII dan sering mengikuti kongres PSII baik di Sulawesi Selatan maupun di PSII Pusat Batavia.
Pada tahun 1946 Opu Daeng serta Pemuda Republik melakukan serangan terhadap tentara NICA.
Setelah itu, terjadi serangan balasan kepada pasukan Opu Daeng Risadju yang mengakibatkan banyak
pemuda gugur. Opu Daeng Risadju kemudian ditangkap dan dipenjara di Belopa yang membuat
telinganya tuli seumur hidup. Opu Daeng Risadju dijuluki Srikandi di Tana Luwu karena perannya yang
aktif memperjuangkan kebangkitan nasional di Sulawesi Selatan. Opu Daeng Risadju meninggal pada 10
Februari 1964 di Palopo. Ia meninggal di usia 84 tahun dan dimakamkan di TMP Belopa.

 ANDI SULTAN DAENG RADJA


Andi Sultan Daeng Radja adalah salah satu tokoh Kemerdekaan Indonesia asal
Sulsel. Ia turut aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 yang
menghasilkan Sumpah Pemuda. Selain itu, Andi Sultan Daeng Radja aktif
dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia pun tercatat
sebagai salah satu pemrakarsa pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan
Nasional Indonesia (PPNI). Andi Sultan Daeng Radja meninggal pada 17 Mei
1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar di usia 68 tahun. Ia dimakamkan di
Jalan Kusuma Bangsa, Bulukumba.

Dari Sulawesi Utara


 ALEXANDER ANDRIES MARAMIS
Alexander Andries Maramis atau AA Maramis merupakan pejuang
Kemerdekaan yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara. AA Maramis lahir
di Manado tanggal 20 Juni 1897. Dia adalah putera dari Andries Alexander
Maramis dan ibunya bernama Charlotte Ticoalu. Maramis mendapatkan gelar master dari Meester in de
Rechten atau gelar Ilmu Hukum di Belanda. Perannya dalam kemerdekaan adalah tergabung dalam
Panitia Sembilan untuk merumuskan dasar negara. Dia juga menjadi anggota Panitia Perancang Undang-
Undang Dasar. Maramis juga pernah menjabat sebagai menteri keuangan pada dalam kabinet Indonesia
pertama pada tanggal 26 September 1945. Dia berperan penting dalam percetakan uang kertas pertama
Indonesia yang disebut oeang Republik Indonesia (ORI) yang diresmikan pada tanggal 30 Oktober 1946.
Baca juga: Alexander Andries Maramis: Peran dan Perjuangannya Maramis juga pernah menjadi duta
besar empat negara, yaitu Filipina, Finlandia, Jerman Barat, dan Uni Soviet. Dia juga pernah menjadi
duta besar Indonesia untuk Filipina. Maramis wafat pada tanggal 31 Juli 1977 di Rumah Sakit Angkatan
Darat Gatot Soebroto. Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 8
November 2019.

 ARIE FREDERIK LASUT


Arie Frederik Lasut adalah pejuang kemerdekaan Indonesia dan Pahlawan
Nasional. Sumbangan Arie untuk bangsa dan negara adalah memajukan
pertambangan dan infrastruktur geologi pada awal Kemerdekaan Indonesia.
Arie Frederik Lasut dilahirkan pada tanggal 6 juli 1918 di Kapatran,
Sulawesi Utara. Arie mendapatkan beasiswa dari Dienst van den
Mijinbouw (Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geolog. Pada
saat tersebut, Indonesia mulai mendapatkan serangan dari pasukan Jepang,
pada tahun 1942. Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Kehidupan, Kiprah, dan Akhir Hidup Instansi-instansi pemerintahan dari
Jepang kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Arie turut dalam
pengambilalihan jawatan geologis dari Jepang yang selesai dengan damai. Arie juga terlibat aktif dalam
organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang bertujuan membela kemerdekaan
Indonesia. Pada tanggal 7 Mei 1949, Arie diculik oleh pihak Belanda dari rumahnya. Dia dibawa ke
Pakem yang berjarak sekitar 7 kilometer ke arah Utara Yogyakarta. Di tempat tersebut, Arie ditembak
mati oleh pihak Belanda karena dia selalu menolak diajak kerja sama dengan Belanda mengenai
pertambangan dan geologi. Jenazahnya dipindahkan ke makam Sasanalaya di Yogyakarta pada Desember
1947. Dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969.

 BERNARD WILHELM LAPIAN


Bernard Wilhelm Lapian lahir tanggal 30 Juni 1892, di Minahasa Sulawesi
Utara. la memperoleh pendidikan di ELS Amurang dan kursus-kursus
setingkat MULO. Ia meninggal dunia pada 5 April 1977 dan dimakamkan di
Jakarta.
Pada tahun 1930-1934, ia menjadi anggota Dewan Minahasa dan
memperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, rumah sakit dan
lainnya bagi kepentingan masyarakat. Ia menjadi anggota Volksraad tahun
1937 dan bergabung dalam Fraksi Nasional berjuang mencapai kemerdekaan
nasional dengan mengusahakan perubahan ketatanegaraan, menghapuskan
perbedaan politik, ekonomi dan intelektual di kalangan masyarakat. Semasa
pendudukan Jepang pernah menjadi Gunco (Kepala Distrik), dan pada tahun 1945 ia menjadi Wali Kota
Manado.
Pada 14 Februari 1946, ia mengibarkan bendera merah putih dan peristiwa ini tersiar melalui radio ke
Australia dan BBC London, Radio San Fransisco hingga seluruh dunia.
Pada tanggal 16 Februari 1946 ia terpilih sebagai Kepala Pemerintahan
Sipil Sulawesi Utara dan menyatakan bahwa Sulawesi Utara bagian tak
terpisahkan dari Republik Indonesia dan bukan provinsi ke-12 negeri
Belanda.

 LAMBERTUS NICODEMUS PALAR


Lambertus Nicodemus palar atau yang dikenal dengan LN Palar merupakan salah satu tokoh penting
dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia khususnya di ranah perjuangan melalui diplomasi.
George Mc T. Kahin menyebutnya sosok yang unik sekaligus istimewa bagi Indonesia. LN Palar yang
dikenalnya merupakan sosok yang sangat membumi meski menduduki sejumlah jabatan penting dalam
perjalanan karir diplomatnya. LN Palar dilahirkan di Rurukan, Tomohon, Sulawesi Utara pada 5 Juni
1900 dari pasangan Gerrit Palar dan Jacoba Lumanauw.
Selain itu, di kedua organisasi tersebut, Palar juga menjabat sebagai direktur Perbureau Indonesia.
Melalui lembaga inilah, Palar mengirimkan artikel-artikel tentang sosial demokrasi dari Belanda ke pers
di Hindia Belanda. Pada 1938, Palar datang ke Indonesia dan mengunjungi beberapa daerah untuk
menghimpun informasi. Setelah PD II berakhir, Palar kembali aktif dalam politik, ia aktif dalam Partij
van de Arbeid (PvdA), partai baru yang sebelumnya berawal dari SDAP. Setelah pensiun, ia masih
memberikan kontribusi bagi pendidikan, pekerjaan sosial, dan juga penasehat perwakilan Indonesia di
PBB. LN Palar salah satu putera terbaik Sulawesi Utara itu meninggal pada 12 Februari 1981 di usia 80
tahun.

 JOHN LIE
John Lie Tjeng Tjoan, anak kedua dari delapan bersaudara, pasangan Lie
Kae Tae dan Oei Tseng Nie. Ayah John adalah pengusaha pengangkutan
berbagai barang dagangan yang terkenal di Manado, Sulawesi Utara,
semasa negara ini belum merdeka. Sebagai anak laki-laki, John tak tertarik
pada bisnis transportasi. Ia lebih senang pada kapal, pelayaran dan laut
yang penuh tantangan. Tak heran, bila bocah kelahiran Manado, 11 Maret
1911, ini senang betul tatkala iring-iringan kapal perang gugus tugas AL
Belanda sandar di pelabuhan Manado untuk istirahat. Lie ingin melihat
lebih dekat kapal-kapal hebat ini. Darahnya menggelora. Padahal ia baru
10 tahun. Terkagum-kagum ia melihat turet meriam, anjungan kapal yang
gagah dan seragam AL yang putih mengkilat. Pada Mei 1946, Lie
langsung mengabdikan diri pada Angkatan Laut Republik Indonesia, yang waktu itu masih bernama
BKR LAUT (Badan Keamanan Rakyat) dan bertemu dengan pimpinannya, Laksamana Mas Pardi di
markas besarnya di Jogjakarta.

 ROBERT WOLTER MONGINSIDI


Robert Wolter Monginsidi dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1925 di desa
Malalayang, tidak jauh dari Kota Manado. Robert Wolter Monginsidi adalah
putra ketiga dari Petrus Monginsidi. Ibunya bernama Lina Suawa. Dalam
lingkungan keluarga dan teman-teman akrabnya, ia biasa dipanggil Bote.
Keluarga Petrus Monginsidi, orang tua Robert, bukanlah keluarga yang kaya.
Ayah Robert hanyalah seorang petani kelapa, tetapi bercita-cita luhur. Anak-
anaknya disekolahkan sejauh dan setinggi mungkin.

Robert mula-mula bersekolah di Hollands Inslanche School (HIS-setingkat dengan SD). Sejak kecil ia
adalah anak yang gagah, tampan, keras kemauan dan cerdas. Sesudah tamat dari HIS ia melanjutkan ke
MULO, yaitu SMP pada jaman Hindia Belanda.
Robert Walter Monginsidi menggabungkan diri pada pasukan Ronggeng Daeng Romo yang bermarkas di
Plongbangkeng. Ia bertugas sebagai penyidik, karena mahir berbahasa asing dan mempunyai wajah yang
mirip orang Indo-Belanda.
Pada hari yang lain ia memasuki markas Polisi Militer Belanda dan menempelkan plakat berisi ancaman
yang ditandatanganinya sendiri. Nama Robert Walter Monginsidi bagaikan hantu yang sangat ditakuti
oleh pasukan Belanda. Pada tanggal 17 Juli 1946, Robert Walter Monginsidi bersama-sama dengan para
pemuda pejuang lainnya mendirikan organisasi perjuangan bernama Lasykar Pemberontak Rakyat
Indonesia Sulawesi (LAPRIS), terdiri dari 19 satuan perjuangan.
 SAM RATULANGI
Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob (GSSJ) Ratulangi, pahlawan dari Tanah
Minahasa ini menjadi pembaca ulang proklamasi di hadapan warganya.
Diasingkan ke pedalaman Papua tak membuat dirinya lekang dari sebutan 'tuan-
tuan merdeka'. Sam Ratulangi, panggilannya, lahir di Tondano, Sulawesi Utara,
pada 5 November 1890. Ia lahir di keluarga pamong, ayahnya Kepala Distrik
Kasendukan saat itu.
Pada 5 April 1956, Belanda menangkap Sam Ratulangi dan enam orang
koleganya. Mereka disebut Belanda sebagai tujuh Oknum Berbahaya. Tujuh
orang itu dijebloskan ke penjara Makassar Lalu dibuang ke Serui, Papua. Di
sana mereka disambut hangat warga lokal. Sam Ratulangi dan kawan-kawan
pun disapa 'Tuan-tuan Merdeka' karena memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Usai Perjanjian Renville pada 1948, Sam Ratulangi dikembalikan ke Indonesia. Ia lalu
bertolak ke ibukota Indonesia saat itu, Yogyakarta. Tak berselang lama, ia kembali ditahan usai Agresi
Militer II pada 18 Desember 1948.
Sebulan setelahnya, ia dikirim ke Jakarta untuk diasingkan ke Bangka. Namun karena kondisi kesehatan,
ia meninggal pada 30 Juni 1949. Sam Ratulangi dimakamkan di kampung halamannya, Tondano. Negara
menganugerahinya gelar pahlawan nasional pada 9 November 1961.

Dari Sulawesi Barat


 I CALO AMMANA WEWANG
I Calo Ammana I Wewang adalah seorang bangsawan dan panglima perang
kerajaan Balanipa yang berjuang melawan penjajahan Belanda dan terkenal
di daerah Mandar khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya. Beliau
adalah pahlawan lokal Sulawesi Barat dan namanya diabadikan pada sebuah
nama jalan di kota Majene dan Tinambung.
 AGUNG HJ. ANDI DEPU
Ibu Agung Hj. Andi Depu adalah seorang tokoh pejuang perempuan dari Mandar, Sulawesi
Barat yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional pertama dari Sulawesi Barat pada tanggal 6
November 2018. Dedikasinya yang sangat besar dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan Belanda
sangat diakui masyarakat Mandar. Menurut beberapa sumber,
diceritakan bahwa hanya daerah Tinambung, Balanipa yang tidak bisa dikuasai oleh Belanda
karena adanya sosok Ibu Agung Hj. Andi Depu yang memimpin perjuangan melawan Belanda
atau NICA. Ia lahir di Tinambung, Polman pada tahun 1907 dan meninggal dunia di Makassar,
Sulawesi Selatan pada tanggal 18 Juni 1985. Ibu Agung Hj. Andi Depu merupakan Raja
Balanipa yang ke-52, putri Laqju Kanna Idoro, Raja Balanipa yang ke-50. Ia juga mendirikan
Fujinkai Wadah Gerakan Wanita Mandar Melatih.

 HAMMAD SALEH

Muhammad Saleh Puangna I Sudding (Hammad Saleh) merupakan salah


seorang tokoh pemimpin dan pejuang yang bukan hanya berperan penting
dalam perlawanan menentang pemerintah militer Jepang, tetapi juga dalam
perlawanan menentang kehadiran dan usaha NICA yang hendak memulihkan
kembali kedudukan dan kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda pasca
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan cucu dari mara'dia Alu
yang dilahirkan di Alu, Balanipa pada 1915.

 H.MAEMUNAH DJUD PANTJE

Hj. Maemunah. dikenal sebagai anak yang shaleh taat beribadah dan pemberani.
Sebagai anak petama dari lima bersaudara, Maemunah selalu bersikap hati-hati
dalam bertindak karena dia adalah panutan terhadap keempat adiknya. Tahun
1928, yaitu pada usia 12 tahun Maemunah memasuki sekolah dasar 6 tahun di
Majene. Setelah iu ia melanjutkan pendidikan guru selama 2 tahun di tempat
yang sama. Pada tahun 1937, maemunah kemudian melanjutkan ke CVO untuk
mendidik tenaga-tenaga guru. Maemunah sudah diangkat sebagai kepala sekolah
Ba’babulo dari tahun 19371953. Di mandar. Satu wanita diantara beberapa
wanita yang menjadi tokoh sentral dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan di Majene adalah Hj. Maemunah yang menjadi pemimpin
Kelaskaran GAPRI 5.3.1. bersama dengan suaminya yang bernama H. Muh.
Djud Pantje, Hj. Maemunah menjadi pimpinan suatu Kelaskaran terbesar yang ada di Majene yang
bertugas dibidang keamanan dan pertahanan dalam rangka perjuangan menegakkan dan
mempertahankan kemerdekaan Republik indonesia. Berita menyerahnya Jepan pada sekutu itu,
membankitkan semangat nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan dari pemudapemudi Indonesia yng
menghendaki segera mengumumkan pernyataan kemerdekaan Indonesia.

 H ABDUL RACHMAN TAMMA

H.Abdurrachman Tamma atau Rahman Tamma lahir di Balanipa Mandar, 15


Desember 1925. Masa kanak-kanak dan remajanya dihabiskan di tanah Mandar.
Rachman Tamma memulai pendidikannya di sekolah dasar (VVS), lalu
di Hollandsche School (HIS), dan Klein Ambrenaren Examen (KAE). Semua
tingkatan itu ia lalui dimasa penjajahan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang,
ia mengikuti sekolah lanjutan (Sekolah Pegawai Menengah, setingkat SLTA),
dan sekaligus mengikuti latihan kemilliteran (Booei Taesin). Sedangkan
pendidikan tinggi ditempuh di Makassar pada akademi Makassar dan
menyelesaikan sarjana muda (BA) pada Universitas Sawerigading Ujung Pandang (nama lain dari
Makassar). Pada masa pergerakan kemerdekaan, ia ikut ambil bagian mempertahankan kemerdekaan
dengan aktif dalam perjuangan, antara lain, anggota pimpinan kesatuan, kelasykaran KRISMuda, sebagai
penghubung dari Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), sebagai perwira TRIPS
dan perwira TRI-KESS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan).

 BAHARUDDIN LOPA

Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, S.H., M.H. (27 Agustus 1935 – 3 Juli 2001)
adalah Jaksa Agung Republik Indonesia dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya
pada 3 Juli 2001. Baharuddin Lopa juga adalah mantan Duta Besar Indonesia
untuk Arab Saudi. Antara tahun 1993-1998, ia duduk sebagai anggota Komnas
HAM. Baharuddin Lopa dan Bismar Siregar merupakan contoh yang langka
dari figur yang berani melawan arus. Sayang Lopa sudah tiada dan Bismar
sudah pensiun. Tetapi mereka telah meninggalkan warisan yang mulia kepada
rekan-rekannya. Tentu untuk diteladani. Baharudin Lopa meninggal dunia pada
usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat
atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada
jantungnya.

Dari Sulawesi Tengah


 TOMBULOTUTU

Tombolotutu adalah keturunan dari Raja Massu, raja ketiga di Kerajaan


Moutong. Tombolotutu adalah tokoh kelahiran 1857. Masih di usia muda,
telah berjuang melawan Belanda. Perjuangannya tidak hanya di kampung
kelahirannya, tetapi juga melintasi sejumlah wilayah hingga ke Tojo
Unauna dan Donggala. Raja Tombolotutu bergelar Pua Darawati menerima
tahta Kerajaan Moutong pada tahun 1877 dalam usia 20 tahun.
Tombolotutu dianugerahkan gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden
Joko Widodo dalam rangkaian peringatan Hari Pahlawan ke-76 pada Rabu, 10
November 2021. Dalam perjuangannya, Tombolotutu tidak pernah takluk
kepada Belanda, hingga meninggal dunia pada 17 Pebruari 1901 dan
dimakamkan di Toribulu, Kabupaten Parigi Moutong.

 PUE LASANDINDI
Tokoh Tanah Kaili yang bernama asli Pue Lasadindi atau masyarakat
Sulteng mengenalnya dengan sebutan Mangge Rante ini berasal dari
keluarga bangsawan Sindue, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi
Tengah. Ia lahir pada tahun 1828 dan dan wafat saat berusia seabad
lebih di Desa Rondomayang, Sulawesi Barat, pada tahun 1958.

Sosok Mangge Rante diyakini memiliki karamah oleh sebagian masyarakat Bumi Tadulako. Mulai dari
pesisir wilayah Pantai Barat, Kabupaten Donggala, Tomini Pantai Timur, Lembah Palu, hingga
Kabupaten Sigi. Kisah kepahlawanannya diceritakan secara turun-temurun oleh masyarakat Sulteng. Hal
itu ditandai dengan pembuatan monumen patung Pue Lasadindi di Desa Toaya, Kecamatan Sindue,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Masyarakat Sulteng meyakini eksistensi perjuangan
Mangge Rante pada saat itu. Hingga kini, anak dari Mangge Rante, Pue Ratu Hindia Lasadindi atau
dalam dialek Bahasa Kaili Rai disebut Ndo'o Bose, masih hidup dan tinggal di Desa Enu, Kabupaten
Donggala. Gubernur Sulteng, Longky Djanggola, melalui suratnya telah mengusulkan kepada Menteri
Sosial RI, Nomor 464.1/ 069/Dis Sos, tertanggal 16 April 2019, perihal pengusulan Mangge Rante
menjadi pahlawan Nasional.

Dari Sulawesi Tenggara


 SULTAN HIMAYATUDDIN MUHAMMAD SAIDI
Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Oputa Yii Ko yang merupakan sosok Pahlawan Nasional
Indonesia dari Sulawesi Tenggara (Sultra). Pria berjuluk La Karambau tersebut adalah Sultan Buton
ke-20 yang memerintah pada periode pertama 1750 sampai 1752 dan Sultan Buton ke-23 yang
berkuasa pada periode kedua tahun 1760 sampai 1763. (handover). Pada masa kepemimpinannya, dia
bergerilya menentang pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Buton. Setelah Perang Buton, sang
sultan memilih menetap di Siontanipa sejak tahun 1755 hingga akhir hayatnya.

Anda mungkin juga menyukai