Anda di halaman 1dari 19

1.

Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin adalah salah satu pahlawan dari Sulawesi yang lahir di Makassar,
Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Januari 1631 dan meninggal dunia di usia 39 tahun,
tepatnya pada Juli 1670. Ia merupakan putra kedua dari Sultan Malikussaid yang gigih
dan berani dalam melawan penjajah Belanda pada saat itu.
Gowa sendiri merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang memiliki
kekuasaan dalam jalur perdagangan. Di tahun 1666 kompeni yang dipimpin oleh
Laksamana Cornelis Speelman berupaya untuk mengalahkan kerajaan-kerajaan kecil
namun tidak berhasil menundukkan Gowa. Perang yang terjadi antara Gowa dan VOC
dimulai pada tahun 1660, dimana Belanda pada saat itu mendapatkan bantuan dari
Kerajaan Bone. Perang tersebut menewaskan Panglima Bone, Tobala, akan tetapi Aru
Palaka berhasil meloloskan diri. Sehingga berakhir dengan perdamaian yang tidak
berlangsung lama.
Sultan Hasanuddin yang merasa dirinya dirugikan kemudian menyerang dua kapal
Belanda. Sehingga pihak Belanda mengirimkan Cornelis Speelman. Setelah itu, Sultan
yang merasa terdesak menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November
1667. Di tahun 1668 Sultan kembali ke tangan Belanda, namun kekuatan benteng
Somba Opu berhasil jatuh ke tangan Belanda. Hingga akhirnya Sultan tidak mau
bekerjasama dan mengundurkan diri dari tahtanya.
2. Syekh Yusuf Tajul Khalwati

Syekh Yusuf Tajul Khalwati lahir di Gowa pada tanggal 3 Juli 1626 dan meninggal
dunia di Cape Town, Afrika Selatan pada tanggal 23 Mei 1699. Ia merupakan anak
angkat dari Sultan Alauddin karena ayahnya merupakan sahabat karib dari Raja Gowa.
Syekh Yusuf Tajul Khalwati berasal dari keluarga bangsawan tinggi di suku bangsa
Makassar dan masih berkerabat dengan para raja dari Banten, Gowa, dan juga Bone.
Ia dianggap sebagai salah satu sesepuh dalam penyebaran Islam di Cape Town.
Sehingga setiap tahun tanggal kematiannya, selalu diperingati secara meriah, bahkan
dijuluki sebagai salah satu putra Afrika terbaik oleh Nelson Mandela.
3. Pierre Tendean

Kapten Czi Anm. Pierre Andries Tendean lahir pada tanggal 21 Februari 1939 di
Batavia dari ayah yang bernama Dr. AL Tendean dan Concert M.E yang berdarah
Perancis. Ia merupakan ajudan dari Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, gugur
pada peristiwa G30S PKI bersama dengan enam jenderal lainnya. Gelar pahlawan
revolusi diberikan oleh pemerintah RI pada tanggal 5 Oktober 1965.
4. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara pada tanggal 1 Desember
1872 dan meninggal dunia di Maumbi, Sulawesi Utara pada tanggal 22 April 1924 di
usia 54 tahun. Ia merupakan seorang pahlawan nasional perempuan dari Sulawesi
berkat usahanya untuk meningkatkan kondisi para perempuan Indonesia pada awal
abad ke-20. Maria Walanda Maramis dianggap sebagai seorang pendobrak adat dan
sebagai pejuang kemajuan serta emansipasi perempuan dalam dunia politik serta
pendidikan melalui tulisannya di surat kabar setempat yang bernama Tjahaja Siang di
Menado.
Lalu, Ia mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya atau PIKAT pada
tanggal 8 Juli 1917 sebagai pemimpinnya dan mendirikan cabang-cabang di Minahasa
dan di Jawa sampai saat kematiannya terus aktif disana. Patung Maria Walanda
Maramis didirikan di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang yang berada di
sekitar 15 menit dari pusat kota Manado.
5. Pajonga Daeng Ngalle

Pajonga Daeng Ngalle lahir di Takalar, Sulawesi Selatan pada tanggal 1901 dan
meninggal dunia pada tanggal 2 Februari 1958. Ayahnya bernama Hajina Daeng
Massaung Ilangari Mangkura dan ibunya yang bernama Hapipah Daeng Ngintang. Ia
merupakan seroang Karaeng atau kepala pemerintahan distrik Plongbangkeng pada
tahun 1934. Pada bulan Oktober 1945, Ia bersama dengan seluruh bangsawan
Sulawesi Selatan mengikuti sebuah konferensi raja-raja Sulawesi Selatan di
Yogyakarta. Keputusan konferensi menghasilkan dukungan pada pemerintahan RI di
Sulawesi sebagai pemerintah satu-satunya yang resmi atau sah di bawah pimpinan
Gubernur Sam Ratulangi. Gelar pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan tersebut
diberikan pemerintah Indonesia pada tanggal 3 November 2006.
KLIPPING sejarah indonesia
" TOKOH SEJARAH DARI SULAWESI "

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Kelas xi iis

1. TENRI
2. LISA ANDRIANI
3. FADEL AHMAD
4. A. SAMSUL RAMADAN
5. A. HARDIANSYAH

Sma negeri 21 bone


Tahun pelajaran 2023/2024
1. AIP. TK. II Brig.Pol. KS Tubun
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sasuit Tubun lahir pada 14 Oktober 1928 di Tual,
Maluku. Dia tercatat masuk Sekolah Polisi Negara di Ambon sejak Agustus 1951, dan
kemudian dipindahkan ke dalam kesatuan Brimob di Jakarta. KS Tubun meninggal tanggal 1
Oktober 1965 di Jakarta pada usia 36 tahun. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Nasional Kalibata, Jakarta Selatan.

KS Tubun merupakan pahlawan dari Maluku yang menjadi salah satu korban pada Gerakan
30 September PKI 1965. Dalam catatan pada tahun 1955 KS Tubun mengikuti pasukannya
yang mendapat tugas melakukan operasi militer terhadap DI/TII di daerah Aceh selama tiga
bulan. Kemudian pada tahun 1958 juga melakukan operasi militer di daerah Sulawesi Utara
bersama pasukannya untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta.

Ia juga ikut dalam tugas membebaskan Irian Barat setelah diumumkan Tri Komando Rakyat
(Trikora) pada tanggal 19 Desember 1961. KS Tubun kemudian mendapat tugas
kehormatan menjadi anggota pasukan pengawal kediaman Wakil Perdana Menteri II Dr. J.
Leimena. KS Tubun kemudian gugur dalam menjalankan tugasnya mengawal kediaman
Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ia
gugur beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-37.

2. Martha Christina Tijahahu


Martha Christina Tijahahu merupakan pahlawan wanita dari Maluku yang gugur di usia
muda. Martha Christina Tijahahu lahir pada 4 Januari 1800 di Abubu, Nusa Laut, Maluku.
Dia meninggal di usia 17 tahun, pada 2 Januari 1818 di Laut Banda, Maluku. Jasadnya
disemayamkan di laut.

Martha Christina Tijahahu adalah pejuang muda yang tidak mengenal rasa takut. Ia
merupakan puteri remaja yang turut dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda
dalam perang Pattimura pada tahun 1817.

Martha Christina adalah anak dari Kapitan Paulus Tijahahu, salah satu orang terpandang di
Nusa Laut, Maluku. Martha selalu menemani ayahnya dalam setiap pertempuran untuk
menghadapi serangan Belanda. Adapun pertempuran yang diikuti Martha diantaranya
perlawanan di Saparua pada tahun 1817, perlawanan merebut benteng Beverwijk, serta
pertempuran di daerah Ulat dan Ouw. Pada 12 November 1817, para pemimpin Nusa laut
berhasil disergap oleh Belanda. Termasuk di dalamnya Martha Christina dan ayahnya.

Setelah ditahan dan diperiksa pada 15 November oleh Laksamana Buyskes, Paulus di vonis
human mati dan dieksekusi pada 17 November 1817. Sementara Martha sendiri termasuk
yang mendapat hukuman untuk dibuang ke Jawa. Martha gugur sebagai tahanan Belanda.
Ia meninggal di kapal Eversten dan bersemayam di sekitar Laut Banda.

3. Kapitan Pattimura
Pahlawan dari Maluku selanjutnya adalah Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura. Ia lahir di Haria, Saparua, Maluku pada 8 Juni 1783.
Kapitan Pattimura meninggal pada 16 Desember 1817 di New Victoria, Ambon, Maluku. Ia
meninggal di usia 34 tahun.

Kapitan Pattimura merupakan pahlawan dari Maluku yang berjuang melawan Belanda saat
hendak menguasai perdagangan rempah-rempah. Salah satu pertempuran terbesar yang
dipimpin Kapitan Pattimura adalah ketika rakyat Maluku bersatu untuk merebut Benteng
Duurstede dari tangan penjajah Belanda. Benteng tersebut merupakan benteng Belanda
pada abad ke-17. Dalam perlawanannya melawan penjajahan Belanda, Pattimura dikenal
cerdik dan mampu menghimpun kekuatan besar rakyat Maluku. Hal ini mempersulit
pergerakan Belanda di Maluku. Bahkan, namanya pun disegani oleh para pemimpin VOC
kala itu yang harus memutar otak untuk menghadapi perlawanan rakyat Maluku.

Kapitan Pattimura wafat di gantung oleh Belanda di benteng Victoria pada tahun 1817.
Benteng tersebut merupakan Benteng peninggalan Portugis yang diambil alih oleh Belanda
dan dipergunakan sebagai pusat pemerintahan, pertahanan, dan pembentukan kekuatan
barisan tentara Belanda. Kapitan Pattimura adalah salah satu pahlawan nasional yang tidak
diketahui makamnya.

4. Nuku Muhammad Amiruddin


Nuku Muhammad Amiruddin meninggal pada 14 November 1805 di Tidore dan dimakamkan
di Soa-Sio. Pahlawan dari Maluku Utara ini merupakan Jou Barakati (Panglima Perang)
yang memimpin Pertempuran laut maupun darat melawan Pasukan Kolonial Belanda. Dia
bercita-cita membebaskan seluruh kepulauan Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah
bangsa asing. Nuku menggalang kekuatan dengan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil
di daerah sekitar Seram dan Irian Jaya (Papua). Perjuangan Nuku berawal dari kasus
suksesi kekuasaan di kerajaan Tidore, karena masuknya campur tangan VOC telah
melahirkan peperangan beraroma perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Pemerintah
Kolonial.

Dalam riwayat politiknya, Ia tidak pernah secara langsung menandatangani perjanjian


penyerahan kekuasaan baik kepada VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda hingga ia
wafat di tahun 1805. Nuku berperan dalam menggalang kebersamaan di wilayah Seram dan
Irian Jaya hingga tuntutan kedaulatan RI atas wilayah tersebut didukung oleh makna
kebersamaan sejarah dalam melawan penjajah.
5. Dr. Johannes Leimena

Dr. Johannes Leimena lahir di Ambon pada 6 Maret 1905. Ia tercatat meninggal pada 29
Maret 1977 di Jakarta kemudian dimakamkan di TMPN Utama Kalibata. Sebagai dokter,
Leimena pernah bertugas di beberapa rumah sakit, diantaranya Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Rumah Sakit Immanuel Bandung. Dr. Johannes Leimena aktif dan menjadi
ketua dalam organisasi, diantaranya pergerakan Pemuda Kristen, Cristen Studenten
Vereniging (SCV) dan Jong Ambon.

Leimena duduk sebagai anggota panitia mewakili Jong Ambon dalam Kongres Pemuda II
1928. Peran Leimena di bidang pemerintahan diawali sebagai Menteri Muda Kesehatan
1946-1947. Setelah itu pada tahun 1956 ia menjadi Menteri Kesehatan dalam berbagai
kabinet. Pada 1951 ia memulai proyek yang dikenal sebagai "Bandung Plan" dan kemudian
berubah menjadi "Leimena Plan" yang berkembang menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas). Sejak 1957, Leimena tidak lagi menjadi Menteri Kesehatan, Leimena
kemudian memegang jabatan diantaranya, Menteri Sosial, Menteri Distribusi, Menteri
Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Leimena juga diangkat menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Agung (DPA).

Leimena juga pernah menjadi pendiri dan Ketua Umum Partai Kristen Indonesia (Parkindo),
Pendiri GMKI, dan juga memegang jabatan Wakil Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI).
6. Sultan Baabullah

Sultan Baabullah adalah pahlawan dari Maluku Utara. Ia lahir di Ternate pada 10 Februari
1528. Sultan Baabullah meninggal di usia 55 tahun, tepatnya pada 25 Mei 1583. Ia
kemudian dimakamkan di Foramadiaha, Ternate. Ia merupakan sultan ke-7 dan penguasa
ke-24 Kesultanan Ternate di Maluku utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583.
Pahlawan dari Maluku Utara ini sangat anti Portugis.

Hal ini berawal saat Potugis berupaya memonopoli perdagangan rempah-rempah yang
sangat bernilai tinggi. Portugis sangat ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku dan Ternate khususnya. Portugis yang awalnya diterima dengan baik di Ternate
lama kelamaan memaksakan untuk memonopoli yang menyebabkan kakek Sultan
Baabullah dibuang ke Goa-India dan ayahnya dibunuh. Sultan Baabullah menjadi sangat
anti-Portugis dan bertekad mengusirnya dari wilayah Kesultanannya. Tekad ini dibuktikan
dengan mengirim ekspedisi ke berbagai daerah seperti Ambon dan Buton untuk mengejar
orang-orang Portugis.Ekspedisinya ini berhasil. Ternate pun terbebas dari cengkeraman
Portugis pada masa pemerintahan Sultan Baabullah sehingga berhasil menjadi sentral
perdagangan rempah-rempah yang mempunyai jaringan internasional.
KLIPPING
" PAHLAWAN YANG ADA DI MALUKU "

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS XII MIA 2

RISDAYANTI
DINDA AULIA
RAHAYU
RIRIN MUTIARA
RAFI

SMA NEGERI 21 BONE


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
1. Jenderal TNI Purn. Gatot Soebroto

Jenderal Gatot Soebroto ini lahir di Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 10
Oktober 1907 dan meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962. Ia merupakan
salah seorang tokoh pahlawan dari Jawa, tepatnya tokoh perjuangan militer dalam merebut
kemerdekaan Indonesia dan merupakan pahlawan nasional dari Jawa di tahun 1962 yang
menggagas militer gabungan atau Akademi ABRI. Jenderal Gatot Soebroto ini merupakan
ayah angkat dari Bob Hasan, yakni pengusaha terkenal sekaligus mantan menteri di era
pemerintahan Soeharto. Setelah tamat sekolah dari HIS, Ia memutuskan untuk tidak
melanjutkan sekolah dan langsung bekerja.

Namun tidak lama kemudian, Ia masuk ke sekolah militer KNIL yang ada di Magelang pada
tahun 1923. Selain itu, Ia juga masuk PETA pada masa penjajahan Jepang di Indonesia.
Meski sudah menjadi tentara kependudukan Belanda dan Jepang, tapi Ia adalah tentara
yang solider terhadap rakyat kecil. Setelah lulus dari PETA, Ia masuk TKR sampai menjadi
Panglima Divisi II, Panglima Korps Polisi Militer, dan juga Gubernur Militer Daerah Surakarta
dan sekitarnya. Ia berhasil mengatasi pemberontakan Madiun PKI di tahun 1948 dan
pemberontakan Kahar Muzakar pada tahun 1952, serta pemberontakan PRRI atau
Permesta di Sumatera dan Sulawesi Utara.
2. Ki Hajar Dewantara

Bernama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, kemudian Ia dikenal sebagai Ki Hajar
Dewantara sejak tahun 1922. Ia lahir di Pakualaman pada tanggal 2 Mei 1889 dan
meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959. Ki Hajar Dewantara merupakan aktivitas
pergerakan kemerdekaan, seorang kolumnis, politisi, dan juga pelopor pendidikan kaum
pribumi Indonesia di zaman penjajahan Belanda. Ia mendirikan Perguruan Taman Siswa
yang memberi peluang untuk para pribumi untuk mengenyam pendidikan yang sama seperti
para bangsawan atau orang Belanda.

Ia kemudian menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang ke-1 pada masa Presiden
Soekarno yakni sejak 2 September sampai 14 November 1945. Tanggal kelahirannya
sampai sekarang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional dengan semboyan yang
sangat terkenal yakni Tut Wuri Handayani yang menjadi slogan dari Kementerian
Pendidikan Indonesia. Ia diangkat sebagai tokoh pahlawan dari Jawa pada tanggal 28
November 1959.

3. KH. Fakhruddin

KH. Fakhruddin juge dikenal dengan nama Muhammad Jazuli, Ia lahir di Yogyakarta pada
tahun 1890 dan meninggal dunia pada tanggal 28 Februari 1929. KH. Fakhruddin
merupakan pejuang kemerdekaan sekaligus tokoh dari Muhammadiyah yang menjadi tokoh
pahlawan dari Jawa. Ia tidak pernah merasakan pendidikan di sekolah umum dan hanya
belajar agama dari sang ayah dan beberapa tokoh ulama terkenal di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
Ia dianggap sebagai seorang tokoh yang serba bisa sampai sering diserahi berbagai macam
tugas penting di Muhammadiyah, seperti mengurus bagian dakwah, taman pustaka, dan
juga bagian pengajaran. Selain itu, Ia juga pernah diutus ke Mekkah pada 1921 selama 8
tahun untuk menyelidiki mengapa para jamaah haji asal Indonesia seringkali mendapatkan
perlakuan kurang baik dari pejabat Mekkah. Saat kembali, Ia mempelopori pembentukan
Badan Penolong Haji.

4. Raden Ajeng Kartini

RA Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal dunia di Rembang pada
tanggal 17 September 1904. Ia merupakan tokoh pahlawan asal Jawa dan juga pelopor
kebangkitan perempuan pribumi yang berasal dari kalangan priyayi Jawa, putri seorang
bupati Jepara yakni Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dari istri pertamanya. Meskipun
ibunya adalah istri pertama, namun Ia bukan istri utama. Garis keturunan Kartini dari sisi
sang ayah dapat dirunut sampai Hamengkubuwana VI bahkan sampai ke Kerajaan
Majapahit. Kartini diperbolehkan untuk bersekolah sampai usia 12 tahun ELS. Setelah itu, Ia
dipingit di rumah.

Untuk mengisi waktunya, Ia mulai belajar sendiri dan berkorespondensi dengan teman-
temannya yang dari Belanda, salah satunya yaitu Rosa Abendanon. Ia mempelajari
kemajuan berpikir para wanita Eropa dan mulai berkeinginan untuk memajukan perempuan
pribumi berdasarkan pengalamannya sendiri. Ia seringkali mengirimkan tulisan-tulisannya
untuk dimuat di majalah wanita Belanda yang bernama De Hollandsche Lelie. Setelah
menikah dengan seorang Bupati Rembang yang bernama KRM Adipati Ario Singgih
Djojoadiningrat, Ia diperbolehkan untuk mendirikan sekolah wanita yang letaknya di sebelah
timur pintu gerbang dari kompleks kantor Kabupaten Rembang. Setelah meninggal dunia,
tulisan Kartini diberi judul “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” yang diterbitkan pada 1911.

5. Brigjen TNI Anm. Katamso Darmokusumo

Brigjen Katamso Darmokusumo lahir di Sragen, Jawa Tengah pada tanggal 5 Februari 1923
dan meninggal dunia di Yogyakarta pada tanggal 1 Oktober 1965. Ia merupakan salah satu
tokoh pahlawan nasional dari Jawa yang berasal dari kalangan militer. Selain itu, Ia juga
merupakan mantan Komandan Korem 072/Pamungkas berdinas sejak tahun 1945 sampai
1965 di satuan Infanteri yang terbunuh dalam peristiwa G30S PKI, maka Ia juga dianugerahi
gelar sebagai pahlawan revolusi. Makamnya sendiri berada di Taman Makam Pahlawan
Kusuma Negara, Yogyakarta.

6. Siti Hartinah

Raden Ayu Siti Hartinah atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Tien Soeharto ini lahir di Desa
Jaten, Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 23 Agustus 1923 dan meninggal dunia di
Jakarta pada tanggal 28 April 1996. Ia merupakan istri dari Presiden Soeharto, yakni
presiden kedua Republik Indonesia. Selain itu, Ia juga merupakan keturunan Mangkunegara
II dari garis ibu dan diberi gelar pahlawan nasional dari Jawa Tengah tidak lama setelah
meninggal dunia pada tahun 1996. Ia belajar sampai tingkat HIS Siswo tahun 1933 sembari
belajar membatik dan mengetik. Kemudian Ia juga ikut menjadi anggota Barisan Pemuda
Putri di bawah Fujinkai yang berubah nama menjadi Laskar Putri Indonesia sebagai salah
satu pelopornya.

Siti Hartinah juga ikut membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan Palang Merah. Ia
mempunyai peran besar dalam karir suaminya yakni Soeharto dan sebagai ibu negara.
Kemudian Ia mendesak larangan poligami sewaktu menjadi penggerak Kongres Wanita
Indonesia yang pada akhirnya terwujud melalui Perpu No. 10 Tahun 1983 yang dengan
tegas melarang PNS berpoligami, juga tercantum di dalam UU No. 1 Tahun 1974 mengenai
perkawinan.

7. Wage Rudolf Soepratman

W.R Soepratman lahir pada tanggal 9 Maret 1903 di Jatinegara, Purworejo, Jawa Tengah
dan meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1038 di Surabaya. Ia merupakan pengarang
lagu kebangsaan Indonesia Raya. Secara singkat, biografi dari WR Soepratman yakni tokoh
pahlawan dari Jawa ini pada awalnya disekolahkan di Makassar oleh kakak iparnya, yakni
Willem Van Eldik dan menjadi guru saat berusia 20 tahun. Dua tahun setelahnya, Ia
memperoleh ijazah Klein Ambtenaar. Saat bekerja sebagai wartawan, Ia mulai tertarik pada
gerakan nasional dan menulis buku yang berjudul Perawan Desa yang kemudian disita dan
dilarang peredarannya oleh Pemerintah Belanda.

Karena kakaknya Roekijem sangat menyukai musik dan sandiwara, Ia juga turut menyukai
bidang tersebut sampai menguasai biola dan cara membuat lagu sampai lahir lah lagu
Indonesia Raya saat Ia sedang berada di Bandung dalam usia 21 tahun. Lagu tersebut Ia
perdengarkan pada malam penutupan kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928
secara instrumental dengan biola. Sejak saat itu, lagu tersebut seringkali dinyanyikan saat
diadakan kongres partai politik sampai menjadi lagu kebangsaan setelah kemerdekaan.

Akan tetapi, karena menciptakan lagu tersebut, Ia selalu dikejar oleh polisi Belanda sampai
jatuh sakit di Surabaya. Ia kemudian ditangkap saat menyiarkan lagu ciptaannya yang
terakhir berjudul Matahari Terbit di awal bulan Agustus 1938 bersama dengan pandu di
NIROM. Lalu Ia ditahan di Penjara Kalisosok Surabaya dan meninggal dunia karena sakit.

8. Dr. Cipto Mangunkusumo

Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan sosok pahlawan nasional kelahiran Ambarawa,


Semarang pada tanggal 4 Maret 1886. Ia merupakan seorang dokter, wartawan, dan juga
tokoh pergerakan nasional kemerdekaan Indonesia. Bersama dengan Ernest Douwes
Dekker dan Ki Hajar Dewantara, mereka dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai” yang
membentuk Indische Partij atau partai IP. Selain itu, Ia juga terlibat di dalam organisasi
Boedi Oetomo dan mengusulkannya untuk dijadikan sebagai organisasi politik.

Dr. Cipto Mangunkusumo meninggal dunia di usia 57 tahun, yakni pada tanggal 8 Maret
1943 dan dimakamkan di Ambarawa Semarang. Kemudian, Dr. Cipto Mangunkusumo
ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 2 Mei 1964 melalui SK No. 109 Tahun
1964.
9. Dr. Moewardi

Dr. Moewardi merupakan sosok pahlawan nasional kelahiran 30 Januari 1907 di Pati, Jawa
Tengah. Ia adalah lulusan STOVIA yang mana kemudian menjadi anggota Jong Java dan
ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dr. Moewardi juga
sempat menjadi Ketua Barisan Pelopor pada tahun 1945 di Surakarta. Sosoknya juga turut
terlibat di dalam peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Dr. Moewardi meninggal dunia pada
usia 41 tahun pada tanggal 13 Oktober 1948 karena menjadi korban pemberontakan PKI di
Madiun. Setelah diculik, keberadaan jasad atau makan Dr. Moewardi tidak bisa ditemukan
sampai sekarang. Dr. Moewardi kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada
tanggal 4 Agustus 1964 melalui SK No. 190 Tahun 1964.

10. Jenderal Soedirman

Jenderal Soedirman merupakan sosok pahlawan nasional kelahiran 24 Januari 1916 di


Purbalingga, Jawa Tengah. Ia adalah Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia pertama
yang disebut Tentara Keamanan Rakyat atau TKR. Jabatan tersebut Ia peroleh setelah
berhasil memimpin pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945, yang mana membuat
Sekutu mundur dari Ambarawa Semarang. Saat Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk
menduduki Yogyakarta, Panglima Besar Jenderal Soedirman memutuskan untuk memimpin
gerilya tersebut walaupun dalam keadaan sakit. Jenderal Soedirman meninggal dunia pada
usia 34 tahun, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950 dan dimakamkan di TMPN Kusuma
Negara, Yogyakarta. Ia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 10 Desember
1964 melalui SK No. 314 Tahun 1964.

Anda mungkin juga menyukai