PERGURUAN TINGGI
ABSTRAK
1
A. PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi telah membawa banyak
perubahan pada berbagai aspek tatanan kehidupan. Hal ini menuntut masyarakat untuk
dapat mengikuti perkembangan tersebut, terutama generasi milenial yang identik
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Era milenial merupakan era
keemasan bagi generasi milenial yang cukup akrab dengan teknologi digital. Untuk
mempertahankan eksistensinya setiap lembaga dan instansi harus mampu menerapkan
teknologi informasi berupa teknologi digital dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
terutama dalam pelayana kepada masyarakat. Seperti yang diketahui pada era milenial
ini perpustakaan telah banyak mengadopsi dan menghadirkan teknologi informasi
dalam setiap layanannya.
Transformasi dan perubahan yang semakin cepat di era milenial memberikan
dampak yang cukup signifikan bagi perpustakaan. Diantara penerapan teknologi digital
yang digunakan di perpustakaan dimulai dari penyebaran informasi melalui website,
OPAC sebagai media temu kembali informasi, dan digital library sebagai akses
penyebarluasan koleksi perpustakaan untuk mempermudah layanan kepada pemustaka.
Berbagai perubahan yang telah dihadirkan dan tetap perlu untuk dikembangkan tersebut
mengharuskan perpustakaan untuk merubah dan melakukan inovasi terhadap konsep-
konsep yang diadopsi. Merubah cara pandang dari yang lama kepada yang baru, proses
manajemen yang harus lebih disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan perpustakaan,
baik manajemen sumber daya manusia, maupun manajemen organisasi. Perubahan ini
berorientasi pada kesejahteraan pustakawan dan pengelola perpustakaan serta
kebutuhan pemustaka. Dalam hal ini perpustakaan tentunya membutuhkan seorang
pemimpin yang mampu menyediakan konsep-konsep, menentukan arah kebijakan, dan
mampu terus berinovasi untuk mempertahankan eksistensi perpustakaan pada era
milenial seperti saat ini.
Pemimpin merupakan salah satu figure yang memiliki kekuasaan paling efektif
dalam mengelola perpustakaan, mulai dari urusan yang bersifat konseptual hingga
kegiatan manajerial. Oleh sebab itu dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu
beradaptasi dengan baik pada perubahan zaman dan kultur kerja pustakawan serta
pengelola perpustakaan, terutama pada perpustakaan perguruan tinggi yang
notabenenya merupakan tempat kaula muda mencari ilmu dan informasi. Sangat
dibutuhkan sumber daya manusia serta pelayanan yang dinamis untuk dapat menjaga
dan menarik perhatian pemustaka agar tetap nyaman dan semakin tertarik berkunjung
2
ke perpustakaan. Dibutuhkan kemampuan kepemimpinan yang inovatif untuk
menjawab kebutuhan kerja pada masyarakat milenial dan zaman modern yang serba
kompleks seperti pada saat ini. Sebelumnya telah terdapat beberapa penelitian
terdahulu terkait kepemimpinan inovatif dan kepemimpinan era milenial beberapa
diantaranya sebagai berikut.
Kusuma (2017) dalam artikelnya yang berjudul Kepemimpinan Inovatif dalam
Mewujudkan Inovasi Pelayanan Publik, yang bertujuan untuk menggambarkan dan
menganalisis kepemimpinan inovatif oleh beberapa kepala daerah yang telah berhasil
mewujudkan inovasi peleyanan publik. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa
prasyarat kepemimpinan inovatif dalam mewujudkan inovasi pelayanan publik antara
lain: visioner dan memiliki kreativitas, penuh semangat dan percaya diri, memiliki
orientasi dan tujuan pelayanan kepada masyarakat, kolaborasi dan jejaring dengan
berbagai pihak, dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.1
Ambarwati (2018) dalam artikelnya yang berjudul Prinsip Kepemimpinan Character
of A Leader pada Era Generasi Milenial. Penelitian ini bertjuan untuk mengetahui
prinsip kepemimpinan Character of A Leader yang sesuai untuk generasi milenial.
Hasil dari penelitian ini menggambarkan bagaimana karakter pemimpin yang cocok
untuk generasi milenial. Yaitu mampu menjadi teladan yang baik, memliliki rasa
tanggung jawab, berani mengambil dan bersedia menerima resiko, mempunyai sense
of belonging diri pada bawahan dan sense of participation, serta mampu menciptakan
kerjasama yang baik di kalangan anggota.2
Berdasarkan penelitian kepemimpinan inovatif dan kepemimpinan era milenial yang
telah dikemukakan diatas, diketahui pembahasan mengenai konsep kepemimpinan
inovatif dan kepemimpinan era milenial telah dada dibaas oleh peneliti terdahulu.
Persamaan artikel yang akan disajikan dalam tulisan ini adalah sama-sama membahas
mengenai kepemimpinan inovatif dan milenial. Namun perbedaannya pada penelitian
ini penulis bertujuan untuk menelisik lebih jauh mengenai kepemimpinan inovatif di
perpustakaan pada era milenial seperti sekerang ini. Hal ini berangkat dari hasil
research yang peneliti temukan bahwa belum ada penulisan terkait kepemimpinan
inovatif di perpustakaan, sedangkan untuk menghadapi gaya kerja modern pada era
1
Kusuma Harditya Bayu, “Kepemimpinan Inovatif Dalam Mewujudkan Inovasi Pelayanan
Publik,” Jurnal Transformasi Administrasi Vol. 7 No. 1 (2017): 1.
2
Amiroh Ambarwati and Susilo Teguh Raharjo, “Prinsip Kepemimpinan Character of A Leader
Pada Era Generasi Milenial,” Philantrhopy Journal of Psychology Vol. 2 No. 2 (2018): 1.
3
milenial dibutuhkan sosok pimpinan yang mampu berinovasi dalam menjalankan
kepemimpinannya, terutama pada perpustakaan perguruan tinggi yang kesehariannya
berinteraksi dengan generasi milenial.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk melengkapi penelitian-penelitian
sebelumnya. Oleh sebab itu penulis melakukan sebuah penelitain kualitatif, yang
berjudul “ Gaya Kepemimpinan Inovatif di Era Milenial pada Perpustakaan Perguruan
Tinggi”. Jenis penelitian ini termasuk studi kepustakaan, dengan menggunakan literatur
kepustakaan seperti buku, jurnal, dartikel, dan lainnya sebagai sumber primer dan
sekunder dalam penulisan.
B. KAJIAN TEORI
1. Kepemimpinan Inovatif
Kepemimpinan diadopsi dari Bahasa Inggris yakni leadership. Yang mana
berasal dari akar kata to lead yaitu berupa kata kerja yang berarti memimpin.
Bertolak dari pengertian secara harfiah tersebut di atas maka dengan demikian
memimpin merupakan suatu pekerjaan seseorang tentang bagaimana cara-cara
untuk mengarahkan (direct) orang lain.3
Kepemimpinan muncul bersama-sama adanya peradaban manusia yaitu sejak
zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang berkumpul bersama, lalu bekerja
bersama-sama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya menantang kebuasan
binatang dan alam di seitarnya. Sejak itulah terjadi kerja sama antar manusia, dan
ada unsur kepemimpinan. Pada saat itu pribadi yang ditunjuk sebagai pemimpin
ialah orang-orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling berani.4
Kepemimpinan inivatif adalah suatu proses untuk mewujudkan pelbagai usaha
pembaharuan dan perbaikan segala bidang dalam upaya mencapai tujuan organisasi
sehingga dapat mempengaruhi atau mengarahkan orang untuk melaukan upaya
tersebut.5 Kpemeimpinan inivatif adalah proses pembinaan inovasi melalui
3
Ambar Tegus Sulistiyani, Kepemimpinan Profesional: Pendekatan Leadership Games, Cet. 1.
(Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2008).
4
Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Cet. 21.
(Jakarta: Rajawali Press, 2016).
5
Harditya Bayu, “Kepemimpinan Inovatif Dalam Mewujudkan Inovasi Pelayanan Publik.”
4
pengembangan budaya ramah inovasi dan penetapan arah strategis yang
membimbing dan membangun kepercayaan antara karyawan untuk berinovasi.6
Kepemimpinan inovasi merupakan sebuah proses untuk menciptakan arah,
keselarasan, dan komitmen yang diperlukan untuk menciptakan dan
mengimplementasikan sesuatu yang baru yang menambah nilai. Kepemimpinan
inovasi memiliki tujuan yang terikat erat, yaitu: pertama, bagi para pemimpin untuk
mendukung dan mendemonstrasikan perangkat, pola fikir, dan keterampilan untuk
inovasi; kedua, untuk menciptakan iklim yang memelihara dan mempromosikan
kompetensi inovatif orang lain.7
Sebuah penelitian tentang kepemimpinan inovatif dari Jahangirnagar University
pada tahun 2012 menjelaskan bahwa kepemimpinan inovativ terdiri dari lima
komponen, yaitu:8
A. Emotional Intelegence/Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan atau keterampilan untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan emosi diri sendiri, orang lain,
dan kelompok. Organisasi yang inovatif seringkali hidup dalam kekacauan
dari dalam dan luar, yang memacu inovasi. Karyawan dalam situasi ini
membutuhkan hubungan, komunikasi dan dukungan dari pemimpin untuk
unggul. Kecerdasan emosional dapat memenuhi lebih dari persyaratan ini.
Unsur-unsur kecerdasan emosional dibahas secara singkat di bawah ini;
1) Self-awareness/Kesadaran diri
Memiliki pemahaman mendalam tentang emosi, kekuatan,
kelemahan, kebutuhan, dan dorongan diri sendiri. Mereka mengenali
bagaimana perasaan mereka mempengaruhi mereka, orang lain, dan
kinerja pekerjaan mereka.
2) Self-regulation/regulasi diri
Adalah manajemen impuls. Ini membantu dalam dua cara. Pertama,
emosi kita yang disebabkan oleh orang-orang biologis dengan
pengaturan diri dapat membangun lingkungan kepercayaan dan
keluarga, yang sangat dibutuhkan oleh organisasi yang inovatif; kedua,
6
Nigar Sultana and Mohammad Anisur Rahman, “Innovative Leadership (People),” Journal of
Business Studies: Jahangirnagar University Vol. 2 No. 1 (June 2012): 40.
7
David Horth, “Becoming a Leader Who Foster Innovation” (January 1, 2012).
8
Sultana and Anisur Rahman, “Innovative Leadership (People).”
5
mereka adaptif terhadap perubahan, yang juga diperlukan untuk
mengembangkan budaya inovatif dan inovasi manajemen.
3) Motivation/Motivasi
Adalah hasrat untuk bekerja yang melampaui imbalan uang atau
ekstrinsik. Mereka bekerja untuk pencapaian. Pemimpin yang inovatif
perlu memotivasi mereka untuk bekerja, menunjukkan optimisme ketika
mereka menghadapi kegagalan dan mengejar komitmen organisasi.
4) Empathy/Empati
Mengacu pada pemahaman tentang keadaan emosional orang lain.
Pemimpin yang inovatif harus memiliki keterampilan untuk
memperlakukan sesuai dengan emosi orang lain. Ini akan membantu
pemimpin untuk membangun dan mempertahankan bakat dalam
organisasi, peka terhadap masalah lintas budaya dan mendengarkan
pelanggan dan pemasok
5) Social Skills/Keterampilan sosial
Mengacu pada kemahiran dalam membangun hubungan dan jaringan
yang didasarkan pada penetapan tujuan bersama dan membangun
hubungan baik. Keterampilan sosial menempatkan kecerdasan
emosional untuk bekerja
B. Management Innovation
Organisasi inovatif tidak hanya menetapkan budaya inovasi dalam
organisasi, namun juga terdapat manajemen dimana mereka menetapkan
visi, strategi, dan kebijakan yang memandu dan menginspirasi inovasi
dalam organisasi.
6
D. Interaction with Stakeholders
Agar inovasi terjadi, para pemimpin, karyawan, dan organisasi perlu
berinteraksi dengan pemangku kepentingan yang berbeda. Ada banyak
pemangku kepentingan dalam ekosistem bisnis seperti pelanggan, pemasok,
penasihat, akademisi, otoritas hukum berita dan media dan pemerintah, dll.
Mendengarkan dan berinteraksi dengan mereka dapat menghasilkan ide-ide
inovasi.
2. Era Milenial
Millennial adalah istilah cohort dalam demografi, merupakan kata benda yang
berarti pengikut atau kelompok. Saat ini ada empat cohort besar dalam demografi,
yaitu Baby Boomer (lahir pada tahun 1946-1964), Gen-X (lahir pada tahun 1965
7
1980), Millennial (lahir pada tahun 1981-2000), dan Gen-Z (lahir pada tahun 2001-
sekarang).9
Generasi milenial (Millennial Generation) adalah generasi yang lahir dalam
rentang waktu awal tahun 1980-an hingga tahun 2000. Generasi ini sering disebut
juga sebagai Gen-Y, Net Generation, Generation WE, Boomerang Generation,
Peter Pan Generation, dan lain-lain. Mereka disebut generasi milenial karena
merekalah generasi yang hidup di pergantian milenium. Secara bersamaan di era ini
teknologi digital mulai merasuk ke segala sendi kehidupan.10
Era milenial merupakan era keemas an bagi generasi milenial, pada saat ini
generas milenial menjadi salah satu generasi yang mendominasi Sebagian besar
penduduk Indonesia sebesar 25,87% dari jumlah total penduduk. Dari hasil sensus
penduduk yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui jumlah penduduk
Indonesia hingga 2020 didominasi generasi Z dan generasi milenial. Generasi Z
adalah penduduk yang lahir pada kurun tahun 1997-2012, dan generasi milenial
yang lahir periode 1981-1996. Dari hasil survei sepanjang Februari-September
2020 itu didapati jumlah generasi milenial mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87
persen.11 Berpatokan hasil survey Badan Sensus Penduduk 2020 tersebut pada
saat ini generasi milenial di Indoensia menjadi genearsi dengan usia produktif
tertinggi.
9
Iffah Al Walidah, “Tabayyun Di Era Generasi Millenial,” Jurnal Living Hadis Vol. 2 No. 2
(2017).
10
Yuswohady, “Millennial Trends 2016,” Yuswohady.Com, 2016.
11
Antara, “Sensus Penduduk 2020, BPS: Generasi Z Dan Milenial Dominasi Jumlah Penduduk RI,”
Bisnis Tempo.
12
Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang
Perpustakaan,” 2007.
8
perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai
tujuannya.
Perpustakaan perguruan tinggi sering disebut sebagai jantungnya universitas,
karena tanpa adanya perpustakaan maka proses pelaksanaan pembelajaran mungkin
menjadi kurang optimal. Perpustakaan perguruan tinggi juga sering disebut dengan
“research library” atau perpustakaan penelitian. Hal ini merujuk pada fungsi
utamanya yaitu sebagai sarana meneliti, sedangkan meneliti merupakan salah satu
kegiatan utama di perguruan tinggi.13
C. METODE PENELITIAN
Metode yang dilakukan dalam tulisan ini yaitu menggunakan studi pustaka.
Metode dengan studi kepustakaan merupakan teknik yang digunakan untuk meneliti
dalam memecahkan suatu masalah dengan cara penelahan terhadap buku-buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan yang ada kaitannya dengan masalah
yang diteliti.14
D. PEMBAHASAN
1. Kompetensi Kepemimpinan yang Perlu dimiliki pada Era Milenial
Dalam aspek bekerja, Gallup (2016) menyatakan para milenials dalam bekerja
memiliki karakteristik yang jauh berbeda dibandingkan dengan generasi-generasi
sebelumnya, diantaranya adalah;15
a. Para milenials bekerja bukan hanya sekedar untuk menerima gaji, tetapi juga
untuk mengejar tujuan (sesuatu yang sudah dicitacitakan sebelumnya),
b. Milennials tidak terlalu mengejar kepuasan kerja, namun yang lebih
milenials inginkan adalah kemungkinan berkembangnya diri mereka di
dalam pekerjaan tersebut (mempelajari hal baru, skill baru, sudut padang
baru, mengenal lebih banyak orang, mengambil kesempatan untuk
berkembang, dan sebagainya)
c. Milennials tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan
mengontrol
13
Sutarno NS, Perpustakaan Dan Masyarakat (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2006).
14
Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011).
15
Indah Budiati and dkk, Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia
(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018).
9
d. Milennials tidak menginginkan review tahunan, milenials menginginkan on
going conversation
e. Milennials tidak terpikir untuk memperbaiki kekuranganya, milenials lebih
berpikir untuk mengembangkan kelebihannya.
f. Bagi milennials, pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja
adalah bagian dari hidup mereka.
16
Shysta Waqar, “Teachers’ Organizational Citizenship Behavior Working Under Different
Leadership Styles,” Pakistan Journal of Psychological Research Vol.28 No. 2 (January 1, 2013).
17
Retno Setyaningrum, “Relationship between Servant Leadership in Organizational Culture,
Organizational Commitment, Organizational Citizenship Behaviour and Customer Satisfaction,”
European Research Studies Journal 20 (January 1, 2017): 554–569.
10
b. Berani Mengambil Resiko
Mental merupakan kunci keberhasilan dari masing-masing individu, jika
individu mempunyai mental yang kuat maka presentasi dari tingkat
keberhasilannya akan besar, hal ini dikarenakan bahwa mental sangat
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan sehingga jika seorang
individu tersebut mempunyai mental yang cukup besar maka individu tersebut
dapt memutuskan suatu keputusan dengan cepat sehingga dia akan lebih cepat
untuk mengetahui apakah keputusannya tersebut adalah hal yang baik atau
buruk. ketangkasan dalam mengambil keputusan memerlukan kecepatan
berfikir dan berani mengambil resiko debarengi dengan konsekuensinya.18
18
Muhammad Latif Khan, Rohani Salleh, and Mohamad Abdullah Bin Hemdi, “Effect of Protean
Career Attitudes on Organizational Commitment of Employees with Moderating Role of
Organizational Career Management,” International Review of Management and Marketing Vol. 6,
no. S4 (2016).
19
Ambarwati and Teguh Raharjo, “Prinsip Kepemimpinan Character of A Leader Pada Era
Generasi Milenial.”
11
d. Menciptakan Kerjasama yang Baik di Kalangan Anggota
Kepemimpinan pada dasarnya tidak bisa berjalan sendirian.
Kepemimpinan muncul karena kerja sama dengan orang lain. Tanpa orang lain,
tidak ada pemimpin, kepemimpinan bukanlah upaya satu orang saja, melainkan
melibatkan kerja sama tim. Tim yang handal adalah tim yang bisa bekerja sama,
saling percaya, dan saling menghargai. Dalam membangun tim kerja adalah
mengupayakan kesamaan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai dengan terus
melakukan brainstorming agar kesepakatan bersama dapat tercapai.20
Kerja sama adalah keahlian tingkat tingg yang memungkinkan tim,
rekanan dan aliansi lain berfungsi secara efektif. Kerja sama dapat
dipertahankan hanya ketika para pemimpin mempromosikan rasa saling
bergantung— perasaan bahwa kita menghadapi masalah secara bersama-sama.
Tujuan dan peran yang saling terkait berkontribusi pada rasa saling bergantung
insentif yang paling baik bagi orang lain untuk membantu Anda dalam meraih
tujuan adalah dengan mengetahui bahwa Anda akan menyambutnya secara
timbal balik, dan membantu mereka kembali sebagai balasannya ( Kouzes
Posner, 2004).21
20
Wahyu Rini, “Kepemimpinan Yang Membangun Tim,” Jurnal Ekonomi Modernisasi 2 (May 1,
2006).
21
Ibid.
12
sehingga melahirkan pemimpin yang memiliki prinsip kuat dan berkarakter.22
Seseorang dikatakan inovatif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Mengerjakan tugas dengan cara yang tidak konvensional; 2. Menemukan masalah
dan memecahkannya dengan cara yang tidak linier; 3. Lebih tertarik pada hasil dari
pada proses; 4. Tidak senang pada pekerjaan yang bersifat rutin; 5. Kurang senang
pada kesepakatan; dan 6. Kurang sensitif terhadap orang lain.23
Berkaitan dengan pemaparan sebelumnya, kepala perpustakaan perguruan
tinggi sebagai pemimpin harus memperhatikan kepemimpinan visioner dalam
mewujudkan suasana organisasi yang nyaman dan kondusif di era milenial seperti
saat ini. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun visi, tujuan dan program kerja
yang inovatif agar perpustakaan menjadi tempat yang nyaman bagi pekerja maupun
pengunjung di era milenial. Dengan demikian perpustakaan akan lebih berkembang
dan berkualitas dimasa sekarang dan yang akan datang.
Dalam mewujudkan penerapan gaya pememimpinan inovatif di perpustakaan
perguruan tinggi, maka seorang pemimpin perlu memperhatikan beberapa kriteria
kepemimpinan inovatif yang telah disesuaikan dengan kebutuhan era milenial
sebagai berikut:
1. Visioner dan memiliki kreativitas
Kepala perpustakaan yang inovatif harus visioner dan memiliki
kreativitas dalam mengembangkan perpustakaan. Kepala perpustakaan
yang visioner berarti mempunyai pandangan visi dan misi yang jelas dalam
memimpin perpustakaan, serta dapat melihat gambaran yang jeuh kedepan
tentang konsep kepemimpinannya dalam mengembangkan perpustakaan.
Kepala perpustakaan yang visioner juga perlu didukung daya kreativitas
dalam mewujudkan inovasi di perpustakaan. Kreativitas disini lebih
diartikan bahwa kepala perpustakaan berani mencoba hal-hal baru dan
menerapkan ide dan gagasan baru serta meninggalkan kebiasaan yang
,menjadi rutinitas. Kreativitas seorang kepala perpustakaan dibutuhkan
dalam menghadapi kompleksitas perubahan dan permasalahan yang ada di
perpustakaan.
22
Ja’far Ja’far, “Inovasi Kepemimpinan Kepala Madrasah Kreatif Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Di Sekolah,” journal EVALUASI Vol.3 No. 1 (March 2020): 74.
23
Martinis Yamin and Syahrir Syahrir, “Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah
Metode Pembelajaran),” Jurnal Ilmiah Pendidikan, Sosial, Politik Vol. 6 No. 1 (2020).
13
2. Penuh semangat dan percaya diri
Kepala perpustakaan dalam menerapkan kepemimpinan inovatif perlu
disertai rasa penuh semangat dan percaya diri. Rasa semangat dari seorang
kepala perpustakaan berguna dalam menjadi teladan, memberikan energi
positif dan rasa aman bagi bwahannya dalam berinovasi. Seorang kepala
perpustakaan yang mempunyai semangat tidak menyerah pada
permasalahan apapun yang dihadapi oleh perpustakaan. Kemudian rasa
percaya diri diperlukan seorang kepala perpustakaan dalam mengambil
keputusan secara matang. Melalui kepercayaan diri yang dimiliki maka
dasar pemikiran pengambilan keputusan lebih tepat dan berani menghadapi
segala resiko yang terjadi akibat keputusan yang diambil.
3. Memiliki orientasi dan tujuan pelayanan kepada pemustaka
Kepala perpustakaan yang menerapkan kepemimpinan inovatif harus
memiliki orinetasi dan tujuan pelayanan kepada pemustaka. Hal ini penting
karna seorang kepala perpustakaan untuk memberikan pelayanan yang
optimal kepada pemustaka. Orientasi dan memiliki tujuan pelayanan kepada
pemustaka dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan memimpin sumber
daya manusia yang ada di perpustakaan untuk mampu memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pemustaka. Hal ini juga sesuai dengan
kompetensi kepemimpinan yang diperlukan pada era milenial yaitu mampu
menciptakan kerja sama yang bai kantar anggota dan setiap elemen di
perpustakaan.
4. Kolaborasi dan jejaring dengan berbagai pihak
Kepala perpustakaan sebagai pimpinan inovatif di perpustakaan harus
menjaring kolaborasi dan jejaring kerja dengan berbagai pihak. Kolaborasi
dapat diartikan sebagai bentuk kerjasama dan interaksi berbagai elemen
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan
system kerja di perpustakaan. Kolaborasi ini akan mengarah pada
pembentukan jejaring kerja dalam mewujudkan inovasi di perpustakaan.
Proses jejaring kerja ini harus dapat emberikan keuntungan bagi semua
elemen pihak yang terlibat.
Seorang kepala perpustakaan bisa menjalin kerjasama dengan pihak
dosen maupun fakultas, hal ini nantinya dapat berupa kerjasama dalam
penyediaan bahan Pustaka yang dibutuhkan oleh dosen, maupun dalam
14
bentuk tugas untuk mampu memanfaatkan koleksi perpustakaan yang telah
disediakan oleh perpustakaan. Dalam hal ini seorang pemimpin harus terus
mampu berinovasi untuk dapat melakukan jejaring kerjasama dengan
berbagai pihak demi perkembangan perpustakaan kedepannya.
E. KESIMPULAN
Kepemimpinan inovatif di perpustakaan pada era milenial memang perlu dan
efektif untuk diterapkan. Ini berkaitan dengan budaya dan cara kerja generasi milenial
yang sangat adaptif terhadap perubahan zaman, dan berjiwa kretaif dan inovatif.
Sehingga diperlukan pemimpin yang inovatif di perpustakaan perguruan tinggi untuk
dapat memfasilitasi semua kebutuhan sumber daya manusia yang selalu berkembang.
kompetensi yang dibutuhkan sebagai pemimpin oleh generasi mienial adalah
mempunyai rasa tanggung jawab, berani mengambil resiko, merasa ikut memiliki,
merasa ikut serta, merasa ikut bertanggung jwab, dan mampu menciptakan kerjasama
yang bai kantar anggota. Serta bentuk kepemimpinan inovatif yang dapat diterapkan
seorang pemimpin inovatif di perpustakaan perguruan tinggi adalah, visioner dan
15
memiliki kreativitas, penuh semangat dan percaya diri, memiliki orientasi dan tujuan
pelayanan kepada masyarakat, kolaborasi dan jejaring dengan berbagai pihak;
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Daftar Pustaka
Al Walidah, Iffah. “Tabayyun Di Era Generasi Millenial.” Jurnal Living Hadis Vol. 2 No. 2
(2017).
Antara. “Sensus Penduduk 2020, BPS: Generasi Z Dan Milenial Dominasi Jumlah Penduduk
RI.” Bisnis Tempo.
Budiati, Indah, and dkk. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018.
Ja’far, Ja’far. “Inovasi Kepemimpinan Kepala Madrasah Kreatif Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Di Sekolah.” journal EVALUASI Vol.3 No. 1 (March 2020): 74.
Kartono, Kartini. Pemimpin Dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu? Cet.
21. Jakarta: Rajawali Press, 2016.
Latif Khan, Muhammad, Rohani Salleh, and Mohamad Abdullah Bin Hemdi. “Effect of
Protean Career Attitudes on Organizational Commitment of Employees with
Moderating Role of Organizational Career Management.” International Review of
Management and Marketing Vol. 6, no. S4 (2016).
NS, Sutarno. Perpustakaan Dan Masyarakat. Jakarta: CV. Sagung Seto, 2006.
16
Sultana, Nigar, and Mohammad Anisur Rahman. “Innovative Leadership (People).” Journal
of Business Studies: Jahangirnagar University Vol. 2 No. 1 (June 2012): 40.
Yamin, Martinis, and Syahrir Syahrir. “Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah
Metode Pembelajaran).” Jurnal Ilmiah Pendidikan, Sosial, Politik Vol. 6 No. 1
(2020).
17