Nama :
Dosen Pengampu :
PROGRAM VOKASI
2022
Abstrak
Pancasila merupakan ideologi negara yang telah disepakati sebagai dasar dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pengamalan nilai-
nilai pancasila tentunya akan membawa pada perkembangan kehidupan masyarakat yang
berketuhanan, berperi-kemanusiaan, bersatu, berkerakyatan, dan berkeadilan. Sebaliknya,
lunturnya pengamalan nilai-nilai dasar tersebut akan menyebabkan berbagai tindakan
disorder yang dapat menancam seluruh lini kehidupan. Salah satunya menurunnya kualitas
para calon pemimpin di masa yang akan datang. Generasi muda sebagai para calon
pemimpin yang kelak akan menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional sudah
semestinya mempunyai integritas yakni mempunyai kualitas yang menjunjung tinggi prinsip
prinsip moral, kebenaran, kejujuran dan ketulusan. Apabila modal sosial ini sudah tidak
mampu berbuat banyak karena pasungan dampak buruk akibat lunturnya pengamalan nilai
nilai pancasila tersebut, bagaimana mereka akan berpartisipasi dalam menunaikan janji
kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia. Oleh sebab itu, internalisasi nilai-nilai
pancasila di kalangan remaja dirasa sangat diperlukan agar sikap dan perilaku para remaja
senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur Pancasila.
PENDAHULUAN
Dahulu Indonesia pernah merasakan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda
dan Jepang, kedua Bangsa ini ingin menguasai negara Indonesia pada saat itu. Namun,
keinginan penjajah tersebut sangat tidak disetujui oleh para pahlawan, ulama dan seluruh
masyarakat bangsa Indonesia pada waktu itu. Maka, pada akhirnya para pahlawan banyak
melakukan pengorbanan dan bertumpah darah untuk mempertahankan wilayah negara
Indonesia dengan ikut berperang melawan para penjajah. Pengorbanan yang dilakukan
pahlawan-pahlawan ini sudah sepatutnya kita sebagai generasi milineal menghargai mereka
dengan mempunyai kesadaran bela negara yang tinggi terhadap negara Indonesia merupakan
sebagai tempat tinggal kita baik langsung maupun tidak langsung. Meskipun, pada saat ini
tantangan yang kita hadapi itu bukan ancaman fisik seperti perang yang dilakukan oleh para
pahlawan, tetapi tantangan yang dihadapi generasi milineal cukup berat yakni, musuh dari
bangsa sendiri dan juga persaingan dalam lingkup global.
1
Pada saat ini kehidupan masyarakat Indonesia sudah banyak mengalami pergeseran
dari lingkup dalam negeri menjadi lingkup luar, dikarenakan adanya pengaruh globalisasi.
Globalisasi merupakan proses integrasi internasional terjadi sebab adanya pertukaran
pandangan dunia, produk, pemikiran, serta berbagai bidang kebudayaan lainnya. Infrastruktur
di bidang transportasi dan telekomunikasi yang mengalami kemajuan termasuk kemunculan
telegraf dan internet sebagai salah satu penyebab utama dalam globalisasi yang semakin
mendorong saling ketergantungan antara ekonomi dan budaya. Sehingga globalisasi ialah
pemadatan dunia dan secara keseluruhan pemerkayaan kesadaran dunia. Dengan adanya
pergeseran karena perubahan pada era globalisasi ini memberikan tantangan bagi masyarakat
bangsa Indonesia untuk terus membuka diri dan mengikuti arus perubahan baik dalam
keadaan siap maupun dalam keadaan tak siap. Setiap warga negara mempunyai kewajiban
pada negara yakni, melakukan bela negara agar Negara Indonesia dapat melaksanakan tujuan
dan fungsinya untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Tiap warga negara yang melaksanakan kewajiban ini, maka warga negara
tersebut telah membantu fungsi dan tujuan bangsa Indonesia.
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sansekerta: Pañca berarti lima dan Śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Suwarno, P.J. 1991:12). Panca- sila yang berarti lima dasar atau lima asas adalah nama dasar
Negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Darji Dharmodiharjo. 1991 : 15 ).
Sedangkan Dwiyanto dan Saksono (2012:93) mengung- kapkan pancasila berfungsi sebagai
idealisme maka tidakan yang kita lakukan merupakan digunakan sebagai prinsip yang
regulatif dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Berikutnya Lima sendi utama
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Setiap warga negara sesuai dengan kemampuan dan tingkatnya pendidikannya harus
memiliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penghargaan, komitmen, dan pengalaman
Pancasila, lebih-lebih para generasi muda yang notabene merupakan calon-calon pemegang
tongkat estafet kepemimpinan bangsa harus memiliki penghayatan terhadap nilai-nilai
pancasila karena akan menentukan eksistensi bangsa kedepan. Urgensi Pendidikan Pancasila
ini berlaku untuk semua kalangan, sebab nasib bangsa tidak hanya di tentukan oleh segelintir
profesi yang di hasilkan oleh sekelompok orang saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab
semua rakyat Indonesia.
2
Dalam rangka membangun bangsa dan negara Indonesia yang tangguh, maka
dibutuhkan pemimpin yang memiliki karakter atau sifat sifat kepemimpinan yang mampu
merubah situasi saat ini menjadi situasi yang diharapkan terjadinya perubahan perubahan bagi
kemajuan bangsa dan negara.
Memang benar bahwa seorang pimpinan baik secara individual maupun sebagai
kelompok, tidak mungkin dapat bekerja sendirian akan tetapi membutuhkan sekelompok
orang lain yang dikenal sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para
bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsinya kepada sebuah organisasi atau suatu
kelompok, terutama dalam cara bekerja efektif, efisien, ekonomis dan produktif.
Pemimpin berdasarkan konsep teoritis, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
pencapaian tujuan suatu organisasi atau kelompok, karena kepemimpinan inti dari pada
manajemen yang merupakan penggerak bagi sumber daya dan fungsi manajemen serta alat
lainnya. Untuk menggerakkan sumber daya terutama sumber daya manusia diperlukan
kualitas kepemimpinan seseorang. Salah satu faktor untuk menilai berkualitas tidaknya
seorang pemimpin termasuk pendapat Werren Bennis & Burt Nanus (2006:3), mengatakan
bahwa berperan kepemimpinan dapat dilihat dari aspek peran sebagai penentu arah, agen
perubahan, juru bicara dan pelatih. Ketiga aspek tersebut dapat dilaksanakan jika seorang
pemimpin memiliki kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan untuk
mempengaruhi para pengikutnya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara
efektif. Werren Bennis & Burt Nanus (2006:4) mengatakan bahwa sudah 850 definisi yang
diberikan oleh banyak ahli selama 75 tahun terakhir, namun tidak ada pemahaman yang jelas
dan tegas tentang apa yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin, akan tetapi menurut
Bennis yang lebih penting adalah pemimpin yang efektif dan pemimpin yang tidak efektif.
Memaknai pendapat Werren Bennis tersebut, bahwa para pemimpin dalam melaksanakan
kepemimpinan pada sebuah organisasi dituntut melaksanakan peran kepemimpinan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia agar dapat lebih efektif dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelaksana administrasi dalam sebuah
organisasi. Untuk mempengaruhi sumberdaya pegawai kearah pencapaian tujuan, tidak
semudah apa yang dibayangkan, karena sumber daya pegawai memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, sehingga membutuhkan gaya kepemimpinan seorang pemimpin untuk
menggerakkannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Thoha ,2004:
51).
Kepemimpinan harus dibarengi dengan Pancasila dan semua nilai kepemimpinan itu
mutlak di dalam Pancasila. Berbicara kepemimpinan, berarti yang menjadi objek itu gaya
dalam memimpin. Siapapun pemimpinnya, jika sudah memahami Pancasila, maka akan
mampu berjuang untuk mewujudkan amanah keindonesiaan dan mengabdi untuk
3
kemakmuran, serta keadilan rakyat Indonesia sesuai amanat tujuan nasional dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
METODE PENELITIAN
PEMBAHASAN
Di era Indonesia modern atau pascareformasi yang ditandai dengan jatuhnya Orde
Baru di bawah Soeharto, tekanan terhadap eksistensi Pancasila terus berlangsung. Banyak
kritik yang mengatakan bahwa Pancasila hanya slogan dan mitos saja. Hal ini sebenarnya
telah terlihat dari beberapa hal. Dalam level negara misalnya, adanya pencabutan Ketetapan
MPR No II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan
pembubaran Badan Pelaksanaan dan Pembinaan dan Pendidikan P-4. Tidak hanya itu saja,
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menghilangkan Pancasila sebagai
mata pelajaran wajib di lembaga pendidikan formal. Ancaman lainnya adalah maraknya
persoalan-persoalan sosial klasik seperti konflik-konflik sosial berbasis ras dan agama,
pelanggaran HAM, dan ancaman radikalisme yang telah banyak memakan korban jiwa.
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, yang nilai-nilainya telah ada
pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan
dan nilai agama. dengan demikian sila Ketuhanan yang Maha Esa nilainya telah ada pada
bangsa indonesia sebagai Kausa materialis.
Bila kita fahami nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, maka terdapat nilai-nilai berupa :
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercaya- annya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanu- siaan yang adil dan
beradab.
c. Mengembangkan sikap hormat menghor- mati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4
d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Mengembangkan sikap saling menghor- mati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Berikutnya masuk kepada sila Kemanu- siaan Yang Adil dan Beradab. Untuk
memahami hakikat sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab maka terlebih dahulu di bahas
kedudukan manusia dalam negara. Kaelan (2013: 28) mengungkapkan berbagai pemikir besar
tentang negara mendes- kripsikan bahwa manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan
harkat dan martabatnya tidaklah mungkin untuk dipeuhinya sendiri, oleh karena itu manusia
sebagai mahkluk sosial senantiasa mem- butuhkan orang lain dalam hidupnya.
Maka dari itu dalam hubungan ini pengertian negara sebagai suatu persekutuan hidup
bersama dari masyarakat, adalah memiliki kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan,
kerjasama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
memiliki nilai-nilai sebagai berikut :
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e. Mengembangkan sikap tidak semena- mena terhadap orang lain.
f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanu- siaan.
g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h. Berani membela kebenaran dan keadilan.
i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Pancasila merupakan suatu nilai yang bersifat rohaniah, dan sebagai nilai merupakan
prinsip yang sifatnya universal. maka struktur, sifat-sifat, keadaan, serta realitas negara harus
senantiasa koheren dengan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil.
Maka sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah, dan susunan negara yang terkandung dalam sila
5
Persatuan Indonesia harus koheren dengan hakikat satu. Berangkat dari itu maka sila
Persatuan Indonesia memiliki nilai-nilai sebagai berikut :
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia harus menjadi pedoman bagi seluruh warga
negara Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Namun kenyatanya saat ini nilai-nilai
luhur pancasila semakin tergerus akibat derasnya arus globalisasi dan kecanggihan teknologi
informasi. pengamalan nilai-nilai pancasila terlihat dari semakin banyaknya kasus yang
melibatkan pelajar, anak muda dan mahasiswa, seperti kasus asusila, kriminalitas, dan lain
sebagainya. Untuk mengembalikan nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam hal ini bagi pelajar perlu adanya upaya internalisasi. Atau
proses, cara, dan tindakan untuk menghidupkan dan pemasukan nilai-nilai sehingga dihayati
dan menjadi keyakinian. Melalui internalisasi ini, diharapkan nilai-nilai pancasila semakin
melekat dalam masyarakat Indonesia khususnya di kalangan pelajar.
Pancasila perlu ditanamkan dalam benak setiap anak bangsa, dihadirkan dalam ruang
publik, serta dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal
tersebut disampaikan lantaran kelak generasi muda akan menerima tongkat estafet
kepemimpinan nasional.
Berbagai permasalahan bangsa ini harus dijawab melalui sikap dan perilaku para
pemimpin yang harus berubah untuk peduli dan cinta terhadap masyarakat bangsa dan
negara. Kepemimpinan di Indonesia masih merupakan masalah besar, karena belum
6
ditemukan para pemimpin yang benar benar mampu untuk mengeluarkan bangsa ini dari
berbagai permasalahan.
Dalam membangun Indonesia agar maju dan mandiri, dibutuhkan para pemimpin
yang mempunyai moral dan etika. Para pemimpin harus mempunyai komitmen untuk
melaksanakan nilai nilai Pancasila secara konsisten dan koksekwen dalam rangka
membangun bangsa dan negara.
Sebagai mana diketahui bahwa krisis terbesar didunia saat ini adalah krisis
keteladanan seorang pemimpin/krisis kepemimpinan. Krisis ini jauh lebih dahsyat dari krisis
energi, kesehatan, pangan, transportasi dan air.
Menghadapi isu isu global di atas, maka sebagai bangsa yang besar dibutuhkan
pemimpin yang mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang super dalam rangka menata
sistem pemerintahan secara bijak, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan mandiri serta
berdaulat dimata dunia internasional.
Pada hakekatnya kepemimpinan adalah proses untuk mempenaruhi orang lain atau
kelompok lain untuk mencapai tujuannya . Kepemimpinan harus diawali dengan sikap dan
tauladan yang dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga orang lain dapat menjafikan sebagai
patron untuk dilaksanakan . Jadi sikap tauladan yang baik itulah yang harus menjadi inti dari
proses mempengaruhi tersebut.
Menurut Adi Sujatno, seorang pemimpin harus pandai menggerakan, mengajar dan
mempengaruhi. Jadi sebenarnya kepemimpinan itu merupakan seni untuk mempengaruhi
7
melalui proses mengajar dan mendidik, baik secara formal maupun non formal serta
informal, sehingga pihak lain tergerak dan terpengaruh untuk mengikuti pesan pesan yang
disampaikan untuk diikuti, Menjadi seorang pemimpin harus mampu menjadi contoh dan
tauladan yang baik, karena pemimpin merupakan cermin, dimana semua orang berkaca
tentang perilaku atau sifat sifat baik yang dimilikinya. Dengan demikian setiap ucapan dan
perbuatannya senantiasa selaras dan memberikan makna serta manfaat yang besar dalam
mencapai tujuan bersama.
Dalam proses nasional saat ini banyak pemimpin yang diorbitkan untuk memegang
jabatan pada semua lini pemerintahan. Jika dicermati tidak banyak diantara mereka yang
menjadi tauladan atau pola anutan bagi masyarakat. Banyak yang berperilaku tidak sesuai
dengan nilai nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Para pemimpin yang mengabdi pada bidang legislatif, eksekutif maupun yudisial,
belum sepenuhnya memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Hal itu juga berlangsung
sampai pada struktur pemerintahan yang paling rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa
dibutuhkan perubahan yang sifatnya revolusioner dalam membangun bangsa ini terutama
perilaku para pemimpin saat ini maupun yang akan datang.
Kepemimpinan harus dibarengi dengan Pancasila dan semua nilai kepemimpinan itu
mutlak di dalam Pancasila. Berbicara kepemimpinan, berarti yang menjadi objek itu gaya
dalam memimpin. Siapapun pemimpinnya, jika sudah memahami Pancasila, maka akan
mampu berjuang untuk mewujudkan amanah keindonesiaan dan mengabdi untuk
kemakmuran, serta keadilan rakyat Indonesia sesuai amanat tujuan nasional dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4.
Realisasi nilai-nilai Pancasila dasar filsafat bangsa Indonesia, perlu secara berangsur-
angsur dengan jalan pendidikan baik di sekolah maupun dalam masyarakat dan keluarga
sehingga dapat mewujudkan cita-cita bangsa dan negara. Internalisai nilai- nila Pancasila
dapat dijelaskan dan dijabarkan sebagai berikut seperti yang diungkapkan oleh Kaelan
( 2013:685) : Dengan Internalisasi nilai-nilai Pancasila maka akan diperoleh hal-hal sebagai
berikut :
a. Pengetahuan : suatu pengetahuan yang benar tentang Pancasila baik aspek nilai, norma,
maupun aspek praksisnya. hal ini harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan
8
kemampuan individu. Bagi kalangan intelektual pengetahuan itu meliputi aktualisasi
pengetahuan biasa (sehari-hari), pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan filsafat tentang
Pancasila. Hal ini sangat penting terutama bagi calon pemimpin bangsa dan calon ilmuwan.
Dalam proses transformasi pengetahuan ini diperlukan waktu yang cukup lama dan
berkesinambungan, sehingga pengetahuan itu benar-benar dapat tertanam dalam setiap
individu. Tanpa pendidikan yang cukup maka dapat dipastikan bahwa pemahaman tentang
ideologi bangsa dan dasar filsafat negara hanya dalam tingkat pragmatis, dan hal ini sangat
berbahaya bagi terhadap ketahan ideologi generasi penerus bangsa.
b. Keadaran : selalu mengetahui pertumbu- han keadaan yang ada dalam diri sendiri.
c. Ketaatan : selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan bathin, lahir
berasal dari luar misalnya pemerintah, adapun bathin dari diri sendiri.
e. Watak dan hati nurani : agar orang selalu mawas diri, yaitu : 1) Dengan menilai diri sendiri
apakah dirinya berbuat baik atau buruk dalam melaksanakan Pancasila dan memberi sanksi
bathin yang bersifat pujian atau celaan kepada diri sendiri, atau sebelum melakukan perbuatan
membuat pedoman pancasila. Adapun pedoman tersebut bisa berupa perintah, larangan,
anjuran, atau membiarkan untuk berbuat / tidak berbuat yang ditaatinya sendiri. apabila tidak
mentaati akan diberikan sanksi bathin berupa celaan terhadap diri sendiri; 2) Apabila telah
melaksanakan maka akan diperoleh suatu kesiapan pribadi untuk mengaktualisasikan panca-
sila, yang selanjutnya akan merupakan suatu keyakinan tentang kebenaran; 3) Dengan
demikian akan memiliki suatu ketahanan ideologi yang berdasarkan keyakinan atas kebnaran
pancasila, sehingga dirinya akan merupakan sumber kemampuan, untuk memelihara,
mengem- bangkan, mengamalkan, mewariskan, merealisasikan Pancasiladalam segala aspek
kehidupan; 4) Jika setiap orang Indonesia telah memiliki kondisi yang demikian keadaannya
maka setiap orang Indonesia akan berkepribadian berwatak dan berhati nurani Pancasila
sehingga akan terjelmalah negara dan masyarakat Pancasila.
KESIMPULAN
bentuk implementasi nilai Pancasila yaitu salah satunya mewariskan kembali nilai
Pancasila kepada generasi muda di bawahnya, agar kelak generasi penerus tidak lambat dalam
penanaman nilai Pancasila tersebut. Bentuk Implementasi lainnya adalah turun ke lapangan
guna penanaman nilai Pancasila. Sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk mampu mengontrol
keadaan negara, bukan hanya sekadar mengkritik, namun memberi kontribusi nyata untuk
perubahan yang lebih baik.
Diharapkan agar nilai Pancasila tidak hanya sekadar pengetahuan belaka, namun
mahasiswa perlu menanamkan dan mewarisi nilai Pancasila. Sebab, estafet kepemimpinan
negara ada di tangan mahasiswa sebagai generasi unggul dan tumpuan bangsa.
10
DAFTAR PUSTAKA
[6] Warsito, “Internalisasi Nilai-Nilai Luhur Pancasila dalam Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi,” J. Pendidik., pp. 1–14, 2012.
11
12