Anda di halaman 1dari 98

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI

PUSAT PENDIDIKAN TUGAS UMUM

KAPITA SELEKTA
PERUNDANG – UNDANGAN

1. Pengantar
Whystle Blower atau peniup pluit atau orang yang pertama
memberikan informasi tentang adanya suatu tindak pidana ini
dalam istilah hukum disebut saksi karena memenuhi syarat yang
ditentukan oleh undang-undang hukum acara pidana. dimana
keterangannya sangat diperlukan dan bernilai sebagai alat bukti
yang sah
Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan
pidana adalah keterangan saksi atau korban yang mendengar,
melihat atau mengalami sendiri terjadinya suatu Tindak Pidana
dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak
pidanayang dilakukan oleh pelaku.
Penegak Hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan
tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku sering
mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan
atau korban disebabkan adanya ancaman baik secara fisik
maupun psikis dari pihak tertentu.
Prinsiphukum internasional sebagaimana tercantum dalam
Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara
lain menetapkan sebagai berikut :

a. setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang


memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara
bebas dan penuh;
b. dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang
harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang
ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta
kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat
yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 1


c. hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan
secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan
Bangsa Bangsa.

Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang


meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana
hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah
Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk
sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam
pembentukan dan penegakan hukum. Bertitik tolak dari
pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi
kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan
antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum harus berlandaskan :

1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;


2. asas musyawarah dan mufakat;
3. asas kepastian hukum dan keadilan;
4. asas proporsionalitas;
5. asas manfaat.

Selain hal tersebut diatas dalam bidang Pembangunan


ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan,
yang tidak hanya dengan tenaga kerja selama, sebelum dan
sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
langsung pelaku usaha dalam proses produksi , Serikat pekerja,
pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam rangka
mencapai tujuan pembanasional.

Keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan


pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat bahkan
perselisihan anatara kedua belah pihak,

Perselisihan hubungan industrial ini meliputi

a. perselisihan hak;
b. perselisihan kepentingan;
c, perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 2


d. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu perusahaan.

Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya” sehingga
kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara.
Oleh karena itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-
nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri
bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta
memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya
cita-cita bangsa pada masa depan. Kebudayaan Indonesia yang
memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuat
pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat
kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh
persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sebagai arah kehidupan bangsa.

Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai
kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan
secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia,
baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu
dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya
warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting
perannya untuk dipertahankan keberadaannya.

Pengaturan Undang-Undang ini menekankan Cagar Budaya


yang bersifat kebendaan. Walaupun demikian, juga mencakup
nilai-nilai penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu
pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk
Cagar Budaya.

. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan


untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal
itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 3


keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan
ekonomis.

Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan


partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya,
dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan,
dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya
bagi kepentingan yang luas.
Selian hal tersebut diatas, maka materi Undang-undang
Cagar Budaya yaitu UU No. 11 Tahun 2010 sebagai pengganti dari
UU No. 5 tahun 1992 sangat relevan diberikan kepada para Siswa
Dik Bang Spes Pam Obvit, karena sifat tugasnya sangat berkaitan
erat dengan upaya penyelamatan Cagar Budaya dimana Polri
adalah salah satu aparat yang berhak menerima laporan tentang
hilang, rusak , ditemukannya dan atau pidana yang berlkaitan
dengan Cagar Budaya dan juga sebagai Korwas PPNS

2. Standar Kompetensi

Memahami pokok-pokok isi Undang-undang tentang Perlindungan


Saksi dan Korban, Ketenagakerjaan dan Kebebasan
Menyampaikan Pendapat di muka umum dan Undang-undang
Cagar Budaya.

BAB I

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 4


UU NO 13 TAHUN 2006
TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Kompetensi Dasar

Memahami pokok-pokok isi UU Perlindungan Saksi dan korban

Indikator Hasil Belajar

Setelah menyelesaikan Bab I, diharapkan Siswa mampu :


1. Menjelaskan Pengertian-pengertian yang tedapat dalam
ketentuan umum.
2. Menjelaskan lingkup perlindungan UU N0, 13 Tahun 2006.
3. Menjelaskan asas-asas dan tujuan perlindungan.dari UU
N0, 13 Tahun 2006.
4. Menjelaskan hak-hak seorang saksi dan korban
5. Menjelaskan Jangka waktu Perlindungan dan kewajiban
hukum bagi saksi dan korban
6. Menjelaskan ketentuantentang Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK).
7. Menjelaskan prosedur dan tata cara pemberian
perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.
8. Menjelaskan ketentuan pidana dalam undang-undang
nomor 13 tahun 2006

1. Pengertian yang terdapat pada pasal 1 tentang ketentuan


umum

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 5


a. Saksi
adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyeledikan, penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan disidang Pengadilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri
b. Korban
Adalah seorang yang mengalami penderitaan
fisik, mental dan atau kerugian ekonomi yang
diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

c. Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK)


Adalah Lembaga yang bertugas dan
berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-
hak lain kepada saksi dan atau korban sebagaimana
diatur dalam Undang-undang

d. Ancaman
Adalah segala bentuk perbuatan yang
menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak
langsung yang mengakibatkan saksi dan atau Korban
merasa takut dan atau dipaksa melakukan atau tidak
melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan
pemberian kesaksiannya dalam proses peradilan
pidana.

e. Keluarga
Adalah orang yang mempunyai hubungan
darah dalam garis lurus keatas atau kebawah dan garis
menyamping sampai derajat ketiga, atau yang
mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang
menjadi tanggungan saksi dan atau korban.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 6


e. Perlindungan

Adalah segala upaya pemenuhan hak dan


pemberian bantuan unuk memberikan rasa aman
kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan
olehLembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
atau Lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
Undang-undang ini.
2. lingkup perlindungan UU N0, 13 Tahun 2006
Adapun lingkup dari Undang-undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini yaitu
memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam
semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan
peradilan pidana.
3. Asas-asas dan tujuan perlindungan
a. Asas-asas perlindungan
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban ini memuat
tentang asas-asas perlindungan sebagai berikut :
1) Penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
2) Rasa aman
3) Keadilkan
4) Tidak diskriminatif
5) Kepastian hukum
b. Tujuan Perlindungan
Kehadiran saksi sangat penting dalam proses
peradilan , demikian juga halnya dengan korban,
sehingga upaya perlindungan terhadap saksi dan
korban ini sangat penting demi kelancaran proses
peradilan pidana
Adapun tujuan perlindungan menurut undang-
undang ini adalah untuk memberikan rasa aman
tentram kepada Saksi dan atau korban dalam
memberikan keterangan pada setiap proses peradilan
pidana .

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 7


4. Hak-hak saksi dan korban
Hak-hak yang harus dipenuhi dan didapatkan oleh
Saksi dan Korban demi kelancaran proses peradilan pidana
dan terwujudnya kepastian hukum, diatur dalam pasal 5 ayat
(1) UU N0. 13 Th 2006 adalah sebagai berikut :
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga dan harta bendanya serta bebas dari
ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang
akan, sedang atau telah diberikannya ;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan
dalam bentuk perlindungan dan dukungan keamanan ;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan’
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yg menjerat ;
f. mendapatkan informasi dari perkembangan kasus ;
g. mendapatkan informasi mengenai putusan
Pengadilan.
h. mengetahui dlm hal terpidana dibebaskan ;
i. mendapat identitas baru;
j. mendapatkan tempat kediaman baru;
k. memperoleh penggantian biaya transfortasi sesuai dgn
kebutuhan;
l. mendapat nasihat hukum;
m. memperoleh bantuan hidup sementara sampai batas
waktu perlindungan berakhir ;

Khusus untuk korban dalam kasus pelanggaran Hak


Asasi Manusia yang berat, selain mendapatkan hak
sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 juga mempunyai hak
mendapatkan medis dan bantuan Rehabilitasi psiko-sosial
(pasal 6)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 8


Selain ketentuan tersebut diatas, Korban kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia berat melalui Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berhak mengajukan
ke pengadilan untuk mendapatkan hak-hak sebagaimana
diatur dalam pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang berat :
b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi
tanggung jawab pelaku tindak pidana.
Keputusan untuk mendapatkan hak atas kompensasi
dan restitusi tersebut diberikan oleh Pengadilan (pasal 7 ayat
(2) UU No. 13 th 2006)
5. Jangka waktu Perlindungan dan kewajiban hukum bagi saksi
dan korban
a. Jangka waktu perlindungan
Perlindungan dan hak-hak saksi dan korban
diberikan sejak tahap penyelidikan dan berakhirnya sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu dalam
hal :
1) Saksi dan atau Korban meminta agar perlindungan
terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan
atas inisiatif sendiri.
2) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal
permintaan perlindungan terhadap Saksi dan atau
Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang
bersangkutan.
3) Saksi dan atau Korban melanggar kertentuan
sebagaimana tertulis dalam perjanjian.

b. Kewajiban hukum bagi saksi dan korban yang dalam


perlindungan
Perlindungan yang diberikan oleh Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban tidak menghapuskan
kewajiban hukum yang harus dijalankan , karena
perlindungan yang diberikan oleh lembaga yang berwenang

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 9


tersebut hanya sebatas pada perlindungan secara fisik dan
psikis saja.
Adapun kewajiban hukum yang harus dijalankan oleh
saksi dan atau korban yang merasa dirinya berada dalam
ancaman yang sangat besar sebagaimana diatur dalam pasal
9 UU No,13 Th 2006 adalah sebagai berikut :
1) Atas persetujuan Hakim dapat memberikan
kesaksiannya tanpa kehadirannya di Pengadilan tempat
perkara tersebut disidangkan karena saksi dan atau
korban tersebut
2) Dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang
disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang dan
membubuhkannya pada Berita Acara yang memuat
tentang kesaksiannya tersebut.
3) Dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung
melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh
pejabat yang berwenang.
c. Konsekwensi Hukum bagi Saksi pelapor
Kepastian hukum bagi Saksi dan korban merupakan
hal yang mutlak diperlukan dalam hubungan dengan
kesaksian yang disampaikan, sehingga kewajiban yang harus
dilaksanakan sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku dapat terpenuhi, adapun ketentuannya untuk saksi
dan atau korban dalam hal memberikan kesaksiannya adalah
sebagai berikut :
1) Saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara
hukum baik pidana maupun perdata atas laporan
kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya
.
Saksi yang dimaksud disini adalah seorang saksi yang
memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yaitu
seorang melihat, mengetahui dan mengalami peristiwa
pidana tersebut, demikian juga halnya dengan korban yaitu
seorang mengalami dan menjadi korban dari peristiwa
tersebut, sehingga apabila saksi dan korban yang tidak
memenuhi syarat tersebut, ketentuan ini tidak berlaku
baginya.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 10


2) seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang
sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana
apabia ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dipertimbangkan
hakim dalam meringankan pidana yang akan
dijatuhkan.
3) ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap saksi, korban
dan pelapor yang memberikan tidak dengan itikad
yang baik.

6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

a. Profil LPSK
LPSK sebagai Lembaga pemerintah non
kementrian diharapkan oleh undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya menjadi lembaga yang
independen dalam arti bebas dari intervensi dari pihak
manapun dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan
peranannya, sehingga lembaga ini harus mempunyai
kedudukan yang strategis dalam perlindungan terhadap
saksi dan atau korban,
Adapun kedudukan dan pertanggung jawaban
LPSK sesuai Undang-undang nomor 13 Tahun 2006
tentang perlindungan saksi dan korban sebagaimana
diatur dalam pasal 11 adalah sebagai berikut :
1) merupakan lembaga yang mandiri.
2) berkedudukan di ibukota negara RI
3) mempunyai perwakilan didaerah sesuai dengan
keperluan.
b.. Pertanggung jawabanLPSK
1) bertanggung jawab untuk menangani pemberian
perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban
berdasarkan tugas dan kewenangan;
2) bertanggung jawab kepada presiden
3) membuat laporan secara berkala tentang
pelaksanaan tugas LPSK kepada DPR paling
sedikit sekali dalam satu tahun

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 11


c.. Rekruitmen LPSK
Perekrutan LPSK dilakukan melalui proses seleksi
oleh sebuah panitia seleksi yang dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan dengan Keputusan
Presiden yang selanjutnya yang lolos seleksi diajukan
oleh Presiden kepada DPR untuk meminta
persetujuannya,
Anggota LPSK sebagaimana diatur dalam pasal
14 UU No. 13 Th. 2006 , direkrut dari beberapa sumber
antara lain terdiri atas 7 (tujuh) orang yang terdiri dari:
1) berasal dari unsur profesional yang mempunyai
pengalaman dibidang pemajuan pemenuhan,
perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi
manusia depkumham,
2) kepolisian
3) kejaksaan dan
4) depkum HAM
5) akademisi,
6) advokat atau
7) lembaga swadaya masyarakat.

d. Masa Jabatan anggota LPSK


Anggota LPSK yang diatur dalam pasal 15 UU No.
13 Th.2006, adalah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1(satu)
kali masa jabatan berikutnya.

e. Komposisi organisasi LPSK


Sebagai suatu lembaga pemerintah non
kementrian, LPSK mempunyai susunan / komposisi
organisasi yang diatur dalam pasal 16 UU No. 13 Th.
2006 sebagai berikut :

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 12


1) LPSK terdiri atas Pimpinan dan anggota
2) Pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua
yang merangkap anggota
3) Pimpinan LPSK dipilih dari dan oleh anggota LPSK
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan pimpinan LPSK diatur dengan Peraturan
LPSK

f. Masa Jabatan Ketua dan Wakil Ketua LPSK


Ketua dan Wakil Kdetua LPSK yang diatur dalam
pasal 17 UU No. 13 Th.2006, adalah 5 (lima) tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama, hanya untuk 1(satu) kali masa jabatan
berikutnya.

g. Pengangkatan dan Pemberhentian


Pengangkatan anggota LPSK sesuai ketentuan
pasal 23 UU. No. 13 Th. 2006 adalah :

1) Diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR


2) Untuk diangkat menjadi anggota LPSK harus
memenuhi syarat:
a) Warga negara Republik Indonesia;
b) Sehat jasmani dan rohani;
c) Tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang
ancaman pidananya paling singkat 5 (lima)
tahun;
d) Berusia paling rendah 40 (empat puluh)
tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima)
tahun pada saat proses pemilihan;
e) Berpendidikan paling rendah S-1 (strata satu)
;
f) Berpengalaman dibidang hukum dan hak
asasi manusia paling singkat 10 (sepuluh)
tahun ;
g) memiliki intgritas dan kepribadian yang tidak
tercela; dan
h) memiliki nomor pokok wajib pajak.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 13


h. Pemberhentian anggota LPSK
Anggota LPSK sesuai dengan ketentuan pasal 24
Undang ndang Nomor 13 Tahun 2006 dapat
diberhentikan karena :
1) Meninggal dunia ;
2) Masa tugasnya telah berakhir ;
3) Atas permintaan sendiri;
4) Sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan tugas selama 30 (tiga
puluh) hari secara terus-menerus;
5) Melakukann perbuatan tercela dan/atau hal-hal
lain yang berdasarkan keputusan LPSK yang
bersangkutan harus diberhentikan karena telah
mencemarkan martabat dan reputasi, dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas LPSK;
atau
6) Dipidana karena bersalah melakukan tindak
pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling
singkat 5 (lima) tahun.
7. Pemberian perlindungan dan pemberian bantuan
kepada saksi dan korban
a. Prosedur dan tata cara pemberian perlindungan
kepada saksi dan korban
Pasal 29 UU. No. 13 Th. 2006 yang mengatur tata
cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 tentang hak-hak saksi dan korban dalam
memperoleh perlindungan adalah sebagai berikut :
1) Saksi dan atau Korban yang bersangkutan, baik
atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan
pejabat yang berwenang mengajukan permohonan
secara tertulis kepada LPSK,
2) LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap
permohonan yang dajukan oleh pemohon. Untuk
menetapkan Keputusan
3) Keputusan LPSK ditempuh melalui forum rapat
paripurna, penetapan keputusan LPSK diberikan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 14


secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perlindungan diajukan.
4) Menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti
syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan
Korban
5) LPSK wajib memberikan perlindungan
sepenuhnya kepada saksi dan atau korban,
termasuk keluarganya sejak ditanda tanganinya
pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan
ketentuan perlindungan saksi dan atau korban
Perhatikan skema prosedur dan tata cara pemberian
perlindungan kepada saksi dan korban :

PERMOHONAN PEMERIKSAAN KEPUTUSAN


TERTULIS THD SRT LPSK
PERMOHONAN

LPSK MEMBERIKAN MENANDA


PERLIDUNGAN TANGANI
PERNYATAAN

b. Persyaratan pemberian perlindungan kepada saksi dan


korban

Dalam hal LPSK menerima permohonan


perlindungan dari Saksi dan atau Korban, keluarga atau
kuasanya, maka persyaratan yang harus dipenuhi oleh
Saksi dan atau Korban, keluarga atau kuasanya adalah
menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti
syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
Pernyataan mengikuti syarat dan
ketentuanperlindungan Saksi dan Korban dimaksud
meliputi :
1) Kesediaan saksi dan atau Korban untuk
memberikan kesaksian dalam proses peradilan.
2) Kesediaan Saksi dan atau Korban untuk mentaati
aturan yang berkenaan dengan keselamatannya.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 15


3) Kesediaan Saksi dan atau Korban untuk tidak
berhubungan dangan cara apapun dengan orang
lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia
berada dalam perlindungan LPSK

c. alasan penghentian perlindungan atas keamanan saksi


dan atau korban
Penghentian pemberian perlindungan terhadap
saksi dan atau korban harus dilakukan secara tertulis
oleh LPSK dan disampaikan kepada yang
bersangkutan, ketentuan pengehentian pemberian
perlindungan tersebut dikarekan adanya alasan-alasan
sebagai berikut :
1) Saksi dan atau Korban meminta agar perlindungan
terhadapnya dihentikan dlm hal permohonan
diajukan atas inisiatif sendiri.
2) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam
hal permintaan perlindungan terhadap Saksi dan
atau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat
yang bersangkutan.
3) Saksi dan atau Korban melanggar kertentuan
sebagaimana tertulis dalam perjanjian.
4) Prosedur dan tata cara pemberian bantuan kepada
saksi dan korban

d. Tata cara pemberian bantuan, diatur berturut-turut


dalam pasal 34 , pasal 35 dan pasal 36 UU No. 13 Th.
2006 adalah sebagai berikut :

1) LPSK menentukan kelayakan diberikannya


bantuan kepada saksi dan/ atau korban
2) Dalam hal Saksi/korban layak diberikan bantuan,
LPSK menentukan jangka waktu dan besaran
biaya .
3) Keputusan diberikan bantuan kepada
Saksi/Korban harus diberitahukan secara tertilis
paling lambat 7(tujuh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan tersebut.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 16


4) Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan
bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan
Instansi terkait yang bewenang
5) Instansi terkait sesuai dengan kewenangannya
wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai
dengan ketentuan yang diatur dlm undang-undang
.ini.

Perhatikan skema tata cara pemberian bantuan oleh LPSK


kepada saksi dan korban

TENTUKAN TENTUKAN JANGKA


PERMINTAAN
a. TERTULIS KELAYAKAN WAKTU DAN BIAYA

b. KEWAJIBAN KERJA SAMA DENGAN KEPUTUSAN


c. MELAKSANAKAN INSTANSI TERKAIT MEMBERIKAN
KEPUTUSAN BANTUAN

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 17


8. KETENTUAN PIDANA

a. Pasal 37 ayat (1) UU No.13 Th 2006


Setiap orang yang memaksakan kehendaknya
baik menggunakan kekerasan maupun cara-cara
tertentu, yang menyebabkan Saksi/Korban tidak
memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi dan
mendapat penerjemah, sehingga tidak memberikan
kesaksiannya pada tahap pemeriksaan manapun
dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun, denda paling sedikit
Rp.40.000.000,dan paling banyak Rp.200.000.000,-

b. Pasal 37 ayat (2) UU No.13 Th 2006


Setiap orang yang memaksakan kehendak
tersebut pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat
pada Saksi/korban.dipidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun, denda
paling sedikit Rp.80.000.000,dan paling banyak
Rp.500.000.000,-

c. Pasal 37 ayat (3) UU No.13 Th 2006


Setiap orang melakukan pemaksanaan kehendak
sebagaimana dimaksud ayat (1)sehingga
menyebabkan matinya Saksi/Korban, dipidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama seumur
hidup, denda paling sedikit Rp.80.000.000,dan paling
banyak Rp.500.000.000,-

d. Pasal 38 UU No, 13 Th. 2006


Setiap orang yang menghalang-halangi dengan
cara apapun, sehingga Saksi/korban tidak memperoleh
perlindungan atau bantuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, pasal 6 atau
pasal 7 ayat(1) (perlindungan atau bantuan
perlindungan atas keamanan pribadi mendapat
penerjemah, bantuan medis dan bantuan rehabilitasi,
hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran Hak
asasi manusia berat serta hak atas restitusi atau ganti
kerugian yang menjadi tanggungan pelaku tindak

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 18


pidana), dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 7 (tujuh) tahun, denda paling sedikit
Rp.80.000.000,dan paling banyak Rp.500.000.000,-

e. Pasal 39 UU No, 13 Th. 2006


Setiap orang menyebabkan Saksi/Korbannya atau
keluarganya kehilangan karena Saksi atau Korban
tersebut memberikan kesaksian yang tidak benar dalam
proses peradilan. dipidana penjara paling singkat 2(dua)
tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun, denda paling
sedikit Rp.80.000.000,dan paling banyak
Rp.500.000.000,-

f. Pasal 40 UU No, 13 Th. 2006


Setiap orang yang menyebabkan dirugikannya
atau dikuranginya hak-hak saksi dan atau korban
(perlindungan atau bantuan perlindungan atas
keamanan pribadi mendapat penerjemah, bantuan
medis dan bantuan rehabilitasi, hak atas kompensasi
dalam kasus pelanggara Hak asasi manusia berat serta
hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi
tanggungan pelaku tindak pidana) karena Saksi dan
atau korban memberikan kesaksian yang tidak benar
dalam proses peradilan. dipidana penjara paling singkat
1(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, denda
paling sedikit Rp.80.000.000,dan paling banyak
Rp.500.000.000,-

g. Pasal 41 UU No, 13 Th. 2006


Setiap orang yang memberitahukan keberadaan
saksi dan atau korban yang tengah dilindungi dalam
suatu tempat khusus oleh LPSK (mendapatkan tempat
kediaman baru) dipidana penjara paling singkat 3(tiga)
tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun, denda paling
sedikit Rp.80.000.000,dan paling banyak
Rp.500.000.000,-

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 19


h. Pasal 42 UU No, 13 Th. 2006
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 37, 38,39,40 dan pasal 41 dilakukan oleh
pejabat publik. ancaman pidananya ditambah dengan
1/3.

i. Pasal 43 ayat (1) UU No, 13 Th. 2006


Dalam hal terpidana tidak mampu membayar
pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal
37,38,39,40,41 dan pasal 42 pidana tersebut, diganti
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun.

j. Pasal 43 ayat (2) UU No, 13 Th. 2006


Pidana sebagai pengganti pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan
dalam amar putusan hakim.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 20


BAB II

UU No. 13 TAHUN 2003


TENTANG KETENAGAKERJAAN

Kompetensi Dasar

Memahami pokok-pokok isi UU Ketenagakerjaan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah menyelesaikan Bab II, diharapkan Siswa mampu :

1. Mendefinisikan pengertian dalam ketentuan umum.


2. Menjelaskan tentang ketentuan pelatihan kerja
3. Menjelaskan ketentuan tentang hubungan kerja
4. Menjelaskan ketentuan tentang pelindungan penyandang
cacat
5. Menjelaskan ketentuan mempekerjakan anak
6. Menjelaskan ketentuan mempekerjakan perempuan
7. Menjelaskan ketentuan jam kerja
8. Menjelaskan hak-hak buruh/pekerja
9. Menjelaskan ketentuan pengupahan
10. Menjelaskan ketentuan mogok kerja
11. Menjelaskan Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja
12. Menjelaskan ketentuan penyidikan
13. Menjelaskan pasal-pasal pidana dalam ketentuan pidana
14. Menjelaskan tindakan administratif bagi pelanggar UU Naker

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 21


1. Pengertian- pengertian yang terdapat dalam ketentuan
umum

Dalam Undang-Undang ketenagakerjaam ini telah baku


dijelaskan beberapa pengertian antara lain :
a. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja.
b. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
c. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
d. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha,
badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
e. Pengusaha adalah :
1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

f. Perusahaan adalah:
1) setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau
tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan,
atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun
milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 22


2) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang
lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
g. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap
individu yang mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
h. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja
yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan
di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung
di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau
pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam
rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
i. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing
pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah
Indonesia.
j. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
k. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,
yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
l. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
m. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat
secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat
syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
n. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang
merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 23


pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
o. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang
direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama
dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk
menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
p. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan
pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya
atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
q. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
r. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2. KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA

Sebagai negara negara yang berpenduduk nomor 4


terbanyak di dunia, masalah kesempatan bekerja sangat
terbatas bila dibandingkan dengan lapangan kerja yang
tersedia, maka untuk mewujudkan rasa keadilan dan
perlakuan yang non diskriminatif pemerintah memberikan
kebijakan yang adil kepada semua orang untuk bekerja
pada semua sektor, ketentuan inii diatur dalam pasal 5
UU No.13 tahun 2003 sebagai berikut “Setiap tenaga kerja
memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan”.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 24


3. PELATIHAN KERJA

Undang-undang ini mensyaratkan kepada setiap orang


calon pekerja dan juga kepada pengusaha untuk
melaksanakan program pelatihan kerja yang yang
dilaksanakan oleh Lembaga Latihan kerja Pemerintah dan
Swasta yang berkopeten dengan maksud untuk
meningkatkan produtivitas kerja dan kompetensi yang
harus dimiliki, ketentuan ini diatur dalam pasal sebagai
berikut :

a. Pasal 9

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan


untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan
kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan.
b. Pasal 10
(1) Pelatihan kerja dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia
usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja.
(2) Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan
program pelatihan yang mengacu pada standar
kompetensi kerja.
(3) Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

c. Pasal 11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh


dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan
kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 25


d. Pasal 12
(1) Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan
dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya
melalui pelatihan kerja.
(2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwajibkan
bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang
diatur dengan Keputusan Menteri.
(3) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang
sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai
dengan bi-dang tugasnya.

e. Pasal 13
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga
pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga
pelatihan kerja swasta.
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat
pelatihan atau tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dalam
menyelenggarakan pe-latihan kerja dapat bekerja
sama dengan swasta.

f. Pasal 18
(1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan
kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja
yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau
pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompe tensi kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh
tenaga kerja yang telah berpengalaman.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 26


(4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja
dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang
inde penden.
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi
yang independen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

g. Pasal 19

Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang


cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis,
derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja
penyandang cacat yang bersangkutan.

h. Pasal 21
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem
pemagangan.
4. PENEMPATAN TENAGA KERJA
Perihal penempatan kerja sesuai dengan ketentuan
Pasal 31 adalah “Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau
pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak
di dalam atau di luar negeri.” Implementasinya adalah
bahwa Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan
asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa
diskriminasi.(pasal 32)

5. Hubungan Kerja
a. Terjadinya hubungan kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.(pasal 50)

b. Bentuk Perjanjian kerja


Sesuai dengan ketentuan Pasal 51ayat (1 dan 2)
bahwa Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan
dan Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
c. Dasar pembuatan perjanjian kerja

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 27


Pasal 52 ayat (1) undang-undang ini telah mengatur
tentang dasar pembuatan Perjanjian Kerja , bahwa
Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1) kesepakatan kedua belah pihak;
2) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan
hukum;
3) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

Apabila Perjanjian kerja yang dibuat oleh para


pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b
dapat dibatalkan.
Demikian pula halnya bila Perjanjian kerja yang
dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
dan d batal demi hukum.

d. Muatan dari perjanjian kerja (Pasal 54)


Perjanjian kerja sesuai ketentuan pasal 54 adalah
perjnjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya memuat :
1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat
pekerja/buruh;
3) jabatan atau jenis pekerjaan;
4) tempat pekerjaan;
5) besarnya upah dan cara pembayarannya;
6) syarat syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja;
8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 28


e. Berakhirnya Perjanjian kerja yang diatur dalam pasal 61
adalah apabila :
1) pekerja meninggal dunia;
2) berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
3) adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; atau
4) adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian kerja tidak berakhir karena


meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau
hibah.
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-
hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha
baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris
pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

6. Perlindungan,Pengupahan, Dan Kesejahteraan

a. Perlindungan Penyandang Cacat


Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat wajib memberikan perlindungan
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

b.. Ketentuan mempekerjakan anak


1) Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (pasal
68)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 29


2) dengan pengecualian bagi anak yang berumur
antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15
(lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan
ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan
sosial. (pasal 68 ayat 1)

3) Pekerjaan ringan dimaksud sesuai ketentuan pasal


68 ayat (2) mensyaratkan kepada Pengusaha yang
mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan
sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) harus
memenuhi persyaratan :
a) izin tertulis dari orang tua atau wali;
b) perjanjian kerja antara pengusaha dengan
orang tua atau wali;
c) waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d) dilakukan pada siang hari dan tidak
mengganggu waktu sekolah;
e) keselamatan dan kesehatan kerja;
f) adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g) menerima upah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang
bekerja pada usaha keluarganya.

c. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang


merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau
pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
dan paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
(Pasal 70)

d. Ketentuan mempekerjakan perempuan


1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang
dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00.
2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 30


berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00 wajib :
a) memberikan makanan dan minuman bergizi;
dan
b) menjaga kesusilaan dan keamanan selama di
tempat kerja.
c) Pengusaha wajib menyediakan angkutan
antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan
yang berangkat dan pulang bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
d) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa
haid merasakan sakit dan memberitahukan
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada
hari pertama dan kedua pada waktu haid
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
e. hak Pekerja/buruh perempuan yang diatur dalam Pasal
82 adalah sebagai berikut :
1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah)
bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan.

2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami


keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai
dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 31


f. Kesempatan menyusui anak
Sesuai dengan kodratnya yang harus diakui dan
dihormati dan merupakan bagian dari HAM bahwa
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama
waktu kerja.( Pasal 83)

7. Ketentuan Jam Kerja

a. Kewajiban pengusaha melaksanakan ketentuan jam


kerja yang diatur dalam pasal Pasal 77 sebagai
berikut :
1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja.
2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi :
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c). Ketentuan waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang
ditentukan oleh Menakertrans.

b. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh


melebihi waktu kerja

1). Pengusaha yang mempekerjakanpekerja atau


buruh yang diatur dalam pasal 78 haruslah
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
.
a) ada persetujuan pekerja/buruh yang
bersangkutan; dan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 32


b) waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat
belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/


buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
3). Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu.yang diatur
lebih lanjut dengan keputusan Menteri

c. Kewajiban memberi waktu istirahat

Ketentuan megenai waktu istirahat yang diatur


dalam pasal Pasal 79 adalah :
1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan
cuti kepada pekerja/buruh.
2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a) istirahat antara jam kerja, sekurang
kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus
menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja;
b) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu;
c) cuti tahunan, sekurang kurangnya 12
(dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan
bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus; dan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 33


d) istirahat panjang sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-
masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja
selama 6 (enam) tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama
dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk
setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi
pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
tertentu. diatur dengan Keputusan Menteri.
5) Pengusaha wajib memberikan kesempatan
yang secukupnya kepada pekerja/ buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh
agamanya (Pasal 80)

6) Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak


waktu istirahat berhak mendapat upah penuh
7). Pengecualian dari kewajiban pekerja/buruh
sebagaimana diaur dala pasal Pasal 85
adalah:
a) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada
hari-hari libur resmi.
b) Pengusaha dapat mempekerjakan
pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-
hari libur resmi apabila jenis dan sifat
pekerjaan tersebut harus dilaksanakan
atau dijalankan secara terus- menerus

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 34


atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/ buruh
dengan pengusaha.
c) Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh yang melakukan
pekerjaan pada hari libur resmi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
wajib membayar upah kerja lembur
d) Ketentuan mengenai jenis dan sifat
pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

8. Hak-hak Buruh/Pekerja
Hak-hak pekerja/buruh untuk memperoleh
pelindungan yang diatur dalam pasal 86 adalah hak untuk
memperoleh perlindunga atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama.
9. Pengupahan.
Hak mempeoleh penghasilan
a. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
b. Sistem Pengupahan
Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah
menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh. yang meliputi:
1) upah minimum;
2) upah kerja lembur;
3) upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
4) upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan
lain di luar pekerjaannya;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 35


5) upah karena menjalankan hak waktu istirahat
kerjanya;
6) bentuk dan cara pembayaran upah;
7) denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat
diperhitungkan dengan upah;
8) struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
9) upah untuk pembayaran pesangon; dan
10) upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

10. Lembaga Kerja Sama


Lembaga kejasama yang meupakan kewajiban bagi
pengusaha dalam hubungan industrial adalah meliputi

a. Lembaga Kerja Sama Bipartit berdasrkan ketentuan


Pasal 106 adalah :
1) Wajib dibentuk oleh perusahaan yang
mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/
buruh atau lebih
2) Lembaga kerja sama bipartit berfungsi sebagai
forum komunikasi, dan konsultasi mengenai
hal ketenagakerjaan di perusahaan.
3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama
bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur
pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh
secara demokratis untuk mewakili kepentingan
pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan.

b. Lembaga Kerja Sama Tripartit (Pasal 107)


1) Fungsi Lembaga kerja sama tripartit
memberikan pertimbangan, saran, dan
pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait
dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan
masalah ketenagakerjaan.
2) Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari
Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/ Kota; dan Lembaga
Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 36


3) Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit
terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, dan seri-kat pekerja/serikat buruh.

11. Peraturan Perusahaan

a. Muatan Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya


memuat :
1) hak dan kewajiban pengusaha;
2) hak dan kewajiban pekerja/buruh;
3) syarat kerja;
4) tata tertib perusahaan; dan
5) jangka waktu berlakunya peraturan
perusahaan.

b Kewajiban Pengusaha terhadap pekerja.buruh yang


behubungan dengan peaturan kerja

Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan


isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau
perubahannya kepada pekerja/buruh.

12. Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan hubungan industrial dapat terjadi


dalam hubungan kerja antara para pihak atau pelaku usaha
yaitu pengusaha . pekerja.buruh dan Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, adapun perselisihan tersebut meliputi :
a. Perselisihan Hak

Yaitu pertentangan pendapat akibat perbedaan


penafsiran atau pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan kerja, peraturan perusahaan
atau PKB.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 37


b. Perselisihan Kepentingan

Yaitu perbedaan pendapat tentang pembuatan


atau perubahan syarat-syarat kerja ditetapkan dalam
perjanjian kerja peraturan perusahaan atau
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

c. Perselisihan SP/SB

Perselisihan yang terjadi karena adanya


perbedaan pendapat tentang keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan
pekerjaan.

d. Perselisihan PHK

Perselisihan ini terjadi karena adanya


perbedaan pendapat tentang pengakhiran hubungan
kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

13. Mogok Kerja

Yang dimaksud mogok kerja adalah Sebagai upaya


pekerja/buruh akibat dari perselihan bungan industrial, yang
harus diselesaikan yaitu :
a. Bentuk kegiatan dan pelaku mogok kerja

1) Menghentikan atau memperlambat pekerjaan.


2) Dilakukan oleh pekerja / buruh sebagai upaya
terakhir karena semua upaya gagal
menyelesaikan perselisihan.
3) Merupakan hak dasar pekerja, tetapi tidak
absolut (harus dilakukan secara sah, tertib dan
damai sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku).

b. Pengecualian atau Larangan melakukan mogok kerja


Walaupun merupakan hak, namun ada
beberapa pihak yang dilarang untuk melakukan
mogok kerja, hal ini karena semata-mata karena

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 38


dampak yang ditimbulkannya, adapaun pihak dan
keadaan yang dikecualikan dalam mogok kerja
tesebut adalah :
1) Anggota TNI
2) Polri
3) pekerja pelayanan pokok (apabila
pelayanannya terlambat atau terhenti dapat
mengancam kesehatan atau keselamatan
sebagian atau seluruh anggota masyarakat).
4) Krisis nasional yang akut (ada batasan waktu).

14. Pemutusan Hubungan Kerja

a. Kewajiban pengusaha Dalam hal terjadi pemutusan


hubungan kerja,

pengusaha diwajibkan membayar uang


pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

b Perhitungan uang pesangon yang harus dipenuhi


oleh pengusaha tersebut paling sedikit sebagai
berikut :
1) masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1
(satu) bulan upah;
2) masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan
upah;
3) masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
4) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
5) masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
6) masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi
kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)
bulan upah;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 39


7) masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah.
8) masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 8 (delapan) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
9) masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.
c. Perhitungan uang penghargaan masa kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sebagai be-rikut :
1) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)
bulan upah;
2) masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
3) masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
4) masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
5) masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 18 (delapan belas)
tahun, 6 (enam) bulan upah;
6) masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7) masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh
empat) tahun, 8 (delapan) bulan
upah;
8) masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau
lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.
9) (4) Uang penggantian hak yang
seharusnya diterima tersebut
meliputi :
a) cuti tahunan yang belum diambil dan
belum gugur;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 40


b) biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja;
c) penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% (lima belas perseratus) dari uang
pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d) hal-hal lain yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
d. Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan
uang penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

15. Penyidikan

a. Pejabat Penyidik

Sesuai dengan ketentuan Pasal 182, bahwa


penyidikan tehadap ketentuan UU Nomor 13 Tahun
2003 adalah selain penyidik pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, juga kepada pegawai pengawas
ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus
sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 41


b. Wewenqng penyidik :

Sesuai keentuan pasal 182 ayat (2), maka penyidik


untuk kepentingan penyidikan berwenang :
a) melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan serta keterangan tentang tindak
pidana di bidang ketenaga-kerjaan;
b) melakukan pemeriksaan terhadap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan;
c) meminta keterangan dan bahan bukti dari
orang atau badan hukum sehubungan dengan
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
d) melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan
atau barang bukti dalam perkara tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan;
e) melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau
dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan;
f) meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang ketenagakerjaan; dan
g) menghentikan penyidikan apabila tidak
terdapat cukup bukti yang membuktikan
tentang adanya tindak pidana di bidang
ketenagakerjaan.

Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil


sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

16. KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF

a. Ketentuan Pidana

1) Pasal 183
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74,
dikenakan sanksi pidana penjara paling

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 42


singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
2) Pasal 184
(1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat
(5), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.

3) Pasal 185

(1) Barang siapa melanggar ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2),
Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal
143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7),
dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 43


4) Pasal 186

(1) Barang siapa melanggar ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137,
dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.

5) Pasal 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal
67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal
78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2),
Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan
sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu)
bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.

6) Pasal 188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal
78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat
(3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan
sanksi pidana denda paling sedikit Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 44


banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.

7) Pasal 189

Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau


denda tidak menghilangkan kewajiban
pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti
kerugian kepada tenaga kerja atau
pekerja/buruh.

b. Sanksi Administratif

Pasal 190
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan
sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal
6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45
ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal
106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh
alat produksi;
h. pencabutan ijin.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 45


(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 46


BAB III

UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN 1998 TENTANG


KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA
UMUM

Kompetensi dasar

Memahami pokok-pokok isi Undang-undang tentang kemerdekaan


menyampaikan pendapat di muka umum

Indikator Hasil Belajar

Setelah menyelesaikan Bab III diharapkan Siswa dapat :

1. Mendefinisikan pengertian yang terdapat dalam ketentuan


umum pasal 1 UU No,9 Th 1998
2. Menjelaskan tata cara, hak dan kewajiban warga negara
yang menyampaikan pendapat di muka umum.
3. Menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab Polisi dalam
pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum.
4. Menjelaskan bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka
umum.
5. Menjelaskan sanksi dalam pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 47


1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
penyampaian pendapat dimuka umum

a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak


setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran
dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau
orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi
dan atau dilihat setiap orang.
c. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
demonstratif di muka umum.
d. Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan
arak-arakan di jalan umum.
e. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan
untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.
f. Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat
di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka
tanpa tema tertentu.
g. Warga negara adalah warga negara Republik
Indonesia.
h. Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia

2. Tata cara, Hak dan kewajiban warga negara yang


menyampaikan pendapat di muka umum
a. Tata cara warga negara menyampaikan pendapat di
muka umum
1) penyampaian pendapat dimuka umum wajib
diberitahukan secara tertulis kepada Polri (Pasal
10 ayat (1)
2) Pemberitahuan secara tertulis terebut ,
disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin,
atau penanggung jawab kelompok. (Pasal 10 ayat
(2)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 48


3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) selambat-lambatnya 3 X 24 (tiga kali dua
puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah
diterima oleh Polri setempat. (Pasal 10 ayat (3)

4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) tidak belaku bagi
kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan
keagamaan. (Pasal 10 ayat 4)

5) Surat pemberitahuan untuk menyampaikan


pendapat dimuka umum tersebut, sesuai
ketentuan Pasal 11 harus memuat :
a) maksud dan tujuan
b) tempat, lokasi dan rute
c) waktu dan lama
d) bentuk;
e) penanggung jawab
f) nama dan alamat organisasi, kelompok atau
perorangan
g) alat peraga yang digunakan
h) jumlah peserta.
b. Hak warga negara yang menyampaikan pendapat di
muka umum
Warga negara yang menyampaikan pendapat di
muka umum , sesuai ketentuan pasal Pasal 5 berhak
untuk :

1) mengeluarkan pikiran secara bebas


2) memperoleh perlindungan hukum

c. Kewajiban warga negara dalam mengemukakan


pendapat di muka umum

Warga negara yang menyampaikan pendapat di


muka umum , sesuai ketentuan Pasal 6 berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk :
1) menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 49


2) menghormati aturan-aturan moral yang diakui
umum
3) menaati hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
4) menjaga dan menghormati keamanan dan
ketertiban umum; dan
5) menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan
bangsa.

2. Kewajiban dan tanggung jawab Polisi dalam pelaksanaan


penyampaian pendapat di muka umum

Dengan adanya ketentuan yang mewajibkan kepada


setiap warga negara dalam menyampaikan pendapat dimuka
umum harus memberikan secara tertulis kepada pihak Polri,
mka sebaliknya melahirkan kewajiban dan tangung jawab
yang harus dilaksanakan oleh aparatur pemerintah ,
Adapun kewajiban dan tanggung jawab dimaksud
sesuai ketetnuan pasal 7 bahwa aparatur pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a) melindungi hak asasi manusia;


b) Menghargai asas legalitas
c) menghargai prinsip praduga tak bersalah; dan
d) Menyelenggarakan pengamanan

3. Bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum


a. Bentuk dan cara pelaksanaan
Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) bahwa Bentuk
penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan
dengan:
1) unjuk rasa atau demonstrasi
2) pawai;
3) rapat umum; dan atau
4) mimbar bebas

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 50


b. Pengecualian penyampaian pendapat dimuka
umum
Undang-undang nomor 9 tahun 1998 telah
mengatur kebebasan/kemerdekaan untuk
menyampaikan pendapat dimuka umum , namun
juga mengatur tempat dan waktu yang dikecualikan
untuk menyampaikan pendapat dimuka umum
tersebut, adapun tempat yang dimaksud sesuai
ketentuan pasal 9 ayat (2) adalah:
1) di lingkungan istana kepresidenan, tempat
ibadah, instalasi militer, rumah sakit,
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,
terminal angkutan darat dan obyek-obyek vital
nasional
2) pada hari besar nasional.
c. Benda-benda yang dilarang dibawa pada saat
penyampaian pendapat dimuka umum
Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di
muka umum tersebut dilarang membawa benda-
benda yang membahayakan keselamatan umum.
(pasal 9 ayat (3)

4. Sanksi dalam penyampaian pendapat di muka umum

a. Pasal 15
Pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum
dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 10, dan Pasal 11.

b. Pasal 16
Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan
melanggar hukum dapat dikenakan sanksi hukum
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 51


c. Pasal 17
Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian
pendapat di muka umum yang melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 16
Undang-undang ini dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan pidana
yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari
pidana pokok.

d. Pasal 18
 Ayat (1) Barang siapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan menghalang-halangi hak
warga negara untuk menyampaikan pendapat
di muka umum yang telah memenuhi
ketentuan undang-undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

 Ayat (2) Tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 52


BAB IV
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMO 11 TAHUN 2010
TENTANG
CAGAR BUDAYA

Kompetensi Dasar

Memahami pokok-pokok isi UU Cagar Budaya

Indikator Hasil Belajar

Setelah menyelesaikan Bab I, diharapkan Siswa mampu :


1. Menjelaskan Pengertian-pengertian yang tedapat dalam
ketentuan umum.
2. Menjelaskan azas, tujuan dan lingkup pelestarian Cagar
Budaya
3. Menjelaskan kriterian dari Cagar Budaya
4. Menjelaskan karakteristik dari Cagar Budaya
5. Menjelaskan kepemilikan, penguasaan dan penyimpanan
Cagar Budaya
6. Menjelaskan ketentuan tentang penemuan dan pencarian
Cagar Budaya
7. Menjelaskan pemeringkatan Cagar Budaya.
8. Menjelaskan upaya-upaya pelestarian Cagar Budaya
9. Menjelaskan tugas dan wewenang pemerintah terhadap
Cagar Budaya
10. Menjelaskan ketentuan pengelolaan Cagar Budaya
11. Menjelaskan ketentuan pengawasan dan penyidikan
12. Menjelaskan pasal-pasal ketentuan pidana di bidang Cagar
Budaya.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 53


1. PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM KEENTUAN
UMUM PASAL 1

a. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan


berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan
Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

b. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda


buatan manusia,baik bergerak maupun tidak bergerak,
berupa kesatuan atau kelompok,atau bagian-bagiannya,
atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

c. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang


terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak
berdinding, dan beratap.

d. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat


dari benda
alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam,
sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan
manusia.

e. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat


dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya
sebagai hasil kegiatan manusia atau
bukti kejadian pada masa lalu.

f. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis


yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 54


2. ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP

a. Pelestarian Cagar Budaya berasaskan:

1) Pancasila;
2) Bhinneka Tunggal Ika;
3) kenusantaraan;
4) keadilan;
5) ketertiban dan kepastian hukum;
6) kemanfaatan;
7) keberlanjutan;
8) partisipasi; dan
9) transparansi dan akuntabilitas.

b. Tujuan dari Pelestarian Cagar Budaya adalah untuk :


1) melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan
umat manusia;
2) meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui
Cagar Budaya;
3) memperkuat kepribadian bangsa;
4) meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
5) mempromosikan warisan budaya bangsa kepada
masyarakat internasional.

3. KRITERIA CAGAR BUDAYA


a. Benda, Bangunan, dan Struktur
Sesuai keentuan Pasal 5 UU No.11 Tahun 2011
bahwa Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan
sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2) mewakili masa gaya paling singkat berusia 50
(lima puluh) tahun;
3) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan; dan
4) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian
bangsa.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 55


4. KARAKTERISTIK CAGAR BUDAYA

Adapun karakteristik Benda Cagar Budaya sesuai ketetuan


pasal 6 UU No. 11 tahun 2011 adalah ::
a. dapat berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia
yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang
dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau
dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;
b. dapat bersifat bergerak atau tidak bergerak; dan
c. merupakan kesatuan atau kelompok.

Sedangkan unsur atau elemen Cagar Budaya menurut pasal


7 adalah :

a. dapat berunsur tunggal atau banyak; dan/atau


b. dapat berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.

5. SITUS DAN KAWASAN

Ketentuan pasal 9 mensyaratkan bahwa Lokasi dapat


ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila:
a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan
b. menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.

Demikian pula Satuan ruang geografis dapat ditetapkan


sebagai Kawasan Cagar Budaya sesuai ketentuan pasal 10 apabila
:
a. mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan;
b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia
paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada
masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses
pemanfaatan ruang berskala luas;
e. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan
f. memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti
kegiatan manusia atau endapan fosil.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 56


Sedangkan menurut ketentuan pasal 11 bahwa Benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atas
dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa
Indonesia, tetapi tidak memenuhi kriteria Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10
dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya.

6. KEPEMILIKAN . PENGUASAAN , PENGALIHAN DAN


PENYIMPANAN CAGAR BUDAYA

a. Kepemilikan dan penguasaan oleh setiap orang yang bukan


warga negara asing atau Badan Hukum Asing

Ketentuan kepemilikan oleh setiap orang yang


bukan warga negara asing atau Badan Hukum Asing
sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat (1) sampai dengan
ayat (4) UU no. 11 tahun 2011 adalah sebagai berikut :
1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar
Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi
sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
2) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai
Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya
tersebut telah memenuhi kebutuhan negara.
3) Kepemilikan Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau
Situs Cagar Budaya dapat diperoleh melalui
pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah,
pembelian, dan/atau putusan atau penetapan
pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara.
4) Pemilik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs
Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau
tidak menyerahkannya kepada orang lain
berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah
pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 57


alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dari ketentuan tersebut diatas, maka Undang-


undang ini mewajibkan kepada setiap orang yang
memiliki atau menguasai Cagar Budaya untuk
melindunginya, karena bagi yang telah
melaksanakan kewajiban tersebut sesuai ketentuan
pasal 22 dapat memperoleh kompensasi dan
Insentif berupa pengurangan pajak penghasilan dan
atau pajak penghasilan yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan kepemilikan Kawasan Cagar Budaya


sesuai ketentuan pasal 13 hanya dapat dimiliki dan/atau
dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun
dimiliki oleh masyarakat hukum adat.

b. Kepemilikan dan penguasaan oleh warga negara asing atau


Badan Hukum Asing

Warga negara asing atau Badan Hukum Asing


sesuai ketentun pasal 14 Ayat (1) dan ayat (2) adalah
sebagai berikut :

1) Prinsipnya tidak dapat memiliki dan atau


menguasai Cagar Budaya , dengan pengecualian
terhadapi warga negara asing dan/atau badan
hukum asing yang tinggal dan menetap di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Warga negara asing dan/atau badan hukum asing


yang dapat memiliki dan atau menusai Cagar
Budaya dilarang membawa Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya, ke luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Kepemilikan Dan Atau Penguasaan Oleh Negara:


Negara dapat memiliki dan menguasai Cagar
Budaya dengan persyaratan sesuai ketentuan pasal 15 yaitu

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 58


terhadap Cagar Budaya yang tidak diketahui
kepemilikannya dikuasai oleh Negara.

d. Pengalihan Cagar Budaya


Ketentuan pengalihan Cagar Budaya sesuai pasal
16 ayat (1,2,3,4 dan 5) adalah sebagai berikut

1) Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat


dialihkan kepemilikannya kepada negara atau
setiap orang lain.
2) Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didahulukan atas
pengalihan kepemilikan Cagar Budaya.
3) Pengalihan kepemilikan oleh Cagar Budaya yang
dimiliki setiap orang dapat dilakukan dengan cara
diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan,
dijual,diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan
pengadilan.
4) Cagar Budaya yang telah dimiliki oleh Negara tidak
dapat dialihkan kepemilikannya.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan
kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Adapun larangan dalam pengalihan Cagar Budaya


yang ditentukan dalam pasal 17 adalah bahwa Setiap orang
dilarang mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya peringkat
nasional, peringkat provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya,
kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
kota sesuai dengan tingkatannya.yang akan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
e. Penyimpanan Cagar Budaya
Ketentuan penyimpanan Cagar Budaya sesuai pasal
18 adalah sebagai berikut :
1) Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak yang
dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau setiap orang dapat disimpan dan/atau
dirawat di museum.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 59


2) Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga yang berfungsi melindungi,
mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa
benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan
Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada
masyarakat.
3) Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan
koleksi museum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berada di bawah tanggung jawab pengelola
museum.
4) Dalam pelaksanaan tanggung jawab, museum
wajib memiliki Kurator.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai museum diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

f. Kewajiban melapor atas rusak, hilang atau musnahnya


Cagar Budaya

Bagi setiap orang yang menguasai Cagar Budaya


diwajibkan untuk melaporkan setiap kejadian berupa
kerusakan, kehilangan dan musnahnya cagar Budaya sesuai
ketentuan pasal 19 adalah sebagai berikut :
1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai
Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki
dan/atau dikuasainya rusak, hilang, atau musnah
wajib melaporkannya kepada instansi yang
berwenang di bidang Kebudayaan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi
terkait.
2) Setiap orang yang tidak melapor rusaknya Cagar
Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya kepada
instansi yang berwenang di bidang Kebudayaan,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau
instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki
dan/atau dikuasainya tersebut rusak dapat diambil
alih pengelolaannya oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 60


g. Pengembalian Cagar Budaya asal Indonesia yang ada di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pengembalian Cagar Budaya asal Indonesia yang


ada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan pasal 20 adalah dilakukan oleh
Pemerintah sesuai dengan perjanjian internasional yang
sudah diratifikasi, perjanjian bilateral, atau diserahkan
langsung oleh pemiliknya, kecuali diperjanjikan lain
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 61


7. PENEMUAN DAN PENCARIAN

a. Penemuan
Ketentuan penemuan Cagar Budaya (benda yang
diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga
Bangunan Cagar Budaya, struktur yang didugaStruktur
Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar
Budaya oleh setiap orang sebagaimana diatur dalam pasal
23 ayat (1, 2 dan 3) adalah sebagai beariut :
1) wajib melaporkannya kepada instansi yang
berwenang di bidang kebudayaan, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi
terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
ditemukannya.
2) Temuan yang tidak dilaporkan oleh penemunya
dapat diambil alih oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
3) Berdasarkan laporan tersebut, instansi yang
berwenang di bidang kebudayaan melakukan
pengkajian terhadap temuan.

Demikian pula tentang penemuan Cagar Budaya


(benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang
diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang
didugaStruktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga
Situs Cagar Budaya dijelaskan dalam ketentuan pasal 24
adalah bahwa:

1) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi


apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang
ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
2) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan
sedikit jumlahnya di Indonesia, dikuasai oleh
Negara.
3) Apabila temuan yang telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya,
dan jumlahnya telah memenuhi kebutuhan negara,
dapat dimiliki oleh penemu.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 62


Ketentuan lebih lanjut mengenai penemuan Cagar
Budaya dan kompensasinya diatur dalam Peraturan
Pemerintah.( Pasal 25 )

b. Pencarian
Ketentuan mengenai pencarian Cagar Budaya yang diatur
dalam Pasal 26 adalahsebagai berikut :
1) Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian
benda,bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang
diduga sebagai Cagar Budaya.
2) Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar
Budaya dapat dilakukan oleh setiap orang dengan
penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di
darat dan/atau di air
3) Pencarian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui penelitian
dengan tetap memperhatikan hak kepemilikan
dan/atau penguasaan lokasi.
4) Setiap orang dilarang melakukan pencarian Cagar
Budaya atau yang diduga Cagar Budaya dengan
penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di
darat dan/atau di air, kecuali dengan izin
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin


sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan keentuan
mengenai pencarian Cagar Budaya atau yang
diduga Cagar Budaya (pasal 27) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 63


8. REGISTER NASIONAL CAGAR BUDAYA
a. Ketentuan Pendaftaran Cagar Budaya

1) Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan


setiap orang dalam melakukan Pendaftaran.(pasal
28)
2) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai
Cagar Budaya wajib mendaftarkannya kepada
pemerintah kabupaten/kota tanpa dipungut biaya. .
(pasal 29 ayat 1)
3) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan
pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur,
dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya
meskipun tidak memiliki atau menguasainya. .
(pasal 29 ayat 2)
4) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan
pendaftaran Cagar Budaya yang dikuasai oleh
Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai
dengan tingkat kewenangannya. .(pasal 29 ayat 3)
5) Pendaftaran Cagar Budaya di luar negeri
dilaksanakan oleh perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri. (pasal 29 ayat 4)
6) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus
dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasinya. .
(pasal 29 ayat 5)
7) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang tidak
8) didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(pasal 29 ayat 6)
9) Pemerintah memfasilitasi pembentukan sistem dan
jejaring Pendaftaran Cagar Budaya secara digital
dan/atau nondigital. .(pasal 30)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 64


b. Pengkajian
1) Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli
Cagar Budaya untuk dikaji kelayakannya sebagai
Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya. (pasal 31
ayat 1)
2) Pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya tersebut
bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi
terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan
satuan ruang geografis yang diusulkan untuk
ditetapkan sebagai Cagar Budaya. (pasal 31 ayat 2)
3) Tim Ahli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
sesuai keentuan pasal 31 ayat (3) ditetapkan
dengan:
a) Keputusan Menteri untuk tingkat nasional;
b) Keputusan Gubernur untuk tingkat provinsi;
dan
c) Keputusan Bupati/Wali Kota untuk tingkat
kabupaten/kota.

4) Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya


dapat dibantu oleh unit pelaksana teknis atau satuan
kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di
bidang Cagar Budaya. (pasal 31 ayat 4)
5) Selama proses pengkajian, benda, bangunan,
struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang
didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai
Cagar Budaya. (pasal 31 ayat 5)
6) Pengkajian terhadap koleksi museum yang
didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya
diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya.( Pasal
32)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 65


c. Penetapan Status
Ketentuan penetapan sesuai pasal 33 ayat 1,2 dan 3
adalah :

1) Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status


Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar
Budaya yang menyatakan benda, bangunan,
struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis
yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya
2) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar
Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak
memperoleh jaminan hukum berupa:
a). surat keterangan status Cagar Budaya; dan
b) surat keterangan kepemilikan berdasarkan
bukti yang sah.

3) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang


telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar
Budaya berhak mendapat kompensasi.

d. Penetapan Situs cagar Budaya


adapun ketentuan penentuan Situs Cagar Budaya
adlah sebagai berikut :
1) Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya
yang berada di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih
ditetapkan sebagai Cagar Budaya provinsi.(pasal
34 ayat 1)
2) Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya
yang berada di 2 (dua) provinsi atau lebih
ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional. .(pasal
34 ayat 2)
3) Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil
penetapan kepada pemerintah provinsi dan
selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah.( Pasal
35)
4) Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan
ruang geografis yang memiliki arti khusus yaitu
Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan
ruang geografis yang atas dasar penelitian

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 66


memiliki arti khusus bagi masyarakat atau
bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi
kriteria Cagar Budaya bagi masyarakat atau
bangsa Indonesia sebagaimana dalam Pasal 11
dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan
Keputusan Menteri atau Keputusan Gubernur
setelah memperoleh rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya sesuai dengan tingkatannya.( Pasal 36)

e. Pencatatan Cagar Budaya

1) Pemerintah membentuk sistem Register Nasional


Cagar Budaya untuk mencatat data Cagar Budaya.(
Pasal 37 ayat 1)
2) Benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang
geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar
Budaya harus dicatat di dalam Register Nasional
Cagar Budaya. .( Pasal 37 ayat 2)
3) Koleksi museum yang memenuhi kriteria sebagai
Cagar Budaya dicatat di dalam Register Nasional
Cagar Budaya.( Pasal 38)
4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan
informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap
memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data
yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.( Pasal 39)
5) Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya yang
datanya berasal dari instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan luar negeri menjadi
tanggung jawab Menteri.( Pasal 40 ayat 1)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 67


6) Pengelolaan Register Nasional Cagar Budaya di
daerah sesuai dengan tingkatannya menjadi
tanggung jawab pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. (Pasal 40 ayat 2)
7) Pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap Register Nasional Cagar Budaya yang
dikelola oleh pemerintah provinsi. (Pasal 40 ayat 3)
8) Pemerintah provinsi melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap Register Nasional Cagar
Budaya yang dikelola oleh pemerintah
kabupaten/kota. (Pasal 40 ayat 4)

9. PEMERINGKATAN
a. Ketentuan pemeringkatan Cagar Budaya
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan
kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat
provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan
rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.( Pasal 41)

b. Persyaratan peringkat Cagar Budaya


1) Cagar Budaya perigkat Nasional
Persyaratan dimaksud tesebut sesuai
ketentuan pasal 42 adalah Cagar Budaya dapat
ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat
nasional apabila memenuhi syarat sebagai:

a) wujud kesatuan dan persatuan bangsa;


b) karya adiluhung yang mencerminkan
kekhasan kebudayaan bangsa Indonesia;
c) Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya,
unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya
di Indonesia;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 68


d) bukti evolusi peradaban bangsa serta
pertukaran budaya lintas negara dan lintas
daerah, baik yang telah punah maupun yang
masih hidup di masyarakat; dan/atau
e) contoh penting kawasan permukiman
tradisional, lanskap budaya, dan/atau
pemanfaatan ruang bersifat khas yang
terancam punah.

2) Cagar Budaya peringkat Provinsi


Persyaratan Cagar Budaya peringkat
Provinsi sesuai ketentuan pasal 43 adalah apabila
memenuhi syarat sebagai :

a) mewakili kepentingan pelestarian Kawasan


Cagar Budaya lintas kabupaten/kota;
b) mewakili karya kreatif yang khas dalam
wilayah provinsi;
c) langka jenisnya, unik rancangannya, dan
sedikit jumlahnya di provinsi;
d) sebagai bukti evolusi peradaban bangsa dan
pertukaran budaya lintas wilayah
kabupaten/kota, baik yang telah punah
maupun yang masih hidup di masyarakat;
dan/atau
e) berasosiasi dengan tradisi yang masih
berlangsung.

3) Cagar Budaya peringkat Kabupaten/kota


Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi
Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota sesuai
Pasal 44 adalah apabila memenuhi syarat:

a) sebagai Cagar Budaya yang diutamakan


untuk dilestarikan dalam wilayah
kabupaten/kota;
b) mewakili masa gaya yang khas;
c) tingkat keterancamannya tinggi;
d) jenisnya sedikit; dan/atau
e) jumlahnya terbatas.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 69


c. Penetapan Peringkat Cagar Budaya

1) Untuk tingkat nasional ditetapkan dengan


Keputusan Menteri, tingkat provinsi dengan
Keputusan Gubernur, atau tingkat kabupaten/kota
dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.( Pasal 45)
2) Cagar Budaya peringkat nasional yang telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional dapat
diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya
dunia.( Pasal 46)
3) Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat
untuk ditetapkan sebagai peringkat nasional,
peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota
dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan
rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di setiap
tingkatan.( Pasal 47)
4) Peringkat Cagar Budaya dapat dicabut sesuai
ketentuan Pasal 48 adalah apabila Cagar Budaya:

a) musnah;
b) kehilangan wujud dan bentuk aslinya;
c) kehilangan sebagian besar unsurnya; atau
d) tidak lagi sesuai dengan syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, atau
Pasal 44.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeringkatan


Cagar Budaya sesuai ketentuan Pasal 49 akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 70


d. Penghapusan

Ketentuan mengenai penghapusan Cagar Budaya yang


sudah tercatat adalah sebagai berikut :
1) Cagar Budaya yang sudah tercatat dalam Register
Nasional hanya dapat dihapus dengan Keputusan
Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya
di tingkat Pemerintah.( Pasal 50 ayat 1)
2) Keputusan penghapusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah
Daerah. .( Pasal 50 ayat 2)
3) Penghapusan Cagar Budaya menurut ketentuan
pasal 51ayat 1 adalah apabila :

a) musnah;
b) hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun tidak ditemukan;
c) mengalami perubahan wujud dan gaya
sehingga kehilangan keasliannya; atau
d) di kemudian hari diketahui statusnya bukan
Cagar Budaya.
4) Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tidak
menghilangkan data dalam Register Nasional Cagar
Budaya dan dokumen yang menyertainya.(pasal 51
ayat 2)
5) Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali,
Cagar Budaya wajib dicatat ulang ke dalam
Register Nasional Cagar Budaya. .(pasal 51 ayat 3)
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Register Nasional
Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
( Pasal 52)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 71


10. PELESTARIAN

a. Ketentuan umum pelestarian Cagar

1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan


berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis,
teknis, dan admiistratif (pasal 53 ayat 1)
2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus
dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh
Tenaga Ahli Pelestarian dengan
memperhatikan etika pelestarian. (pasal 53
ayat 2)
3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus
mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian kondisi awal
seperti sebelum kegiatan pelestarian. (pasal
53 ayat 3)
4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung
oleh kegiatan pendokumentasian sebelum
dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keasliannya. (pasal 53
ayat 4)
5) Setiap orang berhak memperoleh dukungan
teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah
atau Pemerintah Daerah atas upaya
Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki
dan/atau yang dikuasai.(pasal 54)
6) Setiap orang dilarang dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan upaya Pelestarian Cagar
Budaya.(pasal 55)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 72


b. Perlindungan Cagar Budaya
Setiap orang sesuai ketentuan pasal 56 dapat
berperan serta melakukan Pelindungan Cagar
Budaya, adapun bentuk-bentuk dari perlindungan
dimaksud adalah :

1) Penyelamatan Cagar Budaya


Ketentuan penyelamatan Cagar
Budaya adalah :
a) Setiap orang berhak melakukan
Penyelamatan Cagar Budaya yang
dimiliki atau yang dikuasainya dalam
keadaan darurat atau yang memaksa
untuk dilakukan tindakan
penyelamatan.( Pasal 57)
b) Ketentuan penyelamatan sesuai pasal
58 ayat 1 dan ayat 2 dialkukan untuk :
1) mencegah kerusakan karena
faktor manusia dan/atau alam
yang mengakibatkan
berubahnya keaslian dan nilai-
nilai yang menyertainya; dan
2) mencegah pemindahan dan
beralihnya pemilikan dan/atau
penguasaan Cagar Budaya yang
bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Penyelamatan untuk mencegah
kerusakan karena faktor
manusia dan atau alam
dilakukan dalam keadaan
darurat dan keadaan biasa.

c) Cagar Budaya yang terancam rusak,


hancur, atau musnah dapat dipindahkan
ke tempat lain yang aman.( Pasal 59
ayat 1)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 73


d) Pemindahan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tata cara yang
menjamin keutuhan dan
keselamatannya di bawah koodinasi
Tenaga Ahli Pelestarian Pasal 59 ayat
2)

e) Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau


setiap orang yang melakukan
Penyelamatan wajib menjaga dan
merawat Cagar Budaya dari pencurian,
pelapukan, atau kerusakan baru.

f) Ketentuan lebih lanjut mengenai


Penyelamatan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah. (Pasal 60)

2) Pengamanan Cagar Budaya


Adapun Ketentuan pengamanan Cagar
Budaya adalah sebagai beikut :
a) Pengamanan dilakukan untuk menjaga
dan mencegah Cagar Budaya agar
tidak hilang, rusak, hancur, atau
musnah.( Pasal 61 ayat 1)
b) Pengamanan Cagar Budaya
merupakan kewajiban pemilik dan/atau
yang menguasainya. .( Pasal 61 ayat 2)
c) Pengamanan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
dapat dilakukan oleh juru pelihara
dan/atau polisi khusus.( Pasal 62 ayat
1)
d) Wewenang Polisi khusus sesuai
kerentuan pasal 62 ayat 2 adalah :
(1) melakukan patroli di dalam
Kawasan Cagar Budaya sesuai
dengan wilayah hukumnya

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 74


(2) dan. memeriksa surat atau
dokumen yang berkaitan dengan
pengembangan dan
pemanfaatan Cagar Budaya;
(pasal 62 ayat 2)
(3) menerima dan membuat laporan
tentang telah terjadinya tindak
pidana terkait dengan Cagar
Budaya serta meneruskannya
kepada instansi yang berwenang
di bidang kebudayaan,
Kepolisian Negara Republik
Indonesia, atau instansi terkait;
dan
(4) menangkap tersangka untuk
diserahkan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

e) Masyarakat dapat berperan serta


melakukan Pengamanan Cagar
Budaya.( Pasal 63)
f) Pengamanan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
dan Pasal 62 harus memperhatikan
pemanfaatannya bagi kepentingan
sosial, pendidikan, pengembangan ilmu
pengetahuan, agama, kebudayaan,
dan/atau pariwisata.( Pasal 64)
g) Pengamanan Cagar Budaya dapat
dilakukan dengan memberi pelindung,
menyimpan, dan/atau menempatkannya
pada tempat yang terhindar dari
gangguan alam dan manusia.( Pasal
65)
h) Perbuatan yang dilarang dalam rangka
pengamanan Cagar Budaya adalah :
1) merusak Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-
bagiannya, dari kesatuan,
kelompok, dan/atau dari letak
asal.( Pasal 66 ayat 1)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 75


2) mencuri Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-
bagiannya, dari kesatuan,
kelompok, dan/atau dari letak
asal. .( Pasal 66 ayat 2)
3) (memindahkan Cagar Budaya
peringkat nasional,
peringkat provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya,
kecuali dengan izin Menteri,
gubernur, atau bupati/wali kota
sesuai dengan tingkatannya.
(pasal 67 ayat 1)

4) memisahkan Cagar Budaya


peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya,
kecuali dengan izin Menteri,
gubernur, atau bupati/wali kota
sesuai dengan tingkatannya. .
( Pasal 66 ayat 2)
i) Pembawaan Cagar Budaya , baik
seluruh maupun bagian-bagiannya :
1) hanya dapat dibawa ke luar
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk
kepentingan penelitian, promosi
kebudayaan, dan/atau pameran.(
Pasal 68 ayat 1)
2) Setiap orang dilarang membawa
Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali
dengan izin Menteri. .( Pasal 68
ayat 2)
3) hanya dapat dibawa ke luar
wilayah provinsi atau
kabupaten/kota untuk
kepentingan penelitian, promosi

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 76


kebudayaan, dan/atau pameran.(
Pasal 69 ayat 1)
4) Setiap orang dilarang membawa
Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kecuali
dengan izin gubernur atau
bupati/wali kota sesuai
dengan kewenangannya.( Pasal
69 ayat 2)

j) Ketentuan lebih lanjut mengenai


pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 dan Pasal 69 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.( Pasal
70)
k) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pengamanan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.( Pasal
71)

3) Zonasi

a) Pelindungan Cagar Budaya dilakukan


dengan menetapkan batas-batas
keluasannya dan pemanfaatan ruang
melalui sistem Zonasi berdasarkan
hasil kajian.( Pasal 72 ayat 1)
b) Sistem Zonasi sebagaimana tersebut
sesuai ketentuan pasal 72 ayat 2
ditetapkan oleh:

(1) Menteri apabila telah ditetapkan


sebagai Cagar Budaya nasional
atau mencakup 2 (dua) provinsi
atau lebih;
(2) gubernur apabila telah
ditetapkan sebagai Cagar
Budaya provinsi atau mencakup
2 (dua) kabupaten/kota atau
lebih; atau

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 77


(3) bupati/wali kota sesuai dengan
keluasan Situs Cagar Budaya
atau Kawasan Cagar Budaya di
wilayah kabupaten/kota.
c) Pemanfaatan zona pada Cagar Budaya
dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif,
edukatif, apresiatif, dan/atau religi.
(pasal 72 ayat 3)
d) Sistem Zonasi sesuai ketentuan pasal
73 ayat 1, 2 ,3 dan ayat adalah :
(1) Sistem Zonasi mengatur fungsi
ruang pada Cagar Budaya, baik
vertikal maupun horizontal.
(2) Pengaturan Zonasi secara
vertikal dapat dilakukan terhadap
lingkungan alam di atas Cagar
Budaya di darat dan/atau di air.
(3) Sistem Zonasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
terdiri atas:

(a). zona inti;


(b). zona penyangga;
(c). zona pengembangan;
dan/atau
(d) zona penunjang.

(4) Penetapan luas, tata letak, dan


fungsi zona ditentukan
berdasarkan hasil kajian dengan
mengutamakan peluang
peningkatan kesejahteraan
rakyat.
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penetapan sistem Zonasi diatur
dalam Peraturan Pemerintah.( Pasal 74)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 78


4) Pemeliharaan

a) Setiap orang wajib memelihara Cagar


Budaya yang dimiliki dan/atau
dikuasainya. (Pasal 75 ayat 1)
b) Cagar Budaya yang ditelantarkan oleh
pemilik dan/atau yang menguasainya
dapat dikuasai oleh Negara. (Pasal 75
ayat 2)
c) Pemeliharaan dilakukan dengan cara
merawat Cagar Budaya untuk
mencegah dan menanggulangi
kerusakan akibat pengaruh alam
dan/atau perbuatan manusia.( Pasal 76
ayat 1)
d) Pemeliharaan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan di lokasi asli atau di
tempat lain, setelah lebih dahulu
didokumentasikan secara lengkap. .
( Pasal 76 ayat 2)
e) Perawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan
pembersihan, pengawetan, dan
perbaikan atas kerusakan dengan
memperhatikan keaslian bentuk, tata
letak, gaya, bahan, dan/atau teknologi
Cagar Budaya. .( Pasal 76 ayat 3)
f) Perawatan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang berasal
dari air harus dilakukan sejak proses
pengangkatan sampai ke tempat
penyimpanannya dengan tata cara
khusus. .( Pasal 76 ayat 4)
g) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat mengangkat atau menempatkan
juru pelihara untuk melakukan
perawatan Cagar Budaya. .( Pasal 76
ayat 5)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 79


h) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pemeliharaan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah. .( Pasal
76 ayat 6)

5) Pemugaran

a) Cara pemugaran Bangunan Cagar


Budaya dan Struktur Cagar Budaya
yang rusak sesuai ketentuan pasal 77
adalah dilakukan untuk mengembalikan
kondisi fisik adalah :
(1) Pemugaran Bangunan Cagar
Budaya dan Struktur Cagar
Budaya yang rusak dilakukan
untuk mengembalikan kondisi
fisik dengan cara memperbaiki,
memperkuat, dan/atau
mengawetkannya melalui
pekerjaan rekonstruksi,
konsolidasi, rehabilitasi, dan
restorasi.

(2) Pemugaran Cagar Budaya


sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memperhatikan:
(a) keaslian bahan, bentuk,
tata letak, gaya, dan/atau
teknologi pengerjaan;
(b). kondisi semula dengan
tingkat perubahan sekecil
mungkin;
(c). penggunaan teknik,
metode, dan bahan yang
tidak bersifat merusak;
dan
(d) kompetensi pelaksana di
bidang pemugaran.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 80


(3) Pemugaran harus
memungkinkan dilakukannya
penyesuaian pada masa
mendatang dengan tetap
mempertimbangkan keamanan
masyarakat dan keselamatan
Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan fisik harus didahului
analisis mengenai
dampak lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar
Budaya dan Struktur Cagar
Budaya wajib memperoleh izin
Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pemugaran Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

6) Pengembangan
a) Ketentuan umum pengembangan
menurut pasal 78 :

(1) Pengembangan Cagar Budaya


dilakukan dengan
memperhatikan prinsip
kemanfaatan, keamanan,
keterawatan, keaslian, dan nilai-
nilai yang melekat padanya.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 81


(2) Setiap orang dapat melakukan
Pengembangan Cagar Budaya
setelah memperoleh:

(a) izin Pemerintah atau


Pemerintah Daerah; dan
(b) izin pemilik dan/atau
yang menguasai Cagar
Budaya.

(3) Pengembangan Cagar Budaya


sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat
diarahkan untuk memacu
pengembangan ekonomi yang
hasilnya digunakan untuk
Pemeliharaan Cagar Budaya
dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
(4) Setiap kegiatan pengembangan
Cagar Budaya harus disertai
dengan pendokumentasian.

7) Penelitian
a) dilakukannya penelitian pada setiap
rencana pengembangan Cagar Budaya
untuk menghimpun informasi serta
mengungkap, memperdalam, dan
menjelaskan nilai-nilai budaya.( Pasal
79 ayat 1)
b) penelitian pada setiap rencana
pengembangan Cagar Budaya tersebut
sesuai pasal 79 ayat 1 dan ayat 2
dilakukan terhadap Cagar Budaya
melalui:

(1) penelitian dasar untuk


pengembangan ilmu
pengetahuan; dan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 82


(2) penelitian terapan untuk
pengembangan teknologi atau
tujuan praktis yang bersifat
aplikatif.

c) Penelitian sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian
dari analisis mengenai dampak
lingkungan atau berdiri sendiri. .( Pasal
79 ayat 3)

d) Proses dan hasil Penelitian Cagar


Budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan untuk kepentingan
meningkatkan informasi dan promosi
Cagar Budaya. (Pasal 79 ayat 4)
e) Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
atau penyelenggara penelitian
menginformasikan dan
mempublikasikan hasil penelitian
kepada masyarakat. .( Pasal 79 ayat 5)

8) Revitalisasi Cagar Budaya


a) Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya
atau Kawasan Cagar Budaya
memperhatikan tata ruang, tata letak,
fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya
asli berdasarkan kajian.( Pasal 80 ayat
1)
(b) Revitalisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menata
kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan
penguatan informasi tentang Cagar
Budaya. ( Pasal 80 ayat 2)
c) Setiap orang dilarang mengubah fungsi
ruang Situs Cagar Budaya dan/atau
Kawasan Cagar Budaya peringkat
nasional, peringkat provinsi, atau
peringkat kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya,

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 83


kecuali dengan izin Menteri, gubernur,
atau bupati/wali kota sesuai dengan
tingkatannya.( Pasal 81 ayat 1)

d) Ketentuan lebih lanjut mengenai


pemberian izin mengubah fungsi ruang
Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan
Cagar Budaya peringkat nasional,
peringkat provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah. (Pasal 81 ayat
2)
e) Revitalisasi Cagar Budaya harus
memberi manfaat untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan
mempertahankan ciri budaya lokal.
(Pasal 82)
f) Sesuai ketentuan pasal 83 ayat 1
bahwa Adaptasi terhadap Bangunan
Cagar Budaya atau Struktur Cagar
Budaya dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dengan
tetap mempertahankan:

(1). ciri asli dan/atau muka


Bangunan Cagar Budaya atau Struktur
Cagar Budaya; dan/atau
(2) ciri asli lanskap budaya dan/atau
permukaan tanah Situs Cagar
Budaya atau Kawasan Cagar
Budaya sebelum dilakukan
adaptasi.
g) Adapun cara melakukan adaptasi
sebagaimana diatur dalam pasal 83
ayat 2 adalah dilakukan dengan :

(1) mempertahankan nilai-nilai yang


melekat pada Cagar Budaya;
(2) menambah fasilitas sesuai
dengan kebutuhan;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 84


(3) mengubah susunan ruang
secara terbatas; dan/atau
(4) mempertahankan gaya
arsitektur, konstruksi asli, dan
keharmonisan estetika
lingkungan di sekitarnya.

h) Ketentuan lebih lanjut mengenai


Pengembangan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.( Pasal 84)

9) Pemanfaatan
a) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
setiap orang dapat memanfaatkan
Cagar Budaya untuk kepentingan
agama, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi,
kebudayaan, dan pariwisata.( Pasal 85
ayat 1)

b) Pemerintah dan Pemerintah Daerah


memfasilitasi pemanfaatan dan promosi
Cagar Budaya yang dilakukan oleh
setiap orang. .( Pasal 85 ayat 2)

c) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) berupa izin pemanfaatan,
dukungan Tenaga Ahli Pelestarian,
dukungan dana, dan/atau pelatihan. .
( Pasal 85 ayat 3)

d) Promosi sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dilakukan untuk memperkuat
identitas budaya serta meningkatkan
kualitas hidup dan pendapatan
masyarakat. .( Pasal 85 ayat 4)
e) Pemanfaatan yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan wajib didahului
dengan kajian, penelitian, dan/atau
analisis mengenai dampak lingkungan.(
Pasal 86)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 85


f) Cagar Budaya yang pada saat
ditemukan sudah tidak berfungsi seperti
semula dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan tertentu.( Pasal 87 ayat 1)
g) Pemanfaatan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud pada pasal 87
ayat (1) dilakukan dengan izin
Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan peringkat Cagar Budaya
dan/atau masyarakat hukum adat yang
memiliki dan/atau menguasainya.( .
( Pasal 87 ayat 2)
h) Pemanfaatan lokasi temuan yang telah
ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya
wajib memperhatikan fungsi ruang dan
pelindungannya.( Pasal 88 ayat 1)
i) Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah dapat menghentikan
pemanfaatan atau membatalkan izin
pemanfaatan Cagar Budaya apabila
pemilik dan/atau yang menguasai
terbukti melakukan perusakan atau
menyebabkan rusaknya Cagar Budaya
( Pasal 88 ayat 2)
j) Cagar Budaya yang tidak lagi
dimanfaatkan harus dikembalikan
seperti keadaan semula sebelum
dimanfaatkan. .( Pasal 88 ayat 3)
k) Biaya pengembalian seperti keadaan
semula dibebankan kepada yang
memanfaatkan Cagar Budaya. .( Pasal
88 ayat 4)
m) Pemanfaatan dengan cara
perbanyakan Benda Cagar Budaya
yang tercatat sebagai peringkat
nasional, peringkat provinsi, peringkat
kabupaten/kota hanya dapat dilakukan
atas izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan
tingkatannya.( Pasal 89)

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 86


n) Pemanfaatan dengan cara
perbanyakan Benda Cagar Budaya
yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap
orang atau dikuasai negara
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.( Pasal
90)
o) Pemanfaatan koleksi berupa Cagar
Budaya di museum dilakukan untuk
sebesar-besarnya pengembangan
pendidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayaan, sosial, dan/atau
pariwisata.( Pasal 91)
p) Setiap orang dilarang
mendokumentasikan Cagar Budaya
baik seluruh maupun bagian-bagiannya
untuk kepentingan komersial tanpa
seizin pemilik dan/atau yang
menguasainya.( Pasal 92)
q) Perbuatan yang dilarang dalam
pemanfaatan Cagar Budaya
sebagaimana diatur dalam pasal 93
ayat 1 dan ayat 2 adalah :

(1) Setiap orang dilarang


memanfaatkan Cagar Budaya
peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat
kabupaten/kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya,
dengan cara perbanyakan,
kecuali dengan izin Menteri,
gubernur, atau bupati/wali kota
sesuai dengan tingkatannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 87


r) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pemanfaatan Cagar Budaya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.( Pasal 94)

11. TUGAS DAN WEWENANG


a. Tugas
1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
mempunyai tugas melakukan Pelindungan,
Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar
Budaya. (Pasal 95 ayat 1)
2) Adapun tugas yang diberikan oleh undang-
undang Cagar Budaya (pasal 95 ayat 2)
kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan tingkatannya adalah

a) mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan, serta meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab akan
hak dan kewajiban masyarakat dalam
pengelolaan Cagar Budaya;
b) mengembangkan dan menerapkan
kebijakan yang dapat menjamin
terlindunginya dan termanfaatkannya
Cagar Budaya;
c) menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan Cagar Budaya;
d) menyediakan informasi Cagar Budaya
untuk masyarakat;
e) menyelenggarakan promosi Cagar
Budaya;
f) memfasilitasi setiap orang dalam
melaksanakan pemanfaatan dan
promosi Cagar Budaya;
g) menyelenggarakan penanggulangan
bencana dalam keadaan darurat untuk
benda, bangunan, struktur, situs, dan
kawasan yang telah dinyatakan sebagai
Cagar Budaya serta memberikan
dukungan terhadap daerah yang
mengalami bencana;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 88


h) melakukan pengawasan, pemantauan,
dan evaluasi terhadap pelestarian
warisan budaya; dan
i) mengalokasikan dana bagi kepentingan
pelestarian Cagar Budaya.

b. Wewenang
1) Wewenang yang diberikan oleh Undang-
undang Cagar Budaya (Pasal 96 ayat 1)
kepada Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan tingkatannya adalah :
a) menetapkan etika pelestarian Cagar
Budaya;
b) mengoordinasikan pelestarian Cagar
Budaya secara lintas sektor dan
wilayah;
c) menghimpun data Cagar Budaya;
d) menetapkan peringkat Cagar Budaya;
e) menetapkan dan mencabut status
Cagar Budaya;
f) membuat peraturan pengelolaan Cagar
Budaya;
g) menyelenggarakan kerja sama
pelestarian Cagar Budaya;
h) melakukan penyidikan kasus
pelanggaran hukum;
i) mengelola Kawasan Cagar Budaya;
j) mendirikan dan membubarkan unit
pelaksana teknis bidang pelestarian,
penelitian, dan museum;
k) mengembangkan kebijakan sumber
daya manusia di bidang kepurbakalaan;
l) memberikan penghargaan kepada
setiap orang yang telah melakukan
Pelestarian Cagar Budaya;
m) memindahkan dan/atau menyimpan
Cagar Budaya untuk
kepentingan pengamanan;
n) melakukan pengelompokan Cagar
Budaya berdasarkan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 89


kepentingannya menjadi peringkat
nasional, peringkat provinsi, dan
peringkat kabupaten/kota;
o) menetapkan batas situs dan kawasan;
dan
p) menghentikan proses pemanfaatan
ruang atau proses pembangunan yang
dapat menyebabkan rusak, hilang, atau
musnahnya Cagar Budaya, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya.

2) Selain wewenang yang tercantum dalam pasal


96 ayat 1 tersebut diatas, maka pasal 96 ayat
2 juga memberikan wewenang kepada
Pemerintah, yaitu
a) menyusun dan menetapkan Rencana
Induk Pelestarian Cagar Budaya;
b) melakukan pelestarian Cagar Budaya
yang ada di daerah
perbatasan dengan negara tetangga
atau yang berada di luar negeri;
c) menetapkan Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,
dan/atau Kawasan Cagar Budaya
sebagai Cagar Budaya Nasional;
d) mengusulkan Cagar Budaya Nasional
sebagai warisan dunia atau Cagar
Budaya bersifat internasional; dan
e) menetapkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria Pelestarian Cagar Budaya.

12. PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA

a) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi


pengelolaan Kawasan Cagar Budaya ( Pasal 97 ayat
1)
b) Pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 90


tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat
terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial. .
( Pasal 97 ayat 2)
c) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan
pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum
adat . ( Pasal 97 ayat 3)
d) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan
masyarakat. .( Pasal 97 ayat 4)
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar
Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. .( Pasal
97 ayat 5)

13. PENDANAAN

Sumber pendanaan untuk pelestarian Cagar Budaya


sebagaimana diatur dalam ketntuan pasal 98 ayat 1,2,3,4
dan ayat 5 adalah sebagai berikut

a. Pendanaan Pelestarian Cagar Budaya menjadi


tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
b. Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3) hasil pemanfaatan Cagar Budaya; dan/atau
4) sumber lain yang sah dan tidak mengikat
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengalokasikan
anggaran untuk Pelindungan, Pengembangan,
Pemanfaatan, dan Kompensasi Cagar Budaya
dengan memperhatikan prinsip proporsional.
d. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan
dana cadangan untuk penyelamatan Cagar Budaya
dalam keadaan darurat dan penemuan yang telah
ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 91


14. PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN
a. Pengawasan
Upaya pengawasan terhadap pelestarian Cagar
Budaya sesuai Ketentuan Pasal 99 ayat 1,2 dan ayat
3 adalah :

1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah


bertanggung jawab terhadap pengawasan
Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan
kewenangannya.
2) Masyarakat ikut berperan serta dalam
pengawasan Pelestarian Cagar Budaya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

b. Penyidikan

1) Ketentuan Pejabat Penyidik yang ditentukan


dalam Pasal 100 ayat 1 adalah kepada PPNS
(Penyidik Pegawai Negeri Sipil), dimana
Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan
pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pelestarian Cagar Budaya yang diberi
wewenang khusus melakukan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Hukum Acara Pidana
terhadap tindak pidana Cagar Budaya.
2) Adapun wewenang dari PPNS dimaksud
sesuai ketentuan pasal 100 ayat 2 adalah
sebagai berikut :

a) menerima Iaporan atau pengaduan dari


seorang tentang adanya tindak pidana
Cagar Budaya;
b) melakukan tindakan pertama di tempat
kejadian perkara;
c) menyuruh berhenti seorang tersangka
dan memeriksa tanda pengenaldiri
tersangka;

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 92


d) melakukan penggeledahan dan
penyitaan;
e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan
terhadap barang bukti tindak pidana
Cagar Budaya;
f) mengambil sidik jari dan memotret
seorang;
g) memanggil dan memeriksa tersangka
dan/atau saksi;
h) mendatangkan seorang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i) membuat dan menandatangi berita
acara; dan
j) mengadakan penghentian penyidikan
apabila tidak terdapat cukup bukti
tentang adanya tindak pidana di bidang
Cagar Budaya.

3) Korwas penyidik Polri terhadap PPNS


Sesuai ketentuan pasal 100 ayat 3, maka
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam pelaksanaan tugasnya berada di
bawah koordinasi dan pengawasan penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia

15. KETENTUAN PIDANA

a. Pasal 101
Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan
kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 93


b. Pasal 102
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan
temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

c. Pasal 103
Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah atau
Pemerintah Daerah melakukan pencarian Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

d. Pasal 104
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya
Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

e. Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 94


f. Pasal 106
(1) Setiap orang yang mencuri Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(2), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam)bulan dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah).
(2) Setiap orang yang menadah hasil pencurian
Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

g. Pasal 107
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota, memindahkan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

h. Pasal 108
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota memisahkan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 95


i. Pasal 109

(1) Setiap orang yang tanpa izin Menteri,


membawa Cagar Budaya ke luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang tanpa izin gubernur atau
bupati/wali kota, membawa Cagar Budaya ke
luar wilayah provinsi atau kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

j. Pasal 110
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota mengubah fungsi ruang Situs Cagar
Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

k. Pasal 111
Setiap orang yang tanpa izin pemilik dan/atau yang
menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 96


l. Pasal 112

Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan


Cagar Budaya dengan cara perbanyakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

m. Pasal 113

(1) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan


usaha berbadan hokum dan/atau badan usaha
bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada:
badan usaha; dan/atau orang yang memberi
perintah untuk melakukan tindak pidana.
(2) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan
usaha berbadan hokum dan/atau badan usaha
bukan berbadan hukum, dipidana dengan
ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101
sampai dengan Pasal 112.
(3) Tindak pidana yang dilakukan orang yang
memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana, dipidana dengan ditambah 1/3
(sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.
n. Pasal 114

Jika pejabat karena melakukan perbuatan pidana


melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya,
atau pada waktu melakukan perbuatan pidana
memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang
diberikan kepadanya karena jabatannya terkait
dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat
ditambah 1/3 (sepertiga).

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 97


o. Pasal 115
(1) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap setiap orang
yang melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan
Pasal 114 dikenai tindakan pidana tambahan
berupa: kewajiban mengembalikan bahan,
bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan
sesuai dengan aslinya atas tanggungan
sendiri; dan/atau perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana.

(2) Selain pidana tambahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), terhadap badan
usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha
bukan berbadan hukum dikenai tindakan
pidana tambahan berupa pencabutan izin
usaha.

KAPITA SELEKTA PER-UU-AN DIK BANG SPES KOMISARIS SABHARA 2013 98

Anda mungkin juga menyukai