Anda di halaman 1dari 87

i

ii
RIWAYAT HIDUP

Dela Adinda Novia Sari, dilahirkan di Malang pada tanggal


12 November 1996. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Ayahanda Suhadi dan Ibunda Siti
Mariam. Penulis memiliki kakak pertama yang bernama Alfan
Hadi Permana serta kakak kedua yang bernama Dita Putri
Kurniasari. Penulis memulai pendidikan pada tahun 2002-
2008 di Sekolah Dasar Negeri Tlekung 02 Kota Batu. Pada
tahun 2008-2011, penulis melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu Sekolah
Menengah Pertama Negeri 01 Kota Batu. Pada tahun 2011-2014, penulis
melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu sekolah Menengah Atas Negeri 01 Kota
Batu. Setelah lulus SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke tahap yang lebih
tinggi yaitu Program Sarjana di Universitas Brawijaya Malang melalui jalur
SNMPTN di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Selama perkuliahan, penulis aktif
di beberapa organisasi kampus. Pada tahun pertama (2015), penulis aktif
sebagai Staf Muda Agritech Research and Study Club (ARSC) dan Staf Magang
Agritechno Bussines Centre (ABC). Pada tahun kedua (2016), penulis aktif
sebagai Sekretaris Umum dari Agritechno Bussines Centre (ABC) dan pada
tahun ketiga (2017) sebagai Bendahara I Unit Usaha Agritechno Bussines Centre
(ABC). Sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana, penulis menyusun Tugas
Akhir ini dengan judul “Optimasi Ekstraksi Xanton Dan Antosianin Dari Kulit
Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode Ultrasonic Bath Extraction
(Kajian Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan)”.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dela Adinda Novia Sari


NIM : 145100101111065
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Tugas Akhir : Optimasi Ekstraksi Xanton Dan Antosianin Dari Kulit
Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode
Ultrasonic Bath Extraction (Kajian Konsentrasi Etanol dan
Perbandingan Pelarut:Bahan)

Menyatakan bahwa,

Tugas akhir dengan judul di atas merupakan karya dari penulis tersebut. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai
hukum yang berlaku.

Malang, 10 Oktober 2018


Pembuat pernyataan,

Dela Adinda N.S.


NIM. 145100101111065

iv
Have faith in your journey.
Everything had to happen exactly as it did to get you where
you’re going next!
-Mandy Hale-

ALHAMDULILLAH YA ALLAH...

TERIMAKASIH BANYAK ATAS NIKMAT DAN KARUNIAMU...

Segala puji dan syukur atas kelancaran dan hambatan selama


menyelesaikan tugas akhir ini.

Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua, kedua


kakak saya serta orang-orang tercinta di sekelilingku....

v
DELA ADINDA NOVIA S.. 145100101111065. Optimasi Ekstraksi Xanton dan
Antosianin dari Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Metode
Ultrasonic Bath Extraction (Kajian Konsentrasi Etanol dan Perbandingan
Pelarut:Bahan). Pembimbing: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P dan Jaya
Mahar Maligan, S.TP, M.P

RINGKASAN

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah eksotis


Indonesia yang tersusun atas komponen kulit 70-75%, daging buah 10-15% dan
biji 15-20%. Kulit manggis tersusun atas berbagai macam komponen bioaktif,
diantaranya adalah antosianin, xanton, polifenol, tanin, dan senyawa asam
fenolat. Xanton dan antosianin dikenal memiliki kemampuan antioksidan yang
kuat. Xanton dan antosianin biasa diperoleh dari kulit manggis dengan
melakukan proses ekstraksi secara konvensional, diantaranya adalah dengan
cara maserasi, sokhletasi dan perkolasi. Ketiga metode tersebut memiliki
kelemahan pada keefektifan waktu dan suhu. Oleh karena itu, diperlukan metode
ekstraksi yang lebih cepat salah satunya dengan ultrasonic bath extraction.
Ekstraksi dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu
waktu yang dibutuhkan lebih cepat, tidak mengakibatkan perubahan yang
signifikan pada struktur kimia, partikel dan senyawa yang terkandung di
dalamnya, mempermudah transfer masa, distrupsi sel serta meningkatkan efek
penetrasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal konsentrasi
etanoldan perbandingan pelarut:bahan yang sesuai pada proses ekstraksi kulit
manggis terhadap kadar xanton dan total antosianin yang terbaik. Selain itu juga
untuk mengetahui karakteristik (aktivitas antioksidan IC50) dari ekstrak kulit
manggis hasil optimasi dengan menggunakan metode ultrasonic bath extraction.
Penelitian ini menggunakan software Design Expert 7.1.5 dengan metode
Response Surface Methodology dan rancangan Central Composite Design. Dua
faktor yang digunakan yaitu konsentrasi etanol (70%, 80% dan 90%) dan
perbandingan pelarut:bahan (10:1, 15:1 dan 20:1). Respon yang diamati yaitu
kadar xanton dan total antosianin. Setelah diketahui kondisi optimum ekstraksi,
selanjutnya dilakukan verifikasi dan dilakukan pengujian aktivitas antioksidan
IC50.
Hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi optimum ekstraksi kulit manggis
dengan menggunakan metode ultrasonic bath extraction adalah dengan
konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan (v/b) 14,84:1 mL/g
yakni menghasilkan kadar xanton 3.41±0.02 mg/100g dan total antosianin
22.74±0.58 mg/100g. Persamaan yang didapatkan untuk kadar xanton yaitu Y1 =
- 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X12 -
2,61150E-003X22.. Semantara, persamaan untuk total antosianin yaitu Y1 = -
167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X12 -
0,055060X22. Nilai hasil aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit manggis hasil
optimasi adalah 13,17 ppm yang berarti bahwa ekstrak kulit manggis memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi.

Kata Kunci: antosianin, ekstrak kulit manggis, ultrasonic bath extraction, xanton

vi
DELA ADINDA NOVIA S.. 145100101111065. Optimization of Xanthone and
Anthocyanin Extraction from Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Rind
using Ultrasonic Bath Method (Study on Ethanol Concentration and Solvent
to Mangosteen Rind Ratio). Supervisor: Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P
and Jaya Mahar Maligan, S.TP, M.P

SUMMARY

Mangosteen is one of exotic fruit from Indonesia that consist of rind 70-
75%, pulp 10-15% and seed 15-20%.Mangosteen rind contains bioactive
compounds, such as anthocyanin, xanthone, polyphenol and phenolic acid.
Xanthone and anthocyanin have highly antioxidant activity. Xanthone and
anthocyanin ordinary obtained from mangosteen rind by doing conventional
extraction such as maceration, soxhlet and percolation. These three method is
having of the weakness to effectiveness of time and temperature. Therefor, one
of potential methods to improve extraction process is ultrasonic bath extraction.
Extraction by using this method has several excellence, which is more quickly,
not cause significant changes in the chemical structure, particles and compound
contained in it, simplify mass transfer, distrupsi cells and increasing the effect of
penetration.
The aim of the research was to know the optimal condition of the ethanol to
water ratio and solvent to solid ratio on the process of extracting the mangosteen
rind against the best xanthone levels and total anthocyanin. It’s also determine
characteristics (antioxidant activity IC50) of the extracts that has optimize by using
ultrasonic bath extraction. This research using Design Expert 7.1.5 software with
Response Surface Methodology (RSM) and Central Composite Design (CCD).
Factor that used in this method is ethanol concentration (70%, 80% and 90%)
and solvent to solid ratio (10:1, 15:1 and 20:1). Response that observe was
xanthone level and total anthocyanin. After finding out the optimum condition,
then do verification and antioxidant activity IC50 testing.
The optimum condition result of mangosteen rind extraction using
ultrasonic bath extraction is ethanol concentratiom 90% and solvent to solid ratio
(v/b) 14,84:1 mL/). The result is 0,341±0.02 mg/100g of xanthone level and
22.74±0.58 mg/100g of total anthocyanin. The equation for xanton level is Y1 = -
4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X12 -
2,61150E-003X22. While, the equation for total anthocyanin is Y1 = -167,00901 +
3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X12 - 0,055060X22.
Antioxidant activity (IC50) of mangosteen rind extract is 13,17 ppm, which means
the extract have high antioxidant activity.

Keywords:anthocyanin, mangosteen rind extract, ultrasonic bath extraction,


xanthone

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi
dengan judul “Optimasi Ekstraksi Xanton dan Antosianin dari Kulit Manggis
(Garcinia mangostana L.) dengan Metode Ultrasonic Bath Extraction (Kajian
Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan)”. Adapun maksud dari
penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna menyelesaikan
Program Studi Strata Satu (S1) pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga
dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran-saran maupun
arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati dan rasa
hormat penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan, doa dan
motivasi yang membangun semangat penulis dalam menyelesaikan laporan
tugas akhir ini.
2. Kedua kakak tercinta yang selalu memberi support dalam bentuk moral
maupun materi secara nyata dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, S.TP, M.P dan Bapak Jaya Mahar Maligan, S.TP,
M.P selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan,
ilmu dan pengetahuan selama proses penyusunan dan penyelesaian tugas
akhir.
4. Teman-teman khususnya Deayu, Tutus, Arum, Aca untuk dukungan,
masukan, kebersamaan dan dorongan dalam menyelesaikan tugas akhir.
5. Teman-teman Jurusan THP 2014 yang telah memberikan bantuan, dan
spiritnya kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Universitas
Brawijaya.
6. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari laporan tugas akhir ini jauh dari sempurna. Semoga
tugas akhir ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi pembaca.

Malang, September 2018


Penulis

Dela Adinda N.S.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iii
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
SUMMARY ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3
II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Buah Manggis............................................................................................. 4
2.1.1 Kulit Manggis ......................................................................................... 6
2.2 Xanton ........................................................................................................ 8
2.2.1 Aktivitas Antioksidan Xanton......................................................... 11
2.2.2 Aktivitas Antikanker dari Xanton ................................................... 11
2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi dari Xanton ................................................ 12
2.3 Antosianin ................................................................................................. 12
2.4 Antioksidan ............................................................................................... 14
2.4.1 Sumber Antioksidan ..................................................................... 15
2.4.2 Mekanisme kerja Antioksidan ....................................................... 16
2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan .................................................... 17
2.5 Ekstraksi ................................................................................................... 18
2.6 Metode Ekstraksi ...................................................................................... 19
2.7 Pelarut Pengekstrak ................................................................................. 21
2.7.1 Etanol ........................................................................................... 21
2.8 Ekstraksi Metode Ultrasonic-bath Extraction ............................................. 23

ix
2.8.1 Gelombang Ultrasonik .................................................................. 23
2.8.2 Mekanisme Ultrasonic-bath Extraction .......................................... 25
2.8.3 Keunggulan Penggunaan Gelombang Ultrasonik ......................... 26
III METODE PENELITIAN ................................................................................. 28
3.1 Tempat dan Waktu ................................................................................... 28
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 28
3.2.1 Alat ............................................................................................... 28
3.2.2 Bahan ........................................................................................... 28
3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 29
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 30
3.4.1 Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016) ...... 30
3.4.2 Optimasi Ekstraksi Kulit Buah Manggis dengan Metode Ultrasonic-
bath (Modifikasi Sholihah, 2016) ................................................................. 32
3.5 Pengamatan dan Analisis ......................................................................... 34
3.5.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku ......................................... 34
3.6 Analisis Data ............................................................................................. 34
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 36
4.1 Karakteristik Kimia Bahan Baku ................................................................. 36
4.2 Proses Ekstraksi Ultrasonik Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana
Linn.) ........................................................................................................ 38
4.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan
terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin............................................ 40
4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Xanton ...................................... 42
4.5 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Antosianin ................................... 51
4.6 Penentuan Titik Optimum Kadar Xanton dan Total Antosianin................... 61
4.7 Verifikasi Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan
Pelarut:Bahan terhadap Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin ....... 63
4.8 Analisis Aktivitas Antioksidan (IC50) Ekstrak Kulit Buah Manggis ............... 64
V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 67
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 67
5.2 Saran......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68
LAMPIRAN........................................................................................................ 74

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi buah manggis per 100 gram ................................... 5
Tabel 2.2 Komposisi Kulit Manggis (Garcinia mangostana) ................................. 6
Tabel 2.3 Kandungan Kulit Buah Manggis ........................................................... 7
Tabel 2.4 Perubahan pH dan Warna Antosianin ................................................ 14
Tabel 2.5 Kategori Nilai IC50 ............................................................................. 17
Tabel 2.6 Karakteristik Etanol ............................................................................ 22
Tabel 3.1 Input numeric factors (Perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi
etanol) ............................................................................................. 29
Tabel 3.2 Input responses (Kadar Xanton dan Total Antosianin) ....................... 29
Tabel 3.3 Kombinasi Perlakuan ......................................................................... 30
Tabel 4.1 Analisis Kadar Air (bb) Kulit Buah Manggis ........................................ 36
Tabel 4.2 Hasil Analisis Karakteristik Kimia Kulit Manggis Segar dan Bubuk Kulit
Manggis ........................................................................................... 37
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin ........ 41
Tabel 4. 5 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari
Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Kadar
Xanton ............................................................................................. 42
Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian
Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Kadar Xanton ......................... 43
Tabel 4.7 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik
Respon Kadar Xanton ..................................................................... 44
Tabel 4. 8 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Kadar Xanton Model
Kuadratik ......................................................................................... 45
Tabel 4.9 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari
Urutan Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Total
Antosianin........................................................................................ 52
Tabel 4.10 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian
Ketidaktepatan (Lack of Fit) Respon Total Antosianin...................... 53
Tabel 4.11 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik
Respon Total Antosianin.................................................................. 54
Tabel 4.12 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Total Antosianin Model
Kuadratik ......................................................................................... 55
Tabel 4.13 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan ................................. 62
Tabel 4.14 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Kadar Xanton dan Total
Antosianin........................................................................................ 62
Tabel 4.15 Point Prediction Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan
Pelarut:Bahan .................................................................................. 63
Tabel 4.16 Point Prediction Hasil Optimum Respon Kadar Xanton dan Total
Antosianin........................................................................................ 63
Tabel 4.17 Hasil Verifikasi Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin dari
Ekstrak Kulit Manggis ...................................................................... 64
Tabel 4. 18 Hasil pengukuran IC50 ekstrak kulit buah manggis ......................... 65

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Manggis ........................................................................... 5


Gambar 2.2 Buah Manggis .................................................................................. 5
Gambar 2.3 Kulit Buah Manggis .......................................................................... 7
Gambar 2.4 Struktur kimia dari xanton ................................................................ 9
Gambar 2.5 Struktur kimia turunan xanton......................................................... 10
Gambar 2.6 Struktur molekul antosianin ............................................................ 12
Gambar 2.7 Struktur Kimia Etanol ..................................................................... 22
Gambar 2.8 Fenomena kavitasi ......................................................................... 24
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Manggis ............................... 31
Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Bubuk Kulit Manggis ................................... 33
Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Kadar Xanton ....................................... 49
Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Kadar Xanton .......................... 49
Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Kadar Xanton ..... 50
Gambar 4.4 Kurva Normalitas Kadar Xanton dengan Kolmogrov-Smirnov ........ 51
Gambar 4.5 Grafik Kontur Plot Respon Total Antosianin ................................... 59
Gambar 4.6 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Total Antosianin ...................... 60
Gambar 4.7 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Total Antosianin . 60
Gambar 4.8 Kurva Normalitas Total Antosianin dengan Metode Kolmogrov-
Smirnov ......................................................................................... 61

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis ........................................................................... 74


Lampiran 2. Hasil Penelitian .............................................................................. 79
Lampiran 3. Hasil Analisis Data dengan RSM (Design Expert 7.1.5) ................. 81
Lampiran 4 Hasil Verifikasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak ...................... 91
Lampiran 5. Hasil Uji Paired T Bahan Baku ....................................................... 93
Lampiran 6. Hasil Paired T Verifikasi Data Titik Optimal .................................... 95
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian.................................................................. 96

xiii
i
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah tropis dari
famili Guttiferae dan seringkali dijuluki sebagai “The queen of fruit”. Buah ini
memiliki warna kulit ungu tua sampai merah keunguan dengan bagian daging
buah berwarna putih, lembut, juicy, rasa yang manis sedikit asam dan aroma
yang menyenangkan. Berdasarkan penelitian Iswari dan Sudaryono (2007),
komponen buah manggis yang paling terbesar adalah bagian kulitnya yakni 70-
75% (bagian kulit luar dan dalam), sedangkan daging buahnya 10-15% dan
bijinya 15-20%.
Bagian kulit manggis diketahui memiliki senyawa bioaktif yang cukup
besar, diantaranya adalah antosianin, xanton, polifenol, tanin, dan senyawa
asam fenolat. Antosianin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid
yang memiliki sifat antioksidan yang tinggi karena antosianin berperan sebagai
pendonor elektron serta memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam (Rice et
al., 1997). Xanton diketahui memiliki potensi dalam menghambat proses
karsinogenesis dan memiliki kemampuan untuk menghambat molekul target sel
tumor seperti kinase, siklooksigenase, ribonukleotida reduktase dan DNA
polymerase (Shan et al., 2011). Selain itu, xanton diketahui juga memiliki
aktivitas antioksidan tinggi, antikanker, anti tumor, anti-aging serta anti infalamsi.
Untuk memperoleh senyawa bioaktif dari suatu bahan, diperlukan proses
ekstraksi.
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
cair dengan menggunakan pelarut tertentu. Metode ekstraksi konvensional yang
biasa digunakan, diantaranya adalah maserasi, soxhletasi dan perkolasi. Salah
satu metode ekstraksi yang memiliki tingkat efisiensi tinggi adalah ekstraksi
dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Keuntungan utama ekstraksi
gelombang ultrasonik adalah efisiensi lebih besar, waktu operasi lebih singkat
dan biasanya laju perpindahan masa lebih cepat apabila dibandingkan dengan
ekstraksi konvensional (Garcia and Bridle, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada proses ekstraksi diantanya
adalah konsentrasi pelarut, suhu ekstraksi, perbandingan bahan:pelarut, ukuran
bahan, lama ekstraksi dan jenis pelarut (Gao and Mazza, 1996). Perbandingan

1
pelarut:bahan akan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Semakin
besar perbandingan pelarut:bahan, maka rendemen akan semakin meningkat.
Hal ini disebabkan karena kontak antara matriks bahan dan pelarut akan
semakin besar ketika volume yang lebih besar digunakan, sehingga
memudahkan pelarut untuk melakukan penetrasi ke dalam matriks bahan dan
melarutkan senyawa target (Cheok et al., 2013).
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu etanol dengan
beberapa konsentrasi. Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol memiliki
sifat yang universal, dimana pelarut ini dapat melarutkan metabolit-metabolit
sekunder di dalam tumbuhan. Selain itu, pemilihan konsentrasi etanol juga
disesuaikan dengan sifat senyawa yang akan diekstrak. Xanton merupakan
metabolit sekunder yang memiliki sifat cenderung larut dalam lemak dan dapat
diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol (Yoswathana, 2013).
Sementara antosianin dapat diekstrak dengan pelarut agak polar dan jenis
pelarut yang digunakan mempunyai kesesuaian kelarutan dengan antosianin,
baik dari segi polaritasnya maupun tingkat kelarutannya dalam air atau dapat
bercampur dengan air dalam berbagai proporsi (Sari dkk., 2005). Dalam
penelitian ini, diharapkan proses ekstraksi dapat mengisolasi kedua komponen
tersebut secara bersamaan sehingga digunakan etanol gengan beberapa
konsentrasi. Penelitian yang dilakukan oleh Yoswathana (2013), menyebutkan
bahwa kondisi optimum proses ekstraksi xanton dari kulit buah manggis dengan
menggunakan teknik ultrasonik adalah pada suhu 33°C, amplitudo 75% dan
konsentrasi etanol 80% selama 60 menit dengan hasil xanton sebesar 0,1760
mg/g kulit manggis kering.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kondisi optimum parameter yang mempengaruhi proses ekstraksi
xanton dan antosianin menggunakan metode ultrasonic bath. Salah satu metode
optimasi yang dapat digunakan adalah metode RSM (Response Surface
Methodology). Proses optimasi ekstraksi xanton dan antosianin dengan
menggunakan metode permukaan respons perlu dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Selanjutnya dilakukan validasi pada kondisi
optimum yang telah diperoleh. Faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu
perbandingan pelarut:bahan dengan batasan 10:1 v/b dan 20:1 v/b dan
konsentrasi etanol dengan batasan 70% dan 90%.

2
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, didapatkan perumusan
masalah pada penelitian ini yaitu:
1.2.1 Bagaimana kondisi optimal konsentrasi etanol dan perbandingan
pelarut:bahan yang sesuai pada ekstraksi kulit manggis dengan
metode ultrasonic bath extraction untuk menghasilkan kadar xanton
dan total antosianin yang terbaik?
1.2.2 Bagaimana aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit manggis dari hasil
optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode
ultrasonic bath extraction?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1.3.1 Mengetahui optimasi konsentrasi etanol dan perbandingan
pelarut:bahan yang sesuai pada proses ekstraksi kulit manggis
terhadap kadar xanton dan total antosianin yang terbaik
1.3.2 Mengetahui aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit manggis dari hasil
optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode
ultrasonic bath extraction

1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat:
1.4.1 Dijadikan referensi penggunaan konsentrasi etanol dan perbandingan
pelarut:bahan pada proses ekstraksi xanton dan antosianin dari kulit
manggis
1.4.2 Dijadikan dasar atau pelengkap informasi terhadap penelitian lainnya

1.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu:
1.5.1 Diduga proses ekstraksi kulit manggis dengan konsentrasi etanol dan
perbandingan pelarut:bahan menggunakan metode ultrasonic bath
extraction dapat menghasilkan kadar xanton dan total antosianin yang
optimal
1.5.2 Diduga proses ekstraksi kulit manggis dengan metode ultrasonic bath
extraction berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan IC50 ekstrak kulit
manggis.

3
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Manggis

Buah manggis merupakan tanaman buah yang berasal dari hutan tropis
teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia.
Menurut Winarno (2000), terdapat kurang lebih empat marga dari 4 suku buah-
buahan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi, salah satunya yaitu Clusiaceae (marga
Garcinia). Empat jenis komoditas dari keempat marga tersebut telah ditetapkan
sebagai “buah unggulan nasional”, masing-masing adalah buah mangga,
manggis, rambutan dan durian.
Taksonomi tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Prihatman, 2000):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Guttiferanales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
Tanaman manggis memiliki adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis
tanah, akan tetapi untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis menghendaki
tanah dengan tekstur liat berpasir dan berstruktur. Tanaman yang memiliki
kekerabatan dengan kandis ini dapat mencapai ketinggian 25 m dengan
diameter batang mencapai 45 cm. Pohon manggis dapat tumbuh pada
ketinggian 0-600 mdpl, suhu udara rata-rata 20-30°C serta derajat keasaman
yang dikehendaki yaitu 5-7 (sedikit asam sampai netral). Curah hujan yang
sesuai untuk pertumbuhan manggis berkisar antara 1500-300 mm/tahun yang
merata sepanjang tahun (Mardiana, 2012).
Pohon manggis memiliki cabang yang teratur, berkulit coklat dan
bergetah. Buahnya memiliki bentuk yang khas yaitu berbentuk bulat dan
berjuring (bercupat) dengan warna merah keunguan ketika matang. Buah

4
manggis memiliki beberapa ruang atau segmen dengan satu biji pada setiap
segmennya, akan tetapi yang dapat menjadi biji sempurna hanya 1-3 biji. Setiap
biji diselubungi oleh selaput berwarna putih bersih, halus yang disertai rasa
segar. Secara organoleptik, rasa buah manggis cenderung seragam yaitu manis,
asam dan sedikit sepat (Mardiana, 2012). Bentuk tanaman dan buah manggis
dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2

Gambar 2.1 Tanaman Manggis (Mardiana, 2012)

Gambar 2. 2 Buah Manggis (Mardiana, 2012)

Buah manggis terdiri atas beberapa bagian, diantaranya adalah tangkai


atau mahkota, perikarp, daging buah dan biji. Komponen terbesar dalam buah
manggis adalah air, yaitu 83%. Komponen protein dan lemak yang terdapat
dalam buah manggis sangat sedikit, tidak mengandung vitamin A, namun
menganding vitamin B1 dan vitamin C. Kandungan nutrisi buah manggis dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi buah manggis per 100 gram

Kandungan Satuan Kadar


Kalori Kkal 63,00
Karbohidrat G 15,60
Lemak G 0,60
Protein G 0,60
Kalsium Mg 8,00
Vitamin C1 Mg 2,00
Vitamin B1 Mg 0,03
Fosfor Mg 12,00
Zat Besi Mg 0,80

5
Sumber: Hasyim dan Iswari (2012)

Secara tradisional, buah manggis digunakan sebagai obat sariawan,


tjwasir dan luka. Sementara batang pohonnya digunakan sebagai bahan
bangunan, kayu bakar dan kerajinan. Kulit manggis dapat dimanfaatkan sebagai
zat pewarna alami yang aman untuk makanan serta memiliki fungsi antioksidan,
antidiare dan antikaner (Prihatman, 2000).

2.1.1 Kulit Manggis

Buah manggis memiliki kulit yang tebal, permukaan licin dan keras.
Menurut Iswari (2005), komponen buah manggis yang terbesar adalah kulitnya,
yaitu 70-75%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-20%.
Hasil penelitian Dewi dkk. (2011) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji
skrining fitokimia, kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid,
triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol. Komposisi kulit buah
manggis disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Komposisi Kulit Manggis (Garcinia mangostana) (Persen dalam Basis Kering)
Komponen Kadar (%)
Air 10,31
Abu 20,54
Protein 3,43
Serat Kasar 25,53
Lemak 0,54
Karbohidrat 49,96
Sumber: Thahjani et al. (2014)

Sebagian besar kandungan kulit buah manggis adalah xanton, antosianin


dan tanin sehingga kulit manggis berwarna cokelat, merah dan ketika matang
berwarna lembayung tua. Pada kulit manggis terdapat getah, dimana semakin
tua umurnya maka getahnya akan semakin berkurang. Kulit buah manggis kaya
akan pektin, tanin, zat warna dan antibiotik xanton. Adanya kandungan tanin
menyebabkan rasa dari kulit manggis menjadi pahit (Verherj dan Coronel, 1997).
Kulit buah manggis potensial memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas
antioksidan ini diperoleh dari senyawa xanton, antosianin serta senyawa fenol
lainnnya (Weecharangsan et al., 2006). Xanton diketahui memiliki aktivitas
antioksidan yang cukup tinggi melebihi aktivitas antioksidan vitamin E dan
vitamin C (Jastrzebska et al., 2003). Hal ini didukung dengan pernyataan
Nurkarami dan Purnomo (2000) yang menyatakan bahwa kulit buah manggis

6
mempunyai daya reduksi sebanding dengan daya reduksi asam askorbat. Fenol
termasuk antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas untuk
menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis yang lebih baik
(Prior, 2003). Gambar kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2. 3 Kulit Buah Manggis (Prior, 2003)

Perbedaan kondisi lingkungan tempat tumbuh dapat menyebabkan


perbedaan jenis dan jumlah dari metabolit sekunder yang terkandung dalam
tanaman. Selain lingkungan, genetik, metode budidaya, waktu pengumpulan
serta pengolahan pascapanen juga dapat menyebabkan perbedaan kandungan
metabolit sekunder (Rubiyanti dkk., 2005). Senyawa xanton merupakan metabilit
sekunder pada manggis yang memiliki aktivitas farmakologi paling berperan
(Chitra et al., 2010). Kandungan lain yang terdapat dalam kulit manggis dapat
dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 3 Kandungan Kulit Buah Manggis


Kandungan Referensi
Xanton, mangostin,
garsinon, flavonoid dan Soedibyo, 1998
tanin
Mangostenol,
mangostinon A,
mangostinon B,
trapezifolixanton, tovofilin
Suksamsarn et al., 2003
B, α-mangostin, β-
mangostin, garsinon B,
mangostanol, flavonoid,
epikatekin
Gartanin, δ- mangostin,
Chairungsilerd et al., 1996
garsinon E
Katekin, potasium,
kalsium, fosfor, besi,
Yatman, 2012
vitamin B1, vitamin B2,
vitamin B6 dan vitamin C
Sumber: Rubiyanti dkk (2005)

7
2.2 Xanton

Xanton merupakan metabolit sekunder yang berada dalam famili


tumbuhan tingkat tinggi, jamur dan lumut. Struktur xanton memiliki hubungan
dengan flavonoid dan memiliki perilaku kromatografik yang sama. Flavonoid
dapat ditemui di alam dan xanton hanya ditemui di beberapa famili tumbuhan.
Xanton dapat ditemui dalam famili Gentianaceae, Guttiferae, Moraceae,
Clusiaceae dan Polygalaceae. Xanton dapat ditemui sebagai senyawa
polyhydroxylated atau polymethyl tetapi kebanyakan adalah mono-, polymethyl
eter atau glikosida.
Jose et al. (2008), mengisolasi senyawa kimia yang memiliki efek
farmakologis dari C. ftGarcinia (mangostana) yaitu xanton. Beberapa tanaman,
tumbuhan paku dan spesies fungi yang memiliki kandungan xanton diantaranya
adalah Artocarpus, Anthocleista, Allanblackia, Andrographis, Aspergillus,
Bersama, Blackstonia, Calophyllum, Canscora, Centaurium, Chironia,
Cratoxylum, Comastoma, Garcinia, Cudrania, Eustoma, Emericella, Frasera,
Garcinia, Gentiana, Gentianella, Gentianopsis, Halenia, Hoppea, Hypericum,
Ixanthus, Lomatogonium, Mesua, Morinda, Macrocarpaea, Mangrove fungi,
Orphium, Peperomia, Pentadesma, Polygala, Penicillium, Phoma, Phomopsis,
Rheedia, Rhus, Securidaca, Symphonia, Schultesia, Swertia, Tripterospermum,
Vismia, Veratrilla, and Xylaria (Prior, 2003).
Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan berwarna merah, ungu,
biru atau kuning. Inti xanton dikenal sebagai 9-xanthenone atau dibenzo-c-
pyrone. Xanton dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu oxygenated
xanton, xanton glycoside, prenylated xanthoe, xanthonolignoid dan
miscellaneous xanton. Xanton adalah golongan flovonoid yang diisolasi dari kulit
buah manggis dan memiliki peran medis. Senyawa xanton yang memiliki aktivitas
farmakologi paling berperan dalam manggis hanya dihasilkan oleh jenis Garcinia
(Chitra et al., 2010). Xanton memiliki struktur kimia yang unik yakni terdiri dari
tiga sistem aromatik (C6-C3-C6). Gugus isoprene, methoxyl dan hydroxyl terletak
di berbagai lokasi pada cincin A dan B sehingga menyebabkan xanton memiliki
susunan yang berbeda-beda. Xanton dapat di beberapa tanaman tingkat tinggi.
Kandungan xanton yang paling melimpah pada kulit buah manggis adalah α- dan
ϒ-mangostin (Prior, 2003).

8
Jenis xanton lain yang juga terdapat di dalam kulit buah manggis
diantaranya adalah β-mangostin, gartanin, 8-deoxygartanin, garcinones A, B, C,
D dan E, mangostinone, 9-hydroxycalabaxanton dan isomangostin. α-mangostin
adalah senyawa yang memiliki manfaat dalam menekan pembentukan senyawa
karsinogen pada kolon, antioksidan, antipoliferatif, proapoptotik, antiinflamasi,
antikarsinogenik dan antimikrobial. Selain senyawa α-mangostin, senyawa
xanton juga mengandung ϒ-mangostin yang memiliki manfaat dalam memberikan
perlindungan atau melakukan pencegahan terhadap serangan penyakit (Orozco
dan Failla, 2013). Struktur kimia xanton secara umum dapat dilihat pada Gambar
2.4 dan struktur kimia turunan dari xanton dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 4 Struktur kimia dari xanton (Machmudah, 2015)

9
Gambar 2.5 Struktur kimia turunan xanton (Negi et al., 2013)

10
2.2.1 Aktivitas Antioksidan Xanton

Xanton merupakan bagian dari flavonoid yaitu senyawa polifenol. Polifenol


tersebar di alam, mekanisme antioksidan senyawa folifenol berdasarkan atas
kemampuan mendonorkan atom hydrogen dan kemampuan melekat ion–ion
logam, lalu senyawa fenolik menstabilkan radikal secara resonasi, yang tidak
mudah berpartisipasi dalam reaksiradikallain (Muchtadi, 2011)
Xanton merupakan antioksidan kuat yang dibutuhkan untuk penyeimbang
pro-oxidant (radikal bebas) di dalam tubuh dan lingkungan. Sifat antioksidan
xanton melebihi vitamin E dan vitamin C yang selama ini terkenal sebagai
antioksidan tingkat tinggi. Dalam proses metabolisme, terjadi reaksi oksidasi dan
reduksi sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat
oksidator dengan oksigen yang reaktif. Radikal bebas ini akan mengoksidasi zat-
zat yang bermanfaat bagi tubuh sehingga menyebabkan sejumlah jaringan tubuh
menjadi rusak.
Senyawa xanton merupakan antioksidan tertinggi, nilainya mencapai
17.000 sampa 20.000 ORAC per 100 ons (sekitar 2.835 g kulit), lebih besar dari
wortel dan jeruk yang kadarnya hanya 300 ORAC dan 2.400 ORAC. ORAC yang
merupakan kependekan dari Oxygen Radical Absorbance Capasityadalah
kemampuan antioksidamenetralkanradikalbebas (Mardiana, 2011).

2.2.2 Aktivitas Antikanker dari Xanton

Penelitian mengenai obat kanker saat ini masih gencar untuk dilakukan,
salah satunya adalah pada kulit buah manggis. Ho et al. (2002) berhasil
mengisolasi senyawa xanton dan menguji efek sitotoksisitas pada cell line kanker
hati. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa garsinon E
memiliki aktivitas sitotoksisitas paling potensial.
Sementara pada tahun 2004, Matsumoto et al. menemukan bahwa α-
mangostin mampu mengaktivasi enzim apoptosis caspase-3 dan caspase-9. α-
mangostin diduga kuat memperantarai apoposis jalur mitokondria sehingga
menyebabkan perubahan mitokondria yaitu pembengakan sel, penurunan ATP
intraseluer, akumulasi senyawa oksigen (ROS) dan berkurangnya potensial
membran. Hal ini mengindikasikan bahwa target aksi α-mangostin adalah
mitokondria pada fase awal sehingga menyebabkan apoptosis pada sell line
leukimia manusia.

11
2.2.3 Aktivitas Antiinflamasi dari Xanton

Zat antiinflamasi merupakan zat yang dapat mencegah peradangan oleh sel
kanker atau tumor. Berdasarkan penelitian Nakatani (2002), pemberian 5 mg ϒ-
mangostin pada 5 ekor tikus mampu menghentikan inflamasi dengan
menghambat produksi enzim cyclooxigenase-2 (COX-2) penyebab inflamasi.

2.3 Antosianin

Antosianin merupakan pigmen yang tergolong senyawa flavonoid,


mengandung dua cincin benzena yang dihubungkan oleh tiga atom karbon dan
dirapatkan oleh satu atom oksigen sehingga terbentuk cincin di antara dua
benzena. Senyawa antosianin merupakan senyawa kation flavium, yang
tergolong ke dalam turunan benzopiran. Stuktur utama turunan benzopiran
ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6 ) yang dihubungkan
dengan tiga atom karbon dan satu atom O yang membentuk cincin. Antosianin
merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu, violet,
magenta dan kuning. Pigmen ini larut dalam air yang terdapat pada bunga, buah
dan daun tumbuhan (Moss, 2002).
Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam
bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara
glikosidik (seperti pada Gambar 2.6). Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar
1-4, dan menampakkan warna oranye, merah muda, merah, ungu hingga biru.

Gambar 2.6 Struktur molekul antosianin (Li, 2009)

Antosianin terdapat dalam vakuola sel bagian tanaman. Vakuola adalah


organel sitoplasmik yang berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik
dengan membran tanaman (Kimbal, 1993). Secara kimia antosianin merupakan
turunan garam flavilum atau benziflavilum. Antosianin merupakan satuan gugus
glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982).
Terdapat lima jenis gula yang ditemui pada molekul antosianin, yaitu: glukosa,

12
rhamnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Sedangkan senyawa-senyawa
bentuk lainnya sangat jarang ditemui (Francis, 1985).
Pigmen ini mempunyai absorbansi maksimal pada kisaran panjang
gelombang 480-528 nm, dan menurut Henry (1996), antosianin ditampakkan
oleh panjang gelombang dari absorbsi maksimal spektrum pada 525 nm. Masing-
masing jenis antosianin memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang
tertentu. Dengan pelarut etanol, jenis pelargonidin berkisar antara 498-513 nm,
sianidin pada 514-523 nm, delfinidin 534 nm, dan malvidin 543 nm. Senyawa
antosianin ditemukan dalam ekstrak air tumbuhan, bahkan senyawa yang hanya
larut sedikit dalam air ini, kepolarannya memadai untuk diekstraksi oleh metanol,
etanol atau aseton, yang juga sering digunakan untuk ekstraksi flavonoid. Sifat
dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti: jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi,
kopigmentasi, dan sebagainya (Markakis, 1982).
Warna antosianin berubah dengan berubahnya pH. Pada pH tinggi
antosianin akan berwarna biru, kemudian berwarna violet dan akhirnya berwarna
merah pada pH rendah (DeMan, 1997). Konsentrasi pigmen yang tinggi di dalam
jaringan akan menyebabkan warna merah, konsentrasi sedang menyebabkan
warna jingga hingga ungu, sedangkan konsentrasi rendah menyebabkan warna
biru (Winarno, 2002). Jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna
cendrung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang
dominan dibandingkan gugus hidroksi pada stuktur antosianidin, menyebabkan
warna cendrung merah dan relatif lebih stabil.
Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki
kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam
media asam, antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel
dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa. Perubahan
warna karena perubahan kondisi lingkungan ini tergantung dari gugus yang
terikat pada stuktur dasar dari posisi ikatannya (Charley, 1970). Perubahan pH
mengakibatkan perubahan warna antosianin seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3
Antosianin adalah pigmen penyumbang warna merah, merah muda, ungu
dan biru (Lewis et al., 1997), dapat diperoleh dari mahkota bunga yang berwarna
merah, pink, ungu dan biru, Pigmen antosianin yang umumnya diinginkan pada
beberapa produk pangan seperti sirup, sari buah, jelly, yoghurt (Saati dan Asmi
Abbas, 2003), tepung, susu, makanan bayi, aneka kue, cake dan lain-lain. Hasil

13
penelitian ekstraksi buah arbei menunjukkan bahwa penggunaan pelarut etanol
dan asam sitrat (90:10) menghasilkan pigmen antosianin yang lebih baik,
dibandingkan pelarut asam sitrat saja atau dengan aquades dan asam sitrat
serta terbukti efektif menyumbangkan warna kue bolu kukus (Mulyanto, 2006).

Tabel 2.4 Perubahan pH dan Warna Antosianin


Warna pH
Cherry red 1-2
Cerise 3
Plum 4
Royal purple 5
Blue purple 6
Blue 7
Blue green 8
Emerald green 9-10
Grass green 10-11
Lime green 12-13
Yellow 14
Sumber: Rein (2005)

Kulit buah manggis merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan
sebagai zat pewarna alami. Ketersediaan antosianin dari kulit manggis mencapai
51%, sementara biji angggur yang merupakan sumber antosianin di Eropa hanya
mencapai 36% (Wijaya dkk, 2009). Sumber pigmen antosianin dalam kulit buah
manggis, terkandung sejumlah substansi pigmen yaitu sianidin-3-soforida dan
sianidin-3-glukosida (Effendi, 1991).
Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50°C, mempunyai berat molekul
207,08 gram/mol dan rumus molekul C15H11O (Fennema, 1996). Dilihat dari
penampakannya, antosianin memiliki warna merah, ungu dan biru serta memiliki
panjang gelombang maksimum 515-545 nm. Secara kimia, antosianin
merupakan turunan garam flavilium atau benzilflavilium dan tersusun atas gugus
aglikon dan glikon (Castaneda-Ovando et al., 2009).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda, memperlambat


atau menghambat syuatu reaksi oksidasi. Senyawa ini mampu melindungi sel
melawan kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas (Reactive Oxygen
Species), seperti singlet oksigen, superoksid, radikal peroksid dan radikal
hidroksil (Richa, 2009).

14
Fungsi paling efektif dari antioksidan dalam menghambat terjadinya
oksidasi adalah dengan menghentikan reaksi berantai dari radikal-radikal bebas
(primary antioxidant). Berdasarkan fungsinya, senyawa antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe antioksidan yaitu (Richa, 2009):
a. Primary antioxidants, yaitu senyawa-senyawa fenol yang mampu memutus
rantai reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Tipe antioksidan ini
akan memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa
fenol sehingga terbentukk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang
termasuk kelompok ini yaitu BHA (butyl hidroksilanisol), BHT (butyl
hydrotoluen) dan tokoferol.
b. Oxygen Scavenger, yaitu senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen
sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Tipe antioksidan ini akan
bereaksi dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah
oksigen akan berkurang. Senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat), asam palminat, asam
eritrobat dan sulfit.
c. Secondary antioxidant, yaitu senyawa yang memiliki kemampuan untuk
mendekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Tipe
antioksidan ini digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya
yaitu asam tiodipropionat dan dilauril tiopropionat.
d. Antioxidative enzyme, yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya
radikal bebas. Contoh antioksidan tipe ini adalah glucose oksidase,
superoksidase dismutase (SOD), glutation peroksidase dan katalase.
e. Chelators sequestrants, yaitu senyawa yang mampu mengikat logam seperti
besi dan tembaga yang mempu mengkatalisa reaksi oksidasi lemak.
Senyawa yang termasuk ke dalam antioksidan tipe ini yaitu asam sitrat,
asam amino, ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid.
Senyawa antioksidan yang terdapat dalam kulit manggis salah satunya
adalah senyawa xanton yang merupakan senyawa organik turunan dari difenil-ϒ-
pyron. Senyawa ini merupakan senyawa alami yang dapat digolongkan dalam
senyawa jenis fenol atau polyphenolic.

2.4.1 Sumber Antioksidan

Menurut Trilaksani (2003), berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi


menjadi dua macam, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan

15
alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstrak bahan alami.
Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari :
a) Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen
makanan
b) Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses
pengolahan
c) Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan sebagai bahan tambahan pangan
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami banyak yang
berasal dari tumbuhan, senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah
senyawa fenolik atau polifenolik. Senyawa antioksidan alami polifenolik adalah
multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas,
pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Chanwitsitheesuk
et al., 2004).
Antioksidan alami umumnya mempunyai tingkat keamanan yang lebih baik
dan manfaatnya lebih luas di bidang makanan, kesehatan dan kosmetik.
Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayur-sayuran, buah-buahan dan
tumbuhan berkayu, metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berasala dari
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, stetoid/triterpenoid.
Antioksidan alami dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak
mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik
(Prakash, 2001).
Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintetis
reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya
untuk makanan dan sering digunakan yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil
hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi kuinon (TBHQ) dan tokoferol.
Mekanisme antioksidan konsentrasi rendah dari antioksidan TBHQ dan BHA
telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari produk makanan sehingga
dapat menstabilkan produk tersebut (nutrisi, rasa, maupun warna). Akan tetapi
dalam konsentrasi yang tinggi TBHQ dapat menyebabkan kanker (Prakash,
2001).

2.4.2 Mekanisme kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan ada 2 macam yaitu antioksidan primer dan


antioksidan sekunder. Antioksidan primer berfungsi sebagai pemberi atom

16
hidrogen pada radikal lipida (R* dan ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang
lebih stabil yaitu turunan radikal antioksidan (A*). Sedangkan antioksidan
sekunder berfungsi untuk memperlambat laju antioksidan dengan berbagai
mekanisme selain pemutusan rantai autooksidasi (Effendi, 2009).

2.4.3 Pengujian Aktivitas Antioksidan

Metode yang banyak digunakan untuk menguji efektivitas antioksidan


adalah metode uji DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Adanya aktivitas
antioksidan dapat diketahui dengan pengujian DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl) dimana pengujian tersebut bertujuan untuk mengamati kapasitas
suatu ekstrak dalam menangkap suatu radikal atau menghambat pembentukan
radikal (Antolovich et al., 2001). Hasil uji DPPH dinyatakan dalam IC50 yang
mana menunjukkan banyaknya antioksidan dalam mereduksi 50% DPPH.
Kategori nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2. 5 Kategori Nilai IC50


Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 ppm
Kuat 50 – 100 ppm
Sedang 101 – 150 ppm
Lemah >150 ppm
Sumber: Deng et al. (2011)

DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga


dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan
membentuk DPPH tereduksi. Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat
antioksidan, yang dapat dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan
senyawa monofenolat (antioksidan). Tahap pertama meliputi delokalisasi satu
elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa tersebut, kemudian
memberikan atom hidrogen untuk mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi
dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen
dan akan bereaksi kembali dengan radika DPPH. Tahap terakhir adalah
pembentukan kompleks antar radikal hidroksil dengan radikal DPPH (Prakasih,
2001).

17
2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga


terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair
(Ditjen POM, 2000). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian
tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Teknik ekstraksi yang
diterapkan pada suatu bahan berbeda-beda tergantung tekstur, kandungan
bahan dan jenis senyawa yang ingin didapatkan (Bernardini, 1983).
Proses pemisahan atau pengambilan komponen dari suatu bahan pada
dasarnya dapat dilakukan dengan penekanan atau pengempaan, pemanasan
dan menggunakan pelarut. Ekstraksi dengan pengempaan atau pemanasan
dikenal dengan cara mekanis. Ekstraksi cara mekanis hanya dapat dilakukan
untuk pemisahan komponen dalam sistem campuran padat-cair (Suyitno et al.,
1989).
Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam
suatu pelarut organik, sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke
dalam pelarut. Proses perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke
pelarut dapat dijelaskan dengan teori difusi. Difusi merupakan pergerakan bahan
secara spontan dan tidak dapat kembali (irreversible) dari fase yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi
melalui dua tahapan pokok. Tahap pertama adalah difusi dari dalam padatan ke
permukaan padatan dan tahap kedua adalah perpindahan masa dari permukaan
padatan ke cairan.kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah
satu proses berlangsung relatif lebih cepat, maka kecepatan ekstraksi ditentukan
oleh proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan
kecepatan yang tidak jauh berbeda maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh
kedua proses tersebut (Sediawan dan Prasetya, 1997).
Setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbadaan kelarutan
yang berbeda dan setiap zat pelarut sehingga untuk mendapatkan sebanyak
mungkin komponen tertentu, maka ekstraksi dilakukan dengan menggunakan
suatu zat pelarut yang secara selektif dapat melarutkan komponen tertentu
dalam bahan tersebut. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tertentu dapat
terjadi karena persamaan kepolaran. Polaritas menggambarkan distribusi ion
dalam molekul yang berpengaruh terhadap daya larut suatu bahan dalam
pelarut. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan akan dapat larut pada

18
pelarut yang relatif sama kepolarannya, sehingga senyawa polar akan akan larut
dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam senyawa non polar
(Ucko, 1982).

2.6 Metode Ekstraksi

Xanton dan antosianin pada kulit manggis dapat diekstraksi dengan


berbagai macam metode. Adapun metode yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Sokhletasi
Sokhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel yang menyebabkan terjadinya pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar
sel sehingga senyawa akan terlarut dalam pelarut (Departemen Kesehatan RI,
2006). Pada metode ini, sampel ditempatkan dalam sarung selulosa (atau
dengan kertas saring) dalam klonsong yang diletakkan di atas labu dan di bawah
kondensor. Selanjutnya, dimasukkan pelarut yang sesuai ke dalam labu dan
suhu penangas diatur. Keuntungan metode ini yaitu proses ekstraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).
Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode
sokhletasi telah dilakukan oleh Yoswathana (2013), yaitu ekstraksi xanton
dengan menggunakan pelarut etanol 95% selama 0,5 jam, 1 jam dan 2 jam.
Ekstraksi xanton selama 2 jam memberikan hasil yang terbaik yaitu dengan
rendemen sampai dengan 0,12 mg/g sampel kering.

b. Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana dengan prinsip
perendaman sampel ke dalam pelarut sehingga pelarut akan menembus dinding
sel, masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan selanjutnya zat
aktif tersebut akan larut. Pada metode ini, sampel yang akan diekstrak
ditempatkan di dalam wadah bersama dengan pelarutnya. Selanjutnya, wadah
tersebut ditutup rapat dan dikocok berulang-ulang sehingga memungkinkan
pelarut untuk masuk ke seluruh permukaan sampel (Ansel, 2000). Proses

19
pengocokan ini dimaksudkan untuk mempercepat terjadinya kesetimbangan
bahan dalam pelarut sehingga proses ekstraksi akan terjadi lebih cepat
Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan metode
maserasi sudah pernah dilakukan oleh Yoswathana (2013), yaitu ekstraksi
xanton dengan menggunakan etanol 95% selama 0,5 jam, 1 jam dan 2 jam.
Ekstraksi selama 2 jam memberikan hasil terbaik dengan rendemen xanton yang
dihasilkan 0,06 mg/g sampel kering.

c. Microwave Assisted Extraction (MAE)


MAE merupakan metode ekstraksi secara modern. Secara umum, MAE
merupakan teknik untuk mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan
tanaman dengan bantuan energi gelombang mikro. Teknologi tersebut cocok
bagi pengambilan senyawa yang bersifat termolabil karena memiliki kontrol
terhadap temperatur yang lebih baik dibandingkan proses pemanasan
konvensional. Selain kontrol suhu yang lebih baik, beberapa kelebihan lain MAE
yaitu waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan solven yang lebih
sedikit, yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang lebih tinggi, adanya
proses pengadukan sehingga meningkatkan fenomena transfer massa, dan
setting peralatan yang menggabungkan fitur sohklet (Purwanto, 2010).
Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan
metode MAE sudah pernah dilakukan oleh Farida dkk. (2015), yaitu ekstraksi
antosianin dengan lama ekstraksi 5, 10 dan 15 menit dengan rasio bahan:pelarut
1:10, 1:20 dan 1:30. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan lama ekstraksi 10
menit dengan rasio bahan:pelarut 1:20 (b/v) dengan kadar antosianin 177,56
ppm.

d. Ultrasonic Assisted Extraction (UAE)


Metode ini merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan
menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, yaitu 20 kHz).
Wadah yang berisi sampel diletakkan di dalam wadah ultrasonic dan ultrasound.
Hal ini untuk memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga menghasilkan
rongga. Kerusakan sel menyebabkan kelarutan senyawa dalam pelarut menjadi
meningkat, sehingga hasil ekstraksi juga meningkat (Mukhriani, 2014). Ultrasonik
bersifat mudah diaplikasikan. Metode ini hanya memerlukan waktu yang singkat,
sehingga lebih efisien (Rahmawati dan Putri, 2013).

20
Penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan metode ultrasonik
pernah dilakukan oleh Yoswathana (2013), dimana pada penelitian ini dilakukan
proses ekstraksi xanton dari kulit buah manggis dengan menggunakan teknik
ultrasonic. Pada penelitian ini digunakan tiga faktor yaitu suhu (33, 45 dan 55°C),
amplitudo (25, 50 dan 75%) dan pelarut ( 0, 50 dan 95% etanol) dengan waktu
ekstraksi 1 jam. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa kondisi
optimum untuk ekstraksi xanton adalah pada suhu 33°C, amplitudo 75% dan
konsentrasi etanol 80% dengan hasil xanton sebesar 0,1760 mg/g kulit manggis
kering.
Selain itu, penelitian mengenai ekstraksi kulit manggis dengan metode
ultrasonik juga pernah dilakukan oleh Zhao et al (2012), dimana pada penelitian
ini dilakukan proses optimasi ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan
metode ultrasonik. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kondisi optimum
untuk ekstraksi kulit manggis adalah pada konsentrasi perbandingan bahan :
pelarut 17,1:1 (ml/g) selama 73,8 menit dan dihasilkan rendemen total xanton
sebesar 7,73%.

2.7 Pelarut Pengekstrak

Pada proses ekstraksi, penggunaan jenis pelarut sangat penting untuk


diperhatikan terutama pemilihan jenis pelarut serta faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan reaksi difusi antara pelarut dengan zat terlarut. Faktor
difusi ditentukan oleh viskositas pelarut serta ukuran dan bentuk partikel zat
terlarut. Faktor difusi ini ditentukan oleh viskositas pelarut, ukuran dan bentuk
partikel zat terlarut. Kelarutan zat terlarut di dalam zat pelarut tergantung
kepolaran, interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen dan suhu (Neckers, 1977). Jenis
pelarut yang digunakan untuk mengekstrak harus dapat melarutkan komponen
yang diinginkan, mempunyai kelarutan yang besar, tidak menyebabkan
perubahan kimia pada komponen ekstrak dan titik didih kedua bahan tidak terlalu
dekat.

2.7.1 Etanol

Etanol merupakan suatu cairan yang mudah menguap, mudah terbakar


(flammable), tidak berwarna serta alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Etanol ini sering sekali digunakan sebagai pelarut dalam

21
proses ekstraksi. Karakteristik fisik etanol dipengaruhi oleh keberadaan gugus
hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Adanya gugus hidroksil dapat
berpengaruh pada ikatan H+ yang membuatnya memiliki sifat yang cair dan lebih
sulit menguap dari pada senyawa organik lain dengan masa molekul yang sama.
Adapun struktur kimia etanol ditunjukkan pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Struktur Kimia Etanol (Neckers, 1977)

Dalam penggunaannya, etanol dapat dicampurkan dengan air dan dengan


cairan organik lain termasuk cairan nonpolar seperti hidrokarbon alifatik. Etanol
memiliki konstanta dielektrik yang cukup tinggi yaitu 24,3 sehingga baik
digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi senyawa tertentu pada bahan
pangan. Adapun karakteristik dari etanol ditunjukkan pada Tabel 2.5

Tabel 2. 6 Karakteristik Etanol


Karakteristik Keterangan
Nama sistemik Etanol
Nama lain Etil alkohol, hidroksietan
Rumus kimia C2H6O
Berat molekul 46,07 g/mol
Kenampakan Tidak berwarna
3
Densitas dan fase 0,789 g/cm , cair
Kelarutan dalam air Sangat larut
Titik leleh -114,3°C (158,8 K)
Titik didih 78,4°C (351,6 K)
+
Keasaman (pKa) 15,99 (H dari grup OH)
Viskositas 1200 cP pada 20°C
Momen dipol 1,69 D (gas)
Sumber: Whitten et al. (1998)

Etanol merupakan senyawa alkohol dengan formula C2H5OH. Gugus


hidroksi pada lakohol memberikan sifat polar, sedangkan gugus alkil merupakan
gugus non-polar. Sifat dari alkohol sangat ditentukan oleh proporsi kedua gugus
tersebut. (Whitten et al., 1998). Ikatan yang ada pada etanol merupakan ikatan
hidrogen yaitu ikatan yang terjadi akibat gaya tarik antar molekul antara 2 muatan
listrik parsial dengan polaritasnya yang berlawanan.
Etanol bersifat toksik, tetapi tubuh akan mengaturnya dengan segera. Lebih
dari 90 % etanol akan diproses oleh liver. Di liver, enzim alkohol dehidrogenase

22
mengkonversi etanol menjadi asetaldehida yang masih bersifat toksik. Tetapi
asetaldehid akan dirusak oleh enzim aldehida dehidrogenase yang
megkonversinya menjadi ion asetat. Sedangkan menurut FDA, kadar residu
etanol sebagai pelarut dalam suatu ekstraksi adalah 50 ppm.

2.8 Ekstraksi Metode Ultrasonic-bath Extraction

2.8.1 Gelombang Ultrasonik

Gelombang merupakan getaran yang merambat. Gelombang terdapat


pada medium yang karena perubahan bentuk dapat menghasilkan gaya, dimana
gelombang tersebut dapat berjalan dan dapat memindahkan energi dari satu
tempat ke tempat yang lain tanpa mengakibatkan partikel medium berpindah
secara permanen (Kane dan Sternheim, 1991).
Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih
tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia (diatas 20 kHz).
Frekuensi merupakan ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang
waktu yang diberikan. Berdasarkan besar frekuensi dan aplikasinya, gelombang
ultrasonik dibagi menjadi dua defense yaitu (Mason, 1990):
1. Frekuensi tinggi atau diagnostic ultrasound (2-10 MHz)
2. Frekuensi rendah atau power ultrasound (20-100 kHz)
Gelombang ultrasonik yang dirambatkan pada cairan akan menimbulkan
suara yang disebut kavitasi akustik. Tekanan cairan akan meningkat saat
amplitude positif dirambatkan dan tekanan menurun paa saat amplitude negatif
disalurkan. Perubahan tekanan secara stimulan dengan frekuensi tinggi dari
tanduk getar ultrasonik direaksi lambat oleh cairan sehingga timbung gelembung
mikro (microbuble). Gelembung tersebut selanjutnya akan mengembang dan
mengempis tidak stabil dengan laju pengembangan lebih besar dari laju
pengempisan sehingga diameter gelembung membesar hingga akhirnya
terpecah (Susilo, 2007).
Ketika gelembung mencapai volume yang tidak cukup lagi untuk menyerap
energi dan gelembung tersebut pecah, maka peristiwa tersebut disebut sebagai
kavitasi. Intensitas radiasi akustik yang merambat melalui medium dapat
menyebabkan berbagai efek dengan mekanisme sebagai berikut (Kuldikole,
2002).

23
a. Kavitasi
Kavitasi merupakan suatu peristiwa terekspansi dan terkompresinya
gelembung gas dalam cairan akibat adanya radiasi gelombang ultrasonik yang
menyebabkan tekanan cairan akan bertambah (yang mula-mula memiliki tekanan
statis) pada saat gelombang memiliki amplitude positif dan akan berkurang ketika
amplitude negatif (Kuldikole, 2000).
Akibat perubahan tekanan ini, maka gelembung gas atau uap yang
biasanya ada dalam cairan akan terkompresi pada saat tekanan cairan naik dan
akan terekspensi pada saat tekanan turun. Jadi selama ada gelombang
ultrasonik dalam cairan, maka jari-jari gelembung gas mencapai maksimum pada
saat kompresi. Jika amplitude tekanan gelombang ultrasonik cukup besar, maka
gelembung dapat pecah (shock waves) (Trisnobudi, 2006).
Perubahan tekanan positif dan negatif yang sangat besar dan dalam
frekuensi tinggi akan mengawali tumbuhnya gelembung mikro (microtubule).
Gelembung mikro akan mengembang dan mengempis dengan laju perubahan
diameter pengempisan sehingga gelembung mikto terus membesar hingga
akhirnya pecah. Gelembung tersebut bersifat tidak stabil dan serangkaian gejala
ini dapat terjadi pada konsentrasi energi yang besar. Kekacauan kavitasi tersebut
disebut kavitasi tidak kekal atau transient cavitation. Sisa gas dari gejala tersebut
bias menimbulkan reinisasi dari proses terbentuknya gelembung baru
(Trisnobudi, 2006).
Kavitasi dapat terjadi karena tekanan total pada gelombang bunyi
menurun sampai harga yang cukup rendah sehingga zat cair akan pecah.
Gelembung kavitasi dapat stabil dalam waktu yang lama. Gelembung kavitasi ini
berisi gas dan uap yang dihasilkan dengan baik pada intensitas yang rendah (1-3
W/m3). Fenomena terjadinya kavitasi dapat dilihat pada Gambar 2.8

Gambar 2. 8 Fenomena kavitasi (Trisnobudi, 2006)

24
b. Efek Struktural
Ketika fluida yang berada di medan suara berintensitas tinggi, dihasilkan
gejala dinamik dan tegangan geser pada struktur, terutama kekentalannya.
Perobekan sel terjadi karena adanya proses pengembangan dimana akan terjadi
gerakan yang sangat hebat didekat gelembung dan gerak yang lemah sejauh
beberapa diameter keadaanya. Bagian dinding sel yang dekat gelembung akan
mengalami perpindahan nisbi terhadap bagian dinding sel yang lain. Tegangan
geser yang dihasilkan dapat dengan mudah merobek dinding sel. Di dekat kaviti
yang menghilang juga terdapat dua jenis turbulensi yang mengaduk dengan
hebat. Dinding sel dapat pula dirusak oleh tegangan geser yang ditimbulkan oleh
turbulensi sehingga senyawa pada bagian dalam sel akan keluar (Ackerman et
al., 1998).
Gelombang suara yang merambat melalui fluida akan menyebabkan
terjadinya perpindahan energi yang ditimbulkan akibat adanya tubrukan elastik
antara molekul yang satu dengan yang lainnya. Hal ini akan meningkatkan
intensitas perpindahan energi yang menyebabkan energi gelombang menjadi
lemah saat melalui medium. Kuldikole (2002) menyebutkan bahwa ketika
gelombang merambat ke dalam medium cair akan menghasilkan tekanan bolak-
balik dan siklus ekspansi. Selain siklus ekspansi, gelombang ultrasonik dengan
intensitas tinggi menyebabkan timbulnya gelembung kecil dalam cairan. Jika
pada cairan diradiasikan gelombang ultrsonik, maka tekanan pada cairan akan
bertambah pada saat gelombang memiliki ampilitude positif dan akan berkurangg
pada saat amplitude negatif.

2.8.2 Mekanisme Ultrasonic-bath Extraction

Gelombang ultrasonik pada proses kimia akan kontak dengan medan


yang bersangkutan secara tidak langsung yakni melalui media perantara berupa
cairan. Gelombang bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser)
diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi
(cavitation). Perambatan gelombang ultrasonik pada ekstraksi menimbulkan dua
proses utama yaitu acoustic streaming dan fenomena kavitasi. Acoustic
streaming merupakan gelombang suara yang dipindahkan ke dalam cairan
sehingga terbentuk gerakan cairan yang searah dengan propagasi gelombang
(longitudinal). Acoustic streaming menyebabkan semakin tipisnya lapisan batas
antara cairan dan partikel sehingga dapat meningkatkan kemampuan penetrasi

25
pelarut seiring dengan meningkatnya difusibilitas dan solvensi senyawa aktif
dalam sel (Dolatowski et al, 2007).
Kavitasi adalah penguapan zat cair yang sedang mengalir hingga
membentuk gelembung-gelembung uap berenergi tinggi akibat kurangnya
tekanan pada cairan sampai dibawah titik jenuh uapnya. Pecahnya gelembung
kavitasi akan menghasilkan makro turbulensi yang menyebabkan kecepatan
tumbukan antarpartikel tinggi dan gangguan dalam mikro pori partikel biomassa
besar yang dapat menyebabkan kerusakan dinding sel. Hal ini menyebabkan
kandungan senyawa yang ada di dalam bahan menjadi bebas. Pada bagian
interface cairan-padatan, kavitasi menghasilkan aliran yang bergerak dengan
cepat melalui rongga di permukaan (Keil, 2007).
Gerakan tersebut mengakibatkan pengelupasan permukaan terluar dan
kerusakan partikel sehingga terbentuk permukaan baru atau pengecilan ukuran
partikel. Hal ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cepat sehingga
meningkatkan difusi ekstrak. Intensitas penetrasi yang tinggi dapat meningkatkan
perpindahan massa pada jaringan serta memfasilitasi perpindahan senyawa aktif
dari sel ke pelarut (Golmahamadi, 2013).
Efek mekanik yang ditimbulkan oleh adanya proses kavitasi adalah
meningkatnya penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung
pelepasan komponen sel dan meningkatkan transfer massa (Keil, 2007). Kavitasi
ultrasonik menghasilkan daya patah yang akan memecah dinding sel secara
mekanis dan meningkatkan transfer material (Liu et al., 2010).

2.8.3 Keunggulan Penggunaan Gelombang Ultrasonik

Beberapa keunggulan pada penggunaan gelombang ultrasonik adalah


tidak membutuhkan penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain,
prosesnya cepat dan mudah sehingga efisien terhadap biaya , tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel dan
senyawa yang terkandung di dalamnya, mempermudah transfer masa, distrupsi
sel serta meningkatkan efek penetrasi. Menurut penelitian Cameron dan Wang
(2006) tentang ekstraksi pati jagung menyebutkan bahwa rendemen pati jagung
yang didapatkan dari proses ultrasonik selama 2 menit adalah 55,2-67,8%
hampir setara dengan rendemen yang didapatkan dari pemanasan dengan air
selama 1 jam yaitu 53,4%.

26
Dengan menggunakan gelombang ultrasonik, proses ekstraksi dapat
berlangsung dengan lebih cepat. Hal ini disebabkan karena efek mekanik dari
gelombang ultrasonik dapat meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan
serta meningkatkan transfer massa. Dinding sel bahan akan dipecah oleh
gelombang ultrasonik, sehingga kandungan yang ada di dalamnya akan lebih
mudah untuk keluar (Mason, 1999).

2.9 Response Surface Methodology (RSM)

Response surface methodology (RSM) merupakan sekumpulan teknik


matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan
dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon. Tujuan
dari metode ini yaitu untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah
memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai
optimal dari suatu respon (Nuryanti dan Salimy, 2008). RSM tidak lain adalah
sebuah model regresi linier yang memodelkan hubungan antara variabel
explanatory dan variabel response (Hadiyat, 2012).
RSM memiliki dua tahapan utama dalam analisisnya. Pertama yaitu
pemodelan regresi first order, yang biasa dinyatakan dengan persamaan linear
polinominal dengan order satu. Langkah selanjutnya yaitu menaikkan derajat
polinominal persamaan yang didpatkan dari first order menjadi second order atau
derajat dua (Hadiyat, 2012). Tahap ini diisyaratkan untuk mengaproksimasi
respon karena adanya lengkungan (curvature) dalam permukaannya. Analisis
permukaan respon selanjutnya yaitu untuk pengepasan permukaan. Jika
pengepasan permukaan memiliki aproksimasi yang baik dari suatu fungsi respon,
maka analisis pengepasan permukaan akan ekuivalen dengan analisis sistem
yang aktual (Nuryanti dan Salimy, 2008). RSM dapat diaplikasikan pada berbagai
macam industri karena metode ini mampu menyajikan data yang cepat.

27
III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Jurusan


Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan
Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan
Febuari sampai dengan Juli 2018.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pembuatan bubuk kulit manggis yaitu pisau,
tray, cabinet dryer, ayakan 80 mesh, blender, kuas serta baskom plastik. Alat
yang digunakan untuk proses ekstraksi meliputi ultrasonic-bath extractor (Elma
450), neraca analitik (Mettler Toledo), rotary evaporator (IKA), corong kaca,
aluminium foil, desikator (Nuceite), refrigerator (Sharp SJ-P571NLV) dan
glassware (gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur). Alat yang digunakan
untuk analisis pada penelitian ini meliputi spektrofotometer (Simadzu), timbangan
analitik (Mettler Toledo), sentrifuge (Haettich), vortex (LW Scientific), glassware
(gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, pipet volume, bulb,
spatula, corong kaca)

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan terbagi menjadi tiga yaitu bahan baku, bahan
ekstraksi, dan bahan analisis. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buah manggis yang dibeli dari Istana Buah Malang. Bahan yang
digunakan dalam proses ekstraksi yaitu aquades dan etanol Pro-Analysis 96%
dan aquades. Sementara bahan yang digunakan untuk analisis adalah etanol
96%, DPPH, metanol, Folin Ciocalteau, Na2CO3, standar asam galat, sodium
karbonat 7,5%, alkohol 70% dan aquades.

28
3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu Response Surface Methodology


(RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD) melalui software
Design Expert 7.1.5. Penelitian ini menggunakan 2 faktor. Tahap awal dalam
merancang penelitian ini yaitu memasukkan data berupa perancangan variabel
eksperimental (faktor) yaitu konsentrasi etanol dengan satuan % dan
perbandingan pelarut:bahan (v/b) dengan satuan ml/g
Selanjutnya, yaitu menentukan batas bawah dan batas atas pada kedua
faktor. Faktor pertama perbandingan pelarut:bahan dengan batas bawah 10:1
mL/g (-1 Level) dan batas atas 20:1 mL/g (+1 Level). Faktor kedua yaitu
konsentrasi etanol dengan batas bawah 70% (-1 Level) dan batas atas 90% (+1
Level). Input numeric factor dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Input numeric factors (konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan)
Nama Units -1 Level +1 Level -alpha +alpha
X1 Konsentrasi etanol(v/v) mL/mL 70 90 65,86 94,14
Perbandingan
X2 mL/g 10 20 7,93 22,07
Pelarut:Bahan (v/b)

Tahapan berikutnya yaitu menentukan respon. Penelitian ini


menggunakan dua respon, yaitu respon pertama kadar xanton dan total
antosianin. Input responses dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Input responses (Kadar Xanton dan Total Antosianin)


Nama Units
Kadar Xanton ppm
Total Antosianin mg/100g

Software Design Expert 7.1.5 akan melakukan kombinasi sesuai dengan


jumlah kombinasi kedua faktor. Jumlah kombinasi yang didapatkan sebanyak 13
kombinasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.3

29
Tabel 3.3 Kombinasi Perlakuan
Variabel
Variabel Aktual Variabel Respon
Terkode
Std Run Perbandingan Kadar Total
Konsentrasi
Pelarut:Bahan X1 X2 Xanton Antosianin
Etanol (%)
(mL/g) (mg/100g) (mg/100g)
1 12 70 10 -1,00 -1,00

2 4 90 10 1,00 -1,00

3 5 70 20 -1,00 1,00

4 8 90 20 1,00 1,00

5 7 65,86 15 -1,41 0,00

6 3 94,14 15 1,41 0,00

7 10 80 7,93 0,00 -1,41

8 2 80 22,07 0,00 1,41

9 6 80 15 0,00 0,00

10 13 80 15 0,00 0,00

11 1 80 15 0,00 0,00

12 9 80 15 0,00 0,00

13 11 80 15 0,00 0,00

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan ekstraksi kulit buah manggis dengan


menggunakan metode ultrasonic bath extraction.

3.4.1 Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

Pembuatan bubuk kulit manggis yang merupakan bahan baku dalam


penelitian ini meliputi:
a. Kulit buah manggis dipisahkan dari daging buahnya
b. Kulit bagian luar dan bagian dalam dipisahkan, dimana kulit bagian luar
nantinya akan dibuang dan kulit bagian dalam yang digunakan sebagai
sampel. Bagian kulit bagian dalam disortasi dengan menghilangkan bagian
yang keras

30
c. Kulit bagian dalam dipotong menjadi bagian yang lebih tipis sehingga proses
pengeringan dapat dilakukan dengan optimal
d. Kulit bagian dalam dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada
suhu 55°C selama ±4 jam
e. Kulit manggis yang sudah kering selanjutnya dihaluskan dengan
menggunakan blender
f. Sampel bubuk kulit manggis selanjutnya diayak dengan menggunakan
ayakan 80 mesh sehingga dihasilkan ukuran sampel yang seragam
g. Bubuk kulit manggis yang lolos ayakan selanjutnya dipindahkan pada wadah
yang tertutup rapat dan ditambahkan silica gel untuk mempertahankan
kualitas bubuk yang dihasilkan.
Proses pembuatan bubuk kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 3.1

Kulit Manggis

Pemisahan antara kulit bagian luar dan kulit bagian


dalam
Parameter: Kulit bagian luar
‒ Kadar air
‒ Total fenol Kulit bagian dalam
‒ Aktivitas antioksidan
‒ Total Antosianin

Diris tipis

Pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer


pada suhu 55°C selama 4 jam

Penghalusan dengan menggunakan blender


sampai halus

Pengayakan (80 mesh)


Parameter:
‒ Kadar air
‒ Total fenol
‒ Aktivitas antioksidan Bubuk Kulit Buah Manggis
‒ Total antosianin

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

31
3.4.2 Optimasi Ekstraksi Kulit Buah Manggis dengan Metode Ultrasonic-
bath (Modifikasi Sholihah, 2016)

Proses optimasi ekstraksi kulit buah manggis dengan metode ultrasonic bath
extraction meliputi:
a. Bubuk kulit manggis ditimbang 10 gram
b. Bubuk kulit manggis 10 gram ditambahkan pelarut etanol:air dengan sesuai
dengan perbandingan pelarut:bahan yang telah ditentukan oleh metode
Response Surface Methodology (RSM)
c. Sampel diekstrak dengan menggunakan metode ultrasonicbath dengan
frekuensi 37 kHz pada suhu 30˚C selama 60 menit
d. Selanjutnya sampel disaring dengan menggunakan kertas saring halus
dengan bantuan penyaring vakum sehingga diperoleh filtrat yang bebas
ampas
e. Filtrat diuapkan dengan vacum rotary evaporator suhu 40°C dengan tekanan
200mBar
f. Ekstrak dianalisis kadar xanton ddan total antosianinnya
g. Hasil analisis dioptimasi dengan metode RSM untuk mengetahui hasil
optimumnya berdasarkan perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi
etanol
h. Dilakukan verifikasi perlakuan yang menghasilkan kadar xanton dan total
antosianin yang optimum
i. Ekstrak dengan hasil optimum dianilisis kadar xanton, total antosianin dan
aktivitas antioksidannya
Proses optimasi ekstraksi kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 3.2

32
Bubuk Kulit Manggis

Ditimbang

Penuangan ke dalam erlenmeyer

Penambahan pelarut sesuai dengan jumlah pada desain optimasi

Ekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonic


bath dengan frekuensi 37 kHz pada suhu 30°C
selama 60 menit

Penyaringan dengan menggunakan kertas saring


halus
Ampas

Filtrat

Pemekatan dengan menggunakan rotary evaporator


selama ±1,5 jam pada suhu 40°C

Parameter:
‒ Kadar xanton Ekstrak Kulit
‒ Kadar antosianin Manggis

Hasil analisis dioptimasi dengan RSM

Diverifikasi hasil prediksi perlakuan ekstraksi yang


optimum

Parameter: Ekstrak kulit manggis


- Aktivitas Antioksidan (IC50) yang telah dioptimasi

Gambar 3.2 Diagram Alir Ekstraksi Bubuk Kulit Manggis (Modifikasi Sholihah, 2016)

33
3.5 Pengamatan dan Analisis

3.5.1 Pengamatan dan Analisis Bahan Baku

a. Analisis kimia pada kulit buah manggis dan bubuk kulit buah manggis
meliputi:
 Kadar air metode Gravimetri/Oven (AOAC, 2005)
 Total fenol yang dikalibrasi dengan kurva standar asam galat untuk
didapatkan total fenol dalam µg GAE/ml atau ppm GAE (Sharma, 2011)
 Aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004; Pinela et. al., 2012)
 Kadar xanton (Teixeira et al, 2004)
 Total Antosianin (Lee et al., 2005)

3.5.2 Pengamatan dan Analisis Respon Optimasi


a. Analisis kimia pada ekstrak kulit manggis meliputi:
 Kadar Xanton (Teixeira et al, 2004)
 Total antosianin (Lee et al., 2005)

3.5.3 Pengamatan dan Analisis Ekstrak Kulit Manggis Hasil Optimasi


a. Analisis kimia pada ekstrak kulit manggis meliputi:
 Aktivitas Antioksidan IC50 (Molyneux, 2004; Pinela et. al., 2012)

3.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan software Design Expert 7.1.5 dengan metode


Response Surface Methodology dan rancangan Central Composite Design dua
faktor yaitu konsentrasi etanol(70:30, 80:20 dan 90:10) dan perbandingan
pelarut:bahan (10:1, 15:1 san 20:1). Data yang diperoleh akan melalui tiga tahap
pemilihan model yaitu pemilihan berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model
(Sequential Model Sum of Squares) dengan nilai P kurang dari 5%, pemilihan
model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dengan nilai P
lebih dari 5% dan pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik
(Summary of Statistic) dengan nilai R2 mendekati 1,00 untuk mendapatkan titik
optimum. Ttik optimum diverifikasi dengan tingkat kesalahan kurang dari 5%.
Data anilisis bahan baku kulit manggis dan verifikasi ekstrak hasil optimasi akan

34
diuji dengan Uji T untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan atau tidak
signifikan dengan pembanding. Uji ini menggunakan aplikasi Minitab 17.

35
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Kimia Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu kulit buah manggis
segar yang didapatkan dari buah manggis yang matang. Buah manggis segar ini
didapatkan dari Istana Buah, Kota Malang Jawa Timur. Kulit buah manggis segar
dipisahkan dari bagian yang keras dan selanjutnya diiris tipis untuk dikeringkan di
dalam cabinet dryer selama 4 jam pada suhu 50°C. Kulit buah manggis yang
sudah kering selanjutnya dihaluskan sehingga didapatkan serbuk kulit buah
manggis. Serbuk kulit buah manggis hasil pengeringan selanjutnya diayak
dengan ayakan 80 mesh untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran yang
seragam serta memiliki karakteristik warna merah kecoklatan dan berbau khas
simplisia kulit kering.
Karakteristik bahan baku pada penelitian ini berfungsi untuk mengetahui
kandungan kimia yang terdapat pada bahan baku yaitu kulit manggis segar dan
bubuk kulit manggis. yang digunakan sebagai pembanding hasil setelah
dilakukan proses ekstraksi. Parameter kimia yang digunakan untuk analisis
bahan baku ini meliputi analisis kadar air, kadar fenol, kadar flavonoid, aktivitas
antioksidan dan kadar antosianin.
Pengukuran kadar air bahan baku ini meliputi analisis kadar air awal kulit
buah manggis segar dan serbuk kulit buah manggis setelah pengeringan. Hasil
pengukuran kadar air buah manggis segar dan kulit buah manggis seperti
disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4. 1 Analisis Kadar Air (bb) Kulit Buah Manggis


Hasil Analisis Literatur Kadar Uji T
Sampel
Kadar Air (%) Air (%)
a
Kulit Buah Manggis Segar 79,56±0.93 62,05 0,024
b
Serbuk Kulit Buah Manggis 10,03±0.63 10,31 0,637
Keterangan: 1) Setiap data hasil analisa merupakan rerata dari 2 ulangan ±
standar deviasi
a
Wijaya (2010)
b
Tjahjani dkk (2014)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar air kulit manggis segar


sebesar 79,56%. Sedangkan menurut Wijaya (2010), kadar air kulit manggis
segar adalah 62,05%. Hasil Uji T (Lampiran 5.1) menunjukkan perbedaan yang
nyata (p<0,05) pada kadar air anilisis dengan literatur. Perbedaan ini dapat

37
disebabkan oleh perbedaan bahan baku dari segi tingkat kematangan, perlakuan
pendahuluan dan kondisi iklim.
Kulit manggis yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit manggis
yang masih segar dan baru saja dibuka sehingga masih memiliki tekstur yang
juicy dan kandungan airnya cukup tinggi. Sementara kulit manggis yang sudah
lama dibuka akan cenderung mengeras dan kandungan airnya rendah.
Selanjutnya kadar air serbuk kulit manggis yaitu yang telah dianalisis
sebesar 10,025%. Berdasarkan literatur, kadar air serbuk kulit manggis sebesar
10,31% (Wijaya, 2010). Hasil Uji T (Lampiran 5.1) menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0,05) pada kadar air anilisis dengan literatur. Menurut
Winarno (2004), kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, karena pada
tingkat kadar air tersebut umur simpan sampel relatif lebih lama . kadar air dapat
mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan perubahan kimi
(kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis) dari suatu bahan. Selain
dilakukan pengujian kadar air, juga dilakukan uji fitokimia yang meliputi
penghitungan total fenol, flavonoid, aktivitas antioksidan dan total antosianin

Tabel 4.2 Hasil Analisis Karakteristik Kimia Kulit Manggis Segar dan Bubuk Kulit
Manggis
Kulit Manggis Segar Bubuk Kulit Manggis
Analisa
Analisa Literatur Uji T Analisa Literatur Uji T
Total fenol a b
17,43±0,63 18,67 0,22 22,38±0,55 39,62±0,13 0,014
(mgGAE/g)
Aktivitas b
45,84±0,35 40,30 0,03 50,14±1,04 - -
Antioksidan (%)
Kadar Xanton
0,10±0,006 - - 0,15±0,019 - -
(mg/100g)
Total Antosianin
18,76±0,46 - - 21,26±0,55 - -
(mg/100g)
Keterangan: Setiap hasil analisis merupakan rerata dari 2 ulangan±standar deviasi
a
Dyahnugra dan Widjanarko (2015)
b
Chaovanalikit et al. (2012)

Berdasarkan hasil uji fitokimia, secara umum didapatkan bahwa secara


umum total fenol, aktivitas antioksidan, kadar xanton dan total antosianin bubuk
kulit manggis lebih besar dibandingkan kulit manggis segar. Total fenol pada kulit
buah manggis segar setelah dianalisis yaitu sebesar 17,43 mgGAE/g, sementara
menurut literatur total fenol kulit manggis segar sebesar 18,67 mgGAE/g
(Dyahnugra dan Widjanarko (2015). Hasil Uji T (Lampiran 5.2) pada parameter
total fenol kulit manggis segar menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata
(p>0,05) dengan literatur. Aktivitas Antioksidan pada kulit manggis segar setelah

38
dianalisis sebesar 45,84%, menurut literatur sebesar 40,30% (Chaovanalikit et
al., 2012). Hasil Uji T (Lampiran 5.3) pada parameter aktivitas antioksidan kulit
manggis segar menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan literatur.
Perbedaan ini bisa disebabkan karena perbedaan varietas manggis yang
digunakan serta perbedaan iklim. Sementara untuk kadar xanton dan total
antosianin pada kulit buah manggis segar secara berurutan yaitu 0,10 mg/100g
dan 18,76 mg/100g.
Pada sampel bubuk kulit manggis total fenol setelah dianalisis adalah
sebesar 22,38 mgGAE/g, menurut literatur sebesar 39,62 mgGAE/g
(Chaovanalikit et al., 2012). Hasil Uji T (Lampiran 5.2) pada parameter total fenol
bubuk kulit manggis menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan
literatur. Perbedaan ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan bahan baku
yang digunakan. Sementara untuk aktivitas antioksidab, kadar xanton dan total
antosianin pada serbuk kulit manggis setelah dianalisis secara berurutan yaitu
50,14%, 1,50 ppm dan 21,26 mg/100g.
Kulit buah manggis yang sudah dikeringkan menjadi serbuk akan
mempermudah pelarut untuk kontak dengan sampel sehingga senyawa bioaktif
yang ada di dalamnya akan lebih mudah terekstrak. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyebutkan bahwa pengeringan jaringan tanaman bertujuan
untuk mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman sehingga proses
metabolisme terhenti, menurunkan aktivitas enzim yang dapat menguraikan
senyawa aktif serta untuk merusak sel-sel tanaman sehingga mempermudah
kerja pelarut (Mursito, 2002). Selain itu, peningkatan senyawa kadar senyawa
aktif setelah pengeringan dapat disebabkan karena menurunnya kadar air bahan
sehingga kadar senyawa dan padatan lain pada bahan meningkat.

4.2 Proses Ekstraksi Ultrasonik Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana


Linn.)

Bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi ini adalah kulit buah
manggis segar yang telah dikeringkan,dihaluskan serta diayak sehingga
didapatkan sampel kulit buah manggis dalam bentuk serbuk. Serbuk kulit buah
manggis ini selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan metode Ultrasonic
Assisted Extraction (UAE).
Ekstraksi merupakan metode pemisahan dengan tujuan untuk menarik
komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Sampel kulit manggis yang
diekstrak pada penelitian ini adalah dalam bentuk serbuk. Hal ini disebabkan

39
karena dalam semakin kecil ukuran partikel bahan maka kelarutan bahan dalam
pelarut akan semakin meningkat, sehingga diharapkan kadar senyawa bioaktif
yang terekstrak juga akan semakin banyak pula. Menurut Treybal (1981),
tanaman memiliki dinding sel yang akan menghambat laju difusi ekstraksi,
sehingga perlu dilakukan proses pengecilan ukuran sebelum dilakukan ekstraksi
untuk merusak dinding sel tersebuh agar pelarut lebih mudah terdifusi ke dalam
bahan.
Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan
gelombang ultrasonik atau biasa disebut dengan Ultrasonic Assisted Extraction
(UAE). Dengan menggunakan gelombang ultrasonik, proses ekstraksi dapat
berlangsung dengan lebih cepat. Hal ini disebabkan karena efek mekanik dari
gelombang ultrasonik dapat meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam sel bahan
serta meningkatkan transfer massa. Dinding sel bahan akan dipecah oleh
gelombang ultrasonik, sehingga kandungan yang ada di dalamnya akan lebih
mudah untuk keluar (Mason, 1999).
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96% dan
aquades. Etanol merupakan salah satu turunan dari senyawa hidroksil dengan
rumus kimia C2H5OH (Hambali, 2008). Pemilihan pelarut yang digunakan pada
penelitian ini didasarkan pada kelarutan senyawa target yang ingin diekstrak,
interaksi antara pelarut dan matriks bahan serta penyerapan energi pelarut (Xiao
et al, 2012). Pada penelitian ini senyawa yang diekstrak adalah xanton dan
antosianin, dimana xanton merupakan senyawa golongan fenol yang dapat larut
dalam pelarut-pelarut organik salah satunya adalah etanol. Sementara antosianin
merupakan pigmen alami yang terdapat pada kulit manggis dan memiliki sifat
polar, sehingga untuk menjadikan pelarut memiliki sifat polar yang lebih besar
diperlukan adanya penambahan aquades.
Serbuk kulit manggis dieksrak dengan menggunakan Ultrasonic Assisted
Extraction (UAE) dengan konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan
sesuai dengan rancangan percobaan. Proses ekstraksi ini berlangsung selama
60 menit pada suhu 30°C. Hasil ekstrak yang didapatkan kemudian disaring
dengan menggunakan kertas saring halus untuk memisahkan antara filtrat dan
residu. Filtrat yang didapatkan selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan
vacum rotary evaporator kecepatan 50 rpm pada suhu 40°C. Penentuan titik
akhir proses pemekatan ekstrak adalah pada saat sudah tidak ada lagi pelarut
yang menetes. Ekstrak pekat yang didapatkan kemudian disimpan dalam wadah

40
dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4°C sebelum dianalisa lebih
lanjut sehingga kandungan senyawa bioaktif di dalamnya lebih terjaga dan tidak
cepat mengalami kerusakan.

4.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan


terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin

Optimasi konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan pada


penelitian ini dilakukan menggunakan metode Response Surface Methodology
(RSM) dengan Desain Komposit Terpusat (Central Composite Design) pada
software Design Expert 7.1.5. Batas atas faktor konsentrasi etanol pada
penelitian ini yaitu 90% dengan titik tengah 80% dan batas bawah 70%.
Sementara untuk batas atas perbandingan pelarut:bahan yaitu 20:1 mL/g dengan
titik tengah 15:1 mL/g dan batas bawah 10:1 mL/g. Respon yang diteliti yaitu
kadar xanton (Y1) dan total antosianin (Y2).
Hasil analisis kadar xanton ditunjukkan dalam mg/100g dan berkisar antara
0,0914 mg/100g sampai dengan 0,3868 mg/100g. Sementara untuk hasil analisis
total antosianin ditunjukkan dalam mg/100 gram dan berkisar antara 9,529
mg/100 g sampai dengan 25,55 mg/100 g. Data hasil analisis respon kadar
xanton dan total antosianin dapat dilihat pada Tabel 4.4 untuk menemukan titik
optimum kadar xanton dan total antosianin dari ekstrak kulit manggis.

41
Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin
Variabel
Variabel Aktual Variabel Respon
Terkode
Std Run Perbandingan Kadar Total
Konsentrasi
Pelarut:Bahan X1 X2 Xanton Antosianin
etanol (%)
(mL/g) (mg/100g) (mg/100g)
1 12 70 10 -1,00 -1,00 0,09±0,04 9,53±0,82

2 4 90 10 1,00 -1,00 0,37±0,01 21,76±0,42

3 5 70 20 -1,00 1,00 0,13±0,06 11,25±0,38

4 8 90 20 1,00 1,00 0,20±0,05 25,55±0,35

5 7 65,86 15 -1,41 0,00 0,12±0,02 10,64±0,13

6 3 94,14 15 1,41 0,00 0,39±0,03 23,29±0,39

7 10 80 7,93 0,00 -1,41 0,14±0,04 16,12±0,21

8 2 80 22,07 0,00 1,41 0,26±0,02 20,99±0,95

9 6 80 15 0,00 0,00 0,24±0,01 19,37±1,68

10 13 80 15 0,00 0,00 0,39±0,02 22,34±1,57

11 1 80 15 0,00 0,00 0,29±0,01 20,23±0,52

12 9 80 15 0,00 0,00 0,31±0,02 21,76±1,10

13 11 80 15 0,00 0,00 0,35±0,03 20,99±0,14


Keterangan: Setiap hasil analisis merupakan rerata dari 2 ulangan±standar deviasi

Pada Tabel 4.4 menunjukkan konsentrasi etanoldan perbandingan


pelarut:bahan pada proses ekstraksi kulit buah manggis dengan metode
Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) berpengaruh terhadap kadar xanton dan
total antosianin. Kadar xanton tertinggi didapatkan pada variabel konsentrasi
etanol 94,14% dan perbandingan pelarut:bahan 15:1 mL/g yaitu sebesar
0,39±0,03 mg/100g, sedangkan untuk kadar xanton terendah didapatkan pada
variabel konsentrasi etanol 70% dan perbandingan pelarut:bahan 10:1 mL/g yaitu
sebesar 0,09±0,04 mg/100g.
Pada respon total antosianin tertinggi didapatkan pada variabel
konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan 20:1 mL/g yaitu
sebesar 25,55±0,35 mg/100g, sedangkan total antosianin terendah didapatkan
pada variabel konsentrasi etanol 70% dan perbandingan pelarut:bahan 10:1 yaitu
sebesar 9,53±0,82 mg/100g. Data hasil analisis selanjutnya dimasukkan ke
dalam Design Expert 7.1.5, sehingga akan didapatkan hasil analisa ragam,

42
prediksi model persamaan yang diperoleh dan penentuan titik optimum pada
respon.

4.4 Hasil Analisis Permukaan Respon Kadar Xanton

4.4.1 Evaluasi Model Respon Kadar Xanton

Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu berdasarkan jumlah


kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), berdasarkan
pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dan berdasarkan ringkasan model
statistik (Summary of Statistic). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat
respon kadar xanton dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4. 4 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari Urutan
Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Kadar Xanton
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat p-value
F hitung Keterangan
Keragaman kuadrat Bebas Tengah (Prob>F)
Mean 0,82 1 0,82
Linear 0,067 2 0,033 4.61 0.0381
2FI 0,011 1 0,011 1,52 0.2485
Quadratic 0,036 2 0,018 4,87 0,0473 Suggested
Cubic 0,012 2 5,850E-003 2,05 0,2238 Aliased
Residual 0,014 5 2,854E-003
Total 0,96 13 0,074

Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model


(Sequential Model Sum of Square) dimulai dengan model linear. Model linear
memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 mempunyai nilai p
sebesar 0,0381 (3,81%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan model
kurang dari 5% atau berarti bahwa model tersebut nyata (signifikan) terhadap
respon kadar xanton. Model selanjutnya yang diamati adalah 2FI (interaksi
antara 2 faktor) yang memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 +
β3X1X2. Model 2FI memiliki nilai p sebesar 0,2485 (24,85%) yang menunjukkan
bahwa peluang kesalahan dari model lebih dari 5% atau berarti bahwa pengaruh
2FI tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar xanton.
Berikutnya adalah model kuadratik yang memiliki bentuk persamaan
respon y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 + β4X22 + β5X1X2. Model kuadratik memiliki
nilai p sebesar 0.0473 (4.73%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan
model kurang dari 5% atau berarti bahwa model kuadratik memiliki pengaruh
nyata (signifikan) terhadap respon kadar xanton. Model kuadratik ini memiliki nilai
F (F-test) yang paling tinggi dan p-value kurang dari 5%. Menurut Montogomery

43
(2001) dalam Rahma dkk (2015), bahwa semakin tinggi nilai F atau semakin kecil
p-value (Prob>F) berarti semakin signifikan hubungannya dengan model yang
digunakan.
Model kubik memiliki nilai p sebesar 0.2238 (22.38%) yang menunjukkan
peluang kesalahan model lebih dari 5% dan dapat diartikan bahwa model kubik
memiliki pengaruh yang tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar
xanton. Model kubik dinyatakan aliased (tidak disarankan) oleh program, diduga
model tersebut terlalu kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Berdasarkan
keempat model tersebut yang memiliki pengaruh nyata (signifikan) terhadap
respon kadar xanton adalah model linear dan model kuadratik. Namun yang lebih
disarankan untuk digunakan adalah model kuadratik karena memiliki peluang
kesalahan yang lebih kecil daripada model yang lain seperti linear, 2FI dan kubik
serta dinyatakan suggested oleh program (Montgomery, 2001).
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit)
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% atau p-value > 0,05. Nilai lack of fit
yang tidak signifikan menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure
error. Nilai tersebut dianggap menunjukkan adanya kesesuain data respon
dengan model (Melati, 2012). Hasil pemilihan model berdasarkan ketidaktepatan
model dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.5 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan
(Lack of Fit) Respon Kadar Xanton
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat p-value
F hitung Keterangan
Keragaman kuadrat Bebas Tengah (Prob>F)
Linear 0,060 6 9,980E-003 3,14 0,1441
2FI 0,049 5 9,875E-003 3,10 0,1476
Quadratic 0,013 3 4,413E-003 1.39 0,3683 Suggested
Cubic 1,540E-003 1 1,540E-003 0,48 0,5249 Aliased
Pure Error 0,013 4 3,182E-003

Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.6
menunjukkan hasil penelitian model berdasarkan ketidaktepatan model. Model
yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan
nilai P pada model kuadratik lebih besar daripada model yang lainnya yaitu
sebesar 36,83% (p-value 0,3683) yang berarti model kuadratik tidak signifikan
terhadap ketidaktepatan model. Model linear, 2FI, dan kubik juga memiliki nilai p
lebih dari 0,05, namun tidak dipilih karena nilai p pada Sequential Model Sum of
Squares (Tabel 4.5) dari ketiga model memiliki nilai p lebih dari 0,05.

44
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of
statistic) didasari oleh nilai R2 tertinggi, serta nilai PRESS dan standar deviasi
terendah. Nilai standar deviasi menunjukkan tingkat keragaman data, semakin
rendah nilai standar deviasi maka data semakin seragam. Sedangkan semakin
kecil nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) menunjukkan kemungkinan
kesalahan data semakin kecil (Santoso, 2008). Nilai R2 berkisar antara 0-1,
dimana semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel penduga terhadap
variabel tergantung semakin kuat (Nawari, 2010). Variabel penduga pada
penelitian ini yaitu konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan.
Sedangkan variabel tergantung yang dibahan pada sub-bab ini adalah kadar
xanton. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik dapat dilihat
pada Tabel 4.7

Tabel 4.6 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon
Kadar Xanton
Sumber Standar R- Adjusted R- Predicted
PRESS Keterangan
Linear Deviasi squared squared R-squared
Linear 0,085 0,4798 0.3757 0.0970 0,13
2FI 0,083 0,5551 0,4067 -0,1590 0,16
Quadratic 0,061 0,8140 0,6811 0,1830 0,11 Suggested
Cubic 0,053 0,8978 0,7547 0,1513 0,12 Aliased

Desain terbaik difokuskan pada nilai maksimal adjusted R2 dan predicted


R2 (Montgomery, 2016). Tabel 4.7 menunjukkan hasil penelitian model
berdasarkan ringkasan statistik dari urutan model. Model yang disarankan oleh
Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan nilai R2 , adjusted R2
dan predicted R2 maksimal, yaitu masing masing 0,8140, 0,6811 dan 0,1830.
Nilai R2 pada penelitian ini sebesar 0,8140 dimana hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan berpengaruh terhadap
keragaman respon kadar xanton sebesar 81,40%, sedangkan sisanya 18,60%
dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu, pemilihan model juga didasarkan pada
nilai PRESS yang paling kecil. Nilai PRESS paling kecil terdapat pada model
kuadratik yaitu sebesar 0,11 dan standar deviasi sebesar 0,061.
Pada model kubik, terlihat nilai R2 dan adjusted R2 lebih tinggi serta nilai
standar deviasi lebih rendah dibandingkan model kuadratik. Namun, model ini
dinyatakan aliased. Menurut Rahma dkk (2015), model dinyatakan aliased atau
tidak disarankan oleh program, dikarenakan model tersebut diduga terlalu
kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Selain itu, model kuadratik dipilih

45
karena pada penelitian kali ini menggunakan dua faktor, sedangkan model kubik
tidak dihiraukan karena tidak dapat digunakan apabila faktor penelitian kurang
dari tiga.
Berdasarkan ketiga metode evaluasi kualitas model, dapat disimpulkan
bahwa model kuadratik merupakan model yang tepat dipilih (suggested) oleh
Design Expert. Hal ini menunjukkan model kuadratik dapat menunjukkan
hubungan antara perbandingan konsentrasi etanoldan perbandingan
pelarut:bahan terhadap respon kadar xanton.

4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon

Analisis ragam (ANOVA) terhadap model mampu menjelaskan hubungan


antara variabel dan respon. Hasil analisis ragam (ANOVA) respon kadar xanton
dari ekstrak kulit buah manggis dapat ditinjau dari nilai p-value dan
ketidaktepatan (lack of fit) dengan nilai p-value < 0,05 dan nilai lack of fit yang
tidak signifikan. Hasil analisis ANOVA respon kadar xanton dapat dilihat pada
Tabel 4.8

Tabel 4. 7 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Kadar Xanton Model Kuadratik
Sum of Mean F p-value
Source df Statement
Square Square Value Prob>F
Model 0,11 5 0,023 6,13 0,0171 Signifikan
A-Konsentrasi 0,067 1 0,067 17,97 0.0038 Signifikan
Etanol
B-Perbandingan 3,097E-004 1 3,097E-004 0,083 0,7810 Tidak Signifikan
P:B
AB 0,011 1 0,011 2,83 0,1363 Tidak Signifikan
2
A 0,010 1 0,010 2,82 0,1369 Tidak Signifikan
2
B 0,030 1 0,030 7,99 0,0255 Signifikan
Residual 0,026 7 3,710E-003
Lack of Fit 0,013 3 4,413E-003 1.39 0,3683 Tidak Signifikan
Pure Error 0,013 4 3,182E-003
Cor Total 0,14 12
Keterangan: Perbandingan P:B adalah perbandingan pelarut:bahan

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat terlihat bahwa variabel A (konsentrasi


etanol) memiliki nilai p sebesar 0,0038 yaitu kurang dari 0,05 (p-value < 0,05)
sementara nilai p pada variabel B (perbandingan pelarut:bahan) sebesar 0,7810
yang berarti lebih besar dari 0,05 (p-value > 0,05). Apabila nilai p-value kurang
dari 0,05, maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon kadar
xanton.

46
Nilai interaksi antara konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan
(AB) pada grafik interaksi dua faktor (2FI) dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2
+ β3X1X2 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar
xanton yang ditunjukkan dari nilai p sebesar 0,1363 (p-value > 0,05).
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model 2FI tidak sesuai untuk
menunjukkan pola yang signifikan dari respon kadar xanton.
Variabel konsentrasi etanol (A2) dan perbandingan pelarut:bahan (B2)
pada grafik model kuadratik dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 +
β4X22 + β5X1X2 memberikan pengaruh yang berbeda. Hal ini dapat terlihat bahwa
variabel konsentrasi etanol kuadrat (A2) memiliki nilai p sebesar 0.1369 yaitu
lebih dari 0,05 (p-value > 0,05) yang berarti bahwa konsentrasi etanol kuadrat
(A2) tidak berpengaruh signifikan. Sementara nilai p pada variabel perbandingan
pelarut:bahan kuadrat (B2) sebesar 0.0255 yang berarti kurang dari 0,05 (p-value
< 0,05) dan menunjukkan bahwa variabel perbandingan pelarut:bahan kuadrat
(B2) memiliki pengaruh yang signifikan. Apabila nilai p-value kurang dari 0,05,
maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon. Menurut Cai
dkk. (2007) apabila nilai p kurang dari 0,05 maka menunjukkan bahwa model
bersifat signifikan. Dengan demikian, model kuadratik sesuai untuk menunjukkan
respon kadar xanton secara signifikan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai p model,
faktor konsentrasi etanol (linier) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat)
memiliki nilai kurang dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa model kuadratik, faktor
konsentrasi etanol (linier) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar xanton. Sementara
perbandingan pelarut:bahan (linear), interaksi kedua faktor dan konsentrasi
etanol(kuadrat) tidak berpengaruh nyata (p>0,05).
Berdasarkan Tabel 4.8 kolom model ketidaktepatan (lack of fit)
menunjukkan model kuadratik memiliki nilai sebesar 0.3683 atau 36.83% yang
menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukkan
bahwa model sudah sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et al.
(2012), lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikankarena apabila dalam
kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok. Semakin besar nilai
lack of fit, maka semakin kecil kemungkinan error yang terjadi. Suatu model
dianggap tepat apabila pada uji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu

47
permasalahan dari suatu analisis yang dikaji jika ketidaktepatan dari model
bersifat nyata (significant) secara statistik (Gasperz, 1995).
Berdasarkan hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada respon kadar xanton
model kuadratik akan memberikan persamaan model yang diberikan oleh
program Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual dari model
yang terpilih terhadap respon kadar xanton yang dihasilkan.

Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 – 3,87875E-00 X12


-2,61150E-003X22
Keterangan: Y1 = Respon kadar xanton, X1= Konsentrasi etanol (%), X2= Perbandingan
Pelarut:Bahan (v/b) (mL/g)

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai respon


kadar xanton yang akan didapatkan apabila konsentrasi etanol dan
perbandingan pelarut:bahan yang diperlukan berbeda atau sebaliknya. Dapat
terlihat bahwa berdasarkan persamaan tersebut menunjukkan X12 dan X22 yang
bernilai negatif. Hal ini mendikasikan adanya titik stationer maksimum dari
permukaan respon (Budiandari dan Widjanarko, 2014). Koefisien X 1 dan X2
menunjukkan besarnya kenaikan atau turunnya nilai Y, dimana jika koefisien X 1
atau X2 bernilai positif akan meningkatkan nilai Y, sedangkan koefisien X 1 atau
X2 bersifat negatif akan menurunkan nilai Y (Edwards and Cable, 2009).
Peningkatan respon kadar xanton dipengaruhi oleh konsentrasi etanol dan
perbandingan pelarut:bahan.
Persamaan aktual respon kadar xanton yang diberikan menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol (linier) maka kadar xanton yang
diperoleh akan semakin meningkat pula. Xanton memiliki sifat yang lebih larut
dalam lemak serta memiliki polaritas lebih rendah daripada air (Yoswathana,
2013). Senyawa ini memiliki polaritas yang hampir sama dengan etanol.
Sehingga penggunaan konsentrasi etanol yang tinggi akan meningkatkan xanton
yang terekstrak. Sementara, semakin rendah konsentrasi etanol, maka akan
semakin banyak penambahan air serta pengotor lain yang terkandung
didalamnya. Menurut Yoswathana (2013), adanya air dalam etanol memiliki
pengaruh yang signifikan pada ekstraksi xanton. Air sebagai pelarut (tanpa
etanol) tidak efektif untuk digunakan dalam proses ekstraksi xanton. Hal ini
disebabkan karena perbedaan polaritas antara air dan xanton. Xanton memiliki
polaritas yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan air, sehingga xanton tidak
bisa larut dengan sempurna pada air. Etanol 50% memiliki sifat yang lebih efektif

48
dalam mengekstrak xanton apabila dibandingkan dengan air murni (tanpa
tambahan etanol). Adanya tambahan air pada suatu sistem pelarut memegang
peranan penting pada proses ekstraksi. Gelombang ultrasonik akan
memperbesar ukuran pori dari dinding sel sehingga proses difusi dan transfer
masa akan meningkat (Soares et al., 2006). Intensitas kavitasi ultrasonik dengan
menggunakan pelarut etanol yang dicampur dengan air juga akan meningkat, hal
ini disebabkan karena adanya peningkatan tegangan permukaan dan
menurunnya viskositas (Yoswathana, 2013).
Faaktor perbandingan pelarut:bahan kuadratik juga memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kadar xanton, dimana semakin besar
perbandingan pelarut:bahan kuadratik dapat menurunkan kadar xanton. Hal ini
dikarenakan persamaan menunjukkan nilai koefisien X22 yang negatif.
Berdasarkan data yang didapatkan, respon maksimum terletak perbandingan
pelarut:bahan 15:1 (mL/g). Kadar xanton yang didapatkan yakni sebesar 0,39
mg/100g. Kemudian terjadi penurunan kadar xanton pada perbandingan
pelarut:bahan 20:1 (mL/g). Jaynudin (2014) menyatakan bahwa semakin banyak
pelarut akan memperbesar luas area kontak antara pelarut dengan padatan yang
terjadi sehingga akan mempercepat difusi pelarut ke dalam bahan maupun
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan prinsip transfer masa dimana kekuatan transfer
masa mengikuti gradien konsentasi antara padatan dan pelarut. Rasio antara
pelarut:bahan yang tinggi dapat meningkatkan gradien konsentrasi yang
mengakibatkan peningkatan kecepatan difusi sehingga ekstraksi padatan oleh
pelarut akan semakin besar (Al-Farsi dan Chang, 2007). Akan tetapi,
perbandingan pelarut bahan yang terlalu tinggi juga dapat menurunkan jumlah
komponen yang terekstrak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
perbandingan pelarut:bahan, maka semakin banyak senyawa yang terekstrak
sampai larutan menjadi jenuh dan daya ekstraknya menurun sehingga
perbandingan pelarut:bahan tidak akan memberikan pengaruh yang nyata
(Ayuningtyas, 2010). Selain itu, penurunan kadar xanton yang terekstrak juga
dapat disebabkan karena semakin tinggi perbandingan pelarut:bahan, maka
akan semakin banyak senyawa-senyawa yang ikut terekstrak (pengotor) pada
bahan sehingga xanton yang terekstrak tidak akan maksimal (Chaovanalikit et
al., 2012).
Persamaan yang dihasilkan menunjukkan interaksi konsentrasi etanol
dan perbandingan pelarut:bahan meningkatkan nilai respon kadar xanton.

49
Namun, pada hasil ANOVA menunjukkan interaksi kedua faktor tidak
berpengaruh. Hal ini diguga terdapat interaksi pada kedua faktor, namun tidak
begitu terlihat. Penyebab interaksi kedua faktor bersifat tidak signifikan diduga
karena rentang konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang kurang
besar.
Hubungan antara faktor perbandingan perbandingan pelarut:bahan dan
konsentrasi etanol terhadap respon kadar xanton dapat digambarkan pada grafik
kontur plot (Gambar 4.1) dan grafik 3-D permukaan respon (Gambar 4.2).

Gambar 4.1 Grafik Kontur Plot Respon Kadar Xanton

Pada grafik kontur (Gambar 4.1), sumbu x menunjukkan faktor konsentrasi


etanoldan sumbu y menunjukkan faktor perbandingan pelarut:bahan. Warna
yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan nilai respon kadar xanton.
Warna biru menunjukkan nilai kadar xanton terendah dan warna merah
menunjukkan nilai kadar xantin tertinggi. Garis pada grafik kontur menunjukkan
kombinasi antar faktor dengan permukaan dari hubungan interaksi antar faktor
dapat dilihat lebih jelas pada grafik 3-D yang ditunjukkan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Kadar Xanton

50
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kurva berbentuk cekungan terbuka ke
bawah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kadar xanton tertinggi tidak tepat
berada di titik tengah, akan tetapi berada pada sekitar konsentrasi etanol paling
tinggi dan titik tengah perbandingan pelarut:bahan. Pada Gambar 4.2
menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka
akan menghasilkan kadar xanton yang tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya
persamaan polaritas antara etanol dengan xanton (Yoswathana, 2013). Semakin
besar perbandingan pelarut:bahan dapat menyebabkan penurunan kadar xanton,
hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan sudah mulai jenuh sehingga
daya ekstraknya menurun atau dapat juga disebabkan kareba semakin banyak
pengotor yang ikut terekstrak (Chaovanalikit et al., 2012).

4.4.3 Kurva Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan


terhadap Kadar Xanton

Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk


mengetahui model kuadratik dari respon kadar xanton tersebut signifikan.
Apabila titik residual rata-rata berada di sepanjang garis tengah, maka dapat
diasumsikan bahwa kenormalan model terpilih sudah tepat. Kurva normal plot of
residuals dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4. 3 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Kadar Xanton

Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa persebaran titik residual yang


terbentuk tidak semuanya tepat pada garis normal, namun dapat terlihat bahwa

51
persebarannya masih di sepanjang garis merah. Data yang berada mendekati
garis normal plot dapat dianggap bahwa data tersebut normal dan sebarannya
merata (Trihadita, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa data respon kadar xanton sudah memenuhi kenormalan model yang
berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang dipresiksi oleh program. Untuk
memastikan normalitas data, dilakukan uji normalitas menggunakan software
Minitab 18 dengan metode Kolmogrov Smirnov. Kurva Probability Plot dari
respon kadar xanton dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4. 4 Kurva Normalitas Kadar Xanton dengan Metode Kolmogrov-Smirnov

Pada Gambar 4.4 menunjukkan bahwa mean atau nilai tengah data yaitu
0,2523 dengan standar deviasi sebesar 0,1082 dan P-value yang didapatkan
sebesar >0,150. Nilai P-value yang didapatkan lebih dari 5% (0,05) sehingga
dapat diasumsikan bahwa data telah terdistribusi normal atau telah mengikuti
distribusi normal.

4.5 Hasil Analisis Permukaan Respon Total Antosianin

4.5.1 Evaluasi Model Respon Total Antosianin

Pemilihan model dilakukan dengan 3 tahap yaitu berdasarkan jumlah


kuadrat dari urutan model (Sequential Model Sum of Squares), berdasarkan
pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit) dan berdasarkan ringkasan model

52
statistik (Summary of Statistic). Hasil pemilihan model urutan jumlah kuadrat
respon kadar xanton dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.8 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Jumlah Kuadrat dari Urutan
Model (Sequential Model Sum of Squares) Respon Total Antosianin
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat p-value
F hitung Keterangan
Keragaman kuadrat Bebas Tengah (Prob>F)
Mean 4572,56 1 4572,56
Linear 265,77 2 132,89 22,68 0,0002
2FI 1,08 1 1,08 0,17 0,6904
Quadratic 41,26 2 20,63 8,89 0,0120 Suggested
Cubic 9,54 2 4,77 3,56 0,1092 Aliased
Residual 6,70 5 1,34
Total 4896,92 13 376,69

Pemilihan model berdasarkan jumlah kuadrat dari urutan model


(Sequential Model Sum of Square) dimulai dengan model linear. Model linear
memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 mempunyai nilai p
sebesar 0.0002 (0.02%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan model
kurang dari 5% atau berarti bahwa model tersebut nyata (signifikan) terhadap
respon total antosianin. Model selanjutnya yang diamati adalah 2FI (interaksi
antara 2 faktor) yang memiliki bentuk persamaan respon y = β0 +β1X1 + β2X2 +
β3X1X2. Model 2FI memiliki nilai p sebesar 0.6904 (69,04%) yang menunjukkan
bahwa peluang kesalahan dari model lebih dari 5% atau berarti bahwa pengaruh
2FI tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon total antosianin.
Berikutnya adalah model kuadratik yang memiliki bentuk persamaan
respon y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 + β4X22 + β5X1X2. Model kuadratik memiliki
nilai p sebesar 0.0120 (1.20%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan
model kurang dari 5% atau berarti bahwa model kuadratik memiliki pengaruh
nyata (signifikan) terhadap respon total antosianin. Model kuadratik ini memiliki
nilai F (F-test) yang paling tinggi dan p-value kurang dari 5%. Menurut
Montogomery (2001) dalam Rahma dkk (2015), bahwa semakin tinggi nilai F
atau semakin kecil p-value (Prob>F) berarti semakin signifikan hubungannya
dengan model yang digunakan.
Model kubik memiliki nilai p sebesar 0.1092 (10,92%) yang menunjukkan
peluang kesalahan model lebih dari 5% dan dapat diartikan bahwa model kubik
memiliki pengaruh yang tidak nyata (tidak signifikan) terhadap respon kadar
xanton. Model kubik dinyatakan aliased (tidak disarankan) oleh program, diduga
model tersebut terlalu kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Berdasarkan

53
keempat model tersebut yang memiliki pengaruh nyata (signifikan) terhadap
respon total antosianin adalah model linear dan model kuadratik. Namun yang
lebih disarankan untuk digunakan adalah model kuadratik karena memiliki
peluang kesalahan yang lebih kecil daripada model yang lain seperti linear, 2FI
dan kubik serta dinyatakan suggested oleh program (Montgomery, 2001).
Pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model (lack of fit)
dianggap tepat apabila nilai P lebih dari 5% atau p-value > 0,05. Nilai lack of fit
yang tidak signifikan menandakan nilai tersebut tidak berpengaruh terhadap pure
error. Nilai tersebut dianggap menunjukkan adanya kesesuain data respon
dengan model (Melati, 2012). Hasil pemilihan model berdasarkan ketidaktepatan
model dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.9 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan
(Lack of Fit) Respon Total Antosianin
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat p-value
F hitung Keterangan
Keragaman kuadrat Bebas Tengah (Prob>F)
Linear 52,98 6 8,83 6,30 0,0481
2FI 51,90 5 10,38 7,41 0,0376
Quadratic 10,64 3 3,55 2,53 0,1956 Suggested
Cubic 1,10 1 1,10 0,78 0,4266 Aliased
Pure Error 5,60 4 1,40

Penentuan model didasarkan pada nilai P lebih dari 5%. Tabel 4.10
menunjukkan hasil penelitian model berdasarkan ketidaktepatan model. Model
yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan
nilai P pada model kuadratik sebesar 19,56% (p-value 0.1956) yang berarti
model kuadratik tidak signifikan terhadap ketidaktepatan model. Model linear,
2FI, dan kubik juga memiliki nilai p lebih dari 0,05, namun tidak dipilih karena nilai
p pada Sequential Model Sum of Squares (Tabel 4.9) dari ketiga model memiliki
nilai p lebih dari 0,05.
Pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik (Summary of
statistic) didasari oleh nilai R2 tertinggi, serta niali PRESS dan standar deviasi
terendah. Nilai standar deviasi menunjukkan tingkat keragaman data, semakin
rendah nilai standar deviasi maka data semakin seragam. Sedangkan semakin
kecil nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) menunjukkan kemungkinan
kesalahan data semakin kecil (Santoso, 2008). Nilai R2 berkisar antara 0-1,
dimana semakin mendekati nilai 1 maka pengaruh variabel penduga terhadap
variabel tergantung semakin kuat (Nawari, 2010). Variabel penduga pada
penelitian ini yaitu konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan.

54
Sedangkan variabel tergantung yang dibahan pada sub-bab ini adalah total
antosianin. Hasil pemilihan model berdasarkan ringkasan model statistik dapat
dilihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.10 Data Hasil Analisis Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon
Total Antosianin
Sumber Standar R- Adjusted R- Predicted
PRESS Keterangan
Linear Deviasi squared squared R-squared
Linear 2,43 0,8194 0,7833 0,6951 98,89
2FI 2,53 0,8227 0,7636 0,5274 153,30
Quadratic 1,52 0,9499 0,9142 0,7398 84,41 Suggested
Cubic 1,16 0,9793 0,9504 0,7569 78,85 Aliased

Desain terbaik difokuskan pada nilai maksimal adjusted R2 dan predicted


R2 (Montgomery, 2016). Tabel 4.11 menunjukkan hasil penelitian model
berdasarkan ringkasan statistik dari urutan model. Model yang disarankan oleh
Design Expert 7.1.5 adalah model kuadratik dikarenakan nilai R2 , adjusted R2
dan predicted R2 maksimal, yaitu masing masing 0,9499, 0,9142 dan 0,7398.
Nilai R2 pada penelitian ini sebesar 0,9499 dimana hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan berpengaruh terhadap
keragaman respon total antosianin sebesar 94,99%, sedangkan sisanya 5,01%
dipengaruhi oleh faktor lain. Selain itu, pemilihan model juga didasarkan pada
nilai PRESS yang paling kecil yaitu sebesar 84,41 dan standar deviasi sebesar
1,52.
Pada model kubik, terlihat nilai R2 dan adjusted R2 lebih tinggi serta nilai
standar deviasi lebih rendah dibandingkan model kuadratik. Namun, model ini
dinyatakan aliased. Menurut Rahma dkk (2015), model dinyatakan aliased atau
tidak disarankan oleh program, dikarenakan model tersebut diduga terlalu
kompleks sehingga tidak mungkin digunakan. Selain itu, model kuadratik dipilih
karena pada penelitian kali ini menggunakan dua faktor, sedangkan model kubik
tidak dihiraukan karena tidak dapat digunakan apabila faktor penelitian kurang
dari tiga.

4.4.2 Hasil Analisis Ragam dari Permukaan Respon

Hasil analisis ragam (ANOVA) respon total antosianin dari ekstrak kulit
buah manggis dapat ditinjau dari nilai p-value dan ketidaktepatan (lack of fit)
dengan nilai p-value < 0,05 dan nilai lack of fit yang tidak signifikan. Hasil analisis
ANOVA respon total antosianin dapat dilihat pada Tabel 4.12

55
Tabel 4.11 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada Respon Total Antosianin Model
Kuadratik
Sum of Mean p-value
Source Df F Value Statement
Square Square Prob>F
Model 308,11 5 61,62 26,56 0.0002 Signifikan
A-Konsentrasi 246,53 1 246,53 106,24 <0.0001 Signifikan
Etanol
B-Perbandingan 19,24 1 19,24 8,29 0,0237 Signifikan
P:B
AB 1,08 1 1,08 0,47 0,5167 Tidak Signifikan
2
A 32,80 1 32,80 14,14 0,0071 Signifikan
2
B 13,18 1 13,18 5,68 0,0486 Signifikan
Residual 16,24 7 2,32
Lack of Fit 10,64 3 3,55 2,53 0,1956 Tidak Signifikan
Pure Error 5,60 4 1.40
Cor Total 324,36 12
Keterangan: Perbandingan P:B adalah perbandingan pelarut:bahan

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat terlihat bahwa variabel A (konsentrasi


etanol) memiliki nilai p <0.0001 yaitu kurang dari 0,05 (p-value < 0,05) sementara
nilai p pada variabel B (perbandingan pelarut:bahan) sebesar 0,0237 yang berarti
lebih kecil dari 0,05 (p-value < 0,05). Apabila nilai p-value kurang dari 0,05, maka
mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap respon total antosianin.
Nilai interaksi antara konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan
(AB) pada grafik interaksi dua faktor (2FI) dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2
+ β3X1X2 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar
xanton yang ditunjukkan dari nilai p sebesar 0,5167 (p-value > 0,05).
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model 2FI tidak sesuai untuk
menunjukkan pola yang signifikan dari respon total antosianin.
Variabel konsentrasi etanol (A2) dan perbandingan pelarut:bahan (B2)
pada grafik model kuadratik dengan persamaan y = β0 +β1X1 + β2X2 + β3X12 +
β4X22 + β5X1X2 memberikan pengaruh yang sama. Hal ini dapat terlihat bahwa
variabel konsentrasi etanol kuadrat (A2) memiliki nilai p sebesar 0.0071 yaitu
kurang dari 0,05 (p-value < 0,05) yang berarti bahwa konsentrasi etanol kuadrat
(A2) memiliki pengaruh yang signifikan. Sementara nilai p pada variabel
perbandingan pelarut:bahan kuadrat (B2) sebesar 0.0486 yang berarti kurang
dari 0,05 (p-value < 0,05) dan menunjukkan bahwa variabel perbandingan
pelarut:bahan kuadrat (B2) memberikan pengaruh yang signifikan. Apabila nilai p-
value kurang dari 0,05, maka mengindikasikan bahwa model signifikan terhadap
respon. Menurut Cai dkk. (2007) apabila nilai p kurang dari 0,05 maka
menunjukkan bahwa model bersifat signifikan. Dengan demikian, model
kuadratik sesuai untuk menunjukkan respon total antosianin secara signifikan.

56
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai p model,
faktor konsentrasi etanol (linear), perbandingan pelarut:bahan (linear),
konsentrasi etanol (kuadrat) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki
nilai kurang dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa model kuadratik, faktor
konsentrasi etanol (linear), perbandingan pelarut:bahan (linear), konsentrasi
etanol (kuadrat) dan perbandingan pelarut:bahan (kuadrat) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap respon total antosianin. Sementara interaksi kedua
faktor tidak berpengaruh nyata (p>0,05).
Berdasarkan Tabel 4.12 kolom model ketidaktepatan (lack of fit)
menunjukkan model kuadratik memiliki nilai sebesar 0.1956 atau 19,56% yang
menandakan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan). Hal ini menunjukkan
bahwa model sudah sesuai dengan seluruh rancangan. Menurut Shabbiri et al.
(2012), lack of fit harus dalam kondisi tidak signifikan karena apabila dalam
kondisi signifikan maka model yang digunakan tidak cocok. Semakin besar nilai
lack of fit, maka semakin kecil kemungkinan error yang terjadi. Suatu model
dianggap tepat apabila pada uji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata
(insignificant) secara statistik dan dianggap tidak tepat untuk menjelaskan suatu
permasalahan dari suatu analisis yang dikaji jika ketidaktepatan dari model
bersifat nyata (significant) secara statistik (Gasperz, 1995).
Berdasarkan hasil Analisa Ragam (ANOVA) pada respon total antosianin
model kuadratik akan memberikan persamaan model yang diberikan oleh
program Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual dari model
yang terpilih terhadap respon total antosianin yang dihasilkan.

Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 – 0,021715X12 -


0,055060X22
Keterangan: Y1 = Respon total antosianin, X1= Konsentrasi etanol(%), X2= Perbandingan
Pelarut:Bahan (v/b) (mL/g)

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai respon total


antosianin yang akan didapatkan apabila konsentrasi etanol dan perbandingan
pelarut:bahan yang diperlukan berbeda atau sebaliknya. Persamaan tersebut
menunjukkan bahwa X12 dan X22 yang bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan
adanya titik stationer maksimum dari permukaan respon (Budiandari dan
Widjanarko, 2014). Koefisien X1 dan X2 menunjukkan besarnya kenaikan atau
turunnya nilai Y, dimana jika koefisien X1 atau X2 bernilai positif akan
meningkatkan nilai Y, sedangkan koefisien X1 atau X2 bersifat negatif akan

57
menurunkan nilai Y (Edwards and Cable, 2009). Peningkatan respon total
antosianin dipengaruhi oleh konsentrasi etanol, perbandingan pelarut:bahan dan
interaksi antara kedua faktor.
Persamaan aktual respon total antosianin yang diberikan menunjukkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol (linier) maka total antosianin yang
diperoleh akan semakin meningkat pula. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi
konsentrasi etanol yang digunakan, maka semakin banyak pula antosianin yang
terekstrak dari kulit manggis. Agustin dan Ismiyati (2015) menyebutkan bahwa
bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan maka akan semakin
besar kadar antosianin yang didapatkan, dimana dengan menggunakan pelarut
etanol 96% dapat menghasilkan kadar antosianin maksimum yaitu 48,260 mg/ 25
gram kelopak kembang sepatu. Hasil yang didapat pada masing-masing
konsentrasi juga tidak berbeda jauh dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini dapat
disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi etanol maka akan semakin rendah
tingkat kepolaran pelarut yang digunakan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak antosianin. Penelitian
yang telah lalu, yaitu pengambilan zat warna antosianin dari kulit rambutan
dilakukan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut etanol pada berbagai
konsentrasi (70%-90%), dan hasil terbaik adalah pada konsentrasi etanol 95%
(Lydia dkk, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol,
maka semakin baik pula pelarut tersebut dalam mengekstraksi zat warna
antosianin.
Faktor perbandingan pelarut:bahan linear (X2) juga memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap total antosianin. Hal ini ditandai dengan bentuk kurva
yang linear dan menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan pelarut:bahan
maka total antosianin yang terekstrak akan semakin besar. Menurut Cheok et al
(2013), perbandingan pelarut:bahan akan berpengaruh terhadap rendemen yang
dihasilkan. Semakin besar perbandingan pelarut:bahan, maka rendemen akan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kontak antara matriks bahan dan
pelarut akan semakin besar ketika volume yang lebih besar digunakan, sehingga
memudahkan pelarut untuk melakukan penetrasi ke dalam matriks bahan dan
melarutkan senyawa target.
Pada faktor interaksi antar konsentrasi etanol (X12) membentuk kurva
kuadratik yang menunjukkan bahwa faktor konsentrasi etanol kuadratik
berpengaruh signifikan terhadap total antosianin. Gradasi warna yang terbentuk

58
akan membentuk warna garis cekung atau dapat diartikan bahwa semakin besar
konsentrasi etanol yang digunakan dalam proses ekstraksi dengan meggunakan
pelarut etanol akan mengalami titik puncak dalam pengambilan senyawa aktif
dimana pelarut akan mengeluarkan senyawa aktif yang berada di dalam bahan
serta yang memiliki sifat sama dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya pada
konsentrasi tertentu, total antosianin yang terekstrak akan semakin turun. Hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi etanol yang tinggi, diduga sifat pelarut yang
digunakan memiliki polaritas yang yang terlalu rendah sehingga pada konsetrasi
yang terlalu tinggi jumlah antosianin yang terekstrak akan menurun (Ahda, 2014).
Goodwin dan Mercer (1972) di dalam Brouillard (1982), menyatakan
antosianin dalam sel tumbuhan terletak dalam vakuola (aquaeous solution),
sehingga kemungkinan besar antosianin bersifat polar. Kelarutan antosianin
yang lebih besar dalam etanol juga dapat dipengaruhi oleh terikatnya gula
dengan pigmen antosianin akibat adanya glikosilasi pada struktur antosianin
dapat meningkatkan stabilitas antosianin (Rein, 2005). Reaksi glikosilasi
memberikan kelarutan dan kestabilan terhadap pigmen antosianin. Beberapa
jenis gula yang dapat terglikosilasi misalnya jenis monosakarida hingga
disakarida. Glikosilasi struktur antosianidin dengan disakarida relatif lebih stabil
dibandingkan dengan monosakarida. Jumlah gugus gula yang terikat juga
mempengaruhi stabilitas warna antosianin (Garcia-Viguera dan Bridle, 1999).
Faktor interaksi antar perbandingan pelarut:bahan (X22) membentuk kurva
kuadratik yang menunjukkan bahwa perbandingan pelarut:bahan kuadratik
berpengaruh signifikan terhadap total antosianin. Gradasi warna yang terbentuk
akan membentuk warna garis cekung atau dapat diartikan bahwa semakin besar
perbandingan pelarut:bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi akan
mengalami titik puncak dalam pengambilan senyawa aktif dimana pelarut akan
mengeluarkan senyawa aktif yang berada di dalam bahan. Selanjutnya pada
perbandingan tertentu, total antosianin yang terekstrak akan semakin turun. Hal
ini terjadi karena ekstrak sudah berada pada titik jenuh larutan dan intensitas
proses kavitasi berkurang oleh karena itu tidak akan terjadi peningkatan hasil
ekstraksi dengan penambahan pelarut (Brennan, 2006). Penyebab lain adalah
energi dari gelombang ultrasonik diserap terlebih dahulu oleh pelarut sebelum
masuk ke dinding sel tanaman di dalam ekstrak sehingga energi gelombang
ultrasonik akan berkurang ketika masuk ke dalam dinding sel tanaman (Wang
dan Wang, 2004).

59
Persamaan yang dihasilkan menunjukkan interaksi konsentrasi etanol
dan perbandingan pelarut:bahan meningkatkan nilai respon total antosianin.
Namun, pada hasil ANOVA menunjukkan interaksi kedua faktor tidak
berpengaruh. Hal ini diguga terdapat interaksi pada kedua faktor, namun tidak
begitu terlihat. Penyebab interaksi kedua faktor bersifat tidak signifikan diduga
karena rentang konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang kurang
besar.
Hubungan antara faktor perbandingan pelarut:bahan dan konsentrasi
etanol terhadap respon kadar xanton dapat digambarkan pada grafik kontur plot
(Gambar 4.5) dan grafik 3-D permukaan respon (Gambar 4.6).

Gambar 4. 5 Grafik Kontur Plot Respon Total Antosianin

Pada grafik kontur (Gambar 4.5), sumbu x menunjukkan faktor


konsentrasi etanol dan sumbu y menunjukkan faktor perbandingan
pelarut:bahan. Warna yang berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan nilai
respon total antosianin. Warna biru menunjukkan nilai total antosianin terendah
dan warna merah menunjukkan nilai total antosianin tertinggi. Garis pada grafik
kontur menunjukkan kombinasi antar faktor dengan permukaan dari hubungan
interaksi antar faktor dapat dilihat lebih jelas pada grafik 3-D yang ditunjukkan
pada Gambar 4.6

60
Gambar 4. 6 Grafik 3D Faktor terhadap Respon Total Antosianin

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa kurva berbentuk cekungan


terbuka ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai total antosianin tertinggi
tidak tepat berada di titik tengah, akan tetapi berada pada sekitar konsentrasi
etanol paling tinggi dan perbandingan pelarut:bahan tertinggi.

4.5.3 Kurva Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Perbandingan Pelarut:Bahan


terhadap Total Antosianin

Kurva normal plot of residuals dari model dapat digunakan untuk


mengetahui model kuadratik dari respon kadar xanton tersebut signifikan.
Apabila titik residual rata-rata berada di sepanjang garis tengah, maka dapat
diasumsikan bahwa kenormalan model terpilih sudah tepat. Kurva normal plot of
residuals dapat dilihat pada Gambar 4.7

Gambar 4. 7 Kurva Normal Plot of Residual terhadap Respon Total Antosianin

61
Pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa persebaran titik residual yang
terbentuk tidak semuanya tepat pada garis normal, namun dapat terlihat bahwa
persebarannya masih di sepanjang garis merah. Data yang berada mendekati
garis normal plot dapat dianggap bahwa data tersebut normal dan sebarannya
merata (Trihadita, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa data respon total antosianin sudah memenuhi kenormalan model yang
berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang dipresiksi oleh program. Untuk
memastikan normalitas data, dilakukan uji normalitas menggunakan software
Minitab 18 dengan metode Kolmogrov Smirnov. Kurva Probability Plot dari
respon kadar xanton dapat dilihat pada Gambar 4.8

Gambar 4. 8 Kurva Normalitas Total Antosianin dengan Metode Kolmogrov-Smirnov

Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa mean atau nilai tengah data yaitu
18.91 dengan standar deviasi sebesar 5.021 dan P-value yang didapatkan
sebesar 0.062. Nilai P-value yang didapatkan lebih dari 5% (0,05) sehingga
dapat diasumsikan bahwa data telah terdistribusi normal atau telah mengikuti
distribusi normal.

4.6 Penentuan Titik Optimum Kadar Xanton dan Total Antosianin

Penentuan titik optimum pada faktor konsentrasi etanol dan perbandingan


pelarut:bahan terhadap respon kadar xanton dan total antosianin ditentukan
berdasarkan nilai variabel yang diinginkan. Pada Tabel 4.13, kriteria variabel
konsentrasi etanol dan perbandingan pelarut:bahan yang dipilih yaitu in range.
Pada variabel kedua respon (kadar xanton dan total antosianin), kriteria yang

62
dipilih yaitu maximize, karena masing-masing respon diharapkan memiliki nilai
maksimum yang mendekati nilai batas atas setiap respon.

Tabel 4.12 Kriteria Variabel dan Respon yang Diinginkan


Nama Batas Batas Bobot Bobot Kepentingan
Tujuan
Variabel Bawah Atas Atas Bawah
Konsentrasi
In range 70 90 1 1 3
Etanol
Perbandingan
In range 10 20 1 1 3
Pelarut:Bahan
Kadar Xanton Maximize 0,091 0,387 1 1 3
Total
Maximize 10,53 25,55 1 1 3
Antosianin

Hasil optimasi yang diberikan program Design Expert terdapat 2 solusi


optimasi ekstraksi kulit manggis. Hasil solusi titik optimum yang disarankan dapat
dilihat pada Tabel 4.14

Tabel 4.13 Solusi Titik Optimum Ekstraksi terhadap Kadar Xanton dan Total Antosianin
Respon 1
Perbandingan Respon 2
Konsentrasi Kadar
Pelarut:Bahan Total Desirability Keterangan
Etanol (%) Xanton
(mL/g) Antosianin
(ppm)
90,00 14,84 0,369062 24,2503 0,929 Selected
90,00 14,71 0,370058 24,1946 0,929

Berdasaekan Tabel 4.14 hasil data analisis menurut Design Expert 7.1.5
didapatkan solusi dengan respon kadar xanton dan total antosianin. Solusi dipilih
berdasarkan derajat ketepatan atau nilai desirability serta nilai respon yang
paling tinggi. Respon kadar xanton dan total antosianin tertinggi didapatkan pada
konsentrasi etanol 90% dan perbandingan pelarut:bahan 14,84 mL/g dengan
nilai desirability 0.929 atau tingkat ketepatan 92.3%. Nilai desirability merupakan
nilai fungsi tujuan optimasi yang menunjukkan kemampuan program untuk
memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk akhir.
Kisaran nilainya dari 0 dampai dengan 1.0. Semakin mendekati 1.0, maka
semakin tinggi nilai ketepatan optimasi (Raissi dan Farzani, 2009).

4.7 Verifikasi Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan


Pelarut:Bahan terhadap Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin

Verifikasi merupakan tahapan optimasi yang bertujuan untuk


menegaskan kondisi optimum antar faktor yaitu konsentrasi etanol dan

63
perbandingan pelarut:bahan terhadap kadar xanton dan total antosianin. Model
RSM dianggap memadai apabila nilai prediksi respon pada saat kondisi optimum
mendekati nilai verifikasi (Madamba, 2005). Verifikasi dilakukan pada model
sesuai prediksi kondisi optimum. Pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 didapatkan
hasil verifikasi yang disarankan oleh Design Expert 7.1.5.

Tabel 4.14 Point Prediction Hasil Optimum Konsentrasi Etanol dan Perbandingan
Pelarut:Bahan
Low High
Factor Name Level Std. Dev Coding
Level Level
Konsentrasi
X1 90,00 70,00 90,00 0,000 Actual
Etanol
Perbandingan
X2 14,84 10,00 20,00 0.000 Actual
Pelarut:Bahan

Tabel 4.15 Point Prediction Hasil Optimum Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin
SE 95% CI 95% CI SE 95% PI 95% PI
Response Prediction
Mean low High Pred low high
Kadar
Xanton 0,369062 0,032 0,029 0,44 0,69 0,21 0,53
(mg/100g)
Total
Antosianin 24,2503 0,79 22,38 26,12 1,72 20,19 28,31
(mg/100g)
Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 merupakan hasil optimum dari yang disarankan oleh
Design Expert 7.1.5, kemudian dilakukan penelitian yang sesuai dengan nilai
optimum yang didapatkan untuk membuktikan apakah hasil verifikasi sudah
sesuai dengan prediksi software. Hasil analisis verifikasi dapat dilihat pada Tabel
4.17

64
Tabel 4.16 Hasil Verifikasi Respon Kadar Xanton dan Total Antosianin dari Ekstrak Kulit
Manggis
Variabel Bebas Respon
Konsentrasi Perbandingan Kadar Total
Etanol (%) Pelarut:Bahan Xanton Antosianin
(mL/g) (mg/100g) (mg/100 g)
Prediksi* 90,00 14,84 0,37 24,25
Verifikasi** 90,00 14,84 0,34±0,02 22,74±0,59
Hasil Uji T (P Value) 0,28 (NS) 0,17 (NS)
Keterangan : *Hasil prediksi Design Expert 7.1.5
**Hasil verifikasi penelitian aktual merupakan rerata dari 2 ulangan ±
standar deviasi
NS: Not Significant

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat terlihat bahwa hasil rerata verifikasi kadar
xanton dan total antosianin secara berurutan adalah 0,34mg/100g dan
22.74mg/100g. Sementara titik target yang disarankan untuk kadar xanton dan
antosianin secara berurutan adalah 0,37 mg/100g dan 24.25 mg/100g. Hasil
verifikasi dan prediksi dilakukan Uji T (Lampiran 6) dengan Minitab 17 untuk
menentukan kesesuaian hasil prediksi. Nilai p pada kedua respon lebih dari 0,05,
dimana artinya nilai prediksi dan nilai penelitian tidak berbeda nyata (not
significant). Hal ini mengindikasikan bahwa model sudah sesuai dan solusi
variabel bebas yang diberikan program dapat diterima.

4.8 Analisis Aktivitas Antioksidan (IC50) Ekstrak Kulit Buah Manggis

Pada prinsipnya metode penangkal radikal bebas merupakan pengukuran


penangkalan radikal bebas sintetik dalam pelarut organik polar seperti etanoll
pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan.
Proses penangkalan radikal bebas ini melalui mekanisme pengambilan atom
hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas sehingga radikal bebas
menangkap satu elektron dari antioksidan. Radikal bebas sintetik yang
digunakan adalah DPPH, senyawa ini bereaksi dengan senyawa antioksidan
melalui pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk
mendapatkan pasangan elektron. Keberadaan sebuah antioksidan dimana dapat
menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan warna kuning yang
merupakan ciri spesifik dari reaksi radikal DPPH (Pokorny et al., dalam Kiay et
al., 2011). Senyawa yang memiliki kemampuan penangkal radikal umumnya
merupakan pendonor atom hidrogen (H), sehingga atom H tersebut dapat
ditangkap oleh radikal DPPH untuk berubah menjadi bentuk netralnya.

65
Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi linear
yaitu y = ax±b, dengan nilai y adalah 50 dan x adalah IC50. Berdasarkan analisis
yang dilakukan, nilai IC50 dari ekstrak kulit buah manggis ini adalah 13,17±0,91
ppm. Suatu antioksidan dinyatakan memiliki aktivitas antioksidan kuat apabila
memiliki nilai IC50 kurang dari 100µg/mL, sementara itu aktivitas antioksidan
dengan kekuatan sedang memiliki nilai IC50 100-200 µg/mL dan lebih dari 200
µg/mL (Pribadi et al., 2008). Berdasarkan penggolongan tersebut secara umum
ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

Tabel 4. 17 Hasil pengukuran IC50 ekstrak kulit buah manggis


Hasil Analisa IC50 Hasil Literatur IC50 Uji T
Sampel
(ppm) (ppm) (p-value)
Ekstrak Kulit Buah
13,17±0,91 7.48* 0,07
Manggis
Keterangan: * Tjahjani et al. (2014)

Berdasarkan tabel diatas, dapat terlihat bahwa nilai IC50 hasil analisis
ekstrak kulit buah manggis memiliki nilai 13,17±0,91 ppm sementara menurut
literatur adalah sebesar 7,48 ppm. Hasil Uji T (Lampiran 6.3) menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) antara hasil analisis dengan literatur.
Penelitian yang dilakukan oleh Tjahjani et al. (2014) dilakukan dengan cara
pengambilan ekstrak kulit manggis dengan menggunakan metode maserasi dua
pelarut yaitu etanol dan campuran antara heksan dan air. Apabila dilihat dari
nilainya, terdapat perbedaan antara hasil analisa dengan literatur. Perbedaan
data tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
umur buah, asal buah manggis itu sendiri, pelarut yang digunakan serta
preparasi bahan sebelum dilakukan proses ekstraksi (Suttirak dan
Manurakchinakorn, 2012).
Besarnya nilai IC50 bukan mewakili besarnya kandungan antioksidan pada
suatu bahan, akan tetapi menunjukkan tingkat kekuatan antioksidan. Nilai rerata
IC50 serbuk kulit manggis pada penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu yang
ditetapkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
(2012) dengan nilai IC50 maksimal 44,49 ppm. Menurut Kurniawati et al. (2010),
kualitas buah manggis dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan pada kulitnya.
Contohnya pada buah dengan kulit burik akibat adanya serangan hama atau
kerusakan fisik membutuhkan peran antioksidan yang lebih besar sehingga
aktivitas antioksidannya berkurang.

66
Nilai IC50 suatu bahan juga dipengaruhi oleh perlakuan pendahuluan yang
diterapkan pada bahan. Salah satunya adalah adanya proses ekstraksi dengan
menggunakan ultrasonik. Ekstraksi dengan menggunakan gelombang ultrasonik
dapat menyebabkan adanya fenomena kavitasi. Fenomena kavitasi selain
memiliki efek secara fisik juga memiliki efek kimiawi pada proses ekstraksi.
Kavitasi dapat menghasilkan radikal yang sangat reaktif seperti H+ dan OH-
ketika sonikasi menggunakan medium air (Henglein, 1993). Efek kimia tersebut
dapat memberikan dampak yang positif atau negatif tergantung pada proses.
Pembentukan radikal OH- selama kavitasi dapat mempengaruhi kualitas
beberapa makanan. Ashokkumar et al. (2008) mengobservasi penurunan 20%
aktivitas antioksidan cyanidin-3-glucoside dari nilai awalnya pada proses sonikasi
selama 4 jam sebaliknya radikal tersebut juga dapat digunakan untuk
meningkatkan fungsi bahan makanan. Studi yang dilakukan Ashokkumar dan
Grieser (1999) menunjukkan bahwa proses sonikasi pada senyawa fenol
menyebabkan perubahan posisi hydroksilasi menjadi ortho-, meta- dan para-
sehingga dapat dikatakan pembentukan OH- akibat proses sonikasi dapat
meningkatkan sifat antioksidan dari senyawa tumbuhan seperti flavonoid.

67
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil optimasi proses ekstraksi kulit manggis dengan menggunakan


metode ultrasonic bath extraction adalah dengan konsentrasi etanol 90% dan
perbandingan pelarut:bahan (v/b) 14,84 mL/g sebesar 0,34±0.02 mg/100g untuk
kadar xanton dan 22.74±0.58 mg/100g untuk total antosianin. Model yang dipilih
yaitu kuadratik untuk kedua respon. Persamaan yang didapatkan untuk kadar
xanton yaitu Y1 = - 4,73371 + 0,086563X1 + 0,16159X2 -1,02500E-003X1X2 –
3,87875E-00 X12 - 2,61150E-003X22.. Semantara, persamaan untuk total
antosianin yaitu Y1 = -167,00901 + 3,87352 X1 + 1,12998X2 + 0,010400X1X2 –
0,021715X12 - 0,055060X22.
Nilai hasil aktivitas antioksidan IC50 dari ekstrak kulit manggis hasil optimasi
adalah 13,17±0,91 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena memiliki nilai IC50 kurang dari
100µg/mL.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini yaitu


1. Perlu dilakukan pengujian medical properties dari ekstrak kulit manggis hasil
optimasi
2. Perlu adanya aplikasi terhadap produk pangan sehingga dapat
meningkatkan nilai dari produk pangan itu sendiri
3. Sebaiknya digunakan alat ultrasonicbath yang lebih canggih sehingga
amplitudo yang digunakan bisa lebih jelas dan hasil yang didapatkan lebih
optimal
4. Perlu dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut selain etanol

67
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D. dan Ismiyati. 2015. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Pada Proses


Ekstraksi Antosianin Dari Bunga Kembang Sepatu. Jurnal Konversi
4(3)

Ahda, M. 2014. Ethanol Concentration Effect of Mangosten Pell Wxtract to


Total Phenolic Content. Jurnal Eksakta 14 (2)

Al-Farsi, M. A. and Chang, Y. L. 2007. Optimization of Phenolics and Dietary


Fibre Extraction from Date Seeds. Journal of Food Chemistry 108: 977-
985

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of


Analysis. Washington D.C: AOAC International

Ashokkumar M, Grieser F. 1999. Ultrasound assisted chemical process.


Reviews in Chemical Engineering. 15: 41-83

Ashokkumar M, Sunartio D, Kentish S, Mawson R, Simons L, Vilkhu K, Versteeg


C. 2008. Modification of food ingredients by ultrasound to improve
functionality: A preliminary study on model system. Innov Food Sci
Emerg. 9:155-160

Ayuningtyas, C. 2010. Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Blum)


(Kajian Perbandingan Pelarut Etanol dengan Bahan dan Lama
Ekstraksi). Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya

Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanins dalam Anthocyanins


as Food Colors. New York: Academic Press

Budiandari, R. U., dan Widjanarko, S. B. Optimasi Proses Pembuatan


Lempeng Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) sebagai Alternatif
Pangan Masyarakat Pesisir. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 10-18

Cai Y, Ng P. K. L., Choy S. 2007 Freshwater Shrimp of The Family Atyidae


(Crustacea, Decapoda, Caridea) from Peninsular Malaysia and
Singapore. Journal of Zoology 55: 277-309

Cameron Devon K. dan Wang Ya-Jane. 2006. Application of Protease and


High-Intensity Ultrasound in Corn Starch Isolation from Degermed
Corn Flour. Journal Cereal Chemistry 83(5)

Castaneda-Ovando A., Pacheco-Hernandez M.L. dan Galan Vidal C.A. 2009.


Chemical studies of Anthocyanins: A review. Food Chemistry
113:859-871

Chaovanalikit A., Mingmuang, A., Kitbunluewit T., Choldumrongkool H., Sondee


J., dan Chupratum S. 2012. Anthocyanin and Total Phenolics Content
of Mangosteen and Effect of Processing on The Quality of
Mangosteen Products. International Food Research Journal 19 (3):
1047-1053

68
Cheok, C. Y., Chin, N. L., Yusof, Y. A. dan Talib R. A. 2013. Optimization of
Total Monomeric Anthocyanin (TMA) and Total Phenolic Content
(TPC) Extraction of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) hull.
Journal Industrial Corps and Product. ISSN: 0926-6690

Chitra, S., Khritika M. V. dan Pavitra S. 2010. Introduction of Apoptosis by


Xanthones from Garcinia mangostana in Human Breast and
Laryngeal Carcinoma Cell Lines. Journal of Natural Product

Dawn, B. Marks, Allan D. Marks dan Colleen M. Smith. 2000. Biokimia


Kedokteran Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis Cetakan 1. Jakarta:
Penerbit EGC

Dewi, I. D. A. D. Y., Astuti, K. W., Warditiani, N.K.. 2011. Skrining Fitokimia


Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).
Jurnal Farmasi Udayana

Departemen Kesehatan RI. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dolatowski, Z.J., Joana Stadnik dan Dariusz Stasiak. 2007. Application of


Ultrasound in Food Technology. Issue 6 (3) 2007 pp. 88-99

Edwards,J.R. dan Cable, D. M. (2009). The Value of Value


Congruence. Journal of Applied Psychology 94: 654-677

Farida, R. dan Fithri C. N. 2015. Ekstraksi Antosianin Limbah Kulit Manggis


Metode Microwave Assisted Extraction (Lama Ekstraksi dan Rasio
Bahan:Pelarut). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2)

Fennema. 1996. Food Chemistry 3th Edition. New York: Marcel Dekker, Inc

Gao, L. dan G. Mazza. 1996. Extraction of Anthocyanin Pigments from


Purple Sunflower Hulls. Journal Food Science 61: 600-603

Garcia-Vieguera C., and Bridle, P., 1999. Influence of Structure on Colour


Stability of Anthocyanins and Flavylium Salts with Ascorbic Acid.
Journal Food Chemistry 64: 21-26

Golmohamadi G, Moller G, Powers J, Nindo C. 2013. Effect of ultrasonic


frequency on antioxidant activity, total phenolic and anthocyanin
content of red raspberry puree. Ultrason Sonochem 20:1316-1323

Hasyim A. dan K, Iswari. 2012. Manggis Kaya Antioksidan. Dilihat pada tanggal
3 Juni 2018. <http://hortikultura.litbang.deptan.go.id>

Hadiyat, A. 2012. Response-surface dan Taguchi : Sebuah Alternatif atau


Kompetisi dalam Optimasi secara Praktis. Prosiding Seminar Nasional
Industrialisasi Madura: 134-139

Henglein, A. 1993. Contributions to Various Aspects of Cavitation


Chemistry. Journal Advances in Sonochem 3: 17-83

Ho, C. H. L., Cacace, J. E. and Mazza, G. 2008. Mass transfer during


pressurized low polarity water extraction of lignans from flaxseed
meal. Journal of Food Engineering 89: 64-71

69
Iswari, K. & Sudaryono, T. 2007. Empat Jenis Olahan Manggis, Si Ratu Buah
Dunia dari Sumbar. Padang: BPTP

Jose, P. C. , N. Cárdenas-Rodríguez, M. Orozco-Ibarra, and J. M. Pérez-Rojas.


2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia
mangostana). Journal Food and Chemical Toxicology 46 (10): 3227–
3239

Jastrzebska, W, Librowski T, Czarnecki R, Marona A, dan Nowak G. 2003.


Central Activity of New Xhantone Dervates with Chiral Center in
Some Pharmacological Test in Mice. Poshs Jurnal of Pharmacology 55:
461-465

Keil, FJ. 2007. Modeling of process intensification Ultrasonic vs. Microwave


extraction intensification of active principles from medicinal plants.
AIDIC Conference Series. 9: 1-8

Kuldikole, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure


Treatments on Enzym Activity and Quality Indicators of Fruit and
Vegetables Juices. Disertasi. Berlin: University Berlin

Kurniawati, A., Poerwanto R, Sobir, Effendi D, Cahyana H. 2010. Evaluation of


fruit characters, xanthones content and antioxidant properties of
various qualities of mangosteens (Garcinia mangostana L.). J Agron
Indonesia. 38 (3): 232 -7

Lydia, S. W., Simon B. W., dan Susanto T. 2001. Ekstraksi dan Karakterisasi
Pigmen dari Kulit Buah Rambutan (Niphelium Lappaceum). Var.
Binjai. Jurnal Biosain1(2): 42-53

Macmudah, S., Qifni Yasa’ Ash Shiddiqi, Achmad Dwitama Kharisma dan
Widyastuti. 2015. Subcritical Water Extraction of Xanthone from
Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) Pericarp. Journal of
Advanced Chemical Engineering 5:117. doi:10.4172/2090-4568.1000117

Madamba, P. S. 2005. Determination of Optimum Intermittent Drying


Condition for Rough Rice (Oryza sativa L.). Journal of Technology 38:
157-165

Mardiana, L. 2011. Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Jakarta : Penebar


Swadaya

Mason, T.J. 1990. Sonochemistry: The Use of Ultrasonic in Chemistry


Volume 1. Cambridge (UK): Royal Society of Chemistry

Miryanti, A., Sapei L, Budiono K, Indra S. 2011. Ekstraksi antioksidan dari kulit
manggis (Garcinia mangostana L.). Bandung: LPPM Universitas Katolik
Parahyangan

Montgomery, D. C.. 1984. Design and Analysis Experiment 2nd Edition. New
York: John Wiley and Sons Inc.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa


Aktif. Jurnal Kesehatan 7(2)

70
Negi, J. S., V. K. Bisht. P. Singh, M. S. M. Rawat dan G. P. Joshi. Review
Article: Naturally Occurring Xanthones: Chemistry and Biology.
Journal of Applied Chemistry page 1-9

Nuryanti dan Salimy, D. H. 2008. Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya


pada Optimasi Eksperimen Kimia. Risalah Lokakarya Komputasi dalam
Sains dan Teknologi Nuklir: 373-391

Orozco F.G., and Failla M.L. 2013. Biological Activities and Bioavailability of
Mangosteen Xanthones. A Critical Review of the Current Evidence
Nutrients 53163-3183

Pasaribu, Fidayani, Panal Sitorus dan Saiful Bahri. 2012 Uji Ekstrak Etanol
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah. Journal of Phar,aceutics and Pharmacology 1 (1):
1-8

Prihatman. 2000. Manggis (Garcinia mangostana L.). Jakarta: Kantor Deputi


Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi

Prior, R.L. 2003. Fruits and Vegetables in The Prevention of Cellular


Oxidative Damage. Journal Clinic Nutrient 78: 570S-578S

Purwanto, H. 2010. Pengembangan Microwave Assisted Extractor (MAE)


pada Produksi Minyak Jahe dengan Kadar Zingiberene Tinggi. Jurnal
Momentum 6(2): 9-16

Puspitasari, L., Swastini, D.A., Arisanti, C.I.A. 2012. Korespondensi: Skrining


Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.). Bali: Universitas Udayana

Rahma, R. A., Widjanarko, S. B., Sunaryanto, R., dan Yunianta. 2015. Optimasi
Media Fermentasi Aspergillus oryzae, Penghasil Anti Jamur Patogen
Buah Kakao Phytophthora palmivora. Jurnal Agritech 35(3)

Rahmawati, A. dan Putri, W. D. R. 2013. Karakteristik Ekstrak Kulit Jeruk Bali


Menggunakan Metode Ekstraksi Ultrasonik (Kajian Perbandingan
Lama Blansing dan Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 1(1):
26-35

Raissi, S. dan Farzani, R. E. 2009. Statistical Process Optimization Trough


Multi-Response Surface Methodology. World Academy of Science,
Enginering and Technology pp. 267-271

Rein, M. 2005. Copigmentation Reactions and Color Stability of Berry


Anthocyanins. Disertasi. Helsinki: University of Helsinki

Rice, C. E., Nicholas M. dan George P. 1997. Antioxidant Properties of


Phenolic Compounds. Journal of Pharmacology 2(4): 152-159

Rice, C.A., Miller N.J., Paganga G. 1997. Antioxidant properties of phenolic


compounds: reviews. Trends in Plant Science 2(4):152-159

71
Rubiyanti, R., Yasmiwar S. dan Muchtaridi. 2005. Potensi Ekonomi dan
Manfaat Kandungan Alfa Mangostin serta Gartanin dalam Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana Linn). Jurnal Farmaka 15(1)

Sari, P., Fitriyah A., Mukhamad K., Unus, Mukhamad F., Triana L. 2005.
Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzigium
cumini). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XVI No. 2

Shabbiri K, Adnan A, Jamil S, Ahmad W et al. 2012. Medium Optimization of


Protease Production by Brevibacteriuminens DSM 20158, Using
Statistical Approach. Journal of Microbiology 43(3): 1051–61.

Shan, T., Q. Ma, K. Guo, J.Liu, W.Li, F Fang dan E. Wu. 2011. Xanthone from
Mangosteen Extracts as Natural Chemopreventive Agents: Potential
Anticancer Drugs. Journal of Pharmacology 11(8): 666-677

Sholihah, M. 2016. Ultrasonic Assisted Extraction Antioksidan dari Kulit


Manggis. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Suttirak, W. dan Manurakchinakorn, S. 2012. Effect of Dipping Conditions on


Colorant Properties of Mangosteen Peel Extract. Proceedings of the
4th Walailak Research Conference, page 246

Teixeira M., M. Pinto dan C. M. Barbosa. 2004. Validation of a


spectrophotometric method for quantification of xanthone in
biodegradable nanoparticles. Journal Pharmazie 59: 257–259

Tjahjani, S., Wahyu W., Khie K., Adrian S. dan Rita T. 2014. Antioxidant
Properties of Garcinia mangostana L. (Mangosteen) Rind. Procedia
Chemistry. Volume 13: 198-203

Trihaditia, R. 2016. Penentuan Nilai Optimasi dari Karatakteristik


Organoleptik Aroma dan Rasa Produk Teh Rambut Jagung dengan
Penambahan Jeruk Nipis dan Madu. Jurnal Agroscience 6(1)

Trisnobudi, Amoranto. 2006. Fenomena Gelombang. Catatan Kuliah. Bandung:


Penerbit ITB

Verheij, E. W. M. dan R. E. Coronel. 1997. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara.


Penerjemah: S. Danimihardja, H. Sutarno, N. W. Utami dan D. S. H.
Hospen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Weecharangsan, W., dan P. Opanasopit. 2006. Antioxidative and


neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of
mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Medical Principle Practice
15(4): 281-7

Wijaya, L. A. 2010. Kandungan Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah


Manggis (Garcinia mangostana L.) pada Berbagai Pelarut, Suhu, dan
Waktu Ekstraksi. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor

Wijaya, L. A., Marcel P.S., Fenny S. 2009. Mikroenkapsulasi Antosianin


sebagai Pewarna Makanan Alami Sumber Antioksidan berbasis

72
Limbah Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.). Bogor: Institut
Pertanian Bogor

Yoswathana, N. dan M.N. Eshtiagi. 2015. Optimization of Subcritical Ethanol


Extraction for Xanthone from Mangosteen Pericarp. International
Journal of Chemical Engineering and Applications 6 (2)

Yoswathana,N. 2013. Accelerated Extraction of Xanthone from Mangosteen


Pericarp Using Ultrasonic Technique. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology 7(6): 302-309

Zhao, Y., LI Zhe, Zhang Yan-Di. 2012. Optimization of Ultrasonic-Assisted


Extraction of Total Xanthones from Mangosteen (Garcinia
mangostana Linn.). Journal of Food Science 33(22): 17-21

73

Anda mungkin juga menyukai