Anda di halaman 1dari 16

KANDUNGAN ANTOSIANIN TOTAL DAN IDENTIFIKASI ANTOSIANIDIN SERTA

ANTOSIANIN EKSTRAK KULIT BIJI KOPI ROBUSTA


(Coffea robusta L.)
TOTAL ANTHOCYANIN CONTENT AND IDENTIFICATION OF ANTHOCYANIDIN AS
WELL AS ANTHOCYANIN OF ROBUSTA COFFEE (Coffea robusta L.) BEAN PEEL

Lia Agnes Aditya*, Lydia Ninan Lestario**, Yohanes Martono**


*Mahasiswi Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah-Indonesia
liafebrian20@gmail.com

ABSTRACT

The aims of this research were to determine total anthocyanin content as well as identify
the type of anthocyanidin and anthocyanin of robusta coffee bean peel. The total anthocyanin
content was determined by the pH differential method, and the identification of anthocyanidin
and anthocyanin was based on Rf value on TLC, maximum absorbance of the spot on TLC, and
time retention of the peak on HPLC. The results showed that total anthocyanin content of robusta
coffee bean peel was 43,07 ± 1,05 mg/100 g; the type of anthocyanidin of robusta coffee bean
peel was cyanidin, and delphinidin; and the type of anthocyanin of robusta coffee bean peel was
cyanidin 3-glucoside, delphinidin 3-glucoside, and pelargonidin 3-glucoside.

Keywords: total anthocyanin, type of anthocyanidin, type of anthocyanin, robusta coffee bean
peel

PENDAHULUAN

Antosianin termasuk pigmen larut air yang secara alami, terakumulasi pada sel epidermis
buah-buahan, akar, dan daun. Antosianin terdapat pada sejumlah besar buah-buahan seperti:
anggur, strawberri, cherri, ubi jalar, serta pada sayuran seperti kol merah dan bayam merah
(Harborne, 1987). Antosianin dapat menggantikan penggunaan pewarna sintetik carmoisin dan
amaranth sebagai pewarna merah pada produk pangan. Antosianin dapat digunakan sebagai
pewarna alami dalam minuman penyegar, kembang gula, produk susu, roti, kue, jelli, produk
awetan, dan sirup (Gross, 1991). Selain itu, fungsi lain dari antosianin adalah sebagai antioksidan

1
2

di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan


pembuluh darah.

Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat


dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah. Antosinin juga melindungi integritas sel endotel
yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan (Ginting, 2011).
Kerusakan sel endotel merupakan awal mula pembentukan aterosklerosis sehingga harus
dihindari. Selain itu, antosianin juga merelaksasi pembuluh darah untuk mencegah aterosklerosis
dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Berbagai manfaat positif dari antosianin untuk kesehatan
manusia adalah untuk melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor,
meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi
yang melindungi otak dari kerusakan. Selain itu, beberapa studi juga menyebutkan bahwa
senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan kemampuan memori
otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh (Harborne,
1987). Menurut Ariadi (2015), kopi robusta merupakan salah satu sumber antosianin yang
terdapat pada kulitnya yang menghasilkan 15,74 mg/L antosianin dengan waktu maserasi selama
15 menit dengan pelarut etanol: akuades (1:1) dan penambahan asam sitrat 5%.

Sejauh ini, sebagian besar pemanfaatan buah kopi jenis robusta (Coffea robusta L.)
hanya pada bagian bijinya saja, sedangkan proses yang sudah dilakukan untuk memanfaatkan
limbah yang dihasilkan dari pengolahan kopi diantaranya adalah pengolahan kulit kopi menjadi
pakan ternak, pupuk kompos organik, media tanam, biogas, bioetanol, dan lain sebagainya
(Widyotomo, 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian lebih lanjut mengenai
antosianin pada kulit biji kopi jenis robusta (Coffea robusta L.) masih sulit ditemukan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan kandungan antosianin total dari kulit biji kopi jenis robusta (Coffea robusta
L.).
2. Mengidentifikasi jenis antosianidin dan antosianin dari kulit biji kopi jenis robusta
(Coffea robusta L.).
METODOLOGI

Bahan yang digunakan adalah kulit biji kopi robusta (Coffea robusta L.) yang didapat
dari daerah Tlogo, Tuntang, Kabupaten Semarang. Sedangkan bahan kimia yang digunakan
adalah metanol, HCl, asam asetat, butanol, asam format, AlCl 3, etil asetat, amil alkohol,
buffer pH 1 (HCl-KCl), buffer pH 4,5 (asam sitrat-natrium sitrat), etanol, asam ftalat, dietil
eter, anilin. Semua bahan kimia yang digunakan berderajat pro analis (p.a) produk E-Merck,
Jerman.
Piranti yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg
(Ohaus pioneer, PA214), pH meter (Hanna Instrument 9812), chamber KLT, freeze dry
(Thermo Scientific, Power Dry LL 1500), oven, rotary evaporator (BUCHI R-114), plat
KLT selulosa, plat KLT silika, spektrofotometer UV-VIS (Optizen UV 2120), Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Kneuer Smartline 5000, Smartline pump 1000, Smartline UV
Detector 2500).
Preparasi Sampel
Kulit kopi robusta dicuci bersih dan ditiriskan. Sampel di freeze dry dan di grinder.
Pengukuran Kadar Air (Taufiq, 2004)
Pengukuran kadar air sampel diukur dengan menggunakan miosture analyzer (Ohaus
MB25).
Ekstraksi Antosianin (Lestario dkk., 2011 yang dimodifikasi)
Sebanyak 2,0000 g sampel dimaserasi dengan metanol-HCl 1% dengan perbandingan
sampel terhadap pelarut 1:10 (b/v) semalam pada suhu dingin (± 5˚C). Filtrat disaring dan
larutan yang berwarna merah ditampung dalam labu 50 mL. Residu dimaserasi kembali
sampai berwarna putih. Seluruh larutan yang berwarna merah ditampung dalam labu 50 mL
dan digenapkan dengan metanol-HCl 1%.
Penentuan Kandungan Antosianin Total (Giusti and Wrolstad, 2001 yang dimodifikasi)
Penentuan kandungan antosianin total dilakukan dengan metode perbedaan pH. Ekstrak
antosianin ditambah buffer KCl-HCl (1 M, pH 1) dan buffer natrium sitrat-asam sitrat (1 M,
pH 4,5). Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm dan
700 nm setelah diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. Konsentrasi antosianin dihitung
mengikuti Hukum Lambert-Beer:

3
4

Keterangan: A = [(A510-A700)pH1 – (A510 – A700)pH4,5]


= koefisien ekstingsi molar sianidin-3-glukosida, yaitu 29.600 L mol-1
cm-1
b = lebar kuvet, yaitu 1 cm
c = konsentrasi antosianin (mol/L)

Identifikasi Antosianidin
Hidrolisis Asam (Harborne, 1987 dalam Lestario dkk., 2011)
Hidrolisis asam dilakukan terhadap ekstrak antosianin kulit biji kopi robusta untuk
memperoleh ekstrak antosianidin. Ekstrak antosianin kulit biji kopi robusta dipanaskan
dalam HCl 2 M selama 40 menit pada 100˚C, didinginkan, kemudian dicuci dengan etil
asetat sebanyak 2 kali. Fraksi etil asetat dibuang dan fraksi air dipanaskan pada 80˚C selama
3 menit untuk menghilangkan sisa etil asetat. Selanjutnya antosianidin diekstraksi dengan
amil alkohol, kemudian fraksi amil alkohol (fraksi atas) diambil dan dikeringkan dalam gelas
arloji di atas penangas air bersuhu 90˚C, fraksi bawah atau fraksi air berwarna kuning
merupakan gula. Ekstrak antosianidin yang telah kering dilarutkan dalam ± 1 ml metanol-
0,01 % HCl.
Kromatografi Lapis Tipis (Harborne, 1987)
Ekstrak antosianidin ditotolkan pada plat KLT selulosa kemudian dikeringkan dengan
diuapi gas N2, pemisahan dengan KLT menggunakan eluen Format (HCl pekat : asam format
: H2O = 2 : 5 : 3, v/v/v), Forestal (HCl pekat : asam asetat : H2O = 3 : 30 : 10, v/v/v), BAA
(butanol : asam asetat : H2O = 4 : 1 : 5, v/v/v).
Absorbansi Maksimum (Harbone, 1996 yang dimodifikasi)
Ekstrak antosianidin dipisahkan dengan metode KLT preparatif menggunakan fase gerak
yang menghasilkan pemisahan terbaik, dengan jumlah sampel yang lebih banyak. Setelah
pemisahan tercapai, spot pada plat KLT dikerok dan dilarutkan dengan metanol-HCl 0,01%.
Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dari serbuk KLT. Filtrat diukur absorbansi
maksimumnya pada 200–800 nm (scanning) dan ditambahkan beberapa tetes AlCl3 (5% b/v
dalam metanol), diukur kembali absorbansi maksimumnya untuk melihat ada atau tidaknya
pergeseran batokromik.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Nyman and Kumpulainen, 2001)


Ekstrak antosianidin diinjeksikan ke dalam sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) dengan kondisi operasional sebagai berikut:
Fase diam : Eurosphere 100-5, C-18, (150 × 4,6 mm, 5µm)
Fase gerak : 10 % asam format (dalam air): asetonitril (85 : 15 v/v)
Kecepatan alir : 1,2 mL/menit
Temperatur : 30˚C
Volume injeksi : 20 mL
Detektor : UV, 530 nm

Identifikasi Antosianin
Identifikasi Gula (Harbone, 1987)
Fraksi air dari hasil hidrolisis dipekatkan dengan rotary evaporator, dikeringkan pada
suhu 45˚C. Gula diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT-silika) dengan
pengembang (fase gerak) BAA (n-butanol : asam asetat : H2O = 4 : 1 : 5, v/v/v, lapisan atas),
BEA (n-butanol : etanol : H2O = 4 : 1 : 2,2 , v/v/v). Spot hasil KLT gula divisualisasi
menggunakan pereaksi anilina hidrogen ftalat. Kertas KLT kemudian dipanaskan pada 105˚C
selama 5 menit agar warna khas timbul. Kertas harus diperiksa dengan sinar UV agar warna
dapat terlihat dengan lebih jelas.
Kromatografi Lapis Tipis (Harborne, 1996 dalam Lestario dkk., 2011 yang
dimodifikasi)
Ekstrak antosianin dipekatkan diatas gelas arloji dengan suhu 45˚C dan dilarutkan dalam
± 1 ml metanol yang mengandung 0,01 % HCl. Kemudian ditotolkan pada plat selulosa
kemudian dikeringkan dengan diuapi gas N2, pemisahan dengan KLT menggunakan fase
gerak BAA (n-butanol : asam asetat : H2O = 4 : 1 : 5, v/v/v, lapisan atas), BuHCl (n-butanol :
HCl 2 M = 1:1, v/v) dan HCl 1 % (H2O : HCl pekat = 97 : 3, v/v). Noda hasil KLT kemudian
dicatat warna visual, warna di bawah sinar UV, dan nilai Rf-nya dari masing - masing spot.
Absorbansi Maksimum (Harbone, 1996 yang dimodifikasi)

5
6

Setelah diperoleh pemisahan yang baik, maka dilakukan KLT preparatif terhadap ekstrak
antosianidin menggunakan fase gerak yang menghasilkan pemisahan terbaik, dengan jumlah
sampel yang lebih banyak. Setelah pemisahan tercapai, spot pada plat KLT dikerok dan
dilarutkan dengan metanol-HCl 0,01%. Kemudian disaring dengan kertas whatman no. 1
untuk memisahkan filtrat dari serbuk KLT. Spektra ekstrak antosianin dipindai
absorbansinya pada panjang gelombang 200–800 nm. Ekstrak antosianin diukur
absorbansinya pada 440 nm untuk menentukan rasio yang mencerminkan posisi ikatan
glikosidanya.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Choung et al., 2001)
Ekstrak antosianin diinjeksikan ke dalam sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) dengan kondisi operasional sebagai berikut:
Fase diam : Eurosphere 100-5, C-18, (150 × 4,6 mm, 5µm)
Fase gerak : H2O : CH3OH : HCOOH (75 : 20 : 5, v/v/v)
Kecepatan alir : 0,6 mL/menit
Temperatur : 25˚C
Volume injeksi : 20 mL
Detektor : UV, 530 nm
Analisis Data
Identifikasi antosianin dan antosianidin tidak dilakukan analisis data secara statistik,
setiap tahap dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh pemisahan yang baik, sedangkan
pengukuran kandungan antosianin total dilakukan dengan 3 kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kandungan Antosianin Total
Hasil pengukuran antosianin total terlihat pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa
kandungan antosianin total kulit biji kopi robusta berdasarkan berat basah sebesar 40,71 ±
1,00 mg/100 g sedangkan berdasarkan berat kering sebesar 43,07 ± 1,05 mg/100 g.

Tabel 1. Kadar Antosianin Total Kulit Biji Kopi Robusta (mg/100 g sampel)

Antosianin Total Kulit kopi robusta


Berat basah 40,71 ± 1,00
Berat kering 43,07 ± 1,05
Menurut Murthy et al., (2012), antosianin total pada kulit biji kopi yang tumbuh
di India sebesar 24 ± 2,0 mg/100 g berdasarkan berat kering. Jika dibandingkan, maka
antosianin total pada kulit kopi robusta lebih besar jika dibandingkan kulit kopi yang tumbuh
di India. Hal ini dapat disebabkan karena sifat genetis dan kondisi tumbuh tanaman tersebut.
Kesuburan tanah, ketinggian tempat, suhu udara, cahaya, semakin tinggi dari permukaan laut,
suhu udara semakin rendah dan intensitas cahaya akan semakin besar, sehingga
menyebabkan laju biosintesa antosianin semakin besar (Gross, 1987).

Kandungan antosianin total dari beberapa jenis tanaman berdasarkan berat kering antara
lain: kulit buah jenitri 23,87 ± 4,11 mg/100 g (Lestario dkk., 2011), jantung pisang klutuk
dan ambon 909,44 ± 225, 97 mg/100 g dan 1515,40 ± 156,06 mg/100 g (Lestario dkk.,
2009).

Identifikasi Antosianidin
Hasil pemisahan ekstrak antosianidin (hasil hidrolisis asam) dengan menggunakan KLT
selulosa dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 2.

a.2

b.2 c.2

b.1
a.1 o c.1

(a) Format (b) BAA (c) Forestal


Gambar 1. Kromatogram KLT antosianidin kulit biji kopi robusta dengan pengembang (a) Format (HCl
pekat : asam format : H2O = 2 : 5 : 3), (b) BAA (butanol : asam asetat : H2O = 4 : 1 : 5), (c)
Forestal (HCl pekat : asam asetat : H2O = 3 : 30 : 10).

7
8

Tabel 2. Nilai Rf, Warna tampak, Warna dibawah UV 254 nm, dan Pendugaan Jenis
Antosianidin Kulit Kopi Robusta

Pengembang Rf×100 Warna Tampak Warna UV (254 nm) Pendugaan

Format (a.1) 13 Ungu Ungu Delfinidin

BAA (b.1) 24 Ungu Ungu Delfinidin

Forestal (c.1) 51 Ungu Ungu Sianidin

Tabel 2 menunjukkan bahwa KLT dengan menggunakan 3 jenis pengembang


menghasilkan 2 spot, 1 spot berwarna ungu dan 1 spot berwarna coklat. Menurut Harborne
(1996), tidak ada antosianidin yang berwarna coklat. Diperkirakan senyawa ini adalah produk
degradasi antosianin yang terbentuk karena pemanasan pada saat hidrolisis asam. Kemungkinan
lain senyawa tersebut adalah biflavonil, yang termasuk golongan flavonoid (Harborne, 1996).
Pada pengembang Format, spot berwarna ungu memiliki nilai Rf sebesar 13 yang menunjukkan
bahwa spot tersebut merupakan delfinidin, pengembang BAA menghasilkan spot berwarna ungu
dengan nilai Rf sebesar 24 yang menunjukkan bahwa spot tersebut merupakan delfinidin, dan
pengembang Forestal menghasilkan spot berwarna ungu dengan nilai Rf sebesar 51 yang
menujukkan bahwa spot tersebut merupakan sianidin. Dari seluruh hasil KLT, pemisahan yang
terbaik terlihat pada pengembang Forestal sehingga dilakukan KLT preparatif untuk absorbansi
maksimum. Hasil pengukuran absorbansi maksimum dan grafik dapat dilihat pada Tabel 3 dan
Gambar 2.
Tabel 4. λ maksimum, tanpa dan dengan penambahan AlCl3 dari spot c.1 pada KLT
Pengembang λ maksimum Respon terhadap AlCl 3 Pendugaan

Forestal 537 542 (+) Sianidin


Gambar 2. Pemindaian Spektra Isolat Ekstrak Kulit Biji Kopi Robusta dengan Pengembang
Forestal pada λ 200-800 nm Spot c.1 tanpa dan dengan penambahan AlCl3

Hasil pengukuran absorbansi maksimum menunjukkan bahwa absorbansi maksimum


terlihat pada panjang gelombang 537 nm. Menurut Harborne (1996), sianidin berwarna merah
ungu dengan λ maksimum 535 nm, hal ini berarti bahwa pendugaan sementara jenis antosianidin
yang terdapat dalam kulit kopi adalah sianidin. Pada pengukuran absorbansi maksimum
ditambah dengan AlCl3. Penambahan AlCl3 dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya
pergeseran batokromik, yang menandakan ada atau tidaknya gugus orto-hidroksi. Antosianidin
yang memiliki gugus orto-hidroksi seperti delfinidin, sianidin, dan petunidin akan bereaksi
positif dengan AlCl3, yang ditandai dengan terbentuknya kelat berwarna biru yang menimbulkan
pergeseran absorbansi maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih besar (Gross, 1987).
Dari hasil menunjukkan adanya pergeseran batokromik dari panjang gelombang 537 nm sampai
542 nm. Untuk memastikan hal tersebut, dilakukan identifikasi dengan menggunakan KCKT
(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang lebih sensitif untuk mendeteksi jenis antosianidin
dalam kulit kopi robusta. Hasil identifikasi KCKT ditunjukkan pada Gambar 3.

9
10

(a)

(b)
Gambar 3. Profil kromatogram: (a) antosianidin murni, (b) antosianidin kulit kopi robusta. Fase diam:
Eurosphere 100-5 C-18, 150 × 4,6 mm, fase gerak: 10 % asam format (dalam air): asetonitril (85: 15
v/v), kecepatan alir: 1,2 mL/menit, temperatur: 30˚C, volume injeksi : 20 mL, detektor: UV detector
2500, 530 nm.

Keterangan: (a) Puncak 4 : delfinidin (tR = 4,050 min), puncak 5 : sianidin (tR = 7,083 min), puncak 9 :
pelargonidin (tR = 12,817 min).

(a) Puncak 3 : delfinidin (tR = 3,667 min), puncak 9 : sianidin (tR = 7,567 min), puncak 12 :
pelargonidin (tR = 12,650 min).
Gambar 3 terlihat bahwa dalam kulit biji kopi robusta terdeteksi 2 jenis antosianidin.
Puncak yang paling dominan adalah sianidin, yang kurang dominan adalah delfinidin. Hal ini
sesuai dengan penelitian Murthy et al., (2012), jenis antosianidin yang paling dominan pada kulit
kopi yang tumbuh di India adalah sianidin, dan didukung pula oleh penelitian Emille et al.,
(2007), jenis antosianidin yang paling dominan pada kulit biji kopi yang tumbuh di Brazil adalah
sianidin. Kadar sianidin dalam sampel kulit biji kopi robusta sebesar 18,45 mg/g, delfinidin
sebesar 0,07 mg/g. Hasil tersebut sesuai dengan KLT bahwa diduga terdapat 2 jenis antosianidin
dalam sampel kulit kopi robusta yaitu sianidin dan delfinidin.
Identifikasi Antosianin
Langkah penting untuk menentukan jenis antosianin adalah identifikasi gula. Identifikasi
gula dilakukan menggunakan KLT dengan 2 jenis pengembang yaitu BAA dan BEA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengembang BAA dan BEA menghasilkan 1 spot berwarna
coklat seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan Tabel 5.

d. 1
e.1

(d) (e)

Gambar 4. Hasil KLT gula kulit biji kopi robusta dengan pengembang (d) BAA (butanol: asam asetat : H2O = 4 :
1 : 5), (e) BEA (butanol : etanol : H2O = 4 : 1 : 2,2).

Tabel 5. Nilai Rf, warna tampak, warna dibawah UV 254 nm, serta pendugaan jenis gula kulit
kopi robusta
Pengembang Spot Rf Warna tampak Warna UV 254 nm Pendugaan
BAA d.1 0,11 Coklat Coklat Glukosa
BEA e.1 0,16 Coklat Coklat Glukosa

Gula diwarnai dengan anilina hidrogen ftalat yang bertujuan untuk memastikan bahwa
gula dioksidasi secara khas menjadi senyawa yang tidak bereaksi lagi (Harborne, 1987). Menurut
Harborne (1987), glukosa memiliki nilai Rf 0,12 dengan pengembang BAA, dan memiliki nilai
Rf 0,16 dengan pengembang BEA. Berdasarkan Tabel 5 nilai Rf yang didapat dengan
pengembang BAA dan BEA masing-masing berturut-turut adalah 0,11 dan 0,16 sehingga hasil
penelitian dapat dipastikan jenis gula yang terikat pada antosianin adalah glukosa.

11
12

Setelah diketahui jenis gula, maka langkah selanjutnya adalah identifikasi antosianin
menggunakan KLT dengan 3 jenis pengembang yaitu BAA, BuHCl, dan HCl 1% ditunjukkan
pada Gambar 5.

f.3 g.3

f.2
g.2

h.1
f.1 g.1

(f) (g) (h)

Gambar 5. Hasil KLT antosianin kulit biji kopi robusta dengan pengembang (f) BAA (butanol : asam asetat :
H2O = 4 : 1 : 5), (g) BuHCl (butanol : HCl 2 M = 1 : 1), (h) HCl 1% (H2O : HCl = 97 : 3).

Berdasarkan Gambar 5 dihasilkan berbagai spot, Rf, dan warna tampak. Maka dari hasil
yang diperoleh dapat dilakukan pendugaan jenis antosianin yang ada dari berbagai pengembang
yang digunakan. Hasil pendugaan dari kandungan antosianin dari berbagai pengembang,
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Rf, warna tampak, serta pendugaan jenis antosianin kulit kopi robusta

Pengembang Spot Rf Warna tampak Pendugaan


BAA f.1 0,08 ungu Delfinidin 3,5-diglukosida
f.2 0,19 ungu Delfinidin 3,5-diglukosida
BuHCl g.1 0,06 ungu Delfinidin 3,5-diglukosida
g.2 0,22 ungu Sianidin 3-glukosida
HCl 1% h.1 0,19 ungu Sianidin 3-rutinosida

Menurut Harborne (1987), berdasarkan nilai Rf yang diperoleh secara umum diduga
terdapat 3 jenis antosianin yang terdapat pada kulit biji kopi robusta yaitu delfinidin 3,5-
diglukosida, sianidin 3-glukosida, dan sianidin 3-rutinosida. Namun berdasarkan hasil KLT,
hanya 1 jenis pengembang yang menghasilkan pemisahan terbaik sehingga dilakukan KLT
preparatif dan pengukuran absorbansi maksimum untuk memastikan jenis antosianin pada kulit
biji kopi robusta. Hasil KLT dan pengukuran absorbansi maksimum ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rf, warna tampak, λ maksimum, nisbah (A 440 nm/ A λmaks) × 100, serta pendugaan
jenis antosianin dari spot g. 1 dan g. 2 pada KLT
Pengembang Spot Rf Warna tampak λ maksimum (nm) (A 440 nm/ A maks) × 100 Pendugaan
BuHCl g.1 0,06 ungu 535 28,37 % Delfinifin 3-glukosida
g.2 0,22 ungu 535 41,86% Sianidin 3-glukosida

Data Tabel 7 dapat memberikan informasi keberadaan gugus asil pada molekul
antosianin. Keberadaan gugus asil asam organik aromatik dapat dideteksi dengan adanya puncak
pada spektrum pada daerah panjang gelombang 310-340 nm (Harborne dalam Sari dkk, 2009).
Hasil spektrum pada kulit biji kopi robusta tidak menunjukkan adanya absorban maksimum pada
panjang gelombang 310-340 nm, sehingga hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya asilasi asam
organik aromatik (asam sinamat) pada kulit biji kopi robusta.

Penentuan pola substitusi glikosidasi antosianin dapat diperoleh dari data spektrum. Pada
umumnya, digunakan nisbah A 440 nm/ A λmaks untuk menunjukkan perbedaan karakteristik
spektrum dari 3-glikosida dan 3,5-diglikosida. Jika nisbah lebih besar dari 30%, maka antosianin
diidentifikasi sebagai 3-glikosida dan jika nisbah lebih kecil dai 20%, maka antosianin
diidentifikasi sebagai 3,5-diglikosida (Harborne 1967 dalam Sari dkk, 2009). Pada Tabel 7
menunjukkan bahwa nisbah A 440 nm/ A λmaks bahwa antosianin pada kulit biji kopi robusta
mengandung glikosida pada posisi 3. Dilakukan pula identifikasi menggunakan KCKT. Hasil
kromatogram ditunjukkan pada Gambar 6.

13
14

Gambar 6. Profil kromatogram antosianin kulit kopi robusta. Fase diam: Eurosphere 100-5 C-18, 150 × 4,6 mm,
fase gerak: H2O : CH3OH : HCOOH (75:20:5, kecepatan alir: 0,6 mL/menit, temperatur: 25˚C, volume
injeksi : 20 mL, detektor: UV 530 nm.

Keterangan: Puncak 1 : (tR = 4,750 min), puncak 2 : (tR = 19,583 min), puncak 3 : (tR = 26,433 min),
puncak 4 : (tR = 30,833 min).

Pada Gambar 6. terlihat bahwa terdapat 4 puncak, puncak (3) yang paling dominan
diduga merupakan sianidin 3-glikosida dengan mengingat bahwa antosianidin yang paling
dominan pada kulit biji kopi robusta adalah sianidin. Namun puncak-puncak lainnya belum dapat
diduga dengan pasti karena tidak tersedia antosianin murni. Puncak (2) dan (4) dapat diduga
delfinidin 3-glikosida dan pelargonidin 3-glikosida.
Penelitian Murthy et al., (2012), jenis antosianin yang terdapat pada kulit biji kopi yang
tumbuh di India adalah sianidin 3-rutinosida. Penelitian lain tentang antosianin diantaranya
Comeskey et al., (2009), melakukan penelitian antosianin pada buah kiwi merah dan hasilnya
menunjukkan bahwa jenis antosianin yang terkandung adalah delfinidin 3-O-[2-O-(β-xylosyl)-β-
galaktosida], delfinidin 3-O-β-galaktosida, sianidin 3-O-[2-O-(β-xylosyl)-β-galaktosida], sianidin
3-O-β-galaktosida, sianidin 3-O-β-glikosida; dan Wu et al., (2005), melakukan penelitian
antosianin pada blueberry dan hasilnya menunjukkan bahwa jenis antosianin yang terkandung
adalah delfinidin 3-galaktosida, delfinidin 3-glukosida, dan antosianin lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kandungan antosianin total pada kulit biji kopi robusta berdasarkan berat basah sebesar
40,71±1,00 mg/100 g sedangkan berdasarkan berat kering sebesar 43,07±1,05 mg/100 g.
2. Jenis antosianidin pada isolate kulit biji kopi robusta adalah sianidin dan delfinidin; dan
jenis antosianin dalam ekstrak kulit biji kopi robusta diduga sebagai sianidin 3-glikosida;
delfinifin 3-glikosida; dan pelargonidin 3-glikosida.

SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data identifikasi antosianin perlu dilengkapi
dengan standar antosianin murni.

DAFTAR PUSTAKA
Ariadi, H. Prasetyo., Sukatiningsih, W.S. Windrati. 2015. Ekstraksi Senyawa Antioksidan Kulit
Buah Kopi : Kajian Jenis Kopi Dan Lama Maserasi. Teknologi Hasil Pertanian.
Universitas Brawijaya.

Choung, M.G., I.Y. Baek., S.T. Kang., W.Y. Han., D.C. Shin., H.P. Moon., K.H. Kang. 2001.
Isolation and Determination of Anthocyanins in Seed Coats of Black Soybean (Clycine
max (L.) Merr.). J. Agric. Food Chem, vol. 49, no. 12, pp 5848-5851
Comeskey, D.J., Montefiori, M., Edwards, P.J.B., and Mcghie, T.K. 2009. J. Agric. Food Chem,
vol. 57, no. 5, pp 2035-2039.
Emille, R.B.A. Prata and Leandro S. Oliveira. 2007. Fresh coffee husks as potential sources of
Anthocyanins, LWT, 40: 1555-1560.
Ginting, E. 2011. Potensi Ekstrak Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan Pewarna Alami Sirup.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. ISBN:
978-979-1159-56-2.
Giusti, M.M., Wrolstad, R.E. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-
Visible Spectroscopy. Di dalam: Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John
Wiley and sons. New York.
Gross, J, 1987. Pigments in Fruits. Academic Press. London.
Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables (Chlorophylls and Carotenoids). Batsford. London

15
16

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Menganalisis Tumbuhan. Ed. II.
Diterjemahkan oleh Padmawinata K, Sudiro I. ITB. Bandung.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB.
Bandung.
Lestario, L. N., Dhanu, L., Kris, H. T. 2009. Kandungan Antosianin Dan Antosianidin Dari
Jantung Pisang Klutuk (Musa brachycarpa B.) Dan Pisang Ambon (Musa acuminata C.).
Jurnal Teknol dan Industri Pangan, vol. 20, no. 2, pp. 143-148.
Lestario, L.N., Elisabeth R., Kris H.T. 2011. Kandungan Antosianin Dan Identifikasi
Antosianidin Dari Kulit Buah Jenitri (Elaeocarpus Angustifolius Blume). Agritech, vol.
31, no. 2, pp 93-101.
Murthy, P.S., Manjunatha, M.R., Sulochannama, G., and Naidu, M.M. 2012. Extraction,
Characterization and Bioactivity of Coffee Anthocyanins. ISSN 2079-2085, European
Journal of Biological Sciences, vol. 4, no.1, pp. 13-19.
Nyman, N.A. dan Kumpulainen, J.T. 2001. Determination of anthocyanidins in berries and red
wine by High Performance Liquid Chromatography. J. Agric. Food Chem. vol. 49, no.9,
pp 4183-4188.
Sari, P., Wijaya, C.H., Sajuthi, D., Supratman, U. 2009. Identifikasi Antosianin Buah Duwet
(Syzygium cumini) Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Diode Array
Detection. J. Teknol dan Industri Pangan., vol. 20, no. 2, pp 102-108.
Taufiq, Muchamad, 2004, Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pengeringan Jagung Pada
Pengering Konvensional Dan Fluidized Bed, Skripsi, Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret: Surakarta.
Widyotomo, S. 2013. Potensi Dan Teknologi Diversivikasi Limbah Kopi Menjadi Produk
Bermutu Dan Bernilai Tambah. Review Penelitian Kopi dan Kakao. 1(1): 63-80.
Wu, X., Prior, R. L. 2005. Systematic Identification and Characterization of Anthocyanins by
HPLC-ESI-MS/MS in common foods in the United States: Fruits and berries. J. Agric.
Food Chem., vol. 53, no. 7, pp 2589–2599.

Anda mungkin juga menyukai