Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ANTOSIANIN EKSTRAK ETANOL 70%

DALAM SUASANA ASAM DARI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) DENGAN
KLT-SPEKTRODENSITOMETRI

Ni Putu Linda Laksmiani1), Ni Putu Eka Leliqia1, Ni Nyoman Tria Wiriyanti1), Ida Ayu Putu
Chandra Dewi, I Made Agus Gelgel Wirasuta
1
Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Udayana
Alamat : Gedung AF, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA (Kompleks Fakultas Peternakan), Udayana
Email : lindalaksmiani@gmail.com

ABSTRAK
Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat yang disebabkan oleh adanya pigmen antosianin
terasetilasi yaitu sianidin dan peonidin. Jenis antosinain ini memiliki stabilitas yang relatif stabil dengan suhu
penanganan 50°C. Sehingga dalam studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi karakterisasi
antosianin dari ekstrak maupun fraksi terpurifikasinya dengan suhu penguapan 50 °C.
Metode pada penelitian ini meliputi ekstraksi dengan maserasi, dan diuapkan dengan rotary evaporator
dengan suhu 50 °C selama 2x24 jam. Pengembangan metode KLT dengan menggunakan n-butanol : asam asetat
glasial : air (4:1:2 v/v/v) sebagai fase gerak. Plat dipindai dengan menggunakan densitometer CAMAG TLC
Scanner 3 pada panjang gelombang 210 nm dan spektrum pada rentang panjang gelombang 200-700 nm. Untuk
memastikan identitas senyawa antosianin tersebut maka dilakukan identifikasi dengan menggunakan NH3, AlCl3
5% dan FeCl3 2%
Berdasarkan data spektrum tersebut, diketahui panjang gelombang 540 nm sebagai panjang gelombang
maksimum cyanidin. Pada kromatogram ekstrak terdapat 5 puncak dan puncak 1 (Rf 0,1) teridentifikasi sebagai
senyawa antosianin. Hasil identifikasi antosianin dengan penampak bercak dan pereaksi warna menandakan
positif 5-hidroksi flavonoid namun antosianin tidak terdeteksi dengan ketiga pereaksi kemungkinan disebabkan
karena kadarnya yang sedikit atau sudah terdegradasi akibat adanya perlakuan suhu.

Kata kunci : Ubi jalar ungu, ekstrak, fraksi, antosianin, suhu.


IDENTIFICATION AND CHARACTERIZATION ANTHOCYANINS FROM 70%
ETHANOL EXTRACT IN ACID CONDITION OF PURPLE SWEET POTATO
(Ipomoea batatas L.) WITH TLC-SPEKTRODENSITOMETRI

Ni Putu Linda Laksmiani1), Ni Putu Eka Leliqia1), Ni Nyoman Tria Wiriyanti1), Ida Ayu Putu
Chandra Dewi, I Made Agus Gelgel Wirasuta
1
Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Sciences, Udayana University
Address : AF Building, Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Sciences, Udayana
University
Email : lindalaksmiani@gmail.com

ABSTRACT

Purple sweet potato has a fairly dense purple color caused by the presence of anthocyanin pigments that
acetylated such as cyanidin and peonidin. Antosinain has been relatively stable with the temperature of 50 °C. So
this study was conducted to identify and evaluate characterization of anthocyanin extracts or fractions
terpurifikasinya the evaporation temperature of 50°C.
The method in this study include the extraction by maceration, and evaporated with a rotary evaporator
at 50°C for 2x24 h. TLC method development using n-butanol: glacial acetic acid: water (4: 1: 2 v/v/v) as the
mobile phase. The plates were scanned using a densitometer CAMAG TLC Scanner 3 at a wavelength of 210 nm
and a spectrum in the wavelength range of 200-700 nm. To ensure the identity of the anthocyanin compounds
then be identified by using NH3, AlCl3 and FeCl3 5% 2%
Based on spectral data, the known wavelength of 540 nm as the wavelength of maximum cyanidin. In the
chromatogram extract contained 5 peaks and peak 1 of chromatogram (Rf 0.1) identified as anthocyanin
compounds. Anthocyanin identification using color reagent results with spots and color changing indicates
positive 5-hydroxy flavonoid anthocyanin but not detected by the third reagent likely due to the levels that little or
degraded due to temperature treatment.

Keywords: Sweet potato purple, extract, fractions, anthocyanins, temperature.


PENDAHULUAN

Pemanfaatan ubi ungu sebagai pewarna alami maupun tanaman herbal banyak ditemukan di
Indonesia. Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat yang disebabkan oleh adanya
pigmen ungu antosianin yang menyebar dari bagian kulit sampai pada daging ubinya (Santoso dan
Estiasih, 2012). Selain sebagai pewarna, kandungan antosianin pada ubi jalar ungu juga memiliki
keuntungan bagi kesehatan seperti antimutagenik, antidiabetes (Terahara et al., 2004), memiliki
aktivitas antikarsinogenik (Katsube et al., 2003), serta sebagai antioksidan (Jawi dkk., 2011).
Antosianin secara umum terdiri dari struktur dasar aglikon (antosianidin), dan gugusan glikon
(gula), namun terkadang juga memiliki gugusan asil (MacDougall et. al., 2002). Sianidin dan peonidin
merupakan antosianidin utama pada ubi jalar ungu (Jiao et al., 2012) dimana kedua antosianidin
tersebut merupakan senyawa yang berkontribusi besar terhadap aktivitas antioksidan. Menurut
penelitian Giusti dan Wrolstad (2008) dalam Xu (2013), kandungan antosianin utama pada ubi jalar
ungu adalah sianidin dan peonidin terasetilasi dengan satu atau dua asam sinamat yang larut dalam
pelarut polar seperti air, etanol, metanol serta stabil pada kondisi asam (Leimena, 2008). Sianidin dan
peonidin berperan dalam memberikan warna merah dan biru pada ubi jalar ungu (Truong et al., 2010).
struktur molekulnya, sianidin dan peonidin lebih stabil daripada jenis antosianin lainnya. Penelitian
terakhir memperlihatkan bahwa kandungan antosianin terasetilasi lebih stabil terhadap panas yang
tinggi dan cahaya selama proses dan penyimpanan daripada kandungan pigmen alami lainnya
(Montilla et al, 2010). Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti : struktur dan konsentrasi antosianin, derajat keasaman (pH), oksidator, cahaya, dan suhu
(Santoso dan Estiasih, 2014).
Pada penelitian kali ini akan difokuskan pada pengaruh suhu penguapan yaitu 50°C dari
pembuatan ekstrak etanol ubi jalar ungu terhadap stabilitas antosianinnya dilihat dari spektrum
menggunakan KLT-Spektrodensitometri dan memastikan identitasnya menggunakan pereaksi semprot.
Ekstraksi ubi jalar ungu dinyatakan masih stabil dan aman dilakukan sampai pada suhu 80°C (Bridgers
et al., 2010). Namun pada penelitian yang lain, menyatakan bahwa antosianin relatif tahan terhadap
pemanasan sekitar suhu 50°C. Antosianin baru akan terdegradasi di atas suhu 75 °C. Peningkatan suhu
dan pH akan menyebabkan terbukanya cincin aglikon dari kation flavilium (struktur dasar
antosianidin) dan membentuk senyawa karbinol serta kalkon yang tidak berwarna (Harborne, 1987).
Sehingga sangat penting untuk dilakukan identifikasi dan karakterisasi antosianin dari ekstrak ubi ungu
dalam kondisi asam dengan menggunakan suhu penguapan 50°C untuk memastikan antosianin tidak
terdegradasi. Pengasaman pelarut berfungsi untuk menjaga pH ekstraksi karena antosianin stabil pada
pH 1-3 (Bondre et al., 2012). Setelah dipastikan antosianin pada ekstrak ubi ungu tidak terdegradasi
karena pengaruh suhu tersebut maka dapat dilanjutkan dengan uji aktivitas serta dapat dipurifikasi dan
diisolasi antosianin dari ekstrak ubi ungu sebagai pewarna alami baik untuk kosmetika maupun
makanan.
 
 
BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi ubi jalar ungu (kulit dan umbinya) yang
diperoleh dari desa Petang, Kabupaten Badung, Bali, etanol 70% derajat teknis (Bratachem®), HCl
37% p.a. (Merck®), serbuk silika gel 60 F254 (Merck®), etanol p.a (Merck®), metanol (Merck®), n-
butanol, asam asetat glasial, aquadest, AlCl3 5%, FeCl3 2%, amonia (NH3), (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O
(Merck®),
Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan dengan cara membandingkan sampel tanaman ubi jalar ungu
yang akan digunakan dengan data dari pustaka acuan. Determinasi tanaman dilakukan di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya, Bedugul, Bali.

Pengumpulan Sampel dan Ekstraksi

Sampel ubi jalar ungu yang telah dikumpulkan kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya
sebanyak 1 kg ubi jalar ungu dipotong kecil (ketebalan 1-2cm) dimaserasi dengan 1 L HCl 0,005%
dalam etanol 70% (pH 3). Sebelumnya ubi jalar ungu diblender terlebih dahulu dengan etanol 70%
secukupnya selama 5 menit kemudian diletakkan dalam toples kaca selama 24 jam sambil sesekali
diaduk. Setelah 24 jam, campuran disaring dengan kain kasa lapis tiga dan ampas dimaserasi kembali
sampai maserat berkurang kepekatannya. Maserat yang diperoleh dikumpulkan kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporator pada suhu 50°C dan diuapkan sisa pelarutnya di dalam oven suhu 50°C
hingga diperoleh ekstrak yang kental.

Identifikasi Antosianin dalam Ekstrak

Identifikasi antosianin dilakukan menggunakan metode KLT-Spektrofotodensitometri.


Disiapkan plat KLT silika gel 60 F254 berukuran 2x10 cm. Plat dicuci dengan metanol dan diaktivasi
pada suhu 110°C selama 30 menit. Ekstrak kental yang telah dilarutkan dalam etanol, ditotolkan
sebanyak 10 µL pada plat menggunakan penotol linomat V. Selanjutnya plat dielusi pada chamber
yang telah jenuh dengan fase gerak n-butanol:asam asetat glasial:air (4:1:2) v/v.
Plat dipindai dengan menggunakan densitometer CAMAG TLC Scanner 3 pada panjang
gelombang 210 nm dan spektrum pada rentang panjang gelombang 200-700 nm. Ditentukan panjang
gelombang maksimum antosianin dengan memperhatikan spektrum serapan dari hasil scan pada
rentang panjang gelombang 200-700, dimana dari spektra akan terlihat panjang gelombang maksimum
yaitu panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi maksimum. Selanjutnya plat dipindai
kembali pada panjang gelombang maksimum antosianin. Identifikasi antosianin dilakukan dengan
melihat nilai Rf dan spektrum yang dihasilkan dari pengukuran dengan nilai Rf dan spektrum
antosianin pada pustaka.
Plat kemudian diidentifikasi kembali dengan menggunakan penampak bercak dan pereaksi
warna berupa amonia (NH3), AlCl3 5% dan FeCl3 2%. Masing-masing plat diidentifikasi dengan
penampak bercak yang berbeda. Plat 1 diuapi dengan amonia, plat 2 disemprot dengan pereaksi warna
AlCl3 5%, sedangkan plat 3 disemprot dengan pereaksi warna FeCl3 2%. Diamati perubahan warna
yang dihasilkan secara visual, dibawah sinar UV 254 nm dan dibawah sinar UV 366 nm. Plat yang
telah disemprot kemudian dipindai kembali dengan densitometer CAMAG TLC Scanner 3 pada
panjang gelombang maksimum antosianin dan rentang panjang gelombang 200-700 nm. Diamati
kromatogram dan perubahan atau pergeseran spektrum yang dihasilkan. Ditentukan spot yang diduga
antosianin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi senyawa antosianin dalam ekstrak perlu dilakukan untuk menjamin keberadaan
antosianin dalam ekstrak sebelum menuju tahap fraksinasi. Identifikasi antosianin dilakukan
menggunakan metode KLT-Spektrofotodensitometri. Kromatogram, panjang gelombang maksimum
dan spektrum merupakan parameter yang dapat dijadikan identifikasi dalam KLT-
Spektrofotodensitometer.
Panjang gelombang maksimum dari antosianin dicari dengan melihat spektrum dari kromatogram
pada panjang gelombang 210 nm dengan cara melalukan scanning pada rentang panjang gelombang
200-700 nm. Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan nilai
absorbansi maksimum. Spektrum pada rentang panjang gelombang 200-700 nm dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Spektrum Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu pada Panjang Gelombang 200-700 nm.

Berdasarkan spektrum tersebut dapat diketahui bahwa absorbansi maksimum terdapat pada
panjang gelombang 280 nm dan terdapat pula puncak pada panjang gelombang 325 nm dan 540 nm.
Markham (1988) menyatakan bahwa spektrum antosianin berada pada rentang 270-280 nm (pita II)
dan 465-560 nm (pita I). Serapan pada daerah panjang gelombang 465-560 nm adalah serapan gugus
aglikon yang dalam ubi jalar ungu merupakan cyanidin (Hardiyanti dkk.,2013). Jika terdapat puncak
pada spektrum pada rentang panjang gelombang 326-329 nm maka terdapat gugus asil pada antosianin
tersebut (Escribano et al., 2004). Sehingga data spektrum ekstrak yang diperoleh dari penelitian ini
menunjukkan adanya senyawa antosianin yang memiliki gugus asil. Berdasarkan data spektrum
tersebut, maka digunakan panjang gelombang 540 nm sebagai panjang gelombang maksimum
cyanidin. Berikutnya plat dipindai kembali pada panjang gelombang 540 nm dan rentang panjang
gelombang 200-700.
Hasil scan pada panjang gelombang 540 nm yaitu data kromatogram dan spektrum dapat
dilihat pada gambar 2. Puncak kromatogram 1 dari hasil pengukuran tersebut diduga sebagai senyawa
antosianin karena pada spektrum terdapat puncak seperti bahu pada panjang gelombang 523-540 nm.
Puncak kromatogram 2, 3, 4 dan 5 (Rf masing-masing 0,1; 0,6; 0,69; 0,81 dan 0,9) memiliki puncak
pada panjang gelombang 280 nm namun tidak terdapat puncak pada 540 nm. Kemungkinan puncak
kromatogram 2, 3, 4 dan 5 bukan merupakan antosianin melainkan senyawa flavonoid lainnya. Untuk
memastikan identitas senyawa antosianin tersebut maka dilakukan identifikasi dengan menggunakan
NH3, AlCl3 5% dan FeCl3 2%. Hasil identifikasi antosianin dengan penampak bercak dan pereaksi
warna dapat dilihat dalam tabel 1.
Berdasarkan hasil reaksi pada tabel 1, dapat dilihat bahwa bercak pada Rf 0,1 merupakan bercak
yang diduga sebagai senyawa flavonoid golongan flavonol. Hal tersebut terlihat dari hasil pengamatan
pada pemberian pereaksi semprot FeCl3 2% dan AlCl3 5%. Ekstrak yang diuji positif mengandung
fenol berdasarkan hasil pereaksi semprot FeCl3 dan diduga termasuk dalam senyawa flavonol sebab
hasil reaksi menggunakan AlCl3 menyatakan bahwa pada bercak dengan Rf 0,1 terjadi pergeseran pada
puncak spektrum pita II. Selain itu visualisasi pada UV 366 nm dari warna merah kecoklatan menjadi
kuning pudar menandakan positif 5-hidroksi flavonoid. Pita II pada flavonoid cenderung
mencerminkan cincin A, dimana posisi 5-OH juga terdapat pada cincin A. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ekstrak yang diuji positif mengandung flavonol namun antosianin tidak terdeteksi dengan ketiga
pereaksi kemungkinan disebabkan karena kadarnya yang sedikit. Disamping hal tersebut, antosianin
atau antosianidin (bentuk aglikon) merupakan golongan flavonoid flavonol (Markham, 1988).

Gambar 2. Kromatogram dan Spektrum Masing-masing Puncak pada Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu
pada panjang gelombang 540 nm.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Antosianin

Hasil
No. Pereaksi Pustaka Kesimpulan
Rf Pengamatan
1. NH3 Bercak jingga hingga 0,1 Visual: merah kecoklatan tetap Tidak
lembayung menjadi biru UV 254 nm: pemadaman fluoresensi terdeteksi
menandakan antosianin UV 366 nm: merah jingga tetap adanya
antosianin
Sinar UV : bercak merah
jingga redup atau merah
menjadi biru menandakan
Antosianin 3-O-glikosida 0,9 Visual: merah kecoklatan pudar Tidak
(Markham, 1988). tetap terdeteksi
UV 254 nm: pemadaman fluoresensi adanya
UV 366 nm: biru pudar tetap antosianin

2. FeCl3 2% Bercak berwarna ungu 0,1 Visual: merah kecoklatan ungu (+) Fenol
menandakan adanya pudar
senyawa fenol (Yagi et
al., 2012). 0,9 Visual: merah kecoklatan ungu (+) Fenol
pudar
3. AlCl3 5% Sinar UV 366 nm: bercak 0,1 UV 366 nm: merah jingga (+) 5-
berfluoresensi kuning kuning pudar hidroksi
menandakan 5-hidroksi Spektrum: pergeseran bathokromik flavonoid
flavonoid. pada pita II
0,9 UV 366 nm: biru pudar tetap Tidak
Terjadi pergeseran Spektrum: tidak mengalami terdeteksi
bathokromik pada pergeseran adanya
spektrum menandakan antosianin
antosianin (Markham,
1988).

KESIMPULAN

Antosianin dari ekstrak ubi jalar ungu mengalami degradasi bila dilakukan penguapan pada
suhu 50°C ditandai dengan adanya signal yang rendah pada panjang gelombang 540 nm dan setelah
diidentifikasi dengan pereaksi semprot diketahui bahwa antosianin tidak terdeteksi namun terdeteksi
hanya sebagai senyawa flavonol saja. Antosianin atau antosianidin (bentuk aglikon) merupakan
golongan flavonoid flavonol. Dari penelitian ini diketahui bahwa dalam pembuatan ekstrak ubi ungu
lebih baik diproses pada suhu dibawah 50 °C yaitu 30 °C sama dengan perlakuan terhadap betasianin
pada ekstrak buah naga (Rebecca et.al., 2010).

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih peneliti ucapkan kepada hibah yang mendanai terlaksananya penelitian ini yaitu
hibah unggulan program studi, LPPM Universitas Udayana dan Fakultas MIPA Jurusan Farmasi
Universitas Udayana
DAFTAR PUSTAKA

Bridger, E. N., M. S. Chinn, and V. Truong. 2010. Extraction of Anthocyanin from Industrial Purple
Fleshed Sweetpotato and Enzymatic Hydrolysis of Residues for Fermentable Sugars.
Industrial Crops and Product. 32: 613-620.
Escribano, Bailon, M. T., Celestino S B. dan Julian C R G. 2004. Anthocyanins incereals. J.
Chromatogr. A 1054. Hal. 129-141.
Giusti, M. M., S. J. Schwartz, and J. H. V. Elbe. 2008. Colorants. Fennema’s Food Chemistry. 4th ed.
S. Francis : CRC Press/Taylor.
Harbone, J. B. and Grayer R. J. 1988. The Anthocyanins. London: Chapman and Hall. 256.
Jawi, I. M., D. N. Suprapta, I N. Arcana, A. W. Indrayani dan A. A. N. Subawa. 2011. Efek
Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) terhadap Darah dan
Berbagai Organ pada Mencit yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal. (Bappeda
Provinsi Bali 2006).
Jiao, Y., Y. Jiang, W. Zhai dan Z. Yang. 2012. Studies On Antioxidant Capacity Of Anthocyanin
Extract From Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas L.). African Journal of Biotechnology.
11(27): 7046-7054.
Katsube N., Iwashita K., Tsushuda T., Yamaki K., and Kobori M. 2003. Induction of Cancer Cells by
Bilberry (Vacciniummyrtillus) and The Anthocyanins. J. Agric. Food Chem. 51: 68–75.
Leimena, B. B. 2008. Karakterisasi dan Purifikasi Antosianin pada Buah Duwet (Syzygium cumini)
(Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
MacDougall, D. B., et. al. 2002. Colour in Food. Boca Raton: CRC Press.
Markham. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB. 47, 53.
Montilla, E. C., S. Hillebrand, and P. Winterhalter. Anthocynin in Purple Sweet Potato (Ipomoea
batatas L.) Varieties. Fruit, Vegetable, and Cereal Science and Biotechnology. 5(2): 19-24.
Rebecca, O.P.S., Boyce, A.N., and Chandran, S., 2010, Pigment Identification and Antioxidant
Properties of Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus). African Journal of Biotechnology.
9(10): 1450-1454.
Santoso, W. E. A. dan T. Estiasih. 2012. Jurnal Review : Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas Var. Ayamurasaki) Dengan Kopigmen Na-Kaseinat Dan Protein Whey Serta
Stabilitasnya Terhadap Pemanasan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 121-127.
Terahara, N., I. Konczak, H. Ono, M. Yoshimoto, and O. Yamakawa. 2004. Characterization of
Acylated Anthocyanins in Callus Induced FromStorage Root of Purple-Fleshed Sweet Potato,
Ipomoea batatas L. Journal of Biomedicine and Biotechnology. 5: 279-286.
Xu, J. 2013. Identification and Stability of Acylated Anthocyanins in Purple Fleshed Sweetpotato p40
(Thesis). Kansas : Kansas State Univer

Anda mungkin juga menyukai